BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1982). Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) susu segar No. 013141-1998 dijelaskan bahwa susu segar adalah susu murni yang tidak mendapatkan perlakuan apapun kecuali proses
pendinginan dan tanpa
mempengaruhi kemurniannya. Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa susu memiliki warna putih kebirubiruan sampai kuning kecoklat-coklatan. Warna putih pada susu diakibatkan oleh penyebaran butir-butiran koloidal protein, kalsium kaseinat dan kalsium fosfat, dan warna kuning pada susu akibat kandungan karoten pada susu. Rasa dari susu sangat khas sehingga sulit untuk menjabarkannya, susu akan terasa sedikit manis yang berasal dari kandungan laktosa pada susu, sedangkan rasa asin didapatkan dari klorida, sitrat dan garam-garam mineral. Penyusun susu yang paling utama adalah air, lemak, laktosa, protein, vitamin dan mineral yang menurut Spreer (1998), susu memiliki komponen antara lain seperti dibawah ini. 1. Komponen alami, meliputi : a. komponen mayor terdiri atas air, lemak, protein, dan laktosa. b. komponen minor terdiri atas garam, asam sitrat, enzim, vitamin, gas, dan fosfolipid. 2. Komponen asing meliputi benda asing, antibiotik, herbisida, insektisida, non-original water, zat atau residu desinfektan, dan mikroba.
Menurut Buckle et al. (1987), komposisi susu dapat sangat beragam tergantung dari beberapa faktor yaitu bangsa ternak perah, waktu pemerahan, umur, penyakit dan pakan ternak. Komposisi utama susu dari berbagai jenis spesies disajikan pada tabel berikut. Tabel 2.1 Komposisi susu berbagai jenis spesies Komposisi Lemak BKTL Laktosa Protein Kasein Albumin, globulin NPN Ash Calories/100 ml
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
Sapi 3,6 9,0 4,7 3,2 2,6 0,6 0,2 0,7 69
Domba 7,9 12,0 4,9 6,2 4,2 1,0 0,8 0,9 105
Kambing 3,8 8,9 4,1 3,4 2,4 0,6 0,4 0,8 70
ASI 4,0 8,9 6,9 1,2 0,4 0,7 0,5 0,3 68
Sumber : Park Y.W. et al. (2006) 2.1.1 Susu Kambing Susu kambing sudah dikenal memiliki nilai nutrisi yang baik, susu kambing memiliki berbagai macam manfaat yang lebih besar dari susu sapi. Perbedaan karakteristik susu kambing dan susu sapi adalah warna susu kambing terlihat lebih putih, ukuran globula lemak susunya lebih kecil sehingga mudah dicerna, mengandung mineral ( kalsium dan fosfor) dan vitamin A,E, dan B komplek yang lebih tinggi (Blakely dan Bade, 1991). Susu kambing memiliki kandungan vitamin dalam jumlah yang cukup, kecuali vitamin C , D, piridoksin, dan asam folat (Devendra dan Burns, 1994). Warna putih yang terlihat pada susu merupakan hasil refleksi dari cahaya oleh globula-globula lemak, partikel koloidal kasein dan kalsium fosfat yang tersebar dalam susu kambing (Rahman et al. 1992). Susu kambing tidak memiliki pigmen karoten dan hanya mengandung vitamin B6 dan B12 dalam jumlah kecil,
6
sehingga berwarna lebih putih dari pada susu sapi (Sauvant dan Fehr, 1979). Beberapa kelebihan susu kambing dibandingkan susu sapi menurut Park, et al. (2006) adalah seagai berikut ini. 1. Partikel lemak pada susu kambing lebih kecil dan rantai asam lemak yang lebih pendek dibandingkan susu sapi sehingga memudahkan tubuh untuk mencernanya. 2. Kandungan laktosa dalam susu kambing lebih rendah dari susu sapi sebesar 14% dan lebih rendah dari ASI sebesar 41%. 3. Susu kambing memiliki kecernaan dan sifat buffer yang tinggi, menjadikannya sebagai diet yang baik bagi orang yang mengalami gangguan percernaan misalnya maag. 4. Warna produk yang dihasilkan oleh susu kambing termasuk mentega terlihat lebih putih, hal ini disebabkan oleh kandungan beta karoten pada susu kambing telah dikonversi menjadi vitamin A yang tidak berwarna. Selain susu kambing peranakan etawah (PE) karakteristik susu kambing yang dihasilkan oleh dua jenis kambing yang berbeda bangsa disajikan pada tabel berikut. Tabel 2.2 Karakteristik susu kambing PE, Saanen, PE-Saanen Karakteristik Fisik Bj suhu 27,50C Kimia Kadar Protein Kadar Lemak Bahan Kering BKTL
