TINJAUAN LITERATUR
Siklus Hidrologi Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sisten Daerah Aliran Sungai (DAS). Di bawah ini adalah gambar dari siklus hidrologi
Gambar 1. Siklus Hidrologi
Universitas Sumatera Utara
Daerah Aliran Sungai (DAS) Secara hidrologis DAS didefinisikan sebagai daerah yang dibatasi oleh punggung topografi, sehingga air yang jatuh akan mengalir melalui satu titik pengamatan. Dalam suatu sistem hidrologi DAS berlaku sistem masukan dan pengeluaran. DAS berfungsi “processor” dimana masukannya adalah curah hujan dan energi, sedangkan keluarannya adalah debit aliran sungai, sedimen, dan lainlain. DAS juga merupakan salah satu bentuk ekosistem yang terbagi ke dalam wilayah hulu, tengah dan hilir. Wilayah hulu didominasi oleh kegiatan pertanian lahan kering dan hutan, sedangkan wilayah hilir didominasi oleh lahan sawah dan pemukiman. Daerah Aliran Sungai disebut juga watershed atau catchments area. DAS ada yang kecil dan ada juga yang luas. DAS yang sangat luas bisa terdiri dari beberapa sub DAS dan sub DAS dapat terdiri dari beberapa sub-sub DAS, tergantung banyaknya anak sungai yang ada, yang merupakan bagian dari suatu sistem utama (Asdak, 1995). DAS merupakan ekosistem yang terdiri dari berbagai macam komponen dan terjadi keseimbangan dinamik antara komponen yang merupakan masukan (input) dan komponen yang merupakan keluaran (output), dimana keadaan atau pengaruh yang berlaku pada salah satu bagian di dalamnya akan mempengaruhi wilayah secara keseluruhan (Hartono, 2005). Suatu kegiatan pengelolan DAS dipantau dan dievaluasi, untuk mengatahui sejauh mana dampak positif dari kegaitan tersebut. Secara hidrologis, suatu pengelolaan DAS dapat dikatakan telah memberikan dampak positif apabila
Universitas Sumatera Utara
parameter-parameter hidrologi yang diamati pada keluaran dari suatu DAS menunjukkan kecenderungan sebagai berikut: 1.
Perbandingan antara debit maksimum bulan dan debit minimum bulan dalam satu tahun, menunjukkan kecenderungan menurun.
2.
Unsur utama hidrograf aliran sungai menunjukkan : Waktu mencapai puncak semakin lama, Waktu dasar semakin panjang, Debit puncak menurun.
3.
Volume aliran dasar dan koefisien resesi semakin meningkat .
4.
Koefisien limpasan sesaat dan tahunan menurun.
5.
Muatan sedimen yang merupakan jumlah seluruh muatan yang terdiri dari muatan dasar, muatan suspensi, dan padatan terlarut menunjukkan kecenderungan menurun.
6.
Kandungan unsur kimia dan hara di dalam perairan sungai yang merupakan hasil proses biogeokimia di dalam DAS menunjukkan kecenderungan menurun
( Yayat, dkk., 2003). Pengelolaan DAS pada dasarnya ditujukan untuk terwujudnya kondisi yang optimal dari sumber daya vegetasi, tanah dan air sehigga mampu memberi manfaat secara maksimal dan berkesinambungan bagi kesejahteraan manusia. Selain itu pengelolaan DAS dipahami sebagai suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumber daya alam dan manusia yang terdapat di DAS untuk memperoleh manfaat produksi jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya air dan tanah, yang dalam
Universitas Sumatera Utara
hal ini termasuk identitikasi keterkaitan antara tata guna lahan, tanah dan air, dan keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS (Asdak, 2002). Salah satu fungsi utama dari daerah aliran sungai (DAS) adalah sebagai pemasok air dengan kuantitas dan kualitas yang baik terutama di daerah hilir. Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas tata air pada daerah aliran sungai (DAS) yang akan lebih dirasakan oleh masyarakat di daerah hilir. Persepsi umum yang berkembang pada saat ini, konversi hutan menjadi lahan pertanian mengakibatkan penurunan fungsi hutan dalam mengatur tata air, mencegah banjir, longsor dan erosi pada DAS tersebut. Hutan terlalu dikaitkan dengan fungsi positif terhadap tata air dalam ekosistem (Van Noordwijk et al., 2003). Analisis Frekuensi Dalam proses pengalihragaman hujan mejadi aliran ada beberapa sifat hujan yang penting untuk diperhatikan, antara lain adalah intensitas hujan (I), lama waktu hujan (t), kedalaman hujan (d), frekuensi (f) dan luas daerah pengaruh hujan (A). Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat dianalisis berupa hujan titik maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah tangkapan (catchment area) yang kecil sampai yang besar. Analisis hubungan dua parameter hujan yang penting berupa intensitas dan durasi dapat dihubungkan secara statistik dengan frekuensi kejadiannya (Soemarto, 1987). Analisis frekuensi adalah prosedur memperkirakan frekuensi suatu kejadian pada masa lalu atau masa yang akan datang. Prosedur tersebut dapat digunakan menentukan hujan rancangan dalam berbagai kala ulang berdasarkan distribusi yang paling sesuai antara distribusi hujan secara teoritik dengan
Universitas Sumatera Utara
distribusi hujan secara empirik. Hujan rancangan ini digunakan untuk menentukan intensitas hujan yang diperlukan dalam perhitungan debit banjir menggunakan metode rasional. Dalam penelitian ini dihitung hujan harian rancangan dengan kala ulang 1, 2, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 40, 50, 100, dan 200 tahun. Ada dua macam seri data yang dipergunakan dalam analisis frekuensi yaitu: 1. Data maksimum tahunan: tiap tahun diambil hanya satu besaran maksimum yang dianggap berpengaruh pada analisa selanjutnya. Series data ini disebut seri data meaksimum (maximum annual series). 2. Seri parsial: dengan menetapkan besaran tertentu sebagai batas bawah selanjutnya semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah tersebut diambil kemudian dianalisis dengan cara yang lazim. Metode ini lebih realistis dibandingkan metode maximum annual series sehingga beberapa ahli menyarankan menggunakan cara partial series (Suripin, 2004). Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan, intensitas hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi yang pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas (Sudjarwadi, 1987). Hujan meliputi daerah yang luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tingi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit.
Universitas Sumatera Utara
Dalam analisis frekuensi, hasil yang diperoleh tergantung pada kualitas dan panjang data. Makin pendek data yang tersedia, makin besar penyimpangan yang terjadi. Menurut Soemarto (1987), dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi dan empat jenis distribusi yang umum digunakan dalam bidang hidrologi adalah : 1. Distribusi Normal 2. Distribusi Log Normal 3. Distribusi Log-Pearson Type III dan 4. Distribusi Gumbel Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi : Tabel 1. Parameter Statistik Analisis Frekuensi Parameter Rata-rata
Simpangan baku Koefisien variasi
Sampel X=
1 n ∑ Xi n i =1
(
)
2 1 n s= Xi − X ∑ n − 1 i −1
Cv =
1/ 2
s x n
Koefisien skewness
Koefisien kurtosis
n ∑ (X i − X ) Cs =
i =1
(n − 1)(n − 2)s 3 n
Ck =
3
2
n
∑ (X i − X )4 i =1
(n −1)(n − 2)(n − 3)s 4
Sumber: Singh, 1992.
Universitas Sumatera Utara
Distribusi Normal Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Distribusi ini mempunyai probability density function sebagai berikut: P' ( X ) =
( x − µ ) 2 ………………….........….. (1) exp − 2σ 2 σ 2π 1
dimana: P(X)
= fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal).
X
= Variabel acak kontinu
µ
= Rata-rata nilai X
σ
= Simpangan baku dari X Analisis kurva normal cukup menggunakan parameter statistik µ dan σ .
Bentuk kurvanya simetris terhadap X = µ , dan grafiknya selalu di atas sumbu datar X serta mendekati sumbu datar X dan di mulai dari X = µ + 3 σ dan X = µ - 3 σ , nilai mean = median = modus.
