TINJAUAN PUSTAKA
Tempat Tumbuh Alami Tanaman sukun diduga berasal dari Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Hal ini dapat dilihat, bahwa keragaman genetik tanaman sukun terdapat di Indonesia dan Papua New Guinea. Nama sukun sesuai dengan buahnya yang tidak berbiji sama sekali, yang mirip dengan kerabat dekatnya yang disebut keluwih yang berbiji normal (Sunarjono, 1998). Sukun dapat tumbuh baik pada daerah tropika basah, cocok pada iklim yang panas (suhu 20°-40°) dan lembab (curah hujan 2000–3000). Pohon sukun lebih di dataran rendah sekitar equator (di bawah 600 m dpl). Iklim makro yang sangat ideal untuk pertumbuhan sukun adalah di tempat terbuka dan banyak menerima sinar matahari. Tanaman sukun dapat tumbuh hampir pada segala jenis tanah, kecuali pada tanah berkadar garam tinggi. Pertumbuhan sukun akan lebih baik pada tanah aluvial yang dalam dengan draenase yang cukup, lembab dan kaya humus (Departemen Kehutanan, 2003).
Taksonomi Tanaman Sukun (Artocarpus communis, Forst) Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Suku
: Moraceae
Marga
: Artocarpus
Jenis
: Artocarpus communis Forst
Nama dagang : Sukun
Universitas Sumatera Utara
Morfologi Tanaman Sukun Kedudukan daun mendatar, melebar dan menghadap keatas bunganya berumah satu, bunga jantan dan betina terdapat pada tongkol yang berbeda. Bunga jantan berbentuk kecil memanjang dan bunga betina berbentuk bulat samapai bulat panjang. Pada saat muda bunga berwarna hijau dan kekuningan pada saat tua. Umur bunga jantan dan betina relatif pendek, bunga jantan 25 hari dan bunga betina ± 90 hari, letaknya bunga jantan atau betina berada di atas pangkal daun. Buahnya berbentuk bulat sampai sedikit agak lonjong. Buah muda berkulit kasar dan berkulit halus pada saat tua serta berwarna hijau kekuningan. Beratnya dapat mencapai 4 kg/buah. Daging buah berwarna putih cenderung krem dan rasanya agak manis dan memiliki aroma spesifik (Departemen Kehutanan, 1995). Perakaran sukun dapat diikuti dengan baik sejak di persemaian. Setelah bibit sukun ditanam di lapangan, akar akan tumbuh dari stek akar, kemudian membesar bulat dan manjang, diikuti dengan ranting-ranting akar yang mengecil, disertai adanya rambut-rambut akar. Letak akar masuk kedalam tanah, ada pula yang tumbuh mendatar dan sering tersembul di permukaan tanah. Panjang akar dapat mencapai 6 meter. Warna kulit akar coklat kemerahan. Tekstur kulit akar sedang, mudah terluka dan mudah mengeluarkan getah. Apabila akar terpotong atau terluka akan memacu tumbuhnya pertunasan (Pitojo, 1999). Pohon sukun bertajuk rimbun dengan percabangan melebar kesamping dan tingginya dapat mencapai 10-20 meter, kulit batangnya hijau kecoklatan (Departemen Kehutanan, 1995). Pohon sukun membentuk percabangan sejak ketinggian 1,5 meter dari tanah. Tekstur kulitnya sedang. Pohon sukun yang dipangkas akan cepat membentuk cabang kembali (Pitojo, 1999).
Universitas Sumatera Utara
Kegunaan Tanaman Sukun Buah sukun yang telah tua dapat direbus, digoreng, dibuat tepung, dibuat keripik dan dapat dibuat tape melalui fermentasi. Kayu tanaman sukun tidak dapat digunakan untuk bahan bangunan dan tidak baik untuk kayu bakar. Bunga jantan tanaman sukun yang telah kering dapat dimanfaatkan sebagai obat nyamuk. Rebusan
daun
sukun
dapat
digunakan
untuk
obat
penyakit
kuning
(Sunarjono, 1998).
