TINJAUAN PUSTAKA
Tanah Ultisol Kata Ultisol berasal dari bahasa latin “ultimus” yang berarti terakhir atau pada kasus-kasus ultisol, tanah yang mengalami pelapukan terbanyak dan hal tersebut memperlihatkan pengaruh pencucian paling akhir. Terdapat kejenuhan aluminium yang tinggi (Foth, 1995). Menurut Soil Survey Staff (2014) menyebutkan bahwa tanah ultisol mempunyai horizon argilik atau horizon kandik, dengan kejenuhan basa (jumlah kation) kurang dari 35 % pada horizon tanah yang lebih rendah. Ultisol mempunyai kendala dalam pemanfaatannya seperti kemasaman tanah, kejenuhan Al-dd yang tinggi, kapasitas tukar kation dan kejenuhan basabasa yang rendah serta kadar mineral lapuknya yang sangat rendah. Hal ini dikarenakan tingkat pelapukan dan pembentukan ultisol berjalan lebih cepat pada daerah-daerah beriklim humid dengan suhu tinggi dan curah hujan yang tinggi. Sehingga tanah mengalami proses pencucian yang sangat intensif (Munir, 1995). Sedangkan sifat kimia yang terdapat pada tanah ultisol yakni kemasaman (pH) kurang dari 5,5, kandungan bahan organik rendah sampai sedang, kejenuhan basa kurang dari 35%, serta kapasitas tukar kation kurang dari 24 me/100 gram liat. Tingkat pelapukan dan pembentukan ultisol berjalan lebih cepat pada daerahdaerah yang beriklim humid dengan suhu tinggi dan curah hujan tinggi (seperti halnya di Indonesia), ini berarti ultisol merupakan tanah yang telah mengalami proses pencucian sangat intensif, hal ini yang menyebabkan ultisol mempunyai kejenuhan basa rendah. Selain itu, ultisol juga memiliki kandungan Al-dd yang tinggi (Munir, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Reaksi tanah ultisol umumnya masam hingga sangat masam (pH 3 – 5). Kapasitas tukar kation pada tanah ultisol tergolong rendah yaitu berkisar 6,10 – 6, 80 cmol/kg. Pada pH rendah (< 5.0) ketersedian P bermasalah dari bentuk tersedia menjadi tidak tersedia. Pada tanah masam kelarutan logam seperti Al, Fe, dan Mn sangat tinggi. Permasalahan kemasaman tanah pada tanah ultisol menyebabkan unsur hara makro seperti Fosfor (P) menjadi tidak tersedia bagi tanaman (Damanik dkk, 2010). Dari data analisis tanah ultisol dari berbagai wilayah di Indonesia, menunjukkan bahwa kandungan bahan organik lapisan atas tipis (8 - 12 cm), umumnya rendah sampai sedang. Rasio C/N tergolong rendah (5 - 10). Selain kandungan P, kandungan N juga relatif rendah, kandungan P-potensial yang rendah dan K-potensial yang bervariasi sangat rendah sampai rendah, baik lapisan atas maupun lapisan bawah. Jumlah basa-basa tukar rendah, kandungan K-dd hanya berkisar 0-0,1 me/100 g tanah (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Kemasaman dan kejenuhan Al yang tinggi dilaporkan sebagai penyebab utama pertumbuhan buruk dan produksi rendah Tanah mineral masam ultisol yang
didalamnya terdapat mineral liat kaolinit, yang tersusun atas ion Al dan Si, sehingga dengan berjalannya terus proses mineralisasi maka ion Al3+ akan terlepas dan keberadaanya dalam larutan tanah dapat menurunkan pH tanah. (Hutagaol, 2003).
