METAMORFOSIS IBADAH KURBAN DALAM AL-QUR’AN Oleh: Durrotul Faridah Alumni Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Sains Al-Qur’an Email:
[email protected] Abstract Kurban ritual is a series of worship that has historical roots in the peoples earlier. A series of processes that form the sacrificial metamorphosis cycle that can be described with attention to the periodization of the development of forms of sacrifices from time to time, which is based on the verses of the Koran and also a history text that speaks sacrifices. In writing this essay the author uses several methods of research, both to obtain data or analyze the data, namely: library research, sources of primary data, secondary data and tertiary data sources. As for the collections of data by the method of thematic interpretation and in analyzing the data the author uses speculative philosophy of history. The results showed that the metamorphosis of sacrificial worship in the Qur’an (thematic studies) can know the journey of sacrifices from time to time and can show how the essence of it in syari’atkan sacrifices, so that it is expected to apply the values contained therein. Keywords: Metamorphosis, Sacrifice, qur’anic interpretation, transformation. A . Pendahuluan
ibadah kurban merupakan penciptaan salah
Sejarah Islam telah tercatat dalam
satu hukum Islam yang menjadi tolak
al-Qur’an dan as-Sunnah, baik dari sisi
ukur ketaqwaan manusia dalam kehidupan
tauhid, sosial-kemasyarakatan, hukum,
terhadap Sang Khaliq. Kurban dalam Islam
kisah-kisah, bentuk peribadatan, dan
juga dimaksudkan untuk mendekatkan
sebagainya. Salah satu contohnya adalah
diri kepada Allah, yang dilakukan sesuai
bentuk sejarah ibadah kurban yang telah
dengan peintah agama. Menyembelih
ada sejak zaman Nabi Adam. Ibadah
hewan kurban mengandung nilai kesabaran
kurban merupakan salah satu potret sejarah
dalam melaksanakan ketaatan kepada
panjang sehingga sampai kepada umat Nabi
Allah, menggugah niat berlaku ikhlas,
Muhammad, sebagai Nabi terakhir. Ritual
serta mencerminkan keteguhan iman dan
kurban bukanlah sekedar ritual tanpa makna
ketakwaan murni.1
atau tradisi tanpa arti. Disyari’atkannya
Abdurrahman, Hukum Kurban, ‘Aqiqah dan Sembelihan (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
Adapun ibadah kurban merupakan
kurban di masa Nabi Muhammad, sebagai
perintah yang diturunkan satu paket dengan
pembawa risalah terakhir. Tiga hal ini
shalat, dalam bentuk kalimat perintah
merupakan serangkaian metamorfosis
universal yang menorehkan wacana bahwa
Ibadah kurban dalam al-Qur’an.
ibadah kurban melibatkan syari’at nabi-
Metamorfosis merupakan perubahan
nabi sebelumnya.2 Allah mensyari`atkan
bentuk atau susunan.4 Bisa juga diartikan
ibadah kurban kepada umat Islam karena
perubahan peralihan dari bentuk asal
Allah telah menganugerahkan nikmat yang
menjadi bentuk baru seperti contoh ulat
banyak. Statement ini tertuang pada surat
menjadi kepompong dan berganti menjadi
al-Kauṡar [108] ayat 1-2.
kupu-kupu.5 Seperti halnya kupu-kupu yang
Perintah ibadah kurban merupakan
mengalami proses metamorfosis, kurban
syari’at Allah melalui Nabi Adam untuk
juga mengalami perubahan dalam waktu
keturunannya, yang dalam cerita tafsir
yang panjang (metamorfosis). Perubahan
disebut dengan nama “Qabil” dan “Habil”.3
ini akan terlihat dari sisi pelaksanaan
Secara lengkap kisah ibadah kurban pertama
kurban dari masa Nabi Adam hingga
kali dijelaskan dalam firman-Nya surat
sampai pada masa Nabi Muhammad sebagai
Al-Mâ’idah [5] ayat 27. Selanjutnya,
pembawa risalah terakhir. Kajian mengenai
syari’at kurban terdapat pada setiap periode
metamorfosis kurban inilah yang menjadi
nabi-nabi terdahulu (Q.S. Al-Ḥajj [22]:
topik kajian artikel ini. Artikel ini akan
34). Dengan demikian, kurban bukanlah
mengakji metamorfoss kurban dengan
merupakan syari’at baru yang dibawa oleh
melihat konteks bagaimana al-Qur’an dan
Nabi Muhammad saw. Ayat-ayat al-Qur’an
sejarah berbicara tentang bentuk peribadatan
telah menggambarkan bahwa kurban ada
kurban dari waktu ke waktu.
sejak masa Nabi Adam, manusia pertama kali diciptakan; kemudian dikisahkan melalui mimpi Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya (Ismail); sampai kepada syari’at
B. Tinjauan Umum Ibadah Kurban dalam Islam Kata kurban, secara etimologi, berasal dari bahasa Arab qurbân, dari akar kata
2009), hal. 7. 2 Muhammad Sholikhin, Di Balik 7 Hari Besar Islam (Jogjakarta: Garudhawaca, 2012), hal. 174. 3 Muhammad Solikhin, Di Balik 7 ..., hal. 176. 80
Drs. Suharso dan Dra. Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Semarang: Widya Karya, 2005), hal. 320. 5 Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gitamedia Perss, t.th.), hal. 529 4
Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
qaruba (fi’l maḍi)-yaqrubu (fi’l muḍari’)-
al-uḍḥiyyah atau al-naḥr.9 Secara bahasa,
qurbânan (maṣdar) yang berarti “dekat”.
uḍḥiyyah berarti kambing yang disembelih
Sedangkan secara terminologi, kurban
pada waktu mulai akan siang dan waktu
berarti mendekatkan diri kepada Allah,
selain itu. Ada pula yang memaknakan secara
yaitu mendekatkan dengan jalan apa yang
bahasa dengan kambing yang disembelih
dikurbankan, di mana pendekatan tersebut
pada waktu Idul Adha.10 Sedangkan al-
digunakan untuk beribadah kepada Allah.
naḥr adalah bermakna menyembelih hewan
Adapun simbol kurban adalah dengan
kurban pada hari Naḥr (hari raya Idul Adha),
menyembelih hewan sembelihan.6
demikian menurut pendapat salah seorang
Menurut Cyril Glasse, 7 kurban
ulama. Dan juga bermakna mencakup
merupakan segala jenis tindakan atau
pengertian kata al-uḍḥiyyah serta ad-
amalan yang membawa seseorang lebih
daḥiyyah menurut pendapat jumhur ulama.11
dekat kepada Allah swt secara khusus,
Para Imam Madzhab sepakat bahwa
istilah ini berarti menyembelih binatang
uḍḥiyyah (penyembelihan hewan kurban)
kurban pada hari ‘Id al-Aḍḥâ (hari raya
disyari’atkan dalam Islam. Namun, mereka
penyembelihan kurban) yang bahasa Turki
berbeda pendapat mengenai hukumnya.
menyebutnya sebagai Bayram Qurban.
