TINDAKAN KEKERASAN: SEBUAH STUDI EKSPLORASI DI PENDIDIKAN TINGGI
LICEN INDAHWATI MARLIANA JUNAEDI
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Tindakan Kekerasan: Sebuah Studi Eksplorasi di Pendidikan Tinggi
Abstract Violence has become increasingly challenging and significant issue in academic environment. However, little amount of research has focused on violence. Therefore, this paper aims to explore and to have a clear picture about violence by investigating students and lecturers on higher education. The results suggest that violence can be physical and nonphysical. Internal and external factor of academic environment may be contributed to the violences rate in academic environment. This research also indicates stress, aggressive behavior, emotion, and decreasing quality of aademic process as the impact of violence. Keywords: violence, physical violence, non-physical violence, internal and external factor. PENDAHULUAN Tindak kekerasan telah menjadi isu global saat ini. Beberapa survey menunjukkan bahwa di banyak negara, terjadi peningkatan tindak kekerasan, seperti di USA (Hobson, 1996), Perancis, Quebec, Swedia, dan Eropa (Debarbieux, 2003), termasuk negara berkembang. Indonesia termasuk salah satunya. Perbedaannya, negara maju memberikan perhatian lebih besar terhadap tindak kekerasan, sedangkan pemerintah negara berkembang tidak memberi porsi perhatian besar terhadap tindak kekerasan. Kasus STPDN yang mengakibatkan kematian pada korbannya menjadi bukti konkrit terjadinya tindak kekerasan di Indonesia. Kasus STPDN memang telah diselesaikan secara hukum, namun perlu diketahui bahwa banyak kasus serupa yang terjadi namun tidak dipublikasikan. Hal ini didukung oleh hasil survey langsung di Perancis yang menemukan korban tindak kekerasan dalam jumlah lebih besar dari jumlah yang tercatat (Debarbieux, 2003). Tindak kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti organisasi yang berkaitan dengan pelayanan pada manusia (Shiekds dan Kiser, 2003), rumah sakit (Hobson, 1996), akuntan publik (Stanko dan Schneider, 1999), termasuk dunia pendidikan (Debarbieux, 2003; Morrisson, 2003; Blaya, 2003, Werthein, 2003; Cornell, 2003; Royer, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa tindak kekerasan juga dapat terjadi di lingkungan akademik. Lingkungan akademik dapat diibaratkan seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, lingkungan akademik dapat menjadi tempat yang tepat untuk melakukan perubahan sosial, terutama dalam proses pencegahan tindak kekerasan. Tetapi disisi lain, lingkungan akademik juga memiliki tingkat kerawanan yang tinggi untuk terjadinya tindak kekerasan. Tindak kekerasan di dunia akademik dapat dilakukan oleh mahasiswa, karyawan ataupun dosen, dan seringkali mereka tidak menyadari bahwa mereka telah menjadi pelaku, dan/atau korban tindak kekerasan. Studi terdahulu tentang tindak kekerasan (Hobson, 1996; Stanko dan Schneider, 1999; Shiekds dan Kiser, 2003; Debarbieux, 2003; Morrisson, 2003; Blaya, 2003; Werthein, 2003; Cornell, 2003; Royer, 2003) membuktikan bahwa tindak kekerasan dapat terjadi pada siapa saja, dimana saja, kapan saja, yang seringkali tidak diketahui pemicunya. Oleh karena itu, hal yang terpenting adalah pemahaman penyebab terjadinya tindak kekerasan, cara pencegahan, dan cara mengatasinya, bukan penyelesaian hukum saja. Seperti yang dinyatakan oleh Morrison (2003) bahwa untuk mencegah tindak kekerasan haruslah memahami sebab dan akibat tindak kekerasan, baru dapat menemukan penyelesaian terbaik bagi individu yang mengalami tindak kekerasan dan komunitasnya. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
2
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Debarbieux (2003) melaporkan bahwa ada inkonsistensi temuan penelitian tentang faktor pemicu, bentuk dan akibat tindak kekerasan yang disebabkan oleh perbedaan konsep violence yang digunakan oleh peneliti. Pendapat Debarbieux (2003) didukung oleh Werthein (2003) yang menyatakan bahwa violence adalah sebuah fenomena yang heterogen dan harus dipahami dari banyak sudut pandang. Hal tersebut memotivasi peneliti untuk mengeksplorasi tindak kekerasan dalam komunitas akademik, dengan dua sudut pandang yang berbeda, yaitu dosen dan mahasiswa. Tujuan utama penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi faktor pemicu tindak kekerasan, bentuk tindak kekerasan, dan akibat tindak kekerasan dari sudut pandang komunitas akademik dan (2) mengklasifikasikan faktor pemicu tindak kekerasan, bentuk tindak kekerasan, dan akibat tindak kekerasan berdasarkan persamaan karakteristiknya.
TINDAK KEKERASAN Bentuk Tindak Kekerasan Tindak kekerasan memiliki beragam bentuk mulai dari kejahatan kecil sampai dengan ancaman yang membahayakan kehidupan seseorang (Werthein, 2003). Hobson (1996) dan Werthein (2003) menyatakan bahwa tindak kekerasan dapat berupa tindak kekerasan fisik dan non-fisik. Tindak kekerasan fisik dapat berupa pencompetan, mencaci maki, pencurian, perampokan, tawuran, mengancam dengan kekuatan fisik (bullying), pelecehan seksual, intimidasi, bahkan yang lebih ekstrem adalah menggunakan senjata untuk melukai atau membunuh teman atau anggota lain dalam komunitas akademik (Hobson, 1996; Debarbieux, 2003; Morrison, 2003; Werthein, 2003; LeBlanc dan Kelloway, 2002). Tindak kekerasan non-fisik sering disebut dengan symbolic violence atau concealed power (Bourdieu, 2001 seperti dikutip oleh Werthein, 2003). Tindak kekerasan yang bersifat simbolis memiliki konotasi emosional, karena biasanya tindak kekerasan non-fisik tidak meninggalkan bekas yang secara kasat mata dapat dilihat, tetapi mengakibatkan korban menjadi tidak nyaman secara moral, atau sering disebut moral discomfort. Tindak kekerasan non-fisik dapat berupa: berteriak, mencaci-maki, menghina, merayu, menjahili, mempermalukan seseorang di depan umum. Faktor Pemicu Tindak Kekerasan Faktor pemicu tindak kekerasan dapat berasal dari luar lingkungan akademik (eksternal), dan dari dalam lingkungan akademik (internal). Faktor Eksternal Pada saat faktor sosial ekonomi, seperti kesenjangan sosial, pengangguran, dan kemisikinan