TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS JUAL BELI ARISAN DI DESA WARU KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG
Skripsi Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu syari‟ah
Oleh : PURWANTO 082311066
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012
2
DEPARTEMEN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG FAKULTAS SYARI’AH
GO W A L IS O N SEM ARAN G
I A IN
Alamat: Jl. Prof. Dr. Hamka Km. 2 (Kampus III) Telp/Fax : 024-7614454 Semarang 50185
PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eks. Hal : Naskah Skripsi A.n Sdra. Purwanto Assalamu‟alaikum Wr. Wb. Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya kirim naskah Saudara: Nama
: Purwanto
NIM
: 082311066
Jurusan
: Muamalah
Judul
:TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS JUAL BELI ARISAN DI DESA WARU KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG
Dengan ini saya mohon kiranya naskah tersebut dapat segera dimunaqosahkan. Demikian harap menjadikan maklum adanya. Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.
Semarang, Pembimbing I,
Drs. H. Ghufron Ajib, M. Ag. NIP. 19660325 199203 1 001
Pembimbing II,
Maria Anna Muryani, S.H., M.H. NIP. 19620601 199303 2 001
3
4
DEKLARASI
Bimillahirroahmanirrohim Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis mengatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidakberisi satupun pemikiran-pemikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam refrensi yag dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 11 Juni 2012 Deklarator,
Purwanto NIM. 082311066
5
MOTTO
Artinya: “dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. (Q.S AlBaqarah: 280)
Artinya:
“Dan Barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (Q.S An Nisaa‟: 30)
6
ABSTRAK Pelaksanaan arisan yang dilakukan oleh masyarakat desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang ini bermula pada kumpulan ibuibu yang sedang berkumpul dan melakukan pembicaraan tentang obrolanobrolan ringan mengenai keuangan rumah tangga mereka masing-masing. Ketika mereka lagi melakukan kegiatan rutinitas setiap paginya yaitu melakukan belanja untuk keperluan dapur. Rumusan masalah dalam penelitian ini ada dua yaitu tentang pelaksanaan jual beli arisan yang terjadi di desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang dan juga bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap kasus jual beli arisan di Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Dalam melakukan jual beli arisan ini dilakukan dengan adanya kata sepakat diantara kedua belah pihak yang bersangkutan sehingga tidak ada unsur paksaan. Adapun tujuan melakukan pembelian arisan ini yaitu dengan dasar ingin membantu masyarakat yang mengalami kesulitan dalam menjalankan perputaran ekonomi. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field reseach) yaitu mengumpulkan data yang dilakukan dengan penelitian di tempat terjadinya segala yang diselidiki. Mengenai waktu dan tempat penelitian dilakukan di Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dan observasi guna menjawab permasalahan pertama dan permasalahan kedua. Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan, pertama pelaksanaan jual beli arisan di desa Waru ini tidak sah karena tidak ada objeknya, dan seharusnya menggunakan ijab qabul hutang piutang. Kedua, hutang piutang ini termasuk dalam kategori riba, karena adanya kelebihan pembayaran atas barang yang dibayarkan secara bertempo. Harga kelebihan ditentukan sebelumnya oleh kedua belah pihak yang jelas-jelas terdapat kelebihan dalam pembayarannya. Akad yang digunakan tersebut juga bukanlah akad jual beli pada umumnya, akan tetapi akad tersebut menyerupai bahkan cenderung sama dengan akad utang-piutang yang terdapat tambahan dalam pengembaliannya. Disamping itu jual beli tersebut juga menyerupai dengan jual beli hutang-piutang yang tersebut dalam hadits nabi dan para ulama‟ jelas-jelas sepakat melarang hal tersebut.
7
PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati skripsi ini penulis persembahkan kepada : Kedua orang tua Bapak Jarin dan Ibu Umikatun atas cinta dan kasih sayang serta do’anya dan atas segala dukungan yang diberikan, baik secara moril maupun materiil dengan tulus ikhlas demi kesuksesan putra tercinta Saudari-saudariku tercinta adik Jefri Febriana Wulandari dan Adik Yunita Ayu Ristiana atas segala perhatian dan dukungan selama ini,memberi semangat penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi ini Orang terdekatku saat ini yang terkasih dan tercinta Fuzi Rahmawati atas segala pengorbannya dan segala perhatiannya sehingga penulis menjadi lebih semangat dalam hidup dan dalam penulisan skripsi ini Semua orang yang mendukung dan ikhlas membantu penulis...
8
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim. Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berbentuk skripsi ini yang berjudul: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS JUAL BELI ARISAN DI DESA WARU KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG sesuai dengan waktu yang telah direncanakan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang selalu membantu perjuangan beliau dalam menegakkan Dinullah di muka bumi ini. Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Karena penulis yakin tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Disamping itu, izinkan penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1.
Allah SWT yang Maha Esa
2.
Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang
3.
Dekan Fakultas Syariah Dr. H. Imam Yahya, M.Ag, serta pembantu dekan Fakultas Syariah dan para staf di IAIN Walisongo Semarang
4.
Bapak Drs. H. Ghufron Ajib, M.Ag. dan Maria Anna Muryani, S.H., M.H. yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5.
Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah yang telah memberikan ilmunya kepada penulis, semoga Bapak dan Ibu dosen selalu dalam rahmat dan lindungan Allah SWT. Sehingga ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat dikemudian hari.
6.
Ungkapan terima kasih dan penghargaan yang sangat spesial penulis haturkan dengan rendah hati dan rasa hormat kepada kedua orang tua penulis yaitu Bapak Jarin dan Ibu Umikatun yang tercinta dan terkasih, serta adik penulis
9
yang dengan segala pengorbanannya tidak akan pernah penulis lupakan atas jasa-jasa mereka. Doa restu, nasihat dan petunjuk dari mereka kiranya merupakan dorongan moril yang paling efektif bagi kelanjutan studi penulis hingga saat ini. 7.
Kawan-kawanku Mahasiswa IAIN Walisongo terutama teman-teman kost yang selalu membantu dan mensuport penulis.
8.
Seseorang terdekat dan terkasih Fuzi Rahmawati, yang selalu memberi bantuan dan dukungan setiap hari kepada penulis sehingga terjadi penyelesaian skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapatkan balasan pahala dari rahmat Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk penelitian lanjutan di masa mendatang. Semoga apa yang telah ditulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin ya Rabbal alamin.
Semarang, 11 Juni 2012 Penulis,
Purwanto NIM. 082311066
10
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN Sesuai dengan SKB Menteri Agama RI, Menteri Pendidikan dan Menteri Kebudayaan RI No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987 Tertanggal 22 Januari 1988 A. Konsonan Tunggal Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Nama
ا
alif
tidak dilambangkan
Tidak dilambangkan
ب
ba
B
-
ت
ta
T
-
ث
sa
S
s (dengan titik di atas)
ج
jim
J
-
ح
ha‟
H
h (dengan titik di bawah)
خ
kha‟
Kh
-
د
dal
D
-
ذ
zal
Ż
z (dengan titik di atas)
ر
ra
r
-
ز
za
ż
-
س
sin
s
-
11
ش
syin
sy
-
ص
sad
s
s (dengan titik di bawah)
ض
dad
d
d (dengan titik di bawah)
ط
ta
t
t (dengan titik di bawah)
ظ
za
z
z (dengan titik di bawah)
ع
„ain
„
koma terbalik ke atas
غ
gain
g
-
ؼ
fa
f
-
ؽ
qaf
q
-
ؾ
kaf
k
-
ؿ
lam
l
-
ـ
mim
m
-
ف
nun
n
-
ك
wawu
w
-
ق
ha
h
-
ء
hamzah
َ
Apostrof
12
م
ya‟
y
B. Konsonan Rangkap Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap. contoh : ا حػمد يػٌػه
ditulis Ahmadiyyah
C. Ta‟ Marbutah di Akhir Kata 1. Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah terserap menjadi Bahasa Indonesia, seperti salat, zakat dan sebagainya. Contoh : جػما عػةditulis jama‟ah 2. Bila dihidupkan ditulis t, contoh : كرا مػة األ كليػاء
ditulis karamatul-auliya‟
D. Vokal Pendek Fathah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dammah ditulis u. E. Vokal Panjang Panjang ditulis ā, i panjang ditulis ī dan u panjang ditulis ū, masing-masing dengan tanda hubung (-) di atasnya. F. Vokal Rangkap 1. Fathah + ya‟ mati ditulis ai, contoh : بيػنكػم
ditulis bainakum,
2. Fathah + wawu mati ditulis au, contoh : قػو ؿditulis qaul G. Vokal-vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof („) أانتػم
ditulis a‟antum مؤ نػثditulis mu‟annas
H. Kata Sandang Alif + Lam 1. Bila diikuti huruf Qamariyyah, contoh : القػراف
ditulis al-Qur‟an
القيػاس
ditulis al-Qiyas
13
2. Bila didikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf l (el)-nya. السػماء
ditulis as-Sama الشػمسditulis asy-Syams
I. Penulisan huruf kapital Meskipun dalam sistem tulisan arab huruf kapital tidak dikenal, dalam trasliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan itu seperti yang berlaku pada EYD, diantara huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal, nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri diawali dengan kata sandang maka yang ditulis menggunakan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut bukan huruf awal kata sandang.
J. Kata dalam rangkaian Frasa dan Kalimat 1. Ditulis kata per kata, contoh : ذكل الفػركضditulis zawi al-furud 2. Ditulis menurut bunyi atau pengucaspan dalam rangkaian tersebut, contoh: أهػل السػنه شـيخ االسـالو
ditulis ahl as-Sunnah ditulis Syaikh al-Islam atau Syaikhul-Islam
14
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial atau sebagai manusia yang bermasyarakat, pastinya manusia itu butuh dengan adanya makhluk lain dalam melakukan kegiatan sehari-harinya. Seperti dalam menjalankan perekonomian, pastinya masyarakat memerlukan adanya makhluk lain. Untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa didapatkannya sendiri, setiap
manusia
untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan itu
melakuan
transaksi
ekonomi
untuk
memenuhi
kebutuhannya sehari-hari. Seperti disebutkan dalam QS Al Isra‟:12 yang menerangkan bahwa Allah menyuruh manusia mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya: Artinya: “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas”3
3
hlm. 284
Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahannya, Semarang: Toha Putra, 1999,
15
Dengan seiring berjalannya transaksi yang dilakukan oleh setiap masyarakat pastinya terdapat saling terpenuhinya kebutuhan. Akan tetapi tingkat kebutuhan antara makhluk yang satu dengan makhluk yang lain pastinya tidak sama, ini dikarenakan pendapatan yang mereka terima setiap bulannya atau setiap minggunya terdapat perbedaan. Jika pendapatan seseorang setiap bulannya atau setiap minggunya itu besar maka keperluan atau kebutuhan yang mereka keluarkan dalam memenuhi kehidupannya juga ikut besar. Sebaliknya jika pendapatan yang diterima setiap bulannya atau setiap minggunya itu sedikit, maka pengeluaran yang dikeluarkan dalam memenuhi kehidupannya juga ikut kecil. Setelah
ibu
rumah
tangga
mengetahui
pendapatan
yang
diterimanya selama satu bulan atau setiap minggunya, maka dia harus bisa mengatur pengeluaran yang akan dilakukan selama satu bulan kedepan setelah menerima upah dari pekerjaan yang telah dikerjakan. Ketika ibu rumah tangga itu bisa mengatur keuangan dalam rumah, dan menstabilkan antara pendapatan dan pengeluaran, diharapkan agar terjadi surplus (ditabung) dan tidak terjadi defisit (berhutang). Berbagai macam cara yang dilakukan ibu rumah tangga dalam meng-optimalkan keuangan dalam rumah tangga, sepertihalnya ikut dalam kumpulan arisan ibu-ibu rumah tangga yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali yang tempatnya selalu bergantian dari ibu rumah tangga yang satu ke ibu rumah tangga yang lain.
16
Walaupun tidak semua ibu-ibu rumah tangga mau ikut berkumpul dalam arisan ini, bukan berarti mereka tidak pernah ikut dalam bermasyarakat dengan ibu rumah tangga yang lain. Akan tetapi di desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang ini terdapat banyak kegiatan rutin ibu-ibu. Sepertihalnya dalam acara Al-Berjanji, kumpulan ibu-ibu PKK, pengajian rutin yang dilaksanakan setiap hari minggu, dan posyandu (bagi ibu-ibu yang memiliki anak di bawah lima tahun). Arisan juga mempunyai manfaat yang sejatinya Arisan merupakan ajang perkumpulan dari sekolompok orang, di mana mereka berinisiatif untuk tetap bertemu dan bersosialisasi. Selain itu dengan mengikuti arisan, juga terlatih untuk belajar menabung dan merencanakan keuangan. Secara sadar atau tidak arisan membantu untuk menyisihkan uang, dan ini akan lebih mudah daripada menyuruh diri sendiri untuk menabung. Sehingga dapat merencanakan untuk membeli sesuatu jika giliran mendapatkan arisan tiba. Arisan mempunyai tujuan untuk menjadikan masyarakat lebih baik dan menjadikan masyarakat lebih mudah bersosialisasi dan tidak terdapat unsur bisnis atau untung-untungan diantara sesama orang yang mengikuti arisan tersebut. Arisan bisa dikatakan sebagai tabungan, hanya saja tabungan yang semacam ini tidak bisa diambil sewaktu waktu karena melalui sistem pengkocokan terlebih dahulu. Barang siapa yang namanya keluar terlebih dahulu, maka ibu rumah tangga tersebut yang berhak mendapatkan uang dari kumpulan ibu-ibu arisan tersebut. Besarnya jumlah uang yang di
17
keluarkan ibu-ibu arisan dalam hal melakukan pembayaran arisan akan kembali pada dirinya sendiri, yaitu ketika kocokan arisan tersebut keluar namanya. Ibu-ibu yang sudah keluar namanya terlebih dahulu bukan berarti dia sudah berhenti dalam melakukan pembayaran arisan, dia tetap melakukan pembayaran arisan tersebut sebanyak jumlah peserta yang ikut dalam arisan tersebut. Akan tetapi kebutuhan manusia itu tiba-tiba dapat berubah sewaktu-waktu. Begitu juga dalam hal arisan, yang mana tidak semua peserta arisan bisa mengikuti prosedur arisan dengan lancar. Karena adanya pemenuhan kebutuhan yang harus dipenuhi, biasanya peserta arisan menjual arisannya kepada pihak yang mau membelinya. Peserta arisan menawarkan dengan harga separuh dari hasil arisan semestinya. Misalkan arisan tersebut hasilnya Rp. 1.250.000,00 maka di jual oleh peserta arisan tersebut sebesar Rp. 650.000,00. Dan pembeli arisan tersebut tidak mempunyai tanggungan dalam melakukan pembayaran setiap bulannya. Karena yang menanggung pembayaran setiap bulannya adalah peserta yang ikut dalam arisan tersebut, sehingga pembeli arisan tersebut hanya menunggu nama dari penjual arisan tersebut untuk mendapatkan hasil arisan. Selain itu hasil dari arisan atau perolehan arisan tidak mampu ditentukan kapan waktu mendapatkannya atau tidak terdapat kejelasan dalam mendapatkan hasil arisan tersebut. Sehingga tidak dapat ditentukan kapan pembayaran akan dilaksanakan.