Menurut pendapat Imam Maliki, Syafi’i,
Dalam Ensiklopedia Muslim Indonesia,
Hambali, dan para pengikut Hanafi: Kurban
8
Kurban diartikan dengan menyembelih
hukumnya adalah sunnah mu’akkadah.
binatang tertentu pada hari Raya Haji
Sedangkan Imam Hanafi berpendapat
dan hari-hari Tasyriq (tanggal 11, 12, dan
bahwa hukum berkurban adalah wajib atas
13 Dzulhijjah), sesuai dengan ketentuan-
penduduk kota-kota besar, yaitu orang-
ketentuan syari’at dengan maksud untuk
orang yang sudah mempunyai harta satu
mendekatkan diri kepada Allah.
nisab.12
Sedangkan dalam al-Qur’an dan Hadis, kata yang diberikan untuk ibadah penyembelihan hewan ini sebenarnya adalah Ibn Manzûr, Lisân al-‘Arab, (Beirut: Dâr S}âdir, t.th.), hal. 3067. 7 Cyril Glasse, The Concise Ensyclopedia of Islam; terj. Ghufron A. Mas’adi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002,), Cet. III, hal. 336. 8 Tim IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 2001), Cet. II, hal. 942. 6
Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
Hari raya kurban ditandai dengan Ahmad Faizin Karim, Kurban: Kekerasan Berbingkai Agama? (Gersik: MUHI Perss, 2012), hal. 39. 10 M. Abdul Tausikal, Panduan Kurban, (Yogyakarta: Pustaka Muslim, 2015), hal. 1. 11 Ahmad Faizin Karimi, Kurban: Kekerasan ..., hal. 41. 12 Muḥammad ibn ‘Abd al-Raḥmân alDimasyqi, Raḥmah al-Ummah fî Ikhtilâf alA’immah; terj. ‘Abd Allâh Zakî Alkaf (Bandung: Hasyimi, 2012), Cet. 13, hal. 186. 9
81
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
penyembelihan hewan kurban di seluruh
masa Nabi Muhammad syari’at ibadah
dunia, untuk disalurkan kepada masyarakat
kurban telah dijelaskan dengan berbagai
umum, sebagai sarana taqarrub kepada
macam syarat dan ketentuannya melalui
Allah. Oleh karena itu penting bagi kita
hadis-hadis berkenaan tentang kurban.
semua untuk mengetahui seluk beluk ibadah
Adapun kurban di masa Nabi
kurban, dan sebagai hikmah (pelajaran
Muhammad telah disempurnakan dengan
filosofis) yang terkandung di dalamnya
dijelaskannya segala syarat yang berlaku
untuk kita jadikan bekal kehidupan bersama.
terhadap penyembelihan hewan kurban.
Sebab di dalam hari raya Idul Adha ini,
Syarat-syarat berkurban seperti di jelaskan
terdapat beberapa peristiwa dan berbagai
dalam al-Qur’an dan hadis Nabi, yaitu:
latar belakang sejarah, syari’at, peradaban
a. Binatang kurban harus berupa binatang
maupun hikmah yang lain yang harus kita
ternak, yaitu: unta, sapi dan kambing, baik
telaah, salah satunya yaitu sejarah kurban
berupa kambing lokal maupun kambing
dalam al-Qur’an.13
domba (qibasy), berdasarkan firman
Dalam Islam, syari’at kurban muncul
Allah (QS. Al-Ḥajj [22]: 34). Dalam ayat
pada tahun kedua Hijriyah (2 tahun setelah
tersebut, hewan yang disembelih disebut
hijrahnya Nabi Muhammad saw dari
bahîmah al-an’âm, yaitu unta, sapi, dan
Makkah ke Madinah). Tahun tersebut
kambing. Pengertian inilah yang unum
adalah tahun dimana disyari’atkan shalat
dikenal orang-orang Arab. Demikianlah
‘îdain (Idul Fitri dan Idul Adha), juga tahun
penjelasan Hasan Al-Basri, Qatadah dan
disyari’atkannya zakat mâl.
14
Rasulullah
lainnya.16
saw telah menyembelih seratus ekor unta
b. Usia hewan tersebut telah memenuhi
di Makkah. Enam puluh tiga di antaranya
kriteria dijelaskan dalam kitab Ṡaḥîḥ
beliau sembelih dengan tangan sendiri,
Muslim, bab Sinn al-Uḍḥiyyah, no 1963;
kemudian sisanya dilanjutkan Ali ibn Abi
seperti berikut, "Telah bercerita Aḥmad ibn Yûnus, telah bercerita Zuhair, telah bercerita Abû Zubair, dari Jâbir, ia berkata, Nabi saw bersabda: “Janganlah kalian menyembelih kurban kecuali musinnah. Kecuali jika terasa sulit bagi kalian, maka sembelihlah jaż’ah
Thalib. Selain itu, Rasulullah saw juga menyembelih binatang di Madinah.15 Pada Muhammad Solikhin, .Di Balik 7 ..., hal.
13
168. Muhammad Abduh Tuasikal, Panduan Kurban (Yogyakarta: Pustaka Muslim, 2015), hal. 4. 15 Târiq Muḥammad al-Suwaidan, Rahasia Terindah Haji & Umrah (Jakarta Selatan: Zaman, 2008), hal. 233. 14
82
Aris Munandar, Tata Cara Kurban Tuntunan Nabi saw (Jogjakarta: Media Hidayah, 2003), Cet. I, hal. 25-26. 16
Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
dari domba.17
juga penyakit kudis yang parah sehingga
Yang dimaksud musinnah dari
bisa merusak kelezatan daging atau
kambing adalah yang telah berusia satu
mempengaruhi kesehatannya. Begitu pula
tahun (masuk tahun kedua). Sedangkan
luka yang dalam sehingga mempengaruhi
musinnah dari sapi adalah yang telah
kesehatan tubuhnya yang lain. Ketiga,
berusia dua tahun (masuk tahun ketiga).
dalam keadaan pincang, yakni pincang
Sedangkan unta adalah yang telah genap
yang bisa menghalangi hewan tersebut
lima tahun (masuk tahun keenam). Inilah
untuk berjalan seiring dengan hewan-
pendapat yang masyhur di kalangan
hewan lain yang sehat. Dan keempat,
fuqaha. Sedangkan jaża’ah adalah
dalam keadaan kurus, sehingga tulangnya
domba yang telah berusia enam hingga
tidak bersumsum18 Keempat hal tersebut
satu tahun.
