The Relationship Between Stress Level and Gastritis Symptoms Case of grade IV Students in Thesis Progress of Hang Tuah Health Academy Surabaya. Miftachul Choiro, Kusdariyah, SKM. M. Kes Mahasiswa Prodi S1 Keperawatan Tahun Ajaran 2013/2014
ABSTRACT
Gastritis is an critical inflammation of gastric mucosa, chronic diffuse or local indicated by anorexia, satiety, uncomfortable epigastric, queasiness, and gag. Stress is the one of gastritis causative factor. This research purposes is to analyze the relationship between stress level and gastritis symptoms case of grade IV students in thesis progress of Hang Tuah Health Academy Surabaya. The research design was observational analytic by using cross sectional approach. The populations were grade IV students of Hang Tuah Health Academy. The samples were taken by simple random sampling for 84 persons. The research instrument were DASS 42 instrument and Gutman scale which was tested by Chi-Square using significance level ρ < 0,05. The research result were 19 persons (22,6%) had normal stress, 38 persons (45,2%) had mild stress, 21 persons (25,0%) had moderate stress, and 6 persons (7,1%) had severe stress. The students who had gastritis symptoms were 45 persons (53,6%) and 39 persons (46,4%) did not have. The analysis result of Chi-Square statistic test was ρ = 0,005 (ρ < 0,05) that means there was relationship between stress level and gastritis symptoms case of grade IV students in thesis progress of Hang Tuah Health Academy Surabaya. The implication of the research indicated that stress level can caused gastritis symptoms case. The preventive measures for the students are maintain appropriate dietary needs for nutrition, adequate rest, regular exercise and sufficient relaxation. Keywords: Stress Level, Gastritis Symptoms, Students, Thesis Pendahuluan Stres adalah respons manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntutan kebutuhan yang ada dalam dirinya (Hans Seyle dalam Sunaryo, 2004). Hans Seyle (1956, dalam Rasmun 2009) yang telah melakukan pengamatan gejala spesifik dari stress psikologis terhadap perubahan kimia tubuh seseorang, dari pengamatan yang dilakukan didapatkan kesimpulan
hasil bahwa telah terjadi perubahan yang signifikan antara stres psikologis yang dirasakan, dengan timbulnya penyakit perlukaan lambung dan usus dua belas jari, adanya kekacauan terhadap hormon endokrin, dan meningkatnya tekanan darah. Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik difus atau lokal, dengan karakteristik anoreksia,
perasaan penuh di perut (begah), tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah (Suratun, 2010). Penyebab gastritis diantaranya konsumsi obat-obatan, konsumsi alkohol, terapi radiasi, kondisi stres atau tertekan, infeksi bakteri/ virus, dan makanan/ minuman yang bersifat iritan. Kondisi stress atau tertekan dapat merangsang pengingkatan HCl lambung (Ardiansyah, 2012). Gejala yang dapat muncul akibat peningkatan HCl antara lain anoreksia, nyeri pada epigastrium, mual dan muntah, perdarahan saluran cerna (hematemesis melena), anemia, dan nausea. Berdasarkan hasil pengamatan, pada beberapa mahasiswa tingkat IV yang sedang menyelesaikan tugas akhir mengalami stres yang diakibatkan oleh tugas yang menumpuk sehingga menyebabkan harus bekerja tanpa mengenal waktu, tidak rileks dan serba tergesa-gesa. Pada beberapa mahasiswa juga mengeluhkan sejak pengerjaan skripsi, mereka mengalami beberapa gejala gastritis antara lain nyeri pada epigastrium, perasaan begah pada perut, mual dan muntah. Badan penelitian kesehatan dunia WHO mengadakan tinjauan terhadap beberapa negara dunia dan mendapatkan hasil persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanda 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8 %. Berdasarkan profil kesehatan di Indonesia tahun 2011, gastritis merupakan salah satu penyakit dalam 10 penyakit
terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%). Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,962 jiwa penduduk (Rahmi, 2011). Di Surabaya angka kejadian gastritis sebesar 31,2%, Denpasar 46% sedangkan di Medan 91,6%. Hasil survei awal yang dilakukan peneliti pada 10 mahasiswa tingkat IV STIKES Hang Tuah Surabaya yang menghadapi ujian skripsi terdapat 7 mahasiswa yang mengalami gejala gastritis sejak pengerjaan tugas akhir dari bulan maret sampai studi pendahuluan dilakukan. Secara patofisiologi, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung, meliputi kerusakan mukosal barrier, yang menyebabkan difusi balik ion H+ meningkat, perfusi mukosa lambung yang terganggu dan jumlah asam lambung yang tinggi (Wehbi, 2009). Faktorfaktor tersebut biasanya tidak berdiri sendiri, terdapat faktor pencetus terjadinya gastritis yaitu makanan, rokok, alkohol, obat-obatan, dan stresor (faktor-faktor pencetus stres). Selain itu kondisi psikologis seseorang juga dapat memicu terjadinya gastritis. Faktor stres dapat mengakibatkan perubahan hormon. Perubahan itu merangsang sel-sel dalam lambung untuk memproduksi asam secara berlebihan (Ayuningsih, Shinta & Inti, 2010). Kondisi stres atau tertekan merangsang peningkatan produksi HCl lambung. Stres adalah suatu keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam, atau merusak terhadap