Luas 68,27% Luas 96, 45 % Luas 99,73 %
3
σ
2
σ σ
x
σ
2
σ
3
σ
Gambar 2. Kurva distribusi frekuensi normal
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1)
Kira-kira 68,27 % terletak di daerah satu deviasi standart sekitar nilai rata-ratanya yaitu antara ( µ - σ ) dan ( µ + σ ).
2)
Kira-kira 95,45 % terletak di daerah dua deviasi standart sekitar nilai rata-ratanya yaitu antara ( µ - 2 σ ) dan ( µ + 2 σ ).
3)
Kira-kira 99,73 % terletak di daerah tiga deviasi standart sekitar nilai rata-ratanya yaitu antara ( µ - 3 σ ) dan ( µ + 3 σ ). (Surupin, 2004).
Rumus yang umum digunakan untuk distribusi normal adalah: XT = X + KT.s ………………………………………….. (2) di mana: XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan
X = Nilai rata-rata hitung sampel s
= Deviasi standard nilai sampel
KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau yang digunakan periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang. (Suripin, 2004). Menurut Jayadi (2000), sifat khas lain yaitu nilai asimetris (koefisien skewness) hampir sama dengan nol dan dengan kurtosis 3 selain itu kemungkinan:
(
)
P x − σ = 15,87%
()
P x = 50%
(
)
P x + σ = 84,14%
Universitas Sumatera Utara
Distribusi Gumbel Menurut Chow (1964), rumus umum yang digunakan dalam metode Gumbel adalah sebagai berikut: X = X + s.K ............................................................................. (3) Dengan : X = nilai rata-rata atau mean; s = standard deviasi Faktor frekuensi K untuk nilai-nilai ekstrim Gumbel ditulis dengan rumus berikut ini:
K=
YTr − Yn Sn
......................................................................... (4)
dimana : Yn
= reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n
Sn
= reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah sampel/data n
Tr
= Fungsi waktu balik (tahun)
YTr
= reduced variate yang dapat dihitung dengan persamaan berikut: YTr
T − 1 = -In − In r ………………………………….... (5) Tr
Ciri khas statistik distribusi Gumbel adalah nilai asimetris (koefisien skewness) sama dengan 1,396 dan dengan kurtosis (Ck) = 5,4002 (Wilson, 1972).
Universitas Sumatera Utara
Distribusi Log Normal Jika variabel acak
Y = Log x terdistribusi secara normal, maka x
dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. Ini dapat dinyatakan dengan model matematik dengan persamaan : YT
= Y + KTS ………………………………………………. (6)
dimana: YT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahunan
Y
= Nilai rata-rata hitung sampel
S
= Standard deviasi nilai sampel
KT = Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau yang digunakan periode ulang dan tipe model metematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang. (Singh, 1992) Menurut Jayadi (2000), ciri khas statistik distribusi Log Normal adalah nilai asimetris (koefisien skewness) sama dengan tiga kali nilai koefisien variasi (Cv) atau bertanda positif.
Distribusi Log Pearson Type III Parameter penting dalam Log Pearson Type III yaitu harga rata-rata, simpangan baku dan koefisien kemencengan. Jika koefisien kemencengan sama dengan nol maka distribusi kembali ke distribusi Log Normal (Suripin, 2004). Langkah-langkah penggunaan distribusi Log Pearson Type III adalah sebagai berikut. 1. Ubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X.
Universitas Sumatera Utara
2. Hitung harga rata-rata: Log X =
1 n ∑ log X i ............................................................... (7) n i =1
3. Hitung harga simpangan baku:
(
)
2 1 n s= log X i − log X ∑ n −1 i =1
1/ 2
................................................ (8)
4. Hitung koefisien kemencengan:
(
n
n ∑ log X i − log X Cs =
i =1
(n − 1)(n − 2)s 3
)
3
........................................................ (9)
5. Hitung logaritma hujan dengan periode ulang T: Log XT = log X + K.s ............................................................... (10) (Linsley, et al, 1975). Menurut Jayadi (2000), ciri khas statistik distribusi Log Pearson Type III adalah: 1. Jika tidak menunjukkan sifat-sifat seperti ketiga distribusi diatas 2. Garis teoritis probabilitasnya berupa garis lengkung. Ada dua cara untuk mengetahui ketepatan distribusi probabilitas data hidrologi yaitu data yang ada diplot pada kertas probabilitas yang sudah desain khusus atau menggunakan skala plot yang melinierkan fungsi distribusi. Suatu garis lurus yang mempresentasikan sebaran data-data yang diplot ditarik sedemikian
kemudian
rupa berupa garis linier. Metode pengeplotan data dapat
dilakukan secara empiris, persamaan yang umum digunakan adalah persamaan Weibull:
Universitas Sumatera Utara
Tr =
n +1 ……………………………………………. (11) m
dimana : m
= Nomor urut (peringkat) data setelah diurutkan dari besar ke kecil.