18
Dilihat dari apa yang telah dijelaskan diatas, orang yang membeli arisan membelinya dengan harga jauh dibawah nominal pendapatan arisan yang didapatkannya. Sehingga terkesan tidak terdapat unsur tolong menolong di dalam transaksi tersebut, seakan-akan terdapat unsur untunguntungan. Dari uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang jual beli arisan dari sudut pandang Islam. Oleh karena itu penulis juga akan mengkaji lebih lanjut dalam sebuah skripsi yang berjudul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS JUAL BELI ARISAN
DI
DESA
WARU
KECAMATAN
REMBANG
KABUPATEN REMBANG”
B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana pelaksanaan jual beli arisan yang terjadi di desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang? 2. Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap kasus jual beli arisan yang terjadi di Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian harus konsisten dengan rumusann judul, rumusan masalah serta hipotesis (jika ada) yang diajukan. Tujuan penelitian bukan tujuan peneliti dalam melaksanakan penelitian. Dalam konteks ini, tujuan
19
penelitian tidak identik dengan tujuan subjektif si peneliti, tetapi tujuan penelitian harus dapat menjawab mengapa penelitian dilaksanakan.2 Adapun maksud dan tujuan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah untuk: 1.
Mengetahui pelaksanaan jual beli arisan di desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang.
2.
Mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli arisan di desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang.
D. Telaah Pustaka Tinjauan pustaka adalah sebuah metode sistematis, eksplisit, dan dapat
direproduksi
untuk
mengidentifikasi,
mengevaluasi,
dan
menginterpretasikan kumpulan laporan kerja yang ada, yang dihasilkan oleh para periset, para akademisi, dan para praktisi.3 Untuk menghindari penelitian dari objek yang sama atau pengulangan terhadap penelitian yang sama, serta menghindari anggapan adanya plagiasi terhadap karya tertentu, maka perlu diadakan kajian terhadap karya-karya yang pernah ada. Penelitian yang dilakukan penulis adalah tentang tinjauan Hukum Islam terhadeap kasus jual beli arisan di Desa Waru.
2 3
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, Yogyakarta: Erlangga, 2009, hlm. 49 Loraine blaxter, dkk, How To Re search, Jakarta: Indeks, 2001, hlm.181
20
Penelitian yang penulis ambil, berdasarkan issu dari kalangan masyarakat. Penulis mengambil contoh pemelitian sesudahnya, yang mempunyai sedikit kaitan dengan pembahasan yang penulis ambil, diantaranya:
Penelitian yang dilakukan oleh Lailatul Mukarromah (2195084) dengan judul tinjauan Hukum Islam terhadap pelaksanaan lelang dalam arisan sepeda motor di kecamatan kroya kabupaten cilacap. Membahas tentang arisan dalam bentuk lelang yang dikaitkan dengan akad syirkah, di dalamnya di bahas tentang bagaimana orang yang mengumpulkan uang sebagai bentuk arisan yang kemudian dari uang tersebut dibelikan sepeda motor, kemudian sepeda motor tersebut
dilelang
kepada
anggotanya.
Dalam
skripsi
ini
menyimpulkan bahwa bahwa lelang sepeda motor tersebut merupakan transaksi jual beli, dimana transaksi tersebut sah dan diperbolehkan karena telah memenuhi syarat dan rukun dalam jual beli.
Penelitian yang dilakukan oleh M. Deddy Yudiar (2195130) dengan judul tinjauan Hukum Islam terhadap sistem arisan model tabungan pembangunan kaitannya dengan akad wadi‟ah, di dalamnya membahas mengenai jumlah perolehan arisan antara putaran pertama sampai putaran terakhir tidak sama jumlahnya, perolehan arisan pada putaran pertama lebih banyak daripada perolehan pada putaran berikutnya. Menurut peneliti ini arisan tabungan pembangunan
21
tersebut sah dan boleh karena sudah memenuhi syarat dan rukun dalam wadi‟ah dan tidak adanya unsur-unsur penipuan, kejahatan atau yang lainnya.
Peneliti yang dilakukan oleh Innawati (2101145) dengan judul analisis Hukum Islam terhadap pelaksanaan arisan sistem gugur (studi kasus di BTM ”surya kencana” kradenan grobogan). Membahas tentang arisan yang menggunakan sistem gugur, yaitu jika orang yang ikut arisan itu namanya keluar terlebih dahulu maka dia tidak mempunyai kewajiban untuk melakukan angsuran arisan setiap bulannya. Di sini terdapat pihak yang dirugikan yaitu pihak yang mendapatkan arisan pada putaran terakhir. Dan pihak yang mendapatkan pada putaran pertama merasa diuntungkan karena tidak mempunyai tanggungan dalam melakukan angsuran setiap bulannya. Namun dari semua penjelasan di atas, penulis dapat mengambil
simpulan bahwa belum ada pembahasan-pembahasan sebelumnya yang membahas seperti yang penulis kaji. Belum ada yang membahas tentang jual beli hutang piutang (studi kasus jual beli arisan di Desa Waru). Sehingga penulis mengkaji secara lebih dalam tentang bagaimana tinjauan Hukum Islam mengenai jual beli arisan.
22
E. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang akan penulis gunakan adalah penelitian lapangan (field reseach) yaitu mengumpulkan data yang dilakukan dengan penelitian di tempat terjadinya segala yang diselidiki. 4 Mengenai waktu dan tempat penelitian dilakukan di Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. 2. Sumber Data Sumber-sumber data dibagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun sumber data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Data primer disebut juga data asli atau data baru. Sedangkan data sekunder adalah
data
yang diperoleh atau
dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumbersumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh dari laporanlaporan peneliti terdahulu. Data sekunder disebut juga dengan data tersedia.5 Dalam penulisan ini, penulis akan menggunakan sumber primer yang langsung penulis ambil dari hasil observasi, wawancara secara langsung dan dokumentasi.
4
Sutrisno Hadi, “Metodologi Research 1”, Yogyakarta: Andi Offset, 1885, hlm. 6 M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002, hlm.82 5
23
3. Metode Pengumpulan Data Seorang peneliti harus dapat memilih dan menentukan metode yang tepat dan mungkin dilaksanakan (feasible) guna mencapai tujuan penelitiannya. Karena itu, seorang peneliti perlu mengenal berbagai metode ilmiah dan karakteristiknya.6 Pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam metode ilmiah, karena pada umumnya, data yang digunakan, data yang dikumpulkan digunakan, kecuali untuk penelitian eksploratif, untuk menguji hipotesa yang dirumuskan.7 a. Observasi Sebagai metode ilmiah, observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis atas fenomenafenomena yang diteliti. Dalam arti luas observasi sebenarnya tidak hanya terbatas pada pengamatan yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengamatan tidak langsung misalnya melalui questionnare dan test. Sedangkan pengamatan langsung yaitu dengan cara mengikuti arisan secara langsung dan mengikuti jual beli arisan dan menanyakan tata caranya secara
6 7
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: 1997, hlm. 19 Moh. Nazil, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988, hlm. 211
24
langsung. Dalam bab ini yang diartikan dengan observasi dalam arti sempit.8 Sebagaimana alat pengumpul data ilmu sosial lainnya, observasi juga menuntut penguasaan keahlian-keahlian (skills) tertentu, jika ingin digunakan secara efektif, dan seperti metodemetode lainnya ketentuan keahlian yang diperlukan penelitipeneliti dalam studi observasi merupakan hal yang khas dalam penelitian. Dalam penggunaannya, apakah digunakan secara tunggal atau digunakan secara bersama-sama
dengan metode
lainnya, maka tekhnik observasi akan dapat dimengerti dengan baik apabila membicarakannya dengan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan observasi.9 Macam-macam observasi yaitu: observasi partisipan, observasi
nonpartisipan,
observasi
sistematik,
observasi
nonsistematik, observasi eksperimental, dan observasi
non
eksperimental.10 Akan tetapi observasi yang peneliti pakai lebih banyak menggunakana observasi partisipan atau masuk atau hadir kedalam arisan secara langsung.
8
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, ANDI Yogyakarta, yogyakarta: 1989, hlm. 151 James A Black, dkk, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Bandung: Refika Aditama, 2009 hlm. 285 10 Cholid Narbuko, Metodologi Riset, Semarang: 1986, hlm.26-30 9
25
Penulis
melakukan
pengamatan
secara
langsung
di
Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Penulis mengambil contoh dari desa Waru yang terdapat di kecamatan tersebut. Penentuan lokasi tersebut diambil karena setiap penelitian kualitatif sifatnya mengharuskan peneliti lebih banyak atau sering dilapangan,
rencana
dan
waktu
yang
diperlukan
untuk
menyelesaikan penelitian ini, penulis akan melakukan maksimal selama 5 bulan mulai dari bulan Maret dan berakhir pada bulan Agustus. Pemilihan penelitian observasi, karena peneliti ingin mendapatkan data yang akurat dalam kajian yang dialami langsung oleh seseorang ataupun sekelompok orang yang terjalin dalam masyarakat desa Waru. Peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengar apa yang diucapkan dan berpartisipasi dalam masyarakat yang dapat dilakukan secara berstruktur sesuai dengan pedoman observasi. Peneliti juga akan berterus terang kepada nara sumber bahwa peneliti sedang melakukan penelitian. b. Wawancara Wawancara adalah tehnik penelitian yang paling sosiologis dari semua tekhnik-tekhnik penelitian sosial. Ini karena bentuknya yang berasal dari interaksi verbal antara peneliti dan responden. Banyak yang mengatakan bahwa cara yang paling baik untuk menentukan
mengapa
seseorang
bertingkah
laku,
dengan
26
menanyakan secara langsung. Wawancara bukan sekedar alat dan kajian (studi). Wawancara merupakan seni kemampuan sosial, peran yang kita mainkan memberi kenikmatan dan kepuasan. Hubungan yang berlangsung dan terus menerus memberikan keasyikan, sehingga kita berusaha terus untuk menguasainya. Karena peran memberikan kesenangan dan keasyikan, maka yang dominan dan terkuasai akan membangkitkan semangat untuk berlangsungnya wawancara.11 Pada saat pengumpulan data kualitatif, selain menggunakan tekhnik observasi partisipan, peneliti dapat juga menggunakan teknik wawancara. Wawancara merupakan sebuah percakapan antara dua orang atau lebih yang pertanyaannya diajukan oleh peneliti kepada subjek atau kelompok subjek penelitian untuk dijawab. Pada penelitian kualitatif, wawancara mendalam dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, wawancara sebagai strategi utama dalam mengumpulkan data. Pada konteks ini, catatan data lapangan yang diperoleh berupa transkip wawancara. Kedua, wawancara sebagai strategi penunjang tekhnik lain dalam mengumpulkan data.12 Dalam wawancara peneliti mengambil informan yang sudah terlibat langsung dalam aktifitas tersebut dalam jangka waktu relative lama. Sebagai informan awal dipilih secara purposive, 11 12
James A Black, dkk, Op. Cit, hlm.305 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2002, hlm. 130
27
obyek penelitian yang menguasai permasalahan yang diteliti (key informan). Dilakukan dengan bertatap muka antara pewawancara dengan
informan
atau
orang
yang
diwawancarai,
dengan
menggunakan pedoman (guide) wawancara. Di Desa Waru terdapat arisan khusus ibu-ibu dan juga ada arisan
khusus
bapak-bapak.
Semua
itu
dilakukan
dengan
pertimbangan agar tidak terjadi kekeliruan dan tidak terlalu lama arisan terselesaikan. Arisan ibu-ibu dipimpin oleh Bu Lurah Desa Waru sendiri. Begitu juga arisan bapak-bapak dipimpin langsung oleh pak lurah Desa Waru. Sedangkan kebanyakan masyarakat yang melakukan praktek jual beli arisan kebanyakan adalah warga biasa yang apabila sedang sangat membutuhkan dana dalam keadaan mendesak. Wawancara diambil dari data primer dan data sekunder. Sumber primer adalah tempat atau gudang penyimpan yang orisinal dari data sejarah. Yaitu berupa sumber-sumber dasar sebagai bukti atau saksi utama dari kejadian yang lalu. Sedangkan sumber sekunder adalah catatan tentang adanya suatu peristiwa ataupun catatan-catatan yang jaraknya telah jauh dari sumber orisinal.13
13
Moh. Nazil, Metode Pemalitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988, hlm.58-59
28
Pada penelitian ini dipandang ini yang dipandang sebagai informan pertama adalah : ketua penyelenggara arisan, yang telah dipilih sebelumnya oleh masyarakat sendiri. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan penelitian ini maksimal akan dilakukan selama 5 bulan, bertempat di desa Waru. 4. Metode Analisis Analisis adalah tentang pencarian penjelasan dan pemahaman, di
dalamnya
konsep-konsep
dan
teori-teori
akan
diajukan,
dipertimbangkan, dan dikembangkan.14 Analisis data terdiri dari analisa kuantitatif dan kualitatif. Dalam menganalisa data-data kuantitatif data yang berbentuk angka dihitung untuk mengetahui jawaban masalah yang diteliti. Sebaliknya, data kualitatif merupakan data yang tidak berbentuk angka-angka melainkan kata-kata.15 Dilihat dari sifat datanya, analisis dibedakan menjadi analisis yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan pada data yang tidak dapat dihitung, bersifat monografis, atau berwujud kasus-kasus, objek penelitiannya dipelajari secara utuh dan sepanjang itu mengenai manusia maka hal tersebut menyangkut sejarah hidup manusia. Data yang dikumpulkan bersifat diskriptif dalam bentuk kata-kata atau gambar.16
14 15
Loraine blaxter, Op. Cit, hlm. 312 Aji Damanuri, Metodologi Penelitian Mu‟amalah, Yogyakarta: Stain Po Press, 2010
hlm.84 16
Ibid, hlm: 84
29
Dalam penelitian naturalistik kualitatif, analisa adalah proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti menggolongkannya
dalam
pola,
tema,
atau
kategori.