terakumulasi, resiko penduduk di suatu negara untuk menjadi pelaku atau korban tindak kekerasan semakin tinggi (Debarbeiux, 2003). Selain itu, depresi dan kehilangan selfesteem, perbedaan etnis/ras, dan lingkungan (Werthein, 2003), faktor mental, keluarga, personal (Debarbieux, 2003), termasuk catatan masa lalu pelaku tindak kekerasan (Leonard dan Senchak, 1996; O’Keefe, 1997 seperti dikutip oleh Harris dan Hilton, 2001) juga dapat memicu tindak kekerasan. Faktor keluarga bisa berupa: (1) perceraian orang tua, atau anggota keluarga hidup terpisah satu sama lain, yang disebut breakdown in family structure oleh Werthein (2003); (2) hidup dengan orang tua angkat atau orang tua tiri (Morrison, 2003). Faktor lingkungan dapat berupa: (1) rendahnya interaksi antar anggota keluarga dan komunitas disekelilingnya; (2) meningkatnya pengguna narkoba, dan/atau transaksi jual beli narkoba (McLaughlin, et al., 2000). Semua faktor pemicu yang disebutkan oleh Werthein (2003) dan Debarbieux (2003) tidak dapat menjelaskan “mengapa” mereka melakukan tindak kekerasan. Satu-satunya terminologi yang dapat menjelaskan “mengapa” mereka melakukan tindak kekerasan adalah Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
3
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 “depresi” (Morrison, 2003). Depresi merujuk pada kondisi personal yang disebutkan oleh Werthein (2003) dan Debarbieux (2003). Tidak ada faktor tunggal yang dapat memicu tindak kekerasan (Debarbieux, 2003), selalu ada beberapa faktor yang menjadi stress factor tindak kekerasan. Stress factor dapat berasal dari dalam diri sendiri maupun situasi di luar diri seseorang seperti kasus single parent, kemiskinan (poverty), pengangguran, sebatang kara, dan kondisi tempat tinggal. Ketika hal tersebut berdiri sendiri, maka peluang menciptakan pelaku tindak kekerasan sangat kecil, namun ketika semua hal tersebut terakumulasi, maka baru dapat memicu munculnya pelaku tindakan kekerasan. Faktor Internal Faktor internal yang dapat memicu terjadinya tindak kekerasan adalah situasi dalam komunitas akademik itu sendiri, terutama yang menyangkut sistem dan peraturan dalam kampus (Werthein, 2003), meliputi: (1) peraturan akademik tidak konsisten; (2) peraturan akademik tidak transparan; (3) kurangnya respek mahasiswa terhadap dosen, dan sebaliknya; (4) kualitas mengajar dosen yang rendah; (5) minimnya sarana dan prasarana yang dimiliki kampus; (6) tindakan pendisiplinan yang dilakukan oleh pihak kampus; (7) kurangnya dialog antar anggota komunitas akademik; (8) rendahnya gaji dosen dan karyawan kampus. Dampak Tindak Kekerasan (violence) Stress dan strain dapat menjadi faktor pemicu, sekaligus menjadi dampak tindak kekerasan (LeBlanc dan Kelloway, 2002; Royer, 2003). Menurut LeBlanc dan Kelloway (2002), stress merupakan pengalaman subyektif seseorang dalam menilai stressor (faktor yang menekan seseorang), dalam hal ini dapat berupa karakteristik lingkungan, karakteristik tugas, dan teman. Sejajar dengan LeBlanc dan Kelloway (2002) serta Royer (2003), Scarpa (2001) menemukan bahwa individu yang sering terekspos, dan/atau menjadi korban tindak kekerasan, cenderung memiliki masalah emosional dan perilaku, antara lain selalu merasa khawatir atau takut, dan mengalami gangguan tidur, berperilaku agresif. Tingkat absensi yang tinggi juga merupakan dampak tindak kekerasan (Debarbieux, 2003). Pendapat Debarbieux (2003) didukung oleh hasil survey Werthein (2003) yang menemukan bahwa dampak tindak kekerasan dalam kampus, antara lain: (1) korban tidak dapat konsentrasi belajar, (2) korban selalu merasa khawatir, (3) tidak bergairah untuk berangkat sekolah, (4) korban berniat untuk pindah sekolah, (5) atmosfer sekolah menjadi buruk, (6) kualitas proses belajar mengajar menurun.
METODE PENELITIAN Sampel Target populasi penelitan ini adalah semua dosen dan mahasiswa yang berdomisili di Surabaya. Sampel dipilih secara convenience, dengan pertimbangan bahwa penelitian ini masih bersifat eksploratif. Survey dilakukan di 5 universitas besar di Surabaya, yaitu: Universitas Katolik Widya Mandala, Universitas Kristen Petra, Universitas Surabaya, Universitas Airlangga, dan ITS.
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
4
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Pra-Survey Tujuan utama pra-survey untuk mengidentifikasi bentuk, faktor pemicu, serta dampak tindak kekerasan. Hasil pra-survey yang dilakukan terhadap 50 responden menunjukkan ada 19 bentuk, 18 faktor pemicu eksternal, 8 faktor pemicu internal, serta 11 dampak tindak kekerasan yang diidentifikasi responden. Hasil tersebut digunakan sebagai panduan untuk menyusun draft instrumen riset, kemudian didiskusikan dan diujicobakan, sehingga menghasilkan kuesioner final seperti terlihat pada Lampiran. Definisi Operasional Sembilan belas item pengukuran bentuk tindak kekerasan diadaptasi dari LeBlanc dan Kelloway (2002); Werthein (2003) dan Debarbieux (2003). Dua puluh empat item faktor pemicu tindak kekerasan diadaptasi dari LeBlanc dan Kelloway (2002); Werthein (2003) dan Debarbieux (2003). Sebelas item pengukuran dampak tindak kekerasan diadaptasi dari LeBlanc dan Kelloway (2002); Werthein (2003) dan Debarbieux (2003). Semua item diukur dengan 5 poin skala Likert PROFIL RESPONDEN Setelah dilakukan analisis terhadap kelengkapan dan pola jawaban responden, dari 258 responden, hanya 204 responden yang dapat digunakan dalam analisis selanjutnya. Ratarata responden berjenis kelamin laki-laki (56,4 persen), sisanya 43,6 persen berjenis kelamin perempuan. Enam puluh sembilan koma enam persen responden adalah mahasiswa, sedangkan 30,4 persen adalah dosen. Berdasarkan hasil pooling, diketahui bahwa 15,2 persen responden mengatakan bahwa kebanyakan temannya pernah menjadi pelaku, dan 37,3 persen pernah menjadi korban. Delapan puluh empat koma delapan persen menyatakan kebanyakan temannya tidak pernah menjadi pelaku, dan 62,7% tidak pernah menjadi korban. Responden juga diminta mengurutkan manakah dari dosen, mahasiswa, karyawan, dan komunitas lain di sekitar kampus yang paling sering menjadi pelaku atau korban tindak kekerasan, dengan hasil sebagai berikut: Tabel 1. Urutan Korban, Pelaku Tindak Kekerasan