Peran Al dapat ditukar pada tanah ultisol sangat penting, karena pada tanah - tanah tersebut sering ditemukan kejenuhan Al nisbi yang tinggi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ultisol mempunyai kejenuhan Al yang lebih tinggi dari pada tanah - tanah yang lain, bahkan bisa mencapai lebih dari 85 %. Di dalam
Universitas Sumatera Utara
tanah Al-dd akan mengendap pada pH antara 5,5 sampai 6,0 sehingga pada tanah-tanah yang mempunyai pH lebih besar dari 6,0 kandungan Al-dd dan kejenuhan
Al
nisbi
rendah
bahkan
peranannya
dapat
diabaikan
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Bahan Organik Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang atau dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air. Bahan organik yang mengandung sejumlah unsur hara akan menyumbangkan unsur hara tersebut apabila bahan organik tersebut mengalami proses dekomposisi di dalam tanah. Proses mineralisasi bahan organik yang terus bejalan menyebabkan jumlah bahan organik semakin berkurang di dalam tanah (Darmosarkoro dan Winarna, 2001). Bahan organik merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme dalam tanah. Mikroorganisme akan mendekomposisi bahan organik jika faktor lingkungan mendukung terjadinya proses tersebut sehingga senyawa kompleks akan menjadi senyawa sederhana. Hasil dekomposisi berupa senyawa lebih stabil yang disebut humus. Makin banyak bahan organik maka akan semakin banyak pula populasi jasad mikro dalam tanah (Suhardjo dkk, 1993). Bahan organik penting artinya bagi kesuburan tanah. Peranannya yang terpenting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis dan dapat membuat unsur hara dari bentuk tak tersedia menjadi bentuk lebih tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Penambahan bahan organik akan menyumbangkan berbagai unsur hara terutama unsur hara makro N, P, K, serta unsur hara mikro lainnya, hormon pertumbuhan tanaman, meningkatkan kapasitas menahan air, dan
Universitas Sumatera Utara
meningkatka
aktivitas
organisme
tanah
pada
semua
jenis
tanah
(Damanik dkk, 2010). Pelapukan bahan organik akan menghasilkan asam humat, asam vulvat, serta asam-asam organik lainnya. Asam-asam itu dapat mengikat logam seperti Al dan Fe sehingga pengikatan P dikurangi dan P lebih tersedia. Asam-asam itu dapat mengikat logam seperti Al dan Fe yang dapat mengurangi kemasaman tanah, semakin tinggi jumlah asam-asam organik tanah yang dihasilkan dari proses mineralisasi bahan organik maka pengikatan logam-logam Al dan Fe semakin meningkat (Hakim, 2008). Bahan organik memiliki kandungan karbon (C) yang dapat mencapai sekitar 48%-58% dari berat total bahan organik. Bahan organik berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan bobot kering tanaman karena bahan organik yang ditambahkan kedalam tanah mengandung karbon yang tinggi dimana pengaturan jumlah karbon berhubungan dengan nutrisi lain di dalam tanah, sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah dan penggunaan hara secara efisien bagi tanaman (Hanafiah, 2009). Pemberian
kompos
dapat
meningkatkan
produksi
tanaman
dan
memperbaiki sifat-sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Pupuk organik yang diaplikasikan ke lahan akan mengalami dekomposisi secara lambat dan melepaskan unsur-unsur hara yang diperlukan tanaman seperti N, P dan K serta unsur-unsur hara makro dan mikro lainnya. Penambahan bahan organik seperti kompos kedalam tanah juga akan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan meningkatkan KTK tanah (Clemente et al, 2013).
Universitas Sumatera Utara
Kompos Tithonia diversifolia Tithonia diversifolia merupakan tanaman yang banyak tumbuh sebagai semak di pinggir jalan, tebing, dan sekitar lahan pertanian. Tanaman ini telah menyebar hampir di seluruh dunia, dan sudah dimanfaatkan sebagai kompos oleh petani
di
Kenya,
namun
di
Indonesia
belum
banyak
dimanfaatkan
(Hartatik, 2007). Penambahan pupuk organik berupa kompos Tithonia diversifolia pada tanah dimaksudkan untuk meningkatkan kandungan unsur hara, serapan air tanah dan
mengurangi
run
off
yang
mengakibatkan
erosi
tanah.
