TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Tanaman Menurut Rukmana (1997), dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan kentang diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Clasis
: Dicotyledonae
Ordo
: Solanales
Familia
: Solanaceae
Genus
: Solanum
Spesies
: Solanum tuberosum Linn. Tanaman kentang yang berasal dari umbi tidak terdapat akar tunggang tetapi
hanya akar halus saja yang panjangnya dapat mencapai 60 cm. Di dalam tanah, akar – akar banyak terdapat pada kedalaman 20 cm (Rich, 1983).
Batang tanaman berbentuk segi empat atau segi lima, tergantung pada varietasnya. Batang tanaman berbuku–buku, berongga, dan tidak berkayu, namun agak keras bila dipijat. Diameter batang kecil dengan tinggi dapat mencapai 50– 120 cm, tumbuh menjalar. Warna batang hijau kemerah-merahan atau hijau keungu–unguan . Batang tanaman berfungsi sebagai jalan zat–zat hara dari tanah ke daun dan untuk menyalurkan hasil fotosintesis dari daun ke bagian tanaman yang lain (Rukmana, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Tanaman kentang umumnya berdaun rimbun. Helaian daun berbentuk bulat lonjong, dengan ujung meruncing, memiliki anak daun primer dan sekunder, tersusun dalam tangkai daun secara berhadap-hadapan (daun mejemuk) yang menyirip ganjil. Warna daun hijau keputih–putihan. Posisi tangkai utama terhadap batang tanaman membentuk sudut kurang dari 45o atau lebih besar 45o. Pada dasar tangkai daun terdapat tunas ketiak yang dapat berkembang menjadi cabang sekunder. Daun berkerut–kerut dan permukaan bagian bawah daun berbulu. Daun tanaman berfungsi sebagai tempat proses asimilasi untuk pembentukan karbohidrat, lemak, protein dan vitamin yang digunakan untuk pertumbuhan vegetatif, respirasi dan persediaan tanaman (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995). Bunga kentang adalah zygomorph (mempunyai bidang simetris), berjenis kelamin dua (Hermaphroditus) warna mahkota brbentuk terompet dengan ujung seprti bintang, lima benang sari berwarna kuning melingkari tangkai putiknya. Bunga kentang tersusun dalam bentuk karangan bunga (inflorescens) yang tumbuh diujung batang. Satu karangan bunga memiliki 1 – 30 bunga. Tetapi pada umumnya 7 – 15 bunga untuk tiap karangan bunga (Soelarso, 1997). Umbi terbentuk dari cabang samping diantara akar–akar. Proses pembentukan umbi ditandai dengan terhentinya pertumbuhan memanjang dari rhizome atau stolon yang diikuti pembesaran sehingga rhizome membengkak. Umbi berfungsi menyimpan bahan makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air (Samadi, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Syarat Tumbuh Tanah Tanah yang cocok untuk kentang yaitu tanah yang subur, air tanahnya dalam, berdrainase yang baik dan pH anatar 5-6,5. Pada tanah ber-pH rendah, mutu kentang yang dihasilkan akan menurun (Setiawan, 1995). Tanaman kentang membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, bersolum dalam, aerasi dan drainasenya baik dengan reaksi tanah (pH) 5–6,5. Jenis tanah yang paling baik adalah Andosol dengan ciri– ciri solum tanah agak tebal antara 1–2 m, berwarna hitam atau kelabu sampai coklat tua, bertekstur debu atau lempung berdebu sampai lempung dan bertekstur remah. Jenis tanah