Tanpa
kategorisasi atau klasifikasi data akan menjadi chaos. Tafsiran atau interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan pola atau kategori mencari hubungan antara berbagai konsep.17
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan terdiri dari lima bab yang saling berkaitan yang dapat dijelaskan sebagai berikut: BAB1
: Dalam bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, telaah
pustaka,
metode
penelitian,
dan
sistematila
penelitian. BAB II
: Dalam bab ini penulis membahas tentang tinjauan umum tentang konsep jual beli yang berisi pengertian jual beli, dasar hukum jual beli, rukun dan syarat-syarat jual beli dan bentuk jual beli dalam islam.
BAB III
: Dalam bab ini penulis akan menjelaskan bagaimana Tinjauan Umum Tentang Pelaksanaan Arisan, Praktek
17
Ibid, hal: 85
30
Jual Beli Arisan Oleh Masyarakat dan Pendapat Masyarakat Terhadap Praktek Jual Beli Arisan di Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. BAB IV
: Dalam bab ini penulis membahas mengenai Tinjauan Hukum Islam terhadap Kasus Jual beli Arisan di Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang.
BAB V
: Dalam bab ini merupakan akhir dari penulisan yang berisikan tentang kesimpulan, saran dan penutup.
31
BAB II KONSEP UMUM TENTANG JUAL BELI DAN ARISAN A. Konsep Umum Tentang Akad 1. Pengertian Akad Akad (Arab
= ال َع ْقدperikatan, perjanjian dan pemufakatan).
Pertalian ijab dan kabul, sesuai dengan kehendak syari‟at yang berpengaruh pada objek perikatan.18 Yang dimaksud dengan ijab
االءيجابdalam
definisi akad
adalah ungkapan atau pernyataan kehendak melakukan perikatan (akad) oleh suatu pihak, biasanya disebut sebagai pihak pertama. Sedangkan yang dimaksud dengan qabul
انقثٕل
dalam definisi akad
adalah pernyataan atau ungkapan yang menggambarkan kehendak pihak lain, biasanya dinamakan dengan pihak kedua, menerima atau menyetujui pernyataan ijab.19 Semua perikatan (transaksi) yang dilakukan oleh dua belah pihak atau lebih, tidak boleh menyimpang dan harus sejalan dengan kehendak syari‟at. Tidak boleh ada kesepakatan untuk menipu orang lain, transaksi barang-barang yang diharamkandan kesepakatan untuk membunuh seseorang.20
18
Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat) , Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003 Hlm.101 19 Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, hlm.76 20 Ali Hasan, op. Cit hlm.102
32
Menurut bahasa „Aqad mempunyai beberapa arti, yaitu diantaranya:21 a)
Mengikat ()ان َّزتْػ, yaitu:
ْ ِص َم فَيُصْ ثِ َحا َكق ط َع ٍح ِ َب ألَ َخ ِز َحتَّٗ يَت ِ َج ًْ ُح غَزفَ ْي َح ْثهَي ٍِْ َٔيَ ُس ُّذأَ َح ُذُْ ًَا اح َذ ٍج ِ َٔ “Mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satunya dengan yang lain sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi sebagai sepotong benda” b) Sambungan (ع ْقذَج َ ), yaitu:
ص ُم اَنَّ ِذْٖ يُ ًْ ِس ُكُٓ ًَا َٔيُ َٕثِّقُُٓ ًَا ُ ْٕ ًَ اَ ْن “Sambungan yang memegang kedua ujung itu dan mengikatnya” c)
Janji ()اَ ْن َعُٓ ُذ, sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah
Artinya: Sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa (Qs. Ali Imron: 76)22
21 22
Hlm.88
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo persada, 2002, hlm.44 Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahannya, Semarang: Toha Putra, 1999,
33
2. Rukun dan Syarat Akad Setelah diketahui bahwa akad merupakan suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang atau lebih berdasarkan keridhaan masing-masing, maka timbul bagi kedua belah pihak haq dan iltijam yang diwujudkan oleh akad, rukun-rukun akad ialah sebagai berikut:23 a.
Aqid ialah orang yang berakad terkadang masing-masing pihak terdiri dari satu orang dan juga terkadang terdiri dari beberapa orang.
b.
Ma‟qud alaih ialah benda-benda yang diakadkan
c.
Maudhu‟ al „aqd ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad.
d.
Shighat al‟aqd ialah ijab dan qabul, ijab adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakadsebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad, sedangkan qabul ialah perkataan yang keluar dari pihak yang berakad pula yang diucapkan setelah adanya ijab. Menurut Jumhur (mayoritas) fukaha, rukun akad terdiri
dari:24
23 24
a.
Pernyataan untuk mengikatkan diri (sighah al-aqd)
b.
Pihak-pihak yang berakad
Hendi Suhendi, op. Cit, hlm.46 Ali Hasan,Op. Cit. Hlm. 103
34
c.
Objek akad
...........
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqadaqad itu....”(Al-Maidah: 1)25 Setiap pembentuk aqad mempunyai syarat yang ditentukan syara‟ yang wajib disempurnakan, syarat-syarat terjadinya akad ada dua macam, yaitu:26 a)
Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad;
b) Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad. Syarat khusus ini bisa juga disebut syarat idhafi (tambahan) yang harus ada di samping syarat-syarat yang umum. Syarat-syarat umum suatu akad adalah:27 a. Pihak-pihak yang melakukan akad telah dipandang mampu bertindak menurut hukum (mukallaf). b. Objek akad itu, diakui oleh syara‟. Objek akad ini harus memenuhi syarat: berbentuk harta; dimiliki seseorang; dan bernilai harta menurut syara‟. c. Akad itu tidak dilarang oleh nash syara‟.
25
Departemen Agama RI, hlm156 Hendi Suhendi, op. Cit, hlm.49 27 Ali Hasan, Op. Cit, hlm.105 26
35
d. Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus dengan akad yang bersangkutan, disamping harus memenuhu syaratsyarat umum. e. Akad itu bermanfaat. f. Ijab tetap utuh sampai terjadi kabul. g. Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis, yaitu suatu keadaan yang menggambarkan proses transaksi. h. Tujuan akad itu harus jelas dan diakui 0leh syara‟. Syaratnya orang yang berakad yaitu:28 1) Berakal, agar dia tidak terkecoh. Orang yang gila dan bodoh tidak sah jual belinya. Baliq (berumur 15 tahun ke atas/dewasa), Anak kecil tidak sah jual belinya. Adapun anakanak yang sudah mengerti tetapi belum sampai umur dewasa, menurut pendapat sebagian ulama, mereka diperbolehkan berjual eli barang yang kecil-kecil; karena kalau tidak diperbolehkan, sudah tentu menjadi kesulitan dan kesukaran, sedangkan agama islam sekali-kali tidak akan menetapkan peraturan yang mendatangkan kesulitan bagi pemeluknya.
Surat An-Nisa: 5 28
Ali Hasan, op. Cit, hlm.120
36
Artinya:“ Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja “. 29
2) Orang yang melakukan akad itu, adalah orang yang berbeda. Maksudnya, seseorang tidak dapat bertindak sebagai pembeli dan penjual dalam waktu yang bersamaan. 3. Macam-macam Akad Setelah dijelaskan syarat-syarat akad, pada bagian ini akan dijelaskan macam-macam akad:30 a. Aqad Munjiz akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya
akad.
Pernyataan
akad
yang
diikuti
dengan
pelaksanaan akad ialah penyataan yang tidak disertai dengan syarat-syarat danti dak pula ditentukan waktu pelaksanaan setelah adanya akad; b. Aqad Mu‟alaq ialah akad yang di dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad; c. Aqad Mudhaf ialah akad yag dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat
29 30
mengenai penanggulangan pelaksanaan akad,
Departemen Agama RI, Op.cit, hlm.115 Hendi Suhendi, op. Cit, hlm.51
37
pernyataan yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan. Syari‟at menetapkan ada tujuh jenis akad:31 a. Akad Mu‟awadlah (timbal balik) Akad ini dapat berkaitan dengan denda (jual beli), berkaitan dengan manfaat (sewa menyewa), berkaitan dengan hak (pernikahan); b. Akad Ghoiru Mu‟awadlah Yaitu akad tabarru‟ seperti hibah, wasiat, wakaf, meminjamkan barang; c. Akad yang pada mulanya Tabarru‟, akan tetapi kemudian menjadi Mu‟awadlah, seperti hawalah, apabila seseprang membayar hutang yang bukan hutangnya (menjamin membayar hutang); d. Akad menjaga barang titipan; e. Akad
melepaskan
hak,
seperti
memberikan
pinjaman,
memutuskan perkara, menjatuhkan talak dan memberikan wasiat; f. Membatasi hak dan wewenang, seperti memecat pegawai; g. Menggugurkan hak, seperti wakaf. Menurut ulama fikih, akad dapat dibagi dari berbagai segi. Apabila dilihat dari segi keabsahannya menurut syara‟, maka akad dibagi menjadi:32 31
Hlm:81
Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum Antar Golongan, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001
38
a. Akad Sahih Akad sahih yaitu akad yang telah memenuhi syarat dan rukun. Dengan demikian, segala akibat hukum yang ditimbulkan oleh akad itu, berlaku kepada kedua belah pihak. b. Akad yang tidak Sahih Akad yang tidak sahih yaitu akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau syaratnya, sehingga akibat hukum tidak berlaku bagi kedua belah pihak yang melakukan akad.
B. Konsep Umum Tentang Jual Beli 1. Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli Jual beli dalam istilah Fiqh disebut dengan al-bai‟ yang berati menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.33 ْ Sedangkan ال
Arti
jual
beli
menurut
bahasa
artinya:
memberikan sesuatu karena ada pemberian (imbalan yang tertentu). Menurut istilah artinya: pemberian harta karena menerima harta dengan ikrar penyerahan dan jawab penerimaan
األيجاب ٔانقثٕل
dengan cara yang diizinkan.34 Jual beli merupakan akad yang umum digunakan oleh masyarakat,
karena
dalam
setiap
pemenuhan
kebutuhannya,
masyarakat tidak bisa berpaling untjuk meninggalkan akad ini. Untuk
32
Ali Hasan, Op. Cit, hlm:110 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, hlm.111 34 Moh.Rifa‟i,dkk, Terjemah Khulasah Khifayatul Akhyar, Semarang: Toha Putra, 1991, hlm. 183 33
39
mendapatkan makanan dan minuman misalnya, terkadang ia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan itu dengan sendirinya, tapi akan membutuhkan dan berhubungan dengan orang lain, sehingga kemungkinan besar akan terbentuk akad jual beli.35 Secara linguistik, al bai‟ (jual beli) berarti pertukaran sesuatu dengan sesuatu. Secara istilah, menurut madzhab Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta (mal) dengan harta dengan menggunakan cara tertentu. Pertukaran harta dengan harta disini, diartikan harta yang memiliki manfaat serta terdapat kecenderungan manusia untuk menggunakannya, cara tertentu yang dimaksud adalah sighat atau ungkapan ijab dan qabul.36 Seperti yang disebutkan dalam firman Allah Q.S. AlBaqarah: 275 dan Q.S. An-Nisa‟:29
Artinya:
“Allah telah menghalalkan mengharamkan riba”.37
jual
beli
dan
Artinya: “janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan 35
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hlm: 69 36 Ibid, hlm.69 37 Departemen Agama RI, Op.cit, hlm. 69
40
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”38. Disebutkan pula jual beli yang jujur tanpa diiringi kecurangan akan mendapat berkah dari Allah. Dalam hadits dari Abi Sa‟id al-Khudri yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi, Ibn Majjah dan Ibn Hibban, Rasulullah saw menyatakan
)ٗاض (رٔاِ انثيٓق ٍ اََِّ ًَا ْانثَ ْي ُع ع ٍَْ تَ َز Artinya:” Jual Beli itu di dasarkan kepada suka sama suka”(H.R. Baihaqi)39 2. Rukun dan Syarat jual beli Jual beli adalah merupakan suatu akad, dan dipandang sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat jual beli. Mengenai rukun dan syarat jual beli, para ulama‟ berbeda pendapat. Menurut mazhab Hanafi rukun jual beli hanya ijab dan kabul saja.40 Dalam jual beli harus memenuhi empat rukun, yaitu:41 a) Orang yang menjual b) Orang yang membeli c) Ikrar (serah terima) d) Ada barangnya, Orang yang menjual dan membeli harus sehat akalnya. Orang yang gila atau belum tamyis, tidak sah jual belinya. Jual beli berlangsung dengan ijab dan kabul, terkecuali untuk barang-barang kecil, tidak perlu dengan ijab dan kabul, cukup 38
Ibid, hlm.122 Ali Hasan, op. Cit, hlm.116 40 Ibid, hlm.119 41 Moh.Rifa‟i,dkk, op. Cit, hlm.187 39
41
dengan saling memberi sesuai dengan adat dan kebiasaan yang berlaku. Yang diperlukan adalah saling rela (ridlo), direalisasikan dalam bentuk mengambil dan memberi.42 Agar jual beli menjadi sah diperlukan terpenuhunya syaratsyarat sebagai berikut: diantaranya yang berkaitan dengan orang yang berakad. Yang berkaitan dengan yang diakadkan, artinya harta yang akan dipindahkan dari kedua belah pihak yang melakukan akad, sebagai harga atau yang dihargakan.43 Dalam jual beli harus disempurnakan 4 macam syarat, yakni:44 1) Syarat in‟iqad Merupakan syarat yang harus diwujudkan dalam akad sehingga akad tersebut diperbolehkan secara syar‟i, jika tidak lengkap maka akad menjadi batal 2) Syarat sah Merupakan syarat yang harus disempurnakan dalamsetiap transaksi jual beli agar jual beli tersebut menjadi sah dalam pandangan syara‟. 3) Syarat Nafadz Dalam syarat Nafadz ini menekankan pada objek transaksi yang akan ditasarufkan, yaitu merupakan milik murni penjual,
42
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 4, Jakarta: Cempaka Putih Tengah, 2009, hlm.49 Ibiid hlm.51 44 Dimayuddin Djuwaini, op. Cit, hlm74 43
42
dalam arti penjual haruslah pemilik asli dan memiliki kemampuan penuh untuk mentransaksikannya. 4) Syarat Luzum Merupakan syarat yang akan menentukan akad jual beli bersifat sustainable atau tidak, yakni tidak ada ruang bagi salah satu pihak untuk melakukan pembatalan akad.
