TINJAUAN PUSTAKA Dalam Compendium of Soybean Diseases (Sinclair, 1982) disebutkan bahwa sejumlah bakteri patogen dapat menyerang tanaman kedelai.
Bakteri tersebut adalah: 1)
syringae pv. glycinea (Coerper) Young, Dye bab penyakit hawar daun; 2) glycines
&
Pseudomonas
Wilkie, penye-
Xanthomonas campestris pv.
(Nakano) Dye, penyebab
penyakit pustul daun;
3)
Pseudomonas syringae pv. tabaci (Wolf
Dye
&
&
Foster) Young,
Wilkie, penyebab penyakit layu terbakar; 4) Coryne-
bacterium flaccumfaciens pv. flaccumfaciens (Hedges) Collins
&
Jones dan Pseudomonas solanacearum (Smith) Smith,
penyebab penyakit layu; 5 )
Pseudomonas syringae pv. sy-
ringae van Hall, penyebab penyakit bercak daun berkerut; 6)
Corynebacterium spp., penyebab penyakit bercak "tan"
bakteri; dan 7) biji.
Bacillus subtilis (Ehrenberg) perusak
Dilaporkan juga bahwa tanaman kedelai rentan terha-
dap Xanthomonas campestris pv. phaseoli vignicola dan Xanthomonas campestris pv. phaseoli fuscans, yang masing-masing biasanya menyerang tanaman ercis (Cicer arietinum) dan kacang buncis (Phaseolus vulgaris). Penyakit oleh bakteri lebih banyak terdapat di daerahdaerah dengan iklim yang relatif lebih basah (Sinclair, 1982).
Menurut Machmud (1987) penyakit bakteri kedelai
utama yang telah dilaporkan di Indonesia adalah hawar bakteri dan pustul bakteri.
Hawar Bakteri Penyakit hawar tersebar di seluruh dunia dan merupakan penyakit bakteri yang paling sering dijumpai pada pertanaman kedelai terutama pada keadaan iklim yang dingin dan basah (Sinclair, 1982).
Di Indonesia, penyakit ini terda-
pat di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusatenggara (Puslitbangtan, 1990).
Gejala Penyakit Gejala yang paling jelas terdapat pada daun, namun sering juga terdapat pada batang, tangkai polong dan polong. Pada daun mula-mula terlihat bercak tidak beraturan, tembus cahaya, kebasahan dan berwarna kuning sampai cokelat muda.
Bagian tengah segera mengering dan warnanya berubah
menjadi cokelat kemerahan atau kehitaman, yang dibatasi oleh pinggir yang kuning kebasahan.
Pada lingkungan yang
cocok, bercak membesar dimana beberapa bercak bergabung membentuk bercak yang lebih besar.
Pada bercak tua, bagian
tengah bercak mengering dan gugur sehingga membentuk bercak berlubang.
Pada batang, tangkai polong dan polong, bercak
berwarna kehitaman. Biji dapat terinfeksi, sehingga patogen ini termasuk patogen yang "seedborne".
Tanaman muda
yang terserang dapat menjadi kerdil dan mati.
Bercak bi-
asa'nya terlihat untuk pertama kali pada bagian tepi kotiledon, kemudian membesar dan berwarna cokelat tua karena terjadinya kematian jaringan yang terinfeksi.
Bibit muda
6 yang terserang menjadi kerdil dan bila titik tumbuh terinfeksi tanaman akan mati. Organisme Penyebab
Penyakit hawar bakteri disebabkan oleh Pseudomonas s y r i n g a e pv. g l y c i n e a (Coerper) Young, Dye
&
Wilkie.
Bak-
teri ini berbentuk batang, berukuran 1.2-1.5 pm x 2.3-3 pm, dan memiliki satu sampai beberapa flagella "polar". Bakteri ini menghasilkan pigmen yang berfluoresen pada medium King's B (di bawah sinar ultraviolet, 366 nm) , tidak mencairkan
gelatin,
dan
menghasilkan
asam
dari
sukrosa
(Sinclair, 1982). Koloni pada "nutrient agar" bundar, lembut, berkilat, bertepi rata, berwarna putih, dan tidak lengket. Temperatur optimum untuk perturnbuhan adalah 24-26
C, dengan temperatur maksimum 35 C dan minimum 2 C.
Penyakit Pustul Bakteri Penyakit pustul bakteri kedelai tersebar di seluruh dunia, terutama di daerah-daerah yang mempunyai temperatur panas (Sinclair, 1982).