Dosen Mahasiswa Karyawan Komunitas lain
Paling Sering
Sering
Pelaku 15,2% 21,1% 4,4% 59,3%
Pelaku 14,7% 39,7% 33,8% 11,8%
Korban 8,8% 66,2% 4,4% 20,6%
Tidak Sering Korban 31,4% 11,3% 41,2% 16,2%
Pelaku 20,1% 28,9% 40,7% 10,3%
Korban 28,4% 6,4% 43,6% 21,6%
Paling Sering Pelaku 50% 10,3% 21,1% 18,6%
Tidak Korban 31,4% 16,2% 10,8% 41,7%
Temuan pooling di atas secara eksplisit menyatakan bahwa tindak kekerasan memang ada dan terjadi dalam lingkungan akademik. Temuan ini sejajar dengan argumen Werthein (2003) yang menyatakan bahwa semakin institusi pendidikan ingin memproteksi komunitasnya dari tindak kekerasan, semakin tinggi peluang anggota institusi pendidikan untuk melakukan tindak kekerasan. ANALISIS Pengujian Instrumen Penelitian Pada penelitian ini hanya dilakukan pengujian reliabilitas, dengan pertimbangan penelitian masih bersifat eksploratif. Semua konstruk yang diinvestigasi memiliki nilai alpha di atas 0.7 (lihat Tabel 1), sehingga dapat dikatakan instrumen penelitian reliabel. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
5
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Tabel 2. Reliabilitas Instrumen Riset Konstruk Bentuk Tindak Kekerasan Faktor Eksternal Pemicu Tindak Kekerasan Faktor Internal Pemicu Tindak Kekerasan Dampak Tindak Kekerasan
Jumlah Item 19 16
Cronbach Alpha 0.9674 0.8126
8
0.8618
11
0.8665
TEMUAN PENELITIAN Hasil Analisis Faktor Eksploratori Seperti terlihat dalam Tabel 3, 11 item pertanyaan memiliki faktor loadings lebih besar dari 0,4 terhadap faktor 1. Sebelas item tersebut secara eksplisit menanyakan tentang bentuk tindak kekerasan yang tidak memberikan dampak cedera fisik pada korbannya, kecuali untuk B13 dan B18. Dapat dilihat B13 dan B18 juga memiliki faktor loadings lebih besar dari 0,4 terhadap faktor 2. Faktor 2 sendiri terdiri dari delapan item tentang bentuk tindak kekerasan yang memberikan dampak cedera fisik pada korbannya, dengan demikian B13 dan B18 lebih tepat jika dimasukkan ke dalam faktor 2. Jadi, dapat dikatakan bentuk tindak kekerasan memiliki dua dimensi, yaitu: tindak kekerasan fisik dan non-fisik. Tabel 3. Hasil Analisis Faktor Eksploratori Bentuk Tindak Kekerasan No. Item Pertanyaan B17 Mencaci maki B5 Merusak fasilitas kampus B10 Menghina pribadi seseorang B1 Menjahili B12 Mempermalukan seseorang di depan umum B14 Menyumpahi seseorang B2 Pencurian B8 Intimidasi B13 Berkelahi di kampus* B4 Adanya geng-geng nakal B18 Mengancam dengan kekuatan fisik* B15 Melakukan pembunuhan B11 Membawa senjata api di kampus B19 Menggunakan senjata tajam untuk mengancam org lain B6 Dosen memberikan nilai bagus jika diberi imbalan seksual oleh mahasiswanya B16 Memperjualbelikan narkoba B7 Tawuran B9 Pelecehan seksual B3 Perampokan * = item ini dipertimbangkan masuk faktor 2
Faktor 1 0,811 0,810 0,799 0,786 0,771 0,736 0,735 0,656 0,653 0,640 0,617
Faktor 2
0,570 0,565 0,902 0,829 0,828 0,777 0,748 0,699 0,697 0,616
Hasil analisis faktor eksternal tindak kekerasan (lihat Tabel 4) menunjukkan ada 5 faktor yang terekstrak. Tetapi, item yang menyusun setiap faktor tidak secara eksplisit mengukur hal yang sama. Oleh karena itu, peneliti belum dapat memberi nama terhadap 5 dimensi yang terbentuk. Hal ini juga ditemukan pada dampak tindak kekerasan. Hasil analisis faktor dampak tindak kekerasan menunjukkan ada 2 faktor yang terekstrak (lihat Tabel 6), dan item yang menyusun setiap faktor tidak secara eksplisit mengukur hal yang sama. Oleh karena itu, peneliti belum dapat memberi nama terhadap dimensi faktor eksternal dan dampak tindak kekerasan yang terbentuk. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
6
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Tabel 4 Hasil Analisis Faktor Eksploratori Faktor Pemicu Eksternal Tindak Kekerasan Item Pertanyaan Faktor1 Faktor2 Faktor3 Faktor4 Lingkungan di sekitar tempat tinggal 0,788 pelaku tindak kekerasan Depresi 0,653 Pengangguran 0,371 0,602 Banyaknya geng pengguna narkoba yang 0,481 0,374 tinggal di sekitar pelaku Pendidikan dalam keluarga pelaku 0,478 0,426 Teman pelaku di luar kampus memberikan 0,468 0,327 0,380 -0,343 pengaruh negative Perceraian orang tua pelaku 0,774 Single parent atau orang tua tunggal 0,656 Kondisi tempat tinggal pelaku 0,307 0,650 Kemiskinan 0,592 0,536 Pelaku tidak memiliki kelompok referensi 0,786 yang baik yang dapat dijadikan teladan dalam berperilaku Tidak ada interaksi yang harmonis antar 0,676 anggota dalam keluarga pelaku Masalah ras 0,713 Kesenjangan sosial 0,338 0,674 Pelaku pernah menjadi korban tindak 0,334 kekerasan Tekanan tugas atau pekerjaan yang dialami 0,437 pelaku tindak kekerasan
No. AE4 AE3 AE2 AE9 AE6 AE15 AE13 AE1 AE14 AE12 AE11
AE10 AE8 AE7 AE16 AE5
Faktor5
0,313
0,329 0,693 0,677
Seperti terlihat dalam Tabel 5, hasil analisis faktor internal pemicu tindak kekerasan menunjukkan bahwa faktor pemicu internal bersifat unidimensional, dan ditemukan satu item, AI8 yang memiliki faktor loadings kurang dari 0,4, sehingga AI8 tidak digunakan dalam analisis selanjutnya. Tabel 5 Hasil Analisis Faktor Eksploratori Faktor Pemicu Internal Tindak Kekerasan No. Item Pertanyaan Faktor 1 AI4 Kondisi kampus tidak kondusif untuk belajar 0,824 AI6 Sarana dan prasarana yang tersedia di kampus tidak memadai 0,797 AI3 Mutu proses belajar mengajar rendah 0,780 AI5 Peraturan akademik tidak konsisten (sering berubah-ubah) 0,774 AI7 Kode etik antara mahasiswa dan dosen tidak jelas 0,744 AI1 Dosen tidak respek terhadap mahasiswa 0,699 AI2 Mahasiswa tidak respek terhadap dosen 0,686 AI8 Adanya geng-geng nakal yang dibentuk mahasiswa di kampus* 0,396 Keterangan: * = item yang di-drop
No. D7 D9 D11 D8 D10 D6 D4 D2 D5 D1 D3
Tabel 6 Hasil Analisis Faktor Eksploratori Dampak Tindak Kekerasan Item Pertanyaan Faktor 1 Korban memiliki kekhawatiran tinggi jika berada di dalam 0,861 kampus Korban tidak dapat berkonsentrasi belajar 0,822 Korban selalu merasa was-was jika berada di dalam kampus 0,789 Atmosfer kampus menjadi menakutkan di mata korban 0,787 Kualitas proses belajar mengajar di kelas menjadi buruk 0,449 Emosi korban menjadi tidak stabil 0,433 Berperilaku agresif Sering absent kuliah 0,312 Tidak bergairah untuk berangkat ke kampus 0,370 Stress Berniat untuk pindah kuliah 0,447
