II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Pakar Sistem pakar yang berbasis pengetahuan kecerdasan merupakan salah satu bagian dari kecerdasan buatan (berbasis pengetahuan) yang memungkinkan komputer dapat berpikir dan mengambil kesimpulan dari sekumpulan aturan atau kaidah (Marimin, 2005). Menurut Turban (1995), struktur sistem pakar terdiri dari beberapa komponen utama yang mencakup : subsistem akuisisi pengetahuan, basis pengetahuan, mesin inferensi, subsistem penjelasan dan antarmuka pengguna. Subsistem akuisisi pengetahuan merupakan kunci utama yang menentukan keberhasilan pengembangan suatu sistem pakar. Akuisisi pengetahuan dalam subsistem ini dilakukan melalui suatu proses rekayasa yang dibagi menjadi lima aktivitas yaitu (Gambar 2) :
Gambar 2. Proses Rekayasa Pengetahuan 5
-
Akuisisi pengetahuan merupakan proses ekstraksi ciri dengan melakukan segmentasi citra berdasarkan warna dan bentuk.
-
Validasi dan verifikasi pengetahuan merupakan proses pengujian sistem temukembali citra sampai mendapatkan hasil yang bisa diterima kualitasnya.
-
Merepresentasikan pengetahuan dalam bentuk fungsi implikasi untuk pembuatan basis pengetahuan fuzzy.
-
Inferensi adalah aktivitas perancangan perangkat lunak agar komputer bisa melakukan inferensi berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki. Sistem inferensi fuzzy yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Mamdani.
-
Justifikasi adalah aktivitas perancangan dan pemrograman kemampuan komputer untuk memberikan umpanbalik citra yang relevan kepada pengguna.
B. Sistem Temukembali Citra Untuk mendapatkan informasi citra yang relevan dari basisdata pada sistem temukembali citra berbasis ciri adalah dengan menggunakan ciri citra sehingga sistem menerima masukan berupa matriks piksel (Smeulder et al, 2000). Menurut Jiang et al (2006), masalah utama dalam perancangan sistem temukembali citra berbasis ciri adalah bagaimana mengintegrasikan konsep visual citra dan semantik citra untuk mendapatkan informasi dari basisdata. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam perancangan sistem temukembali citra yaitu (Sebe dan Lew, 2000) : a. Waktu proses, karena data yang diekstraksi dari suatu citra jumlahnya berbanding lurus dengan jumlah piksel, maka metode yang digunakan harus mempunyai kompleksitas waktu-komputasi yang rendah.
6
b. Efisiensi kapasitas penyimpanan, data indeks basisdata yang dihasilkan proses ekstraksi tidak terlalu besar untuk disimpan di memori. Semakin kecil data indeks basisdata maka semakin efisien memori komputer yang digunakan. C. Fungsi Kemiripan Ciri Kemiripan antara dua buah citra bisa diukur dari kedekatan nilai ciri masing-masing citra. Semakin dekat jarak nilai ciri kedua citra akan semakin tinggi tingkat kemiripannya. Ciri citra yang digunakan untuk mengukur kemiripan dua buah citra adalah warna dan bentuk. Ciri citra dalam hal ini dipandang sebagai sebuah vektor representasi citra. Menurut Duda et al (2001), untuk semua vektor x, y dan z, maka jarak antara dua vektor (d) mempunyai empat sifat yaitu : - nonnegativity
: d(x,y) ≥ 0
(1)
- reflexivity
: d(x,y) = 0 jika dan hanya jika x = y
(2)
- symmetry
: d(x,y) = d(y,x)
(3)
- triangle inequality