Menurut Bradbury (1986), penyakit
pustul bakteri kedelai telah terdapat di berbagai negara, yaitu Malawi, Nigeria, Afrika Selatan, Sudan, Zimbabwe, Mesir, Ethiopia, Kenya, Madagaskar, Mozambique, Somalia, Tanzania, Uganda, Zambia, Myanmar, Cina, Kamboja, Formosa, India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Australia, Perancis, Lithuania, Rumania, Rusia, Yugoslavia, Arnerika Serikat,
7 Kanada, Nikaragua, Bolivia, Kolombia, Brazilia, Argentina, dan Venezuela.
Di Indonesia penyakit pustul bakteri terda-
pat di Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung dan Sulawesi Selatan (Machmud, 1 9 8 7 ) .
Gejala penyakit Gejala awal penyakit pustul bakteri kedelai berupa bercak kecil, berwarna hijau pucat, dengan bagian tengah menonjol ke arah kedua permukaan daun.
Selanjutnya pada
bagian tengah itu akan terbentuk pustul berukuran kecil, menonjol, dan berwarna terang.
Tidak seperti pada hawar
bakteri, pada awal gejala tidak disertai adanya gejala kebasahan. daun.
Pustul terutama terbentuk pada permukaan bawah
Namun dilaporkan juga bahwa tiap bercak tidak selalu
disertai adanya pustul (Kennedy dan Tachibana, 1 9 7 3 ) . Ukuran bercak bervariasi dari suatu titik berukuran kecil sampai cukup besar, berbelang cokelat karena bersatunya bercak-bercak kecil. robek karena terpaan angin.
Daun menjadi kasar dan mudah Pada varietas-varietas yang
sangat rentan, polong juga dapat terserang dengan menirnbulkan gejala berupa bercak agak menonjol, yang berwarna cokelat kemerahan (Sinclair, 1 9 8 2 ) .
Organisme Penyebab Penyakit pustul bakteri kedelai disebabkan oleh Xanthornonas campestris pv. glycines (Nakano 1 9 1 9 ) Dye 1 9 7 8 .
Sinonim bakteri tersebut adalah (Bradbury, 1986):
-
Pseudomonas glycines Nakano 1919,
-
Bacterium glycines (Nakano) Elliott 1930,
-
Phytomonas glycines (Nakano) Magrou in Haudoroy,
-
Bacterium phaseoli var. sojensis Hedges 1922,
-
Phytomonas phaseoli var. sojensis (Hedges) Burkholder
1930,
-
Pseudomonas phaseoli var. sojensis (Hedges) Stapp
1928,
-
Xanthomonas phaseoli var. sojensis (Hedges) Starr
&
Burkholder 1942. Bakteri pustul berukuran 0.5-0.9 pm x 1.4-2.3 pm, berbentuk batang, mempunyai satu flagelum polar, dan bersifat gram negatif.
Koloni pada medium "Beef Infusion Agar" ber-
warna kuning pucat, yang semakin lama akan menjadi kuning tua, berukuran kecil, sirkular, dan dengan tepi yang halus. Bakteri ini dapat mencairkan gelatin, menghasilkan asam dan bukan gas dari sukrosa, dan sangat cepat menghidrolisis pati (Sinclair, 1982). Temperatur optimum untuk pertumbuhan bakteri pustul adalah 30-33 C, maksimum 38 C, dan minimum 10 C.
Dengan demikian, bakteri pustul lebih cocok
hidup di daerah beriklim panas bila dibandingkan dengan bakteri hawar daun, yang mempunyai temperatur optimum 24 26
c
(Sinclair, 1982; Kennedy dan Tachibana, 1973). Karena bakteri pustul merupakan anggota dari spesies
Xanthomonas campestris, maka sifat-sifat yang tertera pada
9 Tabel 1 (hal. 14) dan Tabel 2 (hal. 15) berlaku baginya. Juga sebagai anggota dari genus Xanthomonas, bakteri ini tentu bersifat oksidatif, tidak fermentatif, dan sangat aerobik (Bryant et al., 1979). Lelliott dan Stead (1987) mendeskripsikan bahwa patovar-patovar X. campestris mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: 1). Gram negatif, 2). reaksi oksidase: negatif, 3). reaksi katalase: positif, 4). pertumbuhan terhambat oleh TZC 0.1% dan kadang-kadang oleh TZC 0.02%, 5). pertumbuhan dengan warna kuning madu pada medium kentang, 6). oksidati£. Di Jepang, isolat dengan nomor kode NIAES 1462, yang sering digunakan sebagai isolat kontrol dalam pengujian bakteri pustul, mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: Gram negatif, oksidase negatif, mempunyai pigmen kuning yang mudah larut dalam air, dapat bergerak, sangat oksidatif, masih dapat hidup pada temperatur 36 C, dapat mencairkan gelatin dalam 6 hari, tidak membusukkan kentang, tidak menggunakan asparagin sebagai sumber makanan, tidak menimbulkan reaksi hipersensitifitas pada daun tembakau, dapat menguraikan susu dalam 13 hari, dapat mencerna pati dalam 2 hari, membentuk asam dari sukrosa dalam 2 hari (Suhendar, 1991).
