J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 2, Hal.: 82 - 86 ISSN 1978-1873
SIKLOARTOBILOSANTON DARI KULIT BATANG DAN FLAVONOID DALAM BEBERAPA BAGIAN TUMBUHAN Artocarpus dadah YANG TUMBUH DI LAMPUNG Tati Suhartati dan Yandri A.S. Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Lampung, Jalan Soemantri Brojonegoro No. 1, Bandar Lampung 35145 Diterima 28 Agustus 2007, perbaikan 10 Desember 2007, disetujui untuk diterbitkan 27 Desember 2007
ABSTRACT From the bark of Artocarpus dadah, which grows in Lampung, has been isolated a flavonoid compound. The structure of this compound was determined based on UV-VIS and IR spectra and it was identical with cycloarthobiloxanthon. This compound is known has high activity in toxicity test against murine leukemia P-388 cell with IC50 4.6 g/mL. In this research has also been determined the constituent of crude flavonoid in several part of Artocarpus dadah. The crude flavonoid from the bark of the trunk and the root was higher than that from the wood of the trunk and the root of A. dadah. Keywords: flavonoid, cycloarthobiloxanthon, Artocarpus dadah., murine leukemia P-388 cell
1. PENDAHULUAN Umumnya tumbuhan species Artocarpus mengandung senyawa flavonoid terprenilasi pada C-3 atau turunannya1). Senyawa-senyawa flavonoid tersebut yang telah berhasil diisolasi, ditentukan strukturnya dan dilaporkan mempunyai aktivitas sitotoksik yang tinggi terhadap benur udang Artemia salina. Struktur molekul senyawa flavonoid dari genus Artocarpus ini sangat bervariasi, tetapi belum dilaporkan mengenai perkiraan kadar kandungan senyawa flavonoid tersebut. Dari studi literatur, diketahui bahwa dari A. dadah telah diisolasi satu senyawa kimia yang merupakan senyawa fenolik yang bukan turunan flavonoid yang terprenilasi pada C-3, yaitu afzelecin-3-O- -L-ramnosida2). Senyawa lain yang telah diisolasi dari kulit batang A. dadah adalah senyawa turunan stilbenoid terprenilasi, turunan benzofuran, dan turunan flavan3), sedangkan kandungan senyawa flavon yang terprenilasi pada C-3 dan senyawa kimia lainnya belum diketahui. Dalam rangka mencari senyawa baru dan flavonoid bioaktif baru, serta membuktikan bahwa senyawa flavonoid terprenilasi pada C-3 merupakan senyawa utama yang terdapat dalam semua spesies Artocarpus, maka dilakukan penelitian terhadap Artocarpus dadah.. Penelitian ini berorientasi pada tumbuhan Artocarpus dadah. yang tumbuh di Lampung. Tumbuhan ini termasuk tumbuhan langka yang berdasarkan penelusuran literatur belum pernah diteliti secara kimia. Tujuan penelitian ini adalah akan diperoleh informasi mengenai senyawa dengan struktur molekul baru yang mempunyai bioaktivitas tertentu dari tumbuhan Artocarpus dadah. Selain itu akan diperoleh informasi mengenai senyawa flavonoid dari tumbuhan ini, apakah terdapat senyawa flavonoid yang mengandung gugus prenil pada C-3 atau tidak. Adanya gugus prenil pada C-3 senyawa flavonoid, akan mendukung hipotesis mengenai ciri senyawa flavonoid yang terdapat pada tumbuhan Artocarpus dan hal ini akan membantu pengklasifikasian tumbuhan secara kemotaksonomi. Selain itu juga akan diketahui perkiraan kadar dari golongan senyawa, khususnya flavonoid yang terdapat dalam bagian tumbuhan Artocarpus dadah.
