TINJAUAN HUKUM ATAS PENGELOLAAN DANA OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA
Sumber: infosatu.com
I. PENDAHULUAN Semenjak Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua diundangkan dalam Lembaran Negara maka Provinsi Papua menjadi provinsi
yang
memilikikewenangan
Otonomi
Khusus.
Landasan
konsitusional
diberikannya kewenang tersebut melalui Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa hubungan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang yang memperhatikan kekhususan dan keragamanan daerah serta negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Otonomi khusus Provinsi Papua adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua.1Kewenangan yang lebih luas berarti pula tanggung jawab yang lebih besar bagi
1
Pasal 1 huruf (b) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
1
Provinsi dan rakyat Papua untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengatur pemanfaatan kekayaan alam di Provinsi Papua untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Papua sebagai bagian dari rakyat Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan. Kewenangan ini berarti pula kewenangan untuk memberdayakan potensi sosial-budaya dan perekonomian masyarakat Papua, termasuk memberikan peran yang memadai bagi orang-orang asli Papua melalui para wakil adat, agama, dan kaum perempuan.Peran yang dilakukan adalah ikut serta merumuskan kebijakan daerah dan menentukan strategi pembangunan.2 Berdasarkan Otonomi Khusus ini maka Provinsi Papua mendapatkan dana otonomi khusus dari pemerintah pusat sejak tahun 2002 hingga sekarang yang besarannya tidak sama setiap tahunnya. Jumlah dana otonomi khusus dari tahun 2002 hingga tahun 2014 berjumlah sekitar 40 Triliun Rupiah, dana otonomi khusus inilah yang menjadi salah satu sumber pendanaan utama didalam APBD Provinsi Papua. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 dan perubahannya yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008, diamanatkan bahwa kebijakan pembagian dana dalam rangka otonomi khusus adalah sebagai berikut: 1. Dana otonomi khusus yang besarnya setara dengan 2% dari plafon Dana Alokasi Umum(DAU) Nasional, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan; 2. Dana tambahan infrastruktur dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang besarnya ditetapkan berdasarkan usulan Provinsi. Dana ini terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur. Dana tersebut dimaksudkan agar sekurang-kurangnya dalam 25 tahun seluruh kota-kota provinsi, kabupaten/kota, distrik atau pusat-pusat penduduk lainnya terhubungkan dengan transportasi darat, laut atau udara yang berkualitas, sehingga Provinsi Papua dapat melakukan aktivitas ekonominya secara baik dan menguntungkan sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional dan global. Dari dana otonomi khusus tersebut sebesar 60% diberikan untuk kabupaten/kota sementara provinsi mendapatkan 40%. Salah satu hal yang melatarbelakangi adanya otonomi khusus Provinsi Papua adalahdalam rangka mengurangi kesenjangan antara Provinsi Papua dan Provinsi lain, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di Provinsi Papua3, berarti salah satu tujuan yang ingin dicapai dari Otonomi Khusus Provinsi Papua ini adalah agar masyarakat 2 3
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Bagian menimbang Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
2
Papua dapat menikmati hidup yang layak dan kesejahteraan mereka meningkat sehingga bisa mendekati atau pun sama dengan Provinsi lainnya. Pada kenyataannya dana Otonomi Khusus Provinsi Papua belum mampu meningkat kesejahteraan masyarakat Provinsi Papua. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indeks (HDI) sebagai suatu ukuran standar pembangunan manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)selama tahun 2004 hingga 2013 memberikan peringkat terendah untuk Papua diantara seluruh Provinsi di Indonesia dengan kenaikan yang tidak signifikan tiap tahunnya yaitu 60,98 pada tahun 2004 sampai 66,25 pada tahun 2010. Indeks ini dibentuk berdasarkan empat indikator, yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan kemampuan daya beli.Indikator angka harapan hidup merepresentasikan dimensi umur panjang dan sehat.Selanjutnya, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah mencerminkan output dari dimensi pengetahuan.Adapun indikator kemampuan daya beli digunakan untuk mengukur dimensi hidup layak.4 IPM Provinsi Papua yang masih rendah diikuti pula dengan Indeks Presepsi Korupsi (IPK) kota Jayapura yang berada pada peringkat ke 41 dari 50 kota di Indonesia. MelihatIPK di Papua yang masih rendah ditakutkan salah satu faktorketerlambatan pembangunan manusia dari dana otonomi khusus ini diakibatkan dari pihak-pihak tertentu untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain.
