TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Tanaman Suren Sistematika tumbuhan jenis surian atau suren menurut Dephut (2002) diklasifikasikan ke dalam: Super Divisi : Spermatophyta Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Sapindales
Famili
: Meliaceae
Genus
: Toona
Spesies
: Toona sureni (Blume) Merr.
Gambar 1. Pohon Suren (Toona sureni) Tanaman ini tumbuh pada daerah bertebing dengan ketinggian 600-2.700 m dpl dengan temperatur 22ÂșC. Bagian tanaman yang dapat dimanfaatkan selain
4 Universitas Sumatera Utara
kayunya sebagai bahan bangunan, furnitur, veneer, panel kayu dan juga kulit dan akarnya dimanfaatkan untuk bahan baku obat diarrhoea dan ekstrak daunnya dipakai sebagai antibiotik dan bio-insektisida; sedangkan kulit batang dan buahnya dapat disuling untuk menghasilkan minyak esensial (aromatik). Sering tumbuh pada tanah-tanah yang berlempung dalam, lembab, subur, drainase baik, dan menyenangi tanah yang basa. Suren termasuk jenis tanaman yang cepat tumbuh dan pada umur 12-15 tahun sudah dapat menghasilkan kayu (Sutisna et al., 1998).
Deskripsi Pohon Suren ini memiliki karakter khusus seperti harum yang khas apabila bagian daun atau buah diremas dan pada saat batang dilukai atau ditebang. Ada ciri lain yang dapat membedakan secara sekilas. Bentuk batang lurus dengan bebas cabang mencapai 25 m dan tinggi pohon dapat mencapai 40-60 m. Kulit batang kasar dan pecah-pecah seperti kulit buaya berwarna coklat. Batang berbanir mencapai 2 m. Daun suren berbentuk oval dengan panjang 10-15 cm, duduk menyirip tunggal dengan 8-30 pasang daun pada pohon berdiameter 1-2 m. Kedudukan bunga adalah terminal dimana keluar dari ujung batang pohon. Susunan bunga membentuk malai sampai 1 meter. Musim bunga 2 kali dalam setahun yaitu bulan Februari-Maret dan September-Oktober. Musim buah 2 kali dalam setahun yaitu bulan Desember-Februari dan April-September, dihasilkan dalam bentuk rangkaian (malai) seperti rangkaian bunganya dengan jumlah lebih dari 100 buah pada setiap malai. Buah berbentuk oval, terbagi menjadi 5 ruang secara vertikal, setiap ruang berisi 6-9 benih. Buah masak ditandai dengan warna kulit buah berubah dari hijau menjadi coklat tua kusam dan kasar, apabila pecah
5 Universitas Sumatera Utara
akan terlihat seperti bintang. Ciri lain dari buah masak yaitu, pohon seperti meranggas/tidak berdaun. Warna benih coklat, panjang benih 3-6 mm dan 2-4 mm lebarnya dan pipih, bersayap pada satu sisi sehingga benihnya akan terbang terbawa angin, dalam 1 kg terdapat 64.000 butir benih (Dephut, 2002). Tanah Ultisol Ultisol memiliki kelas tekstur yang bervariasi dari berlempung halus sampai berliat. Reaksi tanah sangat masam sampai masam (pH 4,1-4,8). Kandungan bahan organik di lapisan atas yang tipis umumnya rendah sampai sedang, dan lapisan bawah sangat rendah, dan ratio C/N tergolong rendah. Kandungan P potensial sangat rendah sampai rendah di semua lapisan tanah. Jumlah basa dapat tukar tergolong sangat rendah disemua lapisan. KTK tanah disemua lapisan termasuk rendah dan KB sangat rendah. Dengan demikian potensi kesuburan ultisol dinilai sangat rendah sampai rendah (Damanik et al., 2010). Jenis tanah ultisol menurut Soepardi (1983) mempunyai kelemahan untuk digunakan sebagai medium pertumbuhan bibit. Pada umumnya tanah ini mengandung bahan organik sedikit. Keadaan ini menyebabkan aerasi tanah kurang baik sehingga perkecambahan akar tanaman kurang sempurna. Sifat kemasaman tanah yang kuat, kurang menguntungkan tanaman karena tanah banyak mengandung Al, Fe, dan Mn yang bersifat racun bagi tanaman. Cekaman Kekeringan dan Ketersediaan Hara Cekaman air pada tanaman menurut Islami dan Wani (1995) terjadi karena (1) ketersediaan air dalam media tidak cukup, (2) transpirasi yang berlebihan atau
6 Universitas Sumatera Utara
