THE INFLUENCE OF PROFITABILITY, DEBT POLICY AND MANAJERIAL OWNERSHIP TO FIRM GROWTH OPPORTUNITY Arranged by : Rendy Gigih Pratama
Advisor lecturer : Lilik Purwanti, SE., M.Si., Ak
Abstract This study aims to examine the key factors affecting growth opportunity on manufacture companies which listed on Indonesia Stock Exchange. This study examined factors such as profitability, debt policy and manajerial ownership as their dependent variable and firm growth opportunity as dependent variable. Sample from this study consist of manufacture companies listed on the Indonesia Stock Exchange. The data used in this study is secondary data with sample selection using purposive sampling method. Analysis tools used in this study is multiple regression analysis with a significance level of 5%. The results of this study show profitability and dept policy have positive significant effect on firm growth oportunity. Manajerial ownership has negative significant effect on firm growth opportunity. Key words : profitability, debt policy, manajerial ownership, growth opportunity.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Krisis ekonomi yang berkelanjutan sekarang ini, membuat pilar-pilar perekonomian mengalami perubahan-perubahan disetiap lininya. Ditambah dengan kemajuan teknologi yang semakin membuat persaingan di tingkat perusahaan semakin ketat. Tidak jarang perusahaan harus bangkrut lantaran persaingan yang semakin ketat ini. Di negara berkembang, meningkatkan perekonomian negara adalah menjadi fokus utama untuk menjadi negara yang maju. Pasar modal merupakan salah satu alternatif dalam mengembangkan suatu perekonomian negara, tidak terkecuali di Indonesia. Peran pasar modal dalam perekonomian negara sangat penting, karena ada 2 fungsi (Yudhistira, 2011). Fungsi yang pertama adalah fungsi ekonomi, yaitu pasar modal menyediakan
1
fasilitas atau memeprtemukan dua kepentingan, pihak investor dan pihak issuer. Adanya pasar modal, perusahaan yang telah go public dapat memperoleh tambahan pendanaan dari masyarakat melalui penjualan saham. Fungsi yang kedua adalah fungsi keuangan, yaitu pasar modal dapat memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan bagi pemilik dana. Investasi merupakan kegiatan untuk menempatkan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan memperoleh keuntungan dimasa depan. Secara umum ada beberapa investasi yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia saat ini. Investasi dalam bentuk deposito, asuransi, dan investasi dalam pasar modal. Melakukan investasi di pasar modal memiliki resiko yang lebih tinggi dari pada berinvestasi dengan menabung di bank maupun mengikuti asuransi. Saham sebagai salah satu obyek investasi yang diminati dalam perdagangan pasar modal merupakan salah satu sekuritas yang memiliki resiko yang tinggi. Resiko yang tinggi tercermin dari tingkat pengembalian yang tidak menentu dimasa depan. Menurut Michael Tjohadi (CEO Schroders Indonesia) pada tahun 2008 nilai saham bisa turun sampai 40%. Hal ini disebabkan resiko saham berhubungan dengan keadaan perekonomian, politik, industri dan keadaan perusahaan itu sendiri. Selain memiliki resiko yang tinggi, melakukan investasi di pasar modal juga memiliki tingkat return yang tinggi juga dari pada melakukan investasi deposito. Menurut data Bank Indonesia, tingkat bunga deposito pada tahun 2010-2012 adalah sebesar 5%-7% tiap tahun, sedangkan menurut Michael Tjohadi (CEO Schroders Indonesia) pada 5 tahun terakhir pengembalian atas produk reksa dana saham Schroders dana prestasi mencapai 275%.. Melihat resiko yang ada, pengambilan keputusan yang dilakukan oleh investor membutuhkan informasi tentang kondisi dan laporan keuangan perusahaan. Informasi tentang laporan keuangan bukanlah informasi yang sifatnya absolut dalam pengambilan keputusan oleh investor. Investor dapat mempertimbangkan informasi tentang rasio pasar modal seperti rasio harga terhadap nilai bukunya (price book value) yang selanjutnya disingkat PBV. Menurut Utama dan Yulianto (1998) dari berbagai rasio keuangan yang ada, salah satu rasio yang banyak digunakan didalam pengambilan keputusan investasi adalah rasio harga saham terhadap nilai buku perusahaan (Price to book value ratio). Hardiyanti (2011), Price to book value ratio merupakan indikator lain yang digunakan untuk menilai kinerja perusahaan. Semakin besar rasio PBV maka semakin tinggi suatu perusahaan dinilai oleh para investor dibandingkan dengan dana yang telah ditanamkan oleh perusahaan. Informasi PBV digunakan baik oleh pimpinan perusahaan, investor maupun pemegang saham. Dalam penelitian Kallapur dan Trombley (1999) dalam Utami (2007), rasio yang diuji yaitu market to book value asset (MVA/BVA), dengan dasar pemikiran bahwa prospek pertumbuhan perusahaan terefleksi dalam harga saham. Pasar akan menilai perusahaan yang sedang bertumbuh memiliki nilai pasar yang lebih besar dari nilai bukunya. Market to book value of equity (MVE/BVE) mencerminkan pasar menilai return dari investasi perusahaan di masa datang akan lebih besar dari return yang diharapkan ekuitasnya 2
Dalam penelitian Subekti dan Wijaya (2001) juga menyatakan bahwa Market to book value of equity (MVE/BVE) memiliki korelasi positif dengan tingkat pertumbuhan. Berdasarkan penelitian tersebut rasio antara nilai buku dan nilai pasar saham dapat menunjukkan adanya pertumbuhan suatu perusahaan. Membandingkan nilai buku dan nilai pasar saham dapat digunakan sebagai pengukur perusahaan yang bertumbuh dan juga dapat memberikan informasi terhadap investor tentang kesempatan pilihan-pilihan investasi. Harga pasar saham merupakan harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu, sedangkan nilai buku merupakan nilai yang dicatat oleh perusahaan (Hartono, 2003). Investor dapat memiliki kesempatan berinvestasi yang menguntungkan dengan cara menganalisis pertumbuhan suatu perusahaan yang terlihat dari nilai buku dan nilai pasar saham perusahaan. Ahmed dan Nanda (2004) juga menyatakan bahwa hampir semua keputusan investasi di pasar modal didasarkan pada perkembangan Price to book value. Ayu (2013), PBV merupakan informasi yang sangat mereka butuhkan karena suatu saham yang memiliki PBV yang tinggi menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang baik dan menunjukan pertumbuhan suatu perusahaan. Dalam rangka inilah penelitian dilakukan, walaupun disadari bahwa faktor-faktor fundamental sangat luas dan cakupannya tidak saja meliputi kondisi internal perusahaan, tetapi juga kondisi fundamental makro yang berada di luar kendali perusahaan. Penelitian ini dibatasi hanya untuk menganalisis faktor-faktor fundamental perusahaan dan aspek performance finansial. Berdasarkan latar belakang dan fenomena gap yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini mengambil judul“ Pengaruh profitabilitas, kebijakan hutang, dan kepemilikan manajerial terhadap potensi pertumbuhan perusahaan (Studi Pada Perusahaan Manufaktur di BEI Tahun 2010-2012)“. 