TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Akar Gada Gejala
Akar gada merupakan salah satu penyakit penting dan sangat merusak pada tanaman cruciferae baik yang dibudidayakan maupun yang tunlbuhan liar dan tersebar diseluruh dunia (Alexopoulos et al. 1996; Agrios 2005). Gejala penyakit akar gada dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu gejala yang ada di atas permukaan tanah dan gejala yang ada pada akar. Gejala yang ada diatas permukaan tanah yaitu daun tanaman berwarna hijau pucat sampai kekuningan, terkulai dan layu pada siang hari, kadang-kadang segar kembali pada malam hari.
Pada awal serangan pertumbuhan tanaman masih normal, tetapi
pedahan-lahan tanaman menjadi kerdiL Serangan pada tanaman kubis muda akan roenyebabkan kematian, sedangkan pada tanaman yang lebih tua tanaman akan tetap bertahan hidup, tetapi menghambat pembentukkan kepala, sehingga produksi menurun atau tidak berproduksi sarna sekali (Agrios 2005). eiri khas gejala akar gada ini terlihat pada perakaran atau kadang-kadang tepat di bawah pangkal batang.
Gejala tersebut berupa pembengkakan akar
dengan ukuran yang bervariasi karena patogen penyebab penyakit ini mengadakan reaksi pembelahan dan pembesaran sel, yang menyebabkan terjadinya nyali atau kelenjar yang tidak teratur dan selanjutnya nyali-nyali ini bersatu, sehingga menjadi bengkakan memanjang yang roirip dengan batang (gada).
Rusaknya
susunan jaringan akar menyebabkan rusaknya jaringan pengangkutan air dan hara tanah terganggu. Gejala pembengkakkan tersebut terjadi pada sebagian perakaran atau seluruh perakaran (Semangun 2001).
Sebelum akhir musim tanam dan
kondisi lingkungan yang basah, akar yang membengkak akan hancur karena diuraikan oleh bakteri dan parasit sekunder lain di dalarn tanah (Semangun 2001; Agrios 2005).
5
Penyebab penyakit akar gada Penyakit akar gada disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae Woronin. yang merupakan patogen tular tanah, bersifat endoparasit obligat, dapat bertahan dalam tanah sampai dengan 8 tahun dalam bentuk spora istirahat, dan akan segera berkecambah apabila ada inang meskipun hanya sedikit (Agrios 2005). Berdasarkan klasifikasi yang dikemukakan oleh Agrios (2005) P.
brassicae
digolongkan
ke
dalam
Kingdom
Protozoa,
Phylum
Plasmodiophoromycota, Kelas Plasmodiophoromycetes, Ordo Plasmodiophorales dan
Famili
Plasmodiophoraceae,
Genus
Plasmodiophora,
dan
Spesies
Plasmodiophora brassicae Wor. Selama siklus hidupnya, P. brassicae menghasilkan dua fase plasmodium yang
berbeda
yakni
plasmodium primer
yang
selanjutnya
membentuk
zoosporangia berdinding sel tipis dan plasmodium sekunder yang membentuk spora rehat (resting spore) berdinding sel tebal yang tersusun atas senyawa kitin dan dapat berkecambah dengan zoosporanya, dinding sel tebal ini menyebabkan spora dapat bertahan lebih lama (Alexopoulos 1996). Sebagaimana patogen yang bersifat endoparasit obligat, plasmodium hidup di dalam sel inang dan menyerang sel tersebut. Siklus penyakit dimulai dengan perkecambahan satu zoospora primer dari satu spora rehat haploid dalam tanah. Zoospora primer iill mempenetrasi rambut akar dan menginfeksi isi sel dan masuk ke dalam sel inang. Setelah penetrasi rambut akar atau sel epidermis inang oleh zoospora primer, protoplasma yang berinti satu terbawa masuk ke dalam sel inang. Pembelahan mitosis terjadi dan protoplasma membentuk plasmodium primer setelah plasmodium primer mencapai ukuran tertentu, membelah menjadi beberapa bagian yang berkembang menjadi zoosporangia (Alexopoulos et a1. 1996).
