8
TINJAUAN PUSTAKA Hubungan Antar Manusia Hubungan antar manusia (Human Relations) adalah hubungan kemanusiaan yang harmonis, tercipta atas kesadaran dan kesediaan melebur keinginan individu demi terpadunya kepentingan bersama (Hasibuan, 2005). Tujuannya adalah menghasilkan integrasi yang cukup kukuh, mendorong kerjasama yang produktif dan kreatif untuk mencapai sasaran bersama. Hubungan antar manusia (Human Relations) akan tercipta serta terpelihara dengan baik, jika ada kesediaan melebur sebagian keinginan individu demi tercapainya kepentingan bersama yang didasarkan atas saling pengertian, harga menghargai, hormat menghormati, toleransi menghargai pengorbanan dan peranan yang diberikan setiap individu anggota kelompok/karyawan. Untuk jelasnya pengintegrasian dan terciptanya hubungan dapat digambarkan skema sebagai berikut :
Gambar 1. : Hubungan Antar Manusia Penjelasan : a. Lingkaran I adalah kepentingan-kepentingan organisasi dan untuk inilah organisasi didirikan oleh pimpinan. b. Lingkaran II adalah keinginan-keinginan individu karyawan dan untuk inilah karyawan bersedia bekerja pada organisasi. c. Bagian A adalah kepentingan-kepentingan organisasi yang dilebur oleh atas kesediaan pimpinan (benefit and service) demi tujuan bersama. d. Bagian C adalah keinginan-keinginan individu karyawan yang dilebur atas kesediaan dari karyawan demi tujuan bersama.
9
e. Bagian B adalah pernyataan kepentingan organisasi dan keinginan individu karyawan yang harus dilakukan secara bersama. f. Semakin besar kemauan melebur kepentingan dan keinginan anggota organisasi, semakin baik hubungan antar manusia di dalam organisasi tersebut untuk mencapai tujuan bersama. g. Jika hubungan antar manusia didalam organisasi semakin serasi, tujuan bersama akan lebih mudah dicapai dengan hasil yang lebih memuaskan. Menurut Effendy (1993) pengertian “human relations” dalam arti luas maupun sempit : Hubungan antar manusia (human relations) dalam arti luas adalah komunikasi persuasif yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain secara tatap muka dalam segala situasi dan dalam semua bidang kehidupan, sehingga menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan hati pada kedua belah pihak. Jadi human relations dalam arti luas dilakukan dimana saja. Hubungan antar manusia (human relations) dalam arti sempit adalah komunikasi persuasif yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain secara tatap muka dalam situasi kerja (work situation) dan dalam organisasi kekaryaan (work organization) dengan tujuan untuk menggugah kegairahan dan kegiatan bekerja dengan semangat kerja sama yang produktif dengan perasaan bahagia dan puas hati. Sedang tujuannya adalah untuk menggiatkan seseorang (orang-orang) bekerja dengan semangat kerjasama, produktif, dengan hati puas dan senang. Dari definisi diatas kiranya dapat diuraikan bahwa tujuan kegiatan “hubungan manusiawi “ adalah untuk menumbuhkan gairah kerja dan kerjasama yang baik untuk mencapai hasil yang semaksimal mungkin. Oleh karena itulah, Maier (Effendy, 1993) menyatakan : Dengan Human relations dapat diusahakan untuk menghilangkan rintangan-rintangan komunikasi, mencegah salah pengertian dan mengembangkan segi konstruktif sifat tabiat manusia, sehingga dengan adanya human relations ini maka para pegawai sebagai petugas pelaksana tugas digairahkan dan digerakan kearah yang lebih baik. Selanjutnya Effendy (1993) menyatakan, dipandang dari sudut pemimpin yang bertanggung jawab untuk memimpin suatu kelompok, hubungan antar
10
manusia adalah interaksi orang-orang yang menuju suatu situasi kerja yang memotivasikan mereka untuk bekerja sama secara produktif maupun sosial. Jelas bahwa ciri khas hubungan antara personalia yang sifatnya manusiawi. Manusia yang berinteraksi itu terdiri dari jasmani dan rohani, yang beraksi dan berbudi, yang selain merupakan makhluk pribadi juga makhluk sosial, maka dalam melakukan hubungan manusiawi harus memperhitungkan diri manusia dengan segala kompleksitasnya itu. Musanef
(1998) menyatakan bahwa tidak dapat disangkal adanya kenyataan
dalam praktek bahwa untuk sebagian kegagalan yang dialami oleh pimpinan dalam suatu usaha yang baik dalam instansi pemerintah maupun swasta disebabkan oleh tidak dijalankannya suatu “hubungan manusiawi” yang baik antara keseluruhan orang-orang dalam organisasi yang bersangkutan, yang mengakibatkan ketimpangan dan tidak adanya keharmonisan dalam menanggapi kebijaksanaan- kebijaksanaan pimpinan dan akhirnya timbulah sabotase dan rasa enggan untuk bertanggung jawab dari pegawai-pegawainya. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan “hubungan antar manusia” maka : 1. Dapat diusahakan untuk menghilangkan rintangan-rintangan komunikasi. 2. Mencegah salah pengertian yang dapat menimbulkan kesimpangsiuran. 3. Mengembangkan segi konstruktip sifat tabiat manusia. 4. Menciptakan keharmonisan dalam menanggapi kebijaksanaan-kebijaksanaan pimpinan. 5. Mencegah timbulnya sabotase atau rasa enggan untuk bertanggung jawab dari pegawai bawahannya. Adapun dasar pemikiran “hubungan manusiawi” seabagai metode yang penting untuk mengadakan kerjasama, adalah karena di dalam setiap usaha kerjasama terdapat sebagian individu yang berbeda. Oleh karena itu di dalam organisasi, dimana titik sentral “hubungan manusiawi”, maka karyawan itu harus ditinjau dari segi individu dalam kelompok. Siagian (1986) menyebutkan “hubungan manusiawi” adalah keseluruhan rangkaian hubungan, baik yang bersifat formal antara atasan dengan bawahan, atasan dengan atasan serta bawahan dengan bawahan yang laian yang harus dibina
11
dan dipelihara sedemikian rupa sehingga tercipta suatu team work dan suasana kerja yang intim dan harmonis dalam rangka pencapaian tujuan. Kemudian untuk melengkapi pengertian “hubungan antar manusia” yang lebih dikemukakan, berikut adalah : Dari sudut pandangan yang terbatas, “hubungan antar manusia” sebagai suatu bidang kegiatan manusia untuk pengintegrasian orang-orang kedalam suatu suasana kerja sedemikian rupa sehingga secara produktif, koperatif dan dengan menimbulkan kepuasan ekonomi, psikologis dan sosial. Dari beberapa definisi diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa diantara para ahli terdapat adanya persamaan pendapat yakni adanya hubungan yang harmonis antara bawahan dengan bawahan, antara bawahan dengan atasan. Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa disamping persamaan-persamaan yang ada diantara definisi tersebut diatas, juga terdapat adanya perbedaanperbedaan ini adalah dalam bidang pemakaian istilah saja, akan tetapi tujuan” hubungan antar manusia” dalam arti sempit dimaksudkan untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan serasi dengan rekan-rekan pegawai lainnya dan dengan pimpinannya sehingga terbina hubungan kerja yang tinggi dan bentuk kerja sama yang rapi dan saling menguntungkan.
