TESIS TERAPI ANTIRETROVIRAL GOLONGAN NRTI ≥ 12 BULAN SEBAGAI FAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK PADA PENDERITA HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DI RSUP SANGLAH
I GUSTI NGURAH PUTRA MARTIN WIDANTA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS TERAPI ANTIRETROVIRAL GOLONGAN NRTI ≥ 12 BULAN SEBAGAI FAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK PADA PENDERITA HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DI RSUP SANGLAH
I GUSTI NGURAH PUTRA MARTIN WIDANTA NIM 0914068204
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TERAPI ANTIRETROVIRAL GOLONGAN NRTI ≥ 12 BULAN SEBAGAI FAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK PADA PENDERITA HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS DI RSUP SANGLAH
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
I GUSTI NGURAH PUTRA MARTIN WIDANTA NIM 0914068204
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 17 APRIL 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, SpS (K) NIP 195902151985102001
Dr. dr. Thomas Eko Purwata, SpS (K) NIP 195404201982111001
Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, SpS (K) NIP 194612131971071001 NIP 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 17 April 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No: 954/UN 14.4/HK/2014 Tertanggal 10 April 2014
Ketua
: Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, SpS (K)
Sekretaris
: Dr. dr. Thomas Eko Purwata, SpS (K)
Anggota
: dr. I Md Oka Adnyana, SpS (K) dr. IGN Purna Putra, SpS (K) Prof. Dr. dr. Nym Tigeh Suryadi, MPH, Ph.D
UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung wara nugraha-Nya maka tesis ini dapat diselesaikan sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar dokter spesialis saraf Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), pembimbing pertama dan Dr. dr. Thomas Eko Purwata, SpS (K), pembimbing kedua yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti pendidikan, khususnya dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT, Mkes, atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.Kes atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan. Terimakasih sebesarbesarnya penulis sampaikan kepada Kepala Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah dr. D.P.G. Purwa Samatra, Sp.S(K) dan dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K), Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/ RSUP Sanglah, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ketua TKP PPDS I FK UNUD/ RSUP Sanglah, dr. Nyoman Semadi, Sp. BTKV. Ketua Litbang Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah, Dr. dr. Thomas Eko Purwata, Sp.S(K), atas segala dorongan, bimbingan dan saran yang sangat berarti bagi penulis selama mengikuti pendidikan ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya juga penulis haturkan kepada Kepala Divisi Tropik Bagian/ SMF Ilmu penyakit Dalam FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar, Prof. Dr. dr. Ketut Tuti Parwati Merati, Sp.PD(KPTI), yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk dilaksanakannya penelitian ini di poliklinik VCT RSUP Sanglah Denpasar. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh supervisor di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/ RSUP Sanglah, dr. A.A.B.N. Nuartha, Sp.S(K), dr. I.G.N. Budiarsa, Sp.S, dr. I.G.N. Purna Putra, Sp.S(K), dr. Anna Marita Gelgel, Sp.S(K), dr. A.A.A. Putri Laksmidewi, Sp.S(K), dr. I.B. Kusuma Putra, Sp.S, dr. I Komang Arimbawa, Sp.S, dr. A.A.A. Meidiary, Sp.S, dr. Desak Ketut Indrasari Utami, Sp.S dan dr. Putu Eka Widyadharma, MSc, Sp.S, dr Ketut Widyastuti, SpS, dr Ni Made Susilawathi, SpS, dr Kumara Tini, SpS, dr I.A Sri Indrayani, SpS yang telah memberikan segala arahan, dorongan, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti pendidikan ini. Ungkapan terimakasih penulis tujukan kepada dr. Dewa Ngurah Satriawan, dr. Yoanes, dr Ni Putu Witari, dr I Made Domy Astika, dr Ni Md Yuli Artini, dr Khristi Handayani, dr Ernesta P. Ginting dan seluruh teman sejawat lainnya, peserta PPDS I Ilmu Penyakit Saraf FK UNUD/RSUP Sanglah, atas kerjasama dan dorongan selama penulis mengikuti pendidikan dan membantu pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada seluruh tenaga paramedis dan non medis di bangsal dan poliklinik penyakit Saraf RSUP Sanglah, tenaga paramedis dan non medis di poliklinik VCT RSUP Sanglah atas jalinan kerjasama, bantuan dan dorongan semangat selama penulis melaksanakan penelitian ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh pasien HIV dan keluarganya atas bantuan dan kerjasamanya selama melaksanakan penelitian ini. Akhirnya penulis menyampaikan terimakasih yang tulus kepada kedua orangtua yang saya cintai, I Gst Ngurah Suwendra dan Marcelina Holiday, Spd; ayah dan ibu mertua yang saya hormati, Prof. Dr, I Ketut Sudibia, SU dan Putu Rusmiati; istri dan anak-anak tersayang, Ni Nyoman Rina Susanti, SE, G.A.A Reswari Masputri Widanta, I G.A.A Rajni Manika Widanta yang telah memberikan semangat dan dorongan baik material maupun moral dengan penuh pengorbanan telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan pendidikan ini. Penulis telah berusaha membuat tesis ini dengan sebaik-baiknya namun tetap menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan baik dari aspek materi dan penyajiannya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan tesis ini. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa akan selalu melimpahkan karunia-NYA kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.
“Dengan kesabaran, setiap orang akan mendapatkan kesehatan dan kesejahteraan. Dengan kesabaran semua orang akan mencapai apa yang diinginkannya” (Gede Prama)
ABSTRAK TERAPI ARV GOLONGAN NRTI ≥ 12 BULAN SEBAGAI FAKTOR RISIKO NYERI NEUROPATIK PADA PENDERITA HIV DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH Neuropati perifer adalah komplikasi neurologi yang paling sering dijumpai pada pasien dengan HIV/AIDS. Angka insiden mendekati sepertiga dari seluruh pasien dengan HIV/AIDS. Penyebab utama terjadinya DSP adalah virus itu sendiri melalui sistem imunitas dan obat yang digunakan untuk pengobatan HIV/AIDS yang disebut Antiretroviral Toxic Neuropathy. ARV gol NRTI menyebabkan gangguan mitokondria bila digunakan dalam jangka waktu lama. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV di RSUP Sanglah. Penelitian ini merupakan penelitian kasus kontrol terhadap 66 penderita HIV yang menjalani pengobatan di poliklinik VCT RSUP Sanglah selama bulan Desember 2013 sampai Februari 2014. Subyek yang memenuhi kriteria eligibilitas dikelompokkan sebagai kasus dan kontrol masing-masing berjumlah 33 orang. Nyeri neuropatik pada penderita HIV dinilai dengan Skala nyeri LANSS. Seluruh data dianalisis menggunakan SPSS 16.0 for windows. Data karakteristik dianalisis secara deskriptif. Analisis bivariat untuk uji hipotesis variabel bebas dan variabel tergantung berskala nominal dengan metode Chi-Square. Tingkat hubungan antar variabel dinilai dengan Odds Ratio dan tingkat kemaknaan dengan α = 5%. Hasil analisis data didapatkan penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan yang mengalami nyeri neuropatik sebanyak 25 orang (75,8%) dengan karakteristik terbanyak pada kelompok umur ≥ 30 tahun yaitu 72,2% dan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan (51,5%), sebagian besar ditemukan pada stadium HIV tinggi (stadium III dan IV) yaitu 87,9% dengan CD4 nadir 100-200 sel/µl (84,85%). Pada analisis bivariat didapatkan hubungan bermakna antara lama terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan dengan nyeri neuropatik pada penderita HIV (p=0,001) dengan OR 6,25; IK 95% (2,1318,33). Dapat disimpulkan bahwa terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV di RSUP Sanglah.
Kata Kunci : HIV, terapi ARV-NRTI, nyeri neuropatik
ABSTRACT NRTI’s ARV THERAPY ≥ 12 MONTHS AS RISK FACTOR FOR NEUROPATHIC PAIN IN HIV PATIENT AT SANGLAH GENERAL HOSPITAL DENPASAR Peripheral neuropathy is a common neurological complication achieved in HIV patient, affecting almost one third of all HIV patients. The main cause of distal symmetrical polyneuropathy is the virus itself through immunity system and the medication used known as Antiretroviral Toxic Neuropathy. Depletion of mitochondria is the effect of NRTI’s ARV. This study was aimed at testing that NRTI’s ARV therapy for ≥ 12 months was a risk factor for neuropathic pain on HIV patient at Sanglah General Hospital. This was a case control study enrolled in 66 HIV patients admitted to VCT clinic at Sanglah General Hospital on December 2013 until February 2014. Eligible patients categorized as case and control group, each of it included 33 patients. LANSS pain scale which was applied to measure neuropathic pain in HIV patients. All data analyzed with SPSS 16.0 for Windows. Characteristic data analyzed by descriptive method. Bivariate analysis for independent and dependent variable was performed using Chi-square test. Level of significance described using Odds Ratio, with significance level α = 5%. There were 25 patients with HIV on NRTI’s ARV therapy for ≥ 12 months who got neuropathic pain, with the most affected ones were patients ≥ 30 years (72,2%) and mostly were female (51,5%). High stage HIV (stage III and IV) patients were 87,9% with nadir CD4 100-200 cell/µl were 84,5%. In bivariate analyze, there was significant relationship between duration of NRTI’s ARV therapy for ≥ 12 months and incidence of neuropathic pain in HIV patients (p=0,001) with OR 6,25; CI 95% (2,13-18,33). As conclusions, NRTI’s ARV therapy for ≥ 12 months was a risk factor for neuropathic pain in HIV patients at RSUP Sanglah. Keywords: HIV, NRTI’s ARV Therapy, Neurophatic pain
DAFTAR ISI SAMPUL DEPAN ……………………………………………….. i SAMPUL DALAM ………………………………………………. ii PRASYARAT GELAR ………………………………………….. iii LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………... iv UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………….. v ABSTRAK ……………………………………………………….. viii ABSTRACT ……………………………………………………… ix DAFTAR ISI…………………………………………………........ x DAFTAR GAMBAR …………………………………………….. xii DAFTAR TABEL ……………………………………………….. xiii DAFTAR SINGKATAN …………………………………………. xiv DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………… xv BAB I PENDAHULUAN ………………………………………... 1 1.1 Latar Belakang ………………………………………………. 1 1.2 Rumusan Masalah …………………………………………... 5 1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………….… 5 1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………….. 5 1.4.1 Manfaat Ilmiah ……………………………………… 5 1.4.2 Manfaat Praktis ……………………………………... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………........... 7 2.1 Gambaran Klinis ……………………..…………………….. 10 2.2 Pemeriksaan Penunjang ………..………………………….. 11 2.3 Patogenesis Nyeri neuropatik …..…..……………………... 12 2.4 Neurotoksik Virus HIV ……………..…………………....... 14 2.5 Antriretroviral Toxic Neuropathy (ATN) …………………. 16 2.5.1 Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART)...... 16 2.5.2 Patogenesis ATN ……………………………..……. 20 BAB III KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN............................................. 26 3.1 Kerangka Berpikir ................................................................. 26 3.2 Kerangka Konsep .................................................................. 27 3.3 Hipotesis Penelitian .............................................................. 28 BAB IV METODE PENELITIAN............................................... 29 4.1 Rancangan Penelitian ........................................................... 29 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 29 4.3 Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 30 4.4 Populasi dan sampel Penelitian ............................................ 30 4.4.1 Populasi Target ........................................................ 30 4.4.2 Populasi Terjangkau ................................................ 30 4.4.3 Kriteria Sampel ........................................................ 30 4.4.3.1 Kriteria Inklusi Kasus ............................ 30 4.4.3.2 Kriteria Inklusi Kontrol ......................... 31 4.4.3.3 Kriteria Eksklusi Kasus dan Kontrol ..... 31 4.4.4 Besar Sampel ........................................................... 31 4.4.5 Teknik Pengambilan sampel .................................... 32 4.5 Variabel Penelitian ............................................................... 32 4.6 Definisi Operasional Variabel .............................................. 32 4.7 Alat Pengumpulan Data ....................................................... 34
4.8 Prosedur Penelitian .............................................................. 4.9 Pengolahan dan Analisis Data ............................................. BAB V HASIL PENELITIAN ................................................... 5.1 Uji Normalitas ..................................................................... 5.2 Karakteristik Demografi ....................................................... 5.3 Hubungan antara Lama Terapi ARV dengan Nyeri Neuropatik pada Penderita HIV……………………………. BAB VI PEMBAHASAN ……………………………………… 6.1 Karakteristik Demografi ....................................................... 6.2 Hubungan antara Lama Terapi ARV dengan Nyeri Neuropatik pada Penderita HIV……………………………. BAB VII SIMPULAN DAN SARAN………………………….. 7.1 Simpulan................................................................................ 7.2 Saran ..................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................. LAMPIRAN ...............................................................................
35 37 38 38 38 41 43 43 45 51 51 52 53 60
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Hubungan CD4 dan Viral Load HIV Plasma .……... Gambar 2.2 Patogenesis Nyeri Neuropatik-HIV……………….. Gambar 2.3 Patogenesis Neurotoksik Virus HIV ………………. Gambar 2.4 Struktur NRTI………………………………….. Gambar 2.5 Mekanisme Kerja ARV …………………………….. Gambar 2.6 Mekanisme Kerja ARV pada Virus dan Mitokondria. Gambar 2.7 Mekanisme Neurotoksik NRTIs ………………….... Gambar 2.8 Patogenesis ATN …………………………………… Gambar 3.1 Bagan Kerangka Berpikir ………………………….. Gambar 3.2 Konsep penelitian…………………………………... Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Kasus-Kontrol ….….. Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian ……………………………….
8 14 15 18 19 20 22 23 23 24 26 33
DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Karakteristik Demografi Subyek Penelitian ……… Tabel 5.2 Uji Normalitas……………………………………… Tabel 5.3 Analisis bivariat …………………………..………..
40 41 41
DAFTAR SINGKATAN 3TC ABC ACTG AIDS AMPA Apaf-1 ARV ATN AZT CCR5 CD4 CXCR4 d4T ddC ddI DN4 DRG DSP EFV EMG HAART HIV LANSS MACS mDNA MPTP NCS NMDA NNRTIs NPQ NRTIs NVP ODHA PIs PKC QST RANTES ROS TNF-α TRPV1 TRPM8
: Lamivudine : Abacavir : AIDS Clinical Trials Group : Acquired Immune Deficiency Syndrome : Amino-Hydroxy-Methyl-Isoxazolepropionate : Apoptotic Protease Activating Factor-1 : Antiretroviral : Antiretroviral Toxic Neuropathy : Zidovudine : Chemokine co-receptors 5 : Cluster of Differentiation 4 : CX Chemokine co-receptors 4 : Stavudin : Zalcitabine : Didanosine : Douleur Neuropathique en 4 questions : Dorsal Root Ganglia : Distal Sensory Polyneuropathy : Efavirenz : Electromyografi : Highly Active Anti-Retroviral Therapy : Human Immunodeficiency Virus : Leeds Assessment of Neuropathic symptoms : Multicenter AIDS Cohort Study : mitochondrial DNA : Mitochondrial Permeability Transition Pore : Nerve Conduction Studies : N-methyl-D-aspartate : Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors : Neuropathic Pain Questionnaire : Nucleoside and Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors : Nevirapine : Orang Dengan HIV/AIDS : Protease Inhibitors : Protein Kinase-C : Quantitative Sensory Test : Regulated upon Activation Normal T-cell Expressed and Secreted : Reactive Oxygen Species : Tumor Necrosis Factor-α : The Transient Receptor Potential V1 : The Transient Receptor Potential M8
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7.
Penjelasan dan Form Persetujuan Penelitian….. Kuisioner Penelitian…………………………… Skala Nyeri LANSS…………………………… Keterangan Kelaikan Etik ………..…………… Surat Ijin dari RSUP Sanglah Denpasar …….… Data Subyek Penelitian..………………………. Analisis SPSS 16.……………………………….