2.1 Landasan Teori Pada landasan teori akan diterangkan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini. Teori-teori yang akan dijelaskan adalah teori yang bersifat umum menuju teori yang bersifat khusus sehingga dapat menentukan kerangka pikir penelitian serta hipotesis penelitian. 2.1.1 Investment Opportunity Set (IOS) Istilah set kesempatan investasi atau Investment Opportunity Set (IOS) muncul setelah dikemukakan oleh Myers (1977) yang memandang nilai suatu perusahaan sebagai sebuah kombinasi aset yang dimiliki dengan pilihan investasi pada masa depan. Opsi investasi masa depan ini kemudian dikenal sebagai set kesempatan investasi atau investment opportunity set (IOS). Opsi investasi merupakan suatu kesempatan untuk berkembang, namun seringkali perusahaan tidak selalu dapat melaksanakan semua kesempatan investasi di masa mendatang. Bagi perusahaan yang tidak dapat menggunakan kesempatan investasi tersebut akan mengalami suatu pengeluaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kesempatan yang hilang. Nilai kesempatan
3
investasi merupakan nilai sekarang dari pilihan pilihan perusahaan untuk membuat investasi di masa mendatang. Proksi IOS penelitian Kallapur & Trombley (1999) dalam Subekti dan Wijaya (2001) dibagi menjadi tiga tipe proksi, yaitu: 1. Proksi berbasis harga Proksi ini berdasarkan pada perbedaan antara asset dan nilai perusahaan, oleh karena itu, proksi ini sangat tergantung pada harga saham. Perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar relatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan asset yang dimilikinya. Proksi berbasis pada harga dibentuk sebagai rasio yang berhubungan dengan pengukuran asset yang dimiliki dan nilai pasar perusahaan 2. Proksi berbasis investasi Proksi berbasis investasi menunjukkan tingkat aktivitas investasi yang tinggi secara positif berhubungan dengan IOS perusahaan. Kegiatan investasi ini diharapkan dapat memberikan peluang investasi berikutnya yang semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan dengan IOS yang tinggi juga akan mempunyai tingkat investasi yang sama tinggi, yang dikonversi menjadi aktiva yang dimiliki. Proksi ini dibentuk dengan menggunakan ra sio dengan membandingkan ukuran investasi pada ukuran aktiva yang dimiliki atau dengan hasil operasi yang dihasilkan dengan asset yang dimiliki. 3. Proksi berbasis ukuran-ukuran varian Proksi ini berdasarkan ide bahwa suatu pilihan akan menjadi lebih bernilai. Sebagai variabilitas dari return dengan mendasarkan pada peningkatan assets. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai proksi potensi pertumbuhan dalam penelitian ini. PBV menunjukkan seberapa jauh perusahaan mampu menciptakan potensi pertumbuhan perusahaan terhadap jumlah modal yang diinvestasikan oleh investor. Perusahaan yang berjalan dengan baik umumnya mempunyai rasio PBV di atas satu, yang menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya. Semakin besar rasio PBV semakin tinggi perusahaan dinilai oleh pemodal (investor) relatif dibandingkan dengan dana yang telah ditanamkan di perusahaan (Utama dan Santosa, 1998). 2.1.2 Capital Structure theory Pada dasarnya teori struktur modal yang optimal ini diawali dengan teori Modigliani-Miller Model 2 yang memperhitungkan pengurangan pajak sebagai keuntungan penggunaan hutang. Pada teori ini Modigliani dan Miller (1963) berpendapat bahwa dengan adanya pajak ini, penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak. Hutang menjadi sumber modal yang lebih dipilih dibandingkan dengan ekuitas karena adanya biaya bunga yang menjadi elemen pengurang pajak (Mogdiliani & Miller, 1963 dalam Pasaribu, 2009). Menurut Mardianti, dkk (2012) asumsi bahwa terdapat pajak, hutang dapat menghemat pajak yang dibayar disebabkan pembayaran bunga yang 4
mengurangi jumlah penghasilan yang terkena pajak, sehingga perusahaan akan mendapatkan pendapatan yang optimal. 2.1.3 Trade – off Theory Stiglitz (1969) dalam Kanam (2011) menjelaskan bahwa esensi tradeoff theory dalam struktur modal optimal adalah untuk menyeimbangkan keuntungan dan beban yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Trade off theory ini dapat dijelaskan dalam dua model yaitu static trade off theory dan dynamic trade off theory. Static trade off merupakan penentuan kebijakan struktur modal yang optimal sehingga dapat mencapai target rasio utang tertentu dengan asumsi tidak adanya biaya transaksi untuk menerbitkan atau membeli sekuritas (Leland, 1994 dalam Kanam, 2011). Fokus target rasio utang tertentu sulit untuk diobservasi karena setiap perusahaan memiliki kebijakan dan pandangan yang berbeda, maka penggunaan static trade off merupakan model teori sederhana yang sering dipergunakan karena mengasumsikan bahwa target rasio utang tertentu adalah tetap. Maka sesuai dengan trade off theory, dalam menentukan kebijakan pendanaan yang optimal perusahaan seharusnya memperhitungkan trade-off dari keuntungan pajak dan beban keuangan yang ditimbulkan penggunaan utang dalam struktur modal perusahaan. Perusahaan akan memperbanyak penggunaan utang sepanjang nilai sekarang dari keuntungan penggunaan utang lebih besar daripada nilai sekarang dari beban keuangan berupa biaya kebangkrutan. Namun, setelahmencapai titik maksimum, penggunaan utang oleh perusahaan menjadi tidak menarik, karena perusahaan harus menanggung biaya bunga serta biaya kebangkrutan yang lebih besar dibandingkan manfaat yang diperoleh sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan nilai perusahaan turun. 2.1.4 Pecking Order Theory Teori yang dikembangkan oleh Myers dalam Keown, dkk (2002) yang menjelaskan bahwa perusahaan cenderung mengutamakan (mendahulukan) pendanaan dari sumber internal guna membayar deviden dan mendanai investasi, bila kebutuhan dana kurang maka dipergunakan dana dari sumber eksternal sebagai tambahannya. Pendanaan internal diperoleh dari sisa laba atau laba ditahan dan arus kas dari penyusutan (depresiasi), sedangkan pendanaan eksternal dilakukan terutama dengan menerbitkan obligasi ketimbang dengan penerbitan saham baru. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Kristanto (2010), bahwa penerbitan utang (obligasi) dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari atau meminimalkan biaya penerbitan yang melekat pada pendanaan eksternal. Dipilihnya penerbitan obligasi lebih utama ketimbang penerbitan saham baru dikarenakan floatation cost untuk penerbitan obligasi lebih kecil ketimbang penerbitan saham baru.