Kecakapan dan Kegiatan-kegiatan Hubungan Antar Manusia Kecakapan dan pengetahuan yang dibawa oleh pekerja ke tempat kerja sering tidak menjamin bahwa ia akan bekerja dengan baik, selektif dan produktif. Mungkin pimpinan atau para pimpinan dalam organisasi itu masih perlu kesediaannya untuk mengerjakan pekerjaannya dengan tekun, rajin dan bergairah, tidak malas serta membuang waktu secara percuma. Setiap pekerja mempunyai sifat, sikap dan tingkah laku yang berbeda dan ini dipertemukan dalam suatu organisasi, dalam suasana kerja sama sifat, sikap dan prilaku yang berbeda tersebut harus dapat dipadu menjadi suatu kekuatan kerja sama yang ampuh dan tangguh, berjalan searah, sesama menuju pencapaian tujuan organisasi, kerja. Untuk tercapainya tujuan itu maka perlu diadakan suatu pendekatan, yaitu dengan “hubungan antar manusia”. Agar maksud dan tujuan “hubungan antar manusia” tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka perlu
12
menerapkan atau memperhatikan prinsip-prinsip “hubungan antar manusia” itu sendiri. Sepuluh prinsip “hubungan antar manusia” yang sering disebut dengan istilah “The Ten Commandement of Human Relations”. Selanjutnya
Siagian
(1986). Sepuluh prinsip tersebut adalah : 1. Harus ada sinkronasi antara tujuan organisasi dengan tujuan-tujuan individu didalam organisasi tersebut. 2. Suasana kerja yang menyenangkan 3. Informalitas yang wajar dalam hubungan kerja. 4. Manusia bawahan bukan mesin 5. Kembangkan kemampuan sampai tingkat yang maksimal 6. Pekerjaan yang menarik dan pentuh tantangan. 7. Pengakuan dan penghargaan atas pelaksanaan tugas dengan baik. 8. Alat perlengkapan yang cukup. 9. “The Right Man in The Right Place” 10. Balas jasa harus setimpal dengan jasa yang diberikan. Kegiatan “hubungan antar manusia” adalah motivasi, bagaimana motivasi para karyawan untuk bekerja secara memuaskan untuk dapat mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas para karyawan dalam bekerjasama dalam rangka menuju sasaran yang telah direncanakan, dalam hal ini komunikasi memegang peranan penting. Memotivasi
dan
berkomunikasi
merupakan
kegiatan
“hubungan
manusiawi” yang pokok disamping kegiatan atau aspek lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Devis (Effendy, 1993) yang menyatakan bahwa : Dipandang dari sudut pemimpin yang bertanggung jawab untuk memimpin suatu kelompok hubungan antar manusia adalah interaksi orang-orang yang menuju suatu kerja yang memotivasikan mereka untuk bekerja sama untuk produktif dengan perasaan puas baik ekonomis, psikologis, maupun sosial.
13
Komunikasi Organisasi Salah satu faktor yang amat menentukan dalam proses manajemen dan kepemimpinan adalah komunikasi. Dalam komunikasi itulah dapat diwujudkan hubungan dalam lingkungan organisasi dan hubungan ke luar. Komunikasi merupakan salah satu aspek terpenting dalam aktivitas manajerial. Tanpa komunikasi yang baik, lingkungan organisasi akan menjadi kaku dan beku (Statis) dan dengan pihak luar akan terpencil. Oleh karena hakekat manajemen dan kepemimpinan adalah untuk mencapai tujuan tertentu melalui kerja sama dengan orang lain, maka sudah tentu diantara Manusia-manusia yang bekerja sama itu harus ada komunikasi. Kerjasama itu tidak akan mungkin tercapai tanpa komunikasi. Demikian juga dengan organisasi atau perusahaan tak dapat melepaskan diri dari padanya, melainkan harus ada kontak dengan dunia luar yang dibina melalui saluran komunikasi yang tepat. Effendy (2000), memberikan arti tentang komunikasi yang istilah komunikasi
berasal
dari
perkataan
latin
“Communicatio”
yang
berarti
pemberitahuan atau pertukaran pikiran. Istilah “Communicatio” dari kata Communis yang berarti “sama” yang dimaksud sama disini adalah kesamaan makna. Jadi antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi harus terdapat kesamaan. Jika tidak terjadi kesamaan makna maka komunikasi tidak berlangsung, jika temannya itu mengerti apa maksudnya. Terjadilah percakapan yang berarti komunikasi berjalan. Apabila temannya itu tidak mengerti maka komunikasi berarti tidak berjalan karena tidak ada respon. Jadi seseorang akan dapat merubah sikap pendapat atau perilaku orang lain apabila komunikasinya itu memang komunikatif dalam arti apabila keduanya selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan. Komunikasi sebagai alat adalah sangat penting untuk mengetahui pendapat serta kerjsama setiap bawahan bagi pimpinan. Disamping pimpinan dapat mengecek ke lapangan untuk mendapatkan informasi dari tangan pertama guna menghindari kesimpang siuran. Oleh karenanya faktor komunikasi demikian penting, maka menjadi tanggung jawab lancar tidaknya komunikasi tersebut,
14
karena bila tidak lancar keputusan dengan sendirinya akan salah pula. Disamping itu pula bahwa komunikasi memungkinkan proses manajemen. Berarti komunikasi memegang peranan untuk menggerakan karyawan guna mencapai tujuan organisasi. Lewis (1987) mendefinisikan komunikasi sebagai pertukaran pesan yang menghasilkan derajat kesamaan makna antara si pengirim dan si penerima. Organisasi disusun untuk mengerjakan tugas dalam rangka mencapai tujuan yang mana para manajer, para bawahan, rekan-rekan yang setaraf, serta lingkungan eksternal perlu dihubungkan oleh proses-proses komunikasi (Hicks dan Gullet, 1987). Pentingnya komunikasi dalam organisasi ditegaskan oleh Koehler et al (1976)
bahwa
dalam
organisasi,
komunikasi
merupakan
perekat
yang