Andosol memiliki kandungan unsur hara sedang sampai tinggi, produktivitas sedang sampai tinggi dan reaksi tanah masam sampai netral (Rukmana, 1997). Daerah pegunungan yang dijadikan lahan untuk budidaya tanaman kentang merupakan lahan yang cukup baik dalam perkembangannya karena tanah tersebut mengandung bahan organik dari material vulkanis gunung yang dapat membuat tanah tersebut subur. Menurut AAK (1992:146), tanaman kentang cocok dengan tanah yang subur, ringan dan dalam dengan drainase yang baik. Setiadi dan Nurulhuda (1993:21) memperkuat pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa tanah yang paling baik untuk kentang adalah tanah yang gembur atau sedikit mengandung pasir agar mudah diresapi air dan mengandung humus yang tinggi (Agnestika, 2013). Derajat keasaman tanah atau pH tanah juga memiliki pengaruh bagi pertumbuhan tanaman kentang. Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang sesuai
Universitas Sumatera Utara
untuk kentang bervariasi tergantung dari varietas kentangnya. Tanah dengan pH 5,5-6,5 (agak asam) lebih disukai karena dengan keasaman tanah kurang dari 5,4 membantu mengendalikan penyakit kudis pada kentang (Streptomyces scabies) (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995). Menurut Setiadi dan Nurulhuda (1993:21) Semakin baik kondisi lahan
tempat budidaya tanaman kentang, maka semakin besar pula kandungan bahan organik dalam lahan tersebut. Sehingga, lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman kentang tersebut menjadi lahan yang subur karena mengandung unsur hara yang tinggi. Pernyataan ini didukung oleh Rubatzky dan Yamaguchi (1995:122) yang mengatakan bahwa ketersediaan hara sangat penting untuk pertumbuhan awal tanaman dan kebutuhan pupuk tertinggi terjadi selama pembesaran umbi (Agnestika, 2013). Iklim Kentang yang dapat tumbuh di daerah tropis tetap saja membutuhkan daerah berhawa dingin atau sejuk. Suhu udara ideal untk kentang berkisar antara 15-18oC pada malam hari dan 24-30 oC di siang hari. Namun, kentang masih dapat hidup di daerah yang suhu udaranya, terutama pada malam hari, dibawah suhu tersebut diatas. Ukuran iklim ini cukup dingin bagi Indonesia yang tergolong negara tropis dan mempunyai suhu pada siang hari 24-25 oC dan 15-24 oC di malam hari (Setiadi, 2009). Tanaman kentang merupakan salah satu tanaman pangan yang sering kita jumpai di daerah-daerah pegunungan karena mempunyai iklim yang rendah serta ketinggian yang cocok untuk pertumbuhannya secara optimal. Setiadi dan Nurulhuda (1993:20-21) mengemukakan bahwa kentang dapat tumbuh subur di
Universitas Sumatera Utara
tempat-tempat yang cukup tinggi, seperti di daerah pegunungan dengan ketinggian sekitan 500-3.000 meter diatas permukaan laut (mdpl), tetapi tempat yang ideal berkisar antara 1.000-3.000 mdpl dengan suhu udara berkisar antara 15-18° C pada malam hari dan 24-30° C pada siang hari, serta curah hujan kirakira 1.500 mm per tahun (Agnestika, 2013). Faktor cahaya matahari sangat berpengaruh terhadap pembentukan organ vegetatif tanaman, seperti batang, cabang (ranting), dan daun, serta organ generatif seperti bunga dan umbi. Terbentuknya bagian vegetatif dan generatif ini merupakan hasil proses asimilasi atau fotosintesis yang menguatkan cahaya matahari sebagai sumber energi. Faktor cahaya yang penting untuk pertumbuhan tanaman adalah intensitas cahaya matahari yang dapat diterima tanaman dapat mempercepat proses pertumbuhan tanaman dan pembentukan umbi