PE
Saanen
PE-Saanen
1,033
1,030
1,031
4,290 4,466 14,020 9,577
3,739 4,592 13,570 8,985
3,962 4,420 13,550 9,132
Sumber : Zuriati Y. et al. (2011)
7
2.2 Susu Fermentasi Berbagai jenis produk fermentasi susu telah beredar di pasaran. Berbagai jenis produk tersebut adalah kefir, yoghurt, keju dan lain-lain. Sejalan dengan banyaknya jenis produk di pasaran dan tingkat konsumsi konsumen terhadap produk fermentasi susu yang semakin meningkat sejalan dengan hasil tugas akhir dari Rahman et al. (1992) yang menyatakan bahwa, produk-produk susu fermentasi telah menjadi bagian dari pangan oleh manusia di seluruh dunia. Salah satu produk hasil olahan susu fermentasi adalah yoghurt. Yoghurt merupakan salah satu produk susu fermentasi yang paling dikenal oleh konsumennya. Sejarah perkembangan yoghurt belumlah jelas kapan dan di mana asal mula yoghurt ditemukan. Sejarah perkembangan yoghurt ini mengacu pada Asia bagian Barat Daya yang dominan penduduknya mengolah susu menjadi yogurt dan konsumennya cukup banyak. Di Negara Irak, Turki, dan Syiria, yoghurt merupakan produk yang penting, sehingga sebutan yoghurt diambil dari bahasa turki “jugurt” yang berarti asam (Rahman et al. 1992). Yoghurt didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi, kemudian difermentasi dengan bakteri sampai diperoleh keasaman, bau dan rasa yang khas, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Menurut Tamine dan Robinson (1999), yoghurt dapat dibuat dari beberapa susu jenis ternak, seperti susu sapi, susu kambing, susu domba, susu unta dan kerbau. Susu domba, sapi dan kerbau merupakan susu yang paling populer di negara-negara Mediteranian, India, Rusia dan Timur Tengah. Adriani et al. (2010), menyatakan bahwa susu fermentasi memiliki manfaat bagi kesehatan, merupakan produk fermentasi yang dapat digolongkan ke dalam makanan 8
fungsional dan menurut Overby (1988) susu fermentasi yang dapat berperan dalam kesehatan (makanan fungsional) adalah susu fermentasi yang memiliki jumlah minimal bakteri asam laktat sebesar 107-108 CFU/ml. 2.2.1 Fermentasi Susu Fermentasi adalah proses metabolisme karbohidrat dan komponen lainnya yang teroksidasi dan menghasilkan energi. Proses fermentasi telah lama
dikenal
manusia
dalam
mengolah
berbagai
pangan
guna
meningkatkan nilai gizi pada pangan; memberi cita rasa terhadap produk pangan tertentu; mengawetkan produk pangan, salah satunya adalah fermentasi laktosa pada susu. Gilliland (1990) menyatakan bahwa laktosa dalam susu pada proses fermentasi adalah subtrats fermentasi. Laktosa dihidrolisa oleh aktivitas enzim β-galaktosidase. (Widodo, 2003) Kemampuan dari enzim ini memberikan keuntungan dalam hal kemampuan tumbuh bakteri asam laktat, sehingga mampu menekan berbagai bakteri patogenik dan pembusuk, proses tersebut merombak susunan laktosa pada susu menjadi glukosa dan galaktosa untuk keperluan hidup bakteri sampai terbentuk asam laktat sebagai hasil akhir. Dalam pengolahan susu menjadi produk fermentasi, proses fermentasi ditentukan oleh senyawa-senyawa kimia bahan baku dan yang dihasilkan oleh mikroba starter yang menghambat pertumbuhan dari mikroba lainnya yang tidak diinginkan (Mas’ud, 2008). Widodo (2003) menyatakan bahwa dalam proses fermentasi susu menjadi yoghurt kedua jenis bakteri asam laktat (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus) bersama-sama tumbuh secara simbiosis mutualisme. Dimulai dari pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus yang mendegradasi 9
protein susu menjadi lisin dan histidin sehingga pertubuhan Streptococcus thermophillus menjadi lebih cepat yang mengasilkan suasana asam sehingga membantu pertumbuhan Lacbacillus bulgaricus kembali tumbuh saat