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
Faktor 2
0,407 0,390 0,769 0,696 0,653 0,640 0,587
7
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005
DISKUSI DAN PEMBAHASAN Hasil analisis faktor bentuk tindak kekerasan mendukung studi Blaya (2003) dan Debarbieux (2003) yang menemukan ada dua bentuk tindak kekerasan, fisik dan non-fisik. Berdasarkan hasil pooling, 70,6 persen responden menyatakan bahwa yang sering terjadi adalah tindak kekerasan non-fisik. Temuan penelitian ini mendukung penelitian Greenberg dan Barling (1999) yang menemukan bahwa tindak kekerasan non-fisik lebih sering terjadi dibandingkan dengan kekerasan fisik. Studi terdahulu dan literatur tentang tindak kekerasan tidak banyak mendiskusikan tentang dimensi faktor internal. Debarbieux (2003) hanya menemukan bahwa 54 persen variasi tinggi rendahnya tindak kekerasan dalam komunitas akademik dapat dijelaskan oleh faktor eksternal di luar kampus, dan 18 persen variasi tinggi rendahnya tindak kekerasan dapat dijelaskan oleh faktor internal di dalam kampus, seperti: jumlah mahasiswa, disiplin di kampus, dll. Sedangkan, Werthein (2003) mengulas bahwa faktor internal pada banyak literatur tentang kekerasan menekankan pada faktor regulasi dan peraturan. Jadi, peneliti hanya dapat mengambil kesimpulan sementara bahwa faktor pemicu tindak kekerasan internal bersifat unidimensional. Hasil analisis faktor pemicu tindak kekerasan eksternal belum memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan item yang membentuk dimensi yang sama secara eksplisit tidak mengukur hal yang sama. Tujuh item pada faktor 1 secara eksplisit tidak mengukur hal yang sama. Depresi, tekanan tugas dan pekerjaan hanya dapat dirasakan oleh individu yang bersangkutan. Oleh karena itu, depresi, tekanan tugas dan pekerjaan mencerminkan dimensi personal. Hasil tersebut didukung oleh pendapat Debarbieux (2003) yang menyatakan bahwa faktor mental, keluarga, dan personal dapat menjadi pemicu tindak kekerasan. Morrison (2003) juga menunjukkan bahwa depresi yang dialami individu adalah kondisi mental seseorang, ini adalah sesuatu yang sifatnya personal, hanya dapat diketahui dan dirasakan oleh individu tersebut. Lingkungan di sekitar tempat tinggal pelaku, banyaknya geng narkoba di sekitar tempat tinggal pelaku, teman memberikan pengaruh negatif merupakan hal yang di luar kontrol individu yang menjadi pelaku tindak kekerasan. Oleh karena itu, lingkungan di sekitar tempat tinggal pelaku, banyaknya geng narkoba di sekitar tempat tinggal pelaku, teman memberikan pengaruh negatif sebenarnya mencerminkan dimensi lingkungan sekitar. Hal ini didukung oleh studi Werthein (2003) yang menunjukkan bahwa faktor situasi atau lingkungan dapat juga menjadi faktor pemicu tindak kekerasan, seperti meningkatnya pengguna narkoba dan transaksi jual beli narkoba. Jadi, dapat disimpulkan bahwa faktor 1 yang terbentuk sebenarnya terdiri dari dua dimensi, yaitu: dimensi lingkungan dan personal. Tiga dari empat item, kecuali AE12 yang membentuk faktor 2 secara eksplisit mengukur hal yang sama, yaitu: keluarga. Secara lebih spesifik, disebut sebagai “breakdown in family structure” oleh Werthein (2003). Hal tersebut didukung oleh Morrison (2003) dan Debarbieux (2003). Ketiganya berargumen bahwa perceraian orang tua, anggota keluarga hidup terpisah-pisah, hidup dengan orang tua angkat atau orang tua tiri merupakan pemicu tindak kekerasan. Tiga item yang membentuk faktor 4 secara eksplisit mengukur hal yang sama, yaitu: masalah sosial ekonomi. Hal ini didukung oleh argumen Debarbieux (2003) yang mengutarakan bahwa faktor sosial-ekonomi yang terakumulasi terus menerus dapat menjadi pemicu timbulnya tindak kekerasan. Dua dari tiga item, kecuali AE6, yang membentuk faktor 3, secara eksplisit mengukur hal yang sama, yaitu: komunikasi. Sedangkan satu dari dua item, kecuali AE5 yang membentuk faktor 5, secara eksplisit mengukur hal yang sama, yaitu: masa Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
8
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 lalu korban. Leonard dan Senchak (1996); O’Keefe (1997) seperti dikutip oleh Harris dan Hilton (2001) juga memiliki argumen yang sama. Dalam penelitiannya, ditemukan bukti bahwa sebagian besar pelaku tindak kekerasan memiliki masa lalu yang penuh dengan catatan sejarah menjadi korban tindak kekerasan. Khusus, untuk pengangguran, dapat dipandang sebagai faktor personal atau sosial ekonomi. Pengangguran dapat dipandang sebagai faktor personal jika yang dimaksud dengan pengangguran adalah pelaku tidak memiliki pekerjaan tetap. Penggangguran dapat dipandang sebagai faktor sosial ekonomi, jika yang dimaksud adalah tingkat pengangguran secara makro di suatu negara. Demikian juga halnya, kemiskinan yang memiliki loadings ke faktor 2 dan 4, dapat dipandang sebagai faktor keluarga jika yang dimaksud adalah kondisi keluarga yang miskin. Kemiskinan dapat dipandang sebagai faktor sosial ekonomi, jika yang dimaksud adalah tingkat kemiskinan secara makro di suatu negara. Kajian literatur tentang tindak kekerasan (Harris dan Hilton, 2001; Werthein, 2003; Debarbieux, 2003; Morrison, 2003) seperti yang telah dijelaskan sebelumnya memandu peneliti untuk menetapkan konstrain a priori bahwa ada 6 dimensi yang harusnya terbentuk (lihat Tabel 7). Hasilnya menunjukkan bahwa faktor pemicu eksternal tindak kekerasan memiliki 6 dimensi, kecuali AE6 (pendidikan dalam keluarga) dan AE10 (kondisi tempat tinggal). Pendidikan dalam keluarga seharusnya masuk ke dimensi kondisi keluarga, lebih tepatnya utuh atau tidaknya keluarga pelaku, sedangkan kondisi tempat tinggal lebih berkaitan dengan masalah materi atau kekayaan keluarga. Atas dasar pertimbangan inilah, dua item ini tidak digunakan dalam analisis selanjutnya. Jadi, faktor pemicu tindak kekerasan eksternal memiliki 6 dimensi, yaitu: keluarga, personal, sosial-ekonomi, komunikasi, lingkungan, dan masa lalu individu.
