UJI DAYA ADAPTASI DAN INTERAKSI GENOTIPE X LINGKUNGAN GALUR POTENSIAL KETURUNAN PERSILANGAN MENTIK WANGI DENGAN POSO UNTUK PERAKITAN PADI GOGO AROMATIK Totok Agung D.H. dan Suwarto Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman
ABSTRACT Crossing between Mentik Wangi (aromatic rice variety) and Poso (high yielding upland rice variety) has been conducted. So far, amount of 9 pure lines that have high yielding and aromatic characteristic have been obtained. The objectives of the research were: 1) to evaluate adaptability of 9 pure lines progeny of crossing between Mentik Wangi and Poso across 8 different locations, 2) to evaluate the effect of genotype x environmental interaction on the growth and yield of 9 pure lines, 3) to select pure lines which has wide adaptability for proposed as candidate of new cultivar, 4) to select pure lines which has specific location adaptability to be proposed as candidate of new specific location cultivar. Amount of 13 genotypes (9 pure lines and 4 comparer cultivars) was sown in the field of 8 different locations, namely Cirebon, Purworejo, Tegal, Kebumen, Banyumas, Batang, Kudus, Banjarnegara. Adaptability of genotypes was measured by using regression lines refer to Finlay and Wilkinson. The conclusions are as follow. 1. All the upland rice pure lines perform the good growth and production across 8 different locations. 2. Adaptability of 9 pure lines was varied across 8 different locations. A part of pure lines shows the low adaptability across locations, some of pure lines show high adaptability across locations, and a part of them shows good adaptation in specific locations. 3. There are genotype x environmental interaction on yield components (number of tiller, panicle length, number of grain, and 1000 seed weight) that is showed by changing of the rank of genotypes in different locations. 4. The pure lines which have wide adaptability are G10 (4,0521 t ha-l), G19 (4,0 t ha-l), G39 (4,18 t ha-l), G12 (3.7 t ha-l), and G136 (4,1 t ha-l) that may be proposed as candidates of new aromatic upland rice cultivars. The pure lines which have specific adaptability are Situpatenggang at the fertile locations. Key words : Adaptability, genotype x environmental interaction, aromatic upland rice.
PENDAHULUAN Padi adalah salah satu tanaman biji-bijian yang paling penting di Indonesia, karena dikonsumsi oleh seluruh masyarakat. Padi juga menjadi komoditas yang sangat strategis, baik dari sisi ekonomi maupun politis. Pada tahun 2004 produksi padi diperkirakan mencapai 53.67 juta ton gabah kering giling. Angka ini lebih tinggi 2.93 % dibandingkan dengan produksi tahun 2003 yaitu 52.14 juta ton gabah kering giling (BPS, 2004). Akan tetapi, peningkatan produksi tersebut masih belum mampu memenuhi kebutuhan beras nasional. Gejala kekurangan beras dalam negeri telah terlihat sejak tahun 1990. Pada periode tahun 1990-1999, laju pertumbuhan produksi beras nasional hanya 1.04 % pertahun, laju pertumbuhan produktivitas padi hanya 0.06 % pertahun dan laju pertumbuhan luas lahan padi 0.98 % pertahun, sementara laju pertumbuhan penduduk sekitar 1.8 % pertahun. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi padi harus tetap dilakukan. Peningkatan produksi padi selain dapat dilakukan pada padi sawah juga dapat dilakukan pada padi lahan kering pada musim hujan atau yang dikenal dengan nama padi gogo. Potensi padi gogo masih sangat besar karena Indonesia memiliki lahan kering mencapai 11.61 juta ha yang belum dimanfaatkan secara optimal. Pada tahun 1999 luas lahan kering yang dimanfaatkan untuk padi gogo baru 1.17 juta ha dengan produksi 2.65 juta ton dan produktivitas 2.27 t ha-l (BPS, 2004). Kultivar padi gogo unggul bermutu hasil tinggi saat ini masih sangat jarang. Dalam rangka perakitan padi gogo bermutu hasil tinggi telah dilakukan persilangan-persilangan antara padi gogo toleran kekeringan berdaya hasil tinggi dan padi aromatik. Persilangan antara Mentik Wangi (Padi aromatik rasa nasi pulen) dan Poso (Padi gogo berdaya hasil tinggi, toleran kekeringan, rasa nasi pera) telah dilakukan. Pada tahun 2004 sejumlah 50 genotipe F5 telah diuji pertumbuhan dan produksinya. Dari 50 genotipe yang diuji tersebut, sejumlah 25 genotipe termasuk aromatik. Dari 25 genotipe aromatik, telah dilakukan seleksi dan diperoleh 19 genotipe berdaya hasil tinggi berdasarkan bobot biji per tanaman (Totok, 2004). Penelitian untuk menguji daya hasil per satuan luas dari 19 genotipe terseleksi telah dilakukan dan diperoleh 9 galur potensial yang berdaya hasil tinggi dan aromatik (Totok dan Utari, 2005). Penelitian lebih lanjut terhadap 9 galur potensial ini perlu dilakukan untuk mempelajari daya adaptasi, stabilitas, dan pengaruh interaksi genotipe x lingkungan terhadap pertumbuhan, hasil, dan sifat aromatik, serta