Streptococcus
thermophillus
mencapai
fase
stationer
yang
mengakibatkan protein menggumpal. Kedua peranan bakteri asam laktat ini mengakibatkan penurunan pH yang cepat dan mencegah pertumbuhan berbagai bakteri pembusuk dalam susu. Chotimah (2009) mengemukakan bahwa proses awal dari fermentasi dimulai oleh Lactobacillus bulgariccus yang bersifat homofermentatif mampu menghasilkan asam amino histidin dan lisin serta peptida yang membantu Streptococcus thermophillus berkembang untuk menciptakan suasana yang lebih asam, bakteri Streptococcus thermophillus yang bersifat homofermentatif membantu menciptakan asam format dan kondisi lingkungan yang baik bagi Lactobacillus bulgaricccus. Modifikasi pada proses fermentasi dapat dilakukan dengan menambahkan kultur mikroba dengan jenis dan sifat yang diketahui ke dalam susu pada produk susu, sehingga menghasilkan berbagai jenis produk olahan (Rahman et al. 1992). Konsentrasi asam laktat yang relatif tinggi dan pH yang rendah akan menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan pembusuk, sehingga produk pangan terfermentasi yang dihasilkan akan dapat disimpan lebih lama dan aman bagi konsumen (Widodo, 2003). Dengan terbentuknya asam laktat maka akan terjadi akumulasi asam serta hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan pH atau menaikkan keasaman susu. Pembentukan asam oleh kultur
10
disesuaikan dengan waktu pembuatan susu fermentasi, agar proses pembuatan susu fermentasi dapat berjalan secara kontinyu (Rahman, et al.1992). 2.3 Bakteri Asam laktat (BAL) Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang memiliki kemampuan dalam memfermentasi laktosa dan menghasilkan asam laktat (Widiada, 2006). Bakteri asam laktat merupakan bakteri gram positif, katalase negatif, tidak membentuk spora,
tidak
mempunyai
cytochrome,
aerotoleran,
anareobik
hingga
mikroaerofilik, membutuhkan nutrisi yang kompleks seperti asam-asam amino, vitamin (B1, B 6, B12 dan biotin), purine, pyrimidin (Surono, 2004). Menurut Buckle et al. (1987), jenis dalam kelompok bakteri asam laktat yang sangat penting berperan dalam fermentasi adalah : 1. Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis, dan Streptococcus cremoris. Merupakan jenis bakteri gram positif, berbentuk bulat atau coccus dengan susunan rantai. 2. Pedicoccus cerevisae. Bakteri ini adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, yang khususnya mempunyai susunan berpasangan atau berempat (tetrad) dan penting dalam fermentasi daging dan sayur. 3. Leuconostoc mesenteroides dan Leuconostoc dextranicum, merupakan jenis bakteri gram positif berbentuk bulat yang tersusun secara berpasangan atau rantai pendek. Bakteri ini berperan dalam fermentasi sayuran dan ditemukan pada sari buah anggur. Bakteri asam laktat terdiri atas 4 genus yaitu : Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc dan Pediococcus. Spesies dari genus Lactobacillus berbentuk batang yang biasanya panjang dan ramping, bersifat mikroaerofilik, 11
berkatalase negatif, gram positif dan memfermentasikan gula menjadi asam- asam laktat sebagai hasil utama (Surono, 2004). Menurut Zakaria (2013), pertumbuhan Bakteri Asam Laktat pada yoghurt yang dibuat dari susu segar dan susu UHT menggunakan jenis bakteri Lactobacillus casei menunjukkan pertumbuhan Bakteri Asam Laktat berkisar antara 6,70 – 7,16 log CFU/ml. Menurut Septiani (2013) menyatakan bahwa penambahan susu skim sebesar 0%, 2%, 4%, 6% pada proses pembuatan frozen yoghurt menghasilkan pertumbuhan Bakteri Asam Laktat sebesar 8,38; 8,34; 7,79; 8,88 log CFU/ml secara berturut-turut. Septiani (2013) menjelaskan bahwa pertumbuhan BAL pada yoghurt dipengaruhi jumlah penambahan susu skim. Penambahan susu skim, ini meningkatkan kandungan laktosa yang dapat dimanfaatkan oleh Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus.
