TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH ( Studi Kasus di Desa Keboledan Wanasari Brebes )
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh : AKHSAN ZAMZAMI NIM. 0 7 2 3 1 1 0 4 9
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012
Moh. Arifin, S.Ag., M.Hum. Perum Griya Lestari B. 3/12 Ngaliyan Semarang Nur Hidayati Setyani, SH.,MH. Jl. Merdeka Utara 1/B. 9 Ngaliyan Semarang
PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp. : 4 (eksemplar) Hal : Naskah skripsi An. Sdr. Akhsan Zamzami Kepada Yth. Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Assalamu’alaikum wr.wb Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya kirimkan naskah skripsi saudara: Nama
: Aksan Zamzami
Nim
: 072311049
Jurusan
: Hukum Ekonomi Islam
Judul
:TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH (Studi Kasus di Desa Keboledan Wanasari Brebes)
Dengan
ini
saya
mohon
kiranya
skripsi
tersebut
dapat
segera
dimunaqasyahkan. Demikian harap menjadikan maklum. Wassalamu’alaikum wr.wb Semarang, 11 Juni 2012 Pembimbing II
Pembimbing I
Moh. Arifin, S.Ag., M.Hum. NIP. 19711012 199703 1 002
Nur Hidayati Setyani, SH NIP. 19670320 199303 2 ii
iii
MOTTO
ّن مَ َع الْ ُعسْ ِر ُيسْرًا َ ِإ “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Qs. Al-Insyirah : 6) َوَ َتعَا وَنُوْا عَلَي الْ ِبرِ وَالّتَقْوَى وَلَا َتعَاوَنُوْا عَلَي ا ْلإِثْمِ وَا ْلعُدْوَاّنِ وَاتَقُوْ اهللَ إِّن ِاهللَ شَدِيْدُا ْلعِقَاب Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (QS. Al-Maidah 2)
iv
PERSEMBAHAN
Segala puji dan syukur kepada sumber dari suara hati dan kebenaran, sumber ilmu pengetahuan, sang penabur cahaya serta pilar nalar kebenaran, sang penebar kasih yang takterbatas pencahayaan cintanya bagi mahluknya Allah SWT. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW, yang telah membawakan risalah untuk kita semua, semoga kita mendapat cinta kasihnya di hari nanti. Dibalik terselesaikannya skripsi ini, ada seorang yang memotifasi saya untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Maka karya ilmiah ini kupersembahkan untuk orang-orang yang telah memberikan dukungan baik moral maupun spiritual sepenuhnya kepada penulis. Abah (A. Syarifudin) dan Mama (Tobi’ah) yang selalu mencurahkan kasih sayangnya dan do’a kasihnya tiada henti Kakaku, kang mas (Ahmad Faudhillah) dan yunda ( Roudhotul Jannah). Yang selalu menasehatiku dan memberikan motifasi selalu, terimakasih kang mas yang selalu sabar dalam mensihati. Tidak lupa adeku (Muhammad Lutfi zamzami) dan mas Iqbal. Buya (Rosyidin Hasan) beserta keluarga di Palembang. Keluarga besar H. Tohari Rois dan H. Abdul Majid yang tidak bisa penulis sebut satu-persatu Pengasuh Pon-Pes Al Fadlu Wal Fadlillah (abah Dimyati Rois) beserta Shokhibul Baith Seluruh jajaran penggurus Pon-Pes Al Fadlu, tidak lupa kang Lutfi Keluarga besar MUB 07; Ubed, Dayat, Comeng, terkhusus (Ainung jariyah) dan teman-teman semua yang tidak bisa penulis sebut satu-persatu, penulis ucapkan banyak terimakasih atas semuanya yang telah teman-teman berikan, semoga Allah membalas amal baik teman semua. Dan semuanya dari A sampai Z, yang selalu bikin penulis senang, jengkel, sebel sampai marah-marahan hehehehe.... thank’s for you......
v
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang di tulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang di jadikan bahan rujukan.
Semarang, 11 Juni 2012 Deklarator
Akhsan Zamzami Nim. 072311049
vi
ABSTRAK Jual-beli merupakan permasalahan yang menjadi tujuan pokok dalam fiqh untuk memperbaiki kehidupan manusia, kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Atas dasar itu, di jumpai dalam berbagai suku bangsa jenis dan bentuk muamalah yang beragam, yang esensinya adalah saling melakukan interaksi sosial sebagai upaya memenuhi kebutuhan manusia. Namun, tidak semua manusia berkemampuan untuk menekuni segala urusannya dan kebutuhan secara pribadi. Ia membutuhkan orang lain sebagai wakil untuk melakukan transaksi, seperti halnya makelar yang berprofesi sebagai perantara dalam jual-beli. Adapun rumusan masalahnya adalah : 1) bagaimana praktek makelar dalam proses jual-beli bawang merah, dan 2) bagaimana bentuk akad dalam praktek jual-beli bawang merah di Desa Keboledan Wanasari Brebes. Adapun tujuan penelitian adalah 1). Untuk mengetahui bagaimana praktek dari kinerja makelar dalam jual-beli bawang merah di Desa Keboledan, dan 2). Untuk mengetahui bagaimana bentuk akad dalam jual-beli bawang merah. Jenis penelitian skripsi ini dengan menggunakan penelitian kualitatif. Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah 1) sumber data, yang terdiri atas; data primer dan data sekunder. 2) teknik pengumpulan data dengan metode observasi, terdiri atas observasi tidak berstruktur dan terstruktur, wawancara, dan dokumentasi. 3) analisis data dengan menggunakan analisis deskriptif komparati dengan tujuan menggambarkan fenomena dan proses praktek jual-beli bawang merah, yang kemudian membandingkan pemikir tokoh berkenaan dengan produk fiqh. Hasil penelitian menunjukan pertama, implementasi dari praktek makelar pada jual-beli bawang merah adalah “sah” hal ini didasarkan pada teori Fiqh yang mengatakan “Sah menyewakan jasa/kemanfaatan yang ada nilai hargannya, yang diketahui barang, ukuran, maupun sifatnya. Ketidak sahannya apabila makelar yang hanya mengucapkan satu atau dua patah kata, walaupun barang tersebut laku, karena satu atau dua patah kata tidak memiliki nilai ekonomi (harga). Yang demikian terjadi pada barang yang telah tetap harganya di daerah satu dengan yang lain, seperti roti. Lain halnya pakaian yang harganya tidak selalu sama, sesuai siapa yang membeli. Maka untuk menjualnya lebih bermanfaat secara khusus dilakukan oleh makelar, oleh karena itu dengan menyewanya dihukumi sah”. Kedua, bentuk akad (shighah) dari transaksi jual-beli yang tidak secara sharih (jelas) yaitu menggunakan ucapan kiasan, yang dari perkataan tersebut terkandung maksud sebagai sewa jasa tenaga untuk menjualkan barang, dan mereka memahami maksudnya. Maka ijab qabul sebagai manifestasi perasaan suka sama suka untuk melakukan transaksi, yang demikian dibolehkan sesuai dengan teori yang ada di hadis Shahih Al Bukhari yaitu “tidak apa-apa seseorang berkata : juallah barang ini, harga selebihnya sekian dan sekian menjadi milikmu”. Dengan akad demikian yang menunjukkan jual-beli dan dipahami atau dengan maksud sewa maka, akad ini termasuk ijarah. Yaitu kepemilikan manfaat dengan imbalan atau upah/sewa.
Kata kunci : Tinjauan Hukum Islam, Praktek Makelar, Bentuk Akad
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu terhaturkan pada Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah kepada kita semua, sehingga terselesaikannya skripsi ini. Sesungguhnya hanya kepada Ia lah tempat bergantung kita semua. Shalawat dan salam yang menangis apabila disebut namanya, yang pengasah, pengasih dan pengasuh sehingga kita semua mendapat syafaatnya di hari nanti, dan karena kasih sayangnya beliaulah islam menjadi manhaj al hayat yang terang benderang dengan cahaya Dinnul Islamnya. Suatu kebanggaan tersendiri bagi penulis atas kesempatan yang telah diberikan oleh fakultas syari’ah IAIN Walisongo Semarang untuk menyusun karya ilmiah yang berkaiitan dengan Jual Beli, yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Makelar Jual Beli Bawang Merah :Study Kasus Praktek Makelar Jual Beli Bawang Merah Desa Keboledan Wanasari Brebes.” Guna memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar sarjana dalam ilmu syari’ah khusus jurusan Muamalah. Dalam proses penulisan serta penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah meberikan saran dan koreksi sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Rektor IAIN Walisongo Semarang, Prof., Dr., Muhibbin, M.Ag. 2. Dekan Fakultas Syari’ah Bapak Dr. Imam Yahya M.Ag. 3. Pembimbing I (Moh. Arifin, S.Ag., M.Hum., dan Pembimbing II (Nur Hidayati Setyani, SH., MH. 4. Dewan penguji 5. Abah (Sofyan Syarif) serta Mama (Tobi’ah), yang selalu selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil dan atas segala do’anya yang selalu mengiringi langkah penulis, sehingga ucapan ini tidaklah cukup untuk menggambarkan wujud penghargaan dan penghormatan penulis kepada beliau. 6. Dan keluarga MU B7 yang selalu menemani penulis Semoga segala amal baik semua pihak dalam terwujudnya skripsi ini akan menjadi amal baik mereka dan mendapatkan balasan dari Allah SWT, serta proses panjang ini mendapatkan manfaat di kemudian hari. Akhirnya dengan menyadari
viii
sepenuhnya, segala kekurang dan keterbatasan yang ada, maka kritik dan saran yang konstruktif demi penyempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semarang, Juni 2012 Penulis
Akhsan Zamzami Nim. 072311049
ix
DAFTAR ISI Halaman Judul .......................................................................................................... i Halaman Persetujuan Pembimbing ........................................................................... ii Halaman Pengesahan ................................................................................................ iii Halaman Moto .......................................................................................................... iv Halaman Persembahan .............................................................................................. v Halaman Deklarasi .................................................................................................... vi Halaman Abstrak ...................................................................................................... vii Halaman Kata Pengantar ......................................................................................... viii Halaman Daftar Isi .................................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F.
Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 Perumusan Masalah ...................................................................................... 8 Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi ......................................................... 8 Telaah Pustaka .............................................................................................. 9 Metode Penulisan Skripsi ............................................................................. 11 Sistematika Penulisan Skripsi ....................................................................... 15
BAB II TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SEWA-MENYEWA (IJARAH) A. B. C. D. E.
Penertian dan Dasar Hukum sewa-menyewa (ijarah) ................................ 17 Rukun dan Syarat Ijarah ............................................................................... 22 Sifat dan Macam macam Ijarah .................................................................... 28 Pembatalan dan Berahirnya Ijarah ............................................................... 29 Makelar ........................................................................................................ 30
BAB III PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH DI DESA KEBOLEDAN WANASARI BREBES A. Keadaan Masyarakat Desa Keboledan ........................................................ 34 B. Praktek Jual Beli Bawang Merah Melalui Jasa Makelar di Desa Keboledan Wanasari Brebes........................................................................................... 38 C. Bentuk Akad dalam Jual Beli Bawang Merah Melalui Jasa Makelar ......... 53
x
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Jual Beli Bawang Merah Melalui Jasa Makelar ................................................................................................ 56 B. Aalisis Hukum Islam Terhadap Akad Jual Beli Bawang Merah Melalui Jasa Makelar ........................................................................................................ 67 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................................... 82 B. Saran-saran ................................................................................................... 84 C. Penutup ........................................................................................................ 84 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam adalah suatu sistem dan jalan hidup yang utuh dan terpadu (a comprehensive way of life). Ia memberikan panduan yang dinamis dan lugas terhadap semua aspek kehidupan termasuk sektor bisnis dan transaksi1. Di sisi lain, sesuai dengan perkembangan peradaban manusia, berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknogi modern, banyak bermunculan bentuk-bentuk transaksi yang belum di temui pembahasannya dalam khazanah fiqh klasik. Dalam kasus seperti ini, tentunya seorang muslim harus mempertimbangkan dan memperhatikan, apakah transaksi yang baru muncul itu sesuai dengan dasar-dasar dan prinsip-prinsip muamalah yang di syari‟atkan. Ajaran islam dalam persoalan muamalah bukanlah ajaran yang kaku, sempit dan jumud, melainkan suatu ajaran yang fleksibel dan elastis, yang dapat mengakomodir berbagai perkembangan transaksi modern, selama tidak bertentangan dengan nash Al Qur‟an dan sunnah2. Misalnya, dalam persoalan jual-beli, utang piutang, kerjasama dagang, perserikatan, kerjasama dalam penggarapan tanah, dan sewa-menyewa3.
1
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema
insani, 2001, cet ke-1, hlm. v 2
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007, cet ke-2
hlm. v 3
Ibid, hlm. vii
1
2
Perkembangan jenis dan bentuk muamalah yang dilaksanakan oleh manusia sejak dahulu sampai sekarang sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan pengetahuan manusia itu sendiri. Atas dasar itu, di jumpai dalam berbagai suku bangsa jenis dan bentuk muamalah yang beragam, yang esensinya adalah saling melakukan interaksi sosial dalam upaya memenuhi kebutuhan masing-masing. Allah sendiri berfirman:
........ ِٗ شَب وٍَِ ِزٍَٝع َ ً ُ َّ ْع٠َ ً ٌ ُلًْ ُو Artinya :…Katakanlah : Tiap tiap orang berbuat menurut keadaannya masing masing….(QS. al Isra 84)
Persoalan muamalah merupakan suatu hal yang pokok dan menjadi tujuan penting agama islam dalam upaya memperbaiki kehidupan manusia. Atas dasar itu, syari‟at muamalah diturunkan Allah hanya dalam bentuk yang global dan umumnya saja, dengan mengemukakan berbagai persepektif dan norma yang dapat menjamin prinsip keadilan dalam bermuamalah antara manusia4. Banyak sekali usaha-usaha manusia yang berhubungan dengan barang dan jasa. Dalam transaksi saja para ulama menyebutkan tidak kurang dari 25 macam, antara lain : jual-beli „inah (transaksi yang pembayarannya di belakang), jual-beli „urbun (jual beli-beli dengan pengikat uang muka), jualbeli ahlul-hadhar (orang kota) dengan al-badi (orang desa), khiyar, jual-beli ushul dan tsamar (buah-buahan), salam (pesanan), istishna‟ (pemesanan membuat barang), rahn‟ (gadai), kafalah (jaminan), wakalah (perwakilan), 4
Ibid, hlm. viii
3
syirkah (perserikayan), ijarah (sewa menyewa), wadi‟ah (barang titipan) dan lain sebagainya. Yang kesemuanya itu sudah barang tentu dengan teknologi serta tuntutan masyarakat yang makin meningkat, melahirkan model-model transaksi baru yang membutuhkan penyelesaiannya dari sisi Hukum Islam (Fiqih). Penyelesaian yang di satu sisi tetap Islami dan disisi lain mampu menyelesaikan masalah kehidupan yang nyata. Sudah tentu caranya adalah dengan menggunakan kaidah-kaidah khususnya di bidang muamalah mulai dari kaidah asasi dan cabangnya, di antara kaidah khusus di bidang muamalah adalah :
بَٙ ِّ٠ رَسْ ِشٍَٝع َ ًٌْ١ٌِي َد َ ُذ٠َ َْْ اٌُّ َعبٍََِ ِخ اإلِ َثبزَخ إٌَّب أًٟ ِف ُ ْاألَص Artinya :“Hukum asal dari semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya” 5
Dipertegas dengan QS. Al Baqarah 29
ْعًب١َِّ اٌْؤَسْضِ خِْٝ خٍََكَ ٌَىُُْ َِبفَْٞاٌَزُٛ٘ Artinya : “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu”(QS. Al Baqarah 29)6 Bagi sementara pihak, bisnis adalah aktivitas ekonomi manusia yang bertujuan mencari laba semata-mata. karena itu, cara apapun boleh dilakukan demi meraih tujuan tersebut, konsekuansinya bagi pihak ini, aspek moralitas dalam persaingan bisnis, di anggap akan
menghalangi kesuksesannya.
5
.A. Djazuli, Kaidah Kaidah Fikih, Jakarta : kencana, 2007, cet ke-1, hlm. 130.
Lihat juga, Moh. Adib Bisri, Terjemah Al Faraidul Bahiyyah Risalah Qawa-id Fiqh, Kudus : Menara, 1977, hlm. 11 6
Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur‟an dan Terjemahannya, Surabaya
: Al-Hidayah, hlm. 13
4
Berlawanan dengan yang pertama, yang kedua ini berpendapat bahwa, bisnis bisa di satukan dengan etika, kalangan ini beralasan bahwa, etika merupakan alasan-alasan rasional tentang semua tindakan manusia dalam semua aspek kehidupannya, tak terkecualikan aktivitas bisnis (transaksi jual-beli) secara umum7. Orang yang terjun dalam dunia usaha, berkewajiban mengetahui halhal yang dapat mengakibatkan jual-beli itu sah atau tidak (fasid). Ini dimaksudkan agar muamalah berjalan sah dan segala sikap dan tindakannya jauh dari kerusakan yang tidak dibenakan. Diriwayatkan, bahwa Umar ra. berkeliling pasar dan beliau memukul sebagian pedagang dengan tongkat, dan berkata : “tidak boleh ada yang berjualan di pasar kami ini, kecuali mereka yang memahami Hukum. Jika tidak, maka dia berarti memakan riba, sadar ia atau tidak.”8 Banyak kaum muslimin yang mengabaikan mempelajari muamalah, mereka melalaikan aspek ini, sehingga tidak peduli mereka memakan barang haram, sekalipun semakin hari usahanya kian meningkat dan keuntungan semakin banyak9. Sebagaimana diketahui jual-beli berlangsung dengan ijab dan qabul10, adanya rukun jual-beli, dan syarat yang lainnya.11
7
.Muhammad, & Lukman Fauroni, Visi Al Qur‟an Tentang Etika dan Bisnis, Jakarta
:: Salemba Diniyah, 2002, hlm. 2. 8
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 12, Bandung : PT Al Ma‟arif, a987, hlm. 43
9
.ibid
10
. Ijab adalah ucapan dari seorang penjual kepada pembeli sepert ucapan: Aku jual
baju ini seharga sekian, dan Qabul adalah jawaban dari seorang pembeli kepada penjual sepaerti ucapan : Saya beli baju ini darimu dengan harga sekian. 11
. Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqh
Islam, Jakarta : AMZAH, 2010, cet ke-1, hlm. 28.
5
Islam mensyari‟atkan jual-beli dengan wakil karena manusia membutuhkannya. Tidak semua manusia berkemampuan untuk menekuni segala urusannya secara pribadi. Ia membutuhkan kepada pendelegasian mandat orang lain untuk melakukannya sebagai wakil darinya. 12yaitu orang menjalankan usaha sebagai perantara, yakni perantara antara penjual dan pembeli untuk melaksanakan transaksi jual-beli. Dalam kitab Tajul-Arus disebutkan : “yaitu orang yang disebut sebagai penunjuk : ia menunjukkan pembeli mengenai komoditi (barang), dan menunjukkan kepada penjual patokan harga”.13 Atas jasanya tersebut ia mendapat upah, diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, bahwa Nabi SAW, bersabda :
ً َ َِعب َ َُ ٍَع َ َٚ ِٗ ْ١ٍَع َ ُ اهللٍَٝص َ ِي اهلل َ ٛع ُ ْ َس َ َ أ: َّبُٙ ْٕع َ ُ اهللٟ َظ ِ ع َّ َش َس ُ ٓ ُ ْعَِٓ اث )ِْٗ١ٍََع ( ُِزَ َفكَ ع ٍ ْ َص َسٚش َّ ٍش َأ َ ِِْٓ بَٙ ِِْٕ ج ُ َخْ ُش٠ شؽْ ِش َِب َ ْ َج َش ِث١خ َ ً َ َْ٘أ Artinya : “Diriwayatkan dari ibnu Umar ra, katanya : Sesungguhnya Rasulallah SAW, pernah memberikan pekerjaan kepada penduduk khaibar dengan upah separuh dari apa yang dikerjakan seperti buah buahan atau tanaman.” (Muttafaqa „alaih)14 Masih banyak hadist lain yang berkenaan dengan perihal memperkerjakan orang guna melangsungkan jual-beli. Makelar atau katakanlah perantara dalam perdagangan yang menjembatani penjual dan pembeli, di zaman kita ini sangat penting artinya dibanding dengan masamasa yang telah lalu, karena terikatnya perhubungan perdagangan antara 12
. Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, Bandung : PT Al Ma‟arif, 1987, hlm. 55
13
. Abdullah Bin Muhammad Ath-Thayyar, et al. Ensiklopedi Faqih Muamalah
Dalam Pandangan 4 Madzhab, Yogyakarta : Maktabah Al Hanifah, 2009, cet ke-1 hlm. 83. 14
. Al-Imam Al-Fadl Ahmad ibnu Ali ibnu Khajar Al Asyqolani, Buluhul Maram,
Beirut : Darul Al Fikr, 1419H/1998M, hlm. 160.
