Tindak Tutur Menyindir Bahasa Jepang dengan Pengelompokkan Majas Sindiran Ironi, Sinisme, dan Sarkasme Friska Ganiaputri, 1006700583, Sastra Jepang
ABSTRAK
Skripsi ini meneliti tentang tindak tutur menyindir yang dituturkan dalam bahasa Jepang. Data yang digunakan adalah percakapan yang terdapat di dalam dorama berjudul Maou. Data dianalisis menggunakan teori tindak tutur John R. Searle, lalu dikelompokkan menjadi ironi, sinisme, dan sarkasme berdasarkan teori gaya bahasa Gorys Keraf. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat berbagai macam ungkapan untuk menuturkan sebuah sindiran, mulai dari yang tidak kasar sampai yang sangat kasar. Kata Kunci: tindak tutur, menyindir, gaya bahasa
1. Tindak Tutur Ilokusi Di dalam bukunya yang berjudul ‘Sosiolinguistik: Perkenalan Awal’, Chaer dan Agustina menjelaskan bahwa menurut tata bahasa tradisional ada tiga jenis kalimat, yaitu kalimat deklaratif, kalimat interogatif, dan kalimat imperatif. Kalimat deklaratif dimaksudkan agar pendengar hanya mendengarkan pernyataan penutur saja. Kalimat interogatif meminta lebih dari sekadar perhatian, tapi juga jawaban secara lisan. Kalimat imperatif meminta pendengar mendengarkan tuturan penutur dan kemudian pendengar memberi tanggapan berupa tindakan sesuai dengan isi tuturan penutur. J.L. Austin adalah orang pertama yang memperkenalkan teori tentang tindak tutur (speech acts). Pertuturan atau tindak tutur adalah seluruh komponen bahasa dan nonbahasa yang meliputi perbuatan bahasa yang utuh, yang menyangkut peserta di dalam percakapan, bentuk penyampaian amanat, topik, dan konteks amanat itu. Ia menjelaskan di bukunya yang berjudul ‘How to do Things With Words?’ (1962) bahwa ia membedakan kalimat deklaratif berdasarkan maknanya menjadi kalimat konstatif dan kalimat performatif. Kalimat konstatif hanya berisikan pernyataan saja. Contoh dari kalimat konstatif adalah “hari ini
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 1
panas sekali”. Kalimat performatif mengandung perlakuan di kalimatnya. Contohnya, “Saya tutup rapat hari ini dengan mengucapkan hamdallah.” Apa yang diucapkan di kalimat performatif adalah apa yang dilakukan oleh sang penutur kalimat tersebut. Dari kalimat performatif ini, kemudian Austin membaginya menjadi lima kategori, yaitu kalimat verdiktif (kalimat perlakuan yang menyatakan keputusan), kalimat eksersitif (kalimat perlakuan yang menyatakan nasihat), kalimat komisif (kalimat perlakuan yang menandakan janji si penutur), kalimat behatitif (kalimat perlakuan yang merespon atas keberuntungan atau kemalangan orang lain), serta kalimat ekspositif (kalimat perlakuan yang memberi penjelasan). Kalimat perlakuan hasil pembagian kalimat performatif oleh Austin ini kemudian dirumuskan menjadi tiga jenis tindak tutur. Tindak tutur itu adalah tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Tindak tutur lokusi merupakan pernyataan yang berkaitan dengan makna. Austin memberi contoh tindak tutur lokusi sebagai berikut. Seorang guru berkata kepada muridnya, “tolong bantu saya”. Arti dari pernyataan ini adalah seorang guru meminta muridnya untuk membantunya melakukan sesuatu. Arti dari pernyataan ini tercerminkan secara denotatif dari kalimat tuturannya. Tindak tutur ilokusi memiliki makna tersirat dari kalimat tuturannya. Maksud sebenarnya yang ingin disampaikan penutur justru makna tersirat yang ada di ucapannya. Apabila dalam tuturan “tolong bantu saya” di tindak tutur lokusi di atas ditujukan kepada murid yang sedang asik bermain telepon genggam di kelas, makna tersirat tuturan tersebut bisa jadi dimaksudkan untuk menghentikan perbuatan tidak baik muridnya itu. Tindak tutur perlokusi merupakan efek dari tindak tutur ilokusi. Apabila murid yang dimintai tolong guru tadi menghentikan perbuatannya bermain telepon genggam, maka tuturan sang guru tergolong tindak tutur perlokusi. Ini adalah contoh percakapan yang mengandung tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi yang dikutip dari teks humor milik Soedjatmiko tahun 1990. Seorang lelaki tua bertanya kepada penjaga toko peti mati, “Berapa harga peti mati yang penuh ukiran ini?” “Seratus lima puluh ribu, Tuan!” Jawab si penjaga toko.