Interaksi inang - patogen Setelah masuk melalui lubang alamiah, biasanya stomata, atau luka, bakteri pustul kemudian berkembang secara interseluler.
Jones dan Fett
(
1985 )
melaporkan bahwa
bakteri pustul dari strain yang virulen dan kompatibel, tumbuh dengan cepat in vivo dan tetap berada dalam ruang antar sel.
Di pihak lain, bakteri yang inkompatibel akan
segera terhambat perkembangannya, merangsang reaksi hipersensitif pada inang, dan diimobilisasikan oleh benda-benda serabut atau amorf di permukaan sel mesofil sehingga tidak leluasa menyebar dan menginfeksi. Menurut Dickson (1956), setelah bakteri masuk ke dalam jaringan inang terjadilah pembesaran sel pada jaringan tersebut. Groth dan Braun (1986) mengemukakan bahwa hipertrofi tersebut terutama terjadi pada sel-sel mesofil dan terjadi juga pada varietas tahan, namun dengan ukuran yang lebih kecil.
Pada Gambar 1 dapat dilihat bagian daun yang
membesar dan membentuk gejala pustul. Interaksi inang - patogen
- lingkungan
Banyak patogen memerlukan kondisi lingkungan khusus untuk menciptakan suatu epidemi.
Maka luas dan berat se-
rangan bakteri pustul kedelai juga tergantung pada kompatib-ilitas inang-patogen dan lingkungan setempat.
Keadaan
lingkungan yang hangat dan seringnya hujan selama musim pertanaman selain cocok bagi perkernbangan penyakit pustul
11 bakteri juga sangat membantu penyebarannya (Sinclair, 1982; Lelliott dan Stead, 1987).
Keterangan: Gambar 1.
Sn = sel normal, Sb
=
sel yang membesar
Pembesaran sel pada pembentukan pustul (dikutip dari Groth dan Braun, 1986)
Identifikasi Bakteri Patogen Selama ini laporan-laporan mengenai penyakit pustul di Indonesia, sebagian besar hanya berdasarkan pengamatan gejala saja.
Menurut Hayward (1983), diagnosis penyakit ta-
naman tidak selalu dapat dilakukan hanya melalui gejala karena suatu keadaan patologis yang serupa dapat disebabkan
12 oleh faktor yang berlainan.
Menurut Sinclair (1982), pe-
nyakit pustul kedelai tidak selalu disertai dengan timbulnya gejala pustul.
Dengan demikian, diagnosis penyakit
tersebut yang hanya berdasarkan gejala kurang dapat diandalkan. Schaad ( 1988) membagi bakteri patogen tanaman yang sudah dikenal menjadi dua bagian berdasarkan kemampuannya tumbuh pada medium bakteri baku.
Bakteri yang termasuk
kelompok pertama relatif mudah diidentifikasi berdasarkan sifat koloni pada medium agar tertentu dan beberapa uji sifat lainnya, termasuk uji Gram.