(Samadi,
1997). Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) Menurut Agrios (1996) klasifikasi jamur ini sebagai berikut : Kingdom
: Mycetae
Divisio
: Eumycota
Subdiviso
: Mastigomycotina
Class
: Oomycetes
Ordo
: Peronosporales
Famili
: Pythiaceae
Genus
: Phytophthora
Spesies
: Phytophthora infestans (Mont.) de Barry
Universitas Sumatera Utara
Miselium pada jamur parasit tanaman ini dapat tumbuh di dalam sel (intracelluler) atau antar sel (intercelluler). Sporangiofor biasanya bercabangcabang dan biasanya dibentuk di permukaan tanah, pada tanaman, dan dapat muncul dari inang melalui efidermis atau stomata (Landecker, 1982). Miselium interseluler, tidak bersekat, mempunyai banyak haustorium. Konidiofor keluar dari mulut kulit, berkumpul 1-5, dengan percabangan simpodial, mempunyai banyak bengkakan-bengkakan yang khas. Konidium berbentuk buah pir, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak, 7-32. Konidium berkecambah secara langsung dengan membentuk hifa (benang) baru, atau secara tidak langsung dengan membentuk spora kembara (zoospora). Oleh karena dapat membentuk spora kembara, konidium dapat juga disebut sebagai sporangium atau zoosporangium. Jamur dapat membentuk oospora meskipun agak jarang (Semangun, 1989). Sporangium yang pertama terbentuk adalah patogen tular udara. Sporangium terbentuk pada kelembapan relatif (RH) minimum 91% dan optimum pada 100% dan temperatur udara berkisar antara 23-26oC, dimana temperatur yang optimum pada 18-22 oC. Pembentukan sporangium pada temperatur 15 oC akan membentuk zoospore dalam satu atau dua hari. Sedangkan pada suhu 25 oC membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu 5-7 hari. Oosspora berkecambah pada temperatur 12-15 oC setelah perkecambahan, tabung kecambah dari zoospora mengalami perkembangan dari jamur ini sesudah terjadi infeksi pada tanaman kentang (Walker, 1957). Dwidjoseputro (1978) menyatakan bahwa jamur ini mempunyai sporangiophor yang jelas, sporongiophor ini bercabang-cabang setiap kali satu
Universitas Sumatera Utara
(simpodial), dan pertumbuhannya berlangsung terus menerus. Sporongium yang telah kosong gugur, dan tumbuh sporangium yang baru pada ujung cabang yang baru. Bentuk sporangium berbentuk seperti jeruk nipis yang mempunyai tonjolan kecil. Sporangium tidak tahan kekeringan. Jika ada air, maka ia menghasilkan zoospora. Pada suhu yang tinggi ia membentuk buluh kecambah, dan pada suhu yang rendah ia menghasilkan zoospora (Aruan, 2004). Penyakit hawar daun sangat merusak dan sulit dikendalikan, karena P. infestans merupakan jamur patogen yang memiliki patogenisitas beragam. Pada umumnya, patogen ini berkembangbiak secara aseksual dengan zoospora, tetapi dapat juga berkembangbiak secara seksual dengan oospora. Jamur ini bersifat heterotalik, artinya perkembangbiakan secara seksual atau pembentukan oospora hanya terjadi apabila terjadi mating (perkawinan silang) antara dua isolat P. infestans yang mempunyai tipe perkawinan berbeda (Purwanti, 2002).