keseimbangan atau ekuilibrium dinamis seseorang. Infeksi bakteri merupakan penyebab lain yang dapat meningkatkan peradangan pada mukosa lambung. Helycobacter pylori merupakan bakteri utama yang paling sering menyebabkan terjadinya gastritis akut. Prevalensi terjadinya infeksi oleh Helycobacter pylori pada individu tergantung dari faktor usia, sosioekonomi,dan ras. Gastritis akut akibat infeksi Helycobacter pylori biasanya bersifat asimtomatik. Bakteri yang masuk akan memproteksi dirinya dengan lapisan mukus. Proteksi lapisan ini akan menutupi mukosa lambung dan melindungi dari asam lambung. Penetrasi atau daya tembus bakteri ke lapisan mukosa menyebabkan terjadinya kontak dengan sel – sel epitelia lambung dan terjadi adhesi (perlengketan) sehingga menghasilkan respons peradangan melalui pengaktifan enzim untuk pengaktifan IL-8. Peradangan yang terjadi menyebabkan fungsi barier lambung terganggu dan terjadilah gastritis akut (Santacroce, 2008). Dari faktor-faktor tersebut akan menimbulkan terjadinya respon peradangan lokal, dimana mukosa memerah, edematosa dan ditutupi oleh mukus yang melekat, erosi kecil, serta perdarahan (sering timbul). Derajat peradangan sangat bervariasi dan menimbulkan berbagai masalah bagi mahasiswa yaitu terhambatnya proses belajar sehingga akan menurunkan nilai prestasi pada mahasiswa. Gastritis merupakan salah satu penyakit saluran pencernaan yang harus diperhatikan supaya tidak menimbulkan komplikasi yang lebih berat. Perlu adanya pencegahan untuk menghindari terjadinya
gastritis guna mendapatkan derajat kesehatan yang lebih baik. Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan cara adaptasi yang baik atau penyesuaian terhadap perubahan misalnya menjaga diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi, istirahat cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup sehingga seseorang berada kembali dalam suatu ekuilibrium dan mempunyai energi yang positif (Mumpuni dan Wulandari, 2010). Kondisi baru yang dialami mahasiswa dalam menghadapi ujian skripsi memicu timbulnya stres dan menyebabkan mahasiswa mengalami gejala gastritis. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui hubungan antara tingkat stres dengan kejadian gejala gastritis pada mahasiswa tingkat IV dalam penyelesaian skripsi di STIKES Hang Tuah Surabaya. Bahan dan Metode Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian observasional analitik yang bertujuan mengungkapkan hubungan korelatif antara tingkat stres dengan kejadian gejala gastritis pada mahasiswa, dengan pendekatan cross sectional yang merupakan jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/ observasi data tingkat stres dengan kejadian gastritis pada mahasiswa hanya satu kali pada satu saat. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa tingkat IV di STIKES Hang Tuah Surabaya tahun ajaran 2013-2014 sejumlah 106 orang dan jumlah sampel 84 orang. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan Probability Sampling dengan
pendekatan Simple Random Sampling karena subyek dalam populasi mempunyai kesempatan untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel. Pada teknik ini setiap responden yang memnuhi criteria inklusi: 1. Mahasiswa yang berstatus aktif sebagai mahasiswa STIKES Hang Tuah Surabaya. 2. Mahasiswa yang sedang menjalani skripsi. 3. Mahasiswa yang bersedia menjadi responden. Penelitian ini dilaksanakan pada Juni 2014 di STIKES Hang Tuah Surabaya. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan lembar kuesioner. Data variabel bebas berupa tingkat stres, menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan tentang tingkat stres menurut DASS 42 sebanyak 14 pertanyaan. Sedangkan pada variabel terikat berupa kejadian gejala gastritis, menggunakan kuesioner terdiri dari 15 pertanyaan yang telah diuji validitas dan reliabilitas. Hasil Penelitian Data Umum 1. Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No. 1 2
Jenis Frekue Kelamin nsi (f) Laki20 laki Perempu 64 an Jumlah 84
Prosenta se (%) 23,8 76,2 100
Berdasarkan tabel di atas didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 20 orang (23,8%) dan perempuan
sebanyak 64 orang (76,2%). Mahasiswa terbanyak berjenis kelamin perempuan. 2. Data Responden Berdasarkan Usia No.