6
pedagang kolektif15 dan pedagang perorangan. Sehingga Makelar dalam hal ini berperanan sangat penting.16 Dalam hal ini seorang Makelar adalah orang yang bertindak sebagai penghubung antara 2 (dua) belah pihak yang berkepentingan 17 pada praktiknya lebih banyak pada pihak-pihak yang akan melakukan jual-beli. Dalam hal ini makelar bertugas untuk menjembatani kepentingan antara pihak penjual dan pembeli. Namun pada praktik kinerjanya di lapangan banyak berbagai bentuk cara kerja dari seorang Makelar. Dari yang ingin untung sendiri dengan mengorbankan kepentingan salah satu pihak dan tidak bertanggungjawab atas risiko yang mungkin terjadi, sampai yang profesional dengan benar-benar menjembatani kepentingan pihak-pihak yang di hubungkan dan dapat di pertanggungjawabkan.18 Berangkat dari hal tersebut diatas dan pra riset yang telah dilakukan, penulis tertarik pada makelar yang ada di desa Keboledan Wanasari Brebes, kaitannya dengan jual-beli Bawang Merah yang mana seorang makelar mempunyai peran aktif dalam memasarkan barang (bawang merah) terebut, baik dalam bidang menerima pesanan, penawaran harga, sampai pada perolehan laba dari hasil negosiasi transaksi bawang merah. Biasanya dalam posisi seorang makelar itu adalah sebagai penghubung antara kedua belah 15
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kolektif adalah secara bersama; secara
gabungan. 16
. Lihat, luk.staff.ugm.ac.id/kmi/islam/Qardhawi/Halal/4023.html.
17
. Departemen pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Jakarta :
Balai Pustaka, 1991, hlm. 618. 18
http://bisniukm.com/bisnis-makelar-peluang-usaha-potesial-html
7
pihak, baik pihak penjual dan pihak pembeli. Dan dari jasanya itulah, perantara atau Makelar tersebut mendapatkan upah atas jasa tenaganya, dari masing-masing pihak yaitu penjual dan pembeli, hal tersebut sesuai dengan kadar usahanya dalam mencarikan bawang merah, dan usaha yang dilakukan oleh seorang Makelar ketika mencarikan barang (bawang merah) itu berpengaruh terhadap perolehan upah yang didapat dari seorang pemesan, bila ia (makelar) berhasil dalam mencarikan bawang merah maka ia mendapatkan upah, jika sebaliknya yaitu tidak berhasil mendapatkan barang (bawang merah) maka ia tidak berhak mendapatkan upah, adapun ketika seorang makelar itu mendapatkan upah, padahal ia (makelar) tidak mendapatkan bawang merah yang di janjikan hal yang demikian ini karena atas dasar hiba atau sejuamlah uang yang diberikan atas dasar kerelaan bukan upah yang di janjikan dari pembeli dan penjual.19 Dengan demikian, penting kiranya penulis melakukan penelitian dan membahas permasalahan yang timbul dan mengkaji masalah yang berjudul : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH : Study Kasus di Desa Keboledan Wanasari Brebes. Yang menurut penulis belum pernah di kaji oleh orang lain.
19
Hasil pra riset tanggal 2 Februari 2011.
8
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi pokok atau titik permasalahan dari skripsi ini adalah : 1. Bagaimana praktek makelar dalam proses jual-beli bawang merah di Desa Keboledan Wanasari Brebes? 2. Bagaimana bentuk akad dalam praktek makelar jual beli bawang merah di Desa Keboledan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah : Tujuan 1. Untuk mengetahui bagaimana praktek dari kinerja makelar dalam jual beli bawang merah didesa keboledan 2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk akad dalam jual beli bawang merah Manfaat 1. Dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu muamalah pada khususnya dan ilmu Hukum Islam (Fiqh) pada umunya, serta dapat memberikan Khasanah keilmuan. 2. Untuk memberikan kemanfaatan guna menambah informasi tentang luasnya ilmu muamalah, khususnya ilmu yang berkaitan dengan masalah akad dalam transaksi, serta dijadikan sebagai bahan koreksi guna penelitian selanjutnya agar lebih terarah.
9
D. Telaah Pustaka Dari hasil membaca telaah hasil penelitian yang ada, sebenarnya kajian dan pembahasan mengenai jual-beli menurut hukum Islam,
sudah
banyak di lakukan oleh peneliti terdahulu. Sehingga bisa dikatakan sebuah penelitian akan lebih teruji validitasnya dengan adanya penelaahan atas penelitian terdahulu. Oleh karena itu, penulis perlu kiranya meneliti tentang praktek Makelar dalam jual-beli Bawang Merah dalam segi hukum Islam. Karya ilmiah yang dilakukan oleh saudari Anna Dwi Cahyani (05380008) dengan judul “Jual-Beli Bawang Merah Dengan Sistem Tebasan di Desa Sidapurna Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal (Sebuah Tinjauan Sosiologi Hukum Islam)”. Hasil dari skripsi ini menyebutkan bahwa ; jual-beli Bawang Merah dengan sistem tebasan jika di pandang dari segi hukum islam adalah jual-beli yang seharusnya tidak dilakukan, karena jual-beli macam ini memungkinkan terjadinya spekulasi dari pedagang dan pembeli, karena kualitas dan kuantitasnya Bawang Merah belum tentu jelas keadaan dan kebenaran perhitungannya, tanpa adanya penakaran atau penimbangan yang sempurna, namun cara seperti ini sudah lazim dilakukan dan sudah menjadi tradisi, juga karena masih terciptanya kepercayaan yang tinggi antara pihakpihak yang melakukan transaksi ini. Alangkah baiknya jual-beli ini dilakukan dengan cara terlebih dahulu ditimbang sebelum dijual, agar jelas dalam penakaran atau penimbangan. Karya ilmiah yang kedua, yang dilakukan oleh Abdul Ghofur (02205104) dengan judul; Tinjauan Hukum Islam Terhadap Gadai Motor
10
Melalui Makelar di Desa Gedung Driyorejo” dalam skripsi ini menjelaskan bahwa praktek gadai motor melalui makelar yang ada di desa gedung driyono sesuai dengan hukum islam karena pemberian kuasa dilakukan oleh orang yang berhak dan tidak ada unsur penipuan, sedangkan akad yang dipakai dalam gadai tersebut adalah akad Wakalah. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Eny Astuti (02003160). Dengan judul “ Perspektif Hukum Islam Terhadap perikatan Dan kedudukan Pejual langsung dalam direct selling Multilevel Marketing “ Berdasarkan penelitian ini pula diperoleh hasil bahwa penjual-langsung yang bekerja mempromosikan dan memasarkan produk kepada konsumen dalam direct selling multilevel marketing memiliki kedudukan sebagai perantara penjualan, ia bukanlah karyawan perusahaan sehingga tidak menerima gaji tetap, namun memperoleh upah/kompensasi dari hasil penjualan yang dilakukannya sendiri maupun dari hasil penjualan yang dilakukan downline yang direkrutnya. Dalam terminology hukum Islam, ia disebut sebagai Simsarah. Dalam hal kedudukan penjual-langsung sebagai simsar dalam sistem direct selling multilevel marketing ini ada yang berpendapat bahwa akan terjadi mewakili wakil/wakil atas wakil/perantara atas perantara/ makelar atas makelar/ syamsarah ala syamsarah, karena seorang penjual-langsung ini akan menarik atau mengambil prosentase keuntungan dari penjual-langsung
yang lain.
Praktek semacam ini dalam hukum Islam hukumnya haram. Namun demikian, ada yang berpendapat pula bahwa apa yang terjadi pada sistem direct selling multilevel marketing bukanlah distributor merekrut orang untuk menjadi
11
distributor bagi dirinya sendiri (tidak ada akad kerja antara distributor dengan distributor). Atau merekrut orang menjadi distributornya distributor, akan tetapi mereka mengajak orang lain untuk sama menjadi distributor dari perusahaan tersebut, sehingga dalam hukum Islam dibolehkan. Selanjutnya, dari hal-hal di atas masalah yang berkaitan langsung tentang judul skripsi yang penulis buat yaitu : “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH : Study Kasus di Desa Keboledan Wanasari Brebes” bahwa dalam skripsi ini penulis akan membahas hal tersebut secara spesifik perihal praktek makelar terhadap pengaruh dari upah, berkaitan dengan jasa yang di berikan kepada seorang penjual dan pembeli bawang merah dan akadnya.
E. Metode Penelitian Skripsi Penulisan skripsi ini didasarkan pada penelitian lapangan di Desa Keboledan, maka penulis melakukan penelitian terhadap obyeknya dan berinteraksi langsung dengan sumber data20. Sehingga penulis dituntut untuk aktif terhadap masalah yang kemungkinan terjadi dilokasi penelitian. langkah yang harus penulis lakukan didalam penelitian ini, dan tujuan dari penelitian adalah guna mendapatkan data maka yang di lakukan penulis yakni: 1. Sumber data Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder :
20
Sugiono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:
Alfabeta, 2008, cet ke-4, hlm. 11
12
a. Data primer; yaitu data yang berasal langsung dari sumber data yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang di teliti.21 Hal ini, penulis mengambil data primer melalui para pihak yang melakukan transaksi jual beli bawang merah, baik dari pihak calo atau makelar (sebagai perantara), penjual dan pembeli. b. Data sekunder; yaitu data yang tidak didapat secara langsung oleh peneliti22. Pada bagian ini penulis mengambil data sekunder dari laporan-laporan, buku-buku, jurnal penelitian, artikel, internet, dan majalah ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 2. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data penulis melakukan beberapa macam hal atau teknik supaya data yang di dapat sesuai dengan peristiwa apa yang sebenarnya terjadi, diantaranya sebagai berikut: a. Observasi Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan23. Pada tahap ini adalah tahap pertama yang penulis gunakan, sebagai bahan untuk obyek yang akan di teliti di Desa Keboledan yaitu transaksi makelar.
21
Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo
Semarang, 2008, hlm. 21 22
Ibid
23
. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif : komunikasi, ekonomi, kebijakan publik,
dan ilmu social lainnya, Jakarta : kencana, 2009, cet ke-3 hlm. 115.
13
Oleh karena tahap ini adalah dasar dari sebuah penelitian maka penelitian dalam observasi ini antara lain : 1. Observasi tidak Berstruktur Adalah observasi dilakukan tanpa menggunakan buku pedoman (guide) observasi.24Hal ini dimaksudkan, untuk mencari kejelasan agar observasi selanjutnya berstruktur 2. Observasi tersetruktur Adalah observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, kapan dan dimana tempatnya.25 Pada bagian ini penulis mendalami kembali secara sistematis, dengan cara terlibat secara langsung pada obyek yang dikaji, sehingga data yang didapat lebih relefan. b. Wawancara Adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yaitu yang memberi jawaban atau pertanyaan itu atau yang di ajukan.26 Metode ini akan penulis gunakan untuk memperoleh keterangan dan penjelasan mengenai praktek dari Makelaran, serta keterangan lain menyangkut judul skripsi ini.
24
Ibid, hlm. 116
25
Sugiono, op cit, hlm.146
26
Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosda
Karya, 2007, hlm. 186
14
c. Dokumentasi Adalah serangkain kegiatan yang dilakukan penulis dengan cara pengumpulan beberapa informasi tentang data dan fakta yang berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian, baik dari sumber dokumen yang dipublikasikan, atau tidak dipublikasikan, buku-buku, jurnal ilmiah, koran, majalah, website dan lain-lain.27 Metode ini penulis lakukan guna mendapatkan data pendukung mengenai transaksi jual-beli dengan perantara makelar di desa Keboledan kecamatan Wanasari kabupaten Brebes. 3. Metode Analisis Data Analisis data merupakan upaya untuk mencari dan menata secara sistematis data yang terkumpul untuk meningkatkan pemahaman penulis tentang kasus yang di teliti dan mengkajinya sebagai temuan bagi orang lain. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan analisis campuran
yaitu
deskriptif
dan
komparatif.
Analisis
deskriptif
(descriptive analisys) yang bertujuan memberikan deskripsi mengenai subyek penelitian berdasarkan data yang diperoleh dari subyek yang diteliti. Skripsi ini merupakan bentuk penelitian kualitatif, adapun penelitian kualitatif ini memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala budaya
27
Tim penyusun pedoman penulisan skripsi, Op.cit. hlm. 26
15
dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku28. Analisis komparatif, yakni membandingkan antara dua pemikiran tokoh, atau dua pendapat tokoh hukum islam yang berkenaan dengan produk fiqh29.
F. Sistematika penulisan Skripsi Untuk memberikan gambaran pembahasan yang jelas dalam penulisan skripsi ini, maka penulisan penelitian ini disusun secara sistematis, yang masing masing bab mencerminkan satu kesatuan yang utuh dan takterpisahkan yaitu, sebagai berikut : BAB I : sebagai pendahuluan, dalam bab ini penulis abstrksikan pokok pokok permasalahan yang akan di bahas dalam skripsi ini, sehingga dalam pembahasan selanjutnya dapat terarah sesuai dengan sistematika yang benar. Adapun hal yang akan di sajikan adalah latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, telaah pustaka, metode penelitian skripsi, serta sistematika penulisan skripsi. BAB II : Pada bab ke dua ini dimaksudkan sebagai landasan teoritik dalam pembahasan skripsi ini, adapun isi dari bab ini sebagai berikut ; pengertian dan dasar hukum jual beli. Rukun dan syarat jual-beli, Macam macam jual beli, jual beli yang tidak dibolehkan, dan definisi makelar. 28
. Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 2001, cet
ke-3, hlm 20-21 29
Tim penyusun pedoman penulisan skripsi, loc cit., hlm.14
16
BAB III :
Dalam
bab
ini
penulis
akan
menjelaskan
atau
mendiskripsikan praktek transaksi dari makelar yang penyajian datanya meliputi ; keadaan masyarakat Desa Keboledan, praktek jual beli bawang merah melalui jasa makelar di Desa Keboledan Wanasari Brebes hal ini meliputi; tugas dan faktor serta gambaran umum dan praktek makelar secara rinci, terakhir adalah bentuk akad dalam jual beli bawang merah melalui jasa makelar. BAB IV : karena pada bab ini adalah analisis maka pembahasannya meliputi : analisis Hukum Islam terhadap praktek penggunaan jasa makelar dalam jual beli bawang merah, dan analisis Hukum Islam terhadap akad jual beli melalui jasa makelar. BAB V adalah bab penutup, berupa kesimpulan yang di ambil dari keseluruhan uraian yang ada dalam skripsi ini dan juga memuat saran-saran serta penutup.
17
BAB II TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SEWA MENYEWA (IJARAH)
A. Pengertian Dan Dasar Hukum Sewa Menyewa (Ijarah) 1. Pengertian Ijarah Al Ijarah berasal dari kata Al Ajru yang berarti Al Iwadhu (ganti). Dari sebab itu Ats Tsawab (pahala) dinamai Ajru (upah).30 Secara etimologi ijarah berasal dari ajara ya juru yang berarti upah yang kamu berikan dalam suatu pekerjaan.31 Menurut pengertian syara, Al Ijarah ialah “sesuatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian”.32 Adapun ijarah secara terminologi adalah transaksi atas suatu manfaat yang mubah yang berupa barang tertentu atau yang dijelaskan sifatnya dalam tanggungan dalam waktu tertentu, atau transaksi atas suatu pekerjaan yang diketahui dengan upah yang diketahui pula. Definisi tersebut dapat dijelaskan pertama, transaksi adalah ijab dan qabul yang mengungkapkan kehendak al-muta‟aqidain (dua pihak yang melakukan transaksi) dan keterikatan keduanya dengan cara yang disyari‟atkan yang tampak pengaruhnya di tempat transaksi. Kedua, atas suatu manfaat, yakni tidak termasuk barang karena transaksi atas suatu
30
Sayyid Sabiq 13, ibid, hlm. 7
31
Ath-Thayyar, ibid, hlm. 311
32
Sayyid Sabiq 13, op.cit
17
18
barang tidak disebut ijarah, tetapi disebut jual-beli. Ketiga, yang mubah, yakni pembatasan dari transaksi atas manfaat yang haram, seperti zina, menyanyi, dan sesuatu yang diharamkan lainnya. Keempat, tertentu (diketahui) yakni membetasi dari manfaat yang tidak diketahui karena tidak sah transaksi atasnya.33 Ijarah sesungguhnya merupakan transaksi yang memperjualbelikah manfaat suatu harta benda. Transaksi ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Adapun definisi ijarah yang disampaikan oleh kalangan fuqaha antara lain sebagai berikut:
ٍٝدبس عمذع١ٌخ ا١عشفٗ اٌشبفعٚ ضٛ إٌّبفع ثعٍٝدبس عمذع٠خ اال١لبي اٌسٕفٚ لبيٚ .ٍَٛض ِعٛاالثبزخ ثعٚ ِخ ِجبزخ لبثٍخ اٌزجبريٍٛدح ِعِٕٛفعٗ ِمص ثّثً رٌه لبيٚ .ضِٛخ ثعٍٛئ ِجبزخ ِذّح ِع١ه ِٕبفع ش١ٍّدبس ر٠ٗ اال١اٌّبٌى اٌسٕبثٍخ Artinya : menurut fuqaha Hanafiyah, ijarah adalah akad atau transaksi terhadap manfaatdengan imbalan. Menurut Fuqaha Syafi‟iyah, ijarah adalah transaksi terhadap manfaat yang dikehendaki secara jelas harta yang bersifat mubah dan dapat dipertukarkan denngan imbalan tertentu. Munurut Fuqaha Malikiyah dan Hanabilah, ijarah adalah pemilikan manfaat suatu harta benda yang bersifat mubah selama periode waktu tertentu dengan suatu imbalan.34 Berdasarkan definisi diatas, maka akad al-ijarah tidak boleh dibatasi oleh syarat. Akad al-ijarah juga tidak berlaku pada pepohonan 33
Ath-Thayyar, op.cit, hlm. 312
34
Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2002, hlm. 181-182
19
untuk diambil buahnya, karena buah itu sendiri adalah materi, sedangkan akad ijarah itu hanya ditujukan pada manfaat. Demikian juga halnya dengan kambing, tidak boleh dijadikan sebagai objek ijarah untuk diambil susu atau bulunya, karena susu dan bulu kambing termasuk materi. Jumhur fuqaha juga tidak membolehkan air mani hewan ternakpejantan, seperti unta, sapi, kuda, dan kerbabu, karena yang dimaksudkan dengan hal itu adalah mendapatkan keturunan hewan, dan mani itu sendiri adalah materi.35 Manfaat, terkadang berbentuk manfaat barang, seperti rumah untuk ditempati, atau mobil untuk dinaiki (dikendarai). Dan terkadang berbentuk karya, seperti kaerya seorang insinyur, pekerja bangunan, tukang tenun, penjahit dan tukang binatu. Terkadang manfaat itu berbentuk sebagai pekerja pribadi seseorang yang mencurahkan tenaga, seperti khadam (bujang) dan para pekerja. Pemilik yang menyewakan manfaat disebut mu‟ajir (orang yang menyewakan). Pihak lain yang memberikan sewa disebut musta‟jir (orang yang menyewa atau penyewa). Dan sesuatu yang diakadkan untuk diambil manfaatnya disebut ma‟jur (sewaan). Sedangkan jasa yang diberikan sebagai imbalan manfaat disebut ajran atau ujrah (upah). Manakala akad sewa menyewa telah berlangsung , penyewa sudah berhak mengambil manfaat. Dan orang yang menyewakan berhak
35
Nasrun Harooen, op.cit, hlm. 229
20
pula
mengambil
upah,
karena
akad
ini
adalah
mu‟awadhah
(penggantian).36 2. Dasar hukum sewa menyewa (ijarah) Dasar hukum pensyariata ijarah atas manfaat yang mubah adalah berdasarkan al Qur‟an, Hadist, dan Ijma sebagai berikut : a. Dasar al-Qur‟an
ََٓ٘سْٛ َُُْ٘ٓ أخُٛفَئِْْ َأسْظَعَْٓ ٌَىُُْ فَآر Artinya
:“kemudian jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah pada mereka upahnya” (QS. Ath-Thalaq 6)37
Dalil yang bisa diambil dari ayat ini adalah menyusui anak tanpa disertai
akad
merupakan
pemberian
cuma-cuma
yang
tidak
mengharuskan imbalan. Karena yang mewajibkan adanya imbalan dalam praktik tersebut hanyalah pengucapan akad secara jelas.38 Dan selanjutnya
َب١ُٔحِ اٌذَٛ١َ اٌسُُِْٝ فَْٙشَز١ُُِْ َِعَْٕٙ١ََْْ سَزَّْذَ سَثِهَ َٔسُْٓ لَغََّْٕبثَُِّٛمْغ٠ َُُْ٘ا ب٠ّعب عُخْ ِش ً ُْْ َثعُٙ ع َ ْخ َز َثع ِ َز١َ ٌِ ٍخبد َ ط َد َس ٍ ْق َثع َ ُْْٛ َفُٙ ع َ ْ َس َفعْ َٕبثَعَٚ ََُْٛدَّْع٠ ْشٌَِِّب١َسَزَّْذَ سَثِهَ خَٚ Artinya : Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia dan kami telah meninggikan sebagian mereka 36
Sayyid Sabiq 13, op.cit, hlm.7-8
37
Departemen Agama RI, ibid, hlm. 946
38
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i Mengupas Masalah Fiqhiyyah Berdasarkan
Al-Qur‟an dan Hadits 2, Jakarta : Almahira, 2010
21
atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS,alZukhruf 32)39
b. Dasar Hadist
عٍُ لبٌذٚ ٗ١ٍ اهلل عٍَٝ صٟج إٌّج َ َْٚب صَٙ ْٕع َ ََ اهللٟظ ِ َعَْٓ عَبئِشَخَ س ً٠ اٌذٟٕخٍَب ِٓ ث ُ ثَىْ ٍش َسََٛأ ُثٚ ٍُعٚ ٗ١ٍ اهلل عٍٝي اهلل صٛخ َش سع َ ْاعْ َزؤَٚ ٖاعذاٚٚ ّبٙٗ سازٍز١ٌش فذفعب إ٠ٓ وفبس لش٠ دٍٝ عٛ٘ٚ زب٠ب خش٠٘بد )ٞاٖ اٌجخبسّٚب صجر ثالس (سٙ١بي فؤربّ٘ب ثشازٍز١ٌ غبسثعذ ثالس Artinya : Dari Aisyah ra, istri Nabi SAW, ia berkata; “Rasulallah SAW dan Abu Bakar mengupah seorang laki-laki dari bani al-dayl sebagai petunjuk jalan, sementara ia seorang kafir Quraisy. Nabi dan Abu Bakar menyerahkan kendaraan mereka kepadanya (untuk dibawa) dan berjanji bertemu digua Tsur tiga hari kemudian, laki-laki tersebut datang membawa kendaraan keduanya pada subuh hari ketiga” (HR. AlBukhari)40
c. Dasar Ijma Mengenai disyariatkannya ijarah, semua umat bersepakat tidak seorang pun ulama yang membantah kesepakatan (ijma) ini, sekalipun ada beberapa orang dari mereka yang berbeda pendapat, akan tetapi hal itu tidak dianggap.41 Selain dalil naqli diatas, kebutuhan manusia mendesak terhadap manfaat tempat tinggal, kendaraan, pelayanan, peralatan dan 39
Departemen Agama, al-Qur‟an dan Terjemahannya, op cit, hlm. 798.