a. Objek Jual Beli Fuqaha Hanafiyah membedakan objek jual beli menjadi dua, yaitu: pertama Mabi‟, yakni barang yang dijual. Dan yang kedua tsaman atau harga.45 Barang yang boleh dijual belikan ada lima syarat, yaitu:46 1) Barang itu ada atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjualmenyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu. 2) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Oleh sebab itu, bangkai, khamar, dan darah tidak sah menjadi objek jual beli, karena dalam pandangan syara‟ benda-benda seperti itu tidak bermanfaat bagi muslim. 3) Milik seseorang, barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak boleh diperjual belikan. Seperti memperjualkan ikan di laut atau emas dalam tanah (barang harus jelas). 45 46
Ghufron A. Mas‟adi, op. Cit, hlm.128 Ali Hasan,dkk, op. Cit, hlm. 123
43
4) Boleh diserahkansaat akad berlangsung, atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung. b. Shighat: Ijab Qabul Menurut madzhab Hanafiyah, rukun yang terdapat dalam jual beli hanyalah sighat, yakni pernyataan ijab dan qabul yang merefleksikan keinginan masing-masing pihak untuk melakukan transaksi. Berbeda dengan mayoritas ulama‟ (jumhur), rukun yang terdapat dalam akad jual beliterdiri dari a‟kid (penjual dan pembeli), ma‟qud „alaih (harga dengan objek) serta sighat.47 3. Macam-macam Jual Beli Ulama‟ hanafiyah membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya menjadi tiga bentuk: 1) Jual beli yang sahih Suatu jual beli yang dikatakan jual beli yang sahih apabila jual beli itu disyari‟atkan, memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan; bukan milik orang lain, tidak tergantung pada hak khiyar lagi. Jual beli yang seperti ini yang dikatakan sahih. 2) Jual beli yang batal Jual beli yang dikatakan sebagai jual beli yang batal apabila salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyari‟atkan, seperti jual beli yang dilakukan anak-anak, orang gila, atau barang yang
47
Dimyauddin Djuwaini, Op.Cit, hlm. 73
44
dijual itu barang-barang yang diharamkan syara‟; seperti bangkai, darah, babi dan khamar.48 3) Jual beli yang fasid Ulama Hanafiyah yang membedakan jual beli fasid dengan jual beli yang batal. Apabila kerusakan jual beli itu terkait dengan barang yang dijual belikan, maka hukumnya batal, seperti memperjualbelikan benda-benda haram (khamar, babi dan darah). Apabila kerusakan pada jual beli itu menyangkut harga barang dan boleh diperbaiki, maka jual beli itu dinamakan fasid. Akan tetapi jumhur ulama‟ tidak membedakan antara jual beli yang fasid dengan jual beli yang batal. Menurut mereka jual beli itu terbagi menjadi dua, yaitu jual beli yang sahih dan jual beli yang batal. Apabila rukun dan syarat jual beli terpenuhi, maka jual beli itu sah. Sebaliknya, apabila salah satu rukun atau syarat jual beli itu tidak terpenuhi, maka jual beli itu batal.49
C. Konsep Umum Tentang Arisan 1. Pengertian Arisan Di dalam beberapa kamus disebutkan bahwa Arisan adalah pengumpulan uangatau barang yang bernilai samaoleh beberapa orang,
48 49
Nasroen Haroen, Op. Cit, hlm.121 Ibid, hlm.125
45
lalu diundi diantara mereka. Undian tersebut dilaksanakan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya.50 Arisan dapat diartikan sebagai kegiatan mengumpulkan uang atau barang yg bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi di antara mereka untuk menentukan siapa yg memperolehnya, undian dilaksanakan dl sebuah pertemuan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya.51 Arisan sangat mirip dengan tabungan. Hanya saja, arisan merupakan jenis tabungan yang mendapatkan pengaruh dari luar. Yakni dari sesama peserta arisan. Sejatinya Arisan merupakan perkumpulan dari sekolompok orang, di mana mereka berinisiatif untuk tetap bertemu dan bersosialisasi. Digagaslah sebuah acara dimana mengumpulkan barang atau uang dalam jumlah tertentu yang telah disepakati bersama. Lalu jika uang atau barang ini
sudah
terkumpul,
hanya
akan
ada
satu
orang
yang
bisa
mendapatkannya melalui undian. Hal ini terus berjalan hingga semua anggota mendapatkanya.52 2. Manfaat Arisan Arisan adalah hal yang lazim bagi semua pihak, baik dilakukan di tempat kerja, dengan keluarga atau antar anggota organisasi. Aktifitas ini mempunyai arti spesial, diantaranya:53
50
Poerwadarminta , Kamus Umum Bahasa Indonesia, , PN Balai Pustaka, 1976 hlm: 57 http://nitafebri.multiply.com/journal/item/169/Positif_dan_Negatif_Arisan 52 Diambil dari http://akangjuned.blogspot.com/2008/06/apa-manfaat-arisan.html 53 http://tusuda.net/arti-acara-arisan/ 51
46
a. Mempererat tali silahturahmi dan ikatan kekerabatan antara para anggota arisan. b. Mendiskusikan topik problema tertentu, guna membantu masalah anggota arisan. c. Menyisihkan sebagian penghasilan sebagai wujud kebersamaan antar anggota arisan Menabung merupakan satu langkah efektif yang banyak dipilih orang untuk menghindari kekurangan uang pada suatu saat. Selain itu, menabung juga penting jika seseorang ingin membeli barang tetapi tidak memiliki uang yang memadai. Sebab, hanya dengan cara menabung, keinginan tersebut akan dapat terpenuhi. Arisan bisa menjadi salah satu cara belajar menabung. Sebab, saat kita ikut arisan, kita akan 'dipaksa' membayar iuran yang sama artinya juga dengan 'dipaksa' menabung.54 Arisan juga mempunyai manfaat seperti:55 a.
Bila mendapat arisan di bagian awal, anggap itu merupakan pinjaman tanpa bunga.
b.
Bila medapat arisan paling akhir anggap itu sebagai menabung.
c.
Menjadi disiplin dalam pembayaran uang.
54 55
Diambil dari http://neisha-diva.blogspot.com/2008/06/apa-manfaat-arisan.html http://nitafebri.multiply.com/journal/item/169/Positif_dan_Negatif_Arisan_
47
d.
Belajar untuk saling percaya. Karena bermain arisan bila tak ada kepercayaan sesama anggotanya musatahil bisa berjalan hingga semua dapat arisan.
e.
Uang yang di dapat tak perlu di potong biaya administrasi. Tidak seperti bank bila ingin menabung di kenakan biaya administrasi. Untuk arisan semua sukarela.
f.
Menjalin Silaturahmi. Dengan mengikuti arisan, setidaknya hubungan dengan para pesertanya makin terjalin akrab. Misalnya arisan RT, menjadikan hubungan antar warga satu RT bisa lebih baik dengan begitu bila ada kegiatan sosialisasinya lebih mudah. Begitupun dengan arisan dalam keluarga besar.
3. Metode Arisan Sejatinya
Arisan
merupakan
ajang
perkumpulan
dari
sekolompok orang, di mana mereka berinisiatif untuk tetap bertemu dan bersosialisasi. Nah, kalau hanya bertemu dan ngobrol tentu kurang menyenangkan. Digagaslah sebuah acara di mana mengumpulkan barang atau uang dalam jumlah tertentu yang telah disepakati bersama. Lalu jika uang atau barang ini sudah terkumpul, hanya akan ada satu orang yang bisa mendapatkannya melalui undian. Terus berjalan hingga semua anggota mendapatkanya. Untuk memulai sebuah arisan itu tentunya tak mudah, perlu kesepakatan diantara para pesertanya. seperti kesepakatan kapan rentang waktu pengocokan arisan apakah itu perbulan atau dua minggu sekali.
48
Kemudian juga di sepakati besarnya uang arisan. Dengan begitu diharapkan arisan bisa berjalan sampai dengan pengocokan peserta terakhir. Memang tak semua orang tertarik mengikuti kegiatan arisan, banyak yang berpendapat kegiatan ini tidak produktif dan membuang waktu. a. Undian Mengundi merupakan salah satu cara dalam menentukan siapa yang akan mendapatkan kumpulan uang yang diperoleh dari kumpulan arisan tersebut. Dalam sistem undian ini pastinya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh para peserta arisan. Yaitu jika salah satu dari anggota membutuhkan uang, pastinya anggota arisan tersebut hanya berpeluang kecil untuk mendapatkan undian tersebut. Sehingga bisa dikatakan, jika arisan menggunakan sistem cara pengundian ini berarti jauh dari unsur tolong menolong, dan lebih cenderung pada unsur menabung. b. Sesuai dengan kriteria Cara yang menentukan siapa kriteria anggota arisan ini berbeda dengan cara arisan dengan sistem undian. Pada sistem ini ketua arisan memberikan uang yang diperoleh dari para anggota arisan kepada anggota arisan yang membutuhkan. Prinsip ini lebih cenderung pada prinsip tolong menolong dan unsur menabung. Karena pada saat kumpulan arisan dimulai ketua arisan bertanya pada para angotanya siapa yang lagi dalam keadaan sangat membutuhkan uang. Jika para anggota arisan banyak yang
49
ingin mendapatkan kunpulan uang arisan itu. Maka ketua arisan bertanya pada anggota yang menginginkan uang itu, dan menimbang siapakah yang lebih berhak mendapatkan uang arisan terlebih dahulu dengan persetujuan anggota arisan yang lain.
50
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JUAL BELI ARISAN DESA WARU KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG A. Tinjauan Umum Tentang Pelaksanaan Arisan di Desa Waru Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak mungkin dapat dilakukan sendiri, namun harus diusahakan bersama sama. Dalam memenuhi kebutuhan secara bersama sama tersebut akhirnya mendorong manusia untuk hidup berkelompok atau bermasyarakat. Dalam
perkembangannya
masyarakat
dalam
memenuhi
kebutuhannya melakukan dengan cara membentuk suatu lembaga yang mampu sedikit meringankan atau memperlancar kehidupan perekonomian masyarakat terutama perekonomiannya. Banyak cara masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Baik secara langsung ataupun secara tidak langsung. Salah satu cara masyarakat memenuhi kebutuhannya sekaligus menjadikan masyarakat mendekatkan dengan masyarakat yaitu dengan cara arisan. Pada masa sekarang ini arisan telah banyak dilaksanakan berbagai masyarakat baik dari kalangan bawah hingga kalangan atas. Arisan dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan keuangan yaitu dengan cara menabung, begitulah masyarakat menyebutnya. Dan apabila mereka sedang beruntung maka akan memperoleh uang yang sebenarnya uang mereka sendiri. Selain itu mereka juga mendekatkan hubungan kekerabatan dalam masyarakat atau kelompok pada suatu Desa.
51
Begitu juga dengan masyarakat di Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Masyarakatnya banyak melaksanakan arisan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian berupa uang dan untuk melakukan silaturrohmi dengan para tetangga mereka. Sehingga kehidupan bertetangga dan kebutuhan perekonomian tercapai. Arisan telah menjadi kebiasaan dan sering dilakukan diberbagai daerah Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Namun penulis hanya akan membahas tentang tinjauan umum tentang arisan yang terdapat di Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Arisan di Desa Waru telah menjadi kebiasaan pelbagai masyarakat, baik dari kalangan bawah hingga kalangan atas. Ada yang melakukan secara kecil-kecilan ada juga arisan yang dilaksanakan secara besar-besaran. Arisan besar-besaran yang dilakukan di Desa Waru biasanya berupa arisan bapak-bapak dan ibu-ibu yang diketuai oleh para petinggi Desa Waru. Arisan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Waru sejatinya tidaklah jauh berbeda dengan arisan-arisan yang selama ini kita ketahui. Yaitu sekelompok masyarakat yang memberikan uang atau menyetorkan uang setiap bulan atau setiap tanggal yang ditentukan oleh masyarakat sendiri dan setelah terkumpul uang tersebut, maka arisan akan dikocok dan yang mendapat keberuntungan karena namanya keluar sebagai penerima arisan dihari tersebut maka dia berhak memperoleh uang yang terkumpul pada hari itu.
