i
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA (Kasus: Dana Desa di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau)
YUDHIANSYAH EKA SAPUTRA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Kasus: Dana Desa di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2016
Yudhiansyah Eka Saputra NIM I34120165
ii
ABSTRAK YUDHIANSYAH EKA SAPUTRA. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Kasus: Dana Desa di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau). Di bawah bimbingan MAHMUDI SIWI Pembangunan yang sentralistik telah menyebabkan disparitas antara perkotaan dengan pedesaan, yang kemudian membuat perbedaan yang signifikan antara perkotaan dan pedesaan dari berbagai sudut pandang. Dana desa menjadi langkah dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan yang harus melibatkan partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam setiap tahap kegiatan yang dihasilkan dari kebijakan ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktorfaktor yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan desa melalui dana desa. Metode penelitian yang digunakan untuk menggali fakta, data, dan informasi dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat penggali informasi yang didukung dengan data kualitatif, didapat melalui reduksi dan verifikasi dari observasi lapang dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara faktor internal (umur,tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan) dan eksternal (intensitas interaksi, tingkat transparansi) dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Kata Kunci: dana desa, partisipasi masyarakat, pembangunan.
ABSTRACT YUDHIANSYAH EKA SAPUTRA. Level of Community Participation In Rural Development (Case: Rural Fund in Sungai Rawa, Sungai Apit, Siak District, Riau). Supervised by MAHMUDI SIWI Centralized development has led to the disparity between urban and rural, and makes a significant difference between urban and rural areas from various perspective. Rural Fund to be a step from the government to solve the problems that must involve the participation of all members of society in every phase of the activities resulting from this policy. The purpose of this paper is to identify the factors associated with participation in village development processes through the rulal Fund. The method used to dig up the facts, data, and information in this research is quantitative approach using a questionnaire as a digger information that is supported by qualitative data, obtained through reduction and verification of field observation and in-depth interviews. The results of this study is the relationship between nternal factors (age, education level, occupation, education level) and external factors (the intensity of the interaction, the level of transparency) with the level of community participation in the development process. Keywords: rural fund, community participation, development.
iv
v
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA (Kasus: Dana Desa di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau)
YUDHIANSYAH EKA SAPUTRA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
vi
viii
ix
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Kasus: Dana Desa di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau)” ini dengan baik dan lancar. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana komunikasi dan pengembangan masyarakat, pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih setulus-tulusnya kepada: 1. Bapak Mahmudi Siwi, SP, M.Si sebagai dosen pembimbing atas kesedian waktu dan kesabarannya yang telah memberikan saran dan masukan serta motivasi agar penulis lebih giat lagi selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. 2. Kedua orang tua saya, Bapak Khaidir J dan Ibu Masrani yang selalu memberi dukungan dan motivasi dengan mendoakan dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya kepada penulis. Saudara saya, Yenita Agustina S.Keb dan Oon Fadillah, S.Km, M.Kes yang membantu dan menemani saya selama penelitian di lapang. Juga Yuli Rosna Yani A.md dan Yanti Ratna Dewi A.md beserta keluarga yang selalu memberi dukungan moril dan materil kepada penulis. 3. Masyarakat Kampung Sungai Rawa yang menerima dan memberikan informasi bermanfaat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 4. Satya Kesuma Wardani dan teman sebimbingan Caca dan Wulan, alumni beskem foundation Widya dan Yunita yang menemani penulis selama malammalam di Beskem. 5. Ganteng-ganteng KPM49, The Kons, Pakuan Squad, teman-teman dan SKPM49 atas semangat dan kebersamaannya untuk hari-hari yang melelahkan. Penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan memberikan sumbangsih dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Juli 2016
Yudhiansyah Eka Saputra NIM I34120165
x
xi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Penelitian Tujuan Penulisan Metode Penulisan PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Partisipasi Masyarakat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Definisi Desa Dana Desa Pembangunan Desa Kerangka Penelitian Hipotesis Penelitian PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penentuan Responden dan Informan Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Partisipasi Masyarakat GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Kampung Sungai Rawa Sejarah Kampung Sungai Rawa Kondisi Demografi Kondisi Sosial Budaya Kependudukan Pendidikan Sarana dan Prasarana Kampung Keadaan Ekonomi Penggunaan Dana Desa KARAKTERISTIK RESPONDEN Umur Jenis Kelamin Jenis Pekerjaan Tingkat Pendapatan Tingkat Pendidikan Jumlah Tanggungan ANALISIS FAKTOR EKSTERNAL RESPONDEN Tingkat Intensitas Interaksi Tingkat Transparansi
xiii xv xv 1 1 3 4 4 7 7 7 11 12 14 16 17 18 19 19 19 20 20 21 21 21 25 29 29 29 30 31 31 32 34 35 36 37 37 38 39 40 41 43 45 45 46
xii
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA Tahap Pengambilan Keputusan dalam Perencanaan Tahap Implementasi Pembangunan Tahap Pemanfaatan Hasil Pembangunan Tahap Evaluasi Hasil Pembangunan ANALISIS FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT Hubungan antara Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Hubungan antara Umur dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembangunan Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembangunan Hubungan antara Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembangunan Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembangunan Hubungan antara Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Hubungan antara Tingkat Intensitas Interaksi dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembangunan Hubungan antara Tingkat Transparansi dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembangunan PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
47 49 51 54 57 59 59 59 60 62 64 66 68 69 71 71 72 73
xiii
DAFTAR TABEL 1 2
3 4
6
7 8 9 10 11 12
13
14 15
16
17 18
19 20
Tingkat Partisipasi Masyarakat Menurut Tangga Partisipasi Arnstein Jumlah dan persentase penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 menurut kelompok masyarakat Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data Definisi operasional dari faktor yang berhubungan dengan partisipasi 5 Defenini Operasional Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Setiap Tahapan Jumlah dan persentase penduduk menurut dusun dan jenis kelamin di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 Jumlah dan Persentase Penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak menurut kelompok umur tahun 2016 Jumlah dan Persentase Penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak menurut Agama tahun 2016 Tingkat pendidikan penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak menurut jenis kelamin tahun 2016 Sarana dan prasarana yang terdapat di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 Jenis mata pencaharian masyarakat Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 Jumlah dan persentase penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 menurut kelompok masyarakat Jumlah dan persentase responden menurut umur dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Jumlah dan persentase responden, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit menurut jenis kelamin tahun 2016 Jumlah dan persentase responden menurut jenis pekerjaan dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Jumlah dan persentase responden, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit menurut pendidikan tahun 2016 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Jumlah dan persentasi responden Kampung Sungai Rawa Kecamatan Sungai Apit menurut jumlah tanggungan tahun 2016 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat intensitas interaksi dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016
6
20 21 22 25
31 32 32 33 34 35
35
37 38
39
40 40
41 42
43
xiv
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat transparansi dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden menurut kelompok masyarakat di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden pada tahap pengambilan keputusan dalam perancanaan menurut kelompok masyarakat di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden pada tahap implementasi menurut kelompok masyarakat di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden pada tahap pemanfaatan hasil pembangunan menurut kelompok masyarakat di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden pada tahap evaluasi hasil pembangunan menurut kelompok masyarakat di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat partisipasi menurut umur responden dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat partisipasi menurut umur responden dari kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat partisipasi menurut tingkat pendidikan responden dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat partisipasi menurut tingkat pendidikan responden dari kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat partisipasi menurut jenis pekerjaan responden dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat partisipasi menurut jenis pekerjaan responden dari kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat partisipasi menurut tingkat pendapatan responden dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat partisipasi menurut tingkat pendapatan responden dari kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat partisipasi menurut tingkat intensitas interaksi dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016
44
48
50
52
54
56
60
60
62
62
64
64
65
66
67
xv
36
37
38
Tingkat partisipasi menurut tingkat intensitas interaksi dari masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat partisipasi menurut tingkat transparansi dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat partisipasi menurut tingkat transparansi dari kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016
68
69
70
DAFTAR GAMBAR 1 2
Delapan Tingkatan dalam Tangga Partisipasi Masyarakat Kerangka analisis tingkat partisipasi dalam pembangunan desa melalui dana desa
7 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Peta Lokasi penelitian Jadwal penelitian Dokumentasi Lapang Catatan Tematik dari Informan Tulisan Tematik
82 83 84 87 93
xvi
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang sentralistik telah menyebabkan disparitas ekonomi antara perkotaan dengan pedesaan, yang kemudian membuat perbedaan yang signifikan antara perkotaan dan pedesaan dari berbagai sudut pandang. Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 memandang kondisi umum pedesaan memprihatinkan, baik dalam bidang sosial, budaya dan kehidupan beragama antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Langkah yang tepat sangat diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan bagi daerah pedesaan, untuk mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan potensi maupun karakteristik daerah masing-masing. Desa yang merupakan tempat dimana sebagian besar masyarakat miskin Indonesia berada yaitu menurut BPS (2012) sebanyak 18 485 200 jiwa atau menyumbang setidaknya 63.5 persen dari jumlah penduduk miskin di Indonesia. Pemahaman tentang pembangunan desa perlu mendapatkan perhatian yang lebih dari setiap kalangan, mulai dari rakyat biasa hingga segenap aparat di semua lini birokrasi, agar tercapai tujuan pembangunan desa yaitu untuk memajukan, memandirikan dan mensejahterakan masyarakat desa. Hal ini tentu bukanlah merupakan sesuatu yang mudah untuk dilalui tanpa proses yang sudah sangat matang dan tertata rapi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pada Pasal 78 dijelaskan mengenai pembangunan desa yaitu meliputi; (1) Pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta Pemanfaatan hasil sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan; (2) Pembangunan desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan; (3) Pembangunan desa mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial. Desa mempunyai sumber pendapatan berdasarkan Undang-undang No 6 Tahun 2014, yaitu berupa pendapatan asli desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota, alokasi anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota, serta hibah dan sumbangan yang tidak mengikat pihak ketiga. Sumber pendapatan desa tersebut secara keseluruhan digunakan untuk mendanai penyelenggaraan kewenangan desa yang mencakup penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Salah satu strategi pemerintah untuk membantu agar desa menjadi mandiri dan otonom dengan memberikan dana desa. Permendes No 5 Tahun 2015 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa, penggunaan dana desa yang bersumber dari APBN untuk pemberdayaan masyarakat desa terutama untuk penanggulangan kemiskinan dan peningkatan akses atas sumber daya ekonomi, sejalan dengan
2
pencapaian target RPJM Desa dan RKP Desa setiap tahunnya, yang di antaranya dapat mencakup: a) peningkatan kualitas proses perencanaan desa; b) mendukung kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUM Desa maupun oleh kelompok usaha masyarakat desa lainnya; c) pembentukan dan peningkatan kapasitas kader pemberdayaan masyarakat desa; d) pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi paralegal untuk memberikan bantuan hukum kepada masyarakat desa; e) penyelenggaraan promosi kesehatan dan gerakan hidup bersih dan sehat; f) dukungan terhadap kegiatan desa dan masyarakat pengelolaan Hutan Desa dan Hutan Kemasyarakatan; g) peningkatan kapasitas kelompok masyarakat. Partisipasi dari setiap bagian desa diperlukan untuk mewujudkan pembangunan desa yang sesuai dengan kebutuhan desa itu sendiri, yang paling penting adalah partisipasi dari setiap masyarakat yang merupakan pemegang kedaulatan dari negara ini. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Supriyadi (2010) yang menyebutkan bahwa “Implementasi program dan pembangunan desa/kelurahan berpengaruh kuat dan signifikan terhadap partisipasi masyarakat”. Penjelasan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian dari Florensi (2014) bahwa tahapan kebijakan ADD akan mempengaruhi sampai mana tahap pemberdayaan masyarakat itu berlangsung. Kaemba (2003) menjelaskan bahwa kendala yang dialami dalam pelaksanaan program ialah kurangnya masyarakat yang ikut serta dalam pelaksanaan pekerjaan yang disebabkan oleh kurangnya keterampilan kerja yang dimiliki serta tidak memiliki rasa percaya kepada pemerintah dalam mengelola program. Ada tiga alasan utama pentingnya melibatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan pembangunan menurut Lugiarti (2004), yaitu (1) sebagai langkah awal untuk mempersiapkan masyarakat untuk berpartisipasi dan merupakan satu cara untuk menumbuhkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab masyarakat setempat terhadap program pembangunan yang dilaksanakan; (2) Sebagai alat untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan, kondisi, dan sikap masyarakat setempat; dan (3) Masyarakat memperoleh hak untuk ‘urun rembug’ dalam menentukan program-program pembangunan yang dilaksanakan. Perbandingan antara wilayah pedesaan dan wilayah perkotaannya di Indonesia adalah memiliki luas dan jumlah penduduk yang lebih banyak, yaitu sekitar 65 persen penduduk Indonesia bermukim di pedesaan (Adisasmita 2006). Partisipasi masyarakat merupakan langkah penting dalam upaya untuk mengetahui dan menganalisis kebutuhan serta masalah masalah yang dialami masyarakat itu sendiri. Adisasmita (2006) mengatakan bahwa kegiatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan meliputi identifikasi potensi, permasalahan yang dihadapi masyarakat, penyususnan program-program pembangunan yang benarbenar dibutuhkan oleh masyarakat lokal, implementasi program pembangunan dan pengawasannya. Pada umumnya, tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan program pembangunan akan mempengaruhi tingkat keberhasilan program tersebut (Lugiarti 2004). Salah satu faktor yang menentukan dalam terlaksananya suatu pembangunan adalah faktor manusia. Partisipasi masyarakat sangat diharapkan dalam setiap tahapan pembangunan dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pemanfaatan hasil
3
dan tahap evaluasi sehingga akan dapat dilaksanakan pembangunan daerah yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Timbulnya partisipasi merupakan ekspresi perilaku manusia untuk melakukan suatu tindakan, dimana perwujudan dari perilaku tersebut didorong oleh adanya tiga faktor utama yang mendukung, yaitu kemauan, kemampuan, kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ariyani (2007), seseorang untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ada tiga prasyarat, yaitu adanya kesadaran pada diri yang bersangkutan tentang adanya kesempatan, dan adanya kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi) serta didukung oleh kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen). Berdasarkan hasil penelitian yang bersangkutan dengan penggunaan dana desa yaitu menurut Rosalinda (2014), faktor yang mendukung pelaksanaan Alokasi Dana Desa di antaranya mencakup: a) potensi penerimaan desa; b) adanya dukungan kebijakan pemerintah. Faktor penghambat: a) manajemen organisasi pemerintah desa; b) sumber daya manusia; c) sarana prasarana; dan d) kurangnya partispasi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, partisipasi masyarakat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari program pembangunan maupun pengembangan masyarakat pedesaan. Diperlukan analisis mengenai partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan serta kondisi partisipasi masyarakat dan faktor yang mempengaruhinya agar program pemberdayaan masyarakat dapat berkelanjutan. Berdasarkan kaitan pentingnya partisipasi masyarakat dalam program pembangunan, terutama dalam program pembangunan yang saat ini sedang berlangsung yaitu melalui dana desa maka hal tersebut menjadi pertanyaan utama dalam penelitian yakni bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan di desa? Rumusan Masalah Penelitian Partisipasi masyarakat penting dalam pembangunan, dimana partisipasi masyarakat merupakan faktor utama dalam keberhasilan program. Menurut Nasdian (2014), partisipasi mendukung masyarakat untuk mulai “sadar” akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka (memiliki kesadaran kritis). Dana Desa merupakan program dari pemerintah dalam upaya membantu agar mengurangi disparitas dan menjadikan desa lebih mandiri dan otonom merupakan program yang membutuhkan keterlibatan aktif dari setiap masyarakat dalam setiap tahapan programnya demi mencapai tujuan program tersebut. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan tidak hanya dipandang sebagai bagian dari proses tetapi juga merupakan bagian tujuan, dimana partisipasi merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi hasil pembangunan desa. Partisipasi masyarakat yang dimaksud adalah dimana partisipasi masyarakat bukan lagi merupakan kewajiban, melainkan sudah merupakan hak bagi masyarakat untuk terjun langsung berpatisipasi/ikut serta dalam setiap perencanaan atau kegiatan pembangunan, karena masyarakatlah yang mengetahui kebutuhan dan masalah yang dihadapi, merekalah yang memiliki kebebasan untuk memutuskan pelaksanaan suatu kegiatan
4
pembangunan, maka diperlukan penelitian mengenai bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan Desa melalui penggunaan dana desa? Kaitan tingkat partisipasi Masyarakat dalam program pembangunan desa tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor, selanjutnya faktor – faktor tersebut secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi keberhasilan penggunaan Dana Desa. Ariyani (2007) menyatakan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan menjadi tindakan yang nyata apabila tiga faktor utama yang mendukung ini terpenuhi, yaitu adanya kesadaran pada diri yang bersangkutan tentang adanya kesempatan, dan adanya kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi) serta didukung oleh kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen). Dibandingkan dengan penelitian Rahmawati dan Sumarti (2011), bahwa faktor kesempatan memberikan dampak yang paling berpengaruh pada tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program DPEM dan PPEM dibandingkan faktor kemauan dan faktor kemampuan. Maka penting juga untuk meneliti faktor – faktor apa sajakah yang berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa melalui penggunaan Dana Desa? Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh tingkat partisipasi petani terhadap tingkat keberhasilan penggunaan Dana Desa. Tujuan utama ini akan dijawab melalui tujuan khusus yang telah dirumuskan sebagai berikut: 1. Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa melalui penggunaan dana desa. 2. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam hasil pembangunan desa melalui penggunaan dana desa. Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi akademisi, dapat digunakan sebagai data acuan pada penelitian sejenis secara lebih mendalam. 2. Bagi pemerintah, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun pembangunan dan pengembangan masyarakat. 3. Bagi swasta, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam program pengembangan masyarakat yang melibatkan partisipasi masyarakat. 4. Bagi masyarakat, dapat dijadikan pertimbangan dalam menyusun program bersama pemerintah maupun swasta.
5
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Partisipasi Masyarakat Pengertian partisipasi selalu dikaitkan atau bersinonim dengan peran serta, maka dapat dikatakan kalau partisipasi itu tidak berdasarkan keterlibatan secara fisik dalam pekerjaannya tetapi menyangkut keterlibatan diri seseorang sehingga akan menimbulkan tanggung jawab dan sumbangan yang besar (Darmawi, 2014). Partisipasi anggota masyarakat adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program pembangunan yang dikerjakan oleh masyarakat sekitar (Adisasmita 2006). Ndraha (1982) yang merujuk pada Cohen (1977) menyatakan bahwa belum ada definisi yang memuaskan mengenai istilah partisipasi, oleh karena itu mereka membatasinya pada development participation atau partisipasi di bidang pembangunan, ini berarti partisipasi (aktif) masyarakat di bidang pembangunan desa. Nasdian (2014) menjelaskan bahwa partisipasi mendukung masyarakat untuk memulai sadar akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka (memiliki kesadaran kritis). Partisipasi masyarakat yang tinggi akan berpengaruh terhadap suatu program pembangunan. Hal ini dimungkinkan karena pembangunan bukan saja ditentukan segalanya oleh penyelenggara pembangunan, tetapi partisipasi masyarakat juga turut memberikan andil dalam tercapai atau tidaknya suatu program pembangunan yang telah direncanakan sebelumnya. Melalui partisipasi masyarakat, perencanaan pembangunan diupayakan menjadi lebih terarah, artinya rencana atau program pembangunan yang disusun sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat, berarti dalam penyusunan rencana/program pembangunan dilakukan penentuan prioritas (urutan berdasarkan besar kecilnya tingkat kepentingannya), dengan demikian pelaksanaan (implementasi) program pembangunan akan terlaksana pula secara terarah dan serasi terhadap kebutuhan masyarakat dan pelaksanaan (implementasi) program pembangunan berjalan secara efektif dan efisien (Ardilah et al. 2014). Pelaksanaan pembangunan yang meliputi segala aspek kehidupan baru akan berhasil apabila merupakan kegiatan yang melibatkan seluruh anggota masyarakat. Hal ini secara tegas dikemukakan oleh Tjokroamidjodjo (1974) dikutip Supriyadi (2010) disatu pihak partisipasi penting bagi pembangunan dan bahkan menjadi salah satu tujuan pembangunan itu sendiri. Cohen dan Uphoff (1977) dalam Girsang (2011) membagi partisipasi kedalam beberapa tahapan, sebagai berikut: (1) Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan melalui keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud adalah perencanaan kegiatan. (2) Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, karena inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata dalam
6
partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota program. (3) Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subyek pembangunan, maka semakin besar manfaat program dirasakan, berarti program tersebut berhasil mengenai sasaran. (4) Tahap Evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan program selanjutnya. Pengukuran partisipasi masyarakat dilihat dari derajat wewenangnya dalam pengambilan keputusan dan digolongkan menjadi tingkatan non partisipasi, tokenisme dan citizen power oleh Arnstein (1969). Berikut akan dipaparkan penjelasan dari tangga partisipasi menurut Arnstein (1969). Tabel 1 Tingkat Partisipasi Masyarakat Menurut Tangga Partisipasi Arnstein Tingkatan Tangga Pembagian Hakekat Kesertaan Partisipasi Kekuasaan Manipulasi (Manipulation) Terapi (Theraphy) Pemberitahuan (Informing) Konsultasi (Consultation) Penentraman (Placation) Kemitraan (Partnership) Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power) Kontrol Masyarakat (Citizen Control)
Permainan Oleh Pemerintah Sekedar agar masyarakat tidak marah/mengobati Sekedar pemberitahuan searah/sosialisasi Masyarakat didengar, tapi tidak selalu dipakai sarannya Saran masyarakat diterima tetapi tidak selalu dilaksanakan
Tidak Ada Partisipasi
Tokenism/sekedar justifikasi agar mengiyakan
Timbal balik dinegosiasikan Masyarakat diberi kekuasaan (sebagian atau seluruh program) Sepenuhnya dikuasai oleh masyarakat
(Sumber : Wicaksono 2010)
Tingkat kekuasaan ada di masyarakat
7
8
Kontrol Warga Negara
7
Delegasi Kewenangan
6
Kemitraan
5
Menenangkan
4
Konsultasi
3
Menginformasikan
2
Terapi
1
Manipulasi
Citizen power
Tokenisme
Non-Partisipasi
Gambar 1. Delapan Tingkatan dalam Tangga Partisipasi Masyarakat Kedelapan tingkatan yang telah disebut di atas dijelaskan adalah sebagai berikut: 1. Manipulation Dengan mengatasnamakan partisipasi, partisipan program secara formalitas termasuk dalam bagian partisipan program, tetapi tanpa adanya pelibatan dalam pelaksanaan program. Tujuannya adalah untuk dipakai sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh pihak penguasa. 2. Therapy Pihak pembentuk program menganggap ketidakberdayaan sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang memerlukan pengobatan. Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai kegiatan namun pada dasarnya kegiatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukannya menemukan penyebab lukanya. 3. Informing Dengan memberi informasi kepada masyarakat akan hak, tanggung jawab, dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. Namun seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah, masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi. Apalagi ketika informasi disampaikan pada akhir perencanaan, masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi program. Komunikasi satu arah ini biasanya dengan menggunakan media pemberitaan yakni brosur dan poster. 4. Consultation Meminta pendapat masyarakat merupakan suatu langkah logis menuju partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu, karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jejak pendapat, pertemuan warga, dan dengar pendapat. Jika pemegang kekuasaan membatasi usulan masyarakat,
8
maka kegiatan tersebut hanyalah merupakan suatu partisipasi palsu. Masyarakat pada dasarnya hanya dianggap sebagai abstraksi statistik, karena partisipasi hanya diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga dari seberapa banyak kuesioner dijawab. Dengan demikian, pemegang kekuasaan telah merasa memiliki bukti bahwa mereka telah mengikuti rangkaian pelibatan masyarakat. 5. Placation Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan. Salah satu strateginya adalah dengan memilih masyarakat miskin yang layak untuk dimasukkan ke dalam suatu lembaga. Jika mereka tidak bertanggung jawab dan jika pemegang kekuasaan memiliki mayoritas kursi, maka mereka akan dengan mudah dikalahkan dan diakali. 6. Partnership Pada tingkat ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan ditentukan dengan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak. Partnership dapat berjalan efektif bila dalam masyarakat ada kekuasaan yang terorganisir, pemimpinnya bertanggung jawab, masyarakat mampu membayar honor yang cukup bagi pemimpinnya serta adanya sumber dana untuk menyewa teknisi, pengacara dan organisator masyarakat. Dengan demikian, masyarakat benar-benar memiliki posisi tawar-menawar yang tinggi, sehingga akan mampu mempengaruhi suatu perencanaan. 7. Delegated Power Negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah bisa mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu. Pada tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan dalam menentukan suatu keputusan. Selain itu, masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut. Untuk mengatasi perbedaan, pemegang kekuasaan tidak perlu meresponnya akan tetapi dengan mengadakan proses tawar-menawar. 8. Citizen Control Pada tingkat ini, masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga akan mengadakan perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung dengan sumber-sumber dana untuk memperoleh bantuan atau pinjaman tanpa melewati pihak ketiga.