mengeratkan hubungan antara pimpinan bawahan. Komunikasi merupakan sesuatu yang penting bagi kehidupan organisasi. Komunikasi dapat disamakan dengan oksigen atau sesuatu yang vital bagi kehidupan. Komunikasi yang efektif penting bagi semua organisasi, oleh karena itu para komunikator dalam organisasi perlu memahami dan menyempurnakan kemampuan berkomunikasi. Jelaslah, bahwa dalam melaksanakan fungsinya sebagai dinamisator organisator pemimpin harus selalu komunikasi baik melalui hubungan formal maupun informal. Hubungan formal ialah jalinan antara pimpinan dengan bawahan berdasarkan konsekwensi ketentuan hukum, saluran resmi, dan jalan komando untuk melaksanakan koordinasi dan manajemen. Hubungan informasi adalah hubungan yang berupa kotak pribadi, pertemuan, tukar pikiran, dengan pendapat melalui tata cara dan prosedur kebiasaan dalam pergaualan dan dialog. Menurut Devito (1992) komunikasi organisasi merupakan pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam organisasi, di dalam kelompok formal maupun informal organisasi. Yang termasuk dalam komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi pada organisasi. Isinya berupa cara-cara kerja dalam organisasi, produktivitas, kebijakan, memo, pernyataan dan surat-surat resmi, sedangkan komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya tidak pada organisasinya sendiri, tetapi lebih pada para anggotanya secara individual.
15
Selanjutnya Umar (1999) mengatakan bahwa terdapat hal penting yang perlu diperhatikan mengenai komunikasi dalam organisasi, yaitu menyangkut bentuk dan arus komunikasi yang terjadi diantara anggota organisasi. Arus informasi dalam organisasi meliputi (1) komunikasi vertikal yang meliputi komunikasi ke bawah dan ke atas (2) komunikasi ke samping (horisontal) dan komunikasi ke luar (diagonal). Menurut Devito (1992) komunikasi ke atas merupakan pesan yang dikirim dari tingkat hirarki yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi, misalnya, para karyawan ke pimpinan atau para dosen ke dekan fakultas. Jenis komunikasi ini biasanya mencakup (1) kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan; (2) masalah yang berkaitan dengan pekerjaan dan pertanyaan yang belum terjawab; (3) berbagai gagasan untuk perubahan dan saran-saran perbaikan; (4) perasaan yang berkaitan dengan pekerjaan mengenai organisasi, pekerjaan itu sendiri, pekerjaan lainnya. Komunikasi ke atas sangat penting untuk mempertahankan pertumbuhan organisasi, memberikan manajemen umpan balik yang diperlukan mengenai semangat kerja dan berbagai ketidakpuasan. Komunikasi ini juga membuat bawahan mempunyai rasa memiliki dan menjadi bagian dari organisasi. Sedangkan komunikasi ke bawah adalah pesan yang dikirim dari tingkat hirarki yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah, sebagai contoh pesan yang dikirim oleh pimpinan ke karyawan. Berkaitan dengan arus informasi dalam komunikasi organisasi, Tubbs dan Moss (2000) mengatakan bahwa komunikasi horisontal atau lateral adalah pertukaran pesan diantara orang-orang yang sama tingkatan otoritasnya di dalam organisasi. Devito (1992) mengatakan bahwa komunikasi lateral berperan dalam memperlancar pertukaran pengalaman, pengetahuan, metode dan masalah, hal ini dapat dipahami karena pesan yang bergerak diantara anggota organisasi terjadi pada level yang sama. Selain itu komunikasi horisontal dapat meningkatkan semangat kerja dan kepuasan kerja. Hubungan yang baik dan komunikasi yang berarti diantara para karyawan, merupakan sumber utama kepuasan. Namun terdapat masalah yang mendasar pada komunikasi horisontal, yaitu adanya kecenderungan karyawan yang terspesialisasi dalam pekerjaan dan mereka merasa bidang mereka merupakan satu-satunya yang paling penting dalam menentukan
16
kemajuan organisasi, sehingga terjadi persaingan yang tidak sehat dalam hal kekuasaan dan sumber daya, misalnya dalam hal promosi pekerjaan. Menurut Ruslan (2005), komunikasi internal adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi baik yang dilakukan oleh atasan kepada bawahan dan dari bawahan kepada atasan atau yang dikenal dengan komunikasi vertikal dan juga komunikasi horizontal yaitu komunikasi satu level yang terjadi antara karyawan dengan karyawan lainnya dalam satu organisasi. Sedangkan komunikasi diagonal adalah komunikasi yang terjadi antar lintas eselon dua dalam lingkup satu instansi departemen seperti antara Pusdiklat Pegawai dengan Biro Kepegawaian dan Hukum Departemen Komunikasi dan Informatika. Selanjutnya Ruslan (2005), mengatakan bahwa komunikasi eksternal yaitu : komunikasi yang berlangsung atau terjadi dua arah antara pihak organisasi / lembaga dengan pihak luar, misalnya unit kerja Pusdiklat Pegawai dengan Kantor Lembaga Administrasi Negara. Dalam komunikasi internal maupun eksternal Hanjana (2003) akan memanfaatkan saluran komunikasi cetak maupun elektronika. Saluran komunikasi cetak meliputi : memo, brosur, buletin, poster, gambar, pedoman, laporan dan grafik. Sedangkan saluran komunikasi elektronika yaitu : Hand Phone (HP), Email, Faximile, Telepon, Film, Slide, Foto dan Internet. Saluran komunikasi baik melalui media cetak maupun elektronika untuk mendukung keberhasilan tujuan organisasi. Diskusi kelompok merupakan kegiatan “hubungan antar manusia” dan termaksud komunikasi kelompok kecil. Dalam kegiatan “hubungan antar manusia” diskusi kelompok banyak dilakukan dalam rangka memecahkan suatu masalah yang timbul dalam situasi kerja atau mengembangkan kinerja kerja pegawai. Diskusi kelompok adalah suatu pertemuan atau rapat untuk mengemukakan pendapat bertukar fikiran secara sehat, teratur dan bertanggung jawab berdasarkan prinsip kekeluargaan, toleransi dan gotong royong dengan tujuan, memecahkan masalah secara praktis untuk memperoleh keputusan bersama (Abbas,1986). Mardiatmaja (1986) menyatakan bahwa diskusi kelompok adalah suatu komunikasi timbal balik dengan saluran bahasa secara langsung dua arah atau lebih untuk memperdalam pemahaman suatu masalah, agar sedapat mungkin
17
(lebih) mencapai kesepahaman dan memutuskan pengambilan langkah-langkah tertentu dalam rangka kerjasama yang tetap. Para pegawai adalah pelaksana tujuan yang sedang dicapai oleh organisasi beserta manajemennya, seluruh pegawai yang akan mengerjakan tugas akan saja perlu mengetahui tujuan tersebut tetapi juga bawahan dalam pembicaraan pada tahap
pelaksanaanya.
