STRATEGI PENGELOLAAN TAMAN NASlONAL KERJNCI SEBlAT
DALAM RANGKA MENGURANGI LAJU KERUSAKAN HUTAN, SUATU PENDEKATAN ANAUSIS SWOT DAN AHP
Disusun untuk memenuhi sebagian persyara tan d a!arr; menyelesaikan studi- pada Magister Perencanaan d e n Kebija~ n Putm" Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
TESIS Oleh: Donal Hutasoit Npm: 6603220198
MAGISTER PERENCANAAN DAN KEB1JAKAN PUBI.,IK FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA
2005
STRATEGI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT DALAM RANGKA MENGURANGI LAJU KERUSAKAN HUTAN, SUATU PENDEKATAN ANAUSIS SWOT DAN AHP
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
TESIS Oleh:
Donal Hutasoit Npm: 6603220198
MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA
2005
Carilali (})afiu(u 1(J!rajaan }lffali dan Segafa 1(J!6e1Ulran!Nya, (]Jan Segafanya jl~n (])itam6ali~n!Nja rpatfamu (Amsal Sulaiman)
9denoenano )f{marlium )fyaliantfa (]J. 1futasoit, }f{marliumali I6utufa !M. mr. 1fom6ino Kupersembahkan Untuk : Istri Tercinta, Taruli Fransisca Oktavia Br. Naibaho Ananda Tercinta, Andreas Saut Halomoan Hutasoit Edward Daniel Hasudungan Hutasoit Mikael Paris Pandapotan Hutasoit Yang Terhormat, Keluarga Mertua, J. Naibaho/ S. Br. Sibarani (+) I Br. Sibuea
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Nama
: Donal Hutasoit
Tempatjtanggal Lahir : Padangsidempuan, 29 September 1966 NPM
: 6603220198
Judul Tesis
: Strategi Pengelolaan Taman Nasional Kerinci Seblat Dalam Rangka Mengurangi Laju Kerusakan Hutan, Suatu Pendekatan Analisis SWOT dan AHP
Menyetujui : Dosen pembimbing,
r~~ Dr. Widyono Soetjipto
Mengetahui, MAGISTER PERENcANAAN DAN KEBIJAKAN PUBUK PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA
Ketua,
Dr. Raksaka Mahi Nip. 131.923.199
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang hanya karena rahmat dan karunia-Nya penulisan tesis yang berjudul "Strategi Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional Kerinci Seblat Dalam Rangka Pengurangan Laju Kerusakan Hutan, Suatu Pendekatan SWOT dan AHP" dapat kami selesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang sangat mendukung kelancaran studi kami selama mengikuti tugas belajar di Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yaitu :
1. Bapak Dr. Robert Simanjuntak dan Dr. Raksaka Mahi selaku Ketua Program MPKP yang lama dan yang baru. 2. Ibu Dr. Ine Minara S. Ruky selaku sekretaris program yang lama dan sekaligus ketua sidang penguji tesis dan komprehensif. 3. Bapak Dr. Widyono Soetjipto, selaku dosen pembimbing penyusunan tesis, dosen pengajar, serta dosen penguji tesis dan komprehensif. 4. Bapak Dr. Nuzul Achjar selaku dosen penguji tesis dan komprehensif sekaligus dosen senior kami. 5. Ibu Hera Susanti, SE, MSc., selaku sekretaris program yang baru dan sebagai dosen. 6. Dosen-dosen kami, mulai saat matrikulasi sampai semester IV, yang sangat menguasai ilmu di bidangnya masing-masing. 7. Staf Program MPKP, yang kami rasakan pelayanannya dengan baik. 8. Pimpinan Pusbindiklatren Bappenas dan jajarannya yang memberi beasiswa kepada kami dalam melakukan studi. 9. Bapak Ir. Wahyudi, MSc. (Sekjen Dep. Kehutanan) yang memberikan kami izin belajar, Ibu Ir. Ustya Kusumawarhani, MSc. (Kepala Pusat Statistik dan Inventarisasi, Baplan) selaku pimpinan kami di Balai TNKS
sewaktu
kami
berangkat
mengikuti
karya
siswa,
yang
memberikan dukungan kepada kami untuk melanjutkan studi dan terus membantu kami selama dalam studi. 10. Bapak Dr. Tachrir Fathoni (Setdijen PHKA), Bapak Ir. Adi Susmianto, MSc. (Dir. Konservasi Kawasan), Bapak Wandojo Siswanto (Sekretaris Baplan), Bapak Drs. Widodo S. Ramono (Dir. ragaman Hayati), Bapak Ir. Soewartono,
iv
Konservasi Keaneka-
MM. (Ka. BTNKS), Bapak
Dr. Joko Prihatno, Bapak Ir. Wawan Ridwan, Bapak Ir. Kumia Rauf, Ibu Ir. Puspa Dewi Uman, MSc., Bapak Ir. Gatot Moeryanto, MM. (Kepala Dinas Propinsi Jambi), Bapak Unu Nitibaskara, Bapak Agus Priambudi, MSc. (Kepala BKSDA Bengkulu), Bapak Ir. Takat Himawan (Ka. Dinhut Kab. Merangin), Bapak Ir. Heru Prasetyanto, Bapak Ir. Kholid Indarto atas masukan terhadap penulisan tesis serta berkenan menjadi responden dengan pengorbankan waktunya yang sangat berharga. 11. Bapak. Drs. H. Nurkamal, HS. (Kepala Bapeda Kab. Kerinci),
Ibu
Yuhanis, SH. (Kepala Pengadilan Negeri Kab. Kerinci), Bapak Ilman A. Rachman (Kepala Kejaksaan Negeri Kab Kerinci), Bpk Frans Diore, SIP, MSi. (Kabid PDB Bappeda Rejang Lebong), Ir. M. Arief RH, MUM. (Kabid Fisik dan Prasarana Bappeda Kab. Merangin}, Ibu Debbie Martyr (Manajer FFI-TNKS), Bapak Rudi Syaf (Direktur Eksekutif LSM Warsi), Bapak Sukianto Lusli (Direktur Eksekutif Birdlife Indonesia), Bapak Subur Budiman Amd. (Direktur Eksekutif LSM Janki), Bapak Yoan Dinata (Team Leader Project Penelitian Monitoring Harimau Sumatera FFI-TNKS),
atas perkenannya menjadi responden dengan
mengorbankan waktunya yang sangat berharga. 12. Bapak-lbu pegawai lingkup Ditjen PHKA dan Balai TNKS atas bantuannya baik langsung maupun tak langsung. 13. Ternan-ternan sesama mahasiswa MPKP angkatan XII pagi Bety, Endang, Marsaulina Pasaribu, Ema Pasaribu, Fifi (catatannya sering kami pinjam), Loli, Emi, Lely, Mila, Indri, Safrul (ternan kost selama setahun), Seno Pramudita, Jery, Alim Bahri, Dewi, Joko, Haviz, Samsir, Hepi, Danang, Wawan, Ulis, Yusuf, Ian, Aji, Agus, Petrus, Nunil, Fauzi, Kuspradoto, Imelda, Inge, Nia, Deni, Miske, Chandra sintang, Chandra Silitonga,
Ali, Aznom, Aziz, Agung dan ternan
lainnya, atas persahabatan yang baik dan tulus. 14. Keluarga abang Ir. Hasiholan Hutasoit (Kakak Ipar 0. Br. Siahaan, keponakan Gaby dan Johana Br. Hutasoit), adik Ferdinand Hutasoit, ST. dan Guntar Hutasoit, Ibu P. Br. Haloho, Uda J. Hutasoit/Br Nababan, Kel. B. Simanjuntak( +)/S. Br Hutasoit, Kel. M. Lumbantoruan/T. Br. Hutasoit, Kel. Mida, Kel. Donda, Charles, Rumata, Lamria,
v
Asri, Rudi, Rina, Sanggul, Frans dan semua Keluarga Besar yang banyak memberikan semangat dan doa. 15. Ipar Andi Naibaho, Keluarga Pariban J. Purba, Keluarga Pariban T. Lase, Santa dan Keluarga, Reny atas dukungannya di berbagai hal. 16. Semua ternan, sahabat, handai tolan yang tidak dapat kami sebut satu persatu. Seperti kata pepatah tak ada gading yang tak retak, maka tulisan ini juga tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Namun hal itu merupakan proses belajar bagi kami agar dapat berbuat yang lebih baik di kemudian hari, semoga. Akhir kata kiranya tulisan ini dapat membawa manfaat sebagaimana mestinya.
Jakarta,
Juli 2005
Penulis
vi
UNIVERSITAS INDONESIA MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBDAKAN PUBUK PROGRAM PASCA SARJANA FE - UNIVERSITAS INDONESIA ABSTRAKSI Donal Hutasoit : Strategi Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional Kerinci Seblat Dalam Rangka Mengurangi Laju Kerusakan Hutan, Suatu Pendekatan SWOT dan AHP Pembangunan di Indonesia selama dasawarsa 60-an sampai 90-an merupakan babak penting dalam sejarah pengelolaan sumberdaya alam, karena sumberdaya alam dijadikan lokomotif penghela pembangunan dengan komoditi primadona yaitu minyak dan gas, hasil hutan (terutama kayu), serta hasil tambang. Menurut laporan misi teknis International Tropical Timber Organization (ITTO) tahun 2001, disebutkan bahwa pada tahun 1967, produksi log dilaporkan sekitar 3.3 juta m 3 , telah meningkat pesat menjadi 32 m 3 diproduksi pada tahun 1988, dimana 96% produksi log berasal dari hutan alam. Pada tahun 2000 dengan meningkatnya industri kehutanan, telah terjadi kesenjangan antara kapasitas terpasang dengan kemampuan pasokan kayu sekitar 50 juta m 3/tahun dimana total kebutuhan industri kayu diperkirakan mencapai 72 juta m 3 • Pada tahun 2004 kesenjangan kapasitas terpasang dengan pasokan kayu legal dari hutan alam semakin meningkat. Menurut Diljen PHKA (2004) kapasitas terpasang industri olahan kayu sebesar 74 juta m 3 , sedangkan penetapan jatah tebangan untuk tahun 2004 hanya 7 juta m 3 • Adanya kesenjangan kapasitas terpasang industri dan kegiatan ekspor illegal produk kayu ke luar negeri menyebabkan tekanan temadap sumberdaya alam hutan semakin meningkat. Kerusakan hutan tropis Indonesia diperkirakan antara 0,6-1,3 juta ha/tahun (Abdullah, 1999), bahkan oleh banyak pihak angka tersebut ditengarai telah mencapai 2,5-3 juta ha/tahun sekarang ini Eksploitasi besar-besaran temadap kawasan hutan bukan hanya terjadi pada hutan produksi tetapi sudah memasuki kawasan suaka alam maupun kawasan pelestarian alam tennasuk di dalamnya kawasan taman nasional. Perubahan dinamika politik juga turut berpengaruh temadap percepatan kerusakan kawasan hutan dimana tuntutan peningkatan PAD menyebabkan Pemda turut melirik potensi SDA hutan untuk dijadikan sumber dana dengan mengeluarkan perda ataupun perizinan yang sering bennasalah. Salah satu contohnya adalah pemberian izin lokasi pemanfaatan kayu di areal yang tidak potensial untuk diambil kayunya, sehingga penebangan terjadi di luar izin yang diberikan, disisi lain pengawasan masih sangat minim. Angin refonnasi yang bertiup kencang sering diidentikkan dengan kebebasan yang sebebas-bebasnya dan dijadikan alasan untuk melakukan perambahan hutan. Kondisi pendapatan masyarakat yang masih rendah dan jumlah penduduk yang semakin bertambah turut memberi andil dalam memperparah kerusakan hutan. VII
Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) seluas 1.375.349 ha, terletak pada bagian tengah rangkaian pengunungan bukit barisan dengan topografi yang didominasi oleh kelas kelerengan > 60% pada sebagian besar kawasannya (± 70%) dari luas kawasan. Pada kawasan ini terdapat hulu-hulu sungai dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari {Jambi), DAS Musi {Sumatera Selatan), DAS Ketaun {Bengkulu) dan DAS Indrapura (Sumbar). Jenis tanah yang mendominasi adalah jenis tanah Podsolik dengan sifat fisik dan sifat tanah yang relatif kurang baik serta relatif mudah ter-erosi. Kondisi fisik kawasan TNKS yang demikian menyebabkan kawasan tersebut sangat vital bagi kelangsungan aktifitas ekonomi di daerah sekitar dan di bagian hilimya yang mata pencaharian pokoknya adalah di sektor pertanian. Disamping itu kawasan ini juga berperan memelihara fungsi ekologis seperti menjaga stabilitas iklim, mencegah erosi, mengendalikan banjir, melestarikan biodiversity sarana penelitian dan pendidikan, wisata dan fungsi lainnya. Dari hasil penafsiran citra satelit yang dilakukan ICDP dan Balai TNKS teriihat adanya pengurangan penutupan kawasan hutan dari tahun 1985 sampai tahun 2002 seluas 26.044 ha dan kerusakan tersebut sampai saat ini masih terus berlangsung. Kerusakan TNKS terutama disebabkan oleh aktifitas illegal logging dan perambahan hutan yang masih tinggi. Disamping itu juga disebakan oleh kebakaran hutan pencurian hasil hutan bukan kayu, perburuan liar, penambangan liar dll. Dampak dari kerusakan TNKS secara langsung mulai dirasakan dengan seringnya banjir dan longsor disekitar kawasan yang menimbulkan kerugian material dan moril yang sangat besar terhadap masyarakat sekitar, terganggunya aktifitas ekonomi misalnya di sektor pertanian (sawah tergenang), transportasi (baik air maupun darat) dan sektor lainnya. Bertolak belakang dari kenyataan tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Menganalisa faktor-faktor yang berkaitan pengelolaan TNKS baik dari sisi intern maupun ekstem berupa kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman yang dihadapi institusi pengelola yaitu Balai TNKS, Departemen Kehutanan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan di TNKS.
2. Merumuskan strategi-strategi kebijakan dalam rangka laju kerusakan hutan di TNKS.
mengurangi
3. Memilih prioritas strategi yang ada berdasarkan kriteria-kriteria yang ditentukan. Dari hasil analisa SWOT terhadap faktor internal dan ekstemal Balai TNKS sebagai pengelola kawasan, maka diperoleh altematif strategi kebijakan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan di TNKS berupa strategi WT (Weakness-Threat) dengan bobot 4,78 kemudian strategi ST (Strength-Threat) dengan bobot 3,77 disusul strategi WO (Weakness opportunity) dengan bobot 3,16 dan selanjutnya strategi SO (StrengthOpportunity) dengan bobot 2,15. vm
Hasil analisa altematif-altematif kebijakan dari strategi terpilih yaitu Weakness-Threat (atasi kelemahan untuk menghadapi ancaman) adalah sebagai berikut : Peningkatan organisasi/kelembagaan BTNKS, penyempumaan sarana prasarana, perbaikan tata batas kawasan dalam rangka meningkatk.an serta kawasan ancaman/gangguan menghadapi kemampuan tidak secara PAD peningkatan upaya melakukan pemantauan terhadap terkendali. Mengupayakan penambahan jumlah SDM BTNKS dan peningkatan kemampuan petugas dalam mengantisipasi gangguan kawasan terhadap aktifitas pemenuhan bahan baku industri secara illegal. Dukungan dana operasional yang memadai dan teratur dalam rangka mengantisipasi/menanggulangi gangguan kawasan dan meningkatk.an partisipasi masyarakat dengan pengembangan masyarakat di daerah penyangga. Strategi kebijakan yang didapat dari hasil analisa SWOT tersebut belum tentu seluruhnya dapat dilaksanakan secara simultan, karena keterbatasan sumberdaya dan yang lainnya, sehingga perlu dilakukan penentuan prioritas. Dengan menggunakan The Ana/ityc Hierarchy Process (AHP), dilakukan pemilihan prioritas kebijakan dengan hasil sebagai berikut:
1. Peningkatan jumlah SDM BTNKS dan kemampuan petugas dalam mengantisipasi gangguan kawasan terhadap aktifitas pemenuhan bahan baku industri secara illegal dengan bobot 0,483 2. Dukungan dana operasional yang memadai dan teratur dalam rangka mengantisipasi/penanggulangan gangguan kawasan TNKS dan pengembangan dengan masyarakat partisipasi meningkatkan masyarakat di daerah penyangga dengan bobot 0,309 sarana penyempumaan organisasi/kelembagaan, 3. Peningkatan rangka dalam kawasan batas tata perbaikan BTNKS, prasarana meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman/ gangguan kawasan serta melakukan pemantauan terhadap upaya peningkatan PAD secara tidak terkendali dengan bobot 0,208 Penentuan prioritas strategi kebijakan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan TNKS, bukan berarti menyatakan bahwa yang pertama perlu dan yang lain tidak perlu, tetapi penentuan prioritas ini hanya sebagai bantuan untuk menentukan kebijakan yang perlu didahulukan apabila untuk melakukan seluruh kebijakan secara simultan mengalami kendala. Pelaksanaan seluruh kebijakan secara simultan akan menghasilkan pencapaian tujuan yang lebih optimal. Berkurangnya laju kerusakan hutan di TNKS merupakan langkah penting untuk mempertahankan fungsi kawasan baik yang tangible maupun intangible yang sangat dibutuhkan masyarakat sekitar untuk mempertahan-kan dan meningkatkan kesejahteraannya.
IX
DAFTARISI
Halaman Halaman Judul. ........................................................................................................ Lembar Motto dan Persembahan........................................................................
ii
Lembar Pengesahan Tesis....................................................................................
iii
Kata Pengantar .......................................................................................................
iv
Abstraksi.....................................................................................................................
vii
Daftar lsi ...................................................................................................................
x
Daftar Tabel ....................................... ......................................................................
xii
Daftar Gam bar......................................................................................................... xiii Daftar Bagan ... ................................................ ......................................................... xiv Daftar Lampiran....................................................................................................... I.
xv
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Belakang ..................................................................
1.2
Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), fungsi dan ancaman yang dihadapi ....................................................................
1 3
1.3
Tujuan.................................................................................................... 10
1.4
Manfaat Penelitian ..............................................................................
10
1.5
Pertanyaan Penelitian (Masalah) ....................................................
10
1.6
Hipotesis Penelitian .............................................................................. 10
1. 7
Ruang Lingkup....................................................................................... 11
1.8
Kerangka Pikir (Log Frame) .............................................................
11
II. TINJAUAN LITERATUR 2.1
Taman Nasional Sebagai Penghasil Barang Publik (Public Goods) ....................................................................................................
2.2
Peranan Ekonomi TNKS terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Berbatasan TNKS ..........................................................
2.3
2.4
13
14
Perkembangan Taman Nasional sebagai Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam ............................................................................
16
Perkembangan Taman Nasion aI di Indonesia .............................
18
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Analisa SWOT......................................................................................
20
3.2
The Analytic Hierarchy Process (AHP)............................................
27
3.2.1 Aksioma AHP ............................................................................ 27 X
3.2.2 Prinsip Dasar AHP....................................................................
28
3.2.3 Ana lisa Sensitivitas ................................................................. 32 3.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Model AHP................................ 32 IV. GAMBARAN UMUM TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT 4.1
Sejarah Kawasan.................................................................................
35
4.2
Dukungan Intemasional Terhadap Pengelolaan TNKS ..............
37
4.3
Pengelolaan TNKS ............................................................................... 38
4.4
Potensi Kawasan..................................................................................
4.5
Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar TNKS ...................................... 45
4.6
Permasalahan Pengelolaan Kawasan................................................ 54
41
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Hasil dan Analisa SWOT.....................................................................
59
5.1.1 Perumusan Faktor Internal dan Ekstemal.........................
59
5.1.2 Penyusunan Kuesioner SWOT................................................ 62 5.1.3 Responden Analisa SWOT. ..................................................... 62 5.1.4 Analisa Faktor Internal dan Ekstemal.. ............................... . 64 5.1.5 Pembobotan IFAS-EFAS.......................................................... . 5.2
75
Penentuan Prioritas Strategi Kebijakan dengan AHP ................... 88 5.2.1 Penyusunan Hirarki................................................................... 88 5.2.2 Penyusunan Kuesioner dan Penentuan Responden AHP ............................................................................................... 91 5.2.3 Perumusan Strategi... ................................................................ 92 5.2.4 Analisa Sensitivitas ................................................................... 99
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan ............................................................................................ 103
6.2
Saran/Rekomendasi. ............................................................................ 104
6.3
Keterbatasan Studi... ........................................................................... 104
6.4
Penutup ................................................................................................... 105
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 106 LAMPI RAN ................................................................................................................. 109
XI
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1 Data Sawmills (pabrik penggergajian kayu) di sekitar TNKS ...........
8
1.2 Perubahan Tutupan Hutan Kawasan TNKS di Tiap Kabupaten Sekitar dari Tahun 1985 - 2002 .............................................................
8
2.1 Nilai Ekonomi TNKS (Kasus Pemanfaatan Jangka Pendek 27.000 Ha/thn dari keseluruhan Luas TNKS sebesar 1,4 Juta Hektar).......... 15 3.1 Indikator Faktor dalam SWOT................................................................... 23 3.2 Matriks Faktor Internal dan Ekstemal..................................................... 24 3.3 Kelebihan dan Kekurangan dari Model AHP............................................ 34 4.1 Statistik Pegawai TNKS Periode Juli 2004 .............................................. 39 4.2 PDRB 4 Propinsi sekitar TNKS Tahun 1999 sampai dengan 2003 atas dasar Harga Konstan 1993 ............................................................... 46 4.3 Perubahan Kepadatan Penduduk di 9 Kabupaten Tahun 1986, 1996 dan 2000 ............................................................................................. 49 4.4 Tingkat Pendidikan Tertinggi Penduduk di 9 Kabupaten sekitar TNKS Tahun 2000 ........................................................... ;............................. 51
5.1 Perumusan Identifikasi Faktor Internal.................................................... 60 5.2 Perumusan ldentifikasi Faktor Ekstemal................................................ 61 5.3 Rekapitulasi Hasil Penilaian Responden dan Bobot Faktor Eksternal dan Internal................................................................................. 65 5.4 Penilaian Bobot IFAS-EFAS SWOT)........................................................... 77 5.5 Internal Strategy Factor Analysis System (IFAS). ................................. 78
5.6 External Strategy Factor Analysis System (EFAS). ................................ 79 5. 7 Matriks Strategi Intemai-Eksternal.......................................................... 80
5.8 Matriks Interaksi IFAS-EFAS SWOT.......................................................... 81 5.9 Pembobotan Hasil Kuesioner SWOT. ........................................................ 82 5.10 Urutan Altematif Strategi SWOT............................................................... 82 5.11 Penilaian Responden Atas Kuesioner AHP ............................................... 92 5.12 Rekapitulasi Pemilihan Prioritas Strategi Kebijakan Pengurangan Laju Kerusakan TNKS................................................................................... 94
5.13 Urutan Prioritas Strategi Kebijakan Pengurangan laju Kerusakan TNKS...............................................................................................................
96
5.14 Hasil Pemilihan Prioritas Strategi Kebijakan........................................
97
5.15 Urutan Prioritas Strategi Kebijakan........................................................
99
..
.xu
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Hal
1.1
Prediksi Resiko Lokasi Deforestasi di TNKS...........................................
4.1
Klasifikasi Hutan TNKS berdasarkan komposisi jenis pohon...........
9 43
4.2 Tipe Hutan di TNKS...................................................................................... 44 4.3
Kontribusi masing-masing Sektor Dari Tahun 1999-2003 terhadap PDRB di Propinsi sekitar TNKS.................................................... 47
4.4 Kontribusi Sektor PDRB Berdasarkan Lapangan Usaha di 4 Propinsi Sumbar, Jambi, Sumsel dan Bengkulu, dari Tahun 1999-2003..................................................................................................... 47 4.5 Lokasi dan Intensitas Penebangan Liar di TNKS dan sekitamya......
56
5.1 Analisa Sensitivitas dengan Skenario Optimis ....................................... 100 5.2 Analisa Sensitivitas dengan Skenario Status Quo ................................. 101 5.2 Analisa Sensitivitas dengan Skenario Pesimis ........................... :........... 101
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan
Halaman
1.1 Keterkaitan TNKS terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Sekitarnya ...............................................................................
6
1.2 Kerangka Berpikir (Log Frame) Penelitian.............................................. 12 4.1
Struktur Organisasi Balai TNKS ................................................................ 41
5.1
Hirarki penentuan prioritas strategi dalam rangka pengurangan laju kerusakan TNKS ..................................................................... 89
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampl ran
Hal
1.
Kelompok hutan yang dijadikan Kawasan TNKS .................................. 109
2.
Daftar Kuesioner SWOT. ............................................................................ 110
3.
Daftar Responden Kuesioner SWOT. ........................................................ 116
4.
Daftar Kuesioner AHP .................................................................................. 117
5.
Daftar Responden Kuesioner AHP ........................................................... 127
6.
Rekapitulasi Pemilihan Prioritas Strategi Kebijakan Pengurangan Laju Kerusakan Hutan TNKS..................................................................... 128
XV
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Praktek pembangunan di Indonesia selama dasawarsa 60-an sampai 90-an merupakan babak penting dalam sejarah pengelolaan sumberdaya alam karena sumberdaya alam dijadikan lokomotif penghela pembangunan. Pada pertengahan dasawarsa 60-an, Indonesia tergolong negara miskin dimana perekonomian dalam keadaan ringkih. Tingkat pendapatan perkapita hanya sekitar US$ 50, inflasi mencapai 400% lebih, dan jumlah orang miskin pada saat itu 60% dari jumlah penduduk.
Pembangunan
merupakan suatu jalan yang tidak terelakkan untuk melepaskan diri dari belenggu kemiskinan, 1 Selama
dasawarsa
tersebut,
pertumbuhan
ekonomi
sebagai
representasi kemajuan pembangunan, sangat bertumpu pada industri berbasis sumber daya alam.
Komoditi yang menjadi primadona adalah
minyak dan gas, hasil hutan (terutama kayu), dan hasil tambang. Menurut
laporan
misi
teknis
International
Tropical
Timber
Organization (ITTO) tahun 2001, disebutkan bahwa pada tahun 1967, produksi log dilaporkan sekitar 3,3 juta m 3 , telah meningkat pesat menjadi 32 m 3
diproduksi pada tahun 1988, dimana 96% produksi log
berasal dari hutan alam. Pada tahun 2000 dengan meningkatnya industri kehutanan, telah terjadi kesenjangan antara kapasitas terpasang dengan kemampuan pasokan kayu sekitar 50 juta m 3/tahun.
Total Kebutuhan
industri kayu diperkirakan mencapai 72 juta m 3 , dengan perincian :
1. Sawmill - Sawmill tanpa izin .......................... : ± 8 Juta m 3 per tahun - Sawmill yang memiliki izin ........... : ± 22 Juta m 3 per tahun 2. Plywood ................................................ : ± 18 Juta m 3 per tahun 3. Pulp and paper ................................... : ± 24 Juta m 3 per tahun Kesenjangan kebutuhan kayu tersebut diperparah oleh adanya indikasi sekitar 10 juta m 3 log diselundupkan ke luar negeri.
1
Awal Subandar dalam makalab " Urgensi dan Arab Pengembaogan Natural Resources dan Environmental Accounting di Indonesia" dalam Jmnal Ekooomi Linglomgan edisi Agustus 2004.
1
Pada tahun 2004 kesenjangan kapasitas terpasang dengan pasokan kayu legal dari hutan alam semakin meningkat.
Menurut Dirjen PHKA
(2004 ) 2 kapasitas terpasang industri olahan kayu sebesar 74 juta meter kubik, sedangkan penetapan jatah tebangan untuk tahun 2004 hanya 7 juta meter kubik. Adanya kesenjangan kapasitas terpasang industri dan kegiatan ekspor illegal produk kayu ke luar negeri menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya alam hutan semakin meningkat.
Kerusakan hutan tropis
Indonesia diperkirakan antara 0,6-1,3 juta ha/tahun (Abdoellah, 1999), bahkan oleh banyak pihak angka tersebut ditengarai telah mencapai 2,5-3 juta ha/tahun sekarang ini. Kerusakan tersebut masih ditambah dengan kehilangan pendapatan negara senilai Rp. 36 triliyun (US$ 4 milyar) karena penebangan liar (illegal logging) 3 • Eksploitasi besar-besaran terhadap kawasan hutan bukan hanya terjadi pada hutan produksi tetapi sudah memasuki kawasan suaka alam maupun kawasan pelestarian alam termasuk di dalamnya kawasan taman nasional. Perubahan
dinamika
politik juga turut berpengaruh terhadap
percepatan kerusakan kawasan hutan dimana tuntutan peningkatan PAD menyebabkan Pemda turut melirik potensi SDA Hutan untuk dijadikan sumber dana dengan mengeluarkan perda ataupun perizinan yang sering bermasalah.
Salah
satu contohnya adalah
pemberian
izin lokasi
pemanfaatan kayu di areal yang tidak potensial untuk diambil kayunya, sehingga penebangan terjadi di luar izin yang diberikan, disisi lain pengawasan masih sangat minim. Angin reformasi yang bertiup kencang belakangan ini terkesan ditafsirkan
masyarakat sebagai
kebebasan
yang
sebebas-bebasnya,
sehingga mereka melakukan perambahan hutan dengan berbagai alasan. Hal lainnya yang turut mempertinggi tekanan terhadap hutan adalah pendapatan masyarakat yang masih rendah dan jumlah penduduk yang semakin bertambah sehingga konflik penggunaan lahan menjadi tinggi.
2
Ir. K.us Sapmjadi MF, Direktor Jeoderal Perlindmtgan Hutan dan Pelestarian Alam Dephut. peojelasarmya dimuat dalam tempo interatif edisi I maret 2004 3 Awal Subandar, ibid
2
1.2
Taman
Nasional
Kerinci
Seblat
(TNKS),
manfaat
dan
ancaman yang dihadapi. Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) seluas 1.375.349 ha, terletak pada bagian tengah rangkaian
pengunungan bukit barisan
dengan topografi yang didominasi oleh kelas kelerengan > 60% pada sebagian besar kawasannya (± 70%) dari luas kawasan 4 • Pada kawasan ini terdapat hulu-hulu sungai dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari (Jambi), DAS Musi (Sumatera Selatan), DAS Ketahun (Bengkulu) dan DAS Indrapura (Sumbar).
Jenis tanah yang mendominasi adalah jenis tanah
Podsolik dengan sifat fisik dan sifat tanah yang relatif kurang baik serta relatif mudah tererosi. Kawasan TNKS berfungsi sebagai sistem penyangga kehidupan masyarakat di Propinsi Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, khususnya di wilayah-wilayah sekitar kawasan TNKS (RPTNKS, 1995).
Kawasan TNKS sebagai sebagai penyangga kehidupan karena
berfungsi sebagai : 1. Stabilitas fungsi hidrologi 2. Perlindungan tanah 3. Menjaga stabilitas iklim 4. Pelestarian sumber daya dapat pulih (renewable resources) 5. Perlindungan sumberdaya genetik (genetic resources) 6. Melestarikan cadangan
benih, populasi, keaneka-ragaman
hayati
(biodiversity) 7. Mempertahankan keseimbangan alami lingkungan 8. Menunjang pariwisata 9. Menciptakan kesempatan kerja dan usaha dan yang lainnya.
1.2.1 Stabilitas fungsi hidrologi dan perlindungan tanah Stabilitas fungsi hidrologi dan perlindungan tanah merupakan faktor pendukung baik langsung maupun tak langsung terhadap aktifitas ekonomi di sekitarnya.
Kawasan TNKS yang ditutupi vegetasi hutan
permanen sangat berperan dalam mengendalikan fluktuasi debit sungai agar tidak terlalu besar antara musim penghujan dan kemarau.
Debit
sungai yang tidak terkendali akan menyebabkan banjir di musim hujan 4
Kerinci Seblat Integrated Consenation and Development Project Tarwn Nasiooal Kerinci Seblat "Kerangka Kerja Peogelolaan, 2002.
3
dan kekeringan di musim kemarau yang menyebabkan terganggunya kegiatan pertanian, transportasi, PLTA (Danau Tes di Bengkulu), kegiatan rumah tangga ekonomi.
(mandi, cuci) bahkan merusak hasil-hasil pembangunan
Demikian juga dengan ancaman erosi dan lonsor yang dapat
menimbulkan gangguan ekonomi (jalan terputus) juga kerugian harta benda dan jiwa.
Dengan demikian stabilitas fungsi hidrologi dan
perlindungan tanah dari TNKS tersebut merupakan pendukung terhadap aktifitas ekonomi dan mencegah potensi kehilangan dana masyarakat dan anggaran pemerintah yang besar akibat terjadinya bencana banjir dan longsor.
1.2.2 Fungsi menjaga stabilitas iklim, Menjaga stabilitas iklim merupakan manfaat intangible dimana vegetasi hutan secara tetap mendaur ulang uap air kembali ke atmosfir, dan tajuk pohon mengakibatkan turbulensi (gerak udara) di atmosfir sehingga berpengaruh terhadap kemantapan curah hujan. yang teratur
Curah hujan
sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
tersebut menghasilkan
ekstemal positif dari barang
Fungsi
publik yang
dihasilkan kawasan TNKS tersebut. Vegetasi hutan tersebut juga sangat bermanfaat untuk menyerap karbon diokida (C02) dan menghasilkan 02 yang sangat dibutuhkan oleh mahluk hidup dalam proses pemafasan. Terpeliharanya kawasan TNKS sejalan dengan trend dunia berkaitan dengan pembangunan yang berkelanjutan yang dihasilkan Oleh KKT Bumi di Rio De Janeiro dan ditindak lanjuti dengan Kyoto Protocol tentang Clean Development Mechanism (COM).
1.2.3 Pelestrarian Sumberdaya Dapat Pulih. Pemanfaatan hasil hutan non kayu, seperti satwa, rusa, anggrek, kayu pacet dll. akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar apabila dikembangkan.
Pemanfaatan ini tentu saja tidak dengan
mengambil secara langsung lalu dijual, tetapi dengan menangkarkan (mengembang biakkan) dan membudidayakan tertebih dahulu kemudian hasil pengembangannya yang dimanfaatkan/dikomersilkan.
1.2.4 Perlindungan sumberdaya genetik. Sumberdaya
genetik (gene
pool)
dalam TNKS
merupakan
kekayaan yang tidak ternilai harganya karena mengandung berbagai
4
manfaat salah satunya untuk obat-obatan. Sumberdaya genetik akan semakin meningkat nilainya sejalan dengan menyusutnya habitat alami. Dari hasil penelitian di wilayah Sumatera Barat diketahui 113 jenis tanaman mempunyai manfaat sebagai obat-obatan (Ditjen RLPS dan IPB, 2000) serta di Musi Rawas 26 jenis telah dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai obat-obatan (UPI, 1999). 1.2.5 Melestarikan cadangan benih, populasi, keaneka ragaman hayati (biodiversity) Kawasan TNKS berfungsi
sebagai "pengungsian" dan tempat
keaneka ragaman hayati dipertahankan, sumber penyebaran biji serta melindungi tahap-tahapan kritis daur hidup populasi liar yang dipanen di luar TNKS seperti berbagai jenis burung, mamalia, reptil dan tumbuhan. 1.2.6 Mempertahankan keseimbangan a/ami lingkungan. Satwa yang ada di TNKS sangat berguna untuk mengendalikan hama tanaman pertanian, kelelawar dan lebah membantu penyerbukan tanaman pertanian.
