TUGAS PERANCANGAN FILM KARTUN NASKAH
THE WHITE OF GREENOCH
By : FERA HERLINA SARI
09.11.3383
GREENOCH “Cinta menyatukan semua tujuan waktu”
Jendela terbuka, mempersilahkan hembusan angin masuk, semilir menyentuh seekor gadis yang sedang duduk di depan jendela, menggoreskan pensilnya pada selembar kertas, melukis setangkai bunga mawar yang cantik. Kamarnya penuh dengan tempelan gambar yang ia buat. Warna biru langit yang dominan bersatu pada kumpulan kertas yang saling menempel, memperlihatkan kisah khayalan dari sang gadis bernama Windy. Windy memandang ke arah luar, matanya menuju pada dua tupai sejoli yang saling menyayangi dan mesra, memakan ice cream bersama. “Apa yang kau lihat? Sapa seorang
gadis, setelah mengetuk pintu kamar Windy, tapi ia tak
menghiraukannya, dan wanita itu masuk begitu saja. “Hai, lala....” sahut Windy sedikit kaget, melihat Lala yang berdiri di belakangnya. “Apakah kau jadi ikut tour hari ini? Ku dengar Ang ikut.” Ujar Lala “Apa???!!! Ang ikut?” Windy serentak terkejut mendengar ucapan Windy. Mendengar nama Ang, wajah Windy langsung berseri. Itu pun hanya mendengar namanya, lain hal jika ia bertemu dengan Ang, Windy bisa sangat gugup dan salah tingkah. Ya. Karena Ang adalah pujaan Windy . “Aku ikut!!” seru Windy, bergegas, mempersiapkan pakaian dari dalam almarinya, mengemas buku dan beberapa barang bawaan yang ia butuhkan. “Apa kau yakin? Kau tahu betul tempat apa yang akan kau kunjungi kan??” tanya Lala, meyakinkan Windy yang begitu antusias. Windy bergegas membuka kotak obat, dan mengambil beberapa masker. Lalu menyiapkan sepatunya. Mencium pipi Lala, dan pergi meninggalkan rumah.
SERBUK SARI
“Windy!!” sapa mimi, merangkul windy yang berjalan mengikuti arah banyak orang menuju suatu tempat. Di Pagi yang cerah itu sekumpulan remaja mengikuti acara penghijauan Desa, Sebuah Desa yang bernama Havana, di mana para anak remaja di pandu menelusuri hutan menuju tempat yang benama Greenoch. “Tak kusangka kau mau mengikuti acara ini.” Ujar mimi, dan Windy hanya tersenyum. “ah! Pasti karena ada dia.” Mimi menunjuk seorang laki-laki bertubuh tinggi, berparas tampan, berekspresi datar tapi mempesona semua gadis yang ada di situ. Melihat Ang yang bejalan tak jauh di depannya, wajah Windy sangat berseri, tanpa mengatakan apapun. Sampai sampai ia tak sadar bahwa ia menginjak tanaman menjalar, tanaman itu menjerat kakinya dan ia tersungkur jatuh tepat di depan lumpur. Semua mata tertuju ke padanya, untung saja Windy tidak terjatuh ke kubangan lumpur itu. Beberapa meter tepatnya dari xxxxx. Windy merasakan ada hal yang aneh dengan dirinya, dia bersin bersin, ........................................................................., “Kau baik-baik saja?” tanya mimi, sambil mengeluarkan tisu dan menyodorkannya ke Windy yang terus menerus bersin. “Kau ini, sudah tau alergi serbuk sari. Kenapa ikut...” “Hurrfftt, tak apa, santai saja”, Windy terus berusaha menarik ingusnya. “Astaga...., ada ya makluk cipataan Tuhan sesempurna kamu, pesti akan sangat menyenangkan bisa selalu berada di sisinya”, Windy mulai mengkhayal hal-hal menyenangkan yang dilakukan bersama Ang. Saat mereka tiba di sana, ketua memandu dan membagi semua remaja yang ikut serta menjadi beberapa kelompok, Windy sangat mengharapkan bisa 1 kelompok dengan Ang, tetapi sayangnya Windy bekerja dengan para trio bawel dan anak-anak kecil yang usil, tentu saja masih dengan temannya Mimi. Sedangkan Ang mempunyai kelompok dengan para remaja-remaja seumuran dan tetntu saja dengan seorang wanita yang disukai Ang. Yaitu Bella.
Widy tak henti-hentinya mendengar celoteh tiga trio gadis yang super cerewet itu, karena yang Windy lakukan hanyalah bersin-brsin dan mengusap-usap matanya, anak-anak kecilpun ak henti-hentinya menjahili Windy yang sedang mencabut rumput-rumput ilalang yang mengganggu tumbuhnya bunga-bunga. “Duhh aku sial banget sih, di marah terus, apa lagi anak- anak ini...”, Windy menggerutu, dan tanpa sadar didengar oleh salah satu tiro yang tak jauh darinya. “Dasar.., di suruh kerja malah menggerutu, kerja yang benar dong, itu sampah di sana di buang...!”, Ujar gadis itu mengutuk Windy dengan pedasnya, dan tentu saja membuat Windy menjadi bengong karena tak menyangka kata-kata nya di dengar olehnya. Rumput-rumut yang menjadi bagian Windy akhirnya selesai dengan usaha yang luar biasa, akhirnya dengan ogah-ogahan diaa beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju gundukan pembuangan sampah. Disana Windy berdiri cukup lama berusaha mengatur wajahnya yang sangat kacau dengan keringat yang mengalir deras, mata yang berair, dan ingus yang mengalir, saat dia sudah merasa sedikit baikan, dia berbalik ke belakang dan menyadari disampingnya ada Ang yang sedang berusaha membuang bunga-bunga layu yang ada di keranjang sampahnya. Ang melihat Windy yang berwajah merah dan kacau sedang terdiam melihatnya, Ang mengira Windy ingin menawarkan bantuan untuk mengeluarkan sampah-sampah bunga yang layu itu. Akhirnya Ang menyerahkan keranjang bunga kepada Windy dan Ang yang mengeluarkan sampah-sampah yang berada di keranjang dengan cepat. Ketika usai, Ang ingin mengambil keranjang sampah yang di tangannya Windy, dan tanpa sadar tangan mereka bersentuhan, Windy merasakan sengatan listrik yang luar biasa dan memelototkan matanya karena saking terkejutnya, Ang memberikan senyuman hangat dan tawa renyah, mengucapkan terimakasihnya sambil menepuk pundak Wendy. Masih dengan posisi yang sama saat ditinggal Ang, berdiri terpaku, tanpa sadar Windy didorong oleh para anak-anak kecil yang usil dan “braaakkkkk”, dengan mulus Windy mendarat di tumpukan sampah, tak henti-hentinya Windy bersin-bersin. Kondisinya seperti orang terkena penyakit flu berat. Ia pun bangkit, membersihkan baju dan lututnya. Sejenak mata Windy tertuju pada sesuatu yang tiba-tiba terlihat beberapa langkah di sampingnya. Nampak tanaman bunga mawar, berukuran sedang, dan hanya memiliki satu tangkai bunga mawar berwarna putih. Windy mendekati mawar itu, sejenak ia mengingat sesuatu yang sangat menyentuh hatinya, wajah sang Ibu sesaat terlintas dalam bayangan semu, Windy berliang air mata, betapa dalamnya cerita masa lalu yang di ceritakan oleh ayahnya waktu ia masih kecil. Windy semakin mendekat, walau ia kondisinya semakin tak membaik, bersinnya tak bisa di hentikan, tapi Windy keras kepala mendekati mawar itu, Ia ingin menyentuhnya, Ia ingin menciumnya. Dan akhirnya Windy melakukan itu, Ia mencium
mawar putih itu, sambil meneteskan air mata. Tiba tiba mimi datang menepuk pundak Windy, menghentikan waktu yang begitu Indah bagi Windy. “Apa yang kau lakukan?” tanya mimi. Windy hanya tersenyum, lalu menggandeng tangan Mimi dan meninggalkan tepat itu. Sesampainya di rumah, Windy masih saja bersin bersin, ia langsung menuju kamar mandi, membersihkan badannya, lalu memakai piama, dan meminum segelas susu hangat yang di buatkan oleh ayahnya. “Bagaimana harimu sayang?” tanya sang ayah sambil mengaduk adonan kue. “Apa kau merindukan Ibu?” tanya Windy tiba-tiba, membuat ayahnya berhenti mengaduk adonannya dan terpaku diam sejenak. Lalu menghampiri Windy yang duduk di meja makan, dan mengecup keningnya. “Mana bisa aku merindukannya, kalau kau selalu di sampingku?”