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 2
“Bukan main mahalnya!” Ujar lelaki tua tersebut. “Tapi, Tuan, saya jamin pasti peti mati ini tidak akan membuat Tuan kecewa. Karena sekali Tuan masuk ke dalamnya, Tuan tidak akan punya keinginan untuk keluar lagi!” kilah si penjaga toko. Analisis terhadap kalimat “Tuan tidak akan punya keinginan untuk keluar lagi!” adalah sebagai berikut. 1) Tindak tutur lokusi adalah Tuan tak akan punya keinginan untuk keluar lagi. 2) Tindak tutur ilokusi adalah Tuan tidak ingin keluar karena akan merasakan kepuasan maksimal. 3) Tindak tutur perlokusi adalah Tuan tidak ingin keluar karena pada saat itu Tuan sudah mati. Berbeda dengan Austin yang menganalisis tindak tutur dengan melihat sudut pandang penutur, maka Searle menganalisisnya dengan melihat sudut pandang pendengar. Searle berpendapat, tujuan penutur itu sukar untuk diteliti dibandingkan dengan interpretasi pendengar. Dengan melihat reaksi yang dilakukan pendengar atas tindak tutur yang diterima, akan mudah untuk dianalisis. Dalam bukunya yang berjudul ‘A Classification of Illocutionary Acts’, Searle mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi berdasarkan tujuannya menjadi lima. Pengklasifikasian ini ia lakukan dengan melihat tindak tutur dari sudut pandang pendengar. Menyempurnakan pembagian tindak tutur yang sudah dibuat oleh Austin, berikut adalah pembagian tindak tutur ilokusi Searle. a) Asertif, tuturan yang bertujuan untuk menyatakan fakta. Tindak tutur ini semata-mata hanya menginformasikan sesuatu kepada pendengar tanpa adanya maksud lain, misalnya menyatakan dan melaporkan; b) Direktif, yang tujuannya membuat pendengar melakukan sesuatu sesuai dengan isi tuturan. Tuturan ini biasanya diutarakan oleh orang yang
memiliki
kedudukan
tinggi
kepada
pendengar
yang
kedudukannya lebih rendah. Contohnya adalah orang tua ke anak, atasan ke bawahan, guru ke murid. Namun tindak tutur direktif tidak terbatas hanya pada hubungan seperti itu saja. Tindak tutur ini biasanya terdapat pada kalimat perintah, permintaan, dan pengingat.
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 3
c) Komisif, yang membuat penutur akan melakukan sesuatu di masa yang akan datang. Tindak tutur ini membuat penuturnya terikat akan sebuah komitmen yang menuntut untuk dilaksanakan. Contoh dari tindak tutur komisif adalah berjanji, bersumpah, dan mengancam; d) Ekspresif, digunakan untuk mengekspresikan keadaan psikologis penutur dalam merespon suatu hal, misalnya berterima kasih, mengucapkan selamat, memuji, menyalahkan, memaafkan, mengeluh, dan menyindir; e) Deklaratif, merupakan sebuah tuturan yang setelah diucapkan akan mengakibatkan berubahnya keadaan tergantung dari apa isi tuturan tersebut, misalnya membaptiskan, menceraikan, dan menikahkan. Dalam tindak tutur ekspresif menyindir, penutur mengekspresikan keadaan psikologisnya kepada pendengar dengan cara menyindir. Poin utama dari tindak tutur ekspresif menurut Searle adalah terdapat kejujuran atas apa yang dirasa dan kemudian kejujuran tersebut dituangkan dalam bentuk tuturan. Tindak tutur ekspresif tidak dimaksudkan supaya situasi bisa cocok dengan tuturan ataupun sebaliknya, tuturan bisa cocok dengan situasi. Akan tetapi, yang dirasa penutur saat mengutarakan tindak tutur ini adalah jujur. 2. Gaya Bahasa Sindiran Seorang ahli linguistik bahasa Indonesia bernama Gorys Keraf mendefinisikan apa itu gaya bahasa di dalam bukunya yang berjudul ‘Diksi dan Gaya Bahasa’ (1984). Menurutnya, gaya bahasa atau majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa. Seseorang bisa mengutarakan pikiran, ide, maupun perasaannya dengan gaya tersendiri lewat sebuah gaya bahasa atau majas. Pikiran atau ide yang diutarakan seseorang ini secara bersamaan juga mencerminkan kepribadiannya. Apabila penutur menggunakan gaya bahasa yang sopan, pendengar dapat berkesimpulan bahwa penutur ini adalah seorang yang berperilaku baik dan santun. Sebaliknya, bila gaya bahasa yang digunakan cenderung kasar dan melukai perasaan pendengar, penutur ini bisa dicap sebagai seseorang yang tidak beretika.