: d(x,y) + d(y,z) ≥ d(x,z)
(4)
Salah satu kelas untuk menghitung jarak vektor dalam ruang berdimensi n adalah fungsi minkowski. Fungsi minkowski untuk menghitung jarak vektor dengan n = 1 disebut jarak manhattan dan n = 2 disebut jarak euclid. Secara umum persamaan fungsi minkowski dn adalah sebagai berikut (Duda et al, 2001) : ⎛ m d n ( x, y ) = ⎜ ∑ xi − yi ⎝ i =1
n
⎞ ⎟ ⎠
1
n
(5)
7
D. Citra Bunga dan Model Warna Citra bunga yang dihasilkan oleh sebuah alat pencitraan merupakan produk konversi data sensor kontinyu (analog) menjadi bentuk dijital. Tahapan konversi pada peralatan pencitraan terdiri dari dua yaitu : − Sampling, yaitu proses pencacahan dimensi citra dalam satuan unit terkecil yaitu piksel. Dimensi citra ditentukan oleh jumlah piksel yang terdapat dalam citra. Perbandingan antara tinggi dan lebar citra (rasio aspek) adalah 4 : 3 untuk portrait atau 3 : 4 untuk landscape. − Kuantisasi, yaitu proses pencacahan warna citra pada setiap piksel citra. Hasil proses sampling dan kuantisasi adalah sebuah matriks dengan ukuran m x n dimana m adalah jumlah baris dan n adalah jumlah kolom. Citra merupakan representasi fungsi dua dimensi f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat piksel sedangkan f adalah warna untuk sembarang koordinat x dan y. Citra terdiri dari himpunan nilai x, y dan warna f yang besarnya tertentu dan bersifat diskrit.
Secara spasial citra dapat digambarkan sebagai berikut
(Gonzales dan Woods, 2000) :
Gambar 3. Representasi Spasial Citra 8
Standar peralatan pencitraan dalam melakukan proses kuantisasi warna adalah dengan model warna RGB dengan jumlah ragam warna 8 bit. Sebuah citra RGB yang berdimensi m x n akan mempunyai m x n x 3 piksel warna. Jumlah ragam warna RGB 8 bit berarti setiap lapisan warna R, G, dan B terdapat 28 = 256 atau 224 = 16.777.216 ragam warna citra yang mungkin dihasilkan alat pencitraan. Menurut Stone (2003), model warna RGB mengandung tiga komponen warna yaitu merah (Red), hijau (Green) dan biru (Blue) atau disebut juga sebagai warna primer. Model warna RGB didasarkan pada sistem koordinat cartesian berbentuk kubus. Rentang nilai R, G dan B merupakan representasi semua vektor warna dalam ruang tiga dimensi R-G-B.
Model warna RGB merupakan
kombinasi dari tiga lapisan warna sehingga menghasilkan satu warna komposit.
(a) RGB
(b) HSV
Gambar 4. Model Warna RGB dan HSV Gambar 4(a) menunjukkan bahwa koordinat awal (0,0,0) adalah warna hitam, dan koordinat (255,255,255) adalah warna putih. Warna abu-abu berada disepanjang garis diagonal antara koordinat (0,0,0) sampai dengan (255,255,255), magenta merupakan hasil campuran antara warna biru dan merah, kuning antara merah dan hijau dan cyan antara biru dan hijau. 9
Model warna hue, saturation, value (HSV) yang diperkenalkan oleh Smith tahun 1978 dalam Sebe dan Lew (2000), adalah model warna yang menggunakan pendekatan pada ragam, kecerahan dan intensitas warna (Gambar 4 (b)). Secara garis besar definisi hue, saturation, value adalah : -
Hue berhubungan dengan ragam warna dari warna merah sampai biru.
-
Saturation berhubungan dengan kecerahan yaitu dari cerah sampai abu-abu.
-
Value berhubungan dengan intensitas warna dari putih ke hitam.
