8
II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Korupsi Menurut Tansparency International, World Bank, dan International Monetary
Fund, korupsi di sektor publik umumnya didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi. United States Agency for International Development (USAID) (1999) menjelaskan bahwa korupsi adalah penyalahgunaan unilateral oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, serta pelanggaran yang menghubungkan aktor publik dan privat seperti penyuapan, pemerasan, pengaruh penjajakan, dan penipuan. Dalam korupsi politik, Gibbons (1999) menyebutkan ada sembilan bentuk korupsi: patronase politik atau menggunakan sumberdaya publik sebagai pendukung dalam pemilihan; mempekerjakan pegawai pemerintah yang mendukung pandangan politik penguasa atau kontrak alokasi pegawai berdasarkan kriteria partisan; membeli suara (money politic); pork-barreling atau menjanjikan pekerjaan umum kepada pemilih tetapi calon tahu bahwa pemilih tersebut tidak mampu menjalankan pekerjaan; penyuapan atau warga negara yang membayar pejabat untuk mendukung kepentingan
mereka;
graft
atau
sogok-menyogok,
ketika
seorang
pejabat
menunjukkan bahwa dia harus dihargai agar sesuai dengan tindakan publik; nepotisme atau menyewa atau mengalokasikan kontrak berdasarkan kekerabatan atau persahabatan; mendorong pejabat publik lain atau perantara untuk melakukan tindakan korupsi; dan kampanye uang atau menerima dana dari kelompok yang berkompromi dalam pemilihan. Chetwynd et al (2003) beberapa teori ekonomi yang mendukung gagasan bahwa korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi melalui beberapa cara berikut : 1. Korupsi menghambat investasi asing dan domestik: mengambil biaya sewa yang tinggi dan menciptakan ketidakpastian, mengurangi insentif untuk investor asing dan domestik.
9
2. Korupsi pajak kewirausahaan: pengusaha dan inovator memerlukan lisensi dan izin dan membayar suap untuk pemotongan biaya ke margin keuntungan. 3. Korupsi menurunkan kualitas infrastruktur publik: sumberdaya publik dialihkan ke penggunaan pribadi, standar dihapuskan; dana untuk operasi dan pemeliharaan dialihkan untuk aktivitas pencarian keuntungan. 4. Korupsi mengurangi penerimaan pajak: perusahaan dan kegiatan didorong ke informal atau sektor abu-abu dengan pengambilan sewa dan pajak yang berlebihan dikurangi dengan imbalan hadiah kepada pejabat pajak. Peningkatan korupsi dapat mengurangi kapasistas pemerintahan dalam memerangi kemiskinan dan dapat meningkatkan kesenjangan pendapatan. 5. Korupsi mengalihkan bakat menjadi rente: pejabat yang lain akan terlibat dalam kegiatan produktif menjadi pra-sibuk dengan mengambil keuntungan, di mana meningkatnya kembali dan mendorong lebih banyak keuntungan. 6. Korupsi mendistorsi komposisi pengeluaran publik: pencari keuntungan akan mengejar proyek yang paling mudah dan terselubung, mengalihkan dana yang seharusnya digunakan untuk sektor pendidikan dan kesehatan ke yang lainnya.
Ada dua pemikiran tentang korupsi di negara Asia. Pertama, Gunnar Myrdal, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1968 dalam Damanhuri (2010) berpendapat dalam bukunya yang berjudul Asian Drama, bahwa korupsi di Asia Selatan dan Asia Tenggara berasal dari penyakit neo-patrimonalisme, yakni warisan budaya feudal kerajaan-kerajaan lama yang terbiasa dengan hubungan patron-client. Dalam konteks tersebut, rakyat biasa atau bawahan memberikan “upeti” (berkembang menjadi sogok, komisi, amplop, dst). Lebih lanjut, karena dalam perspektif kerajaan-kerajaan lama, kekuasaan bersifat kongkret/mutlak dan harus diwujudkan secara kekayaan/materi serta dukungan penduduk. Kemudian kedua, Syed Hussein Alatas, pakar sosiologi korupsi dalam Damanhuri (2010), melihat korupsi di Asia berkaitan dengan warisan dari kondisi historis-struktural yang telah berjalan selama berabad-abad akibat represi yang dilakukan oleh penjajah. Dengan demikian secara terus-menerus bangsa Asia khususnya Asia Tenggara dan Asia Selatan terbiasa melakukan penyimpangan dari
10
norma. Menurut Alatas dalam Damanhuri (2010), meski terdapat berbagai kebijakan anti-korupsi, namun akhirnya korupsi tersebut diterima sebagai praktik tak terhindarkan karena sudah terlalu mengakar dan sulit diberantas Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya praktik korupsi. Teori-teori tersebut antara lain dibahas di bawah ini : 1. Teori Vroom Teori Vroom menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kinerja seseorang dengan kemampuan dan motivasi yang dimiliki. Teori Vroom tertulis dalam fungsi berikut: P = f (A , M)………………………
(2.1)
Keterangan : P = Performance A = Ability M = Motivation Berdasarkan Teori Vroom tersebut, kinerja (performance) seseorang merupakan fungsi dari kemampuannya (ability) dan motivasi (motivation). Kemampuan seseorang ditunjukkan dengan tingkat keahlian (skill) dan tingkat pendidikan (knowledge) yang dimilikinya. Jadi, dengan tingkat motivasi yang sama, seseorang dengan skill dan knowledge yang lebih tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Hal tersebut terjadi dengan asumsi variabel M (Motivasi) adalah tetap. Tetapi Vroom juga membuat fungsi tentang motivasi sebagai berikut: M = f (E , V)…………………………
(2.2)
Keterangan M = Motivation E = Expectation V = Valance/Value Motivasi seseorang akan dipengaruhi oleh harapan (expectation) orang yang bersangkutan dan nilai (value) yang terkandung dalam setiap pribadi seseorang. Jika harapan seseorang adalah ingin kaya, maka ada dua kemungkinan yang akan dia
11
lakukan. Jika motivasi nilai yang dimiliki positif maka seseorang akan cenderung melakukan hal-hal yang tidak melanggar hukum agar bisa menjadi kaya. Namun jika memiliki nilai negatif, maka akan cenderung berusaha mencari segala cara untuk menjadi kaya salah satunya dengan melakukan tindakan kejahatan korupsi.
2. Teori Kebutuhan Maslow Maslow menggambarkan hierarki kebutuhan manusia sebagai bentuk piramida. Pada tingkat dasar adalah kebutuhan yang paling mendasar. Semakin tinggi hierarki, kebutuhan tersebut semakin kecil keharusan untuk dipenuhi. Hierarki tersebut terlihat dalam piramida berikut ini:
Gambar 2.1 Hierarki Kebutuhan Maslow Teori Kebutuhan Maslow tersebut menggambarkan hierarki kebutuhan dari paling mendasar (bawah) yaitu hingga naik paling tinggi adalah aktualisasi diri. Kebutuhan paling mendasar dari seorang manusia adalah sandang dan pangan (physical needs). Selanjutnya kebutuhan keamanan adalah perumahan atau tempat tinggal, kebutuhan sosial adalah berkelompok, bermasyarakat, berbangsa. Ketiga kebutuhan paling bawah adalah kebutuhan utama (prime needs) setiap orang. Setelah kebutuhan utama terpenuhi, kebutuhan seseorang akan meningkat kepada kebutuhan penghargaan diri yaitu keinginan untuk dihargai, berperilaku terpuji, demokratis dan lainya. Kebutuhan paling tinggi adalah kebutuhan pengakuan atas kemampuan
12
seseorang, misalnya kebutuhan untuk diakui sebagai kepala bagian, direktur maupun walikota yang dipatuhi oleh bawahannya. Jika seseorang menganggap bahwa kebutuhan tingkat tertingginya adalah kebutuhan mendasarnya, maka seseorang akan melakukan segala cara untuk mencapainya, termasuk dengan melakukan tindak pidana korupsi. 3. Teori Klitgaard Klitgaard memformulasikan terjadinya korupsi dengan persamaan sebagai berikut: C = M + D – A………………….
(2.3)
C = Corruption M= Monopoly of Power D= Discretion of official A= Accountability Menurut Robert Klitgaard, monopoli kekuatan oleh pimpinan (monopoly of power) ditambah dengan tingginya kekuasaan yang dimiliki seseorang (discretion of official) tanpa adanya pengawasan yang memadai dari aparat pengawas (minus accountability), menyebabkan dorongan melakukan tindak pidana korupsi.
