TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Karakteristik Tanaman Sorgum Dalam sistem taksonomi tumbuhan, sorgum diklasifikasikan sebagai berikut, Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Class: Monocotyledonae, Ordo: Poales, Family: Poaceae, Genus: Sorghum, Species: Sorghum bicolor (L.) Moench (USDA, 2008). Bagian tanaman di atas tanah tumbuh lambat sebelum perakarannya berkembang dengan baik. Sistem perakarannya terdiri atas akar-akar seminal (akar-akar primer) pada dasar buku pertama pangkal batang, akar-akar koronal (akar-akar pada pangkal batang yang tumbuh ke arah atas) dan akar udara (akar-akar yang tumbuh dipermukaan tanah). Tanaman sorgum membentuk perakaran sekunder 2 kali lipat dari jagung (Deptan, 2008). Tanaman sorgum mempunyai batang berbentuk silinder, beruas-ruas (internodes) dan berbuku-buku (nodes). Setiap ruas memiliki alur yang berselangseling. Diameter dan tinggi batang bervariasi. Ukuran diameter pangkal batang berkisar 0,5-5,0 cm dan tingginya berkisar 0,5-4,0 m tergantung varietasnya. Tinggi batang sorgum manis yang dikembangkan di China dapat mencapai 5 m sehingga sangat ideal dikembangkan untuk pakan ternak dan penghasil gula (FAO, 2002). Pada daun sorgum terdapat lapisan lilin yang ada pada lapisan epidermisnya. Adanya lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu bertahan pada daerah dengan kelembaban sangat rendah, lapisan lilin tersebut menyebabkan tanaman sorgum mampu hidup dalam cekaman kekeringan (Kusuma, dkk., 2008).
Universitas Sumatera Utara
Bunga sorgum tersusun dalam bentuk malai dengan banyak bunga pada setiap malai sekitar 1500-4000 bunga. Bunga sorgum akan mekar teratur dari 7 cabang malai paling atas ke bawah. Malai sorgum memiliki tangkai yang tegak atau melengkung, berukuran panjang atau pendek dan berbentuk kompak sampai terbuka (Dicko, dkk., 2006). Warna dari biji sorgum bervariasi tergantung kultivar dan jenisnya ada yang berwarna putih hingga berwarna kekuningan dari merah hingga berwarna coklat gelap. Warna pigmen dari biji berasal dari pericarp atau testa bukan dari endosperm. Endosperm pada sorgum berwarna putih sama seperti yang terdapat pada jagung putih. Ukuran biji bervariasi tergantung varietas dan jenis dengan ukuran biji kira-kira 12.000-60.000 biji/pound (Metcalfe dan Elkins, 1980). Sorgum adalah tanaman serealia yang potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada daerah-daerah marginal dan kering di Indonesia. Keunggulan sorgum terletak pada daya adaptasi agroekologi yang luas, tahan terhadap kekeringan, produksi tinggi, perlu input lebih sedikit serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibading tanaman pangan lain. Selain itu, tanaman sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, sehingga sangat baik digunakan sebagai sumber bahan pangan maupun pakan ternak alternatif. Terkait dengan energi, di beberapa negara seperti Amerika, India dan Cina, sorgum telah digunakan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar etanol (bioetanol). Sorgum merupakan merupakan salah satu komoditi unggulan untuk meningkatkan produksi bahan pangan dan energi, karena keduanya dapat diintegrasikan proses budidayanya dalam satu dimensi waktu dan ruang (Sungkono, dkk., 2009).