Usia
1.
21-23 tahun 24-26 tahun Jumlah
2.
Frekuensi Prosenta (f) se (%) 81 96,4 3
3,6
84
100
Berdasarkan tabel di atas didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian yang berusia antara 21-23 tahun sebanyak 81 orang (96,4%) dan yang berusia antara 24-26 tahun sebanyak 3 orang (3,6%). Mahasiswa terbanyak pada kelompok usia 21-23 tahun. 3. Data Responden Berdasarkan Posisi Anak Dalam Keluarga No. Posisi Anak Dalam Keluarga 1. Sulung 2. Tengah 3. Bungsu Jumlah
Freku ensi (f) 42 23 19 84
Prosen tase (%) 50 27,4 22,6 100
Berdasarkan tabel di atas didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian yang menjadi anak sulung sebanyak 42 orang (50%), yang menjadi anak tengah sebanyak 23 orang (27,4%), dan yang menjadi anak bungsu sebanyak 19 orang (22,6%). Mahasiswa terbanyak adalah sebagai anak sulung.
4. Data Responden Berdasarkan Tinggal/ Serumah Dengan
6. Data Responden Berdasarkan Uang Saku Perhari
No. Tinggal/ Frekuensi Prosen Serumah (f) tase Dengan (%) 1. Ayah 41 48,8 dan Ibu 2. Ibu 5 6,0 3. Lain38 45,2 lain Jumlah 84 100
No.
Uang Saku Perhari
1.
Rp.5.000,00Rp.10.000,00 Rp.10.000,00Rp. 20.000,00 >Rp.20.000,00 Jumlah
Berdasarkan tabel di atas didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian yang tinggal dengan Ayah dan Ibu sebanyak 41 orang (48,8%), yang tinggal dengan Ibu sebanyak 5 orang (6,0%), dan yang lain-lain sebanyak 38 orang (45,2%). Mahasiswa terbanyak tinggal bersama Ayah dan Ibunya. 5. Data Responden Berdasarkan Agama
Berdasarkan tabel di atas didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian yang memiliki uang saku perhari Rp.5.000,00-Rp.10.000,00 sebanyak 33 orang (39,3%), yang memiliki uang saku perhari Rp.10.000,00Rp.20.000,00 sebanyak 45 orang (53,6%), dan yang memiliki uang saku perhari >Rp.20.000,00 sebanyak 6 orang (7,1%). Mahasiswa terbanyak mempunyai uang saku Rp.10.000,00-Rp.20.000,00 perhari. 7. Data Responden Berdasarkan Pola Makan
No. 1. 2. 3. 4.
Agama Frekuensi Prosent (f) ase (%) Islam 78 92,9 Kristen 3 3,6 Katolik 2 2,4 Hindu 1 1,2 Jumlah 84 100
2. 3.
No. 1. 2.
Berdasarkan tabel di atas didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian yang beragama Islam sebanyak 78 orang (92,9%), yang beragama Kristen sebanyak 3 orang (3,6%), yang beragama Katolik sebanyak 2 orang (2,4%), dan yang beragam Hindu sebanyak 1 orang (1,2%). Mahasiswa terbanyak beragama Islam.
3.
Pola Makan < 3 kali perhari 3 kali perhari > 3 kali perhari Jumlah
Frek uensi (f) 33
Prose ntase (%) 39,3
45
53,6
6 84
7,1 100
Frekue nsi (f) 33
Prosenta se (%) 39,3
42
50,0
9
10,7
84
100
Berdasarkan tabel di atas didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian yang memiliki pola makan kurang dari 3 kali perhari sebanyak 33 orang (39,3%), yang memiliki pola makan 3 kali perhari sebanyak 42 orang (50,0%), dan yang memiliki pola makan lebih dari 3 kali perhari
sebanyak 9 orang (10,7%). Mahasiswa terbanyak memiliki pola makan 3 kali perhari. 8. Data Responden Berdasarkan Tinggal di Kos No. 1. 2.