5
2.1.5 Signaling theory Brigham dan Houston (2001:67) menyatakan bahwa sinyal adalah suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manajemen dan pemegang saham tidak mempunyai akses informasi yang sama atas perusahaan. Ada informasi tertentu yang hanya diketahui oleh manajemen, sedangkan pemegang saham tidak tahu informasi tersebut (asymmetric information). Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat memberikan informasi kepada investor untuk bereaksi. 2.1.6 Agency Theory Jensen dan Meckling (1976) menguraikan bahwa pemisahan antara pengelola dan pemilik perusahaan sangat rentan terhadap masalah yang disebut sebagai masalah keagenan. Meraka menjelaskan bahwa sebuah perusahaan adalah pusat kontrak antara individu yang berpartisipasi dalam operasi perusahaan. Dalam teori ini, digambarkan sebuah hubungan dalam perusahaan sebagai suatu kontrak antara pemilik (principal) denganbagian lain (agen) untuk melakukan usaha bagi kepentingan principal, dan pihak principal menyerahkan keputusan pelaksanaan kepada pengelola atau agen. Teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agent beradapadaposisi yang memilikiinformasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba.. 2.2 Penelitian Terdahulu dan Rumusan Hipotesis 2.2.1 Pengaruh Perusahaan
Profitabilitas
Terhadap
Potensi
Pertumbuhan
Profitabilitas adalah tingkat kemampuan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Keuntungan yang layak
6
dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan yang diperoleh semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayarkan devidennya. Menurut hasil penelitian Soliha dan Taswan (2002), profit yang tinggi akan memberikan indikasi prospek perusahaan yang baik sehingga dapat memicu investor untuk dapat melakukan investasi di perusahaan tersebut. Ayuningtias (2013) Penelitian yang meneliti tentang pengaruh profitabilitas terhadap rasio PBV. Adapun didalam penelitan yang dilakukan oleh Ayuningtias (2013) pengaruh positif signifikan profitabilitas terhadap PBV. Dapat dimungkinkan terjadinya sentimen positif pada para investor, sehingga para investor tertarik untuk melakukan ivestasi. Semakin besar laba yang dihasilkan perusahaan, maka akan mencerminkan pertumbuhan dari perusahaan itu baik. Demikian dapat disimpulkan bahwa semakin kecil profitabilitas perusahaan, semakin kecil pula adanya potensi pertumbuhan perusahaan, dengan demikian dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Ha1 : profitabilitas berpengaruh positif terhadap terhadap potensi pertumbuhan perusahaan 2.2.2 Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Potensi Pertumbuhan Perusahaan Mardianti, dkk (2012) yang menguji tentang pengaruh kebijakan dividen, kebijakan hutang dan profitabilitas terhadap rasio price to book value . Kebijakan dividen diukur dengan Dividend Payout Ratio (DPR), kebijakan hutang Debt to Equity Ratio (DER) dan profitabiltas diukur berdasarkan Return on Equity (ROE). Dalam penelitian ini menggunakan populasi perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2005-2010, dan dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan deviden tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan dengan proporsional PBV, sedangkan kebijakan hutang berpengaruh namun tidak signifikan. Mogdiliani dan Miller (1963) dalam Miftah dan Taswan (2002) bahwa semakin tinggi proporsi hutang maka semakin rasio PBV. Penelitian Santika dan Ratnawati (2002) juga menyimpulkan bahwa kebijakan hutang berpengaruh positif terhadap PBV. Perusahaan berusaha dalam mengoptimalkan struktur modal untuk mencapai nilai pertumbuhan perusahaan yang maksimal. Dengan mengacu pada static trade off theory (Stiglitz, 1969) penggunaan utang dalam struktur modal akan menguntungkan perusahaan karena adanya berkurangnya pajak dari pembayaran bunga utang sehingga laba yang akan digunakan untuk investasi akan lebih tinggi. Manfaat berupa keuntungan pajak dan tambahan modal eksternal dapat memperbaiki aktivitas operasional dan investasi perusahaan. Modigliani dan Miller (1963) juga menyatakan bahwa perusahaan yang menggunakan utang sebagai salah satu sumber pendanaannya memiliki nilai perusahaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menggunakan utang karena keuntungan pengurangan pajak. Walaupun penggunaan utang mempunyai dampak lain 7
berupa potensi kebangkrutan, namun dengan penggunakan hutang yang optimal tentunya bisa meminimalkan resiko kebangkrutan karena hutang. Dengan demikian dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Ha2 : kebijakan hutang berpengaruh positif terhadap terhadap potensi pertumbuhan perusahaan 2.2.3 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Potensi Pertumbuhan Perusahaan Kepemilikan manajerial akan mendorong pemilik untuk melakukan peminjaman kepada manajemen sehingga manajemen terdorong untuk meningkatkan kinerjanya. Kepemilikan manajerial juga akan mendorong manajemen untuk dapat meningkatkan kinerja perusahaan, karena mereka juga memiliki perusahaan dengan saham yang mereka miliki. Dalam penelitian yang dilakukan Taswan (2003) yang meneliti tentang pengaruh insider ownership terhadap PBV, menyatakan bahwa faktor insider ownership berpengaruh positif signifikan terhadap PBV, sehingga semakin besar kepemilikan oleh pihak insider akan menaikkan PBV. Temuan ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Fuerst dan Kang (2000) dalam Untung dan Hartini (2006) yang menemukan hubungan positif signifikan antara kepemilikan manajerial dengan nilai pasar setelah mengendalikan perusahaan. Manajer memiliki informasi keuangan yang baik mengenai perusahaan, sehingga perusahaan-perusahaan dengan kepemilikan manajerial tinggi cenderung memiliki kinerja keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Kepemilikan saham olehmanajemenperusahaan akan membantu penyatuan kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan pemegang saham, sehingga manajer akan ikut merasakan secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil. Manajer dengan kepemilikan manajerial tinggi juga berusaha maksimal dalam meningkatkan kinerja perusahaan, karena kepentingan manajer bukan saja pada kepentingan kontrak tetapi juga kepemilikan, dengan demikian dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha3: kepemililan manajerial berpengaruh positif terhadap potensi pertumbuhan perusahaan. 3.1 Populasi Penelitian Populasi merupakan keseluruhan obyek yang akan diteliti. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2010-2012. Peruahaan manufaktur digunakan karena perusahaan manufaktur memiliki komposisi terbesar di BEI dengan variasi sample yang besar serta investasi yang semakin besar di perusahaan manufaktur di BEI.