40
Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibni Al-Mughirah
Bardazabah Al-Bukhari Al-Ja‟fi, Shahih al-Bukhari, Bairut : Darul Al-Fikr, 1419H/2005M, hlm. 790 41
Sayiid Sabiq, pe.cit, hlm.11
22
sebagainya mendorong adanya akad ijarah, sama halnya benda. Ketika jual-beli benda diperbolehkan, tentu akad ijarahpun ddiperbolehkan juga, sebagaimana diperbolehkannya akad salam dan akad gharar lainnya.42
B. Rukun Dan Syarat Ijarah Rukun ijarah ada empat, yaitu dua belah pihak yang melakukan akad, shighah ijarah, imbalan (ujrah), dan hak pakai (manfaat). Sedangkan mengenai syaratnya sebagai beriku; 1. Dua belah pihak yang melakukan akad Pihak pertama disebut orang yang menyewakan (mu‟jir) dan pihak kedua disebut (mustajir).43 Kaduanya harus memenuhi persyaratan yang berlaku bagi penjualdan pembeli. Diantaranya mereka harus cakap, artinya masing-masing pihak sudah baligh dan mampu menata agama dan mengelola kekayaan dengan baik. Dengan demikian ijarah yang dilakukan oleh anak-anak meskipun dia telah memiliki pengetahuan tentang itu, orang gila, dan orang yang dicekal untuk memmbelanjakan hartanya bodoh, meskipun akad tersebut mendatangkan keuntungan, hukumnya tidak sah. Persyaratan berikutnya adalah mu‟jir mampu menyerahkan manfaat barang. Karena itu, tidaksah hukumnya menyewa barang ghashaban kepada orang yang tidak mampu mengambil alih barang 42
Wahbah Zuhaili, op.ciit, hlm. 39
43
Untuk selanjutnya, redaksi menggunakan mu‟jir dan mustajir
23
tersebut setelah kesepakatan akad. Begitu pula, tidak sah menyewakan tanah gersang untuk bercocok tanam, yaitu tanah yang tidak bisa menyerap air, baik air hujan musiman atau lelehan air salju dari atas bukit. Hukum barang yang tidak boleh disewakan karena larangan syar‟i sama dengan laranga yng bersifat kongkret, seperti yang telah disebutkan sebelunya.44 2. Shighah ijarah Yaitu ijab dan qabul sebagai manifestasi dari perasaan suka sama suka, dengan catatan keduanya terdapat kecocokan atau kesesuaian. Qabul diucapkan selesai pernyataan ijab tanpa jeda, seperti halnya denga jual-beli. Contoh pernyataan ijab dan qabul misalnya mu‟jir mengucapkan, „aku sewakam bejana ini kepadamu” atau “aku serahkan hak pakai barang ini kepadamu selama setahun dengan uang sewa sekian” lalu penyewa berkata “aku terima” atau “aku sewa”. Menurut pendapat ashah, ijarah sah dengan ucapan, “ aku menyewakan manfaat barng ini kepadamu”, dan tidak sah dengan redaksi, “aku jual manfaat ini kepadamu” karena istilah „jual-beli” digunaka untuk mengalihkan hak kepemilikan atas barang, tidak berlaku dalam pengalihan manfaat. Sebaliknya jual-beli pun tidak sah dengan redaksi ijarah, sementara itu kata “membeli” sama denga kata “menjual”.45
44
Ibid, hlm. 40
45
Ibid, hlm. 41
24
Jika muta‟aqidain mengerti maksud lafal shighah maka ijarah telah sah, karena syar‟i tidak membatasi lafal transaksi. Tetapi hanya menyebutkan secara umum.46 3. Imbalan (ujrah) Dalam hal sewa-menyewa barang yang berwujud (ijarah ain), disyaratkan upah harus diketahui jenis, kadar, dan sifatnya, layaknya harga dalam akad jual-beli. Karena ijarah merupakan akad yang berorientasi keuntungan, yaitu tidak sah tanpa menyebutkan nilai kompensasi layaknya jual-beli. Oleh karena itu, para ulama sepakat menyatakan bahwa khamer dan babi tidak boleh menjadi upah dalam akad ijarah, karena kedua benda itu tidak bernilai harta daalam islam.47 Adapun imbalan tersebut berupa barang yang berwujud, musta‟jir cukup dengan melihatnya,meskipun itu diperuntukan untuk kompensasi manfaat tertentu atau dalam brntuk tanggungan, sementara itu menyewa manfaat suatu barang dengan imbalan manfaat sejenis atau berbeda hukuimnya boleh, sebab manfaat dalam akad ijarh setatusnya sama dengan barang. Dan barang boleh diprperjual-belikan dengan barang sejenis, sama dengan manfaat. Uang sewa menjadi hak milik mu‟jir yang dilindungu hukum dan sepanjang waktu, begitu akad ijarah disepakati. Artinya ketika masa persewaan sudah habis, kompensasi tersebut tetap menjadi haknya. Jadi
46
Ath-Thayyar, pe.cit, hlm. 317
47
Nasrun Haroen, ibid, hlm. 235
25
kepemilikan mu‟jir atas uang tersebut sebagai hasi penyewaan barang telah berkekuatan hukum.48 4. Hak pakai (manfaat) Manfaat barang yang di sewakan, seperti rumah misalnya, harus memenuhi beberapa syarat, baik sewa-menyewa itu secara langsung maupun dalam tanggungan, beberapa syarat tersebut sebagai berikut; Pertama, manfaat barang memiliki nilai ekonomisyang layak mendapatkan imbaalan sebagai kompensasi penyewaan. Misalnya seperti mengontrakan rumah sebagai tempat tinggal, dan meminjamkan minyak kesturi atau jenis parfum untuk dihirup aromanya. Berdasarkan syarat diatas maka menyewakan satu buah apel untuk dihirup aromanya hukumnya tidak sah, karena aroma satu buah apel aromanya hambartidak bisa digunakan sebagai parfum. Buah apel status hukumnya sama seperti biji gandum dalam akad jual-beli. Jika apel tersebut berjumlah sangat banyak, ia sah disewakan karena mempunyai nila ekkonomis yaitu aroma yang wangi. Penyewaan jasa makelar untuk menarik minat pembeli, hukumnya tidak sah, meskipun dapat mempercepat barang dagangan laku, karena perkataan tidak mempunyai nilai ekonomis.49 Kedua, manfaat barang yang disewakan tersebut mubah menurut syara, jadi tidak sah menyewakan manfaat yang dilarang oleh agama, seperti menyewakan jasa penari yang diharamkan, menyewakan 48
Ibid, hlm. 42
49
Ibid, hlm. 43
26
kedai untuk pesta minuman minuman kerasdan narkoba atau sejenisnya, atau mengangkut minuman bukan untuk di musnakan.50 Ketiga, objek ijarah dapat diserah terimakan dan dimanfaatkan secara langsung dan tidak ada cacat yang menghalangi fungsinya. Tidak dibenarkan transaksi ijarah atas harta benda yang masih dalam penguasaan pihak ke tiga.51 Keempat, manfaat diketahui oleh kedua belah pihak yang mengadakan akad, meskipun sekilas. Masing-masing pihak mengetahui manfaat barang yang disewakan dari sisi fisik, sifat, dan kadarnya. Karena itu, menyewakan salah satu dari rumah, dua kedai, atau dua macam barang, hukumnya tidak sah, begitu pula menywakan barang yang tidak terlihat danmenyewakna tanpabatas waktu, kecuali masuk toilet umum, hukumnya boleh mennurut ijma ulama. Kelima, pemanfaatan barang sewaan dibatasi dengan jangka waktu tertentu, akad ijarah menggunakan jangka waktu yang tidak jelas hukumnya tidak sah. Misalnya mu‟jir berkata, “tempatilah rumah ini selama kamu suka”, “tanamilah tanah ini” atau dirikanlah bangunan diatasnya” sebab, ketidaksahan memicu perselisihan. Keenam, mustajir belum mengambil manfaat barang tersebut. Ketujuh, objek ijarah adalah manfaat barang itu sendiri.52
50
Ibid,
51
Ghufron A. Mas‟adi, op.cit, hlm. 184
52
Wahbah Zuhaili, op.cit, hlm. 44
27
Ketuju persyaratan diatas haruslah dipenuhi dalam setiap ijarah yang mentransaksikan manfaat hartaa benda. Adapun ijarah yang mentransaksikan suatu pekerjaan atas seorang pekerja atau buruh memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut ini Pertama. Perbuatan tersebut harus jelas batas waktu pekerjaan, misalnya bekerja menjaga rumah satu malam, atau satu bulan. Dan harus jelas jenis pekerjaannya, misalnya pekerjaan menjahit baju, memasak, mencuci dan lain sebagainya. Dalam hal yang disebutkan terakhi ini tidak disyaratkan adanya batas waktu pengerjaannya. Pendek kata, dalam hal ijarah pekerjaan, diperlukan adanya job diskription (uraian pekerjaan). Tidak dibenarkan mengupah seseorang dalam periode waktu tertentu dengan krtidak jelasan pekerjaan. Sebab ini cenderung
menimbulkan
tiindakan
kesewenag-wenangan
yang
memberatkan pihak pekerja. Seperti yang dialami oleh pembantu rumah tangga dan pekerja harian. Pekerjaan yang harus mereka lakukan bersifat tidak jelas dan tidak terbatas. Seringkali mereka harus mengerjaka apa saja yang diperintahkan bos atau juragan. Kedua, pekerjaan yang menjadi objek ijarah tidak berupa pekerjaan yang telah menjadi kewajiban pihak mustajir (pekerja) sebelum terjadi akad ijarah, seperti kewajiban membayar hutang, mengembalikan pinjaman, menyusui anak dan lain sebagainya. Demikian pula tidak sah mengupah perbuatan ibadah seperti shalat, puasa dan lain-lain. Sehubungan dengan prinsip ini terdepat perbedaan pendapat mengenai
28
ijarah terhadap pekerjaan seorang muadzin (juaru adzan) imam, dan pengajar ala qur‟an, memandikan jenazah. Menurut fuqaha Hanafiyah dan Hanabilah tidak sah. Alasan mereka perbuatan tersebut tergolong pendekatan diri (taqarrub) kepa Allah SWT.53
C. Sifat dan Macam macam Ijarah a. Sifat Ijarah Pada asalnya, transaksi ijarah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Oleh karena itu, masing-masing muta‟aqidain (dua pihak yang melakukan transaksi) tidak boleh membatalkan secara sepihak kecuali ada hal-hal yang merusak transaksi yang telah mengikat, seperti adanya aib, hilangnya manfaat, dan lain-lain. Demikian ini pendapat para mayoritas ulama.54 Pendapat ini berdasarkan firman Allah ta‟ala.
دُٛأ ثِبٌْعُمُْٛفَٚا إََُِْٔٛٓ ءَا٠َِب اٌَزَٙ٠ََؤ٠ Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-qaqd itu (QS. Al-Maidah 1)55 b. Macam macam Ijarah Dilihat dari objeknya, akad ijarah dibagi para ulama fiqh kepada dua macam, yaitu yang bersifat manfaat dan yang bersifat pekerjaan (jasa). Ijarah yang bersifat manfaat, umpamanya adalah sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, pakaian dan perhiasan. Apabila manfaat itu yang 53
Ghufron A. Mas‟adi, pe.cit, hlm185-186
54
Ath-Thayyar, pe.cit, hlm. 319
55
Depatemen Agama RI, op.cit, hlm. 156
29
dibolehkan oleh syara‟ untuk dipergunakan, maka para ulama fiqh sepakat boleh dijadikan objek sewa-menyewa. Ijarah
yang
bersifat
pekerjaan
adalah
dengan
cara
mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ijarah seperti ini, menurut para ulama fiqh, hukumnya boleh apabila jinis pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik, dan tukang sepatu.56 D. Pembatalan dan Berahirnya Ijarah Ijarah adalah jenis akad lazim, yang salah satu pihak yang berakad tidak memiliki hak fasakh, karena ia merupakan akad pertukaran, kecuali jika didapati hal yang mewajibkan fasakh, seperti dibawah ini. Ijarah tidak menjadi fasakh dengan matinya salah satu yang berakad sedangkan yang diakadkan selamat. Pewaris memegang peranan warisan, apakah ia sebagai pihak mu‟ajir atau musta‟jir. Dan tidak menjadi fasakh dengan dijualnya barang yang disewakan untuk pihak penyewa atau lainnya, dan pembeli menerimanya jika ia bukan sebagai penyewa sesuadah berakhirnya masa ijarah. Ijarah menjadi fasakh (batal) dengan hal, sebagai berikut : 1. Terjadi aib pada barang sewaan yang kejadiannya di tangan penyewa atau terlihat aib lama padanya. 2. Rusaknya barang yang disewakan, seperti rumah dan hewan yang menjadi (ain)
56
Nasrun Haroen, pe.cit, hlm. 236
30
3. Rusaknya barang yang diupahkan (ma‟jur alaih) seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan, karena akad akad tidak mungkin terpenuhi sesudah rusaknya (barang) 4. Terpenuhinya barang yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan, atau berakhirnya masa, kecuali jika terdapat uzur yang mencegah fasakh. Seperti jika pada ijarah tanah pertanian telah berahir sebelum tanaman dipanen, maka ia tetap berada ditangan penyewa sampai selesai masa panen, sekalipun terjadi pemaksaan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya bahaya (kerugian) pada pihak penyewa, yaitu mencabut tanaman sebelum waktunya. 5. Penganut mazhab hanafi berkata ; “boleh memfasakh ijarah, karena adanya uzur sekalipun dari salah satu piha. Seperti orang yang menyewakan toko untuk berdagan, kemudian hartanya terbakar atau dicuri atau di rampas atau bangkrut, maka ia berhak memfasakh ijarah.57
E. Makelar Menurut kamus besar bahasa Indonesia makelar adalah perantara perdagangan (antara penjual dan pembeli) yaitu orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli, untuk orang lain dengan dasar mendapatkan upah atau komisi atas jasa pekerjaannya.58
57
Sayyid Sabiq, loc.cit, hlm. 28-29
58
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi
Kedua, Jakarta : Balai Pustaka, 1991, hlm. 618
31
Sedangkan makelar dalam bahasa Arab disebut samsarah yang berarti perantara perdagangan atau perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual-beli.59 Lebih lanjut Samsarah adalah kosakata bahasa Persia yang telah diadopsi menjadi bahasa Arab yang berarti sebuah profesi dalam menengahi dua kepentingan atau pihak yang berbeda dengan kompensasi berupa upah (uj‟roh)
dalam menyelesaikan suatu transaksi. Secara umum
samsarah adalah perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang dan mencarikan pembeli), atau perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual-beli.60 Menurut Sayyid Sabiq perantara (simsar) adalah orang yang menjadi perantara antara pihak penjual dan pembeli guna melancarkan transaksi jual-beli. Dengan adanya perantara maka pihak penjual dan pembeli akan lebih mudah dalam bertransaksi, baik transaksi berbentuk jasa maupun berbentuk barang. 61 Menurut Hamzah Yakub samsarah (makelar) adalah pedagang perantara yang berfungsi menjualkan barang orang lain dengan mengambil upah tanpa menanggung resiko. Dengan kata lain makelar (simsar) adalah penengah antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual-beli.62 Jadi pengertian diatas dapat disederhanakan, samsarah adalah perantara antara biro jasa (makelar) dengan pihak yang memerlukan jasa mereka (produsen, pemilik 59
Masyfuk Zuhdi, Masailul Fiqhiyah, Jakarta : CV Haji Masagung, 1993, hlm. 122
60
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (fiqh muamalah), Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 289. 61
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 12, Bandung : PT al-Ma‟arif, 1996, hlm. 15
62
Hamzah Yakub, Kode Etik Dagang Menurut Islam:Pola Pembinaan Hidup dalam
Berekonomian, Bandung : CV Diponegoro, 1992, hlm, 269.
32
barang), untuk memudahkan terjadinya tansaksi jual-beli dengan upah yang telah disepakati sebelum terjadinya akad kerja sama. Sedangkan Simsar adalah sebutan bagi orang yang bekerja untuk orang lain dengan upah baik untuk keperluan untuk menjual maupun membelikan. Sebutan ini juga layak dipakai untuk orang yang mencarikan (menunjukkan) orang lain sebagai patnernya sehingga simsar tersebut mendapatkan komisi dari orang yang menjadi patnernya.63 Al-simsar (jamak dari al-samsarah) adalah perantara antara penjual dan pembeli, atau pedagang perantara yang bertindak sebagai penengah antara penjual dan pembeli, yang juga dikenal sebagai al-dallah (penunjuk)64. Alsimsarah dari bahasa Arab, yang berarti juga tiga dallah yang baik yaitu orang yang mahir. Pedagang sudah dikatakan al-samsarah pada masa sebelum islam tetapi Rasul menyebut mereka al-tujjar.65 Terkait masalah ini ada pelarangan hadis yang berkenaan dengan samsarah
ٍِْٗ عَْٓ اثِْٓ عَجَبط١ِطِ عَْٓ أَثُٚ َازِذْ زَذَثََٕب َِعَّْشُعَِٓ ثِْٓ ؼَبٌُِٛغَذَدٌ زَذَثََٕب عَجْذُا ُْ اٌشُوْجَبَُٝزٍََم٠ ََْْعٍَََُ اٚ ِْٗ١ٍََ اهللُ عٍُٝ صٝ إٌَ َجََٝٙٔ ََُّب لَبيََْٕٙ اهللُ عٝظ ِ َس عُ زَبظِشُ ٌِجَبدٍ لَبي ال١َِج٠ْ ٌَُٗ الََٛباثَْٓ عَجَبطٍ َِب ل٠ َُجِعَ زَبظِشُ ٌِجَبدٍ لٍُْذ٠ٌََبٚ ُْ ٌَُٗ عِّْغَبسَاَُٛى٠
63
Sayyid Sabiq, op. cit, jilid 13, hlm. 27
64
Penunjuk disini ialah ia menujukkan pembeli mengenai komoditi, dan menujukkan
kepada penjual patokan harga. Dengan demikian tidak ada perbedaan antara penunjuk(dallal) dan makelar (samsarah) 65
Abdullah bin muhammad at-thghyar, et al., loc.cit, hlm. 81.