Menurut Supardi dan Sukamto
(1999) menyatakan bahwa bakteri asam laktat dapat dibedakan menjadi 2 sifat yaitu
homofermentatif
dan
heterofermentatif.
Bakteri
asam
laktat
homofermentatif adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah 85% glukosa menjadi asam laktat melalui proses fermentasi, yang menghasilkan dua molekul asam laktat dan dua molekul ATP dari satu molekul monosakarida, sedangkan bakteri asam laktat heterofermentatif adalah kelompok bakteri asam laktat yang mengubah satu molekul glukosa dalam proses fermentasi menjadi asam laktat, karbondioksida dan alkohol. Jenis Bakteri Asam Laktat Lactobacillus sp. dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu : homofermentatif dan heterofermentatif. Jenis Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus lactis dan Lactobacillus acidophilus merupakan kelompok homofermentatif yang memiliki temperatur optimum pertumbuhan
370C
atau
lebih
tinggi.
Sedangkan
Lactobacillus
casei,
12
Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus leichmanii merupakan kelompok homofermentatif yang memiliki temperatur optimum pertumbuhan yang lebih rendah.
Spesies
Lactobacillus
yang
bersifat
heterofermentatif
adalah:
Lactobacillus hilgardii, Lactobacillus fructivorans dan Lactobacillus ruminis, Lactobacillus bulgaricus (Rahman, et al. 1992). Amudi (2007) menyatakan bahwa penggunaan Bakteri Asam Laktat pada proses fermentasi perlu diseleksi untuk memperoleh isolat yang baik diantaranya : memiliki kemampuan adaptasi tinggi terhadap kondisi lingkungan; ketersediaan mikroba terjamin, yang diisolasi dari sumber yang baik; memungkinkan dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat dengan biaya yang relatif murah untuk industri besar, maupun industri kecil. Bakteri Asam Laktat menghasilkan senyawa metabolit diantaranya adalah eksopolisakarida (EPS). Beberapa senyawa EPS mengandung gluko-sakarida dan frukto-sakarida dan bisa menghasilkan asam lemak rantai pendek sehingga terhidrolisis dalam saluran usus oleh mikroflora usus besar serta memberi efek positif bagi kesehatan dan manfaat nutrisi sebagai probiotik bagi mikroflora usus (Surono, 2004). Secara umum senyawa hasil metabolit bakteri asam laktat yang berfungsi juga sebagai antimikroba adalah seperti tersebut di bawah ini : 1. Bakteriosin Bakteriosin merupakan senyawa protein yang dieksresikan oleh bakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri lain (Kusmiati dan Malik, 2002). Bakteriosin dapat bekerja pada bakteri patogen spesifik tanpa mengganggu mikroba yang menguntungkan. Menurut Holzapfel et al. (1995), bakteriosin merupakan metabolit sekunder yang disintesis pada ribosom sel, dan kemungkinan tidak aktif oleh enzim protease dalam saluran pencernaan. 13
Bakteriosin yang paling dikenal saat ini adalah nisin yang dihasilkan oleh Lactococcus lactis ssp. lactic. Nisin tidak menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif, kapang, tetapi menghambat pertumbuhan bakteri gram positif termasuk pembentuk spora seperti Clostridium botulinum dan bakteri perusak makanan yang tahan panas (Surono, 2004), dan Hendriani et al. (2009) menyatakan bahwa bakteriosin yang dihasilkan bakteri asam laktat menghasilkan bakteriosin yang menunjukkan aktivitas mikroba terhadap bakteri uji Escherichia coli. Klaenhammer (1993) melaporkan bahwa jenis bakteriosin mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif dan positif (spektrum
luas) dan mempunyai aktivitas menghambat pertumbuhan
beberapa bakteri patogen makanan seperti Listeria monocytogenes dan Staphylococcus aureus. Januarsyah (2007) menyatakan bahwa jenis bakteri asam laktat (BAL) dapat menghasilkan bakteriosin yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif maupun positif (berspektrum luas). Beberapa jenis bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat, disajikan pada (Tabel 2.3). 2. Asam Organik Golongan yang termasuk dalam asam-asam organik adalah asam asetat, laktat, malat, sitrat dan sebagainya, merupakan subtansi alami yang terkadung dalam berbagai jenis makanan. Asam organik memiliki kemampuan dalam menurunkan pH dalam pangan. Dalam fermentasi susu menjadi yoghurt asam organik yang dihasilkam adalah asam laktat. Asam organik dapat berfungsi sebagai
asidulan
pangan
(mengasamkan
pangan),
flavouring,
dan
meningkatkan umur simpan.
