TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PELAKSANAAN JUAL BELI BENIH PADI SIAP TANAM DENGAN CARA KEPAL (Studi Kasus di Desa Krawangsari Kecamatan Natar)
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi SyaratSyarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana S1 Dalam Ilmu Syari’ah Oleh Muhammad Mukhlis NPM. 1321030055 Jurusan : Mu’amalah
FAKULTAS SYARI’AH HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1438 H/2017 M
TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PELAKSANAAN JUAL BELI BENIH PADI SIAP TANAM DENGAN CARA KEPAL (Studi Kasus di Desa Krawangsari Kecamatan Natar)
Skripsi Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi SyaratSyarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana S1 Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh Muhammad Mukhlis NPM. 1321030055 Jurusan : Muamalah
Pembimbing I : Drs. H. Haryanto, H., M.H. Pembimbing II : Gandhi Liyorba Indra, S.Ag., M.Ag.
FAKULTAS SYARI’AH HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1438 H/2017 M
ABSTRAK Jual beli merupakan suatu bentuk adanya interaksi sesama manusia, sebagai usaha bagi manusia tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam ajaran Islam jual beli harus sesuai dengan syariat Islam, baik dari segi syarat dan rukunnya. Jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukun jual beli akan berakibat tidak syahnya jual beli yang dilakukan. Jual beli benih padi siap tanam merupakan salah satu aktifitas jual beli yang dilakukan oleh para petani di Desa Krawangsari Kecamatan Natar, yang mana aktifitas jual beli ini disebabkan oleh sebagian para petani yang mempunyai kelebihan benih padi siap tanam dan sebagian petani lain yang membutuhkan benih padi siap tanam. Maka dilakukanlah saling tukar menukar antara benih padi siap tanam dengan sejumlah uang antar petani dan jual beli benih padi siap tanam ini ditakar dengan cara kepal, disetiap kepalan atau ukuran tangan orang tidaklah sama, ada yang besar ada juga yang kecil, pastilah tidak akan sama ukurannya dalam pengambilan benih padi siap tanam. Meskipun dilakukan oleh satu orang tidak menutup kemungkinan akan menggenggam benih padi siap tanam dengan ukuran yang berbeda. Jual beli ini masih adanya ketidakjelasan dalam dalam objek atau barang yang dijual dalam segi ukuran dan takaran, karena jumlah objek yang dijual hanya berdasarkan perkiraan saja. Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana praktek jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal studi kasus di Desa Krawangsari Kecamatan Natar? dan bagaimana pandangan hukum Islam tentang pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal studi kasus di Desa Krawangsari Kecamatan Natar? Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kenyataan yang terjadi dalam jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal di Desa Krawangsari Kecamatan Natar, sehingga tidak menimbulkan keraguan di salah satu pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif, yang bertuuan untuk ii
mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku, yakni upayaupaya mendeskripsikan, mencatat, analisa dan menginterprestasikan mengenai jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi dilokasi penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan tehnik editing dan sistematisasi data. Berdasarkan hasil penelitian, praktek jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal yaitu para petani yang membutuhkan benih padi siap tanam mencari petani yang memiliki sisa benih padi siap tanam dan para petani menjual benih padi siap tanam tersebut dengan cara kepalan tangan lalu hasil perkepalannya diikat. Jika keduanya sudah bertemu, mereka langsung melakukan tawar menawar dan jika sudah sepakat terjadilah pertukaran barang dengan uang antara kedua belah pihak dengan harga Rp. 5000,- perkepal, setelah itu barang langsung dibawa atau dimiliki dan siap tanam. Pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal studi kasus di Desa Krawangsari Kecamatan Natar, menurut hukum Islam tidak dibolehkan (jika ada unsur ketidakjelasan dalam ukuran dan takaran didalamnya), sebab salah satu syarat objek jual beli tidak terpenuhi, yaitu harus diketahui jenis, takaran dan ukuran.
iii
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini kupersembahkan secara khusus untuk orang-orang yang kucinta dan kusayangi serta selalu mendukung akan terselesaikannya karya ini, diantaranya : 1.
2.
3.
4.
Ayahanda tercinta alm. Drs. Mukaroh dan ibunda tercinta Muhayah, terima kasih atas kasih sayang dan do’a serta dukungan yang diberikan selama ini sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini. Adik-adikku Gunawan Rahmat Abdullah dan Firda Nur Laila, terimakasih untuk support serta do’a nya dan buat paman Zaini Efendi, S.Kom. yang senatiasa memberikan arahan serta mendo’akan, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. saya mengucapkan terima kasih. Rekan-rekan seperjuangan khususnya di jurusan Muamalah yang telah memberikan motivasi, saran, kritik, masukan terhadap saya sendiri maupun mengenai skripsi, saya mengucapkan terimakasih. Almamater tercinta Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung tempatku menimba ilmu pengetahuan.
vi
MOTTO
ِ يا أَيُّها الَّ ِذين آمنُوا ََل تَأْ ُكلُوا أَموالَ ُكم ب ي نَ ُكم بِالْب اط ِل إََِّل أَ ْن تَ ُكو َن َ َ َ ْ َْ ْ َ ْ َ َ ٍ ِِتَ َارًة َع ْن تَ َر اض ِمْن ُك ْم ۚ َوََل تَ ْقتُلُوا أَنْ ُف َس ُك ْم ۚ إِ َّن ﷲ َكا َن بِ ُك ْم ِ )٩٢: يما (النساء ً َرح “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S. An-Nisa’ : 29).”1
1
Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, cet. Ke-22, 1982 M-1402 H), h. 112.
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama NPM Fakultas Jenis kelamin Tempat, Tanggal Lahir Agama Alamat Natar.
: Muhammad Mukhlis : 1321030055 : Syariah : Laki-Laki : Natar, 04-10-1995 : Islam : Desa Krawangsari Kecamatan
Pendidikan 1. Madrasah Ibtidaiyah, Natar, Lampung Selatan dan lulus pada tahun 2007. 2. Madrasah Tsanawiah, Natar, Lampung Selatan dan lulus pada tahun 2010. 3. Madrasah Aliyah, Natar, Lampung Selatan dan lulus pada tahun 2013. 4. Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, program strata Satu (S1) Fakultas Syariah dengan konsentrasi pada Jurusan Mu’amalah.
Lampung Selatan, 30 April 2007
Muhammad Mukhlis NPM. 1321030055
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT, Rabb pencipta semesta alam dan segala isiya yang telah memberikan kenikmatan Iman, Islam dan kesehatan baik jasmani maupun rohani kepada kita semua, shalawat beriring salam kita sampaikan kepada nabi Muhammad SAW karena ridho dan syafa’atnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: Tinjauan Hukum Islam Tentang Jual Beli Benih Padi Siap Tanam Dengan Cara Kepal di Desa Krawangsari Kecamatan Natar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Islam di Fakultas Syari’ah IAIN Raden Intan Lampung. Dalam penulisan skripsi ini tentu saja tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. H. Moh. Mukri, M.Ag, selaku Rektor IAIN Raden Intan Lampung. 2. Dr. Alamsyah, S.Ag., M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Raden Intan Lampung. 3. H. A. Khumaidi Ja’far, S. Ag. M.H. selaku ketua jurusan muamalah dan Khoiruddin, M.S.I. selaku sekretaris jurusan muamalah. 4. Drs. Haryanto, H., M.H. selaku pembimbing I dan Gandhi Liyorba Indra, S.Ag., M.Ag. selaku pembimbing II, terima kasih atas segala bimbingan dan pengorbanannya serta kesabarannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Kedua Orang Tua Penulis yang telah merawat dan membesarkan. 6. Kedua adik dan paman Penulis yang tidak lelah menasehati disaat malas belajar. 7. Seluruh dosen, asisten dosen dan seluruh staf karyawan Fakultas syariah IAIN Raden Intan Lampung yang telah membantu dan memberikan banyak pengetahuan kepada Penulis. ix
8. Kepala dan karyawan Perpustakaan Pusat dan Fakultas IAIN Raden Intan Lampung yang telah membantu memberikan informasi, data referensi. 9. Sumber-sumber buku yang berkaitan, sehingga skripsi ini dapat tersusun dan terselesaikan. 10. Sahabat dan rekan-rekan seperjuangan khususnya di jurusan muamalah, yang banyak membantu, memberikan dukungan dan supportnya, untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian dan tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini tidak lain disebabkan karena keterbatasan ilmu, waktu dan dana yang dimiliki. Untuk itu kepada para pembaca kiranya dapat memberikan masukan dan saran-saran, guna melengkapi tulisan ini. Kepada Allah SWT penulis memohon ampun, rahmat, hidayah dan inayah-Nya. Semoga Allah mengampuni dosa, kesalahan kita dan meridhoi amal baik dan jasa dari semua pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini, serta kepada setiap pembaca semoga memperoleh manfaat
Bandar Lampung, 05 April 2017
Muhammad Mukhlis NPM. 1321030055
x
BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Sebagai kerangka awal guna mendapatkan gambaran yang jelas dan memudahkan dalam skripsi ini. Maka perlu adanya uraian terhadap penegasan arti dan makna dari beberapa istilah yang terkait dengan tujuan skripsi ini. Dengan penegasan tersebut diharapkan tidak akan terjadi kesalah pahaman terhadap pemaknaan judul dari beberapa istilah yang di gunakan, di samping itu langkah ini merupakan proses penekanan terhadap pokok permasalahan yang akan di bahas. Pada sub bab ini penulis akan menjelaskan maksud dari judul skripsi ini, “Tinjauan Hukum Islam Tentang pelaksanaan Jual Beli Benih Padi Siap Tanam Dengan Cara Kepal Di Desa Krawangsari Kecamatan Natar”. Untuk itu perlu di uraikan pengertian dari istilah-istilah judul tersebut sebagai berikut: 1. Tinjauan yaitu hasil meninjau; pandangan pendapat (sesudah, menyelidiki, mempelajari dan sebagainya). 1 2. Menurut Prof. H. Amir Syarifuddin dalam bukunya Ushul Fiqh menyebutkan, hukum Islam adalah “seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah SWT dan sunnah Rasul, tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan yakini mengikat untuk semua yang beragama Islam. 2 Sedang Abdul Khallaf mengemukakan, bahwa hukum Islam menurut ilmu ushul fiqih, adalah:
ِ ِ ْي طَلَبًا اَْوََتْيِْي ًرا اَْو َ ْ اب الشَّا ِرِع الْ ُمتَ َعلَّ ُق بِأَفْ َع ِال الْ ُم َكلَّف ُ َخط 3 .ض َعا ْ َو
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Edisi kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 1060. 2 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, jilid I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.5. 3 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: Al-Majlis alA‟la Indonesiyi al-Islamiyah, 1972), h. 100.
2
“Titah Allah yang berhubungan dengan perbuatanperbuatan orang-orang mukallaf, yang berupa tuntutan (perintah), pilihan atau ketetapan”. Berdasarkan definisi tersebut, dapat di simpulkan bahwa hukum Islam adalah ketentuan-ketentuan hukum Islam yang dirumuskan dan dihasilkan dari ijtihad para ahli hukum Islam (fuqaha), berdasarkan atas kebutuhan masyarakat. 3. Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu (akad).4 Secara singkat pengertian jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan sesuai dengan ketentuan yang di benarkan syara‟ (hukum Islam).5 Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat di simpulkan bahwa maksud judul skripsi ini adalah jual beli yang merupakan tukar menukar secara mutlak, yang dalam praktiknya di lakukan oleh para petani berupa jual beli benih padi siap tanam ditinjau dari hukum Islam. B. Alasan Memilih Judul 1. Karena fakta dilapangan yang tidak sesuai dengan syarat jual beli, yaitu dalam jual beli ini masih adanya kesamaran dalam objek atau barang yang dijual dalam segi ukuran dan takaran di setiap kepalan benih padi siap tanam. 2. Di samping itu juga ada relevansinya dengan disiplin ilmu yang penulis pelajari sebagai mahasiswa Syari‟ah Prodi Muamalah.
4
H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,2014), h. 278. 5 Khumedi Ja‟far, Hukum Perdata Islam Di Indonesia Aspek Hukum Keluarga dan Bisnis,(Bandar Lampung: Pusat Penelitian dan Penerbitan IAIN Raden Intan Lampung, 2015), h.140.
3
C. Latar Belakang Masalah Muamalah adalah salah satu bagian dari hukum Islam yang mengatur beberapa hal yang berhubungan secara langsung dengan tata cara hidup antar manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Menurut Ad-Dimyati, muamalah adalah aktifitas untuk menghasilkan duniawi, supaya menjadi sebab suksesnya masalah ukhrowi. Sedangkan menurut Muhammad Yusuf Musa, muamalah adalah peraturan-peraturan Allah SWT yang diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.6 Aktifitas manusia itu menyangkut semua aspek dalam muamalah termasuk di dalamnya adalah masalah jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam dan lain sebagainya. Jual beli merupakan suatu kegiatan yang sudah sejak lama dilaksanakan oleh manusia untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Pada prinsipnya jual beli hukumnya adalah halal, namun bagaimana kita cara berjual belinya itu yang dapat menjadikan hukum jual beli beralih hukum. Agama Islam sendiri meganjurkan kepada kita untuk melakukan jual beli yang sesuai syari‟at Islam.7 Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 275:
ۚ.. الربَا ِّ َح َّل اللَّوُ الْبَ ْي َع َو َحَّرَم َ َوأ...
Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS.Al-Baqarah:275).8 Bahwasannya Allah telah menegaskan riba itu haram (memakan harta manusia yang tidak sah), sedang jual beli adalah halal (membelanjakan dan menggunakan harta yang dihalalkan Allah).9 6
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h. 1-2. 7 Ibrahim, Penerapan Fikih, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2004), h. 3. 8 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Teremahannya (Bandung: Diponegoro, 2012), h. 36. 9 Ahmad Mushthafa Al-Maraghy, Terjemah Tafsir Al-Maraghy, Juz III, (Mesir: Mushthafa Al-Babi Al-Halabi, 1394 H/1974 M), h. 111.
4
Dalam aturan hukum Islam manusia telah dilarang memakan harta yang diperoleh dengan jalan batil. Maksudnya ialah memenuhi persyaratan, rukun, dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli, sehingga bila syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara‟. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisaa ayat 29:
ِ يا أَيُّها الَّ ِذين آمنُوا ََل تَأْ ُكلُوا أَموالَ ُكم ب ي نَ ُكم بِالْب اط ِل إََِّل أَ ْن تَ ُكو َن َ َ َ ْ َْ ْ َ ْ َ َ ٍ ِِتَ َارةً َع ْن تَ َر اض ِمنْ ُك ْم ۚ َوََل تَ ْقتُلُ ْوا أَنْ ُف َس ُك ْم ۚ إِ َّن ﷲ َكا َن بِ ُك ْم ِ )٩٢: يما (النساء ً َرح
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu.”10 Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah SWT memperbolehkan jual beli dengan cara yang baik dan tidak bertentangan dengan hukum Islam, yakni jual beli yang terhindar dari unsur gharar, riba, pemaksaan, dan lain sebagainya, serta harus didasari rasa suka sama suka antara masing-masing pihak. Hadits nabi Muhammad SAW menyatakan sebagai berikut : 11
(
ِ إَِّّنَا اْلبَ ْي ُع َع ْن تَ َر اض "(رواه ابن ماجو
“Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka.” (HR Bukhari). Jual beli menurut kitab terjemah “Fathul Mu‟in”, lafadh ba‟i menurut lughah مقابلة شئ بشئartinya menukarkan
10
Mahmud Yunus, Tafsir Qur‟an Karim, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, cet 22, 1982 M/1402 H), h. 112. 11 Kathur Suhardi, Syariah Hadits Pilihan Bukhari-Muslim, (Jakarta: Darul Fallah, 2002), h. 183.
5
sesuatu dengan sesuatu yang lain.12 Sedangkan menurut pengertian fiqih, jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan rukun dan syarat tertentu. Setelah jual beli secara sah, barang yang di jual menjadi milik pembeli sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai pengganti harga barang, menjadi milik penjual. Bercocok tanam adalah salah satu cara untuk mempertahankan hidup bagi sebagian masyarakat. Teknik bercocok tanam yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan. Hal ini harus dimulai dari awal, yaitu sejak dilakukan persemaian sampai tanaman itu bisa dipanen. Dalam proses pertumbuhan tanaman hingga berbuah ini harus dipelihara yang baik, terutama harus diusahakan agar tanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit yang sering kali menurunkan produksi.13 Membuat persemaian benih merupakan langkah awal bertanam padi. Pembuatan persemaian memerlukan suatu persiapan yang sebaik-baiknya, sebab benih di persemaian ini akan menentukan pertumbuhan padi di sawah, oleh karena itu persemaian harus benar-benar mendapat perhatian, agar harapan untuk mendapatkan bibit padi yang sehat dan subur dapat tercapai. Benih-benih yang didapat dari persemaian tidak akan semua bagus dan bisa saja jumlah benih yang layak untuk ditanam tidak sebanyak yang dibutuhkan. Entah karena kurangnya benih yang dipersemaikan ataukah adanya hama yang menyerang persemaian sehingga benih padi siap tanam menjadi sedikit. Tidak sedikit para petani yang kekurangan benih, sehingga mereka harus berfikir kembali agar proses penanaman padi dapat dilakukan dengan lancar tanpa menunggu waktu yang lebih lama lagi dengan melakukan persemaian lagi. Harus ada cara lain yang lebih cepat supaya padi bisa tumbuh bersamaan. Disisi lain ada 12
Aliy As‟ad, Terjemah Fathul Mu‟in 2, (Kudus: Menara Kudus, 1979), hlm. 158. 13 http://asra-net.blogspot.com, akses pada 14 november 2016.
6
juga petani yang malah mempunyai kelebihan benih untuk ditanam, sehingga mereka pun harus berfikir kembali bagaimana caranya memanfaatkan benih tersebut supaya tidak mubadzir. Hal ini yang melatarbelakangi adanya transaksi jual beli benih padi siap tanam antara para petani yang kekurangan benih padi siap tanam dengan para petani yang mempunyai kelebihan benih padi siap tanam. Bagi para petani yang mempunyai kelebihan benih padi siap tanam, jika dipaksakan ditanam pada lahan yang terbatas akan mengakibatkan tanaman tidak akan tumbuh dengan baik. Jadi untuk menghindari adanya buruknya tanaman dan terhindar dari mubadzir, maka para petani tersebut menjualnya kepada petani lain yang membutuhkan benih padi siap tanam dan saling memberikan manfaat diantara mereka. Pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam siap tanam di Desa Krawangsari ini dilakukan oleh petani yang membutuhkan benih mencari petani yang memiliki sisa benih padi. Para petani menjual benih padi siap tanam tersebut dengan cara kepal (genggam) tangan lalu hasil per genggamannya diikat. Jika sudah ditemukan, mereka langsung melakukan tawar menawar dan jika sudah sepakat terjadilah pertukaran barang dengan uang antara kedua belah pihak dengan harga sejumlah Rp. 5000,- per kepal. Setelah itu barang langsung dibawa atau dimiliki dan siap tanam.14 Jual beli benih padi siap tanam dengan cara keupeul (genggam) yaitu benih yang dijual diambil dari persemaian dengan cara segenggaman tangan petani tersebut dengan harga yang sama untuk setiap genggaman. Namun yang menjadi permasalahan adalah tidak adanya kejelasan dalam ukuran dan takaran, karena ukuran tangan setiap orang tidaklah sama ada yang lebar ada juga yang kecil, pastilah tidak akan sama ukurannya dalam pengambilan benih padi. 14
2016.
Kasno, wawancara dengan penulis, Krawangsari, 04 desember
7
Meskipun dilakukan oleh satu orang, namun tidak menutup kemungkinan dalam setiap genggaman akan menggenggam benih padi dengan ukuran yang berbeda. Dalam jual beli ini masih adanya kesamaran dalam objek atau barang yang dijual dalam segi ukuran dan takaran, karena jumlah objek yang dijual hanya berdasarkan perkiraan saja. Adapun hal yang akan diteliti dari proses transaksi jual beli tersebut adalah jual beli benih padi siap tanam yang dilakukan dengan cara kepal (genggam) di Kampung Jepang Desa Krawangsari Kecamatan Natar. Karena hal ini menarik untuk diteliti, disamping sebagai bagian dari cara manusia bertransaksi, juga merupakan masalah fiqh muamalah yang sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara‟15. Berdasarkan latar belakang di atas, hal tersebut mendorong penulis untuk meneliti masalah ini dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Jual Beli Benih Padi Siap Tanam Dengan Cara Kepal (Studi Desa Krawangsari Kecamatan Natar)”. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana praktek jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal di desa Krawangsari Kecamatan Natar? 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal study kasus di Desa Krawangsari Kecamatan Natar?
15
Masduki, Fiqih Muamalah Madiyah, (Bandung: IAIN Sunan Gunung Jati, 1987), h. 5.
8
E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang dibuat di atas dapat di ambil tujuan dan kegunaan penelitian sebagai berikut: 1. Tujuan Penelitian a. Untuk menjelaskan bagaimana pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal studi kasus di desa krawangsari kecamatan natar. b. Untuk menjelaskan pandangan hukum Islam tentang pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam di desa krawangsari kecamatan natar, sehingga menjadi solusi di masa yang akan datang terhadap pelaksanaan jual beli di desa tersebut secara khusus dan wilayah lain pada umumnya. 2. Kegunaan Penelitian a. Secara Teoritis, penelitian ini sangat bermanfaat, karena dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai sistem jual beli yang terus berkembang dimasyarakat, serta diharapkan mampu memberikan pemahaman mengenai praktik jual beli yang sesuai dengan hukum Islam. b. Secara praktis, penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu syarat memenuhi tugas akhir guna memperoleh gelar S.H. pada Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung. F. Metode Penelitian Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Alasannya, metode ini menyajikan secara langsung hakiat hubungan antara peneliti dan responden dan metode ini lebih peka serta lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap polapola nilai yang dihadapi. 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data dari lokasi atau lapangan. Penelitian lapangan ini pada hakikatnya merupakan
9
metode untuk menemukan secara spesifik dan realis tentang apa yang sedang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Penelitian dilakukan diDesa Krawangsari Kecamatan Natar. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu menganalisa apa-apa yang saat ini berlaku atau gambaran mengenai realita, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Sedang penelitian kualitatif adalah pengamatan atau observasi, wawancara dan penelaah dokumen.16 3. Sumber Data Fokus penelitian ini lebih mengarah pada persoalan penentuan hukum yang terkait dengan pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal yang tidak adanya kejelasan dalam ukuran dan takaran, karena ukuran tangan setiap orang tidaklah sama ada yang lebar ada juga yang kecil, pastilah tidak akan sama ukurannya dalam pengambilan benih padi, Faktor-faktor yang melatarbelakangi hal tersebut, serta tinjauan hukum Islam. Oleh karena itu sumber data yang digunakan dalam pnelitian ini adalah sebagai berikut : a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau objek yang diteliti. Dalam hal ini data tersebut diperoleh peneliti bersumber dari pelaku pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal studi desa krawangsari kecamatan natar. b. Data Sekunder Data sekunder yaitu sumber informasi yang menjadi bahan penunjang dan melengkapi dalam melakukan suatu analisis. Sumber data sekunder dalam penelitian ini meliputi sumber-sumber yang dapat memberikan data pendukung seperti buku, 16
Susiadi, Metodologi Penelitian, (Bandar Lampung: Pusat Penelitian dan Penerbitan LP2M IAIN Raden Intan Lampung, 2015), h. 4.
10
dokumentasi maupun arsip serta seluruh data yang berhubungan dengan penelitian tersebut. 4. Populasi dan Sampel Populasi adalah totaltas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap, objek atau nilai yang akan diteliti dalam populasi dapat berupa orang, perusahaan, lembaga, media dan sebagainya. 17 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah penjual dan pembeli berjumlah 12 orang, yang terdiri dari 4 penjual dan 8 pembeli. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Apabila populasi kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga penelitian yang dilakukan merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah populasinya besar atau lebih dari 100, dapat diambil antara 10-15% atau 15-20% atau lebih, karena dalam penelitian ini populasi yang ada yaitu dibawah 100, maka sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari populasi yaitu berjumlah 12 orang. Ada beberapa tehnik pengambilan sampel, dalam penelitian ini penyusun menggunakan tehnik purposive sample (sampel bertujuan), maksudnya yaitu dalam menetapkan sampel didasarkan pada pertimbangan bahwa orang-orang yang ditunjuk menjadi sampel adalah orang-orang yang mengetahui permasalahan yang dikaji, sehingga sampel dapat benar-benar mewakili dari keseluruhan sampel yang ada. Penelitian ini termasuk jenis penelitian populasi, maka sampel terdiri dari 4 penjual dan 8 pembeli. 5. Metode Pengumpulan Data a. Observasi Observasi adalah cara dan tekhnik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian. Observasi yang dilakukan 17
Ibid, h. 95.
11
yaitu dengan melakukan pengamatan-pengamatan terhadap pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam. b. Wawancara (interview) Wawancara adalah kegiatan pengumpulan data primer yang bersumber langsung dari respoden penelitian dilapangan (lokasi). Dengan cara peneliti melakukan tanya jawab dengan petani dengan sistematik dan berdasarkan pada masalah yang dibahas atau diteliti. Pada praktiknya penulis menyiapkan daftar pertanyaan untuk di ajukan secara langsung kepada pemilik petani terkait bagaimana praktik pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam tersebut, yang selanjutnya akan ditinjau dari hukum Islam. c. Dokumentasi Dokumentasi yaitu mencari data mengenai halhal atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, agenda dan sebagainya. 6. Metode Pengolahan Data 1. Pemeriksaan data (editing) Pemeriksaan data atau editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah dikumpulkan, karena kemungkinan data yang masuk atau (raw data) terkumpul itu tidak logis dan meragukan. Tujuanya yaitu untuk menghilangkan kesalahankesalahan yang terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi, sehingga kekuranganya dapat dilengkapi dan diperbaiki. 2. Rekonstruksi data (reconducting) yaitu menyusun ulang data secara teratur, berurutan, logis sehingga mudah dipahami dan diinterprestasikan.18 7. Analisis Data Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Analisis data adalah proses pengorganisasia atau 18
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 24-78.