D. Segmentasi Warna Segmentasi warna adalah proses mengelompokkan citra ke dalam bin warna (histogram). Penggunaan histogram untuk segmentasi warna dalam sistem temukembali memiliki kelebihan yaitu karena kecepatan dan kemudahannya dalam komputasi (Deng et al, 2001). Tetapi histogram merupakan metode yang tidak sensitif terhadap manipulasi citra seperti rotasi, translasi, perubahan dimensi dan sudut pandang kamera.
Ada kemungkinan citra dengan tataletak yang
berbeda bisa mempunyai histogram yang sama (Qiu dan Lam, 2003). Dalam penelitian sebelumnya berbagai metode telah digunakan untuk meningkatkan akurasi segmentasi warna citra yaitu antara lain Berens et al (2000) melakukan kompresi pada histogram dengan transformasi Karhunen-Loeve, Qiu dan Lam (2003) menggunakan multilayer histogram yang dihasilkan oleh lowpass dan high-pass filter. Segmentasi warna citra dilakukan dengan mengelompokkan tiap piksel citra ke dalam bin warna (Lampiran 1) yang sudah didefinisikan (warna referensi). Metode ini bekerja dengan cara mencari jarak euclid minimum antara warna piksel dengan warna referensi. Perhitungan jarak euclid minimum piksel ke-i
10
dengan warna referensi ke-j model warna HSV dalam Gambar 5 adalah sebagai berikut (Mojsilovic, 2002) :
Gambar 5. Jarak Euclid Model Warna HSV
(
d ij = min ⎡ d hs + d v ⎢⎣ 2
2
)
1
2
⎤ ⎥⎦
(6)
2
d hs = x 2 + y 2
(7)
2
d v = || piv − w jv ||2
(8)
x dengan w js − pis cos α
Substitusi nilai
dan
y dengan pis cos β , sehingga
persamaan (7) menjadi : d hs = ( w js − pis cos α ) 2 + ( pis cos β ) 2 2
= pis + w js (cos 2 α + cos 2 β ) − 2 pis w js cos α 2
2
= pis + w js − 2 pis w js cos α 2
2
(9)
Hasil akhir dari persamaan (6) dengan substitusi nilai α = || pih − w jh || menjadi :
(
2
2
d ij = min psi + wsi − 2 psi wsj cos || phi − whj || + || pvi − wvj ||2 dengan
)
1
2
(10)
d = jarak euclid ph = nilai h piksel p ps = nilai s piksel p pv = nilai v piksel p 11
wh = nilai h warna referensi ws = nilai s warna referensi wv = nilai v warna referensi i
= 1 ... K
j
= 1 ... 43
Persamaan yang digunakan untuk membuat histogram normalisasi bin warna referensi ke-j pada piksel ke-i sebagai berikut :
Hj =
1 K
K
∑p, i =1
i
jika pi = w j
(11)
dengan H = histogram normalisasi p = warna piksel w = warna referensi i = 1 ... K j = 1 ... 43 E. Segmentasi Bentuk
Segmentasi bentuk adalah suatu proses mengelompokkan citra ke dalam vektor yang dihasilkan oleh fungsi posisi dan arah piksel citra dalam bidang dua dimensi. Segmentasi bentuk citra menggunakan momen invarian akan menghasilkan vektor momen citra yang invarian walaupun citra tersebut mengalami proses transformasi. Transformasi adalah teknik manipulasi citra yang meliputi rotasi, translasi, shear, penskalaan, refleksi vertikal dan horizontal. Secara matematis momen invarian merupakan persaman vektor turunan momen orde ketiga (kovarian) yang menguji independensi peubah x dan y. Proses segmentasi bentuk dilakukan dengan terlebih dahulu menghitung momen dan momen pusat citra serta normalisasinya sebagai dasar untuk melakukan penghitungan momen invarian dengan persamaan berikut (Sebe dan Lew, 2000) :
12
− Momen
m
n
: ω pq = ∑∑ x p y q f ( x, y ) m
n
− Momen Pusat : c pq = ∑∑ ( x − x) p ( y − y ) q f ( x, y )
− Normalisasi
: η pq =
c pq λ c00
(12)
(13)
(14)
dengan p, q = orde momen f
= nilai intensitas warna
x, y = koordinat piksel
x, y = pusat citra m, n = jumlah piksel vertikal dan horisontal
λ
= 1 + (p + q)/2 untuk p + q ≥ 2, 3, .....
