II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
SABUN TRANSPARAN
SNI (1994) mendefinisikan sabun sebagai pembersih yang dibuat melalui reaksi kimia antara basa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat dari NaOH dikenal dengan sebutan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dari KOH dikenal dengan sebutan sabun lunak (soft soap). Krik et al. (1954) menyebutkan bahwa sabun adalah bahan yang digunakan untuk tujuan mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama, yaitu asam lemak dengan rantai karbon C12 – C18 dan sodium atau potasium. Ada tiga jenis sabun batangan, yaitu cold-made, opaque, dan transparan. Sabun cold made dapat berbusa dengan baik dalam air yang mengandung garam atau air sadah. Sabun opaque adalah sabun mandi biasa yang berbentuk batangan dan penampilannya tidak transparan, sementara sabun transparan memiliki penampilan yang transparan dan menarik, serta mampu menghasilkan busa yang lembut di kulit. Proses pembuatan sabun transparan telah dikenal sejak lama. Produk sabun transparan tertua yang cukup dikenal adalah pears transparant soap. Sama halnya dengan sabun mandi biasa, sabun transparan juga merupakan reaksi hasil penyabunan antara asam lemak dan basa kuat, yang membedakan hanyalah penampilan yang transparan (Mitsui, 1997). Menurut Swern (1979), reaksi dasar pembuatan sabun sangatlah sederhana, yaitu berupa reaksi antara lemak dengan alkali untuk menghasilkan sabun dan gliserol : O CH2 – OC – R O CH – OC – R O CH2 – OC – R Lemak
CH2 – OH + 3 NaOH
3 RCOONa +
CH – OH
Kaustik Soda
Sabun Natrium
CH2 – OH Gliserol
Dalam rangka memberikan struktur transparan pada sabun maka dalam formulasi pembuatan sabun transparan ditambahkan gliserin, sukrosa, dan alkohol serta transparent agent lainnya. Propilen glikol, sorbitol, polietilen glikol, surfaktan amfoterik, dan surfaktan anionik dapat pula ditambahkan sebagai transparent agent melengkapi fungsi yang sama dengan gliserin (Mitsui, 1997). Berikut adalah penjelasan mengenai bahan baku yang digunakan dalam formulasi sabun transparan : 1) Minyak yang berfungsi sebagai sumber asam lemak. Setiap jenis menghasilkan karakteristik sabun yang berbeda-beda. 2) Asam stearat berbentuk padatan berwarna putih. Asam stearat merupakan asam lemak jenuh dan berperan dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada produk (Mitsui, 1997). 3) Natrium hidroksida (NaOH) adalah salah satu jenis basa kuat yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan organik yang halus. NaOH berbentuk padat berwarna putih dan memiliki sifat higroskopi, serta rekasinya dengan asam lemak menghasilkan sabun dan gliserol (Swern, 1979). 4) Menurut Mitsui (1997), gliserin telah digunakan sejak lama sebagai humektan. Gliserin diperoleh dari hasil samping pembuatan sabun dari asam lemak tumbuhan dan hewan. Gliserin berbentuk cairan jernih dan agak kental, tidak berbau, serta memiliki rasa agak manis. Pada pembuatan sabun transparan gliserin bersama dengan sukrosa dan alkohol berfungsi dalam pembentukan struktur transparan. 5) Dietanolamida (DEA) adalah surfaktan kationik yang dihasilkan dari minyak/lemak. DEA dalam suatu formula sediaan kosmetika berfungsi sebagai surfaktan dan sebagai zat penstabil busa. 6) NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserol. Gliserol tidak mengalami
pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas. Selain itu, NaCl berfungsi sebagai pembentuk busa. Adanya penambahan transparent agent dan berbagai bahan tambahan lainnya dalam formulasi membuat sabun transparan mengandung lebih sedikit stok sabun dari pada sabun mandi biasa. Sabun transparan tidak hanya tampak menarik, tetapi juga dapat merawat kulit dengan baik dan sangat lembut ketika digunakan. Hal ini dikarenakan sabun transparan mengandung gliserin dan gula yang berfungsi juga sebagai humektan (Mitsui, 1997). Humektan adalah bahan yang mampu menyerap air dari udara dan menjaga kelembaban kulit.