Tingkat produktivitas buah durian dan duku yang
merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat di Jambi, Bengkulu dan Palembang erat kaitannya dengan populasi kelelawar dan lebah di kawasan ini. 1.2.7 Menunjang Pariwisata. Pengembangan pariwisata alam di TNKS dapat meningkatkan sumber devisa bagi negara, merangsang industri-industri domestik (Hotel, restoran, transportasi, cindera mata, kerajinan tangan dan pemandu wisata). 1.2.8 Menciptakan kesempatan kerja dan usaha. Peluang
kesempatan
berusaha
yang
berhubungan
dengan
pariwisata akan dirasakan terlebih dahulu oleh masyarakat sekitar, juga tenaga kerja untuk pembangunan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pengembangan TNKS serta untuk mengisi tenaga pengelola TNKS itu sendiri. 1.2.9 Menyediakan sarana untuk penelitian, pendidikan dan pemantauan lingkungan. Kawasan TNKS merupakan laboratorium alam yang bermanfaat bagi berbagai macam penelitian seperti penelitian ekologi, pendidikan praktis
5
bagi siswa dan mahasiswa bidang biologi, ekologi, geologi, geografi dan sosial ekonomi dll.
Tenaga pendamping dari masyarakat setempat bagi
peneliti dapat menambah pendapatan sekaligus pengetahuan. Keberadaan
Taman
nasional
dalam
mempertahankan
dan
meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat di sekitar kawasan pada khususnya digambarkan pada Bagan 1.1. Bagan 1.1 Keterkaitan TNKS terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Sekitamya
Langsung 1. Peningkatan pariwisata - Pungutan dari karcis - Pemandu wisata Penangkaran Flora Penangkaran Fauna
/
2. 3. 4. dll
Fungsi Ekonomis Tangible value
I
Peningkatan PDRB Kabupaten/Propinsi
I~ TNKS
I
~
Fungsi Ekologis Intangible value
~
Tidak Langsung
4 ..
Mendukung aktifitas : 1. Pertanian 2. Perikanan 3. Petemakan 4. Transportasi 5. dll
~,
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat sekilar TNKS Al
- Pengendalian Tata Air - pengaturan iklim ~ - mencegah erosi
-~
Mencegah Potensi penurunan PDRB akibat Banjir, longsor dO
f--
- dll
Kawasan TNKS merupakan salah satu hutan hujan tropis yang tersisa dan terpenting peranan ekologisnya di Pulau Sumatera yang selama ini telah memberikan berbagai manfaat terutama manfaat ekologis bagi
perekonomian
daerah
yang
berbatasan
dengannya.
Dalam
pertemuan World Heritage Committee ke 28 di Suzhou, China, yang berlangsung pada tanggal 28 Juni 2004 sampai dengan 7 Juli 2004, TN. Gunung Leuser, TN. Kerinci Seblat dan TN. Bukit Barisan Selatan resmi ditetapkan sebagai Ouster World Natural Heritage of Sumatera dengan nama Tropical Rainforest Heritage of Sumatera (TRHSY.
s Web Site Departemen Kehutaoan (www.dephutgo.id)
6
Sebelumnya, Indonesia telah memiliki 3 World Natural Heritage Sites atau Kawasan Warisan Alam Dunia, yaitu: TN. Komodo, TN. Ujung
Kulon dan TN. Lorentz. Setelah
ditetapkan
menjadi
Tropical
Rainforest
Heritage
of
{TRHS), Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk
Sumatera
meningkatkan upaya pelestarian dan pengelolaan ketiga taman nasional tersebut sehingga fungsi dan keberadaannya dapat dipertahankan hingga generasi yang akan datang. Namun demikian, sesuai statusnya sebagai Kawasan Warisan Alam Dunia, dunia intemasional sudah sepantasnya juga turut bertanggung jawab untuk membantu pelestarian kawasan tersebut. Sebagai
bentuk perhatian
intemasional, ke tiga
kawasan tersebut
memperoleh peluang untuk mendapatkan bantuan dana maupun bantuan teknis dari UNESCO dan badan intemasional lainnya.
1.2
Permasalahan Dampak dari pelaksanaan pembangunan yang intensif dengan
mengandalkan
dukungan
sumberdaya
alam
khususnya
di
bidang
kehutanan selama 3 dasawarsa telah menimbulkan dampak yang serius dalam bentuk deplesi sumberdaya alam dan degradasi lingkungan hidup termasuk di kawasan TNKS.
Hal ini ditambah dengan jumlah penduduk
yang semakin bertambah banyak, sehingga kebutuhan lahan semakin meningkat
yang pada akhimya
disadari atau tidak akan turut
menyumbang kerusakan kawasan TNKS yang belakangan ini terus berlangsung dari tahun ke tahun. Industri perkayuan khususnya sawmill di sekitar TNKS berdasarkan data Integrated Conservation Development Project {ICDP) tahun 2002, sebanyak 310 unit dimana sebanyak 213 unit diantaranya illegal, baik karena tidak ada izin sama sekali atau izin yang ada tidak sesuai dengan aktifitas yang sebenamya. Rincian jumlah sawmill di sekitar TNKS dapat dilihat pada Tabel 1.1. Dari hasil penafsiran citra satelit yang dilakukan ICDP dan Balai TNKS terlihat adanya pengurangan penutupan kawasan hutan dari tahun 1985 sampai tahun 2002 seluas 26.044 ha dengan rincian seperti pada Tabel1.2.
7
Tabel 1.1
Data Sawmills (pabrik penggergajian kayu) di sekitar TNKS
No Kabup~
Status
1 Kerinci 2 Merangin 3~ungo
4Musi Rawas 5 Rejang Lebong 6 Bengkulu Utara 7 Pesisir Selatan 8Solok 9 Sawahlunto Sijunjung 10 Sorolangun Jumlah Sumber:
Legal
Illegal
Jumlah
0 10 8 16 5 19 10 13 10 6 97
0 19 42 20 0 17 58 35 21 1 213
0 29 50 36 5 36 68 48 31 7 310
.
Summary of Timber Industries OperatiOn, Component D, Monitoring and Evaluation.
May 2002.
KS-JCDP
Tabel 1.2 Perubahan Tutupan Hutan Kawasan TNKS di Tiap Kabupaten dari tahun 1985 - 2002
KABUPATEN*)
Tutupan Hutan TNKS (Ha), Tahun
1985
1995
2001
Perubahan Tahun 1985-2002
2002
Ha % Beng_kulu utara 213.248 213.541 213284 213.099 149 0,57 Bungo 37.016 36.945 36.945 71 37.157 0,27 Kerinci 211.692 210.666 206.542 205.789 5.903 22,67 Merangin 140.754 141.419 139.557 139.554 1.200 4,61 Musi Rawas 224.193 223.934 221.279 220.971 3.222 12,37 Pesisir Selatan 256.140 254.913 253.192 252.736 3.405 13,07 Rejang lebong 116.526 116.194 112.065 111.714 4.812 18,48 SWLJJ 3.560 3.534 3.534 26 0,10 3.53-4 Solok 72.305 65.410 65.049 7.256 27,86 67.463 TOTAL 1.275.434 1.268.610 1.252.020 1249.390 26.044 100.00 *} Setelah adanya pemekaran di beberapa Kabupaten, saat ini BTNKS berada di 12 Kabupaten dan 1 Kota. - Sumber : ICDP TNKS, 2002 dan Pusat Infonnasi BTNKS, 2004
Dari data perubahan tutupan kawasan hutan di kawasan TNKS tersebut
terlihat di semua kabupaten terjadi kerusakan, namun daerah
yang persentase kerusakannya paling tinggi, terjadi di Kabupaten Solok disusul Kabupaten Kerind, Rejang Lebong, Pesisir Selatan, Musi Rawas. Kerusakan TNKS berdasarkan studi yang dilakukan Komponen D ICDP (Integrated Conservation Development Project, 2002} berdasarkan analisis pola kehilangan hutan yang diperoleh berdasarkan citra satelit
8
tahun 1995 dan 2000, kerusakan TNKS masih berpotensi untuk terus berlangsung untuk tahun-tahun yang akan datang seperti pada gambar 1.1. Gambar 1.1 Prediksi Resiko Lokasi Deforestasi di TNKS Deforeatasl
1
·o
c::J
TNKS Area StudiiCDP 1---1 Batas Proplnsl
CJ
JAMBI
,.
.. SUMSEL
\
.,• Sumber : KS-ICDP Monitoring and Evaluation Component D. and Predicting Forest Loss Report
Gangguan
lainnya
adalah
berupa
perburuan
Measuring
liar
(Harimau
Sumatera, Kijang dll), pengambilan hasil hutan lainnya berupa rotan, sarang
burung
wallet
secara tak terkendali, pertambangan
ilegal,
kebakaran hutan dll. Dampak dari kerusakan TNKS secara langsung mulai dirasakan dengan
seringnya
banjir
dan
longsor
di
sekitar
kawasan
yang
menimbulkan kerugian material dan moril yang sangat besar terhadap masyarakat sekitar, terganggunya aktifitas ekonomi misalnya di sektor pertanian (sawah tergenang), transportasi (baik air maupun darat) dan sektor lainnya.
9
Upaya pengurangan laju kerusakan TNKS per1u diupayakan dengan lebih sungguh-sungguh untuk mencegah akibat yang lebih buruk lagi di masa yang akan datang.
1.3
Tujuan Tujuan penelitian ini dilihat dati Jatar belakang permasalahan yang
ada, antara lain :
1. Menganalisa faktor-faktor yang berkaitan pengelolaan TNKS baik dati sisi intern maupun ekstem berupa kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman. 2. Merumuskan strategi-strategi kebijakan dalam rangka
mengatasi/
mengurangi gangguan/kerusakan TNKS. 3. Memilih priotitas strategi yang ada berdasarkan kritetia-ktitetia yang ditentukan.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pengambil
kebijakan khususnya bagi pengelola TNKS yaitu Balai TNKS, Departemen Kehutanan pada
khususnya dan para pihak yang berkaitan dengan
pengelolaan TNKS pada
umumnya dalam rangka
mengurangi laju
kerusakan di TNKS. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti-peneliti yang mengambil topik yang berkaitan ataupun pihak yang tertatik dengan permasalahan yang diteliti.
1.5
Pertanyaan Penelitian {Masalah) Pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab penelitian ini adalah
sebagai betikut :
1. Apa saja kekuatan, kelemahan, kesempatan/peluang serta ancaman yang dimiliki pengelola dalam rangka pengelolaan TNKS khususnya dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan di TNKS. 2. Strategi
apa
yang
sebaiknya
dilakukan
untuk mengurangi laju
kerusakan hutan di TNKS.
1.6
Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah telah terjadi
kerusakan hutan di TNKS yang terjadi terus menerus disebabkan adanya
10
kelemahan-kelemahan dari pengelola serta ancaman yang tinggi dari lingkungan sekitamya. 1.7
Ruang Lingkup
Penelitian ini dibatasi pada pengkajian terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh Balai Taman Nasional Kerinci Seblat (Departemen Kehutanan) sebagai unit kerja yang mengelola Taman Nasional Kerinci Seblat, baik secara intern maupun ekstem, serta mencari altematif pemecahan masalah dalam rangka mengurangi laju kerusakan kawasan hutan di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Sedangkan tahap
implementasi dari kebijakan-kebijakan yang direkomendasikan berada di luar penelitian ini karena diserahkan kepada pihak pengelola TNKS baik di daerah maupun di tingkat pusat. Penelitian ini tidak melakukan kajian tentang perlu tidaknya keberadaan
Taman
Nasional
Kerinci
Seblat
tetapi
pada
upaya
mengoptimalkan pengelolaan Taman Nasional Kerinci Seblat sehingga dapat berfungsi secara optimal khususnya dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan di kawasan tersebut untuk kesejahteraan masyarakat.
1.8
Kerangka Pikir {Log Frame) Keberadaan Taman Nasional Kerinci Seblat dengan luas ± 1,4 juta
ha yang berada pada rangkaian pengunungan bukit barisan dengan kelerengan lahan yang sangat curam (2!: 60 %) pada sebagian besar kawasannya (70% dari luas kawasan) serta merupakan hulu sungai (DAS) utama di empat propinsi, menyebabkan keberadaan kawasan ini sangat berperan dalam mendukung aktifitas ekonomi di daerah sekitamya. Di sisi lain, aktifitas ekonomi yang berkembang demikian cepat yang salah satunya dicirikan kapasitas terpasang industri di bidang kehutanan yang sudah sangat jauh melebihi kemampuan sumber daya hutan untuk memenuhi bahan bakunya menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya alam khususnya hutan semakin besar bahkan cenderung tidak terkendali. Kebutuhan
lahan
oleh
masyarakat
sekitar
seiring
dengan
bertambahnya jumlah penduduk mempertinggi tekanan hutan tennasuk di Kawasan TNKS. Tingginya tekanan terhadap kawasan hutan termasuk kawasan TNKS dan terjadinya kerusakan hutan, berakibat pada penurun fungsinya ll
termasuk dalam mengatur tata air dalam pengendalian banjir erosi dll. yang akhirnya berpengaruh terhadap terganggunya aktifitas ekonomi di daerah sekitar. Kondisi ini tidak dapat dibiarkan berlanjut terus menerus sehingga perlu diupayakan penurunan laju kerusakan di kawasan TNKS untuk menghindari bahaya akibat kerusakan lingkungan yang lebih parah di kemudian hari.
Kerangka pikir penelitian ini digambarkan secara
lengkap pada Bagan 1.2.
Bagan 1.2: Kerangka Pikir (Log Frame) Penelitian Keadaan yang diinginkan
Fakta
TNKS yang bebas dari kerusakan akibat: - Perambahan - Illegal logging - Perburuan Liar - Tumpang tindih kawasan, dll Sehingga TNKS dapat berfungsi secara optimal
Terjadi Kerusakan di TNKS akibat : Perambahan Illegal logging - Perburuan Liar - Tumpang tindih kawasan
-
Dll
Tujuan 1. Menganalisa faktor-faktor yang berkaitan pengelolaan TNKS baik dari sisi intern maupun ekstem berupa kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman. 2. Merumuskan strategi-strategi kebijakan dalam rangka mengatasi/mengurangi gangguan/kerusakan TNKS
Hasil
Data Primer Data Sekunder
Rumusan Strategi kebijakan dalam rangka mengurangi/ mengatasi gangguan/ancaman pada TNKS
SWOT AHP
Pengujian
Kesimputan dan Saran
12
II. TINJAUAN LITERATUR 2.1
Taman nasional sebagai penghasil goods)
barang publik (public
Taman Nasional sebagai kawasan yang menghasilkan produk utama jasa lingkungan seperti udara bersih, jasa hutan menyerap karbon dioksida (C02) dan melepaskan oksigen bersih (02), mengatur tata air, perlindungan tanah dari longsor dan erosi, serta fungsi ekologis lainnya, tidak dapat tertampung dalam mekanisme harga pasar.
Hal ini menyebabkan nilai yang diberikan taman nasional
berupa produk jasa sosial dan lingkungan menderita kekurangan nilai (Undervaluation) dalam ekonomi pasar.
Pada
umumnya
produk jasa
sosial
dan
lingkungan
yang
dihasilkan taman nasional tidak dapat dicegah untuk dipakai atau dimanfaatkan oleh orang (excludability).
lain atau tidak bersifat ekskudabilitas
Pemakaian atau penggunaan produk jasa sosial dan
lingkungan yang dihasilkan taman nasional oleh seseorang tidak mengurangi peluang orang lain untuk memakainya sehingga memiliki sifat tidak bersaingan (rivalness).
Menurut Mankiew (1998), barang-
barang yang tidak memiliki sifat ekskludabilitas (excludability)
dan
tidak bersifat bersaing (Rivalness) dikategorikan sebagai barang publik (public good). Memang ada beberapa produk taman nasional, misalnya
keindahan alam untuk wisata yang berpotensi memiliki nilai pasar. Pengusaha swasta tidak akan tertarik melakukan pengelolaan suatu taman nasional, karena sulit baginya untuk menarik tiket atau bayaran kepada orang-orang yang sudah terbiasa menggunakan udara segar, air sungai yang mengalir dengan teratur dll. tanpa membayar, sehingga
penumpang
gratis
(free
rider)
sulit
untuk
dihindarL
Sehubungan dengan hal tersebut maka akan terjadi kegagalan pasar terhadap produk jasa sosial dan lingkungan yang menghasilkan externaHtas positif. Jika pihak swasta tetap mencoba untuk mengelola taman nasional da1am rangka menghasifkan produk jasa
sosial dan
lingkungan yang sangat dibutuhkan masyarakat sekitar, maka mereka akan
membuat keputusan
yang tidak efisien karena
dihasilkan
eksternalitas (positif).
13
Kegagalan
pasar
dalam
menghasilkan
produk
sosial
dan
lingkungan yang dihasilkan taman nasional menyebabkan pemerintah harus turun tangan.
Hal ini sesuai dengan salah satu dari 10 prinsip
ekonomi (Mankiew, 1998) yang menyebutkan bahwa "pemerintah dapat
seringkali
memperbaiki
hasil
kerja
pasar" dalam
rangka
meningkatkan kesejahteraan warganya. Peranan Ekonomi TNKS terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Berbatasan TNKS.
2.2
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi yang penting bagi kabupaten adalah pertumbuhan dan nilai Produk Domestik Regional
Bruto
(PDRB)
yang
tinggi.
Indikator lainnya
adalah
pemerataan pendidikan serta kualitas sumber daya manusia dan umur harapan hidup sangat tergantung kepada nilai PDRB.
PDRB harga
konstan menggambarkan daya beli dan kualitas hidup masyarakat yang memberi arti bahwa pertumbuhan PDRB yang tinggi atas dasar harga
konstan
tahun
tertentu
mengindikasikan
kesejahteraan masyarakat kabupaten.
peningkatan
Usaha-usaha pemerintah dan
masyarakat kabupaten, terutama dalam era oronomi daerah, untuk mengoptimalkan seluruh potensi ekonomi dalam rangka meningkatkan PDRB merupakan suatu hal yang wajar. Pertanyaan mengenai alternatif mana yang harus dipilih oleh para pengambil kebijakan antara mengekploitasi potensi ekonomi kayu di
TNKS
berupa
nilai
kayu
komersial
atau
mempertahankan
keberadaannya berkaitan dengan pertumbuhan PDRB menjadi sangat penting. Apabila kayu komersial di TNKS dieksploitasi, masyarakat dan pemerintah
kabupaten,
dalam jangka
pendek akan memperoleh
tambahan pendapatan daerah dari nilai kayu tersebut.
Namun di sisi
lain, dengan rusaknya TNKS akibat eksploitasi kayu tersebut akan menyebabkan TNKS tidak dapat lagi memberikan fungsi ekologisnya dalam rangka mendukung perekonomian daerah. Berdasarkan studi yang dilakukan Greenomic Indonesia (2001) Terhadap subsidi ekologis TNKS memperlihatkan bahwa nilai kayu komersial yang ada dalam kawasan hanya mencapai 6,25% dari total nilai manfaat utama TNKS.
Selebihnya adalah nilai ekonomi dari
14
fungsi-fungsi ekologis yang secara terus-menerus diperankannya untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi dan menciptakan efisiensi APBD Kabupaten,
terutama
administratif
bagi
berbatasan
wilayah
langsung
kabupaten/kota dengan
yang
TNKS.
secara
Selanjutnya
disebutkan bahwa nilai ekonomi subsidi ekologis dan produk hutan non kayu yang diberikan oleh TNKS bagi perekonomian kabupaten di sekitarnya mencapai 62,5°/o atau sekitar Rp. 5,9 trilyun selama 10 tahun.
Disamping
itu TNKS juga
mengandung
nilai kekayaan
keanekaragaman hayati, yang mencapai 31 o/o atau sekitar Rp 2,9 trilyun selama 10 tahun.
Nilai tersebut barn berasal dari 270.000
hektar yang diteliti, padahal keseluruhan kawasan TNKS seluas ± 1,4 juta ha. Secara ringkas nilai ekonomi TNKS disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Nilai Ekonomi TNKS (Kasus Pemanfaatan Jangka Pendek 27.000 Ha/thn dari Keseluruhan Luas TNKS sebesar 1,4 Juta He~r)
Manfaat Utama TNKS
Nilai Sekarang (PV) (10 Tahun, Tingkat Diskonto 10%) Dalam Jutaan Rupiah
Nilai Konstan pertahun
Persentase (o/o)
95.580
587.297,72
6,25
Fungsi Ekologis/Produk Hutan Non Kayu (NTFP)
955.800
5.972.977.23
62,50
Keaneka Ragaman Hayati
477.900
2.936.488,61
31,25
1.529.280
9.396.763,58
100,00
Kayu Komersil
Total
Sumber : Greenomics Indonesia (2001: 16). Ringkasan Kebijakan : Subsidi Ekologis Taman Nasional Kerinci Seblat Perlu
dicatat
bahwa
nilai
ekonomi
subsidi
ekologis
dan
keanekaragaman hayati tersebut hanya bisa dipertahankan jika nilai kayu yang bernilai 6,25 persen tersebut tidak dieksploitasi. Studi tersebut juga melihat adanya hubungan ketergantungan yang sangat signifikan antara pertumbuhan kabupaten dengan fungsifungsi ekologis TNKS. Diperoleh angka untuk skenario ketergantungan menengah saja, nilai ekonomi ketergantungan sub sektor pertanian (minus sektor kehutanan) dalam struktur PDRB 9 kabupaten mencapai Rp 8,1 trilyun selama 10 tahun.
Nilai ini merupakan subsidi ekologis
15
yang diberikan secara gratis oleh sistem ekologis TNKS. tersebut
tidak
sementara
ini,
dapat
diperoleh
secara
kabupaten-kabupaten
parsial, berbatasan
Kontribusi
misalnya TNKS
untuk hanya
membutuhkan subsidi ekologis tersebut senilai Rp. 3 trilun saja. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa nilai subsidi ekologis senilai Rp. 8,1 trilyun di atas hanya dapat dinikmati jika TNKS tetap berada pada posisi lestari dan terjaga keutuhan kawasannya.
2.3
Perkembangan Taman Nasional Konservasi Sumber Daya Alam
sebagai
kawasan
Pada awalnya, upaya konservasi di dunia ini telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu. Naluri manusia untuk mempertahankan hidup dan berinteraksi dengan alam dilakukan antara lain dengan cara berburu, yang merupakan suatu kegiatan baik sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup, ataupun sebagai suatu hobi/hiburan 5 • Menurut IUCN (2003:7) di Asia Timur,· konservasi sumberdaya alam hayati (KSDAH) dimulai saat Raja Asoka (252 SM) memerintah, dimana pada saat itu diumumkan bahwa perlu dilakukan perlindungan terhadap binatang liar, ikan dan hutan. William
I
( 1804 M)
pada
saat
Sedangkan di Inggris, Raja
itu telah
memerintahkan
para
pembantunya untuk mempersiapkan sebuah buku berjudul Doomsday Book yang berisi inventarisasi dari sumberdaya alam milik kerajaan.
Kebijakan kedua raja tersebut dapat disimpulkan sebagai suatu bentuk konservasi sumberdaya alam hayati pada masa tersebut dimana Raja Asoka melakukan konservasi untuk kegiatan pengawetan, sedangkan Raja William I melakukan pengelolaan sumberdaya alam hayati atas dasar adanya data yang akurat.
Namun dari sejarah
tersebut, dapat dilihat bahwa bahkan sejak jaman dahulu, konsep konservasi telah ada dan diperkenalkan kepada manusia meskipun konsep konservasi tersebut masih bersifat konservatif dan eksklusif (kerajaan). Konsep tersebut adalah konsep kuno konservasi yang merupakan cikal bakal dari konsep modem konservasi dimana konsep
5
Widada dalam makalah "Konservasi sumber daya alam hayati dan upaya pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun. Program Pasca Sarjana I 53, Institut Pertanian Bogor, Desember 2001
16
konservasi
modern
menekankan
upaya
pada
memelihara
dan
memanfaatkan sumberdaya alam secara bijaksana. Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use)6 • Ide
ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang
Amerika
pertama
yang
mengemukakan
tentang
konsep
konservasi. Sedangkan menurut Rijksen (1981) dalam Widada (2001), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang. Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut : 1.
Konservasi
adalah
menggunakan
sumberdaya
alam
untuk
memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary). 2.
Konservasi
adalah
alokasi
sumberdaya
alam
antar
waktu
(generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982). 3.
Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).
4.
Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).
6
Widada ibid
17
2.4
Perkembangan Taman Nasional di Indonesia.
Taman Nasional pertama kali ditetapkan pada tahun 1872 dengan ditetapkannya Taman Nasional Yellow Stone di Amerika Serikat. Selanjutnya istilah dan konsep taman nasional (national park) menyebar dan telah diakui di berbagai negara di dunia. International Union for the Concervation of Nature (1980) mendefinisikan taman nasional sebagai area yang cukup luas, dimana : (1) Satu atau beberapa ekosistem tidak terjadi perubahan yang disebabkan oleh kegiatan eksploitasi atau pemilikan (penyerobotan lahan), species flora dan fauna, kondisi geomorfologi dan kondisi habitatnya memiliki nilai ilmiah, pendidikan dan rekreasi atau yang memiliki
nilai
lansekap
alam
dan
keindahan
yang
tinggi;
(2)
Pemerintah Pusat memandang perlu dan memberikan perhatian untuk mencegah kegiatan eksploitasi atau penyerobotan lahan serta mencari upaya yang efektif untuk mempertahankan kepentingan ekologi, geomorfologi diperbolehkan
atau
keindahan
masuk
alamnya;
dalam
kondisi
(3)
Para
pengunjung
tertentu dengan tujuan
mendapatkan inspirasi, pendidikan, kebudayaan dan rekreasi. Di Indonesia istilah taman nasional dalam perundang-undangan baru dikenal setelah terbitnya UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Oalam Undang-undang
tersebut, taman nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan
dimanfaatkan
untuk
tujuan
penelitian,
ilmu
pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Pembagian zonasi yang dimaksud meliputi zona inti, zona rimba dan zona pemanfaatan intensif.
Zona inti adalah zona yang paling
peka dimana diperlukan perlindungan secara ketat. Pada dasamya semua kegiatan dilarang dilakukan di dalam zona inti, kecuali penelitian, upaya penangkaran atau suatu bentuk program pendidikan konservasi yang telah diijinkan. Zona rimba mempunyai tujuan utama sebagai tempat untuk pelestarian, tetapi tidak seketat pada zona inti.
Kegiatan ringan
seperti mendaki, wisata alam terbatas, rehabilitasi dan pembangunan
18
sarana (jalan setapak, papan petunjuk, shelter, dan lain-lain) secara terbatas dapat dimungkinkan. Zona pemanfaatan intensif adalah zona yang diperuntukkan bagi kepentingan terutama wisata alam, pendidikan lingkungan, penelitian,
dan
Di
lain-lain.
dalam
zona
ini
dimungkinkan
pembangunan sarana dan prasarana pendukung kegiatan dimaksud dengan mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Pada masa Pemerintahan Belanda di Indonesia, istilah taman nasional tidak terdapat dalam perundang-undangan. Akan tetapi terdapat dua jenis kawasan pelestarian alam dalam perundangundangan
Pemerintahan
Belanda,
yaitu
eagar alam dan suaka
margasatwa. Saat Indonesia memerdekakan diri tahun 1945, telah terbentuk
99
Cagar Alam dan 14 suaka margasatwa yang luas
wilayahnya secara keselu-ruhan mencakup hampir 20.000 Km 2 • Pada tahun
1982,
bersamaan
dengan diselenggarakannya
Konferensi Taman Nasional Sedunia di Bali. Pemerintah Indonesia mengumumkan lima (5) taman nasional pertama di Indonesia (salah satunya TNKS), walaupun istilah kawasan taman nasional belum terdapat dalam perundang-undangan Indonesia. Sampai tahun 2003 Pemerintah Indonesia telah menunjuk sebanyak 35 taman nasional darat dengan luas areal 11,368,829.34 ha, dan 6 taman nasional laut dengan luas 3,680,936.30 ha dan belakangan ini telah bertambah dengan telah ditunjuknya beberapa taman nasional yang baru. 6 Sebenarnya, tidak terdapat perbedaan yang banyak antara pengelolaan taman nasional dengan kawasan konservasi lainnya seperti suaka margasatwa, eagar alam, taman wisata alam, dan lainnya, kecuali
bahwa
pemanfaatannya
pad a
pengelolaan
dilakukan
secara
taman berimbang
nasional,
unsur
dengan
unsur
perlindungan dan unsur pengawetannya.
6
Web site Direktorat Jenderal Pertindungan Hutan dan Konservasi AJam, Departemeo Kehutanao. http//dephut.go.id
19
III. METODOLOGI PENELITIAN Metode Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Analisis SWOT
2. The Analytical Hierarchy process (AHP) Penggunaan analisa SWOT dilakukan untuk menganalisa faktorfaktor internal pihak pengelola TNKS sehingga diketahui apa saja faktor kekuatan
dan
(Strength)
menganalisa
faktor
kelemahan
internal juga
(Weakness).
dilakukan
analisa
Disamping faktor-faktor
eksternal untuk mengetahui peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat) yang dihadapi dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan TNKS. Dari hasil analisa SWOT, diperoleh altematif-altematif kebijakan terpilih
dan
kemudian
dilanjutkan
analisanya
untuk menentukan
pemilihan prioritas kebijakan dengan menggunakan AHP.
Hal ini
dilakukan karena beberapa altematif terpilih yang dihasilkan melalui analisa SWOT, belum tentu dapat dilakukan semuanya secara simultan karena berbagai keterbatasan. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer dikumpulkan dengan menyebarkan
kuesioner kepada responden terpilih untuk digunakan dalam analisa SWOT maupun AHP.
Data sekunder diperoleh dari BPS, Departemen
Kehutanan, Balai TNKS dan instansi lain yang relevan yang digunakan sebagai data pendukung. 3.1 Analisis SWOT
Dalam
melakukan
analisa
SWOT,
tahapan
kegiatan
yang
dilakukan adalah sebagai berikut : a. Identifikasi faktor-faktor internal dan ekstemal b. Penyusunan kuesioner c. Penentuan responden dan pengisian kuesioner d. Analisa data
20
3.1.1 Identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal
Kegiatan pertama yang dilakukan dalam analisa SWOT adalah identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang
merupakan
tahapan penting karena merupakan dasar untuk kegiatan analisa selanjutnya.
Kegiatan yang dilakukan adalah merumuskan faktor-
faktor internal dari pihak pengelola kawasan yaitu Balai TNKS, Departemen Kehutanan (stake holder utama) dengan melakukan studi pustaka terhadap dokumen-dokumen yang terkait. Faktor-faktor internal dan eksternal yang telah dirumuskan, kemudian diminta masukan dari nara sumber yang diyakini menguasai permasalahan untuk melakukan penggurangan, penambahan maupun penajaman terhadap faktor-faktor tersebut. Nara sumber yang diminta masukannya pada penelitian ini adalah beberapa pejabat mantan Kepala Balai TNKS dan juga pejabat di Departemen Kehutanan yang diyakini menguasai permasalahan yang dilakukan studi.
Tahapan ini
sangat penting untuk mendapatkan faktor-faktor internal dan eksternal yang signifikan dalam rangka mencapai tujuan yaitu mengurangi laju kerusakan hutan TNKS. Untuk mengantisipasi adanya faktor-faktor penting lainnya yang belum termasuk, maka dalam kuesioner diberi tempat kosong di urutan bawah, sehingga responden dapat menambahkan faktor lainnya yang dianggap relevan dengan permasalahan yang ada.
3.1.2 Penyusunan kuesioner Setelah faktor-faktor internal dan ekternal selesai dilakukan identifikasi, kegiatan selanjutnya adalah menyusun kuesioner sebagai sarana untuk mendapatkan penilaian dari responden terhadap faktorfaktor yang telah dirumuskan. Penilaian terhadap faktor-faktor internal dan ekstemal dibagi atas dua bagian yaitu : a. penilaian prestasi faktor yang diberi skala 1 sampai 9.
Arti
nilai tersebut adalah, 1 amat sangat buruk 2 sangat buruk, 21
3 buruk 4 sedikit buruk 5 sedang/netral 6 sedikit baik 7 baik 8 sangat baik 9 amat sangat baik b. penilaian urgensi (tingkat kepentingan) penanganan faktor faktor, diberi skala a s/d d (dimana a bemilai 4, b nilai 3, c nilai 2 dan d nilai 1). Arti nilai tersebut adalah, a teramat penting dilakukan penanganannya b penting dilakukan penanganannya c kurang penting dilakukan penanganannya b tidak penting dilakukan penanganannya Kuesioner SWOT yang digunakan dalam penelitian ini, secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 2. 3.1.3 Penentuan responden dan pengisian kuesioner Setelah kuesioner selesai disusun, kuesioners diberikan kepada responden
yang
dipilih
berdasarkan
faktor
keterkaitan
serat
pemahaman terhadap masalah yang diteliti (Purposive sampling). Dalam penelitian ini,
responden ditujukan terhadap 3 kelompok
sasaran yang terdiri dari :
1. Pihak pengelola kawasan yaitu Balai TNKS, Departemen Kehutanan. Dalam kelompok ini yang dijadikan responden adalah Kepala Balai atau mantan Kepala Balai, serta Pejabat di Departemen Kehutanan yang menangani masalah taman nasional. 2. Pemda setempat, yaitu Bappeda Kabupaten, Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten, Kejari, Pengadilan negeri. Yang dijadikan responden adalah kepala instansinya (pengambil kebijakan), kecuali kepala instansi menunjuk pejabat di bawahnya karena dianggap lebih menguasai permasalahan yang diteliti. 3. Masyarakat setempat yang diwakili oleh LSM lokal dan intemasional.
LSM yang dijadikan responden adalah yang aktifitasnya di
22
bidang sumberdaya alam hutan dan mencakup wilayah TNKS. LSM yang dijadikan responden adalah direktur eksekutif atau manager lapangan dari beberapa LSM diantaranya WWF (World Wildlife Fund), Warsi (Warung Informasi), FFI (Flora Fauna Indonesia), Janki. Pemilihan
kelompok
tersebut
sebagai
responden
adalah
berdasarkan masalah yang dilakukan studi, sangat berhubungan dengan kepentingan ataupun tugas mereka baik langsung maupun tidak langsung serta mereka juga dianggap mengetahui permasalahan yang sedang dilakukan studi. 3.1.4 Analisa Data Dari
hasil
kuesioner didapatkan
persepsi
expert terhadap
penilaian indikator-indikator utama, yang terbagi ke dalam dua bagian, yaitu : faktor internal dan faktor eksternal pada Balai Taman Nasional Kerinci Seblat, yang digambarkan pada Tabel 3.1 sebagai berikut : Tabel 3.1 Indikator Faktor dalam SWOT Penilaian Terhadap Indikator-indikator Faktor Internal dan Eksternal
Dari
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Faktor 1
Faktor 1
Faktor 2
Faktor 2
Faktor 3, dst.
