TESIS - TM 142501
OPTIMASI MULTI RESPON PADA PROSES PEMESINAN WIRE ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING (WEDM) BAJA PERKAKAS BUDERUS 2080 DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI-GREY-FUZZY DHIKA ADITYA PURNOMO NRP 2112201204 DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. Helena Carolina Kis Agustin, DEA Ir. Bobby Oedy P. Soepangkat, M.Sc., Ph.D PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN REKAYASA DAN SISTEM MANUFAKTUR JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015
THESIS - TM 142501
OPTIMIZATION OF MULTI-RESPONSE OF WIRE ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING (WEDM) PROCESS OF BUDERUS TOOL STEEL 2080 USING TAGUCHI-GREY-FUZZY METHOD DHIKA ADITYA PURNOMO NRP 2112201204 ADVISOR Dr. Ir. Helena Carolina Kis Agustin, DEA Ir. Bobby Oedy P. Soepangkat, M.Sc., Ph.D MASTER PROGRAM FIELD STUDY OF ENGINEERING AND MANUFACTURING SYSTEM DEPARTEMENT OF MECHANICAL ENGINEERING FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan penyusunan Tesis ini. Tesis dengan judul “OPTIMASI MULTI RESPON PADA PROSES PEMESINAN WIRE
ELECTRICAL
DISCHARGE
MACHINING
(WEDM)
BAJA
PERKAKAS BUDERUS 2080 DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI-GREY-FUZZY” disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Teknik pada Program Studi Rekayasa dan Sistem Manufaktur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak atas segala bantuan dan dorongan serta dedikasinya yang telah membantu penyusunan Tesis ini hingga selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Ir. Sutardi, M.Eng., Ph.D. selaku Kepala Program Studi Teknik Mesin Program Pascasarjana FTI - ITS. 2. Ibu Dr. Ir. Helena Carolina Kis Agustin, DEA. sebagai dosen pembimbing pertama. 3. Bapak Ir. Bobby O.P. Soepangkat, M.Sc, Ph.D. sebagai dosen pembimbing kedua. 4. Bapak Arif Wahyudi, S.T., M.T., Ph.D. dan Bapak Ir. Hari Subiyanto, M.Sc. sebagai dosen penguji seminar tesis. 5. Ibu, ayah dan adikku tersayang Dhela Adeliya P., yang telah banyak memberikan kekuatan dan semangat serta doa restunya kepada penulis. 6. Seluruh staf pengajar di Jurusan Teknik Mesin yang selalu memberi atmosfer kampus yang menyenangkan. 7. Seluruh staf dan karyawan Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri dan Program Pascasarjana ITS. 8. Teman-teman kuliah S2 Rekayasa dan Sistem Manufaktur Mega Diantoro dan Hasriadi serta teman seperjuangan Rahayu Mekar B., Rifky M. Yusron dan Saiful Arif atas segala bantuan dan dukungannya.
vii
9. Dosen pengajar dan Staf Lab. Manufaktur PPNS Bapak Bayu Wiro, Fipka Bisono, Mas Harya Adi, M. Yasir, Ressa dan Gustav yang telah banyak membatu dalam penelitian ini. 10. Teman-teman Lab. Manufaktur Teknik Mesin–ITS. 11. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu-satu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata penulis berharap semoga Tesis ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang proses manufaktur. Aamiin.
Surabaya, 31 Januari 2015
Penulis
viii
OPTIMASI MULTI RESPON PADA PROSES PEMESINAN WIRE ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING (WEDM) BAJA PERKAKAS BUDERUS 2080 DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI-GREY-FUZZY Nama Mahasiswa NRP Pembimbing I Pembimbing II
: : : :
Dhika Aditya Purnomo 2112201204 Dr. Ir. Helena Carolina Kis Agustin, DEA Ir. Bobby Oedy P. Soepangkat, M.Sc., Ph.D
ABSTRAK Proses pemesinan wire electrical discharge machining (WEDM) banyak digunakan dalam dunia industri untuk proses pemotangan logam dengan tingkat kekerasan bahan yang tinggi dan dengan bentuk geometri yang kompleks. Pengaturan variabel-variabel proses WEDM yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya kekasaran permukaan benda kerja yang tinggi, tingkat kepresisian yang rendah dan waktu proses pemesinan yang lama, serta juga dapat menurunkan kekuatan bahan pada permukaan benda kerja. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaturan level-level dari variabel-variabel proses WEDM yang tepat untuk memenuhi karakteristik kualitas dari respon laju pengerjaan bahan, lebar pemotongan, kekasaran permukaan dan tebal lapisan recast secara serentak. Penelitian tentang optimasi proses WEDM dilakukan pada baja perkakas Buderus 2080 dengan menggunakan kawat elektroda zinc coated brass wire. Percobaan dilakukan dengan memvariasikan empat variabel proses, yaitu arc on time, on time, open voltage dan servo voltage. Variabel proses arc on time memiliki dua level, yaitu sebesar 1 A dan 2 A. Variabel proses on time memiliki tiga level, yaitu sebesar 2 s, 4 s dan 6 s. Variabel proses open voltage memiliki tiga level, yaitu sebesar 75 V, 90 V dan 105 V. Variabel proses servo voltage memiliki tiga level, yaitu sebesar 30 V, 40 V dan 50 V. Rancangan percobaan pada penelitian ini berupa Taguchi dengan matriks ortogonal L18(21x33). Percobaan dilakukan dengan dua kali replikasi. Metode yang digunakan untuk mengoptimasi karakteristik multi respon secara serentak adalah grey relational analysis (GRA) dan logika fuzzy. Karakteristik kualitas respon pada penelitian ini adalah ‘semakin besar semakin baik’ untuk respon laju pengerjaan bahan dan ‘semakin kecil semakin baik’ untuk respon lebar pemotongan, kekasaran permukaan dan tebal lapisan recast. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar kontribusi dari variabel-variabel proses dalam mengurangi variansi total respon yang diamati secara serentak adalah on time sebesar 63.20%, open voltage sebesar 14.19%, servo voltage sebesar 6.45% dan arc on time sebesar 4.00%. Respon-respon yang memenuhi karakteristik kualitasnya dapat dicapai dengan mengatur variabel proses arc on time pada 1 A, on time pada 2 s, open voltage pada 75 V dan servo voltage pada 30 V.
Kata kunci: kekasaran permukaan, laju pengerjaan bahan, lapisan recast, lebar pemotongan, Taguchi-grey-fuzzy, WEDM iii
OPTIMIZATION OF MULTI-RESPONSE OF WIRE ELECTRICAL DISCHARGE MACHINING (WEDM) PROCESS OF BUDERUS TOOL STEEL 2080 USING TAGUCHI-GREY-FUZZY METHOD Name NRP Supervisor I Supervisor II
: : : :
Dhika Aditya Purnomo 2112201204 Dr. Ir. Helena Carolina Kis Agustin, DEA Ir. Bobby Oedy P. Soepangkat, M.Sc., Ph.D
ABSTRACT Wire electrical discharge machining (WEDM) is widely used in machining of complex components made from high hardness and high thoughness materials. Material removal rate, cutting width, surface roughness, and recast layer thickness are some responses that used to evaluate the performance of WEDM process. The aim of this experiment is to identify the combination of process parameters for achieving required multiple performance characteristic in WEDM process. This experiment was conducted by using Buderus tool steel 2080 with zinc coated brass wire. The four important process parameters such as arc on time, on time, open voltage and servo voltage are taken as input parameters. Arc on time was set at two different levels while the other three were set at three different levels. Based on Taguchi method, an L18(21x33) orthogonal array was chosen for the design of experiments. Grey relational analysis combined with fuzzy logic method was applied to determine the optimum machining parameters for the WEDM process. The quality characteristic of material removal rate is “larger-is-better” while the quality characteristic of surface roughness, cutting width and recast layer thickness is “smaller-is-better.” Experimental results show that on time gives the highest contribution for reducing the total variation of the multiple responses, followed by open voltage, servo voltage and arc on time. The maximum material removal rate and minimum cutting width, surface roughness and recast layer thickness could be obtained by using the values of arc on time, on time, open voltage and servo voltage of 1 A, 2 s, 75 V and 30 V respectively.
Keywords: cutting width, material removal rate, recast layer, surface roughness, Taguchi-grey-fuzzy, WEDM
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………….…….…..... ABSTRAK.......................................................................................................... ABSTRACT........................................................................................................ KATA PENGANTAR....................................................................................... DAFTAR ISI...................................................................................................... DAFTAR GAMBAR......................................................................................... DAFTAR TABEL..............................................................................................
BAB I
i iii v vii ix xiii xv
PENDAHULUAN............................................................................... 1.1 Latar Belakang................................................................................ 1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 1.2.1. Batasan Masalah............................................................... 1.2.2. Asumsi Penelitian............................................................. 1.3 Tujuan Penelitian............................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian...........................................................................
1 1 4 4 4 5 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI................................... 2.1 Electrical Discharge Machining (EDM)........................................ 2.2 Wire Electrical Discharge Machining (WEDM)........................... 2.2.1 Mekanisme Pemotongan pada WEDM.............................. 2.2.2 Variabel-variabel pada WEDM.......................................... 2.2.3 Jenis-jenis Kawat Elektroda............................................... 2.2.4 Pembilasan Geram (Flushing)............................................ 2.3 Kekasaran Permukaan.................................................................... 2.4 Lebar Pemotongan......................................................................... 2.5 Laju Pengerjaan Bahan.................................................................. 2.6 Lapisan Recast............................................................................... 2.7 Metode Taguchi…………………………………………………. 2.8 Rancangan Percobaan Taguchi...................................................... 2.9 Uji Asumsi Residual…………………………………………….. 2.10 Metode Taguchi-grey-fuzzy……………………………………… 2.11 Interpretasi Hasil Percobaan……………………………………...
7 7 8 10 12 13 14 15 20 20 21 23 24 31 32 40
ix
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...................................................... 3.1 Tahapan Penelitian......................................................................... 3.2 Variabel-variabel Penelitian.......................................................... 4.2.1. Variabel Proses................................................................... 4.2.2. Variabel Respon................................................................. 4.2.3. Variabel Konstan................................................................ 4.2.4. Variabel Gangguan............................................................. 3.3 Bahan dan Peralatan Penelitian...................................................... 3.3.1 Bahan Penelitian................................................................. 3.3.2 Peralatan Penelitian............................................................ 3.4 Rancangan Percobaan.................................................................... 3.4.1 Pengaturan Variabel pada Mesin WEDM.......................... 3.4.2 Pemilihan Matriks Ortogonal............................................. 3.5 Langkah-langkah Percobaan.......................................................... 3.6 Pengukuran dan Pengambilan Data................................................ 3.6.1 Pengambilan Data LPB...................................................... 3.6.2 Pengambilan Data Kerf………………………………….. 3.6.3 Pengambilan Data KP........................................................ 3.6.4 Pengambilan Data Tebal LR.............................................. 3.7 Karakteristik Respon Optimum……………………….……….…
43 43 45 45 45 45 46 46 46 46 50 50 51 55 56 56 57 58 58 59
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN....................................... 4.1 Data Hasil Percobaan..................................................................... 4.2 Perhitungan Rasio S/N..................................................................... 4.3 Normalisasi Rasio S/N..................................................................... 4.4 Perhitungan Grey Relational Coefficient (GRC)............................ 4.5 Fuzzification................................................................................... 4.6 Penentuan Fuzzy Rules................................................................... 4.7 Defuzzification............................................................................... 4.8 Hasil Optimasi................................................................................ 4.9 Analisa Variansi dan Persen Kontribusi........................................ 4.10 Pengujian Asumsi Residual............................................................ 4.10.1. Uji Independen................................................................. 4.10.2. Uji Identik........................................................................ 4.10.3. Uji Kenormalan................................................................ 4.11 Prediksi Respon Optimum.............................................................. 4.12 Percobaan Konfirmasi..................................................................... 4.13 Perbandingan antara Respon Hasil Kombinasi Awal dan Kombinasi Optimum.......................................................................
61 61 62 64 65 67 68 71 73 74 78 78 79 79 80 82
x
84
4.14 Pembahasan..................................................................................... 89 4.14.1. Pengaruh Variabel-variabel Proses Terhadap Multi Respon.............................................................................. 89 4.14.2. Pengaruh Variabel-variabel ProsesTerhadap Respon Individu............................................................................. 92 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………….......................................... 95 5.1 Kesimpulan...................................................................................... 95 5.2 Saran................................................................................................ 96 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….…... 97 LAMPIRAN…………………………………………………………………... 99
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Nilai kekasaran dan tingkat kekasaran.......................................
Tabel 2.2
Nilai kekasaran yang dapat dicapai oleh beberapa proses
18
pemesinan……………………………………………………... 19 Tabel 2.3
Matriks ortogonal L18(21x37) …………..................................... 26
Tabel 2.4
Tabel analisis variansi (ANAVA)..............................................
28
Tabel 2.5
Penempatan rasio S/N................................................................
34
Tabel 2.6
Tabel respon grey fuzzy reasoning grade................................... 40
Tabel 3.1
Spesifikasi mesin WEDM 32GF................................................
47
Tabel 3.2
Variabel-variabel konstan..........................................................
50
Tabel 3.3
Variabel-variabel proses dan masing-masing level……............ 51
Tabel 3.4
Total derajat kebebasan variabel-variabel respon …..……..…. 1
3
Tabel 3.5
Rancangan percobaan Taguchi L18(2 x3 ).................................
Tabel 3.6
Urutan percobaan matriks ortogonal L18(21x33) replikasi pertama ……………………………………………………..…
Tabel 3.7
51 52 53
Urutan percobaan matriks ortogonal L18(21x33) replikasi kedua..........................................................................................
53
Tabel 4.1
Data hasil percobaan..................................................................
61
Tabel 4.2
Data rasio S/N............................................................................
63
Tabel 4.3
Data normalisasi rasio S/N........................................................
64
Tabel 4.4
Deviation sequence....................................................................
66
Tabel 4.5
Grey relational coefficient.......................................................... 66
Tabel 4.6
Fuzzy rules.................................................................................. 69
Tabel 4.7
Grey fuzzy reasoning grade (GFRG).........................................
Tabel 4.8
Rata-rata nilai GFRG pada masing-masing level....................... 73
Tabel 4.9
Kombinasi variabel proses respon optimum………………......
74
Tabel 4.10 ANAVA dan kontribusi GFRG.................................................
75
Tabel 4.11 Kondisi hipotesis nol multi respon............................................
77
Tabel 4.12 Hasil respon percobaan konfirmasi pada kombinasi optimum..
82
73
Tabel 4.13 Rasio S/N percobaan konfirmasi kombinasi optimum............... 82 Tabel 4.14 GFRG percobaan konfirmasi kombinasi optimum....................
xv
83
Tabel 4.15 Pengaturan level kombinasi awal...............................................
85
Tabel 4.16 Respon percobaan kondisi awal.................................................
85
Tabel 4.17 Rasio S/N kombinasi awal.........................................................
85
Tabel 4.18 Perbandingan GFRG kondisi awal dan kondisi optimum…......
86
Tabel 4.19 Perbandingan respon individu pada kondisi awal dan kondisi optimum......................................................................... 86 Tabel 4.20 Hasil uji kenormalan data pada kombinasi awal........................
87
Tabel 4.21 Hasil uji kenormalan data pada kombinasi optimum.................
87
Tabel 4.22 Hasil uji kesamaan variasi.......................................................... 88 Tabel 4.23 Hasil uji kesamaan rata-rata…………………...........................
xvi
88
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Klasifikasi proses pemesinan EDM.......................................... 8
Gambar 2.2
Skema proses pemesinan WEDM ........................................... 9
Gambar 2.3
Proses pembentukan bunga api listrik pada WEDM………..... 9
Gambar 2.4
Mekanisme proses pemotongan benda kerja pada WEDM....... 11
Gambar 2.5
Proses flushing pada pemesinan WEDM.................................. 14
Gambar 2.6
Penyimpangan rata-rata aritmatika............................................ 15
Gambar 2.7
Parameter dalam profil permukaan............................................ 16
Gambar 2.8
Proses pembentukan kerf pada WEDM..................................... 20
Gambar 2.9
Volume benda kerja yang terbuang pada proses WEDM.......... 21
Gambar 2.10 Lapisan-lapisan permukaan benda kerja pada proses WEDM.. 22 Gambar 2.11 Langkah-langkah optimasi Taguchi-grey-fuzzy…………….… 33 Gambar 2.12 Fungsi keanggotaan kurva segitiga............................................ 37 Gambar 2.13 Fungsi keanggotaan kurva trapesium……………………..….. 38 Gambar 3.1
Diagram alir metode penelitian…………………………..…... 43
Gambar 3.2
Mesin WEDM CHMER 32GF.................................................. 47
Gambar 3.3
Nikon measurescope 20............................................................. 48
Gambar 3.4
Scanning electron microscope (SEM) Inspect s50 ……........... 48
Gambar 3.5
Mitutoyo surftest 301................................................................ 49
Gambar 3.6
Skema proses pemotongan........................................................ 54
Gambar 3.7
Volume benda kerja yang terbuang………............................... 56
Gambar 3.8
Skema proses pengukuran kerf …………………………..…... 57
Gambar 3.9
Skema proses pengukuran KP................................................... 58
Gambar 3.10 Skema proses pengukuran tebal LR.......................................... 59 Gambar 4.1
Fungsi keanggotaan untuk kerf, LPB, KP dan LR.................... 67
Gambar 4.2
Fungsi keanggotaan grey fuzzy reasoning grade (GFRG)…… 68
Gambar 4.3
Ilustrasi fuzzy rules.................................................................... 71
Gambar 4.4
Plot nilai GFRG masing-masing level variabel proses………. 74
Gambar 4.5
Plot ACF.................................................................................... 78
Gambar 4.6
Plot residual versus fitted values............................................... 79
Gambar 4.7
Plot uji distribusi normal........................................................... 80
xiii
Gambar 4.8
Plot rata-rata percobaan konfirmasi dan interval keyakinan perdiksi………………………………………………..……… 84
Gambar 4.9
SEM lebar pemotongan (kerf)………………………………... 90
Gambar 4.10 SEM kekasaran permukaan (KP).............................................. 91 Gambar 4.11 SEM lapisan recast (LR)........................................................... 91
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Wire electrical discharge machining (WEDM) adalah salah satu proses
pemesinan non-konvesional yang paling populer dan sekarang banyak diaplikasikan di industri-industri aerospace, otomotif, nuklir, medis dan pembuatan die-mould. Proses WEDM memanfaatkan energi termal dari loncatan bunga api akibat perbedaan tegangan antara elektroda dan benda kerja yang bersifat konduktif didalam suatu media dielektrik. Pada umumnya elektroda yang digunakan pada proses WEDM adalah kawat kuningan dengan diameter antara 0,05 mm sampai 0,35 mm. Loncatan bunga api panas akan melelehkan sebagian kecil dari benda kerja. Lelehan benda kerja tersebut akan membentuk geram yang akan dibawa keluar oleh aliran cairan dielektrik dan sebagian lain akan tertinggal di permukaan benda kerja membentuk lapisan recast. Lapisan ini bersifat sangat keras dan getas, sehingga dapat menyebabkan menurunnya ketangguhan dan ketahanan lelah suatu material (Zeilmann dkk., 2013). Baja perkakas Buderus 2080 memiliki sifat tahan aus yang tinggi dan memiliki sifat mampu mesin yang baik. Tingkat kekerasan dari baja perkakas Buderus 2080 dapat mencapai 60-61 HRC setelah mengalami proses perlakuan panas. Baja ini biasa digunakan sebagai bahan pembuatan shearing blade untuk memotong pelat sampai ketebalan 3 mm, deep drawing dies, broaching tools, drawing cones, compression moulding dies untuk keramik, sandblasting nozzles dan trimming dies serta untuk bahan plastic mould. Kinerja dari proses pemesinan WEDM biasanya dievaluasi dari laju pengerjaan bahan (LPB), lebar pemotongan (kerf), kekasaran permukaan (KP), dan ketebalan lapisan recast (LR). LPB sangat erat kaitannya dengan laju produksi dari suatu proses pemesinan WEDM. KP merupakan karakteristik kualitas hasil akhir suatu produk. Kerf menentukan tingkat keakurasian dimensi benda kerja yang dihasilkan (Tosun dkk., 2004), sedangakan ketebalan LR berpengaruh terhadap sifat-sifat mekanis permukaan benda kerja.
1
Suatu penelitian mengenai variabel-variabel proses pemesinan WEDM terhadap variabel respon LPB dan KP pada bahan SKD 61 telah dilakukan oleh Kumar dan Singh (2012). Variabel-variabel proses yang digunakan adalah pulse on time, pulse off time, open voltage, feed rate override, wire feed, servo voltage, wire tension, dan flushing pressure. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya nilai variabel pulse on time, dan menurunnya nilai variabel pulse off time dan open voltage akan meningkatkan LPB. Nilai KP menurun dengan menurunnya nilai variabel pulse on time, open voltage dan wire feed. Penentuan kombinasi variabel-variabel proses agar tercapai respon yang optimum, harus dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan yang tepat. Hal ini bertujuan untuk mengurangi proses coba-coba, sehingga waktu dan biaya proses pemesinan dapat diminimumkan. Metode Taguchi adalah salah satu rancangan percobaan yang dapat digunakan dalam penelitian. Tetapi metode Taguchi tidak bisa digunakan untuk melakukan optimasi multi respon secara serentak. Untuk optimasi multi respon secara serentak dapat digunakan gabungan metode Taguchi dengan grey relational analysis (GRA) maupun fuzzy logic. Penelitian pada proses WEDM dengan variabel respon KP dan integritas permukaan benda kerja (IPBK) telah dilakukan dengan menggunakan metode Taguchi (Hassan dkk., 2009). Variabel-variabel proses yang digunakan adalah pulse on time dan pulse current dengan masing-masing variabel memiliki tiga level. Rancangan percobaan yang digunakan adalah matriks ortogonal L9. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah baja AISI 4140 dengan elektroda kawat kuningan berdiameter 0,1-0,33 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan nilai pulse on time dan pulse current berbanding lurus terhadap variabel respon KP maupun kedalaman dari microcracks dan microvoids. Penelitian tentang optimasi multi respon pada proses WEDM dengan variabel respon KP dan LPB dilakukan dengan menggabungkan metode Taguchi dan logika fuzzy (Puri dan Deshpande, 2004). High-Carbon-High-Chromium (HCHCr) digunakan sebagai bahan penelitian dengan kawat elektroda kuningan. Variabelvariabel proses yang divariasikan adalah gap voltage, wire feed, gap current dan duty factor dengan masing-masing variabel memiliki dua level. Hasil penelitian
2
menunjukkan bahwa variabel gap voltage dan gap current memiliki persen kontribusi yang cukup besar terhadap total variasi respon KP dan LPB. Studi tentang optimasi multi respon tebal LR dan KP pada proses pemesinan WEDM telah dilakukan oleh Rupajati (2013). Bahan yang digunakan adalah baja perkakas AISI H13 dengan menggunakan elektroda kawat kuningan berdiameter 0,25 mm. Rancangan percobaan menggunakan metode Taguchi dengan matriks ortogonal L18. Metode yang digunakan untuk mengoptimasi karakteristik multi respon secara serentak menggunakan metode logika fuzzy. Variabel-variabel proses yang divariasikan adalah arc on time, on time, open voltage, off time dan servo voltage. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel proses on time memiliki kontribusi sebesar 43,27%, open voltage sebesar 19,45%, servo voltage sebesar 15,64%, arc on time sebesar 11,66% dan off time sebesar 3,68% dalam mengurangi total variasi respon LR dan KP. Lusi (2013) melakukan penelitian tentang pengaturan variabel proses pada proses pemesinan WEDM yang bertujuan untuk mengoptimalkan LPB, kerf dan KP secara serentak. Bahan yang digunakan adalah SKD 61 dengan kawat elektroda kuningan berdiameter 0,25 mm. Metode optimasi yang digunakan adalah menggunakan
metode
Taguchi-grey-fuzzy.