4. Teori Ramirez Torres Menurut Torres suatu tindakan korupsi akan terjadi jika memenuhi persamaan berikut: Rc > Pty x Prob…………………... Keterangan Rc = Reward Pty = Penalty Prob = Probability
(2.4)
13
Dari syarat tersebut terlihat bahwa korupsi adalah kejahatan kalkulasi atau perhitungan (crime of calculation) bukan hanya sekedar keinginan (passion). Seseorang akan melakukan korupsi jika hasil (Rc=Reward) yang didapat dari korupsi lebih tinggi dari hukuman (Pty=Penalty) yang didapat dengan kemungkinan (Prob=Probability) tertangkapnya yang kecil.
5. Teori Jack Bologne (GONE) Menurut Jack Bologne akar penyebab korupsi ada empat, yaitu: G = Greedy O = Opportunity N = Needs E = Expose Greedy, terkait keserakahan dan kerakusan para pelaku korupsi. Koruptor adalah orang yang tidak puas akan keadaan dirinya. Opportuniy, sistem yang memberi peluang untuk melakukan korupsi. Needs, sikap mental yang tidak pernah merasa cukup, selalu sarat dengan kebutuhan yang tidak pernah usai. Exposes, hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku korupsi yang tidak memberi efek jera pelaku maupun orang lain.
2.1.1 Korupsi dan Pembangunan Manusia Ada sejumlah alasan berdasarkan tinjauan literatur terkait dengan korupsi dan pembangunan manusia. Korupsi secara tidak langsung dapat memengaruhi pembangunan manusia melalu cara penurunan pertumbuhan ekonomi dan insentif untuk investasi. Berbagai studi empiris menunjukkan bahwa korupsi memengaruhi sumberdaya yang dibelanjakan untuk pendidikan dan kesehatan. Mauro (1995) menemukan bahwa
korupsi
mengurangi
pengeluaran
pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan. Mauro mengklaim bahwa pejabat publik tidak ingin menghabiskan lebih banyak sumberdaya untuk pembelanjaan pada program pendidikan dan kesehatan karena kurang menawarkan kesempatan untuk pencarian keuntungan (rent seeking behaviour). Demikian pula pendapat Gupta,
14
Davoodi, dan Alonso - Terme (1998) menunjukkan bahwa korupsi mengurangi tingkat pengeluaran untuk program sosial, menciptakan ketimpangan pendidikan, menurunkan partisipasi sekolah tingkat menengah, dan menyebabkan ketimpangan distribusi lahan. Selain itu, mereka menemukan bahwa korupsi merupakan biaya ekonomi yang dapat mereduksi pertumbuhan ekonomi dan berimplikasi pada peningkatkan ketimpangan pendapatan. Rose-Ackerman (1997) berpendapat, "Korupsi juga cenderung mendistorsi alokasi manfaat ekonomi, lebih menguntungkan orang kaya dan kurang mengarah ke orang miskin dan ketidakadilan distribusi pendapatan. Sebagian dari kekayaan negara terdistribusikan kepada orang-orang yang korup, sehingga berkontribusi terhadap peningkatan ketimpangan pendapatan dan ketidaksetaraan dalam kekayaan.
Pertumbuhan Ekonomi rendah Korupsi
GDP per kapita rendah
Belanja kesehatan rendah Belanja pendidikan rendah
Standar hidup rendah GDP per kapita rendah Harapan hidup rendah
Pembangunan Manusia rendah
Akumulasi SDM rendah
Sumber : Akçay, 2006 Gambar 2.2 Korupsi dan Pembangunan Manusia
2.1.2 Korupsi dan Tingkat Investasi Proposisi-proposisi teoritis yang didukung oleh sejumlah studi menunjukkan bahwa tingginya tingkat korupsi terkait dengan rendahnya tingkat investasi dan rendahnya tingkat agregat pertumbuhan ekonomi. Beberapa hasil survei Bank Dunia tentang korupsi menggambarkan hubungan terbalik atau trade off antara korupsi dan pertumbuhan ekonomi melalui komponen investasi (Chetwynd et al, 2003). 1. Korupsi menghambat investasi domestik. Di Bulgaria, sekitar satu dari empat pelaku bisnis yang dijadikan responden menyatakan telah merencanakan untuk memperluas usaha (kebanyakan melalui memperoleh peralatan baru) tapi gagal
15
untuk melakukannya, dan korupsi merupakan faktor penting dalam perubahan rencana mereka. 2. Korupsi merugikan enterpreneur terutama di kalangan usaha kecil. Beberapa studi melaporkan bahwa usaha kecil cenderung untuk membayar suap (terutama di Bosnia, Ghana, dan Slovakia). Di Polandia, bisnis besar harus berurusan dengan sejumlah kegiatan ekonomi yang dilisensikan, sehingga membuat mereka lebih rentan terhadap pemerasan. 3. Korupsi menurunkan pendapatan dari pajak dan biaya. Di Bangladesh, lebih dari 30 persen dari responden rumah tangga di perkotaan mengurangi tagihan listrik dan / atau air dengan menyuap petugas pembaca meter. Di beberapa penelitian, responden sangat frustrasi bahwa mereka menunjukkan kesediaan untuk membayar pajak lebih banyak jika korupsi dapat dikendalikan (Kamboja, Indonesia, Rumania).
2.2
Kegagalan Pemerintah Teori Ekonomi Klasik menjelaskan bahwa fungsi pemerintah hanya sebatas
memelihara keamanan negara, menyelenggarakan peradilan, dan menyediakan barang-barang yang tidak disediakan oleh swasta seperti jalan, dam-dam, dan lainlain. Namun lebih dari sekedar hal tersebut, Pemerintah dipilih oleh publik dengan demokratis dan memegang jabatan publik untuk melayani aspirasi masyarakat guna mencapai alokasi perekonomian secara efisien dan merata. Mekanisme pasar melalui invisible hand dinilai tidak mampu secara efisien dan efektif menjalankan fungsinya dengan baik sehingga menurut Weimer, David dan Vining (1992) adalah merupakan kegagalan pasar tradisional. Barton dalam Sasana (2004) juga menjelaskan bahwa ekonomi pasar yang bebas dikendalikan oleh pemerintah yang dipilih secara demokratis, hanya ada dua alasan bagi pemerintah untuk masuk ke dalam aktivitas masyarakat yaitu social equity dan kegagalan pasar dalam menyediakan barang publik. Public policy digunakan oleh pemerintah untuk mengkoreksi kegagalan pasar dalam memperbaiki efisiensi produksi dan alokasi sumberdaya dan barang, serta
16
merealokasi oportunitas dan barang untuk mencapai nilai-nilai distribusional dan nilai-nilai lainnya (Weimer, David dan Vining, 1992). Barton dalam Sasana (2000) menyebutkan bahwa beberapa peran utama pemerintah adalah peran dalam ekonomi makro dan peran dalam kesejahteraan sosial. Peran dalam ekonomi makro seperti merencanakan kebijakan-kebijakan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil dan investasi, full employment, inflasi yang rendah dan stabilitas neraca pembayaran. Sedangkan peran dalam kesejahteraan sosial adalah kebijakan-kebijakan yang mendukung pemerataan sosial guna mencapai social walfare yang direpresentasikan dengan kemerataan pendapatan, pengurangan kemiskinan, akses pendidikan dan kesehatan. Dalam menjalankan peran-perannya, pemerintah tidak selalu berhasil. Pemerintah dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang bersifat internal. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengatur suatu negara merupakan kegagalan pemerintah (government failure). Kegagalan perencanaan pemerintah lebih banyak dialami oleh negara berkembang akibat kualitas institusi yang rendah (Todaro dan Smith, 2006). Kualitas institusi yang rendah berdampak pada perilaku pemerintah yang menyimpang dalam menjalankan pelayanan publik. Campur tangan pemerintah dalam mengatasi kegagalan pasar terkadang menimbulkan dampak yang tidak dapat diperkirakan dan bahkan merugikan masyarakat. Pemerintah justru menyalahgunakan jabatan publik untuk mengejar keuntungan pribadi (korupsi) atau rent seeking behavior. Sehingga tidak selamanya campur tangan pemerintah dapat meningkatkan kesejahteraan sosial bahkan dapat menimbulkan kemiskinan dan ketimpangan sosial. Menurut Mangkusoebroto (1999) kegagalan pemerintah disebabkan oleh empat hal, yaitu : (1) informasi yang terbatas, (2) pengawasan yang terbatas atas reaksi pihak swasta, (3) pengawasan yang terbatas atas perilaku birokrat, (4) hambatan dalam proses politik. 1. Informasi yang terbatas, diungkapkan bahwa banyak kebijakan pemerintah yang tidak dapat dilihat dampaknya karena sangat rumit dan sulit untuk diperhitungkan sebelumnya. Misalnya, kebijakan pemerintah untuk menghapuskan subsidi pupuk