8
3.2 Sampel Penelitian Sampel didefinisikan sebagai bagian atau keseluruhan populasi dengan metode tertentu sebagai bagian representatif dari populasi. Sampel diambil dengan metode purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu. Adapun tujuan dari metode ini ini adalah untuk mendapatkan sample atas pertimbangan tertentu dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan, dengan tujuan mendaoatkan sample yang representatif. Kriteria-kriteria pemilihan sample tersebut adalah: 1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2010-2012. 2. Perusahaan-perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan dalam rupiah selama periode penelitian. Berdasarkan kriteria tersebut, terdapat perusahaan yang mewakili populasi dan memenuhi syarat di atas, sebagai berikut. Tabel 3.1 Kriteria Sampel Perusahaan NO KETERANGAN JUMLAH 1. Perusahaan manufaktur yang 115 terdaftardalam BEI selama periode 20102012. 2 Perusahaan yang menerbitkan laporan (6) keuangan tidak dalam rupiah selama periode penelitian 3 Perusahaan yang memiliki ekuitas negatif (7) 4 Outlier (35) sampel yang digunakan dalam penelitian 67 ini
Outlier yang termasuk di dalam tabel 3.1 adalah data yang setelah dibandingkan dengan nilai deviasi standar hasilnya lebih besar dari nilainya. Dari perbandingan itu dihasilkan ada 35 perusahaan yang masuk dalam kategori data yang outlier. Penelitian ini menggunakan metode pooled data, yaitu penggabungan antara cross section (studi untuk mengetahui hubungan komparatif yang datanya berupa beberapa subyek penelitian pada waktu tertentu) dan time series (studi untuk mengetahui hubungan komparatif yang datanya dari beberapa subyek penelitian dengan lebih menekankan berupa rentetan waktu) mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. Berdasarkan metode pooled data tersebut, maka diperoleh jumlah observasi sebanyak 201 ( sampel 67 x 3 periode). 3.3 Data Penelitian 3.3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu laporan keuangan tahunan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Data-data ini diperoleh dari laporan tahunan perusahaan yang dimuat dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan Annual Report.
9
3.3.2 Teknik Pengumpulan data Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara penelusuran data sekunder, yaitu dengan kepustakaan dan manual. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari IndonesianCapital Market Directory (ICMD) dan IDX Statistic tahun 2010-2012. Metode – metode pengumpulan data yang digunakan dalam peneliti ini adalah dengan metode dokumentasi. Metode dokumentasi adalah mencari, mengumpulkan, mencatat, dan mengkaji data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, dokumen, transkrip dan sebagainya. Hal ini dimaksudkan untuk mengumpulkan keseluruhan data yang dibutuhkan guna menjawab persoalan penelitian dan memperkaya literatur untuk menunjang kuantitatif yang diperoleh. Metode dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder yang dipublikasikan oleh pemerintah yaitu dari Bursa Efek Indonesia berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdapat dalam IDX Statistic dan Indonesian Capital Market Directory tahun 2010-2012. 3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu variable dependen dan variabel independen. Variabel dependen adalah variable yang akan dijelaskan yaitu nilai perusahaan, sedangkan variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi, kebijkan hutang, kebijakan deviden, profitabilitas dan kepemilikan manajerial. Untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya, berikut ini adalah variabel operasional yang akan digunakan dalam penelitian ini. 3.4.1 Variabel dependen Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio Price to book value (PBV), sesuai dengan penelitian Kristanto (2010), Mardiyanti (2012), dan Wibowo (2013). PBV ini merupakan perbandingan anatra nilai pasar saham di pasar modal dengan nilai buku per lembar sahamnya. Nilai pasar yang dimaksut dalam penelitian ini adalah harga yang terjadi pada saham diperdagangkan di pasar modal atau bisa disebut dengan harga penutupan yaitu tangal 31 desember (Ayunungtias dan Kurnia, 2013). Nilai buku per saham dalam penelitian ini adalah total ekuitas dibagi dengan total saham yang beredar di pasar. Berikut rumus Price to book value (PBV) dalam Brigham dan Huston (2001:92) : PBV = 3.4.2 Variabel Indendependen 1. Kebijakan Hutang Kebijakan hutang adalah kebijakan perusahaan untuk melakukan pendanaan lewat melakukan hutang. Kebijakan hutang didalam penelitian ini akan di proksikan dengan DER (Debt to Equity). Penggunaan DER dalam penelitian ini adalah karena DER mampu mampu menggambarkan komposisi struktur modal
10
perusahaan yang digunakan sebagai sumber pendanaan perusahaan (Susanti, 2010). DER juga menunjukan sejauh mana pendanaan dari hutang digunakan jika dibandingkan dengan pendanaan ekuitas (Mustafa, 2012). DER juga digunakan pada penelitian terdahulu untuk proksi kebijakan hutang, yaitu Mustafa (2012), Mardiyanti (2012), dan Susanti (2010). Berikut Debt to Equity Ratio (DER) dalam Brigham dan Huston (2001:95) dirumuskan sebagai berikut : DER = EPS = Earning per share 2. Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba melalui kegiatan operasionalnya dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia (Nurainun & Sinta, 2007) dalam Andinata (2010). Menurut Yunita (2011) Profitabilitas akan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Rasio profitabilitas itu sendiri terdiri dari dua jenis rasio yang menunjukkan efektivitas dengan investasinya. Kedua rasio ini bersama-sama menunjukkan efektivitas rasio profitabilitas dalam hubungannya antara laba bersih setelah pajak dengan total aset. Dalam penelitian ini, rasio yang digunakan adalah Return on Assets (ROA). Return on Assets (ROA) merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan total aset. Berikut ROA dalam Brigham dan Huston (2001:90) dirumuskan dengan : ROA = 3. Kepemilikan Manajerial Menurut Wahidahwati (2002), kepemilikan kepemilkan manajerial merupakan pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Direktur dan Komisaris). Kepemilikan manajerial ini dihitung dengan menggunakan persentase saham yang dimiliki oleh pihak manajemen perusahaan yang secara aktif ikut serta dalam pengambilan keputusan perusahaan (komisaris dan direksi). Kepemilikan manajerial ini besarnya dapat dihitung sebagai berikut : Kepemilikan Manajerial = 3.5 Metode Analisis Data Tehnik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah prosedur statistik. Data yang dikumpulkan, diukur dan diolah, kemudian dari data tersebut dilakukan metode statistik yang nantinya menghasilkan kesimpulan. 3.5.1 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif didefinisikan sebagai suatu metode dalam mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif, sehingga diperoleh gambaran yang teratur mengenai suatu kegiatan. Ukuran yang digunakan dalam deskripsi, antara lain: frekuensi, tendensi sentral (mean, median, dan modus), dispersi (standar deviasi dan varian) dan koefisien korelasi antara variabel penelitian. Ukuran yang digunakan dalam statistik deskriptif tergantung tipe skala pengukuran construct yang digunakan dalam penelitian (Ghozali, 2005). Analisis
11