60 62 64 66 67 68 72
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Neuropati perifer adalah komplikasi neurologi yang paling sering dijumpai pada pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Gejala utama adalah nyeri neuropatik, rasa tebal, rasa terbakar atau kesemutan biasanya pada kedua kaki secara simetris. Neuropati dapat disebabkan oleh suatu kondisi primer, sekunder dan obat antiretroviral (ARV) yang digunakan untuk terapi HIV/AIDS. Neuropati pada HIV/AIDS paling sering ditemukan adalah distal sensory polyneuropathy (DSP). Angka insiden mendekati sepertiga dari seluruh pasien dengan HIV/AIDS (Gonzalez-Duarte dkk. 2006). Smyth dkk. (2007) dan Cherry dkk. (2009) melaporkan prevalensi neuropati sekitar 42% terjadi di Melbourne, 19% di Kuala Lumpur, dan 34% di Jakarta. Konchalard dkk. (2007) melaporkan
bahwa dari 17 pasien yang
menderita neuropati HIV terdapat 64.7% menderita DSP. Dilaporkan 46,7% gejala neuropatik HIV adalah nyeri neuropatik (Maritz dkk, 2010). Penyebab utama terjadinya DSP adalah virus itu sendiri melalui sistem imunitas dan obat yang digunakan untuk terapi HIV/AIDS dan durasi penggunaannya dalam hal ini disebut Antiretroviral Toxic Neuropathy (ATN) (Keswani dkk, 2002; Ferrari dkk, 2006). Faktor risiko lainnya adalah umur, stadium HIV, diabetes, defisiensi nutrisi (vitamin B12) (Belachew dkk, 2010). Umur merupakan faktor independen terjadinya DSP terutama bagi mereka yang berumur > 40th (Oshinaike dkk, 2012). Sebelum era Highly Active Anti-Retroviral Therapi (HAART) neuropati sering dihubungkan Cluster of differentiation 4 (CD4), kadar viral HIV plasma yang tinggi (viral
load), stadium HIV dan infeksi oportunistik. CD4 nadir rendah memiliki hubungan signifikan terhadap terjadinya neuropatik HIV (p < 0.05) (Konchalard dkk, 2007). Pada penelitian kohort multisenter, peningkatan risiko terjadinya DSP 2 kali lebih tinggi pada pasien dengan viral load > 10,000 copies/mL (Childs dkk, 1999). Stadium HIV juga dihubungkan dengan kejadian DSP, terutama pada stadium 3 dan 4 dimana sudah terjadi infeksi oportunistik yang menandakan rendahnya CD4 dan tingginya viral load. Kejadian DSP ditemukan pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dengan infeksi Mycobacterium avium complex dan tuberculosis (TBC) dengan CD4 <50 cells/mL (Smyth dkk, 2007; Maritz dkk, 2010). Penemuan ARV pada tahun 1996 mendorong suatu revolusi dalam perawatan ODHA di negara maju. Terapi ARV menurunkan angka kematian dan kesakitan, meningkatkan kualitas hidup ODHA, dan meningkatkan harapan masyarakat, sehingga pada saat ini HIV dan AIDS telah diterima sebagai penyakit yang dapat dikendalikan dan tidak lagi dianggap sebagai penyakit yang menakutkan. Berdasarkan cara kerjanya ARV dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu (1) Fusion and entry inhibitors, (2) Penghambat reverse transcriptase enzyme: Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI) dan Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI), (3) Penghambat enzim protease (Protease Inhibitors (PIs)) (Hoffmann dan Mulcahy, 2007). Prinsip pemilihan HAART di Indonesia dan di RSUP Sanglah adalah penggunaan obat lini pertama yaitu : Lamivudine (3TC), ditambah salah satu obat golongan NRTI, bersama dengan golongan NNRTI (Depkes, 2007). Namun ARV memilki efek samping yang harus mendapatkan perhatian lebih agar kualitas hidup ODHA lebih baik lagi. Efek samping tersebut antara lain: hiperlaktasemia, lipotropi, neuropati, pancreatitis, miopati/kardiomiopati (Jongwutiwes dkk, 2006). Neuropati merupakan komplikasi yang terbanyak ditemukan pada penggunaan ARV. Golongan ARV yang paling sering menimbulkan neuropati adalah NRTI baik terapi monoterapi maupun kombinasi. (Moore dkk., 2000). Golongan NRTI tersebut adalah
didanosine (ddI), zalcitabine (ddC), stavudine (d4T), dan zidovudine (AZT) (Skopelitis dkk., 2006; van Griensven
dkk, 2009).
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara
neuropati HIV dengan ARV-NRTI. Simpson, 2002, menemukan neuropati timbul karena pemakaina ARV gol NRTI kira- kira sekitar 30% pada dewasa dan anak dengan ODHA. Ellis dkk. (2010) melaporkan bahwa ARV gol NRTI merupakan faktor risiko terhadap neuropati dengan OR 2.0 (95% CI 1,3-2,6). Penggunaan stavudine (p=0.00) merupakan faktor independen terjadinya neuropati (Oshinaike dkk, 2012). Golongan ARV lainnya seperti NNRTI dan PI tidak terbukti menimbulkan neuropati (Lichtenstein dkk, 2005). Patogenesis terjadinya neuropati HIV yang disebabkan oleh ARV adalah melalui mitochondrial toxicity (Keswani dkk, 2002; Lewis dkk,, 2003). NRTI bekerja dengan menghambat polymerase γ mitochondrial DNA (mDNA) sehingga replikasi mDNA yang bertanggung jawab terhadap pembentukan sel terganggu yang akhirnya menyebabkan kematian sel (Apostolova dkk, 2011; Kamerman dkk, 2012). Pemeriksaan penunjang neuropati antara lain adalah electromyografi (EMG), punch skin biopsy (Cherry dkk, 2003). Punch skin biopsies merupakan pemeriksaan yang mudah, valid tapi bersifat invasif sehingga pada penelitian ini digunakan alat penilaian neuropati yang tidak invasif namun sensitif dan spesifik yaitu skala nyeri LANSS (Leeds Assessment of Neuropathtic Symptoms and Signs) dengan sensitifitas dan spesifisitas sekitar 85% dan 80% untuk membedakan nyeri neuropatik atau nosiseptik (Bennett, 2001). Toksisitas mitokondria tergantung dari dosis NRTI dan memerlukan waktu sampai terjadinya gangguan. Perubahan metabolime mitokondria terjadi secara perlahan seiring dengan terapi NRTI yang dalam jangka waktu lama sehinggga kecil kemungkinan gejala klinisnya muncul dalam satu bulan pertama penggunaan NRTI (Kamerman dkk, 2012). Walker dkk (2002) menyatakan penurunan jumlah mtDNA karena efek toksik NRTI sekitar 25%-40% selama 30 hari pertama. Namun lama terapi ARV khususnya NRTI sebagai faktor
risiko neuropati masih menjadi kontroversi, beberapa peneliti menyatakan bahwa signifikan walaupun masih terdapat perbedaan rentangan waktunya dan sebagian peneliti menyatakan tidak signifikan. Forna dkk. (2007) juga melaporkan bahwa terjadinya neuropati HIV sekitar 26-36% pada 12 bulan pertama penggunaan d4T. Namun penelitian lainya melaporkan pasien HIV yang mendapatkan terapi NRTI (ddI, ddC, d4T, dan AZT) menderita neuropati setelah 6 bulan terapi dengan puncaknya sekitar 3 bulan (Arenas-Pinto dkk, 2008; van Griensven dkk, 2009). Nakamoto dkk, (2012) menjelaskan bahwa riwayat penggunaan ARV gol NRTI terdahulu maupun sekarang dan lama penggunaannya tidak signifikan sebagai faktor risiko neuropati. Berdasarkan perbedaan pendapat dan kontroversi tersebut serta belum ada yang melakukan penelitian tersebut di Bali, khususnya di RSUP Sanglah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian terhadap lama terapi ARV sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian diatas dapat ditentukan rumusan masalah yaitu: Apakah terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV di RSUP Sanglah ? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV di RSUP Sanglah. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Ilmiah Dengan penelitian ini diharapkan akan memperoleh besarnya prevalensi penderita HIV yang mengalami nyeri neuropatik dan faktor risiko terjadinya nyeri neuropatik pada
penderita HIV sehingga dapat dipakai sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut di masa yang akan datang. 1.4.2 Manfaat Praktis Dengan terbuktinya terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada HIV, maka dapat dilakukan usaha preventif dan kuratif untuk mengurangi perburukan klinis penderita HIV dan meningkatkan kualitas hidup penderita HIV.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Neuropati perifer merupakan salah satu komplikasi neurologi yang paling sering ditemukan pada ODHA. Lebih dari 1/3 ODHA menderita neuropati. Pada ODHA, neuropatiHIV dapat disebabkan oleh virus itu sendiri, terapi ARV dan komplikasinya atau dapat disebabkan oleh infeksi opurtunistik yang timbul seperti sitomegalovirus, kandidiasis, herpes, tuberkulosis. Neuropati juga dapat disebabkan oleh beberapa kondisi seperti alkoholism dan defisiensi vitamin (Belachew dkk, 2010). Neuropati perifer yang paling sering dijumpai pada ODHA adalah DSP. Ditemukan kira- kira sekitar 30% pada dewasa dan anak dengan ODHA (Simpson, 2002) dan hampir 100% pada pemeriksaan otopsi ODHA (Ferarri dkk, 2006). Di era pra-HAART, DSP biasanya terjadi pada tingkatan derajat imunosupresi sangat rendah (Belachew dkk, 2010). Analisis multivariat menunjukkan bahwa jumlah sel CD4 maupun viral load adalah faktor independen dari neuropati-HIV dan tingkat keparahannya (Lichtenstein dkk, 2005). Pada Multicenter AIDS Cohort Study (MACS), insiden tahunan neuropati-HIV meningkat selama periode waktu 1988 – 1992. Terdapat peningkatan sebesar 2.81 % pada semua kelompok CD4 dan 7 % pada kelompok CD4 < 200 x 10 6/l. (Sacktor, 2001). Nakamoto dkk, (2012) menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara status imun dengan kerusakan fungsi saraf dimana didapatkan rata-rata CD4 nadir sebesar 100 x 106/l (HR=0.79; p=0.03). Jumlah CD4 berbanding terbalik dengan jumlah viral load HIV. Bila kadar viral load tinggi maka CD4 rendah. Hal tersebut menunjukkan proses penyakit yang semakin parah termasuk reaksi inflamasi dan imunologis yang merusak system saraf pusat maupun perifer (Devadas dkk, 2005). Sebagai perbandingannya viral load HIV 10,000 copies/ml maka CD4 adalah 200 cells/mL (Childs dkk, 1999). Individu dengan jumlah viral load HIV dalam
plasma > 10.000 copies/ml memiliki kemungkinan 2,3 kali lebih tinggi menderita neuropati dibandingkan dengan < 500 copies/ml (Childs dkk, 1999). Evans dkk. (2011) menjelakan bahwa jumlah viral load HIV dalam plasma ≤ 400 copies/ml tidak berhubungan dengan neuropati HIV dengan OR=1.01, 95% CI=(0.76–1.34), (p=0.931). Sebuah studi kohort menjelaskan bahwa viral load HIV memiliki hubungan dengan tingkat keparahan neuropati sesuai dengan pemeriksaan derajat nyeri dan hasil dari quantitative sensory test (QST) (Simpson dkk, 2002). Pemberian ARV yang menghambat peningkatan viral load HIV meningkatkan fungsi sensoris saraf yang di periksa dengan QST (Martin dkk, 2000).
Gambar 2.1 Hubungan CD4 dan Viral Load HIV plasma (Palmisano, 2011) Ellis dkk. (2010) melaporkan bahwa ARV merupakan faktor risiko terhadap neuropati dengan OR 2.0 (95% CI 1,3-2,6). Golongan ARV yang paling sering menimbulkan neuropati adalah NRTI baik terapi monoterapi maupun kombinasi seperti didanosine, stavudine, dan nevirapine (Moore dkk., 2000; Cherry dkk, 2006). Golongan ARV lainnya yang dapat menyebabkan neuropati adalah golongan PIs (Pettersen dkk, 2006; Smyth dkk, 2007). Faktor risiko lainnya adalah umur, jenis kelamin, stadium klinis HIV, diabetes, defisiensi nutrisi (vit B12) (Belachew dkk, 2010). Umur > 40 tahun memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian neuropati HIV (P = 0.03) (Oshinaike dkk, 2012). Morgello dkk, (2004) menjelaskan bahwa kejadian neuropati didapatkan pada ODHA yang umur tua dan lebih banyak laki-laki dibandingkan wanita. Usia tua dikatakan memiliki hubungan yang
signifikan terhadap penurunan CD4, penurunan respon proliferative sel T dan menurunnya kemampuan untuk berespon terhadap patogen (Keswani dkk, 2005). Peningkatan prevalensi DSP terkait dengan peningkatan umur pasien di era post-HAART yang dikombinasikan dengan paparan terus menerus terapi antiretroviral dengan toksisitas mitokondria intrinsik (Reeve dkk, 2008). Klasifikasi klinis penyakit terkait HIV disusun untuk digunakan pada pasien yang sudah didiagnosis secara pasti. Stadium klinis HIV disusun berdasarkan gejala yang timbul, dibagi menjadi 4 stadium klinis dimana pada stadium klinis 3 dan 4 telah terjadi infeksi oportunistik yang menandakan imunitas rendah yang dihubungkan dengan jumlah CD4 yang rendah dan jumlah viral load HIV yang tinggi (Depkes, 2007). Neuropati HIV dapat terjadi pada semua stadium klinis HIV tergantung jumlah CD4 (Ferarri dkk, 2006). Pada Defisiensi Vit B12 terjadi penurunan kadar methionine yang menyebabkan peningkatan sitokin myelinolitik (TNF) sehingga terjadi proses demyelinisasi sel saraf. Gejala neuropati defisiensi Vit B12 adalah kesemutan dan rasa tebal, penurunan vibrasi dan propriospetik simetris pada kaki. Tipikal pada usia tua antara 60-70 tahun. Infeksi oportunistik yang timbul memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian neuropati HIV. Pada era pra HAART, ODHA yang menderita neuropati disebabkan oleh infeksi Mycobacterium avium complex (Norton dkk, 1996). Infeksi TBC yang merupakan salah satu infeksi oportunistik dan obat TBC secara signifikan memiliki hubungan terhadap kejadian neuropati HIV (Luma dkk, 2012). 2.1 Gambaran Klinis Gambaran klinis dari DSP oleh karena HIV dan toksisitas ARV tumpang tindih. Keduanya menunjukkan neuropati sensorik dimulai dari kaki dengan gejalanya adalah rasa nyeri di telapak kaki di lebih dari 60% (rasa terbakar) dan kesemutan lebih dari 40% pada kaki dan tangan (stocking dan glove paresthesia). Gejala neuropati yang disebabkan oleh virus onsetnya lambat, gejala dimulai dari kesemutan dan tebal, nyeri seperti terbakar dan
membaik dengan pengobatan. Neuropati karena ARV terjadi sub akut dan progresif serta dimulai dengan nyeri yang hebat dan alodinia pemakaian ARV dalam kurun waktu 20 minggu, nyeri akan berkurang bila ARV dihentikan. Gejala tersebut timbul pada ekstremitas bawah dan simetris serta terjadi dalam hitungan minggu sampai bulan (biasanya setelah minggu ke 4) (Keswani dkk, 2002; Sugianto, 2013; Verma dkk, 2004). Kelemahan adalah hampir tidak pernah ditemukan walaupun ada terjadi pada fase lanjut. Pemeriksaan neurologis menunjukkan gangguan sensorik pada 85% individu dan berkurang atau menghilangnya refleks pergelangan kaki hingga 96%. Sementara posisi sendi tetap relatif normal, ambang batas getaran yang meningkat pada kaki. (Gonzalez-Duarte dkk, 2006). 2.2 Pemeriksaan Penunjang Gambaran elektrodiagnostik / elektrofisiologi dari DSP mengindikasikan terjadinya degenerasi aksonal simetris serat sensoris dan motorik bagian distal. Terjadi penurunan atau menghilangnya potensial aksi dari nervus sensoris suralis. Pada nerve conduction studies (NCS)
terdapat
polineuropati
aksonal
yang
memanjang
dan
pada
pemeriksaan
electromyografi (EMG) jarum didapatkan denervasi parsial akut maupun kronis dari otot ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan punch skin biopsies ditemukan terjadinya degenerasi pada axon yang bermielin maupun tidak bermielin (Keswani dkk, 2002; Ferrari dkk, 2006). Bradely dkk. (1998) menemukan terjadinya degenerasi aksonal, infiltrasi sel T dan makrofag serta ekspresi sitokin. Walaupun biopsi saraf tidak diharuskan pada neuropati perifer namun analisa biopsi nervus suralis dikatakan mudah, valid dan secara diagnosis dikatakan berguna. Hal ini digunakan pada studi kontrol trial AIDS Clinical Trials Group (ACTG) (Cherry dkk, 2003; Lauria, 2007). Terdapat beberapa alat yang digunakan untuk menilai nyeri neuropatik seperti: (1) Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs (LANSS) dengan sensitifitas dan spesifisitas 85% dan 80%, (2) Neuropathic Pain Questionnaire (NPQ) dengan
sensitifitas 66% dan spesifisitas 74%, (3) Douleur Neuropathique en 4 questions (DN4) dengan sensitifitas 83% dan spesifisitas 90%, (4) painDETECT dengan sensitifitas 85% dan spesifisitas 80% (Bennett dkk, 2007). Dari keempat alat tersebut hanya LANSS yang sudah dilakukan tes realibilitas di Indonesia dan dinyatakan dapat dipercaya dengan kappa coefficient agreement adalah 0,76 (Widyadharma dkk, 2008). 2.3 Patogenesis nyeri neuropatik Terdapat dua teori utama nyeri neuropatik. Pertama, teori perifer yaitu menyatakan bahwa nyeri neuropatik yang terkait dengan DSP berasal dari aktivitas spontan serat saraf C (nosiseptik) yang normal setelah serat saraf disebelahnya (serat saraf A) mengalami kerusakan (degenerasi Wallerian) (Baron dkk, 2010). Degenerasi wallerian merupakan degenerasi aksonal yang dimulai dari ujung distal disebabkan oleh beberapa faktor antara lain trauma, toksik dan gangguan mitokondria. Setelah terjadi degenerasi aksonal maka diikuti peningkatan permeabilitas blood-tissue barrier, terjadi robekan pada selaput myelin dan makrofag masuk kedalam axon dan akhirnya memfagosit debris pada akson yang mengalami kerusakan dan 2-3 minggu kemudian akson dapat menghantarkan impuls kembali (Vargas dan Barres, 2007). Makrofag menyebabkan terjadinya kerusakan akson dengan melepaskan sitokin pro-inflamasi (TNF-α) yang menimbulkan hipersensitivitas dan hiperaktivitas dari serat saraf aferen (nosiseptik) yang utuh sehingga menimbulkan rasa nyeri yang berlebihan (hiperalgesia) serta peningkatan aktivasi dari beberapa protein reseptor seperti The Transient Receptor Potential V1 (TRPV1) dan The Transient Receptor Potential M8 (TRPM8) yang berperan dalam rangsang suhu (Kamerman dkk, 2012). Kedua atau teori sentral yaitu akibat dari kerusakan pada kornu dorsalis menyebabkan terjadinya sprouting dari serat saraf A ke dalam lamina II kornu dorsalis, dimana daerah ini menerima serat saraf tidak bermielin (nosiseptik). Terbentuknya formasi sinaptik baru dan hiperaktivitas stimulus perifer menimbulkan perubahan pada postsinap yang baru seperti
posporilasi N-methyl-D-aspartate (NMDA), amino-hydroxy-methyl-isoxazolepropionate (AMPA) serta peningkatan aktivitas kanal ion natrium menimbulkan hiperstimulus dari lamina II akibatnya peningkatan stimulus nyeri ke sentral. Terjadinya peristiwa dimodulasi oleh beberapa faktor, termasuk induksi growth factors, growth factor receptors dan cytokines (Keswani dkk, 2002; Baron dkk, 2010; Kamerman dkk, 2012)
Gambar 2.2 Patogenesis nyeri neuropatik HIV (Baron dkk, 2010) 2.4 Neurotoksik virus HIV Karakteristik neuropati-HIV adalah degenerasi aksonal bagian distal dan penurunan densitas serat saraf sepanjang system saraf perifer, yang terjadi adalah kehilangan neuron pada DRG dan dyingback pada bagian perifer dan terminal sentral dari serat saraf tepi (Kamerman dkk, 2012). Walaupun neuropati-HIV tidak tampak secara klinis, pada pemeriksaan post-mortem menjelaskan bahwa terdapat infiltrasi sel imun serta mediator inflamasi pada trunkus saraf tepi dan DRG (Jones dkk., 2005). Kerusakan mungkin disebabkan oleh virus karena efek neurotoksiknya yang terbukti banyak terjadi pada system saraf pusat (Acharjee dkk, 2010). Produk gene virus HIV primer yang digunakan pada penelitian in vivo dan in vitro untuk meneliti patogenesis dari efek neurotoksik virus HIV adalah gp120, suatu protein pembungkus yang memediasi terjadinya ikatan dan transmisi HIV dengan CD4 dan the chemokine co-receptors (Conti dkk, 2004). Gp120 menyebabkan neurotoksik baik secara langsung dengan memediasi aktivasi kemokin reseptor di permukaan
sel saraf, atau secara tidak langsung melalui aktivasi sel-sel Schwann dan makrofag. Gp120 menyebabkan kerusakan saraf tidak langsung melalui sel Schwann. Sel Schwann melalui CX chemokine co-receptors 4 (CXCR4), menyebabkan up-regulation dari Regulated upon Activation Normal T-cell Expressed and Secreted (RANTES). RANTES yang dihasilkan oleh sel Schwann berikatan dengan chemokine co-receptors 5 (CCR5) pada sel saraf dan menyebabkan up-regulation dari tumor necrosis factor-α (TNF-α). Up-regulation TNF-α mengakibatkan apoptosis sel saraf pada neuron sensorik. Degenerasi aksonal juga disebabkan oleh axonal caspase-3-dependent mechanism tapi efek ini tidak jelas apakah disebabkan secara langsung oleh karena mekanisme yang mendasari degenerasi aksonal atau efek tidak langsung akibat apoptosis sel saraf (Keswani dkk., 2002; Kamerman dkk, 2012).