kombinasi kedua faktor tersebut. Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman air. Tanaman yang mengalami cekaman air, secara umum akan mengalami penurunan pertumbuhan yang tidak normal dibandingkan tanaman yang tidak kekurangan air. Kemampuan akar menyerap hara dipengaruhi oleh daya serap akar, kemampuan mentranslokasikan dari akar ke daun, dan kemampuan memperluas sistem perakarannya. Menurut Marschner (1995), di bawah beberapa kondisi iklim, ketersediaan hara pada lapisan permukaan tanah (top soil) banyak mengalami kemunduran selama musim pertumbuhan. Hal ini disebabkan karena rendahnya kandungan air tanah yang menjadi faktor penghambat bagi transfer hara ke permukaan akar. Kekeringan tanah menurunkan proses mineralisasi unsur-unsur hara yang terikat secara organik dan menurunkan transfer unsur hara oleh aliran massa dan difusi serta akhirnya dapat mengurangi ketersediaan hara pada permukaan tanah. Fungsi Air Pada Tanaman Air merupakan faktor penting untuk pertumbuhan tanaman. Air berfungsi sebagai penyusun tubuh tanaman, pelarut dan medium reaksi biokimia, medium transport senyawa, memberikan turgor bagi sel, bahan baku fotosintesis dan menjaga suhu tanaman supaya konstan, evaporasi air untuk mendinginkan permukaan (Gardner et al., 1991). Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor intrasel (sifat genetik atau hereditas) dan intersel (hormon dan enzim). Faktor eksternal meliputi air tanah dan mineral, kelembaban udara, suhu udara, cahaya dan sebagainya (Gardner et al., 1991). 7 Universitas Sumatera Utara
Tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan berkembang, karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan pentingnya air. Setiap kali air menjadi terbatas, pertumbuhan berkurang dan biasanya berkurang pula hasil panen tanaman budidaya. Jumlah hasil panen ini dipengaruhi oleh genotif yang kekurangan air dan tingkat perkembangan (Gardner et al., 1991). Respon tanaman terhadap kekeringan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tanaman yang menghindari kekeringan (drought avoiders) dan tanaman yang mentoleransi kekeringan (drought tolerators). Tanaman yang menghindari kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia maksimum antara lain dengan meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur dan posisi daun. Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi mencakup peningkatan sensitifitas stomata dan perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi mencakup penyesuaian osmotik (Sinaga, 2008). Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut. Di lapangan, meskipun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorbsi tidak dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi (Haryati, 2003).
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Asosiasi simbiotik antara jamur dan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi memiliki istilah yaitu mikoriza yang secara harfiah berarti akar jamur (Rao, 1994). Mikoriza ditemukan pertama kali oleh Greek, yang disebut akar jamur (fungus root), namun dipublikasikan oleh A. B. Frank 1885 (Richard, 1987).
8 Universitas Sumatera Utara
Mikoriza merupakan suatu struktur khas pada sistem perakaran yang terbentuk sebagai manifestasi adanya simbiosis mutualisme antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza) dari tumbuhan tingkat tinggi. CMA adalah salah satu tipe cendawan mikoriza dan termasuk ke dalam golongan endomikoriza. CMA termasuk ke dalam kelas Zygomycetes, dengan ordo Glomales yang mempunyai 2 sub-ordo, yaitu Gigasporaceae mempunyai 2 genus, yaitu Gigaspora dan Scutellospora. Glomaceae mempunyai 4 famili, yaitu famili Glomaceae dengan genus Glomus dan Sclerocystis, famili Acaulosporaceae dengan genus Acaulospora dan Entrophospora, Paraglomaceae dengan genus Paraglomus dan Archaeosporaceae dengan genus Arshaeospora (INVAM, 2004). Peranan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Peranan mikoriza secara spesifik membantu pertumbuhan tanaman, antara lain memberi keuntungan bagi inang meliputi peningkatan permukaan efektif akar dengan meningkatkannya keefektifan dalam penyerapan hara (terutama fosfor) dan air, cabang akar berfungsi lebih lama, peningkatan toleransi panas dan kekeringan, membuat hara tanah lebih dapat digunakan, dan menanggulangi infeksi organisme penyakit, dimana keuntungan ini hanya terdapat pada ektomikoriza (Foth, 1994). Penelitian mengenai pengaruh CMA terhadap pertumbuhan tanaman telah banyak dilakukan, baik tanaman pertanian maupun tanaman kehutanan dan perkebunan. Menurut hasil penelitian Maryadi (2002) melaporkan bahwa tanaman jati berasosiasi baik dengan CMA. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya
9
Universitas Sumatera Utara