Sporangium Sporangiofor
Hifa Gambar. 1 Miselium Jamur P.infestans Sumber : Foto Langsung
Gejala Serangan Daun-daun yang sakit mempunyai bercak-bercak nekrotik pada tepi dan ujungnya. Kalau suhu suhu tidak terlalu rendah dan kelembapan cukup tinggi,
Universitas Sumatera Utara
bercak-bercak tadi akan meluas dengan cepat dan mematikan seluruh daun. Bahkan kalau cuaca sedemikian berlangsung lama, seluruh bagian tanaman diatas tanah akan mati. Dalam cuaca yang kering jumlah bercak terbatas, segera mengering dan tidak meluas. Umumnya gejala baru tampak bila tanaman berumur lebih dari satu bulan, meskipun kadang-kadang sudah terlihat pada tanaman yang berumur 3 minggu (Semangun, 1996). Awalnya, pada daun terdapat bercak agak kebasah-basahan. Bila kelembapan tinggi, bercak akan cepat meluas. Sel-sel ditempat tersebut mati dengan cepat sehingga bercak tampak berwarna coklat. Dibatas bercak timbul suatu daerah putih yang terdiri atas miselia dan sporangiofora beserta sporangianya. Jika iklim terus-menerus basah, seluruh daun dan bagian lainnya akan menunjukkan gejala serupa, lalu membusuk dengan cepat. Umbi di dalam tanah pun bisa diserangnya, dengan gejala busuk berwarna coklat kehitamhitaman (Rukmana dan Saputra, 1997). Gejala pada tingkat awal timbul bercak nekrotik pada bagian tepi dan ujung daun. Gejala ini bertahan atau berkembang lambat pada varietas yang tahan atau dalam cuaca yang kering. Gejala pada tingkat lanjut muncul bercak-bercak nekrotik yang berkembang keseluruh daun tanaman dan menyebabkan matinya bagian tanaman yang ada diatas tanah. Gejala pada daun tanaman muncul setelah tanaman berumur lebih dari satu bulan. Hal ini terutama terjadi pada varietas rentan dan kelembapan cukup tinggi pada suhu yang tdak terlalu rendah (Warda, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Gejalaa Serangan
Gambar. 2 Gejala Serrangan P.inffestans Sum mber : Foto Langsung Daur Pen nyakit Jam mur dapat mempertahhankan diri dari musim m ke musiim dalam umbiu umbian yaang sakit. Kalau K umbii yang sakiit ditanam, jamur dapaat naik ke tunas muda yanng baru saja tumbuh daan membenttuk banyak konidium aatau sporan ngium di sini. Deemikian pulla umbi-umb mbi sakit yan ng dibuang, dalam keaddaan yang cocok c dapat berttunas dan menyebarkkan konidiu um (Van der Zaag, 1 956). Mesk kipun demikian menurut Su uhardi (19884) di Indonesia agak jarang terddapat umbi yang ora namun ddaun-daun muda m sering g terserang ooleh penyak kit ini terinfeksi Phytophtho (Semanguun, 1989).
Gam mbar 3. Daaur hidup Ph hytophthora a infestans Sumber :http:// ww ww.apsnet.orrg/online/feeature/latebllit/chapter1//epidemic.h htm.
Universitas Sumatera Utara
Sifat serangannya epidemik berbentuk bunga majemuk/multiple interest disease; terdapat banyak ras-ras fisiologis patogennya; tanaman inang antara lainnya adalah tomat dan beberapa anggota Solanaceae; dapat bertahan hidup pada sisa-sisa tanaman inang dan umbi yang membusuk di lapangan dan didalam tanah sebagai saprofit (Djafaruddin, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit Pembentukan dan perkecambahan konidium Ph. infestans sangat dipengaruhi oleh kelembapan dan suhu, terutama kelembapan. Pada udara kering konidium sudah mati dalam waktu 1-2 jam, sedang pada kelembapan 50-80% dalam waktu 3-6 jam. Pada suhu 10-25o C, kalau ada air, konidium membentuk zoospora dalam waktu ½ - 2 jam. Perkembangan bercak pada daun paling cepat terjadi pada suhu 18-20o C. Pada suhu 30o C perkembangan bercak akan terhambat. Oleh karena itu pada kentang dataran rendah (kurang dari 500 m dari permukaan laut) Ph. infestans tidak merupakan masalah karena pada kondisi ini tanaman jamur sulit tumbuh (Semangun,1996). Suhu merupakan faktor yang sangat penting pada perkembangan jamur ini antara lain ukuran sel mikroorganisme, metabolisme, metabolisme pembentukan pigmen dan toksin pengambilan nutrisi fungsi enzim dan komposisi kimia dari sel (Banwart, 1981).