Kompos
Tithonia diversifolia menggandung unsur hara yang tinggi terutama N, P, K, yaitu 3,5% N ; 0,38% P ; dan 4,1% K yang berfungsi untuk meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd serta meningkatkan kandungan unsur hara mikro seperti Ca dan Mg tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah/produktivitas lahan (Jama, 2000). Penelitian di sebuah usahatani, pupuk hijau dari tanaman tithonia diterapkan dengan pemberian 5, 10 dan 20 ton/ha ke tanah yang ditanami jagung. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan produksi jagung pada lahan yang diberikan tithonia. Tanah yang diberikan pupuk TSP berhasil hanya 250-300 kg/Ha lebih tinggi daripada kontrol. Sedangkan pada tanah yang diaplikasikan tithonia atau lantana, menghasilkan jagung lebih dari 1.000 kg/Ha lebih tinggi daripada kontrol. Kesimpulan unggul yang lain yaitu setelah diterapkan, sisa atau pengaruh kelanjutan pemindahan biomasa ternyata meningkatkan hasil pada musim tanaman ketiga setelah penerapan (Wanjau dkk, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Konsentrasi fosfor di daun tithonia sangat tinggi (0,27 - 0,38% P). Jumlah P di daun tithonia lebih tinggi daripada tingkat yang ditemukan di tumbuhan polong yang biasanya digunakan di pertanian maupun pada hutan dan perkebunan, yang hanya sebesar 0,15 - 0,20%
fosfor (Wanjau, dkk, 2002).
Pemberian tithonia pada tanah ultisol dapat mensubstitusi N, P dan K , meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd, serta meningkatkan kandungan hara P, Ca, dan Mg tanah. (Hartatik, 2007). Kompos Kulit Durian Kulit buah durian merupakan bahan organik yang sangat mudah diperoleh dikarenakan produksi buah durian yang tinggi khususnya di Sumatera Utara. Produksi yang tinggi pada buah durian juga menghasilkan limbah kulit durian yang tinggi. Hal ini apabila tidak dipergunakan atau dimanfaatkan maka berpotensi sebagai pencemar lingkungan, sehingga dijadikan alternatif sebagai pupuk organik yang diharapkan berguna bagi tanaman, dan dapat memperbaiki sifat kimia tanah (Hutagaol, 2003). Produksi buah durian di Sumatera Utara menurut data Kementrian Pertanian, pada tahun 2014 adalah sebesar 147.503 ton dan cenderung meningkat sepanjang tahun. Dari buah durian ini diperoleh kulit durian sebesar 62,4% dan inilah
yang
akan
menjadi
limbah
kota
apabila
tidak
dimanfaatkan
(Kementerian Pertanian, 2015). Peningkatan pH tanah yang disebabkan oleh pemberian kompos disebabkan oleh kandungan basa basa kompos yang sangat tinggi sehingga menyebabkan peningkatan pH yang sangat jelas. Peningkatan basa basa ini juga menyebabkan ketersediaan hara bagi pertumbuhan tanaman. Akibat langsung atau
Universitas Sumatera Utara