n
= Banyaknya data atau jumlah kejadian.
(Soedibyo, 2003). Menurut Sri Harto (2000), menyebutkan bahwa masing-masing distribusi mempunyai sifat yang khas, sehingga data curah hujan harus diuji kecocokannya dengan sifat statistik masing-masing distribusi tersebut. Pemilihan distribusi yang tidak benar dapat menimbulkan kesalahan perkiraan yang cukup besar, baik over estimate maupun under estimate. Uji kecocokan Diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter yang sering dipakai adalah Chi-Square dan Smirnov-Kolmogorov (Suripin, 2004). 1. Uji Chi-Square Menurut Danapriatna dan Setiawan (2005), pada dasarnya uji ini merupakan pengecekan terhadap penyimpangan rerata data yang dianalisis berdasarkan distribusi terpilih. Penyimpangan tersebut diukur dari perbedaan antara nilai probabilitas setiap varian X menurut hitungan distribusi frekuensi teoritik (diharapkan) dan menurut hitungan dengan pendekatan empiris. Teknik
Universitas Sumatera Utara
pengujiannya yaitu menguji apakah ada perbedaan yang nyata antara data yang diamati dengan data berdasarkan hipotesis nol (H0). Uji Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Parameter Xh2 merupakan variabel acak. Parameter X2 yang digunakan dapat dihitung dengan rumus:
Xh2
=
n
(Oi − Ei )2
i =1
Ei
∑
.................................................... (12)
Dimana : Xh2
= parameter Chi-Square terhitung
G
= jumlah sub kelompok
Oi
= jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i
Ei
= jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i
(Suripin, 2004). Cara memberikan interpretasi terhadap Chi-Square adalah dengan menentukan df atau db (derajat kebebasan). Uji ini digunakan untuk data yang variabelnya tidak dipengaruhi oleh varibel lain dan diasumsikan bahwa sampel dipilih secara acak (Hartono, 2004). 2. Uji Smirnov-Kolmogorov Dalam statistika, uji smirnov-kolmogorov dipakai untuk membedakan dua buah sebaran data yaitu membedakan sebaran berdasarkan data hasil pengamatan sebenarnya dan populasi atau sampel yang diandaikan atau diharapkan. Dengan kata lain, uji smirnov-kolmogorov menguji apakah dua sampel independen berasal dari populasi yang sama atau dari populasi-populasi yang memiliki distribusi yang
Universitas Sumatera Utara
sama. Nilai-nilai parameter populasi yang dipakai untuk menghitung frekuensi yang diharapkan atau frekuensi teoritik ditaksir berdasarkan nilai-nilai statistik sampel. Uji statistik ini dapat dirumuskan: Dn = max { F0(x)-SN(x)} ……………………………. (13) Dimana F0(x) menyatakan sebaran frekuensi kumulatif yaitu sebaran frekuensi teoritik berdasarkan H0. Untuk setiap harga x, F0(x) merupakan proporsi harapan yang nilainya sama atau lebih kecil dari x. SN(x) adalah sebaran frekuensi kumulatif dari suatu sampel sebesar N pengamatan. Uji ini menitikberatkan pada perbedaan antara nilai selisih yang terbesar (Wikipedia, 2006). Chakravart, et al(1967), menyatakan bahwa uji smirnov-kolmogorov dipergunakan untuk mengambil keputusan jika sampel tidak diperoleh dari distribusi spesifik. Tujuannya untuk menguji perbedaan distribusi kumulatif dari variabel kontinu, sehingga merupakan test of goodness of fit. Uji smirnovkolmogorov (KS-tes) mencoba untuk memutuskan jika dua data berbeda secara signifikan. Menurut
Danapriatna dan Setiawan (2005), Uji smirnov-kolmogorov