52
Seperti yang disebukan diatas, di Desa Waru terdapat arisan khusus ibu-ibu dan juga ada arisan khusus bapak-bapak. Semua itu dilakukan dengan pertimbangan agar tidak terjadi kekeliruan dan tidak terlalu lama arisan terselesaikan. Arisan ibu-ibu dipimpin oleh Bu Lurah Desa Waru sendiri yaitu Ibu Tintri. Begitu juga arisan bapak-bapak dipimpin langsung oleh pak lurah Desa Waru yaitu Bapak Rachmat. Arisan ibu-ibu di ikuti oleh 29 orang sedangkan arisan bapakbapak diikuti oleh 25 orang. Alasan kenapa lebih banyak ibu-ibu daripada bapak-bapak yang mengikuti arisan yaitu karena banyak terdapat jandajanda di Desa waru baik akibat perceraian ataupun karena kematian. Disamping itu karena kesibukan para laki-laki yang menyebabkan berkurangnya orang laki-laki atau bapak-bapak mengikuti arisan tersebut. Arisan ibu-ibu Desa Waru dilaksanakan tanggal 9 setiap bulan dengan uang setoran sebanyak Rp.50.000,00 setiap kali setoran. Pengocokan biasanya dilaksanakan dirumah ibu yang mendapatkan arisan sebelumnya dan begitu seterusnya. Pelaksanaan pengocokan penentuan yang mendapatkan arisan biasanya dilaksanakan setelah Ashar atau sekitar jam 16.00 WIB. Hal ini telah disepakati mereka sendiri sesuai dengan kesibukan masing-masing. Sedangkan arisan bapak-bapak dilaksanakan setiap pertengahan bulan dengan uang setoran sama dengan arisan ibu-ibu yaitu sebanyak Rp.50.000,00 setiap kali setoran. Pelaksanaan pengocokan juga sama dengan ibu-ibu cuma bedanya arisan bapak-bapak dilaksanakan malam
53
hari stelah shalat maghrib atau sekitar pukul 18.30 WIB. Pertimbangan kenapa dilaksanakan setelah maghrib karena biasanya para bapak pada waktu siang hari mencari nafkah dan agak sibuk. Sebenarnya masih banyak arisan-arisan yang terdapat di Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang selain arisan diatas. Namun arisan yang resmi dan diketahui oleh bapak lurah dan disepakati seluruh warga msayarakat adalah dua arisan diatas. Data tentang siapa saja yang mengikuti arisan baik arisan bapak-bapak ataupun ibu-ibu dilampirkan dibelakang.56 Arisan-arisan tersebut yang akan menjadi dasar dalam penentuan praktek jual beli arisan yang selama ini dilakukan berbagai masyarakat Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang.
B. Praktek Jual Beli Arisan Oleh Masyarakat di Desa Waru Pada awalnya arisan hanya bertujuan sebagai pengerat persaudaran antara masyarakat dan sebagai tabungan yang mampu mengontrol penggunaan uang masyarakat Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Akan tetapi semakin lama dan semakin bertambahnya kebutuhan perekonomian, arisan berubah menjadi lahan yang berbeda yang mampu memberi kebutuhan yang mendesak apabila dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.
56
Wawancara dengan Bapak Rochmad selaku kepala desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang
54
Salah satu cara masyarakat memenuhi kebutuhan apabila mereka belum waktunya mendapatkan arisan, namun kebutuhan mereka telah mendesak yaitu dengan cara menjual hasil arisan mereka. Kenapa transaksi ini disebut dengan menjual, karena terdapat ucapan saya menjual arisan saya yang diucapkan sendiri oleh masyarakat yang sedang membutuhkan dana tersebut. Cara yang digunakan yaitu pada awalnya orang yang sedang membutuhkan uang tersebut menjual arisannya senilai harga tertentu dibawah nominal arisan yang didapatkannya karena kebutuhan yang mendesak, maka karena itu orang tersebut menjual dengan harga berapapun. Biasanya harga ditawarkan sendiri oleh orang yang ikut arisan. Kebanyakan yang melakukan transaksi tersebut adalah ibu-ibu yang mengikuti arisan karena jarang arisan bapak-bapak terjadi transaksi seperti. Hal itu karena ibu-ibu lebih mudah menjualnya kepada sesama ibu-ibu dibandingkan oleh bapak-bapak yang mempunyai kesibukan yang lebih banyak.57 Tetapi kebutuhan manusia itu tiba-tiba dapat berubah sewaktuwaktu. Begitu juga dalam hal arisan, tidak semua peserta arisan bisa mengikuti prosedur arisan dengan benar dan lancar. Karena adanya pemenuhan kebutuhan yang harus dipenuhi secara mendesak, biasanya peserta arisan menjual arisannya kepada pihak yang mau membelinya. Peserta arisan menawarkan kepenjual dengan harga separuh ataupun
57
Wawancara dengan Ibu Umikatun selaku anggota arisan
55
berkurang dari hasil arisan semestinya. Misalkan arisan tersebut hasilnya Rp. 1.250.000,00 maka di jual oleh peserta arisan tersebut sebesar Rp. 650.000,00 atau sesuai dengan perjanjian bersama antara mereka. Dan pembeli arisan tersebut tidak mempunyai tanggungan dalam melakukan pembayaran setiap bulannya. Karena yang menanggung pembayaran setiap bulannya adalah peserta yang ikut dalam arisan tersebut, sehingga pembeli arisan tersebut hanya menunggu nama dari penjual arisan tersebut untuk mendapatkan hasil arisan. Seperti contoh agar memudahkan pemahaman yaitu penulis akan membuat tata urutan sebagai berikut: 1.
Apabila ibu A (sebagai contoh nama) sedang membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik karena kebutuhan pokok seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan ataupun karena apabila terkena musibah yang mendadak tanpa diketahui sebelumnya. Tentulah hal ini tidak akan diketahui oleh manusia terlebih dahulu.
2.
Oleh karena itu ibu A membutuhkan uang secepat mungkin agar kebutuhan hidupnya segera terpenuhi atau paling tidak bisa tertutupi lebih dahulu. Karena terdesak kebutuhan akhirnya ibu A menjual arisan yang dia miliki kepada ibu B senilai Rp.950.000,00 atau kurang dari Rp. 950.000,00 bahkan bisa membeli dengan harga separo dari nominal arisan yang diperoleh. Hal ini tentu permintaan oleh ibu A sendiri karena ibu A sedang membutuhkan uang. Padahal ibu A belum waktunya mendapatkan arisan, jadi perjanjiannya apabila suatu saat
56
ibu A mandapatkan arisan maka arisan tersebut telah dimiliki oleh ibu B, karena ibu B telah membeli arisan dari ibu A senilai Rp.950.000,00 tersebut. 3.
Walaupun yang mendapatkan uang arisan sekarang telah berpindah kepada ibu B bukan milik ibu A lagi, akan tetapi setoran setiap bulan tetaplah ibu A yang membayar. Karena sesuai perjanjian ibu B hanya membeli atau memberi uang senilai tersebut dan apabila ibu A mendapat arisan itu sudah milik ibu B. Begitulah tata urutan praktek jual beli arisan yang kebanyakan
dilakukan oleh masyarakat Desa Waru untuk memenuhi kebutuhan apabila dalam keadaan mendesak. Seperti yang dilakukan oleh Ibu Rasti RT 07 RW 01 warga Desa Waru, Ibu Rasti juga melakukan jual beli arisan karena waktu itu Ibu Rasti sedang sangat membutuhkan uang. Ibu Rasti menjual kepada Ibu Nanik RT 06 RW 01, Ibu Nanik membeli seharga Rp.950.000,00 karena itu Ibu Rasti memintanya membeli dengan harga seperti itu. Ibu Rasti sebenarnya agak keberatan, namun karena kebutuhan mendesak hal itu terpaksa ibu Rasti lakukan.58 Begitu juga Ibu Sarpi RT 06 RW 01, melakukan hal yang sama karena waktu itu ada salah satu keluarganya yang berada dalam Rumah Sakit sehingga Ibu Sarpi sangat membutuhkan uang. Akhirnya Ibu Sarpi
58
Wawancara dengan Ibu Rasti selaku anggota arisan
57
menjual arisannya kepada Ibu Minah yang waktu itu sedang mempunyai kelonggaran rizki. Ibu Sarpi menjual arisannya seharga Rp.950.000,00 karena ibu Sarpi sangat membutuhkan uang. Akan tetapi hingga sekarang Ibu Sarpi belum mendapatkan arisan juga. Namun perolehan uang arisan telah
berpindah
kepada
Ibu
Minah
dengan
perolehan
uang
Rp.1.450.000,00 dan setiap bulan Ibu Sarpi tetap menyerahkan uang setoran dan mengikuti arisan, hanya saja perolehan uang arisan sudah berpindah ke Ibu Minah.59 Sebenarnya masih banyak contoh masyarakat yang melakukan jual beli arisan di Desa Waru. Begitulah seterusnya dan hingga sekarang masih banyak praktek jual beli arisan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang.
C. Pendapat Masyarakat Terhadap Praktek Jual Beli Arisan di Desa Waru Seperti yang dijelaskan diatas bahwa praktek jual beli arisan telah banyak dilakukan oleh masyarakat Desa Waru selama ini, maka hal ini telah menjadi kebiasaan setiap warga Desa Waru apabila dalam keadaan mendesak membutuhkan dana dan membutuhkan secara cepat. Berbagai pendapat tentang praktek jual beli arisan dipandang berbeda-beda oleh masyarakat Desa Waru. Ada yang membolehkan dengan alasan terdesak sedang sangat membutuhkan uang sesegera
59
Wawancara dengan Ibu Sarpi selaku anggota arisan ibu-ibu
58
mungkin ataupun ada yang berpendapat hal ini menyengsarakan orang yang meminjam dan lain sebagainya. Alasan lebih lanjut akan dijelaskan dibawah ini: 1.
Alasan beberapa orang Desa Waru membolehkan atau menyetujui praktek jual beli arisan tersebut yaitu karena disamping ini merupakan jenis bantuan terhadap orang yang sedang membutuhkan dana yang merupakan tetangga mereka sendiri, hal ini juga mampu memberi dana secara cepat tanpa perlu susah payah meminjam uang dari lembaga keuangan yang prosesnya lama dan kadang berbelit-belit. Sedangkan masyarakat terburu-buru membutuhkan uang atau dana secara cepat. Mereka berpendapat bahwa sama-sama terdapat bunga lebih baik meminjam yang lebih cepat dan tentunya lebih dipermudah dan kepada tetangga mereka sendiri.60
2.
Alasan beberapa orang kurang setuju dengan praktek jual beli arisan tersebut yaitu karena hal tersebut memberatkan penjual, karena menjualnya dengan harga dibawah nominal yang seharusnya mereka dapatkan dalam arisan. Sedangkan masyarakat mengetahui bahwa orang tersebut sedang sangat membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak dan harus cepat. Seharusnya mereka membantu tanpa memberi bunga atau mengurangi nilai nominal yang sebenarnya memberatkan walaupun pada awalnya tidak mereka rasakan. Disamping itu mereka juga telah saling kenal dan
60
Wawancara dengan Ibu Ayu‟ selaku anggota arisan
59
bertetangga, apakah tidak bisa apabila arisan tersebut dibeli dengan harga yang sama, karena mereka telah saling kenal, bertetangga dan telah mengetahui sifat bertetangga masing-masing pribadi. Sehingga yang mengikuti arisan tidak terlalu merasakan kerugian yang besar akibat berkurangnya nominal uang arisan yang mereka terima karena telah dijual terhadap tetangga mereka sendiri sebelumnya karena kebutuhan yang mendesak tersebut yang seharusnya mereka mendapatkan bantuan bukan malah makin memberatkan.61 3.
Ada juga yang berpendapat antara setuju dan tidak setuju dengan adanya praktek jual beli arisan yang terjadi didesa mereka. Mereka mengatakan bahwa apabila harga pembelian arisan nominalnya tidak jauh berbeda dibawah nominal arisan yang mereka dapatkan, masih bisa dimaklumi karena mungkin juga orang yang membeli membutuhkan sedikit keuntungan karena membeli arisan atau secara umumnya meminjamkan uang terhadap orang yang punya arisan. Akan tetapi apabila keuntungan atau harga pembeliannya dan nominalnya jauh dibawah jumlah nominal arisan yang seharusnya diperoleh orang yang menjual, maka mereka sangat tidak setuju karena apakah orang yang membeli tidak memiliki rasa kasihan dengan tetangganya sendiri yang sedang dalam kesusahan.62
61 62
Wawancara dengan bapak Harjito selaku tokoh agama Desa Waru Wawancara dengan Ibu Tintri selaku ibu kepala desa Waru
60
4.
Pendapat terakhir yaitu mengatakan bahwa mereka tidak tahu karena mereka belum pernah menjual arisan yang mereka punya. Sehingga mereka pasrah dan mengikuti alur. Kebanyakan orang disini adalah orang-orang yang tidak mengikuti arisan dan juga mereka telah sibuk dengan urusan kehidupan mereka sendiri. Sehingga mereka cenderung no coment alias tidak mau tahu dengan jual beli arisan yang dilakukan oleh masyarakat. Berbagai pendapat diatas dikenukakan sendiri oleh masyarakat
Desa
Waru
Kecamatan
Rembang
Kabupaten
Rembang.
Mereka
berpendapat sesuai dengan apa yang mereka lihat dan mereka alami sendiri.