12
pengurutan data pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti disarankan oleh data.19 Dari data yang diperoleh, baik data lapangan maupun kepustakaan, maka dalam hal ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan cara berfikir induktif. Data yang diperoleh melalui wawancara dan analisis secara kualitatif dengan memberikan kesan interpresentasi terhadap hasil wawancara, dokumentasi dan observasi. Dalam menganalisis data digunakan analisis deskriptif kualitatif, karena jenis data yang diperoleh diuraikan sedemikian rupa disertai pembahasan dan kemudian hasil analisis tersebut terjawab permasalahan penelitian. Metode berpikir dalam penulisan ini menggunakan metode berfikir induktif, yaitu metode yang mempelajari suatu gejala yang khusus untuk mendapatkan kaidah-kaidah yang berlaku dilapangan yang lebih umum mengenai fenomena yang diselidiki.20 Maksudnya menarik kesimpulan dari kenyataan atau individu yang bersifat khusus kemudian disimpulkan menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Metode berfikir induktif akan didapatkan suatu penjelasan khusus mengenai pelaksanaan jual beli benih padi dengan cara kepal, dari faktor tersebut diambil kesimpulan secara umum tentang bagaimana hukum Islam memandang hal tersebut. Data kepustakaan kemudian menjelaskan berbagai transaksi jual beli dalam syariah, kemudian peneliti menyusun laporan untuk menunjukkan data yang telah dikumpulkan dan diolah, sehingga dalam pembuatan laporan akan sesuai dengan keadaan dan permasalahan yang ada. 19
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 103. 20 Sutrisno Hadi, Metode Research, Jilid 1 (Yogyakarta: Yayasan Penerbit, Fakultas Psikologi UGM, 1981), hlm. 36.
13
BAB II JUAL BELI DALAM ISLAM A. Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Jual beli merupakan akad yang umum dikeluarkan masyarakat, karena dalam setiap pemenuhan hidupnya, masyarakat tidak bisa lepas untuk meninggalkan akad ini. Dengan memperhatikan kita dapat mengambil pengertian bahwa jual beli itu suatu proses tukar menukar kebutuhan. Untuk memahami secara lebih jelas, kita harus memberi batasan. Sehingga jelas bagi kita apa itu jual beli, baik secara bahasa (etimologi) maupun secara istilah (terminologi). Adapun pengertian jual beli menurut bahasa adalah: a. Menurut Wahbah Zuhaili, secara etimologi, jual beli adalah proses tukar menukar barang dengan barang.21 b. Jual beli ( )البيعartinya menjual, mengganti, dan menukar (sesuatu dengan sesuatu yang lain). Kata, البيعdalam bahasa arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata ( الشراءbeli). Dengan demikian kata البيعberarti kata “jual” dan sekaligus berarti kata “beli”.22 c. Menurut kitab terjemah “Fathul Mu‟in”, lafadh ba‟i menurut lughah مقابلة شئ بشئartinya menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.23 d. Menurut sayyid sabiq dalam Fikih Sunnah adalah bahwa jual beli menurut pengertian lughawi طاق 24 المبادلةadalah saling menukar (pertukaran). Kata alba‟i (jual) dan asy-syira‟ (beli) dipergunakan 21
Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid 5, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 25. 22 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 113. 23 Ali As‟ad, Terjemah Fathul Mu‟in 2, (Kudus: Menara Kudus, 1979), h. 158. 24 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, juz III, (Libanon: Darul Kutub aladabiyah, 1971), h. 47.
14
e.
a.
b.
c.
biasanya dalam pengertian yang sama. Dua kata ini masing-masing mempunyai makna dua yang satu sama lain bertolak belakang. Perkataan jual beli sebebarnya terdiri dari dua suku kata yaitu “jual dan beli”. Sebenarnya kata “jual dan beli” mempunyai arti yang satu sama lainnya bertolak belakang. Kata jual menunjukkan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli adalah adanya perbuatan membeli.25 Sedangkan jual beli menurut istlah adalah: Jual beli menurut Ulama Hanafiah adalah tukar menukar maal (barang atau harta) dengan maal yang dilakukan dengan cara tertentu. Atau tukar barang yang bernilai dengan semacamya dengan cara yang sah dan khusus, yakni ijab-qabul mu‟athaa‟ (tanpa ijab-qabul).26 Menurut terjemah kitab “Fathul Mu‟in”, ba‟i menurut istilah مقابلة مال بمال على وجه مخصوصartinya menukarkan harta dengan harta pada wajah tertentu.27 Menurut Sayyid Sabiq jual beli yaitu
ِ مبادلَةُ م ٍال ِِباٍَل علَى سبِي ِل التَّر اضى َ َ ُ َ َْ َ
“saling menukar harta dengan harta atas dasar suka sama suka”. Dalam buku Fiqh Sunnah karangan Sayyid Sabiq dijelaskan bahwa pengertian jual beli secara istilah adalah pertukaran harta tertentu dengan harta lain berdasarkan keikhlasan antara keduanya atau dengan pengertian lain, jual beli yaitu memindahkan hak
25
Chairuman Pasaribu, et.. al., Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, cet. Ke-2, 1996), h. 33. 26 Ibid. 27 Ibid.
15
milik dengan hak milik lain berdasarkan persetujuan dan hitungan materi.28 d. Sebagian ulama memberi pengertian jual beli adalah tukar-menukar harta meskipun masih ada dalam tanggungan atau kemanfaatan yang mubah dengan sesuatu yang semisal dengan keduanya untuk memberikan secara tetap.29 Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan pengertian jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan syara‟ (hukum Islam).30 2. Dasar Hukum Jual Beli Al bai‟ atau jual beli merupakan akad yang di perbolehkan. Hal ini berlandaskan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur‟an, Al-Hadits, ataupun ijma‟. Di antara dalil (landasan Syariah) yang memperbolehkan praktik akad jual beli adalah sebagai berikut: a. Al-Quran Al-Quran sebagai sumber utama hukum Islam, memberikan dasar-dasar diperbolehkannya jual beli guna memenuhi kebutuhan hidup orang Islam. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT dalam Q.S. An-Nisa‟: 29.
28
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), h. 121. 29 Syeh Abdurrahman as-Sa‟di, et al, Fiqih Jual Beli: Panduan Praktis Bisnis Syariah, (Jakarta: Senayan Publishing, 2008), h. 143. 30 Khumedi Ja‟far, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Aspek Hukum Keluarga dan Bisnis), ( Bandar Lampung: Pusat Penelitian dan Penerbitan IAIN Raden Intan Lampung Jl. Letkol H. Endro Suratmin Sukarame, 2015), h. 140.
16
ِ يا أَيُّها الَّ ِذين آمنُوا ََل تَأْ ُكلُوا أَموالَ ُكم ب ي نَ ُكم بِالْب اط ِل إََِّل َ َ َ ْ َْ ْ َ ْ َ َ ٍ أَ ْن تَ ُكو َن ِِتَ َارًة َع ْن تَ َر ۚ اض ِمْن ُك ْم ۚ َوََل تَ ْقتُلُوا أَنْ ُف َس ُك ْم ِ ِ ِ )٩٢: يما (النساء ً إ َّن اللَّوَ َكا َن ب ُك ْم َرح
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S. An-Nisa‟ : 29).”31 Ayat di atas mula-mula hanya di tujukan kepada orang-orang yang beriman agar jangan memperoleh harta dengan batil, artinya menurut jalan yang salah, tidak menurut jalan yang sewajarnya, dan diberi peringatan agar memperoleh harta dengan jalan pernagaan yang berlaku suka sama suka atau ada kerelaan kedua belah pihak. Ijab dan qabul atau apa saja yang diikenal adat kebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk-bentuk yang digunakan hukum untuk menunjukkan kerelaan.32 Berdasarkan ayat di atas dapat dilihat bahwa jual beli adalah cara yang diberikan Allah Swt. kepada seluruh umat untuk mencari rezeki, dan dalam jual beli dasar yang paling utama adalah kerelaan atau dasar suka sama suka. Perniagaan yang berasal dari kata tiaga atau niaga yang kadang-kadang pula disebut dengan dagang atau perdagangan adalah amat luas 31
Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, cet. Ke-22, 1982 M-1402 H), h. 112. 32
h. 41.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002),
17
maksudnya yakni segala jual beli, tukar menukar, gaji menggaji, sewa menyewa, upah mengupah, dan semua yang menimbulkan peredaran harta benda, termasuk itu dalam niaga.33 Kemudian dalam Q. S. Al-Baqarah (2) ayat 275 yang berbunyi sebagai berikut:
ِ ۚ.. الربَا ِّ َح َّل اللَّوُ الْبَ ْي َع َو َحَّرَم ِّ اَّّنَااْلبَ ْي ُع ِمثْ ُل َ الربَوام َوأ
Artinya : “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Q.S. AlBaqarah ayat 275).34 Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Ayat ini juga dapat dipahami untu melakukan jual beli dengan mematuhi peraturan-peraturan yang telah di tetapkan dalam Islam. Bahwa jual beli merupakan tindakan atau transaksi yang telah disyariatkan, dalam arti telah ada hukumnya yang jelas dalam Islam yang berkenaan dengan hukum taklifi, hukumnya adalah boleh. Kebolehannya jual beli yaitu untuk menghindarkan manusia dari kesulitan dalam bermu‟amalah dengan hartanya. Riba adalah mengambil kelebihan diatas modal dari yang butuh dengan mengeksploitasi kebutuhannya. Orang-orang yang makan, yakni bertransaksi dengan riba, baik dalam bentuk memberi ataupun mengambil, tidak dapat berdiri, yakni melakukan aktivitas, melainkan seperti berdirinya orang yang dibingungkan oleh setan, sehingga ia tak tahu arah disebabkan oleh sentuhannya (setan). Orang yang melakukan praktek riba akan hidup dalam situasi gelisah, tidak tentram, selalu bingung 33
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar, juz V, (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1984), h. 35-36. 34 Ibid, h. 63.
18
dan berada kepada ketidak pastian, disebabkan karena pikiran mereka yang tertuju kepada materi dan penambahannya. 35 Maka dengan itu Allah melarang penggunaan riba pada kehidupan kita. b. As-Sunnah Dasar hukum yang bersumber dari hadis Nabi Muhammad Saw:
ِ ِ ِ ِ َّ َِىي اﷲَ َعْنوُ اَ َن الَّن َصىلَّى اﷲ َ ِب َ َع ْن رفاَ َعةَ بْن َر ا ف ٍع َر ض ِ ِ َع َم ُل َعلَ ْىي ِو َو َسلَ َم:ب ؟ قاَ َل ٌ َ ا:ُسئ َل ُ َي ا لْ َك ْسب اَ طْي ِ ِ ِ الر وصححو ّ ج ِل بيَده َو ُك ُّل بَْيع َمْب ُر ْو ٍر(رواه البّزار ُ َّ 36
) احلكيم
Artinya : Dari Rifa‟ah bin Rafi r.a bahwasanya Nabi Saw, ditanya : pencarian apakah ayang paling baik? beliau menjawab : ialah orang yang bekerja dengan tangannya, dan tiap-tiap jual beli yang benar. (HR. Al-Bazzar disahkan oleh Al-Hakim).37 Hadits di atas menjelaskan Baiummamrurun jual beli yang benar yakni jual beli memenuhi rukun dan syaratnya serta tidak mengandung unsur kecurangan, penipuan, saling menjatuhkan dan riba. Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebagai berikut:
35
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah vol.1, (Jakarta : Lentera hati, 2002), h. 588. 36 Al Hafiz Ibnu Hajar Asqalani, Bulughul Maram, (Beirut: Darul Fikri, 1995), h. 137. 37 Al Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalany, Terjemah Bulughul Maram, Cet. Pertama, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h. 303.
19
ِِ ِ ََع ْن اَن صلَّىﷲ َعلَْي ِو َ نَ َهى َر ُس ْو ُلﷲ:س بْ ِن َملك أَنَّوُ قاَ َل ِ َوسلَّم ع ِن اْدلحاقَلَ ِة واْخل .اضَرةِ َواْدل َل َم َس ِة َوالْ ُمنَابَ َدةِ َوالْ ُمَزبَنَ ِة َ َُ َ َ َ َ َ 38 )(رواه البخارى
Atinya: Dari Annas bin Malik ra. berkata: Rasulullah Saw melarang melakukan jual beli yang belum ditunai, jual beli yang buahnya belum matang (hijau), jual beli dengan sentuhan, jual beli dengan tebak-tebakan, dan jual beli timbangannya tidak diketahui. (HR. Bukhari). Dalam hadits lain dijelaskan bahwa jual beli itu harus saling ridho, hadits tersebut berbunyi: 39 َِّ
ِ إّنَا الْبَ ْي ُع َع ْن تَ َر )اض (رواه إبن ماجو
Artinya: Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka sama suka (HR. Ibnu Majah). Menurut pendapat jumhur, jual beli yang menjadi kebiasaan, misalnya jual beli sesuatu yang menjadi kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab qabul. Namun menurut fatwa ulama Syafi‟iiyyah jual beli barang-barang yang kecilpun harus ijab dan qabul.40 Melihat fenomena sekarang ini, banyak para pedagang muslim yang mengabaikan dan melalaikan aspek mu‟amalah menurut hadits-hadits di atas. Sehingga tidak peduli memakan barang yang haram atau memperjualbelikan barang-barang dengan cara yang tidak benar dan terlarang menurut syari‟at Islam. Sikap semacam ini merupakan kekeliruan yang harus diupayakan pencegahannya, agar semua 38
Abi Abdillah Muhammad, Shahih Bukhari, Juz II, Mesir, tt, h. 830. Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Ibn Majah Al-Quzawaeni, Sarah Ibn Majah, Juz II, Beirut: Darul Fikri, tt, h. 1737. 40 Al-Jahlani, Muhammad Ibnu Ismail, Sulubus Salam, Bandung: Dahlan, tt), h. 4. 39
20
orang dapat membedakan mana yang boleh dan tidak serta menjauhkan diri dari segala sesuatu yang subhat apalagi haram. c. Ijma‟ Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkan itu, harus diganti dengan barang lain yang sesuai. 41 Mengacu kepada ayat-ayat Al-Qur‟an dan Hadits, hukum jual beli adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli itu bisa berubah menjadi sunnah, wajib, haram, dan makruh.42 B. Syarat dan Rukun Jual Beli 1. Syarat Jual Beli Tujuan jual beli adalah untuk mengatur kemerdekaan individu dalam melaksanakan aktifitas ekonomi dan tanpa disadari secara spontanitas akan terikat oleh kewajiban dan hak terhadap sesama pelaku ekonomi yang mana semua itu berdasarkan atas ketentuan al-Qur‟an dan hadits sebagai pedoman dalam ajaran Islam. Dengan jual beli, maka aktivitas dalam dunia mu‟amalah manusia akan teratur, masing-masing individu dapat mencari rezeki dengan aman dan tenang tanpa ada rasa khawatir terhadap suatu kemungkinan yang tidak diinginkan. Hal tersebut dapat terwujud bila jual beli tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yaitu terpenuhinya syarat dan rukun jual beli. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam jual beli yaitu:
41
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), h. 75. 42 Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), h. 114.