II. PERMASALAHAN
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka terdapat permasalahan hukum yaitu ? 1. Apakah dana otonomi khusus Provinsi Papua telah dialokasikansesuai dengan peraturan perundang-undangan ? 2. Apakah dana otonomi khusus Provinsi Papua telah digunakan sesuai anggaran yang telah ditetapkan ?
4
Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007, Badan Pusat Stastik-Jakarta, Hal 36
3
III. PEMBAHASAN
a. Pengalokasian dana Otonomi Khusus Provinsi Papua
Pada bagian iniakan membahas apakah dana otonomi khusus Provinsi Papua ditahapan pengalokasian dana telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
1. Pembagian Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua antara kabupaten/kota dengan Provinsi Papua. Berdasarkan Pasal 34 ayat (3) huruf c Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001ditentukan bahwa dana otonomi khusus besarnya setara dengan 2% dari plafon DAU Nasional, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan dan dana tambahan infrastruktur dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus yang besarnya ditetapkan berdasarkan usulan Provinsi. Dana khusus tersebut nantinya akan dibagi antara kota/kabupaten dan dengan Provinsi sesuai ketentuan perundang-undangan. Berikut besaran pembagian dana otonomi khusus Provinsi Papua antara kabupaten/kota dengan provinsi. Tabel 1. Besaran Pembagian Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua
Sumber :www.bpkad.papua.go.id Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia ( BPKRI) sebagai lembaga negara yang mempunyai fungsi memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara melalui BPK RI Perwakilan Provinsi Papua telah melakukan pemeriksaan atas dana otonomi khusus ini dimulai dari tahun 2007 hingga 2010 yang menghasilkan berbagai temuan. Namun pemeriksaan dana otonomi khusus sejak tahun 2011 tidak pernah dilakukan lagi hingga sekarang padahal melihat
4
jumlah, IPM dan IPK Provinsi Papua serta resiko, maka pemeriksaan menjadi hal penting untuk dilakukan. Dari laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (LHP BPK RI) ditemukan bahwa pada tahun 2009 dan 2010 pembagian dana otonomi khusus Provinsi Papua antara kabupaten/kota dengan provinsi tidak sesuai dengan ketentuan dari Perda Nomor 2 Tahun 2004 yaitu 60% untuk kabupaten/kota dan 40% untuk Provinsi Papua. Pada tahun 2009 dana otonomi khusus yang diterima oleh Pemerintah Provinsi Papua adalah sebesar Rp4.079.797.400.000. Selanjutnya sebesar Rp1.265.877.659.000 ditransfer kepada Kota/Kabupaten yang merupakan hak dana Otsus Kota/Kabupaten dan masuk dalam APBD masing-masing, sehingga dana
Otsus
yang
dikelola
oleh
Provinsi
Papua
adalah
sebesar
Rp2.813.919.741.000 atau 46,41% dari APBD Tahun Anggaran 2009.5 Pada tahun 2010 dialokasikan untuk Pemerintah Provinsi Papua sebesar Rp1.078.987.129.000,00; dengan nilai perolehan pembagian lebih besar Rp141.041.213.800,00 dibandingkan dengan proporsi seharusnya yaitu sebesar Rp937.945.915.200,00 (40% x Rp 2.694.864.788.000,00) sesuai dengan Perda Nomor