Disini
faktor
psikologis
ikut
berperan.
Dengan
diikutsertakan para pegawai dalam diskusi, secara psikologis pegawai merasa dirinya dianggap sebagai manusia berharga oleh karena keputusan-keputusan untuk melaksanakanya merupakan hasil musyawarah bersama, mereka bekerja dengan perasaan tanggung jawab penuh. Berhasilnya suatu usaha kerja sama (organisasi) sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh orang-orang yang berada didalamnya baik yang digerakan maupuan yang menggerakan. Walaupun sarana-sarananya lengkap, usaha untuk organisasi itu tidak akan berhasil apabila manusia-manusianya tidak memenuhi persyaratan yang diminta oleh usaha kerjasama tersebut. Hal ini akan merupakan masalah yang besar apabila yang tidak memenuhi persyaratan tersebut adalah pihak-pihak yang menggerakan. Telah dimaklumi bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat melepaskan diri dari ketergantungan orang lain. Tegasnya manusia harus hidup bermasyarakat. Karena keduanya saling membutuhkan. Kehidupan dalam bermasyarakat ini mengharuskan pula adanya pemimpin. Pemimpin dan kepemimpinan memang sulit dipisahkan, manusia dan tingkah lakunya, bagai dua sisi mata uang. Dalam pergaulan sehari-hari manusia tidak dapat melepaskan diri dari keterikatan dengan sesamanya. Dituntut untuk mewujudkan satu kehidupan bermasyarakat inilah diperlukan adanya pemimpin. Sebagaimana dikemukakan Pamudji (1996) bahwa : Istilah kepemimpinan berasal dari kata dasar “pimpin” yang artinya bimbing atau tuntun. Dari kata “pimpin” lahirlah kata kerja menuntun dan kata benda “pemimpin”, yaitu orang yang berfungsi memimpin atau orang yang membimbing atau menuntun. Sedangkan Abdurahman (Kartono,1996) mengemukakan, bahwa seseorang pemimpin adalah seorang yang dapat menggerakan orang-orang lain disekitarnya
18
(disekelilingnya bawahannya, didalam pengaruhnya) untuk mengikuti pemimpin menyebutkan bahwa: Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecerdasan dan kelebihan, khususnya kecakapan kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitasaktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Jadi seorang pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan khusus dengan tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaransasaran tertentu. Pemimpin
dengan
kepemimpinannya
berupaya
menggerakan
dan
mengarahkan langkah secara bersama-sama untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah disepakati bersama. Memimpin, menggerakan dan mengarahkan merupakan tugas dan terutama dari seorang pemimpin. Siagian (1986) Mengemukakan ciri-ciri seorang pemimpin sebagai berikut : 1. Memiliki kondisi yang sehat sesuai dengan tugasnya. 2. Berpengetahuan luas 3. Mempunyai keyakinan bahwa organisasi akan berhasil mencapai tujuan yang telah ditentukan melalui kerja keras dan berkat kepemimpinannya. 4. Mengetahui dengan jelas sifat hakiki dan kompleksitas dari pada tujuan yang hendak dicapai. 5. Memiliki stamina (daya kerja) dan antusiame yang besar. 6. Gemar dan cepat mengambil keputusan. 7. Objektif dalam arti, dapat menguasai emosi dan lebih banyak menggunakan rasio. 8. Adil dalam memperlakukan bawahan. 9. Menguasai prinsip-prinsip “Human Relations” 10. Menguasai teknik - teknik berkomunikasi 11. Dapat dan mampu bertindak sebagai penasehat, guru dan kepala terhadap bawahannya tergantung atas situasi dan masalah yang dihadapi. Adapun
pengertian
kepemimpinan
dalam
bahasa
inggris
adalah
“Leadership” yang mempunyai beberapa pengertian. Kepemimpinan itu termasuk kelompok ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial khususnya ilmu Administrasi. Teori
19
kepemimpinan memuat prinsip-prinsip, rumusan-rumusan, serta dalil-dalil yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteranaan kehidupan manusia. Menurut Bintoro (2000), bahwa kepemimpinan itu adalah kemampuan yang sanggup menyakinkan orang supaya bekerjasama dibawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk tercapai, atau melakukan suatu tujuan tertentu. Dari pengertian diatas dimaksudkan supaya mengupayakan orang lain bekerjasama
sehingga pemimpin
tersebut dapat
menggunakan bawahan
