THE EFFECTIVITY TEST OF DUDUK LEAVES OINTMENT (Desmodium triqurtrum (L.) DC) AS ANTI-INFLAMMATION IN WHITE MALE RATS OF WISTAR STRAIN
Niken Dyah Ariesti, Agitya Resti Erwiyani, Rosalia Agustini
ABSTRACT
Duduk leaves (Desmodium triquetrum (L.) DC) have flavonoid compound that expected to having anti-inflammatory activity. The study aimed to determine the effect of anti-inflammatory of duduk leaves ointment in white male rats wistar strain. This research is purely experimental study with pre and post-test group design by using completely randomized design (CRD) consist of 5 treatment groups. The Mice foot was injected by karagenin solution 0.1% w / v, 3 hours later measuring the volume of the rat foot edema by using pletismometer (Pre test). Then the negative control was treatmented by (ointment base), the positive control (Betamethasone) and duduk leaves extract ointment with level 8% (w / w), 12% (w / w), 16% (w / w), after 3 hours was measuring the volume edema in rat foot (Post test). The analyzed data was the difference between pre-test and post-test. Data were analyzed by using SPSS version 19.0 for windows with parametric tes one way ANAVA 95% trust level. The ANAVA result obtained significance value 0.006 (p <0.05) means there are significant differences in the influence of the five treatment groups, the negative control group was 0.013 ± 0.007 ml, the positive control 0.035 ± 0.012 mL of duduk leaves extract ointment levels of 8% 0,022 ± 0.009 ml, at level 12% 0.028 ± 0.014 and level 16% 0.033 ± 0,009 ml. It could be concluded ointment of duduk leaves extract at level 12 % and 16% have anti-inflammatory effect were almost propotional to the positive control betamethasone dose of 2 g.
Keyword: Duduk Leaves (Desmodium triquetrum (L.) DC), flavonoid, anti-inflammatory
UJI EFEKTIVITAS SALEP DAUN DUDUK (Desmodium triqurtrum (L.) D.C) SEBAGAI ANTI INFLAMASI PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR
Niken Dyah Ariesti, Agitya Resti Erwiyani, Rosalia Agustini INTISARI
Daun Duduk (Desmodium triquetrum (L.) D.C) mempunyai kandungan senyawa yaitu flavonoid yang diduga mempunyai aktivitas anti inflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek anti inflamasi salep daun duduk pada tikus putih jantan galur wistar. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan pre and post test group design menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 kelompok perlakuan. Kaki tikus diinjeksi larutan karagenin 0,1% b/v, 3 jam kemudian ukur volume udem kaki tikus dengan pletismometer (Pre test). Kemudian diberikan perlakuan kontrol negatif (Basis salep), kontrol positif (Betametason), dan salep ekstrak daun duduk kadar 8% (b/b), 12% (b/b), 16% (b/b), setelah 3 jam ukur volume udem kaki tikus (Post test). Data yang dianalisis adalah selisih antara pre test dan post test. Data dianalisa menggunakan SPSS versi 19,0 for windows dengan uji paramatik ANAVA satu jalan taraf kepercayaan 95%. Hasil ANAVA diperoleh nilai signifikansi 0,006 (p<0,05) yang artinya ada perbedaan secara bermakna pengaruh dari kelima kelompok perlakuan, dimana Kelompok kontrol negatif adalah 0,013 ± 0,007 ml, kontrol positif 0,035 ± 0,012 ml, salep ekstrak daun duduk kadar 8% 0,022 ± 0,009 ml, kadar 12% 0,028±0,014 dan kadar 16% 0,033 ± 0,009 ml. Sehingga dapat disimpulkan salep ekstrak daun duduk kadar 12% dan kadar 16% memiliki efek anti inflamasi yang hampir sebanding dengan kontrol positif betametason dosis 2 g.
