i digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI INTERNET DENGAN MODUS OPERANDI CARDING
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : M Tony Arinof E0008184
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012
ii digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI INTERNET DENGAN MODUS OPERANDI CARDING
Oleh M Tony Arinof Nim : E0008184
Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 31 Juli 2012 Dosen Pembimbing 1
Dosen Pembimbing 2
Prof.Dr. Supanto, S.H., M.Hum NIP. 19601107 1986011001
Rofikah, S.H., M.H NIP. 19551212 1983032001
commit to user
iii digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI INTERNET DENGAN MODUS OPERANDI CARDING
Oleh M Tony Arinof Nim : E0008184
Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari
: Jumat
Tanggal
: 03 Agustus 2012
DEWAN PENGUJI 1. Subekti, S.H., M.H Ketua
: ..................................................
2. Rofikah, S.H., M.H Sekretaris
: .................................................
3. Prof.Dr. Supanto, S.H., M.Hum Anggota
: .................................................
Mengetahui Dekan,
(Prof.Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum) commit to user NIP. 19570203 1985032001
iv digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: M Tony Arinof
NIM
: E0008184
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : Tindak Pidana Penipuan Transaksi Jual Beli Melalui Internet Dengan Modus Operandi Carding adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 31Juli 2012 yang membuat pernyataan
M Tony Arinof NIM. E0008184
commit to user
v digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
MOTTO
Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh. (Andrew Jackson)
Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik. (Evelyn Underhill)
PERSEMBAHAN Penulisan hukum ini kupersembahkan untuk: Orangtuaku, Saudara Kandungku Saudara Seperguruan, Almamaterku
commit to user
vi digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat dan hidayahnya yang telah memberikan kelapangan dan kemudahan di dalam penulisan hukum ini serta dengan mengucap syukur alhamdulillah, penulisan hukum (skripsi) yang berjudul “TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI JUAL
BELI
MELALUI
INTERNET
DENGAN
MODUS
OPERANDI
CARDING” dapat Penulis selesaikan. Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana modus operandi tindak pidana penipuan transaksi jual beli melalui internet dengan carding dan penanganan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik materiil maupun non materiil sehingga penulisan hukum ini dapat diselesaikan, terutama kepada: 1. Bapak Prof.Dr. Ravik Karsidi, M.S, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ibu Prof.Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Dr.Hari Purwadi, S.H,. M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Ibu Dr. I Gusti Ayu Ketut RH, S.H., M.M, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 5. Bapak Hernawan Hadi, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 6. Bapak Prof.Dr. Supanto, S.H., M.Hum, selaku Pembimbing Utama dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini. 7. Ibu Rofikah, S.H., M.H., selaku Co.Pembimbing Penulisan Hukum (Skripsi) ini. commit to user
vii digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8. Bapak Prasetyo Hadi Purwandoko, S.H., M.S., selaku Pembimbing Akademis selama menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyalurkan pengetahuan dibidang ilmu hukum kepada penulis sehingga dapat menjadi bekal dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini dan semoga dapat segera penulis amalkan. 10. AKBP Anton Sasono, selaku Wadir Reskrimsus Polda Jateng yang telah memberi ijin untuk melakukan penelitian dan memperoleh data-data yang penulis butuhkan dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. 11. Kompol Iswanto, selaku Kanit I Subdit Ekonomi Khusus Dit Reskrimsus Polda Jateng, yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dalam melakukan penelitian di Polda Jawa Tengah. 12. Bapak Sadino, eyang kakung tercinta yang selalu memberi dukungan dan doa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan hukum ini serta studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 13. Kedua orang tua dan Saudara Kandungku tercinta, yang selalu memberi dukungan dan doa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan penulisan hukum ini serta studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Mengingat keterbatasan kemampuan diri penulis, penulis sadar bahwa penulisan hukum (skripsi) ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu adanya saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama untuk perkembangan hukum acara pidana, kalangan akademisi, praktisi serta masyarakat umum.
Surakarta, 31 Juli 2012
commit to user
Penulis
viii digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL .. ...........................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN
.............................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
................................
v
KATA PENGANTAR .........................................................................
vi
DAFTAR ISI
.......................................................................................
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
viii
...................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xii
ABSTRAK ...........................................................................................
xiii
ABSTRACT ...........................................................................................
xiv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah...................................................................
1
B. Perumusan Masalah .........................................................................
3
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................
4
D. Manfaat Penelitian .........................................................................
4
E. Metode Penelitian .........................................................................
5
1. Jenis Penelitian .........................................................................
5
2. Sifat Penelitian .........................................................................
6
3. Pendekatan Penelitian .............................................................
6
4. Jenis Data ................................................................................
6
5. Sumber Data ...........................................................................
7
6. Teknik Pengumpulan Data ......................................................
7
7. Teknik Analisis Data ...............................................................
8
F. Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi) ..........................................
9
commit to user
ix digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. ..........................................................
11
A. Kerangka Teori ..................................................................................
11
1. Pengaturan Tindak Pidana Penipuan Dalam KUHP .....................
11
a. Pengertian Tindak Pidana Penipuan .....................................
11
b. Bentuk Tindak Pidana Penipuan ..........................................
13
1). Penipuan Pokok.............................................................
13
2). Penipuan Ringan ...........................................................
14
3). Penipuan dalam Jual Beli ..............................................
15
2. Transaksi Jual Beli Menggunakan Media Internet .....................
19
a. Pengertian Jual-Bel ...............................................................
19
b. Klasifikasi Jual Beli dari Sisi Objek Dagangan .....................
19
c. Syarat-Syarat Sah Jual Beli ...................................................
20
d. Perkembangan Jual Beli ........................................................
20
e. Jual Beli melalui Internet ........................................................
21
3. Perkembangan Internet Dan Dampaknya ...................................
24
a. Pengertian Internet ...............................................................
24
b. Sejarah Internet ....................................................................
25
c. Manfaat Internet
.................................................................
26
d. Dampak Negatif dan Positif Internet ...................................
27
4. Cybercrime
................................................................................
29
a. Pengertian Cyberspace ........................................................
29
b. Cybercrime ...........................................................................
30
c. Jenis-jenis Cybercrime ........................................................
31
5. Penanganan Polisi Terhadap Tindak Pidana Cybercrime ...........
34
B. Kerangka Pemikiran .........................................................................
37
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .....................
39
A. Hasil Penelitian ..................................................................................
39
1. Secara Umum Lokasi Penelitian .................................................
39
a. Jawa Tengah ......................................................................... b. Kepolisian Daerah Jawacommit Tengahto user ..........................................
39 41
x digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Kepolisian Resort .................................................................
43
d. Kepolisian Sektor .................................................................
45
e. Dit Reskrimsus Polda Jawa Tengah .....................................
49
2. Modus Operandi Penipuan Dalam Transaksi Jual-Beli Melalui Internet Dengan Carding .............................................................
55
a. Perkembangan Kejahatan Cyber di Wilayah Polda Jawa Tengah
.............................................................................
55
b. Modus Operandi Carding Yang Terjadi Di Wilayah Polda Jawa Tengah ............................................................. 1). Kasus I
57
......................................................................
58
2). Kasus II ......................................................................
58
3. Penanganan Pihak Kepolisian Terhadap Modus Operandi Carding
....................................................................................
59
a. Penanganan Kasus I .............................................................
59
b. Penanganan Kasus II .............................................................
61
c. Pasal-Pasal yang dapat dikenakan pada pelaku Carding........
62
d. Tindakan Preventif Dari Pihak Kepolisian Terhadap Carding ................................................................................
64
B. Pembahasan .......................................................................................
64
1. Modus Operandi Carding
..........................................................
64
2. Penanganan Oleh Aparat Kepolisian Terhadap Modus Operandi Carding .........................................................................
68
BAB IV PENUTUP .............................................................................
74
A. Simpulan
.......................................................................................
74
B. Saran
.......................................................................................
74
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
76
LAMPIRAN
80
.......................................................................................
commit to user
xi digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Halaman Gambar 1. Teknik Analisis Data Kualitatif ..........................................
8
Gambar 2 : Kerangka Pemikiran ..........................................................
37
Gambar 3. Struktur Organisasi Polda Jawa Tengah ..............................
48
Gambar. 4 Struktur Organisasi Dit Reskrimsus .....................................
50
commit to user
xii digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Surat Permohonan Ijin Penelitian .......................................
80
Lampiran II Surat Keterangan Penelitia . ...............................................
81
Lampiran III Berkas Penyelidikan Kepolisian (sebagian) .....................
82
Lampiran IV Lembar Kueisioner ..........................................................
83
commit to user
xiii digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ABSTRAK
M TONY ARINOF, E 0008184. 2012. TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI INTERNET DENGAN MODUS OPERANDI CARDING, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan kejahatan penipuan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dalam hal transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding dan untuk mengetahui penanganan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding oleh aparat Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris. Pendekatan penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif yaitu untuk memahami fenomena apa yang sedang dialami oleh subjek. Jenis dan sumber bahan hukum penelitian ini yaitu berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum penelitian ini adalah melalui observasi di lapangan serta wawancara secara mendalam dengan para narasumber. Sedangkan teknik analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu teknik analisis deduktif. Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa kemajuan teknologi membuat teknik kejahatan penipuan semakin canggih dengan adanya modus carding dan penanganan dari aparat kepolisian sudah sangat membantu mengurangi dan mencegah terjadinya carding namun masih banyak kekurangan dari SDM Polri dan lambatnya tindakan Polri dalam menangani kasus cyber. Kata kunci: carding, kepolisian, teknologi informasi
commit to user
xiv digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ABSTRACT
M TONY ARINOF, E 0008184. 2012. TRADING TRANSACTION FRAUD THROUGH THE INTERNET BY MODUS OPERANDI OF CARDING, Faculty of Law, Sebelas Maret University Surakarta.
This legal research aims to determine the development of a fraud crime by utilizing the technological advances in terms of trading via the internet with the modus operandi of carding and to determine the law enforcement fraud crime in the trading transactions over the Internet with the modus operandi of carding by the Central Java Regional Police. This study is a kind of empirical legal research. The research approach that I use in this study is a qualitative approach, which is to understand the phenomenon of what is being experienced by the subject. Types and sources of legal materials of this study is in the form of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. Collection of legal materials techniques this research is through field observations and in-depth interviews with informants. Besides that, the analysis techniques who authors use in this research is deductive analytical techniques. Based on research that has been made by the author, it can be concluded that advances in technology make increasingly sophisticated fraud techniques with the carding modus and handling of police have been very helpful to reduce and prevent the occurrence of carding, but there are still many shortcomings of human resources in Polri and the latest police action in dealing the cases of cyber. Key words: carding, police, information technology
commit to user
xv digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Globalisasi telah membawa dunia kearah yang lebih maju dengan kehadiran teknologi-teknologi penunjang kehidupan manusia. Beberapa diantaranya adalah teknologi komunikasi dan komputer. Perkembangan teknologi komunikasi dan komputer telah melahirkan internet yang menjadi tulang punggung teknologi informasi. Perkembangan internet dipicu oleh peluncuran pesawat sputnik milik Uni Soviet yang di tanggapi oleh Amerika Serikat dengan membuat proyek peluncuran pesawat luar angkasa dan pengembangan internet pada tahun 1960-an. Pada awal perkembangan, internet digunakan untuk kepentingan kekuasaan khususnya kepentingan militer Amerika Serikat. Perkembangan teknologi umumnya dan internet pada khususnya tidak bisa di nikmati oleh orang-orang biasa seperti sekarang ini. Seusai perang dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet, internet tidak lagi digunakan untuk kepentingan militer, tetapi beralih fungsi menjadi sebuah media yang mampu membawa perubahan dalam kehidupan manusia. internet tidak lagi hanya digunakan oleh kalangan militer dan pemerintah tetapi juga digunakan oleh pelaku bisnis, politikus, musikus, budayawan bahkan para penjahat dan teroris. Internet mulai digunakan sebagai alat propaganda politik, transaksi bisnis atau perdagangan,
sarana
pendidikan,
kesehatan,
manufaktur,
perancangan,
pemerintahan, pornografi dan kejahatan lain (Asril Sitompul, 2001: 13). Kehadiran internet telah membuka cakrawala baru dalam kehidupan manusia. internet merupakan sebuah ruang informasi dan komunikasi yang menjanjikan menembus batas-batas antarnegara dan mempercepat penyebaran dan pertukaran ilmu dan gagasan di kalangan ilmuwan dan cendekiawan di seluruh dunia. Internet membawa kita kepada ruang atau dunia baru yang tercipta yang di namakan Cyberspace yaitu sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru berbentuk virtual commit to user (tidak langsung dan tidak nyata). 11 1 1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
Namun, perkembangan teknologi tidak hanya membawa dampak positif di mana pemanfaatan teknologi informasi di seluruh bidang kehidupan manusia dan mempermudah manusia dalam pekerjaan–pekerjaannya, misalnya dengan Ecommerce membuat kita mudah melakukan pembelian maupun penjualan suatu barang tanpa mengenal tempat. Dampak negatif perkembangan teknologi yaitu berkembang pula yang semula kejahatan konvensional menjadi kejahatan berteknologi. Perkembangan kejahatan tersebut di tandai dengan semakin bervariasi bentuk-bentuk kejahatan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi di mana kejahatan di bidang informatika khususnya telah banyak terjadi. Pada umumnya kejahatan di bidang informatika atau dengan menggunakan internet merupakan kejahatan biasa tetapi dengan peralatan canggih. Kalau dahulu orang menipu dengan kata-kata bohong sekarang menipu bukan hanya kata-kata dari mulut seseorang tetapi dengan menggunakan peralatan komputer dan internet, penipuan bisa dilakukan untuk membeli suatu barang di internet. Penipuan di internet terjadi karena penggunaan internet untuk keperluan bisnis dan perdagangan yang mulai di kenal belakangan ini dengan cepat meluas di dunia. Perdagangan elektronik atau E-commerce adalah pembelian dan penjualan barang dan jasa dengan menggunakan jasa komputer online di Internet (Abdul Halim Barakatullah dkk, 2005: 12). Penipuan sering terjadi pada perdagangan elektronik ini dengan berbagai modus kejahatan. Kejahatan yang terjadi di dunia maya sering disebut dengan Cybercrime. Cybercrime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Salah satu Cybercrime yang sering dilakukan para hacker adalah carding . Biasanya para carder (sebutan hacker yang melakukan carding ) membeli barang dari internet dan kemudian membayar barang yang dibelinya tersebut dengan kartu kredit
atau kartu debit milik orang lain sebagai korbannya. Melalui
wawancara dengan Kompol Iswanto Kanit Cybercrime Polda Jateng didapatkan suatu kasus yang terjadi di Indonesia terungkap di Semarang pada tahun 2000 di user di tangkap berdasarkan laporan mana seorang carder di tangkapcommit polisi. to Pelaku
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang di dapat polisi dari interpol di Jakarta. Pelaku melakukan penipuan dengan membeli barang secara online melalui situs www.ebay.com. Situs tersebut menjadi tempat favorit para carder untuk melakukan kejahatan menggunakan kartu kredit korbannya. Sedangkan data kartu kredit yang digunakan para carder didapatkan dengan berbagai modus operandi dan teknik-teknik yang bermacam-macam. Carding merupakan kejahatan yang sulit terungkap bahkan belum terungkap di Indonesia. Padahal pelakunya di Indonesia sudah banyak sekali. Dibanding dengan negara-negara maju atau negara-negara di Asia bahkan di wilayah negara di Asia Tenggara saja sekalipun Indonesia tergolong negara yang jumlah pengguna internetnya masih rendah, namun memiliki prestasi menakjubkan dalam cybercrime terutama pencurian kartu kredit (ICT Watch, 2001: 38). Menurut riset Clear Commerce Inc, perusahaan teknologi informasi yang berbasis di Texas-AS, di kalangan pengguna internet dunia, pengguna internet Indonesia masuk dalam blacklist di sejumlah online shopping ternama, seperti ebay.com dan amazon.com. Tak jarang kartu kredit asal Indonesia diawasi bahkan di blokir. Kejahatan di bidang komputer/internet, merupakan salah satu permasalahan tersendiri dalam penegakkan hukum di Indonesia yang perlu mendapat perhatian serta pemikiran untuk mendapatkan jalan keluar yang memadai, baik melalui perangkat hukumnya, kesigapan aparat penegak hukum maupun kepedulian masyarakat
tentang
arti
perlindungan/pengamanan
bagi
pengguna
komputer/internet. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait modus operandi carding dan penanganan tindak pidana penipuan tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun penulisan
hukum
yang
berjudul:
“TINDAK
PIDANA
PENIPUAN
TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI INTERNET DENGAN MODUS OPERANDI CARDING ”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka to user perumusan masalah yang akan di commit kaji dalam penelitian ini adalah:
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Bagaimana modus operandi tindak pidana penipuan transaksi jual beli melalui internet dengan carding ? 2. Bagaimana penanganan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui modus operandi tindak pidana penipuan transaksi jual beli melalui internet dengan carding . b. Untuk mengetahui penanganan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis di bidang hukum pidana, khususnya mengenai tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding. b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana (S1) dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian Di dalam penelitian sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan karena nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari penelitian tersebut, adapun manfaat yang diharapkan oleh penulis dari penelitian ini antara lain : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang relevan bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan ilmu commit to user hukum pidana pada khususnya.