61
BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS JUAL BELI ARISAN DI DESA WARU KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG
A. Analisis tentang pelaksanaan jual beli arisan yang terjadi di desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Pelaksanaan arisan yang dilakukan oleh masyarakat desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang ini bermula pada kumpulan ibuibu yang sedang berkumpul dan melakukan pembicaraan tentang obrolanobrolan ringan mengenai keuangan rumah tangga mereka masing-masing. Ketika mereka lagi melakukan kegiatan rutinitas setiap paginya yaitu melakukan belanja untuk keperluan dapur. Dalam melakukan arisan tidak hanya ada satu jenis arisan, melainkan ada berbagai macam bentuk arisan yang ada disekitar kehidupan kita. Seperti halnya dengan adanya arisan emas, arisan dagang, arisan lelang sepeda motor, arisan bahan bangunan, dan lebih banyak warga yang berminat untuk ikut dalam arisan undian dalam bentuk uang. Tidak menutup kemungkinan, peserta arisan datang dari berbagai desa walaupun mayoritas adalah orang-orang masyarakat setempat. Sedangkan orang-orang di luar desa tersebut bisa tahu kalau adanya arisan tersebut karena diberitahu dari salah satu anggota yang ikut dalam arisan tersebut. Arisan ini berkumpul setiap bulan pada tempat yang telah
62
ditentukan. Arisan kali ini adalah arisan yang kedua, setelah sebelumnya dilaksanakan di rumah Ibu Dasimah. Arisan dengan sistem undian dalam bentuk uang ini yang dilakukan dengan pengocokan untuk mengetahui siapa yang mendapatkan giliran lebih awal. Barang siapa yang mendapatkan lebih awal, berarti secara tidak langsung dia telah mendapatkan pinjaman uang dari anggota-anggota arisan yang belum mendapatkan undian. Sehingga dia harus melakukan pembayaran dengan cara mengangsur dalam arisan tersebut sampai semua anggota mendapatkan undian arisan. Akan tetapi bagi pihak yang ikut dalam arisan tetapi belum mendapatkannya, dia berarti melakukan pinjaman kepada pihak anggota arisan yang sudah mendapatkan giliran lebih awal. Pinjaman ini tidak bisa ditagih dan tidak bisa ditentukan kapan waktu mendapatkannya, karena ini melalui proses pengocokan terlebih dahulu. Karena yang mengikuti arisan tersebut banyak maka perbandingan untuk mendapatkan lebih awal sangatlah kecil. Namun semua itu kembali kepada rezeki dari setiap anggota arisan tersebut. Jika lagi bernasib baik maka dia bisa mendapatkan lebih awal, akan tetapi jika lagi bernasib kurang baik maka bisa juga mendapatkan giliran paling belakang. Namun walaupun demikian, tidak membuat Ibu-Ibu maupun BapakBapak untuk mengurungkan niat untuk melakukan arisan. Karena tujuan utama mereka mengikuti arisan tidak semata-mata karena uang, melainkan
63
kebersamaan dan menjalin kekeluargaan antara sesama. Sehingga mereka tidak merasa kecewa walaupun nama mereka keluar pada akhir undian. Salah satu cara masyarakat Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang dalam bersosialisasi sesama tetangga yaitu dengan cara mengadakan arisan rutin Ibu-Ibu dan Bapak-Bapak. Arisan itu kemudian berkembang menjadi lahan bisnis bagi sebagian orang, yaitu dengan transaksi yang disebut dengan jual beli arisan Sedangkan arisan yang dilakukan oleh bapak-bapak di desa Waru ini ada dikarenakan begitu efektifnya arisan yang dilakukan oleh ibu-ibu di desa Waru. Sehingga menimbulkan rasa ingin mendirikan arisan pada golongan bapak-bapak. Walaupun tingkat keefektifan antara arisan yang dilakukan oleh bapak-bapak tidak seefektif seperti apa yang dilakukan oleh ibu-ibu arisan. Namun itu tidak menyurutkan bapak-bapak dalam melakukan perkumpulan walaupun tujuan utamanya hanya mempererat tali silaturahim. Namun apa yang diharapkan dalam mencapai tujuan arisan tidak bisa berjalan sesuai dengan apa yang semestinya diharapkan dalam hal keuangan, tetapi dalam hal silaturahimnya masih berjalan dengan baik. Dikarenakan adanya berbagai macam latar belakang yang menyebabkan kenapa arisan tersebut tidak berjalan sesuai dengan mestinya. Seperti penelitian yang telah dilakukan penulis ketika melakukan wawancara dengan warga yang bersangkutan dalam hal arisan. Setelah melakukan wawancara dengan Bapak Rochmat selaku kepala desa dan sekaligus sebagai ketua arisan, penulis menanyakan tentang
64
bagaimana anggota arisan melakukan penjualan arisan kepada pihak lain dengan harga yang bisa dikatakan rendah. Pak lurah menjawab, bahwasanya dia tidak mengetahui kapan arisan yang dimiliki oleh anggotanya tersebut dijual, dan kepada siapa serta dengan harga berapapun Bapak Rochmat tidak mengetahuinya. Ini dikarenakan yang menjual arisan tersebut masih ikut berkumpul pada setiap pengocokan dilakukan. Ketua arisan ini tahu bukan dari pemilik arisannya langsung, akan tetapi dia mengetahuinya itu dari pihak lain, seperti waktu berbincang-bincang dengan para warga. Sumber informasi dari warga inilah yang menjadikan Bapak Rochmat mengetahui siapa yang menjual arisan. Yang kemudian penjual arisan tersebut ditanya oleh ketua arisan, yang pada akhirnya diketahui kepada siapa dia menjual arisannya tersebut.63 Kemudian dari wawancara dengan Ibu Tintri selaku Ibu lurah dan sekaligus sebagai ketua arisan Ibu-Ibu di Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang, penulis juga menanyakan tentang apa yang penulis tanyakan kepada ketua arisan bapak-bapak yaitu tentang bagaimana anggota arisan melakukan penjualan arisan kepada pihak lain dengan harga yang bisa dikatakan rendah. Jawaban dari ketua arisan ibu-ibu dangan jawaban ketua arisan bapak-bapak hampir sama. Ibu Tintri juga tidak tahu kapan anggotanya dalam arisan tersebut menjual arisannya. Dijual kepada siapa dan dengan harga berapa Ibu Tintri juga tidak tahu. Namun dengan berjalannya waktu, akhirnya terbuka juga anggota arisan itu menjual kepada siapa dan dengan 63
Wawancara dengan Bapak Rochmat selaku ketua arisan sekaligus sebagai kepala desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang
65
harga berapa, Ibu Tintri mengetahuinya dengan pendekatan terhadap para anggota arisannya ketika berkumpul dengan menunggu anggota arisan yang lain datang. Waktu seperti inilah yang dianggap Ibu Tintri paling efektif untuk mendapatkan informasi.64 Setelah mengetahui dari Bapak Rochmat selaku ketua arisan tentang siapa dari pihak arisan bapak-bapak yang menjual arisannya. Penulis kemudian mencari siapa anggota arisan dari bapak-bapak yang menjual arisan tersebut serta penulis juga mencari siapa yang membeli arisan bapak-bapak tersebut, untuk mengetahui ada apakah dibalik terjadinya jual beli arisan dikalangan bapak-bapak. Penulis akhirnya menemukan salah seorang yang melakukan penjualan arisan yaitu Bapak Temok. Setelah penulis tanya tentang mengapa Bapak Temok menjual arisannya. Bapak Temok menjawab kalau dia menjual arisannya karena kebutuhan ekonomi untuk memberi nafkah keluarganya, karena waktu itu dia baru keluar dari perusahaan yang semula dia tempati untuk berkerja setiap harinya. Penulis juga menanyakan kenapa tidak pinjam kepada saudara, tetangga, koperasi atau ke Bank terdekat. Bapak Temok menjawab kalau mau pinjam dengan saudara nanti takutnya dibilang laki-laki tidak bisa memberi nafkah keluarga. Mau meminjam uang terhadap tetangga takut kalau bayarnya tidak sesuai dengan tempo waktu yang ditentukan. Sedangkan koperasi dan Bank saya tidak punya sertifikat tanah sebagai jaminan untuk melakukan pinjaman. Maka dari itu saya lebih nyaman dengan
64
Wawancara dengan IbuTintri selaku ketua arisan Ibu-Ibu di Desa Waru
66
menjual arisan yang saya miliki kepada orang lain, walaupun saya mendapatkan uangnya tidak sesuai dengan jumlah uang yang saya keluarkan pada akhir arisan tersebut. Akan tetapi dengan menjual arisan, saya (Bapak Temok) tidak mempunyai tanggungan untuk membayar hutang, karena sudah ada alat yang digunakan untuk membayar hutang yaitu ketika arisannya keluar.65
Sedangkan dari pihak Ibu-Ibu penulis mengambil salah beberapa sampel dari Ibu-Ibu yang melakukan penjualan arisan. Dalam pengambilan sampel ini penulis mendapatkan informasi dari Ibu Tintri selaku ketua arisan dan sekaligus sebagai Ibu lurah. Penulis melakukan wawancara dengan Ibu Lusi tentang mengapa dia menjual arisannya. Padahal dia mengetahui kalau uang yang didapatkan dari penjualan arisan itu tidak sesuai dengan jumlah uang yang dikeluarkan. Ibu Lusi menjawab, dia menjual arisan karena tidak punya uang ketika anaknya menginginkan seragam sekolah baru. Ketika waktu itu suaminya lagi berlayar dan pulangnya tidak pasti kapan. Biasanya pulang suaminya Ibu Lusi itu berjangka waktu satu bulan bahkan sampai dua bulan baru pulang. Ibu Lusi tidak berani meminjam uang kepada lembaga seperti perbankan atau KUD (Koperasi Unit Desa) yang ada di Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang dikarenakan takut dimarahi oleh Ibu mertuanya. Suami
65
Wawancara dengan Bapak Temok selaku penjual arisan
67
Ibu Lusi sendiri juga mempunyai prinsip kalau lebih baik menjual barang yang ada di dalam rumah daripada harus berhutang kepada lembaga atau perorangan. Penulis juga melakukan pertanyaan kalau menjual arisan berartikan sama dengan hutang uang sama tetangga. Tapi Ibu Lusi menjawab kalau arisankan milik saya sendiri baik mau saya jual atau saya teruskan itu hak saya. Walaupun saya jual, pembayaran yang saya lakukan yaitu dengan menggunakan arisan yang saya miliki, jadi semua itu tidak masalah.66 Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan sebagian besar orang yang melakukan penjualan arisan ialah karena terhimpit kebutuhan ekonomi baik dari berbagai sektor. Seperti untuk beli pupuk, beli seragam, mencukupi sandang pangan keluarga, dan bahkan ada yang digunakan untuk menutup hutang yang dimiliki kepada koperasi simpan pinjam karena sudah jatuh tempo. Dalam
mencukupi
kebutuhan
sehari-hari
pastinya
manusia
membutuhkan bantuan dari manusia yang lainnya, seperti kita makan nasi, sedangkan nasi itu bersal dari beras yang telah diolah oleh para petani. sehingga kita bisa menikmati nasi tersebut tanpa mengolahnya terlebih dahulu. Seperti contoh agar memudahkan pemahaman yaitu penulis akan membuat tata urutan sebagai berikut: 1.
Apabila ibu A (sebagai contoh nama) sedang membutuhkan uang secara mendesak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik karena kebutuhan
66
Wawancara dengan Ibu Lusi selaku penjual arisan
68
pokok seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan ataupun karena apabila terkena musibah yang mendadak tanpa diketahui sebelumnya. Tentulah hal ini tidak akan diketahui oleh manusia terlebih dahulu. 2.
Oleh karena itu ibu A membutuhkan uang secepat mungkin agar kebutuhan hidupnya segera terpenuhi atau paling tidak bisa tertutupi lebih dahulu. Karena terdesak kebutuhan akhirnya ibu A menjual arisan yang dia miliki kepada ibu B senilai Rp.950.000,00 atau dibawah Rp.1.000.000,00 bahkan bisa membeli dengan harga separo dari nominal arisan yang diperoleh. Hal ini tentu permintaan oleh ibu A sendiri karena ibu A sedang membutuhkan uang. Padahal ibu A belum waktunya mendapatkan arisan, jadi perjanjiannya apabila suatu saat ibu A mandapatkan arisan maka arisan tersebut telah dimiliki oleh ibu B, karena ibu B telah membeli arisan dari ibu A senilai Rp.950.000,00 tersebut.
3.
Walaupun yang mendapatkan uang arisan sekarang telah berpindah kepada ibu B bukan milik ibu A lagi, akan tetapi setoran setiap bulan tetaplah ibu A yang membayar. Karena sesuai perjanjian ibu B hanya membeli atau memberi uang senilai tersebut dan apabila ibu A mendapat arisan itu sudah milik ibu B. Namun harga yang ditawarkan dalam jual beli arisan tersebut
sangatlah jauh dari perolehan nominal arisan yang diperoleh, hal ini sama sekali tidak mengandung unsur tolong menolong, bahkan seakan-akan mengandung unsur bisnis di dalamnya.
69
Sedangkan
orang
yang
membeli
arisan
juga
berpendapat
bahwasannya dia melakukan pembelian arisan dikarenakan dia ingin menolong tetangganya tersebut dengan cara sesuai dengan apa yang ditawarkan oleh penjual. Jadi pihak pembali hanya melakukan pembayaran sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penjual. Walaupun pihak dari pembeli juga mengetahui, bahwa pembelian arisan tersebut dibeli dengan harga yang jauh dari pendapatan arisan semestinya. Tetapi pembeli sendiri juga mengambil keuntungan dari jumlah uang yang diserahkan pada penjual lebih sedikit jumlah nominalnya dan dia mendapatkan nilai nominal dalam penjualan arisan tersebut secara maksimal. Pihak penjualpun juga mendapatkan keuntungan yaitu dengan mendapatkan uang lebih cepat walaupun nominalnya tidak sebanding dengan apa yang seharusnya didapatkan dalam arisan. Selain itu penjual juga mendapatkan keuntungan dengan pembayaran hutang yang dilakukan kepada pembeli arisan itu tidak ditentukan kapan waktu pembayaran hutangnya, melainkan hanya mengikuti alur arisan yang dikocok terlebih dahulu. Berarti diantara kedua belah pihak antara penjaul dan pembeli arisan ini sama-sama mendapatkan keuntungan hanya saja keuntungan yang mereka peroleh berbeda beda mengenai waktu, jumlah uang nominal dan cara melakukan pembayaran yang telah disepakati antara kedua belah pihak yang bersangkutan. Selain sama-sama mendapatkan keuntungan, antara penjual dan pembali arisan ini bukan berarti mereka terhindar dari kerugian yang mereka
70
alami setelah melakukan transaksi. Kerugian yang mereka alami seperti penjual arisan mendapatkan hasil penjualan arisan yang tidak sepadan dengan jumlah nominal yang semestinya. Pihak pembeli juga mempunyai kerugian, yaitu andaisaja nama dari penjual arisan tersebut keluar pada bagian akhir arisan maka pembeli ini termasuk mendapatkan kerugian. Tapi antara kedua belah pihak telah melakukan kesepakatan yang mengikat dalam transaksi jual beli ini. Dan dalam transaksi ini diantara kedua belah pihak tidak ada yang merasa dipaksa dan tidak ada yang tertekan. Melainkan dari hati mereka masing-masing sehingga antara kedua belah pihak saling ridlo dengan perjanjian yang telah disepakati ketika bertransaksi. Akan tetapi kebijaksanaan antara pembeli arisan yang satu dengan pembeli arisan yang lain ini berbeda-beda. Perbedaan ini berdasarkan pada bonus atau bisa dikatakan fee terhadap penjual arisan. Walaupun tidak semua pembeli arisan memberikan fee kepada penjual arisan baik namanya penjual arisan keluar cepat atau bahkan keluar lama setelah melakukan pengocokan.