Penelitian
dilakukan
dengan
memvariasikan variabel proses on time, off time, open voltage, arc on time dan servo voltage. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel proses yang memiliki kontribusi terbesar dalam mengurangi variasi total respon LPB, kerf dan KP secara serentak berturut-turut adalah on time, servo voltage, open voltage dan arc on time yaitu sebesar 46,25%, 16,88%, 17,28% dan 1,55%. Berdasarkan evaluasi dari penelitian-penelitian yang ada, penelitian tentang optimasi pengaturan variabel-variabel proses pemesinan WEDM perlu dilakukan untuk menghasilkan respon kerf, KP dan tebal LR yang minimum serta LPB yang maksimum. Rancangan percobaan pada penelitian menggunakan matriks ortogonal L18, sedangkan metode optimasi menggunakan kombinasi metode Taguchi-greyfuzzy.
3
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka ditetapkan perumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Berapa kontribusi dari variabel-variabel proses on time, arc on time, open voltage, dan servo voltage dalam mengurangi variasi total dari variabel respon LPB, kerf, KP serta tebal LR secara serentak pada proses pemesinan WEDM?
2.
Bagaimana menentukan pengaturan yang tepat dari variabel-variabel proses tersebut sehingga dapat memaksimumkan LPB dan meminimumkan kerf, KP dan tebal LR?
1.2.1. Batasan Masalah Agar penelitian lebih fokus dan tidak keluar dari tujuan yang diinginkan, maka diberlakukan batasan-batasan masalah sebagai berikut: 1.
Tidak membahas sistem elektronika, sistem kontrol dan pemrograman CNC yang digunakan pada proses pemesinan.
2.
Tidak membahas proses perlakuan panas pada bahan yang digunakan.
3.
Tidak membahas tentang komponen biaya pada proses pemesinan.
4.
Tidak membahas perubahan struktur mikro LR yang timbul pada permukaan benda kerja hasil pemotongan.
1.2.2. Asumsi Penelitian Asumsi-asumsi yang diberlakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Variabel-variabel yang tidak diteliti dianggap konstan dan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap respon yang diteliti.
2.
Tidak ada interaksi antar variabel-variabel proses.
3.
Bahan yang digunakan memiliki kehomogenan sifat mekanik dan komposisi kimia.
4.
Mesin bekerja dalam kondisi baik.
5.
Alat ukur yang digunakan dalam keadaan layak dan terkalibrasi.
4
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Mengetahui besar kontribusi dari variabel proses on time, arc on time, open voltage, dan servo voltage dalam mengurangi variasi total dari variabel respon LPB, kerf, KP serta tebal LR secara serentak pada proses pemesinan WEDM.
2.
Menentukan pengaturan yang tepat dari variabel-variabel proses tersebut sehingga dapat memaksimumkan LPB, dan meminimumkan kerf, KP dan tebal LR.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Menambah database tentang pengaturan variabel-variabel proses pemesinan WEDM mengenai LPB, kerf, KP dan tebal LR.
2.
Sebagai bahan referensi untuk penelitian sejenis dalam rangka pengembangan pengetahuan tentang optimasi pada proses pemesian WEDM.
3.
Dapat digunakan sebagai masukan bagi operator dalam melakukan pengaturan variabel-variabel proses pemesinan pada mesin WEDM agar mampu menghasilkan luaran produk dengan tingkat kekasaran yang rendah dan ketelitian yang tinggi dengan waktu proses pemesinan yang lebih singkat.
5
[halaman ini sengaja dikosongkan]
6
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1
Electrical Discharge Machining (EDM) EDM merupakan salah satu proses pemesinan non-konvensional yang
memanfaatkan energi termal. Energi termal pada proses EDM berasal dari proses loncatan bunga api listrik akibat adanya perbedaan muatan antara elektroda dan benda kerja. Loncatan bunga api terjadi secara periodik terhadap waktu (Pandey dan Shan, 1980). Panas dari loncatan bunga api akan menyebabkan terjadinya pelelehan lokal pada benda kerja dan elektroda, yang kemudian terbawa oleh aliran fluida yang berada pada celah diantara benda kerja dan elektroda. Dengan demikian, besarnya kecepatan proses pemotongan benda kerja dipengaruhi oleh temperatur leleh dari benda kerja itu sendiri. Hal ini menyebabkan proses EDM dapat digunakan untuk melakukan proses pemotongan pada benda kerja yang memiliki kekerasan dan kekuatan yang sangat tinggi yang tidak mampu dikerjakan oleh proses pemesinan konvensional. Beberapa keunggulan dari proses pemesinan EDM adalah sebagai berikut (Pandey dan Shan, 1980): 1.
Tidak terjadi kontak fisik antara pahat dan benda kerja sehingga benda kerja tidak mengalami chatter maupun deformasi mekanik.
2.
Mampu memotong benda kerja yang memiliki bentuk sangat kompleks dengan tingkat kepresisian dan kualitas permukaan yang sangat baik.
3.
Mampu memotong benda kerja yang sangat keras selama benda kerja bersifat konduktif.
4.
Hampir semua pekerjaan yang dapat dilakukan pada proses pemesinan konvensional juga bisa dilakukan dengan proses ini.
5.
Distribusi kawah kecil yang dihasilkan dari proses ini tidak akan menurunkan kekuatan benda kerja secara signifikan.
6.
Faktor operator dalam menghasilkan kualitas benda kerja dapat diabaikan karena proses ini dijalankan secara otomatis menggunakan program CNC.
7
Proses pemesinan EDM secara umum dibagi menjadi beberapa jenis seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.1 berikut ini:
Gambar 2.1 Klasifikasi proses pemesinan EDM (Pandey dan Shan, 1980)
2.2
Wire Electrical Discharge Machining (WEDM) Proses pemesinan WEDM pada dasarnya sama dengan proses pemesinan
EDM, tetapi proses WEDM menggunakan elektroda berupa kawat dengan ukuran diameter tertentu. Pada umumnya, kawat elektroda dihubungkan pada kutub negatif dan benda kerja dihubungkan pada kutub positif. Pada WEDM, proses pemotongan benda kerja dilakukan oleh sejumlah loncatan bunga api listrik yang terjadi diantara celah benda kerja dan kawat elektroda. Bunga api listrik akan meloncat dari kawat elektroda yang merupakan kutub negatif menuju benda kerja yang merupakan kutub positif. Bunga api listrik tersebut terjadi secara periodik terhadap waktu. Prinsip dasar proses WEDM ditunjukkan pada Gambar 2.2.
8
Gambar 2.2 Skema proses pemesinan WEDM (Nourbakhsh, 2012)
Pembentukan bunga api listrik pada proses WEDM diawali dengan pengisian beda potensial antara elektroda dan benda kerja. Pada kondisi ini tidak ada arus listrik yang mengalir. Beda potensial yang terjadi diantara benda kerja dan elektroda menyebabkan terjadinya medan listrik. Hal tersebut akan menyebabkan munculnya pergerakan ion positif dan elektron menuju kutub yang berlawanan. Dengan demikian terbentuklah saluran ion yang bersifat konduktif. Proses pembentukan bunga api listrik pada proses WEDM ditunjukkan pada Gambar 2.3. Geram Selubung gas
Arus Melted zone benda kerja
Melted zone elektroda
Benda kerja
Bunga api listrik
Cairan dielektrik
Elektroda kawat
Gambar 2.3 Proses pembentukan bunga api listrik pada WEDM (Kunieda dkk., 2005)
9
2.2.1. Mekanisme Pemotongan pada WEDM Pada proses pemesinan WEDM, setiap loncatan bunga api listrik yang memiliki energi tinggi akan menumbuk benda kerja. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan energi listrik menjadi energi panas sehingga permukaan benda kerja maupun elektroda akan mengalami kenaikan suhu sekitar 8.000°12.000°C. Suhu tersebut menyebabkan benda kerja dan elektroda meleleh kemudian menguap. Hal ini akan menimbulkan gelembung udara yang akan terus mengembang sesuai dengan kenaikan suhu yang terjadi. Loncatan bunga api listrik akan terhenti sesaat memasuki off time. Pada saat off time terjadi penurunan temperatur secara mendadak pada benda kerja dan elektroda. Sebagai akibatnya, gelembung gas akan meledak dan terpencar keluar sehingga meninggalkan kawah-kawah halus pada permukaan benda kerja. Cairan dielektrik menyebabkan lelehan benda kerja dan elektroda akan membeku dengan cepat. Hasil pembekuan itulah yang akan dibawa keluar oleh cairan dielektrik berupa geram dan sebagian akan tertinggal dipermukaan benda kerja membentuk lapisan recast. Secara sederhana urutan mengenai mekanisme proses pemotongan benda kerja pada WEDM diilustrasikan oleh Gambar 2.4.
10
Saat kawat elektroda berada cukup dekat dengan benda kerja akan terjadi loncatan bunga api (on time)
Benda Kerja
Kawat
Cairan dielektrik
V
Power Supply
A
(a) Temperatur bunga api listrik yang sangat panas menyebabkan melelehnya sebagian kecil dari benda kerja dan juga kawat elektroda
(b) Meledaknya selubung gas menyebabkan benda kerja dan kawat elektroda yang meleleh terpencar keluar dan membentuk geram (off time)
(c)
Geram-geram yang terbentuk akan terbuang bersama dengan aliran cairan dilektrik
(d) Gambar 2.4
Mekanisme proses pemotongan benda kerja pada WEDM: a) Proses loncatan bunga api dari kawat elektroda ke benda kerja pada saat on time, b) Proses pelelehan benda kerja dan kawat elektroda akibat temperatur bunga api, c) Proses terbentuknya geram pada saat off time, d) Proses pembuangan geram oleh cairan dielektrik. (Sommer dan Sommer, 2005)
11
2.2.2. Variabel-variabel pada WEDM Variabel-variabel pada proses pemesinan WEDM menurut Instruction Manual Book Wirecut EDM CHMER CW G32F adalah sebagai berikut: 1.
Open voltage (OV) Open voltage adalah variabel yang mengatur besarnya tegangan antara benda kerja dan kawat elektroda selama proses pemesinan.
2.
Low power (LP) Low power merupakan variabel yang mengatur jenis sumber energi pemotongan (AC atau DC) dan besarnya energi tersebut.
3.
On time (ON) dan off time (OFF) On time adalah waktu
terjadinya loncatan bunga api berlangsung,
sedangkan off time adalah jeda waktu antara loncatan bunga api. Pada saat off time tidak terjadi loncatan bunga api sehingga memungkinkan terjadinya pembilasan geram oleh cairan dielektrik. Nilai off time yang rendah
dapat
mempercepat
proses
pemotongan
tetapi
dapat
menyababkan kawat elektroda putus. 4.
Arc on time (AN) dan arc off time (AFF) Arc on time adalah variabel yang mengatur besarnya arus tambahan, sedangkan arc off time adalah variabel yang mengatur frekuensi arus tambahan tersebut.
5.
Servo voltage (SV) Servo voltage adalah variabel yang digunakan untuk menentukan respon kecepatan pemakanan sesuai dengan kondisi pemotongan. Semakin kecil SV semakin cepat proses pemotongan tetapi gap akan semakin kecil yang dapat menyebabkan short circuit. Dengan kata lain SV berfungsi untuk menjaga seberapa besar gap agar tidak terjadi short circuit.
6.
Feedrate override (FR) Feedrate override adalah variabel yang digunakan untuk menyesuaikan kecepatan pemakanan benda kerja.
12
7.
Wire feed (WF) Wire feed adalah variabel yang digunakan untuk mengatur kecepatan pemakanan kawat elektroda.
8.
Wire tension (WT) Wire tension adalah variabel yang digunakan untuk mengatur ketegangan kawat elektroda.
9.
Water flow (WL) Water flow adalah variabel yang digunakan untuk mengatur tekanan flushing dari upper dan lower nozzle.
10. Feedrate mode (FM) dan feedrate (F) Feedrate mode adalah variabel yang digunakan untuk memilih kecepatan pemakanan servo atau kecepatan pemakanan konstan, sedangkan feedrate adalah variabel yang digunakan untuk menentukan besarnya kecepatan pemakanan yang konstan.
2.2.3. Jenis-jenis Kawat Elektroda Pemilihan jenis kawat pada dasarnya tergantung pada sifat fisis dan mekanis dari benda kerja. Kawat elektroda yang ideal harus memiliki karakteristik seperti konduktivitas listrik yang baik dan kekuatan tarik yang tinggi. Jenis-jenis kawat elektroda yang biasa digunakan adalah (Guitrau, 1997): 1.
Elektroda kawat tembaga Elektroda kawat tembaga merupakan kawat yang digunakan pertama kali pada proses WEDM. Kawat elektroda ini memiliki beberapa kekurangan yaitu memiliki kekuatan tarik yang rendah dan sangat mudah menyerap panas pada proses pemotongan sehingga kawat ini sangat mudah putus.
2.
Elektroda kawat kuningan Elektroda kawat kuningan merupakan paduan dari tembaga (Cu) dan seng (Zn). Pada umumnya, kawat ini memiliki presentase Zn yang tinggi sehingga baik untuk proses pemesinan WEDM. Kelebihan dari elektroda kawat kuningan ini adalah mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dibandingkan dengan kekuatan tarik elektroda kawat tembaga. 13
3.
Elektroda kawat berpelapis Banyak kawat elektroda khusus yang digunakan untuk mengerjakan benda kerja dengan karakteristik tertentu, diantaranya: a.
Zinc coated brass wire Zinc coated brass wire adalah kawat yang terbuat dari kuningan dan dilapisi oleh seng (Zn). Kawat elektroda ini cocok untuk proses pemesinan dengan kecepatan pemotongan yang tinggi dan benda kerja yang tebal.
b.
Zinc coated copper wire Zinc coated copper wire adalah kawat yang terbuat dari tembaga (Cu) dan dilapisi oleh seng (Zn). Kawat elektroda ini cocok untuk proses pemesinan berbagai jenis material, termasuk karbida.
2.2.4. Pembilasan Geram (Flusing) Pembilasan geram (flushing) adalah pembuangan geram yang dihasilkan saat proses pemesinan pada WEDM. Proses ini dilakukan oleh cairan dielektrik yang mengalir dari dua buah nozzle yang berada di bagian atas dan bawah benda kerja. Pembilasan geram yang tidak sempurna akan menyebabkan terjadinya penimbunan geram yang dihasilkan. Penimbunan geram tersebut akan menyebabkan loncatan bunga api menjadi tidak teratur sehingga dapat menyebabkan kawat elektroda putus. Proses fluhsing pada pemesinan WEDM ditunjukkan pada Gambar 2.5. Arah pemotongan
Nozzle Nozzle menyentuh benda kerja atau hanya berjarak 0.0127-0.524 mm
Geram Benda kerja yang akan dipotong
Aliran flushing
Diamond Guide Gambar 2.5 Proses flushing pada pemesinan WEDM (Portt, 1922)
14
2.3
Kekasaran Permukaan Kekasaran permukaan merupakan salah satu karakteristik yang sangat
penting dalam bidang manufaktur maupun dalam perancangan komponen mesin (Rochim, 2001). Kekasaran permukaan didefinisikan sebagai ketidakaturan konfigurasi permukaan pada suatu benda atau bidang. Konfigurasi permukaan yang dihasilkan dari proses WEDM adalah konfigurasi permukaan yang bentuknya berupa kawah-kawah kecil pada suatu permukaan. Besar kecilnya kawah yang dihasilkan pada proses WEDM tergantung pada energi listrik yang terkandung pada setiap loncatan bunga api. Penyimpangan rata-rata aritmatika (Ra) merupakan jumlah rata-rata puncak tertinggi dan terendah dari setiap gelombang yang diukur pada panjang tertentu. Penyimpangan rata-rata aritmatika (Ra) sebagai harga rata-rata dari ordinatordinat profil efektif garis rata-ratanya. Profil efektif merupakan garis bentuk dari potongan permukaan efektif oleh sebuah bidang yang telah ditentukan secara konvensional terhadap permukaan geometris ideal. Ilustrasi yang lebih jelas terhadap permukaan geometris, permukaan efektif, profil geometris, dan profil efektif ditunjukkan oleh Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Penyimpangan rata-rata aritmatika (Rochim, 2001)
15
Nilai Ra ditentukan dari nilai-nilai ordinat (y1,y2,y3,...,yn) yang dijumlahkan tanpa memperhitungkan tandanya. Secara umum Ra dirumuskan (Rochim, 2001): 1
Ra
=
1 1 y dx l 0 l
(2.1)
Harga Ra tersebut dapat didekati oleh persamaan: Ra
=
1 n yi n i 1
(2.2)
Ra
=
y1 y 2 y 3 ... y n n
(2.3)
dengan: Ra
= nilai kekasaran aritmatika
yn
= tinggi atau dalamnya profil hasil pengukuran jarum peraba
n
= frekuensi pengukuran
l
= panjang sampel yang telah ditentukan, yaitu panjang dari profil efektif yang diperlukan untuk menentukan kekasaran permukaan dari permukaan yang diteliti. Posisi Ra dan bentuk profil, panjang sampel dan panjang pengukuran yang
dibaca oleh alat ukur kekasaran permukaan dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Parameter dalam profil permukaan (Rochim, 2001)
16
Keterangan dari Gambar 2.7 adalah sebagai berikut (Rochim, 2001): 1.
Profil geometris ideal (Geometrically ideal profile) Profil ini merupakan profil dari geometris permukaan yang ideal yang tidak mungkin diperoleh karena banyaknya faktor yang mempengaruhi dalam proses pembuatannya. Bentuk dari profil geometris ideal ini dapat berupa garis lurus, lingkaran dan garis lengkung.
2.
Profil referensi (Reference profile) Profil ini digunakan sebagai dasar dalam menganalisis karakteistik dari suatu permukaan. Bentuk profil ini sama dengan bentuk profil geometris ideal, tetapi tepat menyinggung puncak tertinggi dari profil terukur pada panjang sampel yang diambil dalam pengukuran.
3.
Profil terukur (Measured profile) Profil terukur adalah profil dari suatu permukaan yang diperoleh melalui proses pengukuran. Profil inilah yang dijadikan sebagai data untuk menganalisis karakteristik kekasaran permukaan produk pemesinan.
4.
Profil dasar (Root profile) Profil dasar adalah profil referensi yang digeserkan ke bawah hingga tepat pada titik paling rendah pada profil terukur.
5.
Profil tengah (Centre profile) Profil tengah adalah profil yang berada di tengah-tengah dengan posisi sedemikian rupa sehingga jumlah luas bagian atas profil tengah sampai pada profil terukur sama dengan jumlah luas bagian bawah profil tengah sampai pada profil terukur. Profil tengah ini sebenarnya merupakan profil referensi yang digeserkan ke bawah dengan arah tegak lurus terhadap profil geometris ideal sampai pada batas tertentu yang membagi luas penampang permukaan menjadi dua bagian yang sama yaitu atas dan bawah.
17
ISO (International Organization for Standardization) telah mengklasifikasikan nilai kekasaran rata-rata aritmetik (Ra) menjadi 12 tingkat kekasaran seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1. Angka kekasaran permukaan ini bertujuan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kesalahan dalam menginterpretasikan satuan harga kekasaran permukaan. Dengan adanya satuan harga ini, kekasaran permukaan dapat dituliskan langsung dengan menyatakan harga Ra atau dengan menggunakan tingkat kekasaran ISO. Tabel 2.1 Nilai kekasaran dan tingkat kekasaran Tingkat kekasaran
Nilai kekasaran
Panjang sampel
ISO Number
Ra (µm)
(mm)
N1
0.025
N2
0.05
N3
0.1
N4
0.2
N5
0.4
N6
0.8
N7
1.6
N8
3.2
N9
6.3
N10
12.5
N11
25
N12
50
Keterangan
0.08
Sangat halus
0.25
Halus
0.8
Normal
2.5
Kasar
8
Sangat kasar
Sumber: Rochim, 2001
Beberapa contoh nilai kekasaran yang dapat dicapai oleh beberapa proses pemesinan ditunjukkan pada Tabel 2.2.
18
Tabel 2.2 Nilai kekasaran yang dapat dicapai oleh beberapa proses pemesinan
Sumber: Rochim, 2001
Kasar
Normal
Halus
Penggunaan parameter Ra sebenarnya tidak mempunyai dasar yang kuat untuk mengidentifikasi ketidakteraturan konfigurasi permukaan karena beberapa profil permukaan dapat menghasilkan nilai Ra yang hampir sama. Akan tetapi, parameter Ra cocok digunakan untuk memeriksa kualitas permukaan akhir benda kerja yang dihasilkan dalam jumlah banyak. Parameter Ra lebih peka terhadap penyimpangan yang terjadi pada proses pemesinan bila dibandingkan dengan parameter-parameter kekasaran permukaan yang lain. Dengan demikian pencegahan akan dapat dilakukan jika muncul tanda-tanda penambahan angka kekasaran permukaan benda kerja. 19
2.4
Lebar Pemotongan Pada proses WEDM benda kerja merupakan kutub positif dan dan elektroda
kawat merupakan kutub negatif yang dipisahkan oleh celah yang dikontrol terusmenerus dengan sebuah mesin. Celah tersebut diisi oleh cairan dielektrik yang berfungsi sebagai pendingin, dan pembilas yang bertugas untuk menghilangkan partikel-partikel yang terkikis (geram) di daerah pemotongan. Uraian tersebut diilustrasikan pada Gambar 2.8 berikut.
Kerf
Benda kerja
Cairan dielektrik
Kawat
Diameter kawat +
Gambar 2.8 Proses pembentukkan kerf pada WEDM (Ghodsiyeh dkk., 2013)
Celah yang dihasilkan dari proses pemotongan disebut sebagai kerf dan sangat penting pada proses pemesinan WEDM. Ukuran celah atau kerf diatur oleh sistem kontrol servo agar tidak terjadi kontak fisik antara kawat elektroda dengan benda kerja yang dapat menyebabkan short circuit. Lebar celah yang dihasilkan lebih besar dari diameter elektroda kawat yang digunakan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8.
2.5
Laju Pengerjaan Bahan Laju pengerjaan bahan adalah banyaknya volume benda kerja yang terbuang
setiap satuan waktu. Variabel-variabel proses yang mempengaruhi laju pengerjaan bahan adalah frekuensi loncatan bunga api, besarnya arus dan tegangan listrik tiap loncatan bunga api, bahan elektroda, bahan benda kerja dan kondisi flushing cairan dielektrik (Krar dan Check, 1997).
20
Laju pengerjaan bahan dalam proses WEDM secara umum dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: LPB
b hl (mm3/min) t
(2.4)
dengan: b
= tebal benda kerja (mm)
h
= lebar pemotongan (mm)
l
= panjang pemotongan (mm)
t
= waktu pemotongan (min)
Gambar 2.9 Volume benda kerja yang terbuang pada proses WEDM
Perhitungan LPB secara sederhana ditunjukkan pada Gambar 2.9, yaitu dengan membagi volume benda kerja yang terbuang (b x h x l) dengan waktu yang dibutuhkan selama proses pemotongan. 2.6
Lapisan Recast Lapisan recast adalah lapisan putih pada permukaan benda kerja yang
terbentuk akibat pengaruh panas yang ditimbulkan oleh loncatan bunga api listrik. Lapisan recast merupakan bagian dari benda kerja yang meleleh akibat bunga api listrik kemudian membeku dan membentuk lapisan baru pada permukaan benda kerja. Lapisan recast tidak mungkin dihilangkan dalam proses pemesinan WEDM sehingga pengaturan variabel-variabel yang ada hanya dapat meminimalkan ketebalan lapisan recast yang terbentuk. 21
Benda kerja yang mengalami proses pemesinan dengan WEDM memiliki kekerasan permukaan yang tidak lagi homogen. Hal ini terjadi karena pada benda kerja terbentuk tiga lapisan baru dengan karakteristik yang berbeda-beda. Ketiga lapisan ini adalah white layer atau lapisan recast, heat affected zone (HAZ), dan bulk material atau
material induk. Ketiga lapisan tersebut ditunjukkan pada
Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Lapisan-lapisan permukaan benda kerja pada proses WEDM (Zeilmann dkk., 2013)
Lapisan recast dan HAZ telah mengalami perubahan sifat mekanis karena pengaruh panas selama proses pemesinan berlangsung. Lapisan recast bersifat sangat keras dan getas. Sifat getas pada lapisan ini sangat rentan mengandung microcrack dan dapat menyebabkan menurunya ketangguhan dan ketahanan lelah suatu material. Variabel-variabel proses yang digunakan untuk meminimalkan tebal lapisan recast juga mempengaruhi kedalaman lapisan HAZ yang terbentuk. Kedalaman HAZ dan lapisan recast dipengaruhi oleh arus, jenis power supply dan jumlah skim cutting (Sommer dan Sommer, 2005). Jenis power supply yang dapat meminimalkan tebal lapisan recast dan kedalaman HAZ adalah DC power supply. Walaupun variabel-variabel proses yang digunakan untuk meminimalkan ketebalan lapisan recast juga mempengaruhi kedalaman HAZ, pada umumnya proses optimasi hanya dilakukan pada ketebalan lapisan recast. Hal ini dilakukan karena lapisan recast berwarna putih sehingga mudah dikenali tanpa harus melakukan proses etsa.