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
9
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Tabel 7 Hasil Analisis Faktor Konfirmatori Faktor Pemicu Eksternal Faktor 1 2 3 4 5 AE13 Perceraian orang tua pelaku 0,767 AE1 Single parent atau orang tua tunggal 0,672 AE14 Kondisi tempat tinggal pelaku* 0,638 AE12 Kemiskinan 0,600 0,507 AE3 Depresi 0,759 AE4 Lingkungan di sekitar tempat tinggal pelaku tindak 0,613 0,535 kekerasan AE5 Tekanan tugas atau pekerjaan yang dialami pelaku 0,604 tindak kekerasan AE2 Pengangguran 0,401 0,599 AE6 Pendidikan dalam keluarga pelaku* 0,304 0,426 0,462 AE8 Masalah ras 0,737 AE7 Kesenjangan sosial 0,309 0,682 AE11 Pelaku tidak memiliki kelompok referensi yang 0,844 baik yang dapat dijadikan teladan dalam berperilaku AE10 Tidak ada interaksi yang harmonis antar anggota 0,666 dalam keluarga pelaku* AE9 Banyaknya geng pengguna narkoba yang tinggal di 0,346 0,835 sekitar pelaku AE15 Teman pelaku di luar kampus memberikan 0,310 0,545 pengaruh negatif AE16 Pelaku pernah menjadi korban tindak kekerasan * = item yang di-drop No.
Item Pertanyaan
6
0,560
0,310
0,757
Temuan analisis faktor dampak tindak kekerasan tidak memberikan hasil yang memuaskan. Enam item yang menyusun faktor 1 secara eksplisit tidak mengukur hal yang sama. Selalu merasa khawatir, merasa was-was, emosi tidak stabil, atmosfer kampus dianggap menakutkan mencerminkan faktor emosional, atau lebih tepatnya disebut Scarpa (2001) sebagai anxiety. Anxiety sebenarnya merupakan gejala tekanan psikologis yang dirasakan oleh seseorang. Pada tahap awal berupa perasaan takut dan khawatir. Tidak konsentrasi belajar dan kualitas proses belajar mengajar menjadi buruk juga mencerminkan kualitas proses pembelajaran. Jadi, faktor 1 yang terbentuk sebenarnya terdiri dari dua dimensi, yaitu: dimensi emosional dan kualitas proses pembelajaran. Dalam faktor 2 (dampak tindak kekerasan), 5 item yang ada secara eksplisit tidak mengukur hal yang sama. Perilaku agresif merupakan dampak tindak kekerasan yang telah kelihatan secara nyata dalam perilakunya. Dalam hal ini, pengaruh tindak kekerasan pada sisi emosional korbannya begitu besar dan mendalam, sehingga mempengaruhi perilaku korbannya (Scarpa, 2001). Item ini sama sekali berbeda dengan 4 item yang lain. Stress merupakan pengalaman subyektif seseorang dalam menilai stressor, faktor yang menekan seseorang (LeBlanc dan Kelloway, 2002). Oleh karena itu, stres lebih abstrak, tidak kelihatan secara kasat mata, sehingga stres berbeda dengan perilaku agresif. Berniat untuk pindah kuliah, tidak bergairah berangkat ke kampus, sering absen mencerminkan aspek perilaku, khususnya komitmen afektif seseorang (LeBlanc dan Kelloway, 2002). Komitmen afektif merupakan evaluasi keseluruhan seseorang terhadap suatu obyek, sifatnya konsisten, bisa positif atau negatif. Evaluasi yang negatif mengakibatkan individu cenderung menghindari obyek yang bersangkutan (Assael, 1998). Dalam kasus terjadinya tindak kekerasan dalam kampus, seseorang akan melakukan evaluasi terhadap hal itu. Jika individu sering terekspos, dan/atau menjadi korban tindak kekerasan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
10
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 dalam kampus, maka evaluasinya juga negatif, dan individu cenderung menghindari kampus, bahkan berniat untuk meninggalkannya. Kajian literatur tentang tindak kekerasan (Scarpa, 2001; LeBlanc dan Kelloway, 2002; Werthein, 2003; Debarbieux, 2003; Royer, 2003) memandu peneliti untuk menetapkan konstrain a priori bahwa ada 5 dimensi dampak tindak kekerasan (lihat Tabel 8). Tabel 8 Hasil Analisis Faktor Konfirmatori Dampak Tindak Kekerasan Item Pertanyaan Faktor 1 2 3 4 D7 Korban memiliki kekhawatiran tinggi jika berada di dalam 0,869 kampus D8 Atmosfer kampus menjadi menakutkan di mata korban 0.783 D6 Emosi korban menjadi tidak stabil 0,373 0,645 D9 0,558 0,444 Korban tidak dapat berkonsentrasi belajar 0,492 D2 Sering absent kuliah 0,800 D3 Berniat untuk pindah kuliah 0,766 D5 Tidak bergairah untuk berangkat ke kampus 0,353 0,410 0,604 D10 Kualitas proses belajar mengajar di kelas menjadi buruk 0,875 D11 Korban selalu merasa was-was jika berada di dalam 0,522 0,652 kampus D4 Berperilaku agresif 0,886 D1 Stress Keterangan: angka yang dicetak miring menunjukkan loadings signifikan yang dianggap tepat merujuk pada atasnya. No.