9
Manipulasi dan terapi termasuk kedalam level ‘non-participation’, inisiatif pembangunan tidak bermaksud untuk memberdayakan partisipan program akan tetapi membuat pemegang kekuasaan untuk “menyembuhkan” atau “mendidik” komunitas. Informasi, konsultasi termasuk dalam level ‘tokenisme’, komunitas bisa mendapatkan informasi dan menyuarakan pendapat akan tetapi tidak ada jaminan kalau pendapat komunitas akan diakomodasi. Placation sebagai level tertinggi dalam tokenisme, komunitas bisa memberikan saran kepada pemegang kekuasaan, tetapi penentuan tetap berada pada pemegang kekuasaan. Partnership termasuk kedalam level ‘citizen power’, karena membuat komunitas dapat bernegosiasi dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendelegasian kewenangan dan kontrol juga termasuk ke dalam level citizen power, komunitas memegang mayoritas pengambilan keputusan dan kekuatan pengelolaan. Pelaksanaan suatu kegiatan pembangunan semestinya melewati tahapantahapan yang merujuk pada Cohen dan Uphoff (1977) yaitu diawali dengan tahap perencanaan dan dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan, kemudian akan memasuki tahap memanfaatakan hasil dari pembangunan, dan yang terakhir akan menimbulkan penilaian dari hasil pembangunan yang telah dilaksanakan atau yang disebut dengan tahapan evaluasi pembangunan. Partisipasi masyarakat yang dilibatkan ke dalam setiap tahapan tersebut akan memjadikan hasil pembangunan lebih berkelanjutan karena disusun berdasarkan kebutuhan dasar yang sesungguhnya dari masyarakat setempat (local community). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Masyarakat Alasan anggota masyarakat diajak untuk ikut berpartisipasi adalah karena masyarakat dianggap lebih mengetahui tentang permasalahan dan kebutuhan mereka sendiri. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Mereka memahami sesungguhnya tentang keadaan lingkungan sosial dan ekonomi masyarakatnya; 2) Mereka mampu menganalisis sebab dan akibat dari berbagai kejadian yang terjadi dalam masyarakat; 3) Mereka mampu merumuskan solusi untuk mengatasi permasalahan dan kendala yang dihadapi masyarakat; 4) Mereka mampu memanfaatkan sumberdaya pembangunan (sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dana, dan teknologi) yang dimiliki untuk meningkatkan produksi dan produktivitas dalam rangka mencapai sasaran pembangunan masyarakatnya; 5) Anggota masyarakat dengan upaya meningkatkan kemauan dan kemampuan sumberdaya manusianya sehingga dapat berlandaskan pada kepercayaan diri dan keswadayaan yang kuat mampu menghilangkan sebagian besar ketergantungan terhadap pihak luar (Adisasmita, 2006). Ariyani (2007) menyatakan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan menjadi tindakan yang nyata apabila tiga faktor utama yang mendukung ini terpenuhi, yaitu adanya kesadaran pada diri yang bersangkutan tentang adanya kesempatan, dan adanya kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi) serta didukung oleh kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen). faktor utama tersebut (1) kemauan; (2) kemampuan; dan (3) kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Partisipasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Pangestu (1995) dikutip Swedianti (2011) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, yaitu:
10
1. Faktor internal, mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah pendapatan, pengalaman berkelompok. 2. Faktor eksternal, meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran yang dapat mempengaruhi partisipasi karena sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek, jika sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain itu bila didukung dengan pelayanan pengelola kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tersebut tidak akan ragu untuk berpartisipasi dalam proyek. Selain itu ada juga faktor yang menghambat partisipasi masyarakat menurut Watson dalam Soetomo (2008) mengatakan bahwa ada beberapa kendala (hambatan) yang dapat menghalangi terjadinya suatu perubahan antara lain kendala yang berasal dari kepribadian individu salah satunya adalah ketergantungan. Ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan merupakan hambatan dalam mewujudkan partisipasi atau keterlibatan masyarakat secara aktif, karena rasa ketergantungan ini masyarakat tidak memiliki inisiatif untuk melaksanakan pembangunan atau prakarsa mereka sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi ataupun menghambat partisipasi masyarakat tersebut dapat dibedakan dalam faktor internal dan faktor eksternal, dijelaskan sebagai berikut : 1. Faktor internal, menurut Slamet (2003), untuk faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan. Secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi. 2. Faktor eksternal, menurut Sunarti (2003), faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan petaruh (stakeholder), yaitu dalam hal ini stakeholder yang mempunyai kepentingan dalam program ini adalah pemerintah daerah, pengurus desa/kelurahan (RT/RW), tokoh masyarakat/adat dan konsultan/fasilitator. Petaruh kunci adalah siapa yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna kesuksesan program. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktavia dan Saharudin (2005) bahwa Peran stakeholder akan mempengaruhi bagaimana partisipasi masyarakat berlangsung. Hal yang dijelaskan di atas sesuai dengan hasil penelitian dari Suroso et al. (2014) dalam jurnalnya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Di Desa Banjaran Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik”, yang menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal (terdiri dari usia,
11
tingkat pendidikan, jenis pekerjaan) dan faktor eksternal (terdiri dari komunikasi dan kepemimpinan). Diperkuat dengan hasil penelitian Syamsi (2014) bahwa Hambatan dalam partisipasi masyarakat adalah keputusan yang tidak bijaksana, komonikasi yang tidak intraktif, kurangnya kesadaran masyarakat, pendidikan yang rendah tidak ada teransparansi dan akuntabel dalam pengelolaan anggaran dana desa. Definisi Desa Desa merupakan satuan pemerintah terkecil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang perlu dibina dan ditingkatkan pelayanan administrasi pemerintahannya kearah yang lebih memadai kepada masyarakat desa. Desa adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama atau suatu wilayah, yang memiliki suatu organisasi pemerintahan dengan serangkaian peraturan-peraturan yang ditetapkan sendiri, serta berada di bawah pimpinan desa yang dipilih dan ditetapkan sendiri. Desa telah memiliki definisi sendiri menurut perkembangan peratutan perundangan di Indonesia. Pada PP Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Desa, Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa menurut UU Nomor 6 Tahun 2014 ialah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat, termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Ini berarti desa merupakan suatu pemerintahan yang mandiri yang berada di dalam sub sistem Pemerintahan Nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semenjak diberlakukannya otonomi daerah, penggunaan istilah desa dapat menggunakan istilah lain sesuai dengan nama lain sesuai karakteristik adat istiadat setempat, begitu juga dengan segala istilah dan institusi di desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan dari Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat. Contohnya adalah istilah desa di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, di Aceh dengan istilah gampong, di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur disebut dengan istilah kampung. Menurut data yang dikutip dari BPS (2013), di Indonesia terdapat ribuan desa yang letaknya menyebar di seluruh provinsi yang ada di Indonesia, lebih tepatnya 72.944 desa yang berada menyebar di seluruh Indonesia. Secara Umum, kondisi desa di Indonesia memiliki ciri-ciri yang relatif sama, yaitu: desa dan masyarakat memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan alam; iklim dan cuaca mempunyai pengaruh besar terhadap petani
12
sehingga warga desa banyak bergantung pada peruhahan musim; keluarga desa merupakan unit sosial dan unit kerja; Jumlah penduduk dan luas wilayah desa tidak begitu besar; kegiatan ekonomi mayoritas agraris; masyarakat desa merupakan suatu paguyuban; proses sosial di desa umumnya berjalan lambat; warga desa pada umumnva berpendidikan rendah. Desa mempunyal tiga unsur penting, yaltu: daerah. meliputi lokasi, luas, dan batas wilayah serta penggunaannya penduduk. berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas penduduk, meliputi jumlah, pertumbuhan, kepadatan, persebaran, dan mata pencaharian; tata kehidupan. dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan pergaulan sesama warga desa, biasanya hubungan antaranggota masyarakat masih sangat erat. Desa diklasifikasikan menjadi empat jenis menurut Permendagri Nomor 12 Tahun 2007, kelempat jenis desa tersebut yaitu: 1. Desa swadaya adalah desa di mana sebagian besar masyarakat memenuhi keburuhan sendiri. Desa ini umumnya terpencil dan masyarakatnya jarang berhubungan dengan masyarakat luar sehingga proses kemajuannya sangat lamban karena kurang berinteraksi dengan wilayah lain atau bahkan tidak sama sekali. 2. Desa Swakarya adalah keadaannya sudah lebih maju dibandingkan dengan desa swadaya. Masyarakatnya sudah mampu menjual kelebihan hail produksi ke daerah lain, selain untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Interaksi dengan masyarakat luar sudah mulai tampak, walaupun intensitasnya belum terlalu sering. 3. Desa swasembada adalah desa yang sudah mampu mengembangkan semua potensi yang dimiliki secara optimal. Hal ini ditandai oleh kemampuan masyarakatnya untuk melakukan tukar-menukar barang dengan wilayah lain (fungsi perdagangan), din kemampuan untuk saling memengaruhi dengan penduduk di wilayah lain. Dan hasil interaksi tersebut, masyarakat dapat menyerap teknologi baru untuk memanfaatkan sumber dayanya sehingga proses pembangunan berjalan dengan baik. Dana Desa Desa memiliki kewenangan untuk menjalankan sendiri kegiatan pemerintahannya yang tujuannya untuk mempercepat pertumbuhan dan pembangunan. Untuk melaksanakan kewenangan tersebut, pemerintah desa memiliki sumber-sumber penerimaan yang digunakan untuk membiayai kegiatankegiatan yang dilakukannya. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2015 dijelaskan bahwa pendapatan sumber keuangan desa terdiri atas: Pendapatan Asli Desa (Hasil Kekayaan Desa, Hasil Swadaya Masyarakat, Pungutan, Gotong Royong); Pembagian Pajak dan Retribusi Kabupaten; Dana Perimbangan Pusat dan Daerah Kabupaten atau Alokasi Dana Desa; Hibah keuangan dari pemerintah provinsi dan kabupaten; Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang mengikat. Beberapa hal yang menyebabkan desa membutuhkan sumber pendapatan yaitu: 1) Desa memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang kecil dan sumber pendapatannya sangat bergantung pada bantuan yang sangat kecil pula; 2) Kesenjahteraan masyarakat desa yang rendah sehingga sulit bagi desa mempunyai Pendapatan Asli Desa (PADes) yang tinggi; 3) Masalah itu
13
diikuti dengan rendahnya dana operasional desa untuk menjalankan pelayanan publik; 4) Banyak program pembangunan masuk ke desa akan tetapi hanya dikelola oleh Dinas. Program semacam itu mendulang kritikan karena program tersebut tidak memberikan akses pembelajaran bagi Desa, dan program itu bersifat top down sehingga tidak sejalan dengan kebutuhan Desa dan masyarakatnya (Putra et al. 2013). Menanggapi permasalahan tersebut, pemerintah memberi dukungan keuangan kepada desa salah satunya adalah berasal dari dana Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah minimal 10 persen diperuntukkan bagi desa yang disebut Dana Desa. Maksud pemberian Dana Desa sebenarnya adalah sebagai bantuan stimulan atau dana perangsang untuk mendorong dalam membiayai program pemerintah desa yang ditunjang dengan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat. Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2015 menyebutkan bahwa dana desa merupakan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, yang selanjutnya disingkat APB Desa, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016 menyebutkan bahwa prioritas penggunaan Dana Desa untuk program dan kegiatan bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa, dialokasikan untuk mendanai kegiatan yang bertujuan meningkatkan kapasitas warga atau masyarakat desa dalam pengembangan wirausaha, peningkatan pendapatan, serta perluasan skala ekonomi individu warga atau kelompok masyarakat dan desa, antara lain: a) peningkatan investasi ekonomi desa melalui pengadaan, pengembangan atau bantuan alat-alat produksi, permodalan, dan peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan pemagangan; b) dukungan kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUM Desa atau BUM Desa Bersama, maupun oleh kelompok dan atau lembaga ekonomi masyarakat Desa lainnya; c) bantuan peningkatan kapasitas untuk program dan kegiatan ketahanan pangan Desa; d) pengorganisasian masyarakat, fasilitasi dan pelatihan paralegal dan bantuan hukum masyarakat Desa, termasuk pembentukan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Centre); e) promosi dan edukasi kesehatan masyarakat serta dan ketersediaan atau keberfungsian tenaga medis/swamedikasi di Desa; f) dukungan terhadap kegiatan pengelolaan Hutan/Pantai Desa dan Hutan/Pantai Kemasyarakatan; g) peningkatan kapasitas kelompok masyarakat untuk energi terbarukan dan pelestarian lingkungan hidup; h) bidang kegiatan pemberdayaan ekonomi lainnya yang sesuai dengan analisa kebutuhan desa dan telah ditetapkan dalam Musyawarah Desa. Rincian Dana Desa berdasar Permenkeu No 93/PMK.07/2015 ialah setiap kabupaten/kota berdasarkan alokasi yang dihitung dengan penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat memperhatikan jumlah kesulitan geografis
14
Desa setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, dihitung dengan bobot sebagai berikut: 25 persen (dua puluh lima per seratus) untuk jumlah penduduk Desa; 35 persen (tiga puluh lima per seratus) untuk angka kemiskinan Desa; 10 persen (sepuluh per seratus) untuk luas wilayah Desa; dan 30 persen (tiga puluh per seratus) untuk tingkat kesulitangeografis Desa setiap kabupaten/kota. Hal ini akan ditunjukkan dengan jumlah penduduk miskin Desa dan IKK (Indeks Kemahalan Konstruksi) Kabupaten/Kota. Pada Pasal 4 ayat 3 Permenkeu No 93/PMK.07/2015, hasil penghitungan rincian dana desa kemudian disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR pada saat pembahasan tingkat 1 Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang mengenai APBN untuk mendapatkan persetujuan, kemudian berdasarkan pagu dana desa dalam UU APBN dan hasil pembahasan dana desa kemudian baru ditetapkan menjadi rincian dana desa setiap kabupaten/kota dan dicantumkan dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN. Pembangunan Desa Tujuan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah. Mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan potensi maupun karakteristik daerah masing-masing. Desa yang merupakan satuan pemerintah terkecil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu dibina dan ditingkatkan pelayanan administrasi pemerintahannya kearah yang lebih memadai kepada masyarakat desa. Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia mutlak menjadi titik perhatian pemerintah, karena dengan berhasilnya pembangunan desa berarti sebagian besar penduduk Indonesia turut ditingkatkan kesejahteraannya. Irawan (2014) menyebutkan, pembangunan dimaknai sebagai perubahan sosial yang dimaknai sebagai perubahan sosial yang dikenhendaki (interested social change). Hasil akhir yang diinginkan dari perubahan tersebut dimaknai visi pembangunan desa. Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara terus menerus, pembangunan juga dilaksanakan secara bertahap dan berencana yang berorientasi pada suatu pertumbuhan dan perubahan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya serta mencakup seluruh aspek kehidupan, baik lahiriah maupun batiniah. Pembangunan itu sendiri kepada usaha mencapai tujuan Bangsa dan Negara yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini sesuai dengan hakekat Pembangunan Nasional, ialah Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Dikutip dari Efendi (2002) dalam Deviyanti (2013). Terdapat dua cara yang diterapkan dalam pembangunan seperti yang diungkapkan Sumodiningrat (1999) merujuk pada Stohr dan Taylor (1981), yang pertama adalah dari atas ke bawah (top-down strategy) dan yang kedua adalah setrategi dari bawah ke atas (bottom-up strategy). Untuk top-down strategy, pembangunan dikendalikan oleh permintaan eksternal dan tekanan inovasi, dan bahwa pembangunan yang dilakukan dari sebagian sektor atau wilayah akan secara spontan mengucurkan hasilnya ke bawah atau ke sistem-sistem lainnya (trickle down effect). Sedangkan bottom-up strategy memandang bahwa proses
15
pembangunan harus terutama didasarkan pada mobilisasi sumber daya manusia, alam dan kelembagaan, dengan tujuan memenuhi kebutuhan dasar penduduk di wilayah yang bersangkutan. Lebih luas lagi, strategi pembangunan dari bawah berorientasi pada kebutuhan dasar, padat tenaga kerja, industri kecil, sumberdaya alam daerah, desa dan cenderung untuk menggunakan teknologi tepat guna. Pengertian pembangunan desa menurut Adisasmita (2006), bahwa pembangunan desa adalah seluruh kegiatan pembangunan yang berlangsung di desa dan meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, serta dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa berdasarkan kemampuan dan potensi sumber daya alam (SDA) mereka melalui peningkatan kualitas hidup, ketrampilan dan prakarsa masyarakat. Pembangunan desa/kelurahan mempunyai makna membangun masyarakat pedesaan dengan mengutamakan pada aspek kebutuhan masyarakat.
16
Kerangka Pemikiran Partisipasi masyarakat dalam implementasi kebijakan yang berasal dari pemerintah seperti dana desa sangat dibutuhkan untuk keberhasilan implementasi tersebut, karena setelah kebijakan tersebut dibuat, dalam proses pelaksanaannya dikembalikan lagi kepada masyarakat yang menjadi subjek dari kegiatan tersebut. Nasdian (2014) menjelaskan bahwa partisipasi mendukung masyarakat untuk memulai “sadar” akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka (memiliki kesadaran kritis). Terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi partisipasi. Menurut Slamet (2003), untuk faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan. Faktor ekternal sendiri merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar individu yang ikut berpartisipasi. Sunarti (2003), faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan berasal dari petaruh (stakeholder), berupa intensitas interaksi dan tingkat transparansi dari kepemimpinan. Pelaksanaan suatu kegiatan pembangunan semestinya melewati tahapantahapan yang merujuk pada Cohen dan Uphoff (1977) yaitu diawali dengan tahap perencanaan dan dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan, kemudian akan memasuki tahap memanfaatakan hasil dari pembangunan, dan yang terakhir akan menimbulkan penilaian dari hasil pembangunan yang telah dilaksanakan atau yang disebut dengan tahapan evaluasi pembangunan. Partisipasi masyarakat yang dilibatkan ke dalam setiap tahapan tersebut akan memjadikan hasil pembangunan lebih berkelanjutan karena disusun berdasarkan kebutuhan dasar yang sesungguhnya dari masyarakat setempat (local community). Ukuran partisipasi masyarakat yaitu tingkatan partisipasi masyarakat dapat dilihat berdasarkan Tangga Partisipasi Arnstein (1980) yang melihat partisipasi dari kadar pendelegasian kekuasaan yang diberikan oleh pemegang kekuasaan kepada masyarakat. Tingkatan partisipasi masyarakat pada setiap tahapan kegiatan pembangunan diurutkan dari yang paling kecil yaitu tingkat manipulasi dan terapi termasuk ke dalam level ‘non-participation’. Informasi, konsultasi, dan placation termasuk ke dalam level ‘tokenisme’. Partnership, delegasi kekuasaan, dan kontrol masyarakat termasuk kedalam level yang paling tinggi yaitu ‘citizen power’. Kadar pendelegasian kekuasaan kepada masyarakat tersebut dipengaruhi dengan adanya kesadaran pada diri yang bersangkutan tentang adanya kesempatan, dan adanya kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi) serta didukung oleh kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen). Selain keterlibatan masyarakat dalam tahapan program, ukuran partisipasi masyarakat juga dapat dilihat melalui bentuk partisipasi, dimana masyarakat dapat berpartisipasi baik berbentuk nyata maupun tidak. Selain itu kedalaman partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan, misalnya dapat berupa hadir dalam penyuluhan saja atau hadir dan memberikan masukan saat penyuluhan juga dapat digunakan untuk mengukur partisipasi masyarakat. Ukuran partisipasi masyarakat ini digunakan sebagai acuan dalam keberhasilan program pembangunan, dimana program dapat dinyatakan berhasil memberdayakan masyarakat jika ukuran
17
partisipasi masyarakat terpenuhi dengan tingkat partisipasi yang konsisten atau bahkan meningkat. Oleh karena itu alur kerangka pemikiran dalam penelitian ini tersaji pada Gambar 2.
Tingkat Partisipasi Masyarakat (Y) Faktor Internal (X1) X1.1 Umur X1.2 Tingkat Pendidikan X1.3 Tingkat Pendapatan X1.4 Mata Pencaharian
Faktor Eksternal (X2) X2.1 Intensitas Interaksi X2.2 Tingkat Transparansi
Keterangan :
Y1 Tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan (manipulasi, terapi, informasi, konsultasi, placation, partnership, delegasi kekuasaan, dan kontrol masyarakat). Y2 Tahap pelaksanaan (manipulasi, terapi, informasi, konsultasi, placation, partnership, delegasi kekuasaan, dan kontrol masyarakat). Y3 Tahap pemanfaatan hasil (manipulasi, terapi, informasi, konsultasi, placation, partnership, delegasi kekuasaan, dan kontrol masyarakat). Y4 Tahap evaluasi (manipulasi, terapi, informasi, konsultasi, placation, partnership, delegasi kekuasaan, dan kontrol masyarakat). : Hubungan, diuji secara kuantitatif
Gambar 2 Kerangka analisis tingkat partisipasi dalam pembangunan desa melalui dana desa
Hipotesis Penelitian 1. Terdapat hubungan antara faktor internal (usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan) dengan tingkat partisipasi masyarakat 2. Terdapat hubungan antara faktor eksternal (tingkat intensitas interaksi dan tingkat transparansi) dengan tingkat partisipasi masyarakat.
18
19
PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan untuk menggali fakta, data, dan informasi dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode survei yaitu mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunaan teknik wawancara melalui penggunaan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Untuk itu dilakukan pengujian kuesioner terlebih dahulu kepada 10 responden untuk menilai validitas dan reliabilitas dengan Chronbach Alpha dari kuesioner yang digunakan. Penelitian kuantitatif akan menggunakan menggunakan kuesioner ditujukan untuk mendapatkan informasi akurat mengenai data karakteristik rumah tangga responden, dan tingkat partisipasi masyarakat. Responden yang dipilih untuk survei sebelumnya sudah dipilih dengan menggunakan metode acak. Menurut Bogdan dan Taylor (1973) yang dikutip Sihite (2007) metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk memahami individu secara personal. Data kualitatif diperoleh dengan wawanacara mendalam dan ditambahkan dengan observasi, dan studi dokumentasi terkait, sekaligus untuk menguji substansi dan susunan pertanyaan dalam rancangan kuesioner. Selain hal-hal tersebut, wawancara mendalam yang dibantu dengan panduan pertanyaan wawancara ditujukan untuk mendapatkan informasi lebih dalam dari informan. Hasil dari wawancara mendalam untuk pendekatan kualitatif dipaparkan dalam bentuk catatan lapang sesuai format. Metode lain yang digunakan adalah melalui observasi lapang di lokasi penelitian guna melihat fenomena aktual yang terjadi dan juga mengkaji dokumen yang ada seperti data monografi desa. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pengaruh partisipasi masyarakat dalam dana desa terhadap hasil pembangunan ini dilakukan di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Suangai Apit, Kabupaten Siak, Riau (Lampiran 1). Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena Kampung Sungai Rawa merupakan salah satu desa yang mendapatkan alokasi anggaran dana desa dari pemerintah, selain itu Desa tersebut bersama dengan desa-desa sekitar juga dalam proses mendapatkan persetujuan untuk melakukan pemekaran menjadi Kecamatan yang baru, dimana Kampung Sungai Rawa menjadi pusat dari rencana tersebut. Penting bagi penulis untuk melihat bagaimana keberhasilan penggunaan dana desa. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2016 sampai April 2016. Penelitian ini meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal skripsi, pengambilan data lapang, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi. Kurun waktu penelitian yang dimaksud mencakup penelitian intensif berada di lokasi penelitian, sehingga penjajagan tidak termasuk dalam kurun waktu tersebut.
