TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Ikan Maskoki (Carassius auratus) Ikan maskoki adalah jenis ikan hias yang memiliki bentuk tubuh beragam dan juga memiliki warna yang menarik dan bervariasi mulai dari merah, kuning, hijau, hitam, keperak-perakan dan kombinasi dari berbagai warna. Ikan maskoki juga merupakan salah satu komoditas yang banyak diminta pasar dunia. Jumlahnya memang tidak sebanyak jenis ikan hias air tawar yang lain andalan Indonesia, tetapi hampir setiap eksportir menyertakan ikan maskoki (Beauty, dkk., 2012). Selain populer, ikan maskoki mudah dalam pembudidayaannya dan selain itu juga lebih menguntungkan. Membudidayakan ikan maskoki tidak memerlukan lahan yang cukup luas dan siklus reproduksinya relatif singkat dengan harga jual yang cukup tinggi. Ikan maskoki digemari masyarakat karena keindahan warna, gerak-gerik, dan bentuk tubuhnya yang unik. Dengan harga yang relatif terjangkau, ikan maskoki memiliki pasaran dan tingkat permintaan yang stabil. Komoditas air tawar ini banyak diminati oleh konsumen ikan hias untuk dipelihara di dalam akuarium. Ikan mas koki memiliki ketahanan tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan jenis ikan hias air tawar lainnya (Bachtiar, 2004). Ikan maskoki memiliki bentuk tubuh yang unik dan sisik yang sangat menarik. Ikan mas koki tergolong ke dalam jenis ikan yang mudah menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang baru. Bentuk tubuh ikan mas koki agak memanjang dan pipih tegak (compressed) dan mulutnya terletak di ujung tengah (terminal) dan dapat disembulkan (protaktil). Bagian ujung mulut memiliki dua pasang
sungut. Di ujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan yang tersusun dari tiga baris. Gigi geraham secara umum, hampir seluruh tubuh ikan mas koki ditutupi oleh sisik yang berukuran relatif kecil (Fajrin, dkk., 2012). Menurut Kottelat, dkk (1993), klasifikasi ikan maskoki berdasarkan taksonomi digolongkan sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Sub kelas
: Teleostei
Ordo
: Clupeiformes
Sub ordo
: Cyprinoidea
Famili
: Cyprinidae
Genus
: Carassius
Spesies
: Carassius auratus Ciri-ciri morfologi ikan maskoki adalah sebagai berikut: ikan maskoki
memiliki sirip punggung (dorsal) memanjang dan bagian belakangnya berjari tulang keras. Sementara itu, sirip ketiga dan keempatnya bergerigi. Letak sirip punggung berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral). Sirip dubur (anal) mempunyai ciri seperti sirip punggung, yakni berjari tulang keras dan bergerigi dan seluruh bagian siripnya berbentuk rumbai-rumbai atau panjang. Garis rusuk atau gurat sisi (linnea lateralis) pada ikan mas koki tergolong lengkap, berada dipertengahan tubuh dengan posisi melentang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Wahyuningsih dan Barus, 2007).
Menurut Liviawaty dan Aprianto (1990), semenjak pertama kali ditemukan hingga dipelihara orang, sampai sekarang terdapat kurang lebih 15 macam maskoki yang telah dikenali dan digemari oleh masyarakat, yaitu : Mutiara, Sukiyu, Red head, Ekor Kipas, Kaliko, Spencer, Teleskop, Tosakin, Lion head, Tosa, Black moor, Bulldog, Rancu, Buble eye, dan Celestial. Salah satu jenis ikan maskoki yang populer adalah Ikan maskoki varietas Oranda (Spencer). Ikan ini memiliki keunikan yang terletak pada kepalanya yang berjambul dan memiliki sirip punggung (Iskandar dan Sitanggang, 2003), hal tersebut dapat diamati pada Gambar 2.