Transplanting Tanaman Pemindahan tanaman atau yang kita kenal dengan transplanting merupakan hal yang sangat penting dalam teknik budidaya jenis-jenis tanaman sayur dan buah. Adapun beberapa kegiatan seperti potting, repotting, pricking off, balling dan setting out merupakan kegiatan yang berkaitan dengan transplanting (pemindahan tanam). Potting merupakan kegiatan pemindahan tanaman/bibit dari bedengan semai atau flat pembibitan ke pot-pot yang telah disiapkan dengan tanah dan campuran pupuk. Sementara Repotting merupakan kegiatan pemindahan tanaman dari pot-pot/polybag yang lebih kecil ke pot-pot yang berukuran lebih besar. Pricking off merupakan cara persemaian dengan hanya menaburkan benih di atas bedengan semai untuk kemudian dipindah tanamkan ke polibag maupun ke bedengan-bedengan yang tersedia. Dan terakhir setting out merupakan tindakan pemindahan tanaman dari pot-pot, flat maupun bedengan ke tempat penanaman di lapang (Tjionger, 2008). Dalam pelaksanaan transplanting, bibit yang disemai akan mengalami proses kerusakan terutama pada sistem perakarannya. Hal ini erat kaitannya dengan proses absorbsi dengan transpirasi yang berlangsung secara bersamaan
Universitas Sumatera Utara
dimana saat pemindahan, tanaman akan berhenti mengabsorbsi air sementara di lain pihak proses transpirasi tetap berlangsung. Dengan demikian akan terjadi reduksi air di dalam bibit tanaman. Untuk mengembalikan pada keadaan awal, diperlukan adanya daya bangun (recovery) atau daya sembuh dari tanamantanaman itu sendiri. Pada dasarnya daya recovery dari tanaman-tanaman sayur dan buah yang herbaceous (berbatang lunak) tergantung dari : (a) ukuran dan umur tanaman (size and age of plant), (b) jenis tanaman dan (c) perlakuan pada waktu pemindahan (Tjionger, 2008). Pada saat transplanting dilakukan, umur tanaman berbanding terbalik dengan jumlah akar rambut yang tertinggal. Artinya semakin panjang umur tanaman, akan mengakibatkan lebih sedikitnya akar rambut yang tertinggal. Hal ini tentunya berhubungan dengan kemampuan tanaman tersebut dalam mengadakan absorbsi air dan unsur hara. Pada umumnya tanaman/bibit sudah dapat dipindahkan setelah terlihat pemunculan daun sebenarnya (true leaves) sebanyak 2–3 helai. Ukuran dan umur tanaman juga berhubungan langsung dengan makin luasnya permukaan daun (transpirasi). Berdasarkan kenyataan tersebut, banyak pengusaha sayuran dan tanaman hias mengadakan pemindahan tanaman saat tanaman tersebut masih kecil (Tjionger, 2008).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara faktor internal (dalam) dan eksternal (luar). Faktor internal meliputi faktor intrasel (sifat genetik/hereditas) dan intersel (hormonal dan enzim). Faktor eksternal meliputi air tanah dan mineral, kelembapan udara, suhu udara, cahaya dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Faktor internal yang mempengaruhi Pertumbuhan Tanaman: 1. Sifat Menurun atau Hereditas. Ukuran dan bentuk tumbuhan banyak dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor genetik dapat digunakan sebagai dasar seleksi bibit unggul. 2. Hormon Pada Tumbuhan. Hormon merupakan hasil sekresi dalam tubuh yang dapat memacu pertumbuhan, tetapi adapula yang dapat menghambat pertumbuhan . Hormon-hormon pada tumbuhan yaitu auksin, giberilin, gas etilen, sitokinin, asam absisat dan kalin. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman: 1. Cahaya Matahari. Cahaya jelas pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Cahaya merupakan sumber energi untuk fotosintesis. Daun dan batang tumbuhan yang tumbuh ditempat gelap akan kelihatan kuning pucat. Tumbuhan yang kekurangan cahaya menyebabkan batang tumbuh lebih panjang, lembek dan kurus, serta daun timbul tidak normal. Panjang penyinaran
mempunyai pengaruh khusus
bagi pertumbuhan dan
reproduksi tumbuhan. 2. Temperatur. Temperatur mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan. Perubahan temperatur dari dingin atau panas mempengaruhi kemampuan fotosintesis, translokasi, respirasi dan transpirasi. Jika temperatur terlalu dingin atau terlalu tinggi pertumbuhan akan menjadi lambat atau terhenti sama sekali pada beberapa tumbuhan apabila lingkungan, air, temperatur, dan cahaya tidak memungkinkan untuk tumbuh.