Setiap zoosporangium
mengandung 4 sampai 8 zoospora sekunder yang dapat terlepas melalui lubang atau pori-pori pada dinding sel inang (Agrios 2005), Zoospora sekunder yang lepas bisa masuk ke sel inang yang lain atau keluar dari akar, dan selanjutnya zoospora
sekunder
iill
dapat menginfeksi
kembali
menyebabkan perkembangan aseksual patogen yang cepat.
rambut-rambut akar
6
Sp~ra
sekunder.
tahan akan terbebas dari akar sakit jika akar ini terurai oleh mikroba
Sp~ra
dapat segera berkecambah, tetapi dapat juga bertahan dalam
tanah dalam jangka waktu yang lama sampai 10 tahun tanpa tumbuhan inang. Penyebab penyakit ini dapat tersebar dari satu tempat ke tempat yang lain melalui air drainase, alat-alat pertanian, tanah, hewan dan bibit. Patogen dalam tanaman terinfeksi tidak dapat mencapai inang, oleh karena itu penyakit tidak terbawa benih tapi bersifat kontaminan dimana inokulum patogen hanya berada pada permukaan biji. Pengendalian Penyakit Akar Gada Pengendalian penyakit ini yang disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae telah banyak dilakukan namun hasilnya belum memberikan yang
terbaik.
Penggunaan varietas resisten dapat memberikan harapan akan tetapi
masih mengalami hambatan dibidang pemuliaan tanaman. Dalam pemuliaan tanaman untuk memperoleh varietas yang resisten beIjalan lambat (Dobson et al. 1983). Salah satu penyebabnya adalah di beberapa tempat populasi P. brassicae
mempunyai patotipe atau ras fisiologi yang berbeda. Reyes et al. (1974) melaporkan terdapat sembilan jenis gulma dari cruciferae yang rentan terhadap ras 6. Di lahan pertanaman kubis-kubisan di Jawa Barat ditemukan empat ras P. brassicae (Djatnika 1990 dalam Cicu 2006). Menurut Wallenhammar (1996),
patogenesitas P. brassicae pada tanaman caisin cv. Granat dan kultivar-kultivar brassica lainnya menunjukkan variasi pada tanah yang berbeda. Dalam tanah, populasi P. brassicae umumnya terdiri atas campuran berbagai patotipe. Varietas resisten dapat kehilangan sifat resistensinya atau dipatahkan resistensinya akibat perkembangan ras-ras fisiologi patogen (Reyes et al. 1974). Penanaman suatu varietas secara terus-menerus pada lahan yang sama akan merangsang timbulnya ras yang lebih virulen (Agrios 2005). Pengapw'an tanah dapat mengendalikan patogen jika kepadatan spora rehatnya rendah, namun aplikasinya tidak efektif jika kepadatan spora rehat sangat tinggi (Coulhoun dalam Wallenhammar 1996).
Efektifitas pengapuran tanah
dipengaruhi oleh distribusi dan redistribusi kapur dalam tanah (Dobson et at. 1983). Menurut Agrios (2005), serangan penyakit akar gada sangat tinggi teIjadi
7
pada pH tanah 5,70. Perkembangan penyakit akan menurun pada pH tanah 5,706,20 dan tertekan pada pH tanah 7,80. Pengendalian kimiawi dengan fumigasi tanah menggunakan metil bromide dapat mematikan P. brassicae, tetapi cara ini tidak dianjurkan di lapangan karena berbahaya dan mahal. Pengendalian dengan fungisida tidak selalu menunjukkan hasil yang memuaskan. Beberapa fungisisda memiliki eflkasi yang terbatas bila kepadatan spora rehat dan virulensi P. brassicae sangat tinggi (Tanaka et al. 1997).