Gambar 2. Ikan Maskoki Oranda (Spencer) (www.tropicalifish.com, 2010)
Secara umum, ikan maskoki termasuk ikan yang mampu beradaptasi dengan berbagai variasi kualitas air dan suhu (Bachtiar, 2002). Meskipun demikian, pengelolaan air tetap perlu diperhatikan agar tidak membahayakan ikan. Berikut merupakan nilai optimum kualitas air ikan maskoki yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Optimum Kualitas Air Ikan Maskoki Parameter
Kisaran
Suhu (0C)
23 – 29
DO (ppm)
5,0 -8,0
pH
6,5 - 8,0
Amonia (ppm)
0,00 - 0,15
Nitrit (ppm)
0,00 - 0,10
(Sumber : Lesmana, 2007)
Kebiasaan Makanan dan Kebiasaan Makan Dalam kegiatan budidaya perikanan, baik pada tahap kegiatan pembenihan maupun pembesaran, pakan merupakan salah satu faktor produksi yang penting untuk menunjang keberhasilan kegiatan tersebut. Pakan yang dibutuhkan harus mempunyai mempunyai formula yang lengkap, mengandung bahan-bahan yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan mempertahankan sintasan kultivan yang pada ahirnya dapat meningkatkan produktifitas dan keuntungan (Sutikno, 2011). Bagi ikan, pakan tidak hanya berfungsi sebagai “penyambung” hidup. Namun, gizi yang terkandung didalamnya juga dibutuhkan untuk pertumbuhan. Kandungan gizi yang harus terdapat dalam pakan antara lain protein, lemak (lipid), karbohidrat, vitamin, dan mineral. Protein diperlukan ikan untuk pertumbuhan dan mengganti sel yang rusak. Lemak dan karbohidrat sebagai sumber energi, sementara vitamin dan mineral membantu proses metabolisme, mengatur proses fisiologi, membentuk enzim, dan menunjang kesehatan ikan (Bachtiar, 2003). Menurut Liviawaty dan Aprianto (1990), guna mempertahankan kelangsungan hidupnya, ikan membutuhkan semua komponen pakan dalam
jumlah tertentu, seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Ikan sangat efisien dalam mengkonsumsi protein dibandingkan dengan lemak atau karbohidrat, baik protein hewani maupun nabati. Meskipun umumnya lebih mahal, kualitas protein hewani relatif lebih baik dibandingkan dengan protein nabati, karena kandungan asam aminonya lebih lengkap. Ada dua jenis pakan berdasarkan pembuatannya, yaitu pakan alami dan buatan. Pakan alami adalah organisme hidup, baik hewan maupun tumbuhan, yang dapat dikonsumsi oleh ikan. Sedangkan, pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu berdasarkan pertimbangan pembuatannya, yang didasarkan pada kebutuhan nutrien ikan, kualitas bahan baku, dan nilai ekonomisnya (Liviawaty dan Afrianto, 1990). Berdasarkan tingkat kebutuhannya (Afrianto dan Liviawaty, 2005) pakan buatan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu pakan tambahan; pakan suplemen; pakan utama. Pakan Tambahan, adalah pakan yang dibuat sengaja untuk memenuhi kebutuhan pakan. Dalam hal ini, ikan yang dibudidayakan sudah mendapatkan pakan dari alam, namun jumlahnya belum memadai untuk tumbuh dengnan baik sehingga perlu diberi pakan buatan sebagai pakan tambahan. Pakan Suplemen, adalah pakan yang sengaja dibuat untuk menambah komponen (nutrisi) tertentu. Pakan Utama, adalah pakan yang sengaja dibuat untuk menggantikan keseluruhan pakan alami. Jumlah makanan (dosis) yang diberikan pada ikan dapat mempengaruhi jumlah makanan yang diserap oleh tubuh. Dosis makanan yang diberikan pada ikan jangan terlalau berlebihan agar tidak menciptakan kondisi buruk di dalam air, maupun dalam tubuh ikan. Dosis makanan yang umum diberikan dalam satu hari
berkisar antara 3-5% dari berat total ikan yang dipelihara. Makanan ini tidak diberikan sekaligus, tetapi diberikan secara bertahap. Jumlah makanan yang diberikan pada setiap waktu makan tergantung dari frekuensi pemberian. Artinya, jika frekuensi pemberian pakan dilakukan empat kali sehari, mka jumlah yang diberikan setiap waktu makan adalah ¼ dari dosis yang telah ditentukan (Liviawaty dan Afrianto, 1990). Semua hewan membutuhkan waktu tertentu untuk mencerna makanan yang ada di dalam lambungnya. Pada ikan maskoki, waktu yang dibutuhkan untuk mencerna makanan dalam lambungnya berkisar antara 3-4 jam. Berdasarkan kenyataan ini, agar makanan yang diberikan dapat dikonsumsi lebih banyak, sebaiknya maskoki baru diberi makanan berikutnya setelah 3-4 jam kemudian. Dengan demikian, frekuensi makanan pada maskoki dapat dilakukan sebanyak 68 kali dalam sehari semalam, namun untuk mudahnya petani hanya memberikan makan 2-3 kali dalam sehari semalam. Alternatif lain yang dianggap cukup baik adalah memberikan makanan berupa kombinasi antara makanan buatan dan alami. Makanan buatan diberikan pada siang hari dan makanan alami diberikan pada malam hari dengan jumlah lebih banyak. Berdasarkan pertimbangan tertentu, beberapa petani sengaja memberikan makanan buatan kepada maskoki yang dipelihara. Ukuran dari makanan buatan harus disesuaikan dengan lebar mulut maskoki. Maskoki kecil umumnya diberi makanan berupa larutan, semakin besar ukurannya semakin bertambah besar pula ukuran makanan buatan yang diberikan (Liviawaty dan Aprianto, 1990).