17
bagi petani sangat sulit untuk diperhitungkan secara akurat dampaknya bagi seluruh masyarakat. 2. Pengawasan yang terbatas atas reaksi swasta juga merupakan penyebab kegagalan pemerintah. Suatu kebijakan pemerintah akan menimbulkan reaksi pihak swasta dan sering sekali pemerintah tidak dapat menghambat reaksi tersebut. Misalnya, apabila pemerintah menurunkan subsidi BBM khususnya untuk bensin. Hal ini akan menyebabkan pemilik mobil beralih ke kendaraan yang menggunakan solar sehingga permintaan akan solar menjadi meningkat dan harganya naik dengan asumsi mekanisme pasar berjalan dengan baik . Dalam hal ini karena pertimbangan untuk memiliki mobil sepenuhnya berada pada swasta/masyarakat maka pemerintah tidak dapat melarang seseorang untuk menjual mobil yang menggunakan bensin ke mobil yang menggunakan solar. 3. Kegagalan pemerintah juga disebabkan oleh pengawasan yang terbatas atas perilaku birokrat. Pemerintah tidak dapat mengawasi secara ketat perilaku para birokrat, sedangkan pelaksanaan kebijakan pemerintah umumnya didelegasikan pada berbagai tingkatan birokrat yang mempunyai persepsi dan kepentingan yang berbeda-beda, sehingga kebijakan pemerintah mungkin menimbulkan hasil yang berbeda dengan apa yang dinginkan. 4. Selain itu, kegagalan pemerintah juga bisa di sebabkan oleh adanya hambatan dalam proses politik. Dalam suatu negara demokratis terdapat pemisahan wewenang antara kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif. Sering terjadi kebijakan yang akan dilaksanakan oleh eksekutif terhambat oleh proses pengambilan keputusan karena harus disetujui dahulu oleh pihak legislatif.
Dalam kaitannya dengan politisi, Jackson (2000) mengungkapkan bahwa para politisi yang hendak memaksimumkan suara, akan lebih menyukai defisit anggaran daripada menerapkan pajak dan akan melakukan penyesuaian terhadap variabelvariabel ekonomi makro mengikuti siklus bisnis politik. Hal ini tentu saja berkaitan dengan kualitas dari para politisi atau pemerintahan yang menurut Casseli dan
18
morelly dalam Sasana (2000) dapat dilihat dari dimensi kompetensi dan dimensi kejujuran.
2.3
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut United Nation Development Program (UNDP) tahun 2008 Human
Development Index atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia yaitu : dimensi kesehatan lama hidup, yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir; dimensi pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk; dan standar hidup yang diukur dengan pegeluaran per kapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli. Nilai Indeks Pembangunan Manusia berkisar antara 0-100 untuk setiap dimensi. IPM adalah penciptaan data statistik tunggal yang berfungsi sebagai kerangka acuan untuk pembangunan baik sosial maupun ekonomi. IPM menetapkan nilai maksimum dan minimum untuk masing-masing dimensi dan dinyatakan dalam skala nilai antara 0 dan 1. Usia Hidup (longevity) diukur dengan angka harapan hidup berdasarkan variabel rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup. Komponen pengetahuan (knowledge) diukur dengan jumlah rata-rata tahun pendidikan yang diterima oleh usia 25 tahun atau lebih tua, dikonversi dari tingkat pencapaian pendidikan menggunakan jangka waktu lama sekolah setiap tingkat serta tingkat pendaftaran anak masuk sekolah, dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Komponen standar hidup layak (decent living) diukur dengan indikator PNB per kapita atau konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan dengan Paritas Daya Beli (PDB) dalam mata uang internasional Dollar Amerika.
19
Sumber : UNDP, 2012 Gambar 2.3 Komposisi Baru Indeks Pembangunan Manusia tahun 2010
Konsep pembangunan manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia dalam skala 0 sampai 1 dengan kategori sebagai berikut: tingkat pembangunan manusia sangat tinggi (lebih dari 0,8), tingkat pembangunan manusia tinggi (antara 0,66 – 0,79), tingkat pembangunan manusia menengah antara (0,5-0,659), dan tingkat pembanguan manusia rendah (kurang dari 0,5). Untuk memudahkan membaca indeks, skala hasil nilai antara 0 – 1 diubah menjadi skala 0-100.
2.3.1 Dimensi dan Komponen IPM a. Kesehatan Pembangunan manusia harus lebih mengupuayakan agar penduduk suatu negara mencapai “usia hidup” yang lebih panjang dan sehat. Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan yaitu komponen angka harapan hidup waktu lahir (life expextancy at birth) yang biasa dinotasikan dengan eo. Angka
20
kematian bayi tidak digunakan untuk keperluan indikator dikarenakan indikator angka kematian bayi dinilai tidak peka bagi negara-negara industri yang telah maju. b. Pendidikan Selain kesehatan, pendidikan juga merupakan unsur penting dalam pembangunan manusia. Pendidikan diukur dengan dua komponen yaitu rata-rata lama sekolah (mean of year schooling) dan harapan lama sekolah (expected of years schooling). Harapan lama sekolah merupakan komponen baru yang lebih spesifik dalam penghitungan indeks pembangunan manusia. Tahun 2010 Laporan Pembangunan Manusia memperkenalkan beberapa perubahan signifikan dalam IPM. Rumus rata-rata tahun sekolah untuk orang dewasa (mean of years schooling) ditambah tahun diharapkan dari sekolah (expected of years schooling) untuk anak sekarang membentuk dimensi pendidikan. Sebelumnya dalam penghitungan dimensi pendidikan menggunakan komponen Adullt Literacy Rate atau angka melek huruf dan komponen Gross Enrollment Ratio atau rasio partisipasi pendidikan bruto. c. Standar Hidup Layak Selain kesehatan dan pendidikan, dimensi standar hidup diukur dari Pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita. Pendapatan Agregat ekonomi yang dihasilkan oleh produksi dan kepemilikan faktor produksi, dikurangi dengan pendapatan yang dibayarkan untuk penggunaan faktor-faktor produksi dimiliki oleh seluruh dunia, dikonversi ke dolar internasional menggunakan paritas daya beli (PPP) tingkat, dibagi dengan populasi tengah tahun.
2.3.2 Metode Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia Dalam menghitung indeks pembangunan manusia (IPM) dibutuhkan tiga komponen, yaitu angka harapan hidup, indeks pendidikan, dan indeks pendapatan. Metode ini berdasarkan konsepsi rumus yang dipakai oleh UNDP dalam menghitung indeks pembangunan manusia. Pada tahap pertama, menghitung masing-masing komponen atau indeks dengan rumus sebagai berikut :
21
1. Indeks Harapan Hidup (Health) Hh = (le-lemin)/(lemax-lemin)………………….. …
(2.5)
2. Indeks Pendidikan (Education) He = (1/3)*((ger-germin)/(germax-germin))+(2/3)*((lit-litmin)/(litmax-litmin))…..
(2.6)
3. Indeks Standar Kehidupan (Living Standart) Hls = (ln(gdp)-ln(gdpmin))/(ln(gdpmax)-ln(gdpmin))……………
(2.7)
Keterangan : le
: living expectancy atau angka harapan hidup
ger
: gross enrollment ratio atau rasio partisipasi pendidikan bruto
lit
: literacy atau angka melek huruf
gdp
: GDP per capita atau GDP per kapita berdasarkan PPP Tahap kedua perhitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah
menghitung rata-rata sederhana dari masing-masing indeks dengan rumusan sebagai berikut : HDI / IPM =
=
………………..