5
0,475
0,870 faktor di
. Empat item yang membentuk faktor 1 secara signifikan, yaitu: D7, D8, D6, dan D11 menunjukkan rasa khawatir dan takut korban tindak kekerasan dan ketidakstabilan emosi korban. Jadi, faktor 1 menunjukkan dampak emosional tindak kekerasan, selanjutnya diberi nama emosional. Hasil ini sesuai dengan temuan Scarpa (2001). Tiga item yang membentuk faktor 2 secara signifikan, yaitu: D2, D3, D5 menunjukkan keengannan korban untuk kuliah di kampus, bahkan korban berniat untuk pindah kuliah. Jadi, faktor 2 mencerminkan dampak tindak kekerasan terhadap komitmen afektif korban untuk berpindah kuliah, yang selanjutnya disebut komitmen afektif. Hasil ini sesuai dengan kajian LebLanc dan Kelloway (2002). Dua item yang membentuk faktor 3, D9 dan D10 menunjukkan dampak tindak kekerasan terhadap kualitas proses belajar mengajar di kampus dan proses pembelajaran korban tindak kekerasan. Dimensi yang ketiga ini disebut kualitas proses pembelajaran, dan ini mendukung studi Werthein (2003). Faktor 4 dan 5 masing-masing hanya dibentuk dari satu item, perilaku agresif dan stress. Hasil ini sejajar dengan argumen Royer (2003) dan Scarpa (2001) yang telah diulas sebelumnya. Keterbatasan dan Implikasinya Pada Penelitian Mendatang Sampel yang digunakan dalam penelitian ini, dosen dan mahasiswa, termasuk lowrisk population, orang yang memiliki peluang kecil untuk terekspos atau menjadi korban tindak kekerasan. Responden yang memiliki skor rendah jumlahnya lebih banyak (145) jika dibandingkan dengan responden yang memiliki skor tinggi (59). Peneliti tidak menetapkan suatu screening question untuk menentukan apakah responden berasal dari low-risk atau high-risk population. Akibatnya, potret tindak kekerasan dalam lingkungan akademik yang diprediksi dalam penelitian ini mungkin akan berbeda dengan potret yang sesungguhnya. Karena, proporsi responden dari kalangan low-risk lebih banyak jika dibandingkan dengan high-risk. Responden dari kalangan low-risk yang jumlahnya banyak akan memberikan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
11
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 respon lebih rendah dan lemah, sedangkan high-risk yang jumlahnya sedikit sebaliknya. Penggabungan kedua kelompok ini akan memberikan rata-rata yang moderat. Hal ini juga menjadi catatan penting dalam penelitian tentang tindak kekerasan yang diungkapkan oleh Hariis dan Hilton (2001). Jadi, generalisasi hasil penelitian ini harus dilakukan secara hatihati, dengan mempertimbangkan sampel yang dipakai dalam penelitian ini. Penelitian mendatang sebaiknya sebisa mungkin menggunakan kombinasi low-risk dan high-risk population secara proporsional. Hal ini bisa dilakukan dengan menetapkan screening question terhadap responden. Screening question dapat berupa pertanyaan yang menanyakan berapa kali responden pulang malam hari dari kampus, pernahkah responden menginap di kampus, responden selalu langsung pulang ke rumah setelah selesai kuliah, dsb. Penelitian ini menggunakan instrumen riset yang didesain sendiri, sehingga belum teruji validitas dan reliabilitas-nya. Penggunaan instrumen riset yang sudah teruji akan memberikan hasil penelitian yang lebih baik. Oleh karena itu, penelitian mendatang dapat menjadikan isu pengukuran tindak kekerasan sebagai agenda utama. SIMPULAN DAN IMPLIKASI MANAJERIAL Bentuk tindak kekerasan memiliki dua dimensi, yaitu tindak kekerasan fisik dan nonfisik, sedangkan faktor pemicu internal tindak kekerasan bersifat uni dimensional. Faktor pemicu eksternal tindak kekerasan memiliki enam dimensi, yaitu: dimensi keluarga, personal, komunikasi, masa lalu, lingkungan, serta kondisi sosial-ekonomi secara makro. Dampak tindak kekerasan memiliki lima dimensi, yaitu: perilaku agresif, stres, komitmen afektif untuk berpindah, emosional, dan kualitas proses pembelajaran korban tindak kekerasan. Komunitas akademik, terutama dunia pendidikan tinggi harus memiliki kepekaan terhadap lingkungan internal dan eksternal yang ada di sekitarnya. Karena, lingkungan internal dan eksternal merupakan salah satu penyebab terjadinya tindak kekerasan dalam dunia pendidikan. Introspeksi diri juga harus dilakukan komunitas akademik, meliputi peraturan akademik sampai dengan etika, sarana dan prasarana. Khususnya, tentang peraturan, apakah peraturan yang dibuat oleh dunia pendidikan untuk menekan terjadinya tindak kekerasan justru memiliki peluang tinggi untuk memicu terjadinya tindak kekerasan. Dosen harus peka terhadap mahasiswa yang menjadi anak didiknya. Dosen hendaknya dibekali training emotional intelligence untuk menangani mahasiswa yang menunjukkan perilaku agresif dalam kampus.
DAFTAR PUSTAKA Anderson, L. M. & Pearson, C. M., 1999, Tit for Tat? The Spiraling Effect of Incivility in the Workplace, Academy of Management Journal, 24, pp. 452 – 471. Assael, H. 1998, Consumer Behavior and Marketing Action. 6th ed. Cincinnati, OH: SouthWestern College Publishing. Blaya, C., 2003, School Violence and the Profesional Socialisation of Theachers. The Lessons of Comparatism, Journal of Educational Administration, Vol. 41, No. 6, pp. 650 – 668. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
12
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005
Cooke, Robert A. & Szumal, Janet L., 1994, The Impact of Group Interaction Style on Problem-Solving Effectiveness, Journal of Applied Behavioral Science, Vol. 30 No. 4, pp. 415 – 437. Cornell, D. G., 2003, Guidelines for Responding to Student Threats of Violence, Journal of Educational Administration, Vol. 41, No. 6, pp. 705 – 715. Debarbieux, E., 2003, School Violence and Globalization, Journal of Educational Administration, Vol. 41, No. 6, pp. 582 – 602. Hair, Joseph F., Anderson, Rolph E., Tatham, Ronald L., & Black, William C., 1998, Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice-Hall International, Inc. Harris, G.T., & Hilton, N.Z., 2001, Theoretical Note. Interpreting Moderate Effects in Interpersonal Violence, Journal of Interpersonal Violence, Vol. 16, No. 10, pp. 10941098. Hobson, J. S. Perry, 1996, Violent Crime in the US hospitality Workplace: Facing up to the Problem, International Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol. 8, No. 4, pp. 3 – 10. LeBlanc, M. M. & Kelloway, E. K., 2002, Predictors and Outcomes of Workplace Violence and Aggression, Journal of Applied Psychology, Vol. 87 No. 3, pp. 623 – 628. McLaughlin, C.R., Yelon, J.A., Ivatury, R., & Sugerman, H.J., 2000. Youth Violence A Tripartite Examination of Putative Causes, Consequences, and Correlates, Trauma, Violence, & Abuse, Vol. 1, No. 2, pp. 115-127. Morrison, B. E., 2003, Regulating Safe School Communities: Being Responsive and Restorative, Journal of Educational Administration, Vol. 41, No. 6, pp. 689 – 704. O’Leary-Kelly, Anne M., Paetzold, Ramona L., & Griffin, Ricky W., 2000, Sexual Harassment as Aggressive Behavior: An Actor-Based Perspective, Academy of Management Review, Vol. 25 No. 2, pp. 372 – 388. Royer, E., 2003, What Galileo Knew. School Violence, Research, Effective Practices and Teacher Training, Journal of Educational Administration, Vol. 41, No. 6, pp. 640 – 649. Scarpa, A., 2001, Community Violence Exposure in a Young Adult Sample. Lifetime Prevalence and Socioemotional Effects, Journal of Interpersonal Violence, Vol. 16, No. 1, pp. 36-53. Sharma, S., 1996, Applied Multivariate Techniques. Canada: John-Wiley & Sons, Inc.