Gambar 2.3 Patogenesis Neurotoksik virus HIV (Kamerman dkk, 2012) 2.5 Antiretroviral Toxic Neuropathy (ATN) Dengan diperkenalkannya kombinasi terapi antiretroviral pada pertengahan 1990-an, insiden komplikasi neurologis HIV telah menurun secara dramatis. Namun prevalensi neuropati-HIV meningkat satu dekade terakhir. Peningkatan ini bersamaan dengan dikenalkannya secara luas obat golongan dideoxynucleosides untuk kepentingan klinis. Penggunaan terapi antiretroviral adalah independen dikaitkan dengan peningkatan risiko neuropati (Keswani dkk, 2002). Kejadian neuropati sensorik meningkat pada penggunaan ganda golongan dideoxynucleoside (ddI/d4T) terutama bila dikombinasi dengan hydroxyurea
(Moore dkk, 2000). Penggunaan stavudine (p=0.00) merupakan faktor independen terjadinya neuropatik (Oshinaike dkk, 2012). Lefaucheur dkk. (1997) melaporkan bahwa derajat keparahan DSP dipengaruhi oleh AZT (r: 0.27; P < 0.05). Kombinasi AZT + ddC memiliki korelasi signifikan terhadap terjadinya neuropatik (p<0,0001) (Arenas-Pinto dkk, 2008). Rejimen yang mengandung AZT, kejadian neuropati sensorik adalah kira-kira 7%, 8% dengan d4T dan kejadian meningkat 20% dengan ddI+d4T serta 26% dengan ddI+ d4T+hydroxyurea (Belachew dkk, 2010). Tenofovir merupakan NRTI yang memiliki efek samping yang sedikit terutama terhadap kejadian neuropati (Birkus dkk, 2002). 2.5.1 Highly active antiretroviral therapy (HAART) Terapi kombinasi terhadap HIV dikenal dengan HAART. Prinsip pemilihan HAART di Indonesia adalah penggunaan obat lini pertama yaitu : Lamivudine (3TC), ditambah salah satu obat golongan NRTI, bersama dengan golongan NNRTI telah menyebabkan penurunan angka morbiditas dan mortalitas secara dramatis. (Depkes, 2007) Terdapat tiga golongan utama dari ARV: (Hoffmann dan Mulcahy, 2007) 1. Fusion and entry inhibitors 2. Penghambat reverse transcriptase enzyme a. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI) b. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI) 3. Penghambat enzim protease (Protease Inhibitors (PI)) Pertumbuhan virus dihambat saat masuk kedalam sel oleh golongan fusion and entery inhibitors dengan menghambat protein g41. Setelah virus masuk kedalam sel maka golongan NRTI yang akan menghambatnya. Mekanisme kerjanya melalui kompetisi dengan nukleosida alami sehingga menghambat enzym reverse transcriptase yang menyebabkan hambatan pertumbuhan rantai DNA virus dan menghambat polymerase-γ sehingga tidak terbentuk mtDNA diikuti dengan kematian sel neuron. Polymerase-γ
adalah enzim primer yang bertanggungjawab terhadap replikasi mtDNA (Kallianpur dkk, 2010). NRTI adalah analog sintetis dari pyrimidin atau purin, yang memuat basa nitrogen yang dihubungkan dengan cincin deoxyribose yang menggantikan posisi dari grup 3’OH, dimana diperlukan untuk pertumbuhan rantai DNA (gambar 2.4). NRTI diubah secara intraseluler dalam 3 tahap penambahan 3 gugus fosfat yaitu NRTI monophosphate (MP), NRTI diphosphate (DP), NRTI triphosphate (TP) yang dikontrol oleh enzim thymidine kinase (TK) and nucleoside DP kinase (Macchi dan Mastino, 2002).
Gambar 2.4 Struktur NRTI (Macchi dan Mastino, 2002)
Golongan NRTI adalah: Zidovudin (ZDV/AZT), Stavudin (d4T), Lamivudin (3TC), Zalcitabin (ddC), Didanosine (ddI), Abacavir (ABC), Tenofovir. Golongan NNRTI yaitu Evapirenz (EFV) dan Nevirapine (NVP) bekerja tidak menghambat polymerase-γ tetapi mengaktifkan jalur intriksik apoptosis yang mengaktifkan caspase 3 dan 9 serta sitokrom c yang menyebabkan terjadinya apoptosis mtDNA HIV. Mekanisme PIs berikatan secara reversible dengan enzim protease yang mengkatalisis pembentukan protein yang dibutuhkan untuk proses akhir pematangan virus. Akibatnya virus yang terbentuk tidak masuk dan tidak mampu menginfeksi sel lain (gambar 2.5) (Apostolova dkk, 2011).
Gambar 2.5 Mekanisme kerja ARV pada Virus HIV (Apostolova dkk, 2011) Ternyata selain dapat menghambat pertumbuhan virus, beberapa ARV juga berakibat buruk terhadap mitokondria yang sehat (gambar 2.6). Terdapat beberapa efek samping ARV berdasarkan jenis ARV seperti: hiperlaktasemia (d4T > ddI > AZT), lipotropi (d4T > AZT), neuropati (ddC > d4T > ddI), pankreatitis (ddI > d4T), miopati /kardiomiopati (AZT) (Jongwutiwes dkk, 2006). Prevalensi penggunaan HAART gol NRTI group 1 (ddI, d4T, ddC) lebih tinggi pada insiden DSP (15 orang dengan 73% DSP) dibandingkan group 2 (salah satu dari NRTI) 30% dan group 3 (tidak menggunakan HAART) 31 % (Skopelitis dkk, 2006). Kombinasi AZT + ddC memiliki korelasi signifikan terhadap terjadinya neuropati (p<0,0001) (Arenas-Pinto dkk, 2008).
Gambar 2.6. Mekanisme kerja ARV pada Virus HIV dan mitokondria (Nolan dan Mallan, 2004)
2.5.2 Patogenesis ATN Suatu hipotesis yang dikenal ―Polymerase-γ hipotesis‖ dengan menyatakan bahwa NRTI menyebabkan toksisitas terhadap mitokondria yang menyebabkan disfungsi mitokondria dengan menghambat Polymerase-γ mtDNA (Apostolova dkk, 2011). Penggunaan obat ARV golongan NRTI seperti ddC, ddI, dan d4T sangat erat kaitannya dengan peningkatan neuropati-HIV (Cherry dkk, 2009; Ellis dkk, 2010). Dari ketiga obat tersebut hanya stavudine yang digunakan secara luas (WHO, 2010). Bukti penelitian proses patologi terjadinya neuropati-HIV menjelaskan bahwa NRTI menyebabkan disfungsi dari mitokondria melalui proses apoptosis (Kamerman dkk, 2012). Terdapat perbedaan yang bermakna mengenai kemampuan potensial dari golongan NRTI menyebabkan hambatan terhadap polymerase-γ mtDNA. Berikut ini adalah urutan dari NRTI memiliki kemampuan menghambat polymerase-γ mtDNA dari yang kuat sampai yang paling lemah : ddC ≥ ddI ≥ d4T > 3TC > TDF > FTC > AZT > ABC (Apostolova dkk, 2011). Hal ini dipengaruhi oleh
efek kerja dari cellular kinase, konsentrasi deoxynucleoside triphosphates (dNTP) intrasel dan rasio antara dideoxynucleoside dan deoxynucleoside (Macchi dan Mastino , 2002) Secara detail golongan NRTI menyebabkan: 1. Inhibisi polymerase-γ mtDNA yang menyebabkan tidak terbentuk mtDNA. 2. Inhibisi rantai pernapasan sel/ electron transport chain. 3. Inhibisi adenylate kinase 4. Inhibisi ADP/ATP translocator Semua proses tersebut merusak proses fosforilasi oksidasi yang menyebabkan disfungsi mitokondrial, meningkatkan radikal bebas/reactive oxygen species (ROS) dan stress oksidatif yang akhirnya menyebabkan mitochondrial toxicity sehingga terjadi apoptosis/degenerasi neuron (Lewis dkk, 2006, Hulgan dkk, 2006)
Gambar 2.7 Mekanisme neurotoksik NRTI (Keswani dkk, 2002) Pada jaringan saraf tepi, mitochondrial toxicity mengaktifkan jalur apoptosis melalui jalur caspase-3. Radikal bebas yang terbentuk memicu Protein kinase-C (PKC) yang selanjutnya memicu gen p53 sehingga terjadi peningkatan ekspresi protein p53 yang merupakan faktor stress-induce transcription yang mencetuskan kegoncangan sel, selain itu juga radikal bebas menyebabkan gangguan homeostasis ion ca (Calcium-activated potassium
(KCa), klorida, dan kalsium). Pelepasan gen p53 dan gangguan homeostasis ion ca menyebabkan terbukanya mitochondrial permeability transition pore (MPTP) yang mengeluarkan sitokrom c dan apoptotic protease activating factor-1 (Apaf-1) kemudian mengaktifkan proses caspase-9, caspase-3 sehingga terjadi kerusakan mtDNA dan berakhir dengan kematian sel melalui proses apoptosis. Proses tersebut menyebabkan terjadinya degenerasi aksonal terutama pada saraf dengan axon yang panjang serta kaliber saraf yang terkecil (Nasronudin, 2007; Kamerman dkk, 2012). Pada DRG, NRTI menyebabkan aktivasi sel Schwann dan infiltrasi makrofag. Aktivasi sel Schwann mengaktifkan kemokin reseptor CXCR4 yang menyebabkan pelepasan kemokin CXCL12 yang menimbulkan rangsangan hipernosiseptik pada DRG. Selain itu juga pada DRG dilepaskan molekul pronosiseptik seperti CCR2 dan TNF-α yang menambah peningkatan rangsang nosiseptik. Pada sel astrosit di kornu dorsalis medula spinalis terjadi pelepasan TNF-α yang menyebabkan hipernosiseptik (Keswani dkk, 2002; Kamerman dkk, 2012).
Gambar 2.8 Patogenesis ATN (Kamerman dkk, 2012) Perkiraan yang akurat dari timbulnya gejala neuropati perifer yang terkait dengan penggunaan NRTI masih terbatas dan menjadi suatu kontroversi. Pada beberapa percobaan
klinik ditemukan bahwa waktu yang diperlukan untuk terjadinya ATN yang dimulai dari apoptosis sel neuron sampai terjadinya degenerasi akson adalah sekitar 6-12 bulan (Walker dkk, 2002; Coleman, 2005; Kerschensteiner dkk, 2005). Gejala neuropati timbul pada ekstremitas bawah dan simetris serta terjadi dalam hitungan minggu sampai bulan (biasanya setelah minggu ke 4) setelah terjadinya degenerasi aksonal (Keswani dkk, 2002; Verma dkk, 2004). Terdapatnya perbedaan rentang waktu terjadinya gejala tergantung dari jarak antara lesi dengan sel neuron dan diameter aksonnya, semakin jauh dan tebal maka semakin lambat terjadi degenerasi dan timbulnya gejala (Vargas dan Barres, 2007). Menurut beberapa penilitian rata-rata lama penggunaan ARV sampai terjadinya neuropati adalah sekitar 12 bulan. Schifitto dkk (2002) menjelaskan terjadi peningkatan insiden neuropati-HIV sekitar 25% pada satu tahun dan 52% di dua tahun pada pasien yang mendapatkan terapi dideoxynucleoside ganda. Pada studi kohort Lichtenstein dkk. (2005) menjelaskan bahwa obat-obatan tertentu (didanosine, stavudine, nevirapine, dan protease inhibitors tertentu) terkait dengan kejadian DSP di tahun pertama timbul antara 10% - 36 %. Lebih dari 50 % setelah dua tahun penggunaan obat-obatan NRTI (Forna, 2007; Smyth, 2007). Namun penelitian lain menjelaskan bahwa efek neurotoksik menderita neuropati setelah 6 bulan terapi dengan puncaknya sekitar 3 bulan (Arenas-Pinto dkk, 2008; van Griensven J dkk, 2008).
Kontroversi lainnya adalah bahwa durasi terapi ARV tidak
merupakan faktor risiko neuropati. Durasi penggunaan ARV > 12 bulan (p= 0.10) tidak berhubungan dengan kejadian neuropati (Oshinaike dkk, 2012). Nakamoto dkk. (2012) menjelaskan bahwa riwayat penggunaan ARV terdahulu maupun sekarang tidak signifikan sebagai faktor risiko neuropati.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir
Terapi NRTI ≥ 12 bln (1) Inhibisi polymerasegamma mDNA
(2)
(3)
Inhibisi electron transport chain (I–V)
(4) Inhibisi ADP/ATP translocator (T)
Inhibisi adenylate kinase (AK)
mtDNA depletion
ROS Apoptosis
Metabolik efek : Alkohol Diabetes Mellitus Defisiensi Vit B1, B6, B12
Degenerasi aksonal
Makrofag & Sitokin pro-inflamasi (TNF α)
DSP (Nyeri Neuropatik)
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Berpikir Terapi NRTI ≥ 12 bulan menyebabkan toksisitas mitokondria melalui beberapa proses yaitu (1) Inhibisi polymerase-γ mDNA menyebabkan berkurangnya mtDNA (mtDNA depletion), (2) inhibisi rantai pernapasan sel/ electron transport chain (3) Inhibisi adenylate kinase (4) Inhibisi ADP/ATP translocator. Ketiga mekanisme terakhir menyebabkan berkurangnya ATP dan timbulnya radikal bebas (ROS). mtDNA depletion dan ROS menyebabkan toksisitas mitokondria kemudian mengaktifkan jalur apoptosis melalui aktivasi jalur intriksi (caspase 9) dan ekstrinsik (caspase 8) sebagai inisiator apoptosis yang akhirnya mengaktifkan caspase 3 menyebabkan apoptosis. Apoptosis timbul 1-2 hari setelah toksisitas mitokondria. Apoptosis mitokondria menyebabkan degenerasi akson dalam hitungan bulan.