(2.8)
Laporan Pembangunan Manusia tahun 2010 dari UNDP memperkenalkan beberapa perubahan signifikan dalam IPM.. Indeks Harapan Hidup (le) tetap menjadi indikator untuk dimensi kesehatan, sementara Pendapatan Kotor Nasional (GNI) menggantikan GDP, dan rata-rata tahun sekolah untuk orang dewasa (mean of years schooling) ditambah tahun yang diharapkan dari sekolah (expected of years schooling) untuk anak sekarang yang kemudian membentuk dimensi pendidikan. Rumus perhitungan masing-masing komponen untuk pembentukan
Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2010 adalah sebagai berikut : 1. Indeks Kesehatan (Health) H h = (le-le min ) / (le max -le min )………………………
(2.9)
2. Indeks Pendidikan (Education) He = [((Mys Mys- min)/(Mys max Mys- min ))*((eys eys- min )/(eys Max -eys min ))] ½(2.10)
22
3. Indeks Standar Kehidupan (Living Standart) Hls = (ln (gni)-ln (gni min )) / (ln (gni max )-ln (gni min ))………
(2.11)
Keterangan : le
: living expectancy atau angka harapan hidup
eys
: expexted of years schooling atau tahun diharapkan dari sekolah
mys
: mean of years schooling atau rata-rata lama sekolah
gni
: gross national income per capita atau GNI per kapita berdasarkan PPP Pendekatan tersebut diperkenalkan pada tahun 2010 dan tetap memiliki
struktur dimensi yang sama dengan bobot yang sama, dengan perubahan beberapa kunci. Formula ini menggantikan indikator pendapatan dan pendidikan, UNDP mengubah metode agregasi dari rata-rata aritmatika dengan rata-rata geometrik, dan mengubah bagian atas dan batas bawah digunakan untuk menormalkan indeks, menghilangkan praktik pembatasan variabel yang melampaui batas atas. Rumus baru Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai berikut : HDI / IPM = (HKesehatan*H Pendidikan*Hstandar hidup)1/3…………..
(2.12)
2.3.3 Manfaat Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mempunyai manfaat untuk beberapa hal sebagai berikut : 1. Untuk memberikan fokus perhatian para pengambil keputusan, media, dan organisasi non-pemerintah dari penggunaan statistik ekonomi biasa, agar lebih menekankan pada pencapaian pembangunan manusia. IPM diwujudkan untuk menegaskan bahwa manusia dan segenap kemampuannya seharusnya menjadi kriteria utama dalam menilai pembangunan sebuah negara bukan hanya pertumbuhan ekonomi. 2. Untuk membandingkan pilihan-pilihan kebijakan suatu negara dan sekaligus memberikan penjelasan seperti dua negara yang tingkat pendapatan per kapitanya sama dapat memiliki kondisi nilai IPM yang berbeda.
23
3. Untuk memperlihatkan perbedaan di antara negara-negara, provinsi-provinsi (atau negara bagian), diantara gender, kesukuan, dan kelompok sosial-ekonomi lainnya. Dengan memperlihatkan disparitas atau kesenjangan di antara kelompokkelompok tersebut, maka akan muncul berbagai debat dan diskusi di berbagai begara untuk mencari sumber masalah dan solusinya.
2.4
Investasi Pembentukan modal bruto atau investasi domestik bruto merupakan ukuran
investasi yang digunakan dalam formula GDP. Investasi Domestik Bruto (IDB) menjelaskan indikator kapasitas produktif masa depan untuk GDP. Investasi Domestik Bruto termasuk pembelian penggantian dan penambahan aktiva modal ditambah investasi dalam persediaan. Biasanya besaran investasi sekitar 10 sampai 20 persen dari GDP. Bahkan Rostow mengemukakan investasi merupakan salah satu kondisi penting yang harus dipenuhi dalam memasuki tahap proses tinggal landas (Jhingan, 1988).
Menurut Mankiw (2003) pengeluaran investasi ada tiga jenis. Pertama, Investasi tetap pada bisnis (business fixed investment) mencakup peralatan dan struktur yang dibeli perusahaan untuk proses produksi. Investasi residensial (residential investment) mencakup rumah baru yang orang beli untuk tempat tinggal dan yang dibeli tuan tanah untuk disewakan. Investasi persediaan (inventory investment) mencakup barang-barang yang disimpan perusahaan di gudang, termasuk bahan-bahan dan persediaan, barang dan proses, dan barang jadi.
2.4.1 Pengeluaran Investasi 2.4.1.1 Investasi Tetap Bisnis Bagian terbesar dari pengeluaran investasi, yaitu kira-kira tiga perempat dari totalnya, adalah investasi tetap bisnis. Istilah “Bisnis” berarti barang-barang investasi dibeli oleh perusahaan untuk digunakan dalam produksi masa depan. Istilah “tetap” berarti bahwa pengeluaran ini adalah untuk modal yang akan menetap untuk sementara. Mankiw (2003) Investasi tetap bisnis mencakup mesin-mesin pendukung produksi seperti mesin faks sampai pabrik.
24
Model standar investasi tetap bisnis disebut juga model investasi neoklasik (neoclassical model of investment). Model neoklasik mengkaji manfaat dan biaya bagi perusahaan untuk memiliki barang-barang modal. Model tersebut menunjukan bagaimana tingkat investasi (tambahan persediaan modal) dikaitkan dengan produk marjinal modal, tingkat bunga, dan aturan perpajakan yang mempengaruhi perusahaan (Mankiw, 2003). Keputusan perusahaan penyewaan untuk meningkatkan atau menurunkan persediaan modalnya dapat menjadi determinan investasi. Untuk setiap unit modal, perusahaan menghasilkan penerimaan riil R/P dan menanggung biaya riil (PK/P)(r+δ). Rumus dari laba riil unit modal adalah : Tingkat laba = Penerimaan – Biaya …………
(2.13)
Karena harga sewa riil dalam ekuilibrium sama dengan produk marjinal modalnya, maka tingkat laba dapat ditulis sebagai berikut : ……..…..
Tingkat laba = MPK
(2.14)
Perubahan dalam persediaan modal disebut investasi neto (net investment), bergantung pada perbedaan antara produk marginal modal dan biaya modal. Jika produk
marjinal
melebihi
biaya
modal,
perusahaan
menganggap
akan
menguntungkan jika menambah persediaan modal. Jika produk marjinal kurang dari biaya modal, maka akan membiarkan persediaan modal mengecil. Rumus dapat ditulis sebagai berikut : ……………………….......
(2.15)
di mana In adalah fungsi yang menunjukan berapa banyak investasi neto merespon insentif untuk investasi. Pengeluaran total atas investasi tetap bisnis adalah jumlah investasi neto dan penggantian dari modal yang disusutkan. Persamaan 2.11 disubstitusikan ke persamaan (2.12) untuk membentuk fungsi investasi di bawah ini : ……………… Investasi tetap bisnis bergantung pada produk marjinal modal, biaya modal, dan jumlah penyusutan atau depresiasi.
(2.16)
25
2.4.1.2 Investasi Residensial Investasi residensial meliputi pembelian rumah baru yang akan ditinggali pembelinya dan yang akan disewakan oleh tuan tanah kepada orang lain. Model investasi residensial serupa dengan teori q investasi tetap bisnis. Menurut teori q, business fixed investment bergantung pada harga pasar atas modal terpasang relatif terhadap biaya penggantinya; harga relatif ini bergantung pada laba yang diharapkan oleh modal terpasang. Menurut model pasar rumah, investasi residensial bergantung pada harga relatif rumah. Harga relatif rumah akan bergantung pada permintaan terhadap rumah, yang bergantung pada harga sewa yang orang harapkan apabila orang lain menyewakan rumahnya. Jadi harga relatif rumah memainkan peran yang sama untuk investai residensial sebagaimana teori q Tobin untuk investasi tetap bisnis.