21
a. Syarat bagi ( )عاقذorang yang melakukan akad antara lain: 1) Baligh (berakal), yaitu dapat membedakan atau memilih mana yang terbaik bagi dirinya, Allah SWT berfirman:
االس َفهاَءَ اَْم َوالَ ُك ُم الَِِّت َج َع َل ﷲ لَ ُك ْم ُّ َوَلَتُ ْؤتُو ِ )5:(النّساء..اما َ َقي
Artinya “Dan janganlah kamu berikan hartamu itu kepada orang yang bodoh (belum sempurna akalnya) harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.” (Q.S. an-Nisa: 5).43 Ayat di atas menunjukkan bahwa orang yang bukan ahli tasarruf tidak boleh melakukan jual beli dan melakukan akad (ijab qobul). 2) Beragama Islam, hal ini berlaku untuk pembeli bukan penjual, hal ini dijadikan syarat karena dikhawatirkan jika orang yang membeli adalah orang kafir, maka mereka akan merendahkan atau menghina Islam dan kaum muslimin.44 3) Dengan kehendak sendiri (Tidak dipaksa).45 4) Keduanya tidak mubadzir, maksudnya bahwa para pihak yang mengikatkan diri dalam transaksi jual beli bukanlah orang-orang yang boros (mubadzir), sebab orang yang boros menurut hukum dikatakan sebagai orang yang tidak cakap bertindak, artinya ia tidak dapat melakukan sendiri sesuatu
43
Mahmud Yunus, Op.Cit. h. 105. Ibnu Mas‟ud & Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi‟i, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 28. 45 Imam Abi Zakaria al-Anshari, Fathu al-Wahab, (Surabaya: alHidayah, t.t.,), hal. 158. 44
22
perbuatan hukum meskipun hukum tersebut menyangkut kepentingan semata. b. Syarat (عليو
)معقود
barang yang diperjualbelikan
antara lain: 1) Suci atau mungkin disucikan, tidak sah menjual barang yang najis, seperti anjing, babi dan lainlain. Menurut riwayat lain dari Nabi dinyatakan “kecuali anjing untuk berburu” boleh diperjualbelikan. Menurut Syafi‟iyah bahwa sebab keharaman arak, bangkai, anjing, dan babi karena najis, berhala bukan karena najis tapi karena tidak ada manfaatnya. 46 2) Memberi manfaat menurut Syara‟, maka dilarang jual beli benda-benda yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut Syara‟, seperti menjual babi, cecak dan yang lainya. 3) Barang itu ada, atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu. Misalnya, barang tersebut ada di toko atau di pabrik dan yang lainnya disimpan di gudang. Namun yang terpenting, pada saat diperlukan barang itu sudah ada dan dapat dihadirkan pada tempat yang telah disepakati bersama.47 4) Tidak dibatasi waktunya, seperti perkataan “kujual motor ini kepada tuan selama satu tahun”, maka penjual tersebut tidak sah, sebab jual beli adalah salah satu sebab pemilikan secara penuh yang tidak dibatasi apa pun kecuali ketentuan Syara. 5) Dapat diserahkan secara cepat maupun lambat, tidaklah sah menjual binatang yang sudah lari dan tidak dapat ditangkap lagi, barang-barang yang sudah hilang atau barang yang sulit diperoleh 46
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 72. 47 M. Ali Hasan, Op.Cit., hal. 123.
23
kembali karena samar, seperti seekor ikan jatuh ke kolam, maka tidak diketahui dengan pasti ikan tersebut, sebab dalam kolam tersebut terdapat ikan-ikan yang sama. 6) Milik sendiri, tidaklah sah menjual barang orang lain dengan tidak seizin pemiliknya atau barangbarang yang baru akan menjadi miliknya. 7) Diketahui (dilihat). Barang yang diperjualbelikan itu harus diketahui banyaknya, beratnya, takarannya, jenisnya, atau ukuran-ukuran yang lainnya. Maka tidaklah sah jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu pihak. c. Syarat sah ijab qabul: Ijab qabul yaitu pernyataan atau perkataan kedua belah pihak (penjual dan pembel) sebagai gambaran kehendaknya dalam melakukan transaks jual beli. Diantara syarat-syarat ijab qabul48 yaitu: 1) Tidak ada yang membatasi (memisahkan). Si pembeli tidak boleh diam saja setelah si penjual menyatakan ijab, atau sebaliknya. 2) Tidak diselingi dengan kata-kata lain antara ijab dan qabul. 3) Harus ada kesesuaian antara ijab dan qabul. 4) Ijab dan qabul harus jelas dan lengkap, artinya bahwa pernyataan ijab dan qabul harus jelas, lengkap dan pasti, serta tidak menimbulkan pemahaman lain. 5) Ijab dan qabul harus dapat diterima oleh kedua belah pihak. 2. Rukun Jual Beli Rukun jual beli ada tiga: shigat (ijab dan qabul), kedua belah pihak yang berakad (aqidain), yang diadakan (ma‟qud alaih).
48
Khumedi Ja‟far , Op.Cit, h. 148-149.
24
a. Shigat (ijab dan qabul) Pengertian ijab menurut Hanafiah adalah pernyataan yang disampaikan pertama oleh satu pihak yang menunjukkan kerelaan, baik dinyatakan oleh si penjual, maupun si pembeli. Adapun pengertian qabul adalah “pernyataan yang disebutkan kedua dari pembicaraan salah satu pihak yang melakukan akad”. Jadi penetapan mana ijab dan mana qabul tergantung kepada siapa yang lebih dahulu menyatakan. Menurut jumhur ulama, selain Hanafiah, pengertian ijab adalah pernyataan yang timbul dari orang yang memberikan kepemilikan, meskipun keluarnya belakangan (penjual). Sedangkan pengertian qabul adalah pernyataan yang timbul dari orang yang akan menerima hak milik meskipun keluarnya pertama (pembeli). b. Aqid atau orang yang melakukan akad, yaitu penjual dan pembeli. Secara umum, penjual dan pembeli harus orang yang memiliki ahliyah (kecakapan) dan wilayah (kekuasaan).49 c. Ma‟qud Alaih atau objek akad jual beli adalah barang yang dijual (mabi‟) dan harga/uang (tsaman) dan sesuatu yang di perbolehkan oleh syara‟ untuk dijual dan diketahui sifatnya oleh pembeli. C. Macam-Macam Jual Beli 1. Menurut hukumnya Menurut hukumnya jual beli dibedakan menjadi tiga, yaitu jual beli shahih, bathil dan fasid.50 1) Jual beli shahih Dikatakan jual beli shahih karena jual beli tersebut sesuai dengan ketentuan syara‟, yaitu terpenuhinya syarat dan rukun jual beli yang telah 49
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Kreasindo Media Cita, 2010), h. 186. 50 M. Ali Hasan, Op.Cit, h. 128.
25
ditentukan, barangnya bukan milik orang lain dan tidak terikat khiyar lagi. 2) Jual beli bathil Yaitu jual beli yang salah satu rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasarnya dan sifatnya tidak disyari‟atkan. Misalnya, jual beli yang dilakukan oleh anak-anak, orang gila atau barangbarang yang diharamkan syara‟ (bangkai, darah, babi dan khamar).51 3) Jual-Beli Fasid Menurut Ulama Hanafi yang dikutip dari bukunya Gemala Dewi yang berjudul Hukum Perikatan Islam di Indonesia bahwa jual beli fasid dengan jual beli batal itu berbeda. Apabila kerusakan dalam jual beli terkait dengan barang yang dijualbelikan, maka hukumnya batal, misalnya jual beli benda-benda haram. Apabila kerusakan kerusakan itu pada jual beli itu menyangkut harga barang dan boleh diperbaiki, maka jual beli dinamakan fasid. Namun jumhur ulama tidak membedakan antara kedua jenis jual beli tersebut.52 Fasid menurut jumhur ulama merupakan sinonim dari batal yaitu tidak cukup dan syarat suatu perbuatan. Hal ini berlaku pada bidang ibadah dan muamalah. Sedangkan menurut Ulama mazhab Hanafi yang dikutip dalam bukunya Gemala Dewi yang berjudul Hukum Perikatan Islam di Indonesia, bahwa fasid dalam ibadah dengan muamalah itu berbeda. Pengertian dalam ibadah sama pendirian mereka dengan ulama-ulama lainnya (jumhur ulama). Sedangkan dalam bidang muamalah, fasid diartikan sebagai tidak cukup syarat pada perbuatan. Menurut mazhab Syafi‟i yang dikutip dalam bukunya Gemala Dewi dalam bukunya yang berjudul 51
Ibid., h. 128. Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2005), hal. 108. 52
26
Hukum Perikatan Islam di Indonesia, fasid berarti tidak dianggap atau diperhitungkan suatu perbuatan sebagaimana mestinya, sebagai akibat dari ada kekurangan (cacat) padanya.53 Berdasarkan pernyataan diatas, sesuatu yang telah dinyatakan fasid berarti sesuatu yang tidak sesuai dengan tujuan syara‟. Fasid dengan pengertian ini, sama dengan batal menurut mazhab Syafi‟I yang dikutip dalam bukunya Gemala Dewi yang berjudul Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Akad yang fasid tidak membawa akibat apa pun bagi kedua belah pihak yang berakad. Menurut Imam Hanafi yang dikutip dari bukunya Gemala Dewi yang berjudul Hukum Perikatan Islam di Indonesia, bahwa muamalah yang fasid pada hakikatnya tetap dianggap sah, sedangkan yang rusak atau tidak sah adalah sifatnya. Yang termasuk jual beli fasid, antara lain: a) Jual beli al-Majhul Yaitu jual beli dimana barang atau bendanya secara global tidak diketahui dengan syarat ketidakjelasannya itu bersifat menyeluruh. Tetapi apabila sifat ketidakjelasannya sedikit, jual belinya sah, karena itu tidak akan membawa perselisihan. Ulama Hanafi mengatakan sebagai tolak ukur untuk unsur majhul itu diserahkan sepenuhnya kepada urf (kebiasaan yang berlaku bagi pedagang dan pembeli). b) Jual beli yang dikaitkan dengan suatu syarat Misalnya ucapan penjual kepada pembeli, “saya jual motor saya ini kepada engkau bulan depan setelah gajian”. Jual beli seperti ini batal menurut jumhur dan fasid menurut ulama Hanafi. Menurut ulama Hanafi, jual beli ini dianggap sah pada saat syaratnya terpenuhi atau tenggang waktu yang disebutkan dalam akad jatuh tempo. 53
Ibid.