di atas dijelaskan dalam kitab Sunan Abû
c. Hewan kurban tersebut tidak memiliki cacat yang bisa menghalangi
Dâwud, bab mâ yukrahu min al-ḍaḥâyâ, no 2802.19
keabsahannya. Adapun cacat yang
d. Waktu penyembelihan kurban dijelaskan
dimaksud ada empat bentuk. Pertama,
dalam kitab Ṡaḥîḥ Bukhârî, bab sunnah
Salah satu matanya buta, baik disebabkan
al-uḍḥiyyah, hadis no 5546, sebagai
karena tidak memiliki bola mata, bola
berikut: "Telah bercerita Musaddad, telah bercerita Ismâil, dari Ayyûb, dari Muḥammad, dari Anas ibn Mâlik, ia berkata, bahwa Nabi saw bersabda: “Barang siapa yang menyembelih kurban sebelum shalat (Idul Adha), maka ia berarti menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang menyembelih setelah shalat (Idul Adha), maka ia telah menyempurnakan manasiknya dan ia telah melakukan sunnah kaum muslimin.20
mata menonjol keluar seperti kancing baju atau karena bagian mata yang hitam berubah warnanya menjadi putih yang sangat jelas menunjukkan kebutaan. Kedua, hewan yang sakit, yakni sakit yang gejalanya jelas terlihat pada hewan tersebut seperti demam yang menyebabkan hewan tersebut tidak bisa berjalan meninggalkan tempat penggembalanya dan menyebabkan hewan tersebut menjadi loyo. Demikian Muslim ibn Al-Ḥajjâj Al-Naisabûrî, Ṡaḥîḥ Muslim, (Lebanon: Dâr al-Kitâb al-‘Ilmiyah, 2008), hal. 781. 17
Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
Aris Munandar, Tata Cara ..., hal. 27-28. Abû Dawûd ibn Sulaimân ibn Asy’asy Al-Sijistâni, Sunan Abî Dawûd (Riyadh: Maktabah Ma’ârif li al-Nasr wa al-Tauzî’), hal. 497 20 Muhammad ibn Ismâ’îl al-Bukhârî, Ṡaḥîḥ al-Bukhârî (Lebanon: Dâr Al-Kitâb al-‘Ilmiyah, 2009), hal. 1038. 18 19
83
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
C. Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
Quraish Shihab, kata mansakan pada
Dalam kitab al-Mu’jam al-Mufahras
ayat tersebut terambil dari kata nasaka,
li Alfâż al-Qur’ân al-Karîm, karya Syaikh
yang berarti “menyembelih”. Patron kata
Muhammad Fuâd ‘Abdul Bâqî, dapat
yang digunakan ayat ini menunjuk pada
diketahui bahwa terdapat tiga ayat al-Qur’an
tempat, sehingga ia bernama “tempat
yang secara eksplisit menyebutkan kurban
penyembelihan”. Sementara itu, ulama
dan tiga lainnya secara implisit21, yaitu: al-
memperluas maknanya sehingga
Ḥajj [22]: 34; al-Mâ’idah [5]: 27; al-Aḥqâf
memahaminya dalam arti “ibadah dan
[46]: 28; ‘Ali ‘Imrân [3]: 183; al-Ṡâffat
ketaatan secara umum”. Ayat di atas
[37]:102; dan al-Kauṡar [108]: 2. Pemetaan
menjelaskan bahwa penyembelihan kurban
ini berguna untuk melihat lebih jauh
telah dilakukan oleh umat-umat yang
bagaimana al-Qur’an berbicara mengenai
lalu. Hanya saja, sebagian dari umat-
kurban dan perkembangannya.
umat itu menyelewengkan ajaran kurban
Syariat ibadah kurban merupakan
sehingga bertentangan dengan tuntunan
perintah Allah yang ditujukan kepada setiap
Allah, baik pada cara, tujuan maupun jenis
umat sebagaimana penjelasan pada Q.S. al-
binatang yang disembelih sebagi kurban.23
Hajj (22): 34.
Meskipun ditujukan untuk setiap umat, al-
]1Ôy TÄmÅÖkXk°L <_<W% R<Ú \È\B R%Ê ©G#Á°XT
Quran merekam ibadah kurban hanya pada beberapa periode nabi saja.
ª2\ÈØ5)] °R\-k¯IW C°K% 1ÀIV\wXq W% rQ"WÃ
Ibadah kurban terekam dalam alQur'an pertama kali pada Q.S. al-Mâ’idah
“Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak.” (al-Ḥajj [22]: 34)22 Ibadah kurban sendiri dalam ayat tersebut bertujuan untuk mengingat
[5]: 27.
WmV Ùl¯ ©F\UÙ¯ W3\jXÄ Ô³RB× U WW5 ×1®M×nQ WÃ Ä#Ù"XT ×#V W)Äc ×1VXT \-°F°iWPU ÕC°% #¯OÁ È)VÙ <5W×mÉ \-5¯ W$V \
(menyebut) Allah atas setiap rezeki yang dilimpahkan kepada mereka. Menurut M. Fu’ad Abd al-Bâqî, Mu’jam Mufahras li al-Fâz al-Qurân (Kairo: Dâr al-Kutub al-Mis} riyyah, 1942), hal. 542. 22 Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal.336. 21
84
Ä#V W*Wc §«°¨ WÛܪ )À-Ù ]C°% “Dan ceritakanlah (Muhammad) Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah; Pesan Kesan dan Keserasian al-Quran (Tangerang: Lentera Hati, 2008), Vol.09, hal. 53-54. 23
Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
yang sebenarnya kepada mereka kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil berkata, “Sesungguhnya, aku pasti membunuhmu!”Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.” (QS. Al- Mâ’idah [5]: 27)24 Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa anak-anak Nabi Adam mempersembahkan kurban. Dan terlihat bahwa kurban salah satu anak Nabi Adam diterima oleh Allah, sementara kurban salah satu anak yang lainnya tidak diterima oleh Allah. Pada redaksi ayat yang selanjutnya, dijelaskan bahwa Allah hanya menerima kurban dari orang-orang yang bertakwa. Dari sini terlihat bahwa syariat ibadah kurban sudah ada pada masa Nabi Adam. Pendapat ini dikuatkan dengan pendapat Quraish Shihab yang menyatakan bahwa Adam pada ayat tersebut adalah Adam yang dikenal secara umum sebagai manusia pertama, bukan seperti dugaan sementara orang bahwa Adam yang dimaksud adalah salah seorang Bani Israil.25 Tafsir Depag menjelaskan bahwa ibadah kurban anakanak Adam tersebut berkaitan dengan wahyu Allah kepada Nabi Adam agar Qabil Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 112. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah..., Vol. 3, hal. 73. 24 25
Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