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
13
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Shields, G. & Kiser, J., 2003, Violence and Aggression Directed toward Human Service Workers: An Exploratory Study, The Journal of Contemporary Human Services, Vol. 84, No. 1, pp. 13 – 20. Stanco, B. B. & Schneider, M., 1999, Sexual Harrasment in the Public Accounting Proffesion?, Journal of Business Ethics, Vol. 18, pp. 185 – 200. Werthein, J., 2003, Tackling Violence in Schools: The Role of UNESCO/Brasil, Journal of Educational Administration, Vol. 41, No. 6, pp. 603 – 625.
LAMPIRAN INSTRUMEN RISET PRA-SURVEI Bentuk Tindak Kekerasan Menurut anda hal-hal dibawah ini yang merupakan tindak kekerasan adalah : (Silakan beri tanda 9 atau 8 pada pilihan anda! Pilihan dapat lebih dari satu.) tawuran intimidasi pelecehan seksual penghinaan personal membawa senjata api
mencorat-coret fasilitas kampus mempermalukan seseorang di depan umum Perkelahian di kampus
Lain-Lain, sebutkan:
merayu pencurian perampokan pengunaan narkoba ada geng-geng
perusakan fasilitas kampus
nilai bagus dari dosen dengan imbalan seksual
menyumpahi membunuh perdagangan narkoba mencaci maki mengkonsumsi alkohol mengancam dengan kekuatan fisik menggunakan senjata tajam untuk mengancam persaingan dosen dan mahasiswa dalam memperebutkan cinta mahasiswa lain
Faktor Pemicu Tindak Kekerasan Dari bentuk tindak kekerasan diatas, menurut anda hal-hal dibawah ini yang merupakan factor pemicu tindak kekerasan adalah: (Silakan beri tanda 9 atau 8 pada pilihan anda! Pilihan dapat lebih dari satu.) EKSTERNAL: faktor-faktor pemicu dari luar kampus single parent pengangguran depresi lingkungan di sekitar tempat tinggal tekanan tugas/ pekerjaan
pendidikan dalam keluarga
Lain-Lain, sebutkan:
kesenjangan sosial hidup sebatang kara masalah ras kondisi tempat tinggal
kemiskinan perceraian orang tua masalah gender muncul banyak geng pengguna narkoba
tidak ada interaksi antar anggota keluarga kurangnya kelompok referensi yang baik dapat dijadikan acuan oleh kaum muda
teman di luar kampus
pernah menjadi korban tindak kekerasan
INTERNAL: faktor-faktor pemicu dari dalam kampus
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
14
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 respek dosen terhadap mahasiswa kondisi kampus yang tidak kondusif untuk belajar konsistensi peraturan akademik Lain-Lain, sebutkan:
respek mahasiswa terhadap dosen ketersediaan sarana dan prasarana di kampus
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
mutu proses belajar-mengajar konsistensi kode etik mahasiswa dan dosen
15
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Akibat Tindak Kekerasan Dari bentuk tindak kekerasan diatas, menurut anda hal-hal dibawah ini yang merupakan akibat tindak kekerasan adalah : (Silakan beri tanda 9 atau 8 pada pilihan anda! Pilihan dapat lebih dari satu.)
stress berniat untuk pindah kuliah
memiliki kekhawatiran tinggi jika berada dalam kampus kualitas proses belajarmengajar dalam kelas menjadi buruk Lain-Lain, sebutkan:
tingkat absensi tinggi tidak bergairah untuk berangkat ke kampus atmosfer kampus menjadi menakutkan merasa was-was jika berada dalam kampus
perilaku agresif secara emosional tidak stabil
tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar
KUESIONER PENELITIAN Isilah kolom di bawah ini dengan memberi tanda silang (X) atau melingkari angka 1 s/d 5 yang mewakili pendapat Bapak/Ibu/Sdr/i dengan masing-masing item pernyataan. Menurut saya, hal-hal dibawah ini yang merupakan tindak kekerasan pernah saya lihat atau saya alami dalam lingkungan kampus: No.
ITEM PERNYATAAN
B1 B2 B3 B4
Menjahili Pencurian Perampokan Adanya geng-geng nakal yang dibentuk dalam kampus Merusak fasilitas kampus Dosen memberikan nilai bagus jika diberi imbalan seksual oleh mahasiswanya Tawuran Intimidasi Pelecehan seksual Menghina pribadi seseorang Membawa senjata api di kampus Mempermalukan seseorang di depan umum Berkelahi di kampus Menyumpahi seseorang Melakukan pembunuhan Memperjualbelikan narkoba Mencaci maki seseorang Mengancam orang lain dengan kekuatan fisik Menggunakan senjata tajam untuk mengancam orang lain
B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13 B14 B15 B16 B17 B18 B19
Sangat Tidak Setuju 1 1 1 1
Tidak Setuju 2 2 2 2
Netral
Setuju
3 3 3 3
4 4 4 4
Sangat Setuju 5 5 5 5
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
1
2
3
4
5
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
16
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005
Berdasarkan bentuk tindak kekerasan di atas, menurut saya hal-hal dibawah ini yang merupakan faktor yang memicu seseorang melakukan tindak kekerasan adalah: No. ITEM PERNYATAAN Sangat Tidak Tidak Netral Setuju Sangat Setuju Setuju Setuju E1 Single parent atau orang tua tunggal 1 2 3 4 5 E2 Pengangguran 1 2 3 4 5 E3 Depresi 1 2 3 4 5 E4 Lingkungan di sekitar tempat tinggal pelaku 1 2 3 4 5 tindak kekerasan E5 Tekanan tugas atau pekerjaan yang dialami 1 2 3 4 5 pelaku tindak kekerasan E6 Pendidikan dalam keluarga pelaku tindak 1 2 3 4 5 kekerasan E7 Kesenjangan sosial 1 2 3 4 5 E8 Masalah ras 1 2 3 4 5 E9 Banyaknya geng pengguna narkoba yang 1 2 3 4 5 tinggal di sekitar pelaku E10 Tidak ada interaksi yang harmonis antar 1 2 3 4 5 anggota dalam keluarga pelaku E11 Pelaku tidak memiliki kelompok referensi 1 2 3 4 5 yang baik yang dapat dijadikan teladan dalam berperilaku E12 Kemiskinan 1 2 3 4 5 E13 Perceraian orang tua pelaku 1 2 3 4 5 E14 Kondisi tempat tinggal pelaku 1 2 3 4 5 E15 Teman pelaku di luar kampus memberikan 1 2 3 4 5 pengaruh negatif E16 Pelaku pernah menjadi korban tindak 1 2 3 4 5 kekerasan I1 Dosen tidak respek terhadap mahasiswa 1 2 3 4 5 I2 Mahasiswa tidak respek terhadap dosen 1 2 3 4 5 I3 Mutu proses belajar mengajar rendah 1 2 3 4 5 I4 Kondisi kampus tidak kondusif untuk belajar 1 2 3 4 5 I5 Peraturan akademik tidak konsisten (sering 1 2 3 4 5 berubah-ubah) I6 Sarana dan prasarana yang tersedia di 1 2 3 4 5 kampus tidak memadai I7 Kode etik antara mahasiswa dan dosen 1 2 3 4 5 tidak jelas I8 Adanya geng-geng nakal yang dibentuk 1 2 3 4 5 mahasiswa di kampus Dari bentuk tindak kekerasan di atas, menurut saya hal-hal dibawah ini yang merupakan akibat tindak kekerasan terhadap korbannya adalah: No. ITEM PERNYATAAN Sangat Tidak Tidak Netral Setuju Sangat Setuju Setuju Setuju D1 Stress 1 2 3 4 5 D2 Sering absen kuliah 1 2 3 4 5 D3 Berniat untuk pindah kuliah 1 2 3 4 5 D4 Berperilaku agresif 1 2 3 4 5 D5 Tidak bergairah untuk berangkat ke kampus 1 2 3 4 5
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
17
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 D6 D7 D8 D9 D10 D11
Emosi korban menjadi tidak stabil Korban memiliki kekhawatiran tinggi jika berada di dalam kampus Atmosfer kampus menjadi menakutkan di mata korban Korban tidak dapat berkonsentrasi belajar Kualitas proses belajar mengajar di kelas menjadi buruk Korban selalu merasa was-was jika berada dalam kampus
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
1
2
3
4
5
1 1
2 2
3 3
4 4
5 5
1
2
3
4
5
Isilah pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda silang (X) pada kolom yang merupakan jawaban Bapak/Ibu/Sdr/i. 1. 2.