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
187
untuk mendapatkan galur yang mempunyai daya adaptasi luas dan galur yang mempunyai daya adaptasi khusus. Tujuan penelitian ini adalah : 1) mengetahui dan mempelajari daya adaptasi 9 galur pada 8 lokasi tanam yang berbeda, 2) mempelajari pengaruh interaksi genotipe x lingkungan (8 lokasi tanam) terhadap pertumbuhan dan hasil 9 galur, 3) mencari galur yang mempunyai daya adaptasi luas pada 8 lokasi tanam berbeda untuk diajukan sebagai calon kultivar unggul baru, dan 4) mencari galur yang mempunyai daya daptasi khusus/ spesifik pada satu lokasi untuk diajukan sebagai calon kultivar unggul spesifik lokasi. METODE PENELITIAN Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering delapan kabupaten, yaitu Cirebon, Cirebon, Purworejo, Tegal, Kebumen, Banyumas, Batang, Kudus, dan Banjarnegara. Penelitian berlangsung selama 8 (delapan) bulan. Bahan dan Alat Bahan penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut. Sejumlah 9 galur keturunan persilangan Mentik Wangi dengan Poso. Empat kultivar pembanding: Mentik Wangi, Poso, Danau Tempe, Silugonggo. Pupuk Urea, SP36 dan KCl. Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat standar percobaan budidaya tanaman padi misalnya cangkul, penggaris, timbangan, oven. Perlakuan dan Rancangan Percobaan Faktor yang dicoba adalah 13 genotipe yang meliputi 9 galur keturunan persilangan padi Mentik Wangi dengan Poso, dan 4 kultivar pembanding yang ditanam pada 8 (delapan) lokasi yang berbeda. Delapan lokasi yang dicoba yaitu: Cirebon, Cirebon, Purworejo, Tegal, Kebumen, Banyumas, Batang, Kudus, dan Banjarnegara. Penelitian eksperimental ini menggunakan rancangan acak kelompok tiga kali ulangan. Dengan demikian, total ada 8 percobaan identik yang dilakukan pada 8 lokasi yang berbeda. Ukuran petak percobaan adalah 5 x 2.5 m. Jarak tanam padi adalah 25 x 25 cm. Pengamatan Variabel yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, jumlah anakan produktif, ukuran biji (bobot 1000 biji), jumlah biji per malai, bobot gabah kering perrumpun, persentase gabah isi, hasil gabah kering giling perpetak (10 m2) dan perhektar, dan kualitas beras (sifat aromatik). Pengamatan sifat aromatik pada tanaman menggunakan metode Yanjun et al., (1992). Pada metode ini, daun sebanyak 2 g diiris kecil-kecil kemudian direndam dalam larutan 10 ml KOH 1,7% selama 10 menit pada suhu 25o–30o dalam keadaan tertutup, kemudian dideteksi aroma daun dengan indra penciuman. Data pertumbuhan dianalisis varian dan uji jarak ganda (DMRT). Data komponen hasil dianalisis dengan uji F gabungan untuk lokasi yang mempunyai varian galat homogen berdasarkan uji homogenitas Bartletts. Uji lanjut dilakukan apabila uji F menunjukkan pengaruh nyata. (Steel and Torrie, 1980). Analisis regresi linier menurut Finlay dan Wilkinson (1963) digunakan untuk menguji adaptabilitas genotipe, sebagai berikut. Yij = + gi Ij + ij dimana : Yij : Rata-rata hasil suatu genotipe ke I pada lokasi ke j : Nilai rata-rata populasi gi : Koefisien regresi genotipe ke i Ij : Indek lingkungan lokasi ke j ij : Simpangan regresi genotipe ke i pada lokasi ke j Genotipe yang hasilnya stabil dan dapat menyesuaikan diri pada berbagai lokasi adalah genotipe yang mempunyai koefisien regresi mendekati satu dan garis regresinya berada di atas garis regresi rata-rata. Garis regresi genotipe yang memotong regresi rata-rata dan ujung regresi di atas nilai rata-rata, berarti genotipe tersebut adaptif pada lingkungan yang subur/baik. Garis regresi genotipe yang memotong regresi rata-rata dan ujung regresi di bawah nilai rata-rata berarti genotipe tersebut adaptif pada lingkungan kurang subur. Garis regresi genotipe yang berada di bawah regresi rata-rata berarti genotipe tersebut adaptasinya tidak baik pada semua lokasi. 188
Makalah Oral
HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum sembilan galur dan empat kultivar pembanding yang ditanam di delapan lokasi yang berbeda sejak Januari 2006 sampai dengan Mei 2006 mampu menunjukkan pertumbuhan dan berproduksi dengan baik. Beberapa masalah yang muncul di lapangan dapat diatasi, misalnya kehadiran hama dan kerebahan. Hama utama yang menyerang pertanaman adalah burung dan wereng batang coklat. Patogen yang menyerang pertanaman tidak ada atau kurang terdeteksi. Uji aromatik menunjukkan bahwa sembilan galur yang ditanam termasuk aromatik, sebagaimana kultivar Mentik Wangi dan Situpatenggang. Kultivar Poso dan Silugonggo menunjukkan sebagai padi tidak aromatik. Umur berbunga berkisar antara 70 hari sampai 92 hari dan tanaman dapat dipanen berkisar antara 94 sampai 115 hari. Penampilan komponen pertumbuhan padi gogo aromatik lintas lokasi Perbedaan tinggi tanaman antar genotipe lintas lokasi ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel menunjukkan bahwa tinggi tanaman antar genotipe bervariasi nyata dalam tiap lokasi. Tanaman terendah ditunjukkan oleh Kultivar Silugonggo di Banjarnegara (68 cm) dan tertinggi oleh kultivar G35 di Kebumen (l56 cm). Rata-rata tanaman terendah lintas lokasi adalah kultivar Silugonggo (80 cm) dan tertinggi lintas lokasi adalah G12 (l27 cm). Tabel 1. Perbedaan Tinggi Tanaman antar Genotipe pada 8 Lokasi Tanam (cm) Genotipe G9 G10 G12 G13 G19 G34 G35 G39 G136 Poso Mentik wangi Silugonggo Situ Patenggang
L1
L2
Purworejo
Banyumas
121.4 de 116.7 cd 131.8 f 131.6 f 113.5 bc 108.1 b 136.0 f 116.2 cd 121.3 de 121.1 de 124.2 e 84.7 a 110.6 bc
132.9 ce 122.7 c 126.9 cd 133.2 de 110.6 b 124.5 cd 128.3 cd 126.7 cd 138.3 e 127.9 cd 127.5 cd 82.8 a 104.1 b
L3
L4
Kudus
Tegal
106.7 bd 111.7 bf 116.1 df 117.5 ef 103.8 b 103.5 b 115.9 df 120.4 f 108.6 be 114.3 cf 105.8 bc 78.7 a 107.2 bd
135.1 de 125.5 cd 143.7 e 143.1 e 122.3 bd 125.3 cd 124.7 cd 126.2 d 108.2 b 133.3 de 120.6 bd 85.4 a 109.4 bc
L5
L6
L7
Batang
Kebumen
Cirebon
116.1 bc 94.9 ab 105.0 b 110.9 bc 82.7 ab 99.1 ab 99.9 ab 114.6 bc 91.9 ab 106.1 b 139.1 c 67.4 a 96.6 ab
143.4 eg 135.6 de 148.3 g 146.2 fg 126.6 bc 135.9 de 155.9 h 139.4 ef 124.2 bc 145.7 fg 129.7 cd 89.8 a 121.6 b
111.4 cd 111.0 cd 124.8 ef 116.2 de 103.2 bc 109.5 cd 127.4 f 117.0 de 110.1 cd 121.4 ef 111.5 cd 81.0 a 97.3 b
L8 Banjar negara 109.3 de 100.9 cd 121.2 f 110.6 de 95.4 bc 105.9 de 109.6 de 111.6 e 104.2 ce 120.7 f 106.2 de 68.5 a 88.8 b
Rerata galur 122.1 114.9 127.2 126.2 107.3 113.9 124.7 121.5 113.4 123.8 120.6 79.8 104.4
Angka yang diikuti huruf sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata
Perbedaan jumlah anakan produktif antar genotipe lintas lintas lokasi ditunjukan pada Tabel 2. Jumlah anakan produktif bervariasi nyata antar genotipe dalam tiap lokasi. Jumlah anakan produktif paling sedikit ditunjukkan oleh G39 di Banjarnegara (10 anakan) dan tertinggi oleh Gl0 di Purworejo (23 anakan). Rata-rata jumlah anakan produktif paling sedikit lintas lokasi adalah Situpatenggang (l2 anakan) dan tertinggi lintas lokasi adalah Silugonggo (2l anakan). Tabel 2. Perbedaan Jumlah Anakan Produktif antar Genotipe pada 8 Lokasi Tanam (bh) Genotipe
L1
L2
L3
L4
L5
L6
L7
Purworejo
Banyumas
Kudus
Tegal
Batang
Kebumen
Cirebon
G9 21.2 de 18.5a 16.5 ac 16.0 be 21.9 cd 19.1 bc G10 23.3 e 17.8 a 22.6 de 19.3 de 15.8 ab 20.3 c G12 18.0 bc 12.9 bd 22.2 ce 12.9 ab 15.0 ab 19.7 bc G13 17.9 bc 12.0 cd 20.5 bd 13.0 ab 17.6 bc 19.8 bc G19 20.3 ce 15.7 ac 19.5 bd 15.0 bd 11.8 a 21.2 c G34 20.4 c 15.2 ac 12.3 a 15.9 be 13.3 ab 20.4 c G35 23.1 e 14.3 ac 16.3 ab 13.9 bc 12.0 a 20.3 c G39 19.5 bd 11.9 cd 19.5 bd 16.3 be 21.9 d 16.0 ab G136 18.7 bd 14.7 ac 21.4 be 15.3 bd 11.7 a 19.5 bc Poso 16.4 b 13.9 ac 20.3 bd 18.0 ce 14.4 ab 18.3 ac Mentik wangi 19.7cd 15.9 ac 20.8 be 16.9 be 17.7 bc 22.0 c Silugonggo 19.5 bd 16.9 ab 26.4 e 20.3 e 24.5 d 22.2 c Situ Patenggang 13.3 a 8.9 d 17.7 ad 9.2 a 11.4 a 14.9 a Angka yang diikuti huruf sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata.
18.1bd 19.5 cd 17.5 bd 18.7 bd 15.2 ab 15.4 ab 20.7 de 16.7 ac 20.2 cd 15.5 ab 23.9 ef 25.9 f 13.1 a
L8 Banjar negara
Ratarata
15.1bc 13.6 ac 13.7 ac 11.8 ac 10.7 ac 10.9 ac 11.2 ac 10.0 ab 12.2 ac 13.4 ac 12.3 ac 16.9 c 7.9 a
18.3 19.0 16.5 16.4 16.2 15.5 16.5 16.9 16.7 16.3 18.7 21.6 12.1
Perbedaan umur berbunga antar genotipe lintas lintas lokasi ditunjukan pada Tabel 3. Umur berbunga bervariasi nyata antar genotipe dalam tiap lokasi. Umur berbunga paling pendek Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
189
ditunjukkan oleh Kultivar Silungonggo di Batang (59 hst) dan paling panjang oleh G34 di Banyumas (97 hst). Rata-rata umur berbunga paling pendek lintas lokasi adalah Silugonggo (70 hst) dan terpanjang lintas lokasi adalah G34 (92 hst). Tabel 3. Perbedaan Umur Berbunga antar Genotipe pada 8 Lokasi Tanam (hst) Genotipe
L1
L2
L3
L4
L5
L6
L7
Purworejo
Banyumas
Kudus
Tegal
Batang
Kebumen
Cirebon