dikawinkan dengan saudara kembarnya Habil. Dengan perkawinan itu Qabil tidak senang dan marah, karena saudaranya lebih cantik. Keduanya sama-sama menghendaki saudara yang cantik itu. Akhirnya, Adam menyuruh Qabil dan Habil agar berkurban guna mengetahui siapa diantara mereka yang akan diterima kurbannya. Qabil berkurban dengan hasil pertaniannya dan yang diberikan bermutu rendah, sedang Habil berkurban dengan kambing pilihannya yang baik. Allah menerima kurban Habil, yang berarti bahwa Habillah yang dibenarkan mengawini saudara kembar Qabil. Dengan demikian bertambah keraslah kemarahan dan kedengkian Qabil sehingga ia bertekad untuk membunuh saudaranya. 26 Dari ayat tersebut dapat diketahui pula, bahwa ibadah kurban disyaratkan mempersembahkan sesuatu yang baik, hal ini untuk menunjukkan bentuk keikhlasan dan wujud syukur kepada Allah. Pada masa Nabi Adam ini bentuk persembahan kurban terlihat dengan menggunakan sesuatu yang dimiliki. Pada rentang waktu antara periode Nabi Adam hingga Nabi Ibrahim, al-Quran tidak merekam peristiwa kurban yang ada pada periode tersebut. Surah al-Aḥqâf [46]: Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Qur’an Depag, 2009), Jilid 2, Cet. III,hal. 386. 26
85
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
28 yang didalam redaksinya terdapat kata
Yagûṡ, Ya’ûq, dan Naṣr. Kelima ruh suci ini
“qurbân” dan menyinggung masalah kaum
tadinya memang orang-orang yang shalih,
‘Âd, umat Nabi Hûd, dan kaum Ṡamud,
namun oleh karena mereka mengalami nasib
umat Nabi Ṡâlîh, tidak merekam adanya
kematian secara berurutan, akhirnya mereka
ibadah kurban. Redaksi “qurbân” dalam
dipertuhankan (dikultus-individukan) oleh
ayat tersebut, justru berbicara tentang
masyarakatnya, hingga bertahan sampai
cercaan terhadap masyarakat Makkah yang
pada peristiwa banjir Nabi Nûh dengan
meniru kaum Nabi Hûd dan Nabi Ṡâlîh yang
pengurbanannya pula. Otomatis, kurban
mendekatkan diri (qurbân) pada berhala-
bukan lagi ditujukan kepada Allah sebagai
berhala mereka dan mendustakan Allah swt.
simbol pentauhidan, namun sudah kepada
Penyembahan terhadap berhala
“nama lain”, yang berarti syirik.
mulai dilakukan pada masa Nabi Nûh,
Kedua; penyelewengan kurban dari
yaitu masa sebelum Nabi Hûd dan Ṡâlîh.
segi pelaksanaan. Kurban oleh berbagai
Pada masa ini, kaum Nabi Nûh mulai
bangsa, seperti Babilonia, Mesir Kuno,
menyembah 5 berhala. 27 Muhammad
Yunani, dan suku-suku masyarakat ketika
Solikhin mengindikasikan pada masa Nabi
itu, bukan lagi dilakukan sesuai aturan
Nûh ini, penyimpangan ibadah kurban
semula, yakni mempersembahkan harta yang
mulai terjadi. Ia menyebutkan dua bentuk
paling dicintai sebagai bukti ketaqwaan.
penyimpangan ibadah kurban pada rentang
Namun, mereka menggantinya dengan
waktu Nabi Adam hingga Nabi Ibrâhîm.
bentuk lain, sesuai dengan keinginannya.
Pertama, penyimpangan dalam masalah
Yang paling umum dilakukan adalah
orientasi kurban, yaitu kurban telah berubah
mengurbankan nyawa manusia, sebagai
menjadi sesaji yang dipersembahkan bukan
persembahan kepada tuhan-tuhan atau
lagi kepada Allah tetapi kepada ruh-ruh
dewa-dewa. Praktik ini berlangsung lama.
suci para leluhur atau kekuatan-kekuatan
Umumnya dilakukan setiap satu tahun sekali
alam yang diyakini sangat berpengaruh bagi
dalam bentuk perayaan khusus, sedang yang
mereka. Orientasi kemusyrikan seperti itu,
dikurbankanpun dipilih oleh masyarakat,
yang sempat direkam oleh praktik kurban
baik dengan nomor undian, maupun
pada masyarakat nabi Nûh, di mana mereka
dipilih secara obyektif yang paling baik.
memusatkan orientasi pengurbanan pada 5
Sampai pada masa Nabi Ibrâhîm, praktik
berhala yang dianggap suci; Wâd, Suwâ,
pengurbanan manusia ini tetap berlaku,
Lihat Q.S. Nûh [71]: 23.
27
86
Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
dan yang paling menonjol adalah di Mesir,
Pada ayat tersebut ditunjukkan,
Babilon dan Palestina, di mana pada tempat-
bahwa ibadah kurban yang diperintahkan
tempat tersebutlah Ibrâhîm berpetualang.28
kepada Nabi Ibrâhîm merupakan sebuah
Pada periode ini, terjadi transformasi
wujud kecintaan Nabi Ibrâhîm kepada
persembahan kurban dari apa yang dimiliki
Allah, dengan rela menyembelih anaknya.
menjadi sesaji terhadap berhala, di mana
Quraish Shihab menyebutkan penggunaan
persembahan untuk berhala-berhala tersebut
bentuk kata kerja muḍâri’ (masa kini dan
diyakini bahwa akan sampai kepada Allah,
datang) pada kata-kata arâ (saya melihat)
begitupun sebaliknya.29
dan aḍbaḥuka (saya menyembelihmu),
Ibadah Kurban kemudian terekam
demikian juga kata tu’maru (diperintahkan),
dalam kisah yang memuat berita tentang
mengisyaratkan bahwa apa yang Ibrâhîm
perintah penyembelihan kurban kepada
lihat itu seakan-akan masih terlihat hingga
Nabi Ibrâhîm atas anaknya yang terekam
saat penyembelihannya itu. Sedang
dalam surah al-Ṡâffat [37] ayat 102.
penggunaan bentuk tersebut untuk kata
sXqU ßr¯Q7¯ ³RBÈWc W$V ]³ØË ÈO\ÈW% [×Q W +V!VÙ tWmV" VlW% ×m¾À5VÙ \ÈVUÙlU ßr¯Q7U °4X=\-Ù r¯Û
“menyembelihmu” mengisyaratkan bahwa perintah Allah yang dikandung mimpi itu belum selesai dilaksanakan, tetapi hendaknya segera dilaksanakan. Karena itu
D¯ ßr7¯ ÀiªHW)\y ÄmW%ØUÉ" W% ×#\ÈÙÙ °0WU Wc W$V §ª©«¨ WÛϯnª¡ ]C°% XÄ[ “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku!Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku!Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. (QS. al-Ṡâffat [37]: 102)30 28Muhammad Solikhin, Dibalik 7 ..., hal. 192-194. 29 Lihat Q.S. Al-An’âm (6): 136. 30 Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 449.
Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
pula jawaban sang anak menggunakan kata kerja masa kini juga untuk mengisyaratkan bahwa ia siap, dan bahwa hendaknya sang ayah melaksanakan perintah Allah yang sedang maupun yang akan diterimanya.31 Ucapan anak if ’al mâ tu’maru (laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu), bukan berkata: “Sembelihlah aku”, mengisyaratkan sebab kepatuhannya, yakni karena hal tersebut adalah perintah Allah. Bagaimanapun bentuk, cara, dan kandungan apa yang diperintahkan-Nya Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah..., Vol. 12, hal. 63. 31
87
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
maka ia sepenuhnya pasrah. Kalimat ini
Dalam ayat tersebut, yang menunjukkan
juga dapat merupakan obat pelipur lara bagi
kepada syarat mempersembahkan sesuatu
keduanya dalam menghadapi ujian berat itu.
yang dicintai oleh pemiliknya digambarkan
Ucapan anak satajidunî in syâ’a Allah
oleh perintah kepada Nabi Ibrâhîm untuk
min al-ṣâbirîn (engkau akan mendapatiku
menyembelih anaknya yang sangat
insya Allah termasuk para penyabar),
dicintainya. Penggambaran ini dalam
dengan mengaitkan kesabarannya dengan
pendapat penulis menunjukkan pada perintah
kehendak Allah, sambil menyebut terlebih
bagi manusia untuk hanya mencintai Allah
dahulu kehendak-Nya, menunjukkan betapa
semata. Bentuk kecintaan ini kemudian
tingginya akhlak dan sopan santun sang
digambarkan dengan mempersembahkan
anak kepada Allah.
sesuatu yang sangat dicintainya tersebut
Atas kebesaran hati Nabi Ibrâhîm
sebagai kurban kepada Allah. Dalam
yang mampu melewati ujian tersebut,
kisah tebusan Ismâ’îl dengan domba yang
sebagaimana terekam dalam surah al-Ṡâffat
baik tersebut telah terlihat bahwa benyuk
[37]: 107,
persembahan kurban dengan menggunakan
§ª©°¨ 2j°ÀWà !Zתk¯ ÈOR<Øc\iVÙXT "Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar."32 Allah melarang menyembelih Ismâ’îl dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing). Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya kurban yang dilakukan pada hari Raya Haji. Pada surah al-Ṡâffat [37] 102 di atas, selain menjelaskan tentang syariat ibadah kurban di masa Nabi Ibrâhîm, secara implisit Allah juga menunjukkan bahwa yang menjadi kurban disyaratkan merupakan sesuatu yang dicintai oleh pemiliknya.
domba dengan kualitas baik. Dari surah al-Mâ’idah [5]: 27 dan surah al-Ṡâffat [37]: 102 memperlihatkan bahwa kurban pada hakikatnya adalah sebuah bentuk ketaatan, kecintaan, serta penyerahan diri manusia secara sepenuhnya kepada Tuhannya. Manusia yang bertakwa kepada Allah didefinisikan dalam ayat ini sebagai mereka yang dengan ikhlas mempersembahkan sesuatu yang terbaik dan merupakan sesuatu yang paling dicintainya kepada Allah. Keikhlasan dan ketulusan tersebut, membuahkan diterimanya kurban dari seorang hamba kepada Allah. Transformasi ibadah kurban setelah peristiwa ibadah kurban pada masa Nabi
Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 450.
32
88
Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
Ibrâhîm kemudian terekam dalam surah ‘Alî
seseorang rasul sampai rasul tersebut
‘Imrân [3]: 183.
mampu mendatangkan api yang membakar
YU X=ÙjV¯ \i¯IWÃ D¯ ßSÅV |ÚÏ° DW×mÁ ¯ R<Wo°"Ú Wc ³/\O "$SÀyWm° |¦°%ØUÈ5
kurban tersebut. Padahal percikan api yang membakar kurban tersebut adalah sebagai mukjizat yang fungsinya sama dengan mukjizat-mukjizat lain. Akan tetapi orang-
C°K% ¸#ÀyÃq ×1ÅXÄ\C ÕiV ×#É Ãq< Ä ÊÁÚ V" ]2¯ VÙ Ô2È)Ú É s°¯XT °0R<ªKoWÙ¯ q¯ ×V
orang Yahudi menjadikannya sebagai tanggapan ketidakimanan mereka kepada Rasulullah, sebab Rasulullah tidak akan
§ª±¬¨ WÛÜ°°i_ Ô2È*<Å D¯ ×1ÉFSÀ-È)Ú W)V “(Yaitu) orang-orang (Yahudi) yang mengatakan: ‘esungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kami, agar kami tidak beriman kepada seseorang rasul, sebelum dia mendatangkan kepada kami kurban yang dimakan api’. Katakanlah (Muhammad), ‘Sungguh, beberapa orang rasul sebulumku telah datang kepadamu, (dengan) membawa buktibukti yang nyata dan membawa apa yang kamu sebutkan, tetapi mengapa kamu membunuhnya jika kamu orangorang yang benar”. (Q.S. Alî ‘Imrân [3]: 183)33
mendatangkan hal itu.34 Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat ini menjelaskan tentang ucapan orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi itu mengatakan untuk menghindar dari kewajiban bergegas kepada keimanan.35 Surah ‘Alî ‘Imrân [3]: 183 di atas, memberikan keterangan bahwa pasca peristiwa ibadah Kurban pada masa Ibrâhîm, ritual ibadah kurban yang terjadi pada bangsa Yahudi bertransformasi dengan adanya tanda diterimanya suatu kurban
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa
dengan munculnya percikan api yang
kurban yang ada pada bangsa Yahudi
membakar kurban tersebut. Munculnya
diterima sesembahannya oleh Allah dengan
percikan api yang membakar kurban
ditandai munculnya api yang membakar
tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh
sesembahan kurban tersebut. Ayat ini
Quraish Shihab, merupakan salah satu
berkaitan erat dengan keengganan orang
bentuk mukjizat Nabi yang ada pada masa
Yahudi untuk mengimani Nabi Muhammad.
Yahudi.
Menurut perkataan orang-orang Yahudi,
Ahmad Mus}ṭafâ al-Marâgî, Tafsîr alMarâgî; terj. Bahrul Abubakar, dkk. (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1993), Juz4, hal. 264-265.
Allah melarang mereka untuk mengimani Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 74.