2
Tahun
2004.Dialokasikan
untuk
29
kabupaten/kota
sebesar
Rp1.265.877.659.000,00, dengan nilai perolehan pembagian lebih kecil Rp141.041.213.800,00 dibandingkan dengan LHP Dana Otonomi Khusus Provinsi
Papua
TA
2010
proporsi
seharusnya
yaitu
sebesar
Rp1.406.918.872.800,00 (60% x Rp2.694.864.788.000,00) sesuai dengan Perda Nomor 2 Tahun 2004.6 Pembagian jumlahdana Otsus 60% untuk Provinsi Papua dan 40% untuk kabupaten/kota tidak diketahui apa yang menjadi dasar perhitungannya. Apakah memang provinsi membutuhkan dana yang lebih besar dibandingkan seluruh kabupaten di Papua ataukah sebaliknya. Berbeda dari Gubernur Papua sebelumnya Gubernur Papua yang baru Lukas Enembe akan mengeluarkan kebijakan pembagian dana Otsus yaitu 20% untuk Provinsi dan 80% untuk kabupaten/kota.7 Berapapun besaran jumlah pembagian alokasi dana Otsus antara Provinsi dengan kabupaten/kota seharusnya pembagian ini memang benar-benar 5
Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas dana Otonomi Khusus Papua dan Bagi Hasil Tahun 2009 hlm 14 Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas dana Otonomi Khusus Papua Tahun 2010 hlm 10 7 www.hukumonline.com/berita/baca/lt518867de011dc/gubernur-papua-ubah-alokasi-dana-otsus diakses pada tanggal 10/09/2014 pukul 12.00 wit. 6
5
sudah
diperhitungkan
sesuai
kebutuhan
dana
dari
provinsi
maupun
kabupaten/kota.
2. Pengalokasian dana otonomi khusus Provinsi Papua untuk pendidikan dan kesehatan. Dana otonomi khusus yang diberikan kepada Provinsi Papua digunakan untuk bidang-bidang kegiatan tertentu yang diprioritaskan. Bidang kegiatan itu adalah pendidikan, kesehatan, infrastruktur, penunjang lainnya.
pemberdayaan ekonomi dan
Mengingat di Papua bidang pendidikannya masih jauh
tertinggal dari provinsi lain dan tingginya wabah penyakit maka bidang pendidikan dan kesehatan merupakan kegiatan yang besaran jumlahnya langsung diatur dalam UU No 21 Tahun 2001 berbeda dengan kegiatan lain yang besaran tidak diatur secara langsung oleh undang-undang. Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang No 21 Tahun 2001 menentukan bahwa Sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) penerimaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf b angka 4) dan angka 5) dialokasikan untuk biaya pendidikan, dan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) untuk kesehatan dan perbaikan gizi.8 Ketentuan mengenai besaran alokasi dana otonomi khusus untuk bidang pendidikan dan kesehatan tidak dikuti oleh Pemerintah Provinsi Papua. Dari laporan hasil pemeriksaan BPK RI ditemukan bahwa pengalokasian dana otonomi khusus untuk pendidikan dan kesehatan serta perbaikan gizi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Alokasi yang diberikan untuk pendidikan dan kesehatan serta perbaikan gizi jumlahnya dibawah jumlah yang telah ditentukan peraturan perundang-undangan. Berikut realisasi penggunaan dana otonomi khusus Provinsi Papua mulai dari tahun 2009 hingga tahun 2010.