Faktor, dst.
hasil
penilaian
faktor-faktor
internal
dan
eksternal
selanjutnya dilakukan identifikasi unsur-unsur yang dikategorikan sebagai kekuatan, kelemahan, kesempatan dan peluang dari stakeholder. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunity).
Namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threath), yang diharapkan mampu untuk menyeimbangkan antara
kondisi internal yaitu : kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness) dengan kondisi eksternal yaitu : peluang (Opportunity) dan
ancaman (Threath) yang ada, kemudian diimplementasikan dalam matriks SWOT, untuk mendapatkan strategi terbaik (the best strategy).
23
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan visi, misi dan tujuan, kondisi sekarang, kondisi yang akan datang, strategi dan kebijakan.
Dengan demikian analisis kebijakan dapat dilakukan
melalui faktor-faktor strategis analisis SWOT. Penilaian expert dari faktor intemal-ekstemal tersebut akan menghasilkan
kelompok
Opportunity, Threat.
faktor-faktor
Strength,
Weakness,
Kemudian dilakukan ana lisa matriks SWOT,
dengan melakukan interaksi merger (penggabungan) dari kelompok faktor
internal
(Strength,
Weakness),
dengan
kelompok
faktor
eksternal (Opportunity, Threat), yang digambarkan dalam Tabel 3.2. Tabel 3.2. Matriks Faktor Internal dan Eksternal FAKTOR EKSTERNAL OPPORTUNITY (0)
THREATH (T)
J: I-
STRATEGI SO
STRATEGIST
z
(Strength-Opportunity)
(Strength-Threat)
(/)
STRATEGI WO
STRATEGI WT
z
(Weakness-Opportunity)
(Weakness-Threat)
.........
(/)
...J <(
z 0:: w Iz
0::
0
I~
<( LL.
(9
w
0::
ItJ)
.........
~
tJ)
w
:l£ <(
w
;: Hasil kombinasi interaksi strategi : SO, WO, ST, WT seperti diuraikan di atas menunjukkan sebanyak 4 strategi pilihan yang dapat ditempuh dalam
melihat persepsi
responden,
terhadap
berbagai
kemungkinan dalam pengambilan keputusan kebijakan yang dapat dilakukan.
Hasil interaksi antara strategi internal dan strategi
ekstemal dapat menunjukkan strategi dominan terbaik untuk solusi yang dipilih, yang dapat dipilih sebagai strategi andalan.
24
Dalam analisa matriks SWOT terjadi interaksi penggabungan dari strategi yang meliputi kombinasi interaksi strategi intemal-ekstemal, yang terdiri dari : 1. Strategi
SO
(Strength-Opportunity),
ciptakan
strategi
yang
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. 2. Strategi ST (Strength-Threat), ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. 3. Strategi
WO
(Weakness-Opportunity),
ciptakan
strategi
yang
meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. 4. Strategi
WT
(Weakness-Threat),
ciptakan
strategi
yang
meminimalkan kelemahan untuk mengatasi ancaman. 3.5.2 Kritik terhadap manajemen strategik di sektor publik.
Analisa
SWOT
yang
merupakan
langkah
utama
dalam
manajemen stratejik pada mulanya berkembang pada manajemen swasta. Pemakaiannya dalam manajemen pembangunan adalah suatu fenomena yang relatif baru yang dapat dikatakan sebagai suatu hasil atau proses reformasi administrasi publik (Nining, 2002:5-1) 1 • Selanjutnya Nining (2002:1-28) 2 menyebutkan bahwa terdapat kritik terhadap manajemen strategik di sektor publik diantaranya : 1. Terlalu berbasis ekonomi seperti manajemen swasta, sehingga sering lupa pada tanggung jawab non ekonomis misalnya tanggung jawab sosial. 2. Mengambil dasar-dasar dari manajemen swasta. 3. Dapat dikatakan sebagai pendekatan Neo Taylor yang intinya adalah mengabaikan tingkah laku orang karena dianggap hanya ada satu cara yang benar (one best way) dan ini dilakukan untuk memudahkan pengotrolan. 4. Terlalu sibuk berpolitik dan mementingkan upaya personal. 5. Pertanggung jawaban publik menjadi berkurang karena sering hanya mengejar indikator kinerja yang kumulatif.
1
Nming I. Soesilo, 2002. Refonnasi Pembangunan Perlu Pendekatan Manajemen Strategik. Buku I, Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, FE-UI. 2 Ibid buku II
25
6. Memiliki problem besar dalam implementasi karea sifatnya sudah dipatok sehingga lebih kaku. 7. Terlalu sempit dalam menangani masalah publik yang sebetulnya amat bervariasi sesuai masalah yang ditanganinya. 8. Terlalu disederhanakan sekali yaitu hanya dengan berpedoman pada indikator kinerja.
Padahal seharusnya hal ini bukan yang
generik tetapi harus disesuaikan dengan sektor. Pendapat lain dikemukakan Salusu (1996:372) bahwa usaha untuk menganalisis SWOT pada organisasi publik mungkin tidak selancar dengan apa yang dilakukan pada organisasi bisnis.
Dengan
mengutip penelitian Ring dan Perry tahun 1985 dalam (Rainey, 1991) oleh Salusu (1996) ditemukan bahwa pengambilan keputusan strategik pada kebanyakan organisasi publik umumnya terjadi dalam kondisi ambiguitas kebijaksanaan.
Dalam kondisi tersebut, kebijaksanaan
tidak dirumuskan dengan tajam sehingga menimbulkan interpretasi yang berbeda bagi masing-masing orang. yang
bertugas
mengimplementasikan
Akibatnya, setiap orang kebijaksanaan
itu,
tidak
memperoleh petunjuk yang jelas bagaimana seharusnya kebijaksanaan itu diterapkan. Selanjutnya Salusu (1996) menyebutkan, kondisi lain yang mempengaruhi pengambilan keputusan strategik adalah peluang untuk berperan serta terbuka amat luas sehingga sulit membuat rumusan yang memuaskan semua pihak.
Peran serta berupa masukan dan
pengaruh dari berbagai media, golongan politisi, dan dari bermacammacam kelompok dan koalisi kepentingan yang saling bertentangan satu dengan yang lain.
Peran serta yang luas ini sering kali
menghambat upaya pengambilan keputusan yang mendesak, atau sebaliknya keputusan yang dibuat terpaksa harus mengandung banyak kelemahan.
Belum lagi kalau ada pergantian pejabat secara periodik,
tanpa disadari kadang-kadang menciptakan kekosongan waktu yang artifisial.
Keadaan ini juga menghambat pengambilan keputusan
stratejik.
26
3.2
The Analytic Hierarchy Process (AHP)
Dari
SWOT
analisa
hasil
didapatkan
beberapa
alternatif
kebijakan perpaduan faktor internal dan eksternal yang belum tentu seluruhnya dapat dilakukan secara bersamaan atau simultan karena berbagai keterbatasan sumber daya. maka
perlu
lebih
lanjut
Untuk mengatasi hal tersebut
dilakukan
pemilihan
prioritas
untuk
mendapatkan strategi kebijakan yang pertu mendapat perhatian lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Penentuan prioritas
dari alternatif-alternatif kebijakan yang telah dipilih melalui SWOT pada penelitian ini dilakukan dengan analisa AHP. Menurut Bambang PS. Brojonegoro (1992), dalam melakukan analisa dengan AHP ada 4 aksioma yang harus diperhatikan agar analisa AHP dapat dilakukan dengan baik. 3.2.1 Aksioma AHP Aksioma yang harus diperhatikan pemakai model AHP adalah sebagai berikut: a. Aksioma Resiprocal (Reciprocal Comparison) : matrik perbandingan berpasangan yang terbentuk haruslah bersifat kebalikan.
Artinya
harus bisa dibuat perbandingan dan dinyatakan preferensinya, dimana preferensi itu harus memenuhi syarat resiprokal, yaitu kalau A lebih disukai dari B dengan skala X, maka B lebih disukai dari A dengan skala 1/X. b. Aksioma Homogenitas (Homogenity) : dalam melakukan berbagai perbandingan, konsep ukuran yang diperbandingkan haruslah jelas. Artinya, preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau elemen-elemennya dapat diperbandingkan satu sama lain. Pikiran kita akan sulit dalam melakukan perbandingan dengan ukuran yang kurang jelas, misalnya perbandingan antara kelereng dengan jeruk. bandingkan
Dalam konteks "rasa", maka tidak tepat jeruk kita dengan
kelereng.
Tapi
dalam
bentuk
bulat
kemungkinan perbandingan relevan. c. Aksioma Ketergantungan (Independence) : terdapat keterkaitan antara level, walaupun dapat terjadi hubungan tak sempurna.
27
Artinya,
preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa
kriteria
tidak
dipengaruhi
oleh
alternatif-altematif yang
melainkan oleh obyektif secara keseluruhan.
ada
Atau perbandingan
antara elemen-elemen dalam satu level tergantung/dipengaruhi elemen-elemen diatasnya. d. Aksioma Ekspektasi (Expectations) dituntut
bukanlah
rasionalitas,
: dalam proses AHP yang
tetapi
ekspektasi dan persepsi dari manusia.
yang
menonjol
adalah
Dalam kaitan ini penilaian
yang irasional dapat diterima, asalkan konsisten. Selain aksioma yang perlu mendapat perhatian dalam analisa AHP, ada 3 prinsip dasar dalam melakukan analisa dengan AHP. 3.2.2 Prinsip Dasar AHP
Dalam model AHP terdapat tiga prinsip dasar, yaitu : 1. Prinsip
menyusun
hirarki;
(menggambarkan
dan menguraikan
secara hirarki), yaitu memecah-mecah persoalan menjadi unsur yang terpisah-pisah 2. Prinsip menetapkan prioritas yaitu menentukan peringkat elemenelemen menurut kepentingan. 3. Prinsip konsistensi logis yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan. 3.2.2.1
Prinsip Menyusun Hirarki
Secara garis besar ada 2 tahapan dalam penyusunan model AHP, yaitu sebagai berikut : a. Penyusunan Hirarki (Dekomposisi) b. Evaluasi Hirarki ( dapat menggunakan '"'Expert Choice'') Proses penyusunan hirarki adalah sebagai berikut : Tahap pertama : Identifikasi tujuan keseluruhan pembuatan hirarki yang
bisa
disebut dengan Goal (tujuan), yakni
masalah yang akan dicari pemecahannya lewat model AHP. Tahap Kedua
: Menentukan kriteria yang diperlukan untuk mendukung tujuan keseluruhan.
28
Tahap ketiga
: Identifikasi strategi-altematif yang akan dievaluasi di bawah kriteria.
Tahap terpenting dalam analisis adalah penilaian dengan teknik perbandingan berpasang (pairwise comparison) terhadap elemenPenilaian dilakukan dengan
elemen pada suatu tingkatan hirarki.
memberikan bobot numerik dan membandingkan elemen satu dengan elemen yang lain.
Tahap selanjutnya adalah melakukan sintesa
terhadap hasil penilaian untuk menentukan elemen mana yang memiliki prioritas tertinggi dan terendah. 2.2.2.3 Prinsip Menetapkan Prioritas
Penetapan prioritas dan konsistensi merupakan hal penting dalam AHP terutama comparative judgement, menurut Pius Izak Dumatubun (1999: 97).
Dalam proses ini dilakukan perbandingan
berpasangan (pairwise comparison) antar berbagai kriteria, dengan dua tahap penting yaitu : (i) menentukan mana diantara dua yang dianggap (penting/ disukai/mungkin terjadi) serta; (ii) menentukan seberapa kali lebih (penting/disukai/mungkin terjadi). sederetan
Kriteria
dan
alternatif
tersebut
Prioritas dari
ditentukan
dengan
membandingkan satu sama lain secara berpasangan yang diberi bobot berupa skala dari 1 s/d 9. Setelah hirarki tersusun, langkah selanjutnya adalah pengisian persepsi expert dengan melakukan perbandingan antara elemenelemen di dalam satu level dengan memperhatikan pengaruh pada level di atasnya. Dari hasil pengisian perbandingan berpasangan dari persepsi expert
(responden)
tersebut,
perbandingan (Matrix pairwise).
disusun
dalam
bentuk
matriks
Kemudian dilakukan perhitungan
vector eigen (Eigen vector) dan nilai eigen (eigen value) serta perhitungan konsistensi yang akan menentukan prioritas pilihan. Karena model AHP menghendaki satu persepsi dalam satu perbandingan, maka dari n persepsi harus dihasilkan satu persebsi yang mewakili persepsi seluruh expert.
Cara umum yang dipakai
pembuat AHP adalah dengan cara mencari nilai rata-rata.
Ada dua
29
cara yang dipakai yaitu ; (i) rata-rata hitung dan; (ii) rata-rata ukur. Rata-rata
ukur lebih cocok untuk deret bilangan yang sifatnya
perbandingan
(rasio)
dan
mampu
mengurangi
gangguan
yang
ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil. Setelah
matriks
perbandingan
terisi,
untuk
selanjutnya
menetapkan prioritas digunakan metode eigen vector dan eigen value. Dari eigen vector yang diperoleh ditentukan lokal priority, yaitu prioritas
untuk
satu
level.
Prioritas
global diperoleh
dengan
mengalikan prioritas elemen pada level di atasnya sampai level akhir. 3.2.2.3
Prinsip Konsistensi Logis
Pengukuran konsistensi dalam model AHP dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama adalah mengukur konsistensi setiap matriks
perbandingan
dan
tahap
kedua
adalah
mengukur
konsistensi
keseluruhan hirarki. Konsistensi berarti dua hal, pertama menunjukkan pemikiran atau objek yang serupa dikelompokkan menurut homogenitas dan relevansinya,
misalnya : Jeruk Pontianak dan Bola Tenis dapat dike-
lompokkan dalam satu set homogen jika kriteria relevannya adalah kebulatan, tetapi tidak bila kriterianya adalah rasa, karena perbandingannya jadi tidak relevan.
Artinya konsistensi yang kedua adalah
intensitas relasi antar gagasan saling membenarkan secara logis. Setiap
perbandingan
dinyatakan
konsisten
100°/o
apabila
memenuhi syarat sebagai berikut : Aij . ajk = aik Setiap angka dalam matriks perbandingan pada dasamya adalah sebuah rasio karena angka yang timbul didasarkan atas perbandingan antara dua elemen. Apabila tertulis angka atau skala 7 dalam sebuah matriks perbandingan, maka itu tidak lain adalah 7/1. Dengan dasar tersebut maka dapat dijelaskan bahwa : Aij = wi/wj ..............................lj = 1 ........ n
= (wi/wj} . (wj/wk} = wi/wk = : aji = wj/wi = 1/{wi/wj} = 1/aij.
Karena itu, aij . ajk dibuktikan bahwa
aik, dan juga dapat
30
Konsistensi dalam sebuah matriks perbandingan diukur melalui rumus berikut : A . W = A. max . W Indeks konsistensi (CI) diperoleh dari : CI = Amx-n n-l Rasio Konsistensi ( CR) diperoleh dari : CR
= CI/RI
dimana : RI = Random Index
N
1
2
3
4
RI
0
0
0.58
0.9
5
6
7
8
1.12 1.24 1.32 1.41
9
10
1.45
1.49
Dalam hirarki tiga level, akan diperoleh indeks konsistensi untuk matriks perbandingan level dua dan indeks konsistensi dari setiap matriks
perbandingan
pada
level
tiga
dengan
hubungan dengan setiap unsur-unsur level dua.
memperhatikan Dengan demikian
pada level tiga tersebut akan diperoleh sejumlah angka indeks konsistensi yang banyaknya dua.
sama dengan unsur-unsur dalam level
Langkah selanjutnya adalah melakukan perkalian vector antara
vector prioritas level dua sebagai vector baris dengan vector indeks konsistensi dari level tiga sebagai vector kolom.
Hasil perkalian ini
merupakan satu angka yang kemudian ditambah dengan indeks konsistensi level dua dan hasilnya disebut M, selanjutnya dihitung indeks random secara keseluruhan dengan cara yang sama, hanya setiap indeks konsistensi diganti dengan indeks random yang besamya tergantung ukutran matriks. Dari operasi ini diperoleh indeks random hirarki secara keseluruhan yang dilambangkan dengan M', dengan demikian akan diperoleh rasio konsistensi secara keseluruhan dengan membagi indeks konsistensi keseluruhan (M) dengan indeks random keseluruhan (M'), yang secara singkat dapat ditulis : CRH = M/M'.
+ (bobot prioritas level dua) (CI level tiga) level tiga + (bobot prioritas level dua) CI level tiga)
Dimana : M = CI level dua M'
= RI
RI = Random Indeks
31
Setelah melalui tahap penyusunan hirarki, menetapkan prioritas dan menghitung konsistensi, langkah selanjutnya dapat dilakukan analisa sensitifitas. 3. 2. 3 Analisa Sensitivitas. Pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana sensitivitas dari prioritas yang dihitung dengan metode eigenvector apabila ada sedikit perubahan pada penilaian.
Yang diharapkan adalah prioritas
yang tidak terlalu berfluktuasi apabila ada perubahan kecil dalam penilaian. Menurut Brojonegoro (1992:
31) analisa sensitivitas dapat
dipakai untuk memprediksi keadaan apabila terjadi suatu perubahan yang cukup besar.
Misalnya terjadi perubahan bobot prioritas atau
urutan prioritas dari kriteria karena ada perubahan kebijaksanaan. Maka pertanyaan yang muncul adalah bagaimana urutan prioritas alternatif yang baru dan tindakan apa yang pertu dilakukan.
Dalam
suatu hirarki tiga level, level dua dari hirarki tersebut dapat disebut sebagai variabel eksogen, sedangkan level tiganya adalah variabel endogen.
Analisa sensitivitas dari hirarki tersebut adalah melihat
pengaruh pada variabel eksogen terhadap kondisi variabel endogen. Apabila dikaitkan dengan suatu periode waktu, maka dapat dikatakan bahwa analisa sensitivitas adalah unsur dinamis dari sebuah hirarki. Artinya, penilaian yang dilakukan pertama kali dipertahankan untuk
suatu
kebijaksanaan
jangka atau
waktu tindakan,
tertentu cukup
dan
adanya
dilakukan
sensitivitas untuk melihat efek yang terjadi.
perubahan
dengan
analisa
Kestabilan suatu hirarki
juga dapat ditentukan berdasarkan analisa sensitivitas.
Makin besar
deviasi atau perubahan prioritas yang terjadi, makin tidak stabil hirarki tersebut.
Sensitivitas
kebijaksanaan
karena
si
hirarki,
penting
pengambil
untuk
keputusan
implementasi
dapat
membuat
antisipasi apabila ada sesuatu yang terjadi di luar perkiraan. 3.2.4 Kelebihan dan kekurangan Model AHP Kelebihan metode ini adalah sederhana dan tidak banyak asumsi.
Metode ini cocok untuk menyelesaikan permasalahan yang
32
bersifat strategis dan makro. hierarkinya
yang
Kekuatan AHP terletak pada struktur
memungkinkan
seseorang
memasukkan
semua
faktor-faktor penting, baik nyata maupun abstrak, dan mengaturnya dari atas ke bawah mulai dari yang paling penting ke tingkat yang berisi alternatif, untuk dipilih mana yang terbaik, AHP juga adalah satu bentuk model pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya. Personal yang menguasai permasalahan yang sedang diteliti (Expert) sangat dibutuhkan dalam model AHP untuk didapat persepsi
atau penilaiannya. Penentuan seseorang sebagai expert, bukan berarti orang tersebut harus pintar, jenius, bergelar doktor, tetapi mengacu pada orang yang
mengerti benar pennasalahan yang diajukan,
merasakan akibat suatu masalah atau juga kepentingan terhadap masalah tersebut (Brojonegoro
:
1992-5).
Para expert dalam
melakukan analisanya dengan menggunakan personal judgement berdasarkan
pengetahuan/kemampuan
dan
pengalamannya
yang
diperkaya dengan data sekunder dari literature maupun opini pendapat masyarakat. Kelebihan-kelebihan
lain
model
AHP adalah sifatnya
yang
fleksibel, demokratis dan perhitungannya tidak terlalu rumit.
Sifat
fleksibel dalam arti mampu mencakup banyak pennasalahan dengan tujuan dan kriteria yang beragam (multiobjectives and multicriterias). Tujuan yang berbeda bisa dimasukkan dalam suatu level dan satu hirarki dan hirarkinya sendiri sangat fleksibel dan peka terhadap perubahan.
Sifat demokratis berkaitan dengan kepentingan politik.
Dalam proses perencanaan dengan menggunakan AHP, masyarakat dimungkinkan turut serta dalam proses perencanaan pembangunan melalui proses pembuatan hirarki dan pengisian kuesioner bersamasama
aparat
pemerintah.
Dengan
partisipasi
masyarakat,
pembangunan tidak hanya bersifat top-down tetapi juga bottom-up (Brojonegoro 1992: S-6). Disamping kelebihan-kelebihan seperti disebutkan di atas, model AHP tidak luput dari kelemahan.
Ketergantungan model pada input
berupa persepsi expert akan membuat hasil akhir menjadi tidak ada
33
artinya apabila expert memberikan penilaian yang keliru.
Kondisi ini
ditambah dengan belum adanya kriteria yang jelas untuk seorang
expert. Untuk membuat model AHP dapat diterima, pertu meyakinkan masyarakat untuk menganggap persepsi expert dapat mewakili masyarakat, paling tidak sebagian besar masyarakat.
(Brojonegoro
1992 : 6). Kelebihan
dan
kekurangan
model AHP sebagaimana
dikemukakan Brodjonegoro (1992:38) dirangkum seperti
yang
pada Tabel
3.3 berikut.
Tabel 3.3. Kelebihan dan Kekurangan dari Model AHP Kekurangan Model AHP
Kelebihan Model AHP
• Model AHP adalah memasukkan data • kualitatif dan diolah menjadi kuantitatlf •
•
AHP mempertimbangkan analisis permasalahan yang melibatkan banyak pelaku (multi actor), banyak kriteria (multi criteria) yang bisa dimasukkan dan banyak obyek (multi objective) AHP menghasilkan output perencanaan yang diinginkan.
• AHP memasukkan pertimbangan dan
nilai-nilai pribadi secara logis. Proses ini bergantung pada imajinasi pengalaman dan pengetahuian untuk menyusun hirarki suatu masalah dan bergantung pada logika intusi dan untuk memberi pengalaman pertimbangan.
•
Sulit dikerjakan secara manual terutama bila matriksnya yang terdiri dari tiga elemen atau lebih, sehingga harus dibuat suatu program komputer untuk memecahkannya. Belum adanya batasan expert sebagai responden pada masing-masing kasus juga dapat melemahkan metode ini, tetapi hal ini diantisipasi dengan pemberian bobot yang berbeda dalam tabulasi kuesioner hasil isian responden.
• AHP menunjukkan bagaimana meng-
hubungkan elemen-elemen dari bagian lain untuk memperoleh hasil gabungan.
34
IV. GAMBARAN UMUM TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT 4.1
Sejarah Kawasan Pada tahun 1926, Pemerintah kolonial Belanda menetapkan
hutan yang ada wilayah Sumatera Bagian Tengah yang berada di sisi barat
sebagai
kawasan
lindung.
Masyarakat
setempat
mengenalnya sebagai hutan batas Bosswesen (BW).
lalu
Cerita dari
kalangan tetua menyebutkan, Belanda saat itu peduli dengan kawasan hutan batas BW dan ada sangsi bagi para pelanggar. Sampai setengah abad kemudian, kawasan hutan di pulau Sumatera digolongkan ke dalam berbagai status.
Beberapa propinsi
juga tengah menyiapkan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW)~
Dari
penetapan RTRW, kawasan yang berada di gugusan Bukit Barisan: mulai Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan hingga Bengkulu, mengalokasikan kawasan
hutannya dengan J>erbagai status. Pola
pengelolaan kawasan yang dikembangkan kemudian berbeda satu sama lain, sesuai status dan peruntukannya.
Yang patut dicatat, kawasan
hutan itu diketahui menyimpan keragaman hayati yang melimpah, sehingga mendapat perhatian sejumlah badan dunia. Hal ini seiring dengan perkembangan ilmu konservasi yang mulai diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Periode 1977-1980, disponsori FAO (Food
and Agriculture Organization), Ditjen Perlindungan dan Pelestarian Alam serta WWF, melakukan penelitian di empat propinsi.
Fokusnya
diarahkan pada sejumlah potensi yang ada, di antaranya floristik, faunistik, geomorphologis dan geografis. Hasilnya
kemudian
menjadi
dasar masukan
bagi
kawasan
konservasi, yang direncanakan memanjang dari Gunung Kerinci hingga Gunung Seblat.
Dasar masukan ini tertuang dalam usulan rencana
pengelolaan Taman Nasional Kerinci Seblat (Proposed Management Plan Kerinci Seblat Nasional Park) tahun 1980. Usulan ini diharapkan akan menjadi suatu kawasan konservasi dengan sistem pengelolaan modern sebagai kawasan penyeimbang ekologis lokal, regional dan nasional, bahkan internasional.
35
Gagasan ini kemudian
mendapat tanggapan dari beberapa
departemen yaitu : Departemen Pertanian (yang saat itu masih membidangi sektor kehutanan), Penerangan, Menteri Negara PPLH dan Meneg Ristek, pada tanggal 6 Maret 1980, mengeluarkan pemyataan bersama, dengan melahirkan konsep yang dituangkan dalam bentuk "Strategi Konservasi Alam di Indonesia", dan hingga kini masih digunakan. Kongres Taman Nasional Sedunia III di Bali, tahun 1982, adalah titik awal pembahasan TNKS secara lebih nyata. Pada kongres itu pemerintah menetapkan rencana taman nasional untuk 11 kawasan konservasi, termasuk Kerinci Seblat. Surat Menteri Pertanian No. 736/ Mentan/X/1982, 14 Oktober 1982 menetapkan Taman Nasional Kerinci Seblat seluas 1.484.660 hektar. Taman beberapa
Nasional
peruntukan
Kerinci hutan:
Seblat eagar
merupakan alam
gabungan
(299.970 · ha),
dari suaka
margasatwa (368.185 ha), hutan lindung (657.629 ha), serta hutan produksi dan hutan peruntukan lain (165.866 ha). Taman nasional ini membentang di empat propinsi: Sumatera Barat (375.930 ha), Jambi (588.460 ha), Bengkulu (310.580 ha) dan Sumatera Selatan (209.680 ha). Kawasan TNKS ini berasal dari 17 kelompok hutan yang merupakan bagian hutan lindung register tahun 1921-1926, eagar alam dan suaka margasatwa yang ditetapkan pada kurun waktu 1978-1981, ditambah dengan beberapa kawasan hutan produksi (Lampiran 1.). Kawasan konservasi ini kemudian disatukan agar tidak terputus-putus, yang secara ekologis akan lebih utuh dan mendukung kehidupan satwasatwa besar. Pada perkembangan selanjutnya, berdasarkan tata guna hutan kesepakatan, sebagian kawasan hutan di dataran rendah ditetapkan sebagai hutan produksi dan hutan produksi terbatas. Hal ini ternyata mengurangi luas kawasan TNKS menjadi 1,25 juta ha. Karena terjadi penyusutan, lalu dilakukan revisi dengan melakukan tata batas, dimulai tahun
1992.
Setelah
pemancangan
pal
batas dan
rekonstruksi
36
rampung, Menteri Kehutanan, melalui Surat Keputusan No. 901/Kpts11/1999 tentang penetapan kawasan TNKS di empat propinsi dengan luas 1.375.349 ha. Selama proses menuju penetapan taman nasional, pemerintah sebetulnya
telah
membentuk
badan
pengelola,
melalui
proyek
pembangunan TNKS, di bawah koordinasi Balai KSDA II Lampung, tahun 1984. Delapan tahun kemudian, ditingkatkan menjadi unit pelaksana teknis (UPT) TNKS. UPT ini, tahun 1997, ditingkatkan lagi menjadi Balai TNKS di bawah Departemen Kehutanan hingga saat ini. Balai TNKS dipimpin oleh kepala yang dengan jabatan eselon III. 4.2 Dukungan Internasional Terhadap Pengelolaan TNKS Kelahiran TNKS akhirnya mendapat perhatian banyak lembaga internasional: GEF (Global Environment Facility), UNDP (United Nations Development Program), Bank Dunia dan JGF (Japan Grant Facility).
GEF, bekerjasama dengan UNDP, menawarkan proyek pelestarian Bank Dunia, dengan mengontrak konsultan,
keragaman hayati. melaksanakan
kajian
investasi
untuk
komponen
program
ICDP
(Integrated Conservation and Development Project).
Implementasi kegiatan ICDP, yang dirancang sebagai proyek pengelolaan TNKS, melibatkan semua pihak. Karena itu, kerangka kerjanya
difokuskan
pada em pat komponen:
komponen A pad a
pengelolaan taman; komponen B pada pengembangan desa-desa yang tingkat
interaksi
dan
ketergantungan
pada
TNKS
relatif tinggi;
komponen C menfokuskan diri pada pengelolaan wilayah konsesi hutan di kawasan penyangga taman; dan komponen D melakukan evaluasi dan monitoring terhadap ketiga komponen. Selain kerjasama internasional dengan koordinasi Bank Dunia dan pemerintah Indonesia, WWF Indonesia, melalui WWF ID 0094, sejak tahun 1991 membantu pengelolaan TNKS sebelum terbentuk UPT dan balai. Kegiatan yang dilakukan, antara lain, penguatan nilai-nilai tradisional masyarakat tentang konservasi dengan membentuk hutan adat, pendampingan ekowisata dan pemanfaatan lahan terlantar.
37
Fauna
Flora
1995,
Tahun
International
melalui
dukungan
lembaga Intemasional dan bekerjasama dengan Ditjen PHKA Dephut, melakukan beberapa kegiatan di TNKS. Di antaranya proyek orang pendek, yang sempat dikabarkan menjadi "penjaga" hutan TNKS, dan perlindungan pelestarian mamalia besar seperti harimau Sumatera, badak Sumatera, gajah dan tapir, yang populasinya mulai langka. Setahun kemudian, Bank Dunia membantu pengelolaan, bersama UPT Balai iNKS, dengan memberikan dana kepada WWF ID 0094. Kegiatan yang dirancang adalah melalukan pra-implementasi ICDP di 10
desa,
dengan
fokus
kegiatan
pada
pengembangan
wilayah
perdesaan. Sepuluh desa ini diambil dari desa yang sebelumnya melaksanakan kegiatan paket C dan D. 4.3 Pengelolaan TNKS
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/KptsII/2002 tanggal 10 )uni 2002 tentang Organisasi dan iata Kerja Balai Taman Nasional, struktur Balai TNKS terdiri dari, yaitu Kepala Balai (eselon Ill/a), Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan 4 Kepala Seksi Konservasi Wilayah (eselon IV/a) bertempat di masing masing propinsi. 4.3.1 Jumlah Personil Jumlah
yang
personil
mendukung pengelolaan TNKS sampai
dengan akhir tahun 2004 adalah sebagai berikut: a. Struktural - Eselon IliA - Eselon IVA
..
..
1 orang 5 orang
b. Non Struktural : 40 orang c. Fungsional - Polhut : 108 orang - Teknisi PEH : 17 orang d. Honorer : 19 orang e. Volunteer : 3 orang Data statistik pegawai TNKS secara lengkap dapat dilihat pada Tabel4.1.
38
Tabel 4.1 Statistik Pegawai TNKS Periode Juli 2004 (per 1 Juli 2004): --
Berdasarkan Eselon 1 org Eselon Ilia Berdasarkan Jabatan 6 org Struktural
I
II
5 org
eselon IV a
Non Struktural
40 org
Fungsional
19 org Golongan 1 org Gol III c 1 org Goiiiid 23 org Gol II d 6 org Gol III a b org II 66 org Gol II a Gol 19 1 org Pendidikan 7 org 51 Non 2 org 51 Kehutanan Kehutanan 17 org SLTA Non 3 org SLTA 03 Kehutanan Kehutanan Kehutanan 1 org 3 org SLTP v Berdasarkan Jenis Kelamin 163 org P~rempuan 8 org La kHaki Sumber : Laporan Triwulan Balai TNKS, September 2004. Honorer III Berdasarkan Gol IV a Gol III b Gol II c Got I d IV Berdasarkan 52
126 org
4 org 17 org 33 org
16 org 122 org
so
.
-
-···
-
4.3.2 Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)
Adapun
Tugas
Pokok
dan
Fungsi
(Tupoksi)
Balai
TNKS
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6186/Kpts11/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional tanggal 10 Juni 2002 adalah sebagai berikut: 1. Menyusun rencana,
program dan evaluasi pengelolaan Taman
Nasional
2. Pengawetan dan pemanfaatan secara lestari Taman Nasional 3. Perlindungan,
pengamanan
dan
penanggulangan
kebakaran
kawasan
4. Promosi, informasi, bina wisata dan cinta alam serta penyuluhan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
5. Kerja sama pengelolaan Taman Nasional 6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga
39
4. 3. 3 Struktur Organisasi Balai TNKS
Dengan kawasan hampir 1,4 juta hektar dan dengan dukungan 190 personil dirasakan masih sangat belum memadai. Mengingat begitu luasnya kawasan dan hanya didukung lebih kurang 108 tenaga fungsional polhut, maka Taman Nasional Kerinci Seblat dibagi menjadi wilayah-wilayah kerja yang lebih kecil yaitu : 1. Seksi Jambi, terbagi beberapa rayon yaitu : a. Rayon Kerinci Utara, terbagi atas Resort Gunung Tujuh, Resort Gunung Kerinci, Resort Tanjung Genting, Resort Pungut, Resort Pelornpek, Resort Kebun Baru b. Rayon Kerinci Selatan, terbagi atas Resort Gunung Raya, Resort Bantang Merangin, Resort Bukit Tapan, Resort Lempur c. Rayon Merangin, terbagi atas Resort Pangkalan Jambu, Resort Jangkat, Resort Muara Siau, Resort Sungai Manau, Resort Tabir, Resort Tabir Hulu. d. Rayon Muara Bungo, terbagi atas Resort Pelepat, Resort Rantau Pandan, Resort Tanah Tumbuh 2. Seksi Bengkulu, terbagi beberapa Rayon yaitu : a. Rayon Bengkulu Utara I, terbagi atas Resort Manjunto, Resort Air Dikit. b. Rayon Bengkulu Utara II, terbagi atas Resort Ipuh, Resort Ketahun, Resort Air Seblat. c. Rayon Rejang Lebong, terbagi atas Resort Bukit Kelam, Resort Bukit Reges, Resort Ketenong. 3. Seksi Sumatera Barat, terbagi beberapa Rayon yaitu : a. Rayon Pesisir Selatan, terbagi atas Resort Lumpo, Resort Air Haji, Resort Muara Sako, Resort Kambang, Resort Air Haji. b. Rayon
Solok-Sawahlunto
Sijunjung,
terbagi
atas
Resort
Sikinjang, Resort umau, Resort Sungai Aro. 4. Seksi Sumatera Selatan, terbagi atas beberapa Rayon yaitu : a.
Rayon Musi Rawas I, terbagi atas Resort Bukit Sulap, Resort Terawas, Resort Selangit.