33
Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
34
35 Quraish Shihab,Tafsir AlMisbah..., Vol. 2, hal. 298-299. 89
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
Keyakinan tentang diterimanya kurban
§«¨ ×mSVÚ8XT \¯PWm° ©G#_¡VÙ
yang terbakar api muncul karena pada masa
apakah kurban yang dipersembahkan
“Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).38 (Q.S. al-Kauṡar [108]: 2).
diterima Tuhan atau tidak, bila terbakar
Beberapa mufassir berpendapat
berarti diterima. Riwayat ini kemudian
ayat ini menunjukkan disyariatkannya
juga digunakan oleh beberapa mufassir
ibadah kurban dan hari raya Idul Adha.
dalam menafsirkan peristiwa kurban pada
Sementara mufassir lain berpendapat bahwa
masa Nabi Adam, diceritakan kurban Habil
penggunaan kata ṣalli, menunjukkan kepada
yang mempersembahkan binatang ternak
perintah beribadah shalat 5 waktu dan
terbaiknya diterima oleh Allah yang ditandai
kemudian melaksanakan ibadah kurban.
lalu terdapat keyakinan bahwa api selalu dijadikan sebagai tolak ukur untuk menilai
dengan terbakarnya kurban tersebut dilalap api sampai habis.
Menurut pendapat Quraish Shihab,
Dalam pandangan
sebagian ulama mengemukakan satu
penulis, keyakinan ini muncul berawal dari
riwayat yang disandarkan kepada Ibn
syariat Nabi Mûsâ dan beberapa nabi yang
‘Abbâs bahwa maksud kata tersebut adalah
lalu, yang membiarkan harta rampasan
perintah melaksanakan shalat lima waktu.
perang hingga datang api membakarnya.
Riwayat lain dari beberapa murid Ibn
Dalam beberapa riwayat dijelaskan bahwa
‘Abbâs memahaminya dalam arti perintah
dalam syari’at Nabi Mûsâ dan beberapa
shalat, tetapi shalat Idul Adha. Menurut
nabi yang lalu, rampasan perang tidak
riwayat turunnya ayat kedua surah al-Kauṡar
dibenarkan mereka manfaatkan, sehingga ia
ini untuk menuntun nabi agar melakukan
dikumpulkan di satu tempat, dan dibiarkan
shalat Idul Adha terlebih dahulu, baru
sampai datang api membakarnya.37
menyembelih kurban. Kedua pendapat ini
36
Transformasi ibadah kurban dalam al-
tidak di dukung oleh kebiasaan al-Qur’an
Quran selanjutnya terekam pada masa Nabi
dalam perintah atau pujiannya menyangkut
Muhammad saw. Perintah untuk berkurban
shalat dalam pengertian di atas, karena
juga ditunjukkan dalam surah al-Kauṡar
al-Qur’an untuk maksud tersebut selalu
[108]: 2.
menggunakan kata aqîmû atau yang seakar
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya ..., Jilid 2, Cet. III, hal. 386. 37 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah..., Vol. 2, hal. 298-299.
dengannya. Menurut Quraish Shihab shalat
36
90
38
Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 602.
Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
di sini adalah dalam arti beribadah.39
10 hingga tanggal 13 Dzulhijjah.
Penulis cenderung menyepakati pendapat yang menyatakan bahwa
D. Nilai-Nilai dalam Ibadah Kurban
penggunaan kata ṣalla dalam ayat ini
Istilah nilai (value) menurut kamus
untuk menunjukkan perintah untuk
Poerwodarminta diartikan sebagai berikut:
melaksanakan shalat Idul Adha. Apalagi
(1) harga dalam arti taksiran; (2) harga
jika mempertimbangkan bahwa kata al-
sesuatu; (3) angka, skor; (4) kadar, mutu;
naḥr digunakan secara popular dalam
(5) sifat-sifat atau hal yang penting bagi
arti menyembelih binatang sebagai syi’ar
kemanusiaan. Ada dua pendapat mengenai
agama. Hari Idul Adha juga dinamai Îd
nilai. Pendapat pertama mengatakan bahwa
al-Naḥr karena ketika itu dianjurkan untuk
nilai itu objektif, sedangkan pendapat
menyembelih binatang sebagai kurban.
kedua menyatakan bahwa nilai itu bersifat
Dalam pandangan penulis
subjektif. Menurut aliran idealisme, nilai itu
transformasi persembahan ibadah kurban
objektif, ada pada setiap sesuatu.Tidak ada
pada ayat ini, adalah dengan menggunakan
yang diciptakan di dunia tanpa ada suatu
hewan sembelihan (bahîmah al-an’âm)
nilai yang melekat di dalamnya. Dengan
seperti dijelaskan dari beberapa hadis
demikian, segala sesuatu ada nilainya
Nabi berkenaan dengan kriteria hewan
dan bernilai bagi manusia. Hanya saja
sembelihan. Transformasi ibadah kurban
manusia tidak atau belum tahu nilai apa
pada masa ini juga berkaitan dengan
yang terkandung di dalamnya dari suatu
waktu melaksanakan ibadah kurban,
objek tersebut. Aliran ini disebut aliran
yang ditunjukkan dengan pengajaran
objektivisme. Pendapat lain menyatakan
kepada Nabi Muhammad bahwa ibadah
bahwa nilai suatu objek terletak pada subjek
kurban dilaksanakan setelah melaksanakan
yang menilainya. Misalnya, air menjadi
shalat Idul Adha. Ibadah kurban yang
sangat bernilai dari pada emas bagi orang
berlaku semenjak masa Nabi Ibrâhîm,
kehausan di tengah padang pasir. Aliran ini
yaitu dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah,
disebut aliran subjektivisme.40
semakin dijelaskan oleh ayat ini. Dengan
Banyak nilai yang dapat dipetik dari
dijelaskan bahwa ibadah kurban terjadi pada
disyari’atkannya ibadah kurban, baik secara
waktu yang ditentukan, yaitu pada tanggal Quraish Shihab,Tafsir Al-Misbah..., Vol. 15, hal. 563-566. 39
Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
Herimantodan Winarno, Ilmu Sosial & Budaya Dasar (Jakarta Timur: Sinar Grafika Offset, 2011), Cet. IV, hal. 126-127. 40
91
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
garis vertikal (ḥabl min Allâh) ataupun secara
Dalam al-Qur’an dan sunah Nabi telah
horizontal (ḥabl min al-nâs). Secara vertikal,
dijelaskan pembagian daging kurban itu
ibadah kurban ini bisa menumbuhkan
utamanya untuk fakir miskin, seperti yang
dan mengingatkan kesadaran ritual dari
dijelaskan dalam al-Qur’an surah al-Ḥajj
para pelakunya terhadap sang pencipta.
