APLIKASI BIOPORASI DAN PUPUK N RENDAH TERHADAP EFISIENSI SERAPAN N, PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI UNGGUL BARU DI LAHAN BEKAS SAWAH DAN TANPA OLAH TANAH Application Organic Fertilizer and Low N Fertilizer on Efficiency Physiology of N Absorption, Growth and Yield of Soybean in Ex-Paddy Field and No Tillage Ahadiyat Yugi R dan Totok Agung D.H.
ABSTRACT
The
objective of this study were to figure out the diversity of Efficiency Physiology of N Absorption (EPN), Crop Growth Rate (CGR), Relative Growth Rate (RGR), Net Assimilation Rate (NAR), yield of soybean in ex-paddy field with organic fertilizer and low N fertilizer treatments under No tillage. Randomized complete block design was used with three factors such as varieties (viz. Slamet, Pangrango, Argomulyo, Burangrang, Anjasmoro, dan Mahameru); N fertilizer (viz. 0 kg/ha dan 25 kg/ha); and organic fertilizer (viz. applied and not applied), each combination treatment had three replications. Results showed that application of organic fertilizer with low N fertilizer under No-till could not improve EPN, CGR, RGR, NAR and yield of six soybean varieties. However, there had a positive correlation between EPN and yield.
Key words : corganic fertilizer, N fertilizer, No-Till, Efficiency Physiology of N Absorption, yield PENDAHULUAN Produksi kedelai di Indonesia rendah antara lain disebabkan oleh anggapan petani bahwa kedelai merupakan tanaman sampingan sehingga teknik budidaya yang diterapkan tidak optimum seperti penggunaan varietas berdaya hasil rendah, pengolahan tanah yang tidak optimal, pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tidak intensif dan pemupukan minimum (Adisarwanto, 1995). Beberapa varietas kedelai unggul berdaya hasil tinggi, dengan potensi hasil diatas 2 t/ha, telah dirilis antara lain varietas Slamet (1995), Argomulyo (1998), Pangrango (1995), Burangrang (1999), Anjasmoro, dan Mahameru (2001). Stress lingkungan seperti kekeringan, kesuburan tanah rendah dan kehadiran OPT merupakan salah satu faktor sebagai penyebab kesenjangan antara hasil potensial dan actual. Pada umumnya varietas unggul dirakit dan diseleksi pada kondisi optimum. Selain itu pengolahan tanah, pemupukan dan pemeliharaan tanaman dilakukan secara intensif.
Salah satu upaya untuk mengurangi kesenjangan produktivitas kedelai di tingkat petani adalah mencari varietas unggul yang mempunyai efesiensi hara tinggi. Efisiensi hara adalah kemampuan tanaman untuk mendapatkan hasil yang tinggi pada keadaan keterbatasan satu atau lebih unsur hara (Jagau dkk., 1999). Pupuk N adalah input kunci dalam peningkatan produksi tanaman dan hasil. Varietas kedelai yang mempunyai efisiensi N tinggi akan mampu menghasilkan biomasa yang lebih tinggi pada jumlah serapan N yang sama (Jagau dkk., 1999). Penggunaan pupuk biologi yang dicampur dengan pupuk sintesis dan bahan sumber energi dengan perbandingan tertentu (bioporasi) telah dilaporkan mampu meningkatkan efisiensi serapan hara, memperbaiki pertumbuhan dan hasil serta meningkatkan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit (Hadianto, 2000). Aplikasi bioporasi pada tanaman menunjukkan pengaruh yang signifikan dalam memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan hasil pada tomat, padi dan pearl millet. Bioporasi berperan dalam meningkatkan ketersediaan unsur hara makro dan
Staf pengajar Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Jl. Dr. Soeparno Karangwangkal Purwokerto. Alamat korespondensi:
[email protected] Aplikasi Bioporasi Dan Pupuk N Rendah Terhadap Efisiensi Serapan N, Pertumbuhan ....... (Ahadiyat Yugi R dan Totok Agung D.H)
63