Terjadinya degenerasi aksonal menyebabkan sel schwann mengeluarkan makrofag yang kemudian
mengeluarkan
sitokin
proinflamatorik
dan
prohipernosiseptik
sehingga
menimbulkan nyeri. Neuropati juga dipengaruhi oleh efek metabolik seperti alkohol, defisiensi Vit B1, B6, B12, dan DM. 3.2 Kerangka Konsep Riwayat:
Hiperkolesterol Hipertensi Diabetes mellitus Penyakit jantung Merokok Neuropati sensorimotor herediter Neuropati jebakan
Penderita HIV
Lama Terapi ARV
Stadium klinis CD4 nadir
Penggunaan alkohol Uremia
Gambar Nyeri 3.2. Konsep Penelitian neuropatik
Keterangan: = dikendalikan pada tahap analisis data = dikendalikan pada tahap rancangan penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan kajian pustaka, maka disusunlah konsep penelitian sebagai berikut: 1. Gangguan nyeri neuropatik dapat terjadi pada penderita HIV. Perlu diketahui faktorfaktor yang mempengaruhi gangguan nyeri neuropatik pada penderita HIV. Lama terapi ARV merupakan salah satu faktor risiko gangguan nyeri neuropatik pada penderita HIV. 2. Beberapa faktor lainnya juga berperan dalam proses terjadinya gangguan nyeri neuropatik pada penderita HIV, antara lain usia, jenis kelamin, CD4 nadir, dan
stadium
klinis selanjutnya dikendalikan pada tahap analisis data. Faktor risiko
lainnya yaitu: hiperkolesterol, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, merokok, neuropati sensorimotor herediter, neuropati jebakan, penggunaan alkohol, dan uremia dikendalikan pada tahap rancangan penelitian. 3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas, maka disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: Terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV di RSUP Sanglah. .
BAB IV METODELOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kasus kontrol untuk mengetahui lama terapi ARV sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV.
ARV ≥ 12 bulan Nyeri Neuropatik (+) ARV < 12 bulan HIV (+) ARV ≥ 12 bulan Nyeri Neuropatik (-) ARV < 12 bulan
Gambar 4.1. Skema Rancangan Penelitian Kasus-Kontrol 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di poliklinik VCT dan Ruang Nusa Indah RSUP Sanglah. Waktu penelitian dimulai dari bulan Desember 2013 sampai dengan Februari 2014. 4.3 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini termasuk ruang lingkup faktor risiko. 4.4 Populasi dan Sampel Penelitian 4.4.1 Populasi target Populasi target penelitian ini adalah seluruh penderita HIV.
4.4.2 Populasi terjangkau Populasi terjangkau penelitian ini adalah penderita HIV positif yang menjalani terapi di poliklinik VCT dan Ruang Nusa Indah RSUP Sanglah Denpasar periode Desember 2013Februari 2014. 4.4.3 Kriteria sampel Semua penderita HIV positif yang menjalani terapi di poliklinik VCT RSUP dan Ruang Nusa Indah RSUP Sanglah Denpasar dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 4.4.3.1 Kriteria kasus 1. Penderita HIV positif dengan gangguan nyeri neuropatik. 2. Penderita berusia 18-50 tahun. 3. Penderita sedang dalam terapi ARV yang teratur 4. Penderita
kooperatif
dan bersedia diikutsertakan dalam
penelitian
dengan
menandatangani surat persetujuan (informed consent). 4.4.3.2 Kriteria kontrol 1. Penderita HIV positif tanpa gangguan nyeri neuropatik. 2. Penderita berusia 18-50 tahun. 3. Penderita sedang dalam terapi ARV yang teratur 4. Penderita kooperatif dan bersedia diikutsertakan dalam penelitian ini dengan menandatangani surat persetujuan (informed consent). 4.4.3.3 Kriteria eksklusi kasus dan kontrol Kriteria eksklusi penelitian ini adalah: 1. Jumlah CD4 nadir ≤ 100 sel/µl. 2. Penderita dengan riwayat gangguan penyakit seperti : neuropati sensorimotor herediter, neuropati jebakan.
3. Memiliki faktor risiko gangguan nyeri neuropati seperti: diabetes mellitus, hiperkolesterol, hipertensi, merokok, penggunaan alkohol, uremia. 4. Tidak mampu melakukan fungsi sehari-hari secara independen. 4.4.4 Besar sampel Besar sampel (n) ditetapkan berdasarkan rumus (Dahlan, 2009) : n1 = n2= (Zα2PQ + ZP1Q1 +P2Q2)² (P1-P2)² α
: kesalahan tipe I, ditetapkan 5% sehingga Zα = 1,96
: kesalahan tipe II, ditetapkan 80% sehingga Z = 0,842
P
: proporsi total = ½ (P1+P2)
P2
: proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya
P1
: proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti
Q1 : 1- P1
Q2 : 1- P2
Proporsi nyeri neuropatik pada penderita HIV dengan penggunaan ARV adalah 0,3 (Arenas-Pinto dkk, 2008). Besar sampel berdasarkan rumus diatas didapatkan n1 = n2 = 33. Jadi jumlah sampel masing-masing kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol adalah orang sehingga sampel keseluruhan berjumlah 66 orang. 4.4.5 Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampling non random jenis consecutive yaitu semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan ke dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. 4.5 Variabel Penelitian Variabel tergantung adalah gangguan nyeri neuropatik. Variabel bebas adalah penggunaan ARV (bulan). Variabel pengganggu adalah usia, jenis kelamin, stadium HIV dan CD4 nadir.
4.6 Definisi operasional variabel 1.
HIV (+) adalah penderita dengan gejala klinis infeksi HIV dan hasil pemeriksaan serologis HIV menunjukkan hasil positif. Pemeriksaan HIV dilakukan dengan rapid test dan penderita dinyatakan HIV (+) bila didapatkan hasil reaktif pada pemeriksaan rapid test tersebut (Depkes, 2009).
2.
Nyeri neuropatik adalah nyeri yang ditimbulkan atau disebabkan oleh lesi atau gangguan primer pada sistem somatosensoris (Jensen dkk, 2011; Kelompok Studi Nyeri, 2011).
3.
Angka CD4 adalah jumlah sel CD4 dalam tiap mikroliter serum darah penderita HIV (Depkes, 2009). Angka CD4 nadir adalah angka CD4 terendah yang pernah dicapai oleh penderita HIV. Angka CD4 nadir dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 100 sel/µl -200 sel/µl dan > 200 sel/µl (Nakamoto dkk, 2012). Angka CD4 nadir rendah bila pada pemeriksaan angka CD4 didapatkan angka CD4 nadir 100 sel/µl -200 sel/µl dan angka CD4 nadir tinggi bila pada pemeriksaan angka CD4 didapatkan angka CD4 nadir > 200 sel/µl.
4.
Umur ditentukan berdasarkan tanggal lahir yang tertera pada KTP, dibagi dalam 2 kelompok yaitu < 30 tahun dan ≥ 30 tahun.
5.
Stadium klinis HIV ditentukan berdasarkan stadium yang ditetapkan oleh WHO, yaitu (1) stadium 1, (2) stadium 2, (3) stadium 3, dan (4) stadium 4 dan dibedakan menggunakan skala nominal (dikotom) yaitu stadium rendah (stadium 1 dan 2) dan stadium tinggi (stadium 3 dan 4) (van Griensven dkk, 2009)
6. ARV adalah golongan NRTI (AZT dan D4T) (Depkes, 2007) ditentukan berdasarkan catatan medis. 7.
Lama terapi ARV adalah waktu sejak penderita mulai meminum obat ARV, dibedakan menggunakan skala nominal yaitu < 12 bulan dan ≥ 12 bulan (Forna, 2007).
8.
Penyakit seperti hiperkolesterol, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, merokok 25 batang/hari selama 18 tahun (Kaye dkk, 2012), neuropati sensorimotor herediter, neuropati jebakan, penggunaan alkohol 100 gr/hari selama 10 tahun (Koike dkk, 2003), uremia ditentukan berdasarkan anamnesis, heteroanamnesis dan catatan medis.
9. Skala nyeri LANSS (LEEDS ASSESSMENT OF NEUROPATHIC SYMPTOMS AND SIGNS) adalah merupakan suatu alat yang digunakan untuk menilai ada/tidaknya nyeri neuropatik pada penderita. Terdiri dari 5 item deskripsi sensoris dan 2 item pemeriksaan disfungsi sensoris. Skor 12 atau lebih diklasifikasikan sebagai nyeri neuropatik dan skor dibawah 12 diklasifikasikan sebagai nyeri nosiseptik . (Lavin dkk, 2003) 4.7 Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data berupa formulir pengumpulan data yang memuat tentang karakteristik sampel, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan gangguan nyeri neuropatik berupa skala nyeri LANSS. a) Karakteristik penderita ditelusuri dari catatan medik. b) Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan angka CD4 dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi menggunakan reagen BD FACS count reagen kit dengan alat BD FACS count. Angka CD4 normal antara 410-1590 sel/µl. c) Pemeriksaan gangguan nyeri neuropatik dengan tes: Skala Nyeri LANSS. Terdiri dari 5 item deskripsi sensoris dan 2 item pemeriksaan disfungsi sensoris. Uji reliabilitas dilakukan oleh Widyadharma dkk, (2008) untuk mengetahui nyeri neuropatik pada pasien diabetes. Skala nyeri LANSS dalam bahasa Indonesia dapat digunakan sebagai instrumen pemeriksaan yang reliabel/dapat dipercaya dengan kappa coefficient agreement adalah 0.76 (Widyadharma dkk, 2008). Dibedakan menggunakan skala nominal (dikotomi) : ya / tidak.
4.8 Prosedur Penelitian Penderita HIV yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, selanjutnya bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed consent, maka dilakukan wawancara terstruktur dengan kuesioner. Data yang diperoleh ditabulasi dan diolah untuk mendapatkan hasil penelitian.
Populasi target: penderita HIV
Populasi terjangkau: penderita HIV di poliklinik VCT dan Ruang Nusa Indah RSUP Sanglah Kriteria inklusi dan eksklusi
Skala Nyeri LANSS
Nyeri Neuropatik (+)
ARV < 12 bulan
Nyeri Neuropatik (-)
ARV ≥ 12 bulan
ARV < 12 bulan
Analisis Data
Laporan Hasil Gambar 4.2 Bagan Alur Penelitian
ARV ≥ 12 bulan
4.9 Pengolahan dan Analisis Data Analisis dan penyajian data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Analisis deskriptif untuk mengetahui frekwensi dan persentase karakteristik pada kelompok kasus dan kontrol. 2. Analisis bivariat untuk uji hipotesis variabel bebas dan variabel tergantung berskala nominal dengan metode Chi-Square. Tingkat hubungan antar variabel dinilai dengan Odds Ratio dan tingkat kemaknaan dengan α = 5%. Seluruh data dianalisis dengan program SPSS 16.0 for windows.
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Uji Normalitas Dilakukan uji normalitas kolmogorov-smirnov pada sampel dan didapatkan hasil bahwa karakteristik yang berdistribusi normal adalah umur (p=0,2) dan yang tidak berdistribusi normal adalah lama terapi ARV (p=0,003) dan CD4 (p=0,009) (tabel 5.1). Hal ini disebabkan karena subyek sampel adalah variabel kategorik dan tidak berpasangan sehingga walaupun distribusi sampel tidak normal, uji hipotesis yang digunakan adalah Chisquare (uji komparatif 2 kelompok tidak berpasangan dengan variabel kategorik) (Dahlan, 2009). Tabel 5.1 Uji Normalitas Karakteristik
Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Sig.
umur
.082
66
.200*
Lama pengobatan HIV
.138
66
.003
Angka CD 4 Nadir
.129
66
.009
Skala nyeri LANSS
.281
66
.000
5.2 Karakteristik Demografi Penelitian ini dilakukan terhadap 66 orang penderita HIV yang menjalani rawat jalan di poliklinik VCT RSUP Sanglah Denpasar dari bulan Desember 2013 sampai dengan Februari 2014. Subyek yang mengalami nyeri neuropatik dikelompokkan sebagai kasus dan
subyek tanpa nyeri neuropatik sebagai kontrol masing-masing sebanyak 33 orang. Karakteristik demografi subyek penelitian disajikan pada tabel 5.2 Pada kelompok umur, prosentase subyek penelitian kelompok kasus yang memiliki umur < 30 tahun adalah 27,8% sedangkan umur ≥ 30 tahun lebih banyak yaitu 72,2% . Pada kelompok kontrol prosentase subyek penelitian yang memiliki umur < 30 tahun adalah 33,3% dan umur ≥ 30 tahun lebih banyak yaitu 66,7%. Subyek penelitian pada kelompok kasus lebih banyak berjenis kelamin perempuan yaitu 17 orang (51,5%) dan jumlah yang sama didapatkan pada kelompok kontrol. Sebagian besar subyek penelitian berstatus menikah yaitu pada kelompok kasus 75,8% dan pada kelompok kontrol 87,9%. Seluruh subyek menjalani pendidikan formal mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi dengan prosentase paling banyak berpendidikan SMA yaitu 57,6% pada kelompok kasus dan 60,6% kelompok kontrol. Latar belakang pekerjaan yang dimilki subyek penelitian beranekaragam mulai dari PNS sampai ibu rumah tangga dimana prosentase yang terbanyak untuk kelompok kasus adalah wirasasta (39,4%) sedangkan pada kelompok kontrol adalah swasta (39,4%). Faktor risiko penularan paling banyak adalah mereka yang memiliki pasangan heteroseksual yaitu 48,5% kelompok kasus dan 48,5% kelompok kontrol. Sebagian besar subyek penelitian pada kelompok kasus ditemukan pada stadium HIV tinggi (stadium III dan IV) yaitu 87,9% sedangkan pada kelompok kontrol ditemukan pada stadium HIV rendah (stadium I dan II) yaitu 63,6%.
Tabel 5.2 Karakteristik Demografi Subyek Penelitian Karakteristik Umur (tahun) < 30 th ≥ 30 th Jenis Kelamin Laki Perempuan Status pernikahan Menikah Tidak menikah Pendidikan SD SMP SMA Diploma/PT Pekerjaan PNS Swasta Wiraswasta Buruh/Tani Lain-lain Cara penularan IDU Heteroseksual Homoseksual Pasangan heteroseksual Multiple risk Stadium HIV WHO Stadium rendah (I & II) Stadium tinggi (III & IV) Lama menderita (tahun) < 1th > 1 th Lama Terapi ARV (bulan) < 12 bulan ≥ 12 bulan Angka CD4 Nadir (sel/µl) 100-200 > 200
Kasus (n=33)
Kontrol (n=33)
9 (27,3%) 24 (72,2%)
11 (33,3%) 22 (66,7%)
16 (48,5%) 17 (51,5%)
16 (48,5%) 17 (51,5%)
25 (75,8%) 8 (24,2%)
29 (87,9%) 4 (12,1%)
9 (27,3%) 3 (9,1%) 19 (57,6%) 2 (6,1%)
5 (15,2%) 5 (15,2%) 20 (60,6%) 3 (9,1%)
1 (3,0%) 10 (30,3%) 13 (39,4%) 4 (12,1%) 5 (15,2%)
2 (6,1%) 13 (39,4%) 7 (21,2%) 2 (6,1%) 9 (27,3%)
1 (3,0%) 15 (45,5%) 1 (3,0%) 16 (48,5%) -
1 (3,0%) 15 (45,5%) 16 (48,5%) 1 (3,0%)
4 (12,1%) 29 (87,9%)
21 (63,6%) 12 (36,4%)
6 (18,2%) 27 (81,8%)
22 (66,7%) 11 (33,3%)
6 (18,2%) 27 (81,8%)
22 (66,7%) 11 (33,3%)
28 (84,8%) 5 (15,2%)
11 (33,3%) 22 (66,7%)
p
<0,001
<0,001
Lama menderita HIV didapatkan perbedaan prosentase jumlah subyek penelitian dimana pada kelompok kasus lebih banyak yang menderita HIV > 1 tahun (81,8%) sedangkan pada kelompok kontrol l lebih banyak yang menderita HIV < 1 tahun (66,7%). Pada kelompok kasus yang mendapatkan therapi < 12 bulan sebanyak 6 orang (19,2%) dan ≥
12 bulan sebanyak 27 orang (81,8%). Kelompok kontrol therapi < 12 bulan adalah sebanyak 22 orang (66,7%) dan ≥ 12 bulan sebanyak 11 orang (33,3%). Angka CD4 nadir pada kelompok kasus sebagian besar 100-200 sel/µl (84,85%) dan pada kelompok kontrol sebagian besar > 200 sel/µl (66,7%). 5.3 Hubungan antara lama terapi ARV dengan nyeri neuropatik pada penderita HIV Hubungan antara lama terapi ARV sebagai variabel bebas dengan nyeri neuropatik sebagai variabel tergantung dinilai dengan menggunakan analisis bivariat. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Chi-Square. Didapatkan nilai Odds ratio (OR) dengan interval kepercayaan 95%. Kemaknaan penelitian ini ditetapkan pada nilai probabilitas (p) < 0,05. Hasil analisis disajikan pada tabel 5.2 berikut. Tabel 5.3 Analisis bivariat lama terapi ARV sebagai faktor risiko nyeri neuropatik
Lama terapi ARV
≥12 bulan < 12 bulan
Kasus n (%) 27 (81,8%) 6 (18,2%)
Kontrol n (%) 11 (33,3%) 22 (66,7%)
OR IK 95% 6,25 (2,13-18,33)
p 0,001*
*bermakna secara statistik Penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV ≥ 12 bulan yang mengalami nyeri neuropatik didapatkan sebanyak 27 orang (81,8%) dan tidak nyeri neuropatik sebanyak 11 orang (33,3%) dengan OR 6,25; IK 95% (2,13-18,33). Terdapat hubungan bermakna antara lama terapi ARV ≥ 12 bulan dengan nyeri neuropatik pada penderita HIV (p=0,001).
