TINJAUAN PUSTAKA Biologi Tumbuhan Tuba Nama ilmiah tumbuhan tuba adalah Derris eliptica (Roxb.) Benth (WHO, 1992). Tumbuhan ini tersebar luas di Indonesia, biasanya banyak tumbuh liar di hutan-hutan, di ladang-ladang yang sudah ditinggalkan (diperlihatkan pada Gambar 1). Nama daerah tanaman tuba adalah tuba jenuh (Karo), tuba (Toba), tuba (Sunda), tuba jenong (Simalungun), tuba (Jawa). Tumbuhan tuba memiliki tinggi 5-10 meter, ranting berwarna coklat tua dengan lentisel yang berbentuk jerawat, daun tersebar bertangkai pendek, memanjang sampai bulat telur berbalik, sisi bawah hijau keabuabuan, kelopak berbentuk cawan, polongan oval sampai memanjang, biji 1-2, biasanya berbuah pada bulan April-Desember (Sitepu, 1995).
a
b
Gambar 1 a) Tumbuhan tuba yang tumbuh di perladangan masyarakat; b) Batang tumbuhan tuba. Taksonomi tumbuhan tuba ini diklasifikasikan sebagai berikut (WHO, 1992) : Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dikotylae
Universitas Sumatera Utara
Ordo
: Leguminosae
Familia
: Derris
Species
: Derris eliptica
Flavanoida Flavanoida adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan di alam. Harborne (1987) mengatakan bahwa senyawa-senyawa ini adalah zat warna merah, ungu, biru, dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuhtumbuhan. Flavanioda memiliki kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga membentuk (C6-C3-C6). Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur yakni 1,3-diaril propana (flavanoid), 1,2-diaril propana (isoflavanoid), 1,1-diaril propana (neoflavanoid). Struktur flavanoida ditunjukkan pada Dambar 2. C3 C3 A
B A
C1
C2
C2
C3 C1
A
B
C2 B C1
Isoflavanoid
Flavanoid
Neoflavanoid Gambar 2 Jenis-jenis struktur flavanoida
Rotenone Rotenone adalah salah satu anggota dari senyawa isoflavon, sehingga rotenone termasuk senyawa golongan flavanoida. Salah satu kandungan dari ekstrak tanaman tuba adalah rotenone dengan nama lain tubotoxin (C23H22O6). Tubotoxin merupakan insektisida alami yang kuat, titik lelehnya 1630C, larut dalam alkohol, karbon tetraclorida, chloroform, dan banyak larutan organik lainnya. Jika terbuka terhadap cahaya dan udara mengalami perubahan warna kuning terang menjadi
Universitas Sumatera Utara
kuning pekat, orange dan terakhir menjadi hijau tua dan akan diperoleh kristal yang mengandung racun serangga (WHO, 1992). Pemisahan rotenone pertama sekali dilakukan oleh Geoffray pada tahun 1895 dalam Sitepu (1995) dimana rotenone digunakan sebagai obat cuci untuk pengujian dermatitis. Struktur rotenone ditunjukkan pada gambar 3.