Universitas Sumatera Utara
Gunung Sinabung
Gamb bar 4. Gunuung Sinabun ng Sedang Mengeluarka M an Erupsi Sumber : Badan B Geolo ogi Guunung Sinab bung tidak pernah terccatat meletu us sejak tahhun 1.600 tetapi mendadakk aktif kemb bali dan meeletus pada tanggal 27 7 Agustus 22010, gunun ng ini mengeluarrkan asap dan d abu vuulkanis. Pad da tanggal 29 Agustuss 2010 dinii hari sekitar pukkul 00.15 WIB, W gununng Sinabung g mengeluarrkan lava. SStatus gunun ng ini dinaikkan menjadi "Awas". Duua belas rib bu warga disekitarnya d a dievakuasi dan mpai jarak 8 kilometer. Debu ditampungg di 8 lokasi. Suara letuusan ini terdengar sam vulkanis ini i tersemb bur hingga 5.000 metter di udarra. Abu Guunung Sinaabung cenderungg meluncurr dari arah barat daya menuju timur laut. Sebagian Kota Medan jugga terselimu uti abu dari Gunung Sinabung. Baandar Udaraa Polonia di Kota Medan diilaporkan tidak t menggalami gan ngguan perjjalanan udaara. Satu orang o dilaporkann meninggaal dunia karrena ganggu uan pernapaasan ketikaa mengungsi dari rumahnyaa. Pada tang ggal 3 Septtember 201 10, terjadi 2 letusan. L Letusan perrtama terjadi sekkitar pukul 04.45 WIB B sedangkaan letusan kedua k terjaadi sekitar pukul p 18.00 WIB B. Letusan pertama p meenyemburkaan debu vuk klkanis setinnggi 3 kilom meter. Letusan kedua k terjad di bersamaann dengan gempa bumi vulkanis yyang dapat terasa t
Universitas Sumatera Utara
hingga 25 kilometer di sekitar gunung ini. Pada tanggal 7 September 2010, Gunung Sinabung kembali metelus. Ini merupakan letusan terbesar sejak gunung ini menjadi aktif (BPTP Sumut, 2013). Pada tahun 2013, Gunung Sinabung meletus kembali, dalam bulan September 2013, telah terjadi 4 kali letusan. Letusan pertama terjadi ada tanggal 15 September 2013 dini hari, kemudian terjadi kembali pada sore harinya. Status gunung sinabung dari WASPADA (Level II) menjadi SIAGA (level III). Tidak ada tanda-tanda sebelumnya akan peningkatan aktivitas sehingga tidak ada peringatan dini sebelumnya. Hujan abu mencapai kawasan Sibolangit dan Berastagi. Abu vulkanis selain menutupi jalanan, rumah-rumah penduduk juga menutupi tanaman. Debu vulkanik berdampak pada 6 (enam) kecamatan di sekitar gunung Sinabung yaitu Kecamatan Namanteran, Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Merdeka, Kecamatan Dolat Rayat, Kecamatan Barusjahe, dan Kecamatan Berastagi. Letusan terkini terjadi pada tanggal 15 Oktober 2013 dan dilaporkan juga mengeluarkan lava. Jarak dari Gunung Sinabung ke Kecamatan Simpang Empat adalah ± 6 Km dari puncak (PVMBG, 2013). Abu vulkanik letusan Gunung Sinabung menyelimuti pemukiman masyarakat di Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara. Letusan gunung yang disertai dengan gempa itu membuat masyarakat dilanda kepanikan. Sebanyak 17 jiwa meninggal akibat guguran awan panas sinabung. Akibat letusan gunung berapi, beberapa material yang keluar dari kepundan gunung tersebut antara lain adalah awan panas, material pijar, hujan abu, kemungkinan gas beracun yang terlempar ke atmosfer. Semua material tersebut memiliki dampak yang berbeda – beda terhadap lingkungan hidup, terdapat dampak negatif dan dampak positif.
Universitas Sumatera Utara
Gunung Sinabung mengeluarkan bahan material vulkanik seperti debu dan awan panas yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan jatuh wilayah hingga mencapai > 25 km dari kawah ke arah timur karena pengaruh hembusan angin.