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Demografi Penderita HIV yang mengalami nyeri neuropatik pada penelitian ini terbanyak berumur ≥ 30 tahun yaitu 72,2%. Karakteristik subyek pada penelitian yang dilakukan van Griensven dkk, (2009) menemukan bahwa umur > 35 tahun memiliki risiko 1,9 kali lebih tinggi menderita neuropati dibandingkan ≤ 35 tahun pada penderita yang mendapatkan terapi d4T dan Arenas-Pinto dkk, (2008) menjelaskan pula bahwa umur ≥ 30 tahun memiliki risiko 1,2 kali lebih tinggi menderita neuropati dibandingkan < 30 tahun. Oshinaike dkk, (2012) menemukan penderita HIV yang menderita nyeri neuropatik sebagian besar subyeknya adalah ≥ 40 tahun yaitu 52,6%. Hasil yang sama didapatkan pada penelitian Nakamoto dkk, (2012) yaitu kejadian nyeri neuropatik pada penderita HIV mempunyai rerata umur adalah 43 tahun dengan simpang baku 13. Umur tua dikatakan memiliki hubungan yang signifikan terhadap penurunan CD4, penurunan respon proliferative sel T dan menurunnya kemampuan untuk berespon terhadap patogen (Keswani dkk, 2005). Pada penelitian ini diperoleh subyek yang mengalami nyeri neuropatik terbanyak adalah perempuan (51,5%). Sesuai dengan penelitian oleh Konchalard dkk, (2007) bahwa penderita HIV yang mengalami nyeri neuropatik lebih banyak perempuan dengan perbandingan 10:7. Arenas-Pinto dkk, (2008) menjelaskan pula bahwa jenis kelamin perempuan memiliki risiko 1,1 kali lebih tinggi menderita neuropati dibandingkan laki-laki. Temuan berbeda diperoleh dari penelitian Evans dkk. (2011) bahwa nyeri neuropatik lebih tinggi pada laki-laki yaitu 80% Sebagian besar subyek penelitian yang nyeri neuropatik ditemukan pada stadium HIV tinggi (stadium III dan IV) yaitu 87,9%. van Griensven dkk, (2009) menjelaskan bahwa penderita HIV stadium III/VI memiliki risiko 2,6 kali lebih tinggi menderita neuropati dibandingkan stadium I/II. Namun Ferarri dkk, (2006) menyatakan neuropati HIV dapat terjadi pada semua stadium klinis HIV tergantung jumlah CD4. Pada stadium HIV tinggi
telah terjadi infeksi oportunistik yang menandakan imunitas rendah yang dihubungkan dengan jumlah CD4 yang rendah dan jumlah viral load HIV yang tinggi (Depkes, 2007). Pada penelitian ini didapatkan angka CD4 nadir pada penderita nyeri neuropatik sebagian besar CD4 nadir 100-200 sel/µl (84,85%). Pada penelitian sebelumnya, angka CD4 nadir < 200 sel/µl (50–199 cells/mm) merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian neuropati HIV (p=0,018), tetapi didapatkan pula bahwa angka CD4 nadir < 50 sel/µl sebagai faktor risiko yang signifikan terjadinya nyeri neuropatik pada penderita HIV yang tidak mendapatkan ARV (p=0.002) (Lichtenstein dkk, 2005). Arenas-Pinto dkk, (2008) menjelaskan bahwa CD4 0-145 sel/µl memiliki risiko 2,3 kali lebih tinggi menderita neuropati dibandingkan CD4 > 350 sel/µl pada penderita yang mendapatkan terapi AZT, AZT/ddI dan AZT/ddC. Pada penelitian terbaru oleh Nakamoto dkk. (2012) didapatkan bahwa angka CD4 nadir yang merupakan faktor risiko signifikan terhadap kejadian neuropati HIV adalah < 100 sel/µl (p=0.03). Angka CD4 rendah mewakili jumlah viral load HIV tinggi yang dapat menimbulkan reaksi inflamasi dan imunologis yang merusak system saraf pusat maupun perifer (Devadas dkk, 2005). 6.2 Hubungan antara Lama Terapi ARV dengan Nyeri Neuropatik pada Penderita HIV Pada era HAART, DSP merupakan komplikasi neurologi yang sering ditemukan pada penderita HIV, prevalensi neuropati-HIV kira- kira sekitar 36%-62% (Simpson, 2002; Smyth, 2007; Maritz dkk, 2010). Golongan ARV yang paling sering menimbulkan neuropati adalah NRTI baik terapi monoterapi maupun kombinasi (Moore dkk., 2000). Ellis dkk. (2010) melaporkan bahwa ARV gol NRTI merupakan faktor risiko terhadap neuropati dengan OR 2.0 (95% CI 1,3-2,6). Prevalensi penggunaan HAART gol NRTI group 1 (ddI, d4T, ddC) lebih tinggi pada insiden DSP (15 orang dengan 73% DSP) dibandingkan group 2 (salah satu dari NRTI) 30% dan group 3 (tidak menggunakan HAART) 31 % (Skopelitis dkk, 2006).
Kombinasi AZT + ddC memiliki korelasi signifikan terhadap terjadinya neuropati (p<0,0001) (Arenas-Pinto dkk, 2008). Patogenesis neuropati HIV adalah melalui mitochondrial toxicity (Keswani dkk, 2002; Lewis dkk,, 2003). ARV dalam hal ini golongan NRTI bekerja dengan menghambat polymerase γ mitochondrial DNA (mtDNA) sehingga replikasi mtDNA terhambat dan jumlahnya semakin berkurang yang akhirnya menyebabkan kematian sel neuron (apoptosis) (Apostolova dkk, 2011; Kamerman dkk, 2012). Pada penelitian ini didapatkan hubungan bermakna antara lama terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan dengan nyeri neuropatik pada penderita HIV (p = 0,001) dengan OR 6,25; IK 95% (2,13-18,33). Artinya bahwa penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan mempunyai risiko terjadinya nyeri neuropatik 6,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penderita HIV yang mendapatkan terapi < 12 bulan. Hal ini disebabkan karena toksisitas mitokondria tergantung dari dosis NRTI dan memerlukan waktu yang lama sampai terjadinya kerusakan neuron. Kerusakan sel neuron menyebabkan neuropati bila didapatkan kerusakan akson lebih dari 50% (Kamerman dkk, 2012). Perkiraan yang akurat dari timbulnya gejala neuropati perifer yang terkait dengan penggunaan NRTI masih terbatas. Namun beberapa peneliti memperkirakan waktu yang diperlukan untuk terjadinya neuropati yang dimulai dari apoptosis sel neuron sampai terjadinya kerusakan neuron adalah sekitar 6-12 bulan dimana didapatkan penurunan mitokondria sekitar 80% (Walker dkk, 2002; Coleman, 2005; Kerschensteiner dkk, 2005). Apoptosis terjadi 1-2 hari setelah timbulnya ROS, sedangkan mitokondria dalam tiap sel neuron berjumlah ratusan sampai ribuan sehingga untuk dapat menyebabkan kerusakan sel neuron memerlukan waktu yang cukup lama (Chang dkk, 2011). Degenerasi wallerian merupakan bentuk dari kerusakan neuron yang disebabkan oleh NRTI diawali oleh degenerasi akson (Baron dkk, 2010). Kerschensteiner dkk (2005) menemukan bahwa akson
dibagian proksimal dan distal mengalami degenerasi ratusan mikrometer pada 30 menit pertama setelah lesi, dan diikuti oleh degenerasi akson secara total adalah 36 jam setelah lesi (Coleman, 2005). Gejala neuropati timbul pada ekstremitas bawah dan simetris serta terjadi dalam hitungan minggu sampai bulan (biasanya minggu ke 4) setelah terjadinya degenerasi aksonal (Keswani dkk, 2002; Verma dkk, 2004).. Terdapatnya perbedaan rentang waktu terjadinya gejala tergantung dari jarak antara lesi dengan sel neuron dan diameter aksonnya. Semakin jauh dan tebal maka semakin lambat terjadi degenerasi dan timbulnya gejala (Vargas dan Barres, 2007). Walker dkk, (2002) melakukan penelitian terhadap toksisitas mitokondrial dengan membandingkan dosis dan lama penggunaan masing-masing golongan NRTI dan ditemukan bahwa golongan d4T dan ddC serta kombinasi d4T + ddC bermakna menurunkan jumlah mtDNA (p<0,01). D4T menurunkan sebesar 40%, ddC sebesar 60% dan kombinasi d4T + ddC sebesar 80% dalam waktu 30 hari. Sedangkan untuk golongan AZT dan 3TC serta kombinasinya tidak bermakna menurunkan kadar mtDNA dalam 30 hari. Dosis yang digunakan adalah 1/3 dan 1/10 dari steady-state peak plasma levels (Cmax). Schifitto dkk. (2002) menjelaskan terjadi peningkatan insiden neuropati-HIV sekitar 25% pada satu tahun dan 52% di dua tahun pada pasien yang mendapatkan terapi dideoxynucleoside ganda. Lichtenstein dkk, (2005) melakukan penelitian terhadap ARV golongan NRTI (ddI, d4T, AZT, ABC) dan NNRTI (EFV, NVP) menemukan bahwa risiko terjadinya nyeri neuropatik pada penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV gol NRTI ≥ 12, rata – rata 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penderita HIV yang mendapatkan terapi < 12 bulan. Pada penelitian tersebut yang terbukti bermakna sebagai faktor risiko neuropati adalah (1) ddI (OR 1,45; p = 0,004) dengan lama terapi yang bermakna adalah di bawah 12 bulan (OR 2,20; p < 0,001), (2) d4T dosis 40 mg (OR 1,65; p < 0,001) dengan lama terapi yang bermakna adalah antara 12 – 13 bulan (OR 2,06; p < 0,001) dan ≥ 36 bulan (OR 0,35; p < 0,001), (3) AZT (OR
0,55; p < 0,001) dengan lama terapi yang bermakna adalah antara 12 – 13 bulan (OR 0,43; p < 0,001) dan ≥ 36 bulan (OR 0,24; p < 0,001), (4) ABC (OR 0,61; p < 0,003) dengan lama terapi yang bermakna adalah ≥ 24 bulan (OR 0,35; (p = 0,003) sedangkan terapi d4T dosis ≤ 30mg, 3TC, EFV dan NVP tidak bermakna menyebabkan neuropati. Smyth dkk, (2007) menyatakan kejadian DSP di tahun pertama timbul antara 10% - 36 % dan lebih dari 50 % setelah dua tahun terapi obat-obatan NRTI, dimana terapi d4T dalam waktu 30 bulan bermakna menyebabkan neuropati (p=0,001). Forna dkk. (2007) juga melaporkan bahwa terjadinya neuropati HIV sekitar 26-36% pada 12 bulan pertama terapi d4T. Kesimpulan yang berbeda didapatkan pada penelitian Arenas-Pinto dkk, (2008) bahwa efek neurotoksik neuropati setelah 3 bulan terapi ARV golongan AZT, AZT/ddI, AZT/ddC. van Griensven dkk, (2009) menjelaskan penggunaan d4T dengan dosis 2 x 40 mg/hari terjadi dalam 6 bulan pertama dengan proporsi 2,6 yang meningkat kira-kira 3 point setiap 6 bulannya. Hal ini disebabkan karena pada penelitian Arenas-pinto digunakan kombinasi ARV yaitu AZT/ddI dan AZT/ddC, dimana efek toksik ddI dan ddC sangat kuat sehingga terjadi kerusakan sel saraf tepi dengan cepat (Apostolova dkk, 2011). Sedangkan pada penelitian van Griensven, digunakan d4T dosis tinggi yaitu 2x40mg sehingga lebih cepat terjadinya kerusakan sel saraf. Oshinaike dkk, (2012) meneliti terapi obat ARV golongan d4T dibagi menjadi dua kategori < atau > 12 bulan menemukan bahwa durasi terapi ARV > 12 bulan tidak memiliki hubungan dengan peningkatan risiko neuropati (P = 0,10). Nakamoto dkk, (2012) menjelaskan bahwa riwayat terapi ARV terdahulu maupun sekarang dan lama terapinya tidak signifikan sebagai faktor risiko neuropati (P = 0,10). Terjadinya perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan desain penelitian dimana Oshinaike dkk, menggunakan desain potong lintang dan Nakamoto dkk menggunakan desain cohort. Hal lain yang mungkin menyebabkan perbedaan adalah alat yang digunakan untuk mengukur neuropati HIV.
Oshinaike dan Nakamoto sama-sama menggunakan alat ukur dari ACTG sedangkan pada penelitian ini menggunakan LANSS. Kelemahan pada penelitian ini adalah sulit membedakan secara pasti apakah nyeri neuropatik disebabkan oleh ARV atau jumlah CD4 nadir yang rendah atau faktor lainnya seperti defisiensi vit B12. Untuk meminimalkan pengaruh CD4 nadir sebagai faktor risiko nyeri neuropatik maka pada penelitian ini subyek yang diteliti adalah memiliki jumlah CD4 nadir > 100 sel/µl. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Nakamoto dkk (2012) bahwa CD4 nadir < 100 sel/µl [Hazard Ratio (HR)=0.79; p=0.03] merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian neuropati HIV. Sedangkan untuk faktor lainnya seperti defisiensi vitamin B 6 dan B12 sulit untuk dibedakan karena tidak dilakukan pemeriksaan kadar vitamin B 6 dan B12. Kelemahan yang lainnya adalah dalam penilaian neuropati seharusnya digunakan pemeriksaan penunjang yang lebih spesifik yaitu pemeriksaan punch skin biopsy (Keswani dkk, 2002; Ferrari dkk, 2006). Namun pemeriksaan tersebut bersifat invasif sehingga pada penelitian ini digunakan alat untuk menilai nyeri neuropatik yang lebih mudah, aman dan sudah dilakukan tes realibilitas di Indonesia dan dinyatakan dapat dipercaya dengan kappa coefficient agreement adalah 0,76 (Widyadharma dkk, 2008) yaitu LANSS.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan simpulan sebagai berikut : 1. Terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV di RSUP Sanglah. 2. Penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan mempunyai risiko terjadinya nyeri neuropatik 6,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV gol NRTI < 12 bulan 7.2 Saran Sebagai saran dalam hasil penelitian ini : 1. Pemberian terapi medikamentosa pada penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan yang menderita neuropati. 2. Perlu dilakukan usaha preventif seperti pemberian vitamin neurotropik dan evaluasi fungsi sensoris pada penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV gol NRTI ≥ 12 bulan yang belum menderita neuropati 3. Perlu dilakukan penelitian untuk menentukan faktor risiko lainnya dan dilakukan uji multivariat sehingga ditemukan faktor risiko nyeri neuropatik yang indipenden pada penderita HIV. 4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan rancangan kohort dan jumlah sampel lebih banyak untuk memperoleh kekuatan hubungan yang lebih besar dengan presisi lebih sempit.