Biasanya bonus ini diberikan apabila nama penjual arisan keluar cepat atau bahkan setelah arisan dijual nama penjualnya langsung keluar. Pembeli merasa belaskasihan terhadap penjual arisan karena baru saja dijual akan tetapi namanya keluar dalam kocokan. Belaskasihan ini dicurahkan dengan member fee berupa uang yang sesuai dengan keikhlasan dari pembeli arisan itu sendiri.
71
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan pembeli arisan juga memberikan fee terhadap penjual arisan yang namanya keluar lama dalam pengocokan. Biasanya fee yang diberikan oleh pembeli terhadap penjual arisan lebih sedikit dibandingkan dengan fee yang diberikan oleh pembeli kepada penjual. Walaupun demikian dari pihak penjualpun sudah merasa sangat senang atas pemberian fee yang diberikan oleh pihak pembeli arisan. Walau tidak seberapa fee yang diberikan kepada penjual, pembeli sudah cukup senang atas fee yang diberikan oleh pembeli kepada penjual. Tidak semua pembeli arisan memberikan hadiah terhadap penjual arisan, karena juga ada pembeli yang sama sekali tidak memberikan hadiah walaupun sedikit terhadap pembeli. Pembeli tidak menghiraukan kepada penjual arisan, walau namanya penjual arisan keluar cepatpun tidak mendapatkan hadiah apalagi kalau nama pemilik arisan keluar belakangan pasti dapat dipastikan juga tidak akan mendapatkan fee. Karena yang keluar lebih cepat saja tidak mendapatkan apalagi yang keluarnya belakangan. Setelah mengambil pengalaman dari orang-orang sebelumnya yang melakukan penjualan arisan, maka penjual arisan akan lebih merujuk kepada pembeli arisan yang memberikan fee atau hadiah. Maka dari itu pembeli arisan yang ada di desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang ini lebih banyak mendapatkan tawaran untuk membeli arisan dari pihak penjual arisan, ini disebabkan karena selain harga beli arisan yang dilakukan lebih tinggi, juga lebih sering memberikan fee terhadap penjual arisan. Baik itu namanya keluar lebih cepat atau bahkan keluar belakangan.
72
Jual beli arisan ini yang sering penulis temui adalah dalam kalangan ibu-ibu. Sedangkan dalam golongan bapak-bapak sangat jarang ditemui transaksi jual beli arisan. Penulis menangkap bahwasannya yang mengatur keuangan dalam rumah tangga adalah ibu-ibu, jadi tidak ada salahnya kalau transaksi jual beli arisan ini sering dijumpai dalam kalangan ibu-ibu. Walaupun dalam arisan bapak-bapak, ibu-ibu rumah tanggapun mengetahui kalau bapak-bapakpun juga mengikuti arisan. Tetapi tetap saja yang sering diperjualbelikan adalah arisan milik dari ibu-ibu. Penulis juga menemukanpula kenapa arisan ibi-ibu yang sering diperjualbelikan.
Dikalangan
ibu-ibu
rumah
tangga
lebih
banyak
berkumpulnya dan berbincang-bincang dibandingkan dengan bapak-bapak. Bapak-bapak rutinitas setiap harinya waktunya lebih digunakan untuk berkerja. Walaupun sibuk dengan pekerjaan yang dilakukan oleh bapakbapak, bukan berarti bapak-bapak ini tidak melakukan kumpulan. Bapakbapak melakukan perkumpulan pada malam hari yaitu ketika mendapatkan jadwal ronda. Dalam melakukan ronda malampun, bahan pembicaraan yang dilakukan bapak-bapak tidak bertopik pada ekonomi rumah tangga atau kesulitan ekonomi dalam rumah tangga. Bapak-bapak lebih memilih topic pembicaraan yaitu mengenai pekerjaan yang dilakukan bapak-bapak setiap harinya. Baik itu mengenai kelancaran, hambatan, tantangan dan kejutan dalam menjalankan pekerjaan sehari-harinya.
73
Jadi sangat amatlah kecil kalau bapak-bapak melakukan transaksi jual beli arisan jika ditinjau dari rutinitas kegiatan yang dilakukan bapakbapak arisan setiap harinya. Dimana mereka tidak sering bertemu dan jarang membicarakan tentang masalah keuangan dalam rumah tangga. Selain itu praktek tersebut cenderung terhadap utang piutang, bukan jual beli lagi. karena apabila dilihat dari segi objeknya, praktek jual beli tersebut
tidak
mempunyai objek
yang jelas bahkan
belum tentu
mendapatkannya kapan. Sehingga praktek tersebut cenderung bahkan hampir sama dengan praktek utang piutang yang dilakukan masyarakat Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Seperti yang dijelaskan dalam bab 2 diatas bahwa objek jual beli harus jelas barang yang diperdagangkan dan telah diketahui pembeli dan tidak terdapat unsur eksploitasi. Sedangkan praktek jual beli arisan yang dilakukan masyarakat Desa Waru objek yang diperjual belikan adalah berupa arisan yang belum jelas kapan orang tersebut mendapatkan arisan dan dibayar dengan harga yang lebih rendah daripada apa yang mereka dapatkan dalam arisan. Dari hal tersebut penulis menyimpulkan bahwa praktek yang dilakukan oleh masyarakat Desa Waru termasuk dalam utang piutang dan menggunakan akad utang piutang juga bukan jual beli lagi.
B. Analisis tentang Hukum Islam terhadap jual beli arisan yang terjadi di desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Arisan secara umum termasuk muamalat yang belum pernah disinggung dalam Al Qur‟an dan as Sunnah secara langsung, maka hukumnya
74
dikembalikan kepada hukum asal muamalah, yaitu dibolehkan. Selama tidak ada dalil yang melarangnya maka jual beli itu diperbolehkan. Walaupun diperbolehkan dalam melakukan muamalah kita juga harus mengerti tentang aturan-aturan yang telah diatur dalam Al-Qur‟an, dan tidak lupa dengan riba. Karena kesalahan dalam melakukan transaksi muamalah sering merujuk kepada hal riba. Padahal Allah SWT telah melarang riba dan menghalalkan jual beli. Riba dalam bahasa Arab “ar-riba” (
انزِّ تَا
) berarti tambahan,
tumbuh atau berlebih. Dalam istilah hukum islam, riba adalah tambahan baik berupa tunai, benda maupun jasa yang mengharuskan pihak peminjam untuk membayar selain jumlah uang yang dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan pada hari jatuh tempo pengembalian uamg pinjaman itu. Riba semacam ini disebut riba nasi‟ah. Dalam transaksi tersebut terdapat dua bentuk tambahan, dari pihak pemilik uang ia telah menambahkan jangka waktu pembayaran dan dari pihak yang berutang ia menambahkan jumlah uang yang harus dibayarkan kepada pemilik uang. Karena adanya unsur menambah, maka hal tersebut dinamakan riba.67 Larangan keras memakan riba, tegas dan jelas dikemukakan dalam al-qur‟an dan hadits Nabi saw, dasar hukumnya yaitu: 1)
67
Surat Al-Baqarah: 275
Amir Syarifuddin, Meretas Kebekuan Ijtihad, Jakarta: Ciputat Press, 2005, hlm. 214
75
68
Artinya: “orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” 2)
Hadits nabi antara lain : ُ َّصهَّٗ َعهَ ْي ِّ َٔ َسهَّ َى ا ِك َم انزِّ تَا َٔ ُيْٕ ِكه َ ِ نَعٍََ َر ُسْٕ ُل هللا:ال َ َٖ ق َ َْ َع ٍَْ َجاتِ ِز ْت ٍِ َع ْث ِذ هللاِ ْاال ِ ار ِ ص ُْ ْى َس َٕاء:َٔكَاتِثَُّ َٔشَا ِْ َذ ْي ِّ َٔقَا َل
Artinya: Dari Jabir bin Abdillah. Dia menceritakan, bahwa Rasul Saw mengutuk orang yang memakan riba dan yang menyuruh, memaknnya, penulisnya, dan kedua saksinya.69 68
Departemen Agama RI, op.cit, hlm. 69 69 Ahmad Ali, Bulughul Maram jus 3, Bandung: Dahlan, 1980, hlm. 491-492
76
Pada kasus jual beli arisan di Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang, penulis berpendapat bahwa jual beli arisan tersebut menyerupai pinjaman yang dilakukan nabi pada masa lalu tentang kesediaanya untuk memberi kelebihan dalam pengembalian pinjaman unta. Seperti yang dilakukan oleh nabi Muhammad pada masa lalu yang disebutkan dalam hadits 70
Dalam Bulughul Maram atau dalam kitab Nailul Authar disebutkan bahwa:
فَا َ ْعطَٗ ِسًُّّا َخ ْثزًّا،و ِسًُّّا.ض َرس ُْٕ ُل هللاِ ص َ "ا ْستَ ْق َز:ع ٍَْ اَتِي ُْ َز ْي َزجَقَا َل )ّ" (رٔاِ أحًذ ٔانتزيذٖ ٔصحح.عا ًّء َ َ ِخيَا ُر ُك ْى اَ َحا ِسُُ ُك ْى ق: َٔقَا َل،ِّ ُِِّي ٍْ ِس Artinya:“Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah saw. pernah pinjam onta, kemudian ia membayar dengan onta yang lebih baik dari pada onta yang dipinjam, lalu ia bersabda: “Sebaik-baik di antara kamu ialah yang lebih baik dalam membayar pinjaman”. (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Tirmidzi mengesahkannya). Dalam kitab Bulughul Maram yang menyatakan bahwa yang dinamakan riba adalah jika disyaratkan dalam akadnya. Tetapi, jika yang seorang menambah atau mengurangi penerimaannya dengan suka rela, maka tidak termasuk riba malahan dianjurkan demikian. Masyarakat yang mengikuti arisan, menjual arisannya merasa terbantu dengan adanya pihak masyarakat yang mau membantunya dengan
70
Teuku Muhammad Hasbi ash Shieddieqy, op.cit, hlm. 124
77
cara membeli arisan yang dimiliki. Seperti yang disebutkan dalam alQur‟an surat an-nisa‟: 29 sebagai berikut:
ٍَْ يَا أَيَُّٓا انَّ ِذيٍَ آ َيُُٕا ال تَأْ ُكهُٕا أَ ْي َٕانَ ُك ْى تَ ْيَُ ُك ْى ِت ْانثَا ِغ ِم إِال أَ ٌْ تَ ُكٌَٕ تِ َجا َرجًّ ع 71
َّ ٌَّ ِاض ِي ُْ ُك ْى َٔال تَ ْقتُهُٕا أَ َْفُ َس ُك ْى إ هللاَ َكاٌَ تِ ُك ْى َر ِحي ًًّا ٍ تَ َز
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Sedangkan di daerah Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang, penulis melihat bahwa dalam jual beli arisan tersebut terdapat unsur untuk memperkaya diri atau pribadi dalam proses pembelian arisan tersebut. Kelebihan pembayaran yang diberikan oleh penjual arisan hanya untuk kepentingan pribadi dan tidak ada keterlibatan yang menyangkut masyarakat umum. Untuk biaya-biaya angsuran arisan tetap saja menjadi tanggung jawab dari pihak anggota yang mendaftar menjadi anggota. Pembeli arisan tidak perlu lagi memikirkan angsuran arisan setiap bulannya, karena semua itu sudah menjadi tanggung jawab penjual arisan secara
mutlak.
Walaupun
hal
ini
terdapat
pengembaliannya, dan akadnya disyaratkan dimuka.
71
Departemen Agama RI, op.cit, hlm. 122
penambahan
dalam
78
Meskipun penambahan tersebut menyerupai riba, Seperti yang disebutkan dalam keputusan Muktamar NU bahwa apabila mereka saling sepakat atas pemanfaatannya, maka tidak dianggap syarat akad dan tidak rusak, alias boleh. Namun apabila diartikan secara literatur, bahwa setiap apapun yang bertambah merupakan. Karena dalam pengembaliannya terdapat kelebihan yang disepakati sebelum pinjam-meminjam dilaksanakan. Namun dalam bentuk apapun itu, secara faktanya jual beli arisan tersebut sangat memberi manfaat kepada yang ingin mendapatkan bantuan uang secara cepat. Apakah penambahan riba diatas diartikan secara lafadh atau secara lebih luas dilihat dari segi kemanfatannya dan segi pelaksanaanya. Sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah dalam surat AlMaidah: 2
79
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaaid, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”72
Menurut
pandangan
dari
beberapa
ulama
menyatakan
bahwasannya Arisan hukumnya adalah boleh, tidak terlarang. Barangsiapa mengira bahwa arisan termasuk kategori memberikan pinjaman dengan mengambil manfaat maka anggapan tersebut adalah keliru, sebab semua anggota arisan akan mendapatkan bagiannya sesuai dengan gilirannya masing-masing “. Walaupun tidak tau pastinya kapan anggota arisan mendapatkan undian tersebut.
Islam sangat menganjurkan manusia atau masyarakat untuk berusaha dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam juga sangat
72
Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahannya, Semarang: Toha Putra, 1999,Hlm.215
80
menganjurkan manusia untuk bersosialisai dan berinteraksi antara sesama manusia bahkan bertetangga dengan baik. Bahkan Islam sendiri telah menjelaskan dalam hadits yang menyebutkan tentang adab bergaul sesama manusia dengan baik.