2. METODE PENELITIAN 2.1. Alat-alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan antara lain alat-alat gelas, penguap putar vakum, satu set alat kromatografi cair vakum, satu set kolom kromatografi, pengukur titik leleh Fisher Jhons, lampu UV merk Spektroline model ENF-240 C/F, pipet kapiler, spektrofotometer FT-IR Shimadzu, dan spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis) Shimadzu. 2.2. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan adalah kulit batang tumbuhan kenangkan (Artocarpus dadah Miq.) yang telah dikeringkan dan dihaluskan, diperoleh dari desa Keputran Kecamatan Sukoharjo Tanggamus Lampung Selatan. Tumbuhan yang digunakan, telah dideterminasi di Herbarium Bogoriense, Bogor. Pelarut yang digunakan berkualitas teknis yang telah
82
2007 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 2
didestilasi, sedangkan untuk analisis spektrofotometer berkualitas pro analisis (p.a). Bahan kimia yang dipakai antara lain metanol, etil asetat, n-heksana, diklorometana, serium sulfat 1,5% dalam H2SO4 2 N, silika gel Merck G 60 untuk kromatografi cair vakum (KCV), silika gel Merck 60 (35-70 Mesh) untuk kromatografi kolom (KK), untuk kromatografi lapis tipis (KLT) digunakan plat silika gel Merck kiesegel 60 F254 0,25 mm. Kulit batang tumbuhan Artocarpus dadah. yang telah dihaluskan sebanyak 3 kg dimaserasi menggunakan metanol : etil asetat (1:1) 10 L selama 3x24 jam. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan menggunakan penguap putar vakum pada suhu 20 - 400C dengan laju putaran 60 - 70 rpm menghasilkan ekstrak kental. Ekstrak kental 36 gram selanjutnya dilarutkan dalam aseton kemudian difraksinasi dengan cara KCV menggunakan eluen etil asetat/n- heksana 10% sampai dengan etil asetat 100%, diperoleh tiga fraksi utama berdasarkan hasil KLT, masing-masing dengan berat 1,3176 gram, 2,3129 gram, dan 1,0325 gram. Pemisahan lebih lanjut dilakukan terhadap fraksi pertama dan kedua menggunakan KCV dan KK dengan variasi berbagai eluen dari n-heksana, etilasetat, dan aseton. Dari fraksi pertama dan kedua diperoleh kristal jarum berwarna kuning masing-masing 30 mg dan 15 mg, dengan t.l. 260 C. Hasil KLT dari kedua kristal ini dengan menggunakan tiga variasi eluen menunjukkan Rf yang sama. Kristal yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan spektrofotometri UV-VIS dan IR. 2.3. Analisis kuantitatif Flavonoid4) 10 g bagian tanaman diekstrak dua kali dengan 100 mL metanol air 80%pada suhu kamar. Seluruh larutan disaring melalui kertas saring Whatman no 42 (125 mm). Filtrat dipindahkan ke krusibel dan diuapkan hingga kering di atas penangas air dan ditimbang hingga berat konstan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis KLT menggunakan 3 variasi eluen, kromatogram menunjukkan noda tunggal dengan Rf yang sama untuk kedua kristal yaitu Rf 0,53 untuk eluen aseton/ n-heksana 50%, Rf 0,38 untuk eluen etil asetat/ n-heksana 40%, dan Rf 0,24 untuk eluen eter/ n-heksana 50%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua kristal merupakan senyawa yang sama, yang selanjutnya kristal ini disebut dengan senyawa 1. 3.1. Analisis spektrofotometri ultraungu-tampak Senyawa 1: UV (MeOH) maks nm (log ): 228 (4,346), 256 (4,250); 274 (4,354); 310 (3,917); 328 (3,869); 390 (4,114); (MeOH + NaOH) 229, 265, 435; (MeOH +AlCl3) 230, 287, 321, 348, 435; (MeOH +AlCl3 + HCl) tidak terjadi pergeseran; dan pada penambahan NaOAc tidak menimbulkan perubahan terhadap spektrum awal. Senyawa flavonoid mempunyai sistem karbonil yang berkonjugasi dengan cincin aromatik, sehingga senyawa ini menyerap sinar pada panjang gelombang tertentu di daerah ultraungu. Senyawa flavon mempunyai serapan di daerah ultraungu pada dua panjang gelombang, yaitu sekitar 320-380 nm pada pita I dan sekitar 240-270 nm pada pita II5). Spektrum UV senyawa 1 yang diperoleh dari kulit batang tumbuhan kenangkan memberikan serapan maksimum pada maks 203 nm, 228 nm, 274 nm, dan 390 nm dalam metanol. Data spektrum UV menunjukkan adanya bahu pada panjang gelombang 256 nm, 310 nm, dan 328 nm yang merupakan karakteristik untuk senyawa flavon. Serapan maksimum di daerah ultraungu pada maks 390 nm merupakan spektrum khas flavon pada pita I yang karakteristik untuk resonansi gugus sinamoil dari cincin B. Serapan maksimum pada maks 274 nm merupakan spektrum khas flavon pada pita II yang karakteristik untuk resonansi gugus benzoil dari cincin A. Penambahan pereaksi geser dapat digunakan untuk menentukan kedudukan gugus hidroksi fenol pada senyawa flavonoid dengan cara mengamati pergeseran puncak yang terjadi. Pereaksi geser NaOH digunakan untuk mendeteksi