Kata kunci: Daun Duduk (Desmodium triquetrum (L.) D.C), flavonoid, anti inflamasi
PENDAHULUAN Inflamasi merupakan respon pertahanan tubuh terhadap kerusakan sel ataupun jaringan yang disebabkan oleh berbagai rangsangan fisika, kimia, mekanis maupun akibat peningkatan kristal asam urat yang berlebihan (Gunawan dan Mulyani, 2004). Selain itu inflamasi merupakan suatu proses di dalam tubuh dengan tujuan untuk memperbaiki jaringan yang rusak serta mempertahankan diri terhadap infeksi (Price dan Lorraine, 1995). Penelitian mengenai obat tradisional sebagai anti inflamasi yang telah diteliti oleh Marline Abdassah, dkk pada tahun 2009 dengan judul Formulasi ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis (Parkins.) Fosberg) dengan basis gel sebagai anti inflamasi. Senyawa yang diduga sebagai anti inflamasi adalah flavonoid. Hasil penelitian menunjukkan sediaan gel anti inflamasi yang mengandung ekstrak daun sukun yang memiliki aktivitas anti inflamasi, relatif stabil serta aman untuk digunakan. Formula yang memberikan aktivitas anti inflamasi paling baik adalah formula dengan konsentrasi ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis (Parkins.) Fosberg) 16% b/v dengan memberikan efek inhibisi radang 6,96%. Tanaman yang diduga memiliki efek anti inflamasi adalah daun duduk (Desmodium triquetrum (L.) D.C.) karena daun duduk mempunyai kandungan flavonoid yang diduga berkhasiat sebagai anti inflamasi. Ekstrak daun duduk (Desmodium triquetrum (L.) D.C.) mempunyai aktivasi anti inflamasi dan konsentrasi efektif tertentu salep ekstrak daun duduk (Desmodium triquetrum (L.) D.C.) memiliki aktifitas anti inflamasi yang sebanding dengan salep betametason dosis 2 g.
BAHAN DAN CARA Alat dan Bahan 1. Bahan Daun duduk (Desmodium triquetrum (L.) D.C.), kontrol negatifnya vaselin alba, kontrol positifnya betametason salep dosis 2 g, tikus putih jantan galur wistat dengan berat 180-200 g, kjaragenin, aquadest, etanol 70%, 2. Alat Erlenmayer, aluminium foil, timbangan analitik, kain flanel, gelas ukur, beaker gelass, ayakan nomor 30 mesh, waterbath, cawan penguap, mortir, pot salep, suntikan sublantar ukuran 1 ml, timbangan, stopwatch, kandang tikus, dan pletismometer. Cara penelitian 1. Determinasi tanaman Determinasi dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Biosistemik Fakultas Biologi Universitas Diponegoro Semarang untuk mengetahui kebenaran dari tumbuhan daun duduk (Desmodium triquetrum (L.) D.C.) 2. Penyiapan bahan baku
Daun duduk dicuci dengan menggunakan air mengalir sampai bersih lalu ditiriskan, dirajang selanjutnya dilakukan pengeringan. Setelah kering rimpang dibuat serbuk dengan cara diblender sampai halus dan diayak dengan ayakan nomer 30 mesh. 3. Pembuatan ekstrak daun duduk Pembuatan ekstrak etanol daun duduk (Desmodium triquetrum (L.) D.C) menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 70%. Hasilnya diuapkan menggunakan waterbath pada suhu 50℃ dan diperoleh ekstrak kental daun duduk. 4. Identifikasi senyawa flavonoid 0,1 gram ekstrak kental daun duduk ditambahkan metanol hingga terendam kemudian dipanaskan. Filtrat dari ekstrak daun duduk kemudian ditambahkan H2SO4 pekat. Adanya kandungan flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah karena penambahan H2SO4 pekat (Harborne, 1987). Ekstrak daun duduk (Desmodium triquetrum (L.) D.C.) diencerkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan metanol sampai terendam lalu dipanaskan. Filtrat ditambahkan H2SO4 pekat sehingga terbentuk warna merah yang menunjukkan adanya flavonoid (Harborne, 1987). 5. Identifikasi bebas etanol Uji etanol secara kualitatif dilakukan dengan menambah dua tetes H2SO4 pekat dan 1 mL larutan kalium dikromat, adanya kandungan etanol dalam ekstrak ditandai dengan terjadinya perubahan warna mula-mula dari jingga menjadi hijau kebiruan (Robinson, 1995). 6. Pembuatan salep ekstrak daun duduk Pada penelitian ini sediaan salep yang akan digunakan adalah sediaan salep dengan konsentrasi ekstrak daun duduk 8% (b/b), 12% (b/b), 16% (b/b) yang dibuat 2 g. Cara pembuatan salep :