22
2.7
Metode Taguchi Metode Taguchi merupakan metodologi baru dalam bidang teknik yang
bertujuan untuk memperbaiki kualitas produk dan proses serta dapat menekan biaya dan resources seminimal mungkin. Metode Taguchi berupaya mencapai sasaran tersebut dengan menjadikan produk dan proses tidak sensitif terhadap berbagai faktor gangguan (noise), seperti material, perlengkapan manufaktur, tenaga kerja manusia dan kondisi-kondisi operasional. Metode Taguchi menjadikan produk dan proses memiliki sifat robust terhadap faktor-faktor gangguan tersebut. Oleh karena itu, metode Taguchi juga disebut robust design. Metode Taguchi memperkenalkan pendekatan desain eksperimen yang dapat merancang suatu proses yang robust terhadap kondisi lingkungan, mengembangkan kualitas produk yang robust terhadap variasi komponen, dan meminimalkan variasi di sekitar target. Metode Taguchi memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan metode desain eksperimen lainnya. Kelebihan-kelebihan tersebut antara lain (Soejanto, 2009): 1. Lebih efisien karena dapat melaksanakan penelitian yang melibatkan banyak variabel proses dan banyak level. 2. Dapat memperoleh proses yang menghasilkan produk secara konsisten dan robust terhadap variabel yang tidak dapat dikontrol. 3. Menghasilkan kesimpulan mengenai level dari variabel proses yang menghasilkan respon optimum. Namun demikian, metode Taguchi memiliki struktur rancangan yang sangat kompleks, sehingga pemilihan rancangan percobaan harus dilakukan secara hatihati dan sesuai dengan tujuan penelitian. Desain eksperimen adalah proses mengevaluasi dua variabel proses atau lebih secara serentak terhadap kemampuannya untuk mempengaruhi rata-rata atau variabilitas hasil gabungan dari karakteristik produk atau proses tertentu. Untuk mencapai hal tersebut secara efektif, variabel proses dan level variabelnya dibuat bervariasi kemudian hasil dari kombinasi pengujian tertentu diamati sehingga kumpulan hasil selengkapnya dapat dianalisis. Hasil analisis ini kemudian digunakan untuk menentukan variabel-variabel yang berpengaruh dan tindakan yang dapat membuat perbaikan lebih lanjut. 23
2.8
Rancangan Percobaan Taguchi Secara umum, rancangan percobaan Taguchi dibagi menjadi dua tahap utama
yang mencakup semua pendekatan penelitian. Kedua tahap tersebut adalah sebagai berikut (Soejanto, 2009): 1.
Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan tahap terpenting. Pada tahap ini seseorang peneliti dituntut untuk mempelajari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Kecermatan pada tahap ini akan menghasilkan penelitian yang memberikan informasi positif atau negatif. Informasi positif terjadi apabila hasil penelitian memberikan indikasi tentang variabel dan level yang mengarah pada peningkatan performansi produk. Informasi negatif terjadi apabila hasil eksperimen gagal memberikan indikasi tentang variabel-variabel yang mempengaruhi respon. Tahap ini terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut: (a) Perumusan masalah Masalah harus dirumuskan secara spesifik. Perumusan masalah harus jelas secara teknis sehingga dapat dituangkan ke dalam penelitian yang akan dilakukan. (b) Penentuan tujuan penelitian Tujuan penelitian yang ditentukan harus dapat menjawab masalah yang telah dirumuskan. (c) Penentuan variabel respon Variabel respon memiliki nilai yang tergantung pada variabel-variabel yang lain sehingga disebut juga sebagai variabel bebas. (d) Pengidentifikasian variabel proses Variabel proses adalah variabel yang perubahannya tidak tergantung pada variabel lain. Pada langkah ini, akan dipilih variabel-variabel yang akan
diselidiki
pengaruhnya
terhadap
variabel
respon
yang
bersangkutan. Dalam suatu penelitian, tidak semua variabel yang diperkirakan mempengaruhi respon harus diselidiki. Dengan demikian, penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
24
(e) Pemisahan variabel proses dan variabel gangguan Variabel-variebel yang diamati dapat dibagi menjadi dua yaitu, variabel proses dan variabel gangguan. Dalam rancangan percobaan Taguchi, keduanya perlu diidentifikasi dengan jelas sebab pengaruh antar kedua variabel tersebut berbeda. Variabel proses adalah variabel yang nilainya dapat dikendalikan, sedangkan variabel gangguan adalah variabel yang nilainya tidak dapat dikendalikan atau biasa disebut sebagai factor noise. (f) Penentuan jumlah dan nilai level variabel proses Pemilihan jumlah level akan mempengaruhi ketelitian hasil dan biaya pelaksanaan penelitian. Semakin banyak level yang diteliti maka hasil penelitian yang diperoleh akan semakin akurat, tetapi biaya yang harus dikeluarkan akan semakin banyak. (g) Perhitungan derajat kebebasan Derajat kebebasan adalah sebuah konsep untuk mendeskripsikan seberapa besar penelitian harus dilakukan dan seberapa banyak informasi yang dapat diberikan oleh penelitian tersebut. Perhitungan derajat kebebasan dilakukan untuk menentukan jumlah penelitian yang akan dilakukan untuk menyelidiki variabel proses yang diamati. Derajat kebebasan dari matriks ortogonal (υmo) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: υmo = jumlah percobaan – 1
(2.5)
Derajat kebebasan dari variabel proses dan level (υfl) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: υfl = jumlah level variabel proses – 1
(2.6)
(h) Pemilihan matriks ortogonal Pemilihan matriks ortogonal yang sesuai ditentukan oleh jumlah derajat kebebasan dari jumlah variabel proses dan jumlah levelnya. Matriks ortogonal memiliki kemampuan untuk mengevaluasi sejumlah variabel proses dengan jumlah percobaan yang minimum. Suatu matriks ortogonal dilambangkan dalam bentuk:
25
La (bc)
(2.7)
dengan: L = rancangan bujursangkar latin a = banyaknya percobaan b = banyaknya level variabel proses c = banyaknya variabel proses Matriks ortogonal L18 (21x33) adalah salah satu contoh matriks ortogonal standar dengan beberapa level gabungan. Matriks ortogonal L18 (21x33) ditunjukkan pada Tabel 2.3. Kolom pertama terdiri dari dua level, dan ketiga kolom yang lainnya terdiri dari tiga level. Tabel 2.3 Matriks ortogonal L18 (21x33) Kombinasi
Kolom variabel proses A
B
C
D
1
1
1
1
1
2
1
1
2
2
3
1
1
3
3
4
1
2
1
1
5
1
2
2
2
6
1
2
3
3
7
1
3
1
2
8
1
3
2
3
9
1
3
3
1
10
2
1
1
3
11
2
1
2
1
12
2
1
3
2
13
2
2
1
2
14
2
2
2
3
15
2
2
3
1
16
2
3
1
3
17
2
3
2
1
18
2
3
3
2
26
2.
Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan terdiri dari dua hal, yaitu penentuan jumlah replikasi dan
randomisasi pelaksanaan eksperimen. (a) Jumlah replikasi Replikasi adalah pengulangan kembali perlakuan yang sama pada kondisi yang sama dalam sebuah percobaan untuk mendapatkan ketelitian yang lebih tinggi, mengurangi tingkat kesalahan serta memperoleh harga taksiran dari kesalahan. (b) Randomisasi Pengaruh variabel-variabel lain yang tidak diinginkan atau tidak dapat dikendalikan selalu ada dalam sebuah penelitian. Pengaruh itu dapat diperkecil dengan menyebarkan variabel-varibel tersebut melalui randomisasi
(pengacakan)
urutan
percobaan.
Secara
umum,
randomisasi dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
Meratakan pengaruh dari variabel-variabel yang tidak dapat dikendalikan pada semua unit percobaan.
Memberikan kesempatan yang sama pada semua unit percobaan untuk menerima suatu perlakuan sehingga ada kehomogenan pengaruh dari setiap perlakuan yang sama.
Mendapatkan hasil percobaan yang bebas satu sama lain.
Jika replikasi bertujuan untuk memungkinkan dilakukannya uji signifikansi, maka randomisasi bertujuan untuk memberikan validasi terhadap uji signifikansi tersebut dengan menghilangkan sifat bias. 3.
Tahap Analisis Pada tahap ini, pengumpulan dan pengolahan data dilakukan. Tahap ini
meliputi pengumpulan data, pengaturan data, perhitungan serta penyajian data dalam suatu tampilan tertentu yang sesuai dengan rancangan yang dipilih. Selain itu, perhitungan dan pengujian data statistik dilakukan pada data hasil percobaan.
27
(a) Analisis variansi (ANAVA) Analisis variansi adalah teknik yang digunakan untuk menganalisis data yang telah disusun dalam desain secara statistik. Analisis ini dilakukan dengan menguraikan seluruh variansi atas bagian-bagian yang diteliti. Pada tahap ini, akan dilakukan pengklasifikasian hasil eksperimen secara statistik sesuai dengan sumber variasi sehingga dapat mengidentifikasi kontribusi variabel proses. Dengan demikian akurasi perkiraan model dapat ditentukan. Analisis variansi pada matriks ortogonal dilakukan berdasarkan perhitungan jumlah kuadrat untuk masing-masing kolom. Analisis variansi digunakan untuk menganalisis data percoban yang terdiri dari dua variabel proses atau lebih dengan dua level atau lebih. Tabel ANAVA terdiri dari perhitungan derajat kebebasan (degree of freedom, df), jumlah kuadrat (sum of square, SS), kuadrat tengah (mean of square, MS), dan F hitung (Fratio, F0) seperti ditunjukkan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Tabel analisis variansi (ANAVA) Sumber variasi
Degree of freedom (df)
Sum of square (SS)
Mean square (MS)
n
Variabel proses A
SSA nA
Variabel proses B
SS
Ai ‐ y
2
Bi ‐ y
2
kA ‐ 1
MS
SS df A
MS MSE
kB ‐ 1
MS
SS df B
MS MSE
df T- df A -df B
MSE
SSE df E
i 1 n
Residual
nB i 1
SS
SS
SS
SS
yi ‐ y
2
N
Total
SST
N‐1
i 1
Sumber: Ross, 2008
dengan: kA = banyaknya level pada variabel proses A kB = banyaknya level pada variabel proses B nA = banyaknya replikasi level variabel proses A nB = banyaknya replikasi level variabel proses B = rata-rata total N
FRatio (F0)
= jumlah total pengamatan 28
(b) Uji distribusi F Pengujian uji distribusi F dilakukan dengan cara membandingkan variansi yang disebabkan oleh masing-masing variabel proses dan error. Variansi error adalah variansi setiap individu dalam pengamatan yang timbul karena variabel-variabel yang tidak dapat dikendalikan. Secara umum, hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini untuk variabel proses yang tidak diambil secara random (fixed) adalah: H 0 : μ 1 = μ2 = μ3 = … = μ k H1 : sedikitnya ada satu pasangan μ yang tidak sama Kegagalan menolak H0 mengindikasikan tidak adanya perbedaan rata-rata dari nilai respon yang dihasilkan pada perlakuan yang berbeda, sedangkan penolakan H0 mengindikasikan adanya perbedaan rata-rata dari nilai respon tersebut. Respon pada setiap eksperimen dapat dimodelkan dalam bentuk (Bhattacharyya dan Johnson, 1977): Yij = μ + αi + βj + eij
(2.8)
Oleh karena itu, hipotesis yang dapat digunakan dalam pengujian ini adalah: Untuk taraf variabel proses A →
H0 : α1 = α 2 = α 3 = … = α i = 0 H1 : paling sedikit ada satu α i ≠ 0
Untuk taraf variabel proses B →
H0 : β1 = β2 = β3 = … = βj = 0 H1 : paling sedikit ada satu βj ≠ 0
Kegagalan menolak H0 mengindikasikan tidak adanya pengaruh variabel proses A dan variabel proses B terhadap respon serta tidak ada interaksi antara variabel proses A dengan variabel proses B, sedangkan penolakan H0 mengindikasikan adanya pengaruh variabel proses A dan variabel proses B terhadap respon serta adanya interaksi antara variabel proses A dengan variabel proses B. Kegagalan menolak atau penolakan H0 berdasarkan pada nilai Fhitung yang dirumuskan:
29
Untuk taraf variabel proses A → Fhitung =
MS A MSE
(2.9)
Untuk taraf variabel proses B → Fhitung =
MS B MSE
(2.10)
Kegagalan menolak H0 pada masing-masing kasus dilakukan jika mengalami kondisi berikut: Untuk taraf variabel proses A → Fhitung < F,A ,E
(2.11)
Untuk taraf variabel proses B → Fhitung < F,B ,E
(2.12)
Bila menggunakan perangkat lunak statistik, kegagalan menolak H0 dilakukan jika Pvalue lebih besar daripada α (taraf signifikansi). Kegagalan menolak H0 bisa juga dilakukan apabila nilai Fhitung > 2 (Park, 1996). (c) Rasio S/N Rasio S/N (signal to noise ratio) digunakan untuk memilih variabel-variabel proses yang memiliki kontribusi dalam mengurangi variansi, mengetahui level variabel proses mana yang berpengaruh terhadap hasil eksperimen dan meminimalkan
karakteristik
kualitas
terhadap
variabel
gangguan.
Perhitungan rasio S/N tergantung dari jenis karakteristik kualitas, yaitu: 1.
Semakin kecil semakin baik (Smaller the better) Semakin kecil semakin baik adalah karakteristik kualitas dengan batas nilai 0 dan non negatif, sehingga nilai semakin kecil atau mendekati nol adalah nilai yang diinginkan. Rasio S/N untuk karakteristik ini dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut (Park, 1996):
n yi 2 S/N = -10 log i 1 n
(2.13)
30
2.
Tertuju pada nilai tertentu (Nominal the best) Karakteristik ini adalah karakteristik kualitas dengan nilai/target tidak nol dan terbatas, sehingga nilai yang semakin mendekati target tersebut adalah nilai yang diinginkan. Rasio S/N untuk karakteristik ini dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut (Park, 1996): n ( y y) 2 S/N = -10 log i n i 1
(2.14)
3. Semakin besar semakin baik (Larger the better) Semakin besar semakin baik adalah karakteristik kualitas dengan rentang nilai tak terbatas dan non negatif sehingga nilai yang semakin besar adalah nilai yang diinginkan. Rasio S/N untuk karakteristik ini dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut (Park, 1996):
2 (1/ yi ) i1 n n
S/N = -10 log
2.9
(2.15)
Uji Asumsi Residual Residual didefinisikan sebagai selisih antara nilai pengamatan dan nilai
dugaannya ei = Yi – Ŷi. Dalam analisis regresi terdapat asumsi bahwa residual bersifat bebas satu sama lain (independen), mempunyai rata-rata sama dengan nol dan variansi yang konstan σ2 (identik), serta berdistribusi normal atau i ~ IIDN ( 0 , 2 ) . Oleh karena itu dalam setiap pendugaan model harus dilakukan
pemeriksaan asumsi tersebut apakah terpenuhi atau tidak. 1.
Uji indepedensi Uji independen digunakan untuk menjamin bahwa pengamatan telah
dilakukan secara acak, yang berarti antar pengamatan tidak ada korelasi (independen). Pemeriksaan asumsi ini dilakukan dengan menggunakan plot autocorrelation function (ACF).
31
2.
Uji homogenitas Pengujian homogenitas varians atau uji identik bertujuan untuk memenuhi
apakah residual mempunyai penyebaran yang sama. Hal ini dilakukan dengan memeriksa plot e i terhadap
Yˆi
(secara visual). Jika penyebaran datanya acak
(menyebar disekitar garis nol) dan tidak menunjukkan pola-pola tertentu, maka asumsi identik terpenuhi. 3.
Uji kenormalan Normal probability plot pada software Minitab menyatakan probabilitas
dari residual suatu respon. Selain itu, dengan Kolmogorov-Smirnov normality test juga dapat digunakan dalam pengujian kenormalan residual. Hipotesa yang digunakan adalah: H0 : residual berdistribusi normal. H1 : residual tidak berdistribusi normal. Gagal tolak H0 apabila Pvalue > α
2.10 Metode Taguchi-grey-fuzzy Dalam metode Taguchi, optimasi hanya dapat dilakukan untuk satu respon saja. Untuk melakukan optimasi beberapa respon secara serentak digunakan gabungan dari metode Taguchi, grey relational analysis (GRA) dan logika fuzzy. Metode GRA diawali dengan teori grey system yang dibuat oleh Dr. Julong Deng pada tahun 1982, yang merupakan dasar dari suatu metode baru yang difokuskan pada studi tentang permasalahan yang memiliki data dan informasi yang minimum. Metode ini digunakan untuk membangun model hubungan dan melakukan analisis hubungan antar respon dan parameter, serta sebagai dasar dalam melakukan prediksi maupun pengambilan keputusan. GRA merupakan salah satu metode yang dibangun berdasarkan teori grey. Pada dasarnya GRA digunakan dalam optimasi untuk mengubah beberapa respon menjadi satu respon. Logika fuzzy pertama kali diformulasikan oleh Dr. Zadeh pada tahun 1965. Metode ini diformulasikan dalam upaya mencari nilai tengah antara nol dan satu. Dr. Zadeh melakukan modifikasi pada teori himpunan, dimana setiap anggotanya
32
memiliki derajat keanggotaan yang selalu bernilai kontinyu antara nol sampai satu. Himpunan ini disebut sebagai himpunan kabur (fuzzy set). Logika fuzzy mempunyai kemampuan untuk memproses variabel respon yang bersifat kabur atau yang tidak dapat dideskripsikan secara pasti, misalnya tinggi, lambat, dan bising. Ketidakjelasan dalam menggambarkan suatu variabel respon dapat secara alami dimodelkan dengan menggunakan logika fuzzy (Dhavamani dan Alwarsamy, 2011). Dalam logika fuzzy, variabel respon yang bersifat kabur direpresentasikan sebagai sebuah himpunan yang anggotanya adalah suatu nilai tegas (crisp) dan derajat keanggotaan (membership function). Langkah-langkah untuk proses optimasi dengan metode Taguchi-Grey-Fuzzy dapat dilihat pada Gambar 2.11.
1
Menghitung nilai rasio S/N untuk masing-masing respon
2
Normalisasi rasio S/N dari masing-masing respon (grey relational generating)
3
| Menentukan nilai dari ∆ , ∆ ,∆ dan Menghitung grey relational coefficient ξ
4
Fuzzification (Menggunakan fungsi keanggotaan)
|,
5
Mengaplikasikan fuzzy rules
A Gambar 2.11 Langkah-langkah optimasi Taguchi-grey-fuzzy
33
A
Defuzzification fuzzy reasoning grade) (Menghasilkan grey
6
7
Membuat tabel respon dan grafik respon dari variabel-variabel proses untuk masing-masing level
8
Menentukan pengaturan variabel-variabel proses yang menghasilkan respon optimum
9
Melakukan prediksi grey fuzzy reasoning grade (GFRG) untuk kondisi respon optimum
Gambar 2.11 Langkah-langkah optimasi Taguchi-grey-fuzzy (lanjutan)
Rincian dari langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Menghitung rasio S/N untuk masing-masing respon. Perhitungan rasio S/N dilakukan berdasarkan karakteristik dari masingmasing respon sesuai dengan persamaan 2.13 sampai dengan persamaan 2.15.
2.
Normalisasi data untuk masing-masing respon Pada penelitian ini, normalisasi dilakukan pada rasio S/N di mana rasio S/N memiliki karakteristik semakin besar semakin baik. Nilai S/N rasio dinormalkan menjadi nilai yang besarnya antara 0 dan 1. Tabel 2.5 menunjukkan penempatan nilai respon untuk proses normalisasi. Tabel 2.5 Penempatan Rasio S/N Rasio S/N 1
Rasio S/N 2
Rasio S/N k
Kombinasi 1
1
2
...
Kombinasi 2
1
2
...
... Kombinasi i
...
...
1
2
34
... ...
...
Cara yang digunakan untuk proses normalisasi sesuai dengan karakteristik respon yang meliputi semakin besar semakin baik (larger the better), semakin kecil semakin baik (smaller the better) dan tertuju pada nilai tertentu (nominal the best). Persamaan yang digunakan dalam proses normalisasi untuk respon dengan karakteristik “semakin besar semakin baik” (Huang dan Liao, 2003) adalah: ∗
min ∀
(2.16)
min
max
∀
∀
Proses normalisasi untuk respon dengan karakteristik “semakin kecil semakin baik” menggunakan persamaan sebagai berikut (Huang dan Liao, 2003): ∗
max ∀
max
(2.17)
min ∀
∀
Persamaan yang digunakan dalam proses normalisasi untuk respon dengan karakteristik “tertuju pada nilai tertentu” adalah (Huang dan Liao, 2003): ∗
1
| max
|
(2.18)
∀
dengan: max
= nilai terbesar dari
min
= nilai terkecil dari
∀
∀
= nilai target dari 3.
Menentukan deviation sequence ∆ Deviation sequence ∆
,
adalah selisih absolut antara nilai maksimum
,
hasil normalisasi yang besarnya satu dengan data yang telah dinormalisasi. Penentuan deviation sequence dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut (Datta dan Mahapatra, 2010): ∆
,
|
∗
|
(2.19)
35
4.
Menentukan grey relational coefficient ξ Grey relational coefficient menunjukkan hubungan antara kondisi yang ideal (terbaik) dengan kondisi aktual dari respon yang dinormalisasi. Grey relational coefficient (GRC) akan bernilai satu apabila respon yang dinormalisasikan tersebut cocok dengan kondisi yang ideal. Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan nilai tersebut adalah (Datta dan Mahapatra, 2010):
ξ
∆ ∆ ,
∆ ∆
(2.20)
dengan: ∆ ∆
min min ∆ max max ∆
, ,
= distinguish coefficient. Pada umumnya nilai distinguish coefficient diatur berdasarkan kebutuhan dan besarnya antara 0 dan 1. Nilai distinguish coefficient yang digunakan pada umumnya adalah 0,5 (Tosun, 2006). Nilai grey relational coefficient yang tinggi menunjukkan bahwa hasil eksperimen memiliki hubungan yang dekat dengan nilai normalisasi yang terbaik pada respon tersebut. 5.
Tahap fuzzification Fuzzification merupakan proses pengubahan nilai awal, yaitu grey relation coefficient menjadi bilangan fuzzy dengan menggunakan fungsi keanggotaan. Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang digunakan untuk menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan). Interval nilai keanggotaan yang digunakan adalah antara 0 sampai 1. Pendekatan fungsi digunakan sebagai salah satu cara untuk mendapatkan nilai keanggotaan. Ada dua fungsi keanggotaan yang umum digunakan dalam penelitian, yaitu fungsi keanggotaan kurva segitiga dan kurva trapesium.