gugus hidroksi yang lebih asam dan tidak tersubstitusi. Adanya pergeseran batokromik pada pita I menunjukkan adanya gugus hidroksi pada posisi C3 atau C4 6). Data spektrum UV pada penambahan pereaksi geser natrium hidroksida (NaOH) terjadi pergeseran batokromik sebesar 45 nm pada pita I dengan intensitas yang meningkat. Pergeseran batokromik pada pita I dan intensitas yang meningkat memberikan petunjuk adanya gugus hidroksi pada posisi C4. Pereaksi geser AlCl3 dan AlCl3/HCl digunakan untuk menentukan adanya gugus hidroksi pada posisi C5 yang bertetangga dengan keton dan adanya gugus orto-dihidroksi pada cincin B. Pergeseran batokromik terhadap spektrum metanol pada penambahan pereaksi geser AlCl3 menunjukkan adanya gugus hidroksi pada posisi C5 yang bertetangga dengan keton. Pergeseran yang menurun pada penambahan HCl (AlCl3/HCl) dengan intensitas yang rendah menunjukkan adanya gugus ortodihidroksi pada cincin B. Data spektrum UV pada penambahan pereaksi geser AlCl3 memberikan informasi adanya pergeseran batokromik pada pita I sebesar 45 nm dengan intensitas yang meningkat. Hal ini mengindikasikan pada senyawa 1 terdapat gugus hidroksi pada posisi C5 yang bertetangga dengan gugus karbonil. Sedangkan pada
2007 FMIPA Universitas Lampung
83
Tati Suhartati dan Yandri A.S.... Sikloartobilosanton dari Kulit Batang dan Flavonoid dalam
penambahan HCl (AlCl3/HCl) tidak menunjukkan adanya pergeseran puncak serapan, mengindikasikan pada senyawa 1 tidak terdapat gugus orto-dihidroksi pada cincin B. Pereaksi geser natrium asetat (NaOAC) digunakan untuk mendeteksi adanya gugus 7-hidroksi bebas yang ditunjukkan dengan adanya pergeseran batokromik pada spektrum UV. Data spektrum UV pada penambahan pereaksi geser NaOAC tidak menunjukkan adanya pergeseran batokromik pada puncak-puncak serapan dari senyawa 1. Hal ini menunjukkan pada posisi C7 dari senyawa 1 tidak terdapat gugus hidroksi bebas. 3.2. Spektrofotometri Inframerah Senyawa 1, menunjukkan puncak-puncak serapan pada spektrum IR sebagai berikut: (KBr) maks (cm-1): 3567, 3117, 2971, 1654, 1602, 1580, 1551, 1476, 1425, 1352, 1265, 1245, 1206, 1177, 1156, 1112. Spektrum IR senyawa 1 memberikan serapan pada daerah bilangan gelombang 3000-3300 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur dari gugus hidroksi yang dapat membentuk ikatan hidrogen. Puncak serapan pada daerah 3567 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur dari gugus hidroksi pada fenol. Puncak serapan pada daerah 2971 cm-1 merupakan petunjuk adanya gugus C-H alifatik. Adanya gugus karbonil (C=O) yang berkonjugasi dengan C=C ditunjukkan dengan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1654 cm-1. Puncak-puncak serapan pada daerah 1602, 1580, 1551, 1476, 1425 cm-1menunjukkan adanya C=C aromatik. Spektrum IR senyawa 1 dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Spektrum IR senyawa 1 Spektrum IR senyawa 1 dari kulit batang tumbuhan kenangkan menunjukkan adanya kemiripan dengan spektrum senyawa sikloartobilosanton standar yang spektrumnya dapat dilihat pada Gambar 2. Selain melakukan analisis data spektroskopi ultraviolet dan inframerah, dilakukan juga analisis KLT terhadap senyawa 1 dan senyawa sikloartobilosanton sandar. Berdasarkan hasil analisis KLT menggunakan 3 variasi eluen, senyawa 1 mempunyai noda dengan Rf yang sama seperti senyawa sikloartobilosanton standar. Eluen yang digunakan pada analisis KLT tersebut adalah aseton/n-heksana 50% yang memberikan nilai Rf 0,44, etil asetat/n-heksana 50% memberikan nilai Rf 0,45, dan aseton/kloroform 30% memberikan nilai Rf 0,51. Berdasarkan perbandingan data tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa 1 yang diperoleh dari tumbuhan kenangkan, Artocarpus dadah. merupakan senyawa flavonoid turunan furanodihidrobenzosanton yang berasal dari suatu flavon, yaitu sikloartobilosanton. Hal ini juga didukung oleh data spektrum UV menggunakan beberapa pereaksi geser. Data tersebut menunjukkan pola hidroksilasi senyawa 1 sesuai dengan struktur senyawa sikloartobilosanton yang dapat dilihat pada Gambar 3. Sikloartobilosanton merupakan turunan senyawa flavonoid yang terprenilasi pada C3, yang membuktikan bahwa senyawa flavonoid terprenilasi pada C3 merupakan senyawa utama yang terdapat dalam semua spesies Artocarpus. Senyawa ini juga ditemukan pada A. communis, A. rigida, A. altilis, A. scortechinii, A. nobilis, A. teysmanii, A. lanceifolia, A. rotunda dan A. kemando8). Berdasarkan penelusuran literatur senyawa sikloartobilosanton mempunyai efek inhibisi pada pembebasan TNF- tikus dari sel BALB/3T3 yang diinduksi oleh asam akadoat dengan harga IC50 1,94 M .