G9 83.0 d 84.3 d 81.5 bc 81.0 bc 75.6 bc 80.3 b G10 80.0 bc 84.0 d 80.5 b 82.3 c 68.7 b 81.0 b G12 83.0 d 85.0 d 81.8 cd 81.3 bc 72.5 c 80.7 b G13 82.67 d 89.0 c 82.7 de 82.3 c 83.9 c 82.7 c G19 82.3 d 95.3 ab 83.5 e 81.7 bc 65.8 b 84.7 d G34 94.0 g 96.7 a 92.3 h 93.7 f 68.7 e 90.7 g G35 91.0 f 89.3 c 90.0 g 91.7 e 72.1 e 88.7 f G39 82.0 cd 85.3 d 82.3 ce 81.7 bc 84.9 e 82.7 c G136 82.0 cd 95.3 ab 82.3 cd 81.7 bc 68.3 d 82.7 c Poso 86.3 e 95.0 ab 86.2 f 89.7 d 83.3 d 86.0 e Mentik wangi 86.0 e 92.0 bc 85.5 f 89.0 d 94.4 f 84.7 d Silugonggo 69.7 a 65.0 e 70.2 a 70.3 a 59.2 a 70.7 a Situ Patenggang 79.7 b 82.3 d 80.3 b 80.3 b 66.7 c 80.7 b Angka yang diikuti huruf sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata
79.7 c 80.0 c 80.0 c 81.0 cd 85.3 e 88.3 f 87.3 f 82.0 d 85.3 e 84.3 e 84.0 e 70.3 a 73.7 b
L8 Banjar negara
Rata -rata
82.3 c 82.3 c 81.3 bc 82.3 c 81.7 c 93.3 e 92.3 e 81.7 c 81.7 c 90.3 d 89.3 d 71.0 a 80.3 b
81.9 81.5 82.2 83.4 84.6 92.5 90.3 83.8 84.1 88.4 87.9 70.3 80.1
Tabel 4. Perbedaan Umur Panen antar Genotipe pada 8 Lokasi Tanam (hst) L1 Genotipe
L2
Purworejo Banyumas
L3 Kudus
L4 Tegal
L5
L6
Batang Kebumen
G9 108.0 cd 110.0 bc 106.5 bc 105.3 c 108.3 105.3 b G10 105.0 b 106.7 cd 105.5 b 106.0 cd 110.0 106.0 b G12 107.3 c 111.0 ac 106.5 bc 105.7 de 109.3 105.7 b G13 107.7 c 111.0 ac 107.7 d 107.7 f 109.0 107.7 c G19 110.0 ce 114.7 ac 111.2 f 112.3 e 107.3 112.3 ef G34 114.3 df 115.7 ab 114.3 g 114.7 h 116.3 114.7 g G35 115.3 f 115.0 a 114.5 g 113.7 f 119.7 113.7 fg G39 107.0 bc 114.7 ab 107.3 cd 107.7 h 110.7 107.7 c G136 110.7 e 114.3 ab 109.8 e 109.0 h 107.3 109.0 c Poso 111.3 e 115.0 ab 111.7 f 111.7 fg 112.7 111.7 de Mentik wangi 111.0 e 113.3 ab 111.0 f 110.7 g 111.7 11 0.7 d Silugonggo 94.7 a 88.0 e 94.7 a 94.7 a 98.0 94.7 a Situ Patenggang 105.0 b 102.3 d 105.5 b 105.7 b 108.3 105.7 b Angka yang diikuti huruf sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata
L7 Cirebon 104.7 c 105.3 c 105.7 c 107.7 d 110.7 ef 112.3 gh 113.3 h 108.3 d 110.3 e 111.7 fg 111.3 eg 96.3 a 100.7 b
L8 Banjar negara 108.3 b 113.0 cd 112.7 cd 112.7 cd 113.3 d 120.7 f 120.7 f 113.3 d 113.7 de 120.3 f 115.0 e 90.0 a 111.7 c
Ratarata 107.1 107.2 108.0 109.0 111.5 115.4 115.7 109.6 110.5 113.3 111.8 93.9 105.6
Tabel 5. Perbedaan Panjang Malai antar Genotipe Padi Gogo Aromatik pada 8 Lokasi T (cm) L1 Genotipe
L2
Purworejo Banyumas
L3 Kudus
L4 Tegal
L5
L6
L7
Batang
Kebumen
Cirebon
G9 23.2 d 25.0 ac 24.9 bc 24.4 ac 23.8 bc 29.3 g G10 23.6 d 25.3 ab 25.0 bc 25.8 be 23.2 bc 27.8 df G12 23.8 d 24.3 ac 24.7 bc 26.3 ce 28.0 d 29.0 fg G13 23.8 d 23.4 be 25.7 bc 27.1 de 24.1 d 28.4 fg G19 21.8 b 23.0 ce 24.8 bc 24.1 ac 18.9 a 26.7 cd G34 22.0 bc 22.6 e 22.7 a 24.8 ad 23.7 bc 26.2bc G35 25.5 e 22.5 e 25.1 bc 27.5 e 22.8 bc 28.7 fg G39 23.5 d 24.9 ad 26.3 c 25.3 be 22.2 bc 28.2 eg G136 23.0 cd 25.7 a 23.9 ab 25.1 be 23.2 bc 27.0 ce Poso 23.5 d 24.1 ae 26.1 c 26.0 ce 22.0 bc 28.1 eg Mentik wangi 21.6 b 22.9 de 24.1 ab 25.0 be 21.6 b 27.2 ce Silugonggo 19.9 a 20.7 f 22.3 a 22.3 a 17.7 a 22.6 a Situ Patenggang 21.2 b 24.6 ad 25.0 bc 23.3 ab 21.7 b 25.4 b Angka yang diikuti huruf sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata
24.9 ce 24.1 bd 25.4 de 23.2 ac 22.8 ab 23.4 ad 25.0 ce 26.2 e 23.9 bd 23.9 bd 23.2 ac 21.7 a 22.4 ab
L8 Banjar negara 22.3 bc 23.6 bd 24.6 bd 24.2 bd 23.0 bd 23.5 bd 23.9 bd 23.5 bd 24.8 cd 25.5 d 22.7 bc 17.7 a 22.0 b
Ratarata 24.7 24.8 25.8 25.0 23.1 23.6 25.1 25.0 24.6 24.9 23.6 20.6 23.2
Perbedaan umur panen antar genotipe lintas lintas lokasi ditunjukan pada Tabel 4. Umur panen bervariasi nyata antar genotipe dalam tiap lokasi. Umur panen paling pendek ditunjukkan oleh Silungonggo di Banyumas (88 hst) dan paling panjang oleh G34 di Banjarnegara (l21 hst). 190
Makalah Oral
Rata-rata umur panen paling pendek lintas lokasi adalah Silugonggo (94 hst) dan terpanjang lintas lokasi adalah G35 (ll6 hst). Penampilan komponen hasil padi gogo aromatik lintas lokasi Perbedaan panjang malai antar genotipe lintas lokasi ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel menunjukkan bahwa panjang malai antar genotipe bervariasi nyata dalam tiap lokasi. Malai terpendek ditunjukkan oleh Silugonggo di Banjarnegara dan Batang (18 cm) dan terpanjang G12 di Kebumen (29 cm). Rata-rata malai terpendek lintas lokasi adalah Silugonggo (21 cm) dan terpanjang lintas lokasi adalah G12 (26 cm). Perbedaan jumlah gabah total permalai antar genotipe lintas lintas lokasi ditunjukan pada Tabel 6. Jumlah gabah total permalai bervariasi nyata antar genotipe dalam tiap lokasi. Jumlah gabah total permalai paling sedikit ditunjukkan oleh Silugonggo di Banjarnegara (56 biji) dan tertinggi oleh Situpatenggang di Kebumen (265 biji). Rata-rata jumlah gabah total permalai paling sedikit lintas lokasi adalah Silugonggo (96 biji) dan tertinggi lintas lokasi adalah Situpatenggang (l74 biji). Tabel 6. Perbedaan Jumlah Gabah Total Per Malai antar Genotipe pada 8 Lokasi Tanam (bh) L1 Genotipe