ujar
ayahnya. Windy memberikan senyum termanisnya. Ibu Windy meninggal saat ia melahirkannya, dan Windy tinggal dengan ayahnya seorang. “Hari ini aku melihat bunga yang paling indah di Greenoch.” Ujar Windy. “Bunga apa itu?” tanya sang ayah. “White rose....” sahut Windy, lalu mencium pipi sang ayah, dan mengucapkan selamat malam. Lalu ia bergegas ke kamarnya. Windy mengeluarkan selembar kertas, lalu menggambar hal yang berarti yang ia jalani hari ini, dan jadilah sebuah sketsa, menggambarkan Ia sdang mencium setangkai bunga mawar. Lalu Windy beranjak tidur, meninggalkan sketsanya di atas meja.
ANG
Semua orang ingin melihat siang yang cerah hari ini, namun tidak pada kenyataannya. Langit nampak mendung, dan angin bertiup sangat kencang, mengalunkan suara ranting pohon yang bergonyang, menerbangkan kain-kain yang berderet pada tali jemuran. Orang-orang nampak terburu buru sebelum hujan lebat turun. Windy saat itu membantu ayahnya menutup toko kue milik mereka. Mengangkat piring piring kotor, merapikan kursi-kursi, dan sebagainya. Nampaknya mereka akan menutup toko mereka lebih cepat dari biasanya.
Beberapa saat kemudian terdengar bunyi bel sepeda yang berhenti di depan toko mereka, Windy melihat ke arah luar, dan ingin memberitahukan bahwa toko mereka akan segera tutup karena acuaca yang buruk sore itu. Tapi sesuatu berkata lain, ketika seseorang yang datang itu adalah seseorang yang tak diduga, pria dengan baju biru langitnya itu memarkirkan sepedanya, melangkah ke teras, dan tersenyum kepada Windy. Ang mengunjungi toko mereka dengan wajah penuh harapan, untuk membeli sesuatu dari toko mereka. “Hai...” sapa Ang, Windy berdiri tegak, membawa nampan, dan menyambut Ang dengan gugup, tapi berseri. “Apa kalian akan tutup?” tanya Ang. “aa....ya..., tapi! Apa yg bisa aku bantu?” jawab Windy. “Aku ingin membeli kue strowberry, apakah kalian mempunyainya?” mata Ang tertuju pada lemari kaca, tempat kue di sajikan. “oh! Kita sudah kehabisan hari ini. Bagaimana dengan...” belum sempat Windy meneruskan ucapannya, tiba-tiba angin berhembus kencang dan hujan turun dengan serentak. Ang melihat sepedanya sudah terguyur hujan, dan Windy menawarkan Angg untuk berteduh dan singgah di kedai kuenya. Tak punya pilihan Ang pun menerima tawaran Windy dan masuk ke kedalam toko. Ang duduk di sebuah kursi di sudut toko dekat dengan pintu. Lalu ayah Windy datang menyapa Ang. “Hujan akan sangat lebat, dan sebaiknya kau ikut kami ke dalam.” Ujar ayah Windy, mempersilahkan Ang masuk ke dalam rumah mereka. Ang pun tak menolak, dan ikut masuk ke dalam rumah Windy yang terhubung dengan toko kue mereka. Di sana Ang duduk di dekat perapian pada sebuah karpet dengan dua bantal besar dan beberapa bantal kecil di sampingnya. Ang menjulurkan tangannya, menghangatkannya dan mellihat ayah Windy mengaduk adonan kue, dan memasukkan ke dalam oven panggang. Tak lama kemudian Windy datang membawakan secangkir cokelat panas untuk Ang. “Maaf merepotkan.” Kata Ang sambil mengambil segelas cokelat yang di sodorkan kepadanya. “Tak apa..” sahut Windy sambil tersenyum ramah, ia tak percaya bahwa sekarang ini Ang berada di rumahnya. “Apa flu mu sudah sembuh?” tanya Ang. Windy agak bingung dengan pertanyaan Ang, dan ia teringat ketika mereka berada di Greenoch. “Oh! Yag waktu itu... ya aku sudah baikan.” Jawab Windy. “Sebelumnya aku tak pernah melihatmu pergi ke Greenoch?”