40
b. Rayon Musi Rawas II, terbagi atas Resort Rupit, Resort Karang jaya, Resort Air Terawas. Struktur Organisasi Balai TNKS berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Nomor 6186/Kpts-11/2002,
Kehutanan
diperlihatkan
pada
Bagan 4.1. Bagan 4.1. Struktur Organisasi Balai TNKS Kepala Balai TNKS
+
Kepala Sub Bagian Tata Usaha
~
~
Kepala Seksi Konservasi Will Jambi
~
Kepala Seksi Konservasi Wll II Bengkulu
Kepala Seksi Konservasi Wd Ill Sum bar
Kepala Seksi Konservasi WiiiV Sumsel
~r
4.4 4.4.1
Potensi Kawasan Kondisi Fisik
TNKS memanjang dari barat laut ke tenggara di tengah-tengah pegunungan Bukit Barisan, Sumatera Lembah yang curam membelah Pegunungan Bukit Barisan menjadi dua bagian yang sejajar.
Bagian
barat
kurang
merupakan
barisan
gunung-gunung
yang
lebih
bersambung dengan ketinggian sekitar 2.000 m dpl, sedangkan bagian timur memiliki gunung-gunung yang lebih rendah dengan ketinggian antara 800-1500 m dpl (Laumonier, 1994). Sebagai rangkaian bukit dan gunung TNKS dicirikan oleh kelerengan lahan sangat curam (> 60°/o) pada sebagian besar kawasannya (70% dari luas kawasan). Sebagian besar lahan memiliki tanah podsol yang relatif kurang subur dan rawan erosi.
41
Kondisi topografi dan tanah menunjukkan bahwa TNKS memiliki peran penting untuk konservasi tanah dan air.
TNKS merupakan
daerah tangkapan air bagi 23 sungai besar di empat provinsi. Sungai yang terpenting adalah Batanghari di Jambi, Ketahun di Bengkulu dan Musi di Sumatera Selatan. Iklim di TNKS bervariasi menurut topografi, tetapi secara umum, sebagian besar kawasan TNKS tergolong ke dalam Tipe A (basah) dalam klasifikasi iklim Schmidt and Ferguson. Rata-rata curah hujan tahunan adalah 2.991 mm, dengan bulan kering kurang dari dua bulan per
tahunnya.
Rata-rata
temperatur
antara
16°-28°
Celsius.
Kelembaban relatif udara adalah 77% - 92 °/o. 4.4. 2 Biologi Karena meliputi berbagai tipe ekosistem, TNKS sangat kaya akan keanekaragaman hayati. TNKS memiliki paling sedikit 85 dari total 199 mamalia Sumatera (5 di antaranya endemik Sumatera, dan 371 jenis burung, termasuk 17 dari 22 jenis endemik Sumatera. Lebih dari 4000 jenis tumbuhan telah tercatat di TNKS, termasuk 300 jenis anggrek. Hutan
dataran
rendah
di
dekat TNKS juga sangat kaya
akan
keanekaragaman hayati. TNKS memiliki peran penting dalam konservasi, banyak jenis mamalia yang terancam secara global. Salah satu mamalia yang paling langka
dan
paling
terancam
di
dunia
adalah
Badak Sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis), terdapat di TNKS wilayah Bengkulu dan Jambi, dalam jumlah yang belum diketahui. TNKS terkenal sebagai daerah perlindungan yang sangat penting untuk konservasi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae). Kedua jenis di atas terancam oleh kegiatan perburuan liar di seluruh daerah jelajahnya, termasuk di dalam TNKS. Kelinci Sumatera (Nesolagus netscherl) yang merupakan Kelinci endemik Sumatera yang kurang dikenal juga terdapat di TNKS. Populasi gajah Sumatera (Eiephas maximus sumatranus) di Bengkulu dan Jambi memiliki daerah jelajah sampai ke dalam taman, tetapi mungkin mereka lebih banyak berada di hutan dataran rendah di dekat
42
taman. TNKS merupakan habitat paling penting di dunia bagi tapir (Tapirus indicus). Beruang Madu (Helarctos malayanus), Macan Tutul (Neofelis nebulosa), dan Anjing Liar Asia (Cuon a/pinus) juga terdapat
di TNKS. Bunga terbesar di dunia Raflesia arnoldii, bisa ditemukan di TNKS wilayah Bengkulu. Dua jenis bunga tertinggi di dunia, Amorphopallus titanum dan Amorphopallus gigas sering ditemukan di TNKS pada
elevasi di bawah 900 m dpl. Hutan TNKS dapat diklasifikasikan berclasarkan komposisi jenis pohon yang berubah menurut perubahan elevasi (Gambar 4.1). Beberapa penulis tetah mencoba mengklasifikasi zonasi hutan di Gunung Kerinci. Laumonier (1994) telah mengkaji studi-studi tersebut dan juga melaksanakan studinya sendiri. lit. Kerlnci
'-,
No Vegetation 1f---------~~------------------j
3400
ITt
Tropical sub alpine thicket
----~129001Tt 1~--------r~-=--~~~---Upper -mne forest
Om
WEST
EAST lake Kerind
Forest types from: laumonler, Y. 1994. The vegetation and tree flora of Kerincl Seblat National Part, Sumatra. Tropica/Biodivetsity2 (1): 232·250.
Gambar 4.1 Klasifikasi Hutan TNKS berdasarkan komposisi jenis pohon Tipe-tipe
hutan
yang
dideskripsikan
oleh
Laumonier telah
dipetakan untuk TNKS (Gambar 4.2).
43
l..egerdl:
N
BaasTN<S
# bklta~
N -'*"
- [)mu
I \ 'Baas Propn;i
Tipe i-Ua'l
-
-
<300m I-Ua1 Dctcrcll Rerdah :D1-8Xl m 1-ttalll:Erat Tirwi Bl1-1400 m I-Ua1 SJ> m:rta'la 1401-1~ m 1-Uan 1\btala Rendctl 1001-2400 m1-Uan Mata"'a c:~.>rt"~<>h 2401-2!nJ m 1-Uan M:lmm >2001 mForrncEi Betula &Dapne
-
l'blt-Uan
CJIW1n
30
0
30
60
Kilometer Sumber : Kerinci Seblat ICDP, TNKS Kerangka Kerja Pengelolaan 2002
Gambar 4.2 Tipe Hutan di TNKS
Selain hutan lahan kering di TNKS juga ditemui lahan basah berhutan (Giesen and Sukotjo, 1991). Di antaranya, yang paling terkenal adalah Rawa Bento yang terletak pada elevasi 1.375 m dpl. Rawa dan Danau Bento adalah lahan basah seluas 1.000 ha, yang
44
terdiri dari hutan rawa kerdil, suatu daerah kecil rumput rawa gambut, dan beberapa danau kecil. Hutannya terdiri dari pohon-pohon dengan tinggi 5-6 m, dengan diameter berkisar antara 2-6 em. Batang pohon tertutup oleh lumut kerak keras dan dipenuhi oleh paku-pakuan memanjat. vegetasinya
Rawa Bento merupakan rawa yang unik di Sumatera baik maupun
habitatnya.
Namun,
rawa
ini
terancam
kelestariannya karena konversi rawa ini menjadi sawah. Gisen and Sukotjo (1991) tidak menemukan mamalia besar dalam surveinya. Penduduk melaporkan adanya Babi Liar dan Kera Ekor Panjang. Rawa lainnya yang penting adalah Rawa Ladeh Panjang.
Rawa
kecil ini luasnya hanya 150 ha, terletak pada elevasi 1.900 m dpl, yang terdiri dari hutan rawa kerdil, dan rumput.
Tidak ada badan air
terbuka, kecuali kolam-kolam kecil. Hutan kerdil dan pepohonan di sini nampak unik karena seluruh pohon dihiasi dengan lumut kerak panjang yang mirip janggut. Vegetasi berkayu memiliki tinggi kurang dari 4-5 m. Rawa ini merupakan habitat dari banyak mamalia besar, seperti rusa sambar (Cervus unicolor), Muntjak (Muntiacus muntjak), Macan Tutul (Neofe/is nebulosa), Landak (Hystrix sp), Babi Liar (Sus scrota),
Siamang (Sympalagus syndactylus), dan Tapir (Tapirus indicus). Rawa Ladeh Panjang tergolong unik, dan ia merupakan hutan rawa tertinggi yang pernah tercatat di Sumatera. Disamping potensi rawa, TNKS juga memiliki beberapa danau yang sangat menarik untuk daerah wisata antara lain Danau Gunung Tujuh, Depati Empat dan Belibis. 4.5 Sosial-ekonomi Masyarakat Sekitar TNKS
Pendapatan
Domestik Regional
Bruto sekiotar TNKS PDRB
berdasarkan lapangan usaha dari tahun 1999-2003 di 4 Propinsi (Sumbar, Jambi, Sumsel dan Bengkulu) yang melingkupi kawasan TNKS dapat dilihat pada Tabel 4.2. Dari Tabel 4.2 tersebut dapat dilihat bahwa sumbangan terbesar adalah dari sektor pertanian dengan persentase rata rata selama lima tahun antara 20,66°/o (Sumsel) sampai 32,47o/o (Bengkulu). Persentase
45
Tabel4.2 PDRB 4 Proplnal aekltar TNKS Tahun 1999 sampal dengan 2003 ataa Daaar harga konstan 1993 Proplnallt----::----,---:r--.,---"";'""--r----r--T;;a;,;;,~r---;.;;;---:--....,r----..--..,.---::---.,.----:r----1 Jumlah Tahun ·t-~~~~~~~~~~~~~~-r~-+~~~~~~~~~+-~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Total Sum bar
1999 2000 2001 2002 2003 Jamb! 199'71
1.636.619 1.645.577 1.727.447 1.872.111 2.032.957
21,60 20,91 21,19 22,01 22.88
447.3841 5,9011.208.092115,941166.32512,201292.62813,8611.262.266116,66 449.251 5,71 1.291.040 16,41 190.983 2,43 304.228 3,87 1.313.489 16,69
880.4361 27,681
19981943.282 ! 1999 980.916 200~ 1.043.590 2001 1.095.426 Sumsel 1997 2.408.343 1998 2.497.837 1999 2.524.655 2000 2.638.021 200f 2.761.666 Bengkulu. 1997 536.798 1998: 567.320 199~ 590.082 2000 616.274 2001 651.828
28,12 27,62 28,15 28.29
943.519112,451365.19114,8211.255.013116,561 995.328 12,65 381.239 4,85 1.297.103 16,49 448.497 5,5011.331.237 16,331226.068 2,771311.236 3,8211.358.989 16,67 1.028.993 12,621394.549 4,84 1.326.945 16,27 455.355 5,35 1.365.619 16,06 252.964 2,97 320.228 3,76 1.423.994 16,74 1.059.860 12,46 403.135 4,74 1.352.299 15,90 456.992 5.14 1.392.834 15.67 265.223 2.98 341.826 3.85 1.481.403 16.67 1.087.525 12.24 423.604 4.77 1.404.211 15,80
7.577.037 7.868.238 8.153.961 8.505.565 8.886.575
256.9861 8,081 316.601 9,44 406.223 11,44 392.511 10,59 395.294 10.21
3.181.313 3.354.146 3.551.166 3. 707.172 3.872.380
566.804117,821 30.29410,951 96.4071 3,031 556.965117,511 578.907 17,26131.845 0,95 89.005 2,65 572.904 17,08 603.328 16,99 33.703 0,95 86.466 2,43 589.842 16,61 629.037 16,97 40.050 1,08 109.849 2,96 611.613 16,50 627.437116.201 41.13711.061144.14113.721 637.477116.46
20,70 20,77 20,50 20,65 20.68
1.883.225 1.886.699 2.026.594 2.039.536 2.079.263
16,18 15,69 16,46 15,96 15.57
2.400.477 2.505.300 2.579.724 2.675.191 2.799.270
31,99 32,53 32,52 32,56 32,76
53.212 53.498 56.313 58..858 61.299
3,17 3,07 3,10 3,11 3,08
78.117 82.882 87.207 91.946 97.488
20,63 20,83 20,95 20,94 20.96
103.926 108.090 106.677 108.947 110.907
0,89 0,90 0,87 0,85 0,83
644.641 682.443 716.565 758.269 808.997
334.364110,511131.5481 347.007 10,35 139.084 374.222 10,54 132.912 384.185 10,36 142.645 398.810 10.30 165.007
4,141 4,15 3,74 3,85 4,26
327.510110,291 335.511 10,00 343.554 9,67 353.692 9,54 367.651 9,49
5,54 5,67 5,82 5,94 6,06
2.306.768 2.422.009 2.371.574 2.487.708 2.618.079
19,82 20,14 19,26 19,47 19,61
604.818 623.127 653.281 691.569 744.481
5,20 5,18 5,31 5,41 5.58
466.266 461.384 474.328 493.534 519.462
4,01 3,84 3,85 3,86 3,89
818.661 838.623 859.021 882.590 910.687
7,03 6,97 6,98 6,91 6.82
11.637.125 12.025.512 12.312.419 12.775.365 13.352.812
4,65 17.440 1,04 47.688 2,84 4,75 18.731 1,07 51.367 2,94 4,81 19.680 1,08 52.525 2,89 4,86 21.214 1,12 54.390 2,87 4,90 22.395 1,13 55.783 2,80
279.051 283.067 301.590 318.153 337.362
16,63 16,23 16,62 16,81 16,95
265.428 265.080 276.984 288.662 301.152
15,82 15,20 15,27 15,25 15,13
94.230 106.317 109.175 113.410 117.381
5,61 6,10 6,02 5,99 5,90
306.314 315.988 320.923 330.028 345.194
18,25 18,12 17,69 17,43 17,35
1.678.278 1.744.250 1.814.479 1.892.935 1.989.882
Sumber: BPS 1999- 2003. Produk Domestlk Regional Bruto (PDRB) Proplnsl-proplnsl dllndonesla menurut lapangan Usaha
Keterangan : 1. Sek,tor Pertanian 2. Seldor Pertambangan dan Penggalian 3. Sektor lndustri Pengolahan
4. Sektor Ustrik, Gas dan Air Bersih 5. Sektor Bangunan 6, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
7. Pengangkutan dan Komunlkasi 8. Keuangan, Persewaan Bangunan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa
46
sumbangan masing- masing sektor terhadap PDRB di 4 Propinsi sekitar TNKS untl.ik lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.3. 35 ~
sS
25
GJ Sumbar
!!!~
20
•Jambi
j~
15
DSumsel
10
OBengkulu
~~ !!!' ~!!! §
5 0 2
3
4
5
7
6
8
9
Sektor-sektor oada PDRB 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. lndustri Pengolahan 4. Ustrik, Gas & Air bersih 5. Banounan
6. Perdagangan, Hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan Bangunan dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa
Sumber data : Data Grafik berasal dari Tabel 4.2 Gambar 4.3
Kontribusi Masing-masing Sektor Dari Tahun 19992003 terhadap PDRB di Propinsi sekitar TNKS
. 1
14,9
26,0
• 2 03 04
.s
12,6
9,1
[]6
. 7
os
19,0
.9
5,1
2,4
Sektor-sektor pada PDRB 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian 3. lndustri Pengolahan
6. Peroagangan, Hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan Bangunan
4. Ustrik, Gas & Air bersih 5. Bangunan
9. Jasa-jasa
danJasa Perusahaan
Sumber: Data Gambar berdasarkan data Tabel 4.2 Gambar 4.4 Kontribusi Sektor PDRB Berdasarkan Lapangan Usaha di 4 Propinsi Sumbar, lambi, Sumsel dan Bengkulu, dari Tahun 1999-2003
47
Apabila dilihat rata rata masing masing sektor ke 4 propinsi dari
tahun
1999-2003
maka
terlihat
bahwa
sektor
Pertanian
memberikan porsi terbesar terhadap PDRB yaitu 26°/o, secara Jengkap dapat dilihat pada Gambar 4.4. 4. 5.1 Penduduk
Pertumbuhan penduduk di sekitar TNKS sangat mempengaruhi tekanan terhadap taman.
Karena perubahan batas administrasi telah
mengubah luas kabupaten di mana TNKS berada, maka selain jumlah penduduk, perlu dilihat juga tingkat perubahan kepadatan penduduk (Tabel 4.3). Dari Tabel 4.3 terlihat kabupaten yang terpadat penduduknya untuk tahun 2000 adalah Kabupaten Rejang Lebong dengan kepadatan
107,62 jiwa/km 2 , sedangkan yang terjarang adalah Kabupaten Musi Rawas
dengan
kepadatan
29,83 jiwa/km 2 •
Pertambahan
total
penduduk dari tahun 1986 sampai 1996 di 9 Kabupaten adalah sebesar
585.215 jiwa atau 19,11 °/o atau rata-rata 1,91% per tahun.
Dari
Tahun 1996 ke tahun 2000 pertambahan sebesar 210.694 jiwa atau kenaikan 5,78°/o selama 4 tahun atau sebesar 1,45o/o per tahun. Pertumbuhan penduduk nasional yang pada tahun 1986 berjumlah
168.085.590 jiwa menjadi sebesar 198.320.000 jiwa tahun 1996, serta tahun 2000 sebesar 205.843.000 jiwa.
Laju pertumbuhan penduduk
nasional dari tahun 1986 s/d 1996 adalah sebesar 17,99°/o atau 1,80o/o per tahun. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk nasional dari tahun
1996 s/d 2000 adalah sebesar 3,79°/o selama 4 tahun atau sebesar 0,95°/o per tahun. Laju pertumbuhan penduduk di sekitar TNKS ini yang berada di atas
laju
pertumbuhan
penduduk
nasional,
tentu
mempunyai
konsekuensi terhadap kebutuhan lahan yang semakin bertambah, dan apabila lahan milik keluarga yang dibagikan kepada keturunan semakin sedikit, tentu mereka akan berusaha mendapatkan lahan baru untuk dapat dikelola khususnya untuk usaha pertanian yang merupakan mata pencaharian pokok masyarakat sekitar TNKS.
48
Tabel 4.3 Perubahan Kepadatan Penduduk dl 9 Kabupaten Tahun 1986, 1996 dan 2000 1986
Kabupaten
Jumlah jiwa
Luas (km2)
1996 Kepadatan (jiwa!km2)
Jumlah Jtwa
Luas (km2)
2000 Kepadatan (jiwa!km2)
Jumlah jiwa
Luas (km2)
Kepadatan (jiwalkm2)
1. Pesisir Selatan
361.078
5.749,89
62,80
397.252
5749,89
69,09
391346
5.749,89
68,06
2. Solok
405.256
7.121,20
56,91
455.777
7084,20
64,34
43897Q
7.084,20
61,96
3. Sawah-lunto/SJJ
286.176
6.300,19
45,42
298.928
6091,53
49,07
307798
6.091,53
50,53
4. Kerinci
280.999
4.200,00
66,90
294.838
4200,00
70,20
295003
4.200,00
70,24
5. Bungo Tebo•
325.132
15.399,87
21,11
392.641
13500,00
29,08
439336
13.500,00
32,54
6. Sarolangun Bangko**
307.187
14.200,00
21,63
396.976
13853,00
28,66
432233
13.853,00
31,20
7. Musi Rawas
474.417
15.200,00
31,21
596.156
21513,00
27,71
641705
21.513,00
29,83
8. Rejang Lebong
332.056
4.110,00
80,79
421.347
4110,00
102,52
442299
4.110,00
107,62
9. Benglrulu Utara
289.725
9.691,80
29,89
393.326
9585,24
41,03
469245
9.585,24
48,95
3.062.026
81.972,95
42,56 3.857.935
85.686,86
45,02
Total
37,35 3.647.241 85.686,86 - ---
--
L_____
- - - --
--
--
Sumber: BPS Dalam Angka 1986-1996 dalam KS-JCSP TNKS. KerangkaKerja Pengelolaan 2002- 2006, Sungai Penuh Tahun 2002. BPS, Sensus Penduduk Tahun 2000 Keterangan: *) kabupateru Bungotebo telah dimekarkan menjadi Kabupaten Bungo dan Tebo **) Kabupaten Sarolangun Bangko, telah dimekarkan menjadi Kabupaten Sarolagun dan Merangin
49
4. 5. 2 Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk di sekitar TNKS pada umumnya sangat rendah.
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 oleh BPS,
rata-rata jumlah penduduk di 9 Kabupaten yang tidak tamat SD sebanyak 42 °/o atau 1.172. 741 orang dari 2.897.540 orang, diikuti tamat SD 34,10°/o, SLTP 13,05°/o, SLTA 8,89o/o, Diploma I dan II
0,52°/o, Diploma III 0,27°/o serat Tamat Universitas sebesar 0,65°/o. Data tingkat pendidikan penduduk di sekitar TNKS dapat dilihat pada Tabel 4.4. Setiap ibukota provinsi di mana TNKS berada memiliki universitas negeri dan swasta. Bahkan beberapa kabupaten memiliki universitas swasta,
seperti
kecamatan
Merangin,
Kerinci
dan
Rejang
Lebong.
Setiap
memiliki SMA dan hampir setiap desa memiliki SD.
Meskipun di desa ada sekolah dasar, masih sering dijumpai penduduk yang buta huruf, terutama di kalangan generasi tua. Anak-anak biasanya menyelesaikan SD, meskipun sebagian dart mereka putus sekolah karena kemiskinan. Sebagian lagi tidak dapat melanjutkan sekolah SLTP karena jarak sekolah yang jauh atau karena mereka belum menyadari pentingnya pendidikan. Selain sekolah umum, ada juga sekolah khusus, misalnya sekolah agama dan pesantren. 4. 5. 3 Penggunaan /a han
Kebutuhan lahan untuk pertanian di kalangan penduduk cukup tinggi. Daerah penyangga taman di Provinsi Jambi memiliki variasi komoditas pertanian yang paling tinggi, diikuti oleh Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Jenis yang ditanam meliputi palawija, buah-buahan, sayur dan tanaman perkebunan seperti karet, teh, kelapa, kayu manis, kopi dan kelapa sawit. Menurut data dart Inter Provincial Spatial Plan (ISP) rata-rata lahan yang ditanami tanaman pangan per kepala keluarga di kawasan penyangga taman adalah 0,54 ha tanah kering dan 0,42 lahan basah. Luasan ini kurang lebih sama dengan luas lahan yang dapat dikerjakan sebuah keluarga transmigran tanpa bantuan alat-alat pertanian atau hewan. Sebaliknya, lahan yang tidak digarap per keluarga adalah 3,4 ha. Lahan ini masih dimanfaat-
50
Tabel 4.4 Tingkat Pendidikan Tertlnggl Penduduk di 9 Kabupaten Tahun 2000 TdkTamatSD
SD
Kabupaten Jib
1. Pesisir Selatan
%
67.729 40,01
Jib
SLTP
%
51.531 30,44
Jlh
Diploma 1&11
SLTA
%
27.554 16,2S
Jib
%
19.496 11,52
Jlh
%
740 0,44
Diploma III
Jlh
%
760 0,45
Uoivenitu
Jib
Jumlab
%
1.489 0,88 169.299 I
2. Solok
82.331 43,74
59.494 31,61
25.179 13,38
17.966 9,54
773 0,41
751 0,40
1.737 0,92 188.231
3. Sawah-lunto/SJJ
59.061 43,3S
41.656 30,59
18.187 13,36
14.680 10,78
764 0,56
611 0,45
1.194 0,88 136.153
4. Kerinci
93.746 35,20
82.768 31,08
42.593 15,99
39.699 14,91
2.520 0,95
2.053 0,77
2.916 1,10 266.295
5. Bungo Tebo"'
160.440 41,44 135.691 35,05
50.143 12,95
35.672 9,21
1.653 0,43
1.171 0,30
2.376 0,61 387.146
6. Sarolangun Bangko"""
152.805 40,50 142.975 37,90
43.867 11,63
32.223 8,54
1.692 0,45
1.254 0,33
2.475 0,66 377.291
7. Musi Rawas
237.002 41,79 205.456 36,23
66.241 11,68
50.997 8,99
2.062 0,36
1.767 0,31
3.505 0,62 567.103
8. Rejang Lebong
143.630 36,63 133.790 34,12
58.464 14,91
49.238 12,56
1.955 0,50
1.516 0,39
3.518 0,90 392.111
9. Bengkulu Utara
175.997 42,52 141.151 34,10
53.992 13,05
36.781 8,89
2.165 0,52
1.102 0,27
2.696 0,65 413.884
Total
1.172.741 42,52 994.512 34,10 386.220 13,05 296.752 8,89 14.324 0,52 10.985 0,27 21.906 0,65 2897540
Sumber : BPS, Sensus Penduduk Tahun 2000 Keterangan : *) kabupaten Bungotebo telah dimekarkan menjadi Kabupaten Bungo dan Tebo **) Kabupaten Sarolangun Bangko, telah dimekarkan menjadi Kabupaten Sarolagun dan Merangin +) tak terjawab 73 orang
51
kan oleh penduduk meskipun kesuburannya sudah sangat rendah untuk pertanian. Di Musi Rawas luas tanah tidak tergarap ini mencapai 6 ha per keluarga. Selain menggunakan lahan di sekitar taman, penduduk juga menanam di dalam taman. Dari 371 desa di sekitar taman, 270 desa di empat provinsi memiliki pemukiman dekat dengan batas taman. Jumlah luas lahan yang telah dibuka di TNKS mencapai 105.000 ha, sebagian telah dibuka sebelum pemancangan batas taman. Biasanya, lahan yang telah dibuka sebelum pemancangan batas taman digarap oleh penduduk asli setempat dari desa-desa yang sudah lama berdiri seperti Desa Renah Kemumu, Tanjung Kasri, Sungai Kalu II dan Napal Ucin. Di beberapa desa, seperti Tanjung Kasri dan Renah Kemumu, masyarakat terus membuka lahan sesudah pemancangan batas. Namun, secara umum mereka memiliki nilai adat yang kuat dan paling tidak juga memiliki penghargaan terhadap hutan, sehingga mereka merupakan mitra potensial untuk konservasi taman. Perambahan
paling
sulit
dikendalikan
jika
dilakukan
oleh
pendatang yang sering kali tidak melapor ke kepala desa. Hal ini terjadi di banyak tempat di Rejang Lebong, Solok, Pesisir selatan, Musi Rawas, Merangin dan Kerinci. Perambah ini dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan asalnya, yaitu: 1) mereka yang datang dari desa di sekitar, dan 2) mereka yang berasal dari desa yang jauh dari taman. Kelompok kedua ini cenderung menebang hutan lebih luas dan lebih banyak
menimbulkan
masalah.
Perambahan
dapat juga
dibagi
berdasarkan tujuannya, yaitu 1) lahan dibuka dan ditanami oleh perseorangan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, 2) lahan dibuka untuk dikembangkan menjadi perkebunan/pertanian dan agribisnis skala kecil, dan 3) lahan dibuka dan ditanami oleh pekerja yang didanai oleh investor spekulan tanah yang tujuannya adalah untuk menjual tanah. Perambahan untuk agribisnis dan perkebunan skala besar tidak ditemukan di TNKS. Penggunaan lahan untuk pertambangan tradisional skala kecil juga ditemui, misalnya di Desa Ketenong I, Rejang Lebong. 52
4.5.4 Ekonomi dan budaya masyarakat di sekitar taman
Ada beberapa kelompok etnis asli dan suku di sekitar TNKS, seperti Minangkabau di utara, Kerinci di tengah, Ipuh di pantai barat dan Rejang di selatan. Di beberapa desa kelompok ini telah bercampur dengan kelompok etnis lain, seperti Jawa, Sunda dan Batak. Lebih dari 70o/o penduduk di sekitar taman menggantungkan diri pada pertanian sebagai mata pencahariannya.
Berdasarkan masa
panennya jenis tanaman dapat dibagi menjadi: (1) tanaman berumur pendek, seperti sayur, padai sawah dan padi gogo (lahan kering); (2) tanaman merumur menengah, seperti kopi; dan 3) tanaman berumur panjang seperti karet, kelapa sawit dan kayu manis. Beberapa
kelompok
etnis
asli
di
sekitar
taman
telah
mengembangkan sistem adat yang mengatur pemanfaatan sumber daya alam dan dalam beberapa kasus sistem itu masih terpelihara. Misalnya di desa Rantau Kermas, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, masyarakat sepakat untuk tidak menjual lahan untuk menjaga kekurangan lahan yang akan menyebabkan peningkatan tekanan terhadap hutan. Nilai serupa pada sistem yang berbeda dapat ditemui di desa lain di sekitar taman. Namun dengan adanya intervensi nilai-nilai dari luar (terutama dengan implementasi UU No. 5 tahun 1979) nilai-nilai tradisional tersebut telah terancam dan menjadi lemah. Dengan pembatalan UU tersebut dan penerapan UU No. 22 tentang otonomi
daerah ada
kemungkinan
nilai-nilai tradisional
ini akan
menguat lagi. Di Sumatera Barat, misalnya, sistem desa akan kembali ke sistem nagari, dan di Bengkulu mungkin akan kembali ke Marga. 4.5.5 Potensi Wisata A/am
Di TNKS terdapat banyak tempat yang potensial untuk wisata alam, tetapi baru beberapa di antaranya yang telah dikembangkan. Di tempat yang telah dikembangkan seringkali ditemukan pengembangan yang kurang terencana sehingga menyebabkan penurunan nilai-nilai yang justru akan dikonservasi sebagai fokus untuk wisata berbasis alam. Namun, TNKS masih memiliki beraneka daya tarik yang belum rusak, yang jika dikelola dengan benar akan mampu menyediakan
53
rekreasi
bagi
nasional dan
pengunjung
intemasional yang akan
menguntungkan ekonomi masyarakat lokal. Ada banyak daya tarik baik untuk wisatawan umum maupun wisatawan dengan minat khusus. Singkatnya, TNKS menawarkan: sungai dan jeram yang mengalir lancar, pemandangan gunung, gunung api aktif, air terjun, sumber air panas, jalur trek panjang melalui hutan perawan, danau kawah, kesempatan melihat-lihat burung langka dan endemik Sumatera dan binatang dan tumbuhan unik lainnya, desa-desa tradisional yang terjangkau sepeda motor, rawa dataran tinggi, dan masih banyak lagi.
4.6
Permasalahan Pengelolaan Kawasan Ancaman/Gangguan yang terjadi selama ini terhadap keutuhan
TNKS serta dampaknya adalah sebagai berikut : 4. 6.1 Perambahan Yang dimaksud dengan perambahan adalah pembukaan lahan hutan dan pengubahan (konversi) hutan menjadi bentuk penggunaan lahan yang lain. Perambahan merupakan ancaman paling serius terhadap TNKS dalam aspek hilangnya keanekaragaman hayati karena hampir semua jenis yang penting untuk dilindungi akan hilang ketika hutan dikonversi. Daerah-daerah
di
dalam
TNKS
yang
sedang
menghadapi
ancaman paling tinggi terhadap deforestasi hutan di masa mendatang adalah di Kabupaten Pesisir Selatan dan Solak di ujung utara TNKS, di daerah Jangkat dan Batang Tabir, Kabupaten Merangin di sebelah timur TNKS,dan daerah di sekitar Napal Licin dan Air Lakitan di Kabupaten Musi Rawas di bagian selatan. TNKS sangat rawan terhadap perambahan karena bentuknya yang memanjang dan tidak teratur dengan batas sepanjang 2.600 km serta keterjangkauan (assesibilitas) yang sulit dicapai oleh petugas. Kegiatan perambahan/perusakan kawasan TNKS disadari atau tidak telah menyebabkan terjadinya bencana akibat terganggunya fungsi hidroorologis dari kawasan TNKS yang terganggu menyebabkan debit air
sungai-sungai
yang
mengalir
dart
kawasan
TNKS
sangat
54
berfluktuasi, pada musim hujan debit air sangat besar karena air hujan sebagian
besar
mengalir
di
permukaan
sedangkan
infiltrasi,
evapotranspirasi makin sedikit. Di sisi lain, pada musim kemarau debit air sangat sedikit sehingga areal pertanian banyak yang kekurangan air yang berdampak terjadinya gangguan produksi pertanian serta aktifitas transportasi sungai yang banyak digunakan masyarakat sekitar. Salah satu daerah di sekitar TNKS yang terparah beneana banjirnya adalah daerah kerinei, dimana hampir setiap tahun daerah ini langganan banjir akibat yang sangat erat kaitannya dengan perambahan yang terjadi dibagian hulu.
Nilai kerugian yang diderita sangatlah besar meneapai
milyaran rupiah disamping kerugian psikologis yang sulit dihitung nilainya. 4. 6. 2 Penebangan liar Penebangan liar merupakan masalah besar yang dihadapi BTNKS yang dalam tiga tahun terakhir ini semakin merajalela. Masalah ini sulit diatasi karena kurangnya kemauan politik untuk menegakkan hukum. Penebangan liar telah membangun jaringan kuat yang melibatkan banyak oknum. Mereka membentuk opini di kalangan masyarakat lokal bahwa menebang kayu di dalam kawasan lindung merupakan eara yang dilakukan
boleh
sebagai
mata
pencaharian
dan
mereka
seakan
mendorong masyarakat desa untuk melawan usaha penegakan hukum. Di dalam TNKS penebangan liar terjadi tanpa menggunakan alatalat berat (misalnya Bulldozer). Para penebang menggunakan gergaji rantai untuk menebang pohon dan memotong batang menjadi balok berukuran 20 em x 30 em x 4 m, dan balok ini kemudian dihanyutkan di sungai atau ditarik dengan tangan, sapi atau kerbau ke jalan yang terdekat. Selain
penebangan
liar,
juga
terdapat
penebangan
oleh
perusahaan HPH di dekat taman, yaitu PT. Duta Maju Timber yang diduga telah melewati batas taman, dan perusahaan lainnya telah membuat reneana penebangan yang diperkirakan sudah masuk ke taman.
55
Secara umum, sebagian besar penebangan liar di daerah ini masih terpusat pada hutan produksi yang menyangga taman di Kabupaten Bengkulu Utara, Bungo Tebo, dan Merangin. Di Solok, Pesisir Selatan, Musi Rawas dan Kerinci, penebangan liar dilakukan dalam hutan TNKS yang dapat diakses melalui sungai atau jalan.
Lokasi
penebangan liar dapat dilihat pada gambar 4.5.
2-----
0
30
Kilometer
mgkat kegiatan illegal logging Tinggi 0Sedang Rendah
Sumber : Kerinci Seblat ICDP, TNKS Kerangka Kerja Pengelolaan 2002
Gambar 4.5. Lokasi dan Intensitas Penebangan Liar di TNKS dan sekitarnya 4.6.3 Perburuan liar Perburuan tidak diijinkan di taman nasional, tetapi penduduk lokal
secara
tradisional
telah
berburu
binatang
untuk dijadikan
makanan, hewan piaraan dan diperdagangkan. Perburuan ini menjadi masalah jika dilakukan untuk tujuan komersial dan tidak berkelanjutan (melebihi daya dukung).
Mamalia besar seperti sambar (Cervus
unicolor) diburu dan dijerat untuk dijadikan makanan. Jerat yang digunakan seringkali juga menjerat binatang lain yang bukan sasaran.
