TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah, tidak wajib. Ukuran “mampu” berkurban, hakikatnya sama dengan ukuran kemampuan sedekah, yaitu mempunyai kelebihan harta (uang) setelah terpenuhinya kebutuhan pokok (al hajat al asasiyah) yaitu sandang, pangan, papan dan kebutuhan penyempurna (al hajat al kamaliyah) yang lazim bagi seseorang. Seseorang yang masih membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka terbebas dari menjalankan ibadah sunnah kurban (Jabari, 1994). Ketentuan Hewan Kurban Hewan yang diperbolehkan untuk dijadikan kurban adalah unta, sapi, kambing dan domba. Selain dari tiga hewan tersebut tidak boleh dijadikan kurban (Jabari, 1994). Hewan kurban bisa berkelamin jantan atau betina, sesuai haditshadits Nabi SAW yang bersifat umum mencakup kebolehan berkurban dengan jenis jantan atau betina dan tidak melarang salah satu jenis kelamin (Abdurrahman, 1990). Sesuai hadits-hadits Nabi SAW, berkurban dapat dengan kambing atau domba berumur satu tahun yang memasuki tahun kedua, sapi atau kerbau berumur dua tahun yang masuk tahun ketiga dan unta berumur lima tahun yang dianggap telah mencukupi syarat kurban (Sabiq, 1987). Hewan yang digunakan untuk kurban hendaknya berkualitas baik dan tidak sembarangan, yaitu sehat dan tidak cacat atau cedera pada tubuhnya (Rifa‟i, 1978). Syarat-syarat hewan kurban berdasarkan hadits Nabi SAW tidak buta sebelah, tidak cacat, tidak jelas menderita penyakit (tidak dalam keadaan sakit), tidak jelas pincang jalannya, tidak jelas lemah kakinya, tidak jelas kurusnya, lengkap tanduknya, lengkap kupingnya, tidak terpotong hidungnya, tidak pendek ekornya (karena terpotong/putus) dan tidak rabun matanya (Abdurrahman, 1990; Jabari, 1994).
Sapi Peranakan Ongole Sapi potong merupakan penyumbang daging terbesar dari kelompok daging merah (Dinas Peternakan, 1994). Tipe sapi potong antara lain: (1) tubuhnya dalam, besar, berbentuk persegi empat atau balok; (2) memiliki kualitas daging yang maksimum dan mudah dipasarkan; (3) laju pertumbuhannya cepat; dan (4) efisiensi pakannya tinggi. Salah satu sapi potong lokal Indonesia adalah sapi Ongole. Sapi Ongole merupakan keturunan sapi Bos indicus yang pertama kali didatangkan dari India ke Pulau Sumba oleh pemerintah Belanda pada tahun 1987. Selanjutnya sapi ini disebut dengan sapi Sumba Ongole. Berikut ini ciri-ciri serta gambar sapi PO menurut Williamson dan Payne (1993) dan Dinas Peternakan (1994) yang disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Tabel 1.Ciri-ciri Sapi Peranakan Ongole berdasarkan Williamson dan Payne (1993) dan Dinas Peternakan (1994) Fenotipe Williamson dan Payne (1993) Dinas Peternakan (1994) Sifat Kualitatif Warna bulu Putih, jantan ada tanda abu- Putih pada bagian abu gelap pada kepala, leher, kepala dan gumba dan punggung Tipe sapi Pekerja Gelambir Besar dan berdaging Pada rahang sampai menggantung berlipat yang bagian ujung tulang meluas ke gantung pusar dada. Telinga Panjang menggantung Sifat Kuantitatif Tinggi sapi 130-150 cm Bobot badan Jantan: 600 kg, Jantan: 615 kg, betina: 450 kg Betina: 425 kg Persentase 44 % karkas
Gambar 1. Peranakan Ongole di MT Farm Tegal Waru 4
Sapi PO adalah hasil perkawinan silang (Cross Breeding) dari sapi Ongole dengan sapi lokal asli. Hasil dari turunannya cenderung mendekati sapi Ongole dan kini banyak menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Pendugaan Bobot Badan Pertambahan bobot badan hampir bersamaan dengan perubahan bentuk tubuh, sehingga ukuran-ukuran tubuh dapat digunakan sebagai penduga bobot badan. Pengukuran parameter tubuh sering digunakan untuk estimasi produksi, misalnya untuk pendugaan bobot badan (Sholikhah, 2003). Menurut Damayanti (2003) bobot tubuh umumnya mempunyai hubungan positif dengan semua ukuran linier tubuh. Semakin besar ukuran-ukuran tubuh tersebut, maka bobot tubuh akan semakin berat (Diwyanto, 1982; Amri, 1992). Soeroso (2004) menyatakan lingkar dada selalu menjadi parameter penentu bobot badan pada tiap persamaan pendugaan bobot badan, bahkan menjadi parameter utama. Pemakaian ukuran lingkar dada, panjang badan dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat (Williamson dan Payne, 1986). Baco et al. (1998) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bobot badan adalah bangsa sapi, jenis kelamin, pakan dan berat lahir. Jimmy et al. (2010) menyimpulkan dari penelitiannya bahwa lingkar dada dan tinggi pundak dapat memprediksi bobot badan di semua jenis kelamin, usia dan bangsa. Sapi jantan memiliki nilai koefisien regresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan betina yang menunjukkan perbedaan pertambahan bobot badan terhadap setiap pertambahan lingkar dada (Sugana dan Duldjaman, 1983). Sebaran yang berbentuk non linier (parabola) dan sebaran data yang membentuk garis lurus atau linier (Brody, 1945). Beberapa pendugaan yang dilakukan oleh Brody (1945) ini menggunakan persamaan allometris. Hal ini dilakukan untuk memudahkan perhitungan data yang sebarannya berbentuk parabola. Karakteristik Fenotipe Penampilan suatu individu yang nampak dari luar, seperti ukuran tubuh disebut sebagai fenotipe dari individu tersebut. Fenotipe ternak dapat diketahui 5