“Aha... ya aku baru pertama kali pergi ke Greenoch, tapi semua orang suka dengan bunga, di sana Indah sekali... semua bunga yang ada di dunia ini bisa di tanam di sana...” Jawab Windy tetap dengan senyumannya. “Aku akan membuatkan kue storwberry untuk mu. Siapa namamu anak muda?” tanya ayah Ang. “Angg.” Serentak Angg dan Windy menjawab. “Kau tahu namaku?” tanya Ang agak heran, mendengar Windy ikut menjawab, dan Windy pun hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu mengulurkan tangannya, dan memperkenalkan dirinya. “Hai Ang aku Windy.” Angg menjabat tangannya sambil tersenyum manis, membuat wajah windy merah merona, dan beranjak meninggalkan Ang, membantu ayahnya yang sibuk memutar adonan. Ang mendekat, dan melihat apa yang di lakukan Windy dan ayahnya. Sorot matanya kagum melihat proses pembuatan kue, asyik melihat setiap prosesnya dan sesekali bertanya-tanya mengenai cara pembuatan kue. “Kau pernah membuat kue?” tanya Windy. “Jika ku jawab iya, apakah aneh jika seorang pria suka membuat kue dan memasak?” jawab Ang. Dan Windy menggelengkan kepalanya “tentu saja tidak.” Ujarnya. Mereka berdua pun saling berbincang semakin akrab. Alangkah senangnya Windy di siang yang mendung itu, hujan membawa keberuntungan untuknnya. Saat hujan berhenti, Ang duduk di sebuah sofa dekat jendela, melihat ke adaan luar, melihat sepedanya yang basah di luar, melihat pepohonan dengan tetesan air di setiap daunnya, Ang membuka jendela, lalu menghirup udara sore itu yang sejuk oleh hembusan angin yang meniup lembut. Windy menghampirinya dengan membawa sekotak kue cake strowberry pesanan Ang. “Ini kue stroberry milikmu Ang...” ujar windy. Lalu Ang mengambilnya dan bersiap untuk pulang. “Terima kasih atas jamuannya dan kuenya....” sahut Ang sambil tersenyum, lalu mengeluarkan sejumlah uang bermaksud membayar cake yang di buatkan untuknya, tapi Windy menolak, begitu juga Ayah Windy. Ang berterima kasih lalu meninggalkan rumah mereka, mengambil sepedanya yang ia parkirkan di depan kedai kue, lalu melambaikan tangan pada Windy dan pergi. Windy sangat senang, beberapa jaraknya Ang beranjak dari toko kuenya, Ia riang gembira, berlonjak lonjak dan mencium pipi ayahnya. Ia menuju kamarnya, dan mengambil kertas membuat sketsa ketika ia sedang membuat kue di temani oleh Ang sang pujaan hatinya.
BIBIT MAWAT PUTIH
Ketika ia membuat sketsanya, Windy teringat saat saat Ia berada di Greenoch, tangannya berhenti menggores pensil di atas skesanya, lalu memikirkan sesuatu yang menarik baginya, Ia beranjak menghampiri ayahnya. “Ayah! Apakah ka memiliki bibit bunga mawar?” tanya Windy, ayahnya sedikit heran ketika Windy menanyakan bibit bunga mawar. Yang ia tahu bahwa puterinya mempunyai alergi terhadap serbuk sari. Melihat keseriusan Windy menanyakan bibit bunga, ayah Windy menuju gudang kecil di belakang rumahnya yang berisi peralatan kebun milik ayahnya, dan ia mendapatkan sebuah kotak kecil usang, dan isinya terdapat apa yang diinginkan Windy. Ayah Windy datang lalu memberikan kotak kecil itu kepada Windy. “ayah memiliki ini????” Windy terkejut. “Ini milik ibumu, ia suka sekali dengan bunga mawar, ayah menyimpan semua peralatan kebun milik ibumu di gudang belakang, dan menemkan ini. Coba saja, siapa tau ini bisa di tanam.” Ujar ayahnya. Keesokan harinya, Windy bergegas meninggalkan rumah, Ia tak memberikan kemana ia akan pergi ke pada ayahnya, Ia memberitahukan bahwa ia akan cepat pulang, tentu saja ayahnya tak akan mengijinkan Windy pergi ke Greenoch jika ia memberitahukan yang sebenarnya. Dalam perjalanannya, seseorang memanggilnya dari arah jauh, Windy mengenal suara orang it, lalu berbalik penuh pengharapan, hatinya serontak senang ketika Ang yang menghampirinya saat itu. “Mau kemana?” tanya Ang menghentikan sepedanya. “Aku mau pergi ke Greenoch.” Jawab Windy. “Hah? Greenoch? Apa yang akan kau lakukan di sana? Sendiri?” tanya Ang heran dan penasaran. “Ya... aku sendiri.” Windy senyum memperlihatkan giginya. Tak sanggp bertatapan dengan Ang, Windy bergegas menyudai percakapan mereka, dan bergegas meninggalkan Ang. “Hey!! Tunggu!” seru Ang, Windy pun menghentikan langkahnya, “Aku ikut.” Kata Ang, membuat Windy terkejut dengan keputusa Ang, Lalu mereka berdua pergi ke Greenoch berdua.
Sampai disana windy mengeluarkan kantung plastik dari dalam tasnya, dan sekop kecil. “Kau baik baik saja?” tanya Ang khawatir dengan kondisi Windy yang bersin bersin tiada habisnya dengan menggunakan masker. Ia melihat Windy mengambil tanah dengan skop miliknya dan memasukkannya ke dalam kantung. Ang heran melihat apa yang di lakukan Windy. “Kau ingin membawa pulang tanah Greenoch? Yang benar saja....” ujar Ang heran. “Tanah Greenoch hanya bisa di tanami, di sini saja, jika kau membawanya pulang tidak ada gunanya, fungsinya akan berubah seperti tanah biasa pada umumnya, tidak semua tumbuhan bisa kau tanam.” Sambung Ang, tetapi Windy tak menghiraukannya dan terus mengambil tanah sampai sebagian kantungnya penuh. “Aku tau apa yang kau ucapkan barusan, tapi aku hanya ingin tanaman yang akan aku tanam di tanam dengan tanah Greenoch, walaupun pada akhirnya keajaiban tanah Greenoch ini akan hilang, tapi aku akan berusaha. Bagaimanapun juga ini tetaplah tanah yang bisa menumbuhkan sesuatu.” Jelas Windy. Lalu ia menyelusuri Greenoch, menengok sana sini. “Apa yang kau cari?” tanya Ang. “Mawar Putih...” sahut Windy. Beberapa lamanya Windy mencari, Ia tak menemukan mawar putih itu, yang ada adalah mawar merah biasa. “Sudahlah, ayo kita pulang, sepertinya kau sedang tidak sehat hari ini.” Ajak Ang. Dengan wajah sedikit kecewa, mereka pun pergi meninggalkan Greenoch dengan membawa sekantung plastik berisi tanah Greenoch.
MAWAR DAN RINTANGANNYA
Pagi yang cerah dimana Windy sibuk mengangkat sebuah pot berukuran sedang, lalu mengisi pot itu dengan tanah Greenoch yang sudah di campuri pupuk, dan membuka kotak bibit bunga mawar putih lalu windy menaburnya di atas pot, terakhir ia menyiram bibit itu. “Hey, apa yang kau tanam?” sapa Ang yang kebetulan lewat di depan rumah Windy. Windy kaget dengan kedatangan Ang tiba-tiba, “Hai, Ang, aku menanam mawar putih.” Jawab windy sambil merapikan poninya. Mereka tak berbincang lama, Ang lalu beranjak pergi dengan sepedanya. Hari demi hari, Ang dan Windy semakin akrab, Ang sering membeli kue di toko milik ayah Windy, dan Windy selalu merawat tanaman miliknya. Menyiramnya dan memperhatikan pot itu sebelum tidur.