mikro, efisien hara, kinerja sistem enzim, meningkatkan metabolisme, pertumbuhan dan hasil. Oleh karena itu penelitian ini penting untuk dilakukan untuk melihat pengaruh dari teknologi bioporasi tersebut terhadap pertumbuhan, tingkat serapan N dan hasil beberapa varietas unggul baru yang relatif lebih ramah lingkungan. BAHANDANMETODE Penelitian dilakukan di lahan bekas padi sawah dan tanpa olah tanah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap pola faktorial. Faktor I adalah varietas (V) terdiri atas enam macam yaitu Slamet, Argomulyo, Pangrango, Burangrang, Anjasmoro dan Mahameru; Faktor II adalah pupuk N terdiri atas dua taraf yaitu 0 dan 25 kg/ha; Faktor III adalah bioporasi terdiri atas dua taraf yaitu diberi bioporasi dan tanpa bioporasi. Pengamatan dilakukan antara lain efisiensi serapan N, efisiensi penggunaan N, laju pertumbuhan tanaman, laju pertumbuhan relatif dan laju asimilasi bersih. Karakter agronomis yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah polong isi, bobot polong, bobot biji per
tanaman dan bobot biji per petak. Pengamatan lain antara lain kandungan klorofil dan luas daun. Pengaruh perlakuan dan interaksi dianalisis dengan uji F apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutan dengan uji LSD. Analisis dilakukan dengan program IRRIStat 2004 (IRRI, 2004). Pola hubungan antar karakter dianalisis dengan uji korelasi (Steel dan Torrie, 1980). Formula bioporasi yang dipakai adalah kombinasi 3 mL Embio ditambah dengan 20 g urea dan 25 g gula pasir dilarutkan dalam 15 L air. Formula kombinasi tersebut kemudian di fermentasi selama 24 jam sebelum diaplikasikan pada tanaman umur 4 dan 6 minggu setelah tanam. HASILDAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan menunjukan bahwa hanya perlakuan mandiri varietas dan pupuk N yang memperlihatkan berbeda nyata pada beberapa variabel pengamatan yaitu laju pertumbuhan tanaman, tinggi tanaman, jumlah polong isi, bobot polong, bobot biji per tanaman, bobot biji per petak, kandungan klorofil dan efisiensi serapan N (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan bioporasi pada lahan bekas sawah tanpa olah tanah dengan pupuk N rendah.
SR
LPT
LPR
LAB
KK
TT
JPI
BP
B/T
BB/P
ESN
EPN
V
*
ns
ns
*
*
*
ns
ns
ns
ns
ns
N
ns
ns
ns
ns
*
*
*
*
*
*
ns
B
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
VN
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
VB
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
BN
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
VBN
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
Keterangan: SR = Sidik Ragam, V=Varietas, N=Pupuk N, B=Bioporasi, LPT=laju pertumbuhan tanaman, LPR= laju pertumbuhan relatif, LAB=laju asimilasi bersih, KK=kandungan klorofil, TT=tinggi tanaman, JPI=jumlah polong isi, BP=bobot polong, BB/T=bobot biji per tanaman, BB/P=bobot biji per petak, ESN=efisiensi serapan N, EPN=efisiensi penggunaan N. * = berbeda nyata pada taraf 95%, ns= tidak berbeda nyata
Pengamatan terhadap laju pertumbuhan tanaman, kandungan klorofil, tinggi tanaman, dan polong isi menunjukan perbedaan yang nyata untuk perlakuan varietas. Variabel pengamatan yang menunjukan hasil tinggi adalah LPT pada varietas Pangrango (0,45 g/hari) 64
dan Argomulyo (0,46 g/hari), dan jumlah polong isi pada varietas Slamet (23,17) dan Pangrango (23,08). Sedangkan hasil tertinggi untuk kandungan klorofil dan tinggi tanaman diperoleh masing-masing pada varietas Anjasmara (98,23 mg/g) dan Slamet (61,31 cm). Agrosains 11(2): 63-67, 2009