56
Perburuan babi sangat populer di Sumatera Barat dan Kerinci. Daging babi bisa dijual kepada mereka yang mau memakan daging babi. Beberapa burung diburu untuk diperdagangkan. Jenis yang paling banyak ditangkap adalah untuk burung piaraan, tetapi sebagian burung ditangkap untuk dimakan. Pembunuhan harimau merupakan bentuk perburuan liar yang paling merusak sebab predator besar ini memiliki kepadatan populasi yang rendah dan lambat bereproduksi. Harimau dijerat di banyak tempat di taman untuk dijual kulitnya dan bagian lain yang sangat berharga.
Populasi badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) telah
berkurang karena perburuan liar, tetapi karena populasinya sangat rendah, maka badak tidak lagi menjadi sasaran utama pemburu liar. 4. 6. 4 Pencurian hasil hutan non kayu Hasil hutan non kayu yang paling banyak dicuri adalah rotan, terutama rotan manau yang menyebabkan pemanenan berlebihan dan di banyak tempat di TNKS manau hampir punah karena pemanenan yang
berlebihan.
Sekarang
ini
sarang
burung
walet
(Col/ocalia
fuciphaga, C. maxima) merupakan hasil hutan yang memiliki harga jual sangat tinggi di pasar internasional. Walaupun data yang akurat tidak tersedia, tetapi beberapa laporan menunjukkan pemanenan berlebihan yang menyebabkan penurunan perolehan hasil sarang burung di sejumlah goa walet di dalam TNKS. Pengambilan hasil hutan ikutan lainnya di TNKS yang dilakukan penduduk penduduk sekitar adalah mencari madu dan gaharu. 4. 6. 5 Pertambangan Sejak Maret 2002 terdapat 28 ijin pertambangan di dalam dan di sekitar TNKS. Karena peraturan industri pertambangan masih terpusat di Departemen Sumber Daya Energi dan Mineral di Jakarta, data yang akurat tentang ijin pertambangan sulit diperoleh dari Departemen Sumber Daya Energi dan Mineral propinsi, kecuali Propinsi Sumatera Barat, dimana data akurat GIS terpelihara dengan baik dan berisi data terbaru.
Pada tingkat kabupaten, Pemda praktis belum memiliki
kemampuan untuk memonitor atau mengatur ijin pertambangan.
57
Ancaman dari pertambangan yang paling mendesak terhadap TNKS adalah di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan dimana P.T. Sariagrindo Andalas mempunyai sebuah wilayah kuasa pertambangan batu bara yang hampir mencapai sekitar 130 ha membentang di dalam batas TNKS. Kepala Balai TNKS melaporkan hal ini kepada Direktur Jenderal
Perlindungan
Hutan
dan
Konservasi
Alam,
yang
telah
mengambil alih permasalahan tersebut dengan Menteri Sumber Daya Energi dan Mineral. Sejak Juni 2002 izin eksploitasi masih belum dicabut atau direvisi, namun perusahaan pertambangan tersebut belum beroperasi. Penambangan emas liar skala
kecil dengan
menggunakan
metoda tradisional di dafam dan sekitar taman tefah lama terjadi.
Di
Desa Ketenong, Rejang Lebong, enam terowongan tambang di dalam taman dikerjakan oleh sekitar SO orang. Persis di luar taman, di Desa Lebong Tandai, Bengkufu Utara ada kira-kira 40 orang penambang yang mengerjakan tambang yang pemah dikerjakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Persis di luar taman di Desa Salido Saribulan, Pesisir Selatan, juga terdapat penambangan. Dalam hal luas lahan, dampak pertambangan secara langsung tidaklah besar. Namun, akses ke daerah pertambangan di dalam taman dapat digunakan untuk kegiatan ilegal, seperti perburuan liar dan penebangan liar, dan limbah pertambangan dan zat kimia yang digunakan dalam proses pemurnian dapat mencemari sungai.
4. 6. 6 Pembangunan jalan Seringkali
terdapat
usulan
mengenai
pembangunan
jalan
melintasi TNKS. Pembangunan jalan merupakan sebuah masalah yang sangat serius mengancam keutuhan TNKS, karena ditingkatkannya akses pasti akan meningkatkan illegal logging, perburuan liar dan perambahan. Masalah-masalah ini merupakan bukti dalam setiap kasus di mana sebuah jalan melintasi dan berada di dekat batas kawasan TNKS. Karena panjang dan berbentuk panah di dalam TNKS, ancaman dari fragmentasi hutan TNKS yang mengikuti pembangunan jalan merupakan sebuah bahaya yang sangat penting.
58
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian yang dilakukan dalam rangka untuk pengurangan laju kerusakan hutan TNKS dengan pendekatan analisa SWOT dan AHP.
Analisa SWOT digunakan dalam
rangka menjaring penilaian expert terhadap factor-faktor internal dan eksternal
Kawasan
pengelola
institusi
yaitu
TNKS
Balai
TNKS,
Departemen Kehutanan, sehingga didapatkan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Dari penilaian bobot IFAS (Internal Factor Analisys System) dan EFAS (External Factor Analisys System),
didapatkan beberapa alternatif strategi yang dapat digunakan dalam upaya pengurangan laju kerusakan kawasan TNKS. Setelah didapat beberapa alternatif strategi melalui analisa SWOT, maka perlu dilakukan perililihan prioritas berdasarkan kriteria yang ditetapkan. Penentuan prioritas ini perlu dilakukan karena untuk melakukan
strategi
seluruh
yang
diperoleh
sumberdaya yang tidak selalu tersedia.
akan
membutuhkan
Untuk melakukan pemilihan
prioritas strategi, maka penulis menggunakan pendekatan dengan The Analitic Hierarchy Process (AHP).
5.1
Hasil dan analisa SWOT Analisa SWOT dalam rangka pemilihan alternatif kebijakan dalam
rangka pengurangan Jaju kerusakan hutan TNKS dilakukan dengan tahapan berikut. 5.1.1 Perumusan Faktor Internal dan Faktor Eksternal
Tahapan pertama dari kegiatan penelitian ini adalah melakukan kajian terhadap faktor-faktor internal dan ekstemal pengelola kawasan TNKS dalam rangka mencari strategi terbaik untuk mengurangi laju kerusakan di TNKS.
Instansi pengelola kawasan Taman Nasional
Kerinci Seblat yaitu Balai TNKS, Departemen Kehutanan merupakan stake holder utama dalam kajian ini. Identifikasi
faktor-faktor
yang
berkaitan
dengan
upaya
pengurangan laju kerusakan TNKS dilakukan dengan mempelajari berbagai
literatur
kepustakaan,
dokumen-dokumen,
peraturan 59
perundang-undangan serta wawancara langsung dengan berbagai pihak (nara sumber) yang diyakini mengetahui (expert) permasalahan yang sedang diteliti. Hasil perumusan identifikasi elemen-elemen faktor internal diuraikan pada Tabel 5.1 dan faktor ekstemal diuraikan Tabel 5.2.
Tabel 5.1 Perumusan Identifikasi Faktor Internal
No
Efektifitas Balai TNKS, Departemen Kehutanan dalam upaya pengurangan laju kerusakan TNKS
1 Bentuk Kelembagaan/Organisasi Balai TNKS (mengelola kawasan ± 1.4 juta ha di 4 wilayah propinsi), saat ini setingkat eselon III dalam upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS 2 Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Balai TNKS dalam upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS. 3 Kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) Balai TNKS) dalam upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS 4 Keindahan alam TNKS dengan banyak danau, air terjun, air panas, keindahan flora/fauna. 5 Moralitas, etika profesi, sikap prilaku Sumber Daya Manusia (SDM) BTNKS dalam upaya pengurangan laju kerusakan TNKS. 6 Ketersediaan jumlah dana yang memadai pengurangan laju kerusakan hutan TNKS
dalam
upaya
7 Koordinasi Balai TNKS sebagai pengelola kawasan dengan Pemda dan instansi lainnya upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS. 8 Ditetapkannya TNKS tahun 2004 oleh Unesco sebagai WHS (world heritage site) /kawasan warisan dunia. 9 Keberadaan Undang-undang kehutanan No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dalam upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS 10 Keberadaan Undang-undang No. 5 tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistimnya dalam upaya pengurangan laju kerusakan TNKS 11 Kondisi Tanda Batas TNKS dalam upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS 12 Sarana prasarana dalam mendukung pengelolaan TNKS (Kenderaan operasional, pos jaga, pondok kerja, peralatan pengamanan dll)
Tabel 5.2 Perumusan Identifikasi Faktor Eksternal
I
No Efektifitas Balai TNKS, Departemen Kehutanan dalam upaya pengurangan laju kerusakan TNKS
1
1 Keteraturan ketersediaan dana dari segi jumlah dan waktu pencairannya dalam upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS 2 Dukungan Pemda setempat berupa kegiatan/dana dan yang lainnya dalam upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS 3 Efektlfltas deklarasi dan implementasi dukungan pemda di 4 propinsi dan 9 kabupaten/kota 4 Dukungan LSM lokal (termasuk perguruan tinggi) dalam upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS 5 Dukungan LSM Intemasional kerusakan hutan TNKS
dalam upaya pengurangan laju
6 Budaya masyarakat dalam upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS 7 Tingkat kesadaran masyarakat sekitar akan pentingnya TNKS serta peran aktifnya dalam upaya pencegahan/penanggulangan kerusakan hutan TNKS. 8 Dukungan aparat keamanan (Polisi, TNI) dalam rangka upaya pengurangan/penanggulangan kerusakan hutan di TNKS 9 Dukungan aparat Kejaksaan, Pengadilan dan aparat hukum lainnya dalam proses hukum terhadap pelaku kerusakan hutan di TNKS. 10 Pengaruh terbitnya UU No. 32 tahun 2004 tentang otonomi untuk daerah pemerintah semangat serta daerah meningkatkan PAD terhadap penanggulangan Jaju kerusakan hutan TNKS 11 Adanya lebih dari 200 sawmill liar di sekitas TNKS terhadap upaya penurunan laju kerusakan hutan TNKS 12 Kapasitas terpasang indusbi perkayuan di sekitar TNKS yang jauh lebih tinggi daripada pasokan legal terhadap upaya penurunan laju kerusakan hutan TNKS 13 Pengunaan lahan antara masyarakat (pertanian).
kehutanan
(Konservasi)
dengan
14 Keberadaan masarakat disekitar TNKS yang pada umumnya miskin. 15 Kegiatan/rencana pembukaan jalan melintasi kawasan TNKS 16 Terjadlnya banjir, tanah longsor di beberapa tempat di sekitar kawasan TNKS terhadap upaya penyelamatan hutan TNKS.
61
5.1.2 Penyusunan Kesioner SWOT
Dari hasil perumusan indikator-indikator faktor internal dan eksternal terse but, selanjutnya dilakukan penyusunan kuesioner SWOT. Setelah kuesioner selesai disusun, kemudian diminta masukan dari nara sumber
untuk
menghilangkan
pertanyaan
yang
tidak
perlu,
menambahkan pertanyaan penting yang belum dimasukkan ataupun mempertajam pertanyaan yang sudah disusun. Setelah mengadopsi perbaikan dari nara sumber, kemudian dilakukan uji coba pengisian kuesioner kepada beberapa responden untuk melihat apakah ada kesulitan/kebingunan secara teknis dalam Apabila ada kesulitan maka perlu
mengisi kuesioner atau tidak. dilakukan
perbaikan
atau
penyesuaian
agar
responden
memberikan persepsinya sebagaimana mestinya.
dapat
Setelah kuesioner
secara teknis tidak ada masalah yang fundamental lagi maka kuesioner siap diberikan kepada responden (Kuesioner SWOT terdapat pada Lampiran 2). 5.1.3 Responden Analisa SWOT
Pemilihan
responden
ditetapkan
secara
purposive,
atau
ditetapkan langsung berdasarkan adanya kepentingan mereka terhadap permasalahan yang diteliti serta mereka memiliki pengetahuan atau pemahaman terhadap masalah tersebut. Responden yang berasal dari kalangan pemerintahan ditujukan kepada para pejabat pengambil kebijakan,
sedangkan
dari
pihak
LSM
yang
mewakili
kelompok
masyarakat ditujukan kepada pimpinan LSM-nya. Responden (expert) yang diminta melakukan pengisian data kuesioner SWOT, dibagi atas 3 kelompok besar yaitu : 1. Pengelola kawasan yaitu Balai TNKS, Departemen Kehutanan. Dari
kelompok ini responden (expert) yang mengisi kuesioner adalah Kepala Balai TNKS yang saat ini sedang menjabat dan mantan pejabat, Pejabat di lingkup Departemen Kehutanan yang berkaitan dengan bidang tugas pengelolaan taman nasional. ini expert disampaikan
Dari kelompok
yang melakukan penilaian terhadap kuesioner yang terdiri
dari
7
orang,
terdiri
dari
3
orang
62
2. Pemda Setempat terdiri dari Bappeda kabupaten 3 responden, 1 orang Kepala Bapeda pejabat Eselon II dan 2 orang eselon III /Kabid), 1 responden Ketua Pengadilan Negeri, 1 responden Kepala Kejaksaan Negeri, 1 responden Kepala Dinas Propinsi, 1 orang Kepala Dinas kehutanan Kabupaten. 3. Masyarakat sekitar diwakili oleh LSM yang terdiri dari 3 responden Lokal dan 3 responden dari LSM Internasional yang aktifitasnya ada di kawasan TNKS. Jumlah total responden yang melakukan penilaian/pengisian kuesioner adalah sebanyak 20 responden yang dari segi pendidikan terdiri dari : Pendidikan Sarjana 53
=
2 Orang
Pendidikan Sarjana 52
=
6 Orang
Pendidikan Sarjana 51
= 10 Orang
Pendidikan Sarjana Muda/SLTA
=
2 Orang
Dari ke dua puluh responden sebanyak 17 orang laki-laki sedangkan perempuan sebanyak 3 orang ( daftar responden dapat dilihat pada lampiran 3). Penyebaran
kuesioner
SWOT
tersebut
dimaksudkan
untuk
menjaring penilaian responden untuk mementukan bobot dan rating setiap faktor baik ekstemal dan internal dari pihak pengelola kawasan TNKS. Hasil keseluruhan, pemilihan.
penilaian yang
responden
hasilnya
kemudian
dijadikan
sebagai
dibuat
rata-rata
nilai benchmark
Kriteria pemilihan berdasarkan nilai benchmark/patokan,
adalah sebagai berikut : 1. Faktor internal, terdiri dari : a) Faktor Strength
: nilai rata-rata berada di atas {>) nilai
benchmark. b) Faktor Weakness : nilai rata-rata berada di bawah ( <) nilai
benchmark. 2. Faktor eksternal, terdiri dari : a) Faktor Opportunity : nilai rata-rata berada di atas (>) nilai
benchmark.
63
b) Faktor Threat : nilai rata-rata berada di bawah ( <} nilai benchmark. Untuk mendapatkan prioritas dan keterkaitan antar strategi, maka dari hasil pembobotan IFAS-EFAS kuesioner SWOT untuk masingmasing indikator faktor tersebut, dilakukan interaksi kombinasi dari strategi yang meliputi kombinasi internal-eksternal, terdiri dari : 2. Strategi Strength-Opportunity (SO) 3. Strategi Strength-Threat (ST) 4. Strategi Weakness-Opportunity (WO) 5. Strategi Weakness -Threat (WT) Secara ringkas, perhitungan/pengelolaan data hasil penelitian penulis terhadap kuesioner SWOT oleh responden, diuraikan dalam bentuk tabel-tabel yang terdiri dari : a) Penilaian Responden atas kuesioner SWOT, terdiri dari : -
Bobot faktor Internal
-
Bobot faktor eksternal
b) Penilaian Bobot IFAS-EFAS SWOT : -
Bobot faktor Internal
-
Bobot faktor eksternal Hasil
perhitungan
data
penelitian
(berdasarkan
penilaian
expert/responden) secara lengkap diuraikan pada Tabel 5.3. 5.1.4
Analisa Faktor Internal dan Eksternal Penilaian faktor-faktor internal dan internal diberikan dalam skala
9 dengan makna sebagai berikut : Nilai 9, amat sangat baik Nilai 8, sangat baik Nilai 7, baik Nilai 6, sedikit baik Nilai 5, sedang/netral Nilai 4, sedikit buruk Nilai 3, buruk Nilai 2, sangat buruk Nilai 1, amat sangat buruk
64
Tabel 5.3 RekapltuTast'liasll 'P'elillatan''R•spC>nden Bobot Faktor Internal
1 2 3 4 6 6 7 8 9 10 11 12
UrgensiPenanganan
Bobot Penllalan Responden Responden
No 1 3 3 3 7 3 3 7 7 5 7 2 1
2 6 4 5 9 5 3 6 7 6 4 1 2
3 2 3 3 6 6 3 6 7 8 8 3 3
4 5 3 5 7 3 3 4 6 5 3 3 3
6 6 2 2 5 3 1 4 8 7 7 4 2
6 6 6 4 8 4 1 7 8 7 7 2 2
7 2 8 2 9 2 1 7 9 7 6 1 3
8 9 10 11 3 8 1 2 2 4 3 4 4 5 3 3 8 5 2 7 4 4 4 7 3 1 2 3 3 4 8 6 8 9 9 6 7 5 5 5 4 5 4 7 3 1 1 1 3 1 3 3 Rata-rata
12 4 5 5 7 5 3 7 8 7 7 3 3
13 3 5 3 7 5 5 5 7 5 7 3 5
14 9 5 5 5 7 5 7 7 7 9 3 3
15 3 3 3 8 8 1 7 9 9 8 3 2
18 1 3 1 6 5 9 6 9 7 5 1 1
Responden
17 2 2 3 1 3 4 3 7 3 2 3 4
18 4 6 3 7 4 1 3 5 6 3 2 7
19 3 3 2 7 3 5 3 6 7 7 2 4
20 Rata2 Ket 3 3,80 w 3 3,85 w 2 3,30 w 7 6,40 s 7 4,60 s 2 2,95 w 2 5,25 s 7 7,45 s 6 6,20 s 6 5,80 s 2 2,20 w 2 2,85 w 4,55
1 4 3 3 4 4 3 4 3 2 4 4 4
2 2 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4
3 2 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4
4 3 4 3 3 4 3 4 3 2 3 4 4
6 3 4 4 3 4 4 3 3 3 3 3 4
6 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4
7 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3
8 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3
9 3 4 3 4 4 4 4 4 3 3 4 4
10 4 3 3 4 3 3 4 3 2 2 4 4
11 4 3 4 4 3 3 4 3 1 4 4 3
12 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
13 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 3 3
14 4 4 4 3 4 3 5 4 3 3 4 4
15 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 4
16 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 4
17 3 4 4 2 3 3 4 3 3 3 2 2
18 3 4 4 3 4 4 3 2 4 3 4 1
19 2 4 3 3 3 3 3 2 3 3 4 3
20 Rata2
3 3 3 3 2 4 4 4 4 4 4 4
Ket
3,20 3,55 3,45 3,35 3,35 3,40 3,60 3,20 3,00 3,25 3,70 3,45
Bobot Faktor Eksternal
1 2 3 4 6 6 7 8 9 10 11
12 13 14 16 16
UrgensiPenanganan
Bobot Penllalan Responden Responden
No 1 5 6 7 6 6 7 6 6 4 7 1 1 2 1 1 8
2 1 7 6 6 6 6 3 5 4 1 1 1 1 1 1 9
3 4 3 6 5 7 7 7 6 6 3 2 2 3 3 2 8
4 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 2 2 3 2 4 6
6 2 4 1 5 4 3 4 5 5 2 1 1 7 6 2 6
6 1 4 4 6 6 7 4 5 7 1 1 1 3 3 1 6
7 1 3 2 7 7 3 3 4 3 1 1 1 1 1 2 7
8 9 10 11 3 1 2 3 2 1 1 2 2 4 4 3 3 3 7 7 3 6 6 7 6 2 2 3 3 3 4 2 2 2 3 2 3 2 2 4 3 3 1 3 1 1 1 1 2 1 1 1 3 1 2 3 4 1 2 4 1 1 2 4 6 5 7 6 Rata-rata
12 3 7 5 7 7 5 5 7 5 6 3 3 4 3 2 8
13 5 5 5 6 5 7 6 7 7 7 3 3 6 3 5 7
14 3 5 5 5 5 5 7 5 9 3 3 3 3 3 3 9
15 1 1 7 7 9 2 2 7 7 3 1 2 2 2 3 8
18 9 1 1 3 2 7 5 3 5 5 1
1 1 1 1 7
Responden
17 3 3 3 3 3 4 2 1 2 2 1 1 1 5 1 5
18 1 8 3 9 6 3 3 4 2 7 1 2 1 2 7 6
19 5 5 5 3 6 8 4 2 3 6 2 2 2 5 1 6
20 Rata2 2 2,90 6 3,85 7 4,15 5 5,35 5 5,45 7 4,90 5 4,10 5 4,20 4 4,35 4 3,55 1 1,45 1 1,60 2 2,55 5 2,85 5 2,45 7 6,85 3,78
Ket
T 0 0 0 0 0 0 0 0 T T T T T T 0
1 3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
2 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
3 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3
6 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 2 4 3
8 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 2
7 4 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3
8 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 4 3
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Rata2 Ket
4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3
3 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 4 3 4 3
3 4 4 4 4 2 4 4 4 3 4 4 4 3 2 3
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3
2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 3 2 3 3 3
3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4
4 4 3 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3
4 3 4 3 3 3 4 3 3 2 4 4 4 4 4 3
3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 2
4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 1 2
3 2 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 3
4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4
3,45 3,25 3,35 3,25 3,15 3,40 3,60 3,65 3,70 3,35 3,85 3,70 3,70 3,50 3,45 3,10
65
Sedangkan tingkat kepentingan (urgensi) penanganan diberi skala a s/d d, dengan makna sebagai berikut : a atau nilai 4, prioritas teramat penting dilakukan penanganannya b atau nilai 3, prioritas penting dilakukan penanganannya c atau nilai 2, prioritas kurang penting dilakukan penanganannya d atau nilai 1, prioritas tidak penting dilakukan penanganannya 5.1.4.1
Faktor-faktor Internal
Faktor internal dibagi atas dua bagian, yaitu faktor internal yang nilai rata-ratanya berada di atas nilai rata-rata faktor internal lbench mark) sebesar 4,55 dimasukkan dalam kelompok kekuatan (strength),
dan yang nilainya dibawah bench mark dimasukkan dalam kelompok kelemahan (weakness). a. Faktor-faktor kekuatan (strength) Dari hasil rekapitulasi penilaian responden, untuk faktor internal yang mempunyai nilai lebih besar dari rata rata faktor internal yaitu sebesar
4,55
menjadi
kekuatan
bagi
pengelola
dalam
rangka
mengurangi laju kerusakan hutan TNKS. Faktor-faktor kekuatan Balai TNKS adalah sebagai berikut : Keindahan alam dengan banyak danau, ir terjun, air, panas serta keindahan flora fauna Moralitas, etika profesi, sikap perilaku SDM Koordinasi Balai TNKS dengan instansi terkait Ditetapkannya TNKS sebagai world heritage site Keberadaan Undang-undang kehutanan No. 41. tahun 1999, tentang Kehutanan Keberadaan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya Keindahan alam TNKS mendapat penilaian rata-rata sebesar 6,4 atau berada diantara sedikit baik dan baik.
Hal ini merupakan modal
bagi pengelola untuk mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga keindahan alam ciptaan Yang Maha Kuasa, karena tidak semua negara diberi-Nya karunia keindahan alam yang sedemikian. Keindahan alam ini tentu dapat dinikmati tanpa melakukan perusakan seperti pengem-
66
bangan wisata alam (eco tourism) yang belakangan ini menjadi salah satu trend wisatawan. Moralitas, etika profesi, sikap perilaku SDM mendapat nilai ratarata 4,60 atau berada pada nilai sedikit buruk dan netral.
Faktor ini
sebenarnya berada di bawah nilai netral, tapi karena berada di atas nilai rata-rata faktor internal sebesar 4,55 maka faktor ini masuk ke kelompok kekuatan.
Nilai 4,60 walaupun menjadi kekuatan tentu
sangat nyata bahwa faktor ini sangat perlu mendapat perhatian untuk perbaikan. Peningkatan moral, etika profesi, sikap perilaku lebih dekat menjadi masalah budaya kerja, yang pembenahannya diantaranya dapat dilakukan dengan memberi penghargaan kepada yang berprestasi dan memberi hukuman terhadap yang melakukan pelanggaran.
Ada
beberapa pihak yang mengaitkan bahwa budaya kerja yang rendah salah satunya disebabkan gaji yang juga relatif rendah, namun demikian perlu dilakukan pengkajian yang lebih dalam untuk hal terse but. Pelaksanaan koordinasi oleh pengelola terhada instansi terkait memperoleh nilai rata-rata 5,25 yaitu diantara netral dan sedikit baik. Hal ini tentu perlu lebih ditingkatkan lagi karena koordinasi sangat penting untuk menyamakan persepsi dan mencegah terjadinya bentrok karena adanya perbedaan kepentingan para pihak. Ditetapkannya kawasan TNKS sebagai salah satu kawasan alam warisan dunia oleh lembaga intemasional, merupakan kekuatan bagi pihak pengelola karena kawasan tersebut bukan hanya dilindungi oleh aturan nasional tetapi juga internasional.
Hal ini menjadi modal bagi
pengelola untuk menarik perhatian lembaga intemasional untuk turut melestarikan warisan dunia tersebut.
Nilai rata-rata yang diberikan
respond en untuk faktor ini adalah cukup tinggi sebesar 7,45 atau berada pada baik dan sangat baik. Undang-undang
No.
41
tahun
1999 tentang
Kehutanan
memperoleh nilai 6,20 atau berada diantara sedikit baik dan baik. Keberadaan undang-undang ini merupakan perangkat hukum dalam menindak pihak yang melakukan perusakan terhadap TNKS.
Yang
paling penting sebenamya adalah bagaimana menegakkan aturan yang
67
ada dengan menghukum pelanggar sehingga menimbulkan efek jera bagi pelanggar dan pada pihak lain yang mau berbuat. Selain Undang-undang No 41, terbitnya UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya semakin menambah perangkat hukum untuk melindungi kerusakan TNKS. Undang-undang ini lebih spesifik dibandingan UU No 41, karena pasalpasalnya sudah langsung mengenai taman nasional dan sanksi-sanksi pelanggaran yang lebih khusus.
Untuk faktor ini, responden memberi
nilai rata rata 5,80 atau berada pada sedang dan sedikit baik. b. Faktor Kelemahan Faktor-faktor internal yang
menjadi
kelemahan
dart
pihak
pengelola berdasarkan penilaian responden adalah sebagai bertkut : Bentuk Kelembagaan/Organisasi Balai TNKS Kualitas SDM Kuantitas SDM Ketersediaan Jumlah Dana yang memadai Kondisi Batas Sarana prasarana pendukung Balai TNKS yang mengelola kawasan seluas ± 1,4 juta ha di 4 Propinsi dan 12 Kabupaten/kota (setelah pemekaran) saat ini dipimpin Kepala Balai yang menjabat eselon III. Kepala BTNKS dibantu 1 orang Kepala Sub Bagian Tata Usaha (KSBTU) eselon N yang berkedukan di kantor BTNKS di Sungai Penuh (Ibukota Kab. Kertnci). Di tiap propinsi terdapat seorang kepala seksi setingkat eselon N dan dibantu beberapa orang staf. Bentuk kelembagaan ini dinilai sangat lemah karena untuk melakukan koordinasi di tingkat dua saja, eselon kepala balai di bawah eselon dinas lainnya yang merupakan pejabat eselon II.
Hal ini
semakin sulit lagi apabila kepala balai berhalangan, misalnya karena ada agenda pertemuan di dua wilayah yang berbeda dan harus mewakilkan kepada KSBTU atau kepala seksinya yang hanya setingkat eselon IV.
Adanya perbedaan eselon yang cukup menyolok akan
menghambat koordinasi dimana para pihak tidak pada posisi netral, sehingga bisa terjadi adanya dominasi dart pihak yang eselonnya lebih tinggi dalam meloloskan kepentingan instansinya.
68
Untuk
dapat
melakukan
pengelolaan
yang
ideal,
bentuk
organisasi/kelembagaan Balai TNKS sudah selayaknya dikembangkan untuk dapat memikul beban tugas yang cukup berat.
Untuk faktor
kelembagaan dan organisasi, rata-rata penilaian responden adalah 3,80 atau berada pada selang buruk dan sedikit buruk. Kualitas SDM Balai TNKS juga merupakan faktor kelemahan dengan nilai 3,85 atau berada pada selang buruk dan sedikit buruk. Kualitas SDM ini perlu ditingkatkan melalui penjaringan pegawai yang mempunyai Jatar belakang yang sesuai dengan kegiatan yang ada. Untuk pegawai yang telah ada maka peningkatan kualitas pegawai dapat
ditingkatkan
dengan
pendidikan
formal
maupun
dengan
mengikuti kursus maupun studi banding. Kuantitas atau jumlah SDM TNKS juga merupakan kelemahan dengan nilai rata-rata 3,30 atau berada pada selang buruk dan sedikit Pegawai TKS sejumlah 181 orang, diantaranya 108 orang
buruk.
bertugas sebagai Polisi Khusus Kehutanan (polhut) yang mengawasi luas kawasan ± 1,4 juta Ha. Apabila dilihat rasio antara petugas polhut dengan kawasan yang diawasi dari segi luas maka 1 orang rata-rata mengawasi sekitar 13.000 ha. mustahil
untuk
melakukan
Dengan rasio tersebut tentu agak pengawasan
dengan
baik,
apalagi
aksesibilitas ke kawasan cukup sulit dengan sarana prasarana yang kurang memadai.
Penambahan petugas mutlak perlu dilakukan untuk
mencapai jumlah yang ideal ataupun sedikitnya mencapai jumlah yang minimal. Rasia polhut dengan luas kawasan yang diawasi juga sangat relatif dan dinamis, karena berkaitan langsung dengan beberapa hal diantaranya tingkat kerawanan kawasan yang berfluktuasi, aksesibilitas menuju kawasan, peralatan pendukung yang ada.
Namun demikian,
sekalipun kawasan tersebut dalam kondisi yang relatif aman, tentu tetap dibutuhkan petugas polhut untuk melakukan pengawasan dengan rasio jumlah dengan luas kawasan yang ideal. Ketersediaan dana operasional yang memadai merupakan hal yang perlu mendapat perhatian, karena dalam rangka pengawasan rutin (patroli), operasi terpadu yang melibatkan aparat keamanan yang lainnya (misalnya Polisi), pengangkutan barang bukti, pemeliharaan
69
barang bukti memerlukan biaya yang cukup besar. Apabila pendanaan tidak cukup tersedia, maka apabila ada gangguan keamanan kawasan, tindakan tidak dapat dilakukan dengan optimal. Faktor dana selama ini, berdasarkan pendapat responden, mendapat nilai yang cukup kecil yaitu 2,95 atau berada diantara buruk dan sangat buruk. Kondisi tanda batas kawasan TNKS juga mendapat nilai yang diantara buruk dan sangat buruk yaitu 2,20. sebenarnya
sudah
dipasang
Batas kawasan TNKS
tanda-tanda
batasnya
dengan
menggunakan kayu atau beton berukuran 20 x 20 x 130 em, tetapi kondisinya saat ini sudah banyak tanda-tanda batas ini yang tidak ditemukan atau rusak, atau juga tidak terpasang karena kesulitan pemasangan. Tanda-tanda batas ini sebenarnya sangat penting untuk proses hukum apabila terjadi pelanggaran di dalam kawasan TNKS. 5.1.4.2 Faktor-faktor Eksternal Nilai rata-rata (benchmark) faktor eksternal adalah 3,78 atau berada diantara jelek dan sedikit jelek. berada
Faktor-faktor yang nilainya
di atas nilai bench mark tersebut digolongkan menjadi
kesempatan (opportunity) dan yang nilainya berada di bawahnya menjadi ancaman (threat). a. Faktor peluang/kesempatan (Opportunity) Faktor-faktor
eksternal
yang
menjadi
peluang/kesempatan
(opportunity) dari pihak pengelola berdasarkan penilaian responden adalah sebagai berikut : Dukungan Pemda setempat Efektifitas deklarasi dan implementasi dukungan pemda propinsi dan kabupaten/kota sekitar TNKS Dukungan LSM Lokal Dukungan LSM Internasional Budaya Masarakat Kesadaran masyarakat Dukungan aparak keamanan (Polisi, TNI) Dukungan aparat kejaksaan, pengadilan. Terjadinya banjir, tanah longsor di sekitar TNKS
70
Dukungan Pemda setempat mendapat nilai rata-rata 3,85 atau berada pada jelek dan sedikit jelek, namun masuk dalam kelompok kesempatan karena nilai tersebut masih di atas rata-rata faktor eksternal yang mempunyai nilai harus ditingkatkan
lagi
3, 78.
karena
program yang dijalankan TNKS.
Dukungan pemda ini mutlak
sangat menentukan
keberhasilan
Upaya meningkatkan dukungan dari
Pemda setempat dapat dilakukan dengan menambah pemahaman mereka
akan
pentingnya
menjaga
kelestarian
TNKS
bagi
menpertahankan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2001, empat orang Gubernur dan 9 Bupati/walikota sekitar TNKS membuat deklarasi di Sungai penuh yang dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup dan DPRD setempat membuat pemyataan mendukung upaya pelestarian TNKS. Inplementasi dan efektifitas dari pernyataan ini mendapat nilai 4,15 atau berada pada sedikit buruk dan netral. Dari hasil ini menggambarkan bahwa pernyataan dukungan ini masih sebatas formalitas dan belum secara kongkrit diwujudkan dalam tindakan yang nyata. Dukungan LSM Lokal dan internasional mendapai nilai rata-rata 5,35 dan 5,45 atau berada diantara sedang/netral dan sedikit baik. Dukungan ini perlu terus ditingkatkan dalam rangka mengurangi ancaman dan gangguan yang terjadi si TNKS secara bersama-sama. Tingkat kesadaran masyarakat sekitar akan pentingnya TNKS mendapat nilai 4,10 atau berada pada sedikit jelek dan netral. Kondisi ini memang dapat dilihat dari aktifitas perambahan di beberapa tempat di dalam kawasan TNKS maupun aktifitas penebangan liar yang dilakukan masyarakat karena pemberian uang dari para tauke. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya akibat kerusakan TNKS perlu lebih ditingkatkan lagi. Dukungan aparat keamanan (Polisi, TNI) amat diperlukan dalam melakukan operasi gabungan apabila terjadi gangguan yang cukup besar ataupun
melanjutkan
penyidikan terhadap tersangka yang
ditangkap petugas TNKS. Nilai dukungan aparat keamanan (Polri, TNI) adalah 4,20 atau berada diantara netral dan sedikit buruk. Hal ini tentu belum menggembirakan, dimana di beberapa kasus masih nyata adanya oknum Polri atau TNI yang bekerja sama dengan para pelaku 71
perusakan hutan ataupun penangkapan yang dilakukan petugas TNKS tidak ditindak lanjuti dengan baik.