beberapa genus di perakaran tanaman jati. Genus yang ditemukan adalah Glomus, Scelerocistys, dan Gigaspora. Penelitian Widiastuti et al., (2002) menunjukkan bahwa keefektifan pupuk dan serapan P meningkat secara nyata dengan inokulasi CMA pada bibit kelapa sawit di tanah masam. Selain berpengaruh terhadap serapan P, pemberian CMA pada bibit kayu manis menurut Delvian (2006) memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan, bobot kering, rasio tajuk akar, dan persentase akar terinfeksi. Widyati (2007) menyatakan bahwa CMA mempunyai peran ganda terhadap tanaman inangnya meningkatkan pertumbuhan dan meningkatkan optimasi inokulasi rhizobium dan BPF (bakteri pelarut fosfat) pada bibit A. crassicarpa 4 bulan di persemaian. Pemberian mikoriza pada lahan bekas tambang batubara yang dilakukan Ulfa et al. (2006) menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap pertumbuhan pulai darat (Alstonia sp.) akan tetapi berpengaruh terhadap persentase hidup tanaman untuk hidup. Peranan agronomis yang paling utama mikoriza yang diterima hingga saat ini adalah kemampuannya untuk meningkatkan serapan hara tanaman. Penyerapan P pada permukaan akar lebih cepat dari pergerakan fosfat ke permukaan akar, sehingga zona terkurasnya fosfat terjadi di sekitar akar. Hifa yang meluas dari permukaan akar membantu tanaman melintasi zona yang tidak dapat dicapai oleh akar yang tidak bermikoriza (Simanungkalit, 2011). Lingkungan dan faktor biotik diketahui memiliki pengaruh terhadap pembentukan CMA dan derajat infeksi dari sel korteks inang. Perbedaan waktu yang diperlukan untuk infeksi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: kerapatan akar, rata-rata pertumbuhan akar, jumlah spora/unit volume tanah,
10 Universitas Sumatera Utara
persentase perkecambahan spora dan rata-rata pertumbuhan hifa. Interaksi antara faktor-faktor biotik memiliki efek yang signifikan dalam merespon pertumbuhan tanaman yang diinokulasi. Faktor lingkungan berpengaruh terhadap pembentukan CMA dalam hal suplai dan keseimbangan hara, kelembaban dan pH tanah (Rao, 1994 dalam Simorangkir, 2008). Peningkatan persentase infeksi CMA akibat inokulasi dapat dihubungkan dengan peningkatan jumlah spora di dalam tanah. Infeksi terjadi karena adanya eksudat atau senyawa khas yang dihasilkan dan dikeluarkan oleh akar tanaman yang menyebabkan merangsang perkembangan CMA. Peningkatan persentase infeksi akibat inokulasi ini sangat dipengaruhi oleh rhizobium (Fakuara, 1988 dalam Simorangkir, 2008). Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa bibit bermikoriza memiliki pertumbuhan yang lebih optimal daripada bibit non-mikoriza. Salah satu kelebihan bibit bermikoriza adalah lebih tahan terhadap kekeringan. Bibit yang bermikoriza akarnya diselimuti oleh hifa-hifa eksternal yang menyebar luas disekitar zona rhizosfer. Hifa tersebut memiliki sifat seperti kapas yang memiliki daya absorpsi air yang sangat tinggi. Ukuran diameter hifa sangat kecil sehingga mampu menerobos poripori mikro tanah dan menambah daerah jelajah serapan air di tanah. Dengan demikian bibit bermikoriza mampu menyerap air dalam kapasitas yang tinggi serta efisiensi dalam penyerapannya. Daerah sekitar rhizosfer pada bibit yang bermikoriza biasanya lebih lembab karena banyak eksudat yang dipertukarkan. Lingkungan tersebut memberikan keuntungan bagi mikroorganisme tanah yang bermanfaat untuk mendukung pertumbuhan tanaman (BPTH, 2006).
11 Universitas Sumatera Utara
Jaringan hifa eksternal dari Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) akan memperluas bidang serapan air, disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar yang memungkinkan hifa bias menyerap air pada kondisi air tanah yang sangat rendah (Kilham, 1994 dalam Mariam, 2005). Menurut hasil penelitian Lucia dkk (1998) inokulasi mikoriza memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit kakao terlihat pada tinggi tanaman, luas daun, dan bobot kering tajuk dibandingkan dengan kontrol. Inokulasi juga secara nyata menghemat pemberian air 2 sampai 4 kali dibandingkan dengan kontrol dan mempersingkat masa pembibitan sampai satu bulan. Dari beberapa penelitian juga ditunjukkan bahwa Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan (Kothari et al., 1990; Sylvia et al., 1993, Subramanian, et al., 1995 dalam Simanungkalit, 2011). Perbaikan toleransi tanaman bermikoriza terhadap stress air dapat disebabkan oleh peningkatan konduktivitas hidraulik, laju transpirasi yang lebih kecil per satuan luas, adanya ekstraksi air dari tanah ke potensi yang lebih rendah, pemulihan tanaman yang lebih cepat dari stress air, dan P tanah yang lebih baik.
12 Universitas Sumatera Utara