Anak Frekuensi Prosenta Kos (f) se (%) Ya 44 52,4 Tidak 40 47,6 Jumlah 84 100
Berdasarkan tabel di atas didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian yang tinggal di kos sebanyak 44 orang (52,4%), sedangkan yang tidak tinggal di kos sebanyak 40 orang (47,6%). Mahasiswa terbanyak tinggal di kos. 9. Data Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit No. Riwayat Penyakit 1. Asma 2. Maag 3. Thypoid 4. DHF 5. Lainlain Jumlah
Frekuen si (f) 9 11 35 13 16
Prosent ase (%) 10,7 13,1 41,7 15,5 19,0
84
100
Berdasarkan tabel di atas didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian yang memiliki riwayat penyakit asma sebanyak 9 orang (10,7%), yang memiliki riwayat penyakit maag sebanyak 11 orang (13,1%), yang memiliki riwayat penyakit thypoid sebanyak 35 orang (41,7%), yang memiliki riwayat penyakit DHF sebanyak 13 orang (15,5%), dan yang lain-lain sebanyak 16 orang (19,0%). Mahasiswa terbanyak memiliki riwayat penyakit thypoid.
Data Khusus 1. Data Responden Berdasarkan Tingkat Stres No. Tingkat Frekuen Prosenta Stres si (f) se (%) 1. Normal 19 22,6 2. Ringan 38 45,2 3. Sedang 21 25,0 4. Berat 6 7,1 5. Sangat 0 0 Berat Jumlah 84 100 Berdasarkan tabel di atas didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian yang tidak mengalami stres sebanyak 19 orang (22,6%), yang mengalami stres ringan sebanyak 38 orang (45,2%), yang mengalami stres sedang sebanyak 21 orang (25,0%), yang mengalami stres berat sebanyak 6 orang (7,1%), dan tidak ada yang mengalami stres sangat berat (0%). Mahasiswa terbanyak mengalami tingkat stres ringan. 2. Data Responden Berdasarkan Kejadian Gejala Gastritis No. Kejadian Gejala Gastritis 1. Tidak kejadian 2. Kejadian Jumlah
Frekue nsi (f)
Prosenta se (%)
39
46,4
45 84
53,6 100
Berdasarkan tabel di atas didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian yang tidak mengalami gejala gastritis sebanyak 39 orang (46,4%), sedangkan yang mengalami gejala gastritis sebanyak 45 orang (53,6%). Mahasiswa terbanyak mengalami gastritis.
3. Hubungan Tingkat dengan Kejadian Gastritis Tingkat Stres
Normal Ringan Sedang Berat Sangat berat Total
Kejadian Tidak Gejala Gejala Gastritis Gastritis (f) % (f) % 15 78 4 21, ,9 1 17 44 21 55, ,7 3 6 28 15 71, ,6 4 1 16 5 83, ,7 3 0 0 0 0 39
Stres Gejala Total
(f) 19 38 21 6 0
46 45 53, 84 ,4 6 Chi-Square (p value = 0,005)
% 10 0 10 0 10 0 10 0 0 10 0
Berdasarkan tabel 5.12 di atas didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian yang tidak mengalami stres sebanyak 19 orang terdiri dari 15 orang (78,9%) tidak mengalami gejala gastritis dan 4 orang (21,1%) mengalami gejala gastritis. Mahasiswa yang mengalami stres ringan sebanyak 38 orang terdiri dari 17 orang (44,7%) tidak mengalami gejala gastritis dan 21 orang (55,3%) mengalami gejala gastritis. Mahasiswa yang mengalami stres sedang sebanyak 21 orang terdiri dari 6 orang (28,6%) tidak mengalami gejala gastritis dan 15 orang (71,4%) mengalami gejala gastritis. Sedangkan pada mahasiswa yang mengalami stres berat sebanyak 6 orang terdiri dari 1 orang (16,7%) tidak mengalami gejala gastritis dan 5 orang (83,3%) mengalami gejala gastritis. Berdasarkan uji statistik dengan Uji Chi-Square menunjukkan nilai ρ = 0,005 (ρ value < 0,05) secara statistik H0 ditolak artinya ada hubungan yang signifikan antara
tingkat stres dengan kejadian gastritis. Pembahasan 1. Tingkat Stres Hasil penelitian dari tabel didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian paling banyak mahasiswa mengalami stres ringan sebanyak 38 orang (45,2%), namun tidak ada mahasiswa yang mengalami stres sangat berat. Dari hasil penelitian terdapat 19 orang (22,6%) yang tidak mengalami stres dan 38 orang (45,2%) yang mengalami stres ringan, hal ini disebabkan karena di dalam kampus terdapat sarana dan prasarana yang dapat digunakan oleh mahasiswa untuk mengurangi stres yang dialaminya. Mahasiswa biasanya menghabiskan waktunya bersantai di gazebo dengan menikmati wifi yang disediakan oleh kampus. Perpustakaan juga menjadi salah satu tempat favorit mahasiswa untuk berdikusi tentang skripsinya antar sesama