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 4
Keraf berpendapat bahwa untuk dapat membedakan sebuah gaya bahasa baik atau buruk, dapat digunakan tiga unsur, yaitu kejujuran, sopan-santun, dan menarik. Bahasa pun memiliki sendi kejujuran. Maksudnya adalah, dengan mengikuti kaidah yang berlaku dalam berbahasa, maka seorang penutur sudah menerapkan prinsip kejujuran dalam berbahasa. Penutur yang menggunakan kalimat bertele-tele akan menuntunnya kepada kebohongan. Penggunaan kalimat yang
seperti
ini
mencerminkan
bahwa
sang
penutur
seperti
sedang
menyembunyikan pikiran dan idenya dibalik kalimat berbelit tadi. Menurut Keraf, nilai sopan santun dalam bahasa adalah sebuah kejelasan dan kesingkatan. Dengan berkata secara jelas, dalam satu waktu penutur juga sedang menghormati dan membantu pendengar dengan tidak membuat pendengar memeras otak untuk mencerna apa maksud perkataan sang penutur. Kesingkatan dalam berbahasa berarti menggunakan kata-kata secara efisien. Unsur menarik dalam berbahasa akan melengkapi kedua unsur yang sudah dijelaskan sebelumnya. Bagi Keraf, apabila sebuah gaya bahasa hanya jujur dan sopan santun tanpa menambahi unsur kemenarikan di dalamnya, maka gaya bahasa itu akan terasa tawar. Gaya bahasa dapat dikatakan menarik bila memiliki variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, vitalitas, dan imajinasi. Keraf membedakan gaya bahasa dilihat dari segi nonbahasa dan segi bahasa. Dari segi nonbahasa, pengarang, masa, medium, subyek, tempat, hadirin, dan tujuan memengaruhi pemilihan gaya bahasa yang digunakan oleh seorang penutur di sebuah situasi tutur. Sedangkan pada segi bahasa, pilihan kata, nada yang terkandung di wacana, struktur kalimat, dan langsung tidaknya makna berperan sebagai pembeda sebuah gaya bahasa. Dalam strategi menyindir, dipergunakan gaya bahasa berdasarkan langsung tidak-nya makna. Gaya bahasa ini mengkaji apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau tidak. Apabila suatu gaya bahasa masih bermakna sebenarnya atau denotatif, maka gaya bahasa itu bukanlah yang dimaksudkan di sini. Gaya bahasa yang sudah mengandung perubahan makna seperti terdapat kiasan atau penyimpangan makna lainnya adalah gaya bahasa dimaksud. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidak-nya makna terbagi menjadi dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris, yang merupakan penyimpangan struktur
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 5
kalimat untuk mencapai tujuan tertentu, dan gaya bahasa kiasan, yang merupakan penyimpangan dalam bidang makna. Contoh kalimat gaya bahasa retoris adalah “pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat perangainya.” Keraf mengemukakan argumennya yaitu gaya bahasa kiasan awal mulanya dibentuk berdasarkan perbandingan suatu hal dengan yang lain. Contohnya adalah sebagai berikut. a) Dia sama pintar dengan kakaknya b) Bibirnya seperti delima merekah Kalimat a) adalah kalimat perbandingan biasa dengan makna denotatif. Dari kalimat ini, berkembanglah sebuah perbandingan yang mengibaratkan suatu hal dengan hal lain yang terkandung dalam kalimat b). Kiasan ‘delima merekah’ merupakan patokan dari perbandingan yang terdapat di kalimat b). Perbandingan di sebuah kalimat ini kemudian dikenal dengan sebutan analogi. Perbandingan dari analogi muncul dalam berbagai macam gaya bahasa kiasan seperti yang sudah diungkapkan Keraf di bukunya, yang di antaranya adalah sebagai berikut. a) Simile, perbandingan yang langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain; b) Metafora, analogi dalam bentuk yang singkat, misalnya ‘buaya darat’; c) Alegori, Parabel, dan Fabel, yang merupakan metafora yang mengalami perluasan; d) Personifikasi, gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati seolah-olah bernyawa; e) Alusi, acuan yang mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa; f) Eponim, suatu nama yang sering didengar kemudian dipakai untuk menyatakan suatu sifat, contohnya Hercules untuk menyatakan kekuatan; g) Epitet, acuan yang menyatakan suatu hal menjadi ciri akan hal lain, misalnya puteri malam untuk bulan; h) Sinekdoke, bahasa figuratif untuk menggunakan sebagian untuk menyatakan keseluruhan atau sebaliknya;
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 6
i) Metonimia, gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan hal lain karena mempunyai hubungan yang dekat; j) Antonomasia,
bentuk
khusus
dari
sinekdoke
yang
berwujud