20
Teknik Penentuan Responden dan Informan Terdapat dua subjek dalam penelitian ini yaitu responden dan informan. Unit analisi dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang merupakan subjek dari pembangunan desa. Responden adalah seseorang atau individu dalam rumah tangga yang dapat memberikan informasi mengenai dirinya sendiri. Populasi penelitian ini ialah masyarakat desa yang merupakan subyek dari pembangunan. Selanjutnya, populasi tersebut akan dibentuk lebih sempit menggunakan kerangka sampling. Pengambilan sampel atau responden dalam penelitian ini menggunakan teknik stratified sampling non-proporsional dimana jumlah sampel untuk setiap strata sama banyak tetapi perbandingan jumlah keseluruhan setiap strata tidak sama. Penulis melakukan pengklasifikasian populasi berdasarkan berdasarkan ekonomi masyarakat dengan cara mengumpulkan data dari potensi desa untuk melihat penggolongan masyarakat menurut data emik desa, sehingga didapat pengklasifikasian sosial terbagi menjadi dua golongan masyarakat yaitu masyarakat mampu dan masyarakat kurang mampu. Golongan masyarakat yang termasuk mampu adalah masyarakat yang mempunyai tingkat pendapatan di atas Rp 1 000 000, sedangkan tingkat pendapatan responden yang berada di atas Rp 1 000 000 digolongkan kepada tingkat pendapatan golongan masyarakat mampu. Tabel 2
Jumlah dan persentase penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 menurut kelompok masyarakat
Kelompok Masyarakat
Jumlah (KK)
Persentase (%)
Mampu Kurang Mampu
235 61
79.4 20.6
Total
296
100.0
Sumber: Profil Kampung Sungai Rawa Tahun 2016
Data yang telah ditemukan tersebut dilanjutkan dengan pengambilan sampel secara acak dari dengan total sampel rumah tangga untuk masing-masing golongan masyarakat yang ditentukan. Pada penelitian sampel yang diambil sebanyak 60 orang responden yang terdiri dari 30 responden yang mewakili masyarakat kurang mampu dan 30 responden yang mewakili masyarakat mampu. Informan adalah seseorang atau individu yang dapat menjelaskan dan memberikan keterangan berupa gambaran mengenai dirinya sendiri, keluarga, pihak lain dan lingkunganya. Informan juga dapat dikatakan sebagai pihak yang mampu mendukung kelancaran informasi yang diberikan. Adapun informan yang diambil adalah instansi terkait dalam penelitian ini seperti pemerintah desa, tokoh masyarakat seperti ketua RK, ketua RW, serta masyarakat yang memiliki pengaruh kuat di dalam desa tersebut. Banyaknya informan tidak dibatasi hingga dapat memberikan informasi yang relevan dan dapat membantu peneliti dalam menjawab perumusan masalah, dalam penelitian ini jumlah informan sebanyak 9 orang yang telah mewakili masyarakat dari bebagai golongan.
21
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini berjenis data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui pengamatan langsung pada lokasi penelitian. Dalam melakukan pengamatan langsung, peneliti juga melakukan wawancara mendalam kepada informan dengan mengacu pada panduan pertanyaan dan kuesioner kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner merupakan data dan informasi yang dibutuhkan dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Untuk itu akan dilakukan pengujian kuesioner terlebih dahulu kepada 10 responden untuk menilai validitas dan reliable dari kuesioner yang digunakan. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumendokumen tertulis baik yang berupa tulisan ilmiah berupa hasil studi pustaka dan juga dokumen resmi dari instansi terkait berupa data potensi desa, hasil laporan pengunaan dana desa, dan juga laporan pembangunan desa yang ada. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan data dan informasi yang relevan dan berguna mengenai penelitian ini. Data sekunder dapat diperoleh dari instansi terkait, dalam penelitian ini seperti data dari kantor kepala desa maupun studi literatur penelitian sebelumnya. Tabel 3 Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data Teknik Pengumpulan Data
Kuesioner
Wawancara mendalam Observasi lapang dan dokumentasi
Data yang Dikumpulkan Faktor internal dan eksternal pengaruh partisipasi Tahapan partisipasi masyarakat Tingkat partisipasi masyarakat Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi dalam pembangunan Kebijakan yang ada tentang dana desa Gambaran umum desa melalui data monografi
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis yaitu data kuantitaif dan data kualitatif. Data kuantitatif menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2010 dan SPSS Version 21. Pembuatan tabel frekuensi, grafik, diagram, serta tabel tabulasi silang untuk melihat data awal responden untuk masing-masing variabel secara tunggal menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2010. Kemudian SPSS Version 21 digunakan untuk membantu dalam uji statistik yang akan menggunakan uji korelasi Rank Spearman dan Chi Square. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal. Sedangkan uji korelasi Chi Square untuk mengkorelasikan dua data yang mempunyai gejala ordinal dan nominal
22
Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan. Penyajian data berupa narasi, diagram, dan matriks. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi. Verifikasi dilakukan dengan mendiskusikan hasil olahan data kepada responen, informan, dosen pembimbing. Seluruh hasil penelitian ini akan dituliskan dalam laporan berbentuk skripsi.
Definisi Operasional Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Terdapat dua faktor yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang terdiri atas umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan mata pencaharian. Faktor eksternal terdiri atas intensitas komunikasi dan tingkat transparansi. Tabel 4 Definisi operasional dari faktor yang berhubungan dengan partisipasi Definisi Operasional Variabel
Umur
Definisi Lamanya seseorang hidup dalam satuan tahun
1. 2. 1.
Tingkat Pendidikan
Pendidikan formal terakhir yang pernah diselesaikan oleh responden
2.
3. Rata-rata hasil (X) kerja berupa uang yang diperoleh Tingkat individu per bulan, Pendapatan tingkat pendapatan diukur sesuai data di lapangan/emik
Skala Pengukuran Produktif (15-64 tahun) (skor 1) Ordinal Non Produktif (<15 tahun dan >64 tahun) (skor 2) Rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, paket A (skor 1) Sedang (SMP/Mts, Ordinal SMA/MA, SMEA, STM, SMK, Paket C) (skor 2) Tinggi (Diploma, Sarjana) (skor 3) Indikator
1. Rendah, jika pendapatan ≤ x – ½ sd (skor 1) 2. Sedang, jika pendapatan x – ½ sd < x < x+ ½ sd (skor 2) 3. Tinggi, jika pendapatan ≥ x + ½ sd (skor 3)
Ordinal
23
Definisi Operasional Variabel
Definisi
Indikator
Bidang pekerjaan responden yang dalam penelitian ini dibagi atas bidang pertanian dan non pertanian. Bidang pertanian terdiri atas Mata pekerjaan pertanian, Pencaharian perburuan, kehutanan dan perikanan. Sedangkan bidang non pertanian terdiri atas pekerjaan selain bidang pertanian di atas Seberapa banyak pemimpin melakukan Tingkat proses komunikasi kepada Intensitas responden dalam kurun Interaksi waktu sebulan Transparan terhadap penggunaan anggaran dalam pelaksanaan program dan terdapat Tingkat Transparansi tanggung jawab terhadap proses pelaksanaan program dan penganggaran
1. Pertanian (skor 1) 2. Non pertanian (skor 2)
Skala Pengukuran
Nominal
1. 2. 3. 4.
Selalu (skor 4) Sering (skor 3) Jarang (skor 2) Tidak pernah (skor 1)
Ordinal
1. 2. 3. 4.
Pendapat SS = 4 Pendapat S = 3 Pendapat TS = 2 Pendapat STS = 1
Ordinal
Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan anggota masyarakat atau peran yang diberikan oleh masyarakat meliputi kegiatan dalam perencanaan, pelaksanaan (implementasi), pemanfaatan hasil dan penilaian suatu kegiatan yang dikerjakan oleh masyarakat sekitar. Pembangunan bukan saja ditentukan segalanya oleh penyelenggara pembangunan, tetapi partisipasi masyarakat juga turut memberikan andil dalam tercapai atau tidaknya suatu program pembangunan yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan adanya partisipasi masyarakat, perencanaan pembangunan diupayakan menjadi lebih terarah, artinya rencana atau program pembangunan yang disusun untuk itu adalah sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Cohen dan Uphoff (1997) dalam Girsang (2011) menyatakan bahwa partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat pada suatu program pembangunan terdiri atas: tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan, tahap implementasi, tahap pemanfaatan hasil, dan tahap evaluasi.
24
Arnstein (1980) dalam Wicaksono (2010) menyatakan bahwa pengukuran partisipasi masyarakat dilihat dari derajat wewenangnya dalam kegiatan pembangunan, partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat pada suatu program pembangunan terdiri atas delapan tingkat yaitu; Manipulasi (Manipulation), Terapi (Theraphy), Pemberitahuan (Informing), Konsultasi (Consultation), Penentraman (Placation), Kemitraan (Partnership), Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power), Kontrol Masyarakat (Citizen Control). Diberikan pernyataan mengenai partisipasi pada setiap tahap dengan nilai: pendapat SS = 4; pendapat S = 3; pendapat TS = 2; pendapat STS = 1. Setiap pernyataan yang menjadi pengukuran disesuaikan dengan delapan tingkat partisipasi menurut Arnstein (1980), sehingga didapat nilai x=(x max – x min) : 8 , untuk nilai pada setiap tingkatannya. - Tingkat manipulasi: tingkat partisipasi yang ditandai dengan ketidakhadiran (partisipan tidak ikut berpartisipasi atau tidak hadir dalam kegiatan). - Tingkat terapi: tingkat partisipasi yang ditandai dengan kehadiran atas kemauan sendiri (partisipan hanya mempunyai kewajiban untuk hadir agar partisipan merasa diakui keberadaannya dalam kegiatan). - Tingkat pemberitahuan: tingkat partisipasi yang ditandai dengan kehadiran tanpa mendapat kesempatan menyampaikan penilaian (partisipan hadir dan memperoleh informasi tentang kegiatan). - Tingkat konsultasi: tingkat partisipasi yang ditandai dengan kehadiran dan berkesempatan menyampaikan penilaian, namun tidak diperhitungkan (partisipan hadir dan dapat menyuarakan pendapatnya, tetapi pengambilan keputusan tetap berada di pihak pemerintah desa) - Tingkat penentraman: tingkat partisipasi yang ditandai dengan kehadiran, namun ada pembatasan penilaian yang diperhitungkan (partisipan hadir, aktif dalam menyuarakan pendapat, kritik dan saran tetapi pengambilan keputusan tetap berada di pihak pemerintah desa). - Tingkat kemitraan: tingkat partisipasi yang ditandai dengan kehadiran dan memiliki hak yang setara dalam melaksanakan penilaian (partisipan hadir, aktif dalam menyuarakan pendapat, saran, kritik dan memiliki kedudukan setara dalam negosiasi pengambilan keputusan kegiatan). - Tingkat pendelegasian kekuasaan: tingkat partisipasi yang ditandai dengan kehadiran dan memiliki hak tertinggi dalam melaksanakan penilaian (partisipan hadir, aktif dalam berpendapat, saran, kritik dan mendominasi dalam pengambilan keputusan). - Tingkat kontrol masyarakat: tingkat partisipasi yang ditandai dengan kehadiran dan memiliki hak penuh dalam membuat keputusan (karena partisipan program hadir, aktif dalam berpendapat, saran, kritik, dan pengambilan alih keseluruhan pengambilan keputusan kegiatan) Delapan tingkat partisipasi Arnstein (1980) kemudian dipersempit menjadi tiga kategori yaitu: 1. Non partisipasi apabila partisipan program tidak berpartisipasi dalam kegiatan dan partisipan berada pada tingkatan manipulasi sampai terapi. 2. Tokenisme apabila partisipan program berpartisipasi namun masih ada campur tangan dari pihak pemerintah kampung selaku pemegang kekuasaan, serta
25
partisipan berada pada tingkatan pemberitahuan, konsultasi, sampai penentraman. 3. Citizen power apabila partisipan program berpartisipasi penuh tanpa dibatasi oleh pihak pemerintah kampung selaku pemegang kekuasaan, serta partisipan berada pada tingkatan kemitraan, pendelegasian kekuasaan, sampai kontrol masyarakat. Tabel 5 Definisi Operasional Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Setiap Tahapan Definisi Operasional Variabel
Definisi
Tingkat Partisipasi pada Tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan
Tingkat partisipasi partisipan dalam mengikuti rapat penyusunan rencana kegiatan-kegiatan pada pembangunan desa melalui penggunaan dana desa yakni sosialisasi pembangunan, perencanaan pembangunan, dinilai dari kehadiran responden dalam perencanaan pembangunan, keaktifan dalam rapat dan kontrol dalam pengambilan keputusan tersebut. Tidak hadir (menunjukkan tingkat partisipasi manipulasi, karena partisipan program tidak ikut berpartisipasi atau tidak hadir dalam pelaksanaan program).
Tingkat Partisipasi pada Tahap Implementasi
Tingkat partisipasi dan keaktifan partisipan dalam melaksanakan setiap kegiatan pembangunan melalui penggunaan dana desa yang telah direncanakan yakni dari pelaksanaan, pembentukan kelompok, yang diukur
Indikator Diberikan 19 pernyataan mengenai tingkat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dalam perencanaan, sehingga didapat skor sebagai berikut: - Tingkat manipulasi: 19 – 26.125 - Tingkat terapi: 26.125 – 33.25 - Tingkat pemberitahuan: 33.25 – 40.375 - Tingkat konsultasi: 40.375 – 47.5 - Tingkat penentraman: 47.5 – 54.625 - Tingkat kemitraan: 54.625 – 61.75 - Tingkat pendelegasian kekuasaan: 61.75 – 68.875 - Tingkat kontrol masyarakat: 68.875 – 76 Diberikan 16 pernyataan mengenai tingkat partisipasi masyarakat dalam implementasi, sehingga didapat skor sebagai berikut: - Tingkat manipulasi: 16 - 22 - Tingkat terapi: 22 - 28
Skala Pengukuran Ordinal
Ordinal
26
Definisi Operasional Variabel
Definisi berdasarkan banyaknya kegiatan yang diikuti responden serta kehadiran dan keaktifan dalam setiap kegiatan tersebut.
Tingkat Partisipasi pada Tahap Pemanfaatan Hasil
Tingkat partisipasi partisipan dalam memanfaatkan hasil yang diperoleh dari kegiatan pembangunan melalui penggunaan dana desa. Pada tahap ini, keikutsertaan dan keaktifan, diukur berdasarkan keterlibatan partisipan pada pemanfaatan, dilihat dari kehadiran atau keaktifan juga kontrol dalam kegiatan tersebut.
Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi
Tingkat partisipasi partisipan dalam menilai keberhasilan program pembangunan melalui penggunaan dana desa yang dilaksanakan sesuai dengan output yang diharapkan. Pada tahap ini, keikutsertaan dan keaktifan, diukur
Indikator
Skala Pengukuran
- Tingkat pemberitahuan: 28 - 34 - Tingkat konsultasi: 34 40 - Tingkat penentraman: 40 - 46 - Tingkat kemitraan: 46 52 - Tingkat pendelegasian kekuasaan: 52 - 58 - Tingkat kontrol masyarakat: 58 - 64 Diberikan 13 pernyataan Ordinal mengenai tingkat partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan hasil pembangunan, sehingga didapat skor sebagai berikut: - Tingkat manipulasi: 13 – 17.875 - Tingkat terapi: 17.875 – 22.75 - Tingkat pemberitahuan: 22.75 – 27.625 - Tingkat konsultasi: 27.625– 32.5 - Tingkat penentraman: 32.5 – 37.375 - Tingkat kemitraan: 37.375 – 42.25 - Tingkat pendelegasian kekuasaan: 42.25 – 47.125 - Tingkat kontrol masyarakat: 47.125 – 52 Diberikan 16 pernyataan Ordinal mengenai tingkat partisipasi masyarakat dalam evaluasi hasil pembangunan, sehingga didapat skor sebagai berikut: - Tingkat manipulasi: 16 - 22
27
Definisi Operasional Variabel
Definisi berdasarkan keterlibatan partisipan pada evaluasi, dilihat dari kehadiran atau keaktifan juga kontrol dalam evaluasi tersebut.
Indikator - Tingkat terapi: 22 - 28 - Tingkat pemberitahuan: 28 – 34 - Tingkat konsultasi: 34 40 - Tingkat penentraman: 40 – 46 - Tingkat kemitraan: 46 52 - Tingkat pendelegasian kekuasaan: 52 - 58 - Tingkat kontrol masyarakat: 58 - 64
Skala Pengukuran
28
29
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Kampung Sungai Rawa Sejarah Kampung Sungai Rawa Pada masa penjajahan Belanda tahun 1940 Kampung Sungai Rawa yang disebut sekarang ini adalah sebelumnya Kampung Penyengat atau Sungai Penyengat yang pada saat itu dihuni oleh 2 (dua) suku yaitu Suku Melayu yang masih ada sampai saat ini dan Suku Asli yang sekarang disebut suku Akid yang pada saat ini lebih menyebar ke Kampung yang lebih pesisir. Setelah pertumbuhan penduduk semakin tahun semakin bertambah banyak, maka oleh kedua suku tadi membuat kata sepakat untuk mencari jalan terbaik guna menyelesaikan masalah supaya tidak terjadi masalah sosial seperti pada Agama atau Kepercayaan, dimana suku Melayu menganut Agama Islam dan Suku Asli (Akid) yang menganut kepercayaan Animisme, dan pada saat itu Suku Melayu dipimpin oleh seorang Penghulu yang bernama Endong, sedangkan Suku Asli (Akid) dipimpin oleh seorang yang bernama Mbon dengan julukan Batin menandai masa kekalahan Jepang ditangan sekutu dan Indonesia memproklamasikannya kampung Penyengat dibawah naungan Siak untuk sementara administrasinya dilimpahkan ke Belitung di Pulau Padang. Setelah terbentuknya Kecamatan Siak maka seluruh administrasi Kampung Penyengat yang terdiri dari dua suku tadi masuk kedalam wilayah kecamatan Siak, Kabupaten Bengkalis. Kepala Kampung pada saat itu bernama Anuar Abdullah. Pada masa Pemerintahan Kepala Kampung Anuar Abdullah masyarakat Kampung Penyengat melaksanakan kegiatan seperti gotong royong untuk membuat sarana prasarana tata Kampung, pada tahun 1988 Kampung Penyengat terjadi Paceklik banjir air setinggi 1 meter yang tergenang diseluruh Kampung diakibatkan meluapnya air dari Sungai Penyengat. Pemberian nama Kampung menjadi Kampung Sungai Rawa menurut sesepuh terdahulu, dipinggir sungai yang membelahi Kampung tersebut menjadi dua bagian tumbuh sebatang pohon kayu dengan nama Pohon Kayu Rawa. Pada tahun 1999 terjadi pemekaran Kabupaten Bengkalis menjadi Kabupaten baru bernama Kabupaten Siak dan Kampung Sungai Rawa masuk dalam wilayah Kabupaten Siak. Dengan pemekaran Kabupaten baru Kampung Sungai Rawa Sudah mulai maju di bidang infrastruktur (Seperti Semenisasi jalan, bangunan gedung sekolah perlmanen TK, SD 012, MDA, MTS, Madrasah Aliyah) dan pembangunan jembatan penyeberangan antar Kampung dan dibangunnya jalan Hotmik menuju jalan kawasan Industri Buton, serta Kampung Sungai Rawa termasuk blok kawasan Industri Buton Kabupaten Siak dan bangunan lain-lainnya. Jalan dan jembatan penyebrangan sudah bisa dilewati oleh masyarakat baik menuju ke Kecamatan maupun ke Kabupaten ± tahun 2009. Setahun setelahnya, Kampung Sungai Rawa yang cukup luas mengalami pemekaran sehingga terbentuklah Kampung baru yang bernama Kampung Rawa Mekar Jaya.
30
Perubahan nama dari Desa Sungai Rawa menjadi Kampung Sungai Rawa terjadi satu tahun yang lalu, dimana pemerintah daerah menginstruksikan untuk merubah nama Desa menjadi nama Kampung. Perubahan nama ini tidak merubah makna dari Desa itu sendiri, dalam artian hanya perubahan tipologinya saja. Saat ini Kepala Kampung (Penghulu) nya bernama Mulyadi dari tahun 2013 s/d 2019. “.... nama desa ini sudah diganti menjadi kampung sungai rawa, kemarin pemerintah menginstruksikan agar dubuat seperti jaman dulu dengan maksud supaya makin tejalin kekeluargaan antar tiap masyarakat seperti sebelumnya. Makanya sekarang yang menjabat sebagai kepala desa dulu kita sebut Pak Kades sekarang Pak Penghulu, kemudian sekretaris desa kita sebut Kerani dimana sebelumnya Pak Sekdes, sampai pada Kaur-kaur pun sekarang namanya beganti Juru Tulis. Tapi itukan cuma nama sajo yang berubah, merujuk tugas tidak, tetap saja….” (AD, 42 tahun)
Perubahan nama ini tidak berpengaruh pada proses pembangunan yang ada di Kampung Sungai Rawa, ketentuan pembangunan kampung masih tetap sama dengan pembangunan desa pada umumnya menurut peraturan daerah dan ketentuan yang berlaku seperti umumnya. Perubahan hanya terjadi dalam bentuk penamaan dari desa menjadi kampung, begitu juga yang terjadi dengan namanama yang berada pada sistem pemerintahan kampung. Kondisi Demografi Kampung Sungai Rawa mempunyai topologi daerah rawa yang berada pada daerah pesisir, terletak di dalam wilayah Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Propinsi Riau. Jarak ibukota Kecamatan dengan kampung Sungai Rawa adalah Sekitar 60 KM, sedangkan jarak ibukota Kecamatan dengan ibukota Kabupaten adalah 90 KM melalui jalan darat. Bentuk kontur tanah kampung adalah datar dimana tempat tertinggi berada pada ketinggian 2 meter di atas permukaan laut (mdpl). Luas wilayah Kampung Sungai Rawa adalah 24 743 Ha dimana Geogarafi berupa daratan yang bertopografi Datar. Kampung Sungai Rawa berbatasan langsung dengan :
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Panjang Sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Mengkapan Sebelah Selatan berbatasan dengan Kampung Penyengat Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Rawa Mekar Jaya
Sebagian luas wilayah daratan kampung dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk Penyesuaian Iklim Kampung Sungai Rawa, sebagaimana Kampung-Kampung lain di wilayah Indonesia mempunyai iklim Kemarau dan Penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam pada lahan pertanian yang ada di Kampung Sungai Rawa, sehingga sebagian besar penggunaan lahan untuk pertanian mengikuti pola penggunaan lahan untuk perkebunan yang lebih tahan terhadap cekaman dari kondisi lahan di daerah rewa pesisir. Pembagian wilayah Kampung Sungai Rawa dibagi menjadi 2 (Dua) dusun dan setiap dusun dipimpin oleh kepala dusun. Dan setiap dusun memiliki 3 buah Rukun Warga (RW) yang sekarang dinamai Rukun Keluarga (RK) dimana setiap
31
RK mengepalai 3 buah RT, sehingga jumlah RK adalah 6 buah dan RT adalah 18 buah untuk lingkup Kampung Sungai Rawa sendiri. Masing-masing dusun tidak ada pembagian wilayah secara khusus, jadi di setiap dusun ada yang mempunyai wilayah pertanian dan perkebunan, dan penyebaran tempat tinggal penduduk tersebar secara merata. Sementara pusat dari pemerintahan kampung berada di dusun I yang merupakan tempat beradanya sarana-sarana pendukung pemerintahan. Keadaan Sosial dan Budaya Kependudukan Kampung Sungai Rawa berjarak cukup jauh dari ibu kota kecamatan. Jarak tersebut tentu membuat daerah ini menjadi salah satu daerah yang jarang tersentuh dengan program-program kecamatan yang selalu terealisasi di Sungai Apit, hal tersebut juga membuat perbandingan yang cukup jauh disegala hal, baik pembangunan, ekonomi termasuk perhatian komponen-komponen pendudukung pengembangan bakat, minat serta wawasan masyarakat dan pada anak-anak yang ada di Kampung Sungai Rawa. Penduduk Kampung Sungai Rawa pada saat ini berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda, dimana mayoritas penduduknya yang paling dominan berasal dari Suku Melayu Sehingga tradisi-tradisi musyawarah untuk mufakat, gotong royong dan kearifan lokal yang lain sudah dilakukan oleh masyarakat sejak adanya Kampung Sungai Rawa dan hal tersebut secara efektif dapat menghindarkan adanya benturan-benturan antar kelompok masyarakat. Kampung Sungai Rawa mempunyai jumlah penduduk 1 051 jiwa, yang terdiri dari laki-laki : 558 jiwa, perempuan 493 orang dan 296 KK, yang terbagi dalam 2 (dua) wilayah dusun, adapun sebaran penduduk dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk menurut dusun dan jenis kelamin di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 Jenis Kelamin
Dusun I (Jiwa)
Dusun II (Jiwa)
Laki-laki Perempuan
282 249
276 244
Total
531
520
Sumber: Profil Kampung Sungai Rawa Tahun 2016
Merujuk pada Tabel 6, sebaran penduduk Kampung Sungai Rawa pada setiap wilayah Dusun terbilang merata dimana jumlah total penduduk antara Dusun I dan Dusun II berjumlah hampir sama yaitu dengan jumlah total pada Dusun I sebanyak 531 jiwa dan Dusun II sebanyak 520 jiwa.