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang perkembangan tindak pidana penipuan dari konvensional ke yang lebih modern. c. Memberikan pengetahuan tentang perkembangan kejahatan berteknologi secara umum dan modus operandi carding secara khusus. 2. Manfaat Praktis a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang sedang di teliti. b. Untuk mengembangkan pola pikir serta kemampuan penalaran penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang diperoleh. c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur dan bahan informasi bagi semua pihak terutama mengenai perkembangan tindak pidana penipuan berteknologi.
E. Metode Penelitian Metode pada hakekatnya memberikan pedoman tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya (Soerjono Soekanto, 2010:6). Guna mendukung pelaksanaan penelitian hukum maka perlu diterapkan metode penelitian yang tepat untuk menganalisis isu hukum yang di hadapi tersebut. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah jenis penelitian hukum empiris. Pada penelitian hukum empiris, yang akan di teliti pada awalnya adalah data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2010: 52). Penelitian ini di mulai dengan meneliti dan mencermati perundangundangan baik yang terkait dengan faktor-faktor kriminologis dalam data sekunder dan akan di tindak lanjuti dengan pendekatan empirik melalui pengambilan data primer di lapangan. Penelitian ini akan mengkaji tentang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
penipuan transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding, di mana penipuan merupakan suatu tindak pidana. 2. Sifat Penelitian Sifat dari penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu, kelompok, atau keadaan) dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi (Rianto Adi, 2010: 58). Gambaran secara cermat yang di maksud dalam penelitian ini adalah gambaran yang menjelaskan mengenai perkembangan kejahatan berteknologi dan penjelasan mengenai penipuan transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding serta penanganannya oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah. 3. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian hukum ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif itu sendiri berarti penelitian yang di maksudkan untuk memahami fenomena apa yang di alami oleh subjek penelitian, mengumpulkan data dari subjek kemudian di analisa sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan atas permasalahan yang di angkat. 4. Jenis Data a. Data Primer Data Primer merupakan sejumlah keterangan atau fakta yang dapat memberikan informasi secara langsung mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini di lakukan di Kantor Kepolisian Daerah Jawa Tengah yang bertempat di Kota Semarang. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang menunjang dan mendukung data primer, data ini diperoleh melalui studi kepustakaan, buku-buku, literature, tulisan ilmiah, koran, majalah, peraturan perundang-undangan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Sumber Data a.
Sumber Data Primer Sumber data primer adalah sejumlah keterangan atau fakta yang secara langsung diperoleh melalui bahan-bahan tertulis atau bahan pustaka sebagai perlengkapan data primer yang berkaitan dengan penelitian ini (Soerjono Soekanto, 2010: 12). Data primer dalam penulisan hukum ini diperoleh melalui wawancara secara langsung di lokasi penelitian dari pihak yang berwenang dalam memberikan keterangan secara langsung mengenai permasalahan yang akan di teliti. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah Kompol Iswanto, Kanit I Subdit Ekonomi Khusus (cybercrime) Direktorat Reskrimsus Polda Jateng.
b.
Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah sumber data yang secara tidak langsung memberikan keterangan yang sifatnya mendukung sumber data primer yang diperoleh melalui studi kepustakaan dengan membaca bukubuku dari pendapat ahli, dokumen-dokumen, tulisan-tulisan yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan di teliti.
6. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan teknik untuk mengumpulkan data dari salah satu atau beberapa sumber data yang ditentukan. Untuk memperoleh data-data yang lengkap dan relevan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a)
Teknik Pengumpulan Data Primer Data diperoleh dari lapangan dalam hal ini melalui wawancara langsung dengan narasumber. Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi secara langsung dan bertatap muka antara pewawancara dengan narasumber yang di wawancarai. Penulis dalam hal ini mengadakan wawancara langsung dengan Kompol Iswanto, Kanit I Subdit Ekonomi Khusus (cybercrime) Direktorat Reskrimsus Polda Jateng. commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Teknik Pengumpulan Data Sekunder Untuk mendapatkan data sekunder, penulis melakukannya dengan studi pustaka yang merupakan pendukung dan pelengkap dari sumber data primer. Dalam hal ini penulis menggunakan data sekunder dari peraturan perundang-undangan, buku-buku dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang di teliti. 7. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun studi kepustakaan di teliti dengan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh akan digambarkan dan di analisis sesuai dengan keadaan sebenarnya. Teknik analisis data kualitatif dengan model interatis dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut (H.B. Sutopo, 2002: 56).
Pengumpulan Data Reduksi Data
Penyajian Data
Penarikan Kesimpulan Gambar 1. Teknik Analisis Data Kualitatif
Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka yaitu membaca bukubuku, internet dan referensi lain yang berkaitan dengan penelitian untuk menjadi data sekunder. Untuk data primer diperoleh dengan metode wawancara secara langsung kepada narasumber yaitu Kompol Iswanto selaku Kanit I Subdit Ekonomi Khusus (cybercrime) Direktorat Reskrimsus Polda Jateng yang berwenang menangani masalah yang berkaitan dengan penelitian. Proses analisis data di mulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan, yang sudah di tulis dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, undang-undang dan sebagainya. Data tersebut banyak sekali, setelah di baca, dipelajari, dan di commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
telaah maka langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu di jaga sehingga tetap berada di dalamnya. Kemudian dilakukan penafsiran dari data-data yang sudah lengkap untuk penyajian data dalam penulisan hukum. Pada bagian akhir merangkum secara keseluruhan data yang telah disajikan untuk menjadi penutup pada penulisan hukum ini.
F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab di mana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang di maksudkan untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini. Penulisan ini diawali dengan Bab I yang menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi). Bab II tentang tinjauan pustaka ini terdiri dari kerangka teori dan kerangka pemikiran. Penulis memaparkan landasan teori para pakar maupun doktrin hukum berdasarkan literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Kerangka teori tersebut meliputi pengaturan tindak pidana penipuan dalam KUHP, transaksi jual beli menggunakan media internet, perkembangan internet dan dampaknya, cybercrime, penanganan polisi terhadap tindak pidana cybercrime. Bab III menguraikan tentang pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses penelitian. Berdasarkan rumusan masalah yang di bahas dalam bab ini yaitu modus operandi tindak pidana penipuan transaksi jual beli melalui internet dengan carding dan penanganan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli melalui internet dengan modus operandi carding. commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bab IV menguraikan secara singkat tentang simpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan permasalahan dan di akhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian serta di akhiri dengan daftar pustaka dan lampiran.
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1.
Pengaturan Tindak Pidana Penipuan Dalam KUHP a. Pengertian Tindak Pidana Penipuan Tindak pidana penipuan dalam KUHP di atur pada Buku II tentang Kejahatan terhadap Harta Kekayaan, yaitu berupa penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda yang di milikinya. Kejahatan terhadap harta kekayaan adalah berupa perkosaan atau penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang lain (bukan milik tertindak), di muat dalam buku II KUHP, yaitu: tindak pidana pencurian, pemerasan, penggelapan barang, penipuan, merugikan orang berpiutang dan berhak, dan penghancuran atau pengrusakan barang, dan penadahan (begunsting). Menurut Wirjono Prodjodikoro (2002: 10), yang di maksud dengan kejahatan-kejahatan
dan
pelanggaran-pelanggaran
mengenai
harta
kekayaan orang adalah tindak-tindak pidana yang termuat dalam KUHP : 1) Titel XXII : buku II tentang pencurian. 2) Titel XXIII : buku II tentang pemerasan dan pengancaman. 3) Titel XXIV : buku II tentang penggelapan barang. 4) Titel XXV : buku II tentang penipuan. 5) Titel XXI : buku II tentang merugikan orang berpiutang dan berhak. 6) Titel XXVII: buku II tentang penghancuran dan perusakan barang. 7) Titel XXX : buku II tentang pemudahan (begunstiging). 8) Titel VII : buku III tentang pelanggaran-pelanggaran tentang tanah-tanah tanaman. Persamaan dari ketujuh macam kejahatan dan satu macam pelanggaran adalah bahwa dengan tindak-tindak pidana ini, merugikan commithukum. to userKedelapan tindak pidana tersebut kekayaan seseorang atau badan 11
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
dalam bidang hukum pidana dapat di bagi menjadi dua macam perbuatan: Pertama, perbuatan tidak memenuhi suatu perjanjian (wanprestasi), sebagian besar dari penggelapan barang dan merugikan orang berpiutang dan berhak. Kedua, perbuatan melanggar hukum perdata (onrechtmatige daad dari Pasal 1365 BW), sebagian besar dari tindak pidana lainnya: pencurian, pemerasan dan pengancaman, penipuan, penghancuran atauk perusakan barang, pemudahan, dan pelanggaran tentang tanah-tanah tanaman (Wirjono Prodjodikoro, 2002: 10). Unsur-unsur khas dalam tindak pidana terhadap kekayaan orang lain (Wirjono Prodjodikoro, 2002: 13) : 1) Pencurian (diefstal): mengambil barang orang lain untuk memilikinya. 2) Pemerasan (afpersing): memaksa orang lain dengan kekerasan untuk memberikan sesuatu. 3) Pengancaman (afdreiging): memaksa orang lain dengan ancaman untuk memberikan sesuatu. 4) Penipuan (oplichting): membujuk orang lain dengan tipu muslihat untuk memberikan sesuatu. 5) Merugikan orang yang berpiutang: sebagai orang berutang berbuat sesuatu terhadap kekayaannya sendiri dengan merugikan si berpiutang (creditor). 6) Penghancuran atau pengrusakan barang: melakukan perbuatan terhadap orang lain secara merugikan tanpa mengambil barang itu. 7) Pemudahan (penadahan): menerima atau memperlakukan barang yang diperoleh orang lain secara tindak pidana. 8) Pelanggaran tentang tanah-tanah tanaman: adanya tanah yang di tanami dan merusak dengan melaluinya. 9) Penggelapan barang (verduistering) : memiliki barang yang sudah ada di tangannya (zich toe-eigenen). Secara umum, unsur-unsur tindak pidana terhadap harta kekayaan ini user unsur subyektif. Adapun unsur adalah mencakup unsur commit obyektifto dan
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
obyektif yang di maksud adalah berupa hal-hal sebagai berikut (PAF Lamintang, 2009: 141) : 1) Unsur perbuatan materiel, seperti perbuatan mengambil (dalam kasus pencurian), memaksa (dalam kasus pemerasan), memiliki/mengklaim (dalam kasus penggelapan), menggerakkan hati/pikiran orang lain (dalam kasus penipuan) dan sebagainya; 2) Unsur benda/barang; 3) Unsur keadaan yang menyertai terhadap obyek benda yakni harus merupakan milik orang lain; 4) Unsur upaya-upaya tertentu yang digunakan dalam melakukan perbuatan yang dilarang; dan 5) Unsur akibat konstitutif yang timbul setelah dilakukannya perbuatan yang dilarang. Sedangkan unsur subyektifnya adalah terdiri atas : 1) Unsur kesalahan yang dirumuskan dengan kata-kata seperti “dengan maksud”, “dengan sengaja”, “yang diketahuinya/patut di duga olehnya” dan sebagainya; dan 2) Unsur melawan hukum baik yang ditegaskan eksplisit/tertulis dalam perumusan Pasal maupun tidak. Penipuan dalam arti sempit yaitu penipuan yang terdapat dalam Pasal 378 KUHP. Sedangkan dalam arti yang luas tindak pidana ini sering disebut bedrog. Di dalam KUHP, bedrog di atur dalam bab XXV Pasal 378 sampai dengan 395 KUHP. Dalam rentang Pasal-Pasal tersebut, bedrog kemudian berubah menjadi bentuk-bentuk penipuan yang lebih khusus. b. Bentuk Tindak Pidana Penipuan 1) Penipuan Pokok Menurut Pasal 378 KUHP penipuan adalah “Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, baik menggunakan nama palsu atau keadaan palsu, maupun dengan tipu daya, ataupun dengan rangkaian perkataan-perkataan bohong, orang supaya menyerahkan commit membujuk to user barang atau supaya membuat utang atau menghapus piutang.”
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
Dari pernyataan di atas dapat di simpulakan bahwa dalam penipuan tidak menggunakan paksaan akan tetapi dengan tipu muslihat seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut bertindak tanpa kesadaran penuh. Unsur-unsur tindak pidana penipuan adalah sebagai berikut (PAF Lamintang, 2009: 151) : a) Unsur-unsur objektif: (1)Perbuatan: menggerakkan atau membujuk; (2) Yang digerakkan: orang (3) Perbuatan tersebut bertujuan agar: (a) Orang lain menyerahkan suatu benda; (b) Orang lain memberi hutang; dan (c) Orang lain menghapuskan piutang. (4)Menggerakkan tersebut dengan memakai: (a) Nama palsu; (b) Tipu muslihat, (c) Martabat palsu; dan (d) Rangkaian kebohongan. b) Unsur-unsur subjektif: (1)Dengan maksud; (2)Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain;dan (3)Dengan melawan hukum. 2) Penipuan Ringan Penipuan ringan telah dirumuskan dalam Pasal 379 KUHP yang berbunyi: “Perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 378 jika benda yang diserahkan itu bukan ternak dan harga dari benda, hutang atau piutang itu tidak lebih dari Rp.250,00 dikenai sebagai penipuan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 900,00.” Dalam masyarakat kita binatang ternak di anggap mempunyai nilai yang lebih khusus, sehingga mempunyai commit to user nilai sosial yang lebih tinggi
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari binatang lainnya. Akan tetapi, apabila nilai binatang ternak tersebut kurang dari Rp. 250,00,- maka bukan berarti penipuan ringan. Adapun yang di maksud hewan menurut Pasal 101 yaitu Binatang yang berkuku satu: kuda, keledai dan sebagainya. Binatang yang memamah biak: sapi, kerbau, kambing, biri-biri dan sebagainya. Sedangkan harimau, anjing dan kucing bukan merupakan hewan yang di maksud dalam Pasal ini. Unsur-unsur penipuan ringan adalah: a) Semua unsur yang merupakan unsur pada Pasal 378 KUHP. b) Unsur-unsur khusus, yaitu: (1) benda objek bukan ternak; (2) nilainya tidak lebih dari Rp. 250,00Selain penipuan ringan yang terdapat menurut Pasal 379 di atas, juga terdapat pada Pasal 384 dengan dinamakan (bedrog) penipuan ringan tentang perbuatan curang oleh seorang penjual terhadap pembeli adalah dengan rumusan: Perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 383 dikenai pidana paling lama 3 bulan dan denda paling banyak Rp.900,00- jika jumlah keuntungan tidak lebih dari Rp. 250.00. 3) Penipuan dalam Jual Beli. Penipuan dalam hal jual beli digolongkan menjadi 2 bentuk, yaitu; penipuan yang dilakukan oleh pembeli yang di atur dalam Pasal 379a dan kejahatan yang dilakukan oleh penjual yang di atur dalam Pasal 383 dan 386. a) Penipuan yang dilakukan oleh pembeli. Menurut Pasal 379a yang berbunyi: “Barang siapa menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan untuk membeli benda-benda, dengan maksud supaya dengan tanpa pembayaran seluruhnya, memastikan kekuasaanya terhadap benda-benda itu, untuk diri sendiri maupun orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun”. Dalam bahasa asing kejahatan ini dinamakan flessentrekkerij. commitKUHP to user pada tahun 1930. Kejahatan ini Dan baru di muat dalam
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
biasanya banyak terjadi di kota-kota besar, yaitu orang yang biasanya membeli secara bon barang-barang untuk dirinya sendiri atau orang lain dengan maksud sengaja tidak akan membayar lunas. Model yang dilakukan biasanya dengan mencicil atau kredit . Dengan barang yang sudah diserahkan apabila pembeli tidak membayarnya lunas, sehingga merugikan penjual. Dalam hukum perdata hal ini disebut wanprestasi. Akan tetapi, apabila sudah dijadikan mata pencaharian atau kebiasaan seperti maksud semula tidak ingin membayar lunas, maka disebut tindak pidana. Unsurunsur kejahatan pembeli menurut Pasal 379a KUHP yaitu (PAF Lamintang, 2009: 172): (1)Unsur-unsur objektif: (a) Perbuatan membeli; (b) Benda-benda yang di beli; (c) Dijadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan. (2)Unsur-unsur Subjektif: (a) Dengan maksud menguasai benda tersebut untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain; (b)Tidak membayar lunas harganya. Agar pembeli tersebut bisa menjadikan barang-barang tersebut sebagai mata pencaharian maka setidaknya harus terdiri dari dua perbuatan dan tidaklah cukup apabila terdiri dari satu perbuatan saja. Akan tetapi, hal ini tidak muthlak harus terdiri dari dari beberapa perbuatan. b) Penipuan yang dilakukan oleh penjual. Ketentuan mengenai penipuan yang dilakukan oleh penjual diatur pada Pasal 383 KUHP sebagai berikut: Di ancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli: (1)karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang di tunjuk untuk di beli; (2)mengenai jenis keadaan atau banyaknya barang yang commit to user tipu muslihat. diserahkan, dengan menggunakan
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menyerahkan barang lain daripada yang di setujui misalnya; seseorang membeli sebuah kambing sesuai dengan kesepakatan. Akan tetapi, penjual mengirimkan kambing tersebut dengan kambing yang lebih jelek. Sedangkan yang di maksud dari Pasal 383 (2) yaitu: melakukan tipu muslihat mengenai jenis benda, keadaan benda atau jumlah benda. Dan apabila keuntungan yang diperoleh oleh penjual tidak lebih dari Rp.250,00. Maka penipuan tersebut masuk pada penipuan ringan. c) Penipuan yang dilakukan oleh penjual kedua. Hal ini disebutkan dalam Pasal 386 KUHP yang merumuskan sebagai berikut: (1)“barang siapa menjual, menyerahkan, atau menawarkan barang makanan, minuman atau obat-obatan, yang di ketahui bahwa itu di palsu, dan menyembunyikan hal itu, di ancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.” (2)“bahan makanan, minuman atau obat-obatan itu palsu, jika nilainya atau faidahnya menjadi kurang karena sudah di campur dengan bahan lain.” Maksud dari ayat (2) Pasal ini adalah apabila setelah di campurnya barang makanan, minuman, atau obat-obatan tersebut berkurang nilai atau faidahnya, atau bahkan nilai atau faidah barang tersebut hilang sama sekali, maka hal ini termasuk dalam kasus pidana dan termasuk pemalsuan barang. Jadi tidak menjadi kasus pidana apabila setelah di campur tidak berkurang atau hilang nilai dan faidahnya. Unsur-unsur dari kejahatan penipuan ini adalah (PAF Lamintang, 2009: 204): (1)Unsur-unsur objektif: (a) perbuatan: menjual, menawarkan, dan menyerahkan. (b)objeknya : benda makanan, benda minuman dan benda obat-obatan (c) benda-benda itu di palsu. (d)menyembunyikan tentang palsunya benda-benda itu. commit to user (2)Unsur-unsur subjektif:
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penjual yang mencampur tersebut mengetahui bahwa bendabenda itu di palsunya. Dalam hal ini penjual tidak dikenai hukuman apabila ia mengutarakan bahwa benda yang dipalsukan tersebut diberitahukan terhadap pembeli dan pembeli membeli barang tersebut berdasarkan kemauannya. Adapun perbedaan antara Pasal 383 dan 386 adalah: (a) kejahatan dalam Pasal 386 adalah khusus hanya mengenai barang berupa: bahan makanan dan minuman atau obat-obatan, sedang dalam Pasal 383 mengenai semua barang. (b)Pasal 386 mengatakan tentang “menjual, menawarkan atau menyerahkan” barang (belum sampai menyerahkan barang itu sudah dapat di hukum), sedangkan Pasal 383 mengatakan “menyerahkan”, (supaya dapat di hukum barang itu harus sudah diserahkan). Perbuatan ini juga melanggar Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi: (2) “Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang di maksud.” (3) “Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.” Selain itu perbuatan ini melanggar Pasal 11 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yang berbunyi: “Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan: menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu; menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi; tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain; tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain; tidak user menyediakan jasacommit dalamtokapasitas tertentu atau dalam jumlah
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
cukup dengan maksud menjual jasa yang lain; menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral. 2. Transaksi Jual Beli Menggunakan Media Internet a. Pengertian Jual-Beli Jual beli secara etimologis artinya: Menukar harta dengan harta. Secara terminologis artinya: Transaksi penukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan. Sengaja diberi pengecualian “fasilitas” dan “kenikmatan”, agar tidak termasuk di dalamnya penyewaan dan menikah. Jual beli adalah dua kata yang saling berlawanan artinya, namun masing-masing sering digunakan untuk arti kata yang lain secara bergantian. Oleh sebab itu, masing-masing dalam akad transaksi disebut sebagai pembeli dan penjual (Esther Magfirah, 2010: 2). Menurut Pasal 1457 KUHPerdata, “Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.” Jual beli di anggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum di bayar. Hak milik atas barang yang di jual tidak pindah kepada pembeli selama barang itu belum diserahkan. Jika barang yang di jual itu berupa barang yang sudah ditentukan, maka sejak saat pembelian, barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan dan penjual berhak menuntut harganya. Harga beli harus ditetapkan oleh kedua belah pihak. Namun penaksirannya dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Jika pihak ketiga itu tidak suka atau tidak mampu membuat taksiran, maka tidaklah terjadi suatu pembelian. b. Klasifikasi Jual Beli dari Sisi Objek Dagangan Di tinjau dari sisi ini jual beli di bagi menjadi tiga jenis: Pertama: Jual beli umum, yaitu menukar uang dengan barang. Kedua: Jual beli ash-sharf to user atau Money Changer, yaknicommit penukaran uang dengan uang. Ketiga: Jual beli
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
muqayadhah
atau barter. Yakni
menukar
barang dengan barang
(Muhammad Washito, 2010: 5). c. Syarat-Syarat Sah Jual Beli Jual Beli merupakan suatu perikatan. Maka syarat-syarat sah jual beli sama dengan syarat sah nya suatu perikatan atau perjanjian menurut KUHPerdata Pasal 1320, yaitu : 1) Adanya kesepakatan kedua belah pihak. Maksud dari kata sepakat adalah, kedua belah pihak bersepakat atau mempunyai satu tujuan yang sama untuk melakukan jual beli. 2) Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Cakap dalam melakukan perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa, sehat pikirannya dan tidak di bawah pengampuan. Ketentuan
sudah
dewasa,
ada
beberapa
pendapat,
menurut
KUHPerdata, dewasa adalah 21 tahun bagi laki-laki, dan 19 th bagi wanita. Menurut UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dewasa adalah 19 th bagi laki-laki, 16 th bagi wanita. 3) Adanya Obyek. Sesuatu yang di perjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas. 4) Adanya kausa yang halal. Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau di buat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.
d. Perkembangan Jual Beli Jual beli dilakukan dengan cara penjual menyerahkan barang dagangannya secara langung dan pembeli menyerahkan sejumlah uang untuk membayar sesuai harga yang telah di sepakati kedua pihak. Ini merupakan jual beli konvensional yang telah hidup di masyarakat sejak dulu. Jual beli pun hanya dilakukan di tempat-tempat bertemunya penjual to userpasar swalayan, minimarket dan dan pembeli seperti: pasarcommit tradisional,
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
warung-warung kecil. Jual beli terjadi saat penjual menawarkan barangnya secara langsung dan pembeli menerima harga yang di sepakati kedua pihak. Jadi jual beli harus bertemu secara langsung atau bertatap muka antara penjual dan pembeli. Selain itu, transaksi jual beli harus dilakukan di tempat penjual menjual barang dagangannya atau toko, warung, kios tempat penjual tersebut berjualan. Transaksi pun harus dilakukan saat tempat berjualan si penjual sudah mulai beroperasi atau sudah buka toko tersebut dan pada saat pasar libur atau penjual libur, transaksi jual beli akan terhenti. Jadi ada batas waktu untuk kita bertransaksi dan tempat bertransaksi pun harus pada tempat si penjual berada. Sehingga pembeli harus mencari tempat penjual dan mencari barang dagangan yang diinginkan. Sejalan dengan kemajuan teknologi, kini ada cara yang lebih praktis yang dilakukan oleh para pelaku jual beli. Transaksi jual beli dapat dilakukan di semua tempat dan dalam waktu yang tidak terbatas, baik itu di tengah malam, hari libur, di kantor maupun di tempat tidur, bahkan di dalam WC pun dapat dilakukan transaksi jual beli jika pelaku jual beli menenteng network komputer yang dilengkapi dengan media internet (Onno W Purbo, 2001: 5). Dampak dari adanya internet sebagai hasil revolusi teknologi informasi bagi konsumen di satu sisi telah mengubah perilaku konsumen menjadi semakin kritis dan selektif dalam menentukan produk yang akan di pilihnya. Melalui internet, masyarakat memiliki ruang gerak yang lebih luas dalam memilih produk (barang dan jasa) yang dipergunakan tentunya sesuai dengan yang mereka inginkan (Dikdik M Arief dan Elisatris Gultom, 2009: 145) e. Jual Beli melalui Internet Jual Beli melalui sarana internet dapat disebut juga “jual beli online” atau “E-commerce” adalah suatu kontak transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli dengan menggunakan media internet jadi proses commit totransaksi user pemesanan barang, pembayaran hingga pengiriman barang
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
dikomunikasikan melalui internet. E-commerce juga dapat diartikan sebagai suatu proses jual beli dengan memakai internet yang menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik dan pertukaran/penjualan barang, servis, dan informasi secara elektronik. Praktek perdagangan elektronik (e-commerce) telah ada sejak tahun 1965 ketika konsumen mampu untuk menarik uang dari Mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan melakukan pembelian menggunakan terminal titik penjualan dan Kartu kredit . Hal ini diikuti oleh sistem yang melintasi batas-batas organisasi dan memungkinkan organisasi untuk pertukaran informasi dan melakukan bisnis secara elektronik. Sistem seperti ini umumnya di kenal sebagai interorganisasional sistem (Paul S. Licker. 2001: 131). Elektronik commerce atau di singkat dengan E-commerce adalah kegiatan-kegiatan jual beli yang menyangkut konsumen, manufaktur, services providers dan pedagang perantara (intermediateries) dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer (computer network) yaitu internet. Penggunaan sarana internet merupakan suatu kemajuan teknologi yang dapat dikatakan menunjang secara keseluruhan spektrum kegiatan komersial. Istilah E-commerce yang di defenisikan oleh Juolian Ding merupakan suatu transaksi komersial yang dilakukan antara penjual dan pembeli atau dengan pihak lain dalam hubungan perjanjian yang sama untuk mengirimkan sejumlah barang, pelayanan, atau peralihan hak. Transaksi komersial ini terdapat di dalam elektronik (media digital) yang secara fisik tidak memerlukan pertemuan para pihak dan keberadaan media ini dalam public network (sistem tertutup). Dan sistem public network ini harus mempertimbangkan sistem terbuka. (Niniek Suparni, 2009: 30). Sistem transaksi jual-beli melalui E-commerce berbeda dengan model transaksi konvensional, antara penjual dan pembeli tidak harus bertemu (face to face) dalam satu ruangan sehingga antara penjual dan pembeli masing-masing pihak mendapat kemudahan baik dalam hal pelayanan maupun dalam hal jangkauan penjualan, dengan kata lain penjual dengan fasilitas internet tidak perlu banyak membuang waktu dan biaya untuk mempromosikan barang dagangannya, sedangkan pembeli tidak banyak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
membuang waktu dan biaya untuk datang ke sebuah toko hanya sekedar untuk mencari barang tertentu, meskipun toko tersebut berada di luar negeri (Albarda, 1997: 3). Pemanfaatan teknologi melalui bisnis e-commerce memiliki jaringan luas dan mendunia, sehingga dengan mudah orang dapat mengakses setiap saat tanpa adanya kontak fisik antara konsumen dan penjual. Data mengenai barang produksi beserta penjelasan tentang kualitas dan kuantitas sudah tersedia bahkan pembayaran langsung via kartu kredit
dapat langsung
dilakukan melalui jaringan internet, setelah segala yang berkaitan dengan transaksi itu jelas dan di terima (Niniek Suparni, 2009: 33). Syarat dan rukun jual beli secara online harus di dukung sikap saling percaya dan menjaga kejujuran. Karena penjual dan pembeli tidak bertemu dan bertatap muka secara langsung. Bahkan produk yang di jual pun tidak secara langsung di lihat oleh pembeli. Pembeli hanya mengetahui barang yang di jual melalui gambar yang di pasang di website si penjual. Cara pembayaran pembeli kepada penjual pun berbeda dengan cara konvensional sehari-hari atau yang paling umum yaitu membayar secara cash/tunai dengan alat pembayaran yang sah yaitu uang. Pada E-commerce, pembayaran dapat dilakukan melalui kartu kredit , kartu debit, chek pribadi, atau pun transfer antar rekening bank. Selain itu ada juga metode pembayaran melalui perantara pihak ketiga, biasa disebut juga Echecks/electronic checks. E-checks di transmisikan secara elektronis melalui email (Niniek Suparni, 2009: 73). Jual beli secara online telah membawa perubahan pada sistem jual beli konvensional yang selama ini hanya dapat menawarkan produk barangnya di dalam negeri. Dengan adanya internet telah membuka keterbatasan ruang dan waktu serta batas antar wilayah negara untuk memberikan kemudahan kepada penjual dalam memasarkan produk untuk di jual keluar negeri, sehingga memperluas jangkauan pemasaran produknya. Tidak perlu mahalmahal untuk keluar negeri dan membangun toko di sana, cukup duduk di commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
depan
internet
dan
pengelolaan
website
untuk
penjualan
barang
dagangannya secara online. Di seluruh dunia, e-commerce adalah topik yang menarik terkonsentrasi di banyak sektor: pemerintah, bisnis, layanan sektor, konsumen, dan akademisi. E-commerce telah berkembang dari dunia tertutup dari bisnis untuk transaksi bisnis antara pihak dikenal untuk mencakup web yang rumit dari kegiatan yang berbeda, yang melibatkan sejumlah besar individu. Ecommerce memiliki potensi untuk secara mendasar mengubah cara transaksi komersial, usaha pemerintah, pengiriman layanan dan sejumlah interaksi lainnya dilakukan, mengangkat isu-isu di jantung kebijakan (Salah AlFadhli. 2011: 2). 3. Perkembangan Internet dan Dampaknya a. Pengertian Internet Internet merupakan jaringan global komputer dunia, besar dan sangat luas sekali di mana setiap komputer saling terhubung satu sama lainnya dari negara ke negara lainnya di seluruh dunia dan berisi berbagai macam informasi, mulai dari text, gambar, audio, video, dan lainnya. Internet itu sendiri berasal dari kata Interconnection Networking, yang berarti hubungan dari banyak jaringan komputer dengan berbagai tipe dan jenis, dengan menggunakan tipe komunikasi seperti telepon, satelit, dan lainnya (Agus Raharjo, 2002: 59). Dalam mengatur integrasi dan komunikasi jaringan komputer ini menggunakan protokol yaitu TCP/IP. TCP (Transmission Control Protocol) bertugas untuk memastikan bahwa semua hubungan bekerja dengan benar, sedangkan IP (Internet Protocol) yang mentransmisikan data dari satu komputer ke komputer lain. TPC/IP secara umum berfungsi memilih rute terbaik transmisi data, memilih rute alternatif jika suatu rute tidak dapat digunakan, mengatur dan mengirimkan paket-paket pengiriman data. Untuk dapat ikut serta menggunakan fasilitas Internet, Anda harus berlangganan ke salah satu ISP (Internet Service Provider) yang ada dan melayani daerah Anda. ISP ini biasanya disebut penyelenggara jasa Internet. Anda bisa menggunakan fasilitas dari Telkom seperti Telkomnet Instan, speedy dan sebagainya (Agus Raharjo, 2002: 84-85). commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Internet memungkinkan pengguna komputer di seluruh dunia untuk saling
berkomunikasi
dan
berbagi
informasi
dengan
cara
saling
mengirimkan email, menghubungkan komputer satu ke komputer yang lain, mengirim dan menerima file dalam bentuk text, audio, video, membahas topik tertentu pada newsgroup, website social networking dan lain-lain (Asril Sitompul, 2001: IV). b. Sejarah Internet Pada awal sejarah, manusia bertukar informasi melalui bahasa. Maka bahasa adalah teknologi, bahasa memungkinkan seseorang memahami informasi yang disampaikan oleh orang lain. Tetapi bahasa yang disampaikan dari mulut ke mulut hanya bertahan sebentar saja, yaitu hanya pada saat si pengirim menyampaikan informasi melalui ucapannya itu saja. Setelah ucapan itu selesai, maka informasi yang berada di tangan si penerima itu akan dilupakan dan tidak bisa disimpan lama. Selain itu jangkauan suara juga terbatas. Untuk jarak tertentu, meskipun masih terdengar, informasi yang disampaikan lewat bahasa suara akan terdegradasi bahkan hilang sama sekali. Setelah itu teknologi penyampaian informasi berkembang melalui gambar. Dengan gambar jangkauan informasi bisa lebih jauh. Gambar ini bisa dibawa-bawa dan disampaikan kepada orang lain. Selain itu informasi yang ada akan bertahan lebih lama. Beberapa gambar peninggalan zaman purba masih ada sampai sekarang sehingga manusia sekarang dapat mencoba memahami informasi yang ingin disampaikan pembuatnya. Ditemukannya alfabet dan angka arabik memudahkan cara penyampaian informasi yang lebih efisien dari cara yang sebelumnya. Suatu gambar yang mewakili suatu peristiwa di buat dengan kombinasi alfabet, atau dengan penulisan angka, seperti MCMXLIII di ganti dengan 1943. Teknologi dengan alfabet ini memudahkan dalam penulisan informasi itu. Kemudian, teknologi percetakan memungkinkan pengiriman informasi lebih cepat lagi. Teknologi elektronik seperti radio, televisi, komputer mengakibatkan informasi menjadi lebih cepat tersebar di area yang lebih luas dan lebih lama tersimpan. Hingga akhirnya sekarang ditemukan internet yang dapat menembus ruang dan waktu dan wilayah antar negara di dunia. Awal mula internet yaitu pada tahun 1957 di mana USSR (Rusia pada saat itu) meluncurkan sputnik sebagai satelit bumi buatan yang pertama yang bertugas sebagai mata-mata. Sebagai balasannya Amerika membentuk Advance Research Projects Agency (ARPA) di bawah kewenangan Departemen Pertahanan Amerika untuk mengembangkan ilmu Pengetahuan dan Teknologi Informasi dalam bidang Militer. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
Tahun 1972, Ray Tomlinson menciptakan program e-mail yang pertama. Kemudian tahun 1973-1990 Istilah INTERNET diperkenalkan dalam sebuah paper mengenai TCP/IP kemudian dilakukan pengembangan sebuah protokol jaringan yang kemudian di kenal dengan nama TCP/IP yang dikembangkan oleh grup dari DARPA, 1981 National Science Foundation mengembangkan Backbone yang disebut CSNET dengan kapasitas 56 Kbps untuk setiap institusi dalam pemerintahan. Kemudian pada tahun 1986 IETF mengembangkan sebuah Server yang berfungsi sebagai alat koordinasi di antara; DARPA, ARPANET, DDN dan Internet Gateway. Pada tahun 1991 sistem bisnis dalam bidang IT pertama kali terjadi ketika CERN dalam menanggulangi biaya operasionalnya memungut bayaran dari para anggotanya. 1992 pembentukan komunitas Internet, dan diperkenalkannya istilah World Wide Web oleh CERN. 1993, NSF membentuk InterNIC untuk menyediakan jasa pelayanan Internet menyangkut direktori dan penyimpanan data serta database (oleh AT&T), Jasa Registrasi (oleh Network Solution Inc,), dan jasa Informasi (oleh General Atomics/CERFnet), 1994 pertumbuhan Internet melaju dengan sangat cepat dan mulai merambah kedalam segala segi kehidupan manusia dan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari manusia. 1995, perusahaan umum mulai diperkenankan menjadi provider dengan membeli jaringan di Backbone, langkah ini memulai pengembangan Teknologi Informasi khususnya Internet dan penelitian-penelitian untuk mengembangkan sistem dan alat yang lebih canggih (Agus Raharjo, 2002: 61-78). c. Manfaat Internet Manfaat internet banyak sekali yang sudah di nikmati oleh umat manusia seperti dalam perusahaan, dunia bisnis, sektor perbankan, pendidikan, dan kesehatan yang dapat membantu manusia dalam melakukan aktivitasnya dan tentunya meningkatkan kualitas hidupnya, berikut adalah penjelasan manfaat internet pada kehidupan sehari-hari (Asril Sitompul, 2001: 41) : 1) Penggunaan Internet dalam Perusahaan Penggunaan internet dalam Perusahaan yaitu Kebutuhan efisiensi waktu dan biaya menyebabkan setiap pelaku usaha merasa perlu menerapkan internet dalam lingkungan kerja. Penggunaan internet menyebabkan perubahan pada kebiasaan kerja. Misalnya penerapan Enterprice Resource Planning (ERP). ERP adalah salah satu aplikasi commit to user perangkat lunak yang mencakup sistem manajemen dalam perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
2) Penerapan Internet dalam Dunia Bisnis Dalam dunia bisnis internet dimanfaatkan untuk perdagangan secara elektronik atau di kenal sebagai E-commerce. E-commerce adalah perdagangan menggunakan jaringan internet. 3) Penerapan Internet dalam Perbankan Dalam dunia perbankan internet digunakan dalam transaksi perbankan secara online atau di kenal dengan Internet Banking. Beberapa transaksi yang dapat dilakukan melalui Internet Banking antara lain transfer uang, pengecekan saldo, pemindahbukuan, pembayaran tagihan, dan informasi rekening. 4) Penerapan Internet dalam Pendidikan Teknologi pembelajaran terus mengalami perkembangan seiring perkembangan zaman. Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari sering dijumpai kombinasi teknologi audio/data, video/data, audio/video, dan internet. Internet merupakan alat komunikasi yang murah di mana memungkinkan terjadinya interaksi antara dua orang atau lebih. Kemampuan dan karakteristik internet memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar jarak jauh (E-Learning) menjadi lebih efektif dan efisien sehingga dapat diperoleh hasil yang lebih baik. 5) Manfaat Dalam Bidang Pemerintahan E-government adalah penggunaan internet yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. Penggunaan internet ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti: (a) G2C (Governmet to Citizen) (b)G2B (Government to Business) (c) G2G (Government to Government) d. Dampak Positif dan Negatif Internet Dampak positif adanya internet adalah (Deydi Mokoginta, 2003: 10): 1) Internet sebagai media komunikasi, merupakan fungsi internet yang paling banyak digunakan di mana setiap pengguna internet dapat to user berkomunikasi dengancommit pengguna lainnya dari seluruh dunia.