“Hey... aku heran denganmu, kau kan alergi serbuk sari, kenapa kamu menanam bunga mawar?” tanya mimi sore itu sambil berbaring di kasur Windy dan melihatnya sedang memandangi tanaman yang tingginya sekotar 30 cm. Windy bengong tidak menghiraukan perkataan Mimi, lalu Mimi mendekat dan menepuk bahu Windy. “Hey!!!” seru Mimi, membuat Windy kaget. “Perasaan baru 1 bulan yg lalu kau menanam bunga ini, kenapa sudah sebesar ini??!” Mimi terkagum kagum. “Aku akan memerikannya kepada Ang ketika sudah berbunga.” Sahut Windy penuh percaya diri. “Ku dengar kalian berdua sekarang akrab...” ujar Mimi. Dan Windy hanya tersenyum sambil memandang tanamannya. Seminggu berlalu, ketika Windy beranjak dari tempat tidurnya, alangkah terkejutnya Ia ketika melihat sekuncup mawar putih yang ia letakkan di samping jendela bersemi membuat tanaman itu terlihat hampir sempurna. Windy sangat senang, meloncat loncat kegirangan, sesaat ia terhanyut pada kesenangannya itu, sebuah bola kasti dengan laju dari arah lapangan menghantam pot bunga milik Wendy, dan brak!! Pot itu jatuh dan pecah berserakan, Wendy serontak kaget, dan kecewa, ia sedikit shok. Ia berlari keluar rumah, belum ia menghampiri bunganya, seorang pria setengah baya mendorong grobaknya melintas dan melindas tanaman Windy yang jatuh itu. “Tidak!!!!” seru Windy shok, melihat tanamannya terlindas gerobak, tapi bapak itu tak menghiraukan dan terud mendorong gerobaknya. Ke esok harinya Winda menaruh bunga mawarnya di atas rak bunga yang ada di teras rumahnya. Ia memastikan bahwa tempat itu aman dari ancaman. Mau tidak mau ia harus menunggu bunga itu bersemi lagi. Seminggu berlalu, Windy senang karena sebentar lagi ia bisa memberikan bunganya kepada Ang. Siang itu Windy pergi bersama Mimi, membeli pita manis di toko aksesoris sebuah toko kecil milik Mr.Smith, Ia memilik warna pita yang cocok, mondar mandir, sedangkan Mimi ayik memilih pita rambut untuknya. Tak lama kemudian, mereka menemukan yang mereka mau dan beranjak pulang, di perjalanan Windy bertemu dengan tantenya dan sepupu kecilnya. Matanya menyorot tertuju pada apa yang di genggam sepupunya, setangkai mawar putih, Windy berbincang sejenak dengan tantenya, Hatinya berdebar untuk segera kembali ke rumah, dan memastikan bahwa mawarnya aman-aman saja, dan berharap yang di pegang sepupunya itu bukan mawar yang ia tanam. Sesampainya di pekarangan rumah, Windy berlari menuju teras rumah melihat tanaman miliknya. “Hey sedang apa kau?” tanya Lala menghampiri Windy yang sore itu sedang mengisi dua pot bunga dengan sisa tanah Greenoch yang ia ambil waktu itu. “Kenapa dengan bungamu?” sambung
Lala. “Kemarin sepupuku merengek menginginkan mawar putihku, dan ayah memotongnya.” Dengan wajah kecewa Wendy menceritakannya. “Lalu kenapa kau menananam satu bibit lagi?” tanya Lala penasaran. “Biar aku mempunyai cadangan, antisipasi!” sahut Windy tegas. “Ku kira tanah Greenoch tak akan mujarap jika di bawa ke suatu tempat.” Ujar Lala, “Iya, memang, tapi kenyataannya tanah ini bisa menumbuhkan bibit mawarku cepat dari tanaman biasanya.” Sahut Windy, sambil membereskan sisa sisa tanah yang berserakan di teras rumahnya. Beberapa saat kemudian Windy nampak bersiap meninggalkan rumahnya. “Mau kemana?” tanya Lala. “Ang mengajakku ke toko Mr.Smith. sampai nanti ya..!” Windy bergegas meninggalkan rumah, dan Lala menuju toko kue milik ayah Windy untuk membeli kue.
Di ANTARA 2 PILIHAN
Seminggu berlalu, setangkai mawar putih bersemi di antara tiga tanaman mawar yang Windy miliki. Windy sangat gembira, dan bersiap memetik mawar itu untuk di berikan kepada Ang. Lala datang dan masuk ke kamar Windy, menangis tersedu sedu di atas kasur Windy, “Kamu kenapa?” tanya Windy heran melihat temannya menangis tersedu sedu. Lalu lala menceritakan apa yang etrjadi pada dirinya. Hari ini adalah ulang tahun kekasih Lala, dan uang Lala yang ia kumpulkan hilang di perjalan menuju toko Mr.Smith, kini Lala tak memiliki uang untuk membeli sebuah Kalung untuk James kekasihnya. Lala tak berhenti menangis, “Apa kau sudah mencarinya berulang-ulang dan di tempat yang kau kunjungi akhir ini?” tanya Windy sambil tak kuasa menahan bersinnya akibat dari setangkai bunga mawar yang ia letakkan di atas meja. “Aku sudah mencarinya selama 4 jam, dan aku menyerah. Apa yang harus aku lakukan? Aku ingin memberikan sesuatu yang spesial untuk James.” Ujar Lala sambil terisak isak. “Berikan dia Kue cokelat manis. Akan ku ambilkan kue buatan ayahku.” Usul Windy. “James tidak suka makanan manis.” Sahut Lala, Windy berfikir sejenak, Ia tak tega melihat temannya yang sedih, lalu ia memandang ke aras setangkai mawar putih miliknya yang ia petik sore ini. Ia mengambilnya lalu membukusnya dengan plastik dan mengikatnya dengan pita putih yang cantik. Windy menyerahkan mawar putih miliknya ke pada Lala.