14
Mekanisme menghambat mikroba oleh asam-asam organik berhubungan dengan pH dalam pangan yang terfermentasi. Mikroba merupakan sel dengan keseimbangan asam-basa atau memiliki pH normal. Tabel 2.3 Jenis-jenis bakteriosin yang dihasilkan bakteri asam laktat Mikroorganisme Bakteriosin Lactococcus (L) L. lactitis subsp. lactis nisin A, nisin Z L. lactis subsp. cremoris lactostepcin lactococin Lactobacillus (Lb) Lb. acidophilus lactocidin, acidophilin, bacteriocin Lb. bavaricus bavaricin Lb. casei caseicin Lb. bulgaricus bulgarican Lb. delbruekii subsp. bulgaricus bulgarican Lb. delbruekii subsp. lactis lactobacilin Lb. plantarum lactocin Lb. sake sakacin A, sakacin P Leuconostoc (Leuc) Leuc. carnosum leuconocin Leuc. mesenteroides subsp. mesenteroides mesenterocin Leuc. paramesenteroides leuconocin S Streptocuccos (S) S. thermophilus bacteriocin, thermophilin Enterococcus E. faecalis bacteriocin, enterocin E. faecium enterocin Sumber : Vuyst L.D dan E. J. Vandamme (1994) 3. Hidrogen Peroksida Hidrogen Peroksida atau H2O2 dihasilkan oleh Lactobacillus dalam ketersediaan glukosa pada nilai pH antara 5,0 - 6,5. Munculnya H2O2 pada produk fermentasi juga diakibatkan dari aktivasi sistem laktoperoksidase, yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Dalam proses pembentukan H2O2 ini akan mengikat oksigen sehingga membentuk suasana anaerob yang tidak nyaman bagi bakteri aerob.
15
H2O2 dapat bertindak sebagai prekursor bagi pembentukan radikal bebas yang bersifat bakterisidal seperti senyawa radikal superoksida (O 2-) dan hidroksil (OH-) sebagai perusak DNA. Bakteri Asam Laktat yang memiliki sifat mengikat enzim superoksida ini adalah jenis Lactococcus sp, Entercoccus sp, dan Lactobacillus sp (Surono, 2004). Surono (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan jenis Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus bulgariccus dan Streptococcus thermophillus) menghasilkan asam laktat, asam asetat, hidrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin yang bersifat antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lainnya. Sesuai dengan pendapat Ray (2003), zat antimikroba yang dihasilkan selama proses fermentasi mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan negatif (spektrum luas). 2.4 Mikroorganisme Patogen 2.4.1 Escherichia coli Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, dan termasuk dalam grup Enterobacteriaceae dan dipakai sebagai mikroba indikator terhadap kontaminasi feses pada air dan susu, bersifat motil dengan flagela peritrikus (Buckle et al. 1987). Escherichia coli digunakan indikator adanya polusi kotoran dan kondisi sanitasi pada produk pangan, susu dan produk olahan susu lainnya. Escherichia coli merupakan mikroorganisme yang bersifat enteropatogenik dan toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Escherichia coli tumbuh pada antara suhu 10 - 40ºC dengan suhu optimum 37ºC. E. Coli mempunyai pH optimum 7,0 – 7,5, pH minimum 4,4, dan pH maksimum 9. Bakteri ini relatif sensitif terhadap panas dan dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi maupun selama pemasakan (Supardi dan Sukamto, 1999).
16
Escherichia coli mempunyai ukuran panjang 2.0 sampai 6.0 µm dan lebar 1,1 sampai 1,5 µm, tersusun tunggal atau berpasangan dengan flagella peritrikus. E. Coli terdapat secara normal pada saluran pencernaan (Fardiaz, 1989). Sifat patogenik dari Escherichia coli dapat melakukan penetrasi pada sel mukosa usus dan menyebabkan gejala infeksi seperti menggigil, demam, pusing, kejang perut, dan diare encer. Escherichia coli dibedakan menjadi flora normal yang tidak bersifat
patogen
dan
yang
bersifat
enteropatogenik.