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Media pertukaran data, dengan menggunakan email, newsgroup, ftp dan www (world wide web / jaringan situs-situs web) para pengguna internet di seluruh dunia dapat saling bertukar informasi dengan cepat dan murah. 3) Media untuk mencari informasi atau data, perkembangan internet yang pesat, menjadikan www sebagai salah satu sumber informasi yang penting dan akurat. 4) Kemudahan memperoleh informasi yang ada di internet sehingga manusia tahu apa saja yang terjadi. 5) Bisa digunakan sebagai lahan informasi untuk bidang pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain 6) Kemudahan bertransaksi dan berbisnis dalam bidang perdagangan sehingga tidak perlu pergi menuju ke tempat penawaran/penjualan. Selain memberikan dampak positif, adanya internet juga membawa dampak negatif, yaitu (Deydi Mokoginta, 2003: 11) : 1) Pornografi Anggapan yang mengatakan bahwa internet identik dengan pornografi, memang tidak salah. Dengan kemampuan penyampaian informasi yang dimiliki internet, pornografi pun merajalela. Untuk mengantisipasi hal ini, para produsen browser melengkapi program mereka dengan kemampuan untuk memilih jenis home-page yang dapat di akses. Di internet juga terdapat gambar-gambar pornografi dan kekerasan yang bisa mengakibatkan dorongan kepada seseorang untuk bertindak kriminal (Asril Sitompul, 2001: 73). 2) Violence and Gore Kekejaman dan kesadisan juga banyak ditampilkan. Karena segi bisnis dan isi pada dunia internet tidak terbatas, maka para pemilik situs menggunakan segala macam cara agar dapat menjual situs mereka. Salah satunya dengan menampilkan hal-hal yang bersifat tabu. commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Penipuan Hal ini memang merajalela di bidang manapun. Internet pun tidak luput dari serangan penipu. Cara yang terbaik adalah tidak mengindahkan hal ini atau mengkonfirmasi informasi yang Anda dapatkan pada penyedia informasi tersebut (Asril Sitompul, 2001: 62). 4) Carding Karena sifatnya yang real time (langsung), cara belanja dengan menggunakan Kartu kredit adalah cara yang paling banyak digunakan dalam dunia internet. Para penjahat internet pun paling banyak melakukan kejahatan dalam bidang ini. Dengan sifat yang terbuka, para
penjahat
mampu
mendeteksi
adanya
transaksi
(yang
menggunakan Kartu Kredit ) online dan mencatat kode Kartu yang digunakan. Untuk selanjutnya mereka menggunakan data yang mereka dapatkan untuk kepentingan kejahatan mereka. 5) Perjudian Dampak lainnya adalah meluasnya perjudian. Dengan jaringan yang tersedia, para penjudi tidak perlu pergi ke tempat khusus untuk memenuhi keinginannya. Anda hanya perlu menghindari situs seperti ini, karena umumnya situs perjudian tidak agresif dan memerlukan banyak persetujuan dari pengunjungnya.
4. Cybercrime a) Pengertian Cyberspace Perkembangan teknologi jaringan komputer global atau Internet telah menciptakan dunia baru yang dinamakan Cyberspace, sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru, yaitu realitas virtual. Istilah Cyberspace muncul pertama kali dari novel William Gibson berjudul Neuromancer pada tahun 1984 (Agus Raharjo, 2002: 91). John Perry Barlow mendifinisikan tentang Cyberspace lebih luas dari sekedar hubungan melalui internet. Ketika kita sedang menelepon atau to user (cyberspace), tetapi ruang yang membaca buku, ada ruangcommit yang muncul
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tercipta itu tidak mungkin untuk berinteraksi secara nyata (Agus Raharjo, 2002: 92). Pengertian Cyberspace tidak terbatas pada dunia yang tercipta ketika terjadi
hubungan
melalui
internet.
Bruce
Sterling
mendefinisikan
Cyberspace sebagai the „place‟ where a telephone conversation appears to occur. Terjemahan bebas: “tempat di mana percakapan telepon tampaknya terjadi.” b) Cybercrime Perkembangan teknologi komputer juga menghasilkan berbagai bentuk kejahatan komputer di lingkungan Cyberspace yang kemudian melahirkan istilah baru yang di kenal dengan Cybercrime, Internet Fraud, dan lain-lain. Computer crime dan Cybercrime merupakan 2 (dua) istilah yang berbeda sebagaimana di_ katakan oleh Nazura Abdul Manap sebagai berikut: “Defined broadly, “computer crime” could reasonably include a wide variety of criminal offences, activities or issues. It also known as a crime committed using a computer as a tool and it involves direct contact between the criminal and the computer…..There is no Internet line involved, or only limited networking used such as the Local Area Network (LAN). Whereas, cyber-crimes are crimes committed virtually through Internet online. This means that the crimes committed could extend to other countries… Anyway, it causes no harm to refer computer crimes as cyber-crimes or vise versa, since they have same impact in law” (Nazura Abdul Manap, 2001: 3). Terjemahan bebas: “Didefinisikan secara luas, "kejahatan komputer" cukup dapat mencakup berbagai macam tindak pidana, kegiatan atau masalah. Hal ini juga di kenal sebagai kejahatan yang dilakukan menggunakan komputer sebagai alat dan ini melibatkan kontak langsung antara pelaku dan komputer ..... Tidak ada garis internet terlibat, atau hanya terbatas digunakan jaringan seperti Local Area Network (LAN). Sedangkan, kejahatan cyber adalah kejahatan yang dilakukan hampir melalui online internet. Ini berarti bahwa kejahatan yang dilakukan bisa memperpanjang ke negara lain ... Pokoknya, tidak menyebabkan kerugian untuk merujuk kejahatan komputer sebagai kejahatan cyber atau sebaliknya, karena mereka memiliki dampak yang sama dalam hukum” (Nazura Abdul Manap, 2001: 3). Cybercrime merupakan salah satu bentuk kejahatan berteknologi. Ia hadir karena lahirnya teknologi informasi dan ia akan tetap ada bersama commit to user dengan keberadaan teknologi informasi/internet. Bentuk-bentuk Cybercrime
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
juga terus berkembang seiring dengan perkembangan internet dan pemanfaatannya (Agus Raharjo, 2002: 263). Secara umum yang di maksud kejahatan komputer atau Cybercrime adalah upaya memasuki dan atau menggunakan fasilitas komputer atau jaringan komputer tanpa ijin dan dengan melawan hukum dengan atau tanpa menyebabkan perubahan dan atau kerusakan pada fasilitas komputer yang dimasuki atau digunakan tersebut (Dikdik M Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2009: 8). Karakteristik Cybercrime menurut Nitibaskara (2000:1) ada empat, yaitu : 1) Penggunaan Teknologi Informasi dalam modus operandi. 2) Korban Cybercrime dapat menimpa siapa saja mulai dari perseorangan sampai negara. 3) Cybercrime bersifat non violence (tanpa kekerasan). 4) Karena tidak kasat mata maka fear of crime (ketakutan atas kejahatan) tidak mudah timbul. c) Jenis-Jenis Cybercrime Jenis-jenis kejahatan yang masuk dalam kategori cybercrime di antaranya (Dikdik M Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2009: 26) : 1) Hacking Pengertian
hacking
adalah
salah
satu
jenis
cybercrime di
mana proses seseorang mencoba untuk mengeksploitasi pengaturan keamanan dari sebuah sistem komputer di jaringan komputer. Para hacker dapat kembali ke beberapa situs atau akun pribadi dan mengancam keamanan di Internet. Hacker adalah orang yang hobi mengutak atik perangkat lunak komputer, memiliki keahlian membuat dan membaca bahasa program tertentu, memiliki obsesi mengamati keamanan (security)-nya. Hacker memiliki wajah ganda; ada hacker profesional yang umumnya sangat pintar dan ada yang amatiran yang kebanyakan coba-coba atau minim pengetahuan bahasa pemrograman. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
Seringkali seseorang hanya melakukan keisengan dengan menghack akun pengguna lain tanpa menyadari bahwa perbuatannya telah melakukan tindak melawan hukum, atau tanpa menyangka dirinya telah terlibat pada salah satu tindak Cybercrime. 2) Cracking Cracking adalah salah satu Kejahatan Internet jenis hacking untuk tujuan kejahatan. Istilah Cracker adalah hacker bertopi hitam (black hat hacker). Kejahatan Internet Cracking berbeda dengan carder. Meskipun sama-sama menerobos sistem keamanan komputer orang lain, hacker lebih berfokus kepada prosesnya. Sedangkan cracker lebih berfokus untuk menikmati hasilnya. Jika hacker hanya mengintip kartu kredit orang lain, cracker lebih parah karena mengintip simpanan para nasabah di berbagai bank atau pusat data sensitif lainnya untuk keuntungan pribadi (Agus Raharjo, 2002: 132-140). 3) Phising Pengertian Phising adalah proses di mana pelakunya bertindak sebagai entitas resmi (mempunyai kuasa) dan mencoba untuk memperoleh rincian penting mengenai keuangan pribadi seperti nomor kartu kredit , nomor jaminan sosial, alamat rumah atau nomor telepon. Trik phising adalah memancing pemakai komputer di jaringan internet supaya menyerahkan identitas berupa username dan passwordnya pada suatu website yang sudah di-deface. Phising biasanya ditujukan pada pengguna internet banking. Form data user dan password yang sangat vital telah di kirim dan akhirnya akun korban menjadi milik penjahat tersebut untuk di kuras melalui kartu kredit atau uang dari rekening si korban (Niniek Suparni, 2009: 154). 4) Carding Carding adalah Cybercrime dalam bentuk penipuan transaksi keuangan dengan menggunakan identitas dan nomor kartu kredit/kartu debet orang lain, yang diperoleh secara ilegal, biasanya dengan mencuri to user data di internet. Sebutancommit pelakunya adalah Carder. Sebutan lain untuk
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kejahatan Internet jenis ini adalah cyberfraud atau penipuan di dunia maya. Menurut F.N Jovan (2006: 2) kejahatan kartu kredit di kenal dengan istilah carding, yaitu penipuan dengan menggunakan data kartu kredit dalam perdagangan di internet. Ade Ary Sam Indrani (2006: 4) mendefinisikan kejahatan kartu kredit adalah suatu bentuk kejahatan yang menggunakan kartu kredit orang lain untuk dibelanjakan tanpa sepengetahuan pemiliknya. Secara umum kejahatan kartu kredit adalah aktifitas pembelian barang di internet menggunakan kartu kredit bajakan. 5) Spamming Spamming adalah jenis Cybercrime dengan melakukan pengiriman berita atau iklan melalui surat elektronik (e-mail) yang tak diinginkan. Spam disebut juga dengan bulk email atau junk e-mail atau “sampah”. Walaupun begitu, banyak juga kena sasaran dan menjadi korbannya. Korban kejahatan internet ini yang terbanyak adalah penerima e-mail dengan iming-iming hadiah, lotere, atau orang yang mengaku punya rekening di bank di luar negeri atau di mana saja, dengan minta bantuan netters untuk mencairkan, dengan janji bagi hasil. Kemudian sang korban di mintai nomor akun, dan mengirimkan sejumlah uang sebagai pemancing, biasanya berbentuk valas, dan setelah itu raib tak ada kabar lagi (Niniek Suparni, 2009: 187-189). 6) Pornografi Penyalahgunaan anak-anak untuk konten pornografi melalui web adalah salah satu Cybercrime atau Kejahatan Internet yang paling menjijikkan. Juga penyalahgunaan konten foto pribadi orang lain untuk tujuan eksploitasi pornografi adalah juga ancaman dari Kejahatan Internet. 7) Cyber Terorisme Cyber
terorrisme
adalah tindak Kejahatan Internet yang user memanfaatkan jaringan commit internetto dengan mencoba masuk ke sistem
perpustakaan.uns.ac.id
34 digilib.uns.ac.id
keamanan nasional ataupun internasional untuk mengakses hal-hal yang dirahasiakan bagi kepentingan nasional dan internasional. Karakteristik cyber terorisme terleetak pada penggunaan unsur media telekomunikasi dan informasi dalam aksi terorisme. Kecanggihan teknologi informasi dan telekomunikasi komputer digunakan sebagai sarana dan objek sasaran aksi terorisme (Dikdik M Arief Mansur dan Elisatris Gultom, 2009: 66). 8) Malware Malware adalah program komputer yang bekerja untuk menemukan kelemahan dari suatu software. Biasanya malware di buat untuk membobol security system atau merusak suatu program atau operating system. Jenis malware terdiri dari: virus, worm, trojan horse, adware, browser hijacker, dsb. Di beberapa situs resmi pembuat anti malware biasanya menyediakan software ini untuk di unduh baik yang gratisan dan terbayar. Di pasaran komputer dan toko perangkat lunak (software) memang telah menyediakan software utility untuk antispam dan antivirus, dan anti malware, namun kita seringkali lalai untuk mengupdate database anti malware-nya, sehingga kemungkinan kehadiran malware baru bisa saja menginfeksi kembali. Dianggap sebagai Cybercrime karena kegiatan ini sangat merugikan pengguna jaringan internet, dengan resiko kehilangan data-data penting pada computer (Niniek Suparni, 2009: 175).