DAFTAR PUSTAKA
Acharjee, S., Noorbakhsh, F., Stemkowski, P.L., Olechowski, C., Cohen, E.A., Ballanyi, K., Kerr, B., Pardo, C., Smith, P.A., Power, C. 2010. HIV-1 Viral Protein R Causes Peripheral Nervous System Injury Associated with In Vivo Neuropathic Pain. Faseb J; 24:4343–4353. Arenas-Pinto, A., Bhaskaran, K., Dunn, D., Weller, I.V.D. 2008 The Risk of Developing Peripheral Neuropathy Induced by Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors Decreases Over Time: Evidence from The Delta Trial. Antiviral Therapy ; 13:289–295. Apostolova, N., Blas-Garcı, A., Esplugues, J.V. 2011. Mitochondrial Interference by Anti-HIV Drugs: Mechanisms Beyond Pol-γ Inhibition. Trends in Pharmacological Sciences ; 32 : 715-725. Baron, R., Binder, A., Wasner, G. 2010 Neuropathic pain: pathophysiological mechanisms, and treatment. Lancet Neurol; 9: 807–19
diagnosis,
Bennett, M.I. 2001. The LANSS Pain Scale: the Leeds assessment of neuropathic symptoms and signs. Pain ;92:147-57 Bennett, M.I. Attal, N., backonja, M.M., Baron, R., Bouhassira, D., Freynhagen, R., Scholz, J., Tolle, T.R., Wittchen, H., Jensen, T.S. 2007. Using screening tools of identify neuropathic pain. Pain ;92:147-57 Belachew, A., Jacob, S., Zenebe, G. 2010. Distal Symmetric Polyneuropathy and Toxic Neuropathy in HIV Patients. Annals of Tropical Medicine and Public Health vol 3. Birkus G, Hitchcock MJ, Cihlar T.. 2002. Assessment of mitochondrial toxicity in human cells treated with tenofovir: comparison with other nucleoside reverse transcriptase inhibitors. Antimicrob Agents Chemother, 46, 716-23. Bradley, W.G., Shapshak, P., Delgado, S., Nagano, I., Stewart, R., Rocha, B. 1998. Morphometric Analysis of The Peripheral Neuropathy of AIDS. Muscle Nerve; 21:1188– 1195. Chang KT, Nieschier RF, Min KT. 2011. Mitochondrial matrix Ca2+ as an intrinsic signal regulating mitochondrial motility in axons. Proc Natl Acad Sci U S A,108, 15456-61 Cherry, C.L., McArthur, J.C., Hoy, J.F., Wesselingh, S.L. 2003. Nucleoside Analogues and neuropathy in the era of HAART. J. Clin. Virol ; 26:195–207. Cherry, C.L., Skolasky, R.L., Lal, L., Creighton, J., Hauer, P., Raman, S.P., Moore, R., Carter, K., Thomas, D., Ebenezer, G.J., Wesselingh, S.L., McArthur, J.C. 2006. Antiretroviral Use and Other Risk for HIV-associated Neuropathies in an International Cohort. Neurology ; 66 : 867–873. Cherry, C.L., Affandi, J.S., Imran, D., Yunihastuti, E., Smyth, K., Vanar, S., Kamarulzaman, A., Price, P. 2009. Age and Height Predict Neuropathy Risk in Patie.nts with HIV Prescribed Stavudine. Neurology; 73:315–320.
Childs EA, Lyles RH, Selnes OA, Chen B, Miller EN, Cohen BA, Becker JT, Mellors J, McArthur JC. 1999. Plasma viral load and CD4 lymphocytes predict HIV-associated dementia and sensory neuropathy. Neurology ;52:607-13. Coleman, M., 2005. Axon degeneration mechanisms: commonality amid diversity. Nat. Rev. Neurosci. 6, 889–898. Conti, L., Fantuzzi, L., Del Corno, M., Belardelli, F., Gessani, S. 2004. Immunomodulatory Effects of the HIV-1 gp120 Protein on Antigen Presenting Cells: Implications for IDS Pathogenesis. Immunobiology; 209:99–115. Dalakas, M.C. 2001. Peripheral Neuropathy and Antiretroviral Drugs. J Peripher Nerv Syst; 6:14–20. Dahlan, M.S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Dalam: Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta. Edisi kedua. Departemen Kesehatan RI. 2007. Panduan Tatalaksana Klinis Infeksi HIV pada orang Dewasa dan Remaja : Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Edisi kedua. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2009. Saat Memulai Terapi ARV pada Odha Dewasa dan Remaja. Dalam : Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. Edisi kedua. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. Devadas, K., Lal, R.B., 2005. Immunology of HIV-1. In: Gendelham, H.E, Grant, I., Everall, I.P., Lipton, S., Swindels, S. (eds). The Neurology of AIDS, 2 nd ed, Oxford University Press, New York. Pp 29-47 Ellis, R.J., Rosario, D., Clifford, D.B., McArthur, J.C., Simpson, D., Alexander, T., Gelman, B.B., Vaida, F., Collier, A., Marra, C.M., Ances, B., Atkinson, J.H., Dworkin, R.H., Morgello, S., Grant, I. 2010. Continued High Prevalence and Adverse Clinical Impact of Human Immunodeficiency Virus-associated Sensory Neuropathy in The Era of Combination Antiretroviral Therapy: the CHARTER Study. Arch Neurol ; 67:552–558. Evans, S.R, Ellisb, R.J, Chena, H, Yeha, T, Leea, A.J, Schifittoc, G, Wua, K, Boscha, R.J, McArthurd, J.C, Simpsone D.M, Clifford, D.B. 2011. Peripheral neuropathy in HIV: prevalence and risk factors. AIDS 25:919–928 Ferrari, S., Vento, S., Monaco, S., Cavallaro, T., Cainelli, F., Rizzuto, N., Temesgen, Z. 2006. Human Immunodeficiency Virus Associated Peripheral Neuropathies. Mayo Clin Proc; 81:213–219.
Forna, F., Liechty, C.A., Solberg, P., Asiimwe, F., Were, W., Mermin, J., Behumbiize, P., Tong, T., Brooks, J.T., Weidle, P.J. 2007. Clinical Toxicity of Highly Active Antiretroviral Therapy in a Home-based AIDS Care Program in Rural Uganda. J. Acquir. Immune Defic. Syndr ; 44 : 456–462.
Gonzalez-Duarte, A., Robinson-Papp, J., Simpson, D.M. 2008. Diagnosis and Management of HIV-associated Neuropathy. Neurol. Clin ; 26 : 821–832. Gröber U, Kisters K, Schmidt J. 2013. Neuroenhancement with Vitamin B12— Underestimated Neurological Significance. Nutrients , 5;5031-5045 Hoffmann, C., dan Mulcahy, F. 2007. ART 2007. In: Hoffmann, C., Rockstroh,j.k., Kamps, B.S., editors . HIV Medicine 2007. Flying Publisher. p. 87- 272. Available from: URL: http:/ www.HIVMedicine.com. Hulgan, T., Haas, D.W. 2006. Toward a Pharmacogenetic Understanding of Nucleotide and Nucleoside AnalogueTtoxicity. J. Infect. Dis ; 194 : 1471–1474. Jensen TS, Baron R, Haanpää M, Kalso E, Loeser JD, Rice AS, Treede RD. 2011. A New Definition of Neuropathic Pain. Pain, 152:2204–2205. Jones, G., Zhu, Y., Silva, C., Tsutsui, S., Pardo, C.A., Keppler, O.T., McArthur, J.C., Power C. 2005. Peripheral Nerve-derived HIV-1 is Predominantly CCR5-dependent and Causes Neuronal Degeneration and Neuroinflammation. Virology; 334:178–193. Jongwutiwes, U. 2006. Nucleoside Analogues and Mitochondrial Toxicity. J Infect Dis Antimicrob Agents;23:27-45 Kallianpur, A.R., Hulgan, T. 2009. Pharmacogenetics of Nucleoside ReverseTranscriptase Inhibitor Associated Peripheral Neuropathy. Pharmacogenomics ; 10: 623–637. Kamerman, P.R., Moss, P.J., Weber, J., Wallace, V.C.J., Rice, A.S.C., Huang W. 2012. Pathogenesis of HIV-Associated Sensory Neuropathy: Evidence From In Vivo and In Vitro Experimental Models. Journal of the Peripheral Nervous System; 17:19–31. Kaye, A.D, Prabhakar, A.P, Fitzmaurice, M.E, Kaye, R.J. 2012. Smoking Cessation in Pain Patients. The Ochsner Journal 12:17–20 Kerschensteiner M, Schwab ME, Lichtman JW, Misgeld T. 2005. In vivo imaging of axonal degeneration and regeneration in the injured spinal cord. Nat. Med. 11:572–77 Kelompok Studi Nyeri. 2011. Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri neuropatik. Purwata, T.E., Suryamiharja, A., Surhajanti, I., Yudiyanta., editors. Konsensus Nasional 1. PERDOSSI. Keswani, S.C., Pardo, C.A., Cherry, C.L., Hoke, A., McArthur, J.C. 2002. HIVAssociated Sensory Neuropathies. AIDS; 16:2105–2117. Keswani, S.C., Jack, C., Zhou C., Höke, A. 2005. Establishment of A Rodent Model of HIV-associated Sensory Neuropathy. J. Neurosci ; 26 : 10299–10304. Koike H, Iijima M, Sugiura M, Mori K, Hattori N, Ito H, Hirayama M, Sobue G. 2003. Alcoholic neuropathy is clinicopathologically distinct from thiamine-deficient neuropathy. Ann Neurol ; 54:19-29.
Konchalard, K., Wangphonpattanasiri, K. 2007. Clinical and Electrophysiologic Evaluation of Peripheral Neuropathy in a Group of HIV-Infected Patients in Thailand. J Med Assoc Thai ; 90 (4): 774-81. Lavin, M., López S., Medina, M., Nava, A. 2003. Use of The Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs Questionnaire in Patients with Fibromyalgia. Semin Arthritis Rheum. 32(6):407-11. Lauria, G and Lombardi, R. 2007. Skin Biopsy: a new tool for diagnosing peripheral neuropathy. BMJ :334:1159-62 Lewis, W., Day, B.J., Copeland, W.C .2003. Mitochondrial Toxicity of NRTIS Antiviral Drugs: an Integrated Cellular Perspective. Nature Reviews; vol 3. Available from: URL: http:/www.nature.com/reviews/drugdisc. Lewis, W., Kohler, J.J., Hosseini, S.H., Haase, C.P., Opeland, W.C., Bienstock, R.J., Ludaway, T., McNaught, J., Russ, R., Stuart, T., Santoianni, R. 2006. Antiretroviral Nucleosides, Deoxynucleotide Carrier and Mitochondrial DNA: Evidence Supporting The DNA pol-γ Hypothesis. AIDS ; 20 : 675–684. Lichtenstein, K.A., Armon, C., Baron, A., Moorman, A.C., Wood, K.C., Holmberg, S.D. 2005. Modification of The Incidence of Drug-associated Symmetrical Peripheral Neuropathy by Host and Disease Factors in The HIV Outpatient Study Cohort. Clin. Infect. Dis ; 40 : 148–157. Luma, H.N, Tchaleu, B.C.N, Doualla, M.S, Temfack, E, Sopouassi, V.N.K, 4, Mapoure, Y.N, Djientcheu, V. 2012. HIV-associated sensory neuropathy in HIV-1 infected patients at the Douala General Hospital in Cameroon: a cross-sectional study. AIDS Research and Therapy 9:35 Macchi B and Mastino A. 2002. Pharmacological and biological aspects if basic research on NRTI. Elsevier Pharmacological Research, Vol. 46, No. 6; 474-482 Maritz, J., Benatar, M., Dave, J.A., Harrison, T.B., Badri, M., Levitt, N.S., Heckmann, J.M. 2010. HIV Neuropathy in South Africans: Frequency, Characteristics, and Risk Factors. Muscle Nerve; 41:599–606. Martin, C, Solders, G, Sonnerborg, A, Hansson, P. 2000. Antiretroviral therapy may improve sensory function in HIV-infected patients: a pilot study. Neurology 54: 2120–2127. Moore, R.D., Wong, W-M.E., Keruly, J.C., McArthur, J.C. 2000. Incidence of Neuropathy in HIV-infected Patients on Monotherapy Versus Those on Combination Therapy with Didanosine, Stavudine and Hydroxyurea. Acq Immune Defic Syndr ;14:273-8.
Morgello, S, Lydia Estanislao L, Simpson, D, Geraci, A, DiRocco, A, Gerits, P, Ryan, E, Yakoushina, T, Khan, S, Mahboob, R, Naseer, M, Dorfman, D, Sharp, V, MD; 2004. HIV-Associated Distal Sensory Polyneuropathy in the Era of Highly Active Antiretroviral Therapy. Arch Neurol.;61:546-551
Nakamoto, B.K., McMurtray, A., Davis, J., Valcour, V., Watters, M.R., Shiramizu, B., Chow, D.C., Kallianpur, K., Shikuma, C.M. 2010. Incident Neuropathy in HIV-Infected Patients on HAART. AIDS Research and Human Retrovirus ; Vol 26, Number 7. Nasronuddin, 2007. Apoptosis dan Nekrosis. Dalam: Barakbah, J., Soewandojo, E., Suharto, Hadi, U., Astuti, W.D., editor. HIV dan AIDS: Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis dan Sosial, Airlangga University Press, Surabaya, pp. 53-57. Nolan D dan Mallal S. 2004. Complications associated with NRTI therapy:update on clinical features and possible pathogenic mechanisms. Antiviral Therapy 9:849–863 Norton, G, Sweeney, J, Marriott, D, Law, M, Brew, B. Association between HIV distal symmetric polyneuropathy and Mycobacterium avium complex infection. J Neurol Neurosurg Psychiatry 1996; 61: 606–609 Oshinaike, O., Akinbami, A., Ojo, O., Ogbera, A., Okubadejo, N., Ojini, F., Danesi, M. 2012. Influence of Age and Neurotoxic HAART Use on Frequency of HIV Sensory Neuropathy AIDS Research and Treatment. Palmisano, L and Vella, S. 2011. A brief history of antiretroviral therapy of HIV infection: success and challenges. Ann Ist Super Sanità Vol. 47, No. 1: 44-48 Pettersen, J.A, Jones, G, Worthington, C, Krentz, H.B, Keppler, O.T, Hoke, A. 2006. Sensory Neuropathy in human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome patients: protease inhibitor-mediated neurotoxicity. Ann Neurol 59:816–824. Reeve, A.K., Krishnan, K.J., Turnbull, D.M. 2008. Age Related Mitochondrial Degenerative Disorders in Humans. Biotechnol. J ; 3:750–756. Sacktor, N. 2002. The Epidemiology of Human Immunodeficiency Virus-associated Neurological Disease in The Era of highly Active Antiretroviral Therapy. J. Neurovirol ; 8:115–121. Schifitto, G., McDermott, M.P., McArthur, J.C., Marder, K., Sacktor, N., Epstein, L., Kieburtz, K. 2002. Incidence of and Risk Factors for HIV-associated Distal Sensory Polyneuropathy. Neurology ; 58 : 1764–1768. Skopelitis, E., Aroni, K., Kontos, A.N., Konstantinou, K., Kokotis, P., Karandreas, N., Kordossis, T. 2006. Distal Sensory Polyneuropathy in HIV-Positive in The HAART Era: an Entity Underestimated by Clinical Examination. Int J STD AIDS ; 17:467-472. Simpson, D.M. 2002. Selected Peripheral Neuropathies Associated with Human Immunodeficiency Virus Infection and Antiretroviral Therapy. Journal of NeuroVirology; 8 (suppl. 2): 33–41. Simpson, D.M, Haidich, A.B, Schifitto, G, Yiannoutsos, C.T, Geraci, A.P, McArthur, J.C, Katzenstein, D.A. 2002. Severity of HIV- associated neuropathy is associated with plasma HIV-1 RNA levels. AIDS 16: 407–412. Smyth, K., Affandi, J.S., McArthur, J.C., Bowtell-Harris, C., Mijch, A.M., Watson, K., Costello, K., Woolley, I.J., Price, P., Wesselingh, S.L., Cherry, C.L. 2007. Prevalence of
and Risk Factors for HIV-associated Neuropathy in Melbourne, Australia 1993–2006. HIV Med ; 8:367–373. Sugianto, P. 2013. Penyakit Neuropati Akibat Infeksi Virus HIV. Surhajanti, I., Basuki, , M., Islamiyah, W.R. editors. Clinical Practice in Neurology. FK Airlangga Vargas ME dan Barres BA, 2007. Why Is Wallerian Degeneration in the CNS So Slow? Annu. Rev. Neurosci 30:153–79 Walker UA, Setzer B, Venhoff N. 2002. Increased long-term mitochondrial toxicity in combinations of nucleoside analoguereverse-transcriptase inhibitors. J Acquir Immune Defic Syndr 16:2165-2173 Widyadharma, E., Yudiyanta., 2008. Uji Reliabilitas Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs (LANSS) Scale pada Penderita Diabetes Melitus tipe II. CPD Neurodiabetes. Yogyakarta. WHO, UNAIDS, Unicef. 2010. Towards Universal Access: Scaling up Priority HIV/AIDS Interventions in The Health Sector: Progress Report 2010. WHO, Geneva, p 145. van Griensven, J., Zachariaha, R., Rasschaerta, F., Mugabob, J., Attéa, E.F., Reida, T. 2009. Stavudine- and Nevirapine-Related Drug Toxicity While on Generic Fixed-Dose Antiretroviral Treatment: Incidence, Timing and Risk Factors in A Three-year Cohort in Kigali, Rwanda. Trans R Soc Trop Med Hyg . IN PRESS. Verma S, Estanilao L, Mintz L, Simpson D. 2004. Controlling neuropathic pain in HIV. Curr HIV/AIDS Rep, 1, 136-41.