“Berikan ini pada James.” Windy menyodorkan mawar itu, dan Lala menolaknya, ia tahu betapa Windy menunggu mawar itu tumbuh untuk di berikan pada Ang. Tapi Windy terus mendesak Lala untuk menerimanya, Windy meyakinkan Lala, bahwa ia masih mempunyai atu tanaman bunga mawar lagi yang akan tumbuh kuncup bunganya. Dan pada akhirnya Lala menerma mawar itu, . “Terimakasih Win,...” Lala memeluk Windy dan bergegas menemui James. Hari demi hari berlalu, kini ada dua tanaman bungan mawar milik Windy yang bersemi kuncupnya. Windy tak sanggup menunggu bungan itu tumbuh besar. Setiap hari Windy memeriksa tanamannya dan menyiraminya. Siang itu matahari sangat terik, Windy sedang menyapu teras rumahnya dengan menggunakan masker, karena terdapat sekuncup bunga mawa yang sudah siap ia petik malam ini. Tak lama kemudian, Lala bersepeda berhenti di depan rumahnya. Membawa sebuah kotak yang di tujukan untuk Windy. Ia menerimanya lalu bergegas membukanya,ia ingin mengetahui apa isi kotak itu. Sehelai Gaun putih Indah ia dapati di dalam kotak itu. Windy terkejut, menatap Lala. “Gaun ini di buatkan ibuku untukmu.” Ujar Lala. Lala tak percaya, ia begitu senang, dan bersorak girang, memeluk Lala. “Aku tau kau membutuhkan ini untuk pesta dangsa tahun baru.” Ujar Lala ikut senang. “Anggap saja sebagai imbalan atas ats bunga mawar yang kau berikan itu.” Sambungnya, Windy berputar putar mengangkat gaunnya, seakan akan ia sedang berdangsa, terlalu semangat Windy bergerak, gaunnya menyenggol rak kayu tanaman pot, mengait paku yang menjulur keluar dan seketika gaunnya menarik rak itu dengan keras dan cepat, brak!! semua tanaman pot berjatuhan, tak terkecuali tanaman spesial milik Windy. Windy begitu panik dan Lala pun sangat terkejut dengan apa yg terjadi seketika itu. Tak sengaja Wiindy menginjak bunga mawarnya, spontan ia meloncat, baik Windy maupun lala sama-sama panik, membuat ayah Windy berlari mendatangi mereka.
SESUATU YANG AJAIB
Malam itu Windy tak berhenti bersedih, badannya loyo tak bersemangat, mukanya pucat, matanya bengkak bekas air mata. Ia bersembunyi di balik selimutnya, ia sangat kecewa, keinginannya untuk memberi bunga untuk Ang pupus sudah. Pesta dangsa para remaja akan diadakan besok malam, dan Windy sudah tak bisa lagi menunggu tanamannya tumbuh berbunga. Di sana mimi dan Lala menemaninya, mencoba menghiburnya, “Sudahlah... lagi pula Ang akan mendapat bunga dari Bella.” Ujar Mimi.
“Lagi pula kau bisa membeli bunga lain di toko bunga.” Tambah Lala memberi semangat. Windy tak menggubrisnya, ternyata ia telah tertidur lelap, Lala lalu mematikan lampu kamar, dan mereka tidur bersama di atas kasur empuk milik Windy. Ke esokan harinya, salah satu dari mereka yaitu Windy terbangun, ia dapati temannya masih tertidur pulas, Windy turun dari ranjangnya, dan membuka kaca jendela, menghirup udara segar pagi itu. “Haccciiii.............!” tiba-tiba Windy bersin, tak lebih dari sekali ia bersin, lagi dan lagi. Windy melihat sekitarnya, pasti ada yang menyebabkan Ia besin besin, Windy mengerutkan keningnya, pada satu sudut pandang di sampingnya, alahkah terkejutnya ia mendapati tanaman mawar yang ia Injak tadi kembali seperti semula, berbunga kuncupnya yang indah, putih menjulur lurus, dan tak henti henti membuat Windy bersin. Begitu terkejutnya Windy, Ia membangunkan kedua temannya, menarik mereka ke hadapan pot bunga yang di letakkan di dekat jendela kamarnya. Lala dan Mimi pun ikut terkejut.
PESTA DANGSA
Malam itu Windy manis dengan gaun yang ia kenakan, tapi agak aneh dengan masker yang ia kenakan, ia membawa setangkai mawar putih menuju pesta dangsa, ia pergi bersama Mimi dan Lala. Sesampainya di sana, nampak lampu lampu mungil dan lilin mengelilingi latar dangsa dan hiasan bunga bunga yang di rangkai cantik. Tak lama kemudia terlihat Ang datang bersama kawan kawannya. Oh! Ia nampak begitu tampan dengan kemeja putih , dan rambuutnya yang cepak serta kulitnya yang bersinar terpantul cahaya malam. Windy begitu gugup melihatnya, entah apa yang ia lakukan jika Ang menghampirinya. Beberapa saat, semua mata tertuju pawa seorang gadis yang baru saja datang, Lala menyenggol
lengan Windy yang masih terpanah melihat Ang. Windy
pun
mengalihkan perhatiannya ke gadis bernama Bella yang membuat perhatian semua orang tertuju kepadanya. Bella mengenakan gaun berwana merah, rambutnya terurai lurus, sangat cantik dan mempesona. Windy melirik ke arah Ang, dan sedikit kecewa ketika melihat Ang juga ikut memperhatikan Bella. Windy acuh lalu menuju meja hidangan yang tak jauh darinya, ia mengambil beberapa potongan kue, Mimi menahan lengan Windy dan mengerutkan keningnya, mengisyaratkan untuk menghentikan Windy. “hey Windy...” Tiba-tiba Ang datang menghampiri Windy dan Mimi. Windy hanya berdiri kaku, dan tersenyum kepada Ang. “Kau makan sebanyak itu Windy?” mata Angg tertuju pada piring yang di bawa Windy, dan itu membuat Windy malu dan berusaha menghindar
dari tempat itu, menghindar dari Ang yang begitu mempesona hatinya. Tak laam kemudia music dangsa terdengar, It’s time for dance, para undangan menunggu momen ini, para muda mudi merangkul pasangan masing masing dan berdangsa. Tapi tak seorang pun yang menghampiri Windy ketika itu, tapi Windy juga tak perduli akan hal itu, karena di matanya hanya Ang yang menjadi pangeran dansa saat itu. Windy berharap Ang datang dan mengajaknya dangsa, namun harapan itu pupus ketika teman teman Ang berusaha menyatukan Ang dan Bella untuk berdangsa. Windy merasa down, ia pun memilih untuk menghabiskan semua kuenya di tempat lain. Ketika pukul menunjukan pukul 11:45 malam, pesta kembang api pun akan segera di mulai, semua orang tak sabar menyaksikannya. Sudah saatnya Windy mencari Ang, ia ingin memberikan mawar putih miliknya, beberapa saat kemudian ia mendapati Ang sedang berdiri menunggu kembang Api di nyalakan. Dengan berani Windy mendekat, dan menghentikan langkahnya ketika Ang melihatnya beberapa langkah di sampingnya. Ang tersenyum kepada Windy, melihat wajah Windy yang ingin berbicara dengan Ang, ia pun menghapiri Windy lebih dekat. “Hey....” sapa Ang mendekat ke