36
Fungsi keanggotan kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis linear, yaitu fungsi linier naik dan fungsi linier turun. Fungsi keanggotaan kurva segitiga adalah sebagai berikut (Ratnawati, 2011): 0; ;
(2.21)
; 0;
Fungsi keanggotaan kurva segitiga ditunjukkan pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Fungsi keanggotaan kurva segitiga
Fungsi keanggotaan kurva trapesium pada dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan sama, yaitu bernilai satu. Fungsi keanggotaan kurva trapesium adalah sebagai berikut (Ratnawati, 2011): 0; ; (2.22)
1; ;
0
Bentuk fungsi keanggotaan kurva trapesium ditunjukkan pada Gambar 2.13.
37
Gambar 2.13 Fungsi keanggotaan kurva trapesium
6. Mengaplikasikan fuzzy rules Fuzzy rules merupakan aturan yang menjelaskan mengenai hubungan antara output dan nilai-nilai tertentu pada masing-masing variabel input. Selain itu, fuzzy rules juga merupakan alat penarik kesimpulan akan menghasilkan nilai fuzzy berdasarkan logika fuzzy. Biasanya fuzzy rules dibuat berdasarkan pengelompokkan dengan bentuk batasan aturan if-then (jika-maka), contohnya sebagai berikut: Aturan ke-1: Jika x1 adalah A1, x2 adalah B1, ..., dan xk adalah Y1 maka y adalah Z1, Aturan ke-2: Jika x1 adalah A2, x2 adalah B2, ..., dan xk adalah Y2 maka y adalah Z2, Aturan -n : Jika x1 adalah An, x2 adalah Bn, ..., dan xk adalah Yn maka y adalah Zn, Derajat keragaman dari keanggotaan dari himpunan fuzzy akan dihitung berdasarkan nilai dari x1, x2, hingga xk, dan y, sedangkan A, B hingga Y adalah himpunan fuzzy yang ditetapkan berdasarkan fungsi keanggotaan. Sebuah output fuzzy multi respon dihasilkan dengan menggunakan operasi max-min inference dan fuzzy rule. Apabila x1, x2, hingga x3 adalah GRC, maka fungsi keanggotaan dari y yang merupakan output multi respon dapat dirumuskan sebagai berikut (Lin dan Lin, 2002):
38
μZ0 y = (μA1 x1 ∧ μB1 x2 ∧ μC1 x3 ∧ μZ1 x3
˅…˅
(μAk x1 ∧ μBk x2 ∧ μCk x3 ∧ μZn x3
Dimana secara berturut-turut
(2.21)
∧ dan ˅ adalah operasi minimum dan
maksimum. 7.
Defuzzification Defuzzification merupakan pengubahan nilai fuzzy menjadi grey fuzzy reasoning grade (GFRG) dengan cara melakukan pemetaan himpunan fuzzy ke himpunan tegas (crisp). Metode yang paling sering digunakan pada proses defuzzification adalah metode centroid. Pada metode ini, defuzzification yang dilakukan dengan cara mengambil titik pusat (z* ) daerah fuzzy. Metode ini dapat dirumuskan sebagai berikut berikut (Lin dan Lin, 2002):
(2.22)
Z* =
atau dapat dirumuskan (Kusumadewi dan Purnomo, 2010) sebagai berikut:
Z* =
∑ ∑
(2.23)
dengan: ∗
= nilai GFRG = nilai domain ke-j = derajat keanggotaan
8.
Menentukan kombinasi variabel proses untuk respon optimum Semakin besar nilai GFRG, semakin baik pula respon dari proses pada kombinasi variabel-variabel tersebut. Penentuan kombinasi variabel terbaik diawali dengan membuat tabel respon dari GFRG seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.6.
39
Tabel 2.6 Tabel respon grey fuzzy reasoning grade Level 1
Level 2
Level j
Variabel 1
Y11
-
Y1j
Variabel 2
Y21
-
Y2j
Variabel i
Yi1
-
Yij
Max-Min
Q1
Qj
Yij adalah rata-rata nilai GFRG yang dikelompokkan berdasarkan variabel i dan level j. Grafik respon dibuat berdasarkan tabel respon untuk memudahkan pemilihan level dari variabel yang menghasilkan respon yang optimal. 9.
Memprediksi nilai GFRG hasil optimasi Nilai prediksi GFRG berdasarkan kombinasi level variabel proses untuk menghasilkan respon yang optimal dapat dihitung menggunakan rumus (Lin dan Lin, 2002):
̅
(2.24)
dengan: = nilai rata-rata dari keseluruhan GFRG ̅i
= rata-rata GFRG pada level optimal = jumlah variabel proses yang mempengaruhi respon secara signifikan
2.11 Interpretasi Hasil Percobaan Interpretasi yang dilakukan pada hasil percobaan dengan menggunakan kombinasi metode Taguchi dan logika fuzzy adalah sebagai berikut: 1.
Persen Kontribusi Persen kontribusi merupakan porsi masing-masing variabel proses
dan/atau interaksi variabel proses yang signifikan terhadap total variansi yang diamati. Persen kontribusi merupakan fungsi dari jumlah kuadrat dari masing40
masing variabel proses yang signifikan. Persen kontribusi menunjukkan kekuatan relatif dari suatu variabel untuk mereduksi variasi. Persen kontribusi dihitung untuk variabel proses, interaksi variabel proses, dan error. Jika persen kontribusi error kurang dari 15%, maka berarti tidak ada variabel proses yang berpengaruh terabaikan. Tetapi jika persen kontribusi error lebih dari 15% mengindikasikan ada variabel proses yang berpengaruh terabaikan sehingga error yang terjadi terlalu besar. Persen kontribusi suatu variabel proses dirumuskan dengan menggunakan persamaan (Ross, 2008):
SS' A x100% SS T
ρ =
(2.25)
dengan: SS'A = SSA - dfA . MSE
(2.26)
SSA = jumlah kuadrat dari variabel proses A SST = jumlah kuadrat total dfA
= derajat kebebasan dari variabel proses A
MSE = rata-rata kuadrat dari error 2.
Interval Keyakinan
(a) Interval keyakinan untuk kondisi optimum prediksi Untuk menghitung interval keyakinan untuk kondisi optimum prediksi menggunakan rumus (Ross, 2008): F
CI
MS
∝, ,
n
(2.27)
(2.28)
CI p CI p
dengan:
n eff = banyaknya pengamatan efektif =
(2.29)
total percobaan 1 + jumlah derajat kebebasan variabel untuk menduga rata-rata
= rata-rata GFRG prediksi pada kondisi optimum
41
(b) Interval keyakinan untuk memprediksi percobaan konfirmasi Untuk menghitung interval keyakinan untuk memprediksi percobaan konfirmasi menggunakan rumus (Ross, 2008):
CI
F
MS
∝, ,
1 n
1 r
(2.30)
dengan: r = jumlah sampel dalam percobaan konfirmasi.
CI CE CI CE
3.
(2.31)
Percobaan Konfirmasi
Pada penelitian tentang optimasi proses langkah terakhir yang harus dilakukan adalah percobaan konfirmasi. Percobaan ini dilaksanakan dengan melakukan percobaan yang menggunakan kombinasi level variabel proses hasil optimasi. Tujuan dari percobaan konfirmasi adalah untuk melakukan validasi terhadap kesimpulan yang diambil pada tahap analisa. Percobaan konfirmasi dilakukan untuk mencocokkan hasil respon prediksi dengan hasil respon secara aktual (Ross, 2008). Selain itu, percobaan konfirmasi dilakukan untuk membandingkan respon pada kondisi awal dengan respon setelah dilakukan proses optimasi. Langkah-langkah dalam percobaan konfirmasi dapat diuraikan sebagai berikut: a. Menentukan kombinasi variabel proses dan level-levelnya untuk menghasilkan respon optimum. b. Melakukan percobaan berdasarkan kombinasi untuk respon optimum. c. Membandingkan rata-rata hasil percobaan konfirmasi dengan rata-rata hasil prediksi. Percobaan konfirmasi dinyatakan berhasil bila: a. Rata-rata hasil percobaan konfirmasi mendekati rata-rata hasil prediksi. b. Rata-rata respon hasil percobaan konfirmasi berada didalam interval keyakinan (1-) 100% dari rata-rata respon hasil prediksi.
42
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Tahapan Peneletian Tahapan penelitian dilakukan agar penelitian lebih fokus dan terarah pada
tujuan penelitian. Tahapan yang dilakukan pada penelitian ditunjukkan oleh diagram alir pada Gambar 3.1 sebagai berikut: Mulai
Identifikasi Masalah Studi Pustaka Penetapan Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Perancangan Percobaan Variabel Konstan:
Variabel Proses: (1A dan 2A) (2μs, 4μs dan 6μs) (75V, 90V dan 105V) (30V, 40V dan 50V)
Variabel Respon: Lebar Pemotongan ( ) Laju pengerjaan bahan (LPB) Kekasaran permukaan (KP) Tebal lapisan (LR)
(10 DCEN) (13 μs) (15 μs) (8 g) (10 mm/s) (6 kg) (9 mm/sec) (0 servo) (1 mm/min) Ø Kawat elektroda (0.25 mm)
Mesin WEDM: CHMER G32F Bahan: Baja perkakas Buderus 2080 yang sudah dikeraskan (panjang 200 mm, lebar 40 mm, tebal 15 mm) Cairan Dielektrik: Kawat Elektroda: AC CUT VS 900 Rancangan Percobaan: Matriks ortogonal L18
Persiapan Percobaan: Mesin WEDM Benda kerja (200 mm x 40 mm x 15 mm) Kawat elektroda Alat uji kekasaran Alat uji Alat bantu
A
B
Gambar 3.1 Diagram alir metode penelitian
43
Gambar 3.1 Diagram alir metode penelitian (lanjutan)
44
3.2
Variabel-variabel Penelitian Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data primer yang
diperoleh dari hasil percobaan. Variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.2.1. Variabel Proses Variabel kontrol atau variabel proses merupakan variabel yang dapat dikendalikan dan nilainya dapat ditentukan berdasarkan tujuan dari penelitian serta pertimbangan-pertimbanagn lain. Variabel-variabel proses yang digunakan pada penelitian ini adalah: a. Arc on time (AN) b. On time (ON) c. Open voltage (OV) d. Servo voltage (SV) 3.2.2. Variabel Respon Variabel respon merupakan variabel yang akan diamati dalam penelitian. Nilai variabel ini dipengaruhi oleh nilai variabel-variabel proses yang telah ditentukan. Variabel-variabel respon yang digunakan pada penelitian ini adalah: a. Laju pengerjaan bahan (LPB) b. Kekasaran permukaan benda kerja (KP) c. Lebar pemotongan (kerf) d. Tebal lapisan recast (LR) 3.2.3. Variabel Konstan Variabel konstan merupakan variabel yang tidak diteliti dalam penelitian. Nilai variabel ini dijaga konstan agar tidak berubah selama percobaan, sehingga tidak mempengaruhi variabel respon. Variabel-variabel yang menjadi variabel konstan pada penelitian ini adalah: a. Low power (LP) b. Arc off time (AFF) c. Feedrate override (FR) d. Wire feed (WF) e. Wire tension (WT) 45
f. Water flow (WL) g. Feedrate mode (FM) h. Feedrate (F) i. Off time (OFF)
3.2.4. Variabel Gangguan Variabel gangguan atau biasa disebut sebagai noise factor adalah variabel yang memiliki pengaruh terhadap variabel respon, tetapi sangat sulit atau tidak bisa kendalikan. Variabel-variabel yang mungkin menjadi noise factor dalam penelitian ini adalah temperatur cairan dielektrik, konsentrasi partikel-partikel lain dalam cairan dielektrik dan kondisi permukaan kawat elektroda. Variabel-variabel ini tidak dimasukkan ke dalam rancangan percobaan, sehingga pengambilan data dilakukan dengan replikasi untuk mengatasi pengaruh noise factor pada hasil penelitian.
3.3
Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan dan peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut: 3.3.1. Bahan Penelitian 1. Benda kerja Bahan yang digunakan adalah baja perkakas Buderus 2080 yang telah mengalami perlakuan panas dengan kekerasan sebesar 61 HRC. Panjang benda kerja adalah sebesar 200 mm, lebar 40 mm dan tebal 15 mm. 2. Kawat elektroda Kawat elektroda yang digunakan adalah kawat jenis zinc coated brass wire AC CUT VS 900 yaitu kawat berbahan kuningan yang dilapisi zinc dengan diameter 0,25 mm. 3.3.2. Peralatan Penelitian 1. Mesin WEDM Mesin WEDM yang digunakan pada penelitian ini adalah CHMER tipe 32GF seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2, sedangkan spesifikasi mesin tersebut bisa dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut: 46
Tabel 3.1 Spesifikasi mesin WEDM 32GF Model
32GF Flusing
Satuan
360x250
mm
60x60x220
mm
725x560x215
mm
Berat maksimal benda kerja
300
kgs
Kecepatan makan maksimal X,Y
800
mm/min
Ø0.15- Ø0.30
mm
300
mm/s
Sumbu X, Y Lintasan U,V,Z Ukuran maksimal benda kerja
Rentang diameter kawat Kecepatan makan kawat maksimal
Gambar 3.2 Mesin WEDM 32GF
2. Peralatan ukur a.
Measurescope Pengukuran kerf pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Nikon measurescope 20 seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3. Alat ini memiliki kecermatan hingga 0,001 mm. Panjang yang dapat diukur dengan menggunakan alat ini adalah ±20 mm.
47
Gambar 3.3 Nikon measurescope 20
b.
Scanning electron microscope (SEM) Pengukuran tebal LR pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SEM Inspect s50 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4. Alat ini memiliki perbesaran sampai 150.000 kali dengan resolusi kedalaman 3-100 nanometer.
Gambar 3.4 Scanning electron microscope (SEM) Inspect s50
48
c.
Surface roughness tester Pengukuran kekasaran permukaan benda kerja pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Mitutoyo surftest 301 yang memiliki kecermatan hingga 0,01 μm. Gambar 3.5 menunjukkan alat ukur Mitutoyo surftest 301.
Gambar 3.5 Mitutoyo surftest 301
3. Peralatan bantu yang terdiri dari:
Gerinda dan kertas gosok Alat ini digunakan untuk meratakan dan menghaluskan permukaan benda kerja serta untuk membersihkan benda kerja dari kotoran yang bersifat isolator seperti cat, lilin, plastik, karat, oli, dan lain-lain.
Mistar ingsut Alat ini digunakan untuk mengukur dimensi benda kerja, dan mempunyai kecermatan hingga 0,05 mm.
Meja rata Meja rata digunakan untuk meletakkan benda kerja pada saat melakukan pengukuran kekasaran permukaan.
Stopwatch Alat ini digunakan untuk mengukur waktu pemotongan benda kerja pada saat melakukan percobaan.
49
3.4
Rancangan Percobaan 3.4.1. Pengaturan Variabel pada Mesin WEDM Pengaturan variabel-variabel pada mesin WEDM dilakukan dengan mengacu pada buku Wire Cut Cutting Data Manual. Nilai dari variabelvariabel yang digunakan adalah untuk kawat elektroda dengan diameter 0,25 mm dan ketebalan benda kerja 15 mm, serta untuk kondisi pemotongan kasar. Pengaturan nilai variabel-variabel konstan ditunjukkan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Variabel-variabel konstan
No
Variabel konstan
Nilai
Satuan
1
Low power (LP)
10
DCEN
2
Arc off time (AFF)
13
s
3
Feed rate override (FR)
9
mm/min
4
Wire tension (WT)
8
g
5
Wire feed (WF)
10
mm/s
6
Water flow (WL)
6
kg
7
Feed rate (F)
1
mm/min
8
Feed rate mode (FM)
0
servo
9
Off time (OFF)
15
s
10
Kawat elektroda
0.25
mm
Penentuan level-level dari variabel-variabel proses dilakukan dengan beberapa pertimbangan, antara lain:
Nilai masing-masing level mengacu pada buku wire cut cutting data manual dan penelitian-penelitian sebelumnya.
Nilai pada level tersebut masih dapat digunakan pada proses pemotongan dan tidak terjadi short circuit. Hal ini bisa ditempuh dengan cara melakukan percobaan pendahuluan.
50
Berdasarkan pertimbangan di atas telah ditentukan nilai masing-masing level dari variabel-variabel proses ditunjukkan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Variabel-variabel proses dan masing-masing level No
Variabel proses
Satuan
Level 1
Level 2
Level 3
1
Arc on time (AN)
A
1
2
-
2
On time (ON)
µs
2
4
6
3
Open voltage (OV)
V
75
90
105
4
Servo voltage (SV)
V
30
40
50
3.4.2. Pemilihan Matriks Ortogonal Matriks ortogonal yang akan digunakan dalam penelitian harus memiliki derajat kebebasan yang sama atau lebih besar daripada total derajat kebebasan variabel-variabel proses yang telah ditetapkan. Pada percobaan ini tidak terjadi interaksi antar variabel-variabel proses. Derajat kebebasan dari variabel-variabel proses tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan 2.6 dan disajikan pada Tabel 3.4 sebagai berikut: Tabel 3.4 Total derajat kebebasan variabel-variabel respon No
Variabel proses
Jumlah level (k)
df = (k-1)
1
Arc on time (AN)
2
1
2
On time (ON)
3
2
3
Open voltage (OV)
3
2
4
Servo voltage (SV)
3
2
Total
7
Tabel 3.4 menunjukkan bahwa total derajat kebebasan adalah tujuh, sedangkan jika dilihat dari jumlah levelnya rancangan diatas termasuk mixed level. Maka matriks ortogonal yang sesuai untuk percobaan dengan derajat kebebasan tujuh dan memiliki satu variabel dengan dua level dan tiga variabel dengan tiga level adalah L18(21x33). Rancangan percobaan Taguchi matriks ortogonal L18(21x33) ditunjukkan oleh Tabel 3.5 sebagai berikut:
51
Tabel 3.5 Rancangan percobaan Taguchi L18(21x33) Kombinasi
Variabel AN
ON
OV
SV
1
1
2
75
30
2
1
2
90
40
3
1
2
105
50
4
1
4
75
30
5
1
4
90
40
6
1
4
105
50
7
1
6
75
40
8
1
6
90
50
9
1
6
105
30
10
2
2
75
50
11
2
2
90
30
12
2
2
105
40
13
2
4
75
40
14
2
4
90
50
15
2
4
105
30
16
2
6
75
50
17
2
6
90
30
18
2
6
105
40
Pengambilan data dilakukan secara acak dengan kombinasi variabelvaraibel mengacu pada rancangan percobaan sesuai dengan matriks ortogonal L18(21x33) pada Tabel 3.5. Pengacakan ini dilakukan dengan menggunakan bilangan random. Replikasi kombinasi variabel pada percobaan dilakukan sebanyak dua kali untuk mengatasi kesalahan-kesalahan akibat faktor noise. Tabel 3.6 menunjukkan urutan percobaan yang sesuai dengan kombinasi matriks ortogonal L18 setelah dilakukan pengacakan untuk replikasi pertama, sedangkan untuk replikasi kedua ditunjukkan pada Tabel 3.7.
52
Tabel 3.6 Urutan percobaan matriks ortogonal L18(21x33) replikasi pertama Urutan
Kombinasi
1
Variabel AN
ON
OV
SV
5
1
4
90
40
2
4
1
4
75
30
3
6
1
4
105
50
4
16
2
6
75
50
5
18
2
6
105
40
6
13
2
4
75
40
7
12
2
2
105
40
8
1
1
2
75
30
9
7
1
6
75
40
10
11
2
2
90
30
11
9
1
6
105
30
12
15
2
4
105
30
13
2
1
2
90
40
14
3
1
2
105
50
15
8
1
6
90
50
16
17
2
6
90
30
17
10
2
2
75
50
18
14
2
4
90
50
Tabel 3.7 Urutan percobaan matriks ortogonal L18(21x33) replikasi kedua Urutan
Kombinasi
1
Variabel AN
ON
OV
SV
17
2
6
90
30
2
16
2
6
75
50
3
13
2
4
75
40
4
9
1
6
105
30
5
1
1
2
75
30
6
6
1
4
105
50
7
3
1
2
105
50
8
4
1
4
75
30
9
11
2
2
90
30
10
10
2
2
75
50
53
Tabel 3.7 Urutan percobaan matriks ortogonal L18(21x33) replikasi kedua (lanjutan) Urutan
Kombinasi
11
Variabel AN
ON
OV
AN
15
2
4
105
30
12
14
2
4
90
50
13
5
1
4
90
40
14
8
1
6
90
50
15
12
2
2
105
40
16
7
1
6
75
40
17
18
2
6
105
40
18
2
1
2
90
40
Pemotongan material dilakukan sepanjang 10 mm untuk masingmasing kombinasi. Setelah semua proses pemotongan selesai kemudian dilakukan proses pengukuran kerf dengan measurescope. Benda kerja kemudian dipotong secara memanjang untuk mendapatkan masing-masing spesimen untuk dilakukan proses pengukuran KP dan tebal LR. Skema proses pemotongan benda kerja ditunjukkan pada Gambar 3.6.
Spesimen
Gambar 3.6 Skema proses pemotongan
54
3.5
Langkah-langkah Percobaan Langkah-langkah percobaan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1. Membersihkan benda kerja dari kototan-kotoran yang bersifat isolator yang dapat mengganggu proses pemotongan. 2. Memasang benda kerja ke meja mesin WEDM kemudian diatur kelurusannya dengan menggunakan dial indicator. 3. Mengatur titik referensi pemesinan pada benda kerja sesuai dengan program CNC yang telah dibuat. 4. Memasang kawat elektroda zinc coated brass wire berdiameter 0,25 mm pada mesin WEDM. 5. Mengatur variabel-variabel pada mesin WEDM sesuai dengan rancangan percobaan yang telah ditetapkan. 6. Melakukan proses pemotongan berdasarkan urutan percobaan yang telah ditentukan pada Tabel 3.6 dan 3.7. 7. Mencatat waktu yang dibutuhkan pada setiap proses pemotongan untuk masing-masing percobaan. 8. Melepas dan membersihkan benda kerja dari sisa cairan dielektrik yang dapat menyebabkan karat setelah proses pemotongan selesai. 9. Mengukur kerf dan panjang pemotongan dengan menggunakan measurescope untuk menghitung LPB dengan menggunakan rumus 2.4. 10. Mengukur KP dengan menggunakan surface roughness tester. 11. Mengambil gambar tebal LR yang terbentuk pada permukaan benda kerja dengan foto SEM. Kemudian dihitung tebalnya dengan menggunakan batuan perangkat lunak Auto CAD.
55
3.6
Pengukuran dan Pengambilan Data 3.6.1. Pengambilan Data Laju Pengerjaan Bahan (LPB) LPB dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.4, yaitu dengan membagi volume benda kerja yang terbuang dengan waktu yang ditempuh selama proses pemotongan pada masing-masing percobaan. Volume benda kerja yang terbuang adalah b x h x l seperti ditunjukkan pada Gambar 3.9.
Gambar 3.7 Volume benda kerja yang terbuang
Panjang pemotongan aktual diukur dengan langkah yang sama seperti pada proses pengukuran kerf, yaitu dengan menggunakan measurescope. Panjang pemotongan aktual perlu diukur dengan measurescope karena panjang pemotongan aktual belum tentu sama dengan program CNC yang dibuat. Hal ini disebabkan karena pengaruh besar kecilnya energi saat proses pemotongan yang dapat menyebabkan penjang pemotongan aktual lebih besar daripada panjang pemotongan yang ada pada program CNC. Pengukuran panjang pemotongan dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan kemudian hasilnya di rata-rata.