Penggunaan flusulfamida mempengaruhi stadia awal dari sildus hidup
pathogen, dan diduga menghambat perkecambahan spora rehat atau menurunkan viabilitas
sp~ra-sp~ra
primer yang terlepas dari spora rehat, namun tidak efektif
mengendalikan P. brassicae yang sudah ada dalam sel kortex (Tanaka et ai. 1999). Pengendalian hayati patogen tular tanah menggunakan mikroba antagonis telah banyak dilaporkan. Penggunaan Gliocladium sp. dan Chaetomium sp. tidak tampak dalam mengendalikan penyakit akar gada (Djatnika 1990). Namun aplikasi Gliocladium sp. dapat mengurangi serangan penyakit akar gada pada tanaman petsai walaupun hasilnya belum memuaskan (Labuan 1990). Widodo et
ai. (1993) melaporkan bahwa penggunaan mikroha antagonis Pseudomonas spp. kelompok fluoresen dapat menekan serangan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap hobot basah tanaman caisin. Namun, perIakuan benih dan penyiraman tanah dengan isolat-isolat mikroba tersebut di lapangan tidak berpengaruh nyata terhadap luas serangan, indeks penyakit, dan bobot basah krop kubis (Primawardona 1995). Narisawa et ai. (1998) menemukan 16 dari 322 isolat cendawan pengkolonisasi akar yang dapat menurunkan keparahan penyakit akar gada pada caisin yang ditanam pada tanah steril. Dari isolat-isolat tersebut, dua isolat Heteroconium chaetospira (Hyphomycetes) dapat menekan penyakit akar gada pada tanah yang tidak steril. H chaetospira dapat menurunkan serangan penyakit akar gada hingga 97% dan layu Verticillium 67% pada tanaman sawi putih (Narisawa et al. 2000).
· •... _._--.' •••..•..•.•...•... _.....•.•..••.,.•.•..•.••.••- •.•................••...•.•.•. _ . ........... _ .. _ ...__ ................................. ·n·........ ..• ..•.......... • ... .... .........• . .......•.............•.__........................................" ..•• _"................... •.......
.••.•. ' ...•... _.. _._ .... _
8
Cendawan Endofit Definisi dan Biologi Endofit
Cendawan endofit adalah cendawan yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan (Clay, 1988).
Sinclair dan Cerkauskas (1996) mendefinisikan bahwa cendawan
endofitik adalah cendawan yang berasosiasi dengan tanaman sehat dan tidak memperlihatkan gejala. Infeksi laten juga merupakan cendawan endofitik tetapi suatu saat akan berubah menjadi parasitik. Secara keseluruhan siklus hidup cendawan endofit pada rumput-rumputan tumbuh sebagai endofit yang non patogen atau epifit tanpa merusak sel inang. Endofit adalah semua jenis organisme yang mengkolonisasi dan menyelesaikan siklus hidupnya dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala yang nyata terhadap tanaman inang. Organisme endofit mempunyai fase epifit yang cukup panjang dan dalam perkembangan siklus hidupnya beberapa organisme kadangkadang menyebabkan patogenik pada tanaman (Petrini 1996). Mikroorganisme endofit pada tanaman inang dapat memberikan efek yang baik dan juga dapat merugikan tanaman (Anonim 1998). Cendawan endofitik diartikan sebagai asosiasi yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme). Cendawan endofitik memiliki kespesifikan inang yang tinggi, simbiosis mutualisme, tidak ada kerusakan pada sel atau jaringan, terjadi siklus nutrisi atau bahan kimia antara endofit dan inangnya, meningkatkan daya bertahan hidup dari inang, meningkatkan kemampuan berfotosintesis inang, juga meningkatkan kemampuan bertahan hidup cendawan (Saikkonen dalam Firakova et at. 2007). Ekologi dan Fisiologi Endofit
Asosiasi cendawan endofit dengan tumbuhan inangnya, oleh Carrol (1988) digolongkan dalam dua kelompok, yaitu mutualisme konstitutif dan induktif. Mutualisme konstitutif merupakan asosiasi yang erat antara cendawan dengan tumbuhan terutarna rumput-rumputan.
Pada kelompok ini cendawan
endofit menginfeksi ovula (benih) inang, dan penyebarannya melalui benih serta organ penyerbukan inang. Mutualisme induktif adalah asosiasi antara cendawan dengan tunlbuhan inang, yang penyebarannya terjadi secara bebas melalui air dan
~
... _.... __ ..........
9
udara. Jenis ini hanya menginfeksi bagian vegetatif inang dan seringkali berada dalam keadaan metabolisme inaktif pada peri ode yang cukup lama. Ditinjau dari sisi taksonomi dan ekologi, cendawan endofit merupakan orgamsme yang sangat heterogen.