27
Artinya jual beli itu baru sah apabila masa yang ditentukan “bulan depan” itu telah jatuh tempo. c) Menjual barang yang tidak ada di tempat atau tidak dapat diserahkan pada saat jual beli berlangsung, sehingga tidak dapat dilihat oleh pembeli. Menurut Ulama Maliki yang dikutip dalam bukunya Gemala Dewi yang berjudul Hukum Perikatan Islam di Indonesia, bahwa jual beli seperti di atas diperbolehkan apabila sifatsifatnya disebutkan, dengan syarat sifat-sifatnya tidak akan berubah sampai barang diserahkan. Sedangkan Ulama Hambali menyatakan, jual beli itu sah apabila pihak pembeli mempunyai hak khiyar, yaitu khiyar ru‟yah (sampai melihat barang itu). Ulama Syafi‟i menyatakan jual beli itu batil secara mutlak.54 2. Menurut objeknya Ditinjau dari segi benda yang dijadiakan objek jual beli, menurut Imam Taqiyuddin yang dikutip dalam bukunya Hendi Suhendi yang berjudul Fiqh Muamalah, bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk yaitu:55 1) Jual beli benda yang kelihatan Yaitu pada saat melakukan akad jual beli, benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan pembeli dan penjual. 2) Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji Yaitu jual beli salam (pesanan) atau jual beli barang secara tangguh dengan harga yang dibayarkan dimuka, atau dengan kata lain jual beli dimana harga dibayarkan dimuka sedangkan barang dengan kriteria tertentu akan diserahkan pada waktu tertentu.56
54
Ibid. Hendi Suhendi, Op. Cit, hal. 75. 56 Ghufron A. Masadi, Fiqh Mu‟amalah Kontekstual, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 143. 55
28
Dalam salam berlaku semua syarat jual beli dan syarat-syarat tambahan seperti berikut: a) Jelas sifatnya, baik berupa barang yang dapat ditakar, ditimbang maupun diukur. b) Jelas jenisnya, misalnya jenis kain, maka disebutkan jenis kainnya apa dan kualitasnya bagaimana. c) Batas waktu penyerahan diketahui. 3) Jual beli benda yang tidak ada Yaitu jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena barangnya tidak tentu atau masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut merupakan barang curian salah satu pihak.57 3. Menurut Subjeknya (Pelaku Akad) 1) Akad jual beli dengan lisan Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan dengan mengucapkan ijab qobul secara lisan. Bagi orang yang bisu diganti dengan isyarat karena isyarat merupakan pembawaan alami dalam menampakkan kehendaknya.58 2) Akad jual beli dengan perantara Akad jual beli yang dilakukan dengan melalui utusan, perantara, tulisan atau surat menyurat sama halnya dengan ijab qobul dengan ucapan. Jual beli ini dilakukan antara penjual dan pembeli yang tidak berhadapan dalam satu majlis. Dan jual beli ini diperbolehkan syara‟. 3) Akad jual beli dengan perbuatan Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah mu‟athah yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab qabul. Seperti seseorang mengambil rokok yang sudah bertuliskan label harganya. Jual beli demikian dilakukan tanpa shigat ijab qabul antara penjual dan 57
Hendi Suhendi, Op. cit, hal.76. Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Nur Hasanuddin, Terj. “Fiqh Sunnah”, Jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, Cet. Ke-1, 2006), hal. 123. 58
29
pembeli, menurut sebagian Syafi‟iyah yang dikutip dalam bukunya Hendi Suhendi yang berjudul Fiqh Muamalah, bahwa hal ini dilarang sebab ijab qabul sebagai rukun jual beli, tetapi menurut Mazhab Hanafiah membolehkan karena ijab qabul tidak hanya berbentuk perkataan tetapi dapat berbentuk perbuatan pula yaitu saling memberi (penyerahan barang dan penerimaan uang).59 Berdasarkan penjelasan di atas, ditinjau dari subjeknya akad jual dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu mengucapkan ijab qabul secara lisan atau isyarat bagi orang yang bisu, melalui utusan atau perantara apabila penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu majlis, dan akad jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab qabul atau dikenal dengan istilah mu‟athah. D. Hak Khiar Dalam Jual Beli Khiyar ialah mencari kebaikan dari dua perkara melangsungkan atau membatalkan.60 Sedangkan khiyar dalam jual-beli menurut hukum Islam ialah diperbolehkannya memilih apakah jual-beli itu diteruskan ataukah dibatalkan, karena terjadinya sesuatu hal.61 Khiar ialah
ِعن ا ِ ْ صلَّى الّلوُ َعلَْي ِو و َسلَّم ُك ُّل بَيِّ َع ِّ ْي و ل ال ل و س ر ال ق ل و ق ي ر م ع ن ب ُ َ ُ َ ُ ُ ْ َ َ ُ ْ َ ْ َُ ُ ْ َ ْ َ 62 ِ ِ .ََل بَْي ُع بَْي نَ ُه َما َح َِّت يَتَ َفَّرقاَ َّإَل بَْي ُع اْخليَار
59
Hendi Suhendi, Op. cit, hal.78. Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah; Alih Bahasa Oleh Kamaluddin A. Marzuki, Jilid 12, (Bandung: PT. Al-Ma‟arif, 1988), h. 100. 61 Hendi Suhendi, Fiqh Muamala, Op.Cit., h. 83. 62 Imam Abu Husein Muslim bin Hajjaj, Shahih Muslim (Terjemah Oleh Adib Bisri Mustofa), Jilid III, (Semarang: CV. Assyifa‟, 1993), hlm. 4. 60
30
Artinya: “Bersumber dari Ibnu Umar, ia berkata : Rasulullah bersabda : Masing-masing penjual dan pembeli, tidak akan terjadi jual-beli di antara mereka sampai mereka berpisah, kecuali dengan jual-beli khiyar”. Macam-macam khiyar dalam jual-beli ialah: a. Khiar Majelis, yaitu apabila akad dalam jual-beli telah terlaksana dari pihak penjual dan pembeli maka kedua belah pihak boleh meneruskan atau membatalkan selama keduanya masih berada dalam tempat akad (majlis). Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Hakim bin Hazam, bahwa Rasulullah Saw. Bersabda:
َِو َع ِن ابْ ِن ُع َمَر َر ِضي ﷲ َعنْ ُه َما اَ َّن الن اْدلتَبَا,, :ال َ ََِّب ص م ق َّ َ ُِ ِِ ِ ِ : ا ْختَ ْر:صاحبِو َ َ اَْو يَ ُق ْو َل اَ َح ُد ُُهَا ل,يِ َعان بِاْخليَا ِر َما ََلْ يَتَ َفَّرقَا 63 )اخلِيَا ِر (رواه امحد والبخارى ومسلم ْ اَْويَ ُك ْو َن بَْي ُع:ال َ ََوُرَِّبَا ق
Artinya: “Dan dari Ibn Umar r.a., bahwa sesungguhnya Nabi saw. Bersabda: penjual dan pembeli (mempunyai hak) khiyar selama belum berpisah, atau salah seorang diantara mereka berkata kepada yang lain „pilihlah‟ dan barangkali ia berkata atau jual beli itu dengan (hak) khiyar”. (HR. Ahmad Bukhari dan Muslim). b. Khiar syarat, ialah bahwa salah satu dua pihak yang berakad membeli sesuatu dengan syarat bahwa ia boleh berkhiar dalam waktu tertentu sekalipun lebih.64 Jika ia menghendaki jual beli dilaksanakan jika tidak, dibatalkan. Persyaratan ini, boleh dari kedua belah pihak, dan boleh pula salah satunya,65 artinya jual beli dapat 63
Asy-Syaukani Rohimahulloh, Nailul Authar, Jilid IV. Penerjemah Mu‟ammal Hamidy, Imron AM, dkk. (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1993), h. 1717-1718. 64 Ini menurut mahzab Ahmad bin Hanbal. Abu Hanifah dan Asy Syafi‟i berpendapat: bahwa masa khiar tidak lebih dari tiga hari. Menurut Malik: penenruan masa sesuai dengan kebutuhan. 65 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah; Alih Bahasa Oleh Kamaluddin A. Marzuki, Jilid 12, Op.Cit., h. 100-101.
31
dilangsungkan dan dinyatakan syah bila mereka berdua telah berpisah, kecuali bila disyaratkan oleh salah satu kedua belah pihak, atau kedua-duanya adanya syarat khiar dalam masa tertentu.66 c. Khiyar Aibi (cacat), yaitu yang dimaksudkan ialah apabila barang yang telah dibeli ternyata ada kerusakan atau cacat sehingga pembeli berhak mengembalikan barang tersebut kepada penjual.67 Dari „Uqbah bin Amir, berkata:
ِ ِ ِ ِ ِ اع ِم ْن اَ ِخيْ ِو بَْي ًعا َوفِْي ِو َ َ َلَ ََي ُّل ل ُم ْسل ٍم ب,اَلْ ُم ْسل ُم اَ ُخواْدلُ ْسل ِم 68 .ُب اَِلَّ بَيَّنَو ٌ َعْي
Artinya: “Seorang muslim itu saudara orang muslim, tidak halal bagi seorang muslim menjual kepada saudaranya barang cacat kecuali ia jelaskan terlebih dahulu”. (HR, Ibnu Majah dan Uqbah bin „Amir).69 E. Manfaat dan Hikmah Jual Beli Manfaat dan hukmah yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli antara lain:70 1. Antara penjual dan pembeli dapat merasa puas dan berlapang dada dengan jalan suka sama suka. 2. Dapat menjauhkan seseorang dari memakan atau memiliki harta yang diperoleh dengan cara bathil. 3. Dapat memberikan nafkah bagi keluarga dari rizki yang halal. 4. Dapat ikut memenuhi hajat hidup orang banyak (masyarakat). 66 67
Ibid., h. 102-103. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Cet. 17,( Jakarta: Attahiriyah, 1976),
hal. 277. 68
Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Hadits Shohih Nomor 2237, (Lidwah Pustaka-Kitab Sembilan Imam). 69 Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhi Islami Wa‟adillatuhu, (Beirut: Darul Fikri, jilid IV), h. 2956. 70 Khumaidi Ja‟far, Op.Cit, h. 162-163.
32
5. Dapat membina ketenangan, ketentraman, dan kebahagiaan bagi jiwa karena memperoleh rizki yang cukup dan menerima dengan ridho terhadap anugerah Allah SWT. 6. Dapat menciptakan hubungan silaturrahmi dan persaudaraan antara penjual dan pembeli.
33
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Profil Desa Krawangsari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan a. Sekilas Tentang Desa Krawangsari Desa Krawangsaari merupakan pemekaran dari Desa Muara Putih dan Natar, pada tahun 1986 Desa Krawangsari yang dimekarkan dengan Pjs Kepala Desa yaitu Bapak Djaelani menjabat dari tahun 1986 sampai tahun 1995. Desa Krawangsari defenitif pada tahun 1996 pada tahun itu juga diadakan pemilihan Kepala Desa untuk yang pertama lagi, dengan jumlah calon Kepala desa ada 3 (tiga) yaitu : 1. Djaelani (Kelapa) 2. Drs. Matin. SN (Jagung) 3. Nur Kholis (Padi) Calon yang terpilih dari tiga kandidat calon Kepala Desa yaitu nomor urut 02 yaitu Drs. Matin. SN memerintah 1995-2002. Desa Krawangsari terdiri dari 6 Dusun dengan jumlah RT 15. 1. Dusun Jepang 2. Dusun Krawangsari 3. Dusun Sidorejo 4. Dusun Rumbia Timur 5. Dusun Rumbia Barat 6. Dusun Talang Sawo Pada tahun 2002 Kepala Desa dijabat oleh Bapak Agus Sutikno sampai dengan dua peridoe samapi tahun 2013. Kemudian pada tahun 2013-2019 Kepala Desa di Jabat oleh Ibu NIKMATUS SOLEKAH.
34
Seiring perkembangan zaman dan bertambahnya jumlah penduduk pada tahun 2013 RT yang ada di Desa Krawangsari dimekarkan menjadi 19 RT dengan rincian : 1. Dusun Jepang terdiri dari 7 RT 2. Dusun Krawangsari terdiri 3 RT 3. Dusun Sidorejo terdiri 2 RT 4. Dusun Rumbia Timur terdiri 2 RT 5. Dusun Rumbia Barat terdiri 2 RT dan 6. Dusun Talang Sawo terdiri 2 RT Kepala Desa yang pernah menjabat : NO NAMA KEPALA TAHUN DESA MEMERINTAH 1. Djaelani 1986 – 1995 2. Drs. Matin. SN 1995 – 2002 3. Agus Sutikno 2002 – 2013 4. Nikmatus Solekah 2013 – Sekarang
Visi misi desa krawangsari 2013-2019 1. Visi Desa Krawangsari “Menjadikan Desa Krawangsari sebagai Desa yang makmur, aman, bersih dan berwawasan lingkungan” Rumusan Visi tersebut merupakan suatu ungkapan dari suatu niat yang luhur untuk memperbaiki dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pelaksanaan Pembangunan di Desa Krawangsari baik secara individu maupun kelembagaan sehingga 5 ( lima ) tahun ke depan Desa Krawangsari mengalami suatu perubahan yang lebih baik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dilihat dari segi ekonomi dengan dilandasi semangat kebersamaan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pelaksanaan Pembangunan.
35
2. Misi Desa Krawangsari a. Bersama masyarakat memperkuat kelembagaan desa yang ada b. Bersama masyarakat dan kelembagaan desa menyelenggarakan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan yang partisipatif. c. Bersama masyarakat dan kelembagaan desa dalam mewujudkan Desa Krawangsari yang makmur, aman, tentram dan damai. d. Bersama masyarakat dan kelembagaan desa memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta peduli terhadap lingkungan. b. Letak Geografis Desa Krawangsari terletak di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Desa ini terdiri dari Enam dusun yaitu Dusun Jepang, Dusun Krawangsari, Dusun Sidorejo, Dusun Rumbia Timur, Dusun Rumbia Barat, Dusun Talang Sawo dan terbagi dalam 19 RT dan terdiri dari 1.103 KK dan Desa Krawangsari memiliki batas-batas sebagai berikut : Sebelah Barat : Desa Karang Anyar Sebelah Timur : Desa Banjar Sari Sebelah Utara : Desa Pancasila Sebelah Selatan : Desa Kaliasin c. Kondisi Monografi Desa Krawangsari/Kondisi Sosial Budaya 1. Kependudukan Jumlah penduduk : 4.154 jiwa 2. Jenis Kelamin a. Laki-laki : 2.210 orang b. Perempuan : 1.944 orang c. Jumlah Total : 4.154 orang
36
d. Jumlah Kepala Keluarga : 1.103 KK 3. Kewarganegaraan a. WNI : 4.154 orang b. WNA :4. Jumlah penduduk menurut agama Penduduk Desa Krawangsaari mayoritas beragama islam dengan jumlah penduduk 4.148 orang.71 Kristen 6 orang. 5. Keseahteraan Sosial a. Jumlah KK Prasejahtera : 567 b. Jumlah KK Sejahtera I : 403 c. Jumlah KK Sejahtera II : 128 d. Jumlah KK Sejahtera III :5 6. Tingkat Pendidikan a. Tidak Tamat SD : 794 b. SD :471 c. SLTP :1322 d. SLTA : 1503 e. Diploma/Sarjana : 64 7. Mata Pencaharian Jumlah penduduk menurut mata pencaharian yaitu : 1. Buruh Tani : 186 orang 2. Petani : 487 orang 3. Petrenak : 11 orang 4. Pedagang : 41 orang 5. Tukang Kayu : 7 orang 6. Tukang Batu : 22 orang 7. Penjahit : 8 orang 8. PNS : 12 orang 9. Pensiunan : 2 orang 10. TNI/POLRI : 3 orang 11. Perangkat Desa : 13 orang 12. Pengrajin : 2 orang 13. Industri Kecil : 7 orang 71
Data Monografi Desa, Desa Krawangsari tahun 2016.