Universitas Sumatera Utara
Sorgum bukan merupakan tanaman asli Indonesia maka keragaman genetik sorgum yang ada masih sangat terbatas. Beberapa varietas sorgum biji (grain sorghum) diintroduksi dari International Crop Research Institute for the Semi-Arid Tropics (ICRISAT) dan dari beberapa negara seperti India, Thailand dan China. Setelah melalui proses pengujian adaptasi dan daya hasil selama beberapa generasi kemudian beberapa varietas introduksi tersebut oleh Departemen Pertanian dilepas menjadi varietas unggul nasional. Sampai saat ini Indonesia telah memiliki beberapa varietas sorgum unggul nasional seperti UPCA, Keris, Mandau, Higari, Badik, Gadam, Sangkur, Numbu dan Kawali. Varietas-varietas unggul nasional tersebut memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan pada lahan-lahan pertanian di Indonesia. Belum banyak informasi diperoleh tentang genotipe sorgum manis yang telah dibudidayakan di Indonesia, khususnya yang terkait dengan industri bioetanol (Hoeman, 2008). Tepung biji sorgum mempunyai kandungan tak kalah dengan tepung serealia lain seperti jagung, gandum, dan barley. Biji sorgum mengandung tiga jenis karbohidrat yaitu pati, gula terlarut, dan serat. Kandungan gula terlarut pada sorgum terdiri dari sukrosa, glukosa, fruktosa dan maltosa. Sorgum juga mengandung serat tidak larut air atau serat kasar dan serat pangan, masing-masing sebesar 6,5% - 7,9% dan 1,1% - 1,23%. Kandungan protein pun seimbang dengan jagung sebesar 10,11% sedangkan jagung 11,02%. Begitu pula dengan kandungan patinya sebesar 80,42% sedangkan kandungan pada jagung 79,95% (Deptan, 2013). Batang sorgum oleh tanaman digunakan sebagai penyimpan energi hasil proses fotosintesis, berupa glukosa, sehingga batang sorgum terutama sweet
Universitas Sumatera Utara
sorgum mengandung nira yang manis, menyerupai tebu. Maka nira sorgum dapat digunakan untuk pembuatan etanol, maupun gula (Suparti, dkk, 2012). Tanaman sorgum termasuk tanaman C4. Tanaman C4 umumnya memiliki sel mesofil dan sel seludang berkas (bundle sheath cell) yang keduanya bekerja efektif dalam penambatan CO2. Kondisi ini menguntungkan dalam efisiensi fotosintesis. Sel seludang berkas pada tanaman C4 memiliki lebih banyak kloroplas, mitokondria, dan organel penting dalam proses fotosintesis (Taiz dan Zeiger, 2002). Beberapa karakter penting yang terdapat pada tanaman sorgum menurut SFSA (2003) adalah: (1) menghasilkan akar yang lebih banyak dibandingkan tanaman serealia lainnya, (2) daun mempunyai lapisan lilin dan kemampuan menggulung sehingga meningkatkan efisiensi transpirasi, (3) dapat dorman selama kekeringan dan tumbuh kembali ketika kondisi favorable, (4) tanaman bagian atas (tajuk) akan tumbuh hanya setelah sistem perakaran berkembang dengan baik, (5) mampu berkompetisi dengan bermacam-macam jenis gulma, dan (6) mempunyai laju fotosintesis yang lebih tinggi dibandingkan tanaman serealia lainnya. Menurut Beti, dkk (1990) tantangan pengembangan sorgum meliputi aspek teknologi budidaya dan pascapanen serta jaminan pasar dan permintaan. Walaupun teknologi budidaya sorgum spesifik lokasi belum tersedia, teknologi budidaya sorgum hampir sama dengan jagung, sehingga tantangan yang paling mendasar adalah penyediaan teknologi pasca panen baik primer maupun sekunder serta jaminan pasar dan permintaan.
Universitas Sumatera Utara
Balai penelitian tanaman serealia Indonesia pada tahun 2001 telah melepas dua varietas sorgum unggul baru yaitu Kawali dan Numbu yang berasal dari India. Potensi hasil kedua varietas tersebut masing-masing 4,67 ton/ha dan 5,05 ton/ha dengan rata-rata hasil 0,3 ton/ha dan berumur 90 hari. Varietas Kawali dan Numbu memiliki tangkai yang kompak dan besar, tahan terhadap rebah, penyakit karat serta penyakit bercak daun. Kedua varietas ini ditanam di beberapa daerah antara lain di Demak dan Gunungkidul (Jawa Tengah) serta daerah Bantul, Yogyakarta (Yanuwar, 2002). Panen batang dilakukan pada saat kemasakan optimal, pada umumnya terjadi pada umur 16–18 minggu (112–126 hari), sedangkan biji umumnya matang pada umur 90–100 hari. Oleh karena itu biji dipanen terlebih dahulu (Sumantri, 1993). Syarat Tumbuh Iklim Suhu
optimum
untuk
pertumbuhan
23-30° C dengan kelembaban relatif
sorgum
berkisar
antara
20-40 %. Pada daerah-daerah dengan
ketinggian 800 m dan permukaan laut dimana suhunya kurang dari 20° C, pertumbuhan curah
hujan
tanaman yang
akan
terhambat.