penggunaan epiteta untuk menggantikan nama diri; k) Hipalase, suatu kebalikan dari suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan; l) Ironi, Sinisme, dan Sarkasme, gaya bahasa sindiran dengan tingkatan kesopanan; m) Satire, ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu; n) Inuendo, sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya; o) Antifrasis, penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya yang sudah diketahui secara pasti apa yang dihadapi pada saat itu; p) Paronomasia, kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Di dalam teori gaya bahasa sindiran yang dikemukakan Keraf, terdapat tiga jenis istilah sindiran dengan tingkatan kesopanan. Dari yang paling sopan atau tidak secara eksplisit menyindir, terdapat ironi. Kemudian naik sedikit menjadi agak keras, ada sinisme. Yang terakhir, yang paling kasar di antara ketiga gaya bahasa sindiran yang ada, yaitu sarkasme. Ironi berasal dari kata eironeia yang berarti pura-pura. Definisi ironi menurut Keraf adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Kalimat ironi dikatakan berhasil digunakan untuk menyindir apabila pendengar juga sadar akan maksud sebenarnya dari penutur yang tersembunyi di balik tuturan tersebut. Contoh kalimat ironi yang Keraf utarakan adalah berikut ini. Saya tahu Anda adalah seorang gadis yang paling cantik di dunia ini yang perlu mendapat tempat terhormat! Apabila di dalam situasi tuturan di atas berupa pendengar yang tidak memiliki wajah cantik, maka tuturan di atas tergolong ironi karena mengingkari fakta dengan memasukkan mengucapkan kata yang berlawanan di tuturannya. Majas sindiran yang lebih mengandung makna hinaan daripada ironi adalah sinisme. Sinisme merupakan suatu sindiran yang mengandung ejekan. Keraf menambahkan bahwa meskipun sinisme tergolong lebih keras daripada
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 7
ironi, terkadang masih sulit untuk dibedakan di antara keduanya. Perubahan sedikit kata pada kalimat ironi di atas dapat memunculkan kalimat sinisme, yaitu seperti yang di bawah ini. Memang Anda adalah seorang gadis yang tercantik di seantero jagad ini yang mampu menghancurkan seluruh isi jagad ini. Kalimat ‘yang mampu menghancurkan seluruh isi jagad ini’ dapat diartikan sebagai seorang penghancur dan maknanya tergolong hinaan. Apabila dalam ironi tidak mengandung kalimat hinaan secara eksplisit, maka sinisme mengutarakan hinaannya secara terang-terangan. Sarkasme merupakan sindiran yang jauh lebih kasar dari ironi dan sinisme. Menurut Keraf, di dalam kalimat sarkasme terkandung celaan yang getir. Sarkasme dapat dipastikan akan menyakiti hati pendengarnya bila diucapkan kepada pendengar itu. Secara etimologis, kata sarkasme diturunkan dari kata Yunani sarkasmos, yang artinya “merobek-robek daging seperti anjing ” atau “berbicara dengan kepahitan”. Di bawah ini adalah contoh kalimat sarkasme. Kelakuanmu memuakkan saya. Kata ‘memuakkan’ mengandung indikasi membuat muak seseorang dikarenakan tidak pantas dilakukan. Kalimat ‘kelakuanmu memuakkan’ ini tergolong hinaan yang dapat menyakitkan hati pendengarnya. 3. Hiniku atau Aironi Berbeda dengan definisi sindiran dalam bahasa Indonesia yang membagi gaya bahasa sindiran menjadi tiga tingkatan sesuai kesopanannya, pengertian sindiran di bahasa Jepang tidaklah demikian. Jepang mendefinisikan sindiran menjadi satu definisi umum dan tidak mengelompokkannya berdasarkan kesopanan tuturan dan sebagainya. Kata ‘sindiran’ bila diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang akan menjadi hiniku (皮肉)yang artinya mencangkupi ironi, sinisme, dan sarkasme. Selain disebut sebagai hiniku, istilah sindiran dalam bahasa Jepang juga sering kali disebut aironi (アイロニー). Berikut adalah pengertian hiniku menurut kamus dan teori dari dua orang ahli linguistik Jepang.
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 8
しんめいかいこくごじてん
だいごばん
さんせいどう
ひにく
「新明解国語辞典 」〈第五版 ・三省堂 〉によると, 皮肉 、または あ
い
ろ
に
あいて
ひなん
ひはん
き
も
じじつ
はんたい
こと
アイロニー(相手を非難・批判する気持ちで)は事実と反対の事を い
い じ わ る
とおまわ
あいて
じゃくてん
言ったりして、意地悪く、遠回しに相手の 弱 点 などをつくこと。 Terjemahan: “Menurut kamus Shinmeikaikokugo 1 cetakan ke-5, hiniku atau bisa disebut juga ironi (dengan perasaan ingin mengkritik lawan bicara) adalah istilah ketika mengungkapkan sebuah fakta dengan menggunakan lawan katanya, dan secara tidak langsung menyindir kelemahan lawan bicara dengan maksud buruk.” Dari pengertian ini, dapat dipahami bahwa ketika seseorang menggunakan kalimat hiniku dalam sebuah percakapan dengan orang lain, berarti secara tidak langsung ia juga menghina orang tersebut lewat kata-katanya yang berupa antonim dari kata sebenarnya. Tidak berbeda dengan pengertian dari kamus di atas, seorang asisten profesor di program S2 ilmu humaniora Osaka University yang bernama Daisuke Tsuji (2001) juga mengungkapkan pendapatnya mengenai pengertian hiniku. ひにく
ひょうげん
こうげきてき
はつわ
えんきょくせい
てん
たいしょう
ひなん
ひはん
皮肉 には 表 現 の 婉 曲 性 という点があり、 対 象 を非難・批判する つた
はん
攻撃的な発話である。そして、あることを伝えるのにそれに反する ひょうげん
はんご
ようなことばで 表 現 する反語もある。 Terjemahan: “Di dalam ungkapan hiniku terdapat kata kiasan, dan pengungkapan kata yang bermaksud mengkritik objek. Lalu, terdapat antonim yang digunakan untuk mengungkapkan suatu hal.” Daisuke memaparkan bahwa ada kata kiasan di dalam sebuah ungkapan hiniku. Kata kiasan ini kemudian dikenal sebagai majas sindiran. Ungkapan kata kiasan ini bertujuan untuk mengkritik pendengar akan suatu hal. 1
Kamus bahasa Jepang yang diterbitkan oleh Sanseido. Kata 新明解国語 memiliki arti new clearunderstanding Japanese dictionary atau ‘kamus Jepang baru yang jelas dimengerti’. Cetakan ke5 diterbitkan pada tahun 1997.