Ditimbang ekstrak daun duduk sesuai konsentrasi dan timbang basis salep (Vaselin alba) kemudian sedikit demi sedikit ekstrak daun duduk ditambahkan ke dalam basis salep, dicampurkan sampai homogen 7. Pembuatan karagenin 1% b/v Ditimbang sebanyak 0,1 gram karagenin kemudian dilarutkan dalam NaCl 0,9% hingga volume 10,0 ml. 8. Cara penelitian Hewan uji yang akan digunakan diadaptasi terlebih dahulu dalam lingkungan penelitian selama 5 hari sebelum dilakukan percobaan. Tiga puluh ekor hewan uji yang telah memenuhi kriteria dibagi dalam 5 kelompok secara acak dan banyaknya sama. Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini dipelihara pada kondisi yang sama. Masing – masing hewan uji diberi tanda pada batas mata kaki kanan di belakangnya kemudian diukur volume normal kaki sebelum diberikan larutan karagenin 1 % b/v yang menggunakan alat pletismometer, ini dilakukan untuk mengetahui
volume normal kaki tikus sebelum di injeksi dengan larutan karagenin 1 % b/v. Setelah itu diinjeksi dengan larutan 0,1 % ml larutan karagenin 1 % b/v pada semua kelompok perlakuan secara suplantar setelah itu diukur volume udem tikus menggunakan alat pletismometer, sebagai data pre test. Setelah 3 jam masing – masing kelompok mendapat perlakuan yaitu kelompok I (kontrol negatif), diberikan basis salep yaitu vaselin alba pada, kelompok II (kontrol positif), diberikan salep betametason 2 g, kelompok III diberikan salep ekstrak daun duduk dengan konsentrasi 8% b/b, kelompok IV diberikan salep ekstrak daun duduk dengan konsentrasi 12% b/b, kelompok V diberikan salep ekstrak daun duduk dengan konsentrai 16% b/b. Setelah 3 jam, volume udem kaki kanan tikus diukur menggunakan pletismometer sebagi data pos test dan didapatkan data. Data merupakan selisih antara volume udem tikus pre – post test 9. Analisis data Data danalisis menggunakan Shapiro-wilk untuk mengetahui normalitas data dan uji Levene-test untuk mengetahui homogenitas data kemudian dilanjutkan dengan uji ANOVA satu jalan dan uji LSD, taraf kepercayaan 95%.
HASIL Hasil determinasi tanaman dalam penelitian ini (Desmodium triquetrum (L.) D.C.) adalah sebagai berikut: Famili 108. Papilionaceae 1c, 13b, 23a, 24b, 25b, 26a, 27b, 28c, 29a, 30a, 32a, 33b, 34b-35a- Genus: Desmodium-1b-2b-3b-5b-6a-Spesies: Desmodium Triquetrum (L) D.C Identifikasi flavonoid didapatkan hasil warna merah pada penambahan metanol dan H2SO4.
Penambahan methanol dan H2SO4
Merah
Tabel l. Hasil Pengamatan Selisih Rata – Rata Penurunan Udem Kaki Tikus
Kelompok. Perlakuan
Mean ± SD Selisih Penurunan Udem (ml)
K – (Basis salep)
0,013 ± 0,007
K + (Salep betametason)
0,035 ± 0,012
K1 (ekstrak 8% b/b)
0,022 ± 0,009
K2 (ekstrak 12% b/b)
0,028 ± 0,014
K3 (ekstrak 16% b/b)
0,033 ± 0,009
Keterangan Mean : Nilai rata – rata SD
: Standar Deviasi
Tabel Uji LSD
Pasangan Perlakuan
p-value
Kesimpulan
K (-) vs K (+)
0,002
Berbeda signifikan
K (-) vs P1
0,219
Berbeda tidak signifikan
K(-) vs P2
0,022
Berbeda signifikan
K (-) vs P3
0,001
Berbeda signifikan
K (+) vs P1
0,035
Berbeda signifikan
K (+) vs P2
0,301
Berbeda tidak signifikan
K (+) vs P3
0,931
Berbeda Tidak signifikan
P1 vs P2
0,252
Berbeda tidak signifikan
P1 vs P3
0,029
Berbeda signifikan
P2 vs P3
0,263
Berbeda tidak signifikan
Keterangan: Jika p-value < 0,05 ada perbedaan signifikan Jika p-value > 0,05 tidak ada perbedaan signifikan K(-) : Basis salep (vaselin album) K(+) : Salep betametason P1
: Salep ekstrak daun duduk (SEDD) dengan konsentrasi 8% b/b
P2
: Salep ekstrak daun duduk (SEDD) dengan konsentrasi 12% b/b
P3
: Salep ekstrak daun duduk (SEDD) dengan konsentrasi 16% b/b
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil determinasi diperoleh kepastian bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun duduk (Desmodium triquetrum (L.) D.C.). Identifikasi flavonoid didapatkan hasil warna merah pada penambahan metanol dan H2SO4 .