[22]: 36.42 Dengan adanya pendistribusian
Sedangkan secara garis horizontal, ibadah
daging kurban merupakan sarana untuk
kurban akan bermakna bagi hubungan
memperluas hubungan baik antar sesama
sosial-kemasyarakatan yang berimbas pada
manusia atau dalam konsep ḥablu min
perilaku keseharian dan perhatian pada
al-nâs. Dengan kerelaan dan keikhlasan
sesama. Dalam artikel ini akan dijelaskan
berkurban, hubungan baik akan selalu
nilai-nilai kurban yang berkaitan dengan
tercipta kepada kerabat, tetangga, tamu
aspek horizontal (ḥabl min al-nâs).
dan saudara sesama muslim. Semua itu
Penyelenggaraan ibadah kurban itu
merupakan fenomena kegembiraan dan rasa
adalah untuk pendidikan sosial berupa
syukur atas nikmat Allah kepada manusia.
perhatian yang lebih besar kepada kaum fakir
Berikut beberapa nilai-nilai sosial yang ada
miskin, dengan jalan membagikan daging
dalam ibadah kurban:
kurban untuk mereka ini. Ritual ibadah
Pertama, nilai-nilai humanisme. Kisah
kurban merupakan ajang kesempatan bagi
antara Nabi Ibrâhîm dan Ismâ’îl merupakan
si miskin untuk merasakan kenikmatan dari
salah satu tujuan dalam cerminan nilai
si kaya. Mengalirnya darah-darah suci dari
humanisasi. Pendidikan yang diterapkan
hewan kurban akan menghayutkan noktah-
Nabi Ibrâhîm terhadap Ismâ’îl bertujuan
noktah di hati manusia, memercikkan aroma
untuk memanusiakan manusia dengan patuh
harum jalinan kasih anatara sesama. Lewat
kepada Allah. Pendidikan humanis ini berisi
ibadah kurban, akan tumbuh rasa kepedulian
nilai-nilai keutamaan atau kebajikan yang
sosial terhadap sosisl dan sesama. Dari
214.
sisilah ibadah kurban merupakan ibadah yang sempurna sepanjang hayat manusia. Pasalnya, ibadah kurban merupakan ajaran tertua sepanjang sejarah kehidupan manusia yang terus berlangsung hingga di masa sekarang ini. 41 Muhammad Solikhin, Di Balik 7 ..., hal.
41
92
“Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu bagian dari syi’ar agama Allah, kamu memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah kami tunndukkan (unta-unta itu) untukmu, agar kamu bersyukur.” (Q.S. al-Ḥajj [22]: 36) 42
Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
dapat mengangkat kemuliaan manusia. Atau
tidak serta merta melaksanakan perintah
dalam bahasa lain adalah proses mengangkat
Allah tersebut, namun ia meminta pendapat
derajat kemanusiaan manusia dengan nilai-
kepada putranya. 44 Menurut Al-Suyûṭî,
nilai keutamaan atau kebijakan.
pasrah dan patuh termasuk cerminan sabar
Dalam konteks humanisme, Nabi
tingkat tinggi. Sedangkan menurut Quṭb,
Ibrâhîm mengajarkan kepada Ismâ’îl
mimpi untuk menyembelih Ismâ’îl hanya
bagimana membangun harkat dan
merupakan isyarat, bukan merupakan
martabat manusia di sisi Allah. Tujuan
perintah yang sifatnya langsung dan jelas
ini direalisasikan dengan membangun
(ṣarîh). Meskipun demikian, Nabi Ibrâhîm
citra manusia yang taat kepada nilai-nilai
menerimanya tanpa banyak bertanya, kenapa
kemanusiaan yang diperintahkan oleh
Allah memerintahkan harus menyembelih
Allah. Nilai kemanusiaan ditegakkan
anak satu-satunya. Penerimaan atas perintah
di atas sifat-sifat luhur budaya manusia
Allah ini dengan penuh kerelaan sepenuh
dengan membebaskan dari sifat-sifat
hati.45
kebinatangan. Simbolisme mengurbankan
Dalam al-Ṡâffat ayat 102, terdapat
binatang dipahami sebagai upaya untuk
pesan dan pelajaran bagi orang tua dalam
memanusiakan manusia melalui pendidikan.
mendidik seorang anaknya. Kisah ini
Pendidikan untuk memanusiakan
tercermin dari Nabi Ibrâhîm yang tidak
manusia dalam arti menjadikan manusia
semena-mena langsung menyembelih
itu lebih manusiawi dengan segala sifat
Nabi Ismâ’îl, seperti yang dijelaskan
kemanusiaannya, sehingga diharapkan
dalam wahyu Nabi Ibrâhîm melalui
menjadi manusia yang sehat lahir dan batin.
mimpinya. Nabi Ibrâhîm memberikan
Upaya nilai humanisme ini terlihat dari
kebebasan berpendapat dengan memberikan
model pendidikan Nabi Ibrâhîm terhadap
pertanyaan kepada Nabi Ismâ’îl, dengan teks
‘Ismâ’îl.43
perkataan “Maka pikirkanlah, bagaiamana
Kedua, nilai demokrasi. Nabi Ibrâhîm
pendapatmu?”, sebagai tanda sama-sama
mantap dan ikhlas melaksanakan perintah
ikhlas dalam merealisasikan. Pola asuh yang
Allah untuk menyembelih putranya yang
digambarkan antara bapak (Nabi Ibrâhîm)
tercinta. Menghadapi hal ini, Nabi Ibrâhîm
dan putranya (Ismâ’îl) mencerminkan pola
Miftahul Huda & Muhammad Isris, Nalar Pendidikan Anak (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 152-153.
Lihat Q.S. al-Ṡâffat ayat 102. Miftahul Huda & Muhammad Isris, Nalar Pendidikan ..., hal. 149-150.
43
Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
44 45
93
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
asuh anak secara demokratis. Pola asuh
Ketiga, menjaga keseimbangan
demokratis ala Nabi Ibrâhîm itulah seperti
lingkungan. Syarat-syarat hewan kurban
cermin yang bisa kita jadikan ukuran, contoh
telah banyak di jelaskan dalam hadis Nabi
dan teladan dalam kehidupan kita. Dari
saw dengan dipilihnya hewan sembelihan
sini, dapat dipetik sikap demokratis Nabi
yang kualitasnya terbaik, yang disebut
Ibrâhîm yang telah meminimalisasi sikap
hewan musinnah. Musinnah dipandang
otoritatif (pemaksaan) dalam pendidikan.
sebagai hewan yang telah “dewasa’ (cukup
Demokratisasi Nabi Ibrâhîm dalam mendidik
umur) dan sah dijadikan hewan kurban.
Ismâ’îl merupakan kearifan pendidik yang
Namun, literatur ilmu peternakan mengenal
professional. Kearifan itu telah muncul,
dua istilah “dewasa” dengan sudut pandang
karena mempertimbangkan sikap mental
berbeda, yaitu dewasa kelamin dan dewasa
dan kejiwaan anak didik. Demikian halnya
tubuh. Dewasa kelamin (pubertas) pada
kearifan disebabkan karena kematangan
hewan biasanya terjadi sebelum dewasa
profesionalisme sang pendidik yang selalu
tubuh dicapai. Esensi pemotongan hewan
yakin dengan keberhasilan pendidikan yang
musinnah memberi sesuatu yang istimewa
dilakukan.
bagi umat manusia. Selain perolehan
Demokratisasi pendidikan tersebut
kuantitas daging, hewan mussinah
berarti memberikan peluang rasio untuk
memberikan kualitas daging terbaik untuk
ikut menentukan konsep syari’at berkurban.
konsumsi manusia.