berdasarkan kewenangan yang ada padanya. Dalam konsep kepemimpinannya melekat kewibawaan dimana kedua hal tersebut sukar dipisahkan sebab keduanya adalah dasar untuk mempengaruhi perilaku yang lain. Jadi hakekat kepemimpinan itu adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi, menggerakan, membimbing, memimpin serta mengarahkan bawahannya untuk mencapai tujuan. Pace dan Faules (2005) menyatakan bahwa tujuan kepemimpinan adalah membantu orang untuk menegakan kembali, mempertahankan dan meningkatkan motivasi. Motivasi Kerja Dalam bekerja sehari-hari kita melihat seseorang atau seorang bawahan yang termenung kurang gairah kerja atau seseorang bawahan yang bersikap acuh tak acuh terhadap manajer dan pekerjaanya, maka manajer wajib menimbulkan semangat dan gairah kerjanya kembali pekerjaan itu disebut memotivasi kebawah, tetapi kita sering juga mendengar orang menyebut seseorang bukan tidak dapat melakukan pekerjaannya tetapi kemauan terhadap pekerjaan tersebutlah yang kurang. Dengan kata lain ungkapan tersebut maknanya sama dengan Motifnya yang kurang untuk mengerjakan pekerjaannya. Effendy (1993) mengatakan bahwa motif adalah daya gerak yang mencakup dorongan, alasan dan kemauan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan ia berbuat sesuatu, motivasi pada hakekatnya adalah pembangkitkan atau menimbulkan motif, dapat pula dikatakan suatu kegiatan menjadi motif. Motif-motif yang mendorong manusia untuk melakukan sesuatu pekerjaan dan tidaklah saling berdiri sendiri, tetapi saling berhubugan satu sama lain, rasa
20
aman dengan keakraban dan dicintai keinginan mengetahui dan mewujudkan jadi kenyataan status satu sama lain saling terkait karena misalnya rasa aman dipengaruhi dengan keakraban, dicintai oleh lingkungan dapat diwujudkan menjadi tertib dan bersih akan meimbulkan rasa aman. Beberapa sifat pokok manusia yang perlu diperhatikan dalam melakukan prinsip-prinsip “human relations” menurut Effendy (1993) sebagai unsur bagi setiap organisasi, yaitu : a. Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas secara kekal, sehinga kekuatannya sering menonjol. b. Tidak ada dua orang atau lebih mempunyai kesamaan dalam segala hal, baik motif, tujuan, maupun kepribadian. c. Setiap orang yang datang bekerja pada suatu organisasi membawa serta sifatsifat yang negatif dan positif. d. Manusia pada dasarnya mempunyai rasio, martabat dan harga diri, sehingga ia tidak dapat dipersamakan dengan alat. Setiap jenis motif perlu diketahui manajer karena pada pokoknya kegiatan seorang pemimpin adalah untuk mencapai tujuan mencapai tujuan organisasi yang sudah ditetapkan dengan melalui kerjasama orang-orang lain. Tantangan yang sering dan harus dihadapai manajer adalah bagaimana caranya suapaya dapat menggerakan para karyawan agar mau bersedia dengan segala senang hati menggerakan kemauan terbaiknya untuk kepentingan organisasi. Usaha-usaha itu antara lain ialah dengan cara menimbulkan motivasi kepada karyawan. Tindakan manajer mempengaruhi orang-orang agar melakukan sesuatu perbuatan kearah tujuan tertentu dan perbuatan tersebut sebagai akibat pemenuhan kebutuhan, akan membangkitkan daya gerak pegawai untuk melakukan tugas pekerjaanya sesuai pengarahan dan keinginan demi pencapaian tujuan organisasi. Untuk mencapai kepada sasaran pencapaian tujuan itu, Pamudji (1996) memberikan beberapa petunjuk motivasi bawahan yaitu : 1. Jelaskan kepada mereka bahwa dengan bekerja baik dalam organisasi dengan melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Kepentingan individu akan terpenuhi semaksimal mungkin.
21
2. Memberikan penghargaan kepada mereka yang berprestasi terutama yang berprestasi yang luar biasa dan memberikan peringatan kepada mereka yang kurang berprestasi. 3. Pastikan bahwa orang-orang memiliki kelengkapan untuk menyelesaikan pekerjaan yang baik. 4. Berikan pekerjaan kepada seseorang yang cocok. 5. Hindarkan ketidakpuasan dalam pekerjaan 6. Pahami keadaan mereka sebaik-baiknya, Temukan apa yang mereka anggap itu
penting
apakah
penghasilan
yang
tinggi,
suasana
kerja
yang
menyenangkan, kesempatan berkembang / berprestasi atau berkreasi. 7. Tentukan tujuan yang wajar, yang akan dicapai dan diberitahukan kepada bawahan. 8. Hindarkan diri mencela bawahan dan dimuka umum. 9. Berikan perhatian kepada bawahan, setiap orang ingin dipadang penting dan memenuhi sesuatu yang khusus, yang harus mendapat perhatian dari pimpinan. 10. Beritahukan kepada bawahan bagaimana hasil pekerjaan bawahan itu. Beberapa teori motivasi yang banyak digunakan sebagai acuan dikalangan akademis, antara lain terori dari Sigmen Freud (Teori X, 1940), Dougles Mc.Gregor (Teori Y, 1930), Abraham Maslow (Teori hirarki kebutuhan, 1943), Frederich Herzberg (Faktor motivator dan hygiene, 1966), dan Victor Vroom (Teori harapan, 1964). Dalam penelitian ini akan dilakukan pendekatan terhadap teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham Maslow dan Oleh Victor Vroom. Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham Maslow yaitu yang dikenal teori hirarki kebutuhan. Dasar Teori Hirarki Kebutuhan : 1. Physiological Need Physiological need yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Termasuk dalam kebutuhan ini adalah kebutuhan makan, minum, perumahan, udara, dan sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berperilaku atau bekerja giat.