Perlakuan bioporasi tidak berbeda nyata terhadap semua variabel pengamatan. Hal ini menunjukan bahwa pemberian bioporasi tidak efektif dalam meningkatkan proses metabolisem pada tanaman kedelai yang dicoba. Ada beberapa kemungkinan bioporasi tidak efektif antara lain lahan tersebut sudah subur sehingga proses dekomposisi bahan organik kurang berjalan baik (Widodo dkk., 2000) atau dosis yang diberikan tidak dapat meningkatkan kelarutan unsurunsur anorganik, ketersediaan asam amino dan zat-zat bioaktif hasil aktivitas mikroorganisme yang menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimum. Kondisi tanah yang kurang mendukung berkorelasi dengan jumlah dan luas daun sebagai penentu laju pertumbuhan (Fitter dan Hay, 1994). Pupuk N yang diberikan dengan dosis rendah (25 kg/ha) dibandingan dengan tanpa pemberian pupuk (0 kg/ha) menunjukkan perbedaan yang nyata pada variabel pengamatan tinggi tanaman, jumlah polong isi, bobot polong, bobot biji per tanaman, bobot biji per petak dan efisiensi serapan N. Laju pertumbuhan tanaman, laju pertumbuhan relatif, laju asimilasi bersih dan kandungan klorofil menunjukan hasil yang tidak nyata. Pupuk N merupakan input penting dalam pertumbuhan dan mendukung hasil, sehingga tanpa ketersediaan N pertumbuhan dan hasil akan terganggu (Isfan, 1993). Koefisien korelasi antara tinggi tanaman, jumlah polong isi, bobot polong, bobot biji per tanaman dan bobot biji per petak menunjukan korelasi yang nyata (Tabel 2). Pengaruh langsung terhadap karakter agronomi yang diamati menunjukan nilai yang sama dengan koefisien korelasi terhadap bobot biji per petak. Nilai koefisien korelasi yang sama dengan pengaruh
langsung menunjukan hubungan sebenarnya (Singh dan Chaundhary, 1985). Hasil uji korelasi menunjukan bahwa bobot biji per petak memiliki korelasi yang nyata dengan tinggi tanaman, jumlah polong isi, bobot polong dan bobot biji per tanaman (Tabel 2). Lintasan yang berpengaruh terhadap hasil antara lain tinggi tanaman, jumlah polong isi dan jumlah biji (Musa dkk., 1978) Pada Tabel 3 ditunjukan bahwa ESN memiliki korelasi positif nyata dengan hasil biji (r=0,27). Hal ini menunjukan bahwa ESN memiliki peran dalam menentukan hasil biji. Nilai korelasi yang nyata menununjukan adanya tingkat keeratan antar variabel yang diamati (Listiorini dkk., 2004; Kamal, 2004). Isfan (1993) menyatakan bahwa korelasi nyata ESN dengan hasil biji dapat digunakan sebagai indikator potensi hasil (Isfan, 1993). Varietas yang digunakan menunjukan tingkat efisiensi serapan dan penggunaan N yang sama, terlihat dengan hasil sidik ragam yang menunjukan perbedaan tidak nyata (Tabel 1). Perbedaan yang nyata hanya terdapat pada variabel laju pertumbuhan tanaman, kandungan klorofil, tinggi tanaman dan jumlah polong. Kandungan N pada saat tanam berumur 4-6 bulan berhubungan erat dengan hasil tanaman (Evans, 1995). Variabel laju pertumbuhan tanaman, kandungan klorofil, tinggi tanaman dan jumlah polong diamati sebelum tanaman berumur 4 bulan sehingga antar varietas masih menunjukan keragaman.
Tabel 2. Koefisien korelasi antara karakter agronomis
Karakter
TT
JPI
BP
BB/T
BB/P
TT
1,00
0,55*
0,80*
053*
0,45*
1,00
0,70 *
0,98*
0,56*
1,00
0,72*
0,45*
1,00
0,49*
JPI BP BP/T BB/P
1,0 0
Keterangan : TT=tinggi tanaman, JPI=jumlah polong isi, BP=bobot polong, BB/T=bobot biji per tanaman, BB/P=bobot biji per petak
Aplikasi Bioporasi Dan Pupuk N Rendah Terhadap Efisiensi Serapan N, Pertumbuhan ....... (Ahadiyat Yugi R dan Totok Agung D.H)
65
Tabel 3. Koefisien korelasi antara karakter fisiologi
Karakter
LPT
LPR
LAB
EPN
ESN
Hasil biji
TT
1,00
0,84 *
0,62
-0,10
0,27
0,09
1,00
0,71*
-0,20
0,22
-0,07
1,00
-0,01
0,39 *
0,02
1,00
0,08
0,18
1,00
0,27*
JPI BP BP/T BB/P Hasil biji
1,00
Keterangan: LPT=laju pertumbuhan tanaman, LPR= laju pertumbuhan relatif, LAB=laju asimilasi bersih, KK=kandungan klorofil, ESN=efisiensi serapan N, EPN=efisiensi penggunaan N.