5. Penanganan Polisi Terhadap Tindak Pidana Cybercrime Penanganan dapat diartikan sebagai penanggulangan atas suatu masalah atau kasus yang terjadi di masyarakat hingga memperoleh penyelesaian. Penanganan dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang. Proses penanganan meliputi tindakan penyelidikan dan penyidikan. Penyelidikan dan penyidikan merupakan proses awal penanganan dalam perkara pidana. Sesuai ketentuan Pasal 4 KUHAP :
commit to user “Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia”
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
dan Pasal 6 ayat (1) KUHAP : “Penyidik adalah: a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia; b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang di beri wewenang khusus oleh undang-undang.” Dalam Pasal di atas jelas bahwa lembaga yang berwenang dalam penyelidikan dan penyidikan adalah Kepolisian. Penanganan yang dilakukan aparat kepolisian bertujuan untuk mengungkapkan suatu kasus yang dihadapi dan untuk menangkap tersangka tindak pidana. Menurut Golose Petrus Reinhard (2006: 43) Polisi dalam penanganan tindak pidana terdiri dari penyelidikan, penyidikan, pemeriksaan dan penyelesaian berkas perkara. Tindakan penanganan pihak kepolisian adalah sebagai berikut: 1) Penyelidikan Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang di duga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang di atur dalam undang-undang. Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang di beri wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan. Tugas dan wewenang penyelidik tercantum dalam Pasal 4 – Pasal 5 KUHAP. 2) Penyidikan Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang di atur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan Penyidikan. Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang di angkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan dan diberi wewenang commit user tertentu dalam melakukan tugastoPenyidikan yang di atur dalam undang-
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
undang. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan di tunjuk selaku Penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan Penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Tugas dan wewenang Penyidik tercantum dalam Pasal 6 – Pasal 12 KUHAP. 3) Pemeriksaan Pemeriksaan merupakan tugas dan wewenang dari Penyidik. Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan Pasal-Pasal yang diterapkan kepada tindak pidana yang sedang ditangani. Pemeriksaan dilakukan terhadap saksi dan korban tindak pidana untuk mendapatkan keterangan yang jelas tentang runtutan terjadinya tindak pidana. 4) Penyelesaian Berkas Perkara Setelah Penyidikan selesai, kemudian dituangkan dalam berkas perkara. Penyelesaian berkas perkara harus lengkap dan tepat, jika tidak jaksa akan mengembalikan berkas yang tidak lengkap dan tidak tepat tersebut. Penyelesaian berkas perkara harus di teliti Pasal-Pasal yang dikenakan sudah tepat atau belum. Kemudian barang bukti harus lengkap dan harus sesuai dengan fakta yang di dapat di lapangan. Setelah berkas perkara selesai di ajukan ke kejaksaan.
commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran Jual Beli
Internet
Dampak Positif
Dampak Negatif
Cybercrime
Carding
Modus Operandi_ Carding
Penanganan Tindak Pidana Penipuan Dengan Carding
Gambar 2 : Kerangka Pemikiran
Keterangan: Jual beli merupakan hal yang tidak akan terpisahkan dengan masyarakat. Karena jual beli merupakan hal pendukung kehidupan ekonomi di dalam masyarakat. Tanpa kehidupan ekonomi, kehidupan masyarakat akan terhambat. Kebutuhan masyarakat tidak dapat terpenuhi jika tidak ada jual beli. Oleh karena itu jual beli merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan kita. Internet
merupakan
alat
pendukung
kehidupan
masyarakat
untuk
mempermudah kegiatannya. Internet adalah sumber daya informasi yang menjangkau seluruh dunia. Dengan adanya internet kegiatan jual beli menjadi commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
semakin mudah. Jual beli melalui internet sudah sangat marak berkembang di Indonesia. Dari jual beli barang bekas, alat elektronik, perlengkapan komputer, handphone, baju hingga kosmetik pun tersedia di forum atau website jual beli online. Proses jual beli semakin cepat dan mudah dengan adanya jual beli melalui internet ini atau biasa di kenal E-commerce. Namun, seiring perkembangan teknologi membawa dampak positif dan negatif. Dampak negatif dari perkembangan teknologi yaitu kejahatan yang berkembang dengan memanfaatkan sarana internet tersebut. Kejahatan yang menggunakan internet biasa di kenal dengan istilah cybercrime. Cybercrime telah menjadi teror bagi para pengguna internet dan teknologi elektronik lain. Orang yang melakukan cybercrime disebut sebagai Hacker. Para hacker ini sering melakukan penipuan dalam jual beli secara online yang merugikan korbannya. Perkembangan cybercrime yang telah meluas membuat jual beli online menjadi tidak aman lagi. Maraknya penipuan dalam transaksi jual beli online telah merubah pandangan bahwa E-commerce tidak aman lagi. Berbagai macam modus penipuan dalam transaksi jual beli telah terjadi. Yang paling sering dilakukan para hacker adalah teknik carding. Modus operandi carding pun telah banyak mengalami perkembangan seiring
pesatnya kemajuan teknologi
khususnya internet. Indonesia menjadi negara yang di blacklist akibat banyaknya para hacker carding terdeteksi berasal dari Indonesia. Hingga paypal pun tidak mengijinkan pengguna dari Indonesia melakukan transaksi pada akunnya. Untuk mengurangi bahkan mencegah maraknya penipuan dengan modus operandi carding itu, perlu adanya penanganan serius dari penegak hukum. Penanganan secara online/dunia maya maupun secara nyata perlu dilakukan. Peran penegak hukum sangat diperlukan dalam kasus ini, padahal keahlian penegak hukum di Indonesia belum cukup memadai menghadapi kecanggihan teknologi yang semakin pesat. Peran dari pelaku jual beli online juga diperlukan untuk mengurangi tingkat kejahatan yang terjadi di dunia maya.
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Secara Umum Lokasi Penelitian a. Jawa Tengah Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Jawa Tengah berdiri pada tanggal 4 Juli 1950. Ibukota provinsi Jawa Tengah adalah Semarang. Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah timur, dan Laut Jawa di sebelah utara. Luas wilayahnya 32.548 km², atau sekitar 25,04% dari luas pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa. Secara administratif terbagi atas 29 kabupaten dan 6 kota, 545 kecamatan dan 8.490 desa/kelurahan. Gubernur Jawa Tengah saat ini adalah Bibit Waluyo dan wakil gubernur Dra. Hj. Rustriningsih, M.Si. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah adalah 32.380.687 jiwa terdiri atas 16.081.140 laki-laki dan 16.299.547 perempuan. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk terbesar adalah Kabupaten Brebes (1,732 juta jiwa), Kabupaten Cilacap (1,644 juta jiwa), dan Kabupaten Banyumas (1,553 juta jiwa). Sebaran penduduk umumnya terkonsentrasi di pusat-pusat kota, baik kabupaten ataupun kota. Kawasan permukiman yang cukup padat berada di daerah Semarang Raya (termasuk Ungaran dan sebagian wilayah Kabupaten Demak dan Kendal), Solo Raya (termasuk sebagian wilayah Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo, dan Boyolali), serta Tegal-Brebes-Slawi. Mayoritas penduduk Jawa Tengah adalah Suku Jawa. Jawa Tengah di kenal sebagai pusat budaya Jawa, di mana di kota Surakarta dan Yogyakarta terdapat pusat istana kerajaan Jawa yang masih berdiri hingga kini. Suku minoritas yang cukup signifikan commitadalah to userTionghoa, terutama di kawasan 39
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
perkotaan meskipun di daerah pedesaan juga ditemukan. Komunitas Tionghoa sudah berbaur dengan Suku Jawa, dan banyak di antara mereka yang menggunakan Bahasa Jawa dengan logat yang kental sehari-harinya. Di daerah perbatasan dengan Jawa Barat terdapat pula orang Sunda yang sarat akan budaya Sunda, terutama di wilayah Cilacap, Brebes, dan Banyumas. Di pedalaman Blora (perbatasan dengan provinsi Jawa Timur) terdapat komunitas Samin yang terisolir, yang kasusnya hampir sama dengan orang Kanekes di Banten. Pada umumnya sebagian besar masyarakat di wilayah Jawa Tengah menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Jawa Dialek Solo-Jogja di anggap sebagai Bahasa Jawa Standar. Di samping itu terdapat sejumlah dialek Bahasa Jawa, namun secara umum terdiri dari dua, yakni kulonan dan timuran. Kulonan dituturkan di bagian barat Jawa Tengah, terdiri atas Dialek Banyumasan dan Dialek Tegal; dialek ini memiliki pengucapan yang cukup berbeda dengan Bahasa Jawa Standar. Sedang Timuran dituturkan di bagian timur Jawa Tengah, diantaranya terdiri atas Dialek Solo, Dialek Semarang. Di antara perbatasan kedua dialek tersebut, dituturkan Bahasa Jawa dengan campuran kedua dialek, daerah tersebut diantaranya adalah Pekalongan dan Kedu. Di wilayah-wilayah berpopulasi Sunda, yaitu di kabupaten Brebes bagian selatan, dan kabupaten Cilacap utara sekitar kecamatan Dayeuhluhur, orang Sunda masih menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-harinya. Pengertian Jawa Tengah secara geografis dan budaya kadang juga mencakup wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Jawa Tengah di kenal sebagai "jantung" budaya Jawa. Meskipun demikian di provinsi ini ada pula suku bangsa lain yang memiliki budaya yang berbeda dengan suku Jawa seperti suku Sunda di daerah perbatasan dengan Jawa Barat. Selain ada pula warga Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia dan India-Indonesia yang tersebar di seluruh provinsi ini. Wilayah hukum jawa tengah wewenangnya berada pada Kepolisian Daerah Jawa Tengah/ Polda Jateng. Setiap perbuatan commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melanggar hukum akan di tindak dan ditangani oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah/ Polda Jateng. b. Kepolisian Daerah Jawa Tengah Lokasi penelitian yang digunakan sebagai objek penelitian yaitu DirektoratReserse dan Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Jawa Tengah yang beralamat di Jalan Sukun Raya No.46 Banyumanik, Semarang. Instansi ini merupakan salah satu bagian dari instansi penegak hukum di Indonesia yang disebut POLRI. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya di singkat POLRI adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan pada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya di singkat Kapolri adalah pimpinan Polri dan penanggung jawab penyelenggara fungsi kepolisian. Organisasi Polri disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai tingkat daerah berdasarkan daerah hukum adalah sebagai berikut: 1) Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, disingkat Mabes Polri. Mabes Polri adalah kantor di mana Kapolri menjalankan wewenangnya dan memiliki wewenang tertinggi pada Polri di bawah Presiden. Kapolri di bantu Wakapolri dalam menjalankan tugasnya. 2) Kepolisian Daerah, disingkat Polda. Polda adalah pelaksana tugas dan wewenang Polri di wilayah provinsi yang berada di bawah Kapolri. Kepala Polda yang selanjutnya disingkat Kapolda adalah pimpinan Polri di daerah provinsi dan bertanggung jawab kepada Kapolri. Polda bertugas: a) melaksanakan tugas pokok Polri yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan commit to user kepada masyarakat; dan
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) melaksanakan tugas-tugas Polri lainnya dalam daerah hukum Polda, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Polda menyelenggarakan fungsi: a) pemberian pelayanan kepolisian kepada masyarakat dalam bentuk penerimaan dan penanganan laporan atau pengaduan, permintaan bantuan atau pertolongan, pelayanan pengaduan atas tindakan anggota Polri, dan pelayanan surat-surat izin atau keterangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; b) pelaksanaan intelijen dalam bidang keamanan, termasuk persandian dan intelijen teknologi, baik sebagai bagian dari kegiatan satuan-satuan atas, maupun sebagai bahan masukan penyusunan rencana kegiatan operasional Polda dalam rangka pencegahan gangguan dan pemeliharaan keamanan dalam negeri; c) penyelidikan dan Penyidikan tindak pidana, termasuk fungsi identifikasi, laboratorium forensik lapangan, pembinaan dan pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), serta pengawasan proses Penyidikan; d) pelaksanaan sabhara kepolisian, yang meliputi kegiatan patroli mencakup pengaturan, penjagaan, pengawalan, pengamanan kegiatan masyarakat, dan pemerintah, termasuk penindakan tindak pidana ringan, pengamanan unjuk rasa, dan pengendalian massa, serta pengamanan objek khusus yang meliputi Very Very Important Person (VVIP), Very Important Person (VIP), tempat pariwisata, dan objek vital khusus lainnya; e) pelaksanaan lalu lintas kepolisian, yang meliputi kegiatan Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan, dan Patroli (Turjawali) commit to user pelanggaran dan Penyidikan lalu lintas termasuk penindakan
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kecelakaan lalu lintas, serta Registrasi dan Identifikasi (Regident) pengemudi dan kendaraan bermotor, dalam rangka penanganan dan pembinaan Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas (Kamseltibcarlantas); f) pelaksanaan kepolisian perairan, yang meliputi kegiatan patroli termasuk penanganan pertama tindak pidana, pencarian dan penyelamatan kecelakaan/Search and Rescue (SAR) di wilayah perairan, pembinaan masyarakat pantai atau perairan dalam rangka pencegahan kejahatan dan pemeliharaan keamanan di wilayah perairan; g) pembinaan masyarakat, yang meliputi Perpolisian Masyarakat (Polmas), pembinaan dan pengembangan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa dalam rangka peningkatan kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum, tumbuh kembangnya peran serta masyarakat dalam pembinaan keamanan dan ketertiban, terjalinnya hubungan Polri dengan masyarakat yang kondusif bagi pelaksanaan tugas kepolisian, serta pembinaan teknis dan pengawasan kepolisian khusus termasuk satuan pengamanan; dan h) pelaksanaan fungsi-fungsi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3) Kepolisian Resort Polres adalah pelaksana tugas dan wewenang Polri di wilayah kabupaten/kota yang berada di bawah Kapolda. Kepala Polres yang selanjutnya disingkat Kapolres adalah pimpinan Polri di daerah dan bertanggung jawab kepada Kapolda. Polres bertugas menyelenggarakan tugas pokok Polri dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dan melaksanakan commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tugas-tugas Polri lainnya dalam daerah hukum Polres, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas, Polres menyelenggarakan fungsi: a) pemberian pelayanan kepolisian kepada masyarakat, dalam bentuk penerimaan dan penanganan laporan/pengaduan, pemberian bantuan dan pertolongan termasuk pengamanan kegiatan masyarakat dan instansi pemerintah, dan pelayanan surat izin/keterangan, serta pelayanan pengaduan atas tindakan anggota Polri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; b) pelaksanaan fungsi intelijen dalam bidang keamanan guna terselenggaranya deteksi dini (early detection) dan peringatan dini (early warning); c) penyelidikan dan Penyidikan tindak pidana, fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik lapangan dalam rangka penanganan, serta pembinaan, koordinasi, dan pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS); d) pembinaan masyarakat, yang meliputi pemberdayaan masyarakat melalui perpolisian masyarakat, pembinaan dan pengembangan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa dalam rangka peningkatan kesadaran dan ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan, terjalinnya hubungan antara Polri dengan masyarakat, koordinasi dan pengawasan kepolisian khusus; e) pelaksanaan fungsi Sabhara, meliputi kegiatan pengaturan, penjagaan pengawalan, patroli (Turjawali) serta pengamanan kegiatan masyarakat dan pemerintah, termasuk penindakan tindak pidana ringan (Tipiring), pengamanan unjuk rasa dan pengendalian massa, serta pengamanan objek vital, pariwisata commit to user dan Very Important Person (VIP);
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f) pelaksanaan fungsi lalu lintas, meliputi kegiatan Turjawali lalu lintas, termasuk penindakan pelanggaran dan Penyidikan kecelakaan lalu lintas serta registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dalam rangka penanganan dan pembinaan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas; g) pelaksanaan fungsi kepolisian perairan, meliputi kegiatan patroli perairan, penanganan pertama terhadap tindak pidana perairan, pencarian dan penyelamatan kecelakaan di wilayah perairan, pembinaan masyarakat perairan dalam rangka pencegahan kejahatan, dan pemeliharaan keamanan di wilayah perairan; dan h) pelaksanaan fungsi-fungsi lain, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4) Kepolisian Sektor Polsek adalah unsur pelaksana tugas pokok fungsi kepolisian di wilayah kecamatan yang berada di bawah Kapolres. Polsek di pimpin oleh seorang Kapolsek. Polsek bertugas menyelenggarakan tugas pokok Polri dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penanganan, pemberian perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta tugas-tugas Polri lain dalam daerah hukumnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas, Polsek menyelenggarakan fungsi: a) pemberian pelayanan kepolisian kepada masyarakat, dalam bentuk penerimaan dan penanganan laporan/pengaduan, pemberian bantuan dan pertolongan termasuk pengamanan kegiatan masyarakat dan instansi pemerintah, dan pelayanan surat izin/keterangan, serta pelayanan pengaduan atas tindakan anggota Polri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; b) penyelenggaraan fungsi intelijen di bidang keamanan meliputi pengumpulan bahan keterangan/informasi untuk keperluan commit to user deteksi dini (early detection) dan peringatan dini (early
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
warning), dalam rangka pencegahan terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat, serta pelayanan SKCK; c) penyelenggaraan Turjawali, pengamanan kegiatan masyarakat dan instansi pemerintah dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, dan penanganan Tipiring serta pengamanan markas; d) penyelenggaraan Turjawali dan penanganan kecelakaan lalu lintas guna mewujudkan Kamseltibcarlantas; e) penyelidikan dan Penyidikan tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f) pemberian bantuan hukum bagi personel Polsek beserta keluarganya serta penyuluhan hukum pada masyarakat; g) pemberdayaan peran serta masyarakat melalui Polmas dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, guna terwujudnya kemitraan serta membangun kepercayaan masyarakat terhadap Polri; h) penyelenggaraan fungsi kepolisian perairan; i) penyelenggaraan administrasi umum dan ketatausahaan; dan j) pengumpulan dan pengolahan data, serta menyajikan informasi dan dokumentasi kegiatan di lingkungan Polsek.