2.4.1.3 Investasi Persediaan Investasi persediaan merupakan salah satu komponen pengeluaran terkecil, rata-rata sekitar 1 persen dari GDP. Investasi persediaan seperti barang-barang yang disimpan perusahaan pada saat yang sama tidak bernilai apa-apa dan bisa memiliki signifikansi yang besar. Mankiw (2003) beberapa motif perusahaan menyimpan persediaan : 1. Motif pemerataan produksi (production smoothing) atau meratakan tingkat produksi sepanjang waktu. Ketika penjualan rendah, perusahaan memproduksi leih banyak dari yang dijual dan menyimpan kelebihan barang itu sebagai persediaan. Ketika pennjualan tinggi, perusahaan memproduksi lebih sedikit dari yang dijual dan menjual persediaannya. 2. Persediaan sebagai faktor produksi (inventory as a factor of production) yakni menyimpan persediaan agar perusahaan dapat beroperasi secara efisien. Semakin besar persediaan yang disimpan maka semakin besar output yang diproduksi. 3. Pencegahan kehabisan barang (stock-out avoidance) yakni menghindari kehabisan barang ketika penjualan tiba-tiba melonjak.
26
4. Barang dalam proses (work in process) yakni persediaan dijelaskan dalam proses produksi. Beberapa barang mungkin membutuhkan beberapa tahap dalam produksi dan membutuhkan waktu. Formula investasi persediaan I adalah perubahan dalam persediaan perekonomian
karena itu, ………………………...……
(2.17)
Model percepatan tersebut memprediksi bahwa investasi persediaan adalah proporsional terhadap perubahan output. Ketika output naik, perusahaan ingin menyimpan lebih banyak persediaan sehingga investasi persediaan tinggi. Ketika output turun, perusahaan ingin menyimpan lebih sedikit persediaan, sehingga membiarkan persediaan turun dan investasi persediaan negatif.
2.4.2 Investasi dan Tingkat Suku Bunga Jumlah barang-barang modal yang diminta untuk investasi bergantung pada tingkat bunga yang mengukur biaya dari dana investasi. Agar investasi menguntungkan, penerimaan dari kenaikan produksi dan jasa masa depan harus melebihi biayanya (pembayaran untuk pinjaman). Jika suku bunga meningkat, lebih sedikit investasi yang menguntungkan, dan jumlah barang-barang investasi yang diminta akan turun. Dalam perekonomian, tingkat bunga dibagi menjadi dua yakni tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil (Mankiw, 2003). Tingkat bunga nominal (nominal interest rate) adalah tingkat bunga yang biasa dilaporkan; itulah tingkat bunga yang dibayar investor untuk meminjam uang. Tingkat bunga rii (real interest rate) adalah tingkat bunga nominal yang dikoreksi untuk menghilangkan pengaruh inflasi. Tingkat bunga riil mengukur biaya pinjaman yang sebenarnya dan dengan demikian menentukan jumlah investasi. Persamaan yang mengaitkan antara investasi I pada tingkat bunga riil : ………………………………………
(2.18)
Fungsi investasi berbentuk miring kebawah menurun ke kanan, ketika tingkat bunga naik, jumlah investasi yang diminta turun.
27
2.4.3 Investasi dan Tingkat Tabungan Mankiw (2003) tabungan adalah penawaran dari dana pinjaman. Rumah tangga meminjamkan tabungannya kepada investor atau menabungnya di bank yang kemudian meminjamkan dana itu kepada pihak lain. Investor meminjam dari publik secara langsung dengan menjual obligasi atau secara tidak langsung dengan meminjam bank. Karena investasi bergantung pada tingkat bunga, jumlah dana pinjaman juga bergantung pada tingkat bunga. Perubahan investasi (ΔI) akan meningkatkan pendapatan (ΔY) sebesar koefisien pengganda (multiplier, k = 1/s, s = hasrat untuk menabung) dikali perubahan investasi tersebut. Sedangkan berapa besar tambahan modal (I = ΔK = KtKt-1) bergantung pada besarnya rasio tambahan modal terhadap tambahan output (w = ICOR), atau dapat dinyatakan, ΔK = wVY. Semakin tinggi ICOR semakin kecil tingkat pertumbuhan ekonomi yang dapat dicapai dan semakin tidak efisien penggunaan kapital. Dalam hal ini tabungan sebagai akumulasi dari kapital dapat memengaruhi besaran investasi. 2.5
Definisi Economic Freedom dan Political Freedom
2.5.1
Kebebasan Ekonomi (Economic Freedom) Dalam komunitas kebebasan ekonomi, kekuatan dari keputusan ekonomi
bersifat menyebar secara luas dan merata (tidak terpusat), dan alokasi sumberdaya yang berguna bagi konsumsi dan produksi didasarkan pada kompetisi bebas dan terbuka sehingga setiap individu atau perusahaan mendapatkan peluang yang adil tanpa diskriminasi miskin, kaya, maupun latarbelakang geografis (Miller dan Kim, 2010). Tujuan dari economic freedom adalah bukan hanya meminimalkan kekuasaan dan batasan-batasan Negara, tetapi juga penciptaan kreasi dan pemeliharaan jiwa kebebasan ekonomi serta memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak-hak kebebasan ekonomi orang lain. Pemerintah memberikan perlindungan terhadap hakhak kepemilikan individu dari kerusakan atau pelanggaran yang diciptakan oleh individu lainnya.
28
Definisi komperhensif economic freedom merupakan suatu konsep yang dapat mengintegrasikan seluruh kebebasan fundamental dan hak-hak individu untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti produksi, konsumsi, dan distribusi barang dan jasa. Economic freedom seharusnya juga dapat menjamin hak-hak dari kepemilikan dan pengakuan yang menyeluruh terhadap kebebasan mobilitas tenaga kerja, modal, dan output yang selaras dengan aturan hukum tertentu di suatu negara. Index of Economic Freedom melihat kebebasan ekonomi dari 10 sudut pandang yang berbeda. Beberapa aspek penilaian bersifat eksternal, yakni mengukur derajat keterbukaan ekonomi terhadap investasi dan perdagangan global. Indikator kebebasan ekonomi juga bersifat internal yakni mengukur kebebasan individuindividi di suatu negara untuk menjalankan aktivitas perekonomian secara agregat dan merata serta mempunyai arti penting dalam pembuatan kebijakan.
2.5.1.1 Kebebasan Berbisnis (Business Freedom) atau Regulation Business freedom adalah hak individu untuk mendirikan dan menjalankan perusahaan tanpa ada intervensi negara yang cenderung menghambat kebebasan berbisnis. Pada dasarnya intervensi negara tetap perlu dilakukan dalam bentuk regulasi-regulasi yang mendukung proses transaksi ekonomi berjalan adil. Peraturan yang menghambat dan merugikan adalah hambatan yang paling utama yang menghalangi kebebasan aktivitas usaha. Secara umum, Business freedom merupakan pengukuran kuantitatif dalam mengukur kemampuan memulai, menjalankan, dan menutup suatu bisnis yang merepresentasikan keseluruhan hambatan regulasi atau juga sampai sejauh mana efisiensi pemerintahan dalam proses pengaturan. Business freedom bernilai antara 0-100, semakin tinggi nilainya maka semakin tinggi pula derajat kebebasan lingkungan bisnis. Penilaiannya berdasarkan pada 10 faktor yang tertimbang rata, faktor tersebut adalah : a. Memulai bisnis – prosedur (jumlah) b. Memulai bisnis – waktu (hari) c. Memulai bisnis – biaya (persen dari income percapita) d. Memulai bisnis – minimal modal (persen dari income percapita)
29
e. Mendapat izin – prosedur (jumlah) f. Mendapat izin – waktu (hari) g. Mendapatkan izin – biaya (persen dari income percapita) h. Menutup bisnis – biaya (persen of estate) i. Menutup bisnis – recovery rate (cent dalam dollar) Factor Scorei = 50 x (factoraverage /factori)……………….
(2.19)
Setiap faktor dikonversi menjadi indeks angka 0 – 100. Hasilnya merepresentasikan business freedom score. Setiap faktor dikonversi sesuai dengan rumus di atas.
2.5.1.2 Kebebasan Perdagangan (Trade Freedom) Trade Freedom merupakan indeks komposit yang mengukur derajat hambatan tariff dan non tariff yang dapat berimbas pada neraca perdagangan. Kebebasan dalam perdagangan merefleksikan keterbukaan perekonomian untuk mengimpor dan mengekspor barang dan jasa serta kemampuan negara dalam berinteraksi dengan pasar internasional. Angka indeks Trade Freedom didasarkan pada dua input yakni rataan nilai tariff perdagangan dan hambatan non 29ariff. Rata-rata tariff kalkulasinya didasarkan pada formula berikut : ….. dimana
(2.20)
menggambarkan kebebasan perdagangan di Negara I,
tarifmax dan tarifmin menggambarkan batas atas dan batas bawah untuk tariff (persen) dan tarifi merepresentasikan nilai rata-rata tariff di negara i. Minimum tariff di set 0 persen dan batas atas di set 50 persen. NTB adalah semacam pinalti karena negara tersebut menerapkan hambatan non tariff.