Lampiran 1 PENJELASAN DAN FORM PERSETUJUAN PENELITIAN Judul :
Terapi ARV ≥ 12 bulan sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV/AIDS. Peneliti Utama : dr. IGN Putra Martin Widanta Latar Belakang Penelitian Neuropati perifer merupakan bentuk komplikasi neurologis tersering dari infeksi HIV-1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah lama penggunaan ARV sebagai faktor risiko nyeri neuropatik pada penderita HIV/AIDS dan apabila ditemukan adanya kelainan dapat dilakukan upaya-upaya preventif untuk mencegah perburukan status imunologis
penderita
HIV
dan
dapat
meningkatkan
kewaspadaan
anggota
tim
penanggulangan HIV terhadap risiko terjadinya nyeri neuropatik. Secara keseluruhan 66 pasien HIV yang kontrol ke poli VCT RSUP Sanglah akan berperan serta dalam penelitian ini termasuk bapak/ibu/saudara. Dengarkan secara seksama informasi ini sebelum bapak/ibu/saudara turut serta berpartisipasi dalam penelitian ini, jangan ragu-ragu untuk bertanya jika ada hal-hal yang belum dimengerti. Dalam penelitian ini, peneliti dan petugas yang terlatih secara professional akan mewawancarai dan memeriksa bapak/ibu/saudara secara klinis umum, klinis saraf dan pemeriksaan dengan mempergunakan skala nyeri LANSS untuk mengetahui adanya nyeri neuropatik. Selama penelitian ini bapak/ibu/saudara tidak dikenai biaya. Data-data dalam penelitian ini akan dikumpulkan dan disimpan dalam data komputer tanpa nama bapak/ibu/saudara, hanya peneliti yang mengetahui data-data bapak/ibu/saudara. Hasil penelitian akan dipublikasikan di forum ilmiah tanpa menampilkan identitas bapak/ibu/saudara. Sehubungan dengan penelitian ini, bila timbul pertanyaan mengenai penelitian ini diharapkan menghubungi: dr. IGN Putra Martin Widanta (08123603688)
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (Informed Consent) Terapi ARV ≥ 12 bulan Sebagai Faktor RisikoNyeri Neuropatik Pada Penderita HIV/AIDS.
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
:
Jenis Kelamin
: Laki-laki/Perempuan
Tanggal Lahir
:
Umur
:
Alamat
:
Bersedia dan mau berpartisipasi menjadi sampel penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti dari Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUP Sanglah/FK-UNUD dari awal hingga akhir penelitian dan akan dijalankan dengan sebaik-baiknya, tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Denpasar, .............. .....2013 Peneliti
(dr. IGN Putra Martin Widanta)
Subjek Penelitian
(
)
Lampiran 2 KUESIONER PENELITIAN
NO ID:
Pewawancara : Tanggal : Waktu
No
VARIABEL/KODE
1 2 3 4 5
Nomor penelitian Nama Alamat Nomor CM Pendidikan terakhir: Tidak sekolah SD SMP SMA Akademi/Diploma/Perguruan Tinggi Umur ......................... <40th ≥40th Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Status perkawinan Kawin Tidak kawin Pekerjaan Pegawai Negeri Swasta Wiraswasta Buruh/Tani Lain-lain Cara Penularan IDU Heteroseksual Homoseksual Biseksual Tatto Transfusi Pasangan heteroseksual Pasangan IDU Multiple risk Stadium Stadium 1 Stadium 2 Stadium 3 Stadium 4 Lama Menderita HIV ≤ 1 tahun > 1tahun
6
7 8 9
11
12
13 14 15
Lama terapi ARV < 12 bln ≥ 12 bln Jenis ARV
:
Kode Var.
JAWABAN
(1) (2) (3) (4) (5) (1) (2) (1) (2) (1) (2) (1) (2) (3) (4) (5) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (1) (2) (3) (4) (1) (2) (1) (2)
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
AZT/3TC/EFV D4t/3TC/EFV TDF/3TC/NVP Lain-lain ......... Pemeriksaan Laboratorium 15 Angka CD4..................... Pemeriksaan Neurologi 16 LANSS 17 Nyeri Neuropati
(1) (2) (3) (4) 100-200 sel/mm3 > 200 sel/mm3
<12 ≥12
(1) (2)
[
]
(1) (2)
[
]
Lampiran 3 Skala Nyeri LANSS (Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs) Nama:_______________________________________Tanggal_______________ Skala nyeri ini dapat membantu untuk menentukan saraf yang membawa rangsang nyeri anda bekerja normal atau tidak. Hal ini penting untuk menentukan apakah terapi yang berbeda diperlukan untuk mengatasi nyeri anda
A. KUESIONER NYERI
1.
Pikirkan bagaimana nyeri yang anda rasakan dalam 1 minggu terakhir
Nyatakan gambaran nyeri seperti apa yang paling cocok untuk nyeri anda
Apakah nyeri yang anda rasakan seperti suatu perasaan aneh, perasaan tidak menyenangkan pada kulit? Perkataan seperti tertusuk jarum atau pin, kesemutan (kebas) mungkin menggambarkan perasaan ini. a. Tidak – Nyeri yang saya rasakan tidak seperti itu........................(0) b. Ya – Saya agak sering merasakan sensasi seperti itu....................(5)
2.
Apakah nyeri anda menyebabkan kulit di daerah nyeri terlihat berbeda dari normal? Perkataan seperti kulit terlihat merah, atau merah jambu mungkin menggambarkan keadaannya. –
a. Tidak
Nyeri
saya
tidak
menyebabkan
perubahan
warna
di
kulit……………………………………………………………...(0) b. Ya – Saya menemukan bahwa nyeri saya menyebabkan kulit saya berbeda dari normal.......................................................... (5)
3.
Apakah nyeri anda menyebabkan kulit di daerah yang terkena secara abnormal sensitif terhadap rabaan? Merasakan sensasi tidak nyaman saat kulit diraba secara halus, atau merasakan nyeri saat memakai pakaian ketat mungkin dapat menggambarkan sensitifitas yang abnormal. a. Tidak – Nyeri saya tidak menyebabkan kulit di daerah tersebut sensitif abnormal……………………………………………….. (0) b. Ya
–
Kulit
di
daerah
itu
tampaknya
sensitif
abnormal
disentuh……………………………………………………........(3)
saat
4.
Apakah nyeri anda datang secara tiba-tiba/mendadak dan memuncak tanpa alasan yang jelas saat anda sedang diam? Perkataan seperti tersengat listrik menggambarkan sensasi ini. a. Tidak – Nyeri saya tidak terasa seperti ini...................................(0) b. Ya - Saya sering merasakan sensasi seperti ini...........................(2)
5.
Apakah nyeri anda terasa seperti seolah-olah suhu kulit di daerah nyeri berubah abnormal? Perkataan seperti rasa panas dan terbakar menggambarkan sensasi ini. a. Tidak – Saya tidak merasakan sensasi ini.................................... (0) b. Ya – Saya sering merasakan sensasi ini........................................(1)
B. PEMERIKSAAN SENSORIK
Sensitivitas kulit dapat diperiksa dengan membandingkan area nyeri dengan daerah kontralateralnya atau daerah di dekatnya yang tidak terasa nyeri untuk adanya alodinia dan perubahan ambang rangsang tusukan.
1.
ALODINIA Periksa respon terhadap sentuhan halus dengan menggunakan kapas sepanjang area tidak nyeri lalu di area nyeri. Jika pada area tidak nyeri terasa sensasi normal, tetapi nyeri atau perasaan tidak nyaman di area nyeri, maka alodinia ada. a. Tidak – sensasi pada kedua area normal...................................(0) b. Ya – alodinia hanya pada daerah nyeri........................................(5)
2.
PERUBAHAN AMBANG RANGSANG TUSUKAN Tentukan ambang rangsang tusukan dengan menggunakan jarum suntik no 23 yang terpasang pada syringe 2 ml yang ditempatkan secara lembut di kulit pada area tidak nyeri dan area nyeri. Jika terasa tajam pada area tidak nyeri, tetapi sensasi berbeda di area nyeri, misalnya sensasi tumpul (peningkatan ambang rangsang tusukan) atau sensasi sangat nyeri (penurunan ambang rangsang tusukan, maka terjadi perubahan ambang rangsang tusukan.
Jika tidak terasa sensasi tajam pada kedua area, ulangi pemeriksaan dengan menambah tambah jarum sedikit tekanan pada jarum. a. Tidak – Sensasi di kedua area sama........................................(0) b. Ya
–
terjadi
perubahan
ambang
rangsang
tusukan
di
area
nyeri...............................................................................(3)
Skor Total: Jumlahkan keseluruhan skor pada kuesioner nyeri dan pemeriksaan sensorik untuk mendapatkan total skor Skor Total (maksimum 24) Jika skor <12, mekanisme neuropatik tampaknya tidak berperan pada nyeri yang dirasakan pasien Jika skor ≥ 12, mekanisme neuropatik tampaknya berperan pada nyeri pasien.
yang dirasakan
Lampiran 4 Surat Keliakan Etik
Lampiran 5 Surat Ijin RSUP Sanglah
Lampiran 6 Data Subyek penelitian No
nama
JK
umur
suku
pendidikan
pekerjaan
Status
cara penularan
dx HIV
1
NS
P
28
Bali
SD
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
2010
2
NPS
P
21
Bali
SMA
Swasta
kawin
pasangan hetero
Sep-12
3
IWPA
L
33
Bali
SMA
Swasta
kawin
Heteroseksual
2009
4
EDH
P
34
Jawa
SD
Swasta
kawin
pasangan hetero
Nov-11
5
IKAA
L
26
Bali
SMA
Swasta
Tdk kawin
IDU
2009
6
AAND
L
50
Bali
SMP
wiraswasta
kawin
Heteroseksual
Juli 2011
7
AARA
p
50
Bali
SD
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
okt 2011
8
IGPA
L
30
Bali
SD
wiraswasta
kawin
Heteroseksual
Mei 2012
9
IGPS
L
49
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
Heteroseksual
Nov-11
10
IBB
L
26
Jawa
SMA
wiraswasta
Tdk kawin
Heteroseksual
Mar-12
11
NKR
P
34
Bali
SMP
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
Mei 2011
12
NME
P
44
Bali
SMA
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
th2009
13
SNA
L
42
Bali
SMA
Buruh
Tdk kawin
Heteroseksual
2009
14
NA
P
33
Bali
SMA
Swasta
kawin
pasangan hetero
2011
15
IBKDM
L
28
Bali
PT
PNS
kawin
Heteroseksual
Juni 2012
16
IWS
L
45
Bali
SMA
Swasta
kawin
Heteroseksual
2009
17
JKD
p
36
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
agst 2011
18
AAR
P
50
Bali
SD
Buruh
kawin
pasangan hetero
2009
19
DR
L
31
Jawa
SMA
Swasta
Tdk kawin
Homoseksual
mar 2012
20
NKS
P
37
Bali
SD
Buruh
kawin
pasangan hetero
2011
21
MS
P
39
Bali
SD
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
2009
22
IKS
L
42
Bali
SD
Lain-lain
kawin
Heteroseksual
Mei 2012
23
KS
L
36
Bali
SMA
Buruh
Tdk kawin
Heteroseksual
2010
24
IKAS
L
27
Bali
SMA
wiraswasta
Tdk kawin
Heteroseksual
Juni 2012
25
NWAM
P
35
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
Okt 2013
26
INW
L
48
Bali
SMP
Swasta
kawin
Heteroseksual
okt 2013
27
JKP
P
35
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
Des-2012
28
IGS
L
22
Bali
SMA
Swasta
Tdk kawin
Heteroseksual
Juli 2013
29
NLPA
P
35
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
Feb-13
30
TF
P
27
Jawa
Diploma
wiraswasta
Tdk kawin
Heteroseksual
Feb-13
31
NKM
P
50
Bali
SD
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
Juni 2013
32
PA
L
34
Bali
SMA
Swasta
kawin
Heteroseksual
Agst 2013
33
KEN
P
33
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
Agst 2013
34
AR
P
30
Bali
Diploma
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
Okt 2012
35
IMAB
L
40
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
Heteroseksual
Apr-12
36
NPT
P
23
Bali
SD
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
Mei 2012
37
INB
L
26
Bali
SMA
Swasta
kawin
Heteroseksual
Sep-12
38
WS
L
37
Bali
SMP
Buruh
kawin
IDU
des 2012
39
LPS
P
28
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
Juni 2012
40
IAIA
p
40
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
okt 2012
41
YU
P
34
Jawa
Diploma
Swasta
kawin
pasangan hetero
Nov-12
42
IBGU
L
50
Bali
SMA
wiraswasta
kawin
Heteroseksual
Nov-12
43
IWS
L
43
Bali
SMA
Swasta
kawin
Heteroseksual
des 2011
44
NPT
P
23
Bali
SD
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
Mei 2012
45
IKS
L
36
Bali
SMP
Lain-lain
kawin
Heteroseksual
Nov-12
46
NWDP
p
28
Bali
SMP
Swasta
kawin
pasangan hetero
Jun-13
47
Sf
L
34
Jawa
SD
Lain-lain
kawin
Heteroseksual
Agst 2013
48
Ev
P
30
Jawa
SMP
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
Juli 2013
49
FR
L
25
Jawa
SMA
Swasta
Tdk kawin
Heteroseksual
Sep-13
50
AMK
L
50
Bali
PT
PNS
kawin
Heteroseksual
Jan-13
51
NKYP
P
42
Bali
SMA
Swasta
kawin
pasangan hetero
Juli 2013
52
MJ
L
35
Jawa
SMA
wiraswasta
Tdk kawin
Heteroseksual
okt 2013
53
PY
L
42
Jawa
SMA
wiraswasta
Tdk kawin
Heteroseksual
Juni 2013
54
MDU
P
27
Jawa
SMA
Swasta
kawin
pasangan hetero
Agst 2013
55
IWB
L
32
Bali
SMA
Swasta
kawin
Heteroseksual
Juni 2013
56
KD
L
37
Bali
SMP
Swasta
Tdk kawin
Heteroseksual
Okt 2013
57
AS
P
40
Bali
SMA
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
Juli 2013
58
IWEM
L
40
Bali
SMA
Swasta
kawin
Heteroseksual
juli 2013
59
NKH
p
18
Bali
SMP
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
Mar 2013
60
IS
L
35
Jawa
SMA
Swasta
kawin
Heteroseksual
Mei 2013
61
PR
P
48
Bali
SD
wiraswasta
kawin
pasangan hetero
Sep-13
62
APMR
P
22
Bali
SMA
Lain-lain
kawin
pasangan hetero
Sep-13
63
WW
P
40
Bali
SMP
Swasta
kawin
pasangan hetero
Jan-13
64
IT
P
25
Jawa
SMA
Swasta
kawin
multiple risk
Sep-13
65
AR
L
30
Jawa
SD
Buruh
kawin
Heteroseksual
Juli 2013
66
NMLW
P
26
Bali
SMA
Swasta
kawin
pasangan hetero
Apr-13
No
nama
lama
Stadium
ARV
ARV
Lama
CD4 nadir
LANSS
neuropati
n. perifer
1
NS
>1 th
1
ya
AZT/3TC/NVP
36
114
14
ya
Tdk
2
NPS
>1 th
4
ya
AZT/3TC/EFV
15
167
13
ya
Tdk
3
IWPA
> 1 th
4
ya
AZT/3TC/NVP
48
128
13
ya
Tdk
4
EDH
>1th
4
ya
D4t/3TC/EFV
25
240
13
ya
Tdk
5
IKAA
>1th
4
ya
D4t/3TC/EFV
36
112
12
ya
Tdk
6
AAND
>1th
4
ya
AZT/3TC/NVP
30
112
13
ya
Tdk
7
AARA
>1th
4
ya
AZT/3TC/NVP
26
176
18
ya
Tdk
8
IGPA
<1th
4
ya
AZT/3TC/NVP
19
115
14
ya
Tdk
9
IGPS
<1th
2
ya
AZT/3TC/NVP
24
108
13
ya
Tdk
10
IBB
<1th
4
ya
AZT/3TC/NVP
21
209
12
ya
Tdk
11
NKR
>1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
30
121
12
ya
Tdk
12
NME
>1th
4
ya
D4t/3TC/EFV
48
144
13
ya
Tdk
13
SNA
>1th
4
ya
D4t/3TC/EFV
48
110
13
ya
Tdk
14
NA