O O O O OCH3 OCH3
Gambar 3 Struktur rotenone Teknik Isolasi Rotenone Akar tuba yang telah dikeringkan di udara ditumbuk dan kemudian diekstraksi dengan kloroform dingin sebanyak tiga kali, ekstrak ini digabungkan dan dipekatkan di bawah penurunan tekanan. Ekstrak pekat ditambahkan eter, akan terbentuk endapan yang berupa gel yang dapat dipisahkan dari filtratnya. Endapan yang diperoleh ini selanjutnya dicuci berulang-ulang hingga diperoleh endapan yang bebas dari senyawa pengotor lainnya. Hasil kristalisasi ini diperoleh kristal berbentuk lempengan hexagonal yang mempunyai titik lebur 163-1640C dan berwarna putih mengkilap (Sitepu, 1995). Toksikologi Toksikologi menurut E. J Ariens (1985) dalam Wattimena et al. (1994) adalah pengetahuan kerja senyawa kimia yang merugikan terhadap organisme hidup dan merupakan cabang dari farmakologi, yang mencakup : pestisida, insektisida, racun dan komponen makanan. Suatu zat dinyatakan racun bila zat tersebut menyebabkan efek merugikan bagi yang menggunakannya. Namun dalam praktek hanya zat dengan resiko relatif besar untuk menyebabkan kerusakan dinyatakan dengan racun. Sebagai
Universitas Sumatera Utara
contoh Timbal dan Raksa. Zat ini menimbulkan keracunan, selama jumlah yang diabsorbsi berada di bawah konsentrasi yang bersifat racun. Karena adanya kenyataan bahwa zat-zat kimia akan menimbulkan kematian dalam dosis microgram, maka zat kimia yang lain mungkin relatif kurang berbahaya setelah diberikan dengan dosis melebihi beberapa gram. Parameter toksisitas didasarkan pada jumlah besarnya zat kimia yang diperlukan untuk menimbulkan bahaya yaitu luar biasa toksik (1 mg/kg), sangat toksik (1-50 mg/kg), cukup toksik (50-500 mg/kg), sedikit toksik (0,5-5 mg/kg), tidak toksik (5-15 mg/kg). Ariens, E.J. (1985) dalam Wattimena et al. (1994) mengatakan bahwa mekanisme kerja toksik dilandasi oleh interaksi kimia antara metabolit dengan substrat biologi yang membentuk ikatan kimia kovalen yang tidak bolak-balik sehingga terjadi perubahan fungsional, yaitu kerusakan pada plasma. Rotenone merupakan insektisida alami yang kuat, dosis yang umum pada manusia diperkirakan 0,3-0,5 gr/kg. LD50 dalam perkiraan 5 mg/kg. Dikatakan racun pada manusia karena dengan dosis yang tinggi dapat menyebabkan kematian (Fimrite, 2007). Biologi Rayap Rayap merupakan serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo isoptera dan terutama terdapat di daerah-dearah tropika. Sampai saat ini para ahli hama telah menemukan kira-kira 2000 jenis rayap yang tersebar diseluruh dunia, sedangkan di Indonesia sendiri telah ditemukan tidak kurang dari 200 jenis rayap (Tarumingkeng, 2004). Rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) memiliki kepala berwarna kuning, antena, lambrum, dan pronotum berwarna kuning pucat. Bentuk kepala bulat ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya, memiliki fontanel yang lebar. Antena terdiri dari 15 segmen; segmen kedua dan segmen keempat sama panjangnya. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya; batas antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Panjang kepala dengan kepala mandibel 2,46-2,66 mm, panjang kepala tanpa mendibel 1,56-1,68 mm. Lebar kepala 1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00-1,30 mm dan panjangnya 0,56
Universitas Sumatera Utara
mm. Panjang badan 5,5-6 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan. Setiap koloni terdapat tiga kasta yang menurut fungsinya masing-masing diberi nama kasta pekerja, kasta prajurit dan kasta reproduktif (reproduktif primer dan reproduktif suplementer). Dalam penggolongan ini, bentuk (morfologi) dari setiap kasta sesuai dengan fungsinya masing-masing. (Nandika, 1989). Kasta pekerja mempunyai anggota yang terbesar dalam koloni, berbentuk seperti nimfa dan berwarna pucat dengan kepala hypognat tanpa mata facet. Mendibelnya relatif kecil bila dibandingkan dengan kasta prajurit, sedangkan fungsinya adalah sebagai pencari makanan, merawat telur serta membuat dan memelihara sarang. Mereka mengatur efektivitas dari pada koloni dengan jalan membunuh dan memakan individu-individu yang lemah atau mati untuk menghemat energi dalam koloninya. Kasta reproduktif primer terdiri dari serangga-serangga dewasa yang bersayap dan menjadi pendiri koloni (raja dan ratu). Bila masa perkawinan