56
3.6.2. Pengambilan Data Lebar Pemotongan (Kerf) Pengukuran jarak pada measurescope dilakukan dengan menggunakan prinsip proyeksi serta pembesaran penampang benda kerja. Oleh karena itu, benda kerja yang akan diukur harus benar-benar diletakkan tegak lurus terhadap lensa pengukur. Pengukuran dan pengambilan data kerf ditunjukkan oleh Gambar 3.8.
y
y
x
x
kerf
kerf
Gambar 3.8 Skema proses pengukuran kerf
Pengukuran dilakukan dengan menempatkan salah satu sisi celah pemotongan sejajar dan tepat berimpit pada salah satu sumbu referensi (sumbux atau sumbu-y). Kemudian skala poros pengatur pergeseran meja diposisikan ke nol. Selanjutnya benda kerja digeser hingga sisi celah yang lain berimpit dengan sumbu referensi. Lebar pemotongan diperoleh dengan menghitung nilai pengukuran yang didapatkan dari posisi pertama dan kedua. Nilai pengukuran pada masing-masing posisi ditunjukkan oleh skala poros pengatur pergeseran yang terdapat pada measurescope. Untuk mendapatkan hasil yang baik pengukuran kerf dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan pada setiap kerf-nya kemudian hasilnya di rata-rata.
57
3.6.3. Pengambialan Data Kekasaran Permukaan (KP) Angka kekasaran permukaan yang diamati adalah kekasaran aritmatika (Ra) yang dinyatakan dalam μm. Untuk mendapatkan hasil KP yang baik pengukuran KP dilakukan sebanyak tiga kali di daerah permukaan yang berbeda dan kemudian hasilnya di rata-rata. Arah pengukuran KP dilakukan secara tegak lurus dengan arah pemotongan. Tabel 2.1 merekomendasikan panjang sampel untuk pengukuran KP untuk tingkat kekasaran normal adalah sebesar 0,8 mm. Skema proses pengukuran KP ditunjukkan pada Gambar 3.7.
Arah pemakanan Kawat elektroda Arah pengukuran KP
Arah pemotongan
Gambar 3.9 Skema proses pengukuran KP
3.6.4. Pengambilan Data Tebal Lapisan Recast (LR) Dalam melakukan pengukuran tebal LR pada benda kerja hasil pemotongan, tidak diperlukan proses etsa. Hal ini karena LR berwarna putih sehingga mudah untuk dikenali. Tebal LR diamati dengan menggunakan SEM dengan 1000-2000 kali perbesaran. Pengukuran tebal LR dilakukan pada setiap foto SEM dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Auto CAD, yaitu dengan cara menarik garis ukur antara kedua tepi lapisan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.10. Pengukuran tebal LR dilakukan di sepuluh titik yang berbeda kemudian hasilnya di rata-rata.
58
LR
Material Induk
Spesimen
Gambar 3.10 Skema proses pengukuran tebal LR
3.7
Karakteristik Respon Optimum Karakteristik respon optimum yang digunakan pada penelitian ini adalah
semakin kecil semakin baik dan semakin besar semakin baik. Karakteristik semakin besar semakin baik berlaku untuk LPB. Karakteristik semakin kecil semakin baik berlaku untuk kerf, KP, dan tebal LR. Nilai LPB yang paling diharapkan adalah yang paling maksimum, sedangkan kerf, KP, dan tebal LR yang paling minimum adalah yang paling diharapkan. Untuk perhitungan rasio S/N masing-masing variabel respon dilakukan dengan menggunakan perangkat komputasi statistik.
59
[Halaman ini sengaja dikosongkan]
60
BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Hasil Percobaan Hasil percobaan diperoleh berdasarkan rancangan percobaan Taguchi berupa matriks ortogonal L18(21x33). Yaitu dengan mengkombinasikan variabel-varibel proses pada proses pemesinan WEDM yang diduga memiliki pengaruh terhadap respon yang diteliti. Variabel-variabel proses tersebut meliputi arc on time (AN), on time (ON), open voltage (OV) dan servo voltage (SV). Percobaan dilakukan secara acak dengan dua kali replikasi. Proses pemotongan dilakukan dengan jarak yang telah ditentukan. Selama proses berlangsung waktu proses pemotongan diukur dengan menggunakan stopwatch. Setelah semua percobaan selesai kemudian dilakukan pengukuran lebar pemotongan (kerf) dan panjang pemtongan sesungguhnya dengan menggunakan measurescope. Selanjutnya dilakukan perhitungan laju pengerjaan bahan (LPB). Pengukuran berikutnya adalah pengukuran kekasaran permukaan (KP) dan yang terakhir adalah pengukuran tebal lapisan recast (LR) yang diukur dari foto SEM dengan bantuan perangkat lunak Auto CAD. Hasil percobaan secara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 4.1 dan selanjutnya data diolah sesuai dengan langkah-langkah optimasi yang ditunjukkan pada Gambar 2.11. Tabel 4.1 Data hasil percobaan Komb.
Kerf (mm) R1
R2
LPB (mm3/min) R1
R2
R1
R2
LR (µm) R1
R2
1
0.322
0.318
6.15
5.95
1.33
1.41
5.188
4.268
2
0.329
0.327
6.13
6.20
1.31
1.36
5.416
4.879
3
0.336
0.333
6.26
5.97
1.39
1.37
6.383
5.255
61
KP (µm)
Tabel 4.1 Data hasil percobaan (lanjutan) Komb.
Kerf (mm) R1
R2
LPB (mm3/min) R1
R2
KP (µm) R1
R2
LR (µm) R1
R2
4
0.336
0.335
11.51
11.83
1.78
1.96
6.094
6.076
5
0.347
0.348
11.81
12.25
1.93
1.92
7.074
7.647
6
0.346
0.348
11.60
11.49
1.83
1.90
9.921
8.013
7
0.370
0.370
17.55
17.67
2.19
2.10
6.592
6.999
8
0.374
0.373
18.03
17.52
2.33
2.19
7.031
8.773
9
0.358
0.354
17.52
17.90
2.41
2.43
8.921
8.468
10
0.343
0.342
5.02
4.88
1.20
1.21
6.591
5.539
11
0.328
0.328
8.57
8.48
1.77
1.62
6.868
5.172
12
0.330
0.329
8.03
8.17
1.41
1.46
7.312
7.254
13
0.347
0.346
11.34
10.62
1.85
1.81
5.060
6.612
14
0.360
0.359
12.00
11.21
1.84
1.86
9.311
7.898
15
0.339
0.339
16.50
16.19
2.25
2.27
10.078
7.550
16
0.382
0.381
13.40
12.88
2.25
2.30
10.260
8.685
17
0.366
0.365
25.22
25.94
2.75
2.61
11.617
8.284
18
0.359
0.360
22.98
23.74
2.54
2.57
11.332
9.693
Sumber: Hasil pengukuran
4.2. Perhitungan Rasio S/N Metode Taguchi menggunakan pendekatan rasio S/N untuk meneliti faktor noise terhadap variasi yang timbul. Perhitungan nilai rasio S/N tergantung dari jenis karakteristik kualitas dari masing-masing respon. Respon LPB memiliki karakteristik semakin besar semakin baik, nilai rasio S/N dihitung menggunakan persamaan 2.15. Rasio S/N kerf, KP dan LR dihitung dengan menggunakan persamaan 2.13 karena memiliki karakteristik kualitas respon semakin kecil semakin baik. Contoh perhitungan rasio S/N LPB dengan karakteristik kualitas respon semakin besar semakin baik pada kombinasi pertama adalah sebagai berikut.
62
n (1 / y i 2 ) S/N = -10 log n i 1 (1 / 11,512 ) (1 / 11,832 ) S/N = -10 log 2
S/N = -10 log 0,02735 S/N = 15,63 Sesuai dengan rumus pehitungan rasio S/N untuk setiap karakteristik kualitas pada masing-masing respon, nilai rasio S/N kerf, LPB, KP dan LR ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Data rasio S/N Variabel proses
Komb.
Kerf
LPB
KP
LR
30
9.897
15.630
-2.738
-13.534
4
40
9.682
15.802
-2.511
-14.244
2
7
50
9.512
15.719
-2.798
-15.338
1
4
1
30
9.486
21.339
-5.447
-15.686
5
1
4
4
40
9.184
21.599
-5.689
-17.344
6
1
4
7
50
9.193
21.248
-5.415
-19.102
7
1
6
1
40
8.633
24.915
-6.630
-16.648
8
1
6
4
50
8.554
24.993
-7.086
-18.007
9
1
6
7
30
8.971
24.963
-7.676
-18.788
10
2
2
1
50
9.307
13.886
-1.620
-15.689
11
2
2
4
30
9.683
18.616
-4.592
-15.677
12
2
2
7
40
9.643
18.170
-3.138
-17.246
13
2
4
1
40
9.206
20.801
-5.250
-15.399
14
2
4
4
50
8.886
21.277
-5.344
-18.724
15
2
4
7
30
9.399
24.265
-7.082
-18.992
16
2
6
1
50
8.370
22.365
-7.140
-19.559
17
2
6
4
30
8.745
28.155
-8.566
-20.077
18
2
6
7
40
8.886
27.365
-8.148
-20.461
Maks
9.897
28.155
-1.620
-13.534
Min
8.370
13.886
-8.566
-20.461
AN
ON
OV
SV
1
1
2
1
2
1
2
3
1
4
Sumber: Hasil perhitungan
63
4.3. Normalisasi Rasio S/N Normalisasi dilakukan untuk mentransformasi nilai rasio S/N menjadi nilai yang besarnya antara nol sampai satu. Proses normalisasi dilakukan berdasarkan karakterisistik kualitas respon rasio S/N. Karakteristik kualitas untuk rasio S/N adalah semakin besar semakin baik. Karakteristik kualitas respon semakin besar semakin baik berlaku untuk masing-masing rasio S/N kerf, LPB, KP dan LR. Perhitungan rasio S/N dilakukan menggunakan persamaan 2.16. Contoh perhitungan normalisasi rasio S/N untuk respon LPB pada kombinasi pertama adalah sebagai berikut: X*i k =
Xi k - min Xi k ∀k
max Xi k - min Xi k ∀k
X*i 1 =
∀k
15,630-13,886 28,155-13,886
X*i 1 = 0,122
Hasil perhitungan normalisasi rasio S/N masing-masing respon pada setiap kombinasi ditunjukkan pada Tabel 4.3 sebagai berikut. Tabel 4.3 Data normalisasi rasio S/N ∗
Rasio S/N
Komb. Kerf
LPB
KP
LR
Kerf
LPB
KP
LR
1
9.897
15.630
-2.738
-13.534
1.000
0.122
0.839
1.000
2
9.682
15.802
-2.511
-14.244
0.860
0.134
0.872
0.898
3
9.512
15.719
-2.798
-15.338
0.748
0.128
0.830
0.740
4
9.486
21.339
-5.447
-15.686
0.731
0.522
0.449
0.689
5
9.184
21.599
-5.689
-17.344
0.533
0.541
0.414
0.450
6
9.193
21.248
-5.415
-19.102
0.539
0.516
0.454
0.196
7
8.633
24.915
-6.630
-16.648
0.172
0.773
0.279
0.550
8
8.554
24.993
-7.086
-18.007
0.121
0.778
0.213
0.354
9
8.971
24.963
-7.676
-18.788
0.393
0.776
0.128
0.242
10
9.307
13.886
-1.620
-15.689
0.614
0.000
1.000
0.689
11
9.683
18.616
-4.592
-15.677
0.860
0.331
0.572
0.691
12
9.643
18.170
-3.138
-17.246
0.834
0.300
0.781
0.464
13
9.206
20.801
-5.250
-15.399
0.547
0.485
0.477
0.731
14
8.886
21.277
-5.344
-18.724
0.338
0.518
0.464
0.251
64
Tabel 4.3 Data normalisasi rasio S/N (lanjutan) ∗
Rasio S/N
Komb. Kerf
LPB
KP
LR
Kerf
LPB
KP
LR
15
9.399
24.265
-7.082
-18.992
0.674
0.727
0.214
0.212
16
8.370
22.365
-7.140
-19.559
0.000
0.594
0.205
0.130
17
8.745
28.155
-8.566
-20.077
0.246
1.000
0.000
0.055
18
8.886
27.365
-8.148
-20.461
0.338
0.945
0.060
0.000
Sumber: Hasil perhitungan
4.4. Perhitungan Grey Relational Coefficient (GRC) Nilai GRC pada masing-masing respon dihitung menggunakan persamaan 2.20. Sebelum menghitung nilai GRC harus dihitung terlebih dahulu nilai deviation squence ∆
,
pada masing-masing respon. Perhitungan nilai ∆
,
dilakukan
dengan menggunakan persamaan 2.19. Contoh perhitungan nilai ∆
,
respon LPB pada kombinasi pertama adalah
sebagai berikut: ∆0,i k = X0 k -Xi * k ∆0,i 1 = |1-0.122| ∆0,i 1 = 0,878
Nilai GRC dihitungan berdasarkan nilai ∆
,
pada masing-masing
responnya. Contoh perhitungan nilai GRC respon LPB pada kombinasi pertama adalah sebagai berikut: ξi k =
∆min + ζ ∆max ∆0,i (k) + ζ ∆max
ξi 1 =
0,000 + 0.5 x 1,000 0,878 + 0.5 x 1,000
ξi 1 = 0,363
Hasil perhitungan nilai ∆
,
masing-masing respon untuk setiap kombinasi
ditunjukkan pada Tabel 4.4, dan nilai GRC ditunjukkan pada Tabel 4.5.
65
Tabel 4.4 Deviation sequence Komb.
Kerf
LPB
KP
LR
1
0.000
0.878
0.161
0.000
2
0.140
0.866
0.128
0.102
3
0.252
0.872
0.170
0.260
4
0.269
0.478
0.551
0.311
5
0.467
0.459
0.586
0.550
6
0.461
0.484
0.546
0.804
7
0.828
0.227
0.721
0.450
8
0.879
0.222
0.787
0.646
9
0.607
0.224
0.872
0.758
10
0.386
1.000
0.000
0.311
11
0.140
0.669
0.428
0.309
12
0.166
0.700
0.219
0.536
13
0.453
0.515
0.523
0.269
14
0.662
0.482
0.536
0.749
15
0.326
0.273
0.786
0.788
16
1.000
0.406
0.795
0.870
17
0.754
0.000
1.000
0.945
18
0.662
0.055
0.940
1.000
Maks
1
1
1
1
Min
0
0
0
0
Sumber: Hasil perhitungan
Tabel 4.5 Grey relational coefficient Komb.
Kerf
LPB
KP
LR
1
1.000
0.363
0.756
1.000
2
0.781
0.366
0.796
0.830
3
0.665
0.365
0.747
0.658
4
0.650
0.511
0.476
0.617
5
0.517
0.521
0.460
0.476
6
0.520
0.508
0.478
0.383
7
0.377
0.688
0.409
0.527
8
0.362
0.693
0.388
0.436
9
0.452
0.691
0.364
0.397
66
Tabel 4.5 Grey relational coefficient (lanjutan) Komb.
Kerf
LPB
KP
LR
10
0.564
0.333
1.000
0.616
11
0.781
0.428
0.539
0.618
12
0.750
0.417
0.696
0.483
13
0.525
0.492
0.489
0.650
14
0.430
0.509
0.483
0.400
15
0.605
0.647
0.389
0.388
16
0.333
0.552
0.386
0.365
17
0.399
1.000
0.333
0.346
18
0.430
0.900
0.347
0.333
Sumber: Hasil perhitungan
4.5. Fuzzification Variabel-variabel input dari sistem logika fuzzy pada penelitian ini adalah menggunakan nilai GRC dari masing-masing respon kerf, LPB, KP dan LR. Nilai GRC dari masing-masing respon akan diubah kedalam linguistic fuzzy subsets menggunakan fungsi keanggotaan. Fungsi keanggotaan yang digunakan pada variabel input adalah bentuk segitiga (triangle) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Fungsi keanggotaan dari masing-masing respon dikelompokkan secara uniform kedalam tiga kelas fuzzy subsets yaitu small (S), medium (M) dan large (L).
Derajat keanggotaan
(x)
x Koefisien grey relational
Gambar 4.1 Fungsi keanggotaan untuk kerf, LPB, KP dan LR
67
Variabel output dari dari sistem logika fuzzy pada penelitian ini adalah grey fuzzy reasoning grade (GFRG). Fungsi keanggotaan yang digunakan pada variabel output sama dengan fungsi keanggotaan pada variabel input yaitu fungsi keanggotaan bentuk segitiga (triangle) seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2. Pada variabel output fungsi keanggotaan GFRG dikelompokkan kedalam sembilan kelas fuzzy subsets yaitu tiny (T), very small (VS) small (S), smaller middle (SM), middle (M), larger middle (ML), larger (L), very large (VL) dan huge (H).
Derajat keanggotaan
(x)
x Grey fuzzy reasoning grade
Gambar 4.2 Fungsi keanggotaan grey fuzzy reasoning grade (GFRG)
4.6. Penentuan Fuzzy Rules Dasar aturan fuzzy adalah sekelompok aturan pengontrolan jika-maka (if-then control) yang menyatakan hubungan antara variabel input dan variabel output. Pada penelitian ini terdapat empat variabel input yaitu GRC dari respon kerf, LPB, KP dan LR dengan masing-masing memiliki tiga fuzzy subsets. Fuzzy rules yang dibutuhkan untuk mengkombinasikan seluruh variabel input adalah sebanyak delapan puluh satu fuzzy rules. Tabel 4.6 menunjukkan fuzzy rules yang digunakan pada penelitian ini. Arti dari fuzzy rules pada Tabel 4.6 adalah sebagai berikut: Rule 1 : Jika GRC (kerf) adalah S dan GRC (LPB) adalah S dan GRC (KP) adalah S dan GRC (LR) adalah S, maka GFRG adalah T.
68
Rule 2 : Jika GRC (kerf) adalah S dan GRC (LPB) adalah S dan GRC (KP) adalah S dan GRC (LR) adalah M, maka GFRG adalah VS. … Rule 81 : Jika GRC (kerf) adalah L dan GRC (LPB) adalah L dan GRC (KP) adalah L dan GRC (LR) adalah L, maka GFRG adalah H. Tabel 4.6 Fuzzy rules Rules no.
Variabel input GRC LPB
KP
LR
1
S
S
S
S
2
S
S
S
M
VS
3
S
S
S
L
MS
4
S
S
M
S
T
5
S
S
M
M
S
6
S
S
M
L
MS
7
S
S
L
S
VS
8
S
S
L
M
MS
9
S
S
L
L
ML
10
S
M
S
S
T
T
11
S
M
S
M
S
12
S
M
S
L
M
13
S
M
M
S
VS
14
S
M
M
M
MS
15
S
M
M
L
ML
16
S
M
L
S
S
17
S
M
L
M
M
18
S
M
L
L
L
19
S
L
S
S
VS
20
S
L
S
M
MS
21
S
L
S
L
ML
22
S
L
M
S
S
23
S
L
M
M
M
24
S
L
M
L
L
25
S
L
L
S
MS
26
S
L
L
M
ML
27
S
L
L
L
VL
28
M
S
S
S
T
29
M
S
S
M
S
30
M
S
S
L
M
31
M
S
M
S
VS
32
M
S
M
M
MS
69
Variabel output GFRG
Kerf
Tabel 4.6 Fuzzy rules (lanjutan) Rules no.
Variabel input GRC LPB
KP
LR
33
M
S
M
L
34
M
S
L
S
S
35
M
S
L
M
M
36
M
S
L
L
L
37
M
M
S
S
VS
38
M
M
S
M
MS
39
M
M
S
L
ML
40
M
M
M
S
S
41
M
M
M
M
M
42
M
M
M
L
L
ML
43
M
M
L
S
MS
44
M
M
L
M
ML
45
M
M
L
L
VL
46
M
L
S
S
S M
47
M
L
S
M
48
M
L
S
L
L
49
M
L
M
S
MS
50
M
L
M
M
ML
51
M
L
M
L
VL
52
M
L
L
S
M
53
M
L
L
M
L
54
M
L
L
L
VL
55
L
S
S
S
VS
56
L
S
S
M
MS
57
L
S
S
L
ML
58
L
S
M
S
S
59
L
S
M
M
M
60
L
S
M
L
L
61
L
S
L
S
MS
62
L
S
L
M
ML
63
L
S
L
L
VL
64
L
M
S
S
S M
65
L
M
S
M
66
L
M
S
L
L
67
L
M
M
S
MS
68
L
M
M
M
ML
69
L
M
M
L
VL
70
L
M
L
S
M
71
L
M
L
M
L
72
L
M
L
L
VL
70
Variabel output GFRG
Kerf
Tabel 4.6 Fuzzy rules (lanjutan) Rules no. 73
Variabel input GRC
Variabel output GFRG
Kerf
LPB
KP
LR
L
L
S
S
MS
74
L
L
S
M
ML
75
L
L
S
L
VL
76
L
L
M
S
M
77
L
L
M
M
L
78
L
L
M
L
VL
79
L
L
L
S
ML
80
L
L
L
M
VL
81
L
L
L
L
H
Sumber: Perangkat komputasi numerik
4.7. Defuzzification Defuzzification
merupakan proses pemetaan himpunan fuzzy ke dalam
himpunan tegas (crips). GRC dari masing-masing respon digunakan sebagai variabel input pada proses defuzzification. Variabel input kemudian diolah didalam fuzzy inference engine berdasarkan komposisi fuzzy rules yang telah ditetapkan untuk menghasilkan suatu output. Output yang dihasilkan adalah GFRG yang berupa suatu bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut. Proses defuzzification dilakukan dengan menggunakan metode centroid (titik tengah). Ilustrasi aturan fuzzy untuk proses penegasan ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Ilustrasi fuzzy rules
71
Gambar 4.3 Ilustrasi fuzzy rules (lanjutan)
Hasil proses defuzzification yang berupa nilai GFRG untuk setiap kombinasi ditunjukkan pada Tabel 4.7. GFRG akan digunakan sebagai variabel respon yang mewakili variabel respon kerf, LPB, KP, dan LR secara serentak.
72
Tabel 4.7 Grey fuzzy reasoning grade (GFRG) No.
GFRG
No.
GFRG
1 2 3 4 5 6 7 8 9
0.8297
10 11 12 13 14 15 16 17 18
0.6570
0.6659 0.6197 0.6219 0.4749 0.4251 0.5019 0.4438 0.4310
0.6233 0.5724 0.5929 0.4006 0.4586 0.3767 0.4359 0.4352
Sumber: Hasil perhitungan
4.8. Hasil Optimasi Rancangan percobaan Taguchi berupa matriks ortogonal mampu untuk mengelompokkan pengaruh dari masing-masing variabel pada pada level yang berbeda. Contoh perhitungan rata-rata nilai GFRG variabel proses AN pada level 1 adalah sebagai berikut:
ηV =
0,8297 + 0,6659 + 0,6197 + 0,6219 + 0,4749 + 0,4251+0,5019+4438+0,4310 9
ηV = 0,5571
Perhitungan rata-rata nilai GFRG pada masing-masing variabel proses untuk setiap levelnya ditunjukkan pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Rata-rata nilai GFRG pada masing-masing level Variabel proses AN ON OV SV Rata-rata total
Level 1
Level 2
Selisih
0.5571
0.5058
-
0.0513
0.6613
0.4957
0.4374
0.2239
0.5967
0.5074
0.4903
0.1064
0.5667
0.5405
0.4871
0.0796
0.5315
Sumber: Hasil perhitungan
73
Level 3
Plot untuk nilai rata-rata dari GFRG pada masing-masing level dari variabel proses AN, ON, OV dan SV ditunjukkan pada Gambar 4.4. 0.7
GFRG
0.65 0.6 0.55
Rata‐rata
0.5 0.45 0.4 AN1
AN2
ON1
ON2
ON3
OV1
OV2
OV3
SV1
SV2
SV3
Level variabel proses
Gambar 4.4 Plot nilai GFRG masing-masing level variabel proses
Level variabel proses yang paling optimum dapat dilihat dari nilai GFRG yang paling besar. Berdasarkan plot rata-rata nilai GFRG masing-masing level dari variabel proses yang ditunjukkan pada Gambar 4.4, maka dapat ditentukan kombinasi level-level variabel proses yang menghasilkan respon optimum. Kombinasi level dari variabel proses tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Kombinasi variabel proses respon optimum Variabel proses AN ON OV SV
Level 1 1 1 1
Nilai 1A 2 µs 75 V 30 V
Sumber: Hasil perhitungan
4.9. Analisis Variansi dan Persen Kontribusi Analisis variansi (ANAVA) digunakan untuk mengetahui variabel-variabel proses yang memiliki pengaruh secara signifikan dan besarnya kontribusi terhadap respon yang diteliti. Pada penelitian ini ANAVA dilakukan terhadap data GFRG yang mewakili semua respon secara serentak.