32
Tabel 7 Jumlah dan Persentase Penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak menurut kelompok umur tahun 2016 Kelompok Umur (Tahun)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Persentase (%)
0–7 8 – 15 16 – 23 24 – 31 32 – 39 40 – 47 48 – 55 >56
235 175 126 165 148 64 75 63
22.36 16.66 11.98 15.68 14.09 6.10 7.13 5.60
Total
1051
100.00
Sumber: Profil Kampung Sungai Rawa Tahun 2016
Berdasarkan jumlah penduduk, Kampung Sungai Rawa memiliki rasio jenis kelamin antara perempuan dan laki laki sebesar 88,35 persen yang artinya terdapat 88 orang perempuan dari 100 orang laki-laki di Kampung sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit. Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa dari keseluruhan jumlah penduduk Kampung sungai rawa, umur 0-7 merupakan golongan tertinggi dimana mencapai 22,36 persen. Bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat Kampung Sungai Rawa adalah Bahasa Melayu. Hal ini wajar terjadi karena hampir dominan penduduk yang berada pada kampung ini bersuku melayu asli walaupun berasal dari tempat yang berbeda. Adapun agama mayoritas yang dimiliki oleh masyarakat Kampung Sungai Rawa adalah Islam dengan persentase 99.71 persen adapun data tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Jumlah dan Persentase Penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak menurut Agama tahun 2016 Agama
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Persentase (%)
Islam Kristen Khatolik Protestan Budha Hindu
1048 0 0 0 3 0
99.71 0.00 0.00 0.00 0.29 0.00
Total
1051
100.00
Sumber: Profil Kampung Sungai Rawa Tahun 2016
Pendidikan Dalam rangka mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, upaya perhatian pada dunia pendidikan terus dilakukan pemerintah untuk senantiasa membangun sarana pendidikan yang tersebar merata. Mulai masuknya akses untuk menempuh pendidikan di daerah ini membuat masyarakat lebih
33
mudah untuk mengakses pendidikannya, hal ini diawali dengan berdirinya bangunan-bangunan penunjang pendidikan mulai dari PAUD, SD, SMP/MTS yang sudah ada di Kampung ini, serta Sekolah Menengah Atas yang letaknya masih bisa dijangkau dengan mudah dari Kampung ini. Tingkat pendidikan masyarakat Kampung Sungai Rawa dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Tingkat pendidikan penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak menurut jenis kelamin tahun 2016 Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan
Laki-Laki
Perempuan
Total
Jiwa
%
Jiwa
%
Jiwa
%
Tidak Sekolah SD SMP/Sederajat SMA/Sederajat Perguruan Tinggi
148 232 92 75 11
26.52 41.58 16.49 13.44 1.97
132 182 81 81 17
26.77 36.92 16.43 16.43 3.45
280 414 173 156 28
26.64 39.39 16.46 14.84 2.66
Total
558
100.00
493 100.00
1051 100.00
Sumber: Profil Kampung Sungai Rawa Tahun 2016
Berdasarkan data pada Tabel 9, dapat dilihat hingga saat ini atau menurut data terakhir yang didapat oleh pihak kampung bahwa masyarakat di Kampung Sungai Rawa dalam tingkat pendidikan, umumnya berada pada tingkat Sekolah Dasar dengan perolehan total sebanyak 414 jiwa. Sedangkan untuk mencapai tingkat perguruan tinggi sangatlah minim sekali yaitu dengan total 28 jiwa. Sarana dan Prasarana Kampung Penggunaan Tanah di Kampung Sungai Rawa sebagian besar diperuntukkan untuk tanah pertanian berupa ladang dan perkebunan sedangkan sisanya untuk tanah kering yang merupakan tempat bangunan dan fasilitasfasilitas lainnya berada. Kondisi ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung untuk menambah penghasilan mereka dengan memelihara ternak berupa ayam dan iti, kambing serta sapi. Sarana dan prasarana merupakan suatu hal yang sangat penting dalam membantu perkembangan ekonomi dan sosial masyarakat, tidak terkecuali pemerintahan Kampung Sungai Rawa, sebab tanpa sarana dan prasarana tentunya mustahil masyarakat mendapatkan pelayanan yang maksimal untuk menunjang kehidupannya. Agar lebih jelas mengenai sarana dan prasarana yang ada di Kampung Sungai Rawa dapat dilihat pada Tabel 10.
34
Tabel 10 Sarana dan prasarana yang terdapat di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 Sarana/Prasarana Gedung Pertemuan Kantor Kampung Puskesmas Pembantu Masjid Musalla TK UMUM/TK AGAMA SD Negeri SMP Negeri/ MTs Swasta SMA/Madrasah Aliah MDA Sungai Jalan Pemda Jalan Lingkungan Lapangan Bola Kaki Lapangan Bola Volly Poskesdes / Posyandu Dermaga Gedung PKK Tower Balai Kesenian Jembatan ( Leghton )
Jumlah/volume
Keterangan
1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 3 Unit 2 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 24 000 M 2 600 M 9 000 M 1 Ha 1 Unit 1 Unit 1 Unit 1 Unit 4 Unit 1 Unit 1 Unit
Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Tahap Perbaikan Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak pakai Layak Pakai Layak pakai Layak pakai
Sumber: Profil Kampung Sungai Rawa Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 10, sarana dan prasarana untuk penunjang layanan masyarakat telah tersedia dan cukup memadai, ditambah lagi dengan fokus pembangunan daerah saat ini terletak pada bidang infrastruktur untuk penunjang pelayanan masyarakat sehingga banyak fasilitas-fasilitas berupa bangunan dan jalan lingkungan kampung mengalami perbaikan dan juga pembangunan apabila sangat dibutuhkan masyarakat. Namun untuk Jalan Pemda (Pemerintah Daerah) yang membelah Kampung Sungai Rawa dan Kampung Rawa Mekar Jaya yang panjangnya sekitar 2400 m saat ini dalam kondisi pengerasan. Selain itu masih ada kekurangan lagi yang dirasakan masyarakat, untuk sumber listrik bagi masyarakat, saat ini masyarakat hanya bisa merasakan listrik dari pukul 6 sore hingga 11 malam dengan syarat dan batasan tertentu yang diperoleh dari mesin pembangkit listrik tenaga diesel yang dimiliki oleh Kampung Sungai Rawa. “Pembangunan di kampung ini dirasa terus meningkat, mulai dari jalan jembatan lekton sebelum masuk kampung, jalan-jalan sudah beraspal dan bersemen, drainase telah dibuat. Jadi masyarakat dapat tebantu untuk perekonomiannya, tapi kalau jalan pemda yang rusak itu bukanlah kewajiban desa yang memperbaiki, tapi Pemda sendiri, karna adalah kewajiban dia. Kalau masalah listrik saat ini menunggu keputusan PLN, masih belum tahu sampai kapan, yang jelas Pak Penghulu menjanjikan dalam waktu dekat ini.” (NH, 42 tahun)
35
Keadaan Ekonomi Kondisi ekonomi masyarakat Kampung Sungai Rawa bermata pencaharian tidak tetap dengan penghasilan rata-rata kurang dari Rp 1 500 000 perbulan. Karena Kampung Sungai Rawa merupakan Kampung pertanian maka sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian dalam arti yang luas, sedangkan sebagian lainnya termasuk kedalam bidang non-pertanian yang mencakup pekerjaan pada sektor formal seperti PNS, Pemda, Honorer, Guru, Tenaga Medis dan lain-lain. Selengkapnya sebagai berikut : Tabel 11 Jenis mata pencaharian masyarakat Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 Jenis Pekerjaan
Jumlah (KK)
Persentase (%)
Petani Nelayan Pedagang/Swasta Buruh PNS Pegawai Swasta
105 51 15 108 10 7
35.5 17.2 5.1 36.5 3.4 2.3
Total
296
100.0
Sumber: Profil Kampung Sungai Rawa Tahun 2016
Data pada Tabel 11 menunjukkan masyarakat Kampung Sungai Rawa mayoritas memiliki pekerjaan dibidang bekerja sebagai buruh, baik buruh harian lepas maupun buruh di kawasan industri dan pelabuhan. Mayoritas kedua yaitu bekerja sebagai petani, baik petani di lahan perkebunan dan bertani lading untuk mencukupi kebutuhan. Tabel 12 Jumlah dan persentase penduduk Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak tahun 2016 menurut kelompok masyarakat Kelompok masyarakat
Jumlah (KK)
Persentase (%)
Mampu Kurang Mampu
235 61
79.4 20.6
Total
296
100.0
Sumber: Profil Kampung Sungai Rawa Tahun 2016
Berdasarkan data pada Tabel 12 menunjukkan, masyarakat Kampung Sungai Rawa berdasarkan keadaan ekonominya terbagi atas dua bagian yaitu masyarakat mampu dan masyarakat kurang mampu. Pembagian golongan ini didasarkan atas kemampuan dan tingkat pendapatan masyarakat dari kepala keluarga ataupun yang menjadi penyokong dalam hidup berkeluarganya. Masyarakat Kampung Sungai Rawa yaitu berjumlah 296 KK (Kepala Keluarga) dibagi menurut kelompoknya menjadi 61 KK atau sebesar 20.6 persen untuk
36
masyarakat kurang mampu dan 235 KK atau sebesar 79.4 persen untuk masyarakat mampu. Penggunaan Dana Desa Pada tahun anggaran 2016 prioritas penggunaan Dana Desa masih diutamakan untuk mendanai program atau kegiatan bidang pelaksanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Pengaturan tentang prioritas penggunaan Dana Desa tahun 2016, telah diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi No 21 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2016. Dalam Pasal 4 disebutkan; Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan berskala lokal Desa bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Prioritas Penggunaan Dana Desa didasarkan pada prinsip-prinsip: Keadilan, dengan mengutamakan hak atau kepentingan seluruh warga desa tanpa membedabedakan; Kebutuhan Prioritas, dengan mendahulukan yang kepentingan Desa yang lebih mendesak, lebih dibutuhkan dan berhubungan langsung dengan kepentingan sebagian besar masyarakat Desa; dan Tipologi Desa, dengan mempertimbangkan keadaan dan kenyataan karakteristik geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi, dan ekologi desa yang khas, serta perubahan atau perkembangan kemajuan desa. Sementara itu, dalam penyusunan Tipologi Desa harus disusun berdasarkan, Kekerabatan Desa, Hamparan, Pola Permukiman, Mata Pencaharian, dan/atau tingkat perkembangan kemajuan Desa. Kampung Sungai Rawa telah melaksanakan penggunaan dana desa yang telah dilimpahkan oleh pemerintah pusat untuk pembangunan kampung ke arah pembangunan infrastruktur untuk mendukung perkembangan kemajuan kampung. Pemilihan penggunaan dana desa untuk penyediaan infrastruktur kampung dilaksanakan dengan penetapan skala prioritas yang telah dilaksanakan pada pertemuan perencanaan pembangunan kampung yang dilaksanakan masyarakat Kampung Sungai Rawa. Prioritas ini ditetapkan berdasarkan kebutuhan yang dirasakan mendesak oleh masyarakat kampung, diataranya yaitu pengadaan jalan di lingkungan masyarakat dan pengadaan parit/drainase untuk lingkungan masyarakat.
37
KARAKTERISTIK RESPONDEN Pada penelitian ini penulis mengambil responden berdasarkan klasifikasi menurut garis kemiskinan masyarakat (GKM) Kampung Sungai Rawa yang menggolongkan masyarakat kedalam dua stratifikasi yaitu mampu dan kurang mampu. Pengklasifikasian ini memiliki beberapa tolak ukur yang dua diantaranya adalah yang berperan paling besar yaitu kemampuannya dan tingkat pendapatan dari kepala keluarga ataupun yang menjadi penyokong dalam hidup berkeluarganya. Karakteristik individu tergolong kedalam faktor internal dari masing-masing responden, yaitu individu dalam keluarga yang dibagi kedalam 6 (enam) variabel, yaitu: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan, dan jumlah tanggungan. Pada sub-bab ini menguraikan 6 (enam) variabel karakteristik responden yang merupakan masyarakat partisipan langsung dalam penggunaan dana desa di Kampung Sungai Rawa. Umur Pengkategorian umur berdasarkan selang umur produktif, yaitu 15-64 tahun dan non-produktif <15tahun, dan >64tahun (Rusli 2005). Umur responden penelitian yang ditemui di lapangan berkisar dari 20 hingga 79 tahun, dengan artian umur terendah responden pada penelitian ini adalah 20 tahun, sedangkan umur tertinggi adalah 79 tahun dengan rata-rata umur responden adalah 54 tahun. Penulis menggolongkan umur responden berdasarkan rentang atau siklus lamanya hidup manusia. Tabel 13 berikut menampilkan jumlah dan persentase responden menurut umur. Tabel 13 Jumlah dan persentase responden menurut umur dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Masyarakat Umur Non-produktif (<15 Tahun, > 64 Tahun) Produktif (15-64 Tahun) Total
Kurang Mampu
Mampu
Total
n
%
n
%
n
%
18
60.0
1
3.3
19
31.7
12
40.0
29
96.7
41
68.3
30
100.0
30
100.0
60
100.0
Data yang didapat dari Tabel 13, diketahui bahwa mayoritas responden berada pada umur produktif yaitu kelompok umur yang dianggap memiliki kemampuan untuk mengikuti dan melaksanakan kegiatan yang termasuk kedalam proses pembangunan. Hal ini dapat dijelaskan karena sebaran frekuensinya menunjukkan persentase yang dominan pada umur produktif sebesar 68,3 persen. Mayoritas responden yang berada pada masyarakat mampu tergolong pada golongan responden dengan kriteria umur produktif dengan jumlah sebaran yaitu
38
29 orang atau sebesar 96.7 persen. Sedangkan sebagian besar responden yang berada pada masyarakat kurang mampu tergolong pada golongan responden dengan kriteria umur non produktif dengan jumlah sebaran yaitu 18 orang atau sebesar 60.0 persen. Jenis Kelamin Jenis kelamin responden pada penelitian ini adalah sifat fisik responden seperti yang tercatat atau tercantum dalam kartu identitas maupun pencatatan sipil sah lainnya yang dimiliki oleh responden, yaitu laki-laki dan perempuan. Berikut adalah jumlah dan persentase sebaran responden menurut golongan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Tabel 14 menampilkan jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin. Tabel 14 Jumlah dan persentase responden, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit menurut jenis kelamin tahun 2016 Masyarakat Jenis kelamin
Kurang Mampu
Total
Mampu
n
%
n
%
n
%
Laki-Laki Perempuan
16 14
53.3 46.7
30 0
100.0 0.0
46 14
76.7 23.3
Total
30
100.0
30
100.0
60
100.0
Merujuk data pada Tabel 14, diketahui bahwa mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dapat dijelaskan karena sebaran frekuensinya menunjukkan persentase yang besar pada kategori laki-laki sebesar 76,7 persen. Temuan di lapang yang menemukan adanya responden yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan dalam penelitian ini dapat dikatakan wajar karena responden penelitian sendiri adalah individu keluarga dengan artian adalah individu dalam keluarga ditemui pada saat proses wawancara. Semua responden yang ditemui di lapang merupakan kepala keluarga (KK), sehingga bila menemukan responden yang berjenis kelamin perempuan hal ini adalah karena responden dikategorikan pernah menikah dan saat ini menjadi kepala keluarganya. Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan responden dalam penelitian ini adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden yang menyumbang sebagian besar pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jenis pekerjaan dibagi atas bidang pertanian dan non-pertanian. Bidang pertanian terdiri dari pekerjaan pertanian, perburuan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Sedangkan bidang non-pertanian terdiri dari pekerjaan selain bidang pertanian. Berikut ini akan ditampilkan data jumlah dan persentase antara jenis pekerjaan yang dimiliki oleh responden dengan kelompok masyarakat.
39
Tabel 15 Jumlah dan persentase responden menurut jenis pekerjaan dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Masyarakat Jenis Pekerjaan
Kurang Mampu
Total
Mampu
n
%
n
%
n
%
Pertanian Non-petanian
15 15
50.0 50.0
8 22
26.7 73.3
23 37
38.3 61.7
Total
30
100.0
30
100.0
60
100.0
Bersdasarkan Tabel 15, diketahui bahwa mayoritas responden memiliki jenis pekerjaan pada bidang non-pertanian. Hal ini dapat dijelaskan karena sebaran frekuensinya menunjukkan persentase yang besar pada jenis pekerjaan pertanian sebesar 61,7 persen. Temuan di lapang menunjukkan jenis pekerjaan yang dimiliki oleh responden pada bidang non-pertanian adalah berupa pedagang, pekerja industri, dan buruh harian. Sedangkan dibidang pertanian berupa nelayan, petani, peternak dan menjadi pekerja buruh untuk perkebunan yang dimiliki desa. “…. kebun sawit milik desa terbilang banyak juga, banyak juga masyarakat di sini dapat penghasilan dari situ, ada yang pergi dodoslah, nebas-nebas kebun supaya tidak menjadi semak. Tapi banyak juga masyarakat di sini sudah pindah kerja di industri, ditambah ada rencana akan menjadi kawasan industri pada daerah ini, lihatlah sebelum jembatan lekton sudah ada industri cangkang, di sananya lagi ada industri pengepakan semen, di dekat pelabuhan buton ada juga galangan kapal, banyak yang menjadi buruh. Belum lagi yang kerja di PETRO…” (NH, 42 tahun)
Jenis pekerjaan yang dimiliki oleh responden untuk kelompok masyarakat kurang mampu tergolong merata. Sedangkan untuk golongan masyarakat mampu, jenis pekerjaan non-pertanian lebih mendominasi yaitu dengan sebaran sebanyak 22 orang atau sebesar 73.3 persen. Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan responden pada penelitian ini adalah jumlah uang yang diterima individu dari pekerjaan yang dimiliki pada setiap bulannya. Penggolongan dibedakan menjadi tiga golongan, tingkat pendapatan di bawah Rp. 847 717 digolongkan kepada tingkat pendapatan rendah, sedangkan tingkat pendapatan antara Rp. 847 717 sampai Rp. 1 712 283 digolongkan kepada tingkat pendapatan sedang, sedangkan tingkat pendapatan di atas Rp. 1 712 283 digolongkan kepada tingkap pendapatan tinggi. Rata-rata pendapatan untuk seluruh responden adalah Rp. 1 280 000, dengan pendapatan terkecil responden adalah Rp. 300 000, dan pendapatan tertinggi yaitu sebesar Rp. 3 500 000. Tabel 16 berikut menampilkan jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan.
40
Tabel 16 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Masyarakat Tingkat Pendapatan
Kurang Mampu
Total
Mampu
n
%
n
%
n
%
Rendah Sedang Tinggi
30 0 0
100.0 0.0 0.0
0 20 10
0.0 66.7 33.3
30 10 20
50.0 16.7 33.3
Total
30
100.0
30
100.0
60
100.0
Berdasarkan data dar Tabel 16 di atas, diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pendapatan yang rendah yaitu berada di bawah Rp. 847 717. Hal ini dapat dijelaskan karena sebaran frekuensinya menunjukkan persentase tingkat pendapatan paling besar pada tingkat pendapatan sedang sebesar 50 persen. Tingkat pendapatan ini menjadi tolak ukur juga dalam penentuan garis kemiskinan masyarakat Kampung Sungai Rawa yang menggolongkan kedalam golongan mampu dan kurang mampu. Penggolongan tingkat pendapatan dilakukan berdasarkan jumlah uang yang diterima responden dalam satu bulan dari pekerjaannya. Golongan masyarakat yang termasuk mampu adalah masyarakat yang mempunyai tingkat pendapatan di atas Rp. 1 000 000, sedangkan tingkat pendapatan responden yang berada di atas Rp. 1 000 000 digolongkan kepada tingkat pendapatan golongan masyarakat mampu. Temuan di lapang menunjukkan setiap masyarakat tidak mempunyai penghasilan yang tetap dari pekerjaannya, sehingga masyarakat juga harus mempunyai pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini dibagi menjadi tujuh tingkatan, yaitu tidak bersekolah, SD tapi tidak lulus, lulus SD/Sederajat, lulus SMP/Sederajat, lulus SMA/Sederajat, tamatan diploma, tamatan Sarjana. Tabel 17 berikut akan menyajikan data jenjang pendidikan responden. Tabel 17 Jumlah dan persentase responden, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit menurut pendidikan tahun 2016 Pendidikan Tidak Sekolah Tidak Lulus SD Lulus SD/Sederajat Lulus SMP/Sederajat Lulus SMA/Sederajat Tamatan Diploma Total
Jumlah (n) 13 12 14 11 9 1
Persentase (%) 21.7 20.0 23.3 18.3 15.0 1.7
60
100.0
41
Merujuk data pada Tabel 17, pendidikan tertinggi responden adalah tamatan perguruan tinggi yaitu lulusan diploma, sedangkan pendidikan terendah responden adalah tidak sekolah. Tamatan SD merupakan jumlah responden paling banyak yaitu dengan persentase 23.3 persen, diikuti responden yang tidak sekolah sebesar 21.7 pesen dan tidak lulus SD sebesar 20.0 pesen. Peneliti mengkategorikan tingkat pendidikan berdasarkan tahapan pendidikan yang ditetapkan dari tingkat perkembangan peserta didik. Jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (BPS 2005). Tabel 18 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Masyarakat Tingkat Pendidikan
Kurang Mampu
Total
Mampu
n
%
n
%
n
%
Rendah (Tidak Sekolah-Tamat SD) Sedang (SMP) Tinggi (SMA-Perguruan Tinggi)
29 1 0
96.7 3.3 0.0
10 10 10
33.3 33.3 33.3
39 11 10
65.0 18.3 16.7
Total
30
100.0
30
100.0
60 100.0
Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tidak tamat SD atau tamat SD disebut tingkat pendidikan rendah, tamat SMP atau sederajat disebut tingkat pendidikan sedang, dan tamat SMA dan perguruan tinggi digolongkan ke dalam tingkat pendidikan tinggi. Berdasarkan data dari Tabel 18, dapat diketahui bahwa mayoritas responden mempunyai tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini dapat dijelaskan karena sebaran frekuensinya menunjukkan persentase yang besar pada tingkat pendidikan rendah sebesar 65 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan formal yang ditamatkan oleh responden rata-rata hanya sampai tamat SD. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh ZF (48 tahun). “… saya ini bisa sampai segini sekolah itu karena berani saja, dulu saya kerja suka ikut perusahan-perusahaan dari luar, setelah kerja beberapa tahun disuruhlah ikut pelatihan ini pelatihan itu, lama kelamaan bisa jugalah ikut sekolah lagi dari perusahaan, kalau sekarang setingkat diploma lah. Orang sini yang sudah tua dulu bagaimana mau sekolah sampai tinggi, tempat sekolahnya itu jauh-jauh, kalau melihat keadaan kampung ini daulunya adalah rimba, bagaimana cara mau pergi sekolah jauh-jauh itu, ada juga yang paling dekat ada di seberang atau tidak di Siak. Sekarang ini saja anak-anak disini lebih sedap, honda sudah ada jalanpun sudah bagus, bisa sampai kota sana jika ingin sekolah…”
Responden yang tergolong pada masyarakat kurang mampu mayoritas memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu sebanyak 29 orang atau sebesar 96.7
42
persen. Sedangkan untuk responden yang tergolong pada masyarakat mampu memiliki tingkat pendidikan yang merata untuk setiap tingkatnya. “…. Kalau masalah berapa tinggi orang mau sekolah itu tegantung orangnya, terkadang ada yang keras untuk sekolah sampai tinggi, tapi kebanyakan dulunya tidak begitu…” (ZF, 48 Tahun)
Jumlah Tanggungan Perhitungan jumlah tanggungan responden didasarkan pada banyaknya jumlah individu yang beban penghidupannya ditanggung oleh responden pada saat penelitian ini dilakukan. Penggolongan jumlah tanggungan dibedakan menjadi tinggi, sedang, dan rendah. Jumlah tanggungan tinggi lebih dari 2 orang digolongkan ke jumlah tanggungan tinggi, sedangkan jumlah tanggungan 2 orang digolongkan ke jumlah tanggungan sedang, serta jumlah tanggungan kurang dari 2 orang digolongkan ke jumlah tanggungan rendah. Jumlah tanggungan terbanyak adalah sebanyak 5 orang, jumlah tanggungan paling sedikit adalah tidak mempunyai tanggungan jiwa lagi, dan rata-rata jumlah tanggungan sebanyak 3 orang. Tabel 19 berikut menampilkan jumlah dan persentase responden menurut tingkat jumlah tanggungan. Tabel 19 Jumlah dan persentasi responden Kampung Sungai Rawa Kecamatan Sungai Apit menurut jumlah tanggungan tahun 2016 Masyarakat Jumlah Tanggungan
Kurang Mampu
Total
Mampu
n
%
n
%
n
%
Rendah Sedang Tinggi
20 9 2
66.7 26.7 6.7
4 3 23
13.3 10.0 76.7
24 11 25
40.0 18.3 41.7
Total
30
100.0
30
100.0
60
100.0
Berdasarkan data dari Tabel 19 di atas, diketahui bahwa mayoritas responden memiliki jumlah tanggungan yang tinggi dan rendah. Hal ini dapat dijelaskan karena sebaran frekuensinya menunjukkan persentase besar pada jumlah tanggungan tinggi sebesar 41,7 persen dan jumlah tanggungan rendah sebesar 40.0 persen.