Warna pada Ikan Warna merupakan salah satu parameter dalam penentuan nilai ikan hias. Semakin cerah warna suatu jenis ikan, maka semakin tinggi nilainya. Perubahan warna yang sering terjadi adalah karena adanya perubahan jumlah sel pigmen. Perubahan jumlah sel pigmen ini biasanya disebabkan oleh stres lingkungan, kekurangan sinar matahari, kualitas air, penyakit, dan kurang pakan terutama kandungan pigmen dalam pakan (Said, dkk., 2005). Warna yang indah pada ikan terjadi karena jumlah dan letak sel pigmen (kromatofor) pada lapisan epidermis. Ikan memiliki sel khusus penghasil pigmen, yaitu iridrosit dan kromatofor. Iridrosit merupakan sel cermin untuk memantukan warna diluar tubuhnya. Kromatofor adalah sel-sel yang mengandung pigmen, meliputi pigmen hitam (melanofor), kuning (xanthofor), merah atau oranye (erythrofor), sel refleksi kemilau (iridofor), dan putih (leukofor). Tinggi dan rendahnya konsentrasi dan jumlah sel pigmen akan mempengaruhi tegas dan kaburnya warna. Perubahan jumlah sel pigmen dipengaruhi atau dikontrol oleh hormon pituitary dan adrenalin (yang disekresikan dari otak) secara khusus dan khas (Satyani, 2005). Faktor makanan berpengaruh dalam pembentukan warna ikan hias, oleh sebab itu perlu diberikan pakan yang dapat mendukung penampakan warna tersebut. Umumnya ikan yang berwarna merah atau kuning membutuhkan pakan yang memiliki kandungan karotenoid lebih tinggi untuk mempertahankan keindahan warnanya (Said, dkk., 2005). Selain sebagai sumber energi dan pertumbuhaan, masih banyak fungsi lain dari pakan bagi ikan, salah satunya berfungsi sebagai pembentuk warna tubuh
ikan yang banyak dimanfaatkan dalam budidaya ikan hias. Pakan yang digunakan untuk membentuk warna tubuh ikan tidak berbeda dengan pakan buatan lainnya, kecuali adanya penambahan pigmen. Ikan yang diberi pakan yang mengandung pigmen akan memiliki warna tubuh yang lebih cemerlang (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Ada dua jenis pigmen yang berperan dalam pembentukan warna tubuh ikan, yaitu karoten dan melanin. Karoten membentuk warna kuning, oranye, dan merah, sedangkan melanin membentuk warna coklat sampai hitam. Jumlah pigmen pada tubuh ikan relatif stabil. Pigmen atau karotenoid dalam bentuk bahan anorganik yang biasa digunakan untuk pembentukan warna tubuh pada pembuatan pakan ikan adalah astaxanthin. Keuntungan lain dari penggunaan jenis pigmen ini adalah dapat membantu proses reproduksi dan meningkatkan proses metabolisme tubuh (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Secara fisiologis ikan akan mengubah pigmen yang diperoleh dari makanannya, sehingga menghasilkan variasi warna. Perubahan warna secara fisiologis adalah perubahan warna yang diakibatkan oleh aktivitas pergerakan butiran pigmen atau kromatofor (Evan, 1993). Pergerakan butiran pigmen secara mengumpul atau tersebar di dalam sel pigmen warna, akibat dari rangsangan yang berbeda, seperti suhu, cahaya, dan lain-lain. Pigmentasi pada ikan dikendalikan oleh sistem saraf dan dua zat kimia yang dihasilkan oleh saraf, yaitu (1) epinefrin (adrenalin) merupakan neurohormon yang dikeluarkan oleh organisme ketika terkejut atau takut sehingga menyebabkan butiran pigmen berkumpul di tengah sel dan menyebabkan hewan tersebut kehilangan warna, (2) asetilkolin adalah zat kimia yang dikeluarkan sel
saraf menuju otot, sehingga menyebabkan melanin menyebar dan mengakibatkan warna tubuh organisme menjadi gelap (Evan, 1993). Penyerapan karotenoid dalam sel-sel jaringan mempengaruhi kromatofor dalam lapisan epidermis ikan. Kromatofor yang terdapat di kulit memungkinkan ikan untuk mengubah warna. Kandungan astaxanthin dalam karotenoid akan meningkatkan pigmen warna merah pada eritrofor sehingga warna merah yang dihasilkan akan tampak lebih jelas. Penyerapan karotenoid dalam sel–sel jaringan mempengaruhi kromatofor dalam lapisan epidermis ikan. Kromatofor yang terdapat di kulit memungkinkan ikan untuk mengubah warna. Kandungan astaxanthin dalam karotenoid akan meningkatkan pigmen warna merah pada eritrofor sehingga warna merah yang dihasilkan akan tampak lebih jelas (Indarti, dkk., 2012). Variasi warna merupakan gabungan dari warna – warna yang dikontrol oleh sistem saraf dan hormonal ikan. Kromatofor memiliki kemampuan berubah untuk menyesuaikan dengan lingkungan dan aktifitas seksual. Perubahan warna karena adanya stres lingkungan seperti cahaya matahari, kualitas air dan kandungan pigmen dalam pakan (Sari, dkk., 2012).