Bakteri yang tercakup da-
lam kelompok kedua hanya dapat tumbuh pada medium yang komplek, yaitu yang mengandung serum tertentu. Gambar 2 merupakan pemandu bagi determinasi yang cepat sampai pada kategori Genus. Setelah melalui tahap pertama, untuk penentuan spesies dari genus Xanthomonas dapat digunakan tabel pengujian menurut Dye (1980) dan Moffett dan Croft (1983). Bakteri dapat juga diidentifikasi berdasarkan teknik serologi, bakteriofag, dan analisis DNA. Menurut Schaad (1979), penggunaan teknik serologi untuk identifikasi bakteri hampir setua Ilmu Penyakit Tanaman itu sendiri, yaitu dimulai sejak Jansen mengidentifikasi Agrobacterium tumefaciens pada tahun 1918. Teknik serologi memerlukan waktu yang relatif pendek, namun cukup akurat. Pada prinsipnya bakteri, sebagai antigen, akan bergabung dengan antiserum yang kompatibel, sebagai antibodi, dan
+
peuarnaan Gram
Eruinia Xanthomonas Pseudomonas Agrobacteriun
Corvnef orm Baci 1l u s Clostridiun Streptomyces
I k o l o n i kuning + pada YDC
I + tunbuh pada MS
-
+
+
I
aerobik
I
+
I
I
I
Xanthomonas
Coryneform Streotomyces
Baci L [usb clostridiunb
Pseudomonas Eruinia Agrobacteriun
m
-
bentuk endospora
I
I
I ~anthomonas' Eruinia
Eruinia
+
-
I
Bacillus
miselia udara
-
l----'l
Clostridiun
Streptomyces
Coryneform
fluoresen pada KB
I
I
Pseudomonas
Erwinia Agrobacteriun Pseudomonas
I +
lobang pada CVP
-
7 Eruinia
Agrobacteri unC pseudomonasC
I +
tunbuh pada D-1 M
-
I
I
Agrobacteriun
Pseudomonas
Keterangan:
-'
= koloni biasanya mucoid.
-b
= Clostridia yang mengandung spora membengkak; Bacillus tidak.
-'
= beberapa Agrobacteria dan Pseudomonas bisa membentuk
lobang yang dangkal. YDC
= medium agar "Yeast extract Dextrose CaC03".
MS
= medium agar "Miller-Schroth"
KB
= medium agar "King B"
CVP
=
medium agar "Crystal Violet-Pectate"
D-1M = medium agar yang mengandung mannitol, untuk Agrobacterium.
Gambar 2.
I1Flowchart diagramw untuk identifikasi bakteri patogen tumbuhan hingga tingkat genus (Schaad, 1988)
Tabel 1.
Uji
Uji fisiologis untuk membedakan spesies dari genus Xanthomonas menurut Dye (1980) X. cam- X. fra- X. albi- X. axo- X. ampepestris gariae lineans nopodis lina
Pertumbuhan pada 36 C
+
-
Hidrolisis aeculin
+
+
Pertumbuhan mucoid
+
+
Menguraikan protein
v
+
Urease
+
-
Membentuk asam dari: Arabinosa
+
-
-
-
+
+ +
+ +
+ +
+
-
Glukosa Mannosa
Keterangan:
+
-
90% atau lebih bereaksi positif 90% atau lebih bereaksi negatif v = kurang dari 90% positif, selebihnya negatif =
- -
membentuk kompleks yang mudah mengendap.
U j i serologi me-
liputi aglutinasi, presipitasidan imunofloresensi (Schaad, 1979; Kiraly et al., 1974).
- Persley (1983) mengemukakan bahwa pada berbagai lembaga penelitian, penggunaan bakteriofag untuk diagnosis suatu penyakit tanaman semakin ekstensif.
Bakteriofag adalah
Tabel 2.
Uji fisiologis untuk membedakan spesies dari genus Xanthomonas menurut Moffett dan Croft (1980)
Uji
X. albilineans
Pertumbuhan pada 36 C
+
-
+
+
-
Pertumbuhan mucoid
-
-
-
+
+
Proteolisis susu
-
-
-
+
-
Membentuk asam dari: Arabinosa
-
+
-
+
-
Cellobiosa
-
-
-
-
Trehalosa
-
-
+
+ +
Keterangan:
+
-
X. ampelina
X. axonopodis
X. campestris
X. fragrariae
-
= 90% atau lebih bereaksi positif = 90% atau lebih bereaksi negatif
suatu partikel serupa virus yang selalu berasosiasi dengan bakteri yang kompatibel sebagai inangnya. Bakteriofag menempel pada suatu tempat yang spesifik di permukaan dinding sel bakteri dan kemudian menyuntikkan DNA ke dalam sel bakteri. Ringkasnya, bakteriofag berkembang di dalam sel bakteri sehingga pada suatu saat sel tersebut akan mengalami lisis.
Pada isolasi bakteriofag, dalam medium agar di
petri, lisis terungkapkan sebagai zona jernih yang disebut plak ("plaque"). Dengan demikian adanya plak mencerminkan
16 kompatibilitas antara bakteriofag dan bakteribersangkutan. Asosiasi ini dapat digunakan untuk usaha diagnosis bakteri asalkan telah tersedia bakteriofag yang diperlukan.