KESIMPULAN 1. Pemberian bioporasi pada lahan bekas sawah dan tanpa olah tanah dengan pupuk N rendah tidak mampu meningkatkan efisiensi serapan N, laju pertumbuhan tanaman, laju pertumbuhan relatif dan laju asimilasi bersih pada enam varietas kedelai yang diuji.
mampu meningkatkan hasil biji pada enam varietas kedelai yang diuji. 3. Efisensi serapan N berkorelasi positif nyata dengan hasil biji pada perlakuan bioporasi di lahan bekas sawah dan tanpa olah tanah dengan pemberian N rendah.
2. Pemberian bioporasi pada lahan bekas sawah dan tanpa olah tanah dengan pupuk N rendah tidak
DAFTARPUSTAKA Adisarwanto, T. 1995. Sistem produksi kedelai di Indonesia. Makalah Balittan Malang. Disajikan pada Seminar Nasional Kedelai. LP Unsoed. Purwokerto. Evans, H. 1995. Studies in the mineral nutrition of sugarcane in British Guinea. Tropical Agriculture 32:124-132. Fitter, A.H. dan R.K.M. Hay. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hardianto, R. 2000. Kembalikan Kesuburan Tanah dengan Pemanfaatan Mikroorganisme Efektif (EM) dan Bokasi. BPTP Karangploso. IRRI. 2004. IRRIStat. Ver 2004. Philiphines. Isfan, D. 1993. Genotypic variability for physiological
66
efficiency index of nitrogen in oats. Plant and Soil J. 154:53-59. Jagau, Y., H. Aswidinoor, S.H. Sutjahjo dan A. Makmur. 1999. Aksi gen dan heritabilitas efisiensi nitrogen dalam cekaman aluminium pada dua persilangan padi gogo. Zuriat 10(1):41-47. Kamal, M. 2004. Peningkatan produksi tebu dan gula di lahan kering melalui aplikasi pupuk pelengkap dengan kandungan hara makro dan mikro. Agrin 8(1):28-38. Listiorini, D., Suprayogi dan Totok A.D.H. 2004. Heritabilitas beberapa karakter fisiologik dan agronomik genotip pearl millet (Pennisetum typhoideum Rich.) yang diberi pupuk organik. Agronomika 4(2): 82-88.
Agrosains 11(2): 63-67, 2009
Musa, M.S., A.H. Nasution, A. Bari, R. Rumawas, Barizi dan E. Giharja. 1978. Pola Hubungan Hasil Biji dan Beberapa Sifat Agronomis Kedelai. Forum Pasca Sarjana IPB. Bogor. Singh, R.K. dan B.D. Chaundhary. 1985. Biometrical Method in Quantitative Genetic Analysis. Kalphani Publisher. New Delhi. India.
Stell, R.G. dan J.H. Torrie. 1980. Principle and Procedure of Sstatistics. McGraw-Hill Inc. London. Widodo, Utomo, R. Ferdy dan R. Muningsih. 2000. Perakitan Teknologi Produksi Padi Sawah Alternatif yang Efisien Melalui Penggunaan Beberapa Herbisida dan Pupuk Biologis pada Sistem TOT-Tabela. Seminar Penelitian DUEbatch II. Unsoed Purwokerto.
Aplikasi Bioporasi Dan Pupuk N Rendah Terhadap Efisiensi Serapan N, Pertumbuhan ....... (Ahadiyat Yugi R dan Totok Agung D.H)
67