statistika deskriptif ini memiliki tujuan untuk memberikan gambaran (deskripsi) mengenai suatu data secara keseluruhan tentang variabel yang digunakan dan penting bagi data sampel. Selain itu, statistik deskriptif juga bertujuan untuk menganalisa data agar sampel yang dihasilkan tidak memberikan gambaran kesimpulan yang di generalisasi. 3.5.2 Pengujian Asumsi Klasik Analisis yang dilakukan untuk menguji hipotesis yang ada dalam penelitian ini adalah linear berganda (multiple regression). Oleh karena itu hasil analisis regresi harus tetap memenuhi asumsi klasik dari suatu persamaan linier yang terdiri dari: 1. Uji Normalitas Analisa regresi mensyaratkan data-data berdistribusi normal. Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul dari setiap variabel dependen dan independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah yang mendekati normal (Imam Ghozali, 2006). Untuk melihat model regresi normal atau tidak, dilakukan analisis grafik dengan melihat “normal probability plot” yang membandingkan antara distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan plotting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data normal, maka garis yang menggantikan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Imam Ghozali, 2009). Untuk meningkatkan hasil uji normalitas data, maka peneliti juga menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika pada hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan p-value lebih besar dari 0,05 (> 5%), maka data berdistribusi normal dan sebaliknya, jika p-value lebih kecil dari 0,05 (< 5%), maka data tersebut berdistribusi tidak normal (Imam Ghozali, 2009). 2. Uji Multikolinieritas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat korelasi antara variabel bebas yang satu dengan variabel bebas yang lain. Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan nilai variance influation factor (VIF) pada masing-masing variabel independen. Suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah VIF yang mempunyai nilai kurang dari 10 dan mempunyai nilai tolerance yang mendekati angka 1. Apabila pada uji multikolinearitas ini menghasilkan nilai VIF lebih dari 10 dan menunjukan bahwa variabel bebas mengalami multikolinearitas, dapat ditanggulangi dengan mengeluarkan salah satu variabel bebas serta dapat juga dilakukan dengan memperbesar ukuran sampel. Menguji ada tidaknya multikolinearitas pada model regresi dapat juga dilakukan dengan melihat korelasi antar variabel independen. 3. Uji Heteroskedastisitas Imam Ghozali (2009) menyatakan bahwa uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan
12
jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas. Salah satunya adalah Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat grafik, dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah (Y yang diprediksi – Y sesungguhnya). Apabila titik-titik pada grafik Scatterplot menyebar secara acak dan tidak membentuk pola, maka tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model tersebut layak dipakai. dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplots antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual. Dasar pengambilan keputusannya adalah sebgai berikut: 1. Jika ada pola tertentu, misal seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka hal tersebut akan mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. 3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Dengan kata lain, masalah ini seringkali ditemukan apabila menggunakan data runtut waktu. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah uji Durbin Watson (DW-test). Uji ini digunakan untuk mengukur korelasi antara maing-masing residual dengan residual lainnya dari data yang diambil dari periode yang saling berurutan. Menurut Santoso (2000) pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dengan menggunakan DW-test: 1. Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif. 2. Angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi. 3. Angka D-W di bawah +2 berarti ada autokorelasi negatif. 3.5.3 Analisis Regresi Berganda Metode analisis regresi berganda adalah metode yang metode yang digunakan untuk menguji pengaruh dari satu variabel independen terhadap satu variabel dependen dengan skala pengukur atau rasio dalam suatu persamaan linier (Indriantoro dan Supomo, 2002). Variabel independen dalam penelitian ini adalah kebijakan deviden, kebijakan hutang profitabilitas dan kepemilikan manajerial yang diproksikan melalui rasio DER, DPR, ROA, dan Own. Sedangkan variabel dependennya adalah nilai Perusahaan yang diproksikan PBV. Adapun persamaan untuk menguji hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: PBV = + DER + ROA + OWN +εit
13
3.5.4
Uji Hipotesis Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengujian hipotesis yang berkaitan dengan signifikan atau tidaknya pengaruh variabel independen (x) terhadap variabel dependen (y) dengan menggunakan uji hipotesis yang meliputi: Uji signifikansi parsial (uji statistik T) dan koefisien determinasi. 1. Uji Statistik T Menurut Ghozali (2006) uji stastistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (α = 5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut : a. Jika nilai signifikansi t ≤ 0,05 (5%) maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara satu variabel independen terhadap variabel dependen. b. Jika nilai signifikan > 0,05 (5%) maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara satu variabel independen terhadap variabel dependen (Imam Ghozali, 2009). 2. Uji Statistik f Pengujian ini bertujuan untuk menunjukkan apakah ada variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel deenden. dengan tingkat signifikansi sebesar 0.05 (α=5%). Penolakan atau penerimaan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut: a. Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). Ini berarti semua variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen b. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Ini berarti bahwa semua variabel independen secara serentak berpengaruh terhadap variabel dependen. 3. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi adalah analisa yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerapkan variabel-variabel dependen. Nilai R2 yang kecil menunjukan kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Jika koefisien determinasi semakin mendekati angka satu maka semakin besar pengaruh semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen. Sebaliknya jika koefisien determinasi semakin mendekati nol maka semakin kecil pengaruh semua variabel independen terhadap nilai variabel dependen. 4.1
Gambaran Umum Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010 sampai 2012 yang dipilih berdasarkan kriteria
14
yang telah ditetapkan. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, maka perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian berjumlah 67 perusahaan. 4.2
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, nilai maksimum, dan minimum dari masing-masing variabel penelitian. Hasil analisis deskriptif dengan mengguakan SPSS 21.0 dari variabel penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 4.1. Statistik Deskriptif N Profitabilitas (ROA) Kebijakan Hutang (DER) Kepemilikan Manajerial (OWN) PBV
Terendah
Tertinggi
Rata-rata
201
-0,070
0,619
0,057
Deviasi Standar 0,072
201
0,041
3,081
1,107
0,708
201
0,000
0,281
0,019
0,053
201
0,082
4,106
1,138
0,813
Hasil statistik deskriptif pada Tabel 4.1 menunjukan nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi dari variabel dependen dan independen yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel ROA nilai terendah sebesar -0,070 dimiliki oleh PT. Argo PantesTbk dan nilai tertinggi sebesar 0,619 dimiliki oleh PT. Kertas Basuki Rahmat Indonesia Tbk. diketahui pula rata-rata indeks ROA adalah sebesar 0,056. Nilai SD sebesar 0,072 yang lebih kecil dari nilai rata-rata, kondisi ini menunjukan bahwa adanya penyimpangan data nilai perusahaan yang relatif kecil (sebaran datanya lebar) pada perusahaan manufaktur di BEI periode 2010-2012. VariabelDER yang terkecil adalah 0,041 yang dimiliki oleh PT. Kertas Basuki Rahmat Indonesia Tbk dan rasio yang terbesar adalah 3,081 yang dimiliki oleh PT. Asia Plat Industri Tbk. diketahui juga bahwa nilai rata-rata (mean) sebesar 1,106 dengan Standar Deviasi (SD) 0,708 yang mana menunjukan bahwa adanya penyimpangan data nilai perusahaan yang relatif kecil (sebaran datanya lebar) pada perusahaan manufaktur di BEI periode 2010-2012. Variabel Own menunjukan hasil ratio dengan nilai tertinggi sebesar 0,281 dimiliki oleh PT. Indo Kordsa Tbk dan ratio dengan nilai terendah sebesar 0. Nilai rata-rata sebesar 0,0196 sedangkan nilai SD sebesar 0,053, berarti nilai SD lebih kecil dari rata-rata yang mana menunjukan bahwa adanya penyimpangan data nilai perusahaan yang relatif kecil (sebaran datanya lebar) pada perusahaan manufaktur di BEI periode 2010-2012.