74
Contoh perhitungan ANAVA GFRG dilakukan berdasarkan rumus pada Tabel 2.4 adalah sebagai berikut: n
(yi -y)2
SST = i=1
SST = (0,8297-0,5315)2 +(0,6659-0,5315)2 +(0,6197-0,5315)2 +(0,6219-0,5315)2 + (0,4749-0,5315)2 +(0,4251-0,5315)2 +(0,5019-0,5315)2 +(0,4438-0,5315)2 + (0,4310-0,5315)2 +(0,6570-0,5315)2 +(0,6233-0,5315)2 +(0,5724-0,5315)2 + (0,5929-0,5315)2 +(0,4006-0,5315)2 +(0,4586-0,5315)2 +(0,3767-0,5315)2 + (0,4359-0,5315)2 +(0,4352-0,5315)2
SST = 0,25058 n
(Ai - y)2
SSAN = nAN i=1
SSAN = 9 x [(0,5571-0,5315)2 +(0.5058-0,5315)2] SSAN = 0,01182
MSAN = MSAN =
SSAN dfAN 0,01182 1
MSAN = 0,01182 Hasil perhitungan ANAVA untuk GFRG secara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 4.10. Tabel 4.10 ANAVA dan kontribusi GFRG Source AN ON OV SV Error Total
SS
MS
F
P value
1
0.01182
0.011822
6.6
0.028
4.00 %
2
0.16195
0.080977
45.2
0.000
63.20 %
2
0.03915
0.019573
10.93
0.003
14.19 %
5.51
0.024
6.45 % 12.15 %
2
0.01974
0.009870
10
0.01791
0.001791
17
0.25058
100 %
Sumber: Hasil perhitungan
75
DF
Nilai Fhitung yang lebih besar dari Ftabel menunjukkan bahwa variabel proses tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon yang diteliti. Hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1) yang digunakan pada uji hipotesis dengan menggunakan distribusi F adalah sebagai berikut: 1. Variabel proses AN H0 : µ1 = µ2 H1 : µ1 ≠ µ2 Kesimpulan: Fhitung = 6,6 > F(0.05;1;10) = 4,96 maka H0 ditolak, artinya rata-rata variabel proses AN pada level satu tidak sama dengan rata-rata variabel proses AN pada level dua. Dengan kata lain variabel proses AN memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon GFRG. 2. Variabel proses ON H0 : µ1 = µ2 = µ3 H1 : µ1 ≠ µ2 ≠ µ3 (paling sedikit ada satu µ yang tidak sama) Kesimpulan: Fhitung = 45,2 > F(0.05;2;10) = 4,10 maka H0 ditolak, artinya paling sedikit ada satu rata-rata level variabel proses ON yang tidak sama. Dengan kata lain variabel proses ON memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon GFRG. 3. Variabel proses OV H0 : µ1 = µ2 = µ3 H1 : µ1 ≠ µ2 ≠ µ3 (paling sedikit ada satu µ yang tidak sama) Kesimpulan: Fhitung = 10,93 > F(0.05;2;10) = 4,10 maka H0 ditolak, artinya paling sedikit ada satu rata-rata level variabel proses OV yang tidak sama. Dengan kata lain variabel proses OV memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon GFRG.
76
4. Variabel proses SV H0 : µ1 = µ2 = µ3 H1 : µ1 ≠ µ2 ≠ µ3 (paling sedikit ada satu µ yang tidak sama) Kesimpulan: Fhitung = 5,51 > F(0.05;2;10) = 4,10 maka H0 ditolak, artinya paling sedikit ada satu rata-rata level variabel proses SV yang tidak sama. Dengan kata lain variabel proses SV memiliki pengaruh yang signifikan terhadap respon GFRG. Berdasarkan uji hipotesis dengan menggunakan distribusi F, menunjukkan bahwa seluruh variabel proses memiliki pengaruh yang signifikan terhadap GRFG. Kondisi H0 untuk masing-masing variabel proses ditunjukkan pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Kondisi hipotesis nol multi respon Sumber variasi AN ON OV SV
Kondisi H0 ditolak ditolak ditolak ditolak
Persen kontribusi menunjukkan porsi dari masing-masing variabel proses terhadap total variasi respon yang diamati. Jika besar persen kontribusi error kurang dari lima belas persen, maka tidak ada variabel proses yang berpengaruh terabaikan. Jika besar persen kontribusi error lebih dari lima belas persen, maka mengindikasikan ada variabel proses yang berpengaruh terabaikan. Persen kontribusi yang ditunjukkan pada Tabel 4.10 dihitung dari hasil analisis variansi dengan menggunakan persamaan 2.25 dan 2.26. Contoh perhitungan persen kontribusi untuk variabel proses AN adalah sebagai berikut: SS'AN = SSAN – dbAN . MSE SS'AN = 0,01182 – 1 × 0,001791 SS'AN = 0,01003
77
ρAN =
SS'AN x 100 % SST
ρAN =
0,01003 x 100 % 0,25058
ρAN = 4,00 % 4.10. Pengujian Asumsi Residual Analisis variansi mensyaratkan bahwa residual harus memenuhi asumsi IIDN (0,σ2), yaitu residual harus bersifat identik, independen dan berdistribusi normal dengan mean nol dan nilai variansi tertentu. Berikut ini adalah pengujian yang dilakukan terhadap residual: 4.10.1. Uji Independen Pengujian independen pada penelitian ini dilakukan menggunakan auto correlation function (ACF). Berdasarkan plot ACF yang ditunjukkan pada Gambar 4.5, tidak ada nilai ACF pada setiap lag yang keluar dari batas interval. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada korelasi antar residual artinya residual bersifat independen. Autocorrelation Function for RESI_MEANS (with 5% significance limits for the autocorrelations) 1.0 0.8
Autocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
2
3 Lag
Gambar 4.5 Plot ACF
78
4
5
4.10.2. Uji Identik Asumsi residual bersifat identik pada penelitian ini dilakukan secara visual, yaitu dengan plot antara residual dan fitted value seperti ditunjukkan pada Gambar 4.6. Dari plot menunjukkan bahwa data tersebar secara acak dan tidak membentuk tren atau pola tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi residual bersifat identik terpenuhi. Versus Fits (response is Means) 0.050
Residual
0.025
0.000
-0.025
-0.050 0.4
0.5
0.6 Fitted Value
0.7
0.8
Gambar 4.6 Plot residual versus fitted values
4.10.3. Uji Kenormalan Pengujian asumsi residual normal (0,σ2) dilakukan melalui uji Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : Residual berdistribusi normal H1 : Residual tidak berdistribusi normal H0 ditolak jika p-value lebih kecil dari pada α = 0,05. Gambar 4.7 menunjukan bahwa dengan uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh: P-value > 0,150 yang berarti lebih besar dari α = 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa H0 gagal ditolak atau residual berdistribusi normal.
79
Mean bernilai sebesar -9,25186E-18 yang berarti sangat kecil atau mendekati nol. Variansi residual adalah sebesar (0,162)2 = 0,026244 Dengan demikian asumsi residual berdistribusi normal dengan nilai mean sama dengan nol (atau mendekati nol) dan memiliki variasi tertentu (sebesar 0,026244) telah terpenuhi. Probability Plot of RESI_MEANS Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
-9.25186E-18 0.03246 18 0.162 >0.150
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0.08
-0.06 -0.04
-0.02 0.00 0.02 RESI_MEANS
0.04
0.06
0.08
Gambar 4.7 Plot uji distribusi normal
4.11. Prediksi Respon Optimum Prediksi dari nilai GFRG optimum dapat dihitung berdasarkan kombinasi nilai rata-rata GFRG pada masing-masing level dari variabel proses yang menghasilkan respon optimum seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.8. Kombinasi dari variabel proses yang berpengaruh secara signifikan dan menghasilkan nilai GFRG yang optimum adalah sebagai berikut: 1. Variabel proses AN pada level 1 2. Variabel proses ON pada level 1 3. Variabel proses OV pada level 1 4. Variabel proses SV pada level 1
80
Nilai prediksi GFRG dihitung dengan menggunakan persamaan 2.24 sebagai berikut: o
γi - γm
μ = γm + i=1
μ = 0,5315 + 0,5571 - 0,5315 + 0,6613 - 0,5315 + 0,5967 - 0,5315 + (0,5667 - 0,5315)
μ = 0,7874 Dari perhitungan diperoleh nilai rata-rata GFRG prediksi untuk kombinasi variabel proses yang menghasilkan respon optimum adalah sebesar 0.7874. Penentuan interval keyakinan rata-rata GFRG prediksi dihitung berdasarkan persamaan 2.27. Jumlah pengamatan efektif dihitung dengan menggunakan persamaan 2.29 sebagai berikut: neff =
neff =
jumlah tot al percobaan 1 jumlah derajat kebebasan variabel proses untuk menduga rata - rata 18 2 1 (1 2 2 2)
neff = 4,5 Perhitungan interval keyakinan rata-rata GFRG prediksi hasil optimasi adalah sebagai berikut:
CIp =
F(∝,1,dfE) MSE neff
CIp =
F(0.05,1,10) 0,001791 4,5
CIp =
4,96 x 0,001791 4,5
CIp = 0,0445
Dengan demikian interval keyakinan nilai rata-rata GFRG prediksi yang menghasilkan respon optimum dengan tingkat keyakinan 95% adalah 0,7874 ± 0,0445 (0,7430 ≤ μ GFRG ≤ 0,8319).
81
4.12. Percobaan Konfirmasi Untuk memvalidasi hasil percobaan yang telah dilakukan maka perlu dilakukan pembandingkan antara nilai rata-rata GFRG hasil percobaan konfirmasi dengan interval keyakinan rata-rata GFRG prediksi. Oleh karena itu perlu dilakukan percobaan konfirmasi. Percobaan konfirmasi dilakukan dengan pengaturan menggunakan kombinasi optimum hasil optimasi seperti ditunjukkan pada Tabel 4.9. Pada penelitian ini percobaan konfirmasi dilakukan dengan replikasi sebanyak tiga kali. Hasil dari percobaan konfirmasi dapat dilihat pada Tabel 4.12. Tabel 4.12 Hasil respon percobaan konfirmasi pada kombinasi optimum Percobaan 1 2 3 Rata-rata
Kerf (mm) 0.319 0.318 0.321 0.319
LPB (mm3/min) 5.99 6.06 6.00 6.02
KP (m) 1.36 1.39 1.37 1.37
LR (m) 4.759 4.921 4.889 4.860
Sumber: Hasil percobaan
Langkah berikutnya yaitu perhitungan rasio S/N terhadap nilai-nilai respon yang diperoleh dari percobaan konfirmasi. Hasil perhitungan rasio S/N pda masingmasing respon percobaan konfirmasi ditunjukkan pada Tabel 4.13. Tabel 4.13 Rasio S/N percobaan konfirmasi kombinasi optimum Rasio S/N Kombinasi optimum
Kerf
LPB
KP
LR
9.92
15.59
-2.76
-13.73
Sumber: Hasil perhitungan
Setelah menghitung rasio S/N kemudian dilakukan perhitungan deviation squence dan GRC. Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan GFRG. Hasil perhitungan GFRG percobaan konfirmasi ditunjukkan pada Tabel 4.14.
82
Tabel 4.14 GFRG percobaan konfirmasi untuk kombinasi optimum GRC Kombinasi optimum
Kerf
LPB
KP
LR
1.000
0.3621
0.7524
1.000
GFRG 0.8292
Sumber: Hasil perhitungan
Interval keyakinan rata-rata GFRG percobaan konfirmasi dihitung dengan menggunakan persamaan 2.30. Perhitungan interval keyakinan GFRG adalah sebagai berikut: neff =
neff =
jumlah tot al percobaan 1 jumlah derajat kebebasan variabel proses untuk menduga rata - rata 18 2 1 (1 2 2 2)
neff = 4,5 1 r
F
CI
F 0.05,1,10 0.001791
CI
4,96 x 0,001791 x
CI
∝, ,
MS
1 n
CI
1 1 + 4,5 3
1 1 + 4,5 3
0,07028
Dengan demikian interval keyakinan nilai rata-rata GFRG percobaan konfirmasi dengan tingkat keyakinan 95% adalah 0,8292 ± 0,07028 (0,7589 ≤ μ GFRG ≤ 0,8995).
83
Gambar 4.8 Plot rata-rata percobaan konfirmasi dan interval keyakinan perdiksi
Gambar 4.8 menunjukkan interval keyakinan nilai rata-rata GFRG hasil percobaan konfirmasi dan interval keyakinan nilai rata-rata GFRG hasil prediksi. Kombinasi level-level dari variabel proses yang menghasilkan respon optimum dinyatakan valid apabila nilai rata-rata GFRG percobaan konfirmasi berada di dalam interval rata-rata GFRG prediksi. Berdasarkan Gambar 4.8, nilai rata-rata GFRG percobaan konfirmasi (0,8292) berada didalam interval rata-rata prediksi (0,7430 ≤ μ GFRG ≤ 0,8319). Maka dapat disimpulkan bahwa pengaturan kombinasi level-level variabel proses pada kondisi optimum yang telah didapat adalah valid. 4.13. Perbandingan antara Respon Hasil Kombinasi Awal dan Kombinasi Optimum Kombinasi awal merupakan pengaturan kombinasi variabel proses yang biasa digunakan dalam proses pemotongan WEDM. Pada penelitian ini kombinasi awal diatur pada level tengah, yaitu pada level dua untuk variabel proses yang memiliki tiga level. Untuk variabel proses yang memiliki dua level kombinasi awal diatur pada level satu. Tujuan dari percobaan dengan menggunakan kombinasi awal ini adalah untuk mengetahui peningkatan karakteristik kinerja dari masing-masing respon baik secara individu maupun secara serentak. Hal ini dalakukan dengan 84
membandingakan hasil respon sebelum dilakukan optimasi (kombinasi awal) dengan respon setelah dilakukan optimasi (kombinasi optimum). Pengaturan kombinasi variabel proses yang digunakan sebagai kondisi awal ditunjukkan pada Tabel 4.15. Tabel 4.15 Pengaturan level kombinasi awal Variabel proses AN ON OV SV
Kombinasi awal Level 1 2 2 2
Nilai 1A 4 s 90 V 40 V
Percobaan dengan menggunakan kombinasi awal dilakukan dengan replikasi sebanyak tiga kali. Hasil masing-masing dari percobaan pada kondisi awal ditunjukkan pada Tabel 4.16. Tabel 4.16 Respon percobaan kondisi awal Percobaan 1 2 3 Rata-rata
Kerf (mm) 0.347 0.348 0.347 0.347
LPB (mm3/min) 12.29 12.43 12.16 12.29
KP (m) 1.91 1.93 1.90 1.91
LR (m) 7.143 7.012 6.813 6.989
Sumber: Hasil percobaan
Langkah berikutnya yaitu perhitungan rasio S/N terhadap nilai-nilai respon yang diperoleh. Hasil perhitungan rasio S/N pda masing-masing respon percobaan pada kondisi awal ditunjukkan pada Tabel 4.17. Tabel 4.17 Rasio S/N kombinasi awal Rasio S/N Kombinasi awal
Kerf
LPB
KP
LR
9.19
21.79
-5.64
-16.89
Sumber: Hasil perhitungan
85
Setelah menghitung rasio S/N masing-masing respon kemudian dilakukan normalisasi terhadap rasio S/N untuk mendapatkan nilai GRC. Langkah terakhir adalah menentukan nilai GFRG untuk dibandingkan dengan nilai GFRG pada kondisi optimum. Tabel 4.18 menunjukkan nilai GFRG pada percobaan konfirmasi kondisi optimum adalah sebesar 0,8292 dan nilai GFRG pada percobaan dengan menggunakan kombinasi awal yaitu sebesar 0,5136. Berdasarkan nilai GFRG yang diperoleh menunjukkan bahwa setelah dilakukan optimasi nilai GFRG mengalami peningkatan sebesar 61,45% dibandingkan dengan nilai GFRG sebelum dilakukan optimasi. Tabel 4.18 Perbandingan GFRG kondisi awal dan kondisi optimum GRC Kombinasi awal Kombinasi optimum Peningkatan
GFRG
Kerf
LPB
KP
LR
0.5194
0.5286
0.4634
0.5079
0.5136
1.000
0.3621
0.7524
1.000
0.8292 61.45 %
Sumber: Hasil perhitungan
Karakteristik kualitas semakin kecil semakin baik dari respon kerf, KP dan LR telah terpenuhi. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya penurunan nilai dari masing-masing respon secara individu setelah dilakukan optimasi. Besarnya penurunan nilai dari masing-masing respon kerf, KP dan LR berturut-turut adalah sebesar 8,06%, 28,27% dan 30,46%. Karakteristik kualitas semakin besar semakin baik dari respon LPB secara individu hal ini belum terpenuhi, karena terjadi penurunan nilai sebesar 51,01%. Perbandingan nilai masing-masing respon secara individu sebelum dan setelah dilakukan optimasi ditunjukkan pada Tabel 4.19. Tabel 4.19 Perbandingan respon individu pada kondisi awal dan kondisi optimum Variabel respon Kerf LPB KP LR
Kombinasi awal 0.347 12.29 1.91 6.989
Kombinasi optimum 0.319 6.02 1.37 4.860
Sumber: Hasil perhitungan
86
Keterangan 8.06 % 51.01 % 28.27 % 30.46 %
Turun Turun Turun Turun
Untuk menguji bahwa nilai respon pada kombinasi awal dengan respon pada kondisi optimum adalah berbeda, maka perlu dilakukan validasi secara statistik. Adapun uji statistik yang digunakan adalah sebagai berikut: a)
Uji kenormalan H0 : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal H0 ditolak jika p-value lebih kecil dari pada α = 0,05. Hasil uji kenormalan data pada masing-masing respon untuk kombinasi awal
ditunjukkan pada Tabel 4.20 dan untuk kombinasi optimum ditunjukkan pada Tabel 4.21. Tabel 4.20 Hasil uji kenormalan data pada kombinasi awal Respon
P-value
Keterangan
Kesimpulan
Kerf LPB KP LR
0.079 > 0.150 > 0.150 > 0.150
H0 gagal ditolak H0 gagal ditolak H0 gagal ditolak H0 gagal ditolak
Berdistribusi normal Berdistribusi normal Berdistribusi normal Berdistribusi normal
Sumber: Hasil perhitungan Tabel 4.21 Hasil uji kenormalan data pada kombinasi optimum Respon
P-value
Keterangan
Kesimpulan
Kerf LPB KP LR
> 0.150 > 0.150 > 0.150 > 0.150
H0 gagal ditolak H0 gagal ditolak H0 gagal ditolak H0 gagal ditolak
Berdistribusi normal Berdistribusi normal Berdistribusi normal Berdistribusi normal
Sumber: Hasil perhitungan
Tabel 4.20 dan Tabel 4.21 menunjukkan bahwa nilai P-value untuk masingmasing respon baik pada kombinasi awal maupun pada kombinasi optimum adalah lebih besar dari α = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada kombinasi awal dan data pada kombinasi optimum adalah berdistribusi normal.
87
b) Uji kesamaan variansi H0 :
=
H1 :
≠
H0 ditolak jika p-value lebih kecil dari pada α = 0,05. Hasil uji kesamaan variansi antara data pada kombinasi awal dan data pada kombinasi optimum untuk masing-masing respon ditunjukkan pada Tabel 4.22. Tabel 4.22 Hasil uji kesamaan variasi Respon
P-value
Keterangan
Kesimpulan
Kerf LPB KP LR
0.250 0.146 1.000 0.421
H0 gagal ditolak H0 gagal ditolak H0 gagal ditolak H0 gagal ditolak
Variansi sama Variansi sama Variansi sama Variansi sama
Sumber: Hasil perhitungan
Tabel 4.22 menunjukkan bahwa P-value pada masing-masing respon adalah lebih besar dari α = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data dari kedua sumber, yaitu kombinasi awal dan kombinasi optimum memiliki variansi yang sama. c)
Uji kesamaan rata-rata H0 : μ1 = μ2 H1 : μ1 ≠ μ2 H0 ditolak jika p-value lebih kecil dari pada α = 0,05. Hasil uji kesamaan rata-rata antara data pada kombinasi awal dan data pada
kombinasi optimum untuk masing-masing respon ditunjukkan pada Tabel 4.23. Tabel 4.23 Hasil uji kesamaan rata-rata Respon
P-value
Keterangan
Kesimpulan
Kerf LPB KP LR
0.000 0.000 0.000 0.000
H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak
Rata-rata tidak sama Rata-rata tidak sama Rata-rata tidak sama Rata-rata tidak sama
Sumber: Hasil perhitungan
88
Berdasarkan hasil pengujian kesamaan rata-rata yang ditunjukkan pada Tabel 4.25, nilai p-value untuk masing-masing respon adalah kurang dari α = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara statistik dengan tingkat keyakinan 95% nilai rata-rata masing-masing respon pada kondisi awal dengan nilai rata-rata masing-masing respon pada kondisi optimum adalah berbeda. 4.14. Pembahasan 4.14.1. Pengaruh Variabel-variabel Proses Terhadap Multi Respon Penelitian ini dilakukan pada proses pemotongan baja perkakas Buderus 2080 dengan menggunakan proses pemesinan WEDM. Analisis variansi pengaruh variabel proses AN, ON, OV dan SV terhadap multirespon (GFRG) ditunjukkan pada Tabel 4.10. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel proses ON memiliki pengaruh yang paling besar terhadap nilai GFRG. Variabel proses ON memiliki kontribusi terhadap total variansi sebesar 63,20%. Selanjutnya, variabel proses OV memberikan kontribusi sebesar 14,19%, varibel proses SV memberikan kontribusi sebesar 6,45% , dan varibel proses AN memberikan kontribusi sebesar 4,00%. Tabel 4.10 juga menunjukkan bahwa error memberikan kontribusi yang relatif cukup besar, yaitu 12,15%. Hal ini berarti bahwa masih ada variabel-variabel lain yang memiliki pengaruh terhadap respon yang diamati. Variabel-variabel tersebut biasa dikenal sebagai faktor noise, yaitu variabelvariabel yang sulit atau bahkan tidak bisa dikendalikan. Contoh dari faktorfaktor noise pada WEDM antara lain seperti kemurnian dari cairan dielektrik, temperatur cairan dielektrik dan tekanan flushing. Penentuan nilai-nilai level dari variabel-variabel proses yang kurang tepat juga bisa mengakibatkan variabel-variabel tersebut menjadi tidak signifikan atau besar kontribusi variabel-variabel terhadap total variansi respon yang diteliti menjadi relatif kecil.
89
4.14.2. Pengaruh Variabel-variabel Proses Terhadap Respon Individu Pengaruh dari variabel-variabel proses yang meliputi AN, ON, OV dan SV terhadap respon individu kerf, LPB, KP dan LR dapat diketahui dengan membandingkan data yang diperoleh dari percobaan pada kondisi optimum dan kondisi awal seperti ditunjukkan pada Tabel 4.19.
(a)
(b)
Gambar 4.9 SEM lebar pemotongan (kerf) (a) kerf pada kondisi awal (AN1ON2OV2SV2) dengan nilai rata-rata total sebesar 0,347 mm. (b) kerf pada kondisi optimum (AN1ON1OV1SV1) dengan nilai rata-rata total sebesar 0,319 mm.
Foto SEM pada Gambar 4.9(a) menunjukkan lebar pemotongan yang dihasilkan dari proses pemotongan dengan menggunakan kombinasi awal (AN1ON2OV2SV2) dan kondisi optimum (AN1ON1OV1SV1) ditunjukkan pada Gambar 4.9(b). Nilai rata-rata lebar pemotongan yang terjadi pada kombinasi optimum adalah sebesar 0,319 mm, nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai rata-rata lebar pemotongan pada kombinasi awal, yaitu sebesar 0,347 mm.