2.5.1.3 Kebebasan Moneter (Monetary Freedom) Pengukuran monetary freedom mengkombinasikan antara kestabilan harga dan penilaian terhadap kontrol harga. Inflasi dan kontrol harga mempunyai dampak pada distorsi dalam pasar. Skor monetary freedom didasarkan pada dua faktor yakni kontrol harga dan rata-rata tertimbang pada tiga tahun terakhir.
30
Rata-rata tertimbang tingkat inflasi tiga tahun terakhir merupakan input utama pada persamaan yang membentuk skor dasar bagi monetary freedom. Faktor kontrol harga dapat memberikan pinalti hingga 20 poin yang akan mengurangi skor dasar tersebut. Dua persamaan yang digunakan untuk mengonversi tingkat inflasi menjadi skro monetary freedom adalah sebagai berikut :
hingga
……………
(2.21)
…………
(2.22)
merepresentasikan tiga angka yang secara agregat berjumlah 1
dan secara eksponensial bentuknya semakin mengecil ( secara berurutan nilainya adalah 0.665, 0.245, dan 0.090); Inflationit dan lagnya menunjukkan nilai absolut inflasi tahunan negara I pada waktu tertentu yang diukur melalui Consumer Price Index (CPI); α menunjukkan koefisien stabilisator varians skor persamaan di atas; dan Price Control (PC) penalty adalah sebuah skala antara skala 0-20 poin yang menunjukkan seberapa jauh harga mengalami kontrol dan tergantung dari keberadaan kontrol harga yang terjadi di negara tersebut.
2.5.1.4 Kebebasan Fiskal (Fiscal Freedom) Komponen fiscal freedom terdiri dari tingkat pajak atas pendapatan individu dan perusahaan, serta total pendapatan pajak atas persentase GDP. Pada proses pembuatan skor, komponen fiscal freedom ditimbang secara merata sebagai sepertiga faktor. Fiscal freedom dihitung dengan fungsi biaya kuadratik untuk merefleksikan pengembalian yang semakin menurun dari tingkat pajak yang sangat tinggi. Persamaan adalah sebagai berikut : …………......
(2.23)
Fiscal Freedomij merepresentasikan indeks fiscal freedom di Negara i untuk faktor j, faktorij merepresentasikan nilai 0-100 para negara i untuk faktor j, dan α adalah koefisien yang di set sebesar 0.03.
31
2.5.1.5 Kebebasan Finansial (Financial Freedom) Kebebasan finansial adalah indeks pengukuran terhadap ketahanan perbankan dan pengukuran tentang keterkaitannya terhadap intervensi pemerintah. Indeks tersebut dipakai untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya regulasi pemerintah terhadap penyediaan jasa layanan keuangan, intervensi negara pada bank dan lembaga keuangan lainnya, tingkat kesulitan dalam membuka dan menjalankan usaha jasa keuangan, dan intervesi pada alokasi kredit. Nilai indeks financial freedom berkisar antara 0 – 100 melalui perbandingan : nilai 0 adalah adanya peraturan pemerintah yang melarang keberadaan institusi keuangan swasta, dan angka 100 dimana levelnya meningkat 10 basis point secara gradual menunjukkan bahwa bank sentral menerapkan pengawasan dan regulasi yang mendorong pengawasan yang bersifat kontraktual terhadap kewajiban dan pencegahan terhadap kepanikan sebagai akibat adanya resiko-resiko yang diakibatkan oleh berbagai hal, serta semua alokasi keuangan berdasarkan sistem pasar. Dari angka 0-100 mempunyai sifat tersendiri dan semakin bebas sistem finansial maka skor negara tersebut semakin meningkat 10 basis point.
2.5.1.6 Pembelanjaan Pemerintah (Government Spending) Indeks ini terkait dengan kebijakan fiskal yang terkait dengan sisi penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah selain digunakan untuk investasi di bidang infrastruktur dan pengembangan sumberdaya manusia juga dapat digunakan untuk keperluan pembangunan barang-barang publik seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan. Dalam penyusunan indikator ini, tidak ada kesepakatan untuk mengidentifikasi suatu level yang ideal bagi pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah antara negara bervariasi, hal ini bergantung dari faktor-faktor seperti geografis, kebudayaan, hingga tahapan pembangunan. Pemerintah yang hanya mampu menyediakan sedikit barang publik akan memiliki skor yang rendah yaitu property rights dan financial freedom. Perhitungan government spending ini tidak linier dan tetap menggunakan skala 0 – 100, berikut cara perhitungan indeksnya :
32
………………….
(2.24)
GEi mewakili skor pengeluaran pemerintah negara I; Expenditurei mewakili jumlah total pengeluaran pemerintah negara I pada semua level pemerintahan sebagai bagian porsi dari GDP ( persen dari GDP), dan α ditetapkan sebesar 0.03 pada kebanyakan kasus, pengeluaran pemerintah secara umum merupakan penggabungan dari pemerintahan pada tataran local, state, dan federal. Pada kasus keterbatasan data, data yang digunakan adalah pemerintah pusat.
2.5.1.7 Kebebasan Investasi (Investment Freedom) Indeks investment freedom menjelaskan ada atau tidaknya hambatan pada aliran modal. Pada negara penganut perekonomian bebas, tidak akan ada restriksi pada aliran investasi dan modal. Nilai indeks berkisar antara 0 hingga 100. Angka 100 merupakan angka yang ideal bagi kebebasan berinvestasi dan angka bervariasi pada tiap negara. Indeks kebebasan investasi dimulai dari angka 100 dan semakin menurun melalui pinalti jika terdeteksi adanya restriksi-restriksi yang memengaruhi iklim investasi di negara tersebut.
2.5.1.8 Kebebasan dari Korupsi (Freedom From Corruption) Indeks freedom from corruption merupakan indeks kebebasan dari korupsi yang dikaitkan dengan penyalahgunaan jabatan publik untuk mengambil keuntungan secara pribadi. Skor indeks korupsi diturunkan dari data indek persepsi korupsi yang dikeluarkan oleh Transparency International dengan skor 0 – 10, dan data harus dikonversi ke skala 0 – 100 untuk mendapatkan indeks freedom from corruption. Semakin tinggi indeks kebebasan dari korupsi, maka negara tersebut memiliki tingkat kejahatan korupsi yang rendah.
2.5.1.9 Kebebasan Hak Kepemilikan Pribadi (Property Rights Freedom) Indeks property rights mengukur derajat tentang sejauh mana hukum atau regulasi suatu negara dapat melindungi hak kepemilikan pribadi dan usaha pemerintah dalam mengawasi hukum tersebut. Indeks ini juga mengukur
33
kecenderungan dalam penyalahgunaan kepemilikan pribadi untuk menganalisis independensi pengadilan, korupsi dalam pengadilan, dan kemampuan individu dan perusahaan untuk mengawasi kontrak tersebut. Semakin tinggi skor property rights suatu negara maka semakin tinggi pula perlindungan hukum atas kepemilikan pribadi.
2.5.2 Kebebasan Politik (Political Freedom) Political Freedom adalah suatu pengukuran pada masing-masing negara dengan menggunanan data yang dipublikasikan oleh The Freedom House melalui data laporan tahunan Freedom In The World. Data ini melaporkan indeks kebebasan berpolitik dalam dua indikator yaitu political liberties dan Civil rights. Masingmasing indeks menggunakan skala ordinal dari 1-7, dimana 1 merepresentasikan level yang paling tinggi untuk political liberties atau civil rights dan 7 merepresentasikan yang paling rendah ( 1 adalah paling bebas dan 7 adalah paling otoriter ). Menurut Gwartney et al (1996) Political liberty adalah suatu keadaan dimana penduduk dapat bebas berpartisipasi dalam proses politik (voting, lobi, dan memilih wakilnya), pemilihan berlangsung adil dan kompetitif, dan partai alternatif dapat berpartisipasi secara bebas atau demokrasi. Civil rights adalah keadaan yang dapat meningkatkan kebebasan pers dan hak-hak individual untuk membuat dan mengikuti pandangan agama alternatif, mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum serta dapat bebas berekspresi tanpa rasa takut terhadap kekerasan fisik.