tidak langsung dari peningkatan pH tanah adalah terjadinya peningkatan ketersediaan P pada tanah tersebut. Penambahan kompos limbah kota seperti kompos kulit buah durian dan kompos kulit buah kakao juga menyebabkan Al-dd menurun dengan jelas (Anas, 2000). Penggunaan kompos kulit durian telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya seperti Hutagaol (2003) yang melakukan percobaan pemberian kompos kulit durian pada 3 taraf (0 g, 3,75 g, dan 7,5 g) dan kapur dolomit. Hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan kompos kulit durian dan dolomit berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan pH tanah, P-tersedia, kapasitas tukar kation (KTK), dan penurunan Al-dd tanah. Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong kelapa sawit. Setiap ton tandan buah segar (TBS) yang diolah di pabrik akan menghasilkan 220 kg TKKS, 670 kg limbah cair, 120 kg serat mesocarp, 70 kg cangkang, dan 30 kg palm kernel cake. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) merupakan bahan organik yang mengandung 42.8% C, 2.90% K2O, 0.80% N, 0.22% P2O5, 0.30% MgO dan unsur-unsur mikro antara lain 10 ppm B, 23 ppm Cu, dan 51 ppm Zn. Setiap ton TKKS mengandung unsur hara yang setara dengan 3 kg urea, 0.6 kg Rock Phospate, 12 kg MOP, dan 2 kg Kieserit (Darmosarkoro dan Winarna, 2001). Kompos tandan kosong kelapa sawit yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit merupakan sumber hara yang potensial yang berfungsi sebagai bahan pembenah tanah karena tingginya kandungan karbon yang terdapat dalam bahan organik. Selain itu, kompos dari tandan kosong kelapa sawit juga memiliki pH
Universitas Sumatera Utara
yang tinggi (mencapai pH 8) sehingga berpotensi sebagai bahan pembenah kemasaman tanah. Kompos TKKS mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) yang cukup tinggi (>66,1 me/100g) (Darmosarkoro dan Winarna, 2001). Dalam proses pembuatan kompos pupuk organik ini memerlukan waktu yang sangat lama karena sifat kimia dan fisika tersebut yang berkaitan dengan tingginya kandungan lignoselulosa, hemiselulosa dan lignin masing-masing sebesar 45,95%, 22,84%, dan 16,45% dasar kering. Penambahan bahan organik berupa kompos tandan kosong kelapa sawit kedalam tanah rata-rata kandungan C-organik tanah meningkat sekitar 28-54% (Anas, 2000). Menurut literatur Sutarta et al, (2001) bahwa aplikasi TKS dengan berbagai dosis tanpa maupun dengan tambahan pupuk organik secara nyata meningkatkan perubahan sifat kimia yaitu pH, C-organik, N-Total, P-tersedia, KTK dan kejenuhan basa. Sedangkan kadar Al tertukar dalam tanah dengan aplikasi tandan kosong kelapa sawit ini mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi tandan kosong kelapa sawit disamping memperbaiki sifat kimia tanah dan dapat menekan Al bebas (Al-dd). Tandan kosong kelapa sawit sebagai sumber bahan organik dapat mengikat Al sehingga berbentuk ikatan Al-organik. Al tersebut akan menurunkan Al tertukar dan meningkatkan pH tanah. Pupuk Kandang Ayam: Pupuk kandang ayam adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak ayam yang memiliki kandungan unsur hara P2O5 (%) paling banyak dibandingkan pupuk kandang lainnya. Kandungan unsure hara P2O5 pada hewan ternak
sebesar
16
%
lebih
besar
dari
pada
hewan
yang
lainnya.