2.2
2.2.1
ASAM LEMAK
Fungsi Asam Lemak dalam Sabun
Asam lemak merupakan monokarboksilat berantai panjang, mungkin bersifat jenuh atau tidak jenuh, dengan panjang rantai berbeda-beda tetapi bukan siklik atau bercabang. Pada umumnya asam lemak yang ditemukan di alam merupakan monokarboksilat dengan rantai tidak bercabang dan memiliki jumlah atom genap. Asam-asam ini dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Penggolongan tersebut berdasarkan pada perbedaan bobot molekul dan derajat ketidak-jenuhannya (Winarno, 1997). Menurut Cavitch (2001), setiap asam lemak memberikan sifat yang berbeda pada sabun yang dihasilkan. Asam lemak dengan rantai karbon 12- 14 memberikan fungsi yang baik untuk pembusaan sementara asam lemak dengan rantai karbon 16-18 baik untuk kekerasan dan daya detergensi. Penggunaan asam lemak yang memiliki rantai panjang menghasilkan sabun batangan dengan struktur yang lebih kompak dan dapat mencegah atau memperlambat disintegrasi sabun saat kontak oleh air. Pengaruh perbedaan asam lemak terhadap karakteristik sabun yang dihasilkan tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh Jenis Asam Lemak terhadap Karakteristik Sabun Asam Lemak Karakteristik Sabun Asam laurat (C12H24O2)
Keras, kelarutan tinggi, menghasilkan yang busa lembut
Asam linoleat (C18H32O2)
Melembabkan kulit
Asam miristat (C14H28O2)
Keras, daya detergensi tinggi, menghasilkan busa yang lembut
Asam oleat (C18H34O2)
Melembabkan kulit
Asam palmitat (C16H32O2)
Keras, menghasilkan busa yang stabil
Asam risinoleat (C18H34O2)
Melembabkan kulit, menghasilkan busa yang stabil dan lembut
Asam stearat(C18H36O2)
Keras, menghasilkan busa yang stabil
Sumber : Cavitch (2001).
Menurut Swern (1979), asam stearat memiliki titik leleh (melting point) 69.6 °C dan titik didih (boiling point) 240 °C. Titik didih dan titik leleh asam stearat lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak jenuh yang memiliki atom karbon yang sedikit dan relatif lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak jenuh dengan atom karbon yang lebih banyak. Titik didih dan titik leleh beberapa asam lemak tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Titik Didih dan Titik Leleh Beberapa Asam Lemak Jenuh Jumlah Atom C Asam Lemak Titik Didih (°C)
Titik Leleh (°C)
12
Laurat
182
44.2
14
Miristat
202
54.4
16
Palmitat
222
62.9
18
Stearat
240
69.6
20
Arachidonat
-
75.4
22
Bihenat
-
80.0
24
Lignoserat
-
84.2
Sumber : Swern (1979).