Pihak Balai TNKS hanya dapat
meningkatkan upaya koordinasi, sedangkan secara komando harus ada kebijakan langsung dari pimpinan Polri atau TNI sehingga para petugas keamanan tersebut tergerak dengan baik untuk membantu pencegahan kerusakan TNKS. Dukungan
aparat
Kejaksaan,
Pengadilan
dalam
melakukan
proses hukum pada kasus perusakan TNKS mendapat nilai rata-rata 4,35 atau berada pada kisaran sedikit buruk dan netral. Hal ini tentu belum menggembirakan, dimana kasus-kasus pelanggaran yang terjadi di TNKS mendapat vonis yang ringan atau tidak dilanjutkan sama-sekali padahal beberapa diantaranya ada yang tertangkap tangan. Penegakan hukum ini mutlak perlu ditingkatkan untuk menimbulkan efek jera. Apabila tidak, maka pelaku pengrusakan akan semakin berani dan menganggap penegakan hukum hanya lelucon yang tidak membuat mereka takut. Terjadinya banjir, tanah longsor yang semakin sering belakangan ini mendapat nilai yang tinggi yaitu 6,85 atau berada pada kisaran sedikit baik dan baik.
Peringatan alam berupa bencana temyata
merupakan suatu cara yang efektif untuk menyadarkan kita akan pentingnya memelihara lingkungan.
Kesadaran ini perlu ditingkatkan
lagi dengan terus mengingatkan masyarakat untuk terus memelihara lingkungan apabila mereka tidak ingin bencana yang berpotensi lebih dasyat lagi terjadi akibat tidakan ceroboh segelintir orang. b. Faktor Ancaman (threat) Faktor-faktor eksternal yang menjadi ancaman (threat) dari pihak pengelola
berdasarkan penilaian responden adalah sebagai
berikut: Keteraturan ketersediaan dana Pengaruh terbitnya UU No. 32 tahun 2004 Adanya lebih dari 200 sawmill liar ilegal di sekitar TNKS Kapasitas terpasang industri yang melebihi pasukan legal dari hutan produksi. Konflik penggunaan lahan dengan masyarakat 72
Keberadaan
masyarakat disekitar TNKS yang
pada umumnya
miskin. Kegiatan/rencana pembukaan jalan melintasi TNKS. Keteraturan ketersediaan dana mendapat nilai 2,90 atau berada pada kisaran amat buruk dan buruk.
Hal yang dirasakan adalah
anggaran operasional tidak pemah turun tepat waktu yaitu pada awal bulan Januari bahkan ada anggaran yang turun pada triwulan ke empat. Hal ini sangat mengganggu kegiatan pengamanan kawasan karena gangguan tidak menunggu anggaran pengamanan turun terlebih dahulu, bahkan mereka cenderung memanfaatkan kelengahan petugas. Kebutuhan dana operasional ini sangat penting, karena untuk dapat berpatroli sedikitnya dibutuhkan bahan bakar dan akomodasi petugas, apalagi kegiatan pengamanan tersebut memerlukan bantuan dari pihak Kepolisian atau TNI. Undang Undang No. 32 tahun 2004 terbit sebagai revisi atas UU. No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah.
Situasi yang dirasakan
dengan terbitnya undang-undang ini adalah adanya upaya Pemda untuk memacu Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan salah satunya dengan menerbitkan
perda
yang
bermasalah
ataupun
pemberian
izin
pemanfaatan kayu yang lokasinya tidak jelas atau di lokasi yang ditunjuk tidak ada kayunya yang potensial. Pengusaha yang mendapat izin kemudian melakukan penebangan kayu pada areal yang masih berhutan baik dan ini akan semakin menyulitkan petugas BTNKS untuk melakukan pencegahan.
Terbitnya undang-undang ini dipandang dari
upaya penurunan laju kerusakan TNKS mendapat nilai rata-rata dari responden 3,55 atau berada pada buruk dan sedikit buruk. Hasil pemantau ICDP TNKS, 2001 telah medeteksi adanya sawmill liar di sekitar kawasan TNKS sebanyak lebih dari 200 buah. Sawmill-sawmil ini ada yang tidak punya izin sama sekali dan ada yang izinnya
pembuat
penggergajian kayu.
meubel
tetapi
aktifitas
yang
nyata
adalah
Kemampuan TNKS untuk melakukan penyegelan
atau penutupan sangat terbatas.
Yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan kemampuan mencegah kegiatan penebangan liar di TNKS untuk memasok kebutuhan bahan baku sawmill-sawmil tersebut. Nilai yang diberikan responden untuk faktor ini adalah 1,45 atau amat 73
sangat buruk dan sangat buruk.
Ini tentu angcaman yang sangat
serius terhadap terjadinya kerusakan di kawasan TNKS. Kapasitas
terpasang
industri
perkayuan
yang
lebih
besar
dibandingkan dengan suplay bahan baku legal dari alam juga menjadi ancaman pada TNKS. Nilai yang diberikan oleh responden adalah 1,60 atau amat sangat buruk dan sangat buruk. Kondisi ini disebabkan tidak sinkronnya pemberian izin industri dengan realita suply bahan baku yang ada.
Pihak pemberi izin industri sepertinya tidak mau tahu
dengan kondisi bahan baku tetapi seolah berlomba memberikan izin baru.
Hal ini tidak dapat diketahui apakah didasarkan semata-mata
oleh keinginan untuk meningkatkan PDRB atau ada motif lain.
Kalau
dasarnya semata-mata untuk peningkatan PDRB, maka pemberian izin tanpa ada analisa pemenuhan bahan baku yang realistis akan menjadi bumerang di kemudian hari, karena industri tidak berproduksi pada kapasitas terpasang sehingga terjadi inefisiensi yang pada akhirnya menjadi beban perekonomian secara keseluruhan. Konflik pengunaan lahan antara masyarakat dengan TNKS sering terjadi, hal ini tidak terlepas dari peningkatan jumlah penduduk yang terus meningkat sedangkan lahan pertanian tetap. Pembagian warisan tentu akan semakin sempit apabila suatu keluarga membagi lahannya kepada beberapa orang anak.
Kebutuhan lahan yang meningkat ini
menyebabkan masyarakat berusaha membuka ladang baru bahkan sampai memasuki TNKS.
Nilai yang diberikan responden untuk faktor
ini adalah 2,55 atau berada pada sangat buruk dan buruk.
Adanya
upaya pembatasan jumlah anak (program KB) yang dijalankan dengan baik adalah merupakan salah satu solusi yang baik untuk masalah ini. Disamping
itu
perkembangan
industri
di
perkotaan
yang
dapat
menyerap tenaga kerja dari sektor pertanian yang cenderung berlebih, dapat mengurangi tekanan pada kawasan TNKS. Keberadaan masyarakat di sekitar TNKS yang pada umumnya miskin, menyebabkan mereka menjadi mudah dipengaruhi oleh para tauke kayu untuk melakukan penebangan kayu secara ilegal. Peluang mendapatkan uang secara kontan dan cepat sangat menarik minat mereka sekalipun perkerjaan yang dilakukan melanggar hukum. Nilai
74
yang diberikan responden terhadap faktor ini adalah 2,85 atau berada pada sangat buruk dan buruk. Adanya rencana pembukaan jalan oleh pemda yang melintasi TNKS mendapat nilai 2,45 atau berada pada sangat buruk dan buruk. Sebenarnya di sini terjadi dilema, di satu sisi pembukaan jalan akan mempersingkat jarak dari satu lokasi ke lokasi lainnya yang diharapkan dapat menghemat biaya dan waktu tempuh serta dapat merangsang Di sisi lain, kesadaran hukum dan
peningkatan perekonomian.
penegakan hukum yang masih lemah maka pembukaan jalan akan menyebabkan semakin maraknya perambahan dan ilegal logging. pengelola
pihak
Apabila
TNKS
jaminan
meminta
agar
dampak
pembangunan jalan terhadap perusakan kawasan menjadi tanggung jawab
untuk
Pemda
memberikan
jaminan.
kepentingannya
untuk
mengatasinya, Apabila membuka
mau
maka
pemda
tidak
Pemda
hanya
memikirkan
jalan,
dampaknya
·sedangkan
diserahkan kepada pihak lain, tentu ini akan menjadi potensi kesulitan yang makin bertambah bagi pihak pengelola. 5.1.5 Pembobotan Internal Factor Analysis Externa Factor Analysis System (EFAS)
System (IFAS)
dan
Setelah ditentukan kekuatan dan kelemahan pada faktor internal serta
peluang
dilakukan
dan
ancaman
pembobotan
pada
IFAS-EFAS
faktor eksternal, elemen
SWOT
selanjutnya
dengan
cara
sebagaimana berikut : 1. Setiap nilai rata-rata horizontal dikurangi nilai benchmark, dimana setiap nilai faktor akan menentukan apakah sebagai Strength atau Weakness pada faktor internal atau sebagai Opportunity maupun Threat pada faktor eksternal. Kemudian setelah digolongkan kepada masing-masing kelompok, maka setiap rata-rata disesuaikan dengan mengurangkan dengan angka 5 (lima) sebagai nilai persepsi/ pendapat responden yang bersifat netral terhadap sasaran. 2. Nilai Penyesuaian berdasarkan nilai mutlak (Tanda nilai tidak ada yang negatif mis : nilai -2 menjadi nilai 2). 3. Penentuan bobot dari masing-masing elemen SWOT untuk setiap faktornya dengan mengambil bobot masing-masing faktor
= 100°/o. 75
setiap elemen SWOT menggambarkan total
Bobot total
nilai
penyesuaian rata-rata terhadap nilai total faktomya masing-masing. 4. Pembobotan yang dipakai sebagai bahan penilaian prioritas adalah bobot tertimbang yang diperoleh dari perkalian antara : bobot x Rating diperoleh dari nilai urgensi penanganan/skala
rating.
prioritas kepentingan, sesuai urutan level : huruf a=4, b=3, c=2 dan d=l.
Hasil perhitungan pembobotan IFAS-EFAS elemen SWOT ditampilkan pada Tabel 5.4. Dari hasil perhitungan pembobotan IFAS terlihat bahwa faktor kekuatan
yang
mempunyai
bobot
paling
tinggi
adalah
faktor
ditetapkannya TNKS tahun 2004 oleh Unesco sebagai WHS (world heritage site) /kawasan warisan dunia dengan bobot 7 ,45. Sedangkan yang paling rendah adalah faktor moralitas, etika profesi, sikap prilaku SDM BTNKS dengan bobot 4,60. Faktor kelemahan pada sisi internal yang mempunyai nilai terendah adalah kondisi tanda batas TNKS mendapat nilai rata-rata 2,20.
Hasil perhitungan dan pembobotan elemen-elemen IFAS SWOT
secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.5. Dari sisi Ekstemal, faktor peluang (oportunity) yang mendapat nilai paling tinggi adalah terjadinya banjir, tanah longsor di beberapa tempat di sekitar kawasan TNKS dengan bobot 6,85. Artinya terjadinya bencana alam merupakan kesempatan untuk mengajak semua untuk bersama-sama Faktor
ancaman
pihak
menyelamatkan TNKS dari kerusakan. yang
mempunyai
nilai
terendah
adalah
keberadaan lebih dari 200 sawmill liar di sekitas TNKS dengan bobot 1,45.
Status liar dapat dibedakan antara soawmil yang benar-benar
tidak ada izin sama sekali dengan yang memiliki izin tetapi bukan izin pendirian sawmill.
Izin usaha yang mereka miliki pada umumnya
adalah usaha pembuatan meubel tetapi aktifitas yang sebenarnya adalah sawmill.
Izin tersebut diberikan oleh jajaran perindustrian
dengan masa berlaku yang tidak terbatas dan baru dicabut apabila ada pelanggaran.
Namun yang disayangkan adalah kegiatan pemantauan
terhadap penyalah gunaan izin tersebut dari pihak pemberi izin sangatlah minim.
76
Tabel 5.4 PENILAIAN BOBOT IFAS-EFAS SWOT BOBOTFAKTORINTERNAL
s t
r
e n g
No
PENYESUAIAN NILAJ RATA-RATA j NILAI RATA-RATA- 5j
Bobot(%) (biXsi)*Bs
Urgensi (Rating)
Bobot x Rating
(1)
(2)
(3)
(4)
{51
4
1,40 0,40 0,25 2,45 1,20 0,80
7,98 2,28 1,42 13,96 6,84 4,56 37,04
3,35 3,35 3,60 3,20 3,00 3,25
0,27 0,08 0,05 0,45 0,21 0,15
- - - · (Ufe)
urgens1
(biXwi)*Bw
(Rating)
(~
(4)
5
7 8 t 9 h 10 }otal , (XSi) = No
w e a k n
e s s
(1)
6,50 PENYESUAIAN NILAI RATA-RATA I NtLAI RATA-RATA- 51 (2)
1 2 3 6 11 12 Total v (XWi) =
....
_
1,19
Bobot x Rating
(5)
1,20 1,15 1,70 2,05 2,80 2,15
6,84 3,20 0,22 6,55 3,55 0,23 0,33 3,45 9,69 11,68 3,40 0,40 15,95 3,70 0,59 0,42 12,25 3,45 • 62,96 2,20 11,05 TOTAL I = (Xsi + Xwi) =(Xi)= 17,55 Bw = (Xwi1Xi)*100% = 62,96 Bs = (Xsi1XW100%- 37,04 I
BOBOT FAKTOR EKSTERNAL No (1) 0 p p 0
r t
u n i t y
2 3 4 5 6 7 8 9 16 Total ) (Xoe) = No
T h r
e a t
PENYESUAIAN NILAI RATA-RATA I NILAI RATA-RATA -5 J (2)
1,15 0,85 0,35 0,45 0,10 0,90 0,80 0,65 1,85 7,10
PENYESUAIAN NILAI RATA-RATA I NILAI RATA-RATA-5 I
(biXoerao
Bobot(%)
Urgensi (Rating)
Bobot x Rating
(3)
(4)
(5)
4,65 3,43 1,41 1,82 0,40 3,64 3,23 2,63 7,47 28,69
3,25 3,35 3,25 3,15 3,40 3,60 3,65 3,70 3,10
0,15 0,12 0,05 0,06 0,01 0,13 0,12 0,10 0,23
Bobot(%)
Urgensi (Rating)
(biXterat
~·0,96
..
Bobot x Rating
0,29 3,45 2,10 8,48 3,35 0,20 5,86 1,45 0,55 3,85 3,55 14,34 0,51 13,74 3,70 3,40 0,37 3,70 9,90 2,45 0,30 2,15 8,69 3,50 0,36 10,30 3,45 2,55 I. ,;, . ~58'\ .. 17,65 71,31 TOTAL E - (Xoe + Xte) = (Xe) = 24,75 Bt =(Xte/Xe)*100% = 71,31 eo = (XoeJXer100% = 28,69 I
1 10 11 12 13 14 15 Total T (Xte) =
Keterangan : I I harga Mutlak
77
Tabel 5.5 Internal Strategy Factor Analysis System (IFAS)
STRENGTH (S) I KEKUATAN Uraian
NO
Bobot
4 Keindahan alam TNKS dengan banyak danau, air terjun, air panas, keindahan flora/fauna.
6,40
5 Moralitas, etika profesi, sikap prilaku Sumber Daya BTNKS upaya pengurangan laju Manusia (SDM) kerusakan hutan TNKS.
4,60
7 Koordinasi Balai TNKS sebagai pengelola kawasan dengan Pemda dan instansi lainnya upaya pengurangan laju kerusakanhutan TNKS.
5,25
8
Ditetapkannya TNKS tahun 2004 oleh Unesco sebagai WHS (world heritage site) /kawasan warisan dunia
7,45
9 Keberadaan Undang-undang kehutanan No. 41 tahun 1999 dalam upaya pengurangan laju kerusakan TNKS
6,20
10 Keberadaan Undang-undang No. 5 tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistimnya dalam upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS
5,40
WEAKNESS (W) I KELEMAHAN Uraian
NO
Bobot
1 Kelembagaan/Organisasi Balai TNKS (mengelola kawasan ± 1.4 juta ha di 4 wilayah propinsi), saat ini setingkat eselon III dalam upaya pengurangan laju kerusakan TNKS
3,80
2 Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Balai TNKS dari dalam upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS.
3,85
3 Kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) Balai TNKS) dalam upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS
3,30
6 Ketersediaan jumlah dana yang memadai dalam upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS
2,95
11 Kondisi tanda batas TNKS dalam upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS
2,20
12 Sarana prasarana dalam mendukung pengelolaan TNKS (Kenderaan operasional, pos jaga, pondok kerja, peralatan pengamanan dll)
2,80
Elemen-elemen EFAS SWOT secara lengkap ditampilkan pada Tabel 5.6.
78
Tabel 5.6 Eksternal Strategy Faktor Analisi System (EFAS)
OPPORTUNITY {0) PELUANG Uraian
NO
Bobot
2 Dukungan kegiatan/dana
dari APBD Pemda setempat dalam upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS
3,85
3 Efektifitas deklarasi dan implementasi dukungan pemda di 4 propinsi dan 9 kabupaten/kota
4,15
4 Dukungan LSM lokal (tennasuk perguruan tinggi) dalam
5,35
upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS
5 Dukungan LSM Intemasional dalam upaya pengurangan
5,45
laju kerusakan hutan TNKS
6 Budaya masyarakat dalam upaya pengurangan laju kerusakan hutan TNKS
4,90
7 Tingkat kesadaran masyarakat sekitar akan pentingnya TNKS
4,10
8 Dukungan aparat keamanan (Polisi, TNI) dalam rangka
4,20
pengamanan kawawan TNKS Kejaksaan, Pengadilan dan aparat hukum lainnya dalam melakukan proses hukum para pelanggar
4,35
16 Terjadinya banjir, tanah longsor di beberapa tempat di
6,85
9 Dukungan aparat
sekitar kawasan TNKS THREAT{n ANCAMAN Uraian
NO
Bobot
1 Keteraturan ketersediaan dana dari segi jumlah dan waktu pencairannya dalam upaya pengurangan laju kerusakan TNKS
2,90
10 Pengaruh terbitnya UU No. 32 tahun 2004 tentang
3,55
otonomi Daerah dan eufora peningkatan PAD.
11 Keberadaan lebih dari 200 sawmill liar di sekitas TNKS
1,45
12 Kapasitas terpasang industri perkayuan di sekitar TNKS
1,60
yang jauh lebih tinggi daripada pasokan legal
13 Pengunaan lahan antara kehutanan {Konservasi) dengan
2,55
masyarakat (pertanian).
14 Keberadaan
masarakat umumnya miskin. dan kegiatan kawasan TNKS
15 Rencana
disekitar TNKS
pada
2,85
melintasi
2,45
yang
pembukaan jalan
79
5.1.6 Perumusan Strategi Untuk mengetahui berdasarkan
keterkaitan antar strategi
prioritas dan
pembobotan
SWOT-nya,
maka
dilakukan
interaksi
kombinasi strategi intemal-ekstemal, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Interaksi kombinasi strategi SO
:
yaitu suatu strategi yang
menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. 2. Interaksi kombinasi strategi WO
: yaitu suatu strategi yang
meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. 3. Interaksi
kombinasi
strategi ST
:
yaitu suatu strategi yang
menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. 4. Interaksi kombinasi strategi WT
:
yaitu suatu strategi yang
meminimalkan kelemahan untuk mengatasi ancaman. Dari
interaksi tersebut,
kemudian
dibuat matriks interaksi
sebagai berikut : Tabel 5. 7. Matriks Strategi Internai-Ekstemal :
s ~
KEKUATAN (S)
KELEMAHAN (W)
PELUANG (0)
Strategi SO
Strategi WO
ANCAMAN (T)
StrategiST
Strategi Wf
Perumusan strategi-strategi SO, ST, WO, dan Wf, disusun berdasarkan faktor internalS dan W; serta faktor ekstemal W dan T, ke dalam Mariks Interaksi IFAS-EFAS SWOT seperti terlihat pada Tabel
5.8. Secara ringkas hasil perumusan matriks IFAS-EFAS, berdasarkan strategi SO, ST, WO, dan WT, dilakukan pembobotan penilaian untuk menentukan
skala
prioritasnya.
Susunan
strategi
alternatif
berdasarkan urutan prioritasnya berdasarkan pembobotan matriks interaksi SWOT seperti disajikan pada Tabel 5.9.
80
Tabel 5.8 Mabiks Interaksi IFA5-EFAS SWOT Kelemahan (W) :
Ke1watan (S} :
IFAS Internal
Factor Analysis System Strategy
TNKS Balai Org;nsasi 1. Keiraim a1am TNKS ~ banyak dimu, 1. Kelenibagaauf (mengelola kawasa1 ± 1.4 juta ha d 4 wilayah • ~. aiqmas, keindahan fkxa'Jana. rvrrin.,i', i'l ...,.. .... , saal ini setingkat eselon Ill dalam ... f£· Mornitas, elika profesi, siap Jriaku StmJer ~ ~ laju kerusakal TNKS BTNKS 142f<1 llaya McnJsia (SOM) 2. KEJnal'1PUSI'l StmJer 0aya Maoosia (SDM) Balli ~ laju kerusaka1 TNKS. TNKS dari ~ kuaitas (segi penddkan) dalam ~- Koordnasi Ba1ai TNKS s8:lagai penge1o1a ~ pengurangoo laju kerusakan TNKS. kawasa1 ~ Pemda em instansi 1aimfa 3. Kuantitas Surrber 0aya Manusia (SDM) Balai t.p¥1 ~ ~ kerusakan TNKS.. 4. ~ TNKS 13U1 2004 aeh lk1esco TNKS) dUn ~ pengurangan laju kerusakan . . TNKS sebagli WHS (wald heritage site) Jtawasm 4. Ketersedaan jumlm dana ymg memadai dalam wa1san t.paya ~ Jaju kerusakan TNKS 5. Kebeladaau lklcBlg-trdllg kEhJlam No ~1 5. K
a.na
EFAS External
Factor Analysis System
Strategy
(Bobot Peluang (0) : 1. Dukungan k~cma dari N>BD Pemda SEIIEIIrpat dalam 1.paya pei'YJllarlgEII laju kerusaka1 TNKS 2. Efektifitas deklarasi em i!npementasi dJia.r1gan pemda d 4 ~ dan 9
1.
3. D.lkungan LSM lokal (terrrtasldc perguruan Iingg) dalam t.paya perlgUI'
4. Dukungan LSM lntemasional dalam ~ laju kerusakan
5. BOOaya
masyarakat ~ laju kerusakan TNKS 6. Tlllgkat kesmal masya'akat sekilar akM pentingnya TNKS 7. Dukungan ~ keamarm (Pdisi, TNI) 8. ~ ~ Kejaksa!ll, Peugadlan dan aparat rua.n laimya dalam melakukan proses IU«m para peiMggl:l" 9. Teljadnya barjr, tallil longsor d ~ felrprt d sekilar kawasan TNKS
(Bobot
t.paya
3.
1.
cma
dari segi 1. Keteraturan Keterseda!:wl jurnlah dan waklu pelECiiramya dalan l42f
uu
=2,58)
Peningkata'l ~ BTNKS dan menirrJka!kan ~ memanfaalkan dmlgan Pemda, LSM lokal dan lnlemasional dalam ~ mengatasi ganoouanlkerusakan TNKS.
2.
Meningkatkan moral, eti
Penarrt>ahan jumlah dan peningkata1 k8f1'1<1111)Uan SDM BTNKS, merwlu.ng budaya masyarakat sekitar serta kesad!lan masyarakat untuk memelitaa kebelooaau TNKS daam mencegah bar¥. longsor.
3.
v.1saa alam serta
TNKS
IJlellad
~
Penyeciaan dana yang memadci, penyel1lliJma8l sarana prasarana,
perbaika1 lata batas serta memariaatkan dj(ungan
aparat kemamanan dalam rar9a rnereQ.Nii
Mengefektifkal pelaksanaan uu No 41 13Ul1999 tsn1ar1g KellJiarm dan UU No 5 Tatu11990 tentang KSDA dan E serta O.lllgafl dari kepdisial, TNI, PaiQ3d&t dan Kejaksaan dalan menbelikal sangsi dan efek jera terhadap ~ kerusakan TNKS.
so=
=0,96)
Ancaman (1) :
(Bobot
2.
~
TNKS
dalam
1.
Meningkatkan pengantlangan sebagai kawasan warisa1 d.Da ~
kabt4:>atentkota
=1,19)
gangguan kawasan.
wo = 3,16
2,15
Pengenialg!ll TNKS (sebagai kawasan waisan
fmgsilyadalam ra9a ~ kesejMteraala masyaakat sekila'. 2. Meningkatka1 moral, da profesi, ~ prilaku serta menllgkalkan ~ koordnasi ymg lebih blik dalan r
ST = 3,77
1.
Penir9atal~
BTNKS Penyemptmaan sarana prasarana, peibaikan tala dalam rangka meni~ kernarll)l.lafl rra 9ladapi ancM\Mfganootm kawasan serta melaltl*an pemantawan ~~~PAD secara lidak
tfrtendai. ~ peMrilahan jurnlah SDM BTNKS dan peningkatan kemal'lllUall petugas dalan merYJSOtisipasi gqguan kawasan terhadi1> aktili1as perneriliin bahan baku iirl.Jstri secara illegal. 3. Duklllgan dana yang manatai dan terabJ' dalam ~ ~ /rneralgglilrqJ gangguan Kawasan dan meringkatkal ~ masyaakat deng!rl pengantlangan masyarakat d ~ perrfcll1gg8
2.
WT= 4,78
81
Tabel 5.9 Pembobotan Hasil Kuesioner SWOT 0
s
= 1,19
w=
2,20
= 0,96
T
= 2,58
so= 2,15
ST
= 3,77
wo = 3,16
WT
= 4,78
Dari hasil pembobotan hasil kuesioner, maka disusun prioritas strategi berdasarkan kombinasi strategi yang memiliki paling tinggi sampai paling rendah, secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.10. Tabel5.10 Urutan Alternatif Strategi SWOT
PRIORITAS
STRATEGI
BOBOT NILAI
I
Weakness - Threat (WT)
4,78
II
Strength- Threat (ST)
3,77
III
Weakness-Opportunity (WO)
3,16
IV
Strength -Opportunity (SO)
2,15
Hasil interaksi IFAS-EFAS yang menghasilkan alternatif strategi yang
mendapat
bobot
tertinggi
adalah
Weakness-Threat
(WT),
diterjemahkan sebagai strategi mengatasi kelemahan yang ada pada pihak pengelola untuk mengatasi ancaman-ancaman yang ada. Kondisi ini memperlihatkan bahwa pengelola TNKS yaitu Balai TNKS, Departemen Kehutanan mempunyai tugas yang sangat berat karena kelemahan mempunyai bobot yang besar dibandingkan dengan kekuatan yang dipunyai, sedangkan di sisi ekstemal ancaman lebih dominan dari pada peluang yang ada dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan TNKS. Perumusan strategi diperoleh melalui kombinasi faktor elemen S, W, 0 dan T, faktor internal dikombinasikan dengan faktor ekstemal, sehingga menghasilkan beberapa kombinasi strategi : SO, ST, WO dan
WT, sebagai berikut :
82
1.
Strategi Prioritas I : Strategi WT (Weakness-Threat),
kombinasi
Kelemahan dan Ancaman Kelemahan
Ancaman
Ketersediaan Balai 1. Keteraturan dana dari segi jumlah dan saat ini setingkat eselon waktu pencairannya dalam laju pengurangan upaya Daya Sumber 2. Kemampuan kerusakan TNKS Manusia (SDM) Balai TNKS dari segi kualitas (segi pendidikan) 2. Pengaruh terbitnya UU No 32 tahun 2004 tentang dalam upaya pengurangan laju otonomi kerusakan TNKS. 1. Kelembagaan/Organisasi
TNKS III.
3. Kuantitas Sumber Daya Manusia 3. Keberadaan lebih dari 200 sawmill liar di sekitas TNKS (SDM) Balai TNKS) dalam upaya pengurangan laju kerusakan 4 · Kapasitas terpasang industri TNKS perkayuan di sekitar TNKS tinggi lebih yang jauh 4. Ketersediaan jumlah dana yang daripada pasokan legal upaya dalam memadai pengurangan laju kerusakan 5. Konflik Pengunaan lahan TNKS kehutanan antara 5. Kondisi Tanda Batas TNKS dalam upaya pengurangan laju kerusakan TNKS 6. dalam prasarana 6. Sarana mendukung pengelolaan TNKS (Kenderaan operasional, pos 7. jaga, pondok kerja, peralatan pengamanan dll)
dengan (Konservasi) masyarakat (pertanian). masarakat Keberadaan pada yang disekitar TNKS umumnya miskin. Rencana pembukaan jalan melintasi kawasan TNKS
Strategi WT (Weakness - Threat)
1. Peningkatan organisasi/kelembagaan BTNKS penyempumaan sarana prasarana, perbaikan tata batas dalam rangka meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman/gangguan melakukan pemantauan terhadap upaya kawasan serta peningkatan PAD secara tidak terkendali. 2. Mengupayakan penambahan jumlah SDM BTNKS dan peningkatan kemampuan petugas dalam mengantisipasi gangguan kawasan terhadap aktifitas pemenuhan bahan baku industri secara illegal. 3. Dukungan dana yang memadai dan teratur dalam rangka dan Kawasan gangguan mengantisipasi/menanggulangi meningkatkan partisipasi masyarakat dengan pengembangan masyarakat di daerah penyangga.
83
2. Strategi Prioritas II : StrategiST {Strength-Threat), Kombinasi Kekuatan dan Ancaman Kekuatan
Ancaman
1. Keindahan alam TNKS dengan 1. Keteraturan Ketersediaan dana dari segi jumlah dan banyak danau, air terjun, air waktu pencairannya dalam panas, keindahan flora/fauna. upaya pengurangan laju 2. Moralitas, etika profesi, sikap kerusakan TNKS prilaku Sumber Daya Manusia upaya 2. Pengaruh terbitnya UU No BTNKS (SDM) kerusakan laju 32 tahun 2004 tentang pengurangan otonomi TNKS.
3. Koordinasi Balai TNKS sebagai 3. Keberadaan lebih dari 200 dengan sawmill liar di sekitas TNKS kawasan pengelola Pemda dan instansi lainnya upaya 4. Kapasitas terpasang kerusakan laju pengurangan di perkayuan industri TNKS. sekitar TNKS yang jauh daripada tinggi lebih 4. Ditetapkannya TNKS tahun 2004 pasokan legal oleh Unesco sebagai WHS (world heritage site) /kawasan warisan 5. Konflik Pengunaan lahan dunia kehutanan antara dengan (Konservasi) Undang-undang (pertanian). masyarakat kehutanan No 41 tahun 1999 dalam upaya pengurangan laju 6. Keberadaan masarakat kerusakan TNKS disekitar TNKS yang pada umumnya miskin. 6. Keberadaan Undang-undang no 5 tahun 1990 Tentang Konservasi 7. Rencana pembukaan jalan Sumberdaya Alam Hayati dan melintasi kawasan TNKS upaya dalam Ekosistimnya kerusakan laju pengurangan TNKS
5. Keberadaan
Strategi ST {Strength - Threat) 1. Meningkatkan/mengembangan TNKS sebagai kawasan warisan dunia menjadi tempat wisata alam, serta mengupayakan dukungan intemasional memelihara keindahan alam dan serta fungsinya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. 2. Meningkatkan moral, etika profesi, sikap prilaku serta meningkatkan upaya koordinasi yang lebih baik dalam rangka mengatasi ancaman kerusakan akibat upaya pemenuhan bahan baku industri secara illegal.
3. Mengefektifkan pelaksanaan UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No 5 Tahun 1990 tentang KSDA dan E untuk memberikan sangsi dan efek jera terhadap penyebab kerusakan TNKS.
3. Strategi Prioritas III : Strategi WO (Weakness-Opportunity), kombinasi Kelemahan dan Peluang Kelemahan
Peluang
1. Kelembagaan/Organisasi 1. Dukungan kegiatan/dana dari APBD Pemda setempat dalam saat ini Balai TNKS upaya pengurangan laju kerusakan setingkat eselon III. TNKS 2. Kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) Balai TNKS 2. Efektifitas deklarasi dan dari segi kualitas (segi implementasi dukungan pemda di 4 pendidikan) dalam upaya propinsi dan 9 kabupaten/kota pengurangan laju 3 · Dukungan LSM lokal (termasuk kerusakan TNKS. perguruan tinggi) dalam upaya pengurangan laju kerusakan TNKS 3. Kuantitas Sumber Day a Man usia (SDM) Balai 4. Dukungan LSM Intemasional TNKS) upaya dalam dalam upaya pengurangan laju pengurangan laju kerusakan TNKS kerusakan TNKS 5. Budaya masyarakat dalam upaya 4. Ketersediaan jumlah dana pengurangan laju kerusakan TNKS yang memadai dalam kesadaran masyarakat upaya pengurangan laju 6. Tingkat sekitar akan pentingnya TNKS kerusakan TNKS 5. Kondisi Tanda Batas TNKS 7. Dukungan aparat keamanan (Polisi, TNI) dalam upaya pengurangan laju kerusakan TNKS 8. Dukungan aparat Kejaksaan, Pengadilan dan aparat hukum 6. Sarana prasarana dalam lainnya dalam melakukan proses mendukung pengelolaan para pelanggar hukum. TNKS (Kenderaan operasional, pos jaga, 9. Terjadinya banjir, tanah longsor di pondok kerja, peralatan tempat di sekitar beberapa pengamanan dll) kawasan Strategi WO (Weakness - Opportunity) 1. Peningkatan organisasi/kelembagaan BTNKS dan meningkatkan kemampuan memanfaatkan dukungan Pemda, LSM lokal dan Intemasional dalam upaya mengatasi gangguan/kerusakan TNKS. 2. Penambahan jumlah dan peningkatan kemampuan SDM BTNKS, mendukung budaya masyarakat sekitar serta kesadaran masyarakat untuk memelihara keberadaan TNKS dalam mencegah banjir, longsor. 3. Penyediaan dana yang memadai, penyempurnaan sarana prasarana, perbaikan tata batas serta memanfaatkan dukungan aparat kemamanan dalam rangka mereduksi gangguan kawasan.
85
4. Strategi Prioritas IV : Strategi SO (Strength-Opportunity), kombinasi Kekuatan dan Peluang Kekuatan
Peluang
dari 1. Keindahan alam TNKS dengan 1. Dukungan kegiatan/dana APBD Pemda setempat dalam banyak danau, air terjun, air upaya pengurangan laju kerusakan panas, keindahan flora/fauna. TNKS 2. Moralitas, etika profesi, sikap dan deklarasi prilaku Sumber Daya Manusia 2. Efektifitas 4 di pemda dukungan upaya implementasi BTNKS (SDM) propinsi dan 9 kabupaten/kota pengurangan laju kerusakan TNKS. 3. Dukungan LSM lokal (termasuk perguruan tinggi) dalam upaya 3. Koordinasi Balai TNKS sebagai pengurangan laju kerusakan TNKS pengelola kawasan dengan Pemda dan instansi lainnya 4 Dukungan Intemasional LSM laju · pengurangan upaya dalam upaya pengurangan laju kerusakan TNKS. kerusakan TNKS 4. Ditetapkannya TNKS tahun Budaya masyarakat dalam upaya 2004 oleh Unesco sebagai 5 · pengurangan laju kerusakan TNKS WHS (world heritage site) masyarakat 6. Tingkat kesadaran /kawasan warisan dunia sekitar akan pentingnya TNKS 5. Keberadaan Undang-undang kehutanan No 41 tahun 1999 7. Dukungan aparat keamanan (Polisi, TNI) dalam upaya pengurangan laju kerusakan TNKS Kejaksaan, 8. Dukungan aparat hukum aparat dan Pengadilan Undang-undang 6. Keberadaan proses melakukan dalam lainnya no 5 tahun 1990 Tentang hukum para pelanggar Konservasi Sumberdaya Alam Ekosistimnya 9. Terjadinya banjir, tanah longsor di dan Hayati dalam upaya pengurangan sekitar di tempat beberapa laju kerusakan TNKS kawasan Strategi SO (Strength - Opportunity) 1. Meningkatkan/mengem bangan TNKS sebagai kawasan warisan dunia menjadi tempat wisata alam serta mengupayakan dukungan LSM lokal dan internasional serta dukungan budaya setempat untuk memelihara keindahan alam dan serta fungsinya dalam mengedalikan banjir, longsor di sekitar kawasan.