90
(a) KP pada kondisi awal (AN1ON2OV2SV2) dengan nilai rata-rata total sebesar 1,91 m.
(a) KP pada kondisi optimum (AN1ON1OV1SV1) dengan nilai rata-rata total sebesar 1,37 m.
Gambar 4.10 SEM kekasaran permukaan (KP)
Gambar 4.10(a) menunjukkan foto SEM kekasaran permukaan yang terjadi pada pengaturan kombinasi awal (AN1ON2OV2SV2) dan Gambar 4.10(b) pada pengaturan kombinasi optimum (AN1ON1OV1SV1). Pengaturan nilai variabel proses AN, ON dan OV yang lebih kecil menyababkan energi yang digunakan untuk mengikis permukaan benda kerja juga akan semakin kecil. Sebagai akibatnya nilai rata-rata kekasaran permukaan yang dihasilkan pada kombinasi optimum yaitu sebesar 1,37 m lebih kecil dibandingkan dengan kombinasi awal yaitu sebesar 1,91 m.
(a) LR pada kondisi awal (AN1ON2OV2SV2) dengan nilai rata-rata total sebesar 6,989 m.
(a) LR pada kondisi optimum (AN1ON1OV1SV1) dengan nilai rata-rata total sebesar 4,860 m.
Gambar 4.11 SEM lapisan recast (LR)
91
Tebal lapisan recast yang dihasilkan oleh variasi kombinasi variabel proses dapat diukur berdasarkan foto SEM yang diperoleh. Gambar 4.11(a) menunjukkan tebal lapisan recast pada kombinasi awal (AN1ON2OV2SV2) dan tebal lapisan recast pada kombimasi optimum (AN1ON1OV1SV1) ditunjukkan pada Gambar 4.11(b). Pada kombinasi optimum nilai variabel proses lebih kecil dibandingkan dengan kombinasi awal. Energi yang dihasilkan untuk mengikis benda kerja akan semakin kecil sehingga tebal lapisan recast yang dihasilkan juga semakin kecil. Nilai rata-rata tebal lapisan recast yang terjadi pada kondisi awal adalah sebesar 6,989 m dan rata-rata tebal lapisan recast pada kondisi optimum adalah sebesar 4,860 m. Pembahasan lebih dalam mengenai pengaruh dari masing-masing variabel proses terhadap masing-masing respon secara individu adalah sebagai berikut: a.
Variabel proses arc on time (AN) Variabel proses AN adalah variabel proses yang mengatur besarnya
arus tambahan pada proses pemotongan WEDM. Nilai AN yang lebih besar akan menghasilkan energi yang digunakan untuk mengikis benda kerja menjadi lebih besar. Hal ini akan membuat waktu proses pemotongan menjadi lebih singkat. Energi yang lebih besar akan menyebabkan panas terkonduksi lebih dalam. Lapisan HAZ yang terbentuk menjadi lebih tebal sehingga lapisan recast yang terbentuk juga akan semakin tebal. Selain itu, benda kerja yang terkikis akan semakin banyak dan kawah yang terbentuk pada permukaan benda kerja juga akan semakin dalam. Hal ini akan menyebabkan lebar pemotongan menjadi lebih besar dan kekasaran permukaan menjadi lebih tinggi.
92
b.
Variabel proses on time (ON) Proses pemotongan pada proses pemesinan WEDM hanya terjadi
pada saat on time, nilai ON yang lebih besar akan mengakibatkan terjadinya waktu peloncatan bunga api listrik yang semakin panjang. Hal ini akan menyebabkan semakin banyaknya benda kerja yang terkikis dalam setiap satuan waktu, sehingga waktu pemotongan benda kerja menjadi semakin singkat. Semakin besar nilai ON, maka energi yang dihasilkan juga akan semakin besar. Energi yang besar akan membuat benda kerja terkikis semakin banyak sehingga lebar pemotongan yang terjadi juga akan semakin besar. Energi yang lebih besar juga akan menyebabkan panas terkonduksi lebih dalam. Lapisan HAZ yang terbentuk menjadi lebih tebal sehingga lapisan recast yang terbentuk juga akan semakin tebal. Selain itu, energi yang lebih besar akan membuat kawah yang terbentuk pada permukaan benda kerja semakin dalam, sehingga kekasaran permukaan yang dihasilkan juga semakin tinggi. c.
Variabel proses open voltage (OV) Pada proses pemotongan WEDM benda kerja dan kawat elektroda
tidak saling bersentuhan dan dipisahkan oleh cairan dielektrik. Loncatan bunga api listrik akan terjadi ketika beda potensial cukup untuk mengionisasi cairan dielektrik. Beda potensial tersebut sangat menentukan besarnya energi loncatan bunga api listrik dan ditentukan oleh nilai OV yang diberikan. Semakin besar nilai OV, maka semakin besar pula beda potensial yang terjadi. Dengan demikian, energi yang digunakan untuk mengikis benda kerja akan semakin besar. Hal ini juga akan membuat waktu proses pemotongan menjadi semakin singkat. Selain itu, benda kerja yang terkikis semakin banyak dan kawah yang terbentuk pada permukaan benda kerja juga akan semakin dalam. Sebagai akibatnya lebar pemotongan menjadi lebih besar dan kekasaran permukaan menjadi lebih tinggi.
93
d.
Variabel proses servo voltage (SV) Servo voltage adalah variabel yang digunakan untuk menentukan
seberapa cepat respon pemakanan untuk mengubah kondisi pemotongan. Semakin kecil SV maka semakin cepat proses pemotongan, tetapi gap akan semakin kecil dan akan menyebabkan kawat putus. Dengan kata lain SV berfungsi untuk menjaga seberapa besar gap agar tidak terjadi kawat putus. Pengikisan benda kerja selama proses pemotongan membuat jarak antara benda dan elektroda menjadi lebar. Hal ini tentu saja akan membuat beda potensial antara benda kerja dan kawat elektroda menjadi lebih kecil. Untuk mengatasi hal tersebut, jarak antara benda kerja dan kawat elektroda dapat diatur dengan menentukan besar tegangan referensi. Besar tegangan referensi tersebut diatur dengan melakukan pengaturan nilai SV. Dengan nilai SV yang kecil, maka servo control akan berusaha untuk memperoleh beda potensial yang sesuai dengan tegangan referensi pada jarak yang sempit. Sebagai akibatnya, kecepatan pemotongan akan meningkat sehingga waktu yang dibutuhkan akan semakin singkat. Selain itu, lebar pemotongan akan semakin sempit dan kekasaran permukaan yang dihasilkan juga akan semakin kecil.
94
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan, proses optimasi, percobaan konfirmasi dan analisis yang telah dilakukan, maka dari penelitian yang berjudul “Optimasi Multi Respon pada Proses Pemesinan Wire Electrical Discharge Machining (WEDM) Baja Perkakas Buderus 2080 dengan Menggunakan Metode Taguchi-grey-fuzzy,” ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kontribusi variabel-variabel proses dalam mengurangi variasi total dari respon laju pengerjaan bahan, lebar pemotongan, kekasaran permukaan dan tebal lapisan recast secara serentak adalah sebagai berikut:
On time sebesar 63,20%
Open voltage sebesar 14,19%
Servo voltage sebesar 6,45%
Arc on time sebesar 4,00%
2. Pengaturan kombinasi variabel-variabel proses yang secara signifikan dapat memaksimumkan laju pengerjaan bahan, meminimumkan lebar pemotongan, kekasaran permukaan dan tebal lapisan recast secara serentak adalah sebagai berikut:
Arc on time pada 1 A
On time pada 2 s
Open voltage pada 75 volt
Servo voltage pada 30 volt
95
5.2. Saran Adapun saran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Metode optimasi multi respon dalam penelitian ini adalah grey relational analysis dan Logika fuzzy. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode-metode optimasi yang lain sebagai perbandingan. 2. Pada penelitian ini kontribusi error masih sebesar 12,15%, maka pada penelitian selanjutnya disarankan untuk memperhitungkan faktor-faktor noise seperti kemurnian cairan dielektrik, temperatur cairan dielektrik dan tekanan flushing untuk mengurangi besarnya error. 3. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk mencoba menggunakan level variabel-variabel
proses
dengan
rentang
yang
berbeda
untuk
membandingkan besarnya kontribusi variabel proses dalam mengurangi variasi total respon yang diteliti.
96
LAMPIRAN 1
DATA SPESIFIKASI MESIN WIRE CUT EDM CHMER G32F
Tabel L1. Spesifikasi mesin WEDM CHMER CW32GF
Sumber: Instruction Manual Book Wire cut EDM CHMER CW32GF
99
LAMPIRAN 2
CUTTING DATA DESCRIPTION Tabel L2. Cutting data description pada mesin WEDM CHMER CW32GF SIMBOL VARIABEL
OV
Open voltage
LP
Low power
ON OFF AN AFF SV
On time Off time Arc on time Arc off time Servo voltage Feedrate override
FR
KETERANGAN 0 ~ 15 (70V ~ 140V) 0 = 70V 1 = 75V 2 = 80V 3 = 85V 4 = 90V 5 = 95V 6 = 100V 7 = 105V 0 ~ 30 LP = 0 LP = 1 LP = 2 LP = 20 LP = 3~9 LP = 10 LP = 11 LP = 12 LP = 30 LP = 13~29 1 s ~ 10 s 7 s ~ 50 s 1~7 3 ~ 50 10V ~ 75V 0 ~50
100
8 = 110V 9 = 115V 10 = 120V 11 = 125V 12 = 130V 13 = 135V 14 = 140V 15 = 145V DC rough cutting DC spark alignment DC fine cutting DC moderate cutting N/A (Not Available) AC rough cutting AC spark alignment AC fine cutting AC moderate cutting Super finishing cutting
Tabel L2. Cutting data description pada mesin WEDM CHMER CW32GF (lanjutan) SIMBOL VARIABEL
WF
Wire feed
WT
Wire tension
WL
Wire flow
FM
Feedrate mode
F
Feedrate
KETERANGAN 0 ~ 15 (slow → fast) 0 = 0 mm/sec 1 = 0 mm/sec 2 = 5 mm/sec 3 = 25 mm/sec
8 = 170 mm/sec 9 = 200 mm/sec 10 = 220 mm/sec 11 = 250 mm/sec
4 = 60 mm/sec
12 = 290 mm/sec
5 = 90 mm/sec 13 = 300 mm/sec 6 = 110 mm/sec 14 = 330 mm/sec 7 = 140 mm/sec 15 = 340 mm/sec 0 ~ 15 0 = 490 g 8 = 1000 g 1 = 490 g 9 = 1180 g 2 = 490 g 10 = 1390 g 3 = 520 g 11 = 1610 g 4 = 560 g 12 = 1840 g 5 = 630 g 13 = 2060 g 6 = 730 g 14 = 2200 g 7 = 870 g 15 = 2400 g 0 ~ 7 (weak → strong) FM = 0 (servo) FM = 1 (constant) 0 ~ 500 mm/min (valid only when FM = 1)
Sumber: Instruction Manual Book Wire cut EDM CHMER CW32GF
101
LAMPIRAN 3
DATA WAKTU PROSES PEMOTONGAN Tabel L3. Waktu proses pemotongan REPLIKASI 1 Kombinasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Waktu (detik) 475 486 487 265 267 271 192 189 186 621 347 373 278 273 187 260 132 142
REPLIKASI 2 Kombinasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Sumber: Hasil pengukuran
102
Waktu (detik) 485 478 506 257 258 275 191 194 180 637 351 365 295 291 190 270 128 138
LAMPIRAN 4
DATA LEBAR PEMOTONGAN (KERF) & PANJANG PEMOTONGAN Tabel L4.1 Lebar dan panjang pemotongan replikasi 1
1
Panjang 2
1
10.072
2
1
Kerf 2
3
Mean mm
10.072
0.322
0.324
0.321
0.322
10.076
10.075
0.329
0.332
0.325
0.329
10.086
10.085
10.085
0.336
0.337
0.335
0.336
10.083
10.084
10.091
10.086
0.342
0.332
0.334
0.336
5
10.096
10.099
10.094
10.096
0.347
0.349
0.345
0.347
6
10.094
10.096
10.099
10.096
0.349
0.343
0.346
0.346
7
10.121
10.118
10.119
10.119
0.371
0.369
0.370
0.370
8
10.125
10.123
10.124
10.124
0.374
0.373
0.375
0.374
9
10.108
10.102
10.103
10.104
0.359
0.353
0.363
0.358
10
10.091
10.092
10.095
10.093
0.343
0.345
0.341
0.343
11
10.077
10.076
10.079
10.077
0.329
0.327
0.328
0.328
12
10.082
10.078
10.081
10.080
0.328
0.332
0.331
0.330
13
10.094
10.096
10.098
10.096
0.347
0.349
0.345
0.347
14
10.107
10.111
10.108
10.109
0.359
0.364
0.357
0.360
15
10.087
10.089
10.192
10.123
0.338
0.337
0.341
0.339
16
10.133
10.137
10.129
10.133
0.385
0.379
0.382
0.382
17
10.115
10.113
10.117
10.115
0.363
0.366
0.368
0.366
18
10.109
10.110
10.103
10.107
0.359
0.358
0.359
0.359
3
Mean mm
10.075
10.069
10.077
10.072
3
10.085
4
Komb.
Sumber: Hasil pengukuran
103
Tabel L4.2 Lebar dan panjang pemotongan replikasi 2
1
Panjang 2
1
10.067
2
1
Kerf 2
3
Mean mm
10.067
0.318
0.317
0.320
0.318
10.079
10.076
0.325
0.324
0.332
0.327
10.083
10.084
10.083
0.334
0.331
0.333
0.333
10.087
10.081
10.085
10.084
0.332
0.335
0.338
0.335
5
10.098
10.097
10.097
10.097
0.346
0.349
0.348
0.348
6
10.096
10.097
10.099
10.097
0.349
0.348
0.346
0.348
7
10.125
10.125
10.127
10.126
0.373
0.371
0.367
0.370
8
10.123
10.124
10.126
10.124
0.373
0.373
0.373
0.373
9
10.107
10.101
10.104
10.104
0.358
0.351
0.354
0.354
10
10.094
10.098
10.099
10.097
0.346
0.338
0.342
0.342
11
10.076
10.077
10.072
10.075
0.328
0.327
0.330
0.328
12
10.079
10.077
10.078
10.078
0.331
0.327
0.328
0.329
13
10.074
10.075
10.075
10.075
0.344
0.347
0.346
0.346
14
10.103
10.105
10.108
10.105
0.359
0.361
0.356
0.359
15
10.091
10.090
10.089
10.090
0.337
0.340
0.339
0.339
16
10.132
10.127
10.128
10.129
0.378
0.383
0.383
0.381
17
10.113
10.117
10.116
10.115
0.364
0.363
0.367
0.365
18
10.108
10.112
10.110
10.110
0.362
0.358
0.360
0.360
3
Mean mm
10.066
10.069
10.074
10.074
3
10.082
4
Komb.
Sumber: Hasil pengukuran
104
LAMPIRAN 5
DATA LAJU PENGERJAAN BAHAN (LPB) Tabel L5.1 Laju pengerjaan bahan replikasi 1 Komb.
Kerf (a) mm
Panjang (b) mm
Tebal (c) mm
Waktu (d) min
LPB = (a.b.c)/d mm3/min
1
0.322
10.072
15.00
7.92
6.151
2
0.329
10.075
15.00
8.10
6.132
3
0.336
10.085
15.00
8.12
6.262
4
0.336
10.086
15.00
4.42
11.509
5
0.347
10.096
15.00
4.45
11.809
6
0.346
10.096
15.00
4.52
11.601
7
0.370
10.119
15.00
3.20
17.551
8
0.374
10.124
15.00
3.15
18.030
9
0.358
10.104
15.00
3.10
17.520
10
0.343
10.093
15.00
10.35
5.017
11
0.328
10.077
15.00
5.78
8.573
12
0.330
10.080
15.00
6.22
8.035
13
0.347
10.096
15.00
4.63
11.342
14
0.360
10.109
15.00
4.55
11.997
15
0.339
10.123
15.00
3.12
16.499
16
0.382
10.133
15.00
4.33
13.399
17
0.366
10.115
15.00
2.20
25.219
18
0.359
10.107
15.00
2.37
22.976
105
Tabel L5.2 Laju pengerjaan bahan replikasi 2 Komb.
Kerf (a) mm
Panjang (b) mm
Tebal (c) mm
Waktu (d) min
LPB = (a.b.c)/d mm3/min
1
0.318
10.067
15.00
8.08
5.947
2
0.327
10.076
15.00
7.97
6.203
3
0.333
10.083
15.00
8.43
5.966
4
0.335
10.084
15.00
4.28
11.830
5
0.348
10.097
15.00
4.30
12.246
6
0.348
10.097
15.00
4.58
11.489
7
0.370
10.126
15.00
3.18
17.670
8
0.373
10.124
15.00
3.23
17.519
9
0.354
10.104
15.00
3.00
17.901
10
0.342
10.097
15.00
10.62
4.879
11
0.328
10.075
15.00
5.85
8.482
12
0.329
10.078
15.00
6.08
8.167
13
0.346
10.075
15.00
4.92
10.625
14
0.359
10.105
15.00
4.85
11.210
15
0.339
10.090
15.00
3.17
16.186
16
0.381
10.129
15.00
4.50
12.875
17
0.365
10.115
15.00
2.13
25.936
18
0.360
10.110
15.00
2.30
23.737
106
LAMPIRAN 6
DATA KEKASARAN PERMUKAAN (KP) Tabel L6. Kekasaran permukaan REPLIKASI 1 1
2
3
1
1.34
1.33
1.31
1.33
1.40
1.33
1.49
1.41
2
1.29
1.31
1.34
1.31
1.38
1.31
1.40
1.36
3
1.40
1.39
1.38
1.39
1.40
1.39
1.33
1.37
4
1.76
1.78
1.79
1.78
2.07
1.78
2.03
1.96
5
1.83
1.93
2.04
1.93
1.80
1.93
2.04
1.92
6
1.85
1.83
1.82
1.83
1.97
1.83
1.91
1.90
7
2.18
2.19
2.21
2.19
2.02
2.19
2.09
2.10
8
2.35
2.33
2.31
2.33
2.16
2.33
2.07
2.19
9
1.40
1.45
1.39
1.41
2.46
2.41
2.42
2.43
10
1.23
1.20
1.18
1.20
1.34
1.20
1.10
1.21
11
1.76
1.76
1.79
1.77
1.42
1.77
1.68
1.62
12
1.39
1.41
1.42
1.41
1.39
1.41
1.59
1.46
13
1.83
1.85
1.86
1.85
1.80
1.85
1.77
1.81
14
1.86
1.84
1.82
1.84
1.86
1.84
1.89
1.86
15
2.23
2.23
2.28
2.25
2.30
2.25
2.25
2.27
16
2.21
2.25
2.30
2.25
2.34
2.25
2.31
2.30
17
2.78
2.73
2.75
2.75
2.58
2.68
2.56
2.61
18
2.64
2.54
2.45
2.54
2.64
2.54
2.54
2.57
107
REPLIKASI 2
Mean m
Komb.
1
2
3
Mean m
DATA TEBAL LAPISAN RECAST (KP) Tabel L7.1 Tebal lapisan recast replikasi 1 Tebal lapisan recast 2
3
4
5
6
7
8
9
10
Mean m
1
3.496
4.643
5.313
8.134
6.847
3.452
4.574
7.236
4.540
3.647
5.188
2
4.377
3.482
4.985
5.782
4.183
8.605
4.284
5.670
6.172
6.621
5.416
3
8.384
9.264
4.028
3.805
5.638
6.729
8.832
5.776
6.231
5.142
6.383
4
5.342
3.222
3.463
6.242
7.395
4.131
9.436
8.230
7.158
6.324
6.094
5
8.038
6.329
5.464
9.346
7.324
8.026
6.384
7.174
6.483
6.173
7.074
6
11.265
9.942
8.930
9.013
8.814
10.257
11.825
8.295
9.920
10.948
9.921
7
6.924
5.442
7.606
4.613
4.234
9.274
8.246
5.516
6.234
7.835
6.592
8
7.028
5.264
7.444
8.548
7.553
5.255
5.104
8.464
7.265
8.386
7.031
9
9.275
9.028
7.775
6.026
7.905
9.828
8.739
9.124
9.718
11.793
8.921
10
3.564
5.458
4.367
7.932
8.342
6.258
7.142
9.436
5.562
7.851
6.591
11
5.024
6.819
6.103
9.014
6.838
7.013
7.553
6.592
6.244
7.482
6.868
12
5.923
7.649
7.393
5.298
9.436
9.243
6.284
7.374
8.149
6.374
7.312
13
5.502
4.806
3.052
3.179
6.933
6.382
6.098
6.131
3.623
4.896
5.060
14
10.583
11.387
6.348
7.239
8.347
11.424
12.328
10.888
7.394
7.173
9.311
15
9.873
10.598
10.483
11.062
11.453
10.385
9.374
9.008
9.335
9.205
10.078
16
10.493
11.423
9.320
9.770
10.473
12.493
9.393
10.473
10.453
8.307
10.260
17
12.748
13.953
12.680
13.984
10.747
10.224
10.428
10.113
10.125
11.169
11.617
18
9.524
8.532
10.984
11.312
9.436
12.324
13.758
13.765
12.356
11.326
11.332
108
108
LAMPIRAN 7
1
Komb.
Tabel L7.2 Tebal lapisan recast replikasi 2 Tebal lapisan recast 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Mean m
1
4.153
4.280
5.751
4.218
3.555
4.435
3.214
4.507
3.947
4.617
4.268
2
3.806
6.040
5.267
4.581
3.741
4.416
4.416
5.260
7.492
3.767
4.879
3
5.385
4.018
4.444
5.358
3.470
4.323
4.383
10.759
3.957
6.453
5.255
4
4.816
8.944
6.003
4.177
4.914
5.998
6.094
6.948
5.995
6.875
6.076
5
8.524
7.814
9.437
7.205
5.175
6.494
5.074
7.306
2.537
6.900
6.647
6
7.220
8.555
4.490
7.766
8.373
5.985
9.921
6.906
11.088
9.824
8.013
7
4.756
5.527
6.363
5.399
10.476
5.077
5.592
10.926
8.419
7.455
6.999
8
8.941
8.291
5.690
5.597
13.103
9.929
7.031
4.993
7.727
16.428
8.773
9
8.784
11.498
8.787
6.335
8.683
8.369
7.990
7.248
9.225
7.762
8.468
10
2.973
6.021
4.969
6.692
5.655
4.111
6.591
6.526
5.873
5.981
5.539
11
5.540
4.832
5.076
5.256
4.734
5.352
6.043
4.393
4.159
6.332
5.172
12
6.525
9.178
8.744
6.927
6.799
8.402
7.312
5.948
6.333
6.372
7.254
13
6.812
8.295
7.959
7.120
4.549
6.072
7.059
5.758
5.502
6.998
6.612
14
8.193
5.459
5.333
8.579
8.933
9.348
10.890
9.292
5.131
7.818
7.898
15
5.820
9.734
2.893
5.535
8.240
7.118
10.078
13.480
8.189
4.409
7.550
16
6.232
10.166
6.868
8.576
12.011
10.622
7.359
9.094
10.018
5.899
8.685
17
10.873
6.176
6.904
6.131
6.733
8.924
12.210
8.627
6.368
9.897
8.284
18
9.110
7.388
12.702
8.332
11.666
6.222
7.332
7.063
12.804
14.315
9.693
Komb.