33
Artinya :Musadad, Abdul Wahid dan Mu‟mar menceritakan dari Thuwas dari Ayanya dan dari Ibnu Abbas ra, ia menceritakan : “Nabi SAW tidak memperbolehkan/mencegah sekelompok orang desa oleh orang kota yang hendak menjual barangnya ke kota, ia bertanya kepada Ibnu Abbas apa yang di ucapkan oleh Nabi? Ibnu Abbas menjawab; “orang kota tidak boleh menjual kepada orang desa. Ia (Ibnu Abbas) berkata : adanya orang kota tidak boleh menjadi perantara orang desa (HR. Al-Bukhari)66
66
Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibni Al-Mughirah
Bardazabah Al-Bukhari Al-Ja‟fi, Shahih al-Bukhari 1419H/2005M, hlm. 52
Kitab al-Buyu‟, Bairut : Darul Al-Fikr,
34
BAB III PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH DI DESA KEBOLEDAN WANASARI BREBES
A. Keadaan Masyarakat Desa Keboledan Kita tahu bahwa pemerintah yang terendah didalam struktur pemerintahan dinegara kita adalah Desa, dalam pertumbuhannya menurut sejarah menunjukan potensi dan kemampuan yang sangat besar bagi Ketahanan Nasional pada seluruh kegiatan baik di bidang Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan pertahanan keamanan. Desa keboledan memiliki wilayah dan batas-batas yang didalamnya ada sejumlah penduduk. Desa keboledan berada dalam wilayah kerja camat yaitu Kecamatan Wanasari dan Kabupaten Brebes. Yang hal itu Desa memiliki hak Otonom yaitu berhak mengatur dan mengurus masyarakatnya sendiri, dan tidak bertentangan dengan pemerintaah diatasnya.67 Adapun mengenai profil dari masyarakat Desa Keboledan itu sendiri terdiri dari tujuh poin yang diantaranya akan disebutkan sebagai berikut : 1. Luas Wilayah Ditinjau dari wilayah, Desa Keboledan merupakan daerah dataran yang rata dengan luas wilayah Desa adalah 144.430 Ha terdiri dari : a. Lahan Sawah
: 99,4 Ha
1) Irigasi tehnis
67
: 95 Ha
Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa (LPPD),Tahun anggaran 2010, hlm. 5
34
35
2) Irigasi setengah tehnis : 4,400 Ha b. Lahan bukan Sawah
: 45.030 Ha
1) Pekarangan /bangunan
: 43,010 Ha
2) Jalan, sungai dan kuburan
: 2,020 Ha
2. Batas Wilayah Desa Keboledan berbatasan dengan desa tetangga yaitu : a. Sebelah Utara
: Desa Kupu
b. Sebalah Selatan
: Desa Klampok
c. Sebelah Barat
: Desa Sidaon Kec. Bulakamba
d. Sebelah Timur
: Desa Pesantunan
3. Keadaan Geografis dan Topografi Desa a. Ditinjau dari geografis, desa Keboledan merupakan daerah dataran, dengan tinggi permukaan air laut kurang lebih 5 M. Dengan permukaan tersebutlah, maka tanahnya sangat berpotensi dan produktif terutama untuk daerah pertanian bawang merah. b. Ditinjau dari Topografi, desa Keboledan merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes.68 4. Orbitasi (jarak dari pusat pemerintah) a. Jarak ke Ibukota kecamatan
: 1 km
b. Jarak ke Ibukota Kabupaten
: 4 km
c. Jarak ke Ibukota Propinsi d. Jarak ke Ibukota Negara
68
. ibid, hlm.7
: 175 km : 350 km
36
e. Kendaraan umum ke ibukota kecamatan terdekat : Angdes f. Kendaraan umum ke ibukota kabupaten terdekat : Angdes 5. Jumlah Dusun/ Lingkungan, RW dan RT Desa keboledan terdiri dari : a. Pembagian wilayah 1) Jumlah RT/RW
: 32/2
2) Jumlah dusun
: 1 (karang anyar)
b. Data profil desa 1) Status
: Berkembang
2) Potensi
: Tinggi
3) Klasifikasi
: Swakarya Madya
4) Tipe
: Tani dan Pedagang
6 Jumlah Penduduk desa keboledan berjumlah 8.075 jiwa a. Laki-laki
: 3.954 jiwa
b. Perempuan
: 4.121 jiwa
c. Kepala keluarga
: 2.205 jiwa
7. Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat a. Keadaan sosial masyarakat desa keboledan kategori sedang, karena ditunjang dari potensi tanah sawah yang cukup produktif. Sehingga perkembangan warga setiap tahunnya sedang-sedang saja. b. Budaya masyarakat desa keboledan yang berlaku setiap harinya, menggunakan adat budaya jawa dan lokal (kerja bakti, kegotongroyongan, kerja sama sesama tetangga/lingkungan)
37
c. Kategori penduduk desa Keboledan : 1) Penduduk menurut Agama a) Islam
: 8.075 orang
b) Kristen
:-
c) Katolik
:-
d) Budha
:-
e) Lain-lain
:-
2) Penduduk menurut mata pencaharian a) Petani b) Buruh tani
: 931 orang : 2.955 orang
c) Buruh/Swasta
: 299 orang
d) Pegawai Negeri
: 65 orang
e) TNI/POLRI
: 12 orang
f) Pengrajin
: 7 orang
g) Pedagang
: 315 orang
h) Peternak
: 28 orang
i) Nelayan
: 4 orang
j) Montir
: 7 orang
k) Dokter
:-
l) Tukang kayu
: 20 orang
m) Tukang batu
: 60 orang
n) Guru swasta
: 151 orang
o) Sopir
: 30 orang
38
3) Penduduk menurut pendidikan a) Belum sekolah
: 475 orang
b) Tidak tamat SD
: 518 orang
c) Tamat SD
: 2.403 orang
d) Tamat SLTP
: 2.816 orang
e) Tamat SLTA
: 1.743 orang
f) Tamat Perguruan tinggi
: 285 orang69
B. Praktek Jual Beli bawang merah melalui jasa makelar di Desa Keboledan Wanasari Brebes Sebagai mana yang tercantum dalam profil desa Keboledan, yang mayoritas
penduduknya adalah petani, sebagai penghasil bawang merah,
maka dalam wilayah pemasaran hasil pertaniannya banyak dari mereka (petani) yang menggunakan jasa tenaga dari seorang makelar. Sehingga penulis sebelum memaparkan praktek dari seorang makelar dalam jual beli bawang merah dan bentuk akadnya, maka penulis akan terlebih dahulu menyebutkan faktor penggunaan jasa tenaga dari seorang maker, tugas dan fungsi dari makelar pada transaksi jual beli bawang merah. Menurut bapak kanapi umur 42 tahun warga RT/RW 06/01 saat di temui dirumahnya mengatakan: bahwa tugas dari kami (makelar) ketika melayani para pemesan (penjual dan pembeli) adalah menerima pekerjaan dari pengguna jasa makelar yaitu penjual dan pembeli, menanyakan barang
69
. Opcit hlm. 7-8
39
yang dipesan biasanya meliputi (harga, jenis, dan kualitas dari bawang merah), memberikan gambaran dan menjelaskan mengenai bawang merah, mencarikan bawang merah, mempertemukan penjual dan pembeli, dan yang terakhir adalah mendampingi atau menjembatani dua belah pihak pada saat transaksi. Sedangkan fungsi dari seorang makelar adalah mediator dari kedua pihak (penjual dan pembeli) saat transaksi.70 Selanjutnya adalah faktor menggunakan jasa atau tenaga makelar, bapak Sofyan Syarif umur 57 tahun warga RT/RW 06/01 mengatakan: diantara penyebab penjual dan pembeli menggunakan jasa atau tenaga dari seorang Makelar adalah sebagai berikut : 1. Mempermudah akses pencarian barang (bawang merah) 2. Lebih bersifat hati-hati karena unsur pengalaman sehingga bisa terhindar dari unsur penipuan 3. Menghemat waktu (efisien waktu) 4. Dan ketika menggunakan tenaga Makelar salah satu pihak bisa menggunakan jasa tersebut secara penuh, dimaksudkan penjual dan pembeli memberikan kepercayaan penuh kepada makelar.71 Dari faktor diatas
mereka72 menuturkan banyak dari mereka
(penjual dan pembeli) ketika tidak menggunakan jasa dari seorang makelar, dalam mencari bawang merah merasa kesulitan, bahkan tertipu dari seorang 70
Wawancara dengan bapak. Kanapi (makelar), Senin 02 Januari 2012
71
Wawancara dengan bapak Sofyan Syarif (petani), Minggu 01 Januari 2012 warga
RT/RW 06/01 72
Para buruh potong bawang merah, saat di wawancarai di lapak bawang merah
milik bapak Tirlani. Yaitu ibu Sanijah, Solikhah, Dasiri, Wartem, dan ibu Wamen. 2 Januari 2012
40
penjual baik masalah harga, kualitas barang (bawang merah), lebih-lebih jenis dari barang yang akan di beli. Oleh karena itu untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan memang diperlukan menggunakan jasa makelar agar kesemuaannya tidak terjadi. 1. Gambaran secara umum Dengan melihat faktor dari dasar pemakaian atau penggunaan tenaga makelar maka selanjutnya adalah praktek dari seorang makelar, sacara umum dari praktek makelar menurut bapak Sofyan Syarif, sebagai berikut : Mekenismenya : calon pembeli mendatangi makelar dengan maksud meminta untuk dicarikan bawang merah, didalam pembicaraan itu yang diutarakan adalah tentang keadaan barang yang lebih dulu, kemudian kualitas dan harga bawang merah, setelah itu dilanjutkan dengan saling berikrar atau melakukan akad antara kedua belah pihak untuk mencarikan barang yang di pesan calon pembeli. Berikutnya setelah terjadinya akad, makelar mencari barang dari seorang penjual73, setelah mendapatkan bawang merah maka pihak makelar menghubungi pihak pertama (pembeli) dengan membawa bawang merah yang didapat dari penjual, setelah itu kemudian mendatangi pihak penjual untuk melangsungkan transaksi. Didalam transaksi itu pun terjadi tawar-menawar, didalam tawar menawar seorang makelar ikut aktif. Setelah bawang merah
jadi untuk dibeli atau terjadi kesepakatan pihak
pertama (pembeli) dan pihak kedua (penjual) maka pihak ketiga (makelar) 73
Didalam mencari bawang merah yang dipesan pembeli biasanya ada masa atau
waktu yang ditentukan ketentuan ini tergantung perjanjian awal, biasanya yang berlaku adalah 3-6 hari
41
tadi mendapatkan persenan atau upah dari kedua belah pihak atas jasanya pekerjaannya, sedangkan bila yang terjadi sebaliknnya yaitu tidak terjadi kesepakatan dalam transaksi atau gagal, maka makelar tidak mendapatkan upah74. Sebelum pihak pembeli meminta jasa dari makelar untuk dicarikan bawang merah yang di minta, seorang makelar tersebut sudah terlebih dahulu tahu tentang informasi mengenai bawang merah dari seorang penjual yang akan memasarkan bawang merahnya. Dengan cara pihak penjual terlebih dulu menghubungi Makelar, hal ini bila yang meminta lebih dulu datang dari penjual.75 Penjual adalah pihak yang memiliki bawang merah, adapun ketika ia hendak menjual bawang merah, dengan menggunakan jasa dari makelar. Pembeli adalah pihak yang hendak memiliki bawang merah dengan jalan transaksi jula-beli, ia pun sebagai pengguna jasa makelar. Sedangkan makelar adalah pihak yang menawarkan jasa tenaganya kepada penjual dan pembeli, sebagai mediator yang menjembatani kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli76 Praktek Makelar secara rinci Pada bagian ini untuk menjelaskan secara detail dari kinerja seorang makelar baik dalam menerima, mencarikan, dan mendapatkan bawang merah
74
Wawancara dengan bapak Sofyan Syarif, Minggu 02 Januari 2012
75
Bapak Sofyan Syarif, ibid.
76
Ibid
42
sampai memperoleh upah dari jasanya maka hal ini di bagi menjadi empat tahapan yaitu : a. Tahap awal, perjanjian sewa jasa makelar Menurut salah satu makelar yang bernama Bapak Tarwid umur 38 tahun warga RT/RW 16/03 menuturkan bahwa menurutnya, pada tahap pertama ini sebuah permintaan datangnya dari dua pihak yaitu : 1) Pihak pembeli 2) Dan pihak penjual Dari keduanya tersebut bisa dijelaskan kronologi permintaan sebagai berikut : Dari seorang pembeli bawang merah, ia (pembeli) terlebih dahulu mendatangi rumah makelar, kedatangannya pembeli tersebut tentunya dengan lebih dahulu sudah memberi tahu pada pihak yang bersangkutan (makelar), kemudian ia (pembeli) mengutarakan niat dari maksudnya agar di carikan bawang merah, dengan ketentuan barang (bawang merah) sebagai berikut, nama barang, kualitas, dan harga barang. 77 Bapak Kanapi umur 41 thn warga RT/RW 06/01 menambahkan, ada juga dari pembeli itu dalam permintaannya untuk dicarikan bawang merah, itu langsung menentukan dari jenis bawang merah tersebut, sebagai contoh ucapan pembeli “ pak, minta di carikan bawang merah dengan nama bima curut yah?”
yang
kemudian
kami
mengi”ya”kan
untuk
mencarikan78
melanjutkan perkataan bapak Tarwid, jika permintaan itu langsung 77
Wawancara dengan bapak Tarwid (makelar), hari rabu tanggal 4 Januari 2012
78
Wawancara dengan bapak Kanapi (makelar), hari rabu tanggal 4 Januari 2012
43
ditentukan oleh peminta (pembeli) justru kami (makelar) akan langsung mencarikan bawang merah yang di pesan, berbeda dengan apa yang di katakan oleh pembeli pada awal tadi79, berarti kami (makelar) itu harus menjelaskan macam-macam barangnya itu sendiri baik jenis, nama, kualitas, dan harganya. Yang dimaksud adalah ia menanyakan yang kemudian kami itu harus mengasi gambaran tentang bawang merah, sehingga seorang pembeli memahami tentang keadaan barang tersebut yang kemudian ia (pembeli) menentukan pilihannya, ketika pembeli menentukan pun ia tahu benar, karena kami memberikan contoh80 atau sampel dari bawang merah tersebut.81
79
Pembeli hanya mengatakan nama barang, kualitas dan harga barang (bawang
80
Contoh tersebut dalam bahasa makelar di namakan dengan “moster”
81
Wawancara bapaka Tarwid, ibid
merah)
44
TABEL. 1 TENTANG HARGA BAWANG MERAH No
Jenis Barang
Kualitas
Bulan dan Tahun
Harga/Kuintal
1
Bima Curut
Basah Kering Bibit Unggul
Januari, 2012 -
Rp. 510.000, Rp. 570.000, Rp. 660.000,
2
Bima Junah
Basah Kering Bibit Unggul
Januari, 2012 -
Rp. 460.000, Rp. 490.000, Rp. 550.000,
3
Kuning Gombong
Basah Kering Bibit Unggul
Januari, 2012 -
Rp. 385.000, Rp. 490.000, Rp. 520.000,
4
Olokos
Basah Kering Bibit Unggul
Januari, 2012 -
Rp. 500.000, Rp. 430.000, Rp. 370.000,82
Keterangan : Dari tabel diatas maka dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Basah83 : pada posisi penjualan bawang merah masih basah disini, pengeluaran nya lebih tertuju untuk sayur. 2) Kering84 : dibagian ini bawang yang sudah kering, biasanya tertuju pada pembuatan bibit. 3) Bibit Unggul85 : pembelian digunakan untuk ditanam86
82
Hasil wawancara dengan bapak Sofyan Syarif, 5 Januari 2012
83
Baru dipanen dari sawah/ladang
84
Dikalangan petani dinamakan bawang merah askip
85
Dinamakan bawang kawak
86
Ibid
45
Selanjutnya permintaan yang datang dari penjual, ditempat yang sama87 bapak Ajo warga RT/RW 06/01 umur 35 tahun mengutarakan, biasanya ketika ada pihak penjual yang ingin menjual barangnya (bawang merah) itu, kebanyakan dari pihak kamilah (makelar) yang mendatangi orang yang bersangkutan, tentunya kami di panggil oleh penjual tadi. Seperti halnya bapak Sanuri ini, ia (sanuri) mengutarakan keinginannya terlebih dahulu, 3 hari sebelum kami (makelar) mempertemukan mereka (penjual dan pembeli), yaitu mengenai keinginan untuk menjual bawang merah.88 Bapak Sanuri umur 54 tahun warga RT/RW 07/01 dalam mengutarakan maksudnya agar dijualkan/dipasarkan oleh makelar dengan perkataan sebagai berikut, “saya ada bawang merah mau di jual, dan saya hargai bawang merah ini 6(enam) rupiah89maka juallah bawang merah ini, selanjutnya terserah anda, mau jual berapa ke pembeli itu hak anda dan bila ada laba, maka laba tersebut buat anda” kemudian makelar berkata “ya” sebagai tanda bahwa makelar menyanggupi atau bersedia
87
Dirumah bapak Sanuri warga RT/RW 07/01, yang pada saat itu sedang terjadi
transaksi antara tuan rumah (bapak sanuri) dan pembeli (bapak gaoni) dari Desa Klampok yang menghasilkan kesepakatan dengan membeli bawang merah sebanyak 455 kilo gram dengan perantara makelar bapak Kanapi, Tarwid, dan Ajo. 88 89
Wawancara dengan bapak Ajo (makelar), rabu 4 Januari 2012 Yang dimaksud 6(enam) rupiah adalah Rp 600.000,./kuintal harga ini sesuai
dengan apa yang berlaku pada saat transaksi berlangsung. Sedangkan untuk buangan kotoran untuk per kuintal adalah 7-9 kilogram. Sebagai contoh membeli 100 kilogram, berati nanti lebihannya 7-9 kilogram dan ini sudah berlaku.