telah tiba, imago-imago ini terbang keluar dari sarang dalam jumlah yang besar. Saat seperti ini merupakan masa perkawinan dimana sepasang imago (jantan dan betina) bertemu dan segera menanggalkan sayapnya dan mencari tempat yang sesuai di dalam tanah atau di dalam kayu. Kasta prajurit mudah dikenal karena bentuk kepalanya yang besar dengan sklerotisasi yang nyata. Anggota-anggota dari kasta ini mempunyai mandibel atau rostrum yang besar dan kuat. Fungsi kasta prajurit adalah melindungi koloni terhadap gangguan dari luar (Nandika et al. 2003). Berdasarkan habitatnya, rayap dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu : rayap kayu basah ( dampwood termite), rayap kayu kering ( drywood termite), rayap pohon (tree termite) dan rayap subteran (subterranean termite). Rayap mempunyai beberapa sifat yang penting : Sifat trophalaxis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul saling menjilat serta mengadakan pertukaran bahan makanan. Sifat Crytobiotic, yaitu sifat rayap untuk menjauhi cahaya. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap (calon kasta reproduktif) dimana mereka selama periode yang pendek di dalam hidupnya memerlukan cahaya (terang). Sifat kanibalisme, yaitu sifat rayap untuk memakan individu sejenis yang lemah atau sakit. Sifat ini lebih menonjol bila rayap
Universitas Sumatera Utara
berada dalam keadaan kekurangan makanan. Sifat Necrophagy, yaitu sifat rayap untuk memakan bangkai sesamanya. Polimorfisme, yaitu adanya kelompok individu yang berbeda bentuk yang berbeda koloni (Nandika et al. 2003). Meningkatkan ketahanan kayu tidak awet merupakan tindakan pengawetan kayu yang sangat diperlukan. Pengawetan kayu merupakan pemberian perlakuan kimia dan atau tanpa perlakuan fisik terhadap kayu untuk memperpanjang masa pakai kayu. Beeley (1934) dalam Hasan (1984) mengatakan bahwa terdapat cukup banyak bukti, bahwa Coptotermes curvignathus akan menyerang pohon-pohon karet muda yang tampak sehat kondisinya dan apabila dibiarkan saja akan menimbulkan kerusakan parah dalam waktu 3 sampai 4 minggu. Tempat yang diserang berbedabeda, dapat terjadi pada bagian beberapa sentimeter di atas tanah, maupun di mana saja pada di bawah tanah. Lubang masuk biasanya terdapat di sudut akar tunggang atau di dekat beberapa lubang luka-luka yang terjadi pada akar tunggang, lebih kurang 20 cm di bawah permukaan tanah. Biologi Karet (Hevea brasiliensis) Kayu karet dapat digunakan sebagai substitusi kayu hutan alam dan menjadi andalan dalam memenuhi kebutuhan kayu baik untuk pasar dalam maupun luar negeri. Alasan kayu karet sebagai substitusi kayu hutan alam adalah: 1) sifat-sifat dasar kayu karet, baik sifat fisik, mekanis maupun kimia relatif sama dengan kayu hutan alam, 2) potensi ketersediaan kayu karet cukup besar sejalan dengan peremajaan perkebunan karet rakyat, dan 3) nilai ekonomis kayu karet cukup baik. Pohon karet sangat rentan terserang oleh rayap (Penebar Swadaya, 2005). Salah satu sifat fisik kayu karet yang cukup penting adalah kerapatan atau berat jenis. Kerapatan kayu karet tergolong setengah berat yaitu berkisar antara 0,62–0,65 g/cm3 (Boerhendhy, 2002). Nilai penyusutan (stabilitas dimensi) kayu karet sangat kecil, hanya sedikit lebih kecil dari kayu jati. Dibandingkan dengan kayu ramin, penyusutan kayu karet dari basah sampai kering udara arah radial dan tangensial jauh lebih kecil, yaitu 1,77−3,05%, sedangkan kayu ramin mengalami penyusutan untuk arah radial 4,50% dan arah tangensial 9,70%.
Universitas Sumatera Utara
Dilihat dari sifat fisik dan mekanis, kayu karet tergolong kayu kelas kuat IIIII, yang setara dengan kayu ramin, perupuk, akasia, mahoni, pinus, meranti, durian, ketapang, keruing, sungkai, gerunggang, dan nyatoh. Kelas awet kayu karet tergolong kelas awet V yaitu setara dengan kayu ramin, namun kayu karet lebih rentan terhadap serangga penggerek dan jamur biru (blue stain) dibanding kayu ramin. Oleh karena itu, untuk memanfaatkannya perlu dilakukan pengawetan yang lebih intensif dibandingkan kayu ramin, terutama setelah digergaji. Pengawetan kayu ramin cukup dengan cara pencelupan, sedangkan pada kayu karet harus dilakukan dengan cara vakum dan tekan. Namun, dengan berkembangnya teknologi pengawetan, masalah tersebut telah dapat diatasi (Coto, 1989).
Universitas Sumatera Utara