109
109
LAMPIRAN 8A
FOTO SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM) PADA LAPISAN RECAST (LR) REPLIKASI 1
Gambar L8A.1 LR kombinasi 1
Gambar L8A.2 LR kombinasi 2
Gambar L8A.3 LR kombinasi 3
Gambar L8A.4 LR kombinasi 4
Gambar L8A.5 LR kombinasi 5
Gambar L8A.6 LR kombinasi 6
110
Gambar L8A.7 LR kombinasi 7
Gambar L8A.8 LR kombinasi 8
Gambar L8A.9 LR kombinasi 9
Gambar L8A.10 LR kombinasi 10
Gambar L8A.11 LR kombinasi 11
Gambar L8A.12 LR kombinasi 12
111
Gambar L8A.13 LR kombinasi 13
Gambar L8A.14 LR kombinasi 14
Gambar L8A.15 LR kombinasi 15
Gambar L8A.16 LR kombinasi 16
Gambar L8A.17 LR kombinasi 17
Gambar L8A.18 LR kombinasi 18
112
LAMPIRAN 8B
FOTO SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM) PADA LAPISAN RECAST (LR) REPLIKASI 2
Gambar L8B.1 LR kombinasi 1
Gambar L8B.2 LR kombinasi 2
Gambar L8B.3 LR kombinasi 3
Gambar L8B.4 LR kombinasi 4
Gambar L8B.5 LR kombinasi 5
Gambar L8B.6 LR kombinasi 6
113
Gambar L8B.7 LR kombinasi 7
Gambar L8B.8 LR kombinasi 8
Gambar L8B.9 LR kombinasi 9
Gambar L8B.10 LR kombinasi 10
Gambar L8B.11 LR kombinasi 11
Gambar L8B.12 LR kombinasi 12
114
Gambar L8B.13 LR kombinasi 13
Gambar L8B.14 LR kombinasi 14
Gambar L8B.15 LR kombinasi 15
Gambar L8B.16 LR kombinasi 16
Gambar L8B.17 LR kombinasi 17
Gambar L8B.18 LR kombinasi 18
115
LAMPIRAN 9
DATA PERCOBAAN AWAL DAN PERCOBAAN KONFIRMASI Tabel L9.1 Lebar pemotongan (kerf) kombinasi awal (AN1ON2OV2SV2) Kerf 1
2
3
Mean mm
1
0.347
0.345
0.349
0.347
2
0.346
0.349
0.348
0.348
3
0.347
0.347
0.346
0.347
Trial
Tabel L9.2 Lebar pemotongan (kerf) kombinasi optimum (AN1ON1OV1SV1) Kerf (mm) 1
2
3
Mean mm
1
0.319
0.320
0.317
0.319
2
0.319
0.319
0.316
0.318
3
0.322
0.319
0.321
0.321
Trial
Tabel L9.3 Laju pengerjaan bahan (LPB) kombinasi awal (AN1ON2OV2SV2) Kerf mm (b)
Tebal mm (c)
Waktu min (d)
LPB mm3/min [(a.b.c)/d]
1
2
3
Mean mm (a)
1
10.097
10.098
10.097
10.097
0.347
15.00
4.278
12.29
2
10.096
10.099
10.098
10.098
0.348
15.00
4.235
12.43
3
10.098
10.098
10.097
10.098
0.347
15.00
4.318
12.16
Panjang
Trial
Tabel L9.4 Laju pengerjaan bahan (LPB) kombinasi optimum (AN1ON1OV1SV1) Kerf mm (b)
Tebal mm (c)
Waktu min (d)
LPB mm3/min [(a.b.c)/d]
1
2
3
Mean mm (a)
1
10.065
10.067
10.066
10.066
0.319
15.00
8.035
5.99
2
10.067
10.069
10.068
10.068
0.318
15.00
7.998
6.99
3
10.066
10.066
10.068
10.067
0.321
15.00
7.994
6.06
Panjang
Trial
116
Tabel L9.5 Kekasaran permukaan AWAL
OPTIMUM 1
2
3
Mean m
1
2
3
Mean m
1
1.90
1.93
1.91
1.91
1.33
1.39
1.36
1.36
2
1.92
1.93
1.93
1.93
1.38
1.40
1.38
1.39
3
1.90
1.88
1.92
1.90
1.36
1.37
1.38
1.37
Komb.
Tabel L9.6 Tebal lapisan recast kombinasi awal (AN1ON2OV2SV2) Trial
Tebal lapisan recast
Mean m
117
1
1 7.832
2 6.135
3 6.345
4 5.473
5 7.398
6 7.839
7 8.374
8 8.256
9 7.435
10 6.346
2
7.425
7.426
7.514
5.356
6.246
6.935
7.004
7.879
7.544
6.794
7.012
3
6.303
5.756
5.256
7.429
7.886
7.012
7.123
8.107
7.254
6.002
6.813
7.143
Tabel L9.7 Tebal lapisan recast kombinasi optimum (AN1ON1OV1SV1) Tebal lapisan recast 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Mean m
1
4.901
3.092
4.221
4.754
5.364
5.519
4.776
4.347
4.990
5.625
4.759
2
3.082
3.389
4.221
5.295
5.908
5.991
4.840
4.918
5.241
6.325
4.921
3
5.321
5.034
5.674
6.723
5.002
4.329
4.681
3.554
3.890
4.778
4.899
Trial
117
LAMPIRAN 10
FOTO SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM) PERCOBAAN AWAL
PERCOBAAN KONFIRMASI
Gambar L10.1 Kombinasi awal 1
Gambar L10.2 Kombinasi optimum 1
Gambar L10.3 Kombinasi awal 2
Gambar L10.4 Kombinasi optimum 2
Gambar L10.5 Kombinasi awal 3
Gambar L10.6 Kombinasi optimum 3
118
LAMPIRAN 11A
ANALISIS RESPON INDIVIDU LEBAR PEMOTONGAN (KERF) Tabel L11A. ANAVA rasio S/N untuk lebar pemotongan (kerf) Variabel proses
df
SS
MS
F
P-value
% Kontribusi
AN
1
0.05426
0.05426
8.95
0.014
1.48
ON
2
2.59890
1.29945
214.42
0.000
79.48
OV
2
0.07119
0.03560
5.87
0.021
1.82
SV
2
0.46950
0.23475
38.74
0.000
14.05
Error
10
0.06060
0.00606
Total
17
3.25445
3.17 100
Main Effects Plot AN
ON
9.6 9.4 9.2 9.0
Mean
8.8 1
2
1
2 SV
3
1
2
3
OV 9.6 9.4 9.2 9.0 8.8 1
2
3
Gambar L11A. Main effect plot rasio S/N untuk kerf
119
LAMPIRAN 11B
ANALISIS RESPON INDIVIDU LAJU PENGERJAAN BAHAN (LPB) Tabel L11B. ANAVA rasio S/N untuk laju pengerjaan bahan (LPB) Variabel proses
df
SS
MS
F
P-value
% Kontribusi
AN
1
4.195
4.195
5.04
0.049
1.12
ON
2
254.511
127.255
153.03
0.000
84.46
OV
2
16.542
8.271
9.95
0.004
4.97
SV
2
15.796
7.898
9.50
0.005
4.72
Error
10
8.316
0.832
Total
17
299.359
4.73 100
Main Effects Plot AN
ON
25.0 22.5 20.0
Mean
17.5 15.0 1
2
1
2 SV
3
1
2
3
OV 25.0 22.5 20.0 17.5 15.0 1
2
3
Gambar L11B. Main effect plot rasio S/N untuk LPB
120
LAMPIRAN 11C
ANALISIS RESPON INDIVIDU KEKASARAN PERMUKAAN (KP)
Tabel L11C. ANAVA rasio S/N untuk kekasaran permukaan (KP) Variabel proses
df
SS
MS
F
P-value
% Kontribusi
AN
1
1.328
1.3275
9.06
0.013
1.57
ON
2
65.571
32.7857
223.81
0.000
86.65
OV
2
3.020
1.5101
10.31
0.004
3.62
SV
2
3.952
1.9762
13.49
0.001
4.86
Error
10
1.465
0.1465
Total
17
75.336
3.30 100
Main Effects Plot AN
ON
6 5 4 3
Mean
2 1
2
1
2 SV
3
1
2
3
OV 6 5 4 3 2 1
2
3
Gambar L11C. Main effect plot rasio S/N untuk KP
121
LAMPIRAN 11D
ANALISIS RESPON INDIVIDU TEBAL LAPISAN RECAST (LR) Tabel L11D. ANAVA rasio S/N untuk tebal lapisan recast (LR) Variabel proses
df
SS
MS
F
P-value
% Kontribusi
AN
1
9.582
9.5823
17.36
0.002
12.39
ON
2
40.404
20.2018
36.60
0.000
53.94
OV
2
15.067
7.5337
13.65
0.002
19.16
SV
2
2.289
1.1443
2.07
0.177
1.63
Error
10
5.520
0.5520
Total
17
72.861
12.88 100
Main Effects Plot AN
7
ON
6 5
Mean
4 3 1
2
1
OV
7
2
3
SV
6 5 4 3 1
2
3
1
2
Gambar L11D. Main effect plot rasio S/N untuk LR
122
3
LAMPIRAN 12A
UJI KESAMAAN RATA-RATA PENGATURAN KOMBINASI AWAL DENGAN PENGATURAN KOMBINASI OPTIMUM LEBAR PEMOTONGAN (KERF) Langkah-langkah dari uji kesamaan rata-rata adalah sebagai berikut: a) Uji kenormalan data Probability Plot of KerfA Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95
0.3473 0.0005774 3 0.385 0.079
Percent
80 50 20 5 1
0.3460
0.3465
0.3470
0.3475 KerfA
0.3480
0.3485
0.3490
Gambar L12A.1 Probability plot dari respon kerf kombinasi awal Probability Plot of KerfO Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95
0.3193 0.001528 3 0.253 >0.150
Percent
80 50 20 5 1 0.315
0.316
0.317
0.318
0.319 0.320 KerfO
0.321
0.322
0.323
Gambar L12A.2 Probability plot dari respon kerf kombinasi optimum
Nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data kerf pada kombinasi awal dan pada kombinasi optimum berdistribusi normal.
123
b) Uji kesamaan variansi Test and CI for Two Variances: KerfA, KerfO Method Null hypothesis Alternative hypothesis Significance level Statistics Variable N KerfA 3 KerfO 3
StDev 0.001 0.002
Variance(KerfA) / Variance(KerfO) = 1 Variance(KerfA) / Variance(KerfO) not = 1 Alpha = 0.05
Variance 0.000 0.000
Ratio of standard deviations = 0.378 Ratio of variances = 0.143 95% Confidence Intervals Distribution of Data Normal Continuous
CI for StDev Ratio (0.061, 2.360) ( *, *)
CI for Variance Ratio (0.004, 5.571) ( *, *)
Tests Method F Test (normal) Levene's Test (any continuous)
DF1 2 1
DF2 2 4
Test Statistic 0.14 1.00
P-Value 0.250 0.374
Nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data kerf pada kombinasi awal dan pada kombinasi optimum memiliki variansi yang sama.
c)
Uji kesamaan rata-rata
Two-sample T for KerfA vs KerfO
KerfA KerfO
N 3 3
Mean 0.347333 0.31933
StDev 0.000577 0.00153
SE Mean 0.00033 0.00088
Difference = mu (KerfA) - mu (KerfO) Estimate for difference: 0.028000 95% CI for difference: (0.025382, 0.030618) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 29.70 DF = 4 Both use Pooled StDev = 0.0012
P-Value = 0.000
Nilai p-value kurang dari α=0,05 maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata kerf pada kombinasi awal dan nilai rata-rata kerf pada kombinasi optimum adalah berbeda.
124
LAMPIRAN 12B
UJI KESAMAAN RATA-RATA PENGATURAN KOMBINASI AWAL DENGAN PENGATURAN KOMBINASI OPTIMUM LAJU PENGERJAAN BAHAN (LPB) Langkah-langkah dari uji kesamaan rata-rata adalah sebagai berikut: a) Uji kenormalan data Probability Plot of LPBA Normal 99
Mean 12.29 StDev 0.1350 N 3 KS 0.178 P-Value >0.150
95
Percent
80 50 20 5 1
11.9
12.0
12.1
12.2
12.3 LPBA
12.4
12.5
12.6
Gambar L12B.1 Probability plot dari respon LPB kombinasi awal Probability Plot of LPBO Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95
6.017 0.03786 3 0.337 >0.150
Percent
80 50 20 5 1
5.95
6.00
6.05
6.10
LPBO
Gambar L12B.2 Probability plot dari respon LPB kombinasi optimum
Nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data LPB pada kombinasi awal dan pada kombinasi optimum berdistribusi normal.
125
b) Uji kesamaan variansi Test and CI for Two Variances: LPBA, LPBO Method Null hypothesis Alternative hypothesis Significance level Statistics Variable N LPBA 3 LPBO 3
StDev 0.135 0.038
Variance(LPBA) / Variance(LPBO) = 1 Variance(LPBA) / Variance(LPBO) not = 1 Alpha = 0.05
Variance 0.018 0.001
Ratio of standard deviations = 3.567 Ratio of variances = 12.721 95% Confidence Intervals Distribution of Data Normal Continuous
CI for StDev Ratio (0.571, 22.274) ( *, *)
CI for Variance Ratio (0.326, 496.116) ( *, *)
Tests Method F Test (normal) Levene's Test (any continuous)
DF1 2 1
DF2 2 4
Test Statistic 12.72 1.87
P-Value 0.146 0.243
Nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data LPB pada kombinasi awal dan pada kombinasi optimum memiliki variansi yang sama.
c)
Uji kesamaan rata-rata
Two-sample T for LPBA vs LPBO
LPBA LPBO
N 3 3
Mean 12.293 6.0167
StDev 0.135 0.0379
SE Mean 0.078 0.022
Difference = mu (LPBA) - mu (LPBO) Estimate for difference: 6.2767 95% CI for difference: (6.0519, 6.5015) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 77.52 DF = 4 Both use Pooled StDev = 0.0992
P-Value = 0.000
Nilai p-value kurang dari α=0,05 maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata LPB pada kombinasi awal dan nilai rata-rata LPB pada kombinasi optimum adalah berbeda.
126
LAMPIRAN 12C
UJI KESAMAAN RATA-RATA PENGATURAN KOMBINASI AWAL DENGAN PENGATURAN KOMBINASI OPTIMUM KEKASARAN PERMUKAAN (KP) Langkah-langkah dari uji kesamaan rata-rata adalah sebagai berikut: a) Uji kenormalan data Probability Plot of KPA Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95
1.913 0.01528 3 0.253 >0.150
Percent
80 50 20 5 1
1.87
1.88
1.89
1.90
1.91 KPA
1.92
1.93
1.94
1.95
Gambar L12C.1 Probability plot dari respon KP kombinasi awal Probability Plot of KPO Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95
1.373 0.01528 3 0.253 >0.150
Percent
80 50 20 5 1
1.33
1.34
1.35
1.36
1.37 KPO
1.38
1.39
1.40
1.41
Gambar L12C.2 Probability plot dari respon KP kombinasi optimum
Nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data KP pada kombinasi awal dan pada kombinasi optimum berdistribusi normal.
127
b) Uji kesamaan variansi Test and CI for Two Variances: KPA, KPO Method Null hypothesis Alternative hypothesis Significance level Statistics Variable N KPA 3 KPO 3
StDev 0.015 0.015
Variance(KPA) / Variance(KPO) = 1 Variance(KPA) / Variance(KPO) not = 1 Alpha = 0.05
Variance 0.000 0.000
Ratio of standard deviations = 1.000 Ratio of variances = 1.000 95% Confidence Intervals Distribution of Data Normal Continuous
CI for StDev Ratio (0.160, 6.245) ( *, *)
CI for Variance Ratio (0.026, 39.000) ( *, *)
Tests Method F Test (normal) Levene's Test (any continuous)
DF1 2 1
DF2 2 4
Test Statistic 1.00 0.00
P-Value 1.000 1.000
Nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data KP pada kombinasi awal dan pada kombinasi optimum memiliki variansi yang sama. c)
Uji kesamaan rata-rata
Two-sample T for KPA vs KPO
KPA KPO
N 3 3
Mean 1.9133 1.3733
StDev 0.0153 0.0153
SE Mean 0.0088 0.0088
Difference = mu (KPA) - mu (KPO) Estimate for difference: 0.5400 95% CI for difference: (0.5054, 0.5746) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 43.30 DF = 4 Both use Pooled StDev = 0.0153
P-Value = 0.000
Nilai p-value kurang dari α=0,05 maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata KP pada kombinasi awal dan nilai rata-rata KP pada kombinasi optimum adalah berbeda.
128
LAMPIRAN 12D
UJI KESAMAAN RATA-RATA PENGATURAN KOMBINASI AWAL DENGAN PENGATURAN KOMBINASI OPTIMUM TEBAL LAPISAN RECAST (LR) Langkah-langkah dari uji kesamaan rata-rata adalah sebagai berikut: a) Uji kenormalan data Probability Plot of LRA Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95
6.989 0.1662 3 0.221 >0.150
Percent
80 50 20 5 1
6.6
6.7
6.8
6.9
7.0 LRA
7.1
7.2
7.3
7.4
Gambar L12D.1 Probability plot dari respon LR kombinasi awal Probability Plot of LRO Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95
4.856 0.08580 3 0.315 >0.150
Percent
80 50 20 5 1
4.6
4.7
4.8
4.9
5.0
5.1
LRO
Gambar L12D.2 Probability plot dari respon LR kombinasi optimum
Nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data LR pada kombinasi awal dan pada kombinasi optimum berdistribusi normal.
129
b) Uji kesamaan variansi Test and CI for Two Variances: LRA, LRO Method Null hypothesis Alternative hypothesis Significance level Statistics Variable N LRA 3 LRO 3
StDev 0.166 0.086
Variance(LRA) / Variance(LRO) = 1 Variance(LRA) / Variance(LRO) not = 1 Alpha = 0.05
Variance 0.028 0.007
Ratio of standard deviations = 1.937 Ratio of variances = 3.751 95% Confidence Intervals Distribution of Data Normal Continuous
CI for StDev Ratio (0.310, 12.095) ( *, *)
CI for Variance Ratio (0.096, 146.278) ( *, *)
Tests Method F Test (normal) Levene's Test (any continuous)
DF1 2 1
DF2 2 4
Test Statistic 3.75 0.63
P-Value 0.421 0.470
Nilai p-value lebih besar dari α=0,05 maka H0 gagal ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data LR pada kombinasi awal dan pada kombinasi optimum memiliki variansi yang sama.
c)
Uji kesamaan rata-rata
Two-sample T for LRA vs LRO
LRA LRO
N 3 3
Mean 6.989 4.8563
StDev 0.166 0.0858
SE Mean 0.096 0.050
Difference = mu (LRA) - mu (LRO) Estimate for difference: 2.133 95% CI for difference: (1.833, 2.433) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 19.76 DF = 4 Both use Pooled StDev = 0.1322
P-Value = 0.000
Nilai p-value kurang dari α=0,05 maka H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata LR pada kombinasi awal dan nilai rata-rata LR pada kombinasi optimum adalah berbeda. 130
LAMPIRAN 13
SERTIFIKAT MATERIAL BAJA PERKAKAS BUDERUS 2080
131
LAMPIRAN 14
SERTIFIKAT PERLAKUAN PANAS MATERIAL
132
DAFTAR PUSTAKA Bagiasna, K. (1979), Proses-proses Nonkonvensional, Departemen Teknik Mesin ITB, Bandung. Ghodsiyeh, D., Golshan, A., Shirvanehdeh, J. A. (2013), “Review on Current Research Trends in Wire Electrical Discharge Machining (WEDM),” Indian Journal of Science and Technology, Vol. 6, hal. 4128-4120. Groover, M. P. (2002), Fundamentals of Modern Manufacturing, 2nd edition, John Wiley and Sons, Inc., New York. Guitrau, E. B. (1997), The EDM Handbook, Hanser Gardner Publications, Cincinnati. Hassan, M. A., Mehat, M. S., Sharif, S., Daud, R., Tomadi, S. H., dan Reza, M. S. (2009), “Study of The Surface Integrity of AISI 4140 Steel in Wire-Electrical Discharge Machining,” Proceedings of the International Multi Conference of Engineers and Computer Scientists, Vol. II, hal. 978-988. Huang, J. T. dan Liao, Y. S. (2003), “Optimization of Machining Parameters of Wire-EDM based on Grey Relational and Statistical Analysis,” International Journal of Production Research, Vol 41, hal. 1707–1720. Kumar, A. dan Singh, D. K. (2012), “Strategic Optimization and Investigation Effect of Process Parameters on Performance of Wire Electric Discharge Machine,” International Journal of Engineering Science and Technology (IJEST), Vol. 4, hal. 2766-2772. Kusumadewi, S. dan Purnomo, H. (2010), Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan, Edisi kedua, Graha Ilmu, Yogyakarta. Lin, J. L. dan Lin, C. L. (2002), “The Use of Orthogonal Array with Grey Relational Analysis to Optimize the Electrical Discharge Machining Process Performance with Multiple Characteristics,” International Journal of Machine Tools and Manufacture, Vol. 42, hal. 237–244. Lusi, N. (2013), Optimasi Parameter Pemesinan Untuk Laju Pengerjaan Bahan, Lebar Pemotongan dan Kekasaran Permukaan Pada Proses Pemesinan Wire-Electrical Discharge Machining (WEDM) Meterial SKD61 dengan Metode Taguchi-Grey-Fuzzy, Tesis yang Tidak Dipublikasikan, Program Magister Teknik Mesin FTI ITS, Surabaya. Pandey, P. C. dan Shan, H. S. (1980), Modern Machining Processes, Tata McGrawHill Publishing Company Limited, New Delhi. Park, S. H. (1996), Robust Design and Analysis for Quality Engineering, 1st edition, Chapman & Hall, London.
97
Puri, Y. M. dan Deshpande, N. V. (2004), “Simultaneous Optimization of Multiple Quality Characteristics of WEDM Based on Fuzzy Logic and Taguchi Technique,” Proceedings of the Fifth Asia Pacific Industrial Engineering and Management Systems Conference, hal. 14.18.1-14.18.12. Rochim, T. (2001), Proses Pemesinan, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Ross, P. J. (2008), Taguchi Techniques for Quality Engineering, McGraw-Hill Companies, Inc., Taiwan. Rupajati, P. (2013), Optimasi Tebal Lapisan Recast dan Kekasaran Permukaan pada Proses Pemesinan Wire Electrical Discharge Machining (Wire-EDM) Baja Perkakas AISI H13 dengan Menggunakan Metode Taguchi dan Logika Fuzzy serta Analisis Microcracks pada Benda Kerja, Tesis yang Tidak Dipublikasikan, Program Magister Teknik Mesin FTI ITS, Surabaya. Soejanto, I. (2009), Desain Eksperimen dengan Metode Taguchi, Graha Ilmu, Yogyakarta. Sommer, C. dan Sommer, S. (2005), Complete EDM Handbook, Advanced Publishing Inc., Houston. Tosun, N., Cogun, C., dan Tosun, G. (2004), “A Study on Kerf and Material Removal Rate in Wire Electrical Discharge Machining based on Taguchi Method,” Journal of Materials Processing Technology, Vol. 152, hal. 316322. Zadeh, L. (1965), “Fuzzy Sets,” Jurnal Information and Control, Vol. 8, hal. 338– 353. . (2006), Instruction Manual Book Wirecut CHMER CW 32GF, Ching Hung Machinery and Electric Indutrial Co., Ltd.
98
BIODATA PENULIS
Dhika Aditya Purnomo, dilahirkan di kota Ponorogo pada tanggal 07 Oktober 1989. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Purnomo dan Ibu Susmiati. Pendidikan dasar ditempuh di SDN Brahu, lulus pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Ponorogo, lulus pada tahun 2005. Pendidikan sekolah menengah atas ditempuh di SMA Negeri 2 Ponorogo sampai pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan D4 selama empat tahun di Perguruan Tinggi PPNS (Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya) jurusan Teknik Desain dan Manufaktur. Gelar sarjana sain terapan diperoleh setelah menamatkan pendidikannya pada tahun 2012. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan studi S2 di ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya) tepatnya di jurusan Teknik Mesin program studi Rekayasa dan Sistem Manufaktur dengan program beasiswa Fresh Graduate. Saat ini penulis mempunyai keinginan untuk mengembangkan hasil dari tesisnya menjadi penelitian-penelitian lanjut di bidang proses manufaktur.