Tabel 2. Realisasi penggunaan anggaran dana otonomi khusus tahun 2009 NO
1
Uraian
Bidang Pendidikan
Realisasi Penggunaan Jumlah
%
214.312.577.547
7,62
8
Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
6
2 3 4
Bidang Kesehatan Bidang Infrastruktur Bidang Pemberdayaan & Ekonomi Penunjang Lainnya Sisa Dana di Kas Daerah Jumlah
5
170.862.181.357 742.038.690.653
6,07 26,37
806.177.362.210 880.528.929.233 2.813.919.741.000
28,65 31,29 100%
Tabel 3. Realisasi penggunaan anggaran dana otonomi khusus tahun 2010
NO
Uraian
Pagu Anggaran Jumlah
1
Bidang Pendidikan
210.839.229.354,00
2
Bidang Kesehatan
308.658.551.203,00
3
Bidang Infrastruktur
14.658.729.000,00
4
Bidang Pemberdayaan & Ekonomi Penunjang Lainnya Jumlah
Realisasi Penggunaan % 7,77 % 11,3 8% 0,54 %
2.178.689.632.140,00
2.712.846.141.697,00
80,3 1% 100 %
Jumlah
%
194.150.952.515,00
7,98%
260.368.880.536,00
10,69 % 0,55%
13.377.706.065,00
1.966.791.123.805,00
80,78 %
2.434.688.662.921,00
100%
Berdasarkan tabel tahun 2009 dapat dilihat sisa dana dikas daerah sebesar Rp 880.528.929.233 atau 31, 29 % dari total nilai dana otonomi khusus. Menjadi hal yang aneh karena jumlah dana untuk pendidikan dan kesehatan tidak sesuai dengan yang telah ditentukan uu sementara masih terdapat dana sisa dikas daerah. Menjadi pertanyaan apakah dana untuk pendidikan dan kesehatan cukup sejumlah itu saja atau memang penggunaan dana untuk pendidikan dan kesehatan tidak dapat dilakukan secara optimal. B. Penggunaan dana yang tidak sesuai anggarannya dan atau tidak sesuai peruntukkannya. Pada bagian ini akan kita bahas apakah dana otonomi khusus Provinsi Papua telah digunakan sesuai anggarannya dan atau sesuai dengan peruntukkannya. Dana otonomi khusus dibagi dalam pos-posnya, kegiatan yang membutuhkan dana
harus
mengambil
dana
berdasarkan
anggarannya
sesuai
yang
diamanatkanPeraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3Tahun 2006, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 122 ayat (9) disebutkan bahwa setiap
7
SKPDdilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD.9 Penggunaan dana memang harus sesuai anggarannya namun ada juga dana dari anggaran itu digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak sesuai ketentuan untuk dapat menggunakan dana dari dana otonomi khusus tersebut. Dari laporan hasil pemeriksaan BPK atas dana otonomi khusus Provinsi Papua sering ditemukan penggunaan anggaran diluar kegiatan yang telah ditentukan. Beberapatemuan hasil pemeriksaan BPK atas dana otonomi khusus tahun 2007 dan 2008:
-
Pemberian beasiswa PNS tugas belajar melebihi dari ketentuan sebesar Rp2.966.921.000,00 dan digunakan untuk biaya perjalanan dinas sebesar Rp561.355.000,00.
-
Realisasi belanja honorarium tidak tetap pada Badan Informasi dan Komunikasi Daerah sebesar Rp3.190.200.000,00 tidak sesuai peruntukannya
-
Realisasi belanja daerah pada Sekretariat Majelis Rakyat Papua (MRP) sebesar Rp441.750.000,00 tidak sesuai ketentuan
-
Belanja daerah pada Sekretariat DPRP tidak sesuai peruntukan sebesar Rp165.812.500,00
Dapat dilihat dari hasil temuan BPK diatas kebanyakan dana otonomi khusus digunakan untuk membayar honorarium pegawai atau kegiatan birokrasi. Mengutip pernyataan Ketua BPK Rizal Djalil yang mengatakan banyaknya penggunaan dana otonomi khusus diarahkan ke birokrasi menjadi penyebab rendahnya angka IPM di Papua.10 Selain dari hasil temuan BPK, Gubernur Papua Lukas Enembe mengungkapkan, selama ini banyak penggunaan dana otonomi khusus (otsus) dipakai tidak sesuai dengan peruntukannya khususnya jatah dana yang 40 persen di provinsi dan dana
9
Pasal 122 ayat (9) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2006, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah 10
www.bpk.go.id/news/bpk-dana-otsus-gagal-dongkrak-kesejahteraan-warga-di-provinsi-papua diakses 11/09/14 pukul 14.00 wit
8