digunakan untuk pengujian sampai dimana sebaran data tersebut berdasarkan hipotesis. Uji ini ditegaskan berdasarkan H0: data mengikuti distribusi yang ditetapkan, Ha: data tidak mengikuti distribusi yang ditetapkan. Intensitas Curah Hujan Perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data intesitas curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi (Loebis, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam. Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas. Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas yang tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi yang cukup panjang. Kombinasi dari intensitas curah hujan yang tinggi dengan durasi yang panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit (Sudjawadi, 1987). Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu. Untuk mendapatkan nilai intensitas hujan disuatu tempat maka alat penakar hujan yang digunakan harus mampu mencatat besarnya volume hujan dan waktu mulai berlangsungnya hujan sampai hujan tersebut berhenti. Dalam hal ini alat penakar hujan yang dapat dimanfaatkan adalah alat penakar hujan otomatis. Alat penakar hujan standar juga digunakan asal waktu selama hujan tersebut berlangsung diketahui (Asdak,1995). Sri Harto (1993), menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan analisis frekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman hujan. Jika tidak tersedia waktu untuk mengamati besarnya intensitas curah hujan atau disebabkan oleh karena alatnya tidak ada, dapat ditempuh cara-cara empiris dengan mempergunakan rumus-rumus eksperimental seperti rumus Talbot, Mononobe, Sherman dan Ishgura. Menurut
Loebis (1992), intensitas hujan (mm/jam) dapat
diturunkan dari data curah hujan harian (mm) empiris menggunakan metode
Universitas Sumatera Utara
mononobe, intensitas curah hujan (I) dalam rumus rasional dapat dihitung berdasarkan rumus : I=
R24 24
24 t
2/3
……………………………… (14)
dimana: R
= Curah hujan rancangan setempat (mm)
t
= Lamanya curah hujan (jam)
I
= Intensitas curah hujan (mm/jam)
Waktu Konsentrasi Lama waktu yang diperlukan untuk mencapai titik pengamatan oleh air hujan yang jatuh di tempat terjauh dari titik pengamatan itu adalah waktu konsentrasi. Bagi hujan yang seragam lama waktu ini sama dengan waktu keseimbangan, yang laju alirannya menyamai laju penambahan hujan. Banjir maksimum terjadi jika hujan berlangsung dengan dengan intensitas maksimum selama waktu tidak kurang dari waktu konsentrasi itu. Lama waktu konsentrasi sangat tergantung pada ciri-ciri daerah aliran, terutama panjang jarak yang harus ditempuh air hujan yang jatuh di tempat terjauh dari titik pengamatan, kemiringan daerahnya dan ciri-ciri lainnya. Untuk DAS yang besar dengan pola drainase kompleks, aliran air di tempat terjauh akan datang terlambat untuk ikut menambah besarnya banjir di titik pengamatan. Untuk DAS kecil dengan pola drainase sederhana, lama waktu konsentrasi bisa sama dengan lama waktu pengaliran dari tempat terjauh. Menurut Suripin (2004), waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat
Universitas Sumatera Utara
keluaran DAS (titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang dapat ditulis sebagai berikut :
0,87 xL2 tc= 1000 xS
0 , 385
………………………………... (15)
dimana: tc = Waktu konsentrasi dalam jam, L = Panjang sungai dalam Km, S = Kemiringan sungai dalam m/m. Curah Hujan Maksimum Harian Rata-Rata Perhitungan data curah hujan maksimum harian rata-rata DAS harus dilakukan secara benar untuk analisis frekuensi data hujan. Dalam praktek sering dijumpai perhitungan yang kurang pas, yaitu dengan mencari hujan maksimum harian setiap pos hujan dalam satu tahun, kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan hujan DAS. Cara ini tidak logis karena rata-rata hujan dilakukan dari masing-masing pos hujan yang terjadi pada hari yang berlainan. Hasilnya akan jauh menyimpang dari yang seharusnya. Cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan hujan maksimum harian rata-rata DAS adalah sebagai berikut: 1. Tentukan hujan maksimum harian pada bulan tertentu di salah satu pos hujan
Universitas Sumatera Utara