arahnya. Windy semakin gugup, ia seakan tak bisa berbicara. Ang memandang Windy, menanyakan apakah Windy baik baik saja, melihat Windy mengenakan masker dan berdiri kaku. Dengan keberanian penuh Windy lalu menyodorkan setangkai mawar putih kepada Ang. Wajah Ang serentak heran, kenapa tiba tiba Windy memberikan bunga itu kepadanya, dari arah belakang Ang Bella pun muncul, Windy melihat ke arah Bella yang juga melihat ke arah Windy, melihat Windy melihat ke arah lain Ang pun berbalik, dan mendapati Bella sudah berdiri persis di belakangnya. Ang pun memandang Windy, menggengam tangan Windy dengan tangan kanannya, “Ini untukmu saja. Terima kasih...” ujar Ang sambil tersenyum, membuat Windy diam terpaku dan tak berkutik sedikitpun. Windy tak mengerti maksud Ang, ia di hadapkan akan situsi yang tidak ia harapkan. Ang pun meninggalkan Windy, menjemput Bella. Serentak kembang api pun menyala dengan indahnya, kilauan kembang api menerangin tempat itu, Windy masiih berdiri kaku menggenggam mawar putihnya, tak sadar Ia tersenyum, dan mengeluarkan air mata kekecewaanya. Ia mengusapnya dan beranjak pergi dari acara tanpa memberitahu Lala dan Mimi yang sedang ayik menyaksikan kembang api. Selamat tahun baru..... Windy berlari menuju rumahnya, Ia tersandung oleh gaunnya dan sepatu jinjit yang ia kenakan, Ia berhenti melepas kedua sepatunya menyincing gaun dan sepatunya, lari dengan sekuat tenaga. Sesampainya di rumah tak ada seorang pun berada di rumah, saat itu ayah pergi ke rumah paman merayakan tahun baru bersama di sana. Windy menuju kamarnya, merebahkan tubuhnya ke ranjang dan menangis tersedu sedu sambil menggenggam setangkai mawar putih itu.
“Ini tak adil...” ujar Windy, “Aku tau Bella lebih cantik dariku, bahkan jika dia menjadi seekor rubah, kau akan tetap memilihnya.” Windy menangis terisak isak dan melempar mawar itu.
SANG RUBAH
Windy tak sadar ia tertidur hingga pagi tiba. Matanya mengarah ke arah langit langit. Kepalanya pusing, Ia melihat ke arah jendela, ternyata turun salju di pagi hari, Ia lalu mengucek kedua matanya dan terkejutnya ia menyadari sudah berbulu, tangannya berubah seperti tangan se ekor tupai. Windy bangun dan mendapati ranjangnya begitu besar, Ia melihat ke sekujur tubuhnya. “Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!!!!!!” Windy mendapati dirinya berubah menjadi seekor rubah kecil. Windy sangat shok, ia spontan meloncat bersembunyi di balik ranjang ketika melihat mendengar langkah seseorang menuju kamarnya, ah itu ayah! Windy lalu bersembunyi, melihat ayahnya memungut mawar yang tergeletak di lantai. Ketika ayahnya pergi meninggalkan kamar, Ia mendekati mawar yang di letakkan ayahnya di atas meja. Ia menyadari sesuatu dan pergi keluar melewati pintu, Windy pergi ke Greenoch. Di perjalanan nampaknya Windy kurang beruntung, Ia tertangkap oleh kawanan pemburu, tubuhnya terjaring dan terbius oleh tembakan yang di tujukan kepadanya. ia di bawa oleh kawanan pemburu itu. Ketika sadar Windy mendapati dirinya berada di dalam kurungan, terdapat banyak orang berlalu lalang, ia sadar bahwa dirinya berada di pasar hewan. Tak lama kemudian seorang pria datang dari kejauhan, dan itu adalah Ang. Apa yang di lakukan Ang di sini??? Dalam keramaian hari bersalju, Windy memandang ke arah Ang yang sedang
meilhat lihat, Air mata Windy tak terbendung, sang tupai kecil pun akhirnya menangis. Tak lama kemudian mata mereka bertemu, Ang menghentikan langkahnya tepat di depan Windy. Mereka saling bertatapan. “Berapa harga tupai ini?” tanya Ang kepada pria yang terlihat seperti pedagang itu. Pria itu menerima kedatangan Ang sangat baik, dan mereka melakukan transaksi. Windy kini menjadi milik Ang. Ia di bawa pergi dari pasar itu menggunakan sepeda, beberapa waktu Ang menggayuh sepedanya, Ang berhenti tak jauh di depan ruah Windy dan memandang rumah jendela kamar Windy dari kejauhan, melihat wajah Ang, Windy sedikit bertanya tanya apa yang Ang rasakan saat itu, Ang lalu mengayuh sepedanya lagi menuju rumahnya. Ang menaruh Windy dan kandang miliknya di dekat jendela kamar Ang, mata Windy menulusuri semua sudut kamar Ang. Temboknya kuno yang terbuat dari batu, sepray ranjang Ang bewarna biru langit, aroma khas tubuh Ang yang Windy rasakan membuat Windy berada sangat dekat dengan Ang. Saat malam tiba Windy keluar dari kamarnya, Ia berubah wujud menjadi bentuk tubuhnya yang semula, Windy duduk di samping Ang yang sedang terdidur pulas, alangkah senangnya jika ia bisa sedekt ini dengan Ang tanpa adanya kutukan yangia alami sekarang ini. Saat pagi tiba, setelah Ang pergi, Windy menyelinap pulang ke rumahnya sendiri, menerobos masuk ke dalam kamarnya, dan menulis sesuatu dengan pena ukuran manusia pada selembar kertas. Ia menulis sebuah surat untuk ayahnya., Windy mengatakan pada ayahnya bahwa ia kursus mejahit di desa seberang. Ia tak memberitahukan ayahnya, karena pasti ayahnya akan penuh pertimbangan melepas Windy. Ia akan kembali sesegera mungkin. Dan Windy juga berpesankepada yahnya untuk menyimpan setangkai mawar putih yang masih berada di atas meja itu ke dalam sebuah kotak. Windy meletakkan penanya, mengintip ayahnya yang duduk di dekat perapian seakan khawatir dengan Windy yang tak pulang semalaman. Setelah melihat ayahnya, Windy segera pergi kembali ke tempat Ang. Sesekali Windy menjenguk ayahnya ketika malam hari, atau tidak ia akan tinggal di rumahnya beberapa hari, dengan syarat siapapun tak boleh masuk ke dalam kamar Windy saat siang hari. Sudah 3 bulan berlalu. Windy pun menjadi negitu akrab dengan Ang, ia selalu di samping Ang ketika Ang sendiri, melihat semua yang di lakukan Ang, dari Ang terjaga sampai Ang tertidur. Keluarga Ang memiliki pabrik pembuatan sepatu, orang tuanya begitu kaya, tetapi Ang memilih tinggal di rumah kecil dan sederhana sendiri, dan bekerja di tempat ayahnya. Ang berkencan dengan bella, Windy mengetahui itu, tetapi Windy hanya bisa mengikhlaskannya. Terkadang Ang mencurahkan isi hatinya kepada Windy