Numic
(1971) mencatat beberapa bakteriofag yang berasosiasi dengan bakteri Xanthomonas campestris pv. glycines yaitu antara lain Xpg 30-3, Xpg 5-5, Xpg 1-6, Xpg 10, Xpg 11 dan Xpg 8-12.
Kehilangan Hasil Pada banyak tanaman, daun merupakan tempat terjadinya fotosintesis, yang menghasilkan karbohidrat guna ditranslokasikan untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Sebagian kar-
bohidrat ditranslokasikan untuk mengisi biji atau wadah akumulasi yang lainnya.
Dengan demikian, kerusakan daun
oleh patogen akan mengurangi jumlah karbohidrat yang diakumulasikan.
Dengan perkataan lain, tanaman dengan daun ter-
serang patogen akan berkurang hasilnya.
Ogren dan Rinne
(dalam Caldwell, 1973) berkesimpulan bahwa karena hasil ke-
delai merupakan fungsi dari jumlah karbohidrat yang dihasilkan selama fotosintesis berlangsung, maka perubahan produktivitas fotosintesis akan mempengaruhi tingkat hasil. Diketahui bahwa ada dua titik puncak aktivitas fotosintesis pada tanaman kedelai, yaitu pada masa pembungaan dan masa pengisian polong (Caldwell, 1973).
Di pihak lain, pada
masa-masa inilah penyakit pustul bakteri sering terlihat.
17 Penyakit pustul mengurangi bagian daun yang dapat berfotosintesis, meskipun beberapa peneliti menyatakan bahwa penyakit tersebut tidak nyata menurunkan hasil kedelai. Namun Weber et al. (dalam Kennedy dan Tachibana, 1973), dalam penelitiannya di Amerika Serikat, melaporkan bahwa penyakit pustul bakteri dapat menurunkan.hasi.1kedelai sebesar 4.3% melalui penurunan bobot dan jumlah biji.
Saxena
(1976), dalam kondisi lingkungan di India, mengemukakan adanya penurunan hasil kedelai yang disebabkan oleh penyakit pustul bakteri, dengan catatan kalau gejala penyakit telah tampak pada waktu tanaman berumur antara 20 sampai 45 hari.
Di kawasan tropik, termasuk Indonesia, belum pernah
dilaporkan penurunan hasil kedelai yang disebabkan oleh penyakit pustul bakteri tersebut. Cara Bakteri Patogen Bertahan Hidup Perkembang-biakan patogen tanaman biasanya tidak berkesinambungan karena pengaruh musim, terhadap patogen maupun terhadap tanaman inangnya.
Keberhasilan suatu patogen
mempertahankan hidupnya dapat terjadi kalau patogen tersebut sanggup mengatasi hambatan itu dengan berbagai macam cara.
Dengan demikian, untuk terjadinya suatu penyakit,
patogen bersangkutan harus dapat melangsungkan hidupnya pada periode yang tidak mendukung tersebut (Schuster dan Coyne, 1974).
18
Bakteri patogen tanaman tidak membentuk spora istirahat (Bryant et al., 1 9 7 9 ) .
Bakteri tersebut hanya dorman
selama berasosiasi dengan biji, inang perenial, serangga, serasah, tanah, dan lain-lain, sampai terbuka peluang untuk menginfeksi tanaman inang berikutnya (Schuster dan Coyne, 1974).
Karena bakteri mempunyai daur hidup yang pendek, maka sejumlah kecil inokulum primer telah dapat dengan cepat menimbulkan suatu epidemi. Namun untuk dapat menimbulkan penyakit, inokulum tersebut harus dapat keluar dari sumbernya dan menjalani transmisi (Schuster dan Coyne, 1 9 7 4 ) .
Popu-
lasi parasit yang non-obligat, termasuk bakteri pustul, memperlihatkan kualitas bertahan hidup rendah dalam keadaan non-parasitik, sangat tegar dalam fase parasitik (Horsfall dan Cowling, 1 9 7 9 ) . X. campestris pv. glycines dilaporkan dapat bertahan hidup dalam benih dan serasah kedelai.
Di samping itu pa-
togen ini juga dapat berperan sebagai epifit pada akar gandum dan parasit pada Dolichos biflorus dan Brunnichia cirrhosa (Sinclair, 1 9 8 2 ; Kennedy dan Tachibana, 1 9 7 3 ) . Hubungan patogen dengan benih
Seperti dikemukakan di muka, bakteri pustul kedelai dapat bertahan hidup di dalam benih.