2. Meningkatkan moral, etika profesi, sikap prilaku serta meningkatkan upaya koordinasi untuk dapat memanfaatkan dukungan pemda di 4 propinsi rangka mengatasi ancaman kerusakan TNKS. 3. Mengefektifkan pelaksanaan UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No 5 Tahun 1990 tentang KSDA dan E serta dukungan dari kepolisian, TNI, Pengadilan dan Kejaksaan dalam memberikan sanksi dan efek jera terhadap penyebab kerusakan TNKS.
86
Pilihan strategi WT yang mendapat prioritas bobot tertinggi, bukan berarti strategi lainnya yang memiliki bobot yang lebih rendah tidak perlu dilakukan.
Apabila diinginkan hasil yang maksimal maka
strategi lainnya baik SO, ST, WO perlu dilaksanakan, tentu saja apabila sumberdaya yang ada mendukung. Strategi
Weakness-Threat
atau
atasi
kelemahan
untuk
menghadapi ancaman yang terpilih berdasarkan analisa SWOT memiliki beberapa strategi kebijakan sebagai berikut : Peningkatan organisasi/kelembagaan BTNKS penyempumaan sarana-prasarana, perbaikan tata batas dalam rangka meningkatkan kemampuan
menghadapi
ancaman/gangguan
kawasan
serta
melakukan pemantawan terhadap upaya peningkatan PAD secara tidak terkendali. Mengupayakan penambahan jumlah SDM BTNKS dan peningkatan kemampuan petugas dalam mengantisipasi gangguan kawasan terhadap aktifitas pemenuhan bahan baku industri secara illegal. Dukungan
dana
yang
memadai
mengantisipasi/menanggulangi meningkatkan
partisipasi
dan
teratur
gangguan
masyarakat
dengan
dalam
rangka
Kawasan
dan
pengembangan
masyarakat di daerah penyangga. Dari beberapa strategi WT tersebut belum tentu semua dapat dilaksanakan secara simultan sehingga perlu dilakukan prioritas apabila dalam
pelaksanaannya
secara
bersama-sama
mengalami
kendala
keterbatasan sumber daya. Penentuan prioritas kebijakan dari beberapa strategi kebijakan Weaknes-Threat yang dihasilkan melalui ana lisa SWOT pada penelitian
ini dilakukan dengan The Analityc Hierarchie Process (AHP).
87
5.2
Penentuan Prioritas Strategi Kebijakan dengan AHP
Berdasarkan analasisa SWOT yang telah dilakukan sebelumnya, telah dihasilkan beberapa alternatif strategi kebijakan. (Resources
sumberdaya
keterbatasan
adanya
Namun, dengan
constrains)
baik
sumberdaya anggaran/keuangan, maupun sumberdaya manusia yang sering menjadi persoalan klasik, sehingga pelaksanaan strategi kebijakan yang telah dipilih belum tentu dapat dilakukan secara simultan atau secara
Untuk mengatasi
bersamaan.
menentukan
prioritas
kebijakan
dari
hal tersebut maka alternatif-alternatif
perlu terpilih
berdasarkan skala prioritas penangannya, skenario yang mungkin terjadi, kriteria yang dianggap lebih penting terhadap pencapaian sasaran, yang didapat berdasarkan persepsi expert. Pemilihan prioritas kebijakan dilakukan melalui pendekatan The analitycal
Hierarchy
Process
(AHP)
dengan
menentukan
berbagai
skenario, kriteria untuk mencapai sasaran dengan menjaring persepsi para expert melalui pengisian kuesioner.
Tahapan AHP yang dilakukan
adalah sebagai berikut : 5.2.1 Penyusunan Hirarki
Hirarki merupakan bagian yang sangat penting dari model AHP karena merupakan alat mendasar dari pikiran manusia untuk memberi penilaian/pendapat secara lebih sederhana. Dengan hirarki, sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami, karena dipecah menjadi berbagai elemen yang menjadi elemen-elemen pokoknya, kemudian menyusun elemen tersebut secara hirarki. Dalam model AHP yang dilakukan dalam pemilihan alternatif strategi kebijakan ini, hirarki yang disusun terdiri dari 4 level.
Level 1
(puncak) merupakan fokus/goal hirarki, pada level 2 ditetapkan skenario yang mungkin terjadi, pada level 3 terdiri dari kriteria dan pada level 4 merupakan alternatif strategi kebijakan yang diperoleh dari hasil analisa SWOT yang dilakukan sebelumnya. Susunan struktur hirarki AHP dalam rangka memilih prioritas strategi kebijakan secara lengkap dijelaskan pada Diagram 5.1.
88
LEVEL 1 ~ GOAL SASARAN
BERKURANGNYA LAJU KERUSAKAN
TNKS
LEVEL 2
Skenario
LEVEL 3
Kriteria
LEVEL 4
Altematif Strategi
PENINGKATAN JUMLAH DAN KEMAMPUAN SDM
Diagram 5.1 Level
PENINGKATAN KELEMBAGAN DAN PENYEMPURNAAN SARPRAS
DANA OPERASIONAL YANG MEMADAI DAN TERATUR
Hirarki penentuan prioritas strategi dalam rangka pengurangan laju kerusakan TNKS
Puncak adalah
merupakan
fokus/goal
hirarki,
yaitu
:
"Pengurangan Laju Kerosakan TNKS". Pengurangan laju kerusakan TNKS merupakan tujuan utama yang akan dicapai melalui strategi yang akan dipilih prioritasnya dengan skenario dan kriteria yang ditentukan. Level
2 terdiri
dari
skenario yang dibagi
menjadi
3 (tiga)
kemungkinan yang mungkin terjadi, yaitu :
1. Skenario
Optimis,
merupakan
skenario
masa
depan
dimana
lingkungan ekstemal makro sangat mendukung terhadap upaya pengurangan laju kerusakan TNKS. dari kondisi sekarang.
Kondisi masa depan lebih baik
Ungkungan ekstemal makro berupa kondisi
sosial, politik, momentum yang mendukung dan persepsi kepercayaan akan tercapainya sasaran yang diharapkan. 2. Skenario Status Quo, merupakan skenario masa depan, dimana lingkungan ekstemal makro, kondisinya tetap sama dengan kondisi saat sekarang (hampir tidak ada perubahan).
89
3. Skenario
Pesimis,
merupakan
skenario
masa
depan,
dimana
lingkungan ekstemal makro kondisinya lebih buruk dibandingkan dengan kondisi saat sekarang. Pilihan skenario dirasakan penting melihat pendapat dari responden terhadap prospek kebijakan terpilih dalam rangka mencapai tujuan yaitu pengurangan laju kerusakan hutan TNKS untuk masa ke depan. Kondisi yang ideal diharapkan bahwa adanya sikap yang optimis melihat kondisi yang ada. Namun apabila responden lebih cenderung memilih status quo atau pesimis, ini merupakan tantangan untuk lebih meningkatkan upaya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Level 3 berisi kriteria-kriteria yang terdiri dari tiga pilihan yaitu Efektifitas, Efisiensi, Praktis.
1. Kriteria efektifitas, adalah pemilihan strategi yang mengutamakan pencapaian sasaran secara maksimal, dimana faktor input tidak dijadikan pertimbangan utama. 2. Kriteria efisiensi, adalah pemilihan strategi untuk mencapaian sasaran dengan
input dijadikan pertimbangan utama. Secara sederhana
kriteria efisiensi adalah menbandingkan tingkat pencapaian sasaran denga banyaknya input yang digunakan. 3. Kriteria Praktis, adalah tingkat kemudahan pelaksanaan kebijakan terpilih secara praktis di lapangan. Dalam menentukan suatu tujuan harus ditentukan dulu kriterianya agar dalam evaluasi dapat lebih mudah dilihat tingkat keberhasilannya. Pada Level III, kriteria yang digunakan pada analisa ini adalah dari segi efektifitas kebijakan, efisiensi dan kemudahan pelaksanaan strategi terpilih. Mungkin masih banyak kriteria lain yang dapat digunakan sebagai indikator kebijakan, namun ketiga kriteria kebijakan ini adalah indikator yang relatif umum digunakan. Level 4 merupakan alternatif strategi kebijakan kebijakan yang didapat dari analisa SWOT yang telah dilakukan sebelumnya, terdiri dari 3 strategi utama yaitu :
1. Peningkatan organisasi/kelembagaan dan penyempurnaan sarana prasarana menghadapi
BTNKS
dalam
rangka
ancaman/gangguan
meningkatkan kawasan
serta
kemampuan melakukan
pemantauan terhadap upaya peningkatan PAD secara tidak terkendali. 90
2. Peningkatan jumlah SDM BTNKS dan kemampuan petugas dalam kawasan
gangguan
mengantisipasijmengatasi
terhadap
aktifitas
pemenuhan bahan baku industri secara illegal. 3. Dukungan
dana
yang
dan
pemantauan
memadai
melakukan
dan
untuk melakukan
teratur
antisipasi/penanggulangan
terhadap
upaya peningkatan PAD secara tidak terkendali serta melakukan kegiatan pengembangan masyarakat di daerah penyangga 5.2.2 Penyusunan Kuesioner dan penentuan Responden Persepsi expert dijaring melalui pengisian kuesioner yang diberikan yang
primer
data
dijadikan
dalam
analisa.
Kuesioner
disusun
berdasarkan struktur hirarki yang telah disusun terlebih dahulu dengan membandingkan masing-masing elemen secara berpasang-pasangan. Daftar kuesioner AHP yang digunakan pada penelitian ini
dapat dilihat
pada Lampiran 4. Penentuan jumlah expert yang disyaratkan sebagai personal yang memberikan penilaian pada kuesioner AHP sebenamya sangat relatif. Satu orang expert yang benar-benar menguasai permasalahan bisa saja memberikan hasil penilaian yang lebih baik dibanding yang jumlahnya lebih banyak tapi kurang menguasai permasalahan.
Namun apabila
respondennya terlalu sedikit, bila penilaian yang diberikan bias maka hasil analisa keseluruhan menjadi kurang baik.
Untuk menghindari hal
tersebut expert yang dipilih jumlahnya tidak terlalu sedikit sehingga apabila ada penilaian yang agak janggal dapat dinetralkan dengan penilaian rata-rata sejumlah expert.
Pada penelitian ini expert yang
diminta penilaian terhadap kuesioner AHP sebanyak 7 orang. Pemilihan expert pada
didasarkan
pada penguasaan mereka
terhadap masalah yang sedang dicari strategi kebijakannya, yaitu pengurangan laju kerusakan hutan TNKS. Berdasarkan kriteria tersebut maka expert
yang dipilih adalah pengelola BTNKS (Kepala/mantan
Kepala BTNKS), Pejabat penentu kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan BTNKS,
pejabat yang berkait dengan pengelolaan BTNKS
serta yang melakukan penelitian di TNKS ( daftar responden AHP dapat dilihat pada Lampiran 5).
91
5.2.3 Perumusan strategi
Perhitungan hasil data penelitian kuesioner AHP dilakukan dengan cara perhitungan data statistik dengan menggunakan metode rata-rata yang
dipandang
cocok
untuk
bilangan
yang
perbandingan seperti skala dalam model AHP.
didapat
dari
rasio
Cara tersebut adalah
dengan rata-rata ukur yang menyatakan akar pangkat n (banyaknya responden) dari hasil perkalian sebanyak n. Kelebihan metode ini selain cocok untuk bilangan rasio, juga mampu mengurangi gangguan yang ditimbulkan oleh salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil. Rumus rata-rata ukur tesebut adalah sebagai berikut:
Dimana:
Aw = penilaian gabungan A = penilaian responden ke-1 N = banyaknya responden
Melalui pentahapan perhitungan perhitungan dengan metode The Analytical Hierarchy Process (AHP) diperoleh data-data dan perhitungan yang merupakan penilaian responden atas kuesioner AHP sebagaimana ditampilkan pada tabel 5.11. Tabel 5.11
No/
Penilaian Responden Atas Kuesioner AHP
Rating Numerik Responden
leve I
Pairwise Comparison
1
2
(1)
(2)
(3)
4 7 3
I
Level 1. Goal
II
Level 2. Skenario terhadap goal Optimis x Status Quo Optimis x Pesimis Status Quo x Pesimis
1
2 3
3
4
5
6
7
Ratarata
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
6 8 3
7 8 1!7
8 9 6
5 7 5
1/3 1/6 7
9 9 3
4.12 4.58 2.60
92
(1)
III 1 2 3
III 1 2 3
III 1 2 3 IV
1 2 3
IV 1 2 3
IV 1 2 3
IV 1 2 3
IV 1 2 3
(3)
(4)
(5)
(6)
m
(8)
(9)
(10)
5 1/3
3 5 3
7 7 6
3 1 1/3
113 1/5 1/5
1/4 1/5 1/6
1/2 3 1/3
1.44 1.44 0.58
Level 3 terhadap skenario Status Quo Efektif x Efisien 5 Efektif x Praktis 3 Efisien x Praktis 1/3
1 3 3
7 7 7
1 1/7 1/5
1/3 1/3 1/3
1/4
1/5 1/6
5 1/5 1/5
1.47 0.74 0.55
(2) Level 3 terhadap skenario optimis Efektif x Efisien Efektif x Praktis Efisien x Praktis
3
Level 3 terhadap skenario pesimis Efektif x Efisien Efektif x Praktis Efisien x Praktis
1/2 1/5 1/7
7 1/3 1/3
7 7 1/5
1/7 0.9 1/7
1/5 0.6 1/5
1/3 1/4 1/4
5 1/5 1/5
1.02 0.33 0.20
Optimis, Skenario Kriteria Efektif SDM x Lembaga SDMxDana Lembaga x Dana
1/5 3 7
7 1 1/5
8 7 1/7
7 3 1/5
1/9 1/5 7
5 7 7
9 2 1/8
2.35 2.09 0.82
1/3 1 3
1 3 1
7 6 1.16
5 1/3 1/7
1/7 7 7
4 5 6
9 1 1/5
1.79 2.15 0.93
1/5 3 5
5 1/5 1/5
7
7
7
3 1/5
1/7 1/3
9 1/3 1/7
3.84
6 1/4
4 5 6
1/5
7
3 7
3 1/3 1/3
5 115
3 1 1/3
1 1/5 1
1/5 1/6 1/7
5 1 1/5
1.44 0.77 0.46
1/3 1 2
3 1 1
5 4 1/5
5 1 112
1/7
1.16
7
1/7 1/7
5 1 1/5
1.17 1.22 0.63
Skenario Optimis, Kriteria Efisien SDM x Lembaga SDMxDana Lembaga x Dana Skenario Optimis, Kriteria Praktis SDM x Lembaga SDMxDana Lembaga x Dana Skenario Status Quo, Kriteria Efektif SDM x Lembaga SDMxDana Lembaga x Dana Skenario Status Quo, Kriteria Efisien SDM x Lembaga SDMxDana Lembaga x Dana
7
1.14 0.55
93
(1)
IV 1
2 3
IV 1
2 3 IV
1
2 3
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
Skenario Status Quo, Kriteria Praktis SDM x Lembaga SDMxDana Lembaga x Dana
1/5 3 7
5 115 1/5/
6 5 1/6
7 1 3
3 3 113
6 7 5
9 1/5 1/7
3.53 1.44
o.n
Skenario Pesimis, Kriteria Efektif SDM x Lembaga SDMxDana Lembaga x Dana
1/5 5 5
113 3 3
6 5 1/6
7 3 3
1 1 1
6 5 4
6 113 1/5
1.93 2.33 1.29
Skenario Pesimis, Kriteria Efisien SDM x Lembaga SDMxDana Lembaga x Dana
1/7 1/5 3
1 3 1
5 4 1/5
113 1/5 1/7
3 1 5
1/6 1/7 1/7
5 1/3 1/5
0.93 0.58 0.53
113 1/5 5
5 4 1/6
9 1 5
2.86 1.38 0.81
Skenario Pesimis, Kriteria Praktis SDM x Lembaga 5 7 3 1 1 3 3 4 113 2 SDMxDana Lembaga x Dana 1/3 1 1/6 1 3 Sumber: Hasil pengisian kuesioner oleh expert
IV
Berdasarkan
data-data
dan
perhitungan
dari
hasil
penilaian
responden atas kuesioner AHP tersebut, dilakukan pengolahan dengan mengunakan program komputer Expert Choice release 8.
Rekapitulasi
hasil pengolahan data dalam rangka pemilihan prioritas strategi kebijakan pengurangan laju kerusakan TNKS dan hasil urutan prioritas berdasarkan nilai prioritas tertinggi ditampilkan pada Tabel 5.12 dan Tabel 5.13.
Tabel 5.12
Rekapitulasi Pemilihan Prioritas Strategi Kebijakan Pengurangan Laju Kerusakan TNKS Priority
Global
1
Local 2
Inconsistency Index
3
4
Goal Skenario: • Optimis • Status Quo • Pesimis
0,672 0,217 0,110
0,672 0,217 0,110
0,075
fndikator
Goal:
94
Skenario Optimis Kriteria : • Efektifitas • Efisiensi • Praktis Goal: Skenario Status Quo Kriteria : • Efektifitas • Efisiensi • Praktis Goal: Skenario Pesimis Kriteria : • Efektifitas • Efisiensi • Praktis Goal: Skenario : Optimis Kriteria : Efektifitas Strategi, • SDM • Lembaga • Dana Goal: Skenario : Optimis Kriteria : Efisiensi Strategi, • SDM • Lembaga • Dana Goal: Skenario : Optimis Kriteria : Praktis Strategi, • SDM • Lembaga • Dana Goal: Skenario : Status Quo Kriteria : Efektifitas Strategi, • SDM • Lembaga • Dana
0,408 0,244 0,348
0,274 0,164 0,234
0,030
0,330 0,231 0,439
0,072 0,050 0,095
0,003
0,185 0,156 0,659
0,020 0,017 0,073
0,028
0,528 0,216 0,256
0,145 0,059 0,070
0,000
0,499 0,251 0,250
0,082 0,041 0,041
0,009
0,486 0,159 0,355
0,114 0,037 0,083
0,045
0,328 0,193 0,478
0,024 0,014 0,034
0,036
95
Goal: Skenario : Status Quo Kriteria : Efisiensi Strategi, • SDM • Lembaga • Dana Goal: Skenario : Status Quo Kriteria : Praktis Strategi, • SDM • Lembaga • Dana Goal: Skenario : Pesimis Kriteria : Efektifitas Strategi, • SDM • Lembaga • Dana Goal: Skenario : Pesimis Kriteria : Efisiensi Strategi, • SDM • Lembaga • Dana Goal: Skenario : Pesimis Kriteria : Praktis Strategi, • SDM • Lembaga • Dana Sumber : Hasil Pengolahan data
0,372 0,265 0,363
0,019 0,013 0,018
0,023
0,518 0,184 0,298
0,049 0,018 0,028
0,046
0,509 0,274 0,216
0,010 0,006 0,004
0,001
0,260 0,267 0,473
0,004 0,005 0,008
0,005
0,498 0,036 0,032 0,206 0,015 0,296 0,022 kuesioner dengan Expert Choice # 8
Tabel 5.13 Urutan Prioritas Strategi Kebijakan Pengurangan Laju Kerusakan TNKS Urutan Prioritas
Strategi Kebijakan
Bobot Strategi
1
SDM
0.483
2
DANA
0.309
3
LEMBAGA
0.208
Total Bobot
1.000
Overall Inconsistency Index = 0.04 Sumber : Hasil Pengolahan data kuesioner dengan Expert Choice # 8
96
Dari hasil rekapitulasi pemilihan dan urutan prioritas Strategi Kebijakan pengolahan
Pengurangan Laju Kerusakan TNKS yang diperoleh dari Expert Choice secara keseluruhan diperoleh hasil AHP
pemilihan prioritas strategi Kebijakan sebagaimana terlihat pada Tabel 5.14. Tabel 5.14. Hasil Pemilihan Prioritas Strategi Kebijakan Definisi
Level I
Tujuan (Goal) : Berkurangnya Laju Kerusakan TNKS
II
Skenario : 1. Optimis merupakan skenario masa depan dimana lingkungan eksternal makro sangat mendukung terhadap upaya pengurangan laju kerusakan TNKS akan tercapainya sasaran yang diharapkan. 2. Status Quo, merupakan skenario masa depan, dimana lingkungan eksternal makro, kondisinya tetap sama dengan kondisi saat sekarang (hampir tidak ada perubahan). 3. Pesimis, merupakan skenario masa depan, dimana lingkungan eksternal makro kondisinya lebih buruk dibandingkan dengan kondisi saat sekarang.
III
IV
Bobot 1,000 0,672
0,217
0,110
Kriteria 1. Kriteria efektifitas, adalah pemilihan strategi yang mengutamakan pencapaian sasaran secara maksimal, dimana faktor input tidak dijadikan pertimbangan utama.
0,366
2. Kriteria efisiensi, adalah pemilihan strategi untuk mencapaian sasaran dengan input dijadikan pertimbangan utama. Secara sederhana kriteria tiungkat menbandingkan adatah efisiensi pencapaian sasaran dengan banyaknya input yang digunakan.
0,231
3. Kriteria Praktis, adalah tingkat kemudahan petaksanaan kebijakan terpilih secara praktis di lapangan
0,402
Alternatif Strategi dan organisasi/kelembagaan 1. Peningkatan penyempurnaan sarana prasarana BTNKS dalam rangka meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman/gangguan kawasan serta melakukan pemantauan terhadap upaya peningkatan PAD secara tidak terkendali.
0,208
97
2. Peningkatan jumlah SDM BTNKS dan kemampuan petugas dalam mengantisipasi gangguan kawasan terhadap aktifitas pemenuhan bahan baku industri secara illegal. 3. Dukungan dana yang memadai dan teratur dalam rangka mengantisipasi/menanggulangi gangguan Kawasan meningkatkan partisipasi dan masyarakat dengan pengembangan masyarakat di daerah penyangga.
0,483
0,309
Dari tabel 5.14 terlihat bahwa kriteria pada level II bobot terbesar pilihan responden adalah Optimis dengan bobot 0,672, disusul status quo dengan bobot 0,217 dan terakhir pesimis dengan bobot 0,110.
Hal ini
menunjukkan bahwa responden berpendapat bahwa upaya pengurangan laju kerusakan TNKS untuk masa yang akan datang lebih lebih kondusif dibandingkan saat ini. nasional
sudah
Hal ini dapat dipahami karena kebijakan secara
mengarah
dicanangkannya
ke
pemberantasan
hal
tersebut
ilegal
diantaranya
logging
secara
dengan nasional,
restrukturisasi industri perkayuan dan kebijakan lainnya. Untuk level III yaitu kriteria, yang mendapat bobot terbesar adalah praktis yaitu sebesar 0,402, disusul efektifitas dengan bobot dan terakhir adalah efisiensi. Hal ini menggambarkan bahwa responden menginginkan kebijakan yang diambil adalah yang pengimplementasiannya diutamakan yang lebih mudah (praktis) disusul kemudian yang efektif dan efisien. Sedangkan dari prioritas global (Global Priority) menyatakan bahwa peningkatan jumlah SDM dalam mengantisipasi gangguan kawasan terhadap
aktifitas
pemenuhan
bahan
baku
industri
merupakan prioritas utama yang harus diperbaiki.
secara
illegal
Ketersediaan dana
yang memadai dan teratur merupakan prioritas kedua yang harus diupayakan. penyempurnaan
Sedangkan
perbaikan
organisasi
dan
kelembagaan,
sarana-prasarana, perbaikan tata batas merupakan
perioritas ketiga yang perlu mendapat perbaikan. Adanya urutan prioritas tersebut bukan berarti hanya prioritas pertama yang perlu mendapat penanganan, tetapi sebenamya yang paling baik adalah strategi tersebut dilakukan secara simultan. Penentuan
98
prioritas ini ditujukan untuk membantu pengambil kebijakan apabila semua strategi terpilih tidak dapat dilakukan secara bersamaan. Urutan prioritas strategi kebijakan terpilih berdasarkan analisa AHP secara lengkap dapat lilihat pada Tabel 5.15. Tabel 5.15. Urutan Prioritas Strategi Kebijakan Priori
1.
Bobot
Strategi Kebijakan
tas
Peningkatan jumlah SDM BTNKS dan kemampuan petugas dalam mengantisipasi gangguan kawasan ~erhadap aktifitas pemenuhan bah an baku industri secara illegal.
0,483
2.
Dukungan dana yang memadai dan teratur dalam gangguan rangka mengantisipasi/penanggulangan partisipasi meningkatkan dan kawasan TNKS masyarakat dengan pengembangan masyarakat di daerah penyangga.
0,309
3.
Peningkatan organisasi/kelembagaan dan penyempurnaan saran a prasarana BTNKS dalam rangka meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman/ gangguan kawasan serta melakukan pemantauan upaya peningkatan PAD secara tidak ~erhadap terkendali.
0,208
Overall Inconsistency Index = 0,04 Inconsistency Index pilihan responden secara global cukup rendah 0,04
yaitu
yang
artinya
secara
keseluruhan,
responden
dalam
menentukan pilihannya, memiliki tingkat konsistensi yang baik. 5.2.4
Analisis Sensitifitas Analisis sensitifitas dapat dipakai untuk melihat sensitifitas dari
prioritas, apabila ada sedikit perubahan pada penilaian. Yang diharapkan adalah prioritas yang tidak terlalu
berfluktuasi, apabila ada sedikit
perubahan penilaian. Apabila
dikaitkan dengan suatu periode waktu,
maka dapat
dikatakan bahwa analisa sensifitas adalah unsur dinamis dari sebuah hirarki.
Artinya, penilaian yang dilakukan pertama kali dipertahankan
untuk suatu jangka waktu tertentu dan adanya perubahan kebijaksanaan atau tindakan, cukup dilakukan dengan analisa sentitifitas.
99
Pada Gambar 5.1 diperlihatkan analisa sensitivitas hirarki pemilihan strategi kebijakan dalam rangka pengurangan laju kerusakan hutan dengan skenario Optomis.
Pada Gambar 5.1 tersebut terlihat bahwa
pilihan kebijakan yang paling utama adalah SDM kemudian Dana dan ketiga Kelembagaan dan masing masing garis kebijakan tidak saling berpotongan.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya sedikit perubahan
bobot dari skenario optimis, tidak merubah susunan pilihan strategi. Alt SENSITIVITY WITH REPECf TO GOAL FOR NODES BELOW : GOAL
.50
.40 ~
_30_
-
... .... .. .... .. -.... - . .. . .
SDM
- - - - -- - - - --
- . - .- ..- .- ..- ..-
··-
•
DANA KELEMBAGAAN
•
.20 ...
.10 . 0.0
.. . .... 0.1
0.2
0.4
0.3
0.5
0.6
0.7
PRIORITY OF OPTIMIS
0.8
0.9
1.0
(DISTRIBUTIVE MODE}
Gambar 5.1 Analisa Sensitivitas dengan Skenario Optimis Analisa sensitivitas pada skenario Status Quo juga memiliki susunan pilihan yang sama yaitu SDM kemudian Dana dan ketiga masing
masing
garis
kebijakan
tidak
saling
Kelembagaan
dan
berpotongan.
Hal ini menunjukkan bahwa adanya sedikit perubahan
bobot dari skenario optimis, tidak merubah susunan pilihan strategi. Analisa sentivitas skenario Staus Quo berdasarkan analisa grafik dapat dilihat pada gambar 5.2. Analisa sensitivitas pada skenario pesimis juga memiliki susunan pilihan yang sama yaitu SDM kemudian Dana dan ketiga Kelembagaan dan masing masing garis kebijakan tidak saling berpotongan.
Hal ini
menunjukkan bahwa adanya sedikit perubahan bobot dari skenario
100
pesimis, tidak merubah susunan pilihan strategi.
Analisa sentivitas
skenario Staus Quo berdasarkan analisa grafik dapat dilihat pada gambar
5.3. Alt SENSITIVITY WITH RESPECT TO GOAL FOR NODES BELOW : GOAL
.50
.40 ~
.30
-
.20
.10 . 0.0
.. .. ... .... ... -:.... .. . . . ··.... ..
-·
--- - - - - ..- . - . - ..- .- . •
•
•
•
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
PRIORITY OF STATUS QUO
0.8
0.9
DANA
KELEM· BAGAAN
.
0.1
SDM
1.0
(DISTRIBUTIVE MODE)
Gambar 5.2 Analisa Sensitivitas dengan Skenario Status Quo Alt SENSITIVITY WITH RESPECT TO GOAL FOR NODES BELOW : GOAL
.50
...: SDM .. ... .40 .. . --~-·----------!-----DANA .. .JO.- .. ..: ~
•• -
•• -
•• -
•• -
•• -
··-··-··- KELEMBAGAAN
.20
.10 . 0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
PRIORITY OF PESIMIS
Gambar
5.3
0.7
0.8
0.9
1.0
(DISTRIBUTNE MODE)
Analisa Sensitivitas dengan Skenario Status Quo 101
Kesimpulan yang didapat dari analisa sensitifitas adalah bahwa pilihan prioritas kebijakan dengan skenario optimis, status quo dan pesimis sangat robust terhadap urutan prioritas kebijakan, sehingga peningkatan jumlah dan kemampuan SDM tetap berada pada urutan pertama pada berbagai kriteria.
102
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Taman Nasional Kerinci Seblat, sangat penting untuk mendukung
perekonomian di daerah sekitamya sehingga perfu dicegah dari kerusakan yang telah berlangsung secara terus menerus. 2. Hipotesa
yang
dikemukakan yaitu terjadinya
kerusakan TNKS
disebabkan oleh kelemahan-kelemahan intern dari pihak pengelola dan tekanan yang besar dari sisi ekstemal, dapat diterima. Hal ini didasarkan pada hasil interaksi IFAS-EFAS SWOT, dimana sintesa bobot weakness (kelemahan) dan threat (ancaman) memperoleh bobot yang paling besar yaitu 4,78. 3. Faktor-faktor internal yang menjadi kelemahan pengelola TNKS adalah dari segi organisasi/kelembagaan, SDM baik dari kuantitas maupun dari segi kualitasnya, pendanaan yang belum teratur dan memadai, kondisi tata batasnya yang tidak jelas serta saranaprasarana yang belum memadai. 4. Sedangkan dari sisi ekstemal, yang menjadi ancaman adalah keberadaan sawmill liar yang jumlahnya cukup banyak di sekitar kawasan, kapasitas terpasang industri yang bahan bakunya belum dapat dipenuhi secara legal dari hutan produksi, adanya surat izin maupun perda bermasalah dalam upaya peningkatan PAD, adanya rencana pembangunan jalan yang melewati kawasan, keberadaan masyarakat yang masih miskin serta kebutuhan lahan yang semakin meningkat di sekitar kawasan. 5. Berdasarkan Analisa SWOT dan AHP, prioritas kebijakan dalam rangka mengurangi laju kerusakan TNKS dari sisi pengelola kawasan hutan yaitu Balai TNKS, Departemen Kehutanan sebagai stake holder utama, adalah sebagai berikut :
103
Pertama
:
penambahan
kemampuan
petugas
jumlah
dalam
SDM
BTNKS dan
mengantisipasi
peningkatan
gangguan
kawasan
terhadap aktifitas pemenuhan bahan baku industri secara illegal.
Kedua : dukungan dana yang memadai dan teratur dalam rangka mengantisipasi gangguan kawasan dan meningkatkan partisipasi masyarakat
dengan
pengembangan
masyarakat
di
daerah
penyangga.
Ketiga
:
peningkatan
organisasi/kelembagaan
BTNKS,
purnaan sarana prasarana, perbaikan tata-batas
penyem-
dalam rangka
meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman/gangguan kawasan serta melakukan pemantauan terhadap upaya peningkatan PAD secara tidak terkendali.
6.2
SARAN/REKOMENDASI Saran dan
rekomendasi
yang
penulis sampaikan dari
hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pembenahan SDM baik dari segi kuantitas maupun kualitas perlu mendapat
perhatian
utama
kerusakan hutan TNKS.
dalam
rangka
pengurangan
laju
Disamping pembenahan SDM, penyediaan
dana yang memadai dan teratur serta peningkatan kelembagaan dan organisasi
Balai
TNKS
merupakan
strategi
yang
tidak
kalah
pentingnya dalam rangka pengurangan laju kerusakan hutan TNKS. 2. Penelitian ini untuk lebih aplikatif, perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui jumlah kebutuhan jumlah SDM yang optimal, keahlian apa yang perlu ditingkatkan, penentuan jumlah dana yang optimal, bentuk kelembagaan yang ideal dan faktor lainya.
6.3
Keterbatasan Studi. Keterbatasan studi yang dilakukan tidak terlepas dari penggunaan
metode yang digunakan yaitu :
6.3.1 Kelemahan Metoda SWOT a. Kelemahan metoda SWOT salah satunya adalah cenderung melihat permasalahan dari satu sudut pandang, yaitu yang dijadikan stake holder utama. Pada penelitian ini stake holder utamanya adalah Balai
104
TNKS sebagai institusi formal pengelola TNKS, sedangkan apabila stake
holder
dihasilkan
utamanya
rumusan
yang
dirubah
menjadi
berbeda
karena
Pemda,
maka
akan
faktor internal
dan
ekternalnya akan berbeda. b. Kelemahan lainnya adalah data yang dihasilkan sangat tergantung terhadap penilaian responden.
Dampaknya adalah belum tentu
semua responden memberikan penilaian yang obyektif terhadap permasalahan yang disampaikan, sehingga subyektifitas penilaian sulit untuk dikontrol. c. Penentuan responden juga menjadi kelemahan, karena tidak ada jaminan responden yang dipilih benar-benar mewakili institusi atau kelompoknya, sekalipun sudah diupayakan yang menjadi responden adalah kepala instansi, pejabat yang berkompeten di bidangnya, maupun pimpinan LSM. 6.3.2 Kelemahan AHP Penggunaan AHP juga tidak
luput dari
kelemahan,
karena
analisanya menggunakan hasil penilaian expert yang obyektifitasnya sulit untuk diukur.
Disamping itu penentuan expert juga sangat
subyektif, karena belum ada aturan yang mutlak atau baku yang dijadikan pedoman.
6.4
Penutup Terlepas dari kelemahan yang ada, kajian ini dengan segala
kekuatan/kelebihannya diharapkan dapat memperkaya tulisan dengan topik pengurangan laju kerusakan hutan yang belakangan ini menjadi perhatian publik, baik di dalam maupun di luar negeri. Tulisan ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan, atau paling tidak sebagai bahan pembanding.