infrastruktur. Contohnya penggunaan dana infrastruktur justru dipakai untuk membuat jam dan foto-foto pribadi.11 Dana otonomi khusus yang seharusnya digunakan untuk pembangunan Provinsi Papua ini pun rentan terhadap korupsi mengingat Indeks Presepsi Korupsi salah satu kota di Provinsi Papua yaitu Jayapura menduduki peringkat 41 dari 50 kota di Indonesia. Seperti Pada tahun 2010 kasus mantan Bupati Boven Digoel, Yusak Yaluwo yang divonis 5 tahun atas kasus korupsi penggunaan keuangan daerah dan juga dana otonomi khusus senilai 37 miliar yang kasusnya sudah sampai peninjauan kembali dan berujung penolakan dari Mahkamah Agung.12 Selain itu penyelewangan dana Otsus ini pun tengah didalami oleh penegak hukum.Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan, Pemprov Papua telah menyerahkan berkas yang berisi indikasi korupsi penggunaan dana Otsus Papua sepanjang lima tahun terakhir, senilai lebih dari Rp 1,5 triliun ke Kejati Papua.13
IV. PENUTUP
Dana otonomi khusus Provinsi Papua merupakan salah satu sumber pendanaan bagi APBD Provinsi Papua. Penggunaan dana otonomi khusus ini diprioritaskan untuk bidangbidang tertentu guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Provinsi Papua agar sama bahkan lebih baik dari provinsi-provinsi lain di Indonesia. Pengelolaan keuangan yang baik atas dana otonomi khusus Provinsi Papua merupakan kunci agar dana otonomi khusus tersebut dapat dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kesejahteraan rakyat agar terwujudnya tujuan dari otonomi khusus itu sendiri. Salah satu unsur dari pengelolaan tersebut adalah kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, Pembagian dana Otsus antara Provinsi dengan kabupaten/kota yang besarannya telah ditentukan didalam peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaannya ditemukan bahwa pembagian untuk provinsi lebih besar dari yang seharusnya. Pengalokasian dana Otsus untuk pendidikan dan kesehatan yang jumlahnya telah ditentukan dalam peraturan 11
http://sinarharapan.co/news/read/27278/penggunaan-dana-otsus-papua-tak-sesuai-peruntukan diakses 11/09/14 pukul 13.20 wit.
12
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/451636-pk-ditolak--eks-bupati-boven-digoel-dibui-5-tahun diakses 11/09/14 pukul 13.30 wit. 13 http://timikaexpress.com/rp-15-triliun-dana-otsus-papua-diselewengkan/ diakses 11/09/2014 pukul 14.35 wit.
9
perundang-undangan dalam pelaksanaan pun jumlah tidak sesuai dengan yang seharusnya bahkan berada dibawah yang seharusnya. Dana alokasi khusus yang seharusnya digunakan sesuai peruntukkan dalam pelaksanaannya terdapat penggunaan yang tidak sesusai peruntukkannya terlebih lagi untuk dana tersebut untuk birokrasi atau membayar gaji pegawai. Banyak dugaan terhadap indikasi korupsi atas penggunaan dana Otsus yang saat ini masih didalami oleh aparat penegak hukum. Meski baru satu kasus korupsi atas dana Otsus yang terungkap diharapkan aparat penegak hukum mampu mengungkap korupsi atas penggunaan dana otsus ini. Pengawasan dan pemeriksaan atas penggunaan dana Otsus ini mutlak diperlukan. Dana Otsus ini masuk kedalam APBD Provinsi, Kota/Kabupaten. Meskipun pemeriksaan LKPD juga berarti pemeriksaan dana Otsus, pemeriksaan dengan tujuan tertentu untuk dana Otsus ini diperlukan juga. Amat disayangkan BPK sebagai badan yang berfungsi memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara semenjak tahun 2011 sampai pada September 2014belum mengeluarkan lagi laporan hasil pemeriksaan atas dana Otsus Papua yang pemeriksaannya telah dilakukan ditahun 2013.
10
DAFTAR PUSTAKA
Buku Badan Pemeriksa Keuangan, 2010. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas dana Otonomi Khusus dan Bagi Hasil Tahun 2009. Jayapura. ______, 2011. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas dana Otonomi Khusus 2010. Jayapura. Badan Pusat Stastik. 2008. Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007. Jakarta. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 Tahun 2006, Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Pembagian dan Pengelolaan Penerimaan Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus Website www.bpk.go.id www.hukumonline.com www.nasional.news.viva.co.id www.sinarharapan.co www.timikaexpress.com
11