46
untuk bekerja (memberikan jasa pekerjaan) dalam memasarkan bawang merah.90 Sedangakan perkataan pembeli ketika penulis mewawancarai yaitu bapak Goni umur 27 tahun warga desa Klampok, ia mengatakan “pak saya minta di carikan bawang merah bima curut. Kalau bapak sudah dapat kabar nanti bawa aku ke orang yang bersangkutan, biar aku bisa melihat secara langsung bawang meranya, sedangkan mengenai ongkos upahnya setiap kuintal 20 ribu” perkataan ini di sampaikan kepada bapak Tarwid selaku perantara dan ia (bapak tarwid) mengatakan “Ya”, ketika transaksi awal dan belum di pertemukan sama penjual yaitu bapak Sanuri.91 Keadaan ini bapak Goni sudah tahu tentang harga pasaran melalui bapak tarwid (makelar). b. Tahap kedua, yaitu pelaksanaan kinerja makelar dalam mencarikan bawang merah Perjanjian sewa jasa makelar ketika penulis melakukan observasi tahap pertama dan melakukan wawancara, sudah terjadi kesepakatan dari pihak pemesan dan makelar, walaupun sudah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, maka pihak makelar tidak dengan begitu saja melepas tanggung jawabnya karena ikatan yang mengikat harus dijalani dan dilaksanakan secara maksimal dengan batas yang telah di tentukan92.
bapak Sanuri
90
Wawancara dengan bapak Sanuri (penjual), rabu 4 Januari 2012
91
Wawancara dengan bapak Goni (pembeli), rabu 4 Januari 2012
92
Hasil observasi transaksi tahap I pada hari rabu tanggal 4 Januari 2012 di rumah
47
Adapun dalam prakteknya, menurut bapak H. Juli93 para makelar dalam mencarikan bawang merah itu dengan dua metode yaitu : pertama, ketika sebelum pembeli memesan,94 itu sudah ada pihak penjual yang menghubungi makelar maka, ketika ada pihak pembeli memesan, disini makelar tinggal mempetemukan para pihak (pembeli dan penjual) untuk menemui pihak yang bersangkutan (penjual) dan melangsungkan transaksi dengan seketika melalui mediator makelar yang bersangkutan. Sedangkan yang kedua, jika sebaliknya yaitu seorang pembeli mengasi kabar lebih dahulu mengenai perihal keinginannya untuk membeli bawang merah itu lebih awal di banding penjual, maka dalam waktu yang telah ditentukan yaitu tiga hari95, seorang makelar harus menjalankan tugasnya yang telah dijanjikan. Biasanya seorang makelar dalam mencari bawang merah yang di cari itu dengan menghubungi para pihak yang memiliki barang pesanan misalnya, para petani, pemilik lapak96 bawang merah, dan para bandar97 tentunya ketika mencari barang dengan membawa moster (contoh sampel) bawang merah untuk dicocokkan98. Adakalanya juga seorang makelar 93
Seorang bos bawang merah, pemilik lapak bawang merah dan petani sukses,
sekaligus menjadi rujukan bagi para makelar yang ingin mencari bawang seringnya melalui beliau. 94
Kehadiran pembeli itu yang kedua setelah penjual lebih dulu hadir untuk meminta
jasa makelar supaya menjualkan bawang merah miliknya. 95
Keumuman waktu dalam mencari bawang merah, dan masa tenggang waktu itu
tidak menjadi ketentuan dalam mencari bawng merah, biasanya waktu tersebut 3-6 hari. 96
Lapak adalah tanah luas guna menjemur bawang merah yang sudah di panen dari
97
Menurut bapak Sopyan Syarif, Bandar adalah seorang pemiliki bawang merah
ladang.
yang cakupannya lebih besar. Wawancara tanggal 10 Januari 2012 98
Wawancara dengan bapak H. Juli, Sabtu 7 Januari 2012
48
dalam mencari barang pesanan itu, dengan bantuan sesama rekan makelar. Karena untuk mengantisipasi hal ketika tidak bisa mendapatkan bawang merah yang bicari.99 c. Tahap ketiga, mempertemukan penjual dan pembeli untuk melangsungkan transaksi. Seperti yang telah disebutkan pada tahap kedua, maka bagian ini adalah tahap dimana seorang penjual dan pembeli dipertemukan oleh perantara (makelar), ketika pihak yang dipecaya (makelar) untuk mencarikan, sudah mendapatkan bawang merah dari hasil pencariannya tersebut.100 Seperti pada tahap sebelumnya, di bagian inipun memiliki dua bagian. : pertama, ketika sebelum pembeli memesan, itu sudah ada pihak penjual yang menghubungi makelar maka, ketika ada pihak pembeli memesan, disini makelar tinggal mempetemukan para pihak (pembeli dan penjual) untuk menemui pihak yang bersangkutan (penjual) dan melangsungkan transaksi dengan seketika melalui mediator makelar yang bersangkutan.101 Maka menurut bapak Sofyan Syarif, pertemuan yang seperti ini prosesnya tidak terlalu lama, karena sudah ada patokan harga terlebih dahulu, dan mengenai harganya atau pemberitahuannya melalui makelar yang ketika di awal sudah diberi tahu oleh penjual mengenai harganya. Yang ketika itu penjual mengucapkan “aku mau jual bawang merah ini sekian, selanjutnya terserah sampean mau jual berapa”, hal 99
Ditambahkan oleh bapak Sofyan Syarif, 10 januari 2012.
100
Hasil oservasi tahap II 7 Januari 2012
101
ibid
49
yang seperti inilah yang mempermudah jalannya akses seorang makelar dalam mencarikan pembeli. Dan dalm pertemuan antara keduanya (penjual dan pembeli), biasanya tidak ada proses tawar menawar lagi, dan langsung menimbang bawang merah yang ditransaksikan. Lain lagi ketika pembeli itu datang lebih dahulu dari pada pembeli, mengenai maksudnya yaitu menjual dan membeli, maka ketika seorang makelar mempertemukan keduanya
(penjual dan pembeli) proses
transaksi tersebut sedikit lama, dikarenakan terlebih dahulu mengadakan tawar-menawar antara penjual dan pembeli secara langsung sehingga dalam proses yang seperti ini seorang makelar harus benar-benar aktif dalam menengahi sebagai mediator keduanya. Sehingga menghasilkan kesepakatan dalam jual-beli bawang merah. Di bagian ini proses yang jadi pegangan atau patokan adalah mengenai posisi kualitas barang yang begitu dominan pengaruhnya, yang mengakibatkan ketika dalam ajang transaksi barang itu dipermasalahkan, maka bisa jadi mengalami kegagalan dalam proses transaksi. Sehingga, ketika terjadi transaksi kehadiran barang harus diikut sertakan, agar proses berjalan dengan lancar. Adapun mengenai, harga itu disesuaaikan dengan barang tersebut.102 Dan ketika sudah ada kesepakatan maka selanjutnya adalah proses penimbangan bawang merah yang diikuti dengan pembayaran dari pembeli ke penjual. d. Tahap keempat, berakhirnya transaksi dan kewajiban bagi penyewa untuk memberikan upah atas jasa makelar.
102
Wawancara dengan bapak Sofyan Syarif, Selasa 10 Januari 2012
50
Setelah tiga tahap diatas yaitu pertama, perjanjian sewa makelar. Kedua, pelaksanaan kinerja makelar dalam mencarikan bawang merah. Dan yang ketiga, makelar mempertemukan penjual dan pembeli untuk melangsungkan transaksi. Maka dalam tahap ini ada dua poin yang akan dibahas yaitu berakhirnya transaksi dan pemberian upah atas jasa yang dilakukan makelar dalam mencarikan bawang merah. 1) berkhirnya transaksi, menurut salah satu warga RT/RW o7/01 Khumed menuturkan, berakhirnya transaksi seorang makelar pada umumnya yaitu ketika seorang makelar sudah melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab makelar dalam mencarikan bawang merah, adapun ketentuannya sebagai berikut : a) Selesai atau batal sebelum menjalankan, yaitu seorang makelar didalam mencari bawng merah itu tidak mendapatkan barang yang dipesan oleh penjual dan pembeli, sehingga makelar tersebut harus menghubungi pihak (penjual dan pembeli) untuk menyatakan ketidak sanggupannya dalam mencarikan bawang merah, dan kendala yang biasa ditemui dari seorang makelar dalam mencari bawang merah adalah keadaan
barang103, harga, dan kualitas.
Yang ketiga-tiganya tiadak ada kecocokkan pada saat transaksi, baik antara makelar dengan penjual dan pembeli pada saat makelar
103
Di maksudkan keadaan barang adalah ada
tidaknya bawang merah, yang
disebabkan karena musim yaitu bila musim panen maka keadaan barang tersebut banyak, sedangkan bila musim cocok tanam maka sedikit dikarenakan digunakan untuk keperluan cocok tanam.
51
mencarikan barang104, maupun pada saat makelar mempertemukan penjual dan pembeli untuk bertransaksi. Hal yang demikian ini maka teransaksi selesai secara sepihak.105 b) Terselesaikanya atau terpenuhinya tanggungjawab sebagai makelar jual-beli pada saat perjanjian awal dalam mendapatkan barang yang dicari untuk pemesan, seorang
makelar
hal ini disebutkan oleh para makelar106
dikatakan
berhasil
dalam
memenuhi
tanggungjawabnya ketika seorang pemesan merasa puas atas pelayanannya dalam mencarikan barang, mempertemuakan untuk transaksi, ikut aktif sebagai penengah dalam transaksi, dan berbuah atau berakhir dengan kesepekatan antara penjual dan pembeli untuk di jualnya bawang merah tersebut yang kemudian dilakukan penimbangan bawang merah.107 2) Upah makelar atas jasanya dalam mencarikan bawang merah, dalam masalah ini bapak Sofyan Syarif mengatakan, ketika makelar sudah menjalankan pekerjaannya yang terlebih dahulu diberikan oleh pemesan (penjual dan pembeli) dan seorang pemesan sudah mendapatkan bawang merah tersebut dari jasa makelar maka, hak seorang makelar adalah mendapatkan upah atas jerih payahnya dari 104
Ketika ada pesanan dari dua belah pihak.
105
Wawancara dengan bapak. Khumed, minggu 8 Januari 2011
106
Para makelar tersebut adalah bapak. Harjo, bapak. Lani, bapak. Kanapi, bapak.
Ubin, dan bapak. Limi 107
. Wawancara dengan para makelar, 5 Desember 2011 di warung makan milik
azmi, tempat mangkal para makelar bawang merah.
52
seorang pemesan (penjual dan pembeli). Sedangkan bila yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu makelar gagal atau tidak mendapatkan bawang merah maka, makelar itu tidak mendapatkan upah walaupun ia sudah mencari kesana kemari.108 Adapun seorang makelar itu mendapatkan upah atas jasanya bapak sofyan menambahkan, hal ini terbagi menjadi dua kategori yaitu : a) Pada saat awal sudah ada putusan harga atau patokan harga, seperti dalam contoh ucapan penjual “juallah bawang merah ini dengan harga Rp, 1000,- (seribu rupiah), dan terserah anda mau jual berapa kepada pembeli”. Yang demikian ini seorang makelar dalam menawarkan kepada pembeli biasanya lebih tinggi dari harga awal dengan maksud makelar mencari untung dalam transaksi dan sebagai upah makelar, seperti ucapan makelar terhadap pembeli “ini ada bawang merah yang mau di jual dengan harga Rp, 1000,- (seribu rupiah), tapi aku(makelar)minta dihargai Rp, 1050, (seribu lipa puluh rupiah). Dengan contoh ini yang seribu adalah harga awal penjual dengan makelar dan yang lima puluh adalah upah untuk makelar serta yang demikian diketahui oleh para pihak (penjual dan pembeli) atau transparan. Hal ini sudah berlaku dalam transaksi jual-beli bawang merah.
108
Wawancara dengan bapak. Sofyan Syarif, senin 9 Januri 2012
53
b) Pada saat awal tidak ada patokan harga, seperti contoh ucapan pembeli “pak carikan bawang merah, nanti kalau sudah dapat pertemuakan aku dengan penjualnya” bila yang terjadi demikian maka, makelar mengucapkan “ada komisinya ga?” dan pembeli menjawab “ada”. Yang demikian ini, maka upah seorang makelar diberikan ketika sudah terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli untuk menjual dan membeli bawang merah yang di transaksikan. Malahan biasanya makelar mendapatkan upah dari keduanya (penjual dan pembeli).109
C. Bentuk Akad dalam Jual Beli Bawang Merah Melalui Jasa Makelar Setelah pemaparan mengenai praktek seorang makelar, maka untuk selanjutnya adalah bentuk akad, menurut bapak Sofyan Sarif bentuk akad dari transaksi tersebut adalah berbentuk lisan, dan gambaran transaksi tersebut adalah sebagai berikut, dua belah pihak melakukan kesepakatan, yaitu pihak Makelar menyewakan jasa tenaganya kepada pihak lainnya (pembeli dan penjual) dengan uang sewaan tertentu yang telah disepakati, kemudian makelar mendapatkan upah oleh pihak penyewa atas jasa tenaga Makelar. Dengan cara ketika habis masa sewa yaitu barang yang di cari sudah di dapatkan. Pada bentuk pembayarannya tidak dengan menggunakan uang panjer atau uang muka, melainkan ketika selesai kesepakatan dengan ditimbannya bawang merah maka diikuti pula pembayaran dari pembeli kepada penjual dan
109
ibid
54
diserahkannya bawang merah dari penjual kepada pembeli, serta upah bagi makelar110 Adapun akad yang dijadikan pengikat pada perjanjian adalah berbentuk ucapan/lisan dari seorang penjual kepada makelar dan pembeli kepada makelar sebagai berkut: Dari penjual kepada makelar “Saya ada bawang merah mau dijual, dan saya hargai bawang merah ini 6(enam) rupiah, maka juallah bawang merah ini, selanjutnya terserah anda mau jual berapa itu terserah anda, kalau ada laba maka laba tersebut jadi milik anda” kemudian makelar menjawab “ya”sebagai kesanggupan untuk menjualkan bawang merah. “Juallah bawang merah ini dengan harga sekian, selanjutnya terserah sampean mau jual berapa” dan dijawab oleh makelar “ya” Dari pembeli kepada makelar “Pak, Saya minta dicarikan bawang merah dengan nama bima curut, kalau bapak sudah dapat, nanti bawa aku ke orang yang bersangkutan, biar bisa meliha bawngnya secara langsung, sedangkan mengenai ongkos upahnya tiap kuintal 20 ribu” dan seorang makelar menjawabnya “ya” sebagai ikatan111
110
Bapak Sofyan Syarif op cit.
111
Lihat hasil wawancara pada prektek secara rinci
55
Proses akad disini para pelaku112 saat penulis mewawancarai mengatakan bahwa ketika kami (makelar, penjual dan pembeli), melakukan akad dalam transaksi jual beli bawang merah para pelaku memahami dari perkataan tersebut yang terkandung maksud sebagai sewa jasa tenaga guna memasarkan , mencari, dan mendapatkan barang (bawang merah). Dari hal di atas maka bapak Sofyan Sarif menambahkan; dari perkataan antara kedua belah pihak (pembeli dengan makelar atau penjual dengan makelar) di atas yang saling mengikrarkan. Maka, hal yang demikian ini menjadi perjanjian yang mengikat, dan ikatan inilah yang menjadikan atau mewajibkan bagi seorang makelar untuk menjalankan kewajiban, sebagai perantara dan bertanggungjawab sepenuhnya dalam mencarikan bawang merah.113 Transaksi menjadi mengikat ketika pekerjaan selesai dilakukan serta upah telah tetap dan menjadi kewajiban bagi penyewa untuk memberikan upah atas jasa yang di berikan oleh Makelar dalam mencarikan bawang merah. 114
112
Para pelaku meliputi penjual, pembeli, dan makelar yaitu bapak Sanuri, Ajo
Tarwid, Kanapi dan Ghoni 113 114
Wawancara dengan bapak Sofyan Syarif (petani), kamis 5 Januari 2012
Wawancara dengan bapak Harjo (tukang songgol/pekerja buruh Bawang merah),
3 Januari 2012.
56
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MAKELAR JUAL BELI BAWANG MERAH Di Desa Keboledan Wanasari Brebes
A. Analisis Hukum Islam terhadap praktek Makelar dalam Jual beli Bawang Merah Islam melihat konsep jual-beli itu sebagai suatu alat atau sarana untuk menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan bertindak (melakukan aktivitas), termasuk aktivitas ekonomi. Pasar misalnya dijadikan sebagai tempat aktivitas jual-beli harus, dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagaimana manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini, maka sebenarnya jual-beli dalam Islam merupakan wadah untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh dimuka bumi. Sehingga dalam masalah jualbeli ini, Abdul Aziz Muhammad Azzam bahwa, jual-beli adalah Transaksi (akad) saling mengganti dengan harta yang berakibat kepada kepemilikan terhadap suatu benda atau manfaat untuk tempo waktu selamanya.115 Dalam al-Qur‟an surat al Baqarah ayat 275 Allah SWT menegaskan :
ح َس َو انسِ َتٕا َ َٔ م اهللُ انْ َثيْ َع َح َ ََٔأ Artinya: ....... Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba........116 115
Abdul Aziz Muhammad Azzam, FIQH MUAMALAT; Sitem Transaksi dalam
Fiqh Islam, Jakarta : AMZAH, 2010, hlm. 24 116
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Surabaya :
Al-Hidayah, 1998, hlm. 69.
56
57
Hal yang menarik dari ayat tersebut adalah adanya pelarangan riba yang didahului oleh penghalalan jual-beli. Jual-beli (trade) adalah bentuk dasar dari kegiatan ekonomi manusia, kita mengetahui bahwa pasar tercipta oleh adanya transaksi dari jual-beli. Pasar dapat timbul manakala terdapat penjual yang menawarkan barang maupun jasa untuk dijual kepada pembeli 117 dari konsep sederhana tersebut lahirlah sebuah aktivitas perekonomian yang kemudian berkembang menjadi suatu sistem transaksi yang tertuju pada sektor jasa sebagai perantara dalam jual-beli yang sering disebut dengan makelar. Sehingga dalam masalah ini muncul pertanyaan mengenai praktek makelar, seperti apakah konsep/mekanisme jual-beli melalui jasa makelar yang dibolehkan dan sesuai dengan Hukum Islam, kaitannya dengan praktek makelar yang ada di desa Keboledan?, Dimasa
sekarang banyak orang disibukkan dengan pekerjaan
masing-masing, sehingga ada sebagian orang yang tidak memiliki waktu untuk menjual barangnya atau mencari barang yang diperlukan. Sebagian orang lagi memiliki keahlian untuk memasarkan (menjualkan), namun tidak memiliki barang yang akan dijualkan. Sehingga untuk memudahkan kesulitan yang di hadapi, maka orang yang berprofesi khusus dibutuhkan untuk menangani permasalahan tersebut (jual-beli), seperti makelar (samsarah). Dimana para pihak mendapatkan manfaat keuntungan, samsarah mendapatkan lapangan pekerjaan dan upah dari hasil kerjaannya, sedangkan orang yang membutuhkan 117
M. Umer Chapra, Reformasi Ekonomi; Sebuah Solusi Perspektif Islam, Jakarta :
Bumi Aksara, 2008, hlm. 7
58
jasa mendapatkan kemudahan, karena sudah di tangani oleh orang yang mengerti betul dalam bidangnya. Adalah suatu kenyataan yang tidak terbantahkan bahwa tidak semua orang memiliki rumah pribadi, tidak semua orang memiliki kendaraan pribadi untuk melakukan perjalanan, demikian juga tidak semua orang bisa melakukan semua pekerjaan. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, mustahil untuk mendapatkan orang yang mau membantu secara suka rela, tanpa imbalan. Justru dengan adanya imbalan itu membuka berbagai lapangan pekerjaan sebagai lahan pencari rizki. Hingga banyak orang yang menyediakan jasa tempat tinggal, jasa angkutan dan jasa pertukangan, serta sampai jasa perantara (makelar) dalam jual-beli. Serta sehubungan dengan hal ini, Allah juga menyebutkan didalam surat al-Zukhuf ayat 32, bahwa memang sudah kodratnya manusia diciptakan tidak sama dalam hal kekayaan dan keterampilan. Justru perbedaan itulah yang membuat manusia saling membutuhkan dan saling membantu, baik bantuan tanpa imbalan maupun bantuan dengan imbalan. Ayat tersebut berbunyi demikian :
َب١ُٔحِ اٌذَٛ١َ اٌسُُِْٝ فْٙشَ َز١ُُِْ َِعَْٕٙ١ََْْ سَزَّْذَ سَثِهَ َٔسُْٓ لَغََّْٕبثَُِّٛمْغ٠ َُُْ٘ا ََسَزَّْذٚ ب٠ّعب عُخْ ِش ً ُْْ َثعُٙ ع َ ْخ َز َثع ِ َز١َ ٌِ ٍخبد َ ط َد َس ٍ ْق َثع َ ُْْٛ َفُٙ ع َ ْ َس َفعْ َٕبثَعَٚ ََُْٛدَّْع٠ ْشٌَِِّب١َسَثِهَ خ Artinya :Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS,al-Zukhruf 32)118 118
Departemen Agama, al-Qur‟an dan Terjemahannya, op cit, hlm. 798.