teman. Sehingga mahasiswa dapat sharing tentang permasalahannya dalam skripsi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Potter dan Perry (1989, dalam Rasmun 2009) bahwa stres ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang. Peneliti berasumsi bahwa mahasiswa di STIKES Hang Tuah merupakan mahasiswa keperawatan yang telah mendapat pembelajaran tentang manajemen stres. Sehingga memungkinkan mahasiswa mengaplikasikannya terhadap kehidupan sehari-hari termasuk saat mahasiswa menjalani skripsi. Dari hasil penelitian terdapat 21 orang (25,0%) yang mengalami stres sedang dan 6 orang (7,1%) mengalami stres berat. Hal ini dapat dikarenakan karena skripsi yang dijalani oleh mahasiswa merupakan
pengalaman pertama menghadapi skripsi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rasmun (2009) bahwa pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam menghadapi stresor yang sama. Peneliti berasumsi bahwa karena belum adanya pengalaman menjalani skripsi mengakibatkan sebagian mahasiswa mengalami stres sedang dan berat. Vincent Cornelli (2000) menyatakan bahwa yang dimaksud stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut. Mahasiswa yang sedang menyusun skripsi melakukan proses belajar secara individual. Kondisi tersebut berbeda dengan kondisi ketika mahasiswa mengikuti mata kuliah lain, karena mata kuliah lain umumnya dilakukan secara klasikal. Proses belajar secara individual tersebut menuntut mahasiswa untuk dapat mandiri dalam mencari pemecahan masalah-masalah yang dihadapi (Gunawati, 2005). Peneliti berasumsi bahwa skripsi yang sedang dijalani mahasiswa memiliki banyak tuntutan yang harus diselesaikan. Hal tersebut dapat menjadi tekanan pada mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi. Tekanan yang terjadi secara terus-menerus akan memicu mahasiswa mengalami stres. Adapun masalah-masalah yang umum dihadapi oleh mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah, banyaknya mahasiswa yang tidak mempunyai kemampuan dalam tulis menulis, adanya kemampuan akademis yang kurang memadai, serta kurang adanya ketertarikan
mahasiswa pada penelitian (Slamet, 2003 dalam Gunawati 2005). Kegagalan dalam penyusunan skripsi juga disebabkan oleh adanya kesulitan mahasiswa dalam mencari judul skripsi, kesulitan mencari literatur dan bahan bacaan, dana yang terbatas, serta adanya kecemasan dalam menghadapi dosen pembimbing (Riewanto, 2003 dalam Gunawati 2005). Pada hasil tabulasi silang antara jenis kelamin dengan tingkat stres didapatkan jenis kelamin yang paling banyak mengalami stres adalah perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitiam yang dilakukan oleh Agolla & Ongori (2009), Walker (2002) & Goff.A.M (2011) yang menemukan bahwa tingkat stres pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Menurut Agolla &Ongori (2009), hal tersebut karena perempuan lebih sering menggunakan mekanisme koping yang berorientasi terhadap tugas, sehingga perempuan lebih mudah diidentifikasi jika mengalami kondisi stres. Sedangkan laki-laki cenderung menggunakan mekanisme koping yang berorientasi terhadap ego, sehingga laki-laki lebih santai dalam menghadapi stresor yang berasal dari kehidupan akademik. Namun peneliti berasumsi bahwa hasil penelitian belum tentu sesuai dengan teori karena jumlah responden perempuan dan laki-laki yang tidak seimbang. Pada sebuah artikel (vemale.com), ada beberapa faktor yang menyebabkan perempuan lebih rentan stres daripada pria. Pada faktor biologis, dibandingkan dengan pria, wanita memiliki susunan genetika yang cenderung mudah terserang stres. Selain itu, berbeda dengan pria yang tidak terlalu terpengaruh perubahan hormonal,