Astaxanthin Menurut Gupta and Jha (2006), astaxanthin merupakan pigmen alami yang dikenal sebagai karotenoid yang memiliki warna merah yang secara alami terdapat pada tanaman dan beberapa organisme fotosintesis seperti alga dan beberapa tipe dari jamur dan bakteri, serta pada kulit, cangkang dan kerangka luar hewan air seperti moluska, krustase dan ikan. Namun, jenis karotenoid yang
paling efektif dan dominan untuk pewarnaan pada ikan adalah karotenoid dari kelas xantofil jenis astaxanthin. Astaxanthin dapat digunakan sebagai suplemen pakan untuk peningkatan warna ikan hias (Satyani dan Sugito, 1997). Secara umum, ikan akan menyerap astaxanthin dari pakan dan menggunakannya langsung sebagai sel pigmen warna merah. Namun, dapat pula beberapa ikan mengubah astaxanthin ini menjadi pigmen dasar lutein yang kuning atau zeaxanthin yang oranye tergantung kebutuhannya (Subamia, dkk., 2010). Astaxanthin dapat diperoleh dari berbagai organisme laut, meliputi tumbuhan mikroskopik yang dikenal sebagai mikroalga, serta didapat dari beberapa jenis ikan seperti salmon, tuna, dan trout, juga terdapat pada sekelompok crustacea (Amin, dkk, 2012). Selain diperoleh dari sumber-sumber alami, astaxanthin juga diproduksi secara sintetis yang sudah diperjualbelikan dalam bentuk bubuk. Astaxanthin sintetis diperoleh dengan cara mengekstrak bahanbahan, seperti: alga renik Haematococus pluvialis yang dikenal mempunyai kandungan astaxanthin yang tinggi. Selain itu, astaxanthin dapat pula diperoleh melalui proses fermentasi sebangsa kamir Xanthophyllomyces dendrorhous atau dengan cara mengekstrak dari udang-udangan seperti dari krill Antartik (Euphausia superba) (McCoy, 1999). Menurut Munifah dan Wikanta (2008), astaxanthin atau (3,3’-dihydroxyβ,β’-carotene-4,4’-dione) merupakan salah satu senyawa aktif yang memiliki kandungan 10 kali lipat dibandingkan antioksidan dari beta-karoten yang ditemukan pada wortel, 100 kali lipat dari Vitamin E dan 1.000 kali lipat lebih kuat dari Coenzyme Q10 (CoQ10).
Menurut Naguib (2000), Astaxanthin merupakan antioksidan yang paling kuat yang pernah ditemukan di alam. Astaxanthin memiliki aktifitas antioksidan 10 kali lebih kuat dari kelompok karoten berupa canthaxanthin, lutein, dan zeaxanthin. Didalam astaxanthin terkandung karoten yang penting, yaitu berupa: α-karoten, β-karoten, likopen, lutein, zeaxanthin, dan β-cryptoxanthin (Schulz, et al, 2005). Kandungan tepung astaxanthin dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Tepung Astaxanthin Komponen Kimia
Tepung Astaxanthin (100 g)
Air
0.00
Protein
0.03
Lemak
22.0
Karbohidrat
78.0
Sodium
0.17 mg
Energi
510 kal
(Sumber: Oryza, 2010)
Timbulnya warna ikan secara alami disebabkan tersedianya karotenoid dari makanan alami (Simpson et al., 1981), sedangkan sumber karotenoid bagi ikan yang dipelihara secara artifisial berasal dari pakan buatan yang jumlahnya sedikit. Karotenoid tidak dapat disintesa di dalam tubuh hewan sehingga harus ditambahkan ke dalam pakan (Fuji, 1993). Ikan hias air tawar yang diberi pakan astaxanthin dapat membuat warnanya menjadi lebih berkilau atau cemerlang (Sasson, 1991).