Saat itu Ang pulang dari bekerja, Ia terlihat sangat lelah dan sedih, Windy mendekatinya, dan Ang mengelus bulu Windy, lalu menceritakan apa yang terjadi. “Aku baru merasakan betapa susahnya mencari setangkai mawar putih di desa ini.” Ujar Ang, membuat Windy terkejut mendengarnya. “Bella menginnginkan setangkai mawar putih sebagai bukti bahwa aku mencintainya.” “Bahkan aku pergi ke Greenoch, tapi tak ada satupun mawar putih tumbuh di sana, tak ada yang menjual bibit mawar putih. Ini aneh sekali bukan?” tanya Ang, sambil merebahkan tubuhnya ke ranjang dan menghela nafas panjang. “Aku pernah mengenal seorang gadis bernama Windy.” Ujar Ang, membuat hati Windy tersentak mendengar namanya di sebut. “Dia gadis yang baik, ramah, tapi ia menghilang entah kemana.” Ang sejenak terdiam, “Aku merindukannya....” sambung Ang. mata Windy berliang air mata mendengar ucapan terakhir dari Ang. Suasana menjadi begitu hening,tiba tiba Angg bangkit dari ranjangnya setelah menyadari sesuatu. Ang pun bergegas pergi ke suatu tempat. Dan Windy mengikutinya. Angg mengetuk pintu rumah Windy, beberapa saat kemudian ayah Windy keluar menyambutnya. “Oh, kau Ang teman Windy bukan?” tanya ayah Ang. “Benar aku Ang, Mr.Dave. Apa kabar?” Ang pun di persilahkan masuk begitu juga dengan tupainya, dan mereka duduk di dekat perapian. Saling berbincang, dan kemudian membicarakan Windy. Wajah ayah Windy sedih menceritakan soal Windy, seperti ia merindukan Windy untuk tinggal bersama ayahnya, Ang tak mengerti kenapa Windy pergi begitu saja meninggalkan ayahnya, walaupun ia sesekali pulang pada malam hari, dan menghilang siang harinya. Tiba-tiba hujan deras turun, Ang tak bisa kembali ke rumahnya sekarang, Ayah Windy menyuruhnya untuk bermalam di rumahnya sampai besok pagi, dan menyetujuinya. Ang berjalan menuju koridor kecil, membuka kamar Windy dan melangkah masuk. Mata Ang tertuju pada dinding kamar Windy yang penuh dengan sketsa yang tertempel, matanya menelusuri semua barang milik Windy, melihat sekitarnya, Ang mendekat ke arah dinding, memperhatikan sketsa yang di buat Windy, ia menyentuh sebuah sketsa yang menggambarkan seorang gadis memberi setangkai bunga mawar kepada seorang pria, lalu mata Ang menuju sketsa lainnya, Ia begitu tak asing dengan semua gambar sketsa ini, Ang berputar memandangi semua penjuru dinding, dan ia diam terpaku, Ia menyadari sesuatu bahwa Windy begitu menyukai Ang. Semua
sketsa yang di buat Windy menggambarkan hari hari yang ia lewati sepanjang hidupnya, menggambarkan betapa ia mencintai Ang sejak lama. “Aku merasa sangat bersalah.” Ujar Ang kemudian, Ia duduk di ranjang milik Windy, dan berbaring, kain sepray Windy harum, lembut menyentuh pipi Ang, dan Ang pun tertidur. Windy menyelinap di samping Ang, merengkuk pada Ang sambil berliang air mata. Pagi harinya, Ang berdiri menghirup udara di teras rumah Windy, Ia seperti melihat sebuah tanaman yang ia cari cari, lalu ia mendekat untuk memastikannya. Ia masuk ke dalam rumah dan menemui ayah Windy, “Apakah di luar sana itu tanaman bunga mawar?” tanya Ang begitu antusias. “Jika yang kau maksud tanamam dengan pot kecil itu , iya, itu mawar putih.” Jawab ayah Ang sambil mengaduk dua cangkir kopi hangat. Wajah Ang berubah berseri, “Bolehkan aku membawa pulang dan merawatnya mr.Dave?” pinta Ang. “Bawalah, itu milik Windy, Ia akan senang kau merawatnya.” Ujar ayah Windy, “Lagipula Windy tak cocok dengan bunga, ia alergi serbuk sari.” “Apa? Windy alergi serbuk sari? Jadi selama ini ia.........” Ang terkejut bahwa ternyata Windy tak tahan
berdekatan dengan Bunga, Ia mengingat saat Windy berada di Greenoch, saat Windy
menanam mawar di pot itu, saat Windy memberikan mawar putih kepadayanya. Perlahan segala sesuatu yang tidak Ang ketahui mulai terbongkar.
WANITA BERGAUN PUTIH Sore itu, Ang menyiram bunga mawar yang di berikan ayah Windy kepadanya, Windy duduk di samping pot itu dan memperhatikan Ang merawat bunga mawarnya. Hari demi berlalu, Ang tak mendapati tanda tanda bahwa mawarnya akan berbunga. Suatu hari Ang dan rubah kecilnya yang tak lain adalah Windy pergi ke Greenoch, Ang membawa pot tanaman bunga mawar milik Windy. Ang bermaksud memindahkan tanaman itu ke Greenoch, ia berharap mawar itu bisa tumbuh dan berbunga. Sesampainya di sana Ang memindahkan tanaman itu dan menanamnya pada tanah Greenoch. “Hei apa yang lakukan di sana?” tanya Ang melihat tupainya bersembunyi di dalam tas Ang. Tapi Windy tak mau keluar dari dalam tas, dan Ang pun membiarkannya. Setiap dua hari sekali, Ang pergi ke Greenoch melihat
tanamannya, sebulan berlalu, saat Ang mendapati bahwa
tanamannya berbunga, alhirnya kuncup mawar putih terlihat, Ang begitu senang. Lalu ia kembali pulang ke rumahnya, sesampainya di rumah malam hari, Ang tak melihat rubah kecilnya, Ang mencarinya ke seluruh ruangannya, dan ia tak menemukannya. Ang khawatir sahabat kecilnya tak
akan kunjung datang. Ang pun menunggu di dekat jendelannya, berharap rubahnya akan kembali keesokan harinya. Tengah malam, Windy berlari dalam wujud aslinya bergaun putih sama seperti yang ia kenakan saat pesta tahun baru lima bulan yang lalu, Ia mendapat kabar dari sang burung ketika Ia berada di greenoch melihat mawar yang di tanam oleh Ang, merpati itu mengatakan bahwa Ang demam, Windy sangat khawatir dan langsung menuju rumah Ang, Ia mengintip dari jendela kamar Ang, melihat Ang tertidur di atas ranjang, perlahan Windy memanjat jendela kamar Ang, dan melangkah mendekati Ang perlahan, menyentuh kening Ang yang panas, menyelimuti Ang dengan selimut tebal, dan menunggu Ang di sampingnya, Ang nampak pucat, sesekali Ia mengigau, Ia menyebut nama Bella, Windy hanya mengusap keringat di kening Ang, “Windy....” tiba tiba Ang mengucap namanya dalam keadaan tak sadar, Ang mengigau menyebut nama Windy, dan itu membuatnya sangat terkejut. Ia tak menyangka Ang mengingatnya walau itu dalam keadaan tak sadar, Windy lalu beranjak pergi, Ia mengambil mawar yang ayahnya simpan di dalam sebuah kotak, Windy mengendap masuk melalui jendela kamarnya yang tak terkunci, mengambil kotak mawar di dalam lemarinya, mendatangi ayahnya dan mengecup pipi sang ayah yang pulas tertidur di sofa. Lalu Windy kembali pergi ke tempat Ang. Meletakkan kotak itu di samping Ang.