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 9
Pendapat terakhir tentang hiniku oleh seorang ahli bahasa Jepang adalah dari dosen sastra Inggris di Kobe Women University yang bernama Seisaku Kawakami. ひにく
あいて
じったい
み
ぬ
うえ
き
あいて
がいかん
皮肉には相手の実体を見抜いた上で気づかぬふりをし、相手の外観 あ
ひょうげん
あ
い
ろ
に
ひょうげん
に合わせた 表 現 をしたとき、それがアイロニーの 表 現 となる。 Terjemahan: “Sebuah ungkapan disebut hiniku ketika seseorang pura-pura tidak sadar setelah mengetahui keadaan sesungguhnya dari lawan bicara, lalu mengutarakan kalimat yang menyesuaikan dengan kelemahan lawan bicara tersebut.” Seisaku mengatakan bahwa ada unsur kesengajaan dalam menggunakan kalimat hiniku di dalam sebuah percakapan setelah mengetahui terlebih dahulu kelemahan pendengar. Sembari sengaja mengungkapkan hiniku, penutur juga pura-pura tidak mengetahui kelemahan pendengar ini. 4. Drama Seri Maou Sumber data penelitian ini adalah drama seri Jepang yang berjudul Maou. Drama seri ini tayang di TBS (Tokyo Broadcasting System), salah satu stasiun televisi Jepang, pada hari Jumat pukul 10 malam di tahun 2008. Drama yang disutradarai oleh Arata Kato ini terdiri dari 11 episode dan siarkan selama musim panas dari tanggal 4 Juli sampai 12 September. Satu tahun sebelumnya juga tayang drama seri Korea berjudul sama yaitu Devil2 yang merupakan sumber remake drama Maou ini. Batasan dari penelitian ini adalah penulis hanya akan mengambil percakapan yang memiliki konteks tindak tutur menyindir di berbagai situasi dan kedudukan antara penutur dan petutur untuk dianalisis secara kualitatif. Drama seri Maou mengisahkan seorang pengacara yang memiliki dua wajah. Wajah pertama adalah wajah seorang pengacara bernama Naruse Ryo (diperankan oleh anggota idol grup nasional Jepang, Arashi, yaitu Ohno Satoshi) yang dikenal publik dengan julukan Pengacara Malaikat dikarenakan ia sering menolong klien yang lemah dan selalu memenangkan kasusnya. Wajah keduanya 2
Park, Chan Hong, dir., Duk Gun Lee, prod., KBS2, Mawang, 2007 (21 Maret-24 Mei).
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 10
adalah seorang kakak dari adik laki-laki yang terbunuh lalu menyimpan dendam selama 11 tahun lamanya kepada seorang detektif polisi yang bernama Serizawa Naoto (diperankan oleh aktor Ikuta Toma), yang tak lain adalah penyebab kematian adiknya tersebut. Setelah adik Ryo terbunuh, Naoto remaja dibebaskan dari tuduhan dengan alasan ‘melindungi diri’. Ryo yang tidak terima atas ditutupinya fakta kematian adiknya ini memutuskan untuk balas dendam kepada Naoto. Cara Ryo balas dendam adalah dengan cara mengendalikan orang A yang menyimpan dendam kepada orang B dari jauh sehingga orang A akan membuat orang B ini terbunuh. Orang B ini adalah orang yang memiliki hubungan dengan Naoto dan dianggap Ryo ikut bertanggung jawab atas apa yang terjadi 11 tahun lalu. Meskipun Ryo membuat banyak orang terbunuh, Ryo tidak pernah turun tangan langsung dalam pelaksanaan pembunuhannya. Selama proses balas dendam Ryo berlangsung, hubungan antarpersonal Naoto dengan orang-orang di sekitarnya sering diwarnai cekcok yang dipicu oleh beberapa permasalahan, seperti perselingkuhan, saling mengancam satu sama lain, dan yang terparah, tewasnya seseorang. Cekcok ini kerap kali membuat para tokoh terpancing emosi dan mengungkapkannya lewat tuturan. Pengungkapan emosi lewat tuturan ini kemudian dikenal dengan istilah tindak tutur ekspresif. Banyaknya tuturan menyindir yang terdapat di drama seri ini adalah alasan yang membuat penulis memilih Maou sebagai sumber data penelitian ini. 5. Tindak Tutur Menyindir yang tergolong Ironi Ciri dari tindak tutur menyindir ini adalah terdapatnya ungkapan yang mengandung antonim sebagai bentuk sindiran terhadap lawan bicara. Data (1) Episode 4, menit ke 14:08 – 14:36 Naoto:
待ってくれ、山野!石本が死んだ。知ってんだろ?
Matte kure, Yamano! Ishimoto ga shinda. Shitten daro?
‘Tunggu, Yamano! Ishimoto telah meninggal. Kau tahu itu, kan?’ Yamano:
何を?
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 11
Nani wo? ‘Tau apa?’
Naoto:
石本が何で死んだのか、知ってんだろ?
Ishimoto ga nande shinda no ka, shitten daro? ‘Kenapa Ishimoto bisa meninggal, kau tahu, kan?’
Yamano:
石本が死んだ? い いつ?気の毒だね、石本が死んで。悲 しいだろ? 友達が死ぬのって、ほんとにつらいからな。
Ishimoto ga shinda? I…itsu? Ki no doku dane, Ishimoto ga shinde. Kanashii daro? Tomodachi ga shinu no tte, honto ni tsurai kara na. ‘Ishimoto meninggal? Ka… kapan? Tragis ya, Ishimoto meninggal. Sedih, bukan? Teman meninggal itu, benar-benar menyengsarakan.’