L2
Purworejo Banyumas
L3
L4
Kudus
Tegal
L5 Batang
L6
L7
Kebumen Cirebon
G9 114.2 a 99.7 bd 99.6 a 104.3 a 98.8 bc 160.7 bd G10 120.9 ab 113. bd 122.0 ac 114.7 ab 160.0 de 149.2 bc G12 146.8 de 126.9 b 145.1 c 151.9 cd 201.9 e 232.9 e G13 140.6 ce 116.2 bc 136.9 bc 146.2 c 142.8 cd 185.0 d G19 135.2 be 107.4 bd 174.4 de 136.3 bc 79.9 a 187.3 d G34 130.2 ad 115.6 bc 114.7 ab 140.3 bc 156.7 cd 165.0 bd G35 140.3 ce 111.9 bd 115.3 ab 128.4 ac 117.5 bc 139.3 ab G39 149.4 ef 124.0 b 181.6 e 137.0 bc 107.3 bc 243.4 ef G136 126.8 ac 110.8 bd 137.1 bc 141.4 bc 111.0 bd 174.8 cd Poso 140.8 ce 122.8 b 150.8 cd 137.7 bc 112.2 bc 175.3 cd Mentik wangi 121.7 ab 90.3 cd 124.3 ac 129.8 ac 136.0 bd 163.7 bd Silugonggo 120.1 ab 83.3 d 110.1 ab 100.9 a 72.7 ab 116.7 a Situ Patenggang 164.4 f 184.9 a 175.0 de 176.2 d 152.2 de 265.4 f Angka yang diikuti huruf sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata
105.2 a 120.5 ac 148.7 cd 148.2 cd 132.4 ad 135.1 ad 126.1 ac 184.1 e 138.1 bd 143.8 cd 126.4 ac 110.6 ab 163.4 de
L8 Banjar negara
Ratarata
81.8 b 84.3 b 119.3 cd 102.7 bc 113.6 cd 122.1 cd 111.8 cd 133.9 de 125.3 cd 147.3 e 103.7 bc 56.1 a 115.1 cd
108.0 123.1 159.2 139.8 133.3 134.9 123.8 157.6 133.2 141.3 124.5 96.3 174.6
Tabel 7. Perbedaan Persentase Gabah Isi antar Genotipe Padi Gogo Aromatik pada 8 Lokasi Tanam (%) L1 Genotipe
L2
Purworejo Banyumas
L3
L4
L5
L6
Kudus
Tegal
Batang
Kebumen
G9 74.3 ab 76.3 76.0 be 86.9 bc 85.1 ce 78.9 ac G10 71.9 ab 68.1 79.0 be 87.0 bc 85.4 ce 78.9 ac G12 68.9 a 74.6 74.5 ad 86.6 bc 78.4 be 79.3 ac G13 73.9 ab 68.5 71.9 ac 81.8 bc 76.7 be 70.6 a G19 72.4 ab 76.4 82.9 de 88.4 c 53.1 a 84.9 bd G34 75.6 ab 79.0 72.1 ac 88.6 c 68.6 b 82.6 ad G35 71.5 ab 80.7 78.2 be 70.3 a 75.6 bd 73.9 ab G39 70.9 ab 83.6 68.7 ab 87.0 bc 85.6 ce 81.6 ac G136 77.1 b 80.9 76.5 be 77.3 ab 89.5 de 87.2 cd Poso 72.3 ab 73.6 85.0 e 77.3 ab 76.6 be 80.9 ac Mentik wangi 70.7 ab 70.9 80.9 ce 85.5 bc 72.2 bc 85.1 bd Silugonggo 72.2 ab 70.7 65.5 a 81.9 bc 91.2 c 93.9 d Situ Patenggang 76.5 b 79.9 64.4 a 77.0 ab 87.9 de 82.2 ad Angka yang diikuti huruf sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata
L7 Cirebon 77.5 be 70.1 ac 73.2 ad 73.4 ad 70.6 ac 78.1 be 70.8 ac 85.6 de 68.7 ab 68.2 ab 62.4 a 89.5 e 84.4 ce
L8 Banjar negara
Ratarata
66.5 ab 73.3 ab 65.5 ab 63.9 ab 59.1 a 71.7 ab 62.1 ab 68.6 ab 76.7 b 74.4 b 66.6 ab 71.9 ab 68.8 ab
77.7 76.7 75.1 72.6 73.5 77.0 72.9 78.9 79.2 76.0 74.3 79.6 77.6
Perbedaan persentase gabah isi permalai antar genotipe lintas lintas lokasi ditunjukan pada Tabel 7. Persentase gabah isi permalai bervariasi nyata antar genotipe dalam tiap lokasi. Persentase gabah isi permalai paling sedikit ditunjukkan oleh G35 di Banjarnegara (62 %) dan tertinggi oleh Silugonggo di Kebumen (94 %). Rata-rata persentase gabah isi permalai paling sedikit lintas lokasi adalah G35 (72 %) dan tertinggi lintas lokasi adalah Silugonggo (79 %). Perbedaan bobot 1000 biji antar genotipe lintas lintas lokasi ditunjukan pada Tabel 8. Bobot 1000 biji bervariasi nyata antar genotipe dalam tiap lokasi. Bobot 1000 biji paling sedikit ditunjukkan oleh oleh Silugonggo di Kudus (20 g) dan tertinggi Gl0 di Purworejo (30 g). RataProsiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
191
rata bobot 1000 biji paling sedikit lintas lokasi adalah Silugonggo (22 g) dan tertinggi lintas lokasi adalah Gl0 (28 g). Tabel 8. Perbedaan Bobot 1000 Biji antar Genotipe Padi Gogo Aromatik pada 8 Lokasi Tanam(g) L1 Genotipe
L2
Purworejo Banyumas
L3 Kudus
L4 Tegal
L5
L6
Batang
L7
Kebumen Cirebon
G9 25.4 bc 27.1 bd 20.9 ab 23.2 ab 24.4 d 25.4 bc G10 29.7 g 29.1 a 24.2 e 29.2 e 27.1 g 27.7 d G12 27.6 e 26.8 bd 20.3 a 25.9 be 26.0 g 26.3 bd G13 29.9 g 27.7 ac 23.7 de 27.2 ce 26.7 g 27.6 d G19 26.9 d 26.9 bd 21.2 ab 28.6 de 19.2 a 25.4 bc G34 25.5 bc 25.8 ce 20.0 a 22.7 ab 25.9 fg 25.1 b G35 25.6 c 26.9 bd 21.5 ac 23.2 ab 24.3 d 23.3 a G39 27.4 de 25.2 de 21.3 ab 24.9 bd 24.9 ef 25.7 bc G136 24.9 b 24.8 e 20.6 ab 19.7 a 22.3 b 26.8 cd Poso 28.3 f 26.9 bd 22.2 bd 24.0 bc 24.8 de 26.0 bd Mentik wangi 28.2 f 27.9 ab 23.1 ce 25.3 be 22.8 bc 26.3 bd Silugonggo 23.0 a 21.1 f 19.7 a 21.9 ab 22.1 b 23.5 a Situ Patenggang 27.3 de 24.7 e 20.9 ab 23.6 ac 23.6 cd 25.6 bc Angka yang diikuti huruf sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata
22.7 ab 25.4 cd 22.3 a 24.4 bd 24.0 ad 23.8 ad 23.8 ad 23.5 ac 22.8 ab 24.3 bd 25.2 cd 22.9 ab 25.6 d
L8 Banjarnegara 23.4 ab 29.2 ef 26.5 cd 29.6 f 23.6 ab 23.2 ab 21.6 a 24.9 bc 24.7bc 25.1 bc 27.2 de 23.3 ab 23.9 b
Ratarata 24.1 27.7 25.2 27.1 24.5 24.0 23.8 24.7 23.3 25.2 25.8 22.2 24.4
Tabel 9. Perbedaan Bobot Gabah Per Rumpun antar Genotipe Padi Gogo Aromatik pada 8 Lokasi Tanam (g) Genotipe
L1
L2
L3
Purworejo
Banyumas
Kudus
L4 Tegal
L5
L6
Batang
L7
Kebumen Cirebon
G9 24.9 a 22.7 ab 17.1 a 17.2 a 30.8 25.2 a G10 25.3 a 21.1 ab 34.0 bc 27.5 ab 42.3 27.7 ab G12 29.9 bc 14.0 bc 27.7 ac 18 .1 ab 37.9 26.6 ab G13 30.8 ce 19.2 ab 32.4 bc 21.7 ab 26.7 25.2 a G19 33.2 df 23.4 ab 32.4 bc 27.4 ab 12.9 36.4 d G34 26.3 ab 22.7 ab 19.1 a 27.3 ab 16.3 27.4 ab G35 27.7 ac 25.8 a 18.3 a 19.2 ab 20.8 25.0 a G39 31.6 ce 20.9 ab 37.9 c 23.7 ab 30.4 36.0 d G136 35.9 f 18.9 ab 36.3 c 18.9 ab 31.9 33.5 bd Poso 29.8 be 26.5 a 38.1 c 29.0 b 22.1 27.3 ab Mentik wangi 28.7 ac 22.8 ab 31.3 bc 28.0 ab 32.9 28.2 ac Silugonggo 29.0 ad 18.9 c 22.8 ab 22.1 ab 11.7 27.2 ab Situ Patenggang 33.5 ef 20.8 ab 27.7 ac 16.9 a 30.2 34.5 cd Angka yang diikuti huruf sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata
23.9 ab 23.7 ab 23.1 a 26.0 ab 26.2 ab 25.6 ab 24.4 ab 33.2 c 26.4 ab 24.3 ab 29.5 bc 25.3 ab 28.0 ac
L8 Banjar negara 18.2 ac 16.9 ac 23.6 ac 18.0 ac 17.8 ac 18.7 ac 13.4 a 20.3 ac 26.6 bc 29.6 c 20.9 ac 14.0 ab 10.8 a
Ratarata 22.5 27.3 25.1 25.0 26.2 22.9 21.8 29.3 28.6 28.3 27.8 20.1 25.3
Tabel 10. Perbedaan Bobot Gabah Per Petak Efektif (g) antar Genotipe pada 8 Lokasi Tanam L1 Genotipe
L2
L3
Purworejo Banyumas Kudus
L4 Tegal
L5 Batang
L6 Kebumen
G9 1876.7 a 1620.3 ac 566.7 987.2 a 2466.0 1859.8 ab G10 1906.7 a 1723.9 ac 950.0 2200.2 de 3333.0 2174.2 bd G12 2333.3 bc 2009.2 ab 783.3 1226.9 ab 3033.0 1800.3 ab G13 2463.3 cf 1465.2 bc 1150.0 1483.1 ad 2133.0 1588.3 a G19 2620.0 fg 2000.5 ab 933.3 2314.8 e 1033.0 2876.4 f G34 2130.0 b 1633.2 ac 533.3 2005.1 ce 1300.0 2336.2 cd G35 2156.7 bc 1831.6 ac 633.3 1265.9 ac 1666.0 1578.7 a G39 2396.7 de 1409.3 c 1366.7 1935.0 be 2433.0 2432.1 de G136 2733.3 g 1542.7 ac 1216.7 1419.7 ac 2550.0 2801.5 f Poso 2470.0 ef 1377.9 c 900.0 1949.2 be 1766.0 2091.6 bd Mentik wangi 2213.3 bd 2034.7 a 916.7 1781.9 be 2633.0 1967.5 bc Silugonggo 2353.3 ce 744.3 d 1166.7 1469.0 ac 933.0 1982.8 bc Situ Patenggang 2676.7 fg 1748.2 ac 933.3 1292.8 ac 2416.0 2744.5 ef Angka yang diikuti huruf sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata
L7 Cirebon 2009.4 ac 1894.5 ab 1850.5 a 2082.2 ab 2227.9 bc 2181.4 ac 1949.0 ac 2658.1 d 2108.7 ac 1947.2 ac 2289.7 c 2021.4 ac 2243.3 bc
L8 Banjar negara 545.4 ac 505.9 ac 708.0 ac 539.8 ac 534.7 ac 560.1 ac 400.8 a 608.1 ac 798.0 bc 888.3 c 625.9 ac 421.2 ab 324.6 a
Ratarata 1626.6 2026.1 1862.4 1766.5 2000.9 1731.3 1583.0 2090.1 2053.2 1786.0 1976.7 1524.4 2007.8
Perbedaan bobot gabah perumpun antar genotipe lintas lintas lokasi ditunjukan pada Tabel 9. Bobot gabah perumpun bervariasi nyata antar genotipe dalam tiap lokasi. Bobot gabah perumpun paling sedikit ditunjukkan oleh oleh Silugonggo di Batang (11 g) dan tertinggi G39 di 192
Makalah Oral
Kudus (38 g). Rata-rata bobot gabah perumpun paling sedikit lintas lokasi adalah Silugonggo (20 g) dan tertinggi lintas lokasi adalah G39 dan G136 (29 g). Perbedaan bobot gabah per petak efektif (10 m-2) antar genotipe lintas lintas lokasi ditunjukan pada Tabel 10. Bobot gabah per petak efektif bervariasi nyata antar genotipe dalam tiap lokasi. Bobot gabah per petak efektif paling sedikit ditunjukkan oleh oleh Situpatenggang di Banjarnegara (0.32 kg) dan tertinggi Gl0 di Batang (3.3 kg). Rata-rata bobot gabah per petak efektif paling sedikit lintas lokasi adalah Silugonggo (l.52 kg) dan tertinggi lintas lokasi adalah G39 dan G139 (2.09 kg). Sejumlah empat genotipe, Gl0, Gl9, G39, dan Gl36, menampilkan rata-rata daya hasil yang lebih tinggi dari semua kultivar pembanding. Gl9, G39, dan Gl36 lebih unggul dibandingkan dengan empat kultivar pembanding di lima lokasi. Bobot gabah per petak efektif empat genotipe ini, G10 (2 026 g), G19 (2 001 g), G39 (2 090 g), dan G136 (2 053), jika dikonversi dalam luasan hektar adalah 4.0521 t ha-l (G10), 4.0 t ha-l (G19), 4.18 t ha-l (G39), dan 4.1 t ha-l (G136). Pengaruh Interaksi Genotipe x Lingkungan Terhadap Komponen Hasil. Tabel 11 menampilkan matriks analisis varian gabungan terhadap komponen hasil padi gogo aromatik. Tabel 