wanita sangat mudah mengalami stres ketika terjadi perubahan sistem hormohal pada tubuh mereka. Sedangkan pada faktor psikologi, kebanyakan wanita adalah tipe pemikir keras. Mereka akan cenderung memikirkan suatu hal secara mendalam. Meskipun hal itu bertujuan positif untuk menanggulangi suatu masalah, terlalu banyak berpikir juga merupakan penyebab kuat mengapa wanita rentan mengalami stres. Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor biologis mempengaruhi tingkat stres seseorang. (Sunaryo, 2004) Pada hasil data tabulasi silang antara usia dengan tingkat stres, banyak mahasiswa yang berusia 2123 tahun mengalami stres. Hal ini sesuai dengan pernyataan Struart dan Laraia (2005) yang menyatakan usia berhubungan dengan pengalaman seseorang dalam menghadapi berbagai macam stresor, kemampuan memanfaatkan sumber dukungan dan keterampilan dalam mekanisme koping. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi usia, maka kemampuan seseorang dalam mengatasi stres semakin baik. Jadi pengalaman juga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat stres seseorang. Namun peneliti berasumsi bahwa hasil penelitian belum tentu sesuai dengan teori karena jumlah responden yang berusia antara 21-23 tahun dan yang berusia 24-26 tahun tidak seimbang. Pada hasil tabulasi silang antara tinggal/ serumah dengan didapatkan hasil bahwa banyak mahasiswa yang tinggal dengan ayah dan ibunya dengan rentang stres ringan sebanyak 20 mahasiswa (48,8%). Hal ini dapat dilihat dari dukungan sosial dari keluarganya. Dari hasil tersebut tidak sesuai
dengan pendapat Potter (1989, dalam Rasmun 2004) bahwa sistem pendukung seperti keluarga, teman, kolega yang akan mendengar, memberi nasihat dan dorongan emosi sangat berguna bagi seseorang yang dalam keadaan stres. Peneliti berasumsi bahwa hal tersebut bisa saja terjadi karena faktor-faktor lain yaitu uang saku (faktor ekonomi) yang tidak seimbang dengan kebutuhan mahasiswa. Sehingga memicu terjadinya stres pada mahasiswa. Jadi kondisi-kondisi lain juga dapat mempengaruhi tingkat stres yang dialami seseorang. (Sunaryo, 2004) 2. Kejadian Gejala Gastritis Hasil penelitian pada tabel didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian yang tidak mengalami kejadian gejala gastritis sebanyak 39 orang (46,4%), sedangkan yang mengalami kejadian gejala gastritis sebanyak 45 orang (53,6%). Banyaknya mahasiswa yang mengalami gejala gastritis disebabkan karena kurang perhatiaannya mahasiswa terhadap kesehatan. Pola istirahat dan pola makan yang tidak teratur akibat stres yang berkepanjangan dihadapi mahasiswa sehingga menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Imam Musbikin (2009) bahwa stres yang tidak dikelola dan berlebihan berpotensi melemahkan tubuh. Peneliti berasumsi bahwa skripsi yang dihadapi mahasiswa menjadikan sebuah tekanan dan tuntutan sehingga memicu menurunnya daya tahan tubuh. Hasil tabulasi silang antara jenis kelamin dengan kejadian gejala gastritis didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian
mahasiswa rata-rata mahasiswa perempuan mengalami kejadian gastritis sebanyak 45 orang (53,6%). Hal tersebut sesuai dengan Agolla & Ongori (2009), Walker (2002) & Goff.A.M (2011) yang menemukan bahwa tingkat stres pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, ini membuat peneliti berasumsi bahwa seseorang yang mudah stres akan mudah mengalami penyakit fisik salah satunya adalah gejala gastritis. Pada hasil tabulasi silang antara anak kos dengan kejadian gejala gastritis didapatkan hasil bahwa banyak mahasiswa yang bertempat tinggal di kos mengalami gejala gastritis yaitu sebanyak 25 orang (56,8%) dan memiliki uang saku antara Rp.10.000,00Rp.20.000,00 sebanyak 23 orang (51,1%). Peneliti berasumsi bahwa uang saku dan pola hidup anak kos mempengaruhi kejadian gejala gastritis. Hal ini dikuatkan oleh penelitian Saam (2006) bahwa faktor ekonomi menjadi salah satu hal yang dapat menjadi stresor untuk mahasiswa sehingga mahasiswa akan mudah mengalami penyakit fisik. Pada hasil tabulasi silang antara pola makan setiap hari dengan kejadian gastritis didapatkan bahwa banyak mahasiswa yang mengalami gastritis memiliki pola makan kurang dari 3 kali sehari. Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan sehingga produksi asam lambung terkontrol (Ayuningsih, 2012). Peneliti berasumsi bahwa pola makan yang terbentuk pada mahasiswa mempengaruhi terjadinya gejala gastritis. Pola makan yang tidak teratur atau kurang dari 3 kali perhari cenderung lebih mudah mengalami