84
2007 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 2
b
Gambar 2. Spektrum senyawa sikloartobilosanton standar7) HO O
OH
O O OH O
Gambar 3. Struktur molekul senyawa sikloartobilosanton
Selain itu, senyawa ini juga memiliki efek inhibisi terhadap arakhidonat 5-lipooksigenase dengan harga IC50 sebesar 1,30 M1). Senyawa sikloartobilosanton juga memperlihatkan toksisitas yang tinggi terhadap udang Artemia salina Leach dengan harga LC50 sebesar 3,97 g /mL. Senyawa ini juga menunjukkan aktivitas yang tinggi terhadap sel murine leukemia P-388 dengan harga IC50 4,6 g /mL9). Karena senyawa ini pernah diisolasi dan telah diketahui sifat bioaktivitasnya, maka dalam penelitian ini tidak dilakukan uji bioaktivitas terhadap senyawa hasil isolasi karena diperkirakan sifat bioaktivitasnya juga sama. Hasil analisis kuantitatif golongan senyawa flavonoid dari kulit dan kayu batang serta dari kulit dan kayu akar Artocarpus dadah. diperoleh kadar secara berurutan 6,03; 1,94; 13,2; dan 1,3%. Kadar golongan senyawa flavonoid dalam kulit batang yang cukup besar ini menunjukkan bahwa dalam kulit batang masih banyak kemungkinan dapat diperoleh senyawa flavonoid lain selain sikloartobilosanton (murni, 15 x 10-4%).
4. KESIMPULAN Dari kulit batang Artocarpus dadah. telah diisolasi sikloartobilosanton, turunan senyawa flavonoid terprenilasi pada C3 yang diketahui memiliki bioaktivitas sitotoksik yang tinggi terhadap sel leukemia murine P-388. Dalam kulit batang Artocarpus dadah. masih banyak senyawa flavonoid lain yang dapat diisolasi. Kadar golongan senyawa flavonoid, baik dari kulit batang dan akar Artocarpus dadah. lebih tinggi dibandingkan dengan kayu batang dan akar.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Nomura, T., S. Hano, and M. Aida 1998. Isoprenoid-Substituted Flavonoid from Artocarpus Plants (Moraceae). Heterocycles, 47:2, 1179-1205.
2.
Ersam, T. 2001. Senyawa Kimia Mikromolekul Beberapa Tumbuhan Artocarpus Hutan Tropika Sumatera Barat, Disertasi. Jurusan Kimia ITB. Bandung.
2007 FMIPA Universitas Lampung
85
Tati Suhartati dan Yandri A.S.... Sikloartobilosanton dari Kulit Batang dan Flavonoid dalam
3.
Su, Bao-Ning, M.Cuendet, M.E. Hawthorne, L.B. S. Kardono, S. Riswan, H.H.S. Fong, R.G. Mehta, J.M. Pezzuto, and A.D. Kinghorn. 2002. Constituents of the Bark and Twigs of Artocarpus dadah with Cyclooxygenase Inhibitory Activity. J. Nat. Prod., 65:2, 163 169.
4.
Boham B.A. and Kocipai-Abyazan R. 1974. Flavonoid and Condensed Tannins from Leaves of Hawaiian vaccinium vaticulatum and V. calycinium. Pacific Sci. 48, 458-463.
5.
Ahmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Penerbit Karunika Universitas Terbuka. Jakarta. Hlm 1-12.
6.
Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Penerbit ITB. Bandung. Hlm 1-173.
7.
Indriati. 2006. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Kulit Batang Tumbuhan Sukun, Artocarpus altilis (Park.) Fosberg. Skripsi Unila. Bandar Lampung. 36 hlm.
8.
Suhartati, T. 2001b. Senyawa Fenol Beberapa Spesies Tumbuhan Jenis Cempedak Indonesia. Disertasi Jurusan Kimia ITB. Penerbit ITB. Bandung.
9.
Suhartati, T., S.A Achmad, N. Aimi, E.H. Hakim, M. Kitajima, H. Takayama, and K. Takeya. 2001a. Artoindonesianin L, A New Prenylated Flavone with Cytotoxic Activity from Artocarpus rotunda. Fitoterapia, 72:912-918.
86
2007 FMIPA Universitas Lampung