2.2.2
Sumber Asam Lemak
2.2.2.1 RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) Buah kelapa sawit terdiri atas 80 % perikarp dan 20 % daging buah yang dilapisi kulit tipis. Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40 % (Ketaren, 1986).Minyak kelapa sawit hasil pengepresan (CPO) sebelum diolah lebih lanjut harus mengalami proses pemurnian, yaitu degumming, netralisasi, pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorization). Minyak yang dihasilkan dari proses pemurnian ini disebut Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang belum dipisahkan fraksi padat dan fraksi cairnya. Jenis minyak ini biasanya digunakan sebagai bahan baku dalam industri minyak goreng, margarin, shortening, dan berbagai industri turunan lainnya. Perbedaan sifat minyak kelapa sawit sebelum dan sesudah dimurnikan dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan komposisi asam lemak RBDPO dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Sifat Minyak Kelapa Sawit Sebelum dan Sesudah dimurnikan Minyak Sawit Murni Sifat Minyak Sawit Kasar Titik cair : awal
21 – 24
29,4
akhir
26 – 29
40,0
Bobot jenis 15 °C
0,859 – 0,870
Indeks bias D 40 °C
36,0 – 37,5
46 – 49
Bilangan penyabunan
224 – 249
196 – 206
Bilangan iod
14,5 – 19,0
46 – 52
Bilangan Reichert Meissl
5,2 – 6,5
-
Bilangan Polenske
9,7 – 10,7
-
Bilangan Krichner
0,8 – 1,2
-
33
-
Bilangan Barya Sumber : Krischenbauer (1960).
Tabel 4. Komposisi Asam Lemak dalam RBDPO Asam Lemak Jumlah (%) Asam Lemak Jenuh Laurat (C12H24O2)
0,37
Miristat (C14H28O2)
1,19
Palmitat (C16H32O2)
43,94
Stearat (C18H36O2)
4,09
Arachidat (C20H40O2)
0,14
Asam Lemak Tak Jenuh Oleat (C18H34O2)
38,55
Linoleat (C18H32O2)
11,66
Sumber : Mittelbach, 2004 dan Tirto, 2005 (www.ptpn13.com)
2.2.2.2 Minyak Sawit Fraksi Olein Menurut Departemen Pertanian (2008), RBD olein merupakan minyak berwujud cair yang diperoleh dari fraksinasi CPO. Sifat fisiko-kimia minyak sawit fraksi olein dapat dilihat pada Tabel 5. Menurut Ketaren (1986), asam-asam lemak dan trigliserida tidak memiliki warna, sehingga warna minyak ditentukan oleh pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan. Warna oranye atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Komposisi asam lemak dalam minyak sawit fraksi olein dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 5. Sifat Fisiko-kimia Minyak Sawit Fraksi Olein Karakteristik Nilai Bobot jenis 15 °C
0,9000
Indeks bias D 40 °C Bilangan penyabunan Bilangan iod
1,4565 – 1,4585 196 – 205 48 – 56
Sumber : Luthana (2008).
Tabel 6. Komposisi Asam Lemak dalam Sawit Fraksi Olein Jumlah (%) Asam Lemak Asam Lemak Jenuh Palmitat (C16H32O2)
37,9 – 41,7
Stearat (C18H36O2)
4,0 – 4,8
Miristat (C14H28O2)
0,9 – 1,5
Laurat (C12H24O2)
0,1 – 0,5
Asam Lemak Tak Jenuh Oleat (C18H34O2)
40,7 – 43,9
Linoleat (C18H32O2)
10,4 – 13,4
Linolenat (C18H30O2) Sumber : Departemen Pertanian (2008).
0,1 – 0,5
2.2.2.3 NPKO (Neutralized Palm Kernel Oil) Minyak inti sawit (palm kernel oil) adalah minyak yang dihasilkan dari pengerpesan inti kelapa sawit. Untuk dapat dipergunakan lebih lanjut, minyak inti sawit harus mengalami pemurnian terlebih dahulu, yaitu degumming, netralisasi, pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorization). Menurut Satyawibawa dan Widyastuti (1992), sekitar 48 % kandungan yang terdapat dalam NPKO adalah asam laurat. Asam laurat merupakan asam lemak jenuh yang memiliki sifat pembusaan yang baik dan sering digunakan dalam formulasi sabun. NPKO sangat mirip dengan minyak kelapa (coconut oil) dalam hal komposisi asam lemak yang dimiliki. Komposisi asam lemak NPKO disajikan pada Tabel 7 dan standar mutu NPKO disajikan pada Tabel 8.