Universitas Sumatera Utara
3. Kelembaban atau Kadar Air. Tanah dan udara yang kurang lembab umumnya berpengaruh baik terhadap pertumbuhan karena meningkatkan penyerapan air dan menurunkan penguapan atau transpirasi. 4. Air dan Unsur Hara. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi tumbuhan. Fungsi air antara lain sebagai media reaksi enzimatis, berperan dalam fotosintesis, menjaga turgiditas sel dan kelembapan. Kandungan air dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur hara dan menjaga suhu tanah. Tanaman, menyerap unsur hara dari media tempat hidupnya, yaitu dari tanah ataupun dari air. Unsur hara merupakan salah satu penentu pertumbuhan
suatu
tanaman
baik
atau
tidaknya
tumbuhan
berkembangbiak. (Junaidi, 2009).
Hubungan Air dan Tanaman Air merupakan komponen utama dalam tumbuhan, dimana air menyusun 60-90 % dari berat daun. Jumlah air yang dikandung tiap tanaman berbeda-beda, hal ini bergantung pada habitat dan jemis spesies tumbuhan tersebut. Tumbuhan herba lebih banyak mengandung air daripada tumbuhan perdu. Tumbuhan yang berdaun tebal mempunyai kadar air antara 85-90 %, tumbuhan hidrofik 85-98 % dan
tumbuhan
mesofil
mempunyai
kadar
air
antara
100-300
%
(Fitter dan Hay, 1981). Kuantitas air yang dibutuhkan oleh tanaman sangat berbeda-beda sesuai dengan jenis dan lingkungan dimana tumbuhan itu hidup. Tanaman herba menyerap air lebih banyak dibandingkan tanaman perdu. Tumbuhan golongan efemera yang hidup di daerah gurun, akan memanfaatkan hujan yang datang
Universitas Sumatera Utara
sekali dalam setahun untuk mulai hidup dan berkecambah, berbunga, berbuah dan mati sebelum air yang ada dalam tanah habis. Pertumbuhan yang cepat dan pendeknya umur tanaman tersebut merupakan suatu usaha untuk menghindari diri dari kekurangan air yang menimpanya (Dwijoseputro, 1985). Air mampu melarutkan lebih banyak bahan dari zat cair lainnya. Hal ini sebagian disebabkan karena air memiliki tetapan dielektrik yang termasuk tinggi yaitu suatu ukuran kemampuan untuk menetralkan tarik-menarik antara muatan listrik. Jika air mengandung elektrolit terlarut maka larutan ini membawa muatan, dan air menjadi penghantar listrik yang baik. Tapi jika air benar-benar murni, maka ia adalah penghantar listrik yang buruk. Ikatan hydrogen membuatnya terlalu
kuat
sehingga tidak
mudah
baginya untuk
membawa
muatan
(Salisbury and Ross, 1995). Pentingnya air sebagai pelarut dalam organisme hidup tampak amat jelas, misalnya pada proses osmosis. Dalam suatu daun, volume sel dibatasi oleh dinding sel dan relative hanya sedikit aliran air yang dapat diakomodasikan oleh elastisitas dinding sel. Konsekuensi tekanan hidrostatis (tekanan turgor) berkembang dalam vakuola menekan sitoplasma melawan permukaan dalam dinding sel dan meningkatkan potensial air vakuola. Dengan naiknya tekanan turgor, sel-sel yang berdekatan saling menekan, dengan hasil bahwa sehelai daun yang mulanya dalam keadaan layu menjadi bertambah segar (turgid). Pada keadaan seimbang, tekanan turgor menjadi atau mempunyai nilai maksimum dan disini
air
tidak
cenderung
mengalir
dari
apoplast
ke
vakuola
(Fitter dan Hay, 1994).