37
14. Buruh Industri : 26 orang 15. Lain-lain : 276 orang d. Lembaga Pemerintahan dan Lembaga Sosial Desa Lembaga pemerintah desa dipimpin oleh seorang kepala desa/lurah yang dipilih oleh masyarakat desa Krawangsari itu sendiri dalam jangka waktu periode lima tahun. Susunan organisasi Kelurahan/Desa Krawangsari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan adalah : 1. Kepala Desa : Nikmatus Solekah 2. Sekretaris Desa : Sarmani, S.Pd.I Sekretaris Desa membawahi 3 urusan yaitu : a. Kaur Keuangan : Sakir, S.Pd.I b. Kaur Perencanaan : Erik Nayoan, S.H c. Kaur Tata Usaha : Ngadiyah, A.Ma Kasi Pemerintahan : Astuti Kasi Pelayanan : Bayu Anggoro Kasi Kesejahteraan Rakyat: Mundzir Kepala Dusun 1. Kadus I : Parwito, S.Pd 2. Kadus II : Sudimin 3. Kadus III : Suwarno 4. Kadus IV : Sarno 5. Kadus V : Sarmujiono 6. Kadus VI : Ariayanto72 B. Pelaksanaan Jual Beli Benih Padi Siap Tanam Dengan Cara Kepal 1. Praktek Jual Beli Benih Padi Siap Tanam Dengan Cara Kepal Praktek jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal di Desa Krawangsari merupakan hal yang sudah biasa terjadi dalam masyarakat, karena 72
Profil Desa Krawangsari 2013-2019.
38
sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Pelaksanaan jual beli tersebut dilakukan antara penjual dan pembeli yang secara tidak langsung telah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli saat terjadinya transaksi jual beli. Pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal, biasanya dalam bentuk ikatan benih padi yang di kepal dengan ukuran tangan orang dewasa yang akan dijual kepada pembeli, karena dengan kepalan dapat memudahkan petani dalam menakar langsung di lahan pertanian dg benih padi yang masih segar.73 Pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam di Desa Krawangsari ini, yang dilakukan yaitu petani yang mempunyai kelebihan benih menjual sisa benihnya kepada petani lain yang membutuhkan, dimana para petani menjual benih padi siap tanam tersebut dengan cara kepal (genggam) tangan lalu hasil per genggamannya diikat. Setiap kepal (genggam) benih padi siap tanam dihargai seharga Rp. 5000,-. Hal tersebut biasa dilakukan ketika sehabis musim panen.74 Jual beli benih padi siap tanam dengan cara keupeul (genggam) yaitu benih yang dijual diambil dari persemaian dengan cara segenggaman tangan petani tersebut dengan harga yang sama untuk setiap genggaman.75 Namun yang menjadi permasalahan adalah tidak adanya kejelasan dalam ukuran dan takaran, karena ukuran tangan setiap orang tidaklah sama ada yang lebar ada juga yang kecil, pastilah tidak akan sama ukurannya dalam pengambilan 73
Ahmad Bahruddin, wawancara dengan penulis, krawangsari, 20 Desember 2016. 74 Kasno, wawancara dengan penulis, krawangsari, 20 Desember 2017. 75 Didin, wawancara dengan penulis, krawangsari, 20 Desember 2017.
39
benih padi. Meskipun dilakukan oleh satu orang, namun tidak menutup kemungkinan dalam setiap genggaman akan menggenggam benih padi dengan ukuran yang berbeda. Dalam jual beli ini masih adanya kesamaran dalam objek atau barang yang dijual dalam segi ukuran dan takaran, karena jumlah objek yang dijual hanya berdasarkan perkiraan saja. Terkait dengan pembahasan yang dibahas mengenai jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal di Desa Krawangsari Kecamatan Natar. Maka proses yang dilakukan ketika jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal yaitu: 1. Cara Menghubungi Penjual Maupun Pembeli Menurut hasil wawancara dengan bapak sarjo/penjual dan bapak untung/pembeli yang bekerja sebagai petani,76 cara yang sering para petani lakukan untuk menghubungi penjual adalah pada saat bibit padi mulai siap tanam pada kisaran 10-14 hss (hari setelah sebar) dan para petani tersebut yang mengalami kekurangan benih padi siap tanam, maka para petani (pembeli) menghubungi atau mencari petani (penjual) yang memiliki kelebihan atau sisa benih padi. Para petani melakukan jual beli benih padi siap tanam tersebut dengan cara kepal (genggam) tangan lalu hasil per genggamnya diikat. Jika petani (penjual) yang mempunyai sisa benih padi siap tanam sudah di temukan mereka langsung melakukan tawar menawar dan akad. Begitu juga sebaliknya, jika petani (penjual) itu mempunyai kelebihan benih padi siap tanam, mereka mencari petani (pembeli) yang kekurangan benih padi siap tanam. Jika sudah ditemukan maka para petani tersebut melakukan akad. 76
Sarjo dan untung, wawancara dengan penulis, krawangsari, 20 Desember 2017.
40
2. Cara Melaksanakan Perjanjian Praktek jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal yang terjadi di Desa Krawangsari ini tidak ada perjanjian secara tertulis, hanya menggunakan akad lisan yang saling percaya antara penjual dan pembeli. Disini penjual dan pembeli/para petani menyatakan sebuah kesepakatan yang sudah biasa dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Misalnya penjual sebagai petani menyatakan, saya jual benih padi siap tanam tersebut, dan pembeli menjawab, saya beli benih padi siap tanam tersebut dari anda dan sebaliknya. 77 Maka dalam hal ini telah terjadi kesepakatan atau perjanjian yang bisa diterima oleh kedua belah pihak. 3. Cara Menetapkan Harga Dalam penetapan harga benih padi siap tanam, tergantung pada kesepakatan orang yang melakukan transaksi jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal, antara penjual dan pembeli terjadi tawar-menawar. Pada umumnya di Desa Krawangsari ini, harga benih padi siap tanam dengan cara kepal kisaran Rp.5000,- per kepal, tergantung kualitas benih padi tersebut. Harga yang tidak tetap tersebut dikarenakan pengaruh kualitas benih padi yang berbeda- beda. Kemudian penjual mengajukan kepada pembeli dan kedua belah pihak setuju maka terjadilah kesepakatan harga yang telah ditentukan kedua belah pihak.78 4. Cara Pengambilan, takaran, dan pembayaran Benih Padi Siap tanam Dengan Cara Kepal Setelah Kesepakatan 77
Tomi dan Mustofa, wawancara dengan penulis, krawangsari, 20 Desember 2016. 78 Hamid, wawancara dengan penulis, krawangsari, 21 Desember 2016.
41
Menurut bapak hamid, cara pengambilan benih padi siap tanam dengan cara kepal yaitu petani yang sebagai penjual mengambil benih padi yang sudah di persemaikan di bedengan/tempat khusus persemaian kisaran 1014 hss (hari setelah sebar). setelah itu petani mengambil benih padi dengan genggamanya dan sangat hati-hati, supaya akar-akar bibit benih padi dapat terjaga dan supaya tidak ada bibit yang rusak, karena bibit yang bagus akan menentukan kualitas buah padi. Setelah itu benih padi di tumpuk jadi satu di suatu tempat untuk di bersihkan akar-akarnya dari tanah, kemudian petani tersebut menakar benih padi siap tanam dengan cara kepalan atau setengah genggaman dua tangan orang dewasa dan kemudian benih padi yang sudah dikepal langsung diikat. Pembayaran benih padi berlangsung ditempat sesuai dengan kesepakatan setelah benih padi tersebut telah diikat dan siap untuk di tanamkan di lahan yang tersedia.79 Berdasarkan hasil wawancara penulis tentang praktetk jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal di Desa Krawangsari adalah sebagai berikut: 1) Proses awal a) Petani yang mempunyai kelebihan benih padi mengunjungi/mencari petani yang kekurangan benih padi dan sebaliknya. b) Para petani melakukan akad dan perjanjian 2) Proses inti a) Petani memeriksa kualitas barang dan menentukan harga
79
2016.
Nurjani, wawancara dengan penulis, krawangsari, 21 Desember
42
b) Petani/penjual memberikan pilihan kepada petani/pembeli, kapan akan dibayar barang tersebut. c) Petani/penjual mengambil dan mengumpulkan benih padi siap tanam dengan cara kepal dan diikat untuk diberikan kepada petani/pembeli. d) Petani/pembeli memeriksa kembali kualitas benih padi siap tanam tersebut. 3) Proses akhir a) Pembayaran barang/objek yang dijual, sesuai dengan kesepakatan.80 Pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal dapat dijelaskan mengenai proses jual beli benih padi antara kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli, obyek atau barang dan ijab qabul. a. Proses Jual Beli Benih Padi Siap Tanam Dengan Cara Kepal Yang Dilakuan Oleh Penjual Dan Pembeli Proses jual beli benih padi siap tanam yang dilakukan oleh penjual adalah orang yang menjual benih padi siap tanam dengan cara kepal atau petani yang mempunyai kelebihan benih padi siap tanam (penjual), dengan pembeli adalah orang yang membeli benih padi siap tanam dengan cara kepal atau petani yang membutuhkan benih padi karena kekurangan benih padi siap tanam (konsumen). Seorang pembeli yang ingin membeli benih padi siap tanam karena banyak faktor yang membuat benih padi tidak tumbuh dengan baik diantaranya terserang hama atau lahan yang kurang mendukung , sehingga petani kekurangan benih padi siap tanam dan membutuhkan benih 80
Bahruddin dan Hamdi, wawancara dengan penulis, krawangsari, 21 Desember 2016.
43
padi siap tanam supaya padi dapat tumbuh berbarengan dan menggantikan benih padi siap tanam yang tidak baik, dan akhirnya pembeli mencari dan membeli kepada petani yang mempunyai kelebihan benih padi siap tanam, maka terjadilah transaksi jual beli antara penjual dan pembeli.81 Dalam transaksi jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal biasanya pembeli menggunakan ucapan/lisan, misalnya pembeli menghampiri/menemui penjual yang mempunyai kelebihan benih padi siap tanam dan apabila kedua belah pihak saling membutuhkan dan memberi manfaat maka terjadilah akad, tawar menawar dan pembayaran, maka transaksi jual beli tersebut terselesaikan.82 b. Objek Jual Beli Benih Padi Siap Tanam Dengan Cara Kepal Barang yang menjadi objek jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal adalah benih padi siap tanam. Salah satu syarat jual beli adalah adanya kejelasan terhadap objek/barang yang akan diperjualbelikan, untuk menghindari pertentangan di antara manusia, menjaga kemaslahatan orang yang sedang akad, menghindari jual beli gharar (terdapat unsur penipuan), karena kalau sekiranya suatu barang yang diperjual belikan itu samar, maka akan menimbulkan suatu kemadharatan bagi orang lain. Jual beli juga harus ada kejelasan dalam ukuran, takaran, timbangan, dan harga, sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan. 81
Satimin, wawancara dengan penulis, krawangsari, 23 Desember
2016. 82
Bahruddin dan Untung, wawancara dengan penulis, krawangsari, 23 Desember 2016.