>1th
4
ya
D4t/3TC/EFV
24
173
14
ya
Tdk
15
IBKDM
>1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
18
119
13
ya
tdk
16
IWS
>1th
4
ya
D4t/3TC/EFV
48
113
18
ya
tdk
17
JKD
>1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
30
191
13
ya
tdk
18
AAR
>1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
48
160
13
ya
tdk
19
DR
>1th
1
ya
AZT/3TC/EFV
21
206
13
ya
tdk
20
NKS
>1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
24
164
13
ya
tdk
21
MS
>1th
4
ya
D4t/3TC/EFV
48
202
14
ya
tdk
22
IKS
>1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
19
132
14
ya
tdk
23
KS
>1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
36
114
13
ya
tdk
24
IKAS
>1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
18
143
14
ya
tdk
25
NWAM
<1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
3
135
13
ya
tdk
26
INW
<1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
3
146
13
ya
tdk
27
JKP
>1th
4
ya
AZT/3TC/NVP
12
169
18
ya
tdk
28
IGS
<1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
5
138
14
ya
tdk
29
NLPA
<1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
10
391
13
ya
tdk
30
TF
<1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
10
199
14
ya
tdk
31
NKM
<1th
2
ya
AZT/3TC/EFV
6
116
14
ya
tdk
32
PA
<1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
4
107
13
ya
tdk
33
KEN
<1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
4
121
14
ya
tdk
34
AR
>1th
1
ya
AZT/3TC/NVP
14
202
0
tdk
tdk
35
IMAB
<1 th
1
ya
AZT/3TC/NVP
20
271
0
tdk
tdk
36
NPT
<1th
2
ya
AZT/3TC/NVP
19
267
0
tdk
tdk
37
INB
<1th
2
ya
AZT/3TC/NVP
15
248
0
tdk
tdk
38
WS
<1th
1
ya
AZT/3TC/EFV
12
163
0
tdk
tdk
39
LPS
>1th
1
ya
AZT/3TC/EFV
18
350
0
tdk
tdk
40
IAIA
>1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
14
287
0
tdk
tdk
41
YU
>1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
13
151
0
tdk
tdk
42
IBGU
>1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
13
212
5
tdk
ya
43
IWS
>1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
24
256
3
tdk
ya
44
NPT
>1th
2
ya
AZT/3TC/NVP
19
267
0
tdk
tdk
45
IKS
>1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
13
117
0
tdk
tdk
46
NWDP
<1th
1
ya
AZT/3TC/EFV
6
266
0
tdk
tdk
47
SF
<1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
4
150
0
tdk
tdk
48
EV
<1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
5
146
5
tdk
ya
49
FR
< 1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
3
199
0
tdk
tdk
50
AMK
<1th
1
ya
AZT/3TC/EFV
11
236
5
tdk
ya
51
NKYP
<1th
1
ya
AZT/3TC/EFV
7
339
0
tdk
tdk
52
MJ
<1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
2
275
0
tdk
tdk
53
PY
<1th
2
ya
AZT/3TC/EFV
6
179
0
tdk
tdk
54
MDU
<1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
4
225
0
tdk
tdk
55
IWB
<1th
1
ya
AZT/3TC/EFV
6
175
0
tdk
tdk
56
KD
<1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
2
142
0
tdk
tdk
57
AS
<1th
1
ya
AZT/3TC/EFV
5
130
0
tdk
tdk
58
IWEM
<1th
1
ya
AZT/3TC/EFV
5
294
5
tdk
ya
59
NKH
<1th
1
ya
AZT/3TC/EFV
9
293
0
tdk
tdk
60
IS
<1th
2
ya
AZT/3TC/EFV
7
273
0
tdk
tdk
61
PR
<1th
4
ya
AZT/3TC/EFV
3
167
0
tdk
tdk
62
APMR
<1th
1
ya
AZT/3TC/EFV
3
417
0
tdk
tdk
63
WW
<1th
1
ya
AZT/3TC/EFV
11
291
0
tdk
tdk
64
IT
<1th
1
ya
AZT/3TC/EFV
3
274
0
tdk
tdk
65
AR
<1th
1
ya
AZT/3TC/EFV
5
233
0
tdk
tdk
66
NMLW
<1th
1
ya
AZT/3TC/EFV
8
251
0
tdk
tdk
Lampiran 7 Hasil Analisa SPSS 16 7.1 Statistik data kasus dan kontrol Statistik Kasus Jenis kelamin subyek
umur N
Valid
Status pendidikan
Jenis pekerjaan subyek
33
33
33
33
0
0
0
0
Mean
36.06
1.52
3.42
3.06
Median
35.00
2.00
4.00
3.00
Std. Deviation
8.547
.508
.969
1.088
Minimum
21
1
2
1
Maximum
50
2
5
5
Missing
Statistik Kasus Cara penularan Lama menderita HIV HIV N
Valid
Stadium HIV WHO
Status Pernikahan
33
33
33
33
0
0
0
0
Mean
4.42
1.18
1.30
1.12
Median
3.00
1.00
1.00
1.00
2.550
.392
.847
.331
Minimum
1
1
1
1
Maximum
7
2
4
1
Missing
Std. Deviation
Statistik kasus Lama Terapi ARV N
Valid
Angka CD 4 Nadir
Skala nyeri LANSS
33
33
33
0
0
0
Mean
24.15
154.39
13.67
Median
24.00
138.00
13.00
14.921
55.751
1.514
Minimum
3
107
12
Maximum
48
391
18
Missing
Std. Deviation
Statistik Kontrol Jenis kelamin subyek
umur N
Valid Missing
33
Status pendidikan
33
Jenis pekerjaan subyek 33
33
0
0
0
0
Mean
33.82
1.52
3.64
3.09
Median
34.00
2.00
4.00
3.00
Std. Deviation
8.338
.508
.859
1.355
Minimum
18
1
2
1
Maximum
50
2
5
5
Statistik Kontrol Cara penularan Lama menderita HIV HIV N
Valid
Stadium HIV WHO
Status nikah
33
33
33
33
0
0
0
0
Mean
4.61
1.67
2.76
1.12
Median
7.00
2.00
3.00
1.00
Missing
Std. Deviation
2.657
.479
1.393
.331
Minimum
1
1
1
1
Maximum
9
2
4
2
Statistik Kontrol Lama Terapi ARV N
Valid
Angka CD 4 Nadir
Skala nyeri LANSS
33
33
33
0
0
0
Mean
9.36
234.73
.70
Median
7.00
248.00
.00
Missing
Std. Deviation
6.035
69.585
1.704
Minimum
2
117
0
Maximum
24
417
5
Frekwensi Kelompok Kasus dan Kontrol 7.2 Umur Umur kelompok kasus Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
21
1
3.0
3.0
3.0
22
1
3.0
3.0
6.1
26
2
6.1
6.1
12.1
27
2
6.1
6.1
18.2
28
2
6.1
6.1
24.2
30
1
3.0
3.0
27.3
31
1
3.0
3.0
30.3
33
3
9.1
9.1
39.4
34
3
9.1
9.1
48.5
35
3
9.1
9.1
57.6
36
2
6.1
6.1
63.6
37
1
3.0
3.0
66.7
39
1
3.0
3.0
69.7
42
2
6.1
6.1
75.8
44
1
3.0
3.0
78.8
45
1
3.0
3.0
81.8
48
1
3.0
3.0
84.8
49
1
3.0
3.0
87.9
50
4
12.1
12.1
100.0
33
100.0
100.0
Frequency
Percent
Valid Percent
Total Umur kelompok kasus
Valid
Cumulative Percent
<30th
9
27.3
27.3
27.3
=>30th
24
72.7
72.7
100.0
Total
33
100.0
100.0
Umur kelompok Kontrol Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
18
1
3.0
3.0
3.0
22
1
3.0
3.0
6.1
23
2
6.1
6.1
12.1
25
2
6.1
6.1
18.2
26
2
6.1
6.1
24.2
27
1
3.0
3.0
27.3
28
2
6.1
6.1
33.3
30
3
9.1
9.1
42.4
32
1
3.0
3.0
45.5
34
2
6.1
6.1
51.5
35
2
6.1
6.1
57.6
36
1
3.0
3.0
60.6
37
2
6.1
6.1
66.7
40
5
15.2
15.2
81.8
42
2
6.1
6.1
87.9
43
1
3.0
3.0
90.9
48
1
3.0
3.0
93.9
50
2
6.1
6.1
100.0
33
100.0
100.0
Frequency
Percent
Valid Percent
Total
Umur kelompok kontrol
Valid
Cumulative Percent
<30th
11
33.3
33.3
33.3
=>30th
22
66.7
66.7
100.0
Total
33
100.0
100.0
7.3 Jenis Kelamin Kasus Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Laki-laki
16
48.5
48.5
48.5
Perempuan
17
51.5
51.5
100.0
Total
33
100.0
100.0
Kontrol Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Laki-laki
16
48.5
48.5
48.5
Perempuan
17
51.5
51.5
100.0
Total
33
100.0
100.0
7.4 Status Pernikahan Kasus Frequency Valid
nikah tidak menikah
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
25
75.8
75.8
75.8
8
24.2
24.2
100.0
Kasus Frequency Valid
nikah
Cumulative Percent
Valid Percent
25
75.8
75.8
75.8
8
24.2
24.2
100.0
33
100.0
100.0
tidak menikah Total
Percent
Kontrol Frequency Valid
nikah tidak menikah Total
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
29
87.9
87.9
87.9
4
12.1
12.1
100.0
33
100.0
100.0
7.5 Status Pendidikan Kasus Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
SD
9
27.3
27.3
27.3
SMP
3
9.1
9.1
36.4
SMA
19
57.6
57.6
93.9
2
6.1
6.1
100.0
33
100.0
100.0
Akademi/Diploma/PT Total Kontrol Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
SD
5
15.2
15.2
15.2
SMP
5
15.2
15.2
30.3
SMA
20
60.6
60.6
90.9
3
9.1
9.1
100.0
33
100.0
100.0
Akademi/Diploma/PT Total 7.6 Jenis Pekerjaan Kasus Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Pegawai Negeri
1
3.0
3.0
3.0
Pegawai Swasta
10
30.3
30.3
33.3
Wiraswasta
13
39.4
39.4
72.7
Buruh/Tani
4
12.1
12.1
84.8
Lain-lain
5
15.2
15.2
100.0
33
100.0
100.0
Total
Kontrol Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Pegawai Negeri
2
6.1
6.1
6.1
Pegawai Swasta
13
39.4
39.4
45.5
Wiraswasta
7
21.2
21.2
66.7
Buruh/Tani
2
6.1
6.1
72.7
Lain-lain
9
27.3
27.3
100.0
33
100.0
100.0
Total 7.7 Cara Penularan Kasus
Frequency Valid
IDU
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
3.0
3.0
3.0
Heteroseksual
15
45.5
45.5
48.5
Homoseksual
1
3.0
3.0
51.5
Pasangan heteroseksual
16
48.5
48.5
100.0
Total
33
100.0
100.0
Cara penularan HIV Kontrol Frequency Valid
IDU
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
3.0
3.0
3.0
Heteroseksual
15
45.5
45.5
48.5
Pasangan heteroseksual
16
48.5
48.5
97.0
1
3.0
3.0
100.0
33
100.0
100.0
Valid Percent
Cumulative Percent
Multiple risk Total
7.8 Stadium HIV WHO Kasus Frequency Valid
Percent
Stadium 4
29
87.9
87.9
87.9
Stadium 2
2
6.1
6.1
93.9
Stadium 1
2
6.1
6.1
100.0
33
100.0
100.0
Total Kasus
Frequency Valid
stadium tinggi stadium rendah Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
29
87.9
87.9
87.9
4
12.1
12.1
100.0
33
100.0
100.0
Kontrol Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Stadium 4
12
36.4
36.4
36.4
Stadium 2
5
15.2
15.2
51.5
Stadium 1
16
48.5
48.5
100.0
Total
33
100.0
100.0
Kontrol Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
stadium tinggi
12
36.4
36.4
36.4
stadium rendah
21
63.6
63.6
100.0
Total
33
100.0
100.0
7.9 Lama Menderita Kasus Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
> 1 tahun
27
81.8
81.8
81.8
< 1 tahun
6
18.2
18.2
100.0
33
100.0
100.0
Total Kontrol
Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
> 1 tahun
11
33.3
33.3
33.3
< 1 tahun
22
66.7
66.7
100.0
Total
33
100.0
100.0
7.10 Lama Terapi ARV Kasus Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
3
2
6.1
6.1
6.1
4
2
6.1
6.1
12.1
5
1
3.0
3.0
15.2
6
1
3.0
3.0
18.2
10
2
6.1
6.1
24.2
12
1
3.0
3.0
27.3
15
1
3.0
3.0
30.3
18
2
6.1
6.1
36.4
19
2
6.1
6.1
42.4
21
2
6.1
6.1
48.5
24
3
9.1
9.1
57.6
25
1
3.0
3.0
60.6
26
1
3.0
3.0
63.6
30
3
9.1
9.1
72.7
36
3
9.1
9.1
81.8
48
6
18.2
18.2
100.0
33
100.0
100.0
Total
Kasus Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
=>12 bulan
27
81.8
81.8
81.8
< 12 bulan
6
18.2
18.2
100.0
33
100.0
100.0
Total Lama Terapi HIV Kontrol Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2
2
6.1
6.1
6.1
3
4
12.1
12.1
18.2
4
2
6.1
6.1
24.2
5
4
12.1
12.1
36.4
6
3
9.1
9.1
45.5
7
2
6.1
6.1
51.5
8
1
3.0
3.0
54.5
9
1
3.0
3.0
57.6
11
2
6.1
6.1
63.6
12
1
3.0
3.0
66.7
13
3
9.1
9.1
75.8
14
2
6.1
6.1
81.8
15
1
3.0
3.0
84.8
18
1
3.0
3.0
87.9
19
2
6.1
6.1
93.9
20
1
3.0
3.0
97.0
24
1
3.0
3.0
100.0
33
100.0
100.0
Total
Lama Terapi HIV Kontrol Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
=>12 bulan
11
33.3
33.3
33.3
< 12 bulan
22
66.7
66.7
100.0
Total
33
100.0
100.0
7.11 Angka CD4 nadir Angka CD 4 Nadir Kasus Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
=<200
28
84.8
84.8
84.8
>200
5
15.2
15.2
100.0
Total
33
100.0
100.0
Angka CD 4 Nadir Kontrol Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
=<200
11
33.3
33.3
33.3
>200
22
66.7
66.7
100.0
Total
33
100.0
100.0
CD4 Nadir Kasus Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
107
1
3.0
3.0
3.0
108
1
3.0
3.0
6.1
110
1
3.0
3.0
9.1
112
2
6.1
6.1
15.2
113
1
3.0
3.0
18.2
114
2
6.1
6.1
24.2
115
1
3.0
3.0
27.3
116
1
3.0
3.0
30.3
119
1
3.0
3.0
33.3
121
2
6.1
6.1
39.4
128
1
3.0
3.0
42.4
132
1
3.0
3.0
45.5
135
1
3.0
3.0
48.5
138
1
3.0
3.0
51.5
143
1
3.0
3.0
54.5
144
1
3.0
3.0
57.6
146
1
3.0
3.0
60.6
160
1
3.0
3.0
63.6
164
1
3.0
3.0
66.7
167
1
3.0
3.0
69.7
169
1
3.0
3.0
72.7
173
1
3.0
3.0
75.8
176
1
3.0
3.0
78.8
191
1
3.0
3.0
81.8
199
1
3.0
3.0
84.8
202
1
3.0
3.0
87.9
206
1
3.0
3.0
90.9
209
1
3.0
3.0
93.9
240
1
3.0
3.0
97.0
391
1
3.0
3.0
100.0
Total
33
100.0
100.0
Angka CD 4 Nadir Kontrol Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
117
1
3.0
3.0
3.0
130
1
3.0
3.0
6.1
142
1
3.0
3.0
9.1
146
1
3.0
3.0
12.1
150
1
3.0
3.0
15.2
151
1
3.0
3.0
18.2
163
1
3.0
3.0
21.2
167
1
3.0
3.0
24.2
175
1
3.0
3.0
27.3
179
1
3.0
3.0
30.3
199
1
3.0
3.0
33.3
202
1
3.0
3.0
36.4
212
1
3.0
3.0
39.4
225
1
3.0
3.0
42.4
233
1
3.0
3.0
45.5
236
1
3.0
3.0
48.5
248
1
3.0
3.0
51.5
251
1
3.0
3.0
54.5
256
1
3.0
3.0
57.6
266
1
3.0
3.0
60.6
267
2
6.1
6.1
66.7
271
1
3.0
3.0
69.7
273
1
3.0
3.0
72.7
274
1
3.0
3.0
75.8
275
1
3.0
3.0
78.8
287
1
3.0
3.0
81.8
291
1
3.0
3.0
84.8
293
1
3.0
3.0
87.9
294
1
3.0
3.0
90.9
339
1
3.0
3.0
93.9
350
1
3.0
3.0
97.0
417
1
3.0
3.0
100.0
Total
33
100.0
100.0
7.12 Test Normalitas Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
*
.963
66
.048
umur
.082
66
.200
Lama pengobatan HIV
.138
66
.003
.863
66
.000
Angka CD 4 Nadir
.129
66
.009
.910
66
.000
Skala nyeri LANSS
.281
66
.000
.759
66
.000
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. 7.13 Analisis Bivariat Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
11.978a
1
.001
10.328
1
.001
12.385
1
.000
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
Exact Sig. (2sided)
.001 11.796
1
.001
66
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.00. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.001
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Lama pengobatan HIV (=>12 bulan / < 12 bulan)
6.250
2.131
18.330
For cohort Nyeri Neuropatik = ya
2.604
1.385
4.898
.417
.243
.713
For cohort Nyeri Neuropatik = tidak N of Valid Cases
66
Lama Terapi ARV * Nyeri Neuropatik Crosstabulation Nyeri Neuropatik ya Lama Terapi ARV
=>12 bulan
< 12 bulan
Total
Count
tidak
Total
25
11
36
% within Lama Terapi ARV
69.4%
30.6%
100.0%
% within Nyeri Neuropatik
75.8%
33.3%
54.5%
8
22
30
% within Lama Terapi ARV
26.7%
73.3%
100.0%
% within Nyeri Neuropatik
24.2%
66.7%
45.5%
33
33
66
% within Lama Terapi ARV
50.0%
50.0%
100.0%
% within Nyeri Neuropatik
100.0%
100.0%
100.0%
Count
Count