Petrini et al. (1992) menggolongkan
cendawan endofit dalam kelompok Ascomycotina dan
Deuteromycotina.
Keragaman pada jasad ini cukup besar seperti pada Loculoascomycetes, Discomycetes, dan Pyrenomycetes. Strobell et al. (1996), mengemukakan bahwa fungi endofit meliputi genus Pestalotia, Pestalotiopsis, Monochaetia, dan lainlain. Sedangkan Clay (1988) melaporkan, bahwa cendawan endofit dimasukkan dalam famili Balansiae yang terdiri dari 5 genus yaitu Atkinsonella, Balansiae,
Balansiopsis, Epichloe dan Myriogenospora. Genus Balansiae umumnya dapat menginfeksi tumbuhan tahunan dan hidup secara simbiosis mutualistik dengan tumbuhan inangnya. Dalam simbiosis ini, fungi dapat membantu proses penyeraPan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis serta melindungi tumbuhan inang dari serangan penyakit, dan hasil dari fotosintesis
dapat
digunakan
oleh
cendawan
untuk
mempertahankan
kelangsungan hidupnya (Bacon dan Battista 1991; Petrini et al. 1992). Keragaman dan Kelimpahan Cendawan Endofit
Konsentrasi endofit yang paling tinggi terdapat dalam mahkota, batang dan daun-daun, sementara sedikit yang hidup dalam akar inang. Endofit membentuk miselia yang tumbuh diantara sel tanaman (Maheshwari 2006), sebagian besar dalam lapisan pelindung daun dan struktur reproduktif. Ketika inang dalam bentuk benih, endofit menginfeksi dan menyebar dari bagian tanaman lapisan luar maslUc kedalam benih. Ketika benih berkecambah dan tumbuh, endofit menginfeksi dan menyebar ke dalam jaringan tanaman inang (Morris 2001). Cendawan endofit pada rumput tumbuh secara interseluler dan sistemik pada bagian tanaman diatas permukaan tanah (Clay dan Schardl 2002). Selanjutnya, cendawan endofit dapat ditransmisikan melalui biji, sehingga jika satu tanaman terinfeksi atau terkolonisasi oleh cendawan endofit maka tanaman berikutnya akan terkolonisasi pula oleh cendawan endofit.
Hasil penelitian
Dongyi dan Kelemu (2004), menemukan bahwa endofit Acremonium implicatum
10
terjadi asosiasi mutualisme dengan spesies Branchiaria
yang penularannya
melalui biji hampir 100%. Potensi dan Peluang Cendawan Endofit sebagai Agens Biokontrol
Penelitian tentang cendawan endofit awalnya dimulai pada rumputrumputan di daerah subtropics-temperate.
Asosiasi endofit dengan rumput
terutama didasarkan pada proteksi inang terhadap stres abiotik dan biotik tidak seperti simbiosis tumbuhan dengan mikroba lainnya yang didasarkan pada akuisisi sumber mineral (nutrisi) (Clay dan Schardl2002). Azevedo et al. (2000) mengungkapkan bahwa masih sangat kurang informasi tentang cendawan endofit dari daerah tropik. Cendawan endofit menginfeksi tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotik (Carrol, 1988 ; Clay, 1988; Sun et al. 2005). Owen dan Hundley dalam Firakova et al. 2007, menambahkan bahwa mikroba endofit dapat berperan sebagai pensintesis senyawa kimia dalam tanaman.
Diantara metabolik sekunder yang utama
dihasilkan oleh mikroba endofit yang diisolasi dari rerumputan adalah kelompok alkaloid diantaranya peramin, ergovaline, tamin, dan lolitrem (Wang et al. 2002). Cendawan endofit Pirijormospora indica pada tanaman barley dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap pH yang tinggi, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen akar karena endofit dapat meningkatkan produksi antioksidan pada akar dan dapat menginduksi ketahanan (ISR) (Waller et al. 2005). Inokulasi cendawan endofit Mycoleptodiscus terrestris meningkatkan
biomass a tanaman watermilfoil (Myriophyllum spicatum L.) di Florida (Shearer 2002).