diperlukan
adalah
Selama berkisar
pertumbuhan antara
tanaman,
375-425
mm
(Laimeheriwa, 1990). Tanaman sorgum dapat berproduksi walaupun dibudidayakan di lahan kurang subur, air yang terbatas dan masukan (input) yang rendah, bahkan di lahan berpasir pun sorgum dapat dibudidayakan. Namun apabila ditanam
Universitas Sumatera Utara
pada daerah yang berketinggian diatas 500 m dpl tanaman sorgum akan terhambat pertumbuhannya dan memiliki umur yang panjang (Distan, 2011). Tanah Sorgum dapat bertoleransi pada kisaran kondisi tanah yang luas. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah-tanah berat yang sering kali tergenang. Sorgum juga dapat tumbuh pada tanah-tanah berpasir. Sorgum dapat tumbuh pada pH tanah berkisar 5,0-5,5 dan lebih bertoleransi terhadap salin (garam) tanah dari pada jagung. Tanaman sorgum dapat berproduksi pada tanah yang terlalu kritis bagi tanaman lainnya (Laimeheriwa, 1990). Salah satu yang mendukung pada pengolahan lahan sorgum adalah tanah liat berlempung yang kaya akan humus. Sorgum tidak akan tumbuh dengan baik pada tanah yang tergenang atau pada tanah rawa. Walaupun sorgum lebih mampu bertahan pada kondisi air yang tergenang dibandingkan dengan tanaman jagung namun drainase yang baik lebih cocok untuk pertumbuhannya (Thakur, 1980). Zat Pengatur Tumbuh Dikenal 2 macam hormon tumbuh, yaitu fitohormon, dan zat pengatur tumbuh eksogen yang dibuat oleh manusia (sintesis). Hormon tanaman atau sering disebut oleh para ahli fisiologi tumbuhan sebagai zat pengatur tumbuh tanaman merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah yang relatif kecil (10-6 -10-5 mM) yang disintesis pada bagian tertentu dari tanaman. Pada umumnya zat pengatur tumbuh ini diangkut ke bagian lain tanaman dimana zat tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis (Wattimena, 1988).
Universitas Sumatera Utara
Zat penghambat tumbuh (retardan) merupakan salah satu zat pengatur tumbuh eksogen. Retardan adalah sekelompok senyawa pengatur tumbuh yang dapat menghambat proses fisiologis dan biokimia dalam tubuh tumbuhan (Weaver, 1972). Pemberian zat penghambat tumbuh pada beberapa tanaman, dapat mempengaruhi sifat fisiologis tanaman antara lain menghambat pemanjangan sel pada meristem sub apikal, memperpendek ruas tanaman, mempertebal batang, mencegah kerebahan, menghambat etiolasi, mempertinggi perakaran stek, menghambat
senescence,
memperpanjang
masa
simpan,
meningkatkan
pembuahan, membantu perkecambahan dan pertunasan (Wattimena, 1988). Paclobutrazol Paclobutrazol merupakan salah satu zat penghambat tumbuh dengan rumus kimia (2 RS, 3 RS)-1-(4-klorofenil)-4, 4-dimetil-2-(1H-1, 2,4-Triazole1-il)-pentan-3-ol rumus empirik C15H20ClN3O, atau dikenal dengan nama dagang Cultar, Clipper, Darley atau Goldstar, telah terbukti mempunyai kemampuan
mengatur
partisi
fotosintat
dari
daun
ke
akar,
yang
pengaruhnya dapat menyebabkan induksi pembungaan dan meningkatkan jumlah kuncup, menghambat pecah tunas, juga meningkatkan pembungaan awal (Voon, dkk, 1992). Mekanisme kerja paclobutrazol yaitu menghambat produksi giberelin dengan cara menghambat oksidasi kaurene menjadi asam kaurenat, yang selanjutnya dapat menyebabkan pengurangan kecepatan dalam pembelahan sel, pengurangan pertumbuhan vegetatif dan secara tidak langsung akan mengalihkan
Universitas Sumatera Utara
asimilat
ke
pertumbuhan
reproduktif
untuk
pembentukan
bunga
dan
perkembangan buah (Weaver, 1972). Pengaruh retardan pada tanaman sangat bervariasi. Hal ini disebabkan (1) kemampuan yang berbeda dari daun, batang dan akar pada spesies yang berbeda untuk mengabsorpsi dan translokasi senyawa kimia; (2) adanya mekanisme penonaktifan dalam beberapa spesies; (3) perbedaan pola interaksi retardan dalam tanaman (Menhennet, 1979). Peran fisiologis dari paclobutrazol adalah menekan perpanjangan batang, mempertebal batang, mendorong pembungaan, mendorong pembentukan pigmen (klorofil, xantofil, antocyanin), mencegah etiolasi, mempertinggi perakaran stek, menghambat senescence, memperpanjang umur panen bahan segar (bunga, buah, sayur), tahan terhadap stress, dan mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh polutan udara seperti O3 (ozon) dan SO2 (Cathey, 1975). Penghambatan pertumbuhan yang diakibatkan oleh aplikasi paclobutrazol muncul karena komponen kimia yang terkandung dalam paclobutrazol menghalangi tiga tahapan untuk produksi giberelin pada jalur terpenoid dengan cara menghambat enzim yang mengkatalisasi proses reaksi metabolis. Salah satu fungsi utama dari giberelin adalah untuk menstimulasi perpanjangan sel. Ketika produksi giberelin dihambat, pembelahan sel tetap terjadi namun sel-sel baru tidak mengalami pemanjangan. Hasilnya adalah terbentuknya cabang dengan panjang buku lebih pendek. Perlakuan paclobutrazol juga meningkatkan produksi asam absisat dan klorofil pada tanaman (Chaney, 2004).
Universitas Sumatera Utara