11 menunjukkan bahwa komponen hasil berbeda nyata antar genotipe, kecuali pada bobot gabah per petak efektif. Perbedaan lokasi berpengaruh nyata terhadap semua komponen hasil padi. Interaksi genotipe x lokasi tanam juga berpengaruh nyata terhadap semua komponen hasil. Interaksi genotipe x lokasi tanam mengindikasikan bahwa pengaruh perbedaan lokasi tanam terhadap komponen hasil genotipe tidak konsisten. Ada genotipe tertentu yang unggul untuk suatu komponen hasil di satu lokasi, tetapi genotipe tersebut tidak unggul di lokasi yang lain untuk komponen hasil yang sama, dan sebaliknya Interaksi genotipe x lingkungan menunjukkan bahwa pengaruh perbedaan lokasi tanam dalam hal komponen hasil bergantung kepada variasi genotipe yang diamati. Interaksi genotipe x lokasi tanam dapat dikatakan sebagai ketidakmampuan genotipe untuk memberikan respon secara sama pada lokasi tanam yang berbeda. Ini ditunjukkan dengan perubahan ranking genotipe dalam hal komponen hasil pada lokasi tanam yang berbeda. Pada tabel 10 ditunjukkan bahwa G136 menempati ranking pertama untuk bobot gabah per petak efektif di Purworejo dan Kudus, tetapi menempati ranking 5 di Banyumas dan Batang. G19 menempati rangking pertama di Tegal dan Kebumen, tetapi ranking tiga di Banyumas dan Kudus. Tabel. 11. Matrik Analisis Varian Gabungan Komponen Hasil l3 Genotipe Padi Gogo Lintas 8 Lokasi. Komponen hasil Sumber Bobot Jml anakan Panjang Jml gbh/ Bobot Bobot gbh/ keragaman gbh/ ptk produktif malai malai 1000 biji rumpun eff. Genotipe(G) * * * * * tn Lokasi (L) * * * * * * Interaksi GxL * * * * * * Keterangan: tn dan * adalah tidak berbeda nyata dan berbeda nyata
Studi daya adaptasi dan interaksi genotipe x lingkungan telah dilakukan pada berbagai tanaman. Pada tanaman padi, studi interaksi genotipe x musim tanam (Oosato et al., 1996) dan pengaruh kepadatan populasi (Gravois dan Helms, 1992) telah dilakukan. Pada tanaman jagung, studi pengaruh kepadatan populasi (Cox, 1996), dan pengaruh musim (Prasad dan Singh, 1990; Mahajan dan Khehra, 1992) juga telah dilakukan. Kajian kepadatan populasi pada kedelai (Board et al., 1996; Wells, 1993), pada sorghum (M‟Khaitir dan Vanderlip, 1992), interaksi saat tanam dengan musim pada kacang navy telah dilaporkan (Redden et al., 1997. Pengaruh interaksi genotype x lingkungan terhadap pertumbuhan dan hasil ada pada padi galur gogo generasi F5 (Totok, 2004). Adaptabilitas galur padi gogo aromatik Genotipe yang menunjukkan garis regresi di atas regresi rata-rata menunjukkan adaptasi yang baik pada semua lokasi. Gambar l menunjukkan bahwa genotipe G10, G12, G19, G39, G136, dan kultivar Mentikwangi mempunyai garis regresi di atas regresi rata-rata. Berarti, enam genotipe ini mempunyai stabilitas yang tinggi di delapan lokasi yang dicoba.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
193
G136 G39 G19 G12 MW G10 Rerata
3000 2900 2800 2700 2600 2500 2400 2300
Bobot gabah perpetak efektif (g)
2200 2100 2000 1900 1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200 1100 1000 900 800 700 600
Banjarnegara L8
Kudus L3
Banyumas L2
Tegal L4
Cirebon L7
Batang L5
Kebumen L6
Purworejo L1
Lokasi
Gambar l. Bobot gabah per petak efektif di atas rata-rata Keterangan: persamaan regresi tiap galur adalah sebagai berikut. yl36= 299.8x + 547.23, R 2= 0.9407; y39 = 257.6x + 745.5, R2= 0.7779; yl9 = 253.8x + 675.3, R2= 0.5148; yl2= 239.9x + 638.2, R2= 0.5558; yMW= 222.2x + 807.7, R2= 0.6199; yl0= 243.4x + 740.6, R2= 0.4916
3000 2950 2900 2850 2800 2750 2700 2650 2600 2550 2500 2450 2400 2350 2300 2250 2200 2150 2100 2050 2000 1950 1900 1850 1800 1750 1700 1650 1600 1550 1500 1450 1400 1350 1300 1250 1200 1150 1100 1050 1000 950 900 850 800 750 700 650 600
Stp
Bobot gabah perpetak efektif (g)
Rerata PS G13
Lokasi Banjarnegara L8
Banyumas L2
Cirebon L7
Kebumen L6
Gambar 2. Bobot gabah per petak efektif spesifik lokasi Keterangan: persamaan regresi tiap galur adalah sebagai berikut. yStp= 338.9x + 272, R 2= 0.8897; yPS= 216.6x + 669.2, R2= 0.8675; y13 =217.4x + 639.9, R2= 0.7577;
Genotipe yang membuat garis regresi menyilang regresi rata-rata dengan nilai lebih rendah di daerah kurang subur dan lebih tinggi di daerah lebih subur menunjukkan adaptasi baik di lingkungan subur. Termasuk dalam kelompok ini adalah Situpatenggang (Gambar 2). Genotipe yang membuat garis regresi menyilang regresi rata-rata dengan nilai lebih tinggi di daerah kurang subur dan lebih rendah di daerah subur menunjukkan adaptasi baik di lingkungan kurang subur. Termasuk kelompok ini adalah Poso dan G13 (Gambar 2).