2.6
Metode Panel Data Panel data adalah bentuk data yang merupakan gabungan dari data time series
dan cross section. Dalam teori ekonometrika, bentuk panel data dapat mengatasi masalah pengestimasian yang kurang baik akibat sedikitnya jumlah observasi jika hanya dengan menggunakan data time series atau cross section saja. Adapun beberapa keuntungan dalam menggunakan panel data (Baltagi, 2005) adalah : a. Panel data mampu mengontrol heterogenitas individu.
34
b. Panel data dapat memberikan informasi data yang lebih banyak, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan degree of freedom, dan lebih efisien. c. Jika menggunakan data cross section, walaupun terlihat stabil namun sebenarnya dalam data tersebut tersimpan banyak perubahan, seperti data pengangguran, perpindahan
pekerjaan,
atau
perubahan
kebijakan
pemerintah.
Dengan
menggunakan panel data maka penyesuaian-penyesuaian yang dinamis tersebut dapat dengan lebih mudah dipelajari. d. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series murni. e. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks. Dalam pengolahan data panel dikenal tiga macam metode, yaitu metode pooled least square, metode efek tetap (fixed effect), dan metode efek acak (random effect). Ketiga metode ini dapat diterapkan dengan pembobotan (cross section weights) atau tanpa pembobotan (no weighting).
2.6.1 Metode Pooled Least Square Dalam metode ini data panel yang mengkombinasikan semua data cross section dan time series akan digabungkan menjadi pooled data. Dengan menggunakan metode ini tentunya akan menghasilkan pendugaan regresi yang lebih akurat jika dibandingkan dengan regresi biasa, karena dalam panel berarti menggabungkan data cross section dan time series bersama-sama sehingga memiliki jumlah observasi data yang lebih banyak. Kelemahan dalam metode ini adalah tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu karena data yang digabungkan secara keseluruhan. Metode ini diduga dengan menggunakan Ordinary Least Square, yaitu : Yit = α + Xit βj + wit ................................................... dimana : Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i α = intersep yang konstan antar individu cross section i Xit = variabel bebas di waktu t untuk unit cross section i
(2.25)
35
βj = parameter untuk variabel bebas wit = komponen error gabungan di waktu t untuk unit cross section i
2.6.2 Metode Efek Tetap (Fixed Effect) Metode pooled least square memiliki kekurangan, yaitu tidak terlihatnya perbedaan baik antar individu, sehingga asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan. Sedangkan untuk generalisai secara umum, dapat dilakukan dengan memasukkan variabel dummy untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda pada setiap unit cross section. Metode dengan memasukkan variabel dummy disebut dengan metode Fixed Effect atau Least Square Dummy Variable. Metode fixed effect akan menghasilkan intersep yang berbeda-beda antar unit cross section. Kelemahan pada metode ini adalah semakin berkurangnya degree of freedom akibat adanya penambahan variabel dummy pada persamaan, dan tentunya akan memengaruhi keefisienan parameter yang diduga. Pendugaan metode ini dinyatakan dalam persamaan (2.22). Yit = αi + βj xjit + μit .....................................
(2.26)
dimana : yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i αi = intersep yang akan berbeda antar individu cross section i xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i βj = parameter untuk variabel ke j μit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i
2.6.3 Metode Efek Acak (Random Effect) Pada metode efek acak (random effect) karakteristik antar individu terlihat pada komponen error yang ada pada model. Hal ini tidak akan mengurangi derajat bebas (degree of freedom) akibat penambahan variabel, sehingga efisiensi dalam pendugaan parameter juga tidak berkurang. Bentuk model efek acak ini adalah :
36
Yit = α + βj xjit + wit ...................................................
(2.27)
dimana : yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i α1i = α1 + μit , dengan nilai intersep yang akan berbeda antar individu cross section i akibat random error (μit) antar individu tersebut μ xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i βj = parameter untuk variabel ke j wit = μit + τi , yaitu μit : error dan τi : individual effect
2.7
Elastisitas Konsep elastisitas dijelaskan dalam teori mikroekonomi (Nicholson, 1995)
bahwa bagaimana perubahan dalam salah satu variabel dapat memengaruhi variabel lain. Masalah sering muncul ketika para ekonom ingin mencoba mengukur perubahan tersebut tetapi tidak menggunakan satuan unit yang sama. Oleh karena itu untuk menyelesaikan masalah ini dikembangkanlah konsep elastisitas yang menggunakan satuan persentase. Asumsi yang digunakan adalah satu variabel tertentu B bergantung pada variabel A, dimana B kemungkinan juga bergantung pada variabel-variabel lainnya. Sehingga ketergantungan ini dapat dinyatakan dengan :
B = f (A...) ...........................................................
(2.28)
Dari persamaan (2.24) tanda titik-titik merupakan variabel lain selain A yang juga akan memengaruhi variabel B. Elastisitas B dalam kaitannya dengan A (yang dinyatakan dengan eB.A) dituliskan dalam persamaan (2.25)
….........
(2.29)
Persamaan (2.25) memperlihatkan bagaimana variabel B berubah ketika A berubah. Dengan kata lain hal ini menunjukkan bagaimana variabel B menanggapi, cateris paribus, perubahan sebesar 1 persen dalam variabel A.
37
2.8
Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Danny García Callejas (2010) dari
Universidad De Antioquia dalam studi yang terkait dengan analisis relasi korupsi, indeks kebebasan ekonomi, dan kebebasan politik 10 Negara di Amerika Selatan. Metode yang digunakan untuk menaksir penyebab korupsi adalah metode panel data. Variabel untuk menganalisis penyebab korupsi mengacu pada literatur yang digunakan oleh penelitian Mauro (1995,1997,1998). Mauro dalam Callejas menjelaskan bahwa dalam ekonomi ortodoks, rendahnya kebebasan ekonomi, termasuk hambatan perdagangan, mobilitas modal atau persyaratan yang berlebihan untuk memulai suatu bisnis, seharusnya memberikan kontribusi terhadap perilaku korupsi serta secara tidak langsung mempengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kurangnya kebebasan lain secara umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa korupsi jauh lebih dari masalah ekonomi. Selain itu, ketika menganalisis 10 negara Amerika Selatan pada periode 1995-2008, penelitian ini memberikan bukti yang menantang pendapat bahwa liberalisasi perdagangan, liberalisasi modal dan pemerintah kecil adalah solusi untuk korupsi. Bahkan, data menunjukkan bahwa ada saluran lain yang harus ditangani dalam rangka memahami korupsi dan mengembangkan solusi kebijakan yang memadai. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi saluran tersebut. Seldadyo (2006) meneliti tentang determinasi dari korupsi menggunakan 70 faktor ekonomi dan non-ekonomi dengan 193 observasi tahun 2000. Metode yang digunakan adalah tehnik Explanatory Factor Analysis (EFA) dan Extrem Bound Analysis. Economic Freedom. GDP per capita termasuk dalam beberapa faktor ekonomi yang dianalisis, sedangkan faktor non-ekonomi seperti faktor politik salah satunya menggunakan ukuran Political Freedom. Ukuran non-ekonomi lainnya untuk faktor birokrasi dan regulasi menggunakan ukuran Government Indicator yang dikeluarkan oleh World Bank. Tehnik EFA dapat mereduksi 27 variabel dan mendapatkan lima variable baru yakni kapasitas regulasi, federalism, inequality, trade, dan political liberties. Penelitian yang dilakukan juga ingin menguji model penentu korupsi dari lima indeks baru menggunakan Analisis Extreme Bound .