Escherichia
coli
enteropatogenik (Enteropathogenic Escherichia coli) dibedakan atas Escherichia coli yang memproduksi toksin dan yang tidak mengeluarkan toksin tetapi menyerang bagian usus (Frazier dan Westhoff, 1978). Mikroorganisme ini sering berada di dapur dan alat-alat dapur, serta bahan baku yang terkontaminasi, Escherichia coli sendiri mengkontaminasi bahan makanan melalui tangan, permukaan alat-alat masak dan lainnya. Masa inkubasi Escherichia coli di dalam tubuh manusia adalah 1 – 3 hari dan gejala – gejala yang ditimbulkan menyerupai gejala disentri oleh Salmonella typhii (Buckle et al. 1987). 2.4.3 Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus merupakan salah satu jenis bakteri penyebab keracunan, menurut Lyon dan Skurray (1987) bahwa racun yang dihasilkan Staphylococcus aureus adalah : hemolisin, lekosidin, enterotoksin, fibrinolisin, nukleat dan skarlatina. Menurut Argudin et al. (2010) Staphylococcus aureus menghasilkan racun enterotoksin yang merupakan penyebab keracunan makanan. Staphylococcus aureus berbentuk bulat atau lonjong dengan ukuran 0,8 sampai 0,9 µm, merupakan jenis yang tidak bergerak, tidak bersimpai (lapisan padat yang mengelilingi sel yang terbentuk dari polimer), tidak berspora dan 17
tergolong gram positif, bersifat aerob, suhu optimum 37ºC, pH minimum 4,2-4,5, pH optimum 7,4 (Stewart, 2003). Staphylococcus aureus merupakan jenis bakteri gram positif yaitu memiliki dinding sel yang lebih tebal dari pada bakteri gram negatif (Effendi, et al. 2009). Bakteri ini tidak bergerak, fakultatif anaerob dan dapat tumbuh pada produk- produk yang mengandung NaCl sampai 16 %. Secara ekologis, Staphylococcus aureus erat sekali hubungannya dengan manusia dan hewan lainnya terutama pada bagian kulit, hidung dan tenggorokan (Buckle et al. 1987). Pangan yang sering terkontaminasi oleh Staphylococcus aureus misalnya daging, ikan, susu, dan hasil olahannya. Efek dari bakteri ini jika tertelan dapat menimbulkan diare dan muntah yang akan terjadi setelah 6 jam (Carter dan Wise, 2004). 2.4.4 Salmonella typhii Salmonella typhii merupakan jenis bakteri gram negatif famili bakteri Enterobacteriacea, ciri bakteri ini tidak membentuk spora, berbentuk batang, dapat memfermentasi glukosa dan biasanya disertai dengan pembentukan gas, dan tidak memfermentasi laktosa atau sukrosa. Dan Salmonella typhii ini memiliki tipe metabolisme yang bersifat aerob dan fakultatif aerob (Bucle et al. 1987). Genus
Salmonella typhimurium, S. agona, S. panama adalah hanya
sebagian kecil dari berbagai jenis mikroba penyebab keracunan bahan pangan tipe gastroenteritis yang sudah lama dikenal. Menurut (Supardi dan Sukamto, 1999) Salmonella typhii merupakan bakteri penyebab penyakit tiphus, dengan gejala infeksi Salmonella typhii adalah 104 sel. Waktu inkubasi dari bakteri ini akan lebih cepat bila dosis yang tertelan tinggi. Masa inkubasi rata – rata 9 hari dengan
18
dosis 105 sel atau 3 hari bila dosisnya 109 sel. (Pelczar dan Chan.,1988) menyatakan bahwa infeksi dari genus Salmonella menyerang gastrointestin mencakup saluran pencernaan yaitu usus halus dan usus besar. Bakteri ini mengakibatkan iritasi usus. Produk pangan yang sering terkontaminasi oleh Salmonella typhii yaitu telur dan olahannya, ikan dan olahannya, daging, serta susu dan olahannya seperti keju (Supardi dan Sukamto, 1999). Kontaminasi makanan oleh bakteri Salmonella
sp. tidak selalu
menimbulkan perubahan warna, bau maupun rasa dari makanan tersebut. Untuk pencegahan kontaminasi Salmonella sp. pada makanan adalah dengan pemanasan. Pemanasan yang direkomendasikan untuk membunuh Salmonella sp. dalam makanan umumnya minimal 12 menit pada suhu 66ºC atau 78 sampai 83 menit pada suhu 60ºC (Supardi dan Sukamto, 1999). 2.4.5 Klebsiella pneumoniae Klebsiella pneumoniae termasuk dalam golongan gram negatif yang berbentuk batang (basil) dan tergolong bakteri yang tidak dapat melakukan pergerakan (non motil). Klebsiella pneumoniae ditemukan pertama kali oleh Carl Friedlander pada tahun 1882, ia adalah iluwan Jerman yang menemuan bakteri penyebab pneumoniae di dalam paru-paru orang yang meninggal akibat pneumonia infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Sifat bakteri Klebsiella ini fakultatif anaerob. Bakteri ini dapat mereduksi nitrat dan banyak ditemukan di mulut, kulit, saluran usus, namun habitat alaminya adalah di tanah. Suhu optimum untuk pertumbuhan ialah 35 – 370C, dan pH optimum pertumbuhannya adalah 5-8, sedangkan pH minimum adalah 4,5.