THE WHITE OF GREENOCH
Saat membuka mata, Ang mendapati sebuah kotak tergeletak di sampingnya, Ia mengambil kotak itu dan membukanya, setangkai mawar yang sudah mengering, Ang menyentuh mawar itu perlahan, pita putih itu tak asing baginya, Ia pun mengingat Windy, ya bunga ini adalah bunga yang Windy berikan kepadanya enam bulan yang lalu. Ang tak bisa berhenti memikirkan Windy, ada yang tak beres. Kemana Windy pergi dan kenapa kotak ini bisa sampai ke padanya. Menjelang matahari terbenam, Ang dan rubahnya pergi ke Greenoch ia bermaksud memetik mawar yang ia tanam untuk di berikan kepada Bella, sesampainya di sana Ang mengeluarkan sebuah gunting, ia bersiap untuk memotong tangkai mawar itu. Ketika Ang mengguting tangkainya, mendadak mawar itu menjadi layu, warnanya berupah pucat kecoklatan, Ang terkejut, mengapa bisa hal itu terjadi. Wajah Ang nampak kecewa,
“Mungkin aku bersalah dengan Windy.” Ujar Ang, dan suasana menjadi sangat hening, hanya terdengar suara elang yang mengisyaratkan matahari akan terbenam. Tak kuasa melihat Ang kecewa, Windy mendekat dan menyentuh tangkai mawar yang Ang pegang, Ang penasaran apa yang di lakukan rubah kecilnya itu, tiba-tiba cahaya keluar dari tangan rubah kecilnya, berjalan menelimuti mawar itu serentak kemilaunya membuat mata Ang silau, Windy pun ikut terkejut, Ia melangkah mundur, perlahan tubuhnya berubah serentak dengan warna bunga mawar itu, Windy berubah ke wujud Aslinya, dan mawar itu menjadi hidup kembali, kokoh, putih dan Indah. Ang begitu terkejut mendapati Windy berada di depannya. Tak disangka rubah yang selama ini menemaninya adalah Windy. Mereka terpaku diam saling menatap. “Ha..hay...” sapa Windy kemudian, Ang masih terpaku menatap Windy. Ia tak tahu pa yang harus ia katakan. “apa yang kau lihat? Cepat berikan bunga itu kepada Bella.” Suruh Windy, tapi Ang masih saja terpaku diam.
LOVING YOU AS LONG ALWAYS
Setahun berlalu, saat itu Windy sedang berdandan, menyisir rambutnya. Tiba-tiba Ang muncul dari balik jendela kamarnya. “Kau lama sekali!” Ang mengomel pada Windy, membuat Windy terkejut. Pagi tu mereka akan mengikuti kegiatan desa yang di adakan setahun sekali. Pergi mengunjungi Greenoch, seperti yang di lakukan Windy dan Ang tahun lalu. Merekapun pergi bersama dengan para remaja lainnya, “Apa Ang sudah menyatakan cintanya?” bisik Mimi ke pada Windy, saat di perjalanan menuju Greenoch. “Apa yang kau katakan..., menjadi temannya saja aku sudah sangat senang.” Ujar Windy. “O yah?? Apa kau yakin , kau kan sudah pernah tinggal bersamanya dalam waktu lama, semua yang dilakukan Ang kau mengetahuinya bukan? Rubah??”
Sahut Lala. Windy tersipu malu, kedua
temannya itu terus menggodanya. Windy sudah menceritakan apa yang terjadi kepada kedua temannya itu. Lala dan Mimi sama sekali tak percaya dengan apa yang di katakan Windy, bagaimana bisa manusia bisa menjadi seekor Rubah, mereka menganggap Windy pergi ke desa lain, dan tinggal
bersama pamannya, tapi Windy tak perduli jika kedua temannya mengganggapnya begitu, memang tak ada seorangpun yang percaya jika mendengar cerita windy. Sesampainya di sana mereka membersihkan Greenoch dari rumput ilalang yang menjalar liar, saat itu Windy berusaha mencabut rumput yang begitu keras, dengan kekuatan penuh ia menariknya, rumput itu tercabut dan Windy terjatuh ke belakang menimpa seseorang yang berada di belakangnya, saat berbalik Ia sangat terkejut bahwa yangia timpa itu adalah Ang. Windy dan Ang serentak langsung menjauh. “Ma maaf!!!” wajah Windy merona, dan Ang pun berlagak gugup dan beranjak dari tempat itu. Lala dan Mimi heran melihat Windy dan Ang jadi bersikap kaku. Mereka beranjak meninggalkan Greenoch menjelang sore, langit
nampak berwarna
orange, burung burung berterbangan kembali ke sarang, dan angin pun melambai sejuk . Ang dan Windy berjalan bersama satu jalur menuju rumah mereka, suasana menjadi kaku, baik Windy dan Ang tak melontarkan perbincangan apapun. “hey....” Ang menghentikan langkahnya dan memanggil Windy yang berjalan di depannya, windy pun berbalik, dan alangkah terkejutnya ketika ia melihat Ang menyodorkan setangkai mawar putih untuknya sambil mengatakan “Maukah kau menjadi kekasihku?” Windy pun hanya bisa bersin bersin di hadapkan mawar itu.
END
If you love something, set it free. If it comes back, it was, and always will be yours. If it never returns, it was never yours to begin with