38
Peneliti menemukan bahwa kapasitas regulasi, merupakan variabel yang paling kuat dalam menjelaskan korupsi. Sedangkan political freedom dan economic freedom tidak signifikan. Ali dan Crain (2002) dalam Callejas meneliti menggunakan studi kasus 119 negara dengan tahun 1975-1989, mereka menemukan bahwa kebebasan ekonomi berjalan bersamaan seiring dengan kualitas kelembagaan dalam hal ini termasuk peran hukum dan perilaku korupsi. Kebebasan ekonomi yang lebih baik berimplikasi pada kualitas institusi yang baik dan tingkat korupsi yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi menjadi perhatian yang lebih ketika terjadi ingin melakukan liberasisasi ekonomi. Untuk mendapatkan hasil ini, Ali dan Crain menggunakan Indeks Kebebasan Ekonomi yang dikembangkan oleh Gwartney, Lawson dan Blok. Penelitian Ali dan Crane diterbitkan oleh Institut Cato dan Freedom House tentang hak-hak sipil dan politik. Penelitian yang dilakukan Gupta, Davoodi dan Tiongson (2000) dalam Ackay (2006) tentang korelasi antara korupsi dan penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan dengan menggunakan analisis regresi seluruh sampel negara untuk menilai ukuran agregat dari hasil pendidikan dan status kesehatan dalam suatu model yang mencakup beberapa indeks korupsi, pendapatan per kapita, pengeluaran publik untuk perawatan kesehatan dan pendidikan, dan rata-rata masa pendidikan selesai. Hasil didukung dalil bahwa perawatan kesehatan yang lebih baik dan hasil pencapaian pendidikan berkorelasi positif dengan tingkat korupsi yang rendah. Secara khusus, korupsi secara konsisten berkorelasi positif dengan tingkat tingginya putus sekolah. Korupsi juga secara signifikan berkorelasi dengan tingkat kematian bayi yang lebih tinggi dan bobot bayi balita. Akçay (2006) melakukan penelitian untuk mengeksplorasi hubungan antara korupsi dan pembangunan manusia dengan studi kasus 63 negara tahun 1998. Untuk menguji dampak korupsi pada pembangunan manusia, Akcay menggunakan tiga indeks korupsi yang berbeda. Metode analisis yang digunakan adalah metode panel data. Hasil tes statistik mengungkapkan bahwa ada hubungan signifikan negatif antara indeks korupsi dan pembangunan manusia. Bukti empiris dari studi ini
39
menunjukkan bahwa negara yang lebih banyak korup cenderung memiliki tingkat pembangunan manusia yang rendah. Secara singkat, penelitian ini memperluas daftar konsekuensi negatif dari korupsi dan berpendapat bahwa korupsi dalam segala aspeknya dapat menghambat pembangunan manusia. Mutaşcu dan Dănuleţiu (2010) dalam penelitiannya tentang kaitan korupsi dan kesejahteraan sosial yang diproksimasikan dengan pembangunan manusia, mengambil studi kasus di 27 negara Eropa tahun 1996-2008. Penelitian ini menggunakan metode panel data (Pooled Data). Dari hasil analisis trend antara korupsi dengan indeks pembangunan manusia di 27 negara Eropa membuktikan bahwa korupsi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembangunan manusia. Korupsi memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kesejahteraan manusia (diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia, yang menggabungkan aspek ekonomi dengan beberapa yang indikator sosial yang paling penting : kesehatan dan pendidikan). Ini adalah hasil dari konsekuensi langsung dari korupsi seperti pertumbuhan yang lebih rendah, memengaruhi alokasi sumberdaya dari anggaran publik, memperbesar ketidaksetaraan. Hasil utama menunjukkan bahwa korupsi adalah "pertanyaan kunci" terutama dalam mengembangkan ekonomi dan transisi ekonomi. Tetapi faktor gangguan konstan tidak teramati mengurangi fenomena dan mengkompensasi faktor negatif berkala yang teramati. Penelitian yang dilakukan oleh Kwabena Gyimah dan Brempong (2002) dari University of South Florida, USA. Penelitian ini berfokus pada analisis hubungan antara korupsi, pertumbuhan ekonomi dalam komponen investasi, dan ketimpangan pendapatan di 21 negara Afrika tahun 1993-1999. Metode yang digunakan untuk analsis adalah metode panel dinamis. Peneliti menemukan bahwa korupsi dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi secara langsung dan tidak langsung melalui penurunan investasi pada modal fisik. Dengan kata lain, korupsi dapat menurunkan tingkat investasi. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa korupsi meningkat berkorelasi positif dengan ketimpangan pendapatan. Efek gabungan dari pertumbuhan pendapatan menurun dan peningkatan ketidaksetaraan menunjukkan bahwa korupsi lebih merugikan rakyat miskin daripada orang kaya di Negara Afrika.
40
Nielsen dan Haugaard (2000) dari University of Aarhus Denmark melakukan penelitian mengenai demokrasi, korupsi, dan pembangunan manusia 94 negara di dunia tahun 2000. Metode yang digunakan adalah kombinasi analisis kualitatif dan kuantitatif (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi GDP per kapita, kebebasan ekonomi (sektor publik dan intervensi pemerintah rendah), dan tingkat gabungan demokrasi di suatu negara maka tingkat korupsi semakin rendah. Demikian juga hasil analisis lanjutan menjelaskan bahwa korupsi secara signifikan menghalangi pembangunan manusia.
2.9
Kerangka Pemikiran Kegagalan pemerintah terutama dari rendahnya kualitas institusi dalam
melayani sektor publik dapat memicu terjadinya kejahatan korupsi di suatu negara. Kualitas institusi yang rendah mengakibatkan kontrol terhadap korupsi yang rendah pula. Rendahnya kebebasan ekonomi dan kebebasan politik kemungkinkan dapat menjadi beberapa determinan timbulnya perilaku korupsi pada sektor publik. Untuk studi ini, peneliti akan menganalisa penyebab korupsi dilihat dari sisi ekonomi dan politik dan pengaruh korupsi terhadap pembangunan manusia dan investasi di delapan negara ASEAN. Dari sisi faktor ekonomi, determinan yang dianalisis adalah sembilan komponen kebebasan ekonomi. Sedangkan dari indikator makroekonomi menggunakan pendekatan GDP per kapita. Dari sisi faktor politik dan pemerintahan, determinan yang dianalisis adalah komponen kualitas pemerintahan dan demokrasi yang diproksimasi oleh variabel kebebasan politik. Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa korupsi juga dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui jalur investasi dan pembangunan manusia di suatu negara. Hasil dari analisis penelitian ini akan diambil kesimpulan dan rekomendasi kebijakan untuk menangani masalah korupsi yang terjadi di delapan negara kawasan ASEAN.
41 Kegagalan Perencanaan Pemerintahan Negara Berkembang
Kualitas Institusi & Pemerintahan Negara Rendah
Pembangunan Manusia
Terjadinya Persepsi Korupsi (Freedom from Corruption)
Pendidikan Kesehatan Pendapatan per kapita
Investasi
Pembentukan Modal (Kapital) Bruto Faktor Ekonomi dan Demokrasi (Politik)
Pengolahan Data dengan Metode Analisis Data Panel Eviews 6.1
1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyebab dari Tindakan Korupsi di Sektor Publik. 2. Dampak Korupsi terhadap Pembangunan Manusia dan Investasi di 8 Negara Kawasan ASEAN.
Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan : Bagian yang dianalisis : Alur analisis Gambar 2.4 Alur Kerangka Pemikiran Penelitian
42
2.10
Hipotesis Penelitian Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini berupa dugaan tanda koefisien
variabel-variabel
yang
memengaruhi
korupsi
dan
pengaruhnya
terhadap
pembangunan manusia dan investasi. Berikut adalah hipotesis penelitian yang digunakan : 1.
Beberapa variabel kebebasan ekonomi, dan kebebasan politik diharapkan berpengaruh positif terhadap tingkat bebas/bersih dari perilaku korupsi.
2.
Kegagalan pemerintah yang diproksimasi menggunakan enam indikator kualitas pemerintahan dan pendapatan per kapita dengan mengukur standar hidup diharapkan berpengaruh negatif terhadap korupsi. Semakin rendah tingkat kualitas pemerintahan serta semakin rendah pendapatan per kapita, maka tingkat korupsi semakin tinggi. Dummy jajahan Inggris berpengaruh positif terhadap bebas dari perilaku korupsi.
3.
Populasi penduduk diharapkan berpengaruh positif terhadap investasi dan pembangunan manusia di delapan negara ASEAN.
4.
Tingkat suku bunga riil diharapkan bepengaruh negatif terhadap tingkat investasi dan tingkat tabungan diharapkan berpengaruh positif terhadap investasi sebagai akumulasi dari kapital.
5.
Pengeluaran
pemerintah
diharapkan
berpengaruh
positif
terhadap
pembangunan manusia. 6.
Tingkat bebas dari perilaku Korupsi diharapkan berpengaruh positif terhadap pembangunan manusia dan tingkat investasi.