Universitas Sumatera Utara
Dwijoseputro (1985), menjelaskan bahwa pemasukan air dari dalam tanah ke dalam jaringan tanaman melalui sel-sel akar secara difusi dan osmosis. Dengan masuknya air melalui sel akan tentulah akan terbawa ion-ion yang terdapat di dalam tanah karena larutan tanah mengandung ion. Bila persedian air dalam tanah sedikit maka tumbuhan akan menyerap air sedikit pula, sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhannya. Jika persediaan air tanah makin kurang maka tumbuhan tersebut akan mengalami kelayuan. Air merupakan faktor utama pertahanan tumbuhan (Pratama, 2009). Fungsi lain dari air adalah menjaga turgiditas yang penting bagi perbesaran sel dan pertumbuhan, serta membentuk tanaman herba. Turgor penting dalam membuka dan menutupnya stomata, pergerakan daun dan pergerakan korola bunga dan terutama dalam variasi struktur tanaman. Kekurangan air dalam jumlah yang besar menyebabkan kurangnya tekanan turgor pada/dalam tumbuhan vegetative (Kramer, 1980).
Fungsi Air Bagi Tanaman Air adalah komponen utama tanaman hijau. Kandungan air bervariasi antara 70-90%, tergantung pada umur, spesies, jaringan tertentu dan lingkungan. Air dibutuhkan untuk bermacam-macam fungsi tanaman: 1. Sebagai komponen sel terbesar 2. Pelarut unsur hara dan media transportasi 3. Media yang baik untuk reaksi biokimia 4. Reaktan pada beberapa reaksi metabolisma misalnya fotosintesis 5. Pembentuk struktur sel melalui pengaturan tekanan turgur misalnya daun. 6. Media pergerakan gamet dalam peristiwa pembuahan
Universitas Sumatera Utara
7. Media pada penyebaran anakan atau propagul misal kelapa 8. Pengatur pergerakan tumbuhan karena keluar-masuknya air misalnya pergerakan diurnal, pembukaan dan penutupan stimata, bunga mekar, dan sebagainya. 9. Pengatur pemanjangan sel dan pertumbuhan. 10. Penstabil temperatur 11. Penting dalam proses evolusi ada tumbuhan daerah kering (xerofit), sedang (mesofit) dan hidrofit. (Gardner, et al., 1991).
Pergerakan Air Pergerakan air umumnya dapat terjadi dengan cara yaitu: 1. Aliran massa. Aliran molekul air secara massal terjadi karena adanya gradien tekanan. Molekul bergerak/mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Sebagai contoh yang paling mudah adalah kran air. Jika kran ditutup air tidak mengalir, tetapi jika kran dibuka air mengalir. Dalam keadaan terbuka tekanan dalam pipa kran lebih tinggi daripada di udara luar. 2. Difusi yaitu pergerakan acak dari molekul dari satu tempat ke tempat lain. Molekul bergerak dari konsentrasi tinggi (energi bebas tinggi) ke konsentrasi rendah (energi bebas rendah), mengikuti gradien konsentrasi. Contoh yang mudah adalah bila air dalam gelas ditetesi tinta hitam, maka molekul-molekul tinta menyebar ke segala arah. Pergerakan selesai jika titik ekuilibrium tercapai.
Universitas Sumatera Utara
3. Imbibisi yaitu penyerapan dan adsorbsi air oleh bahan tidak larut, protoplasma hidrofilik dan bahan penyusun dinding sel. Imbibisi terjadi karena peristiwa difusi dan daya kapilaritas. Arah pergerakan air pada imbibisi adalah dari potensial air tinggi ke tempat berpotensial air rendah. Contoh peristiwa imbibisi kayu, biji kering, pati yang direndam air. Pada proses perkecambahan biji, imbibisi terjadi beberapa jam di awal, selanjutnya pergerakan air secara osmosis. 4. Osmosis yaitu pergerakan air melalui selaput semipermeabel atau diferensial permeabel Pergerakan air terjadi dari potensial kimia air tinggi ke potensial lebih rendah. Peristiwa ini dapat diukur dengan osmometer. 5. Dialisis yaitu difusi molekul terlarut melalui Selaput semipermeabel. Contoh sel yang berisi air gula, bila air keluar sel dengan cara osmosis, tetapi molekul gula keluar sel secara dialisis.