Flavonoid
Flavonol
Kalkon (warna merah)
Merah
Dari data hasil uji LSD menunjukkan bahwa penurunan volume udem kelompok K(-) vs K(+), P2, P3 berbeda signifikan ini berarti efek penurunan volume udem pada K(-) dan K(+), kadar P2, P3 tidak memiliki efek yang sama dalam penurunan volume udem. Kelompok K(-) vs P1 berbeda tidak signifikan ini berarti bahwa efek penurunan volume udem pada K(-) dan kelompok kadar P1 hampir sama tetapi jika dilihat dari selisih penurunan volume udem salep kadar P1 memiliki efek penurunan udem yang lebih besar dibandingkan dengan K(-). Kelompok K(+) vs P2, P3 berbeda tidak signifikan ini berarti bahwa efek penurunan volume udem pada K(+), P2, P3 memiliki efek yang hampir sama. Pada salep ekstrak daun duduk kadar 8% b/b, 12% b/b, 16% b/b mempunyai efek penurunan volume udem karena ini membuktikan bahwa salep daun duduk memiliki efek sebagai anti inflamasi karena mengandung zat aktif yaitu flavonoid yang memiliki mekanisme kerja yaitu menghambat jalur siklooksigenase dan lipooksigenase agar asam arakhidonat tidak melepaskan mediator inflamasi. Penelitian ini sesuai dengn penelitian sebelumnya yaitu penelian Marlin, dkk pada tahun 2009 yang menggunakan ekstrakk daun sukun (Artocarpus altilis (Parkins.) Fosberg) dengan basis gel
sebagai anti inflamasi dengan zat aktif yang sama yaitu flavonoid, ini membuktikan bahwa salep daun duduk (Desmodium triquetrum (L.) D.C.) dan ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis
(Parkins.) Fosberg) dengan basis gel sama – sama berefek sebagai anti inflamasi karena
mengandung zat aktif flavonoid dengan mekanisme kerja yaitu menghambat jalur siklooksigenase dan lipooksigenase agar asam arakhidonat tidak melepaskan mediator inflamasi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Salep ekstrak daun duduk (Desmodium triquetrum (L.) D.C) mempunyai efek anti inflamasi pada tikus putih galur wistar 2. Salep ekstrak daun duduk dengan konsentrasi 12% b/b dan 16% b/b memiliki aktifitas anti inflamasi yang hampir sama dengan salep Betametason 2 g. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan uji perbandingan menggunakan salep anti inflamasi yang berbeda untuk mengetahui efektifitas anti inflamasi pada salep tersebut. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang stabilitas salep ekstrak daun duduk (Desmodium triquetrum (L.) D.C) sebagai alternatif obat anti inflamasi alami.
UCAPAN TERIMA KASIH Kepada semua Tim peneliti yang telah membantu dalam penelitian DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawan, D., dan Mulyani, S., 2004, Farmakognosi, 140, Swadaya, 139-151 Jakarta. 2. Price, S.A., dan Lorraine, W., 1995, Patofisiologi, edisi IV, 410-411, EGC, Jakarta. 3. Hendrayana, Jemmy, Sumiwi, A. dan Abdasah. M., 2009, Formulasi Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis (Parkins.) Fosberg) Dengan Basis Gel Sebagai Anti Inflamasi, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran 4. Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Cetakan Kedua, oleh Padmawinata, K. dan Soediro,I., 345-354, Penerbit ITB, Bandung. 5. Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, 71,157, Penerbit ITB, Bandung. 6. Dalimartha, S., 1999, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Trubus Agriwijaya, Jakarta. 7. Depkes RI, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, 33, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.