Di
Beberapa
desa
mengalami
dampak
langsung
antara
lain
bangunan/rumah, lahan, dan tanaman diselimuti oleh debu dan diperparah lagi selama 3 minggu pasca erupsi tidak ada turun hujan. Akibat debu dari erupsi Gunung Sinabung yang menyelimuti atap seng bangunan rumah penduduk terlihat berwarna kekuningan dijumpai pada desa Sukanalu (5 km), Sadaperarih (10 km) dan Dolatrayat (15 km) diperkirakan akan merusap atas bangunan rumah (PVMBG, 2013). Penanganan sayuran yang terkena dampak erupsi sinabung adalah sebagai berikut : a) Perlu penyediaan embung di daerah erupsi gunung Sinabung, karena tanaman sayuran yang terkena abu vulkanik perlu segera disiram air. b) Daun tanaman yang sudah tua terkena abu gunung Sinabung sebaiknya dipangkas/ dihilangkan (BPTP Sumut, 2013). Kandungan Abu Vulkanik Debu vulkanik yang menjadi lumpur bahkan memiliki pH yang lebih rendah, yaitu 3,81 yang tergolong masam. Tanah yang bercampur debu vulkanik (tanah lapisan atas) tergolong masam dengan nilai pH 4,83. Kemasaman yang tinggi atau nilai pH yang rendah hingga sangat rendah dari debu vulkanik ini, disebabkan kadar sulfur (belerang) yang tinggi dengan kadar belerang (S) total sebesar 3,36%. Demikian juga kelarutannya dalam bentuk sulfat (SO4) yang cukup tinggi mencapai 62 ppm, jauh diatas kadar yang dapat menyebabkan iritasi pada mata sebesar 8-12 ppm (Tim FP USU, 2014).
Universitas Sumatera Utara
Namun demikian, kadar SO4 sebesar 62 ppm ini belum tergolong ke dalam level yang berbahaya dengan kadar 400-500 ppm. Kadar hara yang tinggi terdapat pada debu vulkanik Gunung Sinabung, Kalium (K) dan Magnesium (Mg), kadar hara lainnya seperti Fosfat (P) dan Boron (B) rendah, dan kandungan logamlogam berat (Pb, Cu, Cd, dan Fe) yang dapat bersifat toxic bagi tanaman, sangat rendah, sehingga tidak menyebabkan pencemaran bagi tanaman. Bahan pada silikat (SiO2) yang lebih berfungsi sebagai bahan amelioran (bahan pembenah) tanah sangat tinggi terdapat pada debu vulkanik Gunung Sinabung mencapai 74,47 % (Tim FP USU, 2014). Hasil analisa kimia batuan letusan gunung Sinabung tanggal 23 Desember 2013. Conto Pumice (kedalaman lapisan) di analisa dengan X-Ray Fluorescence (XRF) adalah sebagai berikut : Tabel. 1 Analisa Kimia Abu Vulkanik Tahun SiO2 TiO2 Al2O3 FeO* MnO MgO CaO Na2O K2O P2O5 2013
58,9
0,71
17,88
6,78
0,15
2,84
7,73
2,97
1,86
0,13
800-
59,7
0,71
17,60
6,58
0,15
2,86
7,37
2,99
1,93
0,13
1000 Letusan tahun 800-1000 dicirikan oleh aliran awan panas (aliran block-dan abu) tanpa didahului erupsi plinian (semburan gas dan abu vulkanik yang tinggi). Endapannya tersebar di tenggara lereng gunung Sinabung. Aliran awan panas ini dihasilkan dari perulangan guguran lava pijar dari kubah lava. Aliran awan panas saat ini diestimasikan masih sama dengan kejadian sebelumnya (800-1000 tahun lalu), namun demikian surge (awan abunya dapat lebih panjang 1-2 km dari ujung endapan awan panas (Lihat Lampiran 4) (PVMBG, 2013).