Cekaman Terhadap Air Air sering kali membatasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman budidaya. Respons tanaman terhadap kekurangan air itu relative terhadap aktivitas metaboliknya, morfologinya, tingkat pertumbuhannya dan potensial hasil panennya. Urutan responsnya terhadap daur kekeringan dapat dilihat dari pertumbuhan sel yang merupakan fungsi tanaman yang paling sensitive terhadap kekurangan air. Nilai potensial air jaringan meristem pada siang hari seringkali menyebabkan penurunan potensial tekanandi bawah yang dibutuhkan untuk pengembangan sel. Dengan berkurangnya potensial air, hormon tanaman juga berubah konsentrasinya (Gardner, et al., 1991).
Universitas Sumatera Utara
Stomata berperan penting sebagai alat untuk adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan. Pada kondisi cekaman kekeringan maka stomata akan menutup sebagai upaya untuk menahan laju transpirasi. Senyawa yang banyak berperan dalam membuka dan menutupnya stomata adalah asam absisat (ABA). ABA merupakan senyawa yang berperan sebagai sinyal adanya cekaman kekeringan sehingga stomata segera menutup. Beberapa tanaman beradaptasi terhadap cekaman kekeringan dengan cara mengurangi ukuran stomata dan jumlah stomata. Mekanisme membuka dan menutup stomata pada tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan sangat efektif sehingga jaringan tanaman dapat menghindari kehilangan air melalui penguapan (Lestari, 2008). Mekanisme toleransi pada tanaman sebagai respon adanya cekaman kekeringan meliputi (i) kemampuan tanaman tetap tumbuh pada kondisi kekurangan air yaitu dengan menurunkan luas daun dan memperpendek siklus tumbuh, (ii) kemampuan akar untuk menyerap air di lapisan tanah paling dalam, (iii) kemampuan untuk melindungi meristem akar dari kekeringan dengan meningkatkan akumulasi senyawa tertentu seperti glisin, betain, gula alkohol atau prolin untuk osmotic adjustment dan (iv) mengoptimalkan peranan stomata untuk mencegah hilangnya air melalui daun Dengan adanya osmotic adjustment tersebut memungkinkan pertumbuhan tetap berlangsung dan stomata tetap membuka (Lestari, 2008). Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut. Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat
Universitas Sumatera Utara
mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi tidak dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi (Haryati, 2003). Indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan tajuk, sangat peka terhadap cekaman air, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan perluasan daun, peningkatan penuaan dan perontokan daun, atau keduanya. Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman air daripada penutupan stomata. Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan penuaan daun akibat cekaman air cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah, yang paling kurang aktif dalam fotosintesa dan dalam penyediaan asimilat, sehingga kecil pengaruhnya terhadap hasil (Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Adaptasi Tanaman terhadap Kondisi Cekaman Air Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada kapasitas lapang dan titik layu permanen. Diatas kapasitas lapang air akan meresap ke bawah atau menggenang, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Di bawah titik layu permanen tanaman tidak mampu lagi menyerap air karena daya adhesi air dengan butir tanah terlalu kuat dibandingkan dengan daya serap tanaman. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996). Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi
Universitas Sumatera Utara
tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta pe-rubahan ekspresi gen (Sinaga, 2008). Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman kekeringan. Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Bila tanaman dihadapkan pada kondisi kering terdapat dua macam tanggapan yang dapat memperbaiki status air, yaitu (1) tanaman mengubah distribusi
asimilat
baru
untuk
mendukung
pertumbuhan
akar
dengan
mengorbankan tajuk, sehingga dapat meningkatkan kapasitas akar menyerap air serta menghambat pemekaran daun untuk mengurangi transpirasi; (2) tanaman akan mengatur derajat pembukaan stomata untuk menghambat kehilangan air lewat transpirasi (Sinaga, 2008). Menurut penelitian Sinaga (2008), bergantung responnya terhadap kekeringan, tanaman dapat diklasifikasikan menjadi (1) tanaman yang menghindari kekeringan (drought avoiders) dan (2) tanaman yang mentoleransi kekeringan (drought tolerators). Tanaman yang menghindari kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia atau akuisisi air maksimum antara lain dengan meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur dan posisi daun. Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi mencakup peningkatan sensitivitas stomata dan perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi mencakup penyesuaian osmotik.