43
ANALISIS FAKTOR EKSTERNAL RESPONDEN Faktor eksternal, meliputi hubungan yang terjalin antara pihak yang menjadi stakeholder dengan partisipan yang dapat mempengaruhi partisipasi karena partisipan akan dengan sukarela terlibat dalam suatu kegiatan yang diinstruksikan stakeholder, jika sambutan dari pihak stakeholder positif dan dianggap menguntungkan partisipan. Selain itu bila didukung dengan pelayanan stakeholder yang positif dan tepat dibutuhkan oleh partisipan, maka partisipan tersebut tidak akan ragu untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Dalam penelitian ini yang menjadi partisipan adalah masyarakat yang ada di Kampung Sungai Rawa dan yang menjadi stakeholder adalah orang-orang yang berada pada pemerintahan Kampung Sungai Rawa yang berpengaruh besar dalam pembangunan kampung. Dibawah ini akan dibahas mengenai faktor eksternal dari responden penelitian yaitu mengenai tingkat intensitas interaksi antara pemerintah dengan responden dan mengenai bagaimana tingkat transparansi pemerintah dalam penggunaan dana desa untuk pembangunan kepada responden yang dalam hal ini adalah masyarakat Kampung Sungai Rawa. Tingkat Intensitas Interaksi Tingkat intensitas interaksi disini diartikan tingkatan proses komunikasi yang pemimpin lakukan kepada responden di Kampung Sungai Rawa dalam kurun waktu tertentu. Tingkat intensitas interaksi ini diantaranya dilihat dari tingkat keseringan pemerintah dalam menemui, beriteraksi, bertanya mengenai pembangunan dan mengikuti kegiatan masyarakat. Terdapat temuan di lapang menunjukkan terdapat nilai terendahnya adalah 8 dengan sebaran sebesar 1.7 persen dan nilai tertingginya adalah 25 dengan sebaran sebesar 5 persen, dan didapat nilai rata-rata 14.7 dengan standar deviasi yaitu 4.192. Penggolongan tingkat intesitas interaksi dibagi atas tiga tingkatan yaitu rendah, sedang dan tinggi seperti pada Tabel 20. Tabel 20 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat intensitas interaksi dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Masyarakat Tingkat Intensitas Interaksi
Kurang Mampu
Total
Mampu
Rendah Sedang Tinggi
n 13 14 3
% 43.3 46.7 10.0
n 8 10 12
% 26.7 33.3 40.0
n 21 24 15
% 35.0 40.0 25.0
Total
30
100.0
30
100.0
60
100.0
Tingkat intensitas interaksi yang pemerintah lakukan kepada responden menunjukkan bahwa mayoritas responden pada Tabel 20 merasa masih sedang dengan sebaran sebesar 40 persen dan rendah dengan sebaran sebesar 35 persen. Hal ini terjadi karena menurut mayoritas responden, pemerintah desa hanya
44
sekedar menemui masyarakat untuk keperluan tertentu saja, tidak sampai kepada tahap interaksi yang lebih tinggi dan tidak intens. “….ada itu sebenarnya ada orang desa datang kesini, tapi lupa kapan terakhir, palingan masalah data apa untuk apa. Itupun datang begitu saja, kami pun tidak bertanya untuk apa…” (RB, 62 Tahun) “orang desa ada jugalah datang kesini, palingan masalah raskin atau bantuan, tapi kalau untuk ngundang agar datang kumpul ataupun bertanya tentang pembangunan sepertinya tidak ada, tetapi kurang tahu bila dengan yang lain….” (ZK, 30 Tahun)
Mayoritas responden yang tergolong pada masyarakat kurang mampu merasa tingkat intensitas interaksi yang dilakukan pemerintah kampung terbilang berada pada tingkat rendah hingga sedang. Sedangkan mayoritas responden yang tergolong pada masyarakat mampu merasa tingkat intensitas interaksi yang dilakukan pemerintah kampung terbilang berada pada tingkat sedang hingga tinggi. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden yang tergolong mampu merupakan kerabat dari orang yang berada pada pemerintahan kampung. Alasan tersebut sesuai dengan paparan dari NZ (40 Tahun) “….bila dilihat-lihat sebenarnya kita tidak bisa berbohong, banyak orang yang berkerja disini adalah kerabat dan saudara orang kantor kampung ini juga….”
Tingkat Transparansi Tingkat tranparansi dalam penelitian ini berartikan seberapa transparannya pemerintah desa kepada responden terhadap penggunaan anggaran dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan dan terdapat tanggung jawab terhadap proses pelaksanaan dan penganggarannya. Terdapat temuan di lapang menunjukkan terdapat nilai terendahnya adalah 9 dengan sebaran sebesar 15 persen dan nilai tertingginya adalah 24 dengan sebaran sebesar 3,3 persen, dan didapat nilai ratarata 13,2 dengan standar deviasi yaitu 3,816. Penggolongan tingkat transparansi dibagi atas tiga tingkatan yaitu rendah, sedang dan tinggi seperti pada Tabel 21 berikut. Tabel 21 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat transparansi dan kelompok masyarakat, Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Masyarakat Tingkat Transparansi
Kurang Mampu
Total
Mampu
n
%
n
%
n
%
Rendah Sedang Tinggi
23 4 3
76.7 13.3 10.0
6 14 10
20.0 46.7 33.3
29 18 13
48.3 30.0 21.7
Total
30
100.0
30
100.0 60
100.0
45
Berdasarkan data dari Tabel 21, mayoritas responden yang tergolong kurang mampu merasakan tingkat transparansi yang dilakukan pemerintah kampung berada pada tingkatan yang rendah yaitu sebanyak 23 orang atau sebesar 76.7 persen. Sedangkan sebagian besar responden yang tergolong pada masyarakat mampu merasa tingkat transparansi pemerintah kampung berada pada tingkat sedang yaitu sebanyak 14 orang atau sebesar 33.3 persen. Sebagian besar responden merasa masih rendah dengan sebaran sebesar 48,3 persen. Mayoritas responden merasa bahwa pemerintah agak tertutup masalah keuangan desa dan pembangunan desa. Kurang adanya publikasi yang jelas langsung kepada masyarakat terkait penggunaan keuangan desa ataupun publikasi kegiatan pembangunan desa. Hal ini seperti yang dituturkan oleh ZU (39 Tahun). “kami ini tidak tahu bagaimana dan berapa duit-duit yang di dapat kampung ini, dan tidak tahu dari mana saja. Tidak ada pemberitahuan ke kami, palingan kalau masyarakat ingin tahu harus bertanya: kumpul tentang apa tadi? Ke orang-orang desa, barulah lumayan tersebar dari mulut ke mulut…. Kalau masalah duit-duit kampung ini yang tahu yang jelas orang-orang dalam kantor itu, soalnya orang itu yang menjalankan semua”
Dari penuturan di atas jelas bahwa masyarakat harus mencari tahu terlebih dulu agar bisa mengetahui bagaimana keadaan dari dana desa, bukan dengan adanya pemberitahuan atau informasi yang diberikan pemerintah kampung yang dalam hal ini adalah bagian dari Kampung Sungai Rawa yang menjadi portal pertama yang menerima dan mengetahui bagaimana keadaan dana desa tersebut.
46
47
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PEMBANGUAN DESA Penelitian ini membahas tingkat partisipasi masyarakat Kampung Sungai Rawa yang diwakili responden penelitian pada proses pelaksanaan pembangunan desa terkait penggunaan dana desa, keterlibatan dalam mengemukakan pendapat, kesempatan dalam mengemukakan pendapat, dan kesempatan dalam kegiatan. Penelitian ini secara garis besar merujuk pada tahapan partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1979), yaitu tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan, tahap implementasi, tahap pemanfaatan hasil dan tahap evaluasi. Selanjutnya disetiap tahapan peneliti melakukan pemetaan tingkat partisipasi menurut Arnstein (1980), yaitu non partisipasi (manipulasi dan terapi), tokenisme (informasi, konsultasi, dan placation), selanjutnya citizen power (partnership, delegasi kewenangan dan control). Kemudian dapat dilihat perbandingan tingkat partisipasi antar golongan masyarakat. Proses pembangunan melalui penggunaan dana desa diharapkan dapat menjadi langkah untuk mengurangi perbedaan pembangunan antara desa dan kota. Pembangunan yang dituntut adalah pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dimana pembangunan dituntut untuk menjadikan masyarakat menjadi subjek pembangunan. Untuk itu diperlukan partisipasi dari setiap elemen masyarakat agar pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tahap-tahap dalam proses pembangunan di Kampung Sungai Rawa sering mengalami tumpang tindih, dalam artian dalam sekali rapat pertemuan bersama warga bisa terjadi langsung beberapa tahapan yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan evaluasi. Keunikan ini tentu dapat mengurangi efektifitas pertemuan yang dilaksanakan karena terlalu banyak informasi yang harus diterima dan dipahami oleh masyarakat, serta tidak beraturan topik pembahasan, sehingga menyulitkan masyarakat untuk memilah informasiinformasi yang sesuai. Hal ini sesuai dengan penuturan (NZ, 40 Tahun). “….karena disini masih kampung, mana ada yang paham masalah kumpul perencanaan, kumpul untuk pelaksanaan lah, dan sebagainya itu. Disini orang hanya tahu kalau disuruh kumpul di balai desa berarti ada kegiatan pembangunan, lebih baik kegiatan tu digabungkan aja sekalian, sehingga bisa untuk menghemat anggaran…”
Selain hal yang dituturkan di atas, terdapat keunikan lagi dalam proses pembangunan Kampung Sungai Rawa, yaitu kegiatan di atas akan dilaksanakan apabila seluruh pendapatan kampung terkumpul semua sehingga barulah dapat dilaksanakan proses dari tahap-tahap pembangunan yang telah dijelaskan. Dan untuk tahap implementasi/pelaksanaan, mayoritas masyarakat akan menghadiri kegiatan karena setiap yang menghadiri kegiatan mendapatkan kesempatan sebagai eksekutor pembangunan kampung. “….rapat-rapat masalah pembangunan itu tidak bisa dilakukan setiap bulan, di sini kumpul rapat untuk itu kalau duit untuk kampung ini sudah terkumpul semua, baikdari pusat dari daerah dari pajak dan apbkam, setelah ditotal
48
semua berapa dapatnya sekian-sekian barulah dapat kita bikin macam mana rencana pembangunan kedepannya. Kalau mau langsung dikerjakan tidak akan cukup duitnya karena sedikit sekali….” (AD, 42 Tahun)
Berikut akan ditampilkan hasil pengukuran dari tingkat partisipasi responden dalam keseluruhan dari proses pembangunan desa melalui penggunaan dana desa, yaitu tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan, tahap implementasi, tahap pemanfaatan hasil dan tahap evaluasi dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden menurut kelompok masyarakat di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Masyarakat Tingkat Partisipasi
Kurang Mampu n
Nonpartisipasi
Manipulasi Terapi
Informasi Tokenisme Konsultasi Penentraman Citizen power Total
Kemitraan Pendelegasian Kontrol Masyarakat
Total
Mampu
%
n
%
n
%
21 7
70.0 23.3
1 15
3.3 50.0
22 22
36.7 36.7
0 0 2
0.0 0.0 6.7
7 1 6
23.3 3.3 20.0
7 1 8
11.7 1.7 13.3
0
0.0
0
0.0
0
0.0
0 0 30
0.0 0.0
0 0
0.0 0.0
0 0
0.0 0.0
100.0
30
100.0
60
100.0
Data pada Tabel 22 menunjukkan hasil bahwa mayoritas responden yang tergolong pada masyarakat kurang mampu berada pada kategori manipulasi yaitu sebesar 70 persen atau sebanyak 21 orang. Sedangkan untuk responden yang tergolong masyarakat mampu paling banyak berada pada kategori terapi yaitu sebesar 50 persen atau sebanyak 15 orang. Total keseluruhan responden berada pada level non-partisipasi yaitu sebesar 73.3 persen atau sebanyak 44 orang, yang menjelaskan bahwa untuk proses pembangunan secara keseluruhan masih sangat minim adanya partisipasi dari masyarakat Kampung Sungai Rawa. Selain itu, tingkat partisipasi responden dalam keseluruhan proses pembangunan belum mencapai artian partisipasi yang seutuhnya, dimana wewenang yang dimiliki masyarakat tidak sebanding dengan wewenang yang dipegang oleh pemerintah kampung, hal ini dibuktikan dengan tingkat partisipasi responden yang hanya mencapai tingkat tokenisme. Penjelasan di atas diperkuat dengan temuan di lapang yang menyatakan bahwa partisipasi masyarakat sangatlah minim, dimana masyarakat yang ikut andil dalam pembangunan dapat dihitung yaitu hanyalah orang-orang yang dianggap sebagai tokoh dan memiliki kedekatan dengan pemerintahan kampung.
49
“…yang mengerjakan pembangunan itu bisa tahu sendirilah siapa saja, orangorangnya itu-itu saja, yang punya kedekatan sajalah, kalau untuk masyarakat ini pun tetutup kabar-kabarnya, paling yang sudah biasa saja yang sampai kabarnya....” (YA, 28 Tahun) “…manolah paham kami kalau seperti itu, tidak ada kami ikut-ikut seperti itu, orangnya itu-itu saja, yang jelas orang desa tu lah (aparat pemerintahan kampung)....” (BT, 40 Tahun)
Kurang transparannya pemerintah kampung juga menjadi penyebab lain terkait kurangnya partisipasi penuh dalam partisipasi masyarakat, sehingga menyebabkan masyarakat menjadi apatis terhadap kegiatan pembangunan karena merasa sudah ada pembagian tugas dalam kegiatan pembangunan yaitu pemerintah kampung. Tahap Pengambilan Keputusan dalam Perencanaan Tingkat partisipasi pada tahap perencanaan adalah tingkatan partisipasi masyarakat Kampung Sungai Rawa dalam mengikuti rapat penyusunan rencana kegiatan-kegiatan pembangunan kampung melalui penggunaan dana desa yang dinilai dari kehadiran responden dalam perencanaan, keaktifan dalam rapat dan kontrol dalam pengambilan keputusan tersebut. Responden diberikan 19 pernyataan dan empat pilihan jawaban “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “setuju”, dan “sangat setuju”, dimana pengukuran dari setiap pernyantaan menunjukkan tingkat partisipasi menurut Arnstein (1980) yang dibagi menjadi tiga level yaitu non partisipasi, tokenisme, dan citizen power. Tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan kampung melalui penggunaan dana desa diawali dari sosialisasi pembangunan kampung, menghadiri kegiatan perencanaan pembangunan dan dilanjutkan dengan perencanaan pembangunan kampung. Perencanaan pembangunan kampung diharapkan dapat menghasilkan output perencanaan pembangunan kampung yang baik dan sesuai dengan kebutuhan kampung dan masyarakatnya. Pengambilan keputusan untuk perencanaan pembangunan haruslah didapat dari prioritas yang paling besar yang dibutuhkan oleh masyarakat. Skala prioritas ini berasal dari berbagai usulan yang disampaikan masyarakat, sehingga didapat perencanaan pembangunan yang menurut partisipan paling mendesak untuk disegerakan. Agar didapat prioritas rencana pembangunan ini tidak semerta-merta berasal dari para usulan dari para stakeholder, tetapi juga harus berasal dari usulan seluruh kalangan masyarakat, dan dilanjutkan dengan rembug yang menghasilkan keputusan perencanaan yang paling diprioritaskan. Pengukuran tingkat partisipasi pada tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan kegiatan pembangunan desa melalui penggunaan dana desa dapat dilihat pada Tabel 23.
50
Tabel 23 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden pada tahap pengambilan keputusan dalam perancanaan menurut kelompok masyarakat di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Masyarakat Tingkat Partisipasi Nonpartisipasi
Manipulasi Terapi
Informasi Tokenisme Konsultasi Penentraman Citizen power Total
Kemitraan Pendelegasian Kontrol Masyarakat
Kurang Mampu
Total
Mampu
n
%
n
%
n
%
21 6
70.0 20.0
7 5
23.3 16.7
28 11
46.7 18.3
1
3.3
9
30.0
10
16.7
0 0
0.0 0.0
3 2
10.0 6.7
3 2
5.0 3.3
2
6.7
4
13.3
6
10.0
0 0 30
0.0 0.0 100.0
0 0 30
0.0 0.0 100.0
0 0 60
0.0 0.0 100.0
Merujuk data pada Tabel 23 yang menunjukkan hasil bahwa sebagian besar responden berada dalam tingkat partisipasi manipulasi yaitu sebesar 46.7 persen atau sebanyak 28 orang, ditandai dengan ketidakhadiran responden pada tahap perencanaan pembangunan. Mayoritas responden yang tergolong pada masyarakat kurang mampu berada pada kategori manipulasi yaitu sebesar 70 persen atau sebanyak 21 orang. Sedangkan untuk responden yang tergolong masyarakat mampu paling banyak berada pada kategori informasi yaitu sebesar 30 persen atau sebanyak 9 orang. “…sampai hari ni kalau urusan perencanaan pembangunan itu ya merekamereka saja (perangkat desa), kami yang merupakan orang biasa tidak tahu menahu, jangankan ingin tahu, kami tidak pernah diajak, kalaupun diajak adalah orang-orang yang berada di dekat laut (masyarakat yang dekat dengan kantor pemerintahan kampung)....” (NT, 63 Tahun)
Masyarakat yang jauh dari pusat pemerintahan merasa kurang diperhatikan dan diikutsertakan dalam kegiatan perencanaan pembangunan, sehingga muncul pandangan adanya unsur kedekatan dengan pemerintah kampung untuk ikut serta dalam kegiatan perencanaan. Mayoritas tingkat partisipasi responden berada pada level non partisipasi dengan jumlah 39 orang atau sebesar 65.0 persen, artinya partisipasi responden pada tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan sangat rendah yang berarti responden tidak ikut berpartisipasi dalam tahap perencanaan pembangunan. Responden merasa mereka tidak berperan serta dan ada juga yang sekedar hanya hadir dalam tahap pengambilan keputusan dalam tahap perencanaan pembangunan kampung. Hal ini dapat dikarenakan responden tidak bisa hadir dalam kegiatan karena waktu pelaksanaan yang bersamaan dengan kesibukan
51
responden, dan responden yang hadir tapi tidak mendapatkan informasi bisa dikarenakan responden datang untuk sekedar memenuhi undangan. Responden yang mencapai level partisipasi tokenisme adalah sebesar 25.0 persen atau dengan jumlah 15 responden. Hal ini berarti responden merasa hadir, dan mendapatkan informasi tetapi tidak menyuarakan aspirasinya ataupun hadir dan menyuarakan pendapat/saran/kritik pada setiap rapat pembahasan rencana kegiatan pembangunan, namun ada batasan pendapat yang dilakukan oleh pihak pemerintah kampung. Masyarakat tidak menyuarakan aspirasinya dan terdapat batasan pendapat tersebut bisa dikarenakan terlalu mendominasinya pihak pemerintah kampung dalam menjalankan kegiatan perencanaan, sehingga keputusan tetap didapat tetapi dilakukan oleh pihak pemerintahan kampung. Adapun partisipan yang mencapai tingkat partisipasi pada level citizen power untuk tahap pengambilan keputusan dalam tahap perencanaan ini berjumlah 6 orang atau sebesar 10.0 persen dengan keseluruhannya berada pada tingkatan kemitraan menurut Arnstein. Hal ini berarti bahwa partisipan hadir, aktif dalam menyuarakan pendapat, saran, kritik pada setiap rapat pembahasan rencana kegiatan kelompok, dan pendapat, saran, serta kritikannya diperhitungkan oleh pihak pemerintah kampung untuk dilakukan negosiasi dan tetap keputusan penuh berada pada pihak pemerintah kampung. Partisipan yang mencapai level citizen power biasanya adalah partisipan yang dianggap sebagai orang kepercayaan masyarakat dan sebagian besar adalah perangkat Kampung Sungai Rawa baik itu RT, RW, dan perangkat desa. “....kami sudah instruksikan setiap lembaga masyarakat, cuma terkadang tidak semuanya tersampaikan sampai ke masyarakat, biasanya ada juga masyarakat memberitahu kepada LMKnya masing-masing untuk sampaikan keluhan yang ada disekitar lingkungannya. Jadi sudah terwakilkan juga warga itu….” (AD, 42 Tahun) “…kalau rapat itu yang jelas menunggu instruksi pak penghulu, kami semua (bagian pemerintah, BPKam, LMK) wajib datang, kalau tidak bisa kena sanksi kami ini, namanya juga wakil masyarakat…” (NH, 41 Tahun)
Tingkat partisipasi responden pada tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan untuk masyarakat yang tergolong ke dalam masyarakat kurang mampu didominasi pada tingkat non-partisipasi yaitu dengan jumlah sebanyak 27 orang atau sebaran sebesar 90.0 persen. Sedangkan untuk responden yang tergolong ke dalam masyarakat mampu didominasi pada tahap non partisipasi dan tokenisme dengan sebaran berturut-turut sebesar 40.0 dan 46.7 persen atau sebanyak 12 dan 14 orang responden. Tahap Implementasi Pembangunan Tingkat partisipasi pada tahap implementasi merupakan tingkatan partisipasi dan keaktifan responden dalam melaksanakan setiap kegiatan pembangunan yang telah direncanakan yakni dari pelaksanaan pertemuan, pembentukan kelompok pelaksana, hinga porses eksekusi pembangunan yang telah direncanakan. Pada tahapan implementasi, masing masing responden diberikan 16 pernyataan dan empat pilihan jawaban “sangat tidak setuju”, “tidak
52
setuju”, “setuju”, dan “sangat setuju”, dimana pengukuran dari setiap pernyataan menunjukkan tingkat partisipasi menurut Arnstein (1980) yang dibagi menjadi tiga level yaitu non partisipasi, tokenisme, dan citizen power. Tahap implementasi pembangunan kampung melalui penggunaan dana desa diawali dengan sosialisasi pertemuan mengenai pembangunan kampung, kemudian masyarakat menghadiri kegiatan perencanaan pembangunan dan dilanjutkan dengan penentuan kelompok sebagai eksekusi dalam pelaksanaan pembangunan. Tahap pelaksanaan yang melibatkan masyarakat ini bertujuan agar pembangunan kampung tetap menggunakan swadaya masyarakat agar masyarakat tahu dan mengerti untuk apa penggunaan dana desa, serta diharapkan dapat menghasilkan output pembangunan kampung yang baik dan sesuai dengan kebutuhan kampung dan masyarakatnya. Selain itu pelibatan masyarakat pada tahap ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta mendorong masyarakat untuk lebih memberikan perhatian kepada kegiatan pembangunan yang ada di kampung. “…. Kita wajib mengajak semua masyarakat, minimal ada perwakilan masyarakatmya. Agar masyarakat tahu bagaimana perkembangan pembangunan di kampung ini…” (NH, 41 Tahun)
Pengukuran tingkat partisipasi pada tahap implementasi dari perencanaan kegiatan pembangunan kampung melalui penggunaan dana desa dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden pada tahap implementasi menurut kelompok masyarakat di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Masyarakat Tingkat Partisipasi Nonpartisipasi
Manipulasi Terapi
Informasi Tokenisme Konsultasi Penentraman Citizen power Total
Kemitraan Pendelegasian Kontrol Masyarakat
Kurang Mampu
Total
Mampu
n
%
n
%
n
%
26 0
86.7 0.0
11 3
36.7 10.0
37 3
61.7 5.0
2
6.7
4
13.3
6
10.0
0 2
0.0 6.7
5 7
16.7 23.3
5 9
8.3 15.0
0
0.0
0
0.0
0
0.0
0 0 30
0.0 0.0 100.0
0 0 30
0.0 0.0 100.0
0 0 60
0.0 0.0 100.0
Merujuk data pada Tabel 24 menunjukkan hasil bahwa mayoritas responden yang tergolong pada masyarakat kurang mampu berada pada kategori manipulasi yaitu sebesar 86.7 persen atau sebanyak 26 orang yang berartikan responden tidak ikut berpartisipasi atau tidak hadir dalam kegiatan. Sedangkan
53
untuk responden yang tergolong masyarakat mampu paling banyak berada pada kategori informasi yaitu sebesar 36.7 persen atau sebanyak 11 orang yang berartikan tingkat partisipasi yang ditandai dengan kehadiran tanpa mendapat kesempatan menyampaikan pendapat. Total keseluruhan responden paling besar menduduki kategori manipulasi yaitu sebesar 61.7 persen atau sebanyak 11 orang. “…disini itu ada sistem undian untuk yang mengerjakan proyek pembangunan, makanya ketika ada kegiatan undian banyak yang datang, yang mendapat undian itulah kelompok yang mengerjakan…” (NZ, 40 tahun) “…pembangunan disini kurang jelas informasinya, kami ikut saja apa yang dibuat pemerintah, lagi pula kami tidak mengeti, orang-orang itu sajalah yang tahu…” (HH, 69 Tahun)
Mayoritas responden berada pada level non partisipasi dengan jumlah sebaran 40 orang atau sebesar 66.7 persen, dimana responden merasa tidak berpartisipasi atau berpartisipasi tetapi hanya sebagai formalitas pada tahap implementasi dari rencana pembangunan melalui penggunaan dana desa. Pada tahap ini responden yang hadir pada rangkaian proses implementasi tidak mendapatkan informasi mengenai pembangunan, hal ini dikarenakan proses pembangunan sebagian besar diambil alih langsung oleh pihak pemerintahan kampung. 33 persen atau dengan jumlah 20 responden berada pada level partisipasi tokenisme, pada tingkat ini responden merasa hadir, dan mendapatkan informasi tetapi tidak menyuarakan aspirasinya ataupun hadir dan menyuarakan pendapat/saran/kritik pada setiap proses implementasi kegiatan pembangunan, namun ada batasan pendapat yang dilakukan oleh pihak pemerintah kampung. Masyarakat tidak mensuarakan aspirasinya dan terdapat batasan pendapat tersebut bisa dikarenakan terlalu mendominasinya pihak pemerintah kampung dalam menjalankan kegiatan pembangunan, sehingga keputusan tetap didapat tetapi dilakukan oleh pihak pemerintahan kampung. Diterapkannya sistem undian sendiri dalam tahap pelaksanaan kegiatan pembangunan Kampung Sungai Rawa melalui penggunaan dana desa berartikan bahwa tahap implementasi pembangunan di kampung ini bersifat “proyekan”, dimana dari setiap masyarakat yang menghadiri rapat mengenai implementasi pembangunan dan mendapatkan undian pengerjaan pembangunan hanya melakukan apa yang telah diinstruksikan oleh pemerintah kampung. Pada tahap implementasi pembangunan melalui penggunaan dana desa di Kampung Sungai Rawa ini penulis tidak menemukan responden yang mencapai level citizen powership, yang berartikan tidak ada partisipasi penuh masyarakat. Tidak terdapatnya pembagian kekuasaan kepada masyarakat oleh pemerintah kampung yang dalam hal ini sebagai pemilik kekuasaan dalam pelaksanaan pembangunan. Temuan yang penulis dapatkan di lapang menyebutkan sistem proyek dalam pengerjaan pembanguan di Kampung Sungai Rawa dipengaruhi dengan kesanggupan serta kemampuan kelompok pelaksana untuk menggunakan biaya sendiri untuk pengerjaannya terlebih dahulu. Hal ini jelas akan memberatkan golongan masyarakat yang tergolong dalam masyarakat kurang mampu untuk sampai pada tahap pelaksanaan yang lebih jauh lagi.