44
Permasalahan dalam jual beli benih padi siap tanam ini adalah adanya kesamaran dalam objeknya yaitu tidak adanya kejelasan dalam ukuran dan takaran, karena ukuran tangan setiap orang tidaklah sama ada yang lebar ada juga yang kecil, pastilah tidak akan sama ukurannya dalam pengambilan benih padi, meskipun dilakukan oleh satu orang, tidak menutup kemungkinan dalam setiap genggaman akan menggenggam benih padi dengan ukuran yang berbeda. Jadi, di dalam jual beli ini masih adanya kesamaran dalam objek atau barang yang dijual dalam segi ukuran dan takaran, karena jumlah objek yang dijual hanya berdasarkan perkiraan saja. c. Ijab Dan Qabul Jual Beli Benih Padi Siap Tanam Ijab qabul yang digunakan dalam transaksi jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal yaitu dengan menggunakan ucapan, misalnya, pembeli: “pak, ada benih padi siap tanam yang tersisa banyak gak, kalau ada saya mau beli pak”, kemudian penjual memeriksa di bedengan lahan tempat persemaian atau memperkirakan apakah benih padi siap tanam tersisa banyak, kiranya tersisa banyak maka penjual akan menjualnya sesuai dengan kebutuhan pembeli, itung-itung saling membantu atau menolong terhadap sesama petani, kemudian penjual mengambil dan mengikat benih padi siap tanam dengan cara kepal. Setelah itu pembeli berkata kepada penjual, “berapa pak kira-kira harganya”? penjual menjawab, ya terserah berapa umumnya aja pak. Kemudian pembeli untuk melihat-lihat terlebih dulu banih padi siap tanam, apakah berkualitas baik atau sebaliknya. Kiranya sudah mengetahui kualitas obeknya, maka pembeli melakukan tawar
45
menawar harga kisaran 5000‟an perkepal benih padi siap tanam, bila sepakat pembeli menyerahkan uangnya kepada penjual sesuai harga yang disepakati. Transaksi jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal pembayaran dilakukan dengan cara tunai yaitu pembayaran secara langsung oleh pembeli kepada penjual sesuai dengan kesepakatan. Setelah akad terjadi antara kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli, dan objek akad yaitu benih padi siap tanam sudah diserahkan kepada pembeli, kemudian pembeli memberikan uang kepada penjual sesuai harga yang telah disepakati kedua belah pihak.83 C. Pandangan Para Tokoh Masyarakat Mengenai Jual Beli Benih Padi Siap Tanam Denga Cara Kepal Menurut bapak zainudin selaku tokoh masyarakat atau ketua masjid di Desa Krawangsari Kecamatan Natar, berpendapat bahwa kegiatan jual beli benih padi dengan cara kepal itu boleh-boleh saja selama di dalam transaksi tidak ada unsur penipuan antar dua pihak dan saling suka sama suka dan selama ini beliau lihat tidak ada berita tentang petani yang meributkan hal itu, berarti jual beli tersebut lancar-lancar saja tidak ada hambatan. Para petani juga sudah dewasa, mereka sangat mengetahui tentang untung rugi, takaran yang saling sepakat. Terpenting, kedua belah pihak secara langsung melihat barang/objek yang akan diperjualbelikan, apakah ada kerusakan, cacat, apakah tidak.84 Bapak selan juga berpendapat bahwa jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal juga sangat dibutuhkan oleh para petani baik yang kekurangan benih padi maupun yang 83
Satimin, Wawancara Dengan Penulis, Krawangsari, 23 Desember
84
Zainudin, Wawancara Dengan Penulis, Krawangsari, 05 Januari
2016. 2017.
46
kelebihan benih padi karena memberikan kemudahan bagi petani yang mebutuhkan benih padi, supaya benih padi yang siap tanam tersebut dapat tumbuh berbarengan. Tapi lain halnya jika di dalam akad jual beli tersebut mengandung unsur ketidakjelasan maka itu tidak diperbolehkan atau haram.85 Bapak yahmin berpendapat bahwa jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal itu boleh boleh saja, selama tidak bertentangan dengan syariat Islam, karena semua pekerjaan itu harus ada dasar yang membolehkannya sedangkan jual beli sendiri banyak ayat dan hadits yang membolehkan bahkan mengharamkan. Jika didalam jual beli tersebut ada unsur penipuan, menurut bapak yahmin‟ jangankan jual beli benih padi siap tanam saja tetapi semua pekerjaan pasti hukumnya haram.86 Menurut bapak parwito selaku tokoh masyarakat Desa Krawangsari, berpendapat bahwa jual beli benih padi siap tanam itu boleh-boleh saja, yang tidak boleh itu tata caranya seperti menipu petani, baik itu dari timbangan ataupun dari segi harga maka itu akan menjadi penyebab jual beli tersebut dilarang. Menurut beliau jual beli benih padi siap tanam itu sangat membantu para petani yang membutuhkan. Tetapi tergantung dari seseorang yang menjalani pekerjaan sebagai petani, karena semua pekerjaan yang baik/sesuai dengan ketentuan syar‟i itu tidak ada yang salah, tapi subjeknya/pelakunya lah yang terkadang melanggar. 87 Menurut Ust. Suhairi hadi selaku tokoh Agama di Desa Krawangsari, beliau berpendapat bahwa dalam kegiatan bermuamalah, khususnya yang berkaitan 85
Selan, Wawancara Dengan Penulis, Krawangsari, 05 Desember
86
Yahmin, Wawancara Dengan Penulis, Krawangsari, 07 Januari
87
Parwito, Wawancara Dengan Penulis, Krawangsari, 07 Januari
2017. 2017. 2017.
47
dengan suatu interaksi manusia dengan manusia lainnya, jual beli tentang benih padi siap tanam dengan cara kepal itu di perbolehkan, karena jual beli ini termasuk jual beli yang sulit untuk ditakar, ditimbang, diukur. Melihat adanya kemanfaatan dan maslahah dalam jual beli itu, kedua belah pihak dapat terpenuhi kebutuhannya.88 Menurut Ust. Zaelani salah satu tokoh agama di Desa Krawangsari bahwa beliu mengatakan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal yang terjadi di Desa Krawangsari itu sudah menjadi suatu kebiasaan masyarakat dan jual beli tersebut boleh-boleh saja karena didasarkan suka sama suka atau saling ridho diantara para pihak yaitu penjual dan pembeli. Kemajuan teknologi yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menghubungi para pihak dan mengetahui bagaimana kita melihat kualitas benih padi yang bagus, dengan demikian salah satu solusinya yaitu dengan mencari informasi terlebih dahulu untuk mengetahui bagaimana harga yang sebenarnya, atau yang lagi berkembang dipasaran. Demi menciptakan jual beli yang amanah serta tidak mendatangkan mudharat bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli tersebut.89
88
Zinuddin, Wawancara Dengan Penulis, Krawangsari, 08 Januari
89
Zaelani, Wawancara Dengan Penulis, Krawangsari, 08 Jnuari
2017. 2017.
48
49
BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Tentang Pelaksanaan Jual Beli Benih Padi Siap Tanam Dengan Cara Kepal di Desa Krawangsari Kecamanatna Natar Kegiatan jual beli sudah merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan di Desa rawangsari. Jual beli tidak hanya sebagai kegiatan ekonomi semata, namun juga menjadi wadah untuk berinteraksi dan besosialisasi antar warga sekitar. Selain itu, jika dilihat dari data yang telah dikumpulkan bahwa warga Desa Krawangsari cendrung memusatkan perhatiannya pada aktifitas pertanian dan perkebunan. Pada dasarnya jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal di Desa Krawangsari Kecamatan Natar sudah menggunakan cara yang cukup baik. Namun jika dilihat secara seksama, terdapat hal-hal yang kurang sesuai dengan aturan dan syarat-syarat jual beli, khususnya dalam jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal, yaitu syarat dalam objek jual beli yang diragukan. Yaitu objek jual beli tidak dapat diketahui ukuran, takaran dan timbangannya secara jelas, karena hanya ditakar dengan cara kepal (genggam), dan ukuran tangan setiap orang tidaklah sama ada yang lebar ada juga yang kecil, pastilah tidak akan sama ukurannya dalam pengambilan benih padi. Hal ini tentu akan berdampak pada kerugian di salah satu pihak. Sekilas memang transaksi jual beli tersebut jika ditela‟ah merupakan jual beli yang wajar dalam konteks dunia kerja secara umum. Hal ini dikarenakan jika diamati jual beli ini sekilas sama dengan bentuk jual beli biasanya, dimana pembeli datang dan menawar harga yang sesuai kepada penjual benih padi siap tanam. Penjual tentu saja memiliki kebebasan dalam memutuskan apakah ia mau menjualnya atau tidak. Jika
50
telah disepakati, maka proses jual beli selanjutnya bisa langsung dilakukan dan terkadang hanya sebatas lisan. Perjanjian jual beli tersebut telah disepakati oleh kedua belah pihak dimana tidak ada unsur pemaksaan dikedua belah pihak dan dilaksanakan atas dasar suka sama suka. Walaupun perjanian tersebut dibuat berdasarkan dengan kesepakatan bersama, namun dalam prateknya dilapangan, masih ada kekurangan yang perlu kiranya dibahas agar permasalahan ini dapat diungkapkan dengan jelas. Hal yang menjadi sorotan permasalahan dari jual beli benih padi siap tanam ini adalah tidak adanya kejelasan dalam ukuran dan takaran setiap pengambilan benih padi siap tanam dengan cara kepal atau genggaman yang akan dijual, karena ukuran tangan setiap orang tidaklah sama ada yang lebar ada juga yang kecil, pastilah tidak akan sama ukurannya dalam pengambilan benih padi. Meskipun dilakukan oleh satu orang, namun tidak menutup kemungkinan dalam setiap kepalan akan mengepal benih padi dengan ukuran yang berbeda. Dalam jual beli ini masih adanya kesamaran dalam objek atau barang yang dijual dalam segi ukuran dan takaran, dengan jual beli yang tidak adanya kejelasan damal takaran dan ukuran pasti ada pihak yang dirugikan dan begitu juga setelah pembeli membeli benih padi siap tanam belum tentu semua akan bagus dan bisa saja jumlah benih yang layak untuk ditanam tidak sebanyak yang dibutuhkan karena bisa saja bibit benih padi siap tanam yang kualitasnya kurang baik atau terserang hama. Hal ini jelas merugikan pihak pembeli benih padi siap tanam dan dapat pula dinyatakan bahwa proses jual beli ini tidak sah. Analisis praktek jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal jika dilihat dari syarat dan rukun jual beli sebagai berikut:
51
1. Pelaku jual beli Menurut hukum Islam adanya aqid atau orang yang melakukan akad yaitu penjual dan pembeli benih padi, dalam pelaksaan jual beli benih padi ini aqid sudah terpenuhi, maka dalam hal ini tidak menyalahi ketentuan hukum jual beli dalam pandangan hukum Islam. Syarat aqid/orang yang melakukan akad menurut hukum Islam, yaitu: a) Baligh; Menurut hukum Islam syarat aqid harus baligh, karena dapat membedakan yang baik dan buruk bagi dirinya, dalam pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal ini, menurut hukum Islam sudah memenuhi syarat aqid dalam hal baligh, maka tidak menyalahi ketentuan hukum jual beli. b) Beragama Islam, Dalam pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal ini mayoritas para pelakunya beragama Islam, jadi dalam hal syarat subjek ini, menurut hukum Islam tidak menyalahi ketentuan hukum jual beli. c) Dengan kehendak sendiri; Menurut hukum Islam diantara syarat subjeknya yaitu dengan kehendak sendiri, dalam pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal dilakukan dengan kehendak sendiri dan tidak adanya keterpaksaan. Menurut peneliti dalam hal ini sudah terpenuhi dan tidak menyalahi ketentantuan hukum jual beli. d) Keduanya tidak mubadzir, Maksudnya bahwa orang yang boros menurut hukum dikatakan sebagai orang yang tidak cakap bertindak, artinya ia tidak dapat bertindak sendiri sesuatu perbuatan hukum. Para pihak yang melakukan transaksi dalam jual beli
52
2.
a)
b)
c)
d)
ini bukanlah orang yang mubadzir/boros, maka pandangan hukum Islam dalam hal ini tidak menyalahi ketentuan hukum jual beli. Objek/barang; Menurut hukum Islam rukun jual beli harus adanya ma‟qud ala‟ih/barang yang diperjualbelikan. Dalam pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal objeknya yaitu benih padi siap tanam, maka dalam hal objek telah terpenuhi dan tidak menyalahi ketentuan hukum jual beli. Syarat objek jual beli dalam hukum Islam, yaitu: Suci; Objek dalam jual beli ini adalah benih padi siap tanam yaitu barang yang tentu suci bukan barang najis, dengan demikian syarat objek menurut hukum Islam sudah terpenuhi dan tidak menyalahi ketentuan hukum jual beli. Memberi manfaat menurut syara‟/ tidak terlarang; Menurut hukum Islam, diantara syarat objek jual beli yaitu memberi manfaat menurut syara‟. Pelaksanaan jual benih padi siap tanam dengan cara kepal objeknya sudah bermanfaat menurut syara‟, jadi dalam hukum Islam dari segi syarat objek ini tidak menyalahi ketentuan hukum jual beli. Barang itu ada; Dalam Pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal ini sudah tentu barangnya ada dan dapat dihadirkan pada tempat yang disepakati. Menurut penulis, dalam pandangan hukum Islam tentang syarat objek jual beli ini sudah terpenuhi dan tidak menyalahi ketentuan hukum jual beli. Dapat diserahkan; Dalam pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal ini dapat diserahkan secara langsung sesuai dengan kesepakatan. Menurut
53
penulis dalam pendangan hukum Islam tentang syarat objek ini sudah terpenuhi dan tidak menyalahi ketentuan hukum jual beli. e) Milik sendiri; Dalam pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal ini sudah milik sendiri bukan barang orang lain, dan menurut peneliti dalam pdandangan hukum Islam tentang syarat objek ini tidak menyalahi ketentuan hukum jual beli. f) Diketahui (dilihat) jenis, ukuran dan takaran. Menurut hukum Islam diantara syarat objek jual beli yaitu harus diketahui jenis, ukuran dan takaran. Pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal di Desa Krawangsari, mengenai jenis sudah jelas, karena pembeli melihat langsung objeknya, namun tidak ada kejelasan mengenai kadar ukurannya, karena petani yang menjual benih padi siap tanam dengan menakar barang yang diperjualbelikan dengan cara kepal, karena kepala setiap orang/petani tidaklah sama ada yang lebar ada juga yang kecil, pastilah tidak akan sama ukurannya dalam pengambilan benih padi. Meskipun dengan satu orang tidak menutup kemungkinan akan menggenggam benih padi dengan ukuran berbeda. Menurut peneliti syarat objek ini tidak terpenuhi serta menyalahi ketentuan hukum jual beli. 3. Ijab qabul; Ijab qabul menurut hukum Islam yaitu tidak ada yang memisahkan, ada kesesuaian ijab qabul, ijab qabul jelas dan dapat diterima oleh masingmasing pihak, dalam pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam ini ijab qabul sudah terpenuhi maka menurut peneliti tidak menyalahi ketentuan hukum jual beli.