15
Variable terakhir yang digunakan adalah PBV, dalam variabel ini diperoleh hasil analisis deskriptif dengan nilai terendah sebesar 0,082 dan nilai tertinggi sebesar 4,106. Pemilik dari PBV dengan nilai terendah yaitu PT. Nusantara Inti Corporosa Tbk dan pemilik nilai tertinggi adalah PT. Indomobil Sukses International Tbk. Diketahui juga nilai rata-rata sebesar 1,138 yang mana ini lebih besar dari pada nilai SD sebesar 0,813 yang mana menunjukan bahwa adanya penyimpangan data nilai perusahaan yang relatif kecil (sebaran datanya lebar) pada perusahaan manufaktur di BEI periode 2010-2012. 4.3
Uji Asumsi Klasik
Model regresi dalam penelitian ini terbebas dari pengujian asumsi klasik. Model regresi ini telah memenuhi syarat-syarat lolos dari uji asumsi klasik, yaitu variabel terdistribusi normal, variabel tidak mengandung multikoralitas, autokoralitas, dan heteroskoralitas. 1
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2009). Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah data berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Peneliti menggunakan uji statistik dengan menggunakan pengujian Kolmogorov-Smirnov Goodness of Fit Test terhadap masing-masing variabel. Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov, nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 1,694 dan asymp. Sig. (2-tailed) 0,06. Uji Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada lampiran 4. 2
Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terdapat korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi. Nilai yang digunakan untuk menunjukan adanya multikolinieritas adalah nilai tolerance< 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10. Sebaliknya jika nilai tolerance> 0,10 dan nilai VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinieritas seperti terlihat dalam tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil Uji Multikolinieritas Model
Toleransi
Profitabilitas (ROA)
0,937
16
VIF 1,067
Kebijakan Hutang (DER) Kepemilikan Manajerial (OWN)
0,940
1,064
0,995
1,005
Dari hasil perhitungan yang terdapat dalam Tabel 4.3 variabel DER, ROA, OWN menunjukan nilai toleransi> 0,10 dan nilai VIF yang tidak lebih dari nilai 10, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan dalam regresi penelitian ini terbebas dari multikolinieritas atau dapat dipercaya dan obyektif 3
Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2009). Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Pada lampiran 4 dapat dilihat bahwa tidak terdapat pola yang jelas atau menyebar, titik-titik penyebaran berada di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y. 4
Uji Autokorelasi
Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah uji Durbin Watson (DW-test). Uji ini digunakan untuk mengukur korelasi antara maing-masing residual dengan residual lainnya dari data yang diambil dari periode yang saling berurutan. Menurut Santoso (2000) pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dengan menggunakan DW-test : 1. Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif. 2. Angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi. 3. Angka D-W di bawah +2 berarti ada autokorelasi negatif Dengan besar nilai yang didapatkan sebesar 1,336, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi antar residual dan asumsi non autokorelasi sudah terpenuhi. Hasil dapat dilihat pada lampiran 3. 4.4
Hasil Analisis Regresi Berganda
Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan model analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda dilakukan untuk memprediksi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel dependen pada penelitian ini adalah nilai perusahaan dan variabel independennya meliputi index Corporate Social Responsibility, dewan komisaris, kepemilikan manajerial, komite audit, dan kepemilikan institusional. Hasil regresi menggunakan software SPPS 21 dapat dilihat pada lampiran 4 dan tabel 4.3
17
Tabel 4.3 Hasil Regresi Berganda Variabel Profitabilitas (ROA) Kebijakan Hutang (DER) Kepemilika Manajerial (OWN)
Nilai P 0,003
Nilai koefesien 3,119
Nilai t
0,032
0,147
2,164
0,073
-1,908
-1,805
3,758
Nilai F
Adjusted
6,715
0,081
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui nilai adjusted sebesar 0,081. Hal ini berbarti 8,1% variabel PBV dipengaruhi oleh variabel DER, ROA, DPR, dan OWN. Sisanya sebesar 91,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Variabel profitabilitas memiliki nilai koefisien regresi positif sebesar 3,119. Secara statistik variabel profitabilitas ini signifikan karena memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari α : 5% (ρ < 0,05) yaitu sebesar 0,0015. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini memiliki arah (1-tailed), sehingga hasil nilai signifikan dalam regresi berganda dibagi 2, sehingga nilai nya menjai 0,0015. Dengan demikian, hipotesis pertama yang menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap potensi pertumbuhan perusahaan diterima (H1 diterima). Variabel kebijakan hutang memiliki nilai koefisien regresi positif sebesar 0,417. Secara statistik variabel kebijakan hutang ini signifikan karena memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari α : 5% (ρ < 0,05) yaitu sebesar 0,016. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini memiliki arah (1-tailed), sehingga hasil nilai signifikan dalam regresi berganda dibagi 2, sehingga nilai nya menjai 0,016. Dengan demikian, hipotesis kedua yang menyatakan bahwa kebijakan hutang berpengaruh positif terhadap potensi pertumbuhan perusahaan diterima (H2 diterima). Variabel kepemilikan manajerial memiliki nilai koefisien regresi negatif sebesar -1,908. Secara statistik variabel kepemlikian manajerial ini tidak berpengaruh signifikan karena memiliki nilai probabilitas lebih besar dari α : 5% (ρ < 0,05) yaitu sebesar 0,073. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini memiliki arah (1-tailed), sehingga hasil nilai signifikan dalam regresi berganda dibagi 2, sehingga nilai nya menjai 0,036. Dengan demikian, hipotesis keempat
18
yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap potensi pertumbuhan perusahaan ditolak (H3 ditolak).