Proses selanjutnya untuk segmentasi bentuk adalah menghitung himpunan momen yang invarian terhadap transformasi citra yaitu rotasi, translasi, shear, linear, penskalaan, refleksi vertikal dan horizontal. Momen invarian ϕ suatu citra dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : 1. ϕ 1 = η 20 + η 02
(15)
2. ϕ 2 = (η 20 − η 02 ) 2 + 4η 112
(16)
3. ϕ 3 = (η 30 − 3η 12 ) 2 + (3η 21 − η 03 ) 2
(17)
4. ϕ 4 = (η 30 + η 12 ) 2 + (η 21 + η 03 ) 2
(18)
5.
6.
7.
ϕ 5 = (η 30 − 3η12 )(η 30 − η12 )[(η 30 + η12 ) 2 − 3(η 21 + η03 ) 2 ] + (3η 21 − η03 )(η 21 + η03 )[3(η 30 − η12 ) 2 − (η 21 − η03 ) 2 ]
ϕ6 = (η 20 − η02 )[(η 30 + η12 ) 2 − (η 21 + η03 ) 2 ] + 4η11 (η 30 + η12 )(η 21 + η03 ) ϕ7 = (3η 21 − η03 )(η 30 + η12 )[(η 30 + η12 ) 2 − 3(η 21 + η03 ) 2 ] + (3η12 − η 30 )(η 21 + η03 )[3(η 30 + η12 ) 2 − (η 21 − η03 ) 2 ]
(19)
(20)
(21)
13
Momen invarian ke-1 sampai dengan ke-7 adalah representasi bentuk citra yang dapat dikenali walaupun citra asli mengalami proses transformasi. Momen invarian ke-1 merupakan nilai momen inersia disekitar pusat citra jika intensitas piksel diinterpretasikan sebagai densitas dan ke-7 merupakan representasi momen yang invarian terhadap ketidaksimetrisan citra secara refleksi horizontal (mirror). F. Logika Fuzzy
Teori himpunan fuzzy yang diperkenalkan oleh Zadeh tahun 1965 telah banyak diimplementasikan pada berbagai bidang antara lain untuk pengendalian otomatis, identifikasi sistem, pengenalan pola dan signal processing. Kelebihan himpunan fuzzy terletak pada kemampuan untuk menterjemahkan sifat-sifat alami yang rumit dan menjadi alat yang handal untuk mengatasi berbagai persoalan pada domain pengetahuan manusia (Gaweda dan Zurada, 2003). 1. Fungsi Keanggotaan
Menurut Zhang dan Zhang (2004) faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih fungsi keanggotaan untuk sistem temukembali citra adalah akurasi dan kecepatan komputasi. Penggunaan parameter yang tepat menyebabkan fungsi keanggotaan cone, eksponensial dan cauchy bisa menggambarkan faktor ketidakpastian hampir sama seperti yang direfleksikan oleh akurasi keluaran sistem temukembali citra. Jika basisdata citra berukuran besar, maka waktu komputasi fungsi keanggotaan merupakan faktor yang harus diperhatikan.