Gambar Data (1): Yamano menyindir Naoto dengan pura-pura berbelasungkawa terhadap kematian Ishimoto
Pada data (1), tokoh yang terlibat dalam percakapan adalah Naoto, yang
adalah seorang polisi, dan Yamano, yang adalah seorang pegawai perusahaan penerbitan. Naoto dan Yamano memiliki hubungan yang tidak baik lantaran Naoto dulu sering menganiaya Yamano saat masih SMP. Yamano pun
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 12
menyimpan dendam terhadap Naoto akan hal itu, terlebih lagi karena Naoto telah membuat teman akrabnya, Hideo, tewas. Yamano, bersama Ryo, adalah pelaku dibalik pembunuhan berantai yang terjadi di sekeliling Naoto. Saat Naoto dan Yamano terlibat percakapan di atas, Naoto menduga Yamano adalah dalang dibalik kasus itu dan menemuinya di kantor tempat Yamano bekerja. Yamano melarikan diri, namun setelah itu Naoto menghadangnya. Pada saat yang bersamaan, teman akrab Naoto, Ishimoto, tewas. Sama seperti Naoto, Ishimoto juga adalah salah satu orang yang sering menganiaya Yamano 11 tahun yang lalu. Otomatis, Yamano juga menyimpan kebencian terhadap Ishimoto. Naoto menduga Yamano mengetahui penyebab dari kematian Ishimoto. Kalimat yang mengandung tindak tutur menyindir di data (1) adalah kalimat ki no doku dane, Ishimoto ga shinde(気の毒だね、石本が死んで)。 Kata ki no doku ( 気 の 毒 だ ね ) bila diterjemahkan akan menjadi ‘tragis’. Akhiran –ne (∼ね)memiliki makna pernyataan yang juga turut menanyakan pendapat lawan bicara, apakah ia setuju dengan tuturannya atau tidak. Kata shinu (死ぬ)ditulis dalam bentuk –te (∼て)hingga menjadi shinde (死んで) sehingga bermakna ‘karena’ atau ‘lantaran’. Arti dari kalimat itu secara keseluruhan adalah ‘tragis ya, Ishimoto meninggal’. Yamano mengatakan lewat kalimatnya ini bahwa ia merasa kasihan terhadap Ishimoto yang meninggal. Kalimat ini ducapkan dalam bentuk bahasa informal dikarenakan percakapan ini terjadi di antara 2 orang yang sepantaran dari segi umur, dan tidak ada satu pun dari mereka yang menghormati pihak lain. Akan tetapi, begitu menganalisis ekstrastruktural dari tuturan ini, maka terdapat kejanggalan. Yamano diketahui membenci Naoto dan Ishimoto karena sudah menganiayanya. Orang yang menyimpan dendam seperti itu normalnya tidak akan mengasihani atau mengatakan kalimat belasungkawa saat mengetahui kematian orang jahat yang sudah menganiayanya itu. Dengan demikian, Yamano telah pura-pura berbelasungkawa dengan mengatakan tuturan tersebut. Hal ini dibuktikan dengan ekspresi yang diperlihatkan Yamano yang tidak menunjukkan rasa sedih seperti yang ada di gambar data (1). Sebenarnya Yamano merasa senang atas kematian Ishimoto, selain karena Ishimoto mendapat ganjaran atas perbuatan masa lalunya, Yamano juga adalah salah satu orang yang merancang Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 13
kematian Ishimoto itu sendiri. Perubahan ekspresi Naoto menunjukkan bahwa ia menyadari sindiran Yamano tersebut. Dikarenakan tuturan Yamano tidak sejalan dengan realita yang ada, tuturan Yamano ini tergolong ironi. Yamano mengatakan hal kebalikan dari apa yang sebenarnya ia rasa dengan berpura-pura merasa kasihan atas kematian Ishimoto. Dengan kata lain, tuturan sindiran ironi Yamano tersebut memiliki makna bahwa sebenarnya ia senang atas kematian Ishimoto. 6. Tindak Tutur Menyindir yang tergolong Sinisme Tuturan sinisme lebih kasar daripada ironi, namun tidak setara dengan kasarnya ungkapan sarkasme. Tuturan ini mengandung ejekan dengan tujuan mengkritik kelemahan lawan bicara. Data (2) Episode 1, menit ke 15:06 – 15:14 Naoto:
俺は俺なりに一生懸命やってますよ!
Ore wa ore nari ni isshoukenmei yattemasuyo! ‘Saya juga bekerja keras sesuai dengan cara saya!’
Nakanishi:
加減にしろって言ってんだよ!もし手がすべって、ホシが落 ちたら、どうするんだ!?お前がやってることはコロスキと 同じだ!
Kagen ni shiro tte ittendayo!
‘Aku bilang kamu itu harus introspeksi!’ Moshi te ga subette hoshi ga ochitara dou surunda!? ‘Kalau tanganmu licin lalu tersangka jatuh, bagaimana?’ Omae ga yatteru koto wa korosuki to onaji da! ‘Yang kau lakukan itu sama saja dengan niatan membunuh!’
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 14
Gambar Data (4): Nakanishi menyindir perbuatan Naoto agar Naoto introspeksi diri dan tidak mengulangi perbuatannya lagi Tokoh yang terlibat di dalam percakapan data (4) adalah Naoto dan Nakanishi Hiromichi, atasan Naoto di kepolisian Shibuya. Naoto yang baru saja berhasi menangkap pelaku kejahatan, dimarahi oleh Nakanishi sekembalinya ke kantor. Naoto cenderung brutal saat memaksa tersangka mengakui perbuatannya seperti menakuti tersangka dengan hampir menjatuhkannya dari gedung berketinggian puluhan meter. Perbuatan Naoto tersebut dianggap Nakanishi telah melewati batas dan membahayakan nyawa tersangka itu sendiri. Namun justru berkat cara Naoto, banyak penjahat yang berhasil ditangkapnya dan membuatnya dinobatkan sebagai detektif polisi dengan rating penangkapan penjahat tertinggi di kantornya. Meskipun memberi dampak positif bagi penangkapan penjahat, Nakanishi tetap melihat perbuatan Naoto ini harus dihentikan dan dievaluasi lagi. Di lain pihak, Naoto merasa tidak ada yang salah dengan caranya selama itu demi menangkap pelaku kejahatan. Kalimat Nakanishi yang berbunyi omae ga yatteru koto wa korosuki to onaji da(お前がやってることはコロスキと同じだ)ini mengandung makna sindiran. Nakanishi menuturkannya kepada Naoto dengan menggunakan kalimat informal dikarenakan posisinya di lingkungan kerja dan segi umur itu lebih atas
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 15
dan tua daripada Naoto. Nakanishi juga menggunakan kata omae (お前)yang berarti ‘kau’ dalam bahasa laki-laki. Kata korosuki (コロスキ)memiliki arti ‘niatan membunuh’. Kata ini merupakan gabungan dari kata korosu (殺す)atau ‘membunuh’ dengan ki (気)yang artinya ‘perasaan’, ‘niat’, dan ‘tekad’. Kata yatteru koto (やってること)atau ‘yang dilakukan’ ini mengacu kepada perbuatan Naoto yaitu hampir membahayakan nyawa tersangka dengan nyaris membuatnya terjatuh dari gedung tinggi. Kata to onaji (と同じ)memiliki makna ‘menyamakan dengan sesuatu’, dan dalam hal ini adalah ‘niatan membunuh’. Oleh karenanya terjemahan dari tuturan Nakanishi kepada Naoto ini adalah ‘apa yang sudah Naoto lakukan terhadap tersangka tadi itu sama saja dengan niatan untuk membunuh tersangka tersebut’. Pada kenyataannya, Naoto sama sekali tidak ada rencana untuk membunuh tersangka yang hendak ia tangkap. Ia melakukan hal berbahaya tadi untuk membuat tersangka ketakutan dan menyerah sehingga mau mengakui perbuatan jahatnya. Dengan kata lain, Naoto mengancam tersangka akan menjatuhkannya dari gedung tinggi namun sama sekali tidak berniat untuk benar-benar melakukannya, apalagi sampai membunuhnya. Nakanishi tentu mengetahui hal tersebut sebagai seorang atasan Naoto yang sudah bekerja lama dengannya, namun Nakanishi mengkhawatirkan hal yang tidak diinginkan yang bisa terjadi saat Naoto sedang melaksanakan aksinya tersebut. Contoh hal yang tidak diinginkan itu adalah tangan Naoto licin saat memegang tersangka sehingga membuatnya tak sengaja menjatuhkan tersangka dari gedung. Hal ini dibuktikan dengan tuturan Nakanishi sebelumnya yang berbunyi moshi te ga subette hoshi ga ochitara dou surunda (もし手がすべってホシが落ちたらどうするんだ)。 Kata moshi (もし)dan –tara (∼たら)memiliki makna pengandaian. Dalam hal ini, Nakanishi mengandaikan ‘tangan Naoto licin sehingga membuat tersangka jatuh’ dengan berkata te ga subette hoshi ga ochiru (手がすべってホシが落ち る ) 。 Kata hoshi ( ホ シ ) merupakan istilah kepolisian dalam menyebut tersangka. Nakanishi juga membuat penekanan akan pentingnya peringatannya tadi dengan mengatakan dou surunda (どうするんだ)yang bermakna ‘apa yang akan kau lakukan kalau tersangka benar-benar jatuh’. Setelah disindir
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 16
demikian, perubahan ekspresi Naoto di gambar data (4) menunjukkan bahwa ia sindiran Nakanishi telah berdampak kepada Naoto. Tuturan Nakanishi yang mengandung makna sindiran ini tergolong sinisme. Dalam kalimatnya, Nakanishi menyamakan Naoto dengan pembunuh lewat kata korosuki to onaji (コロスキと同じ)。Tindakan menyamakan yang dilakukan Nakanishi ini merupakan perbuatan yang mengandung celaan. Maksud sebenarnya Nakanishi menuturkan kalimat sinisme tersebut adalah, Nakanishi ingin agar Naoto introspeksi dan tidak mengulangi perbuatan berbahayanya ini lagi. Hal ini dikarenakan, bisa saja saat Naoto melakukannya lagi suatu hari nanti, Naoto benar-benar tak sengaja membunuh seorang tersangka.
7. Tindak Tutur Menyindir yang tergolong Sarkasme Tuturan sarkasme mengandung ungkapan yang kasar dan dapat menyakiti hati pendengarnya. Data (3) Episode 2, menit ke 27:59 – 28:07 Eisaku:
うちのホテルに泥棒はいらないんだ。明日からもう来なくて いいよ。
Uchi no hoteru ni dorobou wa iranainda.
‘Hotelku tidak membutuhkan pencuri.’ Ashita kara mou konakute ii yo. ‘Mulai besok kau tidak perlu datang lagi.’
Shintani:
会長。。私はただ。。
Kaichou… Watashi wa tada…
‘Pak, saya hanya…’ Eisaku:
目障りだ!早く出ていきなさい!
Mezawari da!
‘Perusak pemandangan!’ Hayaku dete ikinasai!
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 17
‘Cepat pergi dari sini!’