2. Cari besarnya curah hujan pada tanggal-bulan-tahun yang sama untuk pos hujan yang lain. 3. Hitung hujan DAS dengan satu cara yang dipilih. 4. Tentukan hujan maksimum harian (seperti langkah 1) pada tahun yang sama untuk pos hujan yang lain. 5. Ulangi langkah 2 dan 3 untuk setiap pos. Dari hasil rata-rata diperoleh (sesuai dengan jumlah pos hujan) dipilih yang tertinggi setiap tahun. Data curah hujan merupakan hujan maksimum DAS untuk tahun yang bersangkutan (Suripin, 2004). Koefisien Limpasan Koefisien limpasan adalah persentase jumlah air yang dapat melimpas melalui permukaan tanah dari keseluruhan air hujan yang jatuh pada suatu daerah. Semakin kedap suatu permukaan tanah, maka semakin tinggi nilai koefisien pengalirannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai koefisien limpasan adalah kondisi tanah, laju infiltrasi, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan (Eripin, 2005). Bencana banjir dipahami sebagai melimpasnya air sehingga menutupi lahan-lahan produktif dan juga kawasan tempat tinggal dan tempat berusaha manusia. Air yang melimpas selain karena jumlahnya yang sangat banyak karena akibat fenomena alamiah seperti air yang jumlahnya banyak tersebut tidak lagi meresap kedalam tanah dan hanya mengalir di permukaan dan menggenangi serta merusak seluruh wilayah yang dilewatinya (Pringadi, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Jika DAS terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran permukaan yang berbeda, maka C yang dipakai adalah koefisien DAS yang dapat dihitung dengan persamaan berikut : n
∑C A CDAS =
i =1 n
i
i
∑A i =1
..................................................................... (16)
i
dimana : Ai = luas lahan dengan jenis penutup tanah i Ci = koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah i n = jumlah jenis penutup lahan (Suripin, 2004). Metode Rasional Metode rasional adalah metode lama yang masih digunakan hingga sekarang untuk memperkirakan debit puncak (peak discharge). Ide yang melatarbelakangi metode rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I terjadi secara terus-menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi tc. Waktu konsentrasi tc tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan konstribusi aliran di outlet. Laju masukan pada sistem adalah hasil curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat tc dinyatakan sebagai run off coefficient (C) (Chow, 1988).
Universitas Sumatera Utara
Beberapa asumsi dasar untuk menggunakan metode rasional adalah sebagai berikut (Wanielista,1990): a. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam jangka waktu tertentu, setidaknya sama dengan waktu konsentrasi. b. Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas tetap, sama dengan waktu konsentrasi. c. Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan d. Luas DAS tidak berubah selama durasi hujan. Menurut Wanielista (1990), metode Rasional adalah salah satu dari metode tertua dan awalnya digunakan hanya untuk memperkirakan debit puncak (peak disharge). Ide yang melatarbelakangi metode Rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas I terjadi secara terus-menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi Tc tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan kontribusi aliran di outlet. Laju masukan pada sistem ( IA) adalah hasil dari curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat Tc dinyatakan sebaagi run off coeffcient (C) (Chow,1988). Hal di atas diekspresikan dalam formula Rasional sebagai berikut Chow, 1964: Q = 0,278.C.I.A .................................................................... (17) dimana: Q
= Debit banjir maksimum (m3/dtk)
C
= Koefisien pengaliran/limpasan
I
= Intensitas curah hujan rata-rata (mm/jam)
Universitas Sumatera Utara
A
= Luas daerah pengaliran (km2)
Arti dari rumus ini dapat segera
diketahui yakni, jika terjadi curah
hujan selama 1 jam dengan intensitas 1mm/jam dalam debit banjir
sebesar
0,2778
m3/dtk
dan
seluas 1 km2, maka
melimpas
selama
1 jam
(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Universitas Sumatera Utara