Seandainya Nabi Ismâ’îl memilih untuk
Aspek musinnah pun mampu
menolak perintah tersebut, berarti gagal
melindungi populasi hewan kurban
sudah misi pembentukan syari’at berkurban,
secara futuristik. Dalam pemilihan hewan
meskipun sudah diperintahkan oleh Allah
sembelihan kurban, anak dan induk
kepada Nabi Ibrâhîm. Akan tetapi, seakan
tidaklah termasuk kriteria hewan yang
naluri kemanusiaan Ismâ’îl lebih dominan
boleh dijadikan kurban. Hal ini bertujuan
untuk menerima perintah tersebut daripada
sebagai proses regenerasi hewan kurban
mengikuti pertimbangan rasionya. Demikian
supaya tidak terhambat. Sehingga Idul Adha
pula Nabi Ibrâhîm, meskipun perintah
di tahun depan, dengan selisih satu tahun,
berkurban tersebut irasional (tidak masuk
akan diperoleh hewan-hewan musinnah baru
akal), namun keyakinannya mengalahkan
yang sekarang belum masuk kriteria.
pikirannya.46 Miftahul Huda & Muhammad Isris, Nalar
46
94
Di sisi lain, aspek musinnah dalam Pendidikan ..., hal. 155-156 Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
hewan kurban memberi pembelajaran,
mengimani api sebagai tanda di terimanya
yaitu mencegah kerakusan dan ketamakan
kurban. Selanjutnya, pada masa Nabi
manusia dalam mengeksploitasi hewan
Muhammad, ibadah kurban dilakukan
secara berlebihan. Nilai-nilai kearifan
dengan menyembelih binatang kurban
makna musinnah hewan kurban dapat
berupa bahîmah al-an’âm, yang dilakukan
menjadi refleksi, inspirasi dan landasan
seusai melaksanakan shalat Idul Adha.
perilaku bagi manusia, agar bijaksana
Pada masa ini, ibadah kurban bukan hanya
dalam menjaga keseimbangan lingkungan
sekedar ritual penyembelihan hewan
sehingga alampun memberi segala manfaat
semata, namun ia memiliki nilai-nilai,
dan lestari.47
baik dimensi vertikal atau yang berkaitan dengan ḥabl min Allâh, seperti taqarrub,
E. Simpulan
ketaqwaan, keikhlasan, dan nilai teologis
Pada dasarnya, ibdah kurban telah
lainnya, maupun dimensi horizontal atau
ada semenjak masa Nabi Adam. Pada
habl min al-nâs; seperti keadilan sosial, nilai
awal disyariatkannya ibadah kurban, ia
humanisme, nilai demokratis, dan menjaga
diperkenalkan kepada manusia dengan
keseimbangan lingkungan.
bentuk persembahan kepada Allah sesuai dengan apa yang dimiliki. Pada periode
Daftar Pustaka
antara Nabi Adam hingga Nabi Ibrâhîm,
Abd al-Bâqî, M. Fu’ad. Mu’jam Mufahras
ibadah kurban bergeser menjadi ritual
li al-Fâz al-Qurân. Kairo: Dâr al-Kutûb
pemberian sesaji terhadap berhala, yang
al-Misriyyah. 1942.
disembah oleh kaum Nabi Nûh, kaum
Abdurrahman. Hukum Kurban, ‘Aqiqah
‘A
dan Sembelihan. Bandung: Sinar Baru
(Nabi Ṡâlih). Pada periode Nabi Ibrâhîm
Algensindo. 2009.
transformasi kurban bergeser menjadi
Al-Bukhârî, Muhammad ibn Ismâ’îl. Ṡaḥîḥ
persembahan dengan bentuk penyembelihan
al-Bukhârî (Lebanon: Dâr Al-Kitâb al-
domba yang bagus. Transformasi ibadah
‘Ilmiyah. 2009.
kurban setelah peristiwa ibadah kurban pada masa Nabi Ibrahim adalah dengan Dadan Wahyudin, Inspirasi Ternak. Artikel diakses 3 Agustus 2016, lihat http://danwdhien. blogspot.co.id/2009/01/telaah-aspek-mussinahhewan-kurban.html
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Lembaga Percetakan
47
Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an
Al-Qur’an Depag. 2009. Al-Dimasyqi, Muḥammad ibn ‘Abd al95
Qaf, Vol. I, No. 01, September 2016
Raḥmân. Raḥmah al-Ummah fî Ikhtilâf
Besar Islam. Jogjakarta: Garudhawaca,
al-A’immah, terj. ‘Abd Allâh Zakî Alkaf
2012.
. Bandung: Hasyimi. 2012.
Al-Sijistâni, Abû Dawûd ibn Sulaimân ibn
Glasse, Cyril. The Concise Ensyclopedia of
Asy’asy. Sunan Abî Dawûd. Riyadh:
Islam; terj. Ghufron A. Mas’adi. Jakarta:
Maktabah Ma’ârif li al-Nasr wa al-
PT. Raja Grafindo Persada. 2002.
Tauzî’. T.th.
Ibn Manzûr. Lisân al-‘Arab. Beirut: Dâr S} âdir, t.th. Isris, Miftahul Huda & Muhammad. Nalar Pendidikan Anak. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
Al-Suwaidan, Târiq Muḥammad. Rahasia Terindah Haji & Umrah. Jakarta Selatan: Zaman. 2008. Tausikal, M. Abdul. Panduan Qurba. Yogyakarta: Pustaka Muslim. 2015.
Karim, Ahmad Faizin. Kurban: Kekerasan
Tim IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedia
Berbingkai Agama?. Gersik: MUHI
Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan,
Perss. 2012.
2001.
Al-Marâgî, Ahmad Musṭafâ. Tafsîr alMarâgî, terj. Bahrul Abubakar, dkk.
Tim Prima Pena. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Gitamedia Perss, t.th.
Semarang: PT. Karya Toha Putra. 1993.
Winarno, Herimantodan. Ilmu Sosial &
Munandar, Aris. Tata Cara Kurban Tuntunan
Budaya Dasar. Jakarta Timur: Sinar
Nabi saw. Jogjakarta: Media Hidayah.
Grafika Offset. 2011.
2003. Al-Naisabûrî, Muslim ibn Al-Ḥajjâj. Ṡaḥîḥ Muslim. Lebanon: Dâr al-Kitâb al‘Ilmiyah. 2008. Retnoningsih, Drs. Suharso dan Dra. Ana. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Widya Karya. 2005. Shihab, Quraish. Tafsir Al-Misbah; Pesan Kesan dan Keserasian al-Quran. Tangerang: Lentera Hati. 2008. Sholikhin, Muhammad. Di Balik 7 Hari
96
Metamorfosis Ibadah Kurban dalam al-Qur’an