gejala gastritis. Jadi mahasiswa yang tidak mengalami stres tidak menutup kemungkinan mengalami gejala gastritis karena pola makan yang tidak teratur. Pada hasil tabulasi silang antara riwayat penyakit dengan kejadian gejala gastritis didapatkan data bahwa dari 84 responden dalam penelitian sebagian besar mahasiswa memiliki riwayat penyakit thypoid yaitu sebanyak 35 orang (41,7%). Hal tersebut tidak sesuai dalam kutipan Ardiansyah (2012) yang menyebutkan dalam pengkajian gastritis, hal yang perlu dikaji adalah riwayat penyakit lambung sebelumnya, sedangkan pada hasil sebagian besar mahasiswa mempunyai riwayat thypoid. Peneliti berasumsi bahwa kejadian gejala gastritis yang dialami oleh mahasiswa disebabkan oleh stresor yang tinggi dalam penyelesaian skripsi yang memicu mahasiswa rentan mengalami gejala gastritis bukan karena riwayat yang dimilikinya. 3. Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Gejala Gastritis Dari tabel 5.12 menunjukkan bahwa hasil penelitian dari 84 responden banyak mahasiswa yang mengalami gejala gastritis dengan rentang stres paling banyak stres ringan yaitu 21 mahasiswa (55,3%). Hasil analisa data setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji statistik Chi-Square menunjukkan nilai ρ = 0,005 (ρ value < 0,05) secara statistik H0 ditolak artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan kejadian gastritis pada mahasiswa tingkat IV dalam penyelesaian skripsi di STIKES Hang Tuah Surabaya.
Segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh kurang pengertiannya manusia akan keterbatasan-keterbatasannya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar dari stres (Rasmun, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Saam (2006) pada mahasiswa penyebab stres yang muncul antara lain tidak bisa mengatur waktu, tugas yang terlalu banyak menumpuk sehingga menyebabkan mahasiswa harus menyelesaikan tanpa mengenal waktu, tidak rileks dan serba tergesagesa. Peneliti berasumsi mahasiswa tidak dapat mengatur jadwal kegiatannya dengan baik, sehingga padatnya aktivitas dengan deadline yang semakin dekat membuat mahasiswa menyelesaikan skripsi tanpa mengenal waktu dan serba tergesa-gesa. Hal tersebut dapat memicu timbulnya stres psikologis pada mahasiswa. Hans Selye (1956) yang telah melakukan pengamatan gejala spesifik dari stres psikologis terhadap perubahan kimia tubuh seseorang, dari hasil pengamatan yang dilakukan didapatkan kesimpulan hasil bahwa telah terjadi perubahan yang signifikan antara stres psikologis yang dirasakan, dengan timbulnya penyakit perlukaan pada lambung dan usus dua belas jari, adanya kekacauan terhadap hormon endokrin, dan meningkatnya tekanan darah. Lebih lanjut disebutkan bahwa stres yang berlarut-larut dan dalam intensitas yang tinggi dapat menyebabkan penyakit fisik dan mental seseorang, yang akhirnya dapat menurunkan produktifitas
kerja dan buruknya hubungan interpersonal (Rasmun, 2009). Proses fisiologis di dalam tubuh terjadi ketika reseptor menerima rangsangan dari stresor untuk pertama kalinya. Rangsangan tersebut diteruskan menuju hipotalamus yang menyebabkan hipotalamus mengeluarkan hormone corticotrophin-releasing factor (CRF) yang menstimulasi kelenjar anterior pituitary untuk mengeluarkan adenocorticotrophic hormone (ACTH) yang kemudian menstimulasi kelenjar adrenal untuk mengeluarkan hormone kortisol (hydrocortisone), adrenalin (adrenalin), dan noradrenalin (norephinephrine). Peningkatan hormon adrenalin dan noradrenalin memengaruhi system syaraf sehingga menyebabkan peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan percepatan peredaran darah. Adrenalin merupakan hormone stres yang bersifat jangka pendek (a shortterm stress hormone). Menurut Potter & Perry (1989, dalam Rasmun 2009) stres ringan tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terusmenerus). Menurut Dadang Hawari (2001, dalam Sunaryo 2004) salah satu reaksi tubuh terhadap stres adalah lambung mual, kembung dan pedih, mulas, sulit defekasi, atau diare. Dalam penelitian Peter G. Hanson (Mumpuni & Wulandari, 2010) pengeluaran hormon kortison akibat stres dapat mengurangi daya tolak lambung terhadap asam lambung sehingga muncul perut kembung, maag, dll. Salah satu penyakit yang dapat muncul karena stres adalah masalah pencernaan. Orang yang menglami stres sering pula mengalami masalah yang menetap, tetapi sementara. Pada