54
“….yang namanya proyekan biasanya kelompok yang dapat itu menggunakan duitnya terlebih jika uangnya belum cair, tapi tidak begitu lama, sesudah itu dibayarkan kembali, sementara…” (SU, 40 Tahun)
Tahap Pemanfaatan Hasil Pembanguan Tingkat partisipasi pada tahap implementasi hasil pembangunan merupakan tingkatan partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan hasil yang diperoleh dari kegiatan pembangunan kampung yaitu berupa pemanfaatan hasil pembangunan baik infrastruktur maupun pemberdayaan. Pada tahapan pemanfaatan hasil pembangunan, masing masing responden diberikan 13 pernyataan dan empat pilihan jawaban “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “setuju”, dan “sangat setuju”, dimana pengukuran dari setiap pernyataan menunjukkan tingkat partisipasi menurut Arnstein (1980) yang dibagi menjadi tiga level yaitu non partisipasi, tokenisme, dan citizen power. Manfaat dari hasil pembangunan yang dirasakan oleh masyarakat adalah berupa manfaat dari pembangunan infrastruktur yaitu berupa jalan-jalan di lingkungan kampung, adanya parit-parit yang berguna untuk mencegah pengikisan tanah di lingkungan masyarakat apabila musim pasang terjadi. Selain itu juga bangunan-bangunan penunjang pendidikan, kesehatan dan gedung serba guna, serta fasilitas olahraga di lingkungan masyarakat. Manfaat dari kegiatan pembangunan kampung yang masyarakat rasakan belum sampai pada tahap pemberdayaan masyarakat, hal ini dikarenakan adanya skala proritas yang ditetapkan pada kegiatan pertemuan-pertemuan yang diadakan adalah untuk pembangunan infrastruktur saja. Pengukuran tingkat partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil pembangunan kampung melalui penggunaan dana desa dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25
Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden pada tahap pemanfaatan hasil pembangunan menurut kelompok masyarakat di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Masyarakat
Tingkat Partisipasi Nonpartisipasi
Manipulasi Terapi
Informasi Tokenisme Konsultasi Penentraman Citizen power Total
Kemitraan Pendelegasian Kontrol Masyarakat
Kurang Mampu
Total
Mampu
n
%
n
%
n
%
26 0
86.7 0.0
8 0
26.7 0.0
2
6.7
14
46.7
34 0 16
56.7 0.0 26.7
0 2
0.0 6.7
2 6
6.7 20.0
0
0.0
0
0.0
2 8 0
3.3 13.3 0.0
0 0 30
0.0 0.0 100.0
0 0 30
0.0 0.0 100.0
0 0 60
0.0 0.0 100.0
55
Merujuk data pada Tabel 25, untuk masyarakat yang tergolong kurang mampu didominasi pada tingkat manipulasi yaitu sebanyak 26 orang atau sebesar 86.7 persen. Responden berpartisipasi tetapi hanya sebagai formalitas pada tahap pemanfaatan hasil dari hasil pembangunan melalui penggunaan dana desa. Pada tahap ini responden dapat menikmati hasil pembangungan yang ada di Kampung Sungai Rawa berupa pembangunan infrstruktur yaitu jalan yang ada di sekitar lingkungan masyarakat, pemanfaatan hasil pembangunan parit kampung (tali air), dan fasilitas bangunan lainnya berupa gedung serba guna, posyandu, sarana olahraga, gedung seni dan sekolah untuk anak usia dini. Namun tidak mendapatkan informasi mengenai pembangunan kedepannya dan tidak dapat memberikan saran mengenai hasil pembangunan, hal ini dikarenakan proses pembangunan yang kurang terbuka untuk seluruh masyarakat kampung. “…tidak mungkin jika kita tidak menggunakan jalan dan tali air (parit) itu, sudah jelas teprampang di sekitar rumah kita.…” (AK, 50 Tahun)
Responden yang tergolong masyarakat mampu dengan hasil sebesar 46.7 persen atau dengan jumlah 14 orang berada tingkatan informasi yaitu dengan denga artian pada tahap ini responden dapat memanfaatkan hasil pembangunan yang ada di Kampung Sungai Rawa dan mendapatkan informasi mengenai pembangunan kedepannya akan tetapi tidak dapat memberikan saran mengenai hasil pembangunan yang ada, hal ini dikarenakan proses pembangunan yang sepenuhnya dipegang pemerintahan kampung serta rasa “bosan” masyarakat yang memberikan komentar tetapi tidak dihiraukan. “…pembangunan sudah terasa, jelas ada bentuknya… tapi kalau mau memberikan saran bagaimana? Kalau tidak didengarkan saran itu warga pun malas juga lama-kelamaan, kalau seperti itu terima sajalah bentuknya…” (ZH, 44 tahun)
Mayoritas responden berada pada level non partisipasi dengan jumlah sebaran 34 orang atau sebesar 56.7 persen yang didominasi masyarakat kurang mampu yaitu dengan jumlah sebanyak 26 orang atau sebaran sebesar 86.7 persen. Sedangkan untuk responden yang tergolong ke dalam masyarakat mampu lebih banyak pada tahap tokenisme dengan sebaran 73.3 persen atau sebanyak 22 orang responden. Pada tahap ini responden memanfaatan hasil pembangunan yang ada, akan tetapi untuk pemanfaatan hasilnya sendiri tidak sampai pada pengusulan atau kritik untuk hasil pembangunan yang ada. Pada tahap pemanfaatan hasil pembangunan melalui penggunaan dana desa di Kampung Sungai Rawa ini penulis tidak menemukan responden yang mencapai level citizen powership, yang berartikan tidak ada partisipasi penuh masyarakat. Tidak terdapatnya timbal balik dari negosiasi antara masyarakat dengan pemerintah dan tidak terdapat pembagian kekuasaan kepada masyarakat oleh pemerintah kampung yang dalam hal ini sebagai pemilik kekuasaan dalam pemanfaatan hasil pembangunan.
56
Tahap Evaluasi Hasil Pembanguan Tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dari hasil pembangunan merupakan tingkatan partisipasi masyarakat dalam menilai keberhasilan dari hasil pembanguan melalui penggunaan dana desa di Kampung Sungai Rawa. Penilaian hasil pembangunan ini bertujuan untuk melihat seberapa jauh tujuan yang diinginkan masyarakat Kampung Sungai rawa dapat tercapai, dalam hal ini yaitu pembangunan kampung. Pada tahapan evaluasi hasil pembangunan, masing masing responden diberikan 16 pernyataan dan empat pilihan jawaban “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “setuju”, dan “sangat setuju”, dimana pengukuran dari setiap pernyataan menunjukkan tingkat partisipasi menurut Arnstein (1980) yang dibagi menjadi tiga level yaitu non partisipasi, tokenisme, dan citizen power. Pengukuran tingkat partisipasi pada tahap evaluasi hasil dari kegiatan pembangunan kampung melalui penggunaan dana desa dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi responden pada tahap evaluasi hasil pembangunan menurut kelompok masyarakat di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Masyarakat Tingkat Partisipasi Nonpartisipasi
Manipulasi Terapi
Informasi Tokenisme Konsultasi Penentraman Citizen power Total
Kemitraan Pendelegasian Kontrol Masyarakat
Kurang Mampu
Total
Mampu
n
%
n
%
n
%
24 4
80.0 13.3
10 12
33.3 40.0
0
0.0
2
6.7
34 16 2
56.7 26.7 3.3
0 2
0.0 6.7
0 6
0.0 20.0
0
0.0
0
0.0
0 8 0
0.0 13.3 0.0
0 0 30
0.0 0.0 100.0
0 0 30
0.0 0.0 100.0
0 0 60
0.0 0.0 100.0
Data pada Tabel 26 menunjukkan bahwa mayoritas responden dengan masyarakat yang tergolong kurang mampu berada pada kriteria manipulasi dengan jumlah sebaran 24 orang atau sebesar 80.0 persen, dimana responden bisa dikatakan tidak berpartisipasi ataupun berpartisipasi tetapi hanya sebagai formalitas pada tahap evaluasi dari hasil pembangunan melalui penggunaan dana desa. Sebagian besar responden yang tergolong masyarakat mampu berada pada tingkatan terapi yaitu sebesar 40.0 persen, dimana responden kurang ataupun tidak berperan dalam proses penilaian hasil pembangungan yang ada di Kampung Sungai Rawa berupa pembangunan infrstruktur yaitu jalan yang ada di sekitar lingkungan masyarakat, evaluasi hasil pembangunan parit kampung (tali air), dan fasilitas bangunan lainnya berupa gedung serba guna, posyandu, sarana olahraga, gedung seni dan sekolah untuk anak usia dini.
57
“…untuk penilaian itu adalah urusan pemda sepengetahuan kami ini, sudah ad langsung yang ngeceknya, seperti kemarin ada orang yang ntah (kurang jelas) dari mana ngecek lagi hasil bangun, dilihat dari dari bajunya orang pemda.…” (MS, 48 Tahun)
Mayoritas responden berada pada level non partisipasi dengan jumlah sebaran 50 orang atau sebesar 83.3 persen dengan didominasi responden yang tergolong masyarakat kurang mampu yaitu dengan jumlah sebanyak 28 orang atau sebaran sebesar 86.7 persen. Responden yang tergolong ke dalam masyarakat mampu juga lebih banyak berada pada tahap non-partisipasi dengan sebaran 73.3 persen atau sebanyak 22 orang responden. Responden yang mencapai level tokinisme sebanyak 16.7 persen atau dengan jumlah 10 responden, dengan responden mayoritas yaitu masyarakat mampu dengan jumlah sebaran 8 responden atau sebesar 13.3 persen. Pada tahap ini responden dapat mengikuti proses penilaian dari hasil pembangunan yang ada di Kampung Sungai Rawa dan memberikan saran mengenai pembangunan yang ada dan kedepannya akan tetapi tidak menerima “feedback” atau tidak didengarkan oleh pemerintah kampung. Hal ini dikarenakan pemerintah lebih memikirkan pertanggung jawaban kepada badan pengawas dari pemerintah daerah daripada pertanggung jawaban kepada masyarakat. selain itu pemerintah juga beranggapan bahwa pembangunan telah dianggap berhasil karena tidak adanya kritikan dari masyarakat kampung. “…kalau untuk penilaian pembangunan ni belum ado masyarakat komentar lagi masalah kurang inilah itulah, masyarakat terimo ajo hasilnyo macam tu. Lagipun orang yang ngawasnyo tu dah ado dah yang dari pemda, misalnyo bangunan tu targetnyo 100 kalau dilapang cumo 90, pasti ado pertangungjawaban, ditanyo kemano 10 lagi? Tapi sejauh ni belum ado lagi sampai harus balekkan duit pembangunan tu…” (NH, 41 tahun)
Pada tahap evaluasi hasil pembangunan melalui penggunaan dana desa di Kampung Sungai Rawa ini penulis tidak menemukan responden yang mencapai level citizen powership, yang berartikan tidak ada partisipasi penuh masyarakat dalam memberikan penilaian. Tidak terdapatnya timbal balik dari negosiasi antara masyarakat dengan pemerintah dan tidak terdapat pembagian kekuasaan kepada masyarakat oleh pemerintah kampung yang dalam hal ini sebagai pemilik kekuasaan dalam evaluasi hasil pembangunan.
58
59
ANALISIS FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT Partisipasi masyarakat yang dikaji dalam penelitian ini, merujuk pada tahapan partisipasi menurut Uphoff (1979) yaitu perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil dan Evauasi. Selanjutnya peneliti melakukan pemetaan tingkat partisipasi menurut Arnstein (1980), yaitu manipulasi dan terapi termasuk ke dalam non partisipasi; informasi, konsultasi, dan placation termasuk kedalam tokenism; selanjutnya partnership, delegasi kewenangan dan kontrol termasuk ke dalam citizen power. Pada bagian ini peneliti akan menganalisis dua hal mengenai hubungan faktor internal (umur, tingkat pendidikan jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan) dan faktor eksternal (tingkat intensitas interaksi dan tingkat transpasransi) responden dalam penelitian yang menjadi sample dari populasi masyarakat Kampung Sungai Rawa dengan tingkat partisipasi disetiap tahapan proses pembangunan desa. Hasil analisis akan disajikan menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Rank Spearman. Hubungan antara Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Kajian tingkat partisipasi beberapa tujuan yaitu untuk mengetahui hubungan antara faktor internal meliputi umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi pada keseluruhan proses pembanguan. Pada pengujian statistik penelitian ini, terdapat dua hipotesis yang diasumsikan, yaitu: H0:
Tidak terdapat hubungan antara faktor internal dan tingkat partisipasi masyarakat.
H1:
Terdapat hubungan antara faktor internal dan tingkat partisipasi masyarakat.
Hubungan antara Pembangunan
Umur
dengan
Tingkat
Partisipasi
pada
Proses
Analisis hubungan ini digunakan untuk melihat sejauh mana faktor internal, yakni umur dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan menurut kelompok masyarakat. Hasil analisis akan disajikan menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Rank Spearman. Hipotesis awal (H0) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan sedangkan (H1) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara umur dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan. Untuk lebih jelasnya hubungan antara kedua kategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 27 dan Tabel 28.
60
Tabel 27 Tingkat partisipasi menurut umur responden dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Umur Responden Tingkat Partisipasi
non-produktif
Total
produktif
n
%
n
%
n
%
Non Partisipasi Tokenisme Citizen power
18 0 0
100.0 0.0 0.0
10 2 0
83.3 16.7 0.0
28 2 0
93.3 6.7 0.0
Total
18
100.0
12
100.0
30
100.0
Berdasarkan Tabel 27, untuk responden yang tergolong pada masyarakat kurang mampu pada kategori umur Non-Produktif (<15 tahun, >64 tahun) sebesar 100.0 persen atau 18 orang termasuk pada kategori non-partisipasi, kategori umur Produktif (15 - 64 tahun) sebesar 83.3 persen atau 10 orang juga pada kategori non-partisipasi. Hubungan antara usia dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan juga dianalisis menggunakan uji Rank Spearman. Karena Nilai Signifikansi sebesar 0.039 (< 0.1) maka hipotesis yang diterima adalah H1 dengan koefisien korelasi sebesar 0.327*, yang mempunyai terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan dengan kekuatan hubungan bersifat moderat. Tabel 28 Tingkat partisipasi menurut umur responden dari kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Umur Responden Tingkat Partisipasi
non-produktif n
%
Total
produktif n
%
n
%
Non Partisipasi Tokenisme Citizen power
1 0 0
100.0 0.0 0.0
15 14 0
51.7 48.3 0.0
16 14 0
53.3 46.7 0.0
Total
1
100.0
29
100.0
30
100.0
Merujuk data pada Tabel 28 menunjukkan untuk responden yang tergolong pada masyarakat mampu pada kategori umur non-produktif (<15 tahun, >64 tahun), 1 orang termasuk pada kategori non-partisipasi, kategori umur produktif (15 - 64 tahun) sebesar 51.7 persen atau 15 orang termasuk pada kategori nonpartisipasi dan 48.3 persen atau 14 orang termasuk pada kategori tokenisme. Hubungan antara usia dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan juga dianalisis menggunakan uji Rank Spearman. Hubungan antara usia dengan tingkat partisipasi pada tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan yangdianalisis menggunakan uji Rank Spearman menunjukkan nilai Signifikansi > 0.05 maka
61
hipotesis yang diterima adalah H0, yang mempunyai arti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan. Hasil temuan di lapang, masyarakat yang tergolong masyarakat kurang mampu yang sebagian besar adalah orang-orang yang tergolong lanjut usia menjadi keterbatasan tersendiri bagi mereka untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan. Seseorang bisa berpartisipasi pada setiap tahap-tahap dalam proses pembangunan ini apabila mampu dalam fisik dan mampu dalam materi. “… uwan (nenek) ini sudah tua, jangankan mau ikut kumpul, mau berjalan aja sudah tidak kuat, samalah dengan orang-orang yang sejawat dengan uwan…” (PN, 79 Tahun) “….semuanya berhak ikut undian (untuk proyekan) itu, tak tebatas setiap kalangan bisa ikut, tapi dikembalikan lagi, dia mampu tidak? (dalam artian materi)….” (YY, 53 Tahun)
Usia tidak menentukan seseorang untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan pemanfaatan hasil pembangunan yang ada di Kampung Sungai Rawa. Seluruh hasil pembangunan merupakan hak untuk setiap masyarakat yang ada di kampung tersebut, karena pembangunan dilaksanakan untuk menunjang kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. secara sadar maupun tidak sadar, masyarakat akan tetap merasakan manfaat dari pembangunan yang ada di Kampung Sungai Rawa yang wujudnya berupa fisik nyata. “…tidak mungkin pula kita tidak menggunakan jalan dan tali air (parit) itu, sudah jelas terpampang dekat rumah kita ini.…” (AK, 50 Tahun) “… yang jelas tentu digunakan pembangunannya itu. pembangunan sudah terasa, jelas ada bentuknya… …” (ZH, 44 tahun)
Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi pada Proses Pembangunan Analisis hubungan ini digunakan untuk melihat sejauh mana faktor internal, yakni tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi menurut masyarakat pada proses pembangunan. Hasil analisis akan disajikan menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Rank Spearman. Hipotesis awal (H0) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi pada tahap proses pembangunan sedangkan (H1) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan. Untuk lebih jelasnya hubungan antara kedua kategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 29 dan Tabel 30.
62
Tabel 29 Tingkat partisipasi menurut tingkat pendidikan responden dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Partisipasi
Rendah
Sedang
Total
Tinggi
n
%
n
%
n
%
n
%
Non Partisipasi Tokenisme Citizen power
28 2 0
93.3 6.7 0.0
0 0 0
0.0 0.0 0.0
0 0 0
0.0 0.0 0.0
28 2 0
93.3 67 0.0
Total
30 100.0
0
0.0
0
0.0
30
100.0
Berdasarkan data pada Tabel 29, responden yang tergolong pada masyarakat kurang mampu dengan tingkat pendidikan rendah mayoritas atau sebesar 93.3 persen atau 28 orang termasuk pada kategori non-partisipasi. Berdasarkan uji Rank Spearman hasil di atas tidak dapat dilihat keterhubungannya, hal ini disebabkan karena data yang homogen dimana variabel pengarung hanya berada pada satu tingkatan saja, sehingga tidak bisa dilihat perbandingan untuk setiap tingkat pada variabel pengaruh terhadap tingkat partisipasi pada proses pembangunan. Hasil temuan di lapang, masyarakat yang tergolong masyarakat kurang mampu cenderung berada pada tingkat pendidikan yang rendah karena seluruhnya adalah orang-orang yang berusia lanjut dan dahulunya sangatlah sulit untuk menempuh pendidikan jika di lihat dari keadaan kampung. “…orang yang sudah tua disini, ketika tua dulu bagaimana mau sekolah tinggi- tinggi, tempat sekolahnya saja jauh, kalau dilihat dulu kampung ini masih hutan rimba, bagaimana mau pregi sekolah, ada juga paling di seberang kalau kalau tidak di siak…” (ZF, 48 Tahun)
Rendahnya pendidikan masyarakat dengan masyarakat rendah bukanlah menjadi hal yang dapat membedakan tingkat partisipasi masyarakat salam proses pembangunan di Kampung Sungai Rawa, melainkan kembali lagi dalam bentuk kemampuan masyarakat tersebut untuk berpartisipasi. Tabel 30 Tingkat partisipasi menurut tingkat pendidikan responden dari kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Partisipasi
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
n
n
%
n
%
n
%
%
Non Partisipasi Tokenisme Citizen power
0 0 0
0.0 0.0 0.0
8 12 0
40.0 60.0 0.0
8 2 0
80.0 20.0 0.0
16 14 0
53.3 46.7 0.0
Total
0
0.0
20
100.0
10
100.0
30
100.0
63
Berdasarkan data pada Tabel 30 menunjukkan sebagian responden yang tergolong pada masyarakat mampu dengan tingkat pendidikan sedang sebesar 60.0 persen atau 12 orang termasuk pada kategori tokenisme. Sedangkan sebagian besar responden yang tergolong pada masyarakat mampu dengan tingkat pendidikan tinggi sebesar 80.0 persen atau 8 orang termasuk pada kategori nonpartisipasi. Berdasarkan uji Rank Spearman hasil di atas dapat dilihat hubungan dimana nilai signifikan sebesar 0.020 (< 0.01) dan nilai koefisien korelasi sebesar -0.378* yang mempunyai arti terdapat hubungan signifikan yang moderat antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi dengan arah yang negatif, apabila semakin tinggi pendidikan maka partisipasi semakin rendah. Hasil di lapangan dan observasi penulis menunjukkan bahwa masyarakat yang selalu berpartisipasi dalam kegiatan adalah masyarakat yang tergolong sebagai aparat pemerintahan kampung (seperti LMK dan BPKam) dan masyarakat yang memiliki kedekatan dengan orang-orang tersebut, dimana sebagian besar merupakan masyarakat dengan tingkat pendidikan menengah. Melihat partisipasi yang hanya sampai pada tingkat tokenisme dirasa wajar karena pemegang kekuasaan penuh adalah pemerintah kampung, bukan khalayak masyarakat. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi pada tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan namun hubungannya tidak begitu kuat. Kebanyakan dari masyarakat yang berpartisipasi tidaklah berpendidikan tinggi melainkan yang memiliki tingkat pendidikan sedang. “…mau dibilang masyarakat yang ikut-ikut kegiatan tu tak jugo harus orang sekolah tetinggi, lagipun bukan banyak yang sekolah tinggi kat sini…” (MF, 31 Tahun)
Tingkat pendidikan biasanya menjadi tolak ukur tersendiri dalam melihat seberapa besar prioritas usulan pembangunan yang harus diambil. Biasanya masyarakat yang ikut berpartisipasi lebih tinggi adalah orang-orang yang berada pada lingkup pemerintahan kampung yang sebagian besar berpendidikan sedang dan tinggi. Hubungan antara Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Partisipasi pada Proses Pembangunan Analisis hubungan ini digunakan untuk melihat sejauh mana faktor internal, yakni jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi pada signifikan menurut kelompok masyarakat. Hasil analisis akan disajikan menggunakan tabulasi silang dan uji Chi Square. Hipotesis awal (H0) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi pada signifikan sedangkan (H1) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi pada signifikan. Untuk lebih jelasnya hubungan antara kedua kategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 31 dan Tabel 32.
64
Tabel 31 Tingkat partisipasi menurut jenis pekerjaan responden dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Jenis Pekerjaan Tingkat Partisipasi
Pertanian
Total
Non-pertanian
n
%
n
%
n
%
Non Partisipasi Tokenisme Citizen power
13 2 0
86.7 13.3 0.0
15 0 0
100.0 0.0 0.0
28 2 0
93.3 6.7 0.0
Total
15
100.0
15
100.0
30
100.0
Merujuk data dari Tabel 31, bagi responden yang tergolong dalam masyarakat kurang mampu dan bekerja di bidang pertanian sebesar 86.7 persen atau 13 orang termasuk pada kategori non-partisipasi, sementara partisipan program yang bekerja di bidang non-pertanian sebesar 100.0 persen atau 15 orang juga termasuk pada kategori non-partisipasi. Hubungan antara jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan yang dianalisis menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai signifikansi lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.1 maka r > 0.1 sehingga hipotesis yang diterima adalah H0. Hal tersebut menjelaskan bahwa baik jenis pekerjaan yang berhubungan dengan pertanian maupun non-pertanian tidak menjamin akan turut berpartisipasi dalam proses pembangunan. Sesuai dengan ungkapan dari Bapak MS (48 Tahun). “….rasa-rasanya kalau mengikuti rapat-rapat itu tidak melihat dia dari mana atau pun kerjanya apa, kalau mau ikut ya ikutlah, kalau tidak mau ikut siapa yang mau melarang, itu hak dia….”