4.5
Intrepretasi Hasil Penelitian
Bagian ini merupakan penjelasan atas hasil analisis data sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Pembahasan hasil penelitian disusun secara berurutan berdasarkan perumusah hipotesis yang telah diajukan. 4.5.1 Profitabilitas (ROA) Terhadap Potensi Pertumbuhan Perusahaan (PBV) Return on assets merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaan serta memperoleh keuntungan. Lukman (2005:118) dalam Purbasari (2012) menyatakan, semakin besar ROA suatu perusahaan, maka semakin besar juga tingkat keuntungan yang telah dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin baik juga posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan aset. Hasil data dalam penelitian ini menunjukan bahwa, profitabilitas yang diukur dengan retun on asset ROA berpengaruh positif terhadap potensi pertumbuhan sebuah perusahaan, dengan nilai signifikan 0,003. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kartikasari (2011), Susanti (2010) serta Mardiyanti (2013) yang menyatakan bahwa ROA berpengaruh terhadap PBV. Rasio profitabilitas ini memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas pengelolaan perusahaan. Semakin besar laba yang dihasilkan perusahaan, maka perusahaan memiliki kesempatan relatif besar untuk melakukan investasi yang dinilai menguntungkan. Penelitian ini juga didukung dengan penelitian Setya (2012) yang menyatakan ROA yang semakin meningkat menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik dan para pemegang saham akan memperoleh keuntungan dari kinerja perusahaan yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa para investor yang ingin menanamkan modalnya pada sebuah perusahaan akan melihat bahwa perusahaan yang bertumbuh juga, sehingga menghasilkan keuntungan yang besar. Ayuningtias dan Kurnia (2013) Profitabilitas yang positif artinya semakin tinggi profitabilitas yang dihasilkan maka akan semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan tersebut. 4.5.2 Kebijakan Hutang (DER) terhadap Potensi Pertumbuhan Perusahaan (PBV) Hasil data dalam penelitian ini menunjukan bahwa kebijakan hutang yang diukur dengan debt to equity ratio berpengaruh terhadap PBV. Hasil penelitian ini mendukung temuan dalam Miftah (2008), Soliha dan Taswan (2002), Rahmawati (2012), yang menyatakan bahwa meningkatkan hutang (DER) akan meningkatkan PBV. Dilihat dari nilai signifikan DER sebesar 0,004 yang berarti hipotesis dalam
19
penelitian ini yang menyatakan DER berpengaruh positif terhadap PBV diterima. Temuan ini juga sekaligus mendukung teori struktur modal balancing theory yang menyatakan bahwa sepanjang perusahaan mampu menyeimbangkan, manfaat dan biaya yang ditimbulkan akibat hutang tidak menjadi masalah. Kebijakan hutang yang tinggi tetapi diikuti dengan pengelolaan yang baik dapat meningkat profit dan initial return. Dengan kepercayaan yang baik dari investor, hutang dapat berperan sebagai mekanisme kontrol dengan adanya kewajiban perusahaan untuk melakukan pembayaran bunga utang. Adanya ancaman kebangkrutan apabila manajemen berusaha menjalankan proyek-proyek yang terlalu berisiko juga akan menjadi pertimbangan manajemen apabila ingin mencapai kepentingan personal manajemen. Hasil ini juga sesuai dengan karakteristik sumber pendanaan di Indonesia bahwa perusahaan-perusahaan berusaha mengambil keuntungan atas cost of debt yang lebih rendah dan ketersediaan kredit untuk memperpanjang jatuh tempo pembiayaan serta berusaha mengoptimalkan struktur modal untuk rencana pertumbuhan perusahaan (Andriani, 2008). Berdasarkan karakteristik pendanaan yang ada di Indonesia maka kebijakan utang dianggap berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai hutangperusahaan maka semakin tingi potensi pertumbuhan perusahaan. Nilai rata-rata DER sebesar 110% yang diperoleh dari hasil uji statistik deskriptif pada penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) lebih banyak mendanai kegiatan operasional perusahaan dengan menggunakan hutang daripada menggunakan ekuitas perusahaan. Hasil penelitian ini juga didukung dengan capital structure theory, pada teori ini Modigliani dan Miller (1963) berpendapat bahwa dengan adanya pajak ini, penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya bunga hutang adalah biaya yang mengurangi pembayaran pajak. pengurangan pembayaran pajak ini yang akan memberikan tingkat laba perusahaan akan menjadi lebih baik dan akan berpengaruh terhadap potensi-potensi investasi yang akan dilakukan perusahaan. Signaling theory juga memandang, dengan pendanaan yang berasal dari luar, pemegang saham dapat mengartikan kebijakan tersebut sebagai respon positif. Melakukan kebijakan hutang menandakan bahwa perusahaan ini memiliki tujuan yang jelas untuk kedepannya. Perusahaan akan memperbanyak penggunaan utang sepanjang nilai sekarang dari keuntungan penggunaan utang lebih besar daripada nilai sekarang dari beban keuangan berupa biaya kebangkrutan. Namun, setelah mencapai titik maksimum, penggunaan utang oleh perusahaan menjadi tidak menarik, karena perusahaan harus menanggung biaya bunga serta biaya kebangkrutan yang lebih besar dibandingkan manfaat yang diperoleh sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan pertumbuhannya turun.
20
4.5.3 Kepemilikan Perusahaan (PBV)
Manajerial
Terhadap
Potensi
Pertumbuhan
Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa, kepemilikan manajerial yang diukur dengan prosentase kepemilikan saham oleh pihak manajerial terhadap total kepemilikan saham berpengaruh negatif terhadap PBV. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Siregar (2012) dan Wibowo (2013) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap PBV. Jensen dan meckeling (1976) mengatakan bahwa memaksimalkan jumlah kepemilikan manajerial adalah salah satu cara untuk menekan terjadinya konflik agensi dalam perusahaan, dikarenakan akan berimbas langsung dengan keputusan yang diambil. Kondisi perusahaan di berada di Indonesia sekarang adalah perusahaan keluarga, yaitu hubungan keluarga masih berperan penting dalam penentuan manajer didalam sebuah perusahaan. Manajer perusahaan masih berhubungan keluarga dengan pemegang saham mayoritas kepemilikan manejerial juga memiliki kedudukan dalam jajaran direksi. Kondisi yang seperti ini dapat mengaibatkan kurangnya profesionalitas dan hingga dapat menurunkan nilai perusahaan itu sendiri. . Tingkat kepemilikan saham oleh pihak manajerial yang tinggi juga akan lebih mendorong perusahaan untuk dapat membayarkan dividen dengan tingkat lebih tinggi, karena pemegang saham akan cenderung lebih suka dengan tingkat pembayaran dividen yang tinggi. Semakin tinggi perusahaan membayarkan dividen, maka kas yang dimiliki oleh perusahaan akan semakin sedikit. Kas yang semakin berkurang karena pembayaran dividen akan mempengaruhi tingkat investasi yang bisa dilakukan oleh perusahaan dan pertumbuhannya akan terhambat. 5.1
Kesimpulan Hasil penelitian ini menemukan bahwa variabel independen berpengaruh signifikan terhadap Potensi pertumbuhan perusahaan (PBV). Dari 3 variabel yang ada di dalam penelitian ini, yaitu profitabilitas yang diproksikan return on asset (ROA), kebijakan hutang yang diproksikan dept to equity ratio DER, dan kepemilikan manajerial, kebijakan hutang dan profitabilitas berpengaruh positif terhadap Potensi pertumbuhan perusahaan (PBV). Sedangkan kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap Potensi pertumbuhan perusahaan (PBV). Berikut merupakan penjabaran atas hasil penelitian ini : 1. Profitabilitas yang diproksikan return on asset (ROA) berpengaruh positif terhadap Potensi pertumbuhan perusahaan yang diproksikan price to book value (PBV). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan ROA yang tinggi, juga memiliki nilai PBV yang tinggi. Semakin besar laba yang dihasilkan perusahaan, maka perusahaan memiliki kesempatan relatif besar untuk melakukan investasi yang dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan di dalam perusahaan. 2. Kebijakan hutang yang diproksikan dept to equity ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap Potensi pertumbuhan perusahaan yang
21
diproksikan price to book value (PBV), hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan hutang sebagai salah satu sumber pendanaan perusahaan terbukti dapat meningkatkan PBV. Pada teori ini Modigliani dan Miller (1963) berpendapat bahwa dengan asumsi tidak adanya pajak dan tidak adanya informasi asimetris antara pihak manajemen dengan para pemegang saham. Tidak adanya pembayaran pajak ini yang akan memberikan tingkat laba perusahaan yang optimal, sehingga perusahaan bisa menggunakan penghematan dalam pajak untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan dengan melakukan investasiinvestasi. Namun, setelah mencapai titik maksimum, penggunaan utang oleh perusahaan menjadi tidak menguntungkan, karena perusahaan harus menanggung biaya bunga serta biaya kebangkrutan yang lebih besar dibandingkan manfaat yang diperoleh sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan pertumbuhannya turun. 3. Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap Potensi pertumbuhan perusahaan (PBV). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang tinngi akan mengakibatkan PBV yang rendah. Perusahaan di Indonesia yang sebagian besar merupakan perusahaan keluarga (Wibowo, 2013), menyebabkan pandangan investor tentang perusahaan cenderung negatif. Tingkat kepemilikan saham oleh pihak manajerial yang tinggi juga akan lebih mendorong perusahaan untuk dapat membayarkan dividen dengan tingkat lebih tinggi, karena pemegang saham akan cenderung lebih suka dengan tingkat pembayaran dividen yang tinggi. 5.2 Keterbatasan Penelitian 1. Keterbatasan variabel kepemilikan manajerial yang banyak mengandung nilai 0, sehingga tidak bisa menggambarkan keadaan yang sebenarnya di dalam perusahaan. 2. Banyak terdapat data yang setelah di bandingkan dengan deviasi standar tidak memenuhi syarat, sehingga menimbulkan data outlier sebanyak 35 perusahaan dari 102 perusahaan. 5.3
Saran Dari kesimpulan dalam penelitian ini, maka saran yang dapat dibuat adalah: 1. Banyaknya variabel kepemilikan manajerial yang mengandung nilai 0 dalam penlelitian ini, sehingga disarankan variabel kepemilikan manajerial pada penelitian selanjutnya dijadikan variabel dami.
