TINJAUAN PUSTAKA
Cagar Alam Dolok Sibual-buali Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Hutan Suaka Alam ialah kawasan hutan yang karena sifatnya diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan alam hayati dan/atau manfaat-manfaat lainnya, yaitu: a.
Hutan Suaka Alam yang berhubungan dengan keadaan alamnya yang khas termasuk alam hewani dan nabati, perlu dilindungi untuk kepentigan ilmu pengetahuan dan kebudayaan disebut Cagar Alam.
b.
Hutan Suaka Alam yang ditetapkan sebagai suatu tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan kebanggaan nasional disebut Suaka Margasatwa. Cagar Alam Dolok Sibual-buali (CADS) merupakan salah satu kawasan
konservasi di Sumatera Utara yang kaya dengan keanekaragaman hayati berupa spesies tumbuhan dan satwaliar (Hasibuan, 2011). Hutan Sibual-buali ditetapkan sebagai kawasan cagar alam pada tanggal 8 April 1982 sesuai dengan keputusan Menteri Pertanian No. 215/Kpts/Um/14/1982, dengan luas keseluruhan mencapai lebih kurang 5.000 ha. Kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali termasuk pada tipe hutan pegunungan dengan ketinggian antara 800-1.319 m di atas permukaan laut (mdpl) (BBKSDA, 2002). Pegunungan di Cagar Alam Dolok Sibual-buali memiliki lereng agak curam sampai curam dan didominasi kelerengan antara 25-40%. Sekitar 1,8% kawasan hutan Cagar Alam Dolok Sibual-buali merupakan bagian dari Daerah
Universitas Sumatera Utara
Aliran Sungai (DAS) Batang Toru yang masih terdapat hutan alam yang relatif utuh seluas kurang lebih 140.000 ha (Perbatakusuma et al., 2006). Teknologi Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis Sistem informasi geografis mempunyai kemampuan analisis terhadap data spasial untuk keperluan manipulasi maupun permodelan. Fungsi analisis ini dijalankan memakai data spasial dan data atribut. Sistem ini menjawab berbagai pertanyaan yang dikembangkan dari data yang ada menjadi suatu persoalan yang relevan. Data spasial dan sistem informasi geografis hanya merupakan model penyajian yang merefleksikan berbagai aspek realitas dunia nyata, sedangkan untuk meningkatkan peran data dalam pengambilan keputusan mengenai kenyataan tersebut, suatu model harus ditampilkan untuk menggambarkan obyek –obyek termasuk manyajikan hubungan antar obyek (Arifin et al, 2006). Teknologi yang digunakan dalam sistem informasi geografis memperluas penggunaan peta, model-model kartografi dan statistik spasial dengan memberikan kemampuan analisis, tidak hanya tersedia untuk pengembangan model medan kompleks dan pengujian masalah bentang lahan serta masalah penggunaan lahan. Saat ini penggunaan SIG yang paling umum adalah untuk pembuatan peta tematik kota dan memberikan revisi peta-peta tersebut (Howard, 1996). Penginderaan jauh dapat digunakan untuk analisis perhitungan beberapa sifat fisik antara lain arah lereng dan kemiringan lereng dari peta Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) atau dari interpolasi kontur menjadi peta Digital Elevation Model (DEM). Dengan data DEM juga dapat dianalisis topografi di suatu DAS dan kelas kemiringan lereng masing-masing satuan lahan.
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik kondisi fisik suatu lahan DAS didominasi oleh faktor topografi di suatu wilayah dan kelas kemiringan lereng. Dimana DAS yang didominasi kemiringan lereng yang curam dan topografi perbukitan atau pegunungan maka akan berpotensi terhadap kekritisan suatu DAS. Parameter tersebut dari kemiringan lereng, topografi dan ketinggian tempat suatu wilayah dapat dihitung atau dianalisis dengan penginderaan jauh (Harjadi et al, 2007). ArcView merupakan salah satu perangkat lunak (software) desktop Sistem Informasi Geografis (SIG) dan pemetaan yang dikembangkan oleh ESRI. ArcView memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan visualisasi, mengexplore, menjawab query (baik basis data spasial maupun non-spasial), menganalisis data secara geografis, dan sebagainya. Secara umum kemampuan ArcView dapat dilihat melalui uraian berikut : a.
Pertukaran data, membaca dan menuliskan data dari dan ke dalam format perangkat lunak SIG lainnya.
b.
Melakukan analisis statistik dan operasi-operasi matematis
c.
Menampilkan informasi (basisdata) spasial maupun atribut
d.
Menghubungkan informasi spasial dengan atribut-atributnya yang terdapat (disimpan) dalam basisdata atribut
e.
Melakukan fungsi-fungsi dasar SIG seperti analisis sederhana spasial
f.
Membuat peta tematik
g.
Meng-customize aplikasi dengan menggunakan bahasa skrip atau bahasa pemrograman sederhana
Universitas Sumatera Utara
h.