Tabel 32 Tingkat partisipasi menurut jenis pekerjaan responden dari kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Jenis Pekerjaan Tingkat Partisipasi
Pertanian
Total
Non-pertanian
n
%
n
%
n
%
Non Partisipasi Tokenisme Citizen power
6 2 0
75.0 25.0 0.0
10 12 0
45.5 54.5 0.0
16 14 0
53.3 46.7 0.0
Total
8
100.0
22
100.0
30
100.0
Merujuk data dari Tabel 32, responden yang tergolong dalam masyarakat mampu dan bekerja di bidang pertanian sebesar 75.0 persen atau 6 orang termasuk pada kategori non-partisipasi, responden yang tergolong dalam masyarakat
65
mampu dan bekerja di bidang non-pertanian sebesar 54.5 persen atau 12 orang termasuk pada kategori tokenisme. Hubungan antara jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan yang dianalisis menggunakan uji Chi Square. Hasil penelitian menggunakan uji Chi Square menunjukkan bahwa nilai signifikansi lebih besar dari taraf nyata atau α sebesar 0.1 maka r > 0.1 sehingga hipotesis yang diterima adalah H0. Hal tersebut menjelaskan bahwa baik jenis pekerjaan yang tidak dapat memastikan masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam proses pembangunan. Sesuai dengan ungkapan dari Bapak NZ (40 Tahun). “….yang ikut-ikut itu banyak juga yang tak bisa karena behalangan, rapatrapat disini biasanya itu pagi, jam-jam kantor yang sudah pasti puny pekerjaaan sendiri, tentu tidak bisa ikut, seperti yang mendodos dan kerja di hutan itu, makanya yang bisa ikut-ikut itu orang-orang yang berkerja di sekitar sini ajalah ….”
Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Partisipasi pada Proses Pembangunan Analisis hubungan ini digunakan untuk melihat sejauh mana faktor internal, yakni tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan menurut masyarakat ekonomi masyarakat. Hasil analisis akan disajikan menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Rank Spearman. Hipotesis awal (H0) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan sedangkan (H1) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan. Untuk lebih jelasnya hubungan antara kedua kategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 33 dan Tabel 34. Tabel 33 Tingkat partisipasi menurut tingkat pendapatan responden dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat pendapatan Responden Tingkat Partisipasi
Rendah
Sedang
Tinggi
n
%
n
n
Non Partisipasi Tokenisme Citizen power
28 2 0
93.3 6.7 0.0
0 0 0
0.0 0.0 0.0
Total
30 100.0
0
0.0
%
Total
%
n
%
0 0 0
0.0 0.0 0.0
28 2 0
93.3 67 0.0
0
0.0
30
100.0
Berdasarkan data pada Tabel 33, responden yang tergolong pada masyarakat kurang mampu dengan tingkat pendapatan rendah mayoritas atau sebesar 93.3 persen atau 28 orang termasuk pada kategori non-partisipasi. Berdasarkan uji Rank Spearman hasil di atas tidak dapat dilihat keterhubungannya, hal ini disebabkan karena data yang homogen dimana variabel pengarung hanya berada pada satu tingkatan saja, sehingga tidak bisa dilihat
66
perbandingan untuk setiap tingkat pada variabel pengaruh terhadap tingkat partisipasi pada proses pembangunan. Hasil temuan di lapang, masyarakat yang tergolong masyarakat kurang mampu keseluruhannya adalah masyarakat yang berada pada tingkat pendapatan rendah dan merupakan kalangan yang kurang berpartisipasi. Tabel 34 Tingkat partisipasi menurut tingkat pendapatan responden dari kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat pendapatan Responden Tingkat Partisipasi
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
n
n
%
n
%
n
%
%
Non Partisipasi Tokenisme Citizen power
0 0 0
0.0 0.0 0.0
8 12 0
40.0 60.0 0.0
8 2 0
80.0 20.0 0.0
16 14 0
53.3 46.7 0.0
Total
0
0.0
20
100.0
10
100.0
30
100.0
Berdasarkan data pada Tabel 34, sebagian responden yang tergolong pada masyarakat mampu dengan tingkat pendapatan sedang sebesar 60.0 persen atau 12 orang termasuk pada kategori tokenisme. Sedangkan sebagian besar responden yang tergolong pada masyarakat mampu dengan tingkat pendapatan tinggi sebesar 80.0 persen atau 8 orang termasuk pada kategori non-partisipasi. Berdasarkan uji Rank Spearman hasil di atas dapat dilihat hubungan dimana nilai signifikan < 0.05 dan nilai koefisien korelasi sebesar -0.378 yang mempunyai arti terdapat hubungan signifikan yang moderat antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi dengan arah yang negatif, apabila semakin tinggi pendapatan maka partisipasi semakin rendah. Hasil di lapangan dan observasi penulis menunjukkan bahwa masyarakat yang selalu berpartisipasi dalam kegiatan adalah masyarakat yang tergolong sebagai aparat pemerintahan kampung (seperti LMK dan BPKam) dan masyarakat yang memiliki kedekatan dengan orang-orang tersebut, dimana sebagian besar merupakan masyarakat dengan tingkat pendapatan sedang. Masyarakat yang mempunyai tingkat pendapatan tinggi jarang sekali mencampuri kegiatan pembangunan desa karena kesibukannya pada pekerjaan yang digelutinya. “…pembangunan di sini bagaimana ya, kami ikut saja apa yang dibuat oleh pemerintah, lagi pula kami tidak mengeti, orang-orang itu sajalah yang paham akan itu …” (HH, 69 Tahun)
Melihat partisipasi yang hanya sampai pada tingkat tokenisme dirasa wajar karena pemegang kekuasaan penuh adalah pemerintah kampung, bukan khalayak masyarakat.
67
Hubungan antara Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi pada Proses Pembangunan Kajian tingkat partisipasi pada tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan memiliki beberapa tujuan yaitu untuk mengetahui hubungan antara faktor eksternal meliputi tingkat intensitas interaksi dan tingkat transparansi dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan. Pada pengujian statistik penelitian ini, terdapat dua hipotesis yang diasumsikan, yaitu: H0:
Tidak terdapat hubungan antara faktor eksternal dan tingkat partisipasi masyarakat pada proses pembangunan.
H1:
Terdapat hubungan antara faktor eksternal dan tingkat partisipasi masyarakat pada proses pembangunan.
Hubungan antara Tingkat Intensitas Interaksi dengan Tingkat Partisipasi pada Proses Pembangunan Analisis hubungan ini digunakan untuk melihat sejauh mana faktor eksternal, yakni tingkat intensitas interaksi dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan menurut kelompok masyarakat. Hasil analisis akan disajikan menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Rank Spearman. Hipotesis awal (H0) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat intensitas interaksi dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan sedangkan (H1) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat intensitas interaksi dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan. Untuk lebih jelasnya hubungan antara kedua kategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 35 dan Tabel 36. Tabel 35 Tingkat partisipasi menurut tingkat intensitas interaksi dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat Intensitas Interaksi Tingkat Partisipasi
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
n
%
n
%
n
%
n
%
Non Partisipasi Tokenisme Citizen power
13 0 0
100.0 0.0 0.0
14 0 0
100.0 0.0 0.0
1 2 0
33.3 66.7 0.0
28 2 0
93.3 6.7 0.0
Total
13
100.0
14
100.0
3
100.0
30
100.0
Berdasarkan data pada Tabel 35, untuk responden yang tergolong pada masyarakat kurang mampu yang merasa tingkat intensitas interaksi rendah, keseluruhannya berada pada tingkat partisipasi non-partisipasi yaitu sebesar 100.0 persen atau sebanyak 13 orang. Responden merasa tingkat intensitas interaksi sedang, keseluruhannya berada pada tingkat partisipasi non-partisipasi yaitu sebanyak 14 orang. Sedangkan responden yang merasa tingkat intensitas interaksi
68
tinggi, sebagian besar berada pada tingkat partisipasi tokenisme yaitu sebesar 66.7 persen atau sebanyak 2 orang. Hubungan antara tingkat intensitas interaksi dengan tingkat partisipasi pada tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan yang dianalisis menggunakan uji Rank Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat intensitas interaksi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Karena Nilai Signifikansi 0.005 (< 0.1) maka hipotesis yang diterima adalah H1 dan koefisien korelasi 0.461** yang berarti berhubungan moderat. Hasil di lapang menunjukkan, masyarakat yang mengikuti kegiatan perencanaan pembangunan selain tokoh, merupakan kalangan yang tergolong dekat dengan aparat pemerintahan di Kampung Sungai Rawa. Kedekatan bisa diartikan dengan seringnya aparat desa berinteraksi dengan masyarakat. seperti yang diungkapkan oleh Bapak NT (63 Tahun). “…sampai hari ini kalau urusan perencanaan pembangunan itu, dia dengan dia sajalah (perangkat desa), kami orang biasa ini mana tahu menahu, jangankan mau tahu, diajak saja tidak, kalaupun diajak ya orang-orang dekat laut itu saja (masyarakat yang dekat dengan kantor pemerintahan kampung)....”
Tabel 36 Tingkat partisipasi menurut tingkat intensitas interaksi dari masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat Intensitas Interaksi Tingkat Partisipasi
Rendah
Sedang
Tinggi
n
%
n
%
n
Non Partisipasi Tokenisme Citizen power
7 1 0
87.5 12.5 0.0
7 3 0
70.0 30.0 0.0
Total
8
100.0
10
100.0
Total
%
n
%
2 10 0
16.7 83.3 0.0
16 14 0
53.3 46.7 0.0
12
100.0
30
100.0
Merujuk data pada Tabel 36 menunjukkan untuk responden yang tergolong pada masyarakat mampu yang merasa tingkat intensitas interaksi rendah, mayoritas berada pada tingkat partisipasi non-partisipasi yaitu sebesar 87.5 persen atau sebanyak 7 orang. Responden yang merasa tingkat intensitas interaksi sedang, sebagian besar berada pada tingkat partisipasi non-partisipasi yaitu sebesar 70.0 persen atau sebanyak 7 orang. Sedangkan responden yang yang merasa tingkat intensitas interaksi tinggi, mayoritas berada pada tingkat partisipasi tokenisme yaitu sebesar 83.3 persen atau sebanyak 10 orang. Hubungan antara tingkat intensitas interaksi dengan tingkat partisipasi pada tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan yang dianalisis menggunakan uji Rank Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat intensitas interaksi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Karena Nilai Signifikansi 0.000 (< 0.1) maka
69
hipotesis yang diterima adalah H1 dan koefisien korelasi 0.600** yang berarti berhubungan agak kuat. Hasil di lapang juga menunjukkan hal yang sama, dimana masyarakat yang ikut andil atau turut berpartisipasi dalam proses pembangunan merupakan orang-orang yang memiliki kedekatan dengan aparat pemerintahan kampung, seperti paparan dari NZ (40 Tahun) “….kalau mau dilihat kembali kita tidak bisa berbohong (tidak dapat disembunyikan), banyak orang yang berkerja di sini (kantor desa) tidak lain adalah kerabat dan saudara dari petinggi kantor itu juga….”
Selain itu, kenyataan di lapang menunjukkan pada tahap implementasi merupakan tahap yang paling banyak antusias dari masyarakat Kampung Sungai Rawa, selain sistem undian proyek yang menjadi daya tarik, intensitas komunikasi yang intens dilakukan pemerintah kampung juga menjadi pendorong sendiri bagi masyarakat untuk hadir dalam tahap implementasi. Selain itu hal yang menyebabkan lebih tinggi partisipasi untuk masyarakat mampu adalah sistem proyek yang berlaku untuk kegiatan pembangunan. Hubungan antara Tingkat Transparansi dengan Tingkat Partisipasi pada Proses Pembangunan Analisis hubungan ini digunakan untuk melihat sejauh mana faktor eksternal, yakni tingkat transparansi dengan tingkat partisipasi pada tahap tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan dalam pembangunan menurut kelompok masyarakat. Hasil analisis akan disajikan menggunakan tabulasi silang dan uji korelasi Rank Spearman. Hipotesis awal (H0) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat transparansi dengan tingkat partisipasi pada tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan sedangkan (H1) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat transparansi dengan tingkat partisipasi pada tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan. Untuk lebih jelasnya hubungan antara kedua kategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 37 dan Tabel 38. Tabel 37 Tingkat partisipasi menurut tingkat transparansi dari kelompok masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat Transparansi Tingkat Partisipasi
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
n
%
n
%
n
%
n
%
Non Partisipasi Tokenisme Citizen power
23 0 0
100.0 0.0 0.0
4 0 0
100.0 0.0 0.0
1 2 0
33.3 66.7 0.0
28 2 0
93.3 6.7 0.0
Total
23
100.0
4
100.0
3
100.0
30
100.0
70
Berdasarkan data dari Tabel 37 menunjukkan untuk responden yang tergolong pada masyarakat sosial kurang mampu yang merasa tingkat transaparansi rendah, keseluruhannya berada pada tingkat partisipasi nonpartisipasi yaitu sebanyak 23 orang. Responden merasa tingkat transaparansi sedang, keseluruhannya berada pada tingkat partisipasi non-partisipasi yaitu sebanyak 4 orang. Sedangkan responden yang merasa tingkat transaparansi tinggi, sebagian besar berada pada tingkat partisipasi tokenisme yaitu sebesar 66.7 persen atau sebanyak 2 orang. Hubungan antara tingkat trasnpasransi dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan yang dianalisis menggunakan uji Rank Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat transparansi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam dalam proses pembangunan, dimana Nilai Signifikansi sebesar 0.001 (< 0.1) maka hipotesis yang diterima adalah H1 dan koefisien korelasi 0.564 yang berarti berhubungan sedang. Tabel 38 Tingkat partisipasi menurut tingkat transparansi dari kelompok masyarakat mampu di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit tahun 2016 Tingkat Transparansi Tingkat Partisipasi
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
n
%
n
n
%
n
%
Non Partisipasi Tokenisme Citizen power
6 0 0
100.0 0.0 0.0
10 4 0
71.4 28.6 0.0
0 10 0
0.0 100.0 0.0
16 14 0
53.3 46.7 0.0
Total
6
100.0
14
100.0
10
100.0
30
100.0
%
Berdasarkan data dari Tabel 38, untuk responden yang tergolong pada masyarakat mampu yang merasa tingkat transaparansi rendah, keseluruhannya berada pada tingkat partisipasi non-partisipasi yaitu sebesar 100.0 persen atau sebanyak 6 orang. Responden merasa tingkat transaparansi sedang, sebagian besar berada pada tingkat partisipasi tokenisme yaitu sebesar 71.4 persen atau sebanyak 10 orang. Sedangkan responden yang merasa tingkat transaparansi tinggi, seluruhnya berada pada tingkat partisipasi tokenisme yaitu sebesar 100.0 persen atau sebanyak 10 orang. Hubungan antara tingkat trasnpasransi dengan tingkat partisipasi pada proses pembangunan yang dianalisis menggunakan uji Rank Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat transparansi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam dalam proses pembangunan, dimana Nilai Signifikansi sebesar 0.000 (< 0.1) maka hipotesis yang diterima adalah H1 dan koefisien korelasi 0.768** yang berarti berhubungan kuat. Hasil di lapang juga mendukung penjelasan di atas. Masyarakat yang ikut berpartisipasi dan bisa mencapai tingkat tokenisme adalah masyarakat yang mempunyai pengetahuan yang tinggi pula mengenai penggunaan dana desa di Kampung Sungai Rawa. Pengetahuan ini diperoleh dari pemaparan yang
71
diberikan oleh aparat pemerintah kampung untuk menunjukkan transparansi dari penggunaan dana desa. “….kami ini termasuk wakil masyarakat yang ditunjuk langsung sama pak penghulu, untuk berapa besar duit yang diterima desa ini dan untuk apa saja tentu diberitahu ketika ada rapat-rapat itu…. Kalau seperti kami-kami ini wajib ikut semua kegiatan tersebut (terkait seberapa besar dan untuk apa digunakan sudah dijelaskan pada saat rapat… dan kami wajib mengikuti semua kegiatan tersebut).” (EM, 45 Tahun)
Masyarakat yang bisa dikatakan masyarakat awam lebih cenderung berada pada tingkat non-partisipasi karena ketidak tahuan mereka akan dana desa, kurangnya sosialisasi dan ketransparanan aparat pemerintah kampung membuat masyarakat merasa tidak diikutsertakan dalam proses pembangunan. Hal ini seperti yang dituturkan oleh ZU (39 Tahun). “kami ini tidak tahu bagaimana dan berapa duit-duit yang di dapat kampung ini, dan tidak tahu dari mana saja. Tidak ada pemberitahuan ke kami, palingan kalau masyarakat ingin tahu harus bertanya: kumpul tentang apa tadi? Ke orang-orang desa, barulah lumayan tersebar dari mulut ke mulut…. Kalau masalah duit-duit kampung ini yang tahu yang jelas orang-orang dalam kantor itu, soalnya orang itu yang menjalankan semua”
72
73
PENUTUP Kesimpulan Penggunaan dana desa anggaran Tahun 2015/2016 untuk pembangunan di Kampung Sungai Rawa berfokus pada pembangunan infrastruktur untuk menunjang perkembangan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang terjadi selama anggaran tahun tersebut digunakan untuk pembangunan jalan di lingkungan masyarakat, drainase, dan perawatan bangunan sarana umum. Pada pelaksanaannya penggunaan dana desa tidak seutuhnya menghasilkan bangunan tertentu dikarenakan kecilnya pendapatan dari anggaran dana desa dibandingkan dana pendapatan desa lainnya, sehingga harus digabungkan terlebih dahulu dengan anggaran pendapatan yang lainnya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan kampung melalui penggunaan dana desa secara keseluruhan masih pada tingkatan non-partisipasi. Masyarakat yang tergolong masyarakat kurang mampu berada pada kriteria manipulasi, sedangkan masyarakat yang tergolong golongan masyarakat mampu sebagian besar berada pada kriteria terapi. Rendahnya patisipasi masyarakat ini dipengaruhi karena kurangnya kesempatan yang dimiliki sebagian masyarakat untuk turut serta dan ditambah dengan kemampuan dan kemauan masyarakat yang masih belum mampu untuk mencapai tahap yang lebih tinggi. Proses pembangunan yang terjadi terbagi kedalam beberapa tahap seperti pelaksanaan program lainnya. Tahap-tahap tersebut adalah pengambilan keputusan dalam perencanaan, implementasi hasil pembangunan, pemanfaatan hasil pembangunan, dan evaluasi/penilaian hasil pembangunan. Pada pelaksanaannya, tahap-tahap dalam proses pembangunan di Kampung Sungai Rawa sering mengalami tumpang tindih, dalam artian dalam sekali rapat pertemuan bersama warga bisa terjadi langsung beberapa tahapan yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan evaluasi. Keunikan ini tentu dapat mengurangi efektifitas pertemuan yang dilaksanakan karena terlalu banyak informasi yang harus diterima dan dipahami oleh masyarakat, serta tidak beraturan topik pembahasan, sehingga menyulitkan masyarakat untuk memilah informasi-informasi yang sesuai. Terdapat hubungan antara faktor internal yaitu umur, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi masyarakat untuk masyarakat kurang mampu dan mampu. Terdapat pengecualian untuk umur pada masyarakat mampu yang mempunyai nilai signifikan yang kecil, serta tingkat pendidikan dan pendapatan untuk masyarakat kurang mampu dimana data yang didapat homogen sehingga tidak bisa dijadikan berbandingan untu melihat keterhubungan. Kemudian terdapat hubungan yang signifikan antara faktor eksternal yaitu tingkat intensitas interaksi dan tingkat transparansi dengan tingkat paritisipasi dalam proses pembangunan. Tingkat partisipasi masyarakat untuk masyarakat kurang mampu di Kampung Sungai Rawa akan meningkat apabila umur masyarakat tergolong pada umur produktif yaitu dalam rentang 16-64 tahun dan memiliki pekerjaan yang
74
tergolong jenis pekerjaan di bidang non-pertanian. Pada masyarakat mampu, tingkat partisipasi masyarakat di Kampung Sungai Rawa akan meningkat apabila memiliki pekerjaan yang tergolong jenis pekerjaan di bidang pertanian dan tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat cenderung pada tingkat sedang. Sedangkan untuk faktor eksternal yaitu tingkat intensitas interaksi dan tingkat transparansi yang tinggi mampu meningkatkan tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan baik untuk masyarakat kurang mampu dan mampu di Kampung Sungai Rawa. Saran Bagi akademisi, penelitian ini memperlihatkan bahwa fenomena sosial pembangunan desa melalui penggunaan dana desa yang terjadi di daerah pedesaan sangat diperlukan partisipasi setiap kalangan di daerah pedesaaan tersebut. Pengarauh faktor internal dan eksternal yang ada pada masyarakat perlu diperhatikan kembali agar mengetahui penyebab masyarakat mau untuk berpartisipasi Partisipasi yang dilihat tidaklah hanya dengan sekedar hadir namun harus dilihat kembali sampai pada tahap apakah partisipasi tersebut dilaksanakan. Bagi pemerintah desa, berdasarkan temuan di lapangan, partisipasi yang terjadi belum melibatkan masyarakat secara keseluruhan, sehingga makna pembangunan belum menjadikan masyarakat sebagai subjek dari pembangunan tersebut. Karena tidak terjadi pendelegasian kekuasaan membuat partisipasi masyarakat hanya dalam bentuk formalitas karena adanya struktur organisasi. Interaksi yang intens dengan masyarakat dan ketransparanan segala sesuatu yang berhubungan dengan anggaran dana desa terbukti sangat berpengaruh dengan rasa ingin berpartisipasi masyarakat dalam pembangunan. Agar pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya, perlu diadakan musyawarah dengan setiap kalangan masyarakat sehingga didapat usulan yang menjadi prioritas bagi masyarakat. Prioritas penggunaan dana desa haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip: Keadilan, dengan mengutamakan hak atau kepentingan seluruh warga desa tanpa membedabedakan; Kebutuhan Prioritas, dengan mendahulukan yang kepentingan Desa yang lebih mendesak, lebih dibutuhkan dan berhubungan langsung dengan kepentingan sebagian besar masyarakat Desa; dan Tipologi Desa, dengan mempertimbangkan keadaan dan kenyataan karakteristik geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi, dan ekologi desa yang khas, serta perubahan atau perkembangan kemajuan desa. Sementara itu, dalam penyusunan Tipologi Desa harus disusun berdasarkan, Kekerabatan Desa, Hamparan, Pola Permukiman, Mata Pencaharian, dan/atau tingkat perkembangan kemajuan Desa. Bagi masyarakat, menghilangkan sikap apatis terhadap pembangunan merupakan langkah yang tepat agar terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Perasaan cukup menerima hasil saja tidak akan merubah pembangunan yang telah dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya. Masyarakat harus berani untuk menyuarakan aspirasinya, sehingga perencanaan pembangunan yang akan dilaksanakan dapat ditentukan skala prioritasnya.
75
DAFTAR PUSTAKA Ardilah T, Makmur M, Hanafi I. 2014. Upaya kepala desa untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa (Studi di Desa Bareng Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang). Jurnal Administrasi Publik (JAP). Malang : Universitas Brawijaya. Ariyani I. 2007. Penguatan partisipasi masyarakat dalam program imbal swadaya di Desa Curug Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.120 hal. Arnstein. 2007. A Ladder of Citizen Participation. http://www.lithgrowschmidt.dk/sherry-arnstein/ladder-of-citizen-participation.pdf. (diakses 15 Februari 2016) Adisasmita R. 2006. Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2005. Konsep Rumah Tangga [internet]. [diunduh 19 Desember 2014]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, September 2012. Diunduh melalui http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1489. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data Jumlah Desa di Indonesia. Diunduh melalui http://bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1162. Cohen. 1977. Rural Development Participation : Concept and Measures For Project Design Implementation and Evaluation. New York : Rural Development Commite- Cornel University. Darmawi, 2014. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di Desa Talang Leak I Kecamatan Bingin Kuning kabupaten Lebong. Partisipasi_Masyarakat_ Dalam_Pelaksanaan_Program_Nasional_Pemberdayaan_Masyarakat_Mandi ri_Pedesaan_(PNPMP)_di_Desa_Talang_Leak_I_Kecamatan_Bingin_Kuni ng.pdf. Di akses tanggal 20 Maret 2016 Deviyanti. 2013. Studi Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Di Kelurahan Karang Jati Kecamatan Balikpapan Tengah. eJournal Administrasi Negara Universitas Mulawarman. Samarinda. Florensi H. 2014. Pelaksanaan kebijakan alokasi dana desa (add) dalam memberdayakan masyarakat desa di Desa Cerme, Kecamatan Grogol, Kabupaten Kediri. Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik. UNAIR: Surabaya. Girsang LJ. 2011. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Perbaikan Prasarana Jalan (Kasus: Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di Desa Megamendung, Bogor). IPB: Bogor.