Universitas Sumatera Utara
Osmoregulasi Osmoregulasi merupakan karakter adaptasi yang sangat penting terhadap kondisi kekeringan. Tanaman yang memiliki osmoregulasi tinggi dapat memberikan pertumbuhan dan produksi yang tinggi pada kondisi kekeringan. Tanaman karet memiliki variasi osmoregulasi yang cukup tinggi. Pada kondisi kekurangan air, klon-klon yang memiliki osmoregulasi yang tinggi mampu mendemonstrasikan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan klon-klon yang memiliki osmoregulasi rendah. Osmoregulasi disebabkan oleh peningkatan akumulasi solut pada jaringan tanaman. Identifikasi jenis solut yang terakumulasi pada tanaman karet penting dilakukan untuk mengetahui keterkaitan aktivitas fisiologi dan metabolisme tanaman dengan osmoregulasi. Percobaan dilakukan di rumah kaca Balai Penelitian Sungei Putih, menggunakan 4 klon, yaitu 2 klon yang mewakili osmoregulasi tinggi (GT 1 dan PB 217) dan 2 klon yang mewakili osmoregulasi rendah (AVROS 2037 dan IRR 104). Perlakuan cekaman air dilakukan dengan tidak diberikan penyiraman air. Dua minggu setelah tidak ada penyiraman sample daun bagian atas yang sempurna diambil untuk dianalisis jenis solut yang terakumulasi pada jaringan daun. Hasil analisis di laboratorium menunjukkan bahwa gula total, prolin dan kalium merupakan solut utama yang terakumulasi dalam jaringan tanaman karet pada klon-klon yang memiliki osmoregulasi yang tinggi pada saat terjadi kekeringan. Berdasarkan hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa solut untuk osmoregulasi tanaman karet terutama berasal dari hasil fotosintesis (Karyudi, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Sel tumbuhan dapat mengalami kehilangan air, apabila potensial air di luar sel lebih rendah daripada potensial air di dalam sel. Jika sel kehilangan air cukup besar, maka ada kemungkinan volume isi sel akan menurun besar sehingga tidak dapat mengisi seluruh ruangan yang dibentuk oleh dinding sel. Artinya, membran dan sitoplasma akan terlepas dari dinding sel, peristiwa ini disebut plasmolisis. Sel yang sudah terplasmolisis dapat disehatkan kembali dengan memasukkannya ke dalam air murni (Ali, 2009). Pengukuran potensial air sel dipergunakan untuk mengetahui status energi air sel. Hal ini sangat penting untuk mempelajari fisiologi tumbuhan karena dapat digunakan untuk (1) menentukan arah dan gerakan air yaitu air akan mengalir dari tempat berpotensial air tinggi ke tempat yang lebih rendah (mengikuti gradien konsentrasi), (2) memonitor status air tumbuhan. Sehingga potensial air dapat dijadikan alat diagnostik keadaan air sel atau jaringan. Makin rendah potensial air sel atau jaringan makin tinggi kemampuannya menyerap air. Sebaliknya makin tinggi potensial airnya makin besar kemampuannya untuk memberikan air ke sel atau jaringan yang lebih kering. Potensial air dapat digunakan untuk menentukan sel atau jaringan yang defisit air, cekaman air dan sebagainya. Potensial
air
daun
mempengaruhi
transpirasi
terutama
melalui
pengaruhnya terhadap membukanya stomata, tetapi juga mempengaruhi kadar uap air dalam ruang udara daun. Pengurangan potensial air sedikit tidak akan mempengaruhi transpirasi secara nyata, terutama apabila kadar uap air udara tinggi.(Goldworty dan Fisher, 1992 ).
Universitas Sumatera Utara