105
DAFTAR PUSTAKA
Abdoellah, OS. 1999. Good Governance: Menuju Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berkelanjutan. Tim Environment Govemance-UNDP. Abidin dkk., 2003, From Place to Planet : Local Problematic of Clean Development Mechanism in The Forestry, Second Edition. Yayasan Pelangi dan DFID {Department for International Development). Brodjonegoro, Bambang P.S., 1992. AHP {The Analytic Hirearchy Process). Pusat Antar University-Studi Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Case K. E., et al. 2002. Principles of Economics, Six Edition. PrenticeHall, Inc., Upper Saddle River, New Jersey. Colter C. J. P., dkk., 1999. Siapa Yang Perlu Dipertimbangkan? Menilai Kesejahteraan Manusia dalam Pengelolaan Hutan Lestari. Center for International Forestry Research {CIFOR). Alih Bahasa : Ani Kartikasari dan Yusadi Pamei, Seri 8, Perangkat Kriteria dan Indikator. Conyers D. and Peter Hills, 1990. An Introduction to Development Planning Indikator the Third World. John Wiley and Sons. Departemen Kehutanan, 2004. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Sekretariat Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Jakarta. Departemen Kehutanan, 1995. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Kerinci Seblat Tahun 1995 - 2019. Buku I, Rencana Pengelolaan Taman Nasional. Drajat Wibowo, 2002, Dilema dan Prospek Industri Perkayuan Indonesia Makalah Pada Rapat Kerja Nasional Kehutanan, Jakarta 10 - 12 Juli 2002 Dunn, William N. (1994, 2nd Edition), Public Policy Analysis : An Introduction ; Prentice Hall ; Engkwood Cliffs, New Jersey ; Terjemahan oleh Wibawa S dkk., Penyunting Dewan Mahasiswa (2003, cetakan kelima) : Pengantar Analisis Kebijakan Publik ; Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Elfian Effendi dkk., 2001, Ringkasan Kebijakan Subsidi Ekologis Taman Nasional Kerinci Seblat. Memperkuat Pertumbuhan Ekonomi & Menciptakan Efisiensi APBD Kabupaten. Greenomics Indonesia.
106
Giesen, Y. and Sukotjo, 1991. Lake Kerinci and the Wetland of Kerinci Seblat National Park, Sumatera. PHPA/AWB Aumatera Wetland Project Report No. 14. Asian Wetland Bureau. Bogor. ITTO, 2001. Restrukturisasi Industri Kehutanan. Seri 2, Hasil Laporan Misi Teknis International Tropical Timber Organization (ITTO) untuk Indonesia. Mewujudkan Pengelolaan Hutan Lestari di Indonesia. Jakarta. ITTO, 2001. Hutan Tanaman untuk Penciptaan Sumber Daya. Seri 3, Hasil Laporan Misi Teknis ITTO untuk Indonesia. Mewujudkan Pengelolaan Hutan Lestari di Indonesia. Jakarta. ITTO, 2001. Rekalkulasi Nilai Kayu. Seri 4, Hasil l.aporan Misi Teknis ITTO untuk Indonesia. Mewujudkan Pengelolaan Hutan Lestari di Indonesia. Jakarta. ITTO, 2001. Desentralisasi Sektor Kehutanan. Seri 5, Hasil L..aporan Misi Teknis ITTO untuk Indonesia. Mewujudkan Pengelolaan Hutan Lestari di Indonesia. Jakarta. Scenarios for an Protected Areas Indikator 2023. IUCN, 2003. Uncertain Future. By International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), Gland, Swizerland. Komponen A. ICDP (KS - ICDP), 2002, Taman Nasional Kerinci Seblat, Kerangka Kerja Pengelolaan. Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Kerinci Seblat Integrated Conservation and Development Project. Laumonier, Y. 1994. The Vegetation and Tree Flora of Kerinci Seblat National Park, Sumatera, Tropical Biodiversity. Jakarta. Mankiew N. G., 1998. Principles of Economics. Harvard University .. Pengantar Ekonomi, Terjemahan Munandar Haris, 2000. Penerbit Erlangga. 2002. Manajemen Proses Kebijakan Publik. Mustopadidjaja A.R. Lembaga Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi Kinerja. Administrasi Negara, Jakarta. Pindyck R. S., et al. 2001. Microeconomics, Fifth Edition. Prentice Hall International, INC. Rachmawaty, E. dkk., 2004. Jumal Ekonomi Lingkungan, Edisi ke Empat Betas. ISSN : 0853- 7194. Multicriteria Decision Making 1988. Saaty, T.L., Hierarchy Process, Nijhoff Publishing, USA.
The Analytic
107
Salusu,
1996. Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit. Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
2002. Reformasi Pembangunan Perlu Pendekatan Soesilo. I. N. Manajemen Strategik, Buku I dan II. Magister Perencanaan & Kebijakan Publik. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Jakarta. Sugianto, 2003. Kebijakan Publik - Administrasi Publik - Analisis Kebijakan Publik. OECD, 2003. Harnessing Markets for Biodiversity. Towards Conservation and Sustainable Use. Organizationfor Economic Cooperation and Development. OECD 2002, Handbook of Biodiversity Valuation. A Guide for Policy Makers. Organization for Economic Co-operation and Development. Petkova E. gt_jtl., 2002. Closing the Gap, Information, Participation, and Justice in Decision-making for the Environment. World Resources Institute, Washington DC. Prihatno J., 2003. Ecotourism Promotional Strategy : Domestic Tourists. Intention to Revisit Model in Kerinci District, Jambi, Indonesia, Disertasi, Doctor of Philosophy University Putra Malaysia. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Upaya Widada, 2001. Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun. Program Pasca Sarjana I 53, Institut Pertanian Bogor. Wells, M .et..aJ.. 1999. Investing in Biodiversity. A review of Indonesia's Conservation and Development Projects. The World Bank, East Asia Region. Zainal Arifin, 2002, Peranan Tokoh - tokoh Masyarakat dalam Pelestarian Hutan TNKS, Studi di Desa Renah Kemumu dan Desa Tanjung Kasri, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi. Zainal Arifin, 2002, Persepsi serta Peranan tokoh - tokoh Masyarakat dalam Pelestarian TNKS, Kasus : Desa Sinjai, Kec. Koto Pasik Gadang Diateh, Kabupaten Solok.
108
Lampiran 1: Kelompok hutan yang dijadikan Kawasan TNKS .. I; _., : · , . ~N~~, .......· ~·
4
No
DuarBabaa
TaagpiSK :
GBNo. 42
3 Juni 1921
1
..
2
SK. Maltan No. 808/Kpts/Umlll/1980
5Novanber 1980
3
GB. No. 27
9Des. 1929
'
.
~·
"
Kelcmpok Hutan Indmpuro dan.Bayang
.'
,. '·:.('
.'
,''.. '
~{ka) '
Kabupat.en Pes. Selatan., SolokSumbar
205.550
'lebsi ,,
·. status·AJatuya''
Cagar Alam
Kt:lOIIIpOk. Hntan Vic.k van Tndempura dan Bukit Tapan
4
SK. Mentan No. 460/Kpts/Umf7/l978
24 Juli 1978
5
SK. Mentan No. 424/Kptsfl.hn/6/ 1979
5 Juli 1979
6
SK. Mentan No. 3391Kpts!Um/6 1980
SK Meotan No. 443!Kpts!Uml5/1981
21 Mci 1981
8
GB No. 36 tahiDI 1921
31 Januari 1936
9
GB.No. 37 tahm1 1921
16Februari 1921
Ke1ompok. Hntan Rawas Ulu
Kabupaten Musi
Lalitan
Rawas. SI.IIIISd
Kelompok Hutan Bukit Kayu Embtm dan Bulcit Gedang
Kabupaten .Bengkulu. Utara dan Kahufeten Rejang Lebong
154.750
Kabupateo Pes. Selatan. Sombar
129.580
K.abupat.en Bungo Tebo Jambi dan Sarlm. Jambi
24.287
Kelcmpok Hutan Balangbari
I, Lubuk Nyiur dan K.ambaug
Kelompok Hnlan Metangin
ll
46/Kpts-II/87
281.l20
Suaka
Alai 10
279.550
7 juni 1980
7
SK. Meohut No.
Kab. KeriDi dan Kab. Bungo Tebo. Jambi
12 Februari 1987
SK. Menhut No. 38/Kpts-II/1985
27Des. 1985
12
GB. No. 28 talum 1921
26 April 1921
13
GB. No. 42 tahiDI 1921
8 Juni 1921
Kelompok. Hutan: Bukit Reges, Hulu Sulup, Bukit Kcl.am, Bnkit Peodinding, Air Selagan, Hulu Air £pub, Bukit Sebt dan Air Seblat
Kelompok Hntan: Sangir, 1ojuhan dan Kambang
Ma-gasat\19
Lindung
Kabupateo Rejang
Leboogdan Kabupa1en Bengkulu Utara
Kabupaten Solok Kabupat.en SwlSi~danPes.
159,420
40.800
Selatan. Sumhar 14
GB. No. 37 tah1111. 1932
16 Febrnari 1932
15
SK. Meobot No. 46/Kpts-ll187
12Febroari 1987
Hutan
Hutan Produksi/
Hutan Produksi Terbatas
Kelompok. Hutan: Me.rangin Alai & Ketelo Singlrut
Kabopat.en Bungo Tebo&Kab. Smim. Jamhi
36.321
109
Lampiran 2. Daftar Kuesioner SWOT Analisa SWOT untuk "Strategi Kebijakan Pengurangan Laju Kerusakan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS)" Penelitian
Penelitian kuesioner ini ditujukan untuk men]anng penilaian/pesepsi expert atas faktor-faktor yang berkaitan dengan upaya pengurangan laju kerusakan TNKS. Penjelasan 1. Maksud Penelitian ini adalah untuk mendapatkan persepsi/penilaian expert
yang sifatnya subjektif, sehingga jawaban responden didasarkan persepsi responden/expert atas penilaian-penilaian faktor-faktor yang berkaitan dengan upaya pengurangan laju kerusakan TNKS. 2. Kegunaan penelitian ini adalah untuk menyusunan Tesis (karya akhir), guna melengkapi salah satu syarat penyelesaian pendidikan pada Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi, di Universitas Indonesia. 3. Bahwa untuk memperoleh masukan seperti tersebut dalam point 1 di atas, maka yang akan dijadikan responden (expert) adalah Pihak Pengelola TNKS (Departemen Kehutanan, Balai TNKS), Pemda di wilayah sekitar TNKS (Bappeda, Kejari, Pengadilan Negeri, Dinas Kehutanan), serta masyarakat yang diwakili LSM lokal dan Internasional yang aktifitasnya melingkupi TNKS. 4. Mengingat pentingnya masukan Bapak/Ibu, maka kami mohon kiranya dapat membantu sepenuhnya dengan mengisi penilaian dengan sungguhsungguh, agar hasil yang dicapai memberi alternative kebijakan terbaik. 5. Karena sifatnya penelitian akademik, maka untuk menjamin keakuratan masukan
yang
Bapak/Ibu
berikan,
kami
mengharapkan
Bapak/Ibu
berkenan untuk mengisi data-data kuesioner ini berupa identitas diri dan lembar pertanyaan di bawah berikut ini :
110
Data responden (ldentitas Diri) Nama Lengkap (Beserta Gelar) Jabatan (saat ini) Pangkat/Golongan Unit Kerja No. TeiiHp Ala mat Jenis kelamin
: PriaiWanita
Usia
*
Tahun 5MU I Akademi I 51 I 52 I 53
Pendidikan tertinggi
*
I * coret yang tidak perlu
Petunjuk Pengisian : Tujuan
kuesioner
:
men)anng
persepsi
penilaian
responden
(expert)
berdasarkan persepsi atau feeling terhadap penilaian faktor-faktor yang terkait dengan upaya mengurangi laju kerusakan kawasan TNK5. Berilah penilaian atas pemyataan-pemyataan di bawah ini dengan memberi tanda silang (X) pada salah satu pilihan angka di bawah ini : -
Angka Angka Angka Angka Angka Angka Angka Angka Angka
9 = teramat sangat baik 8 = sangat baik 7 = baik 6 = sedikit baik 5 = netrallsedang 4 = sedikit buruk 3 = buruk 2 = sangat buruk 1 = amat sangat buruk
Berilah penilaian urgensi penanganan atas faktor-faktor internalleksternal tersebut, dengan memberi tanda (X) pada salah satu pilihan huruf ini : -
huruf a huruf b huruf c huruf d
= prioritas teramat penting dilakukan penanganannya. = prioritas penting dilakukan penanganannya. = prioritas kurang penting dilakukan penanganannya. = prioritas tidak penting dilakukan penanganannya.
Bapak/Ibu bebas memberikan penilaian, asalkan berkisar antara nilai-nilai : Angka : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 Huruf : a, b, c, d
111
LEMBAR PERTANYAAN
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengurangan laju kerusakan TNKS
No
Penilaian Resonden Penilaian atas kondisi/ Urgensi Prioritas .,. ~~ faktor·faktor (bobot
Faktor - factor
Buruk
j Netral j Baik
kepentingan)
I Faktor Internal
1 Bentuk Organisasi/lembaga Balai TNKS (mengelola kawasan ± 1.4 juta ha di 4 wilayah propinsi), saat ini setingkat eselon III), khususnya dalam rangka mencegah laju kerusakan TNKS ?
1 2 3 4
5 6
7 8 9
a
b
c d
2 Kemampuan SDM Balai TNKS dari segi kualitas (segi pendidikan) dalam mencegah kerusakan TNKS.
1
5 6
7 8 9
a
b
c d
3 Kuantitas SDM Balai TNKS (dari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 segi jumlah) dalam mencegah kerusakan TNKS
a
b
c d
4 Keindahan alam TNKS dengan 1 2 3 4 5 6 banyak danau, air terjun, air panas, keindahan flora/fauna yang sangat berpotensi untuk pengembangan wisata, dalam rangka mencegah laju kerusakan kawasan TNKS.
9
a
b
c
5 Moralitas, etika profesi, sikap 1 2 3 4 5 6 7 8 9 prilaku SDM BTNKS dalam rangka mengatasi/mencegah kerusakan hutan TNKS
a
b
c d
6 Jumlah dana yang diperoleh dalam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 rangka pengelolaan TNKS khsususnya dalam rangka mengurangi laju kerusakan TNKS
a
b
c
7 Koordinasi Balai TNKS sebagai pengelola kawasan dengan Pemda setempat dalam rangka pengatasi kerusakan TNKS
1
2 3 4
2 3 4
5
6
1
7
8
8
9
a
b
d
d
c d
112
8 Pengaruh ditetapkannya TNKS tahun 2004 oleh Unesco sebagai Cluster World Natural Heritage of Sumatera, untuk mendapat dukungan nasional dan intemasional terhadap upaya menjaga keutuhan TNKS
1
2
3 4 5 6 7 8 9
a
b
c d
9 Efektifitas Undang-undang kehutanan No. 41 Tahun 1999 dalam menekan kerusakan TNKS.
1
2
3 4 5 6 7 8 9
a
b
c d
10 Efektifitas Undang-undang No. 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistimnya menekan dalam kerusakan TNKS
a
b
c d
11 Tanda batas yang ada dilapangan mendukung dalam penegakan hukum terhadap aktifitas illegal dalam kawasan
3 4 5 6 7 8 9
a
b
c d
12 Saran a prasarana dalam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 mendukung pengelolaan TNKS (Kenderaan operasional, pos jaga, pondok kerja, peralatan pengamanan dll)
a
b
c d
1
2
II Faktor Eksternal 1 Kerteraturan ketersediaan pendanaan dalam mendukung upaya pencegahan kerusakan hutan ( operasi pengamanan, penanganan perkara dll) dari segi jumlah dan waktu pencairannya.
2 Dukungan
kegiatan/dana dari APBD Pemda setempat dalam rangka mengatasi kerusakan TNKS
3 Efektifitas deklarasi dan implementasi dukungan pemda di 4 propinsi dan 9 kabupaten/kota untuk penyelamatan TNKS tahun 2001
1
2
3 4 5 6 7 8 9
a
b
c d
1
2
3 4 5 6 7 8 9
a
b
c d
1
2
3 4 5 6 7 8 9
a
b
c d
113
4 Dukungan LSM lokal (termasuk perguruan tinggi) dalam rangka mengurangi laju kerusakan di TNKS
1
2 3 4 5 6 7 8 9
a
b
c d
1
2 3 4 5 6 7 8 9
a
b
c d
6 Budaya masyarakat setempat dalam rangka mencegah/mengurang i kerusakan di TNKS
1
2 3 4 5 6 7 8 9
a
b
c d
7 Tingkat kesadaran masyarakat sekitar akan pentingnya TNKS, serta peran aktifnya dalam upaya pencegahan/penanggulangan kerusakan TNKS.
1
2 3 4
8 Dukungan aparat keamanan (Polisi, TNI) dalam rangka upaya pengurangan/penanggulangan kerusakan di TNKS
1
9 Dukungan aparat Kejaksaan, Pengadilan dan aparat hukum lainnya dalam proses hukum terhadap pelaku kerusakan di TNKS.
Internasional 5 Dukungan LSM dalam upaya mengurangi laju kerusakan di TNKS
5 6 7 8 9
a
b
c d
2
3 4 5 6 7 8 9
a
b
c d
1
2
3 4 5 6 7 8 9
a
b
c d
10 Pengaruh terbitnya uu No. 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah serta semangat pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD terhadap penanggulangan laju kerusakan hutan TNKS.
1
2 3 4 5 6 7 8 9
a
b
c d
11 Adanya lebih dari 200 sawmill liar di sekitas TNKS terhadap upaya penurunan laju kerusakan TNKS
1
2
3 4 5 6 7 8 9
a
b
c d
3 4 5 6 7 8 9
a
b
c d
12 Kapasitas terpasang industri perkayuan di sekitar TNKS yang jauh lebih tinggi daripada pasokan legal terhadap upaya penurunan laju kerusakan TNKS
1
2
114
1
2 3 4
5 6
7
8 9
a
b
c d
1
2 3 4
5 6
7
8 9
a
b
c d
1
2
3 4
5 6
7
8 9
a
b
c d
16 Terjadinya banjir, tanah longsor di 1
2
3 4
5 6
7
8 9
a
b
c d
a
b
c d
13 Konflik pengunaan Ia han antara kehutanan (Konservasi) masyarakat (pertanian) Kawasan TNKS
dan di
14 Masarakat disekitar TNKS yang pad a umumnya miskin terhadap pengurangan laju kerusakan TNKS.
15 Pengaruh kegiatan dan rencana pembukaan jalan melintasi kawasan TNKS terhadap terhadap pengurangan laju kerusakan TNKS
beberapa tempat di sekitar TNKS terhadap kesadaran masyarakat pentingnya menjaga keutuhan kawasan TNKS Lain-lain yang (dianggap perlu)
17 ....................................................................
1
2 3 4
5 6
7
8 9
18 ...............................................................
1
2
3 4
5 6
7
8 9
a
b
c d
ATAS PARTISIPASINYA DIUCAPKAN TERIMA KASIH
116
Lampl ran 3. Daftar Responden Kuesioner SWOT No
Nama
11Drs. H. Nurkamal, HS. 211r. Llstya K., MSc.
311r. Rudl Syaf 4 lr Unu Nltlbaskara 511r. Puspa Dewl Llman, MSc. 61 Debbie Martyr (Kebangsaan lnggris) 7 lr. Soewartono, MM. 8 lr. H. Gatot Moeryanto, MM 9 lr. Wandojo S. MSc. 10 Subur Budlman Amd 11 lr. Wawan Ridwan 12 Dr. lr. Tachrlr Fathonl 131Dr. Djoko Prihatno 141Yuhanls, SH. 15 llman A. Rachman, SH. 16 lr. Heru Prasetyanto 1711r. Takat Hlmawan 18 Yoan Dlnata Ssl. 191Frans Dlorle, SIP, Msl 20IIr. Kumia Rauf
Jabatan/lnstansl
Kaltan dengan TNKS
Kepala Bapeda Kabupaten Kerinci
Perencanaan wilayah di sekitar TNK8 khususnya di Kabupaten Kerinci Kepala pusat statistik dan inventarisasi Badan Planologi Penanggung jawab data statistik dan inventarisasi Departemen Kehutanan Departemen Kehutanan Kepala BTNKS periode 2002-2004 Direktur Eksekutif LSM Warsi Melakukan penelitian di sekltar TNKS Kasubdit Kawasan Suaka Alam, Hutan Lindung dan Menerima laporan pengelolaan dari daerah dan Taman Buru, Ditjen PHKA, Dep Kehutanan memberikan arahan Kasubdit Kawasan Pelestarian Alam, Ditjen PHKA Menerima laporan pengelolaan dari daerah dan Departemen Kehutanan memberikan arahan Manajer Program Pelestarian Harimau Sumatera Kerinci Aktif melakukan penelitian di TNKS dari tahun 1996 Seblat TNKS FFI (Flora Fauna lnternasional) sekarang Kepala Balai TNKS periode 2004- sekarang Pengelola Kawasan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Jambi Kordinasi pengamanan kawasan secara terpadu Sekretaris Badan Planologi Departemen Kehutanan Kepala BTNK8 1998-2001 Direktur Eksekutif LSM Janki Koordinator L8M di Kabpaten kerinci Project Leader WWF Kepala BTNK8 Pertama tahun 1993-1998 Sekditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Atasan langsung dari Kepala Taman Nasional Departemen Kehutanan Penelitian 83 di TNK8 Kasubdit Wisata Alam, Ditjen PHKA, Dephut Menangani wisata slam di kawasan konservasi Penelitian 83 di TNK8 Ketua Pengadilan Negeri Kerinci Penanganan kasus termasuk yang terjadi di TNKS Kepala Kejaksaan Kerinci Penanganan kasus termasuk yang terjadi di TNKS Kabib Fisik dan Sarana Prasarana Kab Kerinci Kepala Kantor Kehutanan dan Konservasi Tanah Kab Kerinci tahun 1997-2004 Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Merangin Koordinasi Pengamanan Hutan Terpadau, dll Kegiatan di dalam TNK8 dari 2003 s/d sekarang Team Leader Project Penelitian Monitoring Harimau 8umatera dan Hewan Mangsa, FFI Research Associate Perencanaan wilayah di sekitar TNK8, Khususnya di Kabid PDB Bappeda Rejang Lebong Kabupaten Rejang Lebong Kasubdit Konservasi Jenis dan Genetik Pimpro Pembentukan Balai TNKS -1993
115
Lampiran 4. Daftar kuesioner AHP
Analisa AHP untuk memilih prioritas "Strategi Kebijakan Pengurangan Laju Kerusakan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS)"
Kuesioner ini ditujukan untuk memilih prioritas kebijakan dalam rangka penelitian "Strategi Pengurangan Laju Kerusakan TNKS, pendekatan SWOT dan AHP". Kuesioner AHP ini merupakan lanjutan analisa SWOT yang telah dilaksanakan sebelumnya dan sudah menentukan beberapa strategi terpilih. Penjelasan
1. Maksud Penelitian ini adalah untuk mendapatkan persepsi/penilaian expert yang sifatnya subjektif, sehingga jawaban responden dibuat berdasarkan persepsi responden/expert atas penilaian-penilaian faktorfaktor yang berkaitan dengan penentuan prioritas strategi dalam upaya pengurangan laju kerusakan TNKS. 2. Kegunaan penelitian ini adalah untuk menyusunan Tesis (karya akhir), guna
melengkapi salah satu syarat penyelesaian pendidikan pada
Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP), Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. 3. Bahwa untuk memperoleh masukan seperti tersebut dalam point 1 di atas, maka yang menjadi responden adalah mereka yang mempunyai pemahaman terhadap masalah yang diteliti (expert). 4. Mengingat pentingnya masukan Bapak/Ibu, maka kami mohon agar Bapak/Ibu dapat membantu sepenuhnya dengan mengisi kuesioner ini dengan sungguh-sungguh, agar hasil yang dicapai memberi alternatif kebijakan terbaik. 5. Karena sifatnya penelitian akademik, maka untuk menjaga keakuratan masukan
yang
Bapak/lbu
berikan
kami
mengharapkan
Bapak/Ibu
berkenan untuk mengisi data-data kuesioner ini berupa identitas diri dan lembar pertanyaan di bawah berikut ini :
117
Data responden (Identitas Diri)
Nama Lengkap (Beserta Gelar) Jabatan (saat ini) Pangkat/Golongan Unit Kerja No.Tei/Hp Ala mat Jenis kelamin
: Pria/Wanita *
Usia
Tahun
Pendidikan tertinggi
5MU I Akademi I 51/ 52/53*
I * coret yang tidak perlu
Petunjuk Pengisian : Kuesioner ini adalah pendukung peralatan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Adapun kuesioner yang digunakan alalah system rangking yang
menilai besarnya pengaruh antara satu elemen faktor dengan yang lainnya. Dengan kata lain, setiap responden dapat memilih jawaban yang berada disisi kanan ataupun kiri menurut bobot kepentingannya. Bobot nilai yang dipakai dalam pertanyaan-pertanyaan ini diberi definisi verbal sebagai berikut : Nilai bobot = 1, "sama pentingnya" Nilai bobot = 3, "sedikit lebih penting" Nilai bobot = 5, "kuat pentingnya" Nilai bobot = 7, "Sangat kuat pentingnya" Nilai bobot
= 9, "mutlak lebih penting"
Nilai 2, 4, 6, 8 adalah nilai antara dari nilai bobot 1, 3, 5, 7, 9
5etiap responden memiliki jawaban dengan membandingkan tingkat prioritas kepentingan (antara 1 sampai dengan 9) dari ke dua elemen faktor dengan membubuhkan tanda Silang (x) pada salah satu kolom bobot nilai tersebut seperti contoh berikut.
118
Contoh :
191817161514~ 211 12131415161718191 Pilihan B
Pilihan A
Jawaban A lebih Penting dari B dengan bobot 3 Artinya : Pilihan A "sedikit lebih penting" dibandingkan dengan pilihan B
191817161514131211 1213141516
Pilihan A
Malgi
Pili han B
Jawaban B lebih Penting dari A dengan bobot 7 Artinya : Pilihan B "sangat kuat pentingnya" dibandingkan dengan pilihan A
IPilihan A
1918171615141312}<J 2131415161718191 Pili han B Jawaban A = B, bobot = 1 Artinya : Pilihan A "sama penting" dibandingkan dengan pilihan B
Kuesioner ini menggunakan metode proses Hirarki Analitis (Analytical Hierarchy Process) yang memanfaatkan skala untuk menilai pentingnya satu unsur dibandingkan dengan unsur lainnya dalam suatu kerangka yang sedang dipertimbangkan. Struktur hirarki yang terbentuk adalah sebagai berikut,
LEVEL 1 ~ GOAL SASARAN
BERKURANGNYA LAJU KERUSAKAN TNKS
LEVEL 2 Skenario
LEVEL 3 Kriteria
LEVEL 4 Alternatif
PENINGKATAN JUMLAH DAN KEMAMPUAN SDM
PENINGKATAN KELEMBAGAN DAN PENYEMPURNAAN SARPRAS
DANA OPERASIONAL YANG MEMADAI
119
BERKURANGNYA LAJU KERUSAKAN TNKS
LEVEL 1 ~ GOAL SA SARAN
I
LEVEL 2 Skenario
STATUS QUO
I
PESIMIS
Berkaitan dengan pencapaian Sasaran "Berkurangnya laju kerusakan TNKS", maka skenario mana yang lebih dianggap lebih realistis untuk diprioritaskan.
1. Optimis
9
2. Optimis
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
3. Pesimis
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Status Quo
8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Status Quo Pesimis
Keterangan, Lingkungan eksternal makro sangat mendukung pencapaian tujuan di masa yang akan datang
Optimis Status Quo
: Lingkungan ekstemal makro tetap sama terhadap pencapaian tujuan di masa yang akan datang
Pesimis
: Lingkungan eksternal makro lebih buruk terhadap pencapaian tujuan di masa yang akan dating BERKURANGNYA LAJU KERUSAKAN TNKS
LEVEL 1 ~ GOAL SASARAN
LEVEL 3 Kriteria Keterangan
+
...
OPTIMIS
LEVEL 2 Skenario
I
•....-
EFEKTIF
PESIMIS
STATUS QUO
-
...
r.........
I I
EASIEN
~
II
PRAKTIS
Efektifitas (tingkat pencapaian sasaran yang maksimal), Efisien (tingkat pencapaian sasaran dibanding input yang digunakan), Praktis (kemudahan pelaksanaan)
Bila skenario optimis untuk mencapai sasaran berkurangnya laju kerusakan TNKS, kriteria apa yang dianggap lebih penting untuk diprioritaskan. 4. Efektifitas
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Efisiensi
s.
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Praktis
Efektifitas
6. Efisiensi
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Praktis
120
I
LEVEL 1
~
BERKURANGNYA LAJU KERUSAKAN TNKS
GOAL
SASARAN LEVEL 2
Skenario
LEVEL 3
Kriteria
Bila skenario Status Quo untuk mencapai sasaran berkurangnya laju kerusakan TNKS,
kriteria
apa
yang
dianggap
lebih
penting
untuk
di prioritaskan. 7. Efektifitas
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Efisiensi
8. Efektifitas
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Praktis
9. Efisiensi
9 8 7
LEVEL 1
~
6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Praktis
BERKURANGNYA LAJU KERUSAKAN TNKS
GOAL
SASARAN LEVEL 2
Skenario
LEVEL 3
Kriteria
EFEKTIF
EFISIEN
PRAKTIS
Bila skenario Pesimis untuk mencapai sasaran berkurangnya laju kerusakan TNKS, kriteria apa yang dianggap lebih penting untuk diprioritaskan. 10. Efektifitas
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Efisiensi
11.Efektif'ltas
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Praktis
12. Efisiensi
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Praktis
121
BERKURANGNYA LAJU KERUSAKAN TNKS
LEVEL 1 ~ GOAL SASARAN
.
....
LEVEL 2 Skenario
OPTIMIS
STATUS QUO
...
LEVEL 3 Kriteria
EFISIEN
~
---==
--
PENINGKATAN JUML.AHDAN KEMAMPUAN SDM
LEVEL 4 Alternatif
~·
. . .... 4-"
EFEKTIF -
PRAKTIS
1l
maka
strategi
PENINGKATAN KELEMBAGAAN DAN PENYEMPURNAANSARPRAS
mana
yang
..~
~
~
---
DANA OPERASIONAl YANG MEMADAI DAN TERATUR
Bila Efektifitas sebagai kriteria yang lebih penting
Optimis,
I
PESIMIS
dengan skenario
dianggap lebih
penting
untuk
diprioritaskan untuk mencapai sasaran berkurangnya laju kerusakan TNKS.
13.SDM
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelembagaan
14.SDM
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DANA
15. Kelembagaan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DANA
BERKURANGNYA LAJU KERUSAKAN TNKS
LEVEL 1 ~ GOAL SA SARAN LEVEL 2 Skenario
.
.... OPTIMIS
-............
.
EFEKTIF
Jr....... LEVEL 4 Alternatif
--
PESIMIS
STATUS QUO
"
LEVEL 3 Kriteria
.
.. J PRAKTIS
EFISIEN
-
-
::::--- . ~
I
-----..+...---
PENINGKATAN JUMLAH DAN KEMAMPUAN SDM
PENINGKATAN KELEMBAGAAN DAN PENYEMPURNMNSARPRAS
---
DANA OPERASIONAL YANG MEMADAI DAN TERATUR
Bila Efisiensi sebagai kriteria yang lebih penting dengan skenario Optimis, maka strategi mana yang dianggap lebih penting untuk diprioritaskan untuk mencapai sasaran berkurangnya laju kerusakan TNKS.
16.SDM
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelembagaan
17.SDM
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DANA
18. Kelembaaaan 9 8 7 6
5
4
3
2 1 2 3 4
5
6
7 8 9 DANA
122
BERKURANGNYA LAJU KERUSAKAN TNKS
LEVEL 1 ~ GOAL SASARAN _
LEVEL 2 Skenario
I
LEVEL 3 Kriteria
... ......
I
OPTIMIS
+.
EFEKTIF
...
Jr..
--
·~·
PRAKTIS
ERSIEN
-
I
PESIMIS
._..... __
~
-I
. " ' DANA OPERASIONAL
-----..+..---
PENINGKATAN JUMLAH DAN KEMAMPUAN SDM
LEVEL 4 Alternatif
•
STATUS QUO
PENINGKATAN KELEMBAGAAN DAN PENYEMPURNAAN SARPRAS
~-
YANG MEMADAI DAN TERATUR
Bila Praktis sebagai kriteria yang lebih penting dengan skenario Optimis, maka strategi mana yang dianggap lebih penting untuk diprioritaskan untuk mencapai sasaran berkurangnya laju kerusakan TNKS.
19.SDM
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelembagaan
20.SDM
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DANA
21. Kelembagaan
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DANA
BERKURANGNYA LAJU KERUSAKAN TNKS
LEVEL 1 ~ GOAL SASARAN
•
.... ._.
LEVEL 2 Skenario LEVEL 3 Kriteria
~
OPTIMIS
••
LEVEL 4 Alternatif
--
STATUS QUO ~·...-
I
EFEKTIF
....
J
~
--=::::::
PENINGKATAN JUML.AHDAN . KEMAMPUAN·SDM
- .-
EFISIEN
..
PENINGKATAN KELEMBAGAAN DAN PENYEMPUR· NAAN SARPRAS
PESIMIS
~·
I
PRAKTIS
====--- ---J
DANA OPERASIONAL YANG MEMADAI DAN TERATUR
Bila Efektifitas sebagai Kriteria yang lebih penting dengan skenario Status
Quo, maka strategi mana yang dianggap lebih penting untuk diprioritaskan untuk mencapai sasaran berkurangnya laju kerusakan TNKS.
22.SDM
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelembagaan
23.SDM
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DANA
24. Kelembagaan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DANA
123
LEVEL 1 ~ GOAL SASARAN
..
LEVEL 2 Skenario LEVEL 3 Kriteria
BERKURANGNYA LAJU KERUSAKAN TNKS
•
OPTIMIS
I
."
EFEKTIF
Jr..
1111111"
J
PES I MIS
I
PRAKTIS
-.y~
-
PENINGKATAN JUMLAHDAN KEMAMPUAN SDM
LEVEL 4 Alternatif
STATUS QUO
J
I I _,
EFISIEN
.
-----.+.--
PENINGKATAN KELEMBAGAAN DAN PENYEMPURNAAN SARPRAS
~·
::::-- ~~
--
I
DANA OPERASIONAL YANG MEMADAI DAN TERATUR
Bila Efisiensi sebagai kriteria yang lebih penting dengan skenario Status
Quo, maka strategi mana yang dianggap lebih penting untuk diprioritaskan untuk mencapai sasaran berkurangnya laju kerusakan TNKS.
25.SDM
9 8 7 6 5 4
26.SDM
9 8
7
3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelembagaan
6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DANA
27. Kelembagaan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DANA
BERKURANGNYA LAJU KERUSAKAN TNKS
LEVEL 1 ~ GOAL SASARAN