22
2. Safety and Security Needs Safety and security needs adalah kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaaan. Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk. a. Kebutuhan akan keamanan jiwa di tempat pekerjaan pada saat mengerjakan pekerjaan di waktu jam-jam kerja. b. Para pekerja membutuhkan alat pelindung seperti masker bagi tukang las yang harus dipenuhi oleh manager. Dalam arti luas, setiap manusia membutuhkan kemanan dan keselamatan jiwanya dimanapun ia berada. 3. Affiliations or Acceptance Needs Adalah kebutuhan sosial, teman afiliasi, interaksi, dicintai dan mencintai serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat dilingkungannya. 4. Esteem or Status Needs Esteem or status needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan dan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi, perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam organisasi, semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status itu. Misalnya : dengan kursi meja yang istimewa, seseoarang kepala dengan anak buahnya, dan tempat parkir mobilnya tertentu. 5. Self Actualization Self
Actualization
adalah
kebutuhan
akan
aktualisasi
diri
dengan
menggunakan kemampuan, ketrampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan / luar biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu dengan lainnya. Pemenuhan kebutuhan dapat dilakukan pimpinan perusahaan dengan menyelenggarakan pendidikan dan latihan. Kebutuhan aktualisasi diri berbeda dengan kebutuhan lain dalam dua hal :
23
Pertama : kebutuhan aktualisasi diri tidak dapat dipenuhi dari luar. Pemenuhannya berdasarkan keinginan atas usaha individu itu sendiri. Kedua : aktualisasi diri berhubungan dengan pertumbuhan seseorang individu. Kebutuhan ini berlangsung terus terutama sejalan dengan meningkatkan jenjang karier seseorang individu. Maslow (Hasibuan, 2005) mengembangkan hirarki kebutuhan ini seperti konsep berikut : 5. Self Actualization 4. Esteem or Status 3. Affiliation or Acceptance 2. Safety and Security 1. Physiological
Gambar 2. Konsep Hirarki Kebutuhan menurut Maslow (1954)
Teori Victor Vroom dinamakan teori harapan (expectancy theory) karena dikembangkan berdasarkan jenis-jenis pilihan yang dibuat seseorang untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi kekuatan yang memotivasi seseorang untuk giat bekerja dalam mengerjakan kegiatannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang ia inginkan dan butuhkan dari pekerjaan itu. Menurut Siagian (2004), teori harapan merupakan teori yang dipandang paling baik menjelaskan motivasi seseorang dalam kehidupan organisasionalnya. Hasibuan (2005) berpendapat bahwa teori harapan pada dasarnya berusaha menjawab pertanyaan “bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku individu “agar setiap individu giat bekerja sesuai ketentuan. Karena ego manusia selalu menginginkan yang baik saja, maka daya pengerak yang memotivasi semangat kerja seseorang adalah harapan apa yang akan diperolehnya dimasa depan. Jadi motivasi hanya dapat diberikan kepada seorang individu yang mampu pekerjaan itu, tetapi dia kurang memanfaatkan kemampuan maksimalnya untuk mencapai tujuan.
24
Teori harapan mampu menjelasakan mengapa banyak individu yang bekerja, cenderung semata-mata melakukan hal minimum yang diperlukan untuk menyelamatkan diri (Robbins 2001). Teori ini mempunyai tiga asumsi pokok (Face and Faulus, 2005) sebagai berikut : a. Setiap individu percaya bahwa bila dia berperilaku dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hasil tertentu. Hal ini disebut harapan hasil (out come expectancy). Jadi definisi suatu harapan adalah pencarian subyektif seseorang atas kemungkinan bahwa suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut. b. Setiap hasil mempunyai nilai atau daya tarik bagi orang tertentu. Hal ini disebut valensi (valance). Jadi harapan dianggap sebagai nilai yang orang diberikan kepada suatu hasil yang diperoleh. c. Setiap hasil dikuatkan dengan suatu konsepsi mengenai seberapa sulit mencapai hal tersebut. Hal itu disebut harapan usaha (effort expectancy). Jadi harapan merupakan sebuah kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian suatu tujuan tertentu. Pada dasarnya kebutuhan manusia satu sama lain adalah berbeda baik menyangkut jumlah, jenis maupun karakteristiknya. Dengan pendekatan motivasi melalui teori harapan diharapkan motivasi dapat dinilai berdasar perbedaan perilaku antar individu antar situasi. Terdapat beberapa saran menyangkut teori harapan yang dikemukakan oleh Nadier dan Lawier (Pace dan Faules, 2005) yaitu: a. Pastikan Jenis hasil atau ganjaran yang mempunyai arti bagi pegawai. b. Definisikan secara cermat, dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dan diukur, apa yang diingikan dari pegawai. c. Pastikan bahwa hasil tersebut dapat dicapai oleh pegawai. d. Kaitkan hasil yang diinginkan dengan tingkat kinerja yang diinginkan. e. Pastikan bahwa ganjaran cukup besar untuk memotivasi perilaku yang penting. f. Orang berkinerja tinggi harus menerima lebih banyak ganjaran yang diinginkan dari pada orang yang berkinerja rendah.
25
Dalam suatu istilah yang praktis dan mudah dipahami, teori harapan ini menerangkan bahwa seorang pegawai akan dapat dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya tinggi bila ia menyakini upaya tersebut akan menghantar ke arah penilaian kinerja yang baik dan pada akhirnya akan mendapatkan secara materi maupun organisasional. Oleh sebab itu Vroom dalam Schermenhon (1995) berpendapat bahwa teori harapan menjelaskan pada tiga hal sebagai berikut : a. Hubungan upaya - kinerja, yaitu kemungkinan yang dipersepsi individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu akan mendorong kinerja. b. Hubungan kinerja - ganjaran, yaitu sejauh mana individu menyakini bahwa dengan berkinerja pada tingkat tertentu akan mendorong tercapainya hasil yang digunakan. c. Hubungan ganjaran - tujuan pribadi, yaitu derajat sejauh mana ganjaran organisasional memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi seseorang individu dan potensi daya tarik ganjaran tersebut untuk individu yang bersangkutan. Motivasi menurut Stoners JAF (1994) model harapan mempunyai tiga komponen utama. : 1. Harapan hasil prestasi, individu mengharapkan dari perilaku mereka. Harapan ini, pada gilirannya, mempengaruhi keputusan mereka tentang bagaimana bertingkah laku. Misalnya seorang karyawan yang tengah berfikir tentang peningkatan kuota penjulan mungkin mengharapkan hadiah, bonus, dan tidak adanya reaksi atau bahkan permusuhan dari rekan-rekannya. 2. Valensi hasil dari suatu perilaku tententu mempunyai suatu valensi bahasan, atau kekuatan untuk memotivasi yang bervariasi pada setiap individu. Contoh, bagi seorang manager yang menghargai uang dan prestasi, dialihkan kejabatan yang gaji lebih tinggi ditempat lain. Mungkin mempunyai valensi yang tinggi. Bagi manager yang menghargai afiliasi dengan rekan-rekan kerja dan kawankawanya. Pemindahan yang sama akan membuat valensi yang rendah. 3. Harapan kinerja usaha. Harapan orang mengenai seberapa sulitnya bekerja secara berhasil juga akan mempengaruhi keputusan orang tentang perilaku. Dengan diberikannya suatu pilihan, individu cenderung memilih tingkat pelaksanaan yang nampaknya memiliki peluang terbaik untuk mencapai suatu hasil yang mereka hargai.