" الَتَ َحا َس ُذ ْٔا: صهَّٗ هللاُ عَه ْي ِّ َٔ َسهَّى َ ِ قَ َم َرس ُْٕ ُال هللا: ظٗ هللاُ َع ُُّْ قَا َل ِ َٔ َع ُُّْ َر ْط ُ َٔالَتََُا َج ُش ْٕا َٔالَتَثَا َغع ُْٕا َٔالَ تَذَاتَز ُْٔا َٔالَ يَثِحْ تَ ْع ٍ ْح تَع ِ ع ُك ْى َعهَٗ تَي ْ َ ْان ًُ ْسهِ ُى آَ ُخ ْٕ ْان ًُ ْسهِ ِى الَ ي،َٔ ُك َُْٕ ْٕا ِعثَا َد هللاِ إِ ْخ َٕاًَّا ظهِ ًُُّ َٔالَض يَ ْخ ُذنُُّ َٔ َل َ َص ْذ ِر ِِ َشال ئ ٍ ث َي ًّّزا َ َٗ انتَّ ْق َٕىٗ ْا َ َُُْا َٔيَ ِش ْي ُز إِن، ُِيَحْ ِك ُز ِ تِ َح ْس، خ ٍ ة ا ْي ِز ُُّ َد ُيُّ َٔ َيان: ُكمُّ ْان ًُ ْسهِ ِى َعهَٗ ْان ًُ ْسهِ ِى َح َزاو، ِيٍَ ان َّشزِّ أَ ٌْ يَحْ قِ َز أَ َخاُِ ان ًُ ْسهِ َى .ظُّ " أَ ْخ َز َجُّ ُي ْسهِى ُ َْٔ ِعز Artinya: “Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah kalian saling hasut, saling najsy (memuji barang dagangan secara berlebihan), saling benci, saling berpaling, dan janganlah sebagian di antara kalian berjual beli kepada orang yang sedang berjual beli dengan sebagian yang lain, dan jadilah kalian hambahamba Allah yang bersaudara. Muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak menganiaya, tidak mengecewakannya, dan tidak menghinanya. Takwa itu ada disini -beliau menunjuk ke dadanya tiga kali- Sudah termasuk kejahatan seseorang bila ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim bagi muslim lainnya adalah haram baik darahnya, hartanya dan kehormatannya."(H.R. Muslim)73
73
Ibnu Hajar al-Asqalani, Terjemah Lengkap Bulughul Maram, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2009, hlm.687
81
Ini menjadi salah satu bukti bahwa Islam sangat menganjurkan manusia menjadi makhluq yang menyayangi sesama dengan baik dan menghargai mereka. Salah satu cara yang digunakan yaitu dengan cara menghargai dan menolong tetangga yang dalam kesusahan. Arisan sendiri menurut berbagai pendapat ulama Islam yang ada di Desa Waru tersebut mengandung bisnis dan untung-untungan dari orang yang membeli, meskipun diketahui bahwa yang menawarkan harga adalah orang yang menjual sendiri yaitu orang yang mengikuti arisan. Dari penjelasan di atas diketahui bahwa pembeli arisan membeli uang arisan dengan harga di bawah nominal harga yang didapat dalam arisan. Bahkan tidak menutup kemungkinan harga yang ditawarkan dari penjual separuh harga dari nominal uang arisan yang diperolehnya dalam arisan. Penulis menganggap bahwasannya arisan ini sama dengan hutang piutang. Dimana dalam melakukan pinjaman (kepada pihak pembeli arisan) orang yang meminjam mengatakan bahwasannya dia akan membayarnya. Akan tetapi pembayarannya ditangguhkan kepada arisan yang dimiliki oleh peminjam (penjual arisan), jika nama arisannya keluar maka yang berhak mendapatkan arisan tersebut adalah pemberi pinjaman (pembeli
arisan).
pembayaranpun
juga
Waktu
yang
tidak
jelas
digunakan kapan
untuk
pastinya,
melakukan
karena
untuk
mendapatkan arisan haruslah melalui pengocokan terlebih dahulu. Harga yang ditawarkan sangatlah jauh dari perolehan nominal arisan yang diperoleh, hal ini sama sekali tidak mengandung unsur tolong
82
menolong bahkan seakan-akan mengandung unsur bisnis di dalamnya. Padahal seperti yang kita ketahui, transaksi ini dilakukan dengan sesama tetangga mereka masing-masing. Jadi dipandang dari segi normatif kesosialan hal tersebut bukanlah cara yang baik untuk memberikan tolongmenolong terhadap tetangga kita sendiri yang pada saat itu sangat membutuhkan bantuan orang-orang yang mampu, dan yang seharusnya mereka dibantu. Walaupun bantuan yang ditawarkan oleh para tetangga belum bisa sesuai dengan apa yang diharapkan oleh orang yang butuh uang tersebut. Akan tetapi setidaknya dengan bantuan itu bisa meringankan beban dari orang yang sedang membutuhkan bantuan tersebut. Walaupun bantuan yang kita berikan kepada orang yang membutuhkan tersebut tidak seberapa, pasti alangkah senangnya dirinya karena telah mendapatkan sedikit keringanan.
Sedangkan Islam sendiri menyebutkan dalam hadits:
ِّ صهَّٗ هللاُ َعهَ ْي َ ٗ َّ ِظ َي هللاُ تَ َعانَٗ َع ُُْٓ ًَا أَ ٌَّ انَُّث ِ َٔ َع ٍِ ات ٍِْ ُع ًَ َز َر رٔاِ إشحاق.ٍِْ َٔ َسهَّ َى َََٓٗ ع ٍَْ تَي ِْع ْان َكانِ ِئ تِ ْان َكانِ ِئ يَ ْعُِٗ ان َّذ ْي ٍِ تِان َّذي ٔانثزار Artinya: “Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang jual-beli yang kemudian dengan yang kemudian, yakni hutang dengan hutang. (H.R. Ishaq dan al-Bazzar dengan sanad lemah)”
83
Walaupun hadits di atas mempunyai sanad yang lemah namun beberapa ulama berpendapat dan sepakat bahwa jual beli hutang dengan hutang dilarang dalam al-Qur‟an.74 Dari penjelasan akad dan hadits penjelasan diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa jual beli arisan dilarang oleh agama Islam. Hal ini jelas dilarang karena dalam hukum Islam karena telah terdapat hadits yang melarang dan juga prakteknya menggunakan praktek utang piutang dan bukan menggunakan praktek jual beli, utang yang terdapat penambahan dalam pengembaliannya dan belum jelas objeknya. Walaupun hadits tersebut diatas itu dhaif karena sanad yang lemah, tetapi para ulama sepakat untuk melarang hal tersebut yang menurut penulis sama dengan kasus jual beli arisan di Desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang tersebut. Selain itu harga yang ditawarkan juga jauh dari unsur tolong menolong, akan tetapi seperti ajang bisnis untuk memperoleh keuntungan semata. Padahal seharusnya Allah menganjurkan manusia untuk saling tolong menolong dengan sesamanya tanpa adanya unsur eksploitasi atau unsur untung-untungan.
74
Kahar Masyhur, Bulughul Maram 1, Jakarta: Rineka Cipta, 1992 Hlm. 487
84
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hal-hal telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pelaksanaan jual beli arisan di desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang, pada awalnya arisan hanya bertujuan sebagai pengerat persaudaran antara masyarakat dan sebagai tabungan yang mampu mengontrol penggunaan uang masyarakat. Akan tetapi semakin lama dan semakin bertambahnya kebutuhan perekonomian, arisan berubah menjadi lahan yang berbeda yang mampu memberi kebutuhan lain yang mendesak apabila dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri dengan cara menjual arisan kepada tetangga mereka. Cara ini dianggap oleh para anggota yang ingin menjual arisan sangat efektif, dikarenakan mereka melakukan pembayaran dengan mengandalkan keluarnya arisan yang melalui sistem pengocokan. Akan tetapi penulis menyimpulkan bahwasannya praktek jual beli arisan in salah, dan seharusnya ijab qabulnya menggunakan hutang piutang.
2.
Pandangan islam mengenai kasus jual beli arisan di desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang, seperti apa yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya bahwa jual beli arisan ini salah. Penulis mengambil kesimpulan bahwasanya jual beli arisan ini termasuk dalam kategori hutang piutang dan cenderung ke dalam riba.75 Ini diperjelas dengan adanya hadits yang menyatakan
75
Ibid, hlm. 487
85
ِّ صهَّٗ هللاُ َعهَ ْي َ ٗ َّ ِظ َي هللاُ تَ َعانَٗ َع ُُْٓ ًَا أَ ٌَّ انَُّث ِ َٔع ٍَِ ات ٍِْ ُع ًَ َز َر رٔاِ إشحاق.ٍِْ َٔ َسهَّ َى َََٓٗ ع ٍَْ تَي ِْع ْان َكانِ ِئ تِ ْان َكانِ ِئ يَ ْعُِٗ ان َّذ ْي ٍِ تِان َّذي ٔانثزار Artinya: “Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang jual-beli yang kemudian dengan yang kemudian, yakni hutang dengan hutang. (H.R. Ishaq dan al-Bazzar dengan sanad lemah)” Padahal keuntungan dari memberikan pinjaman telah dilarang dalam islam.Walaupun hadits itu mempunyai sanad yang lemah namun beberapa ulama berpendapat dan sepakat bahwa jual beli hutang dengan hutang dilarang dalam hadits. Dari penjelasan hadits tersebut penulis juga menyimpulkan bahwa jual beli arisan sama dengan jual beli utang-piutang. Hal ini jelas dilarang dalam hukum islam karena telah terdapat hadits yang melarang. B. Saran Seharusnya arisan ini ketika semua anggota terkumpul ketua arisan menanyakan tentang siapa yang paling membutuhkan uang pada saat itu. Tetapi pastinya semua orang membutuhkan uang, sebagai ketua harusnya memilih secara selektif siapa yang paling membutuhkan dengan melihat latar belakang yang ada, serta kebutuhan yang amat sangat mendesak. Jika prinsip seperti ini dilaksanakan, pastinya akan mengurangi atau bahkan menghilangkan transaksi jual beli arisan tersebut. Jika hal seperti ini dilaksanakan berarti tujuan arisan telah tercapai yaitu tolong menolong. Selain menggunakan cara di atas, penulis mempunyai solusi yang kedua, yaitu dengan mengocok arisan semuanya terlebih dahulu. Sehingga anggota arisan dapat mengetahui kapan anggota arisan tersebut mendapatkan
86
gilirannya mendapatkan arisan. Jika sudah diketahui waktu perolehan arisan, maka harga dalam jual beli arisan bisa diminimalisir dan tidak seperti semula yang memiliki unsur untung-untungan.
C. Penutup Dengan rasa syukur Alhamdulillahirobbil‟aalamiin penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang dengan hidayah, inayah, dan taufiq-Nya sehingga penulis telah mampu mengantarkan pembahasan skripsi yang berjudul TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS JUAL BELI ARISAN DI DESA WARU KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG pada titik paling akhir, meskipun banyak hambatan dan kesulitan karena kemampuan yang terbatas namun Alhamdulillahirobbil‟aalamiin penulis tetap berusaha semampunya untuk menyelesaikan dan memecahkan problem yang penulis hadapi dalam penulisan skripsi ini. Tidak lupa penulis mohon maaf apabila dalam penulisan kalimat maupun bahasanya masih dijumpai banyak kekeliruan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif guna perbaikan dimasa mendatang. Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terimakasih kepada Allah SWT dan kepada semua pihak yag telah memberi kelancaran dalam penulisan karya skripsi ini. Semoga dapat bermanfaat, amiiin ya robbal „alamiin……………
87
DAFTAR PUSTAKA A Black, James, dkk, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, Bandung: Refika Aditama, 2 A. Mas‟adi, Ghufron, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002 Al Kibyi, Sa‟dudin Muhammad, al Muamalah al Maliyah al Mua‟shirah fi Dhaui al Islam, Beirut, 2002 Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Terjemah Lengkap Bulughul Maram, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2009 Ali, Ahmad, Bulughul Maram jus 3, Bandung: Dahlan, 1980 Ash Shiddieqy, Hasbi, Hukum Antar Golongan, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001 Asysyafii, Muhyiddin Abi Zakaria, Menuju Pribadi yang Shaleh, Surabaya: Media Idaman, 1991 Azwar, Saifuddin Metode Penelitian, Yogyakarta: 1997 Blaxter, Loraine dkk, How To Re search, Jakarta: Indeks, 2001 Damanuri, Aji Metodologi Penelitian Mu‟amalah, Yogyakarta: Stain Po Press, 2010 Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2002 Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahannya, Semarang: Toha Putra, 1999 Diambil dari http://akangjuned.blogspot.com/2008/06/apa-manfaat-arisan. Diambil dari http://neisha-diva.blogspot.com/2008/06/apa-manfaat-arisan Diambil dari http://nitafebri.multiply.com/journal Diambil dari http://tusuda.net/arti-acara-arisan/ Djuwaini, Dimyauddin, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008
88
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research 1, Yogyakarta: Andi Offset, 1885 Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, ANDI Yogyakarta, yogyakarta: 1989 Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007 Hasan, M. Iqbal, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002 Hasan, Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat) , Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003 Idrus, Muhammad, Metode Penelitian Ilmu Sosial, Yogyakarta: Erlangga, 2009 Masyhur, Kahar Bulughul Maram 1, Jakarta: Rineka Cipta, 1992 Moh. Nazil, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988 Moh.Rifa‟i,dkk, Terjemah Khulasah Khifayatul Akhyar, Semarang: Toha Putra, 1991 Narbuko, Cholid, Metodologi Riset, Semarang: 1986 Nazil, Moh. Metode Pemalitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988 Poerwadarminta , Kamus Umum Bahasa Indonesia, , PN Balai Pustaka, 1976 Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah 4, Jakarta: Cempaka Putih Tengah, 2009 Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo persada, 2002 Syarifuddin, Amir, Meretas Kebekuan Ijtihad, Jakarta: Ciputat Press, 2005 Terjemahan Nailul Authar, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1987 Wawancara dengan bapak Harjito selaku tokoh agama Desa Waru pada tanggal 11 April 2012 jam 18.30 Wawancara dengan Bapak Rochmad selaku kepala desa Waru Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang pada tanggal 12 April 2012 jam 17.00
89
Wawancara dengan Bapak Temok selaku penjual arisan, dilaksanakan pada tanggal 14 April 2012 jam 16.30 Wawancara dengan Ibu Ayu‟ selaku anggota arisan, dilaksanakan pada tanggal 18 April 2012 jam 08.00 Wawancara dengan Ibu Lusi selaku penjual arisan, dilaksanakan pada tanggal 19 April 2012 jam 09.00 Wawancara dengan Ibu Rasti selaku anggota arisan, dilaksanakan pada tanggal 22 April 2012 jam 11.00 Wawancara dengan Ibu Sarpi selaku anggota arisan ibu-ibu, dilaksanakan pada tanggal 26 April 2012 jam 08.00 Wawancara dengan Ibu Tintri selaku ibu kepala desa Waru, dilaksanakan pada tanggal 26 April 2012 jam 16.00 Wawancara dengan Ibu Umikatun selaku anggota arisan, dilaksanakan pada tanggal 30 April 2012 jam 16.30