54
B. Pandangan Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Jual Beli Benih Padi Siap Tanam Dengan Cara Kepal Jual beli merupakan akad yang diperbolehkan dalam Islam, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Baqarah: 275, sebagai berikut:
ۚ.. الربَا ِّ َح َّل اللَّوُ الْبَ ْي َع َو َحَّرَم َ َوأ
Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Q.S. Al-Baqarah: 275).90 Setiap muslim diperkenankan melakukan aktivitas jual beli, dalam pelaksanaan perdagangan (jual beli) selain ada penjual dan pembeli, juga harus dengan rukun dan syarat jual beli, dan yang paling penting juga adalah jelas dalam timbangan dan takaran. Secara garis besar prinsip-prinsip hukum Islam yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan aktivitas muamalah, menurtu Ahmad Azhar Basyir adalah sebagai berikut: 91 1. Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah, kecuali yang ditentukan lain oleh al-Qur‟an dan sunah rasul. 2. Muamalah dilakukan atas dasar suka rela, tanpa mengandung unsur-unsur paksaan. 3. Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari madarat dalam hidup masyarakat. 4. Muamalah dilaksanakan dengan memelihara keadilan, menghindarkan dari unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.
90
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al-Azhar, juz V, (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1984), h. 63. 91
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta: UII Press, 2004), h. 1516.
55
Prinsip pertama, mengandung maksud bahwa hukum Islam memberikan kebebasan pada setiap orang yang melaksanakan akad muamalah dengan ketentuan atau syarat-syarat apa saja sesuai yang diinginkan, asalkan dalam batas-batas tidak bertentangan dengan ketentuan dan nilai agama. Jual beli benih padi siap tanam di Desa Krawangsari diperbolehkan, karena jual beli tersebut barang yang dijadikan obyek jual beli bermanfaat dan dapat dimanfaatkan oleh manusia, bukan jual beli yang dilarang dalam Islam. Prinsip kedua, memperingatkan agar kebebasan kehendak pihak-pihak yang bersangkutan selalu diperhatikan. Pelanggaran terhadap kebebasan kehendak seperti adanya unsur paksaan ataupun unsur penipuan, berakibat tidak dibenarkannya suatu bentuk akad muamalah. Antara kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli sama-sama rela dalam melaksanakan transaksi jual beli tersebut. Prinsip ketiga, memperingatkan bahwa suatu bentuk akad muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindarkan dari madharat dalam hidup masyarakat, dengan akibat bahwa segala bentuk muamalah yang merusak kehidupan masyarakat tidak boleh. Dalam hal ini kedua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli samasama mendapatkan manfaat, pembeli mendapatkan benih padi siap tanam karena kekurangan benih padi sap tanam dan penjual mendapatkan uang serta terhindar dari mubazir karena mempunyai benih padi yang lebih. Prinsip keempat, menegaskan bahwa dalam melaksanakan hubungan muamalah harus ditegakkan berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, tanpa mengandung unsur gharar (penipuan) dan jelas dalam setiap ukuran dan takaran pada objek. Praktek dilapangan tidak mendekati dari prinsip keadilan, karena pada sistem penakaran jual beli benih padi siap tanam ini dengan cara kepal, yaitu dengan genggaman tangan petani dan setiap
56
tangan orang tidaklah sama, ada yang lebar ada juga yang kecil pastilah tidak akan akan sama ukurannya dalam pengambilan benih padi. Hal ini tentu akan berdampak pada kerugian disalah satu pihak. Melihat pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal di Desa Krawangsari, telah terjadi ketidakjelasan yang dapat merugikan salah satu pihak, dalam hal ini pembeli dapat dirugikan akibat adanya ketidakjelasan dalam ukuran dan takaran setiap pengambilan benih padi siap tanam dengan cara kepal, karena ukuran tangan setiap orang pastilah berbeda ada yang lebar, ada juga yang kecil, paastilah tidak akan sama dalam pengambilan benih padi. Meskipun dilakukan oleh satu orang, namun tidak menutup kemungkinan dalam setiap kepalan akan mengepal benih padi dengan ukuran yang berbeda. Sebagai mana firman Allah SWT dalam QS. AlIsra‟ ayat 35:
ِ ِ ِ ََواَْوفُ ْوا الْ َكْيل اِذَا كِلْتُ ْم َوِزنُ ْوا بِالْ ِق ْسط ك َخْي ٌر َ اس الْ ُم ْستَقْي ِمﭰ ذَال َ .)55 :حسن تَأْ ِويْلً (اَلسراء ُ َ ْ ََّوا
Artinya: Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS.Al-Isra‟:35).92 Ayat di atas memberi penegasan bahwasannya dalam sistem bisnis yang sederhana, alat timbangan atau takaran memainkan peranan penting sebagai alat bagi keberlangsungan suatu transaksi antara si penjual barang dan pembeli. Penyempurnaan dalam proses transaksi melalui media takaran dan timbangan merupakan salah satu hal mendasar untuk membangun dan mengembangkan perilaku bisnis yang baik. Suatu bisnis dalam perkembangan kapanpun mesti membutuhkan 92
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (CV Penerbit Diponegoro, 2005), h. 228.
57
suatu alat ukur atau timbangan yang jelas, sehingga dapat memunculkan transaksi yang dibenarkan syara‟ dan tidak merugikan salah satu pihak. Pelaksanaan jual beli ini masih adanya kesamaran dalam objek atau barang yang dijual dalam segi ukuran dan takaran, dengan jual beli yang tidak adanya kejelasan dalam takaran dan ukuran pasti ada pihak yang dirugikan dan begitu juga setelah pembeli membeli benih padi siap tanam belum tentu semua akan tumbuh dengan kualitas yang bagus dan bisa saja jumlah benih yang layak untuk ditanam tidak sebanyak yang dibutuhkan karena bisa saja bibit benih padi siap tanam kualitasnya kurang baik atau bahkan terserang hama. Hal ini jelas merugikan pihak pembeli benih padi siap tanam dan dapat pula dinyatakan bahwa proses jual beli ini tidak sah dan tidak di perbolehkaan menurut syara‟, karena praktek dilapangan tidak mencerminkan keadilan.
58
59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah peneliti lakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal di Desa Krawangsari Kecamatan Natar dilakukan dengan cukup baik. Pembeli mencari calon penjual yang akan menjual benih padi siap tanam dengan cara kepal atau sebaliknya. Selanjutnnya ia bernegoisasi harga yang cocok dengan kesepakatan bersama. Maka dilanjutkan dengan memeriksa benih padi siap tanam yang akan dijual. Setelah itu dibuatlah perjanjian sederhana. 2. Pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal di Desa Krawangsari Kecamatan Natar ini tidak sah, tidak sesuai dengan ketentuan hukum Islam, karena syarat objek jual beli yang masih diragukan yaitu objek jual beli tidak adanya kejelasan yang pasti dalam ukuran, takaran dan timbangannya, karena petani menakarnya dengan kepalan yang tidak pasti, padahal setiap kepalan orang tidaklah sama tentu dalam pengambilannya akan menggenggam benih padi yang berbeda. B. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis berusaha memberikan saran-saran yaitu: 1. Pelaksanaan jual beli benih padi siap tanam dengan cara kepal di Desa Krawangsari Kecamatan Natar, khusus Bagi para petani yang menjual benih padi siap tanam dengan cara kepal dalam menakar seharusnya menakar dengan takaran yang jelas, yaitu dengan timbangan yang ukurannya ¼ kg, 1/2 kg, atau 1 kg sesuai dengan kesepakatan. Bisa juga dengan
60
membuat panjang tali kisaran 25 cm kemudian ikatkan pada ujung tali dan membentuk sebuah lingkaran, kemudian benih padi siap tanam ikatkan dengan ukuran tali yang tersebut, sehingga akan sama ukurannya dalam pengambilan benih padi. Cara inilah yang menurut penulis lebih baik, yang dijadikan alat untuk menakar pada benih padi siap tanam, tidak dengan menggunakan kepalan tangan orang yang takarannya hanya menggunakan perkiraan. 2. Pelaksanaan jual beli ini diharapkan konsisten yang dilandasi dengan keridhoaan, suka sama suka bagi para pihak, selalu bertindak jujur, terhindar dari penipuan dan terhindar dari jual beli yang dilarang dalam Islam. Dengan demikian, kepercayaan dalam transaksi jual beli akan terwujud.
61
DAFTAR PUSTAKA Abu Abdullah Muhammad Bin Yazid Ibn Majah Al-Quzawaeni. Sarah Ibn Majah, juz II. Beirut: Fikri. Abi Abdillah Muhammad, Shahih Bukhari, Juz II, Mesir. Al-albani, Muhammad Nashiruddin. Ringkasan Shahih Muslim, cet. 1. Jakrta: Pustaka As-sunnah, 2008. Al-Asqalany, Ibnu, Hajar. Bulughul Maram, Beirut: Darul Fikri, 1995.
Al-Asqalany, Ibnu, Hajar. Terjemah Bulughul Maram, Cet. Pertama, Jakarta: Pustaka Amani, 1995. Al-Anshari, Imam Abi Zakaria. Fathu al-Wahab. Surabaya: alHidayah. Al-Ja‟far, Abu Abdullah Muhammad, bin Ismail, bin Ibarahim, bin al-Mughirah. Shahih Bukhari, Beirut: Dar al-Kutb alIlmiyah, 2004. Aljahlani, Muhammad Ibnu Ismail. Sulubus Salam. Bandung: Dahlan tt. Al-Maraghy, Ahmad Mushthafa. Terjemah Tafsir Al-Maraghy. Juz III. Mesir: Mushthafa Al-Babi Al-Halabi, 1394 H/1974 M. Amrullah, Haji Abdul, Malik Karim (HAMKA), Tafsir AlAzhar, juz V. Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1984. As‟ad, Ali. Terjemah Fathul Mu‟in. Kudus: Menara Kudus, 1979.
62
As-Sa‟di, Syeh Abdurrahman. Fiqih Jual Beli: Panduan Praktis Bisnis Syariah. Jakarta: Senayan Publishing, 2008. Asy-Syaukani Rohimahulloh. Nailul Authar, Jilid IV. Penerjemah Mu‟ammal Hamidy, Imron AM, dkk. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1993. Ash-Shiddieqy Hasby. Falsafah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1975. Departemen Agama RI. Al-Quran Bandung: Diponegoro, 2012.
dan
Teremahannya.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi Keempat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011. Dewi, Gemala. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Jakarta : Kencana, 2005. Haroen, Nasrun. Fiqih Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000. Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Ibrahim. Penerapan Fiqih. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2004. Ja‟far, Khumedi. Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Pusat Penelitian dan Penerbitan IAIN Raden Intan Lampung Jl. Letkol H. Endro Suratmin Sukarame, 2015. Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
63
Mas‟adi, A Gufron. Fiqih Muamalah Kontekstual. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Masduki. Fiqih Muamalah Madiyah. Bandung: IAIN Sunan Gunung Jati, 1987. Mas‟ud Ibnu dan Zainal Abidin. Fiqih Madzhab Syafi‟i. Bandung: Pustaka Setia, 2007. Moleong, J Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002. Mujib, Abdul. Kaidah-kaidah Ilmu Fiqh (Al-Qowa‟idul Fiqhiyyah). Jakarta: Kalam Mulia, 1978. Muslich, Ahmad Wardi. Fiqih Muamalat. Jakarta: Kreasindo Media Cita, 2010. Muslim, Imam Abu Husein bin Hajjaj, Shahih Muslim (Terjemah Oleh Adib Bisri Mustofa), Jilid III. Semarang: CV. Assyifa‟, 1993. Pasaribu, Chairuman. Hukum Perjanjian Dalam Islam, cet. Ke2.. Jakarta: Sinar Grafika, 1996. Rasjid, Sulaiman, Haji. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2014. Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, juz III. Libanon: Darul Kutub aladabiyah, 1971. Sabiq, sayyid. Fiqih Sunnah, jilid 4, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006. Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah. Alih Bahasa Oleh Kamaluddin A. Marzuki, Jilid 12. Bandung: PT. Al-Ma‟arif, 1988.
64
Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah, Nur Hasanuddin, Terj. “Fiqh Sunnah”, Jilid 4. Jakarta: Pena Pundi Aksara, Cet. Ke-1, 2006. Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah, vol.1. Jakarta: Lentera Hati, 2002. Suhardi, Kathur. Hadits Pilihan Bukhari-Muslim. Jakarta: Darul Fallah, 2002. Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010. Susiadi. Metodologi Penelitian. Bandar Lampung: Pusat Penelitian dan Penerbitan LP2M Institut Agama Islam Negri Raden Intan Lampung, 2015. Syafe‟i, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia, 2000. Syaikh bin Fauzan Al Fauzan, Al Mulakhash Al Fiqhi, Juz II. Wahab, Khallaf, Abdul. Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta: Al-Majlis al-A‟la Indonesiyi al-Islamiyah, 1972. Yunus, Mahmud. Tafsir Qur‟an Karim. Jakarta: PT. Hidakarya Agung, cet 22, 1982 M/1402 H.
Wahbah Az Zuhaili. Al Fiqhi Islami Wa‟adillatuhu. Beirut: Darul Fikri, jilid IV. Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 5. Jakarta: Gema Insani, 2011.