Tabel 7. Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Inti Sawit Asam Lemak Jumlah (%) Asam Lemak Jenuh Oktanoat (C8H16O2)
2–4
Dekanoat (C10H20O2)
3–7
Kaproat (C6H12O2)
0–1
Kaprilat (C8H16O2)
3–5
Kaprat (C10H20O2)
3–5
Laurat (C12H24O2)
44 – 55
Miristat (C14H28O2)
15 – 17
Palmitat (C16H32O2)
7 – 10
Stearat (C18H36O2)
2–3
Asam Lemak Tak Jenuh Oleat (C18H34O2)
12 – 19
Linoleat (C18H32O2)
1–2
Linolenat (C18H30O2)
1–5
Sumber : Swern, 1979.
Tabel 8. Standar Mutu Minyak Inti Sawit Karakteristik Minyak Inti Sawit Asam lemak bebas (%)
3,5
Kadar kotoran (%)
0,02
Kadar zat menguap (%)
0,2
Bilangan peroksida (meq)
2,2
Bilangan iod (mg/g)
10,5 – 18,5
Kadar logam (Fe, Cu)
0
Lovibond
0
Kontaminasi
0
Sumber : SNI 01-0023-1987
Menurut Satyawibawa dan Widyastuti (1992), minyak inti sawit merupakan hasil pengolahan dari endosperm (kernel atau daging biji) sawit yang berwarna putih. Minyak inti sawit dihasilkan setelah bagian ini melalui proses ekstraksi yang menghasilkan 10 % – 12 % minyak. Perbedaan minyak inti sawit dan CPO adalah minyak inti sawit memiliki kandungan asam laurat yang tinggi (41 % – 55 %) dan kisaran titik leleh yang sempit, sedangkan CPO memiliki kandungan asam laurat rendah dan kisaran titik leleh yang luas. Seperti halnya minyak kelapa, minyak inti sawit memiliki kisaran titik leleh berkisar 24 – 26 °C. Kisaran titik leleh asam lemak- asam lemak jenuh pada minyak inti sawit sangat kecil, yaitu berkisar 20 °C, sedangkan perbedaan titik leleh antar asam lemak-asam lemak jenuh dalam CPO lebih dari 70 °C.
2.3
GLISERIN
Gliserin adalah nama dagang dari gliserol. Perbedaan antara gliserin dan gliserol terletak pada tingkat kemurniannya, gliserin mempunyai kemurnian yang lebih tinggi dibandingkan gliserol. Gliserol merupakan hasil samping dari pemecahan minyak atau lemak untuk menghasilkan asam lemak. Kegunaan gliserin bervariasi sesuai dengan produknya. Beberapa contoh kegunaan gliserin adalah sebagai pengawet buah dalam kaleng, bahan dasar lotion, penjaga kebekuan pada dongkrak hidraulik, bahan baku tinta printer, kue, dan permen. Pada pembuatan sabun transparan, gliserin berfungsi dalam pembentukan struktur sabun transparan. Menurut Mitsui (1997), gliserin telah lama digunakan sebagai humektan. Humektan (moisturizer) adalah skin conditioning agents yang dapat meningkatkan kelembaban kulit. Fungsinya adalah sebagai komponen higroskopis yang mengundang air dan mengurangi jumlah air yang menguap dari permukaan kulit. Efektifitas humektan tergantung kelembaban lingkungan disekitarnya. Menurut Murphy (1978), humektan, contohnya gliserin, dapat melembabkan kulit pada kondisi atmosfer sedang atau pada kondisi kelembaban tinggi. George dan Serdakowski (1996) mengatakan bahwa gliserin dengan konsentrasi 10 % dapat meningkatkan kehalusan dan kelembaban kulit. Penggunaan gliserin dalam konsentrasi tinggi (diatas 10 %) dapat menyebabkan terbentuknya titik-titik air (sweating) pada produk jika disimpan dalam lingkungan yang lembab. Ini adalah masalah yang umum terjadi pada sabun transparan yang menggunakan humektan sebagai bahan baku.