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di pertanaman kentang Kecamatan Simpang Empat pada beberapa desa dengan ketinggian tempat ±1.340 m dpl dan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2014. Bahan dan Alat Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain kertas kuisioner, air, tisue, methyl blue, slotipe. Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain mikroskop, preparat, kamera, gunting, cangkul, plastik transparan, kotak tray, kawat, kalkulator, penggaris dan alat tulis. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode survei. Tahapan penelitiannya adalah sebagai berikut : 1. Metode Daerah Sampel Metode penentuan daerah penelitian ditetapkan secara purposive sampling. Purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan struktur penelitian, dimana pengambilan sampel dengan mengambil sampel orang-orang yang dipilih oleh penulis menurut ciri-ciri spesifik dan karakteristik tertentu. Dalam purposive sampling pemilihan sampel bertitik tolak pada penilaian pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih benarbenar representatif (Djarwanto dan Subagyo, 1998). Daerah penelitian ditetapkan di Kecamatan Simpang Empat yang ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan adalah salah satu daerah produksi kentang dan daerah yang terkena dampak erupsi gunung Sinabung yang masih memproduksi tanaman kentang. Daerah lokasi petani
Universitas Sumatera Utara
dipilih di empat desa yaitu Desa Ujung, Desa Gajah, Desa Bulan Baru, dan Desa Torong yang masih memproduksi kentang selama erupsi gunung Sinabung. Dan diambil 10 sampel petani di setiap desa.
2. Metode Pengambilan sampel Penggambilan sampel dilakukan sistem random sampel, pada pengambilan sampel secara random, setiap unit populasi, mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Faktor pemilihan atau penunjukan sampel yang mana akan diambil, yang semata-mata atas pertimbangan peneliti, disini dihindarkan. Bila tidak, akan terjadi bias. Ini merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan sampel yang representatif. Dari satu lahan pertanaman kentang terdapat 5 sampel batang tanaman kentang yang dipilih secara acak dan diberi tanda dengan pacak yang diberi nomor. Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Tanda Tanda yang terbuat dari pacak yang berukuran 50 cm yang diberi nomor pada bagian atas pacak yang menandakan nomor sampel. Tanda yang sudah siap ditempatkan disamping sampel sesuai nomor urutan sampel. Survei Penyakit Hawar Daun Kentang Survei penyakit hawar daun kentang dilakukan dengan membagikan angket pertanyaan pada petani (kuisioner) yang berisi mengenai cara budidaya kentang yang dilakukan petani, pengenalan petani terhadap penyakit hawar daun kentang, perkembangan penyakit hawar daun kentang selama erupsi gunung sinabung dan pengendalian yang dilakukan petani terhadap penyakit hawar daun kentang sebelum dan selama erupsi berlangsung. Pengamatan pengendalian
Universitas Sumatera Utara
penyakit hawar daun kentang yang dilakukan oleh petani dapat dilihat dari pembagian angket pertanyaan (kuisioner) pada petani dapat dilihat pada lampiran 1. Pengamatan di Laboratorium Diambil salah satu sampel tanaman yang terserang penyakit, dibawa ke laboratorium. Disporulasi sampel selama ±2 hari, kemudian diamati jamur yang tumbuh di bawah mikroskop. Didokumentasikan hasil pengamatan. Peubah Amatan Persentase Kejadian Penyakit Untuk setiap desa diambil satu pertanaman sampel, Persentase Kejadian penyakit dihitung berdasarkan tanaman yang terserang penyakit hawar daun kentang dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
a KjP = Keterangan :
x 100%
KjP
b = Kejadian Penyakit (%)
a
= jumlah tanaman sakit
b
= jumlah tanaman sehat
(Purwanti, 2002) Produksi Tanaman Kentang Produksi kentang dihitung dengan menimbang berat kentang (kg) yang dipanen kemudian di konversikan dalam ton/Ha menggunakan rumus :
X Y (ton/Ha) =
1000 kg x
L
1000 m2
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: Y
: Produksi dalam Ton/Ha
X
: Produksi dalam Kg/Plot
L
: Luas Plot ( m2)
(Sudarsono dan Suparman, 1981). Pengendalian Penyakit Hawar Daun Kentang Pengamatan Pengendalian penyakit hawar daun kentang dilakukan dengan memberi angket pertanyaan (kuisioner) kepada petani. Analisis Data Analisis Regresi Untuk menganalisis data yang diperoleh, digunakan metode analisis kuntitatif regresi. Regresi merupakan suatu alat ukur yang juga digunakan untuk mengukur ada
atau
tidaknya
korelasi
antar
variabel.