19
Pertumbuhan dari Klebsiella sp tidak memerlukan persyaratan khusus, kebanyakan jenisnya menggunakan sitrat dan glukose sebagai sumber C satusatunya dan amonia sebagai sumber N. 2.5 Aktivitas Antimikroba Susu Fermentasi terhadap Bakteri Patogen Antimikroba merupakan senyawa yang bersifat mampu menghentikan pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme yang bersifat patogen. Senyawa antimikoba ini disebut antibakterial bila mampu melawan bakteri, antifungal melawan fungi, dan antiviral melawan virus (Amsterdam, 1992). Dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen ini senyawa antimikroba dipengaruhi oleh konsentrasi zat antimikroba, jumlah mikroba, suhu, spesies mikroorganisme, pH dan bahan organik (Pelczar dan Chan, 1988). Jenis Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus bulgariccus dan Streptococcus thermophillus) menghasilkan asam laktat, asam asetat, hidrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin yang bersifat antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lainnya (Salminen dan VonWright, 2004). Gilliland (1990) menyatakan bahwa bakteri asam laktat (BAL) akan menghasilkan asam, terutama asam laktat dengan menfermentasi laktosa. Asam yang dihasilkan membantu dalam menekan pertumbuhan bakteri patogen dan bakteri pembusuk pada susu fermentasi seperti Pseudomonas sp., Escherichia coli dan Salmonella sp., dengan demikian bersifat mengawetkan produk susu tersebut (Gilliland, 1990). Yoghurt
menghasilkan
zat
antimikroba
yang
aktif
menghambat
pertumbuhan bakteri gram negatif maupun gram positif dengan hasil yang berbeda, respon daya hambat terhadap bakteri patogen sangat bervariasi dari uji yang dilakukan dipengaruhi oleh bahan susu yang digunakan. Lindawati, et al. (2010) melaporkan bahwa susu fermentasi (kefir) mampu menghambat 20
pertumbuhan bakteri patogen gram positif dan gram negatif secara in vitro. Lindawati dan Dewantari (2008) menyebutkan bahwa semakin meningkat waktu simpan diikuti dengan semakin meningkatnya aktivitas antimikroba susu fermentasi terhadap Salmonella sp. yaitu sebesar 1,28 mm dengan waktu simpan 9 hari. Ulusoy et al. (2007) menyatakan bahwa susu fermentasi yang disimpan sampai 7 hari, masih mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Haniyah (2012) melaporkan bahwa, yoghurt berbasis jenis air kelapa (Bulan, Gading, Hijau) memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri patogen (Salmonella typhii, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, dan Staphylococcus aureus), dengan kisaran zona hambat 0,20-0,64 mm; 0,21-0,32 mm; 0,16-0,27 secara in vitro. Savitri (2007) menyebutkan bahwa yoghurt probiotik dari susu kambing (Saanen dan PESA) mempunyai aktivitas antimikroba terhadap bakteri patogen (Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Salmonella enteritidis, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli) sebesar 0,48-5,21 mm (Saanen); dan 0,66-2,71 mm (PESA). Najmuddin (2006) mengatakan bahwa yogurt probiotik susu kambing dapat menghasilkan zat antimikroba yang aktif menghambat bakteri (Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli Pseudomonas sp, dan Salmonella thypi) dengan hasil berturut-turut masing-masing sebesar 9,54-12,51 mm; 8,64-13,54 mm; 8,55-1359 mm; 8,98-14,14 mm; 9,19-14,14 mm.
21