26
Gambar 3 berikut ini menyajikan penjelasan grafis untuk lebih memahami model harapan motivasi, Stoner JAF (1994).
1 Nilai Imbalan
8 Imbalan yang layak yang dibayangkan
2 Kemampuan dan sifat
3 Upaya
6 Kinerja (pencapaian)
7a Imbalan intrinsik
Kepuasan 4 Upaya yang dibayangkan kemugkinan imbalan
5 Persepsi Tugas
7b Imbalan extrinsik
Gambar 3. Model Harapan mengenai Motivasi Kinerja adalah suatu bentuk motivasi dalam hasil kerja yang baik serta dilandasi oleh kerja keras / semangat antara pimpinan dan bawahan didalam rangka menyongsong hari depan yang lebih baik, untuk mencapai tujuan yang dinginkan, yang dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan disiplin (Panji Anorogo, 1998). Dalam hal ini adalah pegawai yang bekerja dalam suatu organisasi, berarti pegawai yang bersangkutan mempunyai semangat kerja yang keras untuk dapat melaksanakan segala tugas-tugas yang diberikan oleh pimpinan untuk dapat diselesaikan tepat pada waktunya dan akan tercapai hasil yang maksimal. Didalam kerja ini terdapat aspek yang perlu dibahas yaitu motivasi, maka motivasi itu tidak hanya berwujud kebutuhan ekonomi saja (uang), selain itu sebagai alat pemenuhan kebutuhannya, mendapat penghargaan, pangkat juga status. Untuk dapat memahami motivasi seseorang bekerja, kita harus dapat memahami berbagai kebutuhannya.
27
Kebutuhan manusia oleh Abraham Maslow dalam Effendy (1993), disusun secara hirarki menurut desakan urgenisnya dengan bermula pada kebutuhan psikologis (physiologic needs), kebutuhan keselamatan (safety needs), cinta (love needs), kebutuhan penghargaan (esteem needs) dan kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri (self actualiazation needs). Realita menunjukan, bahwa para pegawai pada dasarnya secara primer tidak selalu dikuasai oleh motif-motif ekonomis saja. Upah atau gaji yang besar tentu bisa menjamin kepuasaan batin mereka. Berkaitan dengan ini ada beberapa pendekatan untuk meningkatkan kinerja pegawai, tetap penerapan dan penggunaan yang berlebih-lebihan akan menimbulkan akibat yang buruk. Menurut Panji dan Widyanti (1999) pendekatan untuk meningkatkan kinerja pegawai adalah sebagai berikut : 1. Memberikan penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan 2. Pemberian perhatian yang tulus kepada karyawan sebagai seorang individu 3. Dengan jalan ajakan partisipasi aktif. 4. Menghapuskan disiplin besi (hanya untuk dilihat pimpinan saja). 5. Memperbaiki moral karyawan. 6. Memperbaiki kondisi kerja. 7. Memberi kesempatan kepada pegawai untuk mengemukakan keluhan 8. Memberi uang Kita secara umum mengatakan hampir seluruh peluang pemenuhan kebutuhan hidup dari pegawai dibuka oleh kemampuannya memperoleh penghasilan. Untuk ini kemungkinan manusia bekerja dan pada tuntutan efesiensi kerja maka kinerja pegawai sering dituntut untuk mencapai kondisi yang menguntungkan antara unsur penggerakan instansi dengan misi atau tujuan dari instansi. Dengan adanya kinerja pegawai untuk dapat melaksanakan tugas yang dapat diembannya dengan penuh tanggung jawab dan dapat tepat diselesaikan pada waktunya. Tentu akan mencapai prestasi yang tinggi yang tentunya akan mendapat penghargaan dan pemberian bonus diluar dari gaji yang semestinya. Dorongan seseorang untuk melakukan sesuatu atau berprestasi disebut dengan motif. Sejalan dengan ini Samidjo (1987) mengemukakan bahwa : Orang akan berbeda bukan hanya dalam kemampuan mereka, juga untuk mengerjakan sesuatu, tetapi juga dalam kemauan untuk mengerjakan
28
sesuatu atau motivasi. Motivasi seseorang bergantung pada kekuatan motifmotif mereka. Motif biasanya didefinisikan seabgai kebutuhan (needs), keinginan (want) dorongan (drives) atau desakan hati (impulse) dalam diri individu. Motif diarahkan pada tujuan yang mungkin sadar atau tidak sadar. Dari pengertian diatas motif dapat disimpulkan sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan atau desakan hati dalam diri individu, baik secara sadar atau tidak sadar merupakan sebab dari tingkah laku. Motif timbul dan menguasai aktivitas sesorang serta menentukan arah yang umum dari pada tingkah laku individu. Sikap dan perilaku individu dalam kinerja tersebut sangat dipengaruhi oleh kebutuhan hidupnya, baik yang memang dibutuhkan sampai seberapa jauh keinginan-keinginan individu tersebut dapat dipegaruhi. Hal ini sangat mempengaruhi sikap seseorang dalam kinerja. Menurut Sianipar (2003), setiap pegawai yang diterima dan ditempatkan serta diberi tugas (pekerjaan), atau kepercayaan mengenai suatu unit organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukan kinerja yang memuaskan dan memberikan kontribusi yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi. Kinerja adalah hasil dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama satu periode waktu tertentu. Selanjutnya Sianipar (2003) menambahkan bahwa ada tiga aspek yang perlu dipahami setiap pegawai dan atau pemimpin suatu organisasi unit kerja yaitu : 1. Kejelasan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. 2. Kejelasan hasil yang diharapkan dari sauatu pekerjaan atau fungsi. 3. Waktu yang diperlukan menyelesaikan suatu pekerjaan agar hasil yang diharapkan dapat terwujud. Berdasarkan pengertian tersebut setiap pegawai harus menyadari bahwa pekerjaan yang dilakukannya membuahkan suatu hasil. Jadi kinerja itu dapat diartikan sebagai hasil kerja atau kemampuan kerja yang diperlihatkan seseorang, sekelompok orang (organisasi) atas suatu pekerjaan pada waktu tertentu. Kinerja itu dapat berupa modal akhir (barang dan jasa) dan atau berbentuk perilaku, kecakapan, kompetensi, sarana dan ketrampilan spesifik yang dapat mendukung pencapaian tujuan, sasaran organisasi. Setiap organisasi unit kerja atau kelompok orang, individu dituntut untuk mampu mengerjakan sesuatu tugas pokok sesuai fungsi masing-masing :