DAFTAR PUSTAKA Amirya, Mirna dan Sari Atmini. 2008. Determinan Tingkat Hutang Serta Hubungan Tingkat Hutang Terhadap Nilai Perusahaan Perspektif Pecking Order Theory. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. 5. 2:228-232 Andinata, Wawan. 2010. Analisis Pengaruh Profitabilitas dan Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur. Jurnal Ekonomi. September 2010.
22
Arthur J. Keown, David F. Scott, Jr, John D. Martin, J. William Petty, DasarDasar Manajemen Keuangan, Edisi Satu, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Ayuningtyas Dwi dan Kurnia. 2013. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan: Kebijakan Dividen Dan Kesempatan Investasi Sebagai Variabel Antara, Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, Vol.1. Brigham, Eugene dan Joel F Houston. 2001. Manajemen Keuangan II. Jakarta :Salemba Empat. Hardiyanti, Nia. 2011. Analisi Pengaruh Insider Ownership, Leverage, Profitabilitas, Firm Zize dan Deviden Payout Ratio Terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro Imam Ghozali, 2006, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang Jensen, M. C and Meckling, W.H. 1976. Theory of the Firm : Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics. Volume 3, No. 4, pp. 305-360. Kanam, Akustika. (2011). Pengaruh Struktur Modal terhadap Nilai Perusahaan dengan Kepemilikan Keluarga sebagai Variabel Pemoderasi. Tesis Universitas Indonesia. Kristanto, Hendro. 2010. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Struktur Modal, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu Perbanas Surabaya. Kusumastuti, Anggit Dyah. 2013. Pengaruh ukuran perusahaan, leverage, profitabilitas, dan kebijakan deviden. Skripsi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya. Mardiyanti Umi, Gatot Nazir Ahmad, dan Ria Putri. 2012. Pengaruh Kebijakan Feviden, Kebijakan Hutang dan Profitabilitas terhadap nilai perusahaan : Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI), Vol. 3, No. 1. Modigliani, F and Miller, M., 1963. Corporate Income Taxses and The Cost of Capital: A Correction, American Economic Review. pg. 433-443 Myers, S., 1977. Determinants of Corporate Borrowing. Journal of Financial Economics No. 5, 147-175.. Nur’aeni, Dini. 2010. Pengaruh Struktur kepemilikan saham terhadap kinerja perusahaan. Skripsi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro. Nurwahyudi, Heru dan Mardiyah, Ainul Aida, 2004. Pengaruh free cash flow Terhadap Hutang. Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi. volume 4. 23
Rahmawati, Apriliana Nurul, 2012. Analisi Faktor Kebijakan Hutang yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan. Skripsi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro. Roshita, Maria Ulfa. 2012. Pengaruh EVA, ROA, ROE dan EPS terhadap harga saham. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: BPEF-YOGYAKARTA. Siregar, Anton. 2012. Pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan instirusional dan kebijakan deviden terhadap nilai perusahaan. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Soliha, Euis dan Taswan, 2002. Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Nilai Perusahaan serta Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya. Jurnal bisnis dan ekonomi STIE Stikubank Semarang. Subekti, Imam dan Indra Wijaya Kusuma. 2001. Asosiasi antara set kesempatan investasidengankebijakanpendanaan dan dividenperusahaansertaimplikasinya pada perubahanhargasaham. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol 4. No 1. Hal 44-63. Sudiyatno, Bambang, 2010. Peran Kinerja Perusahaan dalam Menentukan Pengaruh Faktor Fundamental Makroekonomi, Resiko Sistematis, dan Kebijakan Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan. Desertasi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro. Susanti, Rika. 2010. Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Skripsi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro. Pasaribu, Fajar N. (2009). Pengaruh Kebijakan Utang dan Kebijakan Dividen terhadap Nilai. Skripsi Universitas Indonesia. Taswan. 2003. Analisis pengaruh Insider Ownership, Kebijakan hutang dan Dividen terhadap Nilai Perusahaan serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jurnal bisnis dan ekonomi dipublikasikan. Setya, Thomas. 2013. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dan Probabilitas terhadap Return Saham.Skripsi FEB. Universitas Brawijaya. Utama, Siddharta dan Anto Yulianto Budi Santosa. Kaitan antara rasio price/book value dan imbal hasil saham pada bursa efek jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia (JRAI), Vol. 1, No 1. Hal 127-140. Utami, Sih Widhi. 2007. Asosiasi antara Investment Opportunity Set (IOS) dengan kebijakan pendanaan, kebijakan deviden, dan Implikasinya Terhadap Perubahan Harga Saham. Skripsi FEB. Universitas Brawijaya.
24
Wahidahwati. 2002. pengaruh kepemilikan manajerial dan kepemilkan institutional pada kebijakan hutang perusahaan. jurnal riset akuntasi Indonesia, vol 5. Wahyudi, Untung dan Pawestri, Hartini Prasetyaning. 2006. Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan: Dengan Keputusan Keuangan sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional Akuntansi 9, no. 1, mei 2007. Wibowo, Ramdhani. 2013. Pengaruh Profitabilitas, Levearage, Kepemilikan Manajerial dan Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Wirawati, Ni Gusti Putu. 2008. Pengaruh Faktor Fundamental Perusahaan Terhadap Price Book Value. Buletin Studi Ekonomi. Volume 13, No.1 Tahun 2008. Yunita, Indah. 2011. Analisis Pengaruh Profitabilitas, Kebijakan Hutang, Kebijakan Deviden, Size dan Mekanisme Good Coprporate Goverment Terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro.
25