(Rosmarkan dan Yuwono, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Pupuk kandang memang dapat menambah tersedianya bahan makanan (unsur hara) bagi tanaman yang dapat diserapnya dari dalam tanah. Selain itu, pupuk kandang ternyata mempunyai pengaruh yang positif terhadap sifat fisik dan kimia tanah, mendorong kehidupan (perkembangan) jasad renik. Dengan kata lain pupuk kandang mempunyai kemampuan mengubah berbagai faktor dalam tanah, sehingga menjadi faktor yang menjamin kesuburan tanah (Simangunsong, 2006). Pupuk kandang mengandung unsur hara makro juga mengandung unsur hara mikro yang semua membentuk pupuk, menyediakan unsur atau zat makanan bagi kepentingan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk kandang memiliki sifat yang lebih baik dibandingkan pupuk alam lainnya maupun pupuk buatan. Walaupun cara kerjanya kalau dibandingkan dengan cara kerja pupuk buatan dapat dikatakan lambat karena harus mengalami proses perubahan terlebih dahulu sebelum dapat diserap oleh tanaman (Sastrosupadi dan Santoso, 2005). Menurut hasil penelitian Sastrosupadi dan Santoso (2005) pupuk kandang ayam memiliki kandungan N yang cukup tinggi dibandingkan dengan kotoran hewan ternak besar dengan kadar hara tiap tonnya yaitu 65,8 kg N /ton , 13,7 kg P/ton dan 12,8 kg K/ton. Sedangkan hewan ternak besar dengan bobot kotoran yang sama mengandung 22 kg N/ ton, 2,6 kg P/ton dan 13,7 kg K/ton. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Kasno (2009) yang mengemukakan bahwa pupuk kandang ayam mengandung nitrogen tiga kali lebih besar dari pada pupuk kandang yang lainnya. Lebih lanjut dikemukakan kandungan unsur hara dari pupuk kandang ayam lebih tinggi karena bagian cair (urin) bercampur dengan bagian padat.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian Simangunsong (2006) menyatakan bahwa perlakuan interaksi pemberian pupuk kandang ayam berbeda sangat nyata dalam meningkatkan serapan P, berat kering atas tanaman, berat kering bawah tanaman. Hal ini dikarenakan pupuk kandang ayam dapat memperbesar ketersedian P tanah melalui dekomposisi yang menghasilkan asam organik di dalam tanah. Asam tersebut menghasilkan ion yang dapat memutuskan ikatan antara P dengan unsur Al, Fe dan Mn sehingga P menjadi tersedia. Sutejo (2002) mengemukakan bahwa pupuk kandang ayam mengandung nitrogen tiga kali lebih besar dari pada pupuk kandang lainnya serta kandungan P dan K yang lebih tinggi dibanding pupuk kandang lainnya. Lebih lanjut dikemukakan kandungan unsur hara dari pupuk kandang ayam lebih tinggi karena bagian cair (urine) bercampur dengan bagian padat. Berikut kandungannya lebih rinci disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan unsur hara beberapa jenis pupuk kandang Jenis ternak N (%) P2O5 (%) K2O (%) Ayam
2,6
2,9
3,4
Sapi 1,3 1,2 Kuda 1,4 1,2 Domba 1,6 1,3 Sumber : Rosmarkam dan Yuwono (2002)
1,3 1,3 1,2
Reaksi Tanah Reaksi tanah tanah dapat mempengaruhi ketersediaan hara tanah dan bisa menjadi faktor yang berhubungan dengan kualitas tanah. Reaksi tanah (pH) sangat penting dalam menentukan aktivitas dan dominasi mikroorganisme tanah yang berhubungan dengan proses-proses yang sangat erat kaitannya dengan siklus hara, penyakit tanaman, dekomposisi dan sintesa senyawa kimia organik dan transpor gas ke atmosfir oleh mikroorganisme, seperti metan ( Sudaryono, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Permasalahan di tanah ultisol karena tingkat pelapukan lanjut dan basabasanya tercuci sehingga tanah bereaksi masam dan memiliki kejenuhan Al yang tinggi. Reaksi tanah yang masam menyebabkan ketersediaan P rendah yang disebabkan P terfiksasi liat, Al dan Fe membentuk Al-P dan Fe-P yang sukar larut sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman( Sudaryono, 2009). Peran Al dapat ditukar pada tanah ultisol, oxisol dan alfisol sangat penting, karena pada tanah - tanah tersebut sering ditemukan kejenuhan Al nisbi yang tinggi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ultisol mempunyai kejenuhan Al yang lebih tinggi daripada tanah - tanah yang lain,bahkan bisa mencapai lebih dari 85%. Didalam tanah, Al-dd akan mengendap pada pH antara 5,5 