Regresi
berfungsi
untuk
menggambarkan seberapa besar variabel bebas (X) mempengerahui variabel terikat pada dua kejadian. Regresi juga dapat digunakan untuk meramalkan kejadian yang akan datang. Variabel yang diduga penyebab atau pendahulu dari variabel yang lain disebut variabel bebas (x). Variabel yang diduga sebagai akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya disebut variabel tidak bebas (y). Pemeriksaan regresi antara variabel x dan variabel y digunakan koefisien regresi linier sederhana sebagai berikut: Y = a + bX Keterangan :
Universitas Sumatera Utara
Y
= variabel tidak bebas
X
= variabel bebas
a
= konstanta
b
= koefisien regresi / slop Besarnya regresi berkisar antara +1 s/d -1. Koefisien regresi menunjukkan
kekuatan hubungan linier dan arah hubungan dua variabel acak. Jika koefisien regresi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah. Artinya, jika nilai variabel x tinggi, maka nilai variabel y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Artinya, jika nilai variabel x tinggi, maka nilai variabel y akan menjadi rendah (Sarwono, 2006). Untuk menguji apakah koefisien regresi tersebut signifikan atau tidak, maka dilakukan uji signifikan dengan uji statistik t, sebagai berikut : b t = Se Keterangan : t
= nilai t hitung
b
= koefisien regresi
Se
= Standar estimasi Untuk menguji apakah regresi tersebut signifikan atau tidak, maka
dilakukan uji signifikan dengan uji statistik-t untuk signifikan = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%), dengan ketentuan sebagai berikut : t hitung > t tabel atau t hitung < -t tabel
= Ha diterima Ho ditolak
t hitung < t tabel atau t hitung > -t tabel
= Ho diterima Ha ditolak
Universitas Sumatera Utara
I.
Regresi Antara Banyaknya Terjadi Erupsi dengan Persentase Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang Untuk menganalisis regresi antara banyaknya terjadi erupsi dengan intensitas serangan penyakit hawar daun kentang ditentukan 2 variabel yaitu banyaknya terjadi erupsi sebagai variabel bebas (x) dan kejadian penyakit hawar daun kentang sebagai variabel tidak bebas (y).
II.
Regresi Antara Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Persentase kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang Untuk menganalisis regresi antara pengendalian setelah erupsi terjadi dengan intensitas serangan penyakit hawar daun kentang ditentukan 2 variabel yaitu pengendalian setelah erupsi terjadi sebagai variabel bebas (x1) dan Persentase kejadian penyakit sebagai variabel tidak bebas (y).
III.
Regresi Antara Pengendalian Setelah Erupsi Terjadi dengan Produksi Kentang Untuk menganalisis regresi antara pengendalian setelah erupsi terjadi dengan produksi kentang ditentukan 2 variabel yaitu pengendalian setelah erupsi terjadi sebagai variabel bebas (x1) dan produksi kentang sebagai variabel tidak bebas (y1).
Grafik Regresi Linier Sederhana Y = a - bX
Y = a + bX
Universitas Sumatera Utara
Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Sinabung dan Pengambilan Sampel Desa
Bulan Baru Ujung Gajah
Torong
Gambar. 5 Pengambilan Sampel Desa
Universitas Sumatera Utara