Sejarah perjuangan Kepolisian Komando Daerah Jawa Tengah dari masa ke masa, sejak proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia selalu mengalami pasang surut. Berikut adalah lika-liku kepolisian Jawa Tengah dari masa ke masa: 1) Periode 17 Agustus 1945 - 17 Desember 1949, kepolisian Jawa Tengah berada di bawah naungan Undang-Undang Dasar RI 1945. 2) Periode 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950, kepolisian Jawa Tengah di bawah naungan Undang-Undang Dasar Sementara RI 1949. 3) Periode 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959, kepolisian Jawa Tengah di bawah commit user naungan Undang-Undang DasartoSementara RI 1950.
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
4) Periode 5 Juli 1959 - 11 Maret 1966, periode peralihan atau menjelang Orde Baru. 5) Periode 11 Maret 1966 Reformasi, adalah periode pembaharuan dan kemajuan serta regenerasi kepolisian komando daerah kepolisian Jawa Tengah. Kepolisian Daerah Jawa Tengah terdiri dari beberapa Kepolisian Resort (Polres), antara lain: 1) Kepolisian Resort Kudus. 2) Kepolisian Resort Banyumas. 3) Kepolisian Resort Blora. 4) Kepolisian Resort Banjarnegara. 5) Kepolisian Resort Magelang. 6) Kepolisian Resort Pemalang. 7) Kepolisian Resort Purworejo. 8) Polwitabes Semarang. 9) Kepolisian Resort Klaten. 10) Kepolisian Resort Salatiga. 11) Kepolisian Resort Brebes. 12) Kepolisian Resort Kebumen. 13) Kepolisian Resort Semarang. 14) Kepolisian Resort Tegal. 15) Kepolisian Wilayah Pekalongan Tugas pokok Polda Jateng adalah menyelenggarakan tugas pokok polri dalam pemeliharaan keamanan ketertiban masyarakat, penegakkan hukum dan memberi perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat serta tugas lain sesuai ketentuan hukum dan peraturan serta kebijakan yang telah Ditetapkan. Visi dari Polda Jateng adalah menampilkan polda jawa tengah yang profesional, bermoral, modern sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat yang terpercaya dalam pemeliharaan kemanan ketertiban commit to user masyarakat dan penegakkan hukum. Misi Polda Jateng adalah :
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Meningkatkan Sumber Daya Manusia Kepolisian Daerah Jawa Tengah Untuk Tampil sebagai sosok Pengayom, Pelindung dan Pelayan Masyarakat. 2) Melaksanakan Penegakkan Hukum secara Konsisten, Berkesinambungan dan Transparan untuk pemeliharaan Kamtibmas 3) Melaksanakan Pelayanan Optimal, yang dapat menimbulkan kepercayaan bagi Masyarakat dalam upaya meningkatkan kesadaran hukum 4) Menciptakan kondisi keamanan yang kondusif dengan meningkatkan peran serta masyarakat dan instansi terkait secara aktif 5) Mengedepankan dan Menjunjung Tinggi Hak Asasi Manusia dalam setiap melaksanakan tugas. Struktur organisasi di Polda Jateng sesuai Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Daerah adalah sebagai berikut :
Sumber : http://www.jateng.polri.go.id/
Gambar 3. Struktur Organisasi commit to Polda userJawa Tengah
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia telah mengeluarkan peraturan Kapolri nomor 22 tahun 2010 tanggal 28 September 2010 tentang susunan organisasi dan tata kerja pada tingkat Kepolisian daerah, sebagai salah satu upaya restrukturisasi organisasi Polri, guna meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat. Secara organisasi struktur organisasi Polda Jawa Tengah terbagi dalam lima kategori, yakni unsur pimpinan, unsur Pengawas dan Pembantu Pimpinan/Pelayanan, unsur Pelaksana tugas pokok, unsur Pendukung dan Satuan Kewilayahan. Unsur pimpinan terdiri dari Kapolda dan Wakil Kapolda. Unsur pengawas dan pembantu pimpinan/pelayanan
terdiri dari Inspektorat
Pengawasan Daerah (Itwasda), Biro Operasi (Roops), Biro Perencanaan dan Anggaran (Rorena), Biro Sumber Daya Manusia (Ro SDM), Biro Sarana dan Prasarana (Rosarpras), Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam), Bidang Hubungan Masyarakat (Bid Humas), Bidang Hukum (Bid Kum), Bidang Teknologi dan Informasi Kepolisian (Bid TI Polri), Staf Pribadi_ Pimpinan (Spripim), Sekretariat Umum (Setum) dan Pelayanan Markas (Yanma). Unsur Pelaksana Tugas Pokok yaitu Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT), DirektoratIntel (Dit Intel), DirektoratReserse Kriminal Umum
(Dit
Reskrimum),
DirektoratReserse
Kriminal
Khusus
(Dit
Reskrimsus), DirektoratReserse Narkoba (Dit Resnarkoba), Satuan Brimob (Sat
Brimob),
DirektoratPembinaan
Masyarakat
(Dit
Binmas),
DirektoratSabhara (Dit Sabhara), DirektoratLalu Lintas (Dit Lantas), DirektoratPengamanan Obyek Vital (Dit Pamobvit), DirektoratPolisi Perairan (Dit Polair) dan DirektoratTahanan dan barang Bukti (Dit Tahti). Unsur Pendukung yaitu Sekolah Kepolisian Negara (SPN), Bidang Keuangan (Bid. Keu) dan Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Bid. Dokkes).
c. Dit Reskrimsus Polda Jawa Tengah Organisasi Polda yang berwenang menangani kasus cybercrime adalah Direktorat Reserse dan Kriminal commitKhusus. to user Direktorat ini yang melakukan
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyelidikan, Penyidikan serta penangkapan pada saat terjadi kasus yang berkaitan dengan cybercrime di lingkungan Polda Jawa Tengah yang meliputi polsek, polwil dan polwiltabes. Agar lebih jelas sub organisasi Dit Reskrimsus yang menangani kejahatan cyber akan diterangkan melalui gambar susunan organisasi Dit Reskrimsus berikut ini: Kapolda
Wakapolda
Direktur Reskri msus WaDir Reskrimsus
Subdirektorat Indagsi (industri,per dagangan,in vestasi)
Subdit Eksus (ekonomi khusus)
Subdit Tipikor (Tindak Pidana Korupsi)
Subdit Tipite r
Cybercrime Gambar. 4 Struktur Organisasi Dit Reskrimsus
Tugas, Fungsi serta sub-organisasi Dit Reskrimsus di atur secara tegas pada Pasal 10d, Pasal 139-147 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Daerah. Dit Reskrimsus merupakan unsur pelaksana tugas pokok yang berada di commitbertugas to user menyelenggarakan penyelidikan bawah Kapolda. Dit Reskrimsus
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan Penyidikan tindak pidana khusus, koordinasi, pengawasan operasional, dan administrasi Penyidikan PPNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dit Reskrimsus menyelenggarakan fungsi: 1) penyelidikan dan Penyidikan tindak pidana khusus, antara lain tindak pidana ekonomi, korupsi, dan tindak pidana tertentu di daerah hukum Polda; 2) penganalisisan kasus beserta penanganannya, serta mempelajari dan mengkaji efektivitas pelaksanaan tugas Dit Reskrimsus; 3) pembinaan teknis, koordinasi, dan pengawasan operasional, serta administrasi Penyidikan oleh PPNS; 4) pelaksanaan pengawasan Penyidikan tindak pidana khusus di lingkungan Polda; dan 5) pengumpulan dan pengolahan data serta menyajikan informasi dan dokumentasi program kegiatan Dit Reskrimsus. Dit Reskrimsus terdiri dari: 1) Subbagian Perencanaan dan Administrasi (Subbagrenmin); Subbagrenmin bertugas menyusun perencanaan program kerja dan anggaran, manajemen Sarpras, personel, dan kinerja, serta mengelola keuangan dan pelayanan ketatausahaan dan urusan dalam di lingkungan Dit Reskrimsus. Subbagrenmin menyelenggarakan fungsi: a) penyusunan perencanaan jangka sedang dan jangka pendek, antara lain Renstra, Rancangan Renja, Renja, kebutuhan sarana prasarana, personel, dan anggaran; b) pemeliharaan perawatan dan administrasi personel; c) pengelolaan Sarpras dan penyusunan laporan SIMAK-BMN; d) pelayanan fungsi keuangan yang meliputi pembiayaan, pengendalian, pembukuan, akuntansi, dan penyusunan laporan SAI serta pertanggungjawaban keuangan; commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengelolaan dan pelayanan ketatausahaan dan urusan dalam; dan e) penyusunan LRA dan pembuatan laporan akuntabilitas kinerja Satker dalam bentuk LAKIP meliputi analisis target pencapaian kinerja, program, dan anggaran. Dalam melaksanakan tugas, Subbagrenmin di bantu oleh: a) Urren, yang bertugas membuat Renstra, Rancangan Renja, Renja, RKA-KL, DIPA, Penetapan Kinerja, KAK atau TOR, RAB, dan menyusun LAKIP Satker, serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program bidang Reskrimsus di lingkungan Polda; b) Urmin, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan administrasi umum personel dan materiil logistik; c) Urkeu, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan pelayanan keuangan; dan d) Urtu, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan ketatausahaan dan urusan dalam 2) Bagian Pembinaan Operasional (Bagbinopsnal); Bagbinopsnal bertugas: a) melaksanakan pembinaan Dit Reskrimsus melalui analisis dan gelar perkara beserta penanganannya; b) mempelajari dan mengkaji efektivitas pelaksanakan tugas penyelidikan dan Penyidikan; c) melaksanakan latihan fungsi, serta menghimpun dan memelihara berkas perkara yang telah selesai di proses dan bahan literatur yang terkait; dan d) mengumpulkan dan mengolah data, serta menyajikan informasi dan dokumentasi program kegiatan Dit Reskrimsus. Bagbinopsnal menyelenggarakan fungsi: commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) penganalisisan dan pengevaluasian pelaksanaan tugas Dit Reskrimsus; b) pengkoordinasian pemberian dukungan operasional ke kesatuan kewilayahan; c) pelatihan fungsi dan pengadministrasian kegiatan penyelidikan dan Penyidikan, serta pengarsipan berkas perkara; d) pengumpulan dan pengolahan data, serta penyajian informasi dan dokumentasi program kegiatan Dit Reskrimsus; dan e) perencanaan operasi, penyiapan administrasi operasi, dan pelaksanaan Anev operasi. Dalam melaksanakan tugas Bagbinopsnal di bantu oleh: a) Subbagian Administrasi Operasional (Subbagminopsnal), yang bertugas menyelenggarakan pelatihan fungsi, pengarsipan berkas perkara, dan pengadministrasian kegiatan penyelidikan dan Penyidikan; dan b) Subbagian Analisa dan Evaluasi (Subbaganev), yang bertugas menganalisis dan mengevaluasi kegiatan Dit Reskrimsus, serta mengumpulkan dan mengolah data, serta menyajikan informasi dan dokumentasi. 3) Bagian Pengawas Penyidikan (Bagwassidik); Bagwassidik bertugas melakukan koordinasi dan pengawasan proses Penyidikan tindak pidana di lingkungan Dit Reskrimsus, serta menindaklanjuti terhadap pengaduan masyarakat yang terkait dengan proses Penyidikan. Dalam melaksanakan tugas, Bagwassidik menyelenggarakan fungsi: a) pengawasan pelaksanaan penyelidikan dan Penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh Subdit pada DitReskrimsus; commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) pelaksanaan supervisi, koreksi, dan asistensi kegiatan penyelidikan dan Penyidikan tindak pidana; c) pengkajian efektivitas pelaksanaan penyelidikan dan Penyidikan tindak pidana melalui penyelenggaraan gelar perkara; d) pemberian saran masukan kepada Dir Reskrimsus terkait dengan hasil pengawasan Penyidikan, termasuk menjawab pengaduan masyarakat; dan e) pemberian bantuan penyelidikan dan Penyidikan tindak pidana khusus yang dilakukan oleh Penyidik pada Subdit Dit Reskrimsus dan PPNS. Dalam melaksanakan tugas, Bagwassidik di bantu sejumlah Unit dan sejumlah Penyidik utama yang bertugas membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Bagwassidik.
4) Seksi Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil, disingkat Sikorwas PPNS; dan Sikorwas
PPNS
bertugas
melaksanakan
koordinasi
dan
pengawasan Penyidikan termasuk pemberian bimbingan teknis dan taktis serta bantuan konsultasi Penyidikan kepada PPNS. Dalam melaksanakan tugas, Sikorwas PPNS menyelenggarakan fungsi: a) pengkoordinasian dan pengawasan Penyidikan kepada PPNS di daerah hukum Polda; b) pemberian bimbingan teknis dan taktis Penyidikan kepada PPNS; dan c) pemberian bantuan konsultasi Penyidikan kepada PPNS. Dalam melaksanakan tugas, Sikorwas PPNS di bantu oleh: a) Subseksi Bantuan Penyidikan (Subsibansidik), bertugas memberikan bantuan konsultasi Penyidikan kepada PPNS; dan commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Subseksi Pembinaan Kemampuan (Subsibinpuan), bertugas memberikan pembinaan dan bimbingan teknis dan taktis kepada PPNS 5) Sub Direktorat(Subdit). Subdit bertugas melakukan penyelidikan dan Penyidikan tindak pidana yang terjadi di daerah hukum Polda. Dalam melaksanakan tugas, Subdit menyelenggarakan fungsi: a) penyelidikan dan Penyidikan tindak pidana yang terjadi di daerah hukum Polda; b) pemberkasan dan penyelesaian berkas perkara sesuai dengan ketentuan administrasi penyelidikan dan Penyidikan tindak pidana; dan c) penerapan manajemen anggaran, serta manajemen penyelidikan dan Penyidikan tindak pidana. Dalam melaksanakan tugas, Subdit di bantu oleh sejumlah Unit, yang bertugas membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Subdit.
2. Modus Operandi Penipuan Dalam Transaksi Jual-Beli Melalui Internet Dengan Carding. a. Perkembangan Kejahatan Cyber di Wilayah Polda Jawa Tengah. Kejahatan Cyber adalah kejahatan yang dilakukan melalui media internet dengan menggunakan sarana peralatan komputer. Cukup banyak terjadi kejahatan cyber di wilayah Polda Jawa Tengah. Tidak hanya satu jenis kejahatan cyber yang terjadi melainkan beraneka macam kejahatan pernah terjadi. Dengan berbagai macam teknik kejahatan dilakukan para pelaku untuk menghindari agar tidak tertangkap polisi. Berikut ini kejahatan cyber yang pernah ditangani Dit Reskrimsus Polda Jawa Tengah hasil wawancara dengan Kompol Iswanto, Kanit I Subdit Ekonomi Khusus: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
1) Carding Teknik kejahatan carding sudah ada sejak tahun 2000 sebelum adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Dalam menangani kasus carding tim Dit Reskrimsus menggunakan Pasal-Pasal KUHP untuk menjerat pelakunya. 2) Penipuan Lewat Sms Modusnya dengan mengirimkan sms undian berhadiah atas nama suatu perusahaan terkenal. Modus kejahatan ini baru-baru saja terjadi di Indonesia. Isi sms tersebut menganjurkan korban untuk telfon ke nomor yang disediakan. Kemudian saat korban telfon ke nomor tersebut, korban di minta untuk mengirimkan sejumlah uang sebagai syarat pengambilan hadiah. Setelah di kirim uang, korban tidak menerima hadiah apapun dari pengirim sms tersebut. 3) Pencemaran Nama Baik melalui Facebook Kejahatan dengan modus ini pernah terjadi di jawa tengah karena pelaku putus cinta, kemudian pelaku menyebar foto-foto berbau pornografi mantan pacarnya tersebut. Kemudian modus kedua seorang teman dendam dengan temannya yang lain. Dengan memasuki akun sosial media korban, pelaku merusak profil korban sebagai wanita sewaan hingga korban di ganggu orang-orang tak di kenal dan diteror. 4) Menggunakan website untuk melakukan penipuan Modus ini terjadi di jawa tengah dengan adanya kertas undian di dalam kemasan produk makanan tertentu. Di dalam kertas tercantum alamat website palsu sebuah perusahaan terkenal. Melalui website tersebut korban di kelabuhi bahwa undian tersebut benar-benar ada. 5) Pencurian pulsa Akhri-akhir ini marak terjadi modus pencurian pulsa. Kasus ini commit to user Polda Jawa Tengah. pernah di ungkap oleh tim Dit Reskrimsus
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
6) Penyebaran konten pornografi melalui handphone Penyebaran konten pornografi ini dilakukan melalui sarana bluetooth pada handphone. Perkembangan kejahatan cyber ini terjadi akibat kelemahan aparat penegak hukum di wilayah Jawa Tengah. Menurut wawancara dengan Kompol Iswanto, polisi khusus yang menangani kejahatan cyber baru ada di tingkat wilayah Polda dan Mabes Polri. Pada tingkat Polres, Polwil dan Polsek belum ada unit khusus menangani Cybercrime. Jika terjadi kasus tindak pidana ini pada tingkat Polres, Polwil dan Polsek, maka akan ditangani bagian Reskrim Umum. Padahal seharusnya kejahatan ini merupakan kejahatan khusus dan harus ditangani oleh Polisi Khusus/Cyber Police yang ahli pada bidang ini. Kendala ini yang harus dihadapi aparat penegak hukum di Indonesia, karena biaya yang mahal untuk mendidik anggota Polri di bidang ini dan jangka waktu yang sangat lama.