sampai 6,0, sehingga pada tanah - tanah yang mempunyai pH lebih besar dari 6,0 kandungan Al-dd dan kejenuhan Al nisbi rendah bahkan peranannya dapat diabaikan (Munir, 1996). Bahan organik sangat berperan dalam memperbaiki sifat kimia dan juga dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Bahan organik juga sangat berperan dalam pembebasan P-fiksasi oleh senyawa Al dan Fe. Asam - asam organik yang dilepaskan mampu mengikat ion logam seperti Al dan ion Fe di dalam tanah, kemudian membentuk senyawa kompleks yang sukar larut, serta peningkatan pH tanah. Senyawa - senyawa termasuk asam humat dan fulvat mampu membentuk kompleks dengan ion-ion logam (Tan, 1991). Hidrogen (H) merupakan bagian penting setiap asam. Pada tanah asam, Hidrogen bergabung dipermukaan partikel halus liat dan humus, disebut koloid. Fraksi permukaan yang bergabung dengan H yang menentukan intensitas keasaman. Koloid tidak membentuk larutan asli didalam air, seperti gula dan
Universitas Sumatera Utara
garam, melainkan membentuk suspensi yang lebih atau kurang stabil; contohnya air lumpur. Bila bergabung dengan H, koloid dapat bersifat tak terlarut (Harada dan Inoko, 2012). Nitrogen dalam Tanah Tanaman menyerap nitrogen terutama dalam bentuk NH4+ dan NO3-. Ion-ion didalam tanah berasal dari pupuk-pupuk yang ditambahkan serta dekomposisi bahan organik. Jumlahnya tergantung dari jumlah pupuk yang diberikan dan kecepatan dekomposisi dari bahan-bahan organik tersebut. Jumlah yang dibebaskan dari bahan organik sangat ditentukan oleh keseimbangan antara faktor-faktor yang mempengaruhi mineralisasi dan immobilisasi serta kehilangan dari lapisan tanah (Hakim et al, 2008). Kadar N anorganik pada tanah yang ditambahkan bahan organik lebih besar dibandingkan dengan tanah tanpa penambahan bahan organik menunjukan adanya proses atau reaksi mineralisasi atau adanya penambahan N anorganik hasil pelapukan bahan organik (Yu et al, 2011). Apabila tanah yang ditambah bahan organik terjadi penurunan N organik apabila dibandingkan dengan tanah tanpa penambahan bahan organik menunjukan terjadinya immobilisasi atau pengambilan N anorganik oleh mikroorganisme tanah (Mukhlis dan Fauzi, 2003). Menurut Damanik (2010) bahwa pelepasan N dari bahan organik tergantung pada sifat fisik, kimia bahan organik, kondisi lingkungan dan komunitas organisme perombak. Terhambatnya pelepasan N mungkin disebabkan oleh tingginya rasio C/N bahan organik dengan immobilisasi N mikrobia yang terikat. Saat immobilisasi, N tersedia yang ada sebelumnya
di dalam tanah
Universitas Sumatera Utara
diambil mikroorganisme untuk mencukupi kebutuhannya, karena tidak tercukupi dari bahan organik yang dirombak sehingga keberadaan N tersedia tanah menjadi sangat sedikit/kurang bagi kebutuhan tanaman, yang akan menyebabkan tanaman kekurangan nitrogen. Bahan organik merupakan sumber nitrogen yang utama di dalam tanah. Unsur hara N tidak diperoleh dari hasil pelapukan batuan, melainkan sumber utama N berasal dari hasil dekomposisi bahan organik. Selain unsur N, hampir semua unsur hara seperti P, K, Ca dan S serta unsur hara mikro diperoleh dari pelapukan bahan organik (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Fosfor Dalam Tanah Fosfor (P) tersedia dalam tanah terdapat dalam tiga bentuk yaitu H2PO4-, HPO42-, dan PO43-, dan umumnya diserap tanaman dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO42-). Bentuk yang paling dominan dari ketiga fosfat tersebut dalam tanah bergantung pada pH tanah. Pada pH tanah yang rendah, tanaman lebih banyak menyerap ion ortofosfat primer, dan pada pH yang lebih tinggi ion ortofosfat sekunder yang lebih banyak diserap tanaman (Hanafiah, 2005). Fosfor organik mengandung senyawa yang berasal dari tanaman dan mikroorganisme yang tersusun dalam asam nukleat dan fosfolipid. Bentuk fosfor anorganik tanah lebih sedikit dan sukar larut, (Rao, 1994). Fungsi dari fosfor bagi tanaman adalah sebagai berikut : (1) dapat mempercepat pertumbuhan akar tanaman (2) mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada umumnya (3) mempercepat pembungaan dan pemasakan buah biji atau gabah (4) dapat meningkatkan produksi biji-bijian.