194
Makalah Oral
Adanya garis regresi yang saling menyilang juga menunjukkan adanya interaksi genotipe x lingkungan, di mana perbedaan besarnya respon genotipe terhadap perubahan lingkungan tidak sama antar genotipe. Genotipe yang membuat garis regresi di bawah regresi rata-rata menunjukkan adaptasi yang buruk pada semua lokasi. Termasuk dalam kelompok ini adalah G9, G34, G35, Mentikwangi, dan Silugonggo (Gambar 3).
3000 2950 2900 2850 2800 2750 2700 2650 2600 2550 2500 2450 2400 2350 2300 2250 2200 2150 2100 2050 2000 1950 1900 1850 1800 1750 1700 1650 1600 1550 1500 1450 1400 1350 1300 1250 1200 1150 1100 1050 1000 950 900 850 800 750 700 650 600
Bobot gabah perpetak efektif (g) Rerata G34 G9 Slg G35
Lokasi
Banjarnegara L8
Kudus L3
Banyumas L2
Tegal L4
Cirebon L7
Batang L5
Kebumen L6
Purworejo L1
Gambar 3. Bobot gabah per petak efektif di bawah rerata Keterangan: persamaan regresi tiap galur adalah sebagai berikut. ySlg= 222.9x + 383.4, R 2= 0.6327; y9= 228.3x + 557.4, R2= 0.607; y34=230.3x + 455.4, R2= 0.6322; y35=204.8x + 513.6, R2= 0.639.
Memperhatikan potensi hasil yang tinggi (Tabel 10) dan stabilitas yang tinggi (Gambar 1), maka sejumlah 5 galur yaitu G136, G39, G19, G12, dan G10 berpotensi untuk menjadi genotipe unggul berdaya hasil tinggi, adaptabilitasnya tinggi, dan stabil terhadap kondisi lingkungan. KESIMPULAN 1. Sembilan galur potensial keturunan persilangan padi Mentik Wangi dengan Poso menunjukkan kemampuan untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik di delapan lokaksi tanam yang berbeda. 2. Daya adaptasi 9 galur bervariasi pada delapan lokasi tanam bervariasi. Ada 3 galur yang beradaptasi buruk pada semua lokasi, ada 5 galur yang beradaptasi baik pada semua lokasi, dan ada 1 galur yang beradaptasi baik pada lokasi tertentu. 3. Interaksi genotipe x lingkungan (8 lokasi tanam) ada pada komponen hasil (jumlah anakan per rumpun, panjang malai, jumlah gabah,bobot 1000 biji, dan bobot gabah), ditunjukkan dengan perubahan ranking galur pada lokasi yang berbeda. 4. Galur yang mempunyai daya adaptasi luas pada 8 lokasi tanam berbeda dan berdaya hasil tinggi adalah G136 (4,1 t ha-l), G39 (4,18 t ha-l), G19 (4,0 t ha-l), G12 (3,73 t ha-l) dan G10 (4,0521 t ha-l), yang dapat diajukan sebagai calon kultivar unggul baru. 5. Genotipe yang mempunyai daya daptasi khusus/ spesifik pada satu lokasi adalah Situpatenggang di lingkungan subur, dan Poso dan G13 di lingkungan kurang subur. IMPLIKASI DAN SARAN Penelitian tambahan menyangkut ketahanan terhadap hama dan penyakit utama padi gogo aromatik, dan identifikasi galur tingkat molekuler diperlukan untuk menambah informasi yang diperlukan dalam rangka pelepasan kultivar unggul baru dan pengajuan Perlindungan Varietas Tanaman. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif Bogor, 1-2 Agustus 2007
195
Sebatas pada penelitian ini, lima galur (G136, G39, G19, G12, dan G10) berpotensi diajukan sebagai calon kultivar unggul baru padi gogo aromatik. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada TPSDP ADB Loan Dirjen Dikti, Depdiknas yang telah membiayai penelitian ini melalui Research Grant 2005. DAFTAR PUSTAKA BPS. 2004. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta. Board, J. E., W. Zhang, and B.G. Harville. 1996. Yield rankings for soybean cultivars grown in narrow and wide rows with late planting date. Agron. J. 88:240-245. Cox, W. J. 1996. Whole plant physiological and yield responses of maize to plant density. Agron J. 88:489-496. Finlay, K. W. dan G. N. Wilkinson. 1963. The analysis of adaptation in a plant breeding programme. Aust. J. Agron. Res. 114:742-754. Mahajan, V. and A. S. Khehra. 1992. Stability analysis of kernel yield and its component in maize in winter and mansoon seasons. Indian J. Genneth. 52:63-67. M‟Khaitir, Y. O. and R. L. Vanderlip. 1992. Grain sorghum and pearl millet response to date and rate planting. Agron. J. 84:579-582. Oosato, K. F., Y. Hamachi, Y. Matsue, and T. Yoshida. 1996. Genotipe x environtment interaction of palatability in rice. Jpn. J. Crop. Sci. 65:585-589. Prasat, S. K. and T. P. Singh. 1990. Genetic diversity under different environtments in maize (Zea mays L.). Indian J. Genet. 50:407-411. Redden, R. J., W. Tompkins, and T. Usher. 1997. Growth interactions of navy bean varieties with sowing date and season. Aust. J. Exp. Agric. 37:213-216. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik (terjemahan). P.T. Gramedia. Jakarta. Totok, A. D. H. 2004. Pertumbuhan, hasil, dan mutu beras genotip F5 dari persilangan padi Mentikwangi x Poso dalam rangka perakitan padi gogo aromatik. Jurnal Pembangunan Pedesaan. (4).2:122-128. ------------------- dan R. S. Utari. 2005. Uji daya hasil galur potensial F6 keturunan persilangan padi Mentikwangi x Poso dibanding tetuanya dalam rangka perakitan padi gogo aromatic. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Unsoed.
196
Makalah Oral