59
Atas dasar inilah kita harus memahami pada suatu transaksi yang dibolehkan dan tidaknya, dari hasil riset menurut hemat penulis praktek simsarah/pemakelaran yang ada didesa tersebut sesuai dengan
teori yang
penulis angkat, yaitu yang terdapat dalam Kitab Fathul Mu‟in yang kemudian disyarahi dalam Kitab I‟ana At-Tholibin pada bab ijarah disitu disebutkan :
ًَصِفَخٚ َلَذْسًإًْٚب١ََِْخٍ عٍَُّْْٛخٌ َِع١َِبلٌَٙ َََِْٞخٍ أَٛ َِْٕفَعَخٍ ُِزَمِٟف Artinya: “Syah menyewakan kemanfaatan (jasa) yang ada nilai harganya, yang diketahui barang, ukuran maupun sifatnya.” 119. Dari konsep dasar diatas, maka bisa dijelaskan, sebuah transaksi jual-beli melalui jasa makelar bisa dikatakan sah, apabila memenuhi beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu jasa kemanfaatan yang ada nilai harganya, diketahui bentuk, ukuran dan sifatnya. Sayyid Sabiq menyoroti masalah kemanfaatan dalam sewamenyewa membaginya atas beberapa kriteria yaitu; a. Mengetahui manfaat dengan sempurna barang atau pekerjaan yang diakadkan sehingga mencegah terjadinya perselisihan. Maksudnya adalah dengan jalan menyaksikan barang itu sendiri, atau kejelasan sifat-sifatnya jika dapat hal ini dilakukan, menjelaskan masa sewa, seperti sebulan atau setahun atau lebih atau kurang, serta menjelaskan pekerjaan yang diharapkan. 119
Sayyid al-Bakriy bin al-Sayyid Muhammad Syatha al-Dimyathiy, I‟anat at-
Thalibin, Beirut : Dar al-Fikr, 1426H/2005M ., hlm. 130-131(selanjutnya disebut Al-Dimyatiy). Al-Alaamah Asy-Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibariy, Fat‟hul Mu‟in, Terj. Aliy As‟ad, Fat‟hu Mu‟in 2, Kudus : Menara Kudus, 1979, hlm. 287.
60
b. Obyek transaksi (akad) dapat dimanfaatkan kegunaannya menurut kriteria, realita dan syara‟ serta dapat diserahkannya. Hal ini dijelaskan bahwa tidak sah menyewa binatang yang keadaannya buron dan tidak sah pula binatang yang blumpuh, karena tidak dapat diserahkan dan tidak bisa digunakan pula kegunaannya seperti untuk membajak, mengangkut barang dan lain sebagainya. c. Manfaat adalah yang mubah bukan yang diharamkan. Maksudnya adalah tidak diperbolehkan sewa-menyewa dalam hal maksiat, karena hal maksiat harus ditinggalkan. Orang yang menyewa seseorang untuk membunuh seseorang secara aniaya, atau menyewakan rumahnya kepada orang yang menjual khamar atau untuk digunakan tempat main judi atau dijadikan gereja, maka hal yang demikian ini sewa-menyewanya menjadi fasid.120 Sedangkan Abdullah Ath-Thayyar mengatakan sewa-menyewa kemanfaatan haruslah memenuhi beberapa kriteria diantarannya sebagai berikut: a. Sewa-menyewa sah pada manfaat yang ditransaksikan, bukan untuk menghabiskan atau merusak objeknya karena sewa menyewa itu tidak sah pada kepemilikan barang melainkan hanya pada manfaatnya atau yang jadi obyek adalah manfaat itu sendiri sedangkan barangnya tetap ada.
120
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, Bandung : PT. Al Maarif, 1987, hlm. 12-13
61
b. Manfaat pada obyek yang disewakan dapat diperoleh secara hakiki dan syar‟i. Jadi tidak sah menyewakan binatang yang melarikan diri, dan menyewa orang untuk berbuat jahat. 121 Dua pendapat tokoh diatas apabila dihubungkan dengan taransaksi melalui jasa makelar bisa dilihat kemanfaatannya adalah dari objek atau ma‟qud alaih yaitu manfaat yang diberikan kepada mu‟jir (orang yang menyewa), dari seorang ajir (makelar). Yaitu melakukan pekerjaan yang sudah menjadi tanggungjawab makelar ketika melakukan transaksi dengan ijab qabul, yang tendensinya pada akibat hukum berupa keharusan dalam menjalankan hak dan kewajiban yang telah menjadi ketentuan dalam pekerjaannya, sehingga dalam masalah ini pekerjaannya diketahui oleh muta‟aqidain (dua pihak yang melakukan transaksi). Adapun kemanfaatan yang diberikan oleh pekerja (makelar atau ajir) kepada orang yang menyewa, manfaat tersebut tidaklah secara langsung/spontanitas diketahui, melainkan pekerjaan yang dilakukan oleh makelar/pekerja diketahuinya ketika atau seiring dengan dilaksanakannya pekerjaan tersebut, yaitu pada saat mencarikan barang (bawang merah) untuk mu‟jir (orang yang menyewa). Sehingga dalam masalah ini diperjelas kembali oleh Al-Ghazi dan Al-Baijuri yang mengatakan bahwa :
ِْٓ٠ٌَِِْٗ إِرَا لُذِسَدْ ََِٕبفِعُُٗ ثِؤَزَذِ أَِْشَْٛغٌ رَوَشََ٘ب ثِمٌَُِٚصِسَخِ إِخَبسَحِ َِب رُوِشَ شُشٚ َْةَْٛػَ َ٘زَااٌث١ِْعَ ًٍَّ وَبعْزَؤْخَشْرُهَ ٌِزَخَٚإَِِب ثُِّذَحٍ وَؤَخَشْرُهَ َ٘زِِٖ اٌذَاسَعََٕخً أ 121
Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar, et al, Ensiklopedi Fiqih Muamalah
Dalam Pandangan 4 Madzhab, Yogyakarta : Maktabah Al-Hanif, 2009, hlm. 318
62
Artinya: “Untuk syahnya menyewakan obyek tersebut, ada beberapa syarat yang dijelaskan Mushanif, yaitu ketika telah diperkirakan kemanfaatannya dengan salah satu dua perkara, adakalanya dengan ketentuan waktu, seperti: “saya menyewakan rumah ini selama satu tahun” dan adakalanya dengan ketentuan pekerjaan, seperti: “Saya menyewakan kepadamu, supaya kamu menjahitkan baju ini”122
Dengan ketentuan dari Al-Ghaziy dan Al-Baijuriy maka jelaslah bahwa dalam transaksi yang menggunakan media makelar sebagai jembatan atau mediator sah/boleh untuk kedua belah pihak, dan kemanfaatannya itu timbul tidak hannya dari barang yang menjadi obyek transaksi melainkan kemanfaatan itu juga dari subyek yaitu pelaku (makelar) yang menjadi mediator untuk keberlangsungan dalam menjembatani transaksi jual-beli bawang merah. Yang kadar kemanfaatannya diukur dengan waktu yaitu jangka waktu atau masa/tempo untuk mencari bawang merah dan fungsinya adalah untuk memenuhi hajat mu‟jir (orang yang menyewa) mencari bawang merah. Kadar tersebut diketahui dengan sendirinya. Ketidak bolehannya menyewa jasa dari makelar adalah disebutkan dalam teori Fiqh sebagai berikut
ّْ َفَهَا يَصِّحُ إِكْرِسَاءُ تَيَاعٍ نِهرَهَّفُظٍ تًَِحْضِ كَهًَِحٍ أَْٔكَهًَِاخٍ يَسِيْسَجٍ عَهَى انْأَْٔج د انسِهُعَ ُح إِذْنَا قِيًَْ َح نََٓا ِ ََٔنَْٕإِيْجَاتًا َٔقَثُْٕنًا َٔإٌِْ زََٔج Artinya: “Maka tidak sah menyewa tukang menjual (sales/makelar) untuk mengucapkan satu dua patah kata dari pandangan beberapa wajah 122
Assyaikh Ibrahim Al-Baiyjuriy, Khasiyah Syaikh Ibrahim Al-Baijuriy Ala Syarah
Al-Allamah Ibnu Qasim Al-Ghaziy Juz 2, Bairut : Dar Al-Fikr, t.t.h, hlm. 41.(selanjutnya disebut Al-Baijuriy). Lihat Asy-Syaikh Muhammad bin Qasim Al-Ghaziy (selanjutnya disebut AlGhaziy), (Trjm) Achmad Sunarto, Fat-hul Qarib Jilid 1, Surabaya : Al-Hidayah, 1991, hlm. 428
63
(pendapat/Qaul yang berlaku) sekalipun berupa ijab dan qabul dan sekaligus melariskan dagangan, karena satu dua patah kata itu tidak ada harganya123
َِٔيٍِْ ثَ َى اُخْرُّصَ ْرَا تًَِثِيْ ٍع يُسْرَقِ ِس انْقِيًَْ ِح فِى انْثَهَدِ كَانْخُثْص Artinya: Dari alasan di atas dapat disimpulkan bahwa, ketidaksahan tersebut adalah untuk barang jual yang mempunyai harga tetap disuatu daerah misalnya roti.124
ِّْف يُرَعَاطِي ِ ف ثًََ ُ ُّ تِاخْرِهَا ُ ِف َحِْٕ عَثْدٍ َٔثَْٕبٍ يًَِا يَخْرَه ِ تِخِهَا Artinya : “lain halnya dengan semacam budak dan pakaian, dimana harganya selalu berbeda-beda sesuai dengan pembelinya125 Ketiga teori fiqh diatas mengenai ketidak sahannya menyewa tukang menjual (makelar), adalah seorang makelar yang dalam melafalkan atau memasarkan barang hanya dengan ucapan, karena ucapan itu tidak ada nilainya dari tawar-menawar dalam transaksi. Hal ini penulis katakan bahwa, “syarat dari hak pakai (manfaat) yang disewakan adalah mempunyai nilai ekonomis yang layak mendapatkan imbalan sebagai kompensasi penyewaan”126. Sehingga penyewaan jasa makelar untuk manarik minat pembeli, hukumnya tidak sah, meskipun dapat mempercepat barang dagangan laku, karena perkataan tidak mempunyai nilai ekonomis. Dari pengertian ini ketidak bolehan atau ketidak sahannya adalah ditertentukan pada barangnya itu sendiri yang menjadi obyek transaksi itu sudah ada harga tetap, dan ketetapan harga 123
Al-Dimyatiy, op cit, hlm. 131. tjmh Ali As‟ad, op cit, hlm. 287
124
Ibid,
125
Ibid, ibid, hlm. 288
126
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i; Mengupas masalah Fiqhiyah berdasarkan
Al-Qur‟an dan Hadits Jilid 2, Jakarta : Almahira, 2010, hlm. 43
64
tersebut berlaku pula di daerah lain. seperti contoh
ِ( وَبٌْخُجْضroti) yang harganya
katakanlah Rp. 1000,-(seribu rupiah). Dilain tempat pun berlaku sama, yaitu orang akan menghargai dengan nilai harga yang sepadan atau sama, dikarenakan sudah ada patokan harga atau bandrol harga, yang demikian ini tidak diperbolehkan/tidak sah, disebabkan tidak ada kemanfaatan dalam melafalkan pada saat memasarkan (men-thasyarufkan), dan tanpa seorang makelar mengucapkan sepatah kata atau lebih pun calon pembeli akan membeli dikarenakan ia (pembeli) sudah mengetahui harganya, serta setiap orang menghargai dengan harga yang sama dari harga yang tetap. Berbeda halnya pada barang yang disuatu tempat harganya tidak selalu sama atau memiliki nilai jual yang bervariasi. seperti yang dicontohkan
ٍْةََٛثٚ عجْ ٍذ َ
(budak dan
pakaian) dimana harga berubah sesuai siapa yang membelinya, maka makelar disini dalam memasarkannya dianggap sah karena ada kemanfaatan, demikian juga jual-beli bawang merah yang diprakarsai makelar itu terdapat kemanfaatan, baik untuk penyewa dan pembeli. Jadi sahnya ditertentukan pada pekerjaan itu sendiri yang menghasilkan manfaat yaitu berupa barang (bawang merah) untuk pemesan, berupa uang bagi penjual dari hasil penjualan barang (bawang merah) dan atas jasanya itulah makelar mendapatkan upah. Sehingga dalam masalah ini penulis mengutip perkataan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dari bukunya disebutkan :
َُِْ ثِعَمْذِ اٌْئِخَبسَحِ ٌٍِْسَبخَخَُٛإََِّٔب رَمٚ َبِْٙ رَارَِِٟخً ِفَْٛغَذْ ُِزَم١ٌَ ِإَِْ إٌََّْبفِع
65
Artinya: “Sesungguhnya manfaat-manfaat itu tidak dinilai dengan sendiri, hanya dia diberi nilai dengan akad sewa-menyewa untuk memenuhi keperluan”127 Maksudnya adalah sesuatu yang dapat diambil dan dapat ditempatkan pada suatu tempat. Karena itu sesuatu yang tidak dapat diambil dan tidak dapat ditempatkan pada suatu tempat, seperti bawang merah yang dimiliki oleh penjual umpamanya, maka hal ini dikatakan sebagai sesuatu yang tidak boleh kita memanfaatinya (ghairu mutaqawwim), karena tidak mudah diambil dengan maksud memiliki tanpa adanya pengganti dari bawang merah, tetapi apabila kita memanfaatkan jasa seorang makelar untuk memediatori guna membeli bawang merah yang dimiliki penjual, maka ketika sudah dibeli barulah bawang merah itu dikatakan sebagai sesuatu yang dibolehkan untuk memanfaatinya (mutaqawwim) karena telah dimiliki pembeli. Hal ini adalah berdasarkan suatu kaidah yang diterapkan sebagai berikut:
َِبءِ اٌْئِثَبزَخ١ْْ اٌْؤَشٟصًُ ِف ْ َاٌَْؤ Artinya: “pokok hukum dalam segala rupa perkara, ialah boleh”128 Kekhususan terjadi pada profesi yang dilakukan sebagai perantara jual-beli yang kemudian memperoleh upah dari jasa pekerjaannya :
ِّّْح اسْرِجَازُ ُِ عَهَي ُ ِ فَيَص,ٍع تًَِصِيْدِ َّفْع ِ ٍ انْثَيَا َ ِّص تَيْعُُّ ي ُ َفَيُخْر Artinya : Maka untuk menjualnya dengan lebih bermanfaat hanyalah secara khusus bisa dilakukan oleh makelar, dan karena itu maka menyewa makelar untuk menjualkannya dihukumi sah 127
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Siddiegy, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang
: PT Pustaka Rizki Putra, 2010, hlm. 142. 128
Ibid
66
َٔإِنَا فَهَا,ِ فَهَ ُّ أُجْسَ ُج انًِْ ْثم,ِة تِكَثْسَجِ ذَسَّدُ ٍّد أَْٔكَهَاو َ ٌِ ذَع ْ ِ فَإ,َث نَ ْى يَصِّح ُ َْٔحَي Artinya: Sekiranya penyewaan jasa orang diatas tidak sah adanya, maka jika Ia (makelar) itu mengalami kelelah lantaran berjalan mondar-mandir atau omong sana omong sini, maka berhak memperoleh upah sepatutnya/selayaknya: kalau ia tidak mengalami kelelahan, maka ia tidak berhak menerima upah yang sepantas”129 Dari pengertian teori diatas adalah ketika kemanfaatan dalam transaksi sudah diketahui dengan didapatkannya barang dari makelar dan kemanfaatan itu pula telah didapat oleh penyewa, maka pada prakteknya seorang yang memanfaatkan atau menggunakan jasa tenaga dari makelar, disitu ia (mu‟ajir) atau orang yang menyewa jasa makelar, memberikan upah dari jasa pekerjaan yang dilakukan, bila pun seorang makelar tidak bisa atau dikatakan gagal maka, makelar disini tidak mendapatkan upah. Dalam hal ini pun Al-Baijuriy dan Al-Ghaziy berpendapat :
ً اٌْؤُخْشَحِ إٌَِب َ ْ١د ِ ْْ َرعٝع ِ َمْ َز٠ بَٙ ِإؼٍَْب ُلَٚ ظ اٌْ َعمْ ُذ ِ ْخبسَ ِح ِث َٕف َ اٌْ ِئٟالخْ َش ِح ِف ُ ْت ا ُ د ِ َرَٚ ٍْ َٕئِز١ُِْْ اٌْؤُخْشَحُ ُِؤَخٍََخً زًُُٛ فَزَى١ْ َِب اٌزَؤْخْٙ١ُِشْزَشَغَ ف٠ ّْْأ Artinya : “Wajib adanya upah/sewa didalam sewa-menyewa (ijarah) sewaktu dalam akad. Adapun menurut aturan yang mesti, sesuai dengan kemutlakan Ijarah itu sendiri, maka harus kontan upah/sewanya, hanya saja disyratkan dalam ijarah, adanya tempo waktu, maka dalam yang demikian upah/ongkos sewa dapat dijanjikan waktunya”.130 Yang selanjutnya dipertegas kembali oleh Al-Dimyatiy dan AlMalibariy sebagai berikut; 129 130
Ad-Dimyati, Ibid, hlm.132. ibid,
Al-Baijurir, ibid., Al-Ghaziy (trjm) Achmad Sunarto, ibiid, hlm. 429
67
ٟ ِع ِ ُّ ْ ِثٞ اٌْ ُّىْ َز ِشٍَٝع َ ْْٜ ِٗ َأ١ٍَع َ اٌْ َعمْ ِذٝذْ ِف١َ ِّ ع ُ ْٝ اٌُْبخْ َش ُح اٌَ ِزٜ ِ د َأ ِ َرمْ َش َسَٚ اٌْ ُّ َم َذ َس ِحْٝ َفبءِ ِف١ ُِ َذ ِح ِإِْ َىبِْ اٌِْبعْ ِزٟ ِع ِ ُِ ْٚذ َأ ٍ ْلَٛ خ َش ِح اٌْ ُّ َم َذ َس ِح ِث َ اٌْ ِبُِٟ َذ ٍح ِف ِٖ ِذ٠َ ذ َ ْْ اٌْ َّ َٕبفِ َع َرٍِ َفذْ َرس َ خ ُشاٌْ َّْٕ َف َع َخ ٌِ َؤ ِ ْف اٌْ ُّغْ َزؤ ِ ْٛغْ َز٠َ ٌَُْ ِْْإَٚ ً ِ َّ ِثبٌْ َع Artinya: “kewajiban membayar sewa yang sesuai dengan akad menjadi tetap atas muktari (orang yang menyewa), dengan berakhirnya masa persewaan dalam akad yang telah dibatasi masa berlakunya dengan waktu, atau dengan telah berakhirnya masa kebiasaan pemanfaatan dalam akad yang telah ditentukan (dibatasi) masa berlakunya dengan suatu pebuatan (akad perburuan), walaupun pihak yang memburuhkan belum cukup mengambil kemanfaatan karena kemanfaatannya sudah dipotong sendiri”.131
Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa upah atas kemanfaatan yang dalam hal ini adalah kemanfaatan sebuah pekerjaan yang dilakukan seorang pekerja atau makelar, kepada majikan atau penyewa adalah sebuah keharusan yang diterima pekerja sebagai iwad (pengganti) dari kemanfaatan yang di berikan kepada penyewa. Ada pun mengenai besar kecilnya upah, disesuaikan dengan kesepakatan bersama pada awal pejanjian di buat.
B. Analisis Hukum Islam terhadap bentuk akad dalam jual beli bawang merah melalui jasa makelar Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan penulis mengenai makelar bawang merah di desa Keboledan, yang telah penulis paparkan diatas, maka Hukum Islam (fikih) tidak mengharamkan atau tidak memperbolehkan praktek makelar, dikarenakan sesuai dengan aturan yang lazimnya berlaku
131
Al-Dimyatiy, pe cit, hlm. 142. Al-Malibary (trjm), Ali As‟ad, pe cit, hlm. 301
68
dalam Fiqh (Hukum Islam), dan fiqh justru memberikan arahan dalam bermuamalah, hal yang demikian itu disebabkan oleh adanya kenyataan dalam masyarakat setempat mengenai pemakaian dan penggunaan jasa makelar, serta tidak ada cacat dan celanya sesuai dengan Hukum Islam (fiqh). Dan dari ulasan analisis diatas, maka praktek hubungan kerja antara makelar dan pemilik barang dan calon pembelinya dapat termasuk akad ijarah. Hal yang semacam ini bisa dilihat dari bentuk akad yaitu shihgah (ijab qabul) yang menunjukan sewa-menyewa dalam jual beli bawang merah melalui makelar. Ijab dan Qabul disini menjadi posisi penting dalam sebuah perjanjian atau akad, yang akan menentukan arah kedepannya pada suatu transaksi, baik ketika perjanjian dilangsungkan maupun saat pelaksanaannya. Karena Shighah (ijab dan qabul) adalah manifestasi dari perasaan suka sama suka, yang keduanya terdapat kecocokan atau kesesuaian untuk mengalihkan hak kepemilikan atas suatu barang atau jasa atas suatu manfaat pada suatu transaksi. Ijab seperti yang diketahui pada bab sebelumnya diambil dari kata aujaba yang artinya meletakkan, dari pihak penjual yaitu pemberian hak milik, dan qabul yaitu orang yang menerima hak milik. Jika penjual berkata: “bi‟tuka”(saya jual kepadamu) buku ini dengan ini dan ini, maka ini adalah ijab, dan ketika pihak lain` berkata: “qabiltu”(saya terima), maka inilah qabul. Dan jika pembeli berkata: “juallah kepadaku kitab ini dengan harga begini”
69
lalu penjual berkata: “saya jual kepadamu” maka yang pertama adalah qabul dan kedua adalah ijab.132 Dari sini penulis mengatakan maka jelaslah bahwa dalam transaksi jual-beli permasalahan shighah, ucapan pembeli boleh didahulukan dari ucapan penjual seperti ucapan diatas, tapi dalam permasalahan akad jual-beli penjual selalu menjadi yang ber-ijab dan pembeli menjadi penerima baik di awalkan atau diakhirkan lafalnya. Para ulama tidak berbeda pendapat mengenai keabsahan jual-beli yang menggunakan shighah jual-beli secara sharih (jelas dan lugas),133 karena ijab dan qabul adalah unsur utama yang menandakan kerelaan dua belah pihak, sehingga dalam masalah ini perlu diungkapkan secara jelas dan sebagai alamat berpindahnya hak milik dari satu ke yang lainnya, serta dalam penyebutannya (shighah) para pihak memahami maksud dari ucapan yang di jadikan akad (shighah). Perbedaan pendapat terjadi mengenai pemakaian kata-kata kinayah (kiasan) dalam jual-beli. Menurut beberapa wajah (pendapat yang paling shahih), pemakaian bahasa kiasan dibolehkan. Seperti ucapan “saya jadikan ia milikmu dengan harga begini, atau ambillah dengan harga begini, atau semoga Allah memberkahimu dengan barang itu sambil berniat jual-beli134.