Kebanyakan teman saya di kampus pernah melakukan tindak kekerasan. Kebanyakan teman saya di kampus pernah menjadi korban tindak kekerasan.
Ya Ya
Tidak Tidak
Siapakah orang yang menurut anda sering menjadi pelaku tindak kekerasan dalam kampus, dengan mengurutkan yang tertinggi sampai ke terendah. Nilai terendah adalah 1, sedangkan yang tertinggi adalah 4. Dosen Mahasiswa Karyawan Komunitas lain di sekitar kampus
(.........) (..........) (..........) (..........)
Siapakah orang yang menurut anda sering menjadi korban tindak kekerasan dalam kampus, dengan mengurutkan yang tertinggi sampai ke terendah. Nilai terendah adalah 1, sedangkan yang tertinggi adalah 4. Dosen Mahasiswa Karyawan Komunitas lain di sekitar kampus
(.........) (..........) (..........) (..........)
Menurut Bapak/Ibu/Sdr/i, tindak kekerasan mana yang paling sering terjadi di lingkungan kampus. Beri nilai 1 untuk tindak kekerasan yang jarang/tidak pernah terjadi, dan nilai 2 untuk tindak kekerasan yang sering terjadi. 1. Tindak kekerasan fisik 2. Tindak kekerasan non-fisik
(………) (………)
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
18
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama
: Licen Indahwati Darsono, SE., M.Si
Alamat
: Jl. Kalimati Wetan 47, Surabaya
Pekerjaan
-
: Dosen Tetap Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Riwayat Pendidikan
:
o Universitas Katolik Widya Mandala, lulus 1999 o Program Magister Sains UGM Yogyakarta, lulus 2003 Hasil Penelitian & Publikasi : No. 1. 2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Judul Memperkecil Resiko Kegagalan Produk Baru dalam Pasar Transformasi Organisasional dan MSDM: Hambatan dan Implikasinya Pada Rekrutmen dan Seleksi Perubahan Organisasional Khususnya Transformasi Organisasional: Hambatan, Solusi dan Kunci Suksesnya Adopsi Teknologi Informasi: Sebuah Kajian Konseptual dan Tantangan Bagi Peneliti
Tahun 2001
Loyalty dan Disloyalty: Sebuah Pandangan Komprehensif dalam Analisa Loyalitas Pelanggan Emotional Loyalty dan Ultimate Loyalty: Kebutuhan dan Tantangan Pemasar Saat Ini
2004
Investigasi Hubungan Kualitas, Kepuasan, dan Loyalitas Pelanggan: Metode Evaluasi Komparatif dan Non-komparatif Kasus Softlifting: Studi Empiris dengan Motivating Model dan Theory of Planned Behavior The determinant of User’s Information Technology Acceptance: An Empirical Study on Higher Education
2005
2002
2002
2004
2005
2005
2005
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
Publikasi Jurnal Widya Manajemen & Akuntansi (UKWM – Surabaya) Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan (UK Petra – Surabaya) Telaah Bisnis (Akademi Manajemen dan Perusahaan YKPN Yogyakarta) Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Pada Dunia Pendidikan Tinggi Jurnal Ilmu Administrasi dan Bisnis, Universitas Atma Jaya Jakarta MODUS Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Atma Jaya Yogyakarta Simposium Nasional Program Magister Sains dan Doktor Ilmu Ekonomi UGM Yogyakarta Simposium Nasional Program Magister Sains dan Doktor Ilmu Ekonomi UGM Yogyakarta Proceeding 6th AUAP General Conference
19
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 RIWAYAT HIDUP PENULIS Nama
: Christofera Marliana Junaedi, SE., M.Si
Alamat
: Taman Puspa Anggaswangi Blok M1 no. 06 Sukodono – Sidoarjo 61258
Pekerjaan
: Dosen Tetap Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Riwayat Pendidikan
: -
•
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, lulus 1998
•
Program Magister Sains UGM Yogyakarta, lulus 2004
Hasil Penelitian & Publikasi : No. 1.
Judul Mengukur Persepsi Harapan dan Kualitas Jasa Konsumen dengan Model Service Quality. Pergeseran Karir Tradisional Menjadi Karir Tradisional : Dampak dan Implikasinya bagi Karyawan dan Perusahaan Melibatkan Pemasok dalam Mencapai Efektivitas Proses Pengembangan Produk Baru Pengelolaan Diversitas: Penyebab Kegagalan dan Model yang Efektif
Tahun 2001
5.
Hubungan Politik Organisaional, Job Distress, dan Perilaku Agresif di Tempat Kerja
2004
6.
Solusi Pemecahan Penerapan Business Reengineering
Masalah Process
2004
7.
Investigasi Hubungan Kualitas, Kepuasan, dan Loyalitas Pelanggan: Metode Evaluasi Komparatif dan Non-komparatif Kasus Softlifting: Studi Empiris dengan Motivating Model dan Theory of Planned Behavior
2005
2.
3.
4.
8.
2003
2003
2003
2005
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
Publikasi Jurnal Widya Manajemen & Akuntansi UKWM – Surabaya Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan UK Petra – Surabaya Jurnal Studi Bisnis Universitas Atma Jaya Yogyakarta Kinerja Universitas Atma Jaya Yogyakarta Simposium Nasional J-AME-R Universitas Teknologi Yogyakarta MODUS Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Atma Jaya Yogyakarta Simposium Nasional Program Magister Sains dan Doktor Ilmu Ekonomi UGM Yogyakarta Simposium Nasional Program Magister Sains dan Doktor Ilmu Ekonomi UGM Yogyakarta
20