Menurut Chen dan
Wang (2002), waktu komputasi fungsi keanggotaan cauchy lebih cepat bila dibandingkan dengan cone dan eksponensial. Bentuk persamaan fungsi cauchy c : RnÆ [0 1] adalah sebagai berikut : 14
1,00
0,80
0,60
cx
2s 0,40
0,20
0,00 -26
-23
-19
-15
-11
-8
-4
0
4
7
11
15
19
22
26
x -0,20
Gambar 6. Kurva Fungsi Cauchy
cxr =
1 r r 1 + (| x − v | /s ) α
(22)
dengan c x = nilai fuzzy vektor x r r v = pusat kurva himpunan fuzzy, v ∈ R n
s = lebar kurva, s > 0
α = pemulus kurva, α ≥ 0 Berdasarkan grafik dalam Gambar 6, jika nilai s tetap, maka nilai keanggotaan fuzzy meningkat jika nilai α menurun. Jika nilai α tetap, maka nilai keanggotaan fuzzy meningkat jika nilai s meningkat. Jika nilai α = 0 maka nilai keanggotaan setiap elemen adalah 0,5. Sehingga pada fungsi cauchy parameter α dan s merupakan representasi dari nilai keanggotaan fuzzy. 2. Sistem Inferensi Fuzzy
Menurut Herrera (2005) bagian esensial dari suatu sistem yang mengimplementasikan basis kaidah fuzzy adalah himpunan kaidah fuzzy IFTHEN dimana anteseden dan konsekuennya merupakan komposisi dari 15
pernyataan fuzzy dalam bentuk fungsi implikasi fuzzy dan inferensi kaidah fuzzy. Sistem berbasis kaidah fuzzy merupakan komposisi dari pengetahuan dan informasi dari seorang pakar dalam membentuk kaidah-kaidah fuzzy. Kaidah fuzzy dalam basis pengetahuan yang direpresentasikan dalam bentuk persamaan fungsi implikasi mempunyai struktur sebagai berikut : Basis Kaidah i : Rij : IF x1 IS Ak1 AND x2 is Ak2 AND …. xk is Akl THEN zj IS Bj
(23)
dengan i = Jumlah basis kaidah j = Jumlah kaidah k = Jumlah peubah fuzzy l = Jumlah peubah linguistik
Menurut Kusumadewi dan Hartati (2006), sistem inferensi fuzzy merupakan konsep perhitungan yang didasarkan pada teori himpunan fuzzy, kaidah fuzzy berbentuk IF–THEN dan penalaran fuzzy.
Sistem inferensi fuzzy menerima
masukan himpunan crisp yang diolah oleh basis pengetahuan yang berisi n kaidah fuzzy IF - THEN. Nilai fuzzy implikasi dicari pada setiap kaidah, jika terdapat lebih dari satu kaidah fuzzy maka dilakukan agregasi dari semua kaidah dan didefuzzykasi untuk mendapatkan keluaran sistem yang crisp (Gambar 7).
Gambar 7. Sistem Inferensi Fuzzy 16
Sistem inferensi fuzzy yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Mamdani. Perhitungan nilai fuzzy implikasi sistem inferensi fuzzy Mamdani untuk operator dasar AND adalah sebagai berikut (Zimmermann, 1987 dalam Vertran dan Boujemaa, 2000) : −
Mamdani
: µ wI b = min{µ w , µb }
(24)
−
Aljabar
: µ wI b = µ w µ b
(25)
−
Einstein
: µ wI b =
µ w µb 2 − µ w − µb + µ w µb
(26)
dengan µ = nilai fuzzy ciri
w = ciri warna b = ciri bentuk Defuzzyfikasi adalah proses untuk mengubah keluaran yang berbasis himpunan fuzzy menjadi keluaran yang crisp.
Defuzzyfikasi menggunakan
metode centroid yaitu dengan melakukan penghitungan nilai Center Of Gravity (COG) himpunan fuzzy dengan persamaan (Kusumadewi dan Hartati, 2006) :
∑ = ∑
Rij
COG j
j =1 Rij
z j µz j
µ j =1 z
(27)
j
dengan COG = centre of gravity
z
= nilai fuzzy keluaran
µ
= nilai fuzzy implikasi
R
= basis kaidah fuzzy
i
= indeks basis kaidah fuzzy
j
= indeks kaidah fuzzy
17