132
Abdullah Aziz Muhammd Azzam, Fiqh Muamalah; Sistem Transaksi dalam Fiqh
Islam, Jakarta : Amzah, 2010., hlm. 29. 133 134
Ibid., hlm. 31.
Iibid
70
Adapun ulama yang mengatakan penggunaan shighah kinayah dalam jual-beli tidak sah, karena orang yang diajak bicara tidak tahu apakah dia diajak bicara tentang jual-beli atau yang lainnya, namun pendapat ini tertolak karena penyebutan harga atau ganti jelas menunjukan jual-beli, maka keberadaannya merupakan petunjuk akan hal itu dan jika terpenuhi semua petunjuk yang mengarah kepada akad jual-beli bisa dipastikan bahwa ia adalah akad jual-beli yang sah ,135selama memang mengandung makna jual-beli dan lainnya, dan si muaqid memahami perkataan tersebut. Dari sini bisa dilihat bahwa bagaimanapun bentuk dari jual-beli dan macamnya mengenai akad yang berkenaan dengan shighah, haruslah di sandarkan pada objek (ma‟qud alaih) yang di akadi. Seperti jual-beli dengan cara pesanan maka bentuk akadnya adalah salam, jual beli dengan mediator atau orang sewaan maka termasuk dalam akad sewa-menyewa (ijarah). Baik shighah tersebut penyebutannya secara sharih dan kinayah dengan syarat bahwa shighah haruslah jelas adapun yang menggunakan dengan ucapan kiasan maka ucapan tersebut mengandung unsur jual-beli dan para pelaku akad memahami maksud dari perkataan pada saat transaksi. Terkait dengan masalah ijab dan qabul ini, adalah jual-beli melalui perantara makelar (samsarah) di desa Keboledan yaitu seseorang yang diutus untuk menjualkan dan mencarikan barang dan pembeli atau penjual dengan adanya kompensasi atau upah. Shighah disini dimaksudkan adalah sebagai transaksi sewa jasa makelar, yang mana ucapkan tersebut digunakan untuk
135
Ibid, hlm. 32
71
memngugkapkan maksud muta‟aqidain, yakni berupa lafal atau sesuatu yang mewakilinya, sebagai sewa jasa untuk mempekerjakan dalam mencarikan bawang merah atau pembeli dan sebaliknya. Maka shighah yang ada dalam praktek tersebut adalah sebagai berikut: “saya ada barang mau di jual, dan saya hargai bawang merah ini 6(enam) rupiah136maka juallah bawang merah ini, selanjutnya terserah anda, mau jual berapa ke pembeli itu terserah anda” kemudian makelar berkata “ya”, sebagai tanda jadi137. Ucapan shighah yang semacam ini ketika penjual mengatakan pada pihak perantara (makelar) mereka (penjual, makelar dan pembeli) memahami atau dimaksudkan sebagai sewa jasa untuk menjualkan dan mencarikan pembeli. Dalam arti lain shighah yang diucapkan adalah perkataan yang menunjukan permintaan kepada makelar untuk menjualkan atau memasarkan bawang merah. Maka dalam permasalahan shighah semacam ini di dalam kitab Shahih Al-Bukhari disebutkan oleh Imam al-Bukhari .
ٍ ُ َْٔنَىْ يَسَاتٍُْ سِيْسِيٍ َٔعَطَاءُ َٔإِتْسَاِْيىُ َٔانْحَسٍَُ تِأَجْسِ انسًِْسَازَتَأْسًا َٔقَالَ ات ل َ عَثَاضٍ نَاتََأضَ أٌْ يَقُْٕلَ تِ عْ َْرَا انثَْٕبَ فًََاشَاّدَ عَهَى كَرَا َٔكَرَا فََْٕٓ نَكَ * َٔقَا َك أَْٔتَيُِْى َٔتَيُِْكَ فَهَاتَأْض َ َاتٍُْ سِيسِيٍ إِذَاقَالَ تِعُّْ تِكَرَا فًََا كَاٌَ يٍِْ زِتّْحٍ فََُٕٓن .ْى صَهَى عَهَيْ ِّ َٔسَهَ َى انًُْسْهًٌَُِْٕ عُِْدَ شُسُٔطِِٓى ُ ل انَُ ِث َ َٔقَا.ِِّت
136
Yang dimaksud 6(enam) rupiah adalah Rp 600.000,./kuintal harga ini sesuai
dengan apa yang berlaku pada saat transaksi berlangsung. Sedangkan untuk buangan kotoran untuk per kuintal adalah 7-9 kilogram. Sebagai contoh membeli 100 kilogram, berati nanti lebihannya 7-9 kilogram dan ini sudah berlaku. 137
Lihat pada bab III bagian bentuk akad dalam transaksi jual beli baang merah.
72
Artinya : Ibnu Sirin, Atha, ibrahim, dan al-Hasan menilai tidak apa-apa mengambil upah sebagai broker/makelar. Ibnu Abbas menyatakan tidak apa-apa seorang berkata: “juallah barang ini. Harga selebihnya sekian dan sekian menjadi milikmu. Ibnu Sirin menyatakan bahwa jika seorang berkata : “juallah barang ini dengan harga sekian. Jika ada kelebihan dari itu, maka menjadi milikmu atau dibagi berdua,” maka hal (akad) demikian ini boleh”. Nabi Muhammad SAW, bersabda; Muamalah orang muslim sesuai dengan syarat mereka” (HR. Bukhari).138
Hal yang sama juga disebutkan oleh para Ulama kontenporer sepeti Ahmad Mustafa, Ahmad Az-Zarqa dan Wahab Az-Zuhali, mengatakan bahwa jual-beli melalui perantara itu di bolehkan, asal antara ijab dan qabul sejalan.139 Dengan demikian maka shighah yang telah diucapkan oleh penjual kepada makelar sebagai ijab dari sewa jasa untuk mempekerjakan di bolehkan, sebab antara muakid memahami akan ucapan sebagai persewaan, selain itu juga shighah yang semacam itu berlaku dalam transaksi jual-beli bawang merah. Dalam fiqh Islam makelar atau samsarah termasuk akad ijarah yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa orang lain dengan imbalan.140 Sebelum lebih lanjut menyebutkan dasar Hukumnya baik dari al-Qur‟an dan Hadis-nya dari akad ijarah, lebih dulu penulis akan menjelaskan pengertiana ijarah itu sendiri.
138
Al-Imam Abi Abdillah Muhammad Ibnu Ismail Ibnu Ibrahim Ibnu Mughirah Ibnu
Bardazabah Al-Bukhari Al-Ja‟fiy, Shahih Al-Bukhariy Kitab Al-Ijarah, Bairut : Darul Al-Fikr, 1429H/2005M, hlm. 52 139
Nasrun Haroen, op cit., hlm.118
140
Masyfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah; Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta : Haji
Masagung, 1994, hlm. 127
73
Dalam pelafalan sehari-hari, kata ijarah tidak saja dibaca dengan hamzah berbaris dibawah (kasrah), tetapi juga bisa dibaca dengan berbaris di atas (fathah) dan berbaris didepan (dhamah). Namun demikian, pelafalan yang paling populer adalah dengan berbaris dibawah (al-ijarah). Secara bahasa ia digunakan sebagai nama bagi al-ajru yang berarti imbalan terhadap suatu pekerjaan “ًّاٌع
ٍٝاٌدضاءع
“ dan pahala “اةٛ”اٌث.
141
dalam bentuk lain,
kata ijarah juga bisa dikatakan sebagai nama bagi al-ajru yang berarti upah atau sewa “اٌىشاء.”
142
yaitu ganti “ضٛ”اٌع
selain itu, arti kebahasaan lain dari al-ajru tersebut,
143
, baik ganti itu diterima dengan didahului oleh akad
atau tidak. Dalam perkembangan kebahasaan berikutnya, kata ijarah itu dipahami sebagai akad “”اٌعمذ, yaitu akad (kepemilikan) terhadap berbagai manfaat dengan imbalan “ض ٍ َٛ ِث ِع manfaat dengan imbalan “
اٌَّ َٕبفِ َعٍَٝع َ ٌ”اٌعَمْذ144 atau akad kepemilikan
ض ٍ َٛ ه إٌَّْ َف َع ٍخ ِث ِع َ ْ١ٍِّْ“ َر.145 Dari dua pengertiaan ini
bisa ditarik bahwa ijarah adalah transaksi yang digunakan untuk akad pemilikan manfaat atau dalam kata lain adalah transaksi pada kemanfaatan 141
Achmad Sunarto, Terjemah Fat-hul Qorib jilid 1, Surabaya : Al-Hidayah, 1991,
hlm. 426. Lihat juga: Muhammad bin Mukarom bin Manzhur, Lisan al-„Arab Juz 4, Beirut: Dar Shadir, t.th., hlm. 10. 142
Lihat (trjm) Ali As‟ad, op cit, hlm. 297
143
Ibid, hlm. 286
144
Lihat Achmad Sunarto, ibid., hlm. 426
145
Lihat Asy-Syaikh Jalaludin Muhammad bin Ahmad Al-Mahalliy, Khasyiyat
Qulyubiy Wa „Umayrah Jus 3, Beirut : Dar Al-Fikr, t.th, hlm. 68
74
yang berasal dari makhluk atau benda bergerak, seperti manusia, hewan atau kapal (kendaraan). Atau bisa dikatakan bahwa ijarah digunakan terhadap manfaat yang muncul dari makhluk yang berakal (manusia), rumah, kendaraan dan sebagainya. Ulama Hanafiyyah mendefinisikan ijarah dengan ringkas saja. Definisi yang mereka kemukakan rata-rata tidak terlalu berbeda dengan pengertian ijarah secara bahasa. Menurut mereka, ijarah adalah akad terhadap manfaat dengan imbalan “ ض ِ ِٛ ِث ِع
اٌ َّ َٕبفِ ِعٍَٝع َ ٌعمْذ َ ”146.
Ulama Malikiyyah dan Hanabila secara tegas mengatakan bahwa pada hakikatnya ijarah adalah jual-beli manfaat “ pengertian ijarah menurut mereka adalah
ٍَضِٛ” ِثع147
“pemilikan
terhadap
ع١”ِٕفعخ ث.
Karena dalam
ٍَ ٍُْْٛئٍ ُِجَبزَخٍ ُِذَ َح َِع١ْ َْهَ ََِٕبفِعِ ش١ٍَِّْر
berbagai
manfaat
sesuatu
yang
mubah(dibolehkan) untuk jangka waktu tertentu dengan adanya imbalan”. Shingga dari definisi ulama Maliki tersebut penulis dapat melihat bahwa yang di maksud mereka adalah pemilikan terhadap sesuatu yang jelas untuk waktu yang jelas dengan imbalan yang jelas. Sedangkan menurut ulama Syafi‟iyah, seperti yang disebutkan alMalibariy, ijarah identik dengan jual-beli. Sedang al-Baijuriy menyebutnya sebagai salah satu jenis jual-beli. Ia (al-Malibariy) menyebutnya sebagai “pemilikan terhadap manfaat dengan syarat-syarat tertentu”
146 147
Lihat Nasrun Harun, bab ijarah, op cit, hlm. 228
Lihat nasrun harun, pe cit, hlm. 229
ه َِْٕ َف َع ٍخ ُ ْ١ٍَِّْر
75
غ ٍ ْٚش ُش ُ ض ِث ٍ َٛ ِث ِع
“
148
. Sedangkan secara definitif mereka para ulama
mengartikan ijarah dengan apa yang diutarakan oleh Al-Baijuriy:
ٍَ ٍُْْٛض َِع ٍ َٛ اٌْ ِئ َثبزَ ِخ ِث ِعَٚ ي ِ ْْ َد ٍح َلبثٍَِ ٍٗ ٌٍِْ َجزٛص ُ ْْ َِ ٍخ َِمٍُْٛ َِْٕ َف َع ٍخ َِعٍََٝعمْذ ع َ Artinya : “Suatu bentuk akad (transaksi) terhadap manfaat yang telah di maklumi (spesifik),disengaja dan bisa diserahterimakan serta boleh dengan imbalan yang jelas”149 Dengan melihat definisi tersebut maka penulis menagkap inti dari pengertian menurut ulama Syafi‟iyah bahwa ijarah merupakan bagian dari jual-beli, karena ia merupakan akad peralihan kepemilikan antara pihak-pihak yang berakad. Dalam hal ini manfaat (non-material) menempati posisi yang sama dengan benda-benda material lain. Manfaat itu sendiri merupakan objek yang sah dan dapat dimiliki, baik pada waktu masih hidup maupun sudah mati. Konsekwensinya, ketika manfaat itu rusak, maka pihak yang merusaknya berkewajiban menggantikannya, imbalan (harga) manfaat itu bisa berbentuk materi tunai dan juga bisa berbentuk utang. Penamaannya dengan ijarah sendiri sesungguhnya tidak menunjukkan bahwa ia bukanlah jual-beli. Penamaan itu merupakan pengkhususan terhadap akad jual-beli yang lain seperti sharf dan salam. Dari berbagai pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah atau sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership) atas barang itu sendiri. Transaksi ijarah didasarkan pada adanya perpindahan 148
Lihat (trjm) Aliy As‟ad, Fathul Mu‟in, hlm. 286
149
Lihat Al-Baijuriy, op cit, hlm. 93. Lihat juga Nasrun Harun, hlm. 228
76
manfaat. Pada prinsipnya ia hampir sama dengan jual-beli. Perbedaan antara keduanya dapat dilihat pada dua hal utama. Selain berbeda pada objek akad; dimana objek jual-beli adalah barang kongkrit, sedang yang menjadi objek pada ijarah adalah jasa atau manfaat, antara jual-beli dan ijarah juga berbeda pada penepatan batas waktu, dimana pada jual-beli tidak ada pembatasan waktu untuk memiliki objek transaksi, sedang kepemilikan dalam ijarah hanya untuk batas waktu tertentu. Untuk memberi gambaran yang komprehensif dan alasan dalam masalah ini penulis mengatakan ijarah sama dengan makelar pada prakteknya yaitu kepemilikan manfaat, dimana ijarah dilakukan pada waktu atau batas tertentu demikian juga pada samsarah (makelar), ketika seorang makelar bekerja kepada pengguna jasa makelar dengan kompensasi upah sehingga ketika batas yang sudah ditentukan maka makelar yang dipekerjakan tidak lagi bekerja atasnya, terkecuali jika dilakukan akad kembali sehingga ada ikatan. Dengan kata lain pemanfaatan jasa seorang makelar ketika sudah habis batas waktu yang telah ditentukan maka pengguna jasa tersebut berkewajiban memberi uang imbalan atau upah atas jasanya. Demikian juga ijarah yang bertujuan memiliki manfaat dengan imbalan. Melanjutkan dari permasalahan di atas, yaitu makelar termasuk akad ijarah, maka hal ini didasarkan pada landasan Hukum Islam yang dapat dilacak baik dari al Qur‟an dan Hadist Nabi SAW. Didalam surat Al-Baqarah ayat 233 disebutkan tentang izin terhadap seorang suami memberikan imbalan
77
materi terhadap perempuan yang menyusui anaknya. Untuk lebih jelasnya ayat tersebut sebagai berikut :
ُْْ َز١َْىُُْ إِرَا عٍََّْزُُْ َِبآر١ٌٍَََْبدَوُُْ فٍََبخَُٕبذَ عْٚاَأَُٛإِْْ أَسَدْرُُْ أَْْ رَغْزَشْظِعٚ ف ِ ِْٚثبٌْ َّعْ ُش Artinya; ...Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut......(QS- Al-Baqarah 233)150
Yang kemudian dipertegas
ََٓ٘سْٛ َُُْ٘ٓ أخُٛفَئِْْ أَسْظَعَْٓ ٌَىُُْ فَآر Artinya : “kemudian jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah pada mereka upahnya” (QS. Ath-Thalaq 6)151
Penggunaan kata
الخٕبذ
dalam ayat itu menunjukan bahwa
dibolehkan mengupah seseorang untuk menyusukan anak. Selain berbicara tentang upah dalam menyusukan, al-Qur‟an juga menyebutkan bahwa ijarah (jasa upahan) juga dapat dijadikan sebagai mahar dalam pernikahan. Hal itu pernah dilakukan oleh Nabi Syu‟aib ketika menikahkan putrinya dengan Nabi Musa, seperti disebutkan dalam surat al-Qashash ayat 27 berikut;
ْْح َف ِئ ٍد َز ِ ٟ َ ِٕ َّ ْ َثِٟٔ خ َش ُ ْ أَْْ َرؤٍَٝع َ ٓ ِ ْ١ َ٘ َزٟ َ اثْ َٕ َزٜه ِإزْ َذ َ س َ ْ ُذَأْْ ُأْٔ ِى٠ْ ُأ ِسَّٟٔلبيَ ِإ ِِْٓ ُشبءَاهلل َ ْْْ ِإِٟٔ ْدذ ِ ع َز َ ه َ ْ١ٍَع َ ك َش ُ ْ ُذَأْْ َأ٠ َِبُأ ِسَٚ ن َ عْٕ ِذ ِ ِّْٓ َعشْ ًشا ف َ ذ َ َّّْ َْأر ٓ َ ْ١س ِ ٍَِاٌص 150
Departemen Agama, al-Qur‟an dan Terjemahannya, op cit., hlm. 57.
151
Departemen Agama RI, ibid, hlm. 946
78
Artinya; „berkatalah dia (syu‟aib): “sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.” (QS. Al-Qashash 27).152 Nabi Muhammad SAW sendiri, selain banyak memberikan penjelasan tentang anjuran, juga memberikan teladan dalam pemberian imbalan (upah) terhadap jasa yang diberikan seseorang. Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhariy, Muslim, dan Ahmad dari Anas bin Malik menyuruh memberikan upah kepada tukang bekam. Hadist tersebut berbunyi :
َ اهللٟ َظ ِ ه َس ٍ ٌِٓ َِب ِ ْظ ث ِ َٔ عْٓ َأ َ ٍْذ١َُّْعُفَ أَخْجَشََٔب َِبٌِهُ عَْٓ زُٛ٠ ُْٓعَجْذُاهللِ ث ِِْٓ ٍَعٍََُ فَؤََِشٌََُٗ ثِصَبعٚ ِْٗ١ٍَْ اهللُ عٍََٝيَ اهلل صٛع ُ ْ َج َخ َس١ؼ َ ْٛد َُ َأ ُث َز َ َعْٕ ُٗ َلبي َ )ٞاٖ اٌجخبسٚشاخِ ِٗ (س َخ َ ِِْْٓاٛخ ِف ُف َ ٠ُ َْْأََِشََأٍَْ٘ ُٗ َأٍٚرَّْش Artinya;“Abdullah bin Yusuf diceritakan Malik dari Khumaid dari Anas bin Malik ra., ia berkata : Rasulallah SAW berbekam dengan Abu Thayibah. Kemudian beliau menyuruh memberinya satu sha‟ gandum dan menyuruh keluarganya untuk meringankannya dari beban kharaj”. (HR. Al-Bukhariy).153 Hadis yang populer dalam masalah ini yaitu upah yang berkenaan dengan mempekerjakan orang samsarah (makelar) adalah hadist yang berisi perintah Nabi untuk membayar upah pekerja sebelum keringatnya kering. Hadist tersebut adalah sebagai berikut : 152
Departemen Agama Al Qrandan Terjemahannya, Ibid, hlm. 613.