Melakukan fungsi-fungsi SIG khusus lainnya (dengan menggunakan extension yang ditujukan untuk mendukung penggunaan perangkat lunak SIG ArcView)
(Lo, 1995). Pemodelan Spasial SIG dengan penyederhanaannya melakukan pendekatan terutama secara spasial dan non spasial. Analisis spasial dalam SIG berusaha menerangkan fenomena dunia nyata melalui model dunia nyata (real world model). Model dunia nyata ditujukan untuk mengurangi kompleksitas dengan mengambil fenomena-fenomena tertentu saja yang sejalan dengan tujuan. Model dunia nyata selanjutnya diterangkan melalui model data. Proses interpretasi fenomena alami dengan menggunakan model dunia nyata dan model data disebut dengan pemodelan data (Bernhardsen, 1998). Model merupakan representasi dari realita. Tujuan pembuatan model adalah untuk membantu mengerti, menggambarkan, atau memprediksi bagaimana suatu fenomena bekerja di dunia nyata melalui penyederhanaan bentuk fenomena tersebut. Pemodelan spasial terdiri dari sekumpulan proses yang dilakukan pada data spasial untuk menghasilkan suatu informasi umumnya dalam bentuk peta. (Prahasta, 2002). Data yang mengendalikan SIG adalah data spasial. Setiap fungsionalitas yang membuat SIG dibedakan dari lingkungan analisis lainnya adalah karena berakar pada keaslian data spasial. Data spasial menjelaskan fenomena geografi terkait dengan lokasi relatif terhadap permukaan bumi (georeferensi), berformat digital dari penampakan peta, berbentuk koordinat titik-titik, dan simbol-simbol
Universitas Sumatera Utara
mendefinisikan elemen-elemen penggambaran (kartografi), dan dihubungkan dengan data atribut yang disimpan dalam tabel-tabel sebagai penjelasan dari data spasial tersebut (georelational data structure) (Hurvitz, 2003). Hurvitz (2003) membagi model data spasial kedalam dua kategori dasar, yaitu model data vektor dan model data raster. 1. Model Data Vektor Model data vektor merepresentasikan setiap fitur ke dalam baris dalam tabel dan bentuk fitur didefinisikan dengan titik x, y dalam space. Fitur-fitur dapat memiliki ciri-ciri yang berbeda lokasi atau titik, garis atau poligon. Lokasi-lokasi seperti alamat customer direpresentasikan sebagai point yang memiliki pasangan koordinat geografis. Garis, seperti sungai atau jalan, direpresentasikan sebagai rangkaian dari pasangan koordinat. Poligon didefinisikan dengan batas dan direpresentasikan dengan poligon tertutup. Semua itu dapat didefinisikan secara legal, seperti paket dari tanah; administratif, seperti kabupaten. Saat menganalisa data vektor, sebagian besar dari analisa melibatkan atribut-atribut dari tabel data layer. Ada tiga macam model data vektor yaitu titik, garis, dan poligon. 2. Model Data Raster Model data raster merepresentasikan fitur-fitur ke dalam bentuk matrik yang berkelanjutan. Setiap layer merepresentasikan satu atribut (meskipun atribut lain dapat diikutsertakan ke dalam sel matrik). Entiti spasial raster disimpan di dalam layer yang secara fungsionalitas direlasikan dengan unsur-unsur petanya. Contoh sumber entiti spasial raster adalah citra satelit (misalnya Ikonos).
Universitas Sumatera Utara
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Indeks Vegetasi adalah pengukuran optis tingkat kehijauan (greenness) kanopi vegetasi, sifat komposit dari klorofil daun, luas daun, struktur dan tutupan kanopi vegetasi. Indeks vegetasi telah banyak digunakan dalam berbagai penelitian tentang vegetasi skala global. Indeks Vegetasi dapat secara efektif digunakan untuk pemetaan kekeringan, penggurunan (desertifikasi) dan penggundulan hutan (Horning, 2010). Nilai indeks vegetasi dapat memberikan informasi tentang persentase penutupan vegetasi, indeks tanaman hidup (Leaf Area Index), biomassa tanaman fAPAR (fraction of Absorbed Photosyntheyically Active Radiation), kapasitas fotosintesis dan estimasi penyerapan karbondioksida (CO2) (Horning, 2004). Nilai indeks vegetasi merupakan suatu nilai yang dihasilkan dari persamaan matematika dari beberapa band yang diperoleh dari data peninderaan jarak jauh (citra). Bandband tersebut biasanya adalah band merah (visible) dan band infra merah (Near Infra Red) (Peters, 2007). Rentang nilai NDVI adalah antara -1,0 hingga +1,0. Nilai yang lebih besar dari 0,1 biasanya menandakan peningkatan derajat kehijauan dan intensitas dari vegetasi. Nilai diantara 0 dan 0,1 umumnya merupakan karakteristik dari bebatuan dan lahan kosong, dan nilai yang kurang dari 0 kemungkinan mengindikasikan awan es, awan air dan salju. Permukaan vegetasi memiliki rentang nilai NDVI 0,1 untuk lahan savanna (padang rumput) hingga 0,8 untuk daerah hutan hujan tropis (Tinambunan, 2006).
Universitas Sumatera Utara