29
Mengerjakan sesuatu
memproses melakukan serangkaian kegiatan yang
dapat merubah bahan (input) tertentu menjadi keluaran (output) yang bernilai tambah dan memberikan manfaat atau dampak (out come) bagi pengguna. Cara mencapai kinerja bagi setiap orang yang menjadi anggota suatu organisasi ikut bertanggung jawab atas pencapaian kinerja organisasi sesuai bidang kerja masing-masing. Kalau setiap pegawai mampu menampilkan kinerja atas pelaksanaan kerja yang menjadi tanggung jawab mereka, maka unit kerja mereka memberikan kontribusi yang baik terhadap pencapaian kinerja organisasi. Keberhasilan
pegawai
mencapai
kinerja
dibidang
masing-masing
merupakan tanggung jawab atasan langsung (pemimpin). Setiap pemimpin bertanggung jawab atas kinerja bawahannya dan unit kerja atau organisasi yang dipimpinnya.
Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu Hanafie (1998) yang meneliti peranan komunikasi interpersonal di kantor Kecamatan Baros Sukabumi menemukan bahwa terdapat hubungan komunikasi interpersonal antara pimpinan dan pegawai dengan motivasi kerja pegawai. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan manusiawi adalah kegiatan komunikasi interpersonal antara pegawai khususnya dapat mempengaruhi motivasi kerja. Karena hubungan manusiawi terbentuk dari adanya interaksi dan komunikasi interpersonal antara pegawai, khususnya antara pegawai dan bawahan. Hasil penelitian Kurniawan (2000) di Sekretariat Daerah Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat mengenai hubungan iklim organisasi dengan tingkat kepuasan kerja memperlihatkan adaya korelasi yang positif dan signifikan antara iklim organisasi dengan kepuasan kerja pegawai. Berdasarkan penelitian Kurniawan tersebut dan mengacu pada teori motivasi bahwa kepuasan individu merupakan faktor yang mempengaruhi motivasi maka dapat dikatakan bahwa iklim komunikasi organisasi mempengaruhi motivasi kerja pegawai. Hasil penelitian Soetiarso (2002) mengenai hubungan karakteristik individu. Aktivitas penelitian dan pertemuan ilmiah, serta iklim komunikasi organisasi peneliti dengan produktivitas menulis publikasi ilmiah menyebutkan
30
bahwa terdapat hubungan yang positif dan nyata antara karakteristik individu dengan iklim komunikasi organisasi. Semakin tinggi jabatan fungsional dan pendidikan seorang peneliti maka semakin mampu ia mengembangkan hubungan kerja yang lebih baik serta lebih mampu mengkoordinasikan aktivitas pekerjaan. Sinaga (2002) dalam penelitiannya tentang hubungan komunikasi interpersonal dalam kelompok tani dengan motivasi kerja, menyimpulkan bahwa keefektivan komunikasi mampu membuat suatu kekuatan yang dapat dianggap sebagai kecenderungan hati menuju suatu aksi tertentu. Kondisi ini sama dengan apa yang disebut motivasi untuk melakukan suatu aksi. Terdapat
hubungan
antara
iklim
komunikasi
organisasi
dengan
produktivitas kerja, diartikan bahwa semakin baik suasana didalam organisasi, akan dapat meningkatkan motivasi kerja, orientasi kerja dan kedewasaan pegawai, demikian kesimpulan Sudarso (2002) yang meneliti tentang hubungan karakteristik biografis, iklim komunikasi organisasi dan efektivitas komunikasi interpersonal pimpinan dan produktivitas kerja pegawai di Balai Penelitian Tanaman Buah, Solok Sumatera Barat. Riyantini (2002) yang meneliti hubungan komunikasi organisasi dengan motivasi kerja pegawai di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, menyimpulkan bahwa iklim komunikasi organisasi berhubungan nyata dengan motivasi kerja. Semakin pegawai merasakan bahwa iklim komunikasi organisasi dapat mendukung pelaksanaan kerjanya, maka semakin tinggi motivasi kerja pegawai. Biryanto (2003) yang meneliti hubungan karakteristik dan ketrampilan berkomunikasi Pegawai Negeri Sipil dengan upaya pengembangan karier individual di Sekretariat Daerah Kota Bogor, menyimpulkan bahwa semakin tinggi ketrampilan berkomunikasi Pegawai Negeri Sipil maka akan dapat mengembangkan karier individual Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat Daerah Kota Bogor. Nurwahida (2005) yang meneliti faktor-faktor komunikasi organisasi yang berhubungan dengan motivasi berkarir dalam jabatan fungsional arsiparis di Departemen Pertanian, Jakarta menyimpulkan bahwa perilaku kepemimpinan
31
atasan berhubungan nyata dengan motivasi dalam berkarir dalam jabatan fungsional arsiparis. Berdasarkan permasalahan yang dihadapi dilapangan dan merujuk pada penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini ingin melihat faktor-faktor komunikasi organisasi yang berhubungan dengan motivasi untuk meningkatkan kinerja organisasi di kantor Pusdiklat Pegawai Departemen Komunikasi dan Informatika, sehingga dapat menjadi acuan dalam meningkatkan kinerja organisasi.