76
Irawan. 2014. Indeks Kemandirian Desa : Metode, Hasil, dan Alokasi Pembangunan. Editor: Ivanovich Agusta dan Fujiartanto. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Kaemba GA. 2013. Kebijakan Pemerintah Desa dalam Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri. Jurnal Eksekutif. Diunduh melalui: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnaleksekutif/article/view/ 2679 Lugiarti E. 2004. Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Proses Perencanaan Program Pengambangan Masyarakat di Komunitas Desa Cijayanti. IPB: Bogor. Diunduh dari http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/7446 Nasdian FT. 2014. Pemgembangan Masyarakat. Bogor: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Ndraha T. 1982. Metodologi Penelitian Pembangunan Desa. Jakarta [ID]: PT. Bina Aksara Oktavia, Saharudin. 2013. Hubungan Peran Stakeholders Dengan Partisipasi Masyarakat Dalam Program Agropolitan Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Sodality : Jurnal Sosiologi Pedesaan. Bogor. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2007 tentang Profil Desa. Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016. Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta. Peraturan menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 93 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantaun, dan Pemanfaatan Dana Desa. Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta. Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2015 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta. Putra CK, Pratiwi R, Suwondo. 2013. Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam pemberdayaan Masyarakat Desa. Jurnal Administrasi Publik. Vol. 1, No. 6. Hlm. 3 Rahmawati, Sumarti T. 2011. Analisis Tingkat Partisipasi Peserta Program CSR Pemberdayaan Ekonomi PT Arutmin Indonesia. Sodality. ISSN: 1978-4333 Volume 05 No. 03 Rosalinda, Okta.2014. Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Menunjang Pembangunan Pedesaan (Studi Kasus : Desa Segodorejo dan Desa Ploso Kerep, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang). Jurnal Ilmiah. UNBRAW: Malang. Rusli S. 2005. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta (ID): LP3ES. Sihite R. 2007. Perempuan, Kesetaraan, dan Keadilan : Suatu Tinjauan Berwawasan Gender. Jakarta[ID] : PT RajaGrafindo Persada Sumodiningrat,
77
Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Singarimbun, Masri, Effendi S. 2008. Metode Penelitian Survai. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. Slamet M. 2003. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi, Surakarta: Sebelas Maret University Press. Sumodiningrat G. 2007. Pemberdayaan Sosial: Kajian Ringkas Tentang Pembangunan Manusia Indonesia. Jakarta: Kompas. Sunarti. 2003. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Perumahan secara Kelompok. Jurnal Tata Loka. Semarang: Planologi UNDIP. Supriyadi. 2010. Pengaruh Pemanfaatan hasil Program Dana Pembangunan Desa Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Di Pangkoh Sari Kecamatan Pandih Batu Kabupaten Pulang Pisau. Jurnal Manajemen dan Akuntansi. STIE: Kuala Kapuas. Suroso H, Hakim A, Noor I. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Di Desa Banjaran Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik. Jurnal online Brawijaya. Malang. Soetomo. 2008. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Swedianti K. 2011. Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) (Studi Kasus Pemanfaatan hasil Program Ekonomi Bergulir PNPM-MP di Desa Cimanggu I, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Syamsi S. 2014. Partisipasi Masyarakat Dalam Mengontrol Penggunaan Anggaran Dana Desa. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. UNITRI. Undang-Undang No. 06 Tahun 2014 tentang Desa. Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pemerintah Republik Indonesia. Jakarta. Wicaksono AM. 2010. Analisis Tingkat Partisipasi Warga dalam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Kasus PT Isuzu Astra Motor Indonesia Assy Plant Pondok Ungu). [Skripsi]. Bogor [ID] : Institut Pertanian Bogor
78
79
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Siak, Riau pada tanggal 3 Maret 1995, dari pasangan Khaidir J dan Masrani. Merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal di TK. Bina Kasih Kecamatan Siak Sri Indrapura pada tahun 1999-2000, SDN OO2 Siak pada tahun 2000-2006, SMPN 1 Siak pada tahun 2006-2009 dan SMAN 1 Siak pada tahun 2009-2012. Pada tahun 2012, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, melalui jalur BUD. Penulis adalah mahasiswa Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dan Minor Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Selama penulis menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan seperti MAX!! (Music Agricurtural XPression), sebagai anggota pada bidang musik; Forsia, sebagai anggota pada divisi syiar; Simpul Mati, sebagai anggota. Penulis juga pernah mengikuti berbagai kepanitiaan diantaranya ACRA 2013 dan 2014; Espent 2014; Index 2015. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan perlombaan music dan menang pada 2013. Penulis merupakan salah seorang penerima beasiswa utusan daerah dengan penyandang dana adalah Dinas Pendidikan Kabupaten Siak.
80
81
LAMPIRAN
82
Lampiran 1 Peta Lokasi penelitian
Gambar Lokasi Penelitian
Sketsa Lokasi Penelitian
83
Lampiran 2 Jadwal penelitian Kegiatan Penyusunan Proposal Skripsi Kolokium Perbaikan Proposal Pengambilan Data Lapang Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Uji Petik Sidang Skripsi Perbaikan Laporan Skripsi
Februari
Maret
April
Mei
Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
84
Lampiran 3. Dokumentasi Lapang
Proses wawancara mendalam bersama informan
Proses wawancara dengan responden dengan kuesioner
Gambar Kantor Kampung Sungai Rawa
85
Pembangunan infrastruktur yang terjadi di Kampung Sungai Rawa selama setahun kebelakang
86
*Dokumentasi Kampung Sungai Rawa pada saat rapat implementasi pembangunan
87
Lampiran 4. Catatan Tematik dari Informan CATATAN KE-1 Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa (Kasus: Dana Desa di Desa Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau) Topik
:
Meminta Izin dan Penggalian Informasi
Metode
:
Wawancara Mendalam
Informan/Partisipan
:
Bapak Aduar (Sekdes/Kerani)
Hari & Tanggal
:
Selasa, 22 Maret 2016
Waktu & Durasi
:
14.30-15.05 (35 menit)
Tempat
:
Rumah Informan
Kondisi & Situasi
:
Aman DESKRIPSI
Kampung Sungai Rawa merupakan nama lain dari Desa Sungai Rawa yang berubah sekitar satu tahun yang lalu. “.... namo desa kito ni dah diganti jadi kampung sungai rawa, kemarin tu pemerintah awak nyuruh balikkanlah lagi macam jaman dulu dengan maksud supayo makin tejalin kekeluargaan anto tiap masyarakat macam dedulu. Makonyo sekarang yang menjabat sebagai kepalo desa dulu kito sebut Pak Kades sekarang Pak Penghulu, habis tu sekretaris desa kito sebut Kerani dulunyo Pak Sekdes, sampai pado Kaur-kaur pun sekarang namonyo dah beganti Juru Tulis. Tapi itukan cumo namo ajo yang berubah, merujuk tugas tak pulak, tetap ajo…’’ Dana desa mulai diberikan di desa sejak setahun yang lalu atau pada periode 2015/2016 yaitu sebesar 200 jutaan, yang sepenuhnya untuk pembangunan fisik desa (pembangunan infrastruktur desa) diantaranya untuk pembangunan drainase, perbaikan jalan desa, dan renovasi bangunan-bangunan yang dimiliki pemerintahan desa. Pembangunan di Desa Sungai Rawa tergolong baik dalam segi pengadaan sarana infrastruktur masyarakat, ini dikarenakan pembangunan desa berdasarkan prioritas dari hasil rapat dan musrembangdes yang telah dilaksanakan. Hasil pembangunan dari penggunaan dana desa yang digunakan tidak begitu terlihat karena pembangunan desa baru dilaksanakan setelah semua dana pemasukan desa yang berasal dari APBKam, dana dari kabupaten dan provinsi, beserta dana lainnya telah terkumpul dan dijumlahkan semuanya, barulah danadana tersebut digunakan untuk pembangunan yang telah disepakati bersama BAPEKAM dan LPMK beserta lembaga masyarakat yang ada. Selain itu kecilnya dana desa yang didapat tak begitu mempengaruhi hasil pembangunan desa yang membutuhkan dana yang cukup besar. Penggunaan dana desa seutuhnya digunakan untuk pembangunan fisik, sesuai dengan instruksi yang diberikan berdasarkan peratran yang berlaku dalam penggunaan dana desa. “….rapat-rapat masalah pembangunan tu tak bisa dibuat setiap bulan do, disini kekumpul rapat untuk itu tu kalau dah duit untuk kampung ni dah tekumpul semuo
88
ntah dari pusat dari daerah dari pajak dan apbkam, dah ditotal semuo dapatnyo sekian-sekian barulah dapat kito bikin macam mano rencana pembangunan kedepannyo. Kalau nak langsung dikejokan langsung manolah cukup bendo duit tu sikitnyo….” Dalam pelaporan hasil pembangunan melalui penggunaan dana desa selalu dilaporkan kepada masyarakat, tetapi biasanya tidak terlalu dihiraukan oleh masyarakat desa karena masyarakat hanya akan bertanya jika hasil penggunaan dana desa tidak tampak terlihat (dalam artian barang jadinya tidak ada). Sosialisi yang diberikan oleh pemerintah desa kepada lembaga masyarakat (RT & RW) tidak tersampaikan seutuhnya kepada masyarakat desa karena kurang berjalannya musyawarah antar masyarakat desa bersama lembaga masyarakat (“karena setiap pertemuan akan memerlukan biaya, biaya tersebutlah yang saat ini ditekankan”). Penggunaan dana desa tetap melibatkan partisipasi masyarakat desa dalam bentuk aspirasi masyarakat desa yang disampaikan oleh lembaga masyarakat dalam musrenbangdes dan rapat-rapat desa yang dihadiri oleh seluruh aparatur desa (pemerintah desa, BAPEKAM, LPMK, dan lembaga masyarakat) dimana spirasi masyarakat tersebut disampaikan langsung kepada aparatur masyarakat dan kemudian akan disampaikan di rapat-rapat desa. Tidak semua aspirasi masyarakat langsung disetujui untuk dilanjutkan pada tahap pembangunan, semuanya tetap harus diberikan skala prioritasnya. Kalau dalam bentuk pelaksanaannya, partisipasi masyarakat adalah dalam bentuk tenaga yaitu tenaga dalam proses pembanguanan dikerjakan oleh masyarakat titu sendiri. Keluhan masyarakat sampai saat ini belum ada, lagi pula pemerintahan yang berjalan juga masih cukup baru (kepala desa yang menjabat adalah kepala desa yang baru). Keluahan yang ada hanyalah keluhan yang merupakan keluhankeluahan masyarakat yang belum terselesaikan dari pemerintahan sebelumnya. “....kami dah instruksikan setiap lembaga masyarakat dah, cumo kekadang tak semuonyo tesampaikan sampai ke masyarakat, kadang pun masyarakat kasi tau ke LMKnyo memasing untuk sampaikan keluhan yang ado disekitar lingkungan dio. Jadi dah terwakilkan jugo warga tu….” INTERPRETASI Fokus penggunaan dana desa untuk pembangunan yang terjadi di kampung Sungai Rawa difokuskan untuk pembangunan infrastruktur, yang melalui beberapa tahap pembangunan. Tahap-tahap ini sering mengalami tumpeng tindih dalam pelaksanaannya. Dalam prakteknya penggunaan dana desa juga melibatkan masyarakat untuk mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat. sehingga kelak tidak terjadi keluhan mengenai pelaksanaan pembangunan.
89
CATATAN KE-2 Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa (Kasus: Dana Desa di Desa Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau) Topik
:
Penggalian Informasi
Metode
:
Wawancara Mendalam
Informan/Partisipan
:
Bapak Nurul Huda (Ketua LMK)
Hari & Tanggal
:
Rabu, 23 Maret 2016
Waktu & Durasi
:
19.30-20.20 (50 menit)
Tempat
:
Rumah Informan
Kondisi & Situasi
:
Aman dan sedikit remang bersama keluarga informan DESKRIPSI
Warga Kampung Sungai Rawa sebagian besar saat ini berkerja dibidang pertanian dan sebagian besar lainnya bekerja sebagai buruh. Penghasilan warga saat ini mengalami kemunduran seiring dengan terjadinya penurunan APBD di Kab Siak karena terjadi penurunan harga bahan baku minyak. Masyarakat disini terbilang merata untuk penghasilannya, karena rata-rata memiliki pekerjaan yang sama. “….asal yudhi tau ee, kebun sawit desa ni banyak jugo, banyak jugolah orang sini dapat penghasilan dari situ, ado yang pegi dodoslah, nebasnebas kebun tu supayo tak jadi semak. Tapi banyak lagi orang sini dah pindah kejo kat industri, tambah lak ado rencana nak jadi kawasan industri kat sini, tengok sebelum jembatan lekton tu dah ado pulak industri cangkang, sano lagi ado pulak industri pengepakan semen, kat pelabuhan buton tu ado jugo galangan kapal banyak tu yang jadi buruhlah kalau namonyo sekarang. Belum lak lagi kejo kat PETRO…” Dana desa yang telah bergulir di Kampung Sungai Rawa baru dirasakan satu kali, dan penerimaannya pun juga harus bertahap. Penggunaan dana desa yang langsung dari pusat dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur seperti drainase, jalan di lingkungan warga dan renovasi kantor desa. “Pembangunan kat kampung ni diraso terus meningkat, mulai dari jalan jembatan lekton sebelum masuk kampung, jalan-jalan dah beaspal dan besemen, tali air dah dibuat. Jadi masyarakat dapat jugolah tebantu untuk perekonomiannyo, tapi kalau jalan pemda yang rosak tu bukan kewajiban desa yang baiki, tapi Pemda sorang, karno itu betul kewajiban dio. Kalau masalah listrik jelas nunggu keputusan PLN, ntah sampai kapan yang jelas Pak Penghulu menjanjikan dalam waktu dekat ni.” Dalam penerapan penggunaan dana desa, masyarakat Kampung Sungai Rawa terlebih dahulu menunggu instruksi dari Penghulu Kampung. Penggunaan dana desa dimulai dari tahap perencanaan sampai ke peninjauan kembali hasil penggunaan. Kebanyakan masyarakat tidak dapat hadir dengan berbagai macam alasan seperti terkendala waktu dan kepentingm sendiri, sudah merasa terwakili,
90
dan juga apatis. “…kalau rapat tu yang jelas nunggu instruksi pak penghulu, kalau kami semuo (bagian pemerintah, BPKam, LMK) wajib datang tu kalau tak biso keno sungut kami, namonyo jugo wakil masyarakat…” “…. Kito wajib ngajak semuo masyarakat, paling tak ado perwakilan masyarakatmyo. Bio masyarakat tau cam mano perkembangan pembangunan di kampung dio…” Kegiatan pembangunan desa selalu melibatkan masyarakat dimana dalam kenyataan dilaksanakan dengan sistem undian dimana semua masyarakat yang mampu untuk menjalankan kegiatan pembangunan dipilih berdasarkan undian. Dalam artian lain ini bisa dikatakan sebagai sitem proyekan, yang diberikan pemerintah untuk dikerjakan oleh masyarakat. pendelegasian kekuasaan disini diartikan sebagai hal ini. Hasil pembangunan dari penggunaan dana desa tidak bisa dilihat langsung, karena pembanunan yang terjadi di Kampung Sunga Rawa berasal dari dana pendapatan desa secara keseluruhan, barulah kemudian dibagi-bagi untuk kepentingan pembangunan yang telah diprioritaskan berdasarkan kebutuhan masyarakat. untuk penilaian hasil pembangunan yang ada di Kampung Sungai Rawa lebih dipertanggungjawabkan kepada pemerintah daerah yang sebagai badan pengawas pembangunan. “…kalau untuk penilaian pembangunan ni belum ado masyarakat komentar lagi masalah kurang inilah itulah, masyarakat terimo ajo hasilnyo macam tu. Lagipun orang yang ngawasnyo tu dah ado dah yang dari pemda, misalnyo bangunan tu targetnyo 100 kalau dilapang cumo 90, pasti ado pertangungjawaban, ditanyo kemano 10 lagi? Tapi sejauh ni belum ado lagi sampai harus balekkan duit pembangunan tu…” INTERPRETASI Kegiatan yang dilaksanakan di Kampung Sungai Rawa semuanya berasala dari instruksi dari penghulu terlebih dahulu. Pembangunan yang terjadi difokuskan untuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan dan renovasi bangunan sarana umum yang merupakan usulan dari masyarakat sendiri. Pembangunan selalu melibatkan masyarakat yaitu dari tahap perencanaan hingga tahap implementasi. Masyarakat tidak menyampaikan keluhan dari hasil pembangunan yang telah terlaksana dan dirasa sudah cukup memuaskan.
91
CATATAN KE-3 Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa (Kasus: Dana Desa di Desa Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau) Topik
:
Penggalian Informasi
Metode
:
Wawancara Mendalam
Informan/Partisipan
:
Bapak Nazarudin/Man (Ketua BPKam)
Hari & Tanggal
:
Kamis, 24 Maret 2016
Waktu & Durasi
:
10.30-11.00 (30 menit)
Tempat
:
Rumah warga
Kondisi & Situasi
:
Terdapat tokoh masyarakat lainnya
DESKRIPSI
Struktur organinisai yang saat ini menjabat di badan pemerintahan Kampung Sungai Rawa dirasa belum mewakili setiap kalangan masyarakat, dimana yang menjabat merupakan orang-orang terdekat dari Penghulu yang menjabat pada saat ini. “….ditetengok jugo kito tak bisa pulak bebengak do, banyak orang kejo kat sini tak lain kekawan dan sodaro orang kantor desa ni jugo….” Pembangunan yang terjadi disini merupakan hasil dari usulan masyarakat yang telah dibuatkan skala prioritas berdasarkan kebutuhan yang mendesak yang harus disegerakan. Proses perencaan biasanya digandengkan dengan kegiatan-kegiatan lainnya. Masyarakat yang hadir pun biasanya adalah orang-orang yang itu-itu saja. “…. yang jelas pembangunan disini tu habis dikumpulkan semuo usulan pembangunan kedepannyo macam mano, barulah kito rapatkan mano yang paling duluan harus dibuatkan….” “….disini namonyo jugo masih di kampung, mano ado yang paham maslah kumpul perencanaan, kumpul untuk pelaksanaan lah, dan sebagainyo tu. Disini orang taunyo kalau disuruh kumpul kat balai desa berarti ado kegiatan pembangunan, lebih baik kegiatan tu digabungkan ajo sekalian, dapat jugo menghemat anggaran…” Minimnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan disini dikarenakan hal-hal kepentingan lainnya. Sehingga terjadi perasaan di masyarakat bahwa yang selalu diikutsertakan adalah orang-orang tertentu saja. “….yang ikut-ikut tu kan pasalnyo banyak jugo yang tak bisa karno behalangan, rapat-rapat disini biasonyo tu pagi, jam-jam kantor yang dah pasti punyo kejo tentu tak bisa ikut, macam yang mendodos dan kejo hutan tu, makonyo yang bisa ikut-ikut tu orang-orang yg kejo kat sini ajolah ….”
92
Pada proses-proses pembangunan yang telah dilaksanakan, pada tahap implementasi merupakan tahap yang paling banyak mendapatkan partisipasi dari masyarakat karena ada sistem proyek yang mendatangkan keuntungan. “…disini tu ado sistem undian untuk yang mengejokan proyek pembangunan, makonyo pas ado kegiatan undian tu banyak yang datang, yang dapat undian tu lah kelompok yang mengejokan…”
93
Lampiran 5. Tulisan Tematik PEMBANGUNAN KAMPUNG Pada tahun anggaran 2016 prioritas penggunaan Dana Desa masih diutamakan untuk mendanai program atau kegiatan bidang pelaksanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Pengaturan tentang prioritas penggunaan Dana Desa tahun 2016, telah diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi No 21 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2016. Dalam Pasal 4 disebutkan; Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan berskala lokal Desa bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Prioritas Penggunaan Dana Desa didasarkan pada prinsip-prinsip: Keadilan, dengan mengutamakan hak atau kepentingan seluruh warga desa tanpa membedabedakan; Kebutuhan Prioritas, dengan mendahulukan yang kepentingan Desa yang lebih mendesak, lebih dibutuhkan dan berhubungan langsung dengan kepentingan sebagian besar masyarakat Desa; dan Tipologi Desa, dengan mempertimbangkan keadaan dan kenyataan karakteristik geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi, dan ekologi desa yang khas, serta perubahan atau perkembangan kemajuan desa. Sementara itu, dalam penyusunan Tipologi Desa harus disusun berdasarkan, Kekerabatan Desa, Hamparan, Pola Permukiman, Mata Pencaharian, dan/atau tingkat perkembangan kemajuan Desa. Kampung Sungai Rawa telah melaksanakan penggunaan dana desa yang telah dilimpahkan oleh pemerintah pusat untuk pembangunan kampung ke arah pembangunan infrastruktur untuk mendukung perkembangan kemajuan kampung. Pemilihan penggunaan dana desa untuk penyediaan infrastruktur kampung dilaksanakan dengan penetapan skala prioritas yang telah dilaksanakan pada pertemuan perencanaan pembangunan kampung yang dilaksanakan masyarakat Kampung Sungai Rawa. Prioritas ini ditetapkan berdasarkan kebutuhan yang dirasakan mendesak oleh masyarakat kampung, diataranya yaitu pengadaan jalan di lingkungan masyarakat dan pengadaan parit/drainase untuk lingkungan masyarakat. “…. yang jelas pembangunan disini tu habis dikumpulkan semuo usulan pembangunan kedepannyo macam mano, barulah kito rapatkan mano yang paling duluan harus dibuatkan….” (NZ, 40 Tahun) “Pembangunan kat kampung ni diraso terus meningkat, mulai dari jalan jembatan lekton sebelum masuk kampung, jalan-jalan dah beaspal dan besemen, tali air dah dibuat. Jadi masyarakat dapat jugolah tebantu untuk perekonomiannyo… (NH, 42 Tahun)
Pada kenyataannya pembangunan yang dirasakan oleh pemerintah Kampung Sungai Rawa telah berdasarakan usulan dan prioritas dari masyarakat kampung, di mata sebagian masyarakat belumlah berdasarkan apa yang masyarakat usulkan. Masyarakat merasakan bahwa pelaksanaan pembangunan yang telah dilaksanakan sejauh ini adalah hak sepenuhnya dari pemerintah Kampung Sungai Rawa dalam penentuan rencana pembangunan dan pelaksanaannya.
94
“…sampai hari ni kalau urusan perencanaan pembangunan tu, itu tu dio dengan dio ajo lah (perangkat desa), kami orang biaso ni mano tau menau, jangankan nak tau, ado diajak ajo ndak, paling pun kalau diajak paling orang-orang dekat laut tu (masyarakat yang dekat dengan kantor pemerintahan kampung)....” (NT, 63 Tahun)
Penuturan di atas sangatlah wajar bila dilihat dengan pelaksanaan pembangunan di Kampung Sungai Rawa. Kita semua harus mengakui dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan sangat sulit untuk mengumpulkan seluruh aspirasi dari masyarakat. Selain karena keterbatasan waktu dan pengetahuan dari seluruh kalangan masyarakat untuk menghadiri kegiatan rapat perencanaan, masyarakat juga merasa bahwa pendapat mereka sudah terwakilkan oleh wakil masyarakat yang pasti hadir pada kegiatan rapat terkait pembangunan. Kemudian keterbatasan wakil masyarakat dalam menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat juga menjadi permasalahan tidak tersalurkannya aspirasi dari masyarakat. “....kami dah instruksikan setiap lembaga masyarakat dah, cumo kekadang tak semuonyo tesampaikan sampai ke masyarakat, kadang pun masyarakat kasi tau ke LMKnyo memasing untuk sampaikan keluhan yang ado disekitar lingkungan dio. Jadi dah terwakilkan jugo warga tu….” (AD, 42 Tahun) “…kalau rapat tu yang jelas nunggu instruksi pak penghulu, kalau kami semuo (bagian pemerintah, BPKam, LMK) wajib datang tu kalau tak biso keno sungut kami, namonyo jugo wakil masyarakat…” (NH, 41 Tahun)
Pada hakikatnya, penggunaan anggaran dana desa untuk kegiatan pembangunan baik infrastruktur ataupun pemberdayaan masyarakat haruslah melewati tahap-tahap yang melibatkan partisipasi masyarakat. Tahap-tahap tersebut adalah tahap pengambilan keputusan dalam perencanaan, tahap implementasi, tahap pemanfaatan hasil, dan tahap evaluasi dari kegiatan tersebut. Kenyataan yang terjadi di lapang tidaklah persis seperti yang telah disebutkan. Selain itu juga partisipasi masyarakat tidak sepenuhnya terlaksana, sebagian masyarakat bahkan merasa tidak diikut sertakan dalam setiap kegiatan. “…pembangunan sini ntah ye, kami ikut ajonyo apo yang dibuat pemerintah, lagipun kami tak mengeti do, orang-orang tu ajolah yang tau…” (HH, 69 Tahun)