kondisi normal, pencernaannya tidak memiliki masalah. Namun begitu mengalami stres, pencernaan akan langsung bermasalah baik diare, sakit perut, mulas, sembelit, muntah, dll. Peneliti berasumsi bahwa mahasiswa dalam kondisi stres mengalami gejala gastritis, namun masih terdapat faktor lain yang menyebabkan gastritis yaitu pola makan setiap hari dan penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu lama sehingga mahasiswa dengan rentang stres normal tidak menutup kemungkinan mengalami gejala gastritis. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di STIKES Hang Tuah Surabaya pada tanggal 12 Juni 2014, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat stres pada mahasiswa tingkat IV dalam penyelesaian skripsi di STIKES Hang Tuah Surabaya sebagian besar adalah tingkat stres ringan. 2. Mahasiswa tingkat IV dalam penyelesaian skripsi di STIKES Hang Tuah Surabaya sebagian besar mengalami gastritis. 3. Ada hubungan antara tingkat stres dengan kejadian gastritis pada mahasiswa tingkat IV dalam penyelesaian skripsi di STIKES Hang Tuah Surabaya. Saran 1. Bagi mahasiswa Semua mahasiswa menjaga kesehatannya untuk mencegah kekambuhan gastritis dengan cara menjaga pola makan secara teratur, diet dan nutrisi seimbang, istirahat cukup, olahraga dan relaksasi yang cukup. 2. Bagi Profesi
Sebagai praktisi keperawatan dapat meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan mengenai manajemen stres, sehingga dapat meningkatkan pelayanan perawatan professional sesuai dengan prosedur yang ada. 3. Bagi Tempat Penelitian Dapat dijadikan sebagai masukan pada isntitusi pendidikan tentang hubungan tingkat stress dengan kejadian gejala gastritis yang ada pada mahasiswa sehingga para dosen dapat member motivasi yang baik untuk dapat meningkatkan semangat belajar mahasiswanya. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut tentang “Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Gejala Gastritis”. Daftar Pustaka Ardiansyah, Muhammad. (2012). Medikan Bedah Untuk Mahasiswa, Jogjakarta: Diva Press. Australian Centre for Posttaumatic Mental Health, diakses 3 Juni 2014,
Gunawati, Rindang. (2005). Hubungan Antara Efektivitas
Komunikasi Mahasiswa-Dosen Pembimbing Utama Skripsi Dengan Stres Dalam Menyusun Skripsi Pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Universitas Diponegoro Semarang: Skripsi Tidak Dipublikasikan. Hastono, Sutanto Priyo. (2007). Analisis Data Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Mumpuni, Yekti dan Ari Wulandari. (2010). Cara Jitu Mengatasi Stres, Yogyakarta: CV. Andi Offset Musbikin, Imam. (2009). Kiat-Kiat Sukses Melawan Stres, Surabaya: Jawara Citra Pelajar Group. Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. (2011). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika. Pearce, Evelyn C. (2011). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Jakarta: EGC
Purwati, Susi. (2012). Tingkat Stres Akademik Pada Mahasiswa Reguler Angkatan 2010 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Keperawatan Program Studi Sarjana Strata-1 Depok. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Rasmun. (2009). Stres, Koping, dan Adaptasi, Jakarta: CV. Agung Seto Rendy, M. Clevo dan Margareth TH. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam, Yogyakarta: Nuha Medika Robbins (ed). (2007). Buku Ajar Patologi Robbins, Jakarta: EGC Saam, Zulfan dan Sri Wahyuni. (2012). Psikologi Keperawatan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawtan edisi 1, Yogyakarta: Graha Ilmu. Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: EGC. Tim
Penyusun Prodi S-1 Keperawatan. (2013). Buku Panduan Pendidikan Program Studi S-1 Keperawatan. Surabaya: STIKES Hang Tuah Surabaya.
Wade, Carole dan Carol Tavris. (2007). Psikologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.