Namun mengenai per-
sentase benih terinfeksi dari tanaman terserang, lama bertahan hidup bakteri di dalam benih, lokasi bakteri dalam
19 benih, dan peranan benih terinfeksi dalam penularan penyakit belum diketahui. Terdapatnya bakteri virulen pada benih menjamin terjadinya transmisi bakteri tersebut ke bagian lain, kalau benih telah tumbuh.
Ada beberapa ha1 yang harus dilalui-
nya. Pemindahan patogen dipengaruhi keadaan lingkungan dan faktor-faktor dari benih itu sendiri (Schuster dan Coyne, 1974).
Menurut Neergaard (1979), bakteri dapat berada di
dalam embrio, di luar ernbrio atau hanya sebagai kontaminan. Infeksi yang ditimbulkannya dapat berupa sistemik atau lokal.
Bakteri yang berlokasi di dalam embrio akan menjadi
aktif pada saat perkecambahan benih dan kemudian berkembang dalam jaringan kecambah dan mengikuti pertumbuhan tunas. Patogen yang berada di luar embrio, selama perkecambahan benih akan terbawa kotiledon atau kulit benih. Anatomi benih berhubungan erat dengan infeksi dan pemindahan patogen.
Testa benih legum mengandung unsur pembuluh.
Pada
buncis (Phaseolus vulgaris), jaringan pembuluh "raphe", yaitu kelanjutan funikulus, merupakan tempat yang baik bagi pemindahan patogen internal.
Patogen tetap berada di "ra-
phew atau menyerang embrio.
Xanthomonas campestris pv.
phaseoli dapat juga masuk ke dalam benih buncis melalui lubang pada biji, seperti hilum, mikrofil, atau (Schuster dan Coyne, 1974).
luka
Horsfall dan Cowling (1978)
mengemukakan bahwa bakteri itu semula mencapai jaringan sebelah dorsal polong, kemudian melalui funikulus sampai
pada mikrofil dan akhirnya mencapai bagian dalam kulit biji. Banyak patogen dapat bertahan hidup selama benih itu masih dapat tumbuh. Beberapa bakteri patogen ada yang mati sebelum benih kehilangan viabilitasnya, namun banyak yang justeru dapat bertahan hidup sampai masa berkecarnbah.
Bak-
teri X. campestris pv. phaseoli, penyebab penyakit hawar daun pada Phaseolus vulgaris, masih dapat diisolasi dari biji yang telah disimpan selama 15 tahun (Schuster dan Coyne, 1974). Tipe perkernbangan kecambah juga mempengaruhi pemindahan bakteri.
Pada benih dengan tipe perkembangan epigeal,
termasuk kedelai, juga terbuka peluang pemindahan patogen ke bagian atas kecambah.
Hubungan patogen dengan serasah
X. campestris pv. glycines dapat bertahan hidup dalam serasah (Sinclair, 1982).
Namun, berapa lama ha1 itu ber-
langsung belumlah diketahui. Pada umumnya, bakteri yang berada dalam serasah masih infektif sampai serasah sempurna terdekomposisi.
Suatu
contoh, meskipun biji buncis bebas dari bakteri patogen X. campestris pv. phaseoli, ternyata tanaman yang kemudian tumbuh dapat terserang penyakit hawar bakteri kalau rotasi tidak dilaksanakan.
Ternyata bakteri ini dapat bertahan
hidup sekurang-kurangnya satu musim dingin pada serasah
21 kacang buncis yang terinfeksi. pv.
ma1 vacearum, penyebab
Contoh lain, X. campestris
penyakit hawar bakteri pada
tanaman kapas, dapat bertahan hidup bertahun-tahun pada serasah yang telah mengering
(Moffett dan Croft, 1983;
Schuster dan Coyne, 1974). Selain bakteri tersebut, masih banyak bakteri patogen lain yang dilaporkan dapat bertahan hidup pada serasah inang masing-masing.
Contoh patogen tersebut antara lain:
Pseudomonas syringae pv. phaseolicola, penyebab penyakit hawar ber"halo" pada buncis; Corynebacterium flaccumfaciens pv. flaccumfaciens, juga pada buncis; Pseudomonas syringae pada serasah "stone fruit" (Prunus spp.); Xanthomonas campestris pv. oryzae pada serasah padi; Xanthomonas campestris pv. vesicatoria pada serasah tomat; Erwinia stewartii pada
serasah
jagung; dan
Corynebacterium michiganense
subsp. nebraskense, juga pada serasah jagung (Schuster dan Coyne, 1974).