Universitas Sumatera Utara
Bahan organik baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi ketersediaan hara bagi tanaman. Hasil pelapukannya disamping mengandung unsur N, P, K juga mengandung unsur hara lainnya yang sangat dibutuhkan oleh tanaman walaupun dalam jumlah kecil (Roy et al, 2014) Kasno (2009) berpendapat secara umum, bahwa bahan organik memperbesar ketersediaan P melalui dekomposisinya yang menghasilkan asamasam organik dan CO2. Gas CO2 larut dalam air membentuk asam karbonat yang mampu melapukkan beberapa mineral tanah ataupun kompos. Dekomposisi bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan posfat melalui dekomposisinya dengan terbentuk P-humik yang mudah diambil oleh tanaman. Juga menghasilkan asam-asam organik seperti asam sitrat, asam oksalat, asam tartarat, asam malat, dan asam melanolat. Asam-asam organik tersebut dapat melarutkan ikatan P pada mineral tanah atau bahan organik sehingga ketersediaanya meningkat (Suhardjo et al, 1993). K-Tukar Tanah Kalium tanah yang cukup merupakan syarat untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit tertentu, di samping mendorong perkembangan akar. Tanaman defisiensi kalium menunjukkan kekeringan mulai ujung daun paling tua (bawah), meluas sepanjang pinggir, disertai khlorotik bagian tengah. Hampir semua tanah kecuali bertekstur berpasir, mengandung K-total yang tinggi. Meskipun K dipegang kompleks jerapan tanah, namun sedikit yang dapat dipertukarkan. Dengan demikian, proporsi terbesar adalah tidak larut atau relatif tidak tersedia. Kalium tersedia hanya 1 hingga 2 persen dari total kalium tanah mineral (Kasno, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Kebanyakan kalium merupakan bagian kompleks mineral tanah yang sedikit demi sedikit larut dalam air tanah, asam karbonat, atau asam-asam lain. Kemudahan pelepasan K tergantung pada kompleks mineraltanah dan intensitas perombakan. Sebagai contoh, perombakan kalium feldspar menghasilkan mineral liat Kaolinit dan Ilit, silikat, dan K-hidroksida (Sutarta et al, 2001). Kalium termasuk unsur mobil sehingga mudah mengalami pencucian bila kondisi memungkinkan pergerakannya. Sifat mobilitas K ini berhubungan berhubungan
dengan
kemudahan
pertukaran
dengan
kation
lain
dan
ketersediaannya bagi tanaman. Tingkat pencucian K tinggi merupakan penyebab utama defisiensi K pada tanah-tanah masam. Salah satu usaha mengefisienkan penggunaan K yaitu mengatur cara dan waktu pemberian pupuk yang tepat. Hal ini merupakan alasan mengapa K diberikan lebih dari satu kali (split application) selama masa tanam. Tanah ultisol merupakan tanah yang memiliki nilai K-dd yang berkisar sedang, berdasarkan hasil analisis tanah RISPA (Riset dan Penelitian) tahun 1975 pada tanah ultisol Simalingkar B mempunyai kriteria N (%) = 0,15 (agak rendah), P-Tersedia (ppm) = 18,35 (sedang), K-Tukar (me/100g) = 0,68 (sedang).
Universitas Sumatera Utara