b. Modus Operandi Carding Yang Terjadi Di Wilayah Polda Jawa Tengah Dalam kamus Besar Ilmu pengetahuan, motif diartikan sebagai dorongan sadar untuk bertindak sesuai dengan tujuan atau maksud tertentu untuk melakukan kejahatan, sedangkan modus operandi diartikan sebagai cara atau metode kerja yang di pakai untuk melakukan tindakan kejahatan Di Semarang, seorang pelaku carding dapat membuat 999 nomor lagi setelah 4 nomor depan yang ada pada kartu kredit. Pelaku membuat 999 nomor tersebut menggunakan sebuah software yang bernama Credit Card Generator. Dari 999 nomor tersebut di cek lagi dengan softwere Verifikator, untuk mengecek validitas dan keberlakuan nomor kartu kredit. Dengan verifikator, pelaku mendapatkan info tentang siapa pemilik, jenis kartu dan masa berlaku nomor kartu kredit yang di pilihnya. Setelah mendapatkan nomor kartu kredit yang valid milik orang lain kemudian pelaku menggunakan nomor kartu kredit tersebut untuk belanja secara online melalui commit to user internet. Metode Belanja secara online pembayarannya dilakukan dengan cara
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
memasukkan nomor kartu kredit, jenis kartu kredit, masa berlaku kartu dan jumlah nominal belanjanya. Setelah terjadi kesepakatan jual beli, maka merchant (penjual barang online) mengirimkan barang yang di pesan oleh pembeli/pelaku carding. Setelah barang di kirim dan sudah diterima pembeli, maka pihak merchant mengajukan klaim kepada pemilik kartu kredit asli. Dan ternyata pemilik kartu kredit yang asli tidak mengetahui transaksi yang terjadi dengan merchant tersebut. Berangkat dari situ, merchant mengetahui ada penipuan karena pemilik kartu yang asli tidak pernah belanja di tempat si merchant. Kemudian pihak merchant melaporkan pada Kepolisian di mana merchant berada. Bila merchant berada di luar negeri pihak Kepolisian setempat akan melaporkan melalui duta besar RI jika alamat pengiriman ditujukan ke negara Indonesia untuk segera dilakukan Penyidikan. 1) Kasus I: Kasus ini terjadi di Semarang pada tahun 2000. Seorang pelaku carding berinisial DN, membeli helm balap dan GPS pada seseorang yang tinggal di Kanada. Pelaku menggunakan nick Londo pada saat memesan barang. Pelaku menggunakan nomor kartu kredit milik orang lain dari hasil menggunakan softwere Credit Card Generator dan Verifikator. Kemudian pelaku memberikan alamat palsu untuk mengirim barang pesanannya tersebut. Seiring perkembangan zaman, teknologi semakin canggih. Para pelaku carding pun tidak ingin tertangkap untuk kedua kalinya. Akhirnya saat ini mereka merubah teknik modus carding yang sudah diketahui oleh polisi dengan berbagai macam cara. Hingga pada akhirnya tahun 2012 polisi berhasil mengungkap modus baru carding yang terjadi di Semarang dengan cara sebagai berikut: 2) Kasus II: Pelaku carding memesan kalung emas kadar 24 karat,18 inci dan emas commit to user murni 37,5 gram yang bernilai hingga puluhan juta pada seorang warga
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
negara korea. Diketahui bahwa pemesan kalung tersebut menggunakan alamat email
[email protected] atas nama Ugah Prasetya di mana alamat email berada di Jl. Singosari Raya II no. 240 Semarang. Namun alamat pengiriman pembeli barang di alamatkan ke Rebecca M Macaoine Jl. Kanguru Barat Raya IV No.110 Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Modusnya adalah transaksi dilakukan melalui situs pembayaran online www.paypal.com. Setelah pelaku memasukkan nomor kartu kreditnya ke website Paypal, otomatis merchant mengira sudah dilakukan pembayaran atas barang yang telah di pesan. Kemudian merchant mengirim barang yang di pesan ke alamat yang sudah diberikan oleh pembeli tersebut. Namun, pada saat merchant akan mengambil uang melalui website paypal tersebut, ternyata dananya kosong dan barang sudah terlanjur di kirim pada alamat si pembeli. Akhirnya merchant melaporkan kasus penipuan yang di alaminya pada Kepolisian setempat. Dalam kasus ini terbukti bahwa pelaku carding semakin pintar dalam menyiasati penjual barang dan polisi agar tidak ketahuan tindakan melanggar hukum yang dilakukannya.
3. Penanganan Pihak Kepolisian Terhadap Modus Operandi Carding Dalam menangani suatu kasus dengan modus operandi carding, sebelumnya polisi menerima laporan dari interpol ataupun korban langsung. Tanpa adanya laporan, polisi tidak akan mengetahui bahwa telah terjadi tindak pidana di dunia maya ataupun yang di alami seseorang. Karena polisi tidak dapat mengawasi setiap transaksi yang terjadi di internet setiap harinya dan transaksi antar pribadi tersebut bersifat sangat pribadi dan rahasia. Berikut ini di jelaskan penanganan oleh polisi terhadap kasus-kasus yang sudah saya paparkan di atas:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
a. Penanganan Kasus I Berangkat dari adanya laporan bahwa terjadi penipuan yang di alami oleh korban, polisi segera bertindak untuk melakukan penyelidikan. Pada kasus pertama di ketahui bahwa merchant berada di luar negeri. Melalui Kepolisian setempat disampaikan kasus ini ke Kedutaan Besar Indonesia di mana korban melapor. Kemudian Kedutaan Republik Indonesia menyampaikan ke Mabes Polri. Dari Mabes Polri kasus diserahkan pada Kepolisian yang berwenang di wilayah tersebut dalam kasus ini Kepolisian Daerah Jawa Tengah yang berada di Semarang karena diketahui alamat pengiriman ditujukan ke daerah Semarang. Kepolisian Daerah Jawa Tengah melalui Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus mulai melakukan penyelidikan terhadap laporan yang ada. Pertama akan dilakukan pengecekan terhadap alamat penerima barang dan perusahaan jasa pengiriman barang yang digunakan untuk pengiriman barang hasil carding tersebut. Apakah benar alamat penerima barang itu ada. Biasanya alamat penerima barang fiktif, maka dilakukan pemeriksaan terhadap perusahaan pengiriman barang. Karena jika alamat penerima barang tidak ditemukan, perusahaan jasa akan menyimpan barang tersebut dan menunggu seseorang yang mencari barang kiriman tersebut. Jika barang sudah di ambil penerima dan polisi terlambat untuk menangkap penerima tersebut, maka polisi menanyakan ciri-ciri orang yang mengambil barang tersebut seperti apa. Dan biasanya penerima harus meninggalkan alamat, dalam hal ini orang yang mengambil barang tersebut. Dari hasil penyelidikan di perusahaan jasa pengiriman barang tersebut, polisi lanjut melacak keberadaan pelaku dan alamat yang di dapatkan dari perusahaan jasa. Kemudian dilakukan penangkapan terhadap tersangka pelaku carding. Setelah pelaku ditangkap dilakukan pemeriksaan terhadap pelaku dan barang bukti. Pelapor yang ada di luar negeri juga di periksa melalui Mabes Polri untuk diteruskan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia commit to user yang berada di negara pelapor.
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
Kemudian dilakukan penyitaan atas barang bukti. Polisi juga mencari saksi dari pihak bank penerbit kartu kredit yang digunakan untuk melakukan kejahatan. Kemudian polisi mengumpulkan barang bukti hasil transaksi jual beli barang tersebut. Kemudian polisi mengajukan ke Kejaksaan untuk di proses di pengadilan atas kesalahan tersangka. Tersangka dikenai Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan. Karena pada saat itu undang-undang ITE belum disahkan maka Penyidik Polri mengenakan Pasal-Pasal KUHP saja terhadap tersangka pelaku carding. Jika pelaku belum sempat mengambil barang yang ada di perusahaan jasa pengiriman, polisi akan menjebak pelaku dengan menyamar sebagai pegawai perusahaan jasa pengiriman. Ketika pelaku mengambil barang hasil carding tersebut, pelaku akan tertangkap tangan oleh polisi yang sudah menyamar tadi.
b. Penanganan Kasus II Dengan proses yang sama yaitu korban melapor ke kepolisian Korea. Kemudian polisi Korea melaporkan kasus tersebut ke Kedutaan Besar Republik Indonesia yang berada di Negara Korea. Selanjutnya Kedutaan akan melapor ke Mabes Polri Jakarta. Mabes Polri kemudian menyerahkan kasus tersebut ke kepolisian yang berwenang di daerah dilakukannya penipuan. Dalam kasus ini yaitu penyelidik dari Dit Reskrimsus Polda Jateng. Penanganan yang pertama dilakukan polisi adalah mengecek kebenaran alamat penerima barang. Setelah ditelusuri alamat tersebut ternyata hanya ditemukan bahwa di Jalan Kanguru Barat tersebut sampai angka romawi II sedangkan alamat yang diberikan pembeli adalah Kanguru Barat IV. Jadi alamat penerima tersebut fiktif. Polisi juga melakukan koordinasi dengan kelurahan setempat agar mendapatkan kepastian bahwa alamat tersebut benar-benar palsu. Kemudian polisi juga menelusuri alamat yang tertera di committersebut, to user polisi juga tidak mendapatkan email. Saat penyelidikan alamat
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
alamat yang sesuai dengan alamat yang tercantum pada email namun polisi hanya menemukan warnet (warung internet) dengan nama OXY.net yang apabila dikorelasikan dengan alamat email pembeli
[email protected] terdapat keterpaduan. Hingga saat ini poses penyelidikan masih dilakukan oleh tim polda. Di duga ada keterlibatan oknum pegawai POS Semarang yang ikut serta membantu mempermudah pendistribusian barang hasil carding kepada pelaku, karena barang hasil carding sudah tidak ada di kantor Pos kemungkinan sudah di ambil pelaku. Apabila terbukti pegawai Pos terlibat, maka akan dikenakan hukuman juga. Untuk pelaku carding terbukti melakukan tindak pidana dapat dijerat dengan perkara penipuan dan atau dengan sengaja dan tanpa hak menyebar berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik sebagaimana di maksud dalam Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (2) UU RI No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam proses Penyidikan selanjutnya, polisi akan menerbitkan Surat Penyidikan untuk proses penanganan lebih lanjut. Kemudian polisi akan melakukan pemeriksaan terhadap Kepala Kantor Pos Semarang untuk mengetahui pegawai kantor pos yang pada saat pengiriman barang bertugas. Setelah itu melakukan pemeriksaan terhadap pegawai kantor pos yang bertugas saat itu. polisi juga akan melakukan penyelidikan lebih mendalam untuk mengetahui pelaku pemesanan atau siapa pemilik dari e-mail
[email protected]. Kemudian setelah cukup bukti polisi akan melakukan upaya paksa.
c. Pasal-Pasal yang dapat dikenakan pada pelaku Carding. Untuk tindak pidana carding, dapat dikenakan Pasal-Pasal pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur secara khusus dan Pasal-Pasal pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mengatur secara umum tindakcommit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tindak pidana yang dilakukan pelaku carding. Berikut adalah Pasal-Pasal yang dapat dikenakan pada tindak pidana carding: 1) Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.. “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik”. 2) Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. ”Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana di maksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) di pidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. 3) Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat. “Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak perikatan atau pembebasan hutang, atau yang di peruntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, di ancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun”. 4) Pasal 362 KUHP tentang Pencurian “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk di miliki secara melawan hukum, di ancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana dengan paling banyak sembilan ratus rupiah”. 5) Pasal 378 KUHP tentang Penipuan “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, atau pun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberikan hutang atau menghapuskan piutang di ancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Tindakan Preventif Dari Pihak Kepolisian Terhadap Carding Untuk mengurangi terjadinya tindak pidana di dunia maya ini, polisi berupaya semaksimal mungkin untuk memperingatkan masyarakat tentang bahayanya kejahatan ini. Upaya pencegahan dari kepolisian adalah melakukan Sosialisasi melalui kegiatan seminar di universitas-universitas, oganisasi-organisasi massa tentang bahaya kejahatan di dunia maya dan mengirimkan anggota Polri terpilih untuk kursus di luar negeri mengenai cybercrime.
B. PEMBAHASAN 1. Modus Operandi Carding Fenomena carding merupakan kejahatan yang lahir akibat maraknya transaksi online dan kemajuan teknologi informasi dengan menggunakan kartu kredit sebagai sarana untuk melakukan pembayarannya. Carding merupakan salah satu bentuk internet fraud, yaitu tindakan tidak jujur atau penipuan dengan menggunakan internet atau teknologi yang langsung di dukung internet. Fraud yang di maksud dalam carding adalah berupa penggunaan nomor kartu kredit yang diperoleh secara tidak syah untuk memesan sejumlah barang atau transaksi secara online. Ada beberapa teknik pelaku untuk mendapatkan nomor kartu kredit sebelum digunakan dalam card generator, yaitu (Niniek Suparni, 2009: 195) : a.
Membeli informasi. Membeli kepada seseorang yang memiliki informasi kartu kredit yang aktif. Biasanya orang yang memiliki data kartu kredit seseorang, namun ia tidak dapat menggunakan nomor kartu atau gagap tekonologi sehingga untuk mendapatkan keuntungan ia jual kepada para hacker.
b.
Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan chatting di Internet. Biasanya dilakukan chating dengan orang asing. Kemudian dengan tipu daya, orang asing tersebut memberitahukan informasi kartu kreditnya.
c.
Mengambil kecerobohan sang pemilik. Jika kita melakukan transaksi menggunakan kartu kredit dengan menyuruh orang lain. Kemudian diamcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
diam orang yang kita suruh itu menyimpan nomor kartu kredit untuk tujuan yang merugikan. d.
Perangkap Online. Membuat situs siluman yang menyediakan jasa ecommerce, di mana seseorang harus memasukkan informasi tentang kartu kreditnya.
e.
Melakukan kerjasama dengan pihak tertentu misalnya saja dengan tempat penginapan, tempat perbelanjaan, rumah makan di mana transaksi dilakukan dengan kartu kredit.
f.
Menghack sebuah situs e-commerce, dengan kemapuannya dalam algortima dan pemrograman maka ia dapat menjebol data base situs-situs luar maupun dalam negeri yang terkenal.
g.
Seseorang mengirim email yang isinya mengaku-ngaku dari penerbit kartu kredit dan seolah cek data kita dengan minta nomor kartu, expired date, alamat tagihan, pin, nama kandung ibu serta tanggal lahir. Namun dengan teknik pop-up di buat seolah-olah email tersebut benar-benar dari bank penerbit kartu kredit. Orang yang tertipu akan memberikan informasi yang di minta dalam email tersebut.
Setelah pelaku mendapatkan informasi kartu kredit dengan teknik di atas, kemudian pelaku menggunakan card generator untuk mendapatkan 1000 nomor kartu kredit lainnya. Setelah itu beberapa nomor kartu kredit yang di pilih dimasukkan lagi ke dalam software verifikator untuk mengetahui berlakunya nomor kartu kredit agar dapat digunakan untuk membeli barang-barang secara online. Berbagai macam cara pelaku dalam menggunakan kartu kredit curian untuk membeli barang secara online. Satu kartu kredit digunakan untuk membeli di satu merchant. Jadi menggunakan kartu kredit yang berbeda-beda di setiap merchant agar tidak ketahuan pemilik kartu jika data kartu kreditnya habis terlalu banyak. Kemudian teknik carding pun berkembang tiap tahun. Di Semarang modus operandi yang berkembang ada 2, yaitu: a. Menggunakan software card generator dan verifikator. Seperti yang sudah user satu nomor kartu kredit (empat saya paparkan sebelumnya. commit Dengan to modal
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
angka di depan) kemudian menggunakan card generator di dapatkan 1000 nomor kartu kredit selanjutnya. Kemudian dengan software verifikator di dapatkan informasi yang lengkap 1000 nomor kartu kredit yang di pilih. Kemudian dengan nomor kartu kredit tersebut digunakan pelaku untuk belanja secara online dan pelaku terbebas dari beban pembayaran sedangkan korbannya harus menanggung pembayaran atas pembelian barang kepada merchant. b. Memanfaatkan situs rekening bersama internasional yaitu www.paypal.com. Modus ini merupakan perkembangan dari modus yang pertama, namun cara memperoleh nomor kartu kreditnya tetap sama. Dengan memanfaatkan kelemahan paypal, pelaku dapat menipu merchant untuk tidak membayar barang yang telah di beli.