melalui ukuran-ukuran tubuh (Otsuka et al. 1982). Ukuran-ukuran tubuh banyak dikaitkan dengan bobot badan, termasuk pada penelitian Abdullah (2008). Fenotipe dapat berupa bentuk luar atau yang sering dikatakan sebagai bentuk eksterior, ataupun sebagai suatu performans produksi atau prestasi. Warwick et al. (1983) mengemukakan bahwa lebih banyak sifat-sifat penting pada pemuliaan ternak bersifat kuantitatif dengan perbedaan yang tidak tajam antara yang baik dan yang jelek. Sifat-sifat ini termasuk didalamnya ukuran tubuh, yaitu sebagian diatur oleh perbedaan-perbedaan genetik. Fenotip individu dapat dibedakan berdasarkan atas sifat kualitatif dan kuantitatif. Fenotipe atau performans produksi seekor ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Pengaruh dari faktor genetik tersebut secara bersama-sama dengan pengaruh lingkungannya, menentukan fenotipe dari individu. Setiap sifat yang diekspresikan seekor hewan disebut fenotipe. Seekor hewan atau ternak menunjukkan sifat fenotipenya (P) sebagai hasil pengaruh genotipenya (G), lingkungan (E) dan interaksi antara genotipe dan lingkungan (IGE) (Martojo 1992, Hardjosubroto 1994). Karakterisasi secara kuantitatif dan kualitatif merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifat-sifat penting yang bernilai ekonomis, atau yang merupakan penciri dari varietas yang bersangkutan (Sarbaini, 2004). Menurut Suryo (2001), kuantitatif berarti sifat keturunan nampak berderajat berdasarkan intensitas dari ekspresi sifat. Pertumbuhan Penampilan seekor ternak adalah hasil dari suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang berkesinambungan tanpa terhenti dalam seluruh aspek hidup ternak tersebut. Setiap komponen tubuh mempunyai kecepatan pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda tergantung lingkungannya (Massiara, 1986). Menurut Sugeng (2002), pertumbuhan adalah pertambahan bobot badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur. Pertumbuhan secara umum dapat didefinisikan sebagai perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linier dan komposisi tubuh, termasuk perubahan jaringan-jaringan tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ (Soeparno, 1994). Perubahan organ-organ dan
6
jaringan berlangsung secara gradual hingga tercapainya ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut. Menurut Manggung (1979), pertumbuhan ternak umumnya mengarah kesamping, sehingga pertambahan ukuran tubuh (besar) kearah samping kelihatan nyata, sedangkan pertambahan panjang dan tingginya biasanya tidak seberapa. Menurut Anggorodi (1990), pertumbuhan murni mencakup pertambahan dalam bentuk jaringan-jaringan pembangun seperti urat, daging, tulang jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh. Kombinasi berat dan besarnya badan umumnya dipakai sebagai ukuran pertumbuhan (Rachma, 2006). Lawrence dan Fowler (2002) menyatakan bahwa kurva pertumbuhan terdiri dari tiga bagian, yaitu fase percepatan, diikuti fase linier atau pertumbuhan yang sangat cepat dengan waktu yang sangat pendek (dewasa kelamin) dan berakhir pada fase perlambatan yang berangsur-angsur menurun sampai hewan mencapai dewasa tubuh diilustrasikan dengan kurva berbentuk sigmoid. Soeparno (1994) menyatakan bahwa faktor nutrisi, jenis kelamin dan bangsa dapat mempengaruhi laju pertumbuhan. Menurut Sugeng (2002) pertumbuhan adalah pertambahan bobot badan dan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur. Laju pertumbuhan ternak terdiri dari dua fase, yaitu: pertumbuhan sebelum dan sesudah lahir. Laju pertumbuhan paling cepat dipakai pada periode lepas sapih sampai mencapai pubertas dan rataan pertumbuhan bobot badannya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria untuk pemuliaan sapi pedaging. Pertambahan bobot badan per satuan waktu sering digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Pada awalnya pertumbuhan berjalan lambat lalu cepat menjelang umur dewasa kelamin dan selanjutnya melambat saat mendekati dewasa.
7