153
Tim Penyusun Al-Bayan, Shahih bukhari Muslim, Bandung : Jabal, 2008, hlm.
284. Selanjutnya lihat, Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibni AlMughirah Bardazabah Al-Bukhari Al-Ja‟fi, Shahih al-Bukhari Kitab al-Buyu‟, Bairut : Darul AlFikr, 1419H/2005M, hlm. 16
79
َُ ٍَع َ َٚ ِٗ ْ١ٍَع َ ُ اهللٍََٝي اهلل ص ُ ْٛع ُ َلبيَ َس: ََُّب َلبيََْٕٙ اهلل عٟظ ِ َع َّ َش س ُ ٓ ِ ْعَِٓ اث )ٗاٖ إثٓ ِبخٚع َش لُ ُٗ (س َ ف َ د ِ ٠َ ًْْ َأ َ ْْ َش َأخْ َش ُٖ َلج١خ ِ اٌْ َؤٛؽ ُ ُْأع Artinya : “dari Ibnu Umar ra, ia berkata; telah bersabda Rasulallah; berikanlah upah pekerjaan sebelum keringatnya kering” (HR. Ibnu Majah)154
Pernyataan selanjutnya pun di katakan oleh Al-Malibariy
ص َف ًخ ِ َٚ غب ً ْٕخ ِ َٚ ٓ َلذْ ًسا ِ ْ٠ْ ُٔ ُٗ َث َّ ًٕب َِعٍُْ ٍُ ٌٍِْ َعبلِ َذٛر َو َص َ خبسَ ُح ِث َؤخْ ٍش َ ر اٌْ ِئ ُص ِ ِإَٔ َّب ُرَٚ ِِاٌزّ َِخَِْٚٓ أ١َ إِخَبسَحِ اٌْعٝ َٕ ُز ُٗ ِف٠َ ِإٌَب َو َفذْ ُِ َعبَٚ اٌزّ َِ ٍخِٝإْْ َوبَْ ِف Artinya : “dan sahnya ijarah itu adalah dengan adanya sewa atau upah yang berwujud sesuatu yang sah sebagai harga yang diketahui oleh kedua pihak yang berakad, baik itu ukurannya maupun jenis dan sifatnya, baik berupa bon/uang muka, kalau tidak maka cukup tertunjukannya dalam penyewaan barang kontan atau yang masih dalam tanggungan”.155 Berdasarkan dari ayat al-Qur‟an dan hadist diatas maka menyewa seseorang untuk menyusukan anak, menyewa jasa pekerjaan yang kemudian di jadikan sebagai mahar dalam pernikahan, menyewa jasa untuk berbekam, sampai dengan adanya upah adalah boleh hal ini sesuai dengan ayat yang terdapat diatas. Karena faedah yang di ambil dari sesuatu dengan tidak mengurangi pokoknya (asalnya) sama artinya dengan manfaat (jasa), dan yang
154
Al-Imam Ibnu Al-Fadl Ahmad Ibnu Ali Ibnu Hajar Al-Asqolani, Buluhul Marom,
Bairut : Darul Al-Fikr, 1419 H/ 1998 M, hlm. 161. 155
Asy-Syaikh Al-Allamah Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibariy (selanjutnya
disebut Al-Malibariy), Fathul Mu‟in, Al-Allamah Abiy Bakr Al-Masyhuri Bi Sayid Al-Bakriy Ibn As-Syayid Muhammad Syatha Ad-Dimyatiy, I‟ana At-Thalibin Juz 3, Bairut : Dar Al-Fikr, 1426H/2005M., hlm. 137. Lihat (Trjm) Ali As‟ad, Fathul Mu‟in, Kudus : Menara Kudus, tth., hlm. 286.
80
lebih penting adalah ketika pekerja sudah memberikan manfaat kepada orang yang memakai jasanya di haruskan memberikan upah, karena upah merupakan hak yang wajib ditunaikan setelah pekerjaan tersebut selesai dilaksanakan. Demikian halnya samsarah (makelar) yang mana ia menawarkan jasa kepada para pengguna sehingga setelah jasa dari kemanfaatan pekerjaan itu sudah selesai dilakukan maka makelar tersebut pun berhak atas upah yang harus diberikan dari pengguna jasa makelar. Oleh karena dalam permasalahan makelar atau samsarah adalah termasuk/tergolong akad ijarah, maka jasa pekerjaan yang dilakukan makelar dengan kompensasi atau upah atas sewa jasa pekerjaannya. Termasuk akad ijarah dalam bentuk kemanfaatan jasa pekerjaan. Penulis kutip dari Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah AtTuwaijiri didalam Ensiklopedi Islam Kamil karangannya beliau membagi ijarah kedalam dua kelompok yaitu : 1) Sewa terhadap sesuatu yang jelas diketahui, seperti perkataan “aku sewakan kepadamu rumah ini atau mobil ini dengan harga sekian” 2) Sewa terhadap suatu jasa perbuatan yang diketahui dengan jelas, seperti menyewa buruh untuk membangun dinding, atau menggarap tanah dan lai sebagainya156 Pendapat Ibnu Rusyd ia mengatakan bahwa, para ulama sepakat mengenai persewaan atau sewa-menyewa ada dua macam: pertama, adalah persewaan terhadap manfaat barang yang kongkrit, dan kedua adalah
156
Syaikh muhammad op cit., hlm. 936
81
persewaan terhadap manfaat-manfaat yang ada pada tanggungan atau manfaat pekerjaan.157 Dari kedua bagian yang di kemukakan oleh kedua tokoh diatas maka makelar (samsarah) termasuk ijarah dalam bentuk non-material (diketahui akan kemanfaatanya setelah makelar tersebut menjalankan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya), atau ijarah pada jasa pekerjaan. Selanjutnya, kalau pada jenis pertama ijarah bisa dianggap terlaksana dengan penyerahan barang yang disewa kepada penyewa untuk dimanfaatkan, seperti menyerahkan rumah, toko, kendaraan, pakaian, perhiasan dan sebagainya untuk dimanfaatkan penyewa. Sedangkan pada jenis kedua ijarah baru bisa dianggap terlaksana kalau pihak yang disewa (pekerja) melaksanakan tanggung jawabnya melakukan sesuatu, seperti membuat rumah yang dilakukan tukang, mempertemukan penjual dan pembeli untuk melangsungkan transaksi dan mencarikan barang untuk calon pembeli, mencarikan pembeli untuk penjual yang dilakukan makelar (samsarah) dan lai sebagainya. Oleh sebab itu dengan diserahkannya barang dan dilaksanakannya pekerjaan tersebut, pihak yang menyewakan (pekerja) baru berhak mendapatkan uang sewa atau upah.
157
Al-Faqih Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rusyd,
Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, (trjm) Imam Ghozali & Achmad Zainudin, Analisis Fiqih Para Mujtahid, Jakarta : Pustaka Amani, 2002, hlm. 83
82
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Maka akhirnya, dari deskripsi dan uraian panjang diatas dapat penulis simpulkan sebagai berikut : 1. Dari praktek makelar yang ada didesa keboledan, maka Hukum Islam (Fiqh) mengatakan Sah menyewakan/menyewa jasa pekerjaan makelar yang ada nilai harganya, yang diketahui barang dan ukuran maupu sifatnya. Dalam hal ini yang tidak termasuk ada nilai harganya yaitu barang yang tidak terdapat nilai harga, maka yang demikian ini tidak sah,
yaitu
menyewa tukang menjual (makelar) untuk mengucapkan satu patah dua kata menurut beberapa pandangan ulama (wajah), sekalipun terdapat ijab qabul dan sekalipun melariskan dagangan, karena dua patah kata tidak ada nilai harganya, dan ucapan tersebut tidak ada atau tidak memiliki nilai ekonomis. Ketidaksahannya menyewa makelar/samsarah adalah tertentu yaitu untuk barang jual yang telah mempunyai harga tetap di suatu daerah, misalnya roti. Lain halnya dengan budak dan pakaian, dimana harganya selalu berubah-ubah sasuai siapa yang membeli (yang bertransaksi). Maka untuk menjualnya dengan lebih bermanfaat hanyalah secara khusus
82
83
bisa dilakukan oleh tukan menjual yaitu makelar. Oleh karena itu, maka menyewa jasa makelar umtuk memasarkannya dianggap sah. Sekiranya penyewaan makelar itu tidak sah(tidak berhasil dalam memasarkan) adanya, maka jika makelar tersebut menjadi lelah dikarenakan mondar-mandi dalam memasarkan barang itu adalah berhak menerima gaji sepatutnya, kalaupun tidak
maka tidak berhak
menerimanya. 2. Dan dari shighah (Ijab dan Qabul) penjual/pembeli dan makelar dari aplikasinya yang menunjukan dan mengandung maksud sewa jasa makelar, maka hal tersebut termasuk akad IJARAH yaitu transaksi atas suatu manfaat yang mubah, berupa barang tertentu atau yang dijelaskan sifatnya dalam tanggungan dalam waktu tertentu, atau transaksi atas suatu pekerjaan yang diketahui dengan upah yang di ketahui pula. Ijarah ada dua macam yaitu pertama, Sewa terhadap sesuatu yang jelas diketahui, seperti perkataan “aku sewakan kepadamu rumah ini atau mobil ini dengan harga sekian”. Kedua, Sewa terhadap suatu jasa perbuatan yang diketahui dengan jelas, seperti menyewa buruh untuk membangun dinding, atau menggarap tanah dan lain sebagainya Maka dari sini pekerjaan/perbuatan atau jasa makelar termasuk ijarah dalam bentuk yang kedua yaitu akad ijarah yang berupa sewa jasa berupa pekerjaan makelar dalam mediator jual beli bawang merah.
84
B. Saran Saran Ada beberapa hal yang perlu dan patut penulis berikan saran pada penulisan akhir skripsi ini diantaranya sebagai beerikut : 1. Kepada para pelaku (penjual, pembeli dan makelar) hendaknya mengetahui masalah fiqh agar memiliki loyalitas yang tinggi terhadap prakteknya sehingga bisa terjauh dari hal-hal yang dilarang oleh agama. Yang mana makelar sebagai sarana atau media untuk mempermudah jalannya transaksi dan solusi untuk menjawab kebutuhan dalam kehidupan sosial. 2. Kepada para Makelar yang dipercaya masyarakat sebagai jembatan penghubung dalam transaksi, agar selalu menjaga integritas serta selalu aktif dalam melayani keluhan masyarakat didalam masalah jual-beli bawang merah, dan lebih konsekuen dalam menjaga amanat sebagai orang yang dipercaya.
C. Penutup Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada kehadirat illahi rabbi Allah SWT, yang telah memberikan karunia berupa rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya serta inayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa adanya hal yang memberatkan bagi penulis. Sudah menjadi kewajiban bagi manusia, bila dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekuarangan dan skripsi ini adalah hasil maksimal dari penulis, sehingga dalam penyajian skripsi ini tentunya terdapat kekurangan
85
yang harus di benahi. Oleh karena itu harapan penulis kiranya ada kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan hasil karya ilmiah ini. Akhirnya kepada para pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung, serta moril dan spirituil penulis ucapkan banyak terimakasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Amin …………… Wassalamualaikum Wr. Wb….
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Bin Muhammad Ath-Thayyar, et al. Ensiklopedi FIQIH Muamalah Dalam Pandangan 4 Madzhab, Yogyakarta : Maktabah Al Hanifah, 2009 Abdurrahman Syekh as sa’di, et al, Fiqih Jual Beli, Jakarta : Senayan Publishing, Cet ke 1, 2008. Afandi M. Yazid, Fiqh Muamalah; dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syari’ah, Yogyakarta : Logung Pustaka, 2009 Al Khafid ibnu Khajar Al asyqolani, Bulughul Maram, Bairut : Darul Al-Fikr, 1419 H/1998 M As’ad Aliy, Tarjamah Fathul Mu-in, Jilid 2, Kudus : Menara Kudus, 1979. Ashofa Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, Cet ke-3, 2001. Azzam Muhammad Abdul Aziz, Fiqh Muamalat; Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam, Jakarta : Amzah, Cet ke-1, 2010. Bakri, Sayyid bin Sayyid Muhammad Assyatha ad-Dimyathi, I’anat At-Tholibin, jilid 3, Bairut : Darul As-Shasha, 1426H/2005M. Bisri, Moh. Adib, Tejamah Al-Faraidul Bahiyyah Risalah Qawa-id Fiqh, Kudus : Menara Kudus, 1977. Bungin, Burhan, Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya, Jakarta : kencana, Cet ke-3, 2009. Chapra, M. Umer, Reformasi Ekonomi; Sebuah Solusi Persepektif Islam, Jakarta : Bumi Aksara, Cet ke 1, 2008. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Surabaya : Al-Hidayah, 1998. Departemen pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua, Jakarta : Balai Pustaka, 1991 Djazuli.A, Kaidah Kaidah FIKIH: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis, Jakarta : kencana, Cet ke2, 2007.
Djuwaini Dimyaudin, Pengantar Fiqh Mu’amalah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008 Haroen Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama, Cet ke-2, 2007. Hasan M. Ali, Berbagai macam Transaksi dalam Islam, (Fiqh Mu’amalah), ed.1, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Cet ke-2, 2004 http://bisnisukm.com/bisnis-makelar-peluang-usaha-potensial-html Ibrahim , Syaikh Al-Baijuriy, Khasiyah Syaikh Ibrahim Al-Baijuriy ‘ala Syarah Al-Alamathi Ibnu Qasim Al-Ghaziy ala Matan Asy-Syaikh Abi Suja’, Juz 2 Bairut : Darul Al-Fikr, 1425-1426H/2005M. J. Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Pemaja Rosdakarya, Cet ke-24, 2007. Majalah As-Sunnah Edisi 03/IX/1426H/2005M Muhammad, & Fauroni Lukman, Visi Al Qur’an Tentang Etika dan Bisnis, Jakarta : Salemba Diniyah, 2002 Muhammad, Tengku, Ash-Shidieqy, Hasbi, Pengantar Fiqh Muamalah; Membahas Hukum Pokok dalam Interaksi Sosial-Ekonomi, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2009. Pasaribu Chairuman, K. Lubis Suhrawardi, Hukum Perjanjian dalam Islam, Jakrta : Sinar Grafika, ke-2, 1996. Sabiq sayyid, Fikih Sunnah 12, Bandung : PT Al Ma’arif, Cet ke-20, 1987. Sabiq Sayyid, Fikih Sunnah 13, Bandung : PT Al Ma’arif, Cet ke-20, 1987. Sugiono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, Cet ke-4, 2008. Sunarto Achmad, Terjemah Fat-hul Qarib, Jilid 1, Surabaya : Al-Hidayah, 1991. Syafi’I Antonio Muhammad, Bank Syari’ah dari teori ke praktek, Jakarta : gema Insani, Cet Ke-1, 2001. Muhammad Syaikh al-allamah bin Abdurrahman Ad-Dimasqi, Fiqih Empat Madzhab, Bandung : Hasyimi, cet ke-13, 2010 Muhamma Syaikh bin Ibrahim bin Abdullah AtTuwaijiri, Ensiklopedi Insan AlKamil, Jakarta : Darus Sunnah, 2011
Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2008. Zuhaili Wahbah, Fiqih Imam Syafi’i; Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, Jilid 1 & 2, Jakarta : Almahira, Cet ke-1, 2010. Ya’qub Hamzah, Kode Etik Dagang Menurut Islam : Pola Pembinaan Hidup dalam Perekoonomian, Bandung : CV. Diponegoro, 1992
Lampiran TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTK MAKLAR JUAL BELI BAWANG MERAH ( studi kasus di Desa Keboledan Wanasari Brebes ) Transkip wawancara dengan Makelar di Desa Kboledan. 1. Sudah berapa lama anda menekuni profesi sebagai Makelar? 2. Bagaimana tugas dan fungsi makelar dalam jual beli bawang merah? 3. Bagaimana proses praktek makelar dalam jual-beli bawang merah secara umum? 4. Ada berapa tahapan bagi seorang makelar mulai dari menerima sampai seorang makelar mendapatkan upah atas jasa pekerjaannya? 5. Bagaimana dan seperti apa bentuk akad dalam transaksi jual-beli bawang merah prihal sewa jasa makelar? 6. Bagaimana akibat dari akad tersebut? 7. Kepada siapa seorang makelar mencarikan bawang merah guna memenuhi pesanan ? 8. Jika saudara mencarikan bawang merah guna memenuhi pesanan, apakah ada kendala pada waktu mencari barang tersbut? 9. Bila anda tidak mendapatkan barang yang diminta, maka bagai mana solusinya? apakah tetap saudara mendapatkan upah? 10. Bagaimana upah yang didapat seorang makelar, ketika suadah memenuhi permintaan? 11. Ada berapa jenis bawang merah yang sering di transaksikan? 12. Kapan berakhirnya sewa jasa makelar dalam mencari bawang merah? 13. Berapa lama makelar disewa/berapa lama waktu dalam mencari bawang merah?
Transkip Wawancara dengan pengguna jasa makelar 1. Sudah berapa lama anda menggunakan jasa makelar untuk menjualkan atau memasarkan dan mencarikan bawang merah? 2. Faktor apa yang menjadikan anda memakai jasa tenaga makelar dalam menjualkan dan memasarkan bawang merah? 3. Adakah
kendala
apabila
ketika
jual-beli
bawang
merah
tidak
menggunakan jasa makelar? 4. Apa yang anda ketahui mengenai makelar dalam jual-beli bawang merah? 5. Setiap kali anda menjual atau membeli bawang merah, apakah selalu menggunakan jasa makelar ? 6. Bagaiman bentuk akad jual-beli dengan menggunakan jasa makelar sebagai sewa jasa? 7. Bagaimana proses jual-beli bawang merah dengan menggunakan jasa makelar? 8. Berapa upah yang diberikan kepada makelar ketika mendapatkan barang yang di cari? 9. Apakah upah sbagai sewa jasa maklar di tentukan di awala akad? 10. Bagaimana bila terjadi hal ketika makelar tidak mendapatkan bawang merah, apakah makelar tetap mendapatkan upah sebagai sewa jasa makelar? 11. Berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam mencarikan barang dari seorang penjual dan pembeli? 12. Kapan transaksi itu berakhir? 13. Ada berapa jenis bawang merah yang sering di transaksikan atau di perjual-belikan?
Nama Responden No.
Nama Responden
Keteranagan
1
Ajo
Makelar
2
Ghoni
Pembeli
3
H. Juli
Pemilik Lapak/bos bawang merah
4
Harjo
Buruh songgol
5
Kanapi
Makelar
6
Khumed
Petani
7
Lani
Pemilik lapak
8
Limi
Petani/makelar
9
Sofyan Syarif
Petani/Mandor
10
Tarwid
Makelar
11
Ubin
Mandor/petani
FOTO PENELITIAN
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap
: Aksan Zamzami
NIM
: 072311049
Fakultas
: Syari’ah
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Brebes, 30 Mei 1986 Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Makmur No.1 RT/RW 06/01, Keboledan Wanasari Brebes
Pendidikan
:
-
SDN 03 Keboledan Lulus Tahun 1998
-
SLTP Ma’arif NU 02 Wanasari Lulus Tahun 2001
-
SMA N 01 Kec. Larangan Lulus Tahun 2006
-
Jurusan Hukum Ekonomi Islam (Muamalah) Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Semarang, 11 Juni 2012
Akhsan Zamzami NIM 072311049
BIODATA DIRI
Nama Lengkap
: Akhsan Zamzami
Tempat, Tanggal Lahir
: Brebes, 30 Mei 1986
NIM
: 072311049
Jurusan
: Hukum Ekonomi Islam
Fakultas
: Syari’ah
No. Hp
: 085866664336
Nama Orang Tua Bapak
: A. Syarifudin
Pekerjaan
: Petani
Ibu
: Tobi,ah
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Alamat
: Jl. Makmur No. 1 RT/RW 06/01 Keboledan Wanasari Brebes
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenar-benarnya, untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Semarang, 11 Juni 2012
Akhsan Zamzami NIM. 072311049