Gambar Data (7): Eisaku memaki Shintani dan mengusirnya keluar dari kamarnya Setting percakapan data (7) ini adalah Shintani Tae dan Serizawa Eisaku berada di kamar hotel Eisaku. Sebelumnya, Shintani masuk ke kamar Serizawa untuk membereskan is kamar. Saat ia tengah membereskan pakaian Eisaku, dompet Eisaku terjatuh dan terlihat berlembar-lembar uang 10.000 yen dari luar. Di saat yang sama, Shintani baru saja ditelepon oleh Ishimoto Yosuke, penagih hutang Shintani sekaligus sahabat Naoto sejak SMP. Shintani diwajibkan membayar 3 juta yen sesegera mungkin ke Ishimoto karena sudah melewati tenggat waktu pembayaran. Ishimoto juga sempat mengancam Shintani bahwa ia akan melakukan sesuatu kepada Sora, anak Shintani, kalau Shintani tidak juga melunasi hutangnya. Setelah ditagih seperti itu, Shintani memohon ke atasannya di tempat ia bekerja sebagai cleaning service hotel, namun ditolak. Saat kebingungan dengan hutangnya, Shintani sempat terdiam sesaat begitu melihat dompet tebal milik Eisaku terjatuh. Ia memungut dompet itu dan pada saat itulah Eisaku datang. Eisaku melihat Shintani seperti hendak mencuri dompetnya. Shintani pada saat itu belum mencuri apapun karena baru memungut dompet saja. Namun Eisaku sudah memojoki Shintani dengan tuduhan mencuri dan memecat
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 18
Shintani. Shintani berusaha berkilah dan ingin menjelaskan kejadian sebenarnya, namun Eisaku sudah marah dan mengusir Shintani dari kamarnya. Eisaku menyindir Shintani secara kasar lewat kalimat berikut. Mezawari da ( 目 障 り だ ) memiliki arti ‘pengganggu pandangan’ atau ‘perusak pemandangan’. Ekspresi marah Eisaku turut menguatkan betapa kasarnya sindiran yang ia ucapkan. Eisaku menggunakan kalimat informal karena ia sedang berbicara dengan pegawai yang bekerja di kantornya. Dengan kata lain, ia berbicara dengan orang yang kedudukan sosialnya lebih rendah dari dirinya. Kata mezawari (目障り)ini diucapkan ketika ada sesuatu yang membuat perasaan tidak nyaman begitu dilihat dan ingin agar sesuatu tersebut lekas lenyap dari pandangan. Eisaku mengucapkan kata ini sambil marah dan menganggap Shintani adalah perusak pemandangannya. Ia ingin agar Shintani segera pergi dengan mengatakan kalimat berikutnya yaitu, hayaku dete ikinasai (早く出ていきなさ い)。Kata hayaku (早く)berarti ‘secara cepat’. Imbuhan –te iku (ていく) yang diubab menjadi –te ikinasai (ていきなさい)memiliki makna perintah. Imbuhan tersebut terdapat pada kata deru (出る)yang berarti ‘keluar’ sehingga memiliki makna keseluruhan ‘menyuruh keluar’. Ditambah dengan kata hayaku, arti kalimatnya menjadi ‘cepat pergi dari sini’. Kalimat tuturan Eisaku yaitu mezawari da ini termasuk sarkasme. Kalimat yang ditujukan untuk Shintani ini sangat kasar dan dapat menyakitkan hati. Shintani disamakan dengan sesuatu yang merusak pemandangan dan harus segera lenyap. Shintani, sebagai pendengar yang disindir secara sarkasme ini langsung berdiri mematung. Maksud Eisaku menghina Shintani sedemikian rupa adalah ia ingin Shintani segera pergi dari kamarnya itu karena ia tidak ingin melihatnya lagi yang sudah dianggapnya sebagai seorang pencuri. Ini dibuktikan dengan tuturan Eisaku sebelumnya yang berbunyi uchi no hoteru ni dorobou wa iranainda (う ち の ホ テ ル に 泥 棒 は い ら な い ん だ ) 。 Kata uchi ( う ち ) berarti ‘aku’, partikel ni (に)merujuk ke arti ‘di’, kata dorobou (泥棒)berarti ‘pencuri’, akhiran –nda (んだ)memberi penekanan sebuah pernyataan iranai (いらな い)yang berarti ‘tidak membutuhkan’. Dengan demikian, arti kalimat pendukung itu adalah ‘hotelku tidak membutuhkan pencuri’.
Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 19
DAFTAR PUSTAKA
Buku Agustina, Leonie dan Abdul Chaer. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Rineka Cipta: Jakarta. Keraf, Gorys. 1981. Diksi dan Gaya Bahasa. PT Gramedia: Jakarta. e-Book Austin, J.L. 1962. How to do Things With Words. Harvard University Press: Massachusetts. http://www.ling.upenn.edu/~rnoyer/courses/103/Austin.pdf. Diakses tanggal 3 November 2014. Searle, John R. 1976. A Classification of Illocutionary Acts. Cambridge University Press: Cambridge. http://www.personal.unijena.de/~mu65qev/wikolin/images/2/27/Searle_(1975b_1-23).pdf. Diakses tanggal 3 November 2014. Artikel Ilmiah Kawakami, Seisaku. 1998. Aironi no Gengogaku. http://ir.library.osakau.ac.jp/dspace/bitstream/11094/47941/1/mrl_032_001A.pdf. Diakses tanggal 22 Oktober 2014. Sato, Shinji. 2007. “Nihonjin no Komyunike-shon Sutairu” Kan to sono Kyouiku no Saikou. http://literacies.9640.jp/dat/litera4-1-1.pdf. Diakses tanggal 8 November 2014. Tsuji, Daisuke. 2001. Kokoro no Sahou. http://www.dtsuji.com/paper/p10/paper10.pdf. Diakses tanggal 22 Oktober 2014. Film Kato, Arata, Dir. Masanao Takahashi, Prod. 2008 (4 Juli-12 September). Maou. TBS. Kamus JED (Aplikasi Android Kamus Jepang-Inggris) Universitas Indonesia
Tindak Tutur..., Friska Gania Putri, FIB UI, 2014
Page 20