Setelah meneliti Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kasus carding, diperoleh informasi bahwa tujuan pelaku carding yaitu adanya ketertarikan akibat aktivitas mereka yang sering melakukan kontak di dunia maya dan berkenalan dengan istilah carding. Rasa ingin tahu tentang carding akhirnya mengantarkan para pelaku untuk mencoba carding dengan pengetahuan yang mereka dapatkan dari tutorial carding yang terdapat di internet. Kesempatan mencoba memang sangat terbuka luas tanpa ada rasa takut sedikitpun karena tindakan yang dilakukan masih terbatas di depan layar komputer dan terjadi di dunia maya tanpa mengenal identitas yang sebenarnya. Kegiatan mereka pada awalnya lebih ditujukan untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka. Ketika gagal, para pelaku tertantang untuk mengasah kemampuannya untuk mencoba dan mencoba lagi. Namun setelah berhasil, mereka menjadi semakin menggebu terlebih ketika mereka mampu mengambil barang hasil carding. Selanjutnya melihat keuntungan finansial yang diperoleh dari hasil asah otak yang memerlukan keahlian tertentu telah menciptakan kebanggaan tersendiri sebagai seorang yang mampu memecahkan masalah yang orang lain belum tentu bisa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
Dalam perkembangan selanjutnya di dukung oleh jaringan atau jasa kurir yang membantu pengambilan barang serta adanya persepsi untuk lebih menguntungkan berbuat carding dari pada tidak, mereka menjadi kan kegiatan tersebut untuk mendapatkan barang secara gratis. Para carder memanfaatkan carding untuk memuaskan hobinya dengan memesan dan memperoleh barang. Selain itu juga, para carder melakukan aksinya untuk mencari uang terutama bagi mereka yang memiliki akses menjual barang hasil carding. Hal yang mendorong para carder melakukan carding adalah keinginan meniru kesuksesan carder lain yang sering membobol kartu kredit dan tidak tertangkap aparat kepolisian. Selain itu juga adanya anggapan bahwa tindakan yang dilakukan bukanlah kejahatan yang serius, karena belum di atur dalam undang-undang di Indonesia. Berpijak pada hal tersebut di atas, dan di perkuat dengan para carder yang telah menjadi kan aktivitas tersebut sebagai hal yang menguntungkan dan dilakukan secara berulang-ulang untuk memuaskan kebutuhan pribadi. Maka memang benar bahwa pelaku carding melakukan akivitasnya untuk menguji kemampuan dan mencari keuntungan baik untuk diri sendiri maupun orang lain dengan melawan hak dan melawan hukum. Perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak dan melawan hukum, dilakukan oleh para carder dengan tidak adanya ijin dari pihak yang membolehkan untuk menggunakan kartu kredit milik orang lain. Para carder telah menggunakan nomor kartu kredit milik orang lain untuk membeli barang-barang melalui internet tanpa adanya ijin dari pemilik kartu kredit yang digunakan oleh para carder dan dapat memiliki barang yang telah di kirim oleh pemilik toko sesuai pesanan melalui internet. Dari kasus yang telah diperoleh, dapat diketahui bahwa kejahatan ini tidak mengenal batas wilayah (borderless) serta waktu kejadian karena korban dan pelaku sering berada di negara yang berbeda. Semua aksi itu dapat dilakukan hanya dari depan komputer yang memiliki akses Internet tanpa takut diketahui oleh orang lain/saksi mata, sehingga kejahatan ini termasuk dalam Transnational Crime/kejahatan antar negara yang pengungkapannya sering melibatkan penegak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
hukum lebih dari satu negara. Mencermati hal tersebut dapatlah di sepakati bahwa kejahatan IT/Cybercrime memiliki karakter yang berbeda dengan tindak pidana umum baik dari segi pelaku, korban, modus operandi dan tempat kejadian perkara sehingga butuh penanganan dan pengaturan khusus di luar KUHP. 2. Penanganan Oleh Aparat Kepolisian Terhadap Modus Operandi Carding Kejahatan carding merupakan kejahatan yang semakin canggih dan sulit di lacak, sehingga memerlukan penanganan secara khusus. Hukum tidak akan bisa tegak dengan sendirinya tanpa adanya aparat penegak hukum seperti polisi yang bisa dan optimal menjembataninya, sehingga tugas polisi semakin berat. Untuk itu, polisi mau tidak mau harus menguasai dunia perangkat lunak ini. Cybercrime harus ditangani oleh cyber police. Cyber police merupakan polisi yang di latih dan di bekali untuk menangani kasus segala tindak kriminal yang berkaitan dengan cyberspace. Cyber police berinteraksi secara aktif seperti, menggunakan internet untuk mencari informasi, mengadakan kontak dan diskusi, maupun memberikan pelayanan informasi masyarakat. Namun, penanganan oleh Aparat Kepolisian masih terhambat dengan harus adanya laporan dari korban. Polisi belum bisa mencegah terjadinya tindak pidana ini. Sehingga seseorang harus menjadi korban dahulu baru polisi menangani tindak pidana yang di alami korban. Namun belum tentu juga suatu kasus dapat terselesaikan oleh polisi. Banyak hambatan-hambatan yang harus di hadapi tim kepolisian dalam menangani kasus ini. Apalagi pelaku semakin pintar untuk mengelabuhi polisi agar tidak tertangkap dan tidak dapat di lacak keberadaannya. Usaha Kepolisian dalam menangani tindak pidana ini belum cukup membuat para pelaku jera. Selain itu dikarenakan undang-undang yang ada belum cukup mengatur secara khusus mengenai tindak pidana penipuan jenis ini. Untuk menjerat pelaku carding, polisi mengenakan pasal-pasal dalam KUHP dan Undang-Undang ITE. Dalam menghadapi kasus-kasus yang terjadi di Semarang, Tim Polda Jateng menggunakan cara Penyidikan yang umum di pakai. Namun ada tambahan cara dengan melacak tempat pelaku commit melakukan tindak pidana sebagai locus delicti to user
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
dalam menentukan hukum yang berwenang untuk menjerat pelaku. Pelacakan tempat terjadinya tindak pidana dilakukan oleh tim khusus cybercrime Polda Jateng karena hanya polisi khusus tersebut yang dapat melakukan pelacakan melalui teknologi komputer dan internet. Polisi khusus tersebut yang dapat membaca dan menyelidiki data-data di internet yang digunakan pelaku, tidak semua polisi dapat melakukan hal ini. Karena penguasaan operasional komputer dan pemahaman terhadap hacking komputer serta kemampuan melakukan Penyidikan terhadap kasus-kasus tersebut dari para Penyidik Polri masih sangat minim. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut namun dari beberapa faktor tersebut ada yang sangat berpengaruh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut: a. Kurangnya pengetahuan tentang komputer dan sebagian besar dari anggota Polri belum menggunakan Internet atau menjadi pelanggan pada salah satu ISP (Internet Service Provider). b. Pengetahuan dan pengalaman para Penyidik dalam menangani kasus-kasus cybercrime masih terbatas. Mereka belum mampu memahami teknik hacking, modus-modus operandi para hacker dan profil-profilnya. c. Faktor sistem pembuktian yang menyulitkan para Penyidik karena Jaksa (PU) masih meminta keterangan saksi dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) formal sehingga diperlukan pemanggilan saksi/korban yang berada di luar negeri untuk dibuatkan berita acaranya di Indonesia, belum bisa menerima pernyataan korban atau saksi dalam bentuk faksimili atau email sebagai alat bukti. Digital Evidence (alat bukti digital) yang belum bisa digunakan sebagai alat bukti di persidangan sehingga menyulitkan Penyidik Polri dalam mencari alat bukti. Masih terbatasnya SDM Polri dalam menghadapi kejahatan cyber. Tim khusus cybercrime pun hanya terbatas pada tingkat Polda, di tingkat Polres, Polwil dan Polsek belum ada polisi khusus yang menangani cybercrime. Kemudian setelah penyelidikan pada dunia maya, dilanjutkan penyelidikan pada dunia nyata dengan penulusuran alamat yang diberikan pelaku untuk pengiriman commitpada to user barang yang di beli dan penyelidikan jasa pengiriman ekspedisi. Cara ini
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak mudah dilakukan karena biasanya alamat yang tercantum tidak benar keberadaannya, namun penyelidikan polisi dengan cara ini sudah efektif untuk menemukan pelaku. Dalam hal pembuktian, Untuk membuktikan jejak-jejak carder dalam melakukan aksinya terutama yang berhubungan dengan program-program dan data-data komputer, sarana Polri belum memadai karena belum ada Computer Forensik. Fasilitas ini diperlukan untuk mengungkap data-data digital serta merekam dan menyimpan bukti-bukti berupa soft copy (image, program, dsb). Dalam hal ini Polri masih belum mempunyai fasilitas forensic computing yang memadai. Untuk menjerat para pelaku carding, polisi menggunakan Pasal-Pasal KUHP dan UU ITE untuk memberikan efek jera. Namun kenyataannya PasalPasal tersebut dan UU ITE belum memberikan efek jera, masih banyak carder yang belum tertangkap. Perlu di buat aturan khusus pada setiap jenis cybercrime, misalnya perlu di buat Undang-Undang tentang Carding. Jadi khusus mengatur segala bentuk kejahatan kartu kredit dan memberikan hukuman yang berat. Hingga saat ini Pasal-Pasal yang dapat dikenakan para pelaku carding adalah: a. Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.. “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik”. Pada Pasal ini jelas mengatur bagi seseorang yang melakukan penipuan kemudian berakibat kerugian pada korban. Penipuan yang dilakukan oleh Carder adalah menggunakan kartu kredit milik orang lain namun pada saat transaksi di klaim miliknya dengan tanpa hak digunakan untuk belanja secara online melalui internet. Kemudian pemilik kartu kredit yang asli mengalami kerugian sebesar yang telah digunakan Carder. b. Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
”Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana di maksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) di pidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. Pada Pasal ini dijelaskan tentang ketentuan pidana bagi pelanggar Pasal 28 ayat (1). Seperti yang diketahui Pasal 28 ayat (1) merupakan rumusan tindak pidananya. Hukuman bagi pelanggar Pasal 28 ayat (1) bisa diketahui pada Pasal 45 ayat (2) ini. Jadi pelaku carding akan menerima hukuman sesuai yang ada pada Pasal 45 ayat (2) ini yaitu pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp1milyar. c. Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat. “Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak perikatan atau pembebasan hutang, atau yang di peruntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, di ancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjaa paling lama enam tahun”. Pada kasus carding, Pasal ini dikenakan atas dasar pemberian alamat palsu dan identitas palsu dari pelaku carding. Agar ketika di mintai pertanggung jawabannya pelaku bisa melarikan diri. d. Pasal 362 KUHP tentang Pencurian “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, di ancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana dengan paling banyak sembilan ratus rupiah”. Pasal pencurian dikenakan pada pelaku carding karena tindakan carder juga sama dengan pencurian konvensional. Namun dalam carding dilakukan dengan cara modern dan menggunakan teknologi. Pencurian yang dilakukan carder adalah pencurian terhadap data kartu kredit seseorang. e. Pasal 378 KUHP tentang Penipuan “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, atau pun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk barang sesuatu kepadanya, commitmenyerahkan to user
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
atau supaya memberikan hutang atau menghapuskan piutang di ancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”. Pada kasus carding, penipuan dilakukan saat pelaku memesan barang dengan menggunakan alamat palsu, identitas palsu dan membayar dengan kartu kredit milik orang lain. Hal ini sesuai dengan rumusan Pasal bahwa untuk memberikan hutang dengan memakai nama palsu sehingga menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya. Jadi pelaku menggerakkan merchant untuk menyerahkan barang dagangannya kepada pelaku dengan identitas palsu dan kartu kredit palsu. Menurut pendapat saya Pasal-Pasal yang digunakan ini sudah cukup efektif untuk menjerat para pelaku carding dan telah sesuai dengan unsur-unsur perbuatannya. Namun lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum sehingga para pelaku akan tetap berani melakukan aksinya. Undang-undang yang ada telah cukup mengatur tindak pidana cybercrime, namun tanpa kesadaran masyarakat untuk mematuhinya akan menjadi sia-sia pembentukan undangundang ini. Mengenai tindakan preventif dari pihak Polda Jateng sangat kurang dan tidak gencar dilakukan. Ini berarti Polisi tidak serius menghadapi perkembangan kejahatan dunia maya dan tidak berupaya maksimal melakukan pencegahan agar tidak menimbulkan korban berikutnya. Polisi kurang berantusias dalam kenyamanan masyarakat ber-internet. Perlu diadakan kerja sama antara Polri dengan para ahli hukum dan organisasi lainnya yang sangat berkepentingan untuk berupaya agar di Indonesia terwujud cyberlaw yang sempurna. Upaya tersebut secara garis besarnya adalah: menciptakan undang-undang yang bersifat lex specialist, menyempurnakan undang-undang pendukungnya dan melakukan penafsiran yang lebih luas terhadap KUHP. Hal ini dilakukan dengan bekerja sama dengan universitas-universitas yang ada di Indonesia dan instansi lainnya yang terkait. Kemudian Polri seharusnya mendidik para Penyidik untuk menguasai teknis Penyidikan serta dasar-dasar pengetahuan di bidang komputer dan profil hacker. Karena dalam menangani kasus cybercrime di perlukan commit to user Komputer Forensik juga perlu Penyidik yang sudah cukup berpengalaman.
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
didirikan untuk mempermudah kerja Penyidik dalam mengumpulkan bukti-bukti dan melacak pelaku. Dalam kasus carding sangat dibutuhkan kerjasama dengan pihak internasional karena korban dan pelaku dapat berasal dari negara yang berbeda. Polisi merupakan garda terdepan sebagai pintu gerbang utama dari aparat penegak hukum lainnya. Sebagai pintu utama dalam menafsirkan aturan-aturan hukum yang sangat menentukan proses penegakkan hukum yang selanjutnya untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap masyarakat. Karena itu kedudukan polisi merupakan ujung tombak proses peradilan tindak pidana. Pasal-pasal dalam hukum pidana hanya akan menjadi kenyataan, apabila ada badan yang melakukan mobilisasi hukum pidana itu. Orang yang telah melakukan kejahatan tidak akan dengan sendirinya menyerahkan dirinya untuk di proses melalui sistem peradilan pidana yang ada. Karena itu, harus ada suatu badan publik yang memulainya, dan itu pertama-tama dilakukan oleh polisi dengan melakukan penangkapan, penahanan dan Penyidikan. Upaya penanganan carding membutuhkan keseriusan semua pihak mengingat teknologi informasi khususnya internet telah dijadikan sebagai sarana untuk membangun masyarakat yang berbudaya informasi. Keberadaan undangundang yang mengatur cybercrime memang diperlukan, akan tetapi apalah arti undang-undang jika pelaksana dari undang-undang tidak memiliki kemampuan atau keahlian dalam bidang itu dan masyarakat yang menjadi
sasaran dari
undang-undang tersebut tidak mendukung tercapainya tujuan pembentukan hukum tersebut, termasuk pengambil kebijakan di dalam institusi penegak hukum (polisi) itu sendiri. Jadi tindakan tegas dari aparat kepolisian diperlukan untuk membuat jera para pelaku kejahatan dunia maya.
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. SIMPULAN Berdasarkan penelitian serta analisa yang penulis uraikan sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Modus operandi carding yang terjadi di Semarang dilakukan dengan teknik menggunakan software credit card generator dan verifikator untuk mengetahui kebenaran nomor kartu kredit yang di dapatkan. Semakin majunya teknologi ditemukan modus baru yaitu melalui situs pembayaran
rekening
bersama
www.paypal.com,
pembayaran
dilakukan dengan kartu kredit kemudian saat merchant ingin mengambil dananya tiba-tiba dana tersebut sudah di cabut dari pihak pembeli. 2. Penanganan kasus carding dilakukan melalui Dit Reskrimsus Polda Jateng pada Sub Direktorat Ekonomi Khusus. Penanganan kasus carding
meliputi
penyelidikan,
penindakan,
pemeriksaan
dan
penyelesaian berkas perkara. Saat ini pihak kepolisian yang ahli dalam bidang cybercrime hanya sampai pada polda, kepolisian di wilayah belum ahli dalam bidang tersebut karena untuk mendidik anggota polri dalam cyber dibutuhkan biaya tinggi dan lama waktunya. B. SARAN 1. Pihak kepolisian menjadi gerbang utama menuju keadilan dan keamanan di dalam negeri, untuk itu perlu adanya peningkatan keahlian anggota Polri dalam menghadapi teknologi dan perkembangan kejahatan berteknologi saat ini. Jika Polri tangguh, maka penanganan di Indonesia akan berjalan sebagaimana mestinya. Tidak lupa pendidikan moral para anggota Polri pun menjadi hal utama dalam peningkatan mutu SDM Polri. Pemerataan di daerah dan di wilayah agar di bentuk unit khusus commit to user
74
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang ahli dalam kejahatan cyber sangat di butuhkan mengingat perkembangan teknologi pun merata tidak hanya di kota-kota besar, kabupaten kota hingga pedesaan sudah di masuki teknologi. 2. Peran masyarakat dalam menghadapi kemajuan teknologi pun diharapkan dapat memanfaatkannya secara positif. Dan menggunakan internet sesuai dengan kebutuhan yang terpentingnya. 3. Para pemilik warnet juga perlu mengantisipasi dengan memasang kontrol akses untuk menyaring user/pemakai sehingga warnetnya tidak digunakan sebagai tempat pelaku melakukan kejahatan. Selain itu setiap pengunjung di register agar di ketahui identitas yang jelas. 4. Dari pihak Bank sebagai penerbit kartu kredit ini dan penyedia jasa internet banking seharusnya mengupayakan agar kartu kredit tersebut tidak dapat disalahgunakan orang lain. Jadi dibuat sistem khusus pada kartu kredit agar hanya pemiliknya saja yang bisa menggunakan untuk bertransaksi. Untuk internet banking agar tidak terjadi pencurian data dan penipuan perlu dilakukan maintenance website setiap bulan agar sistem kemanan website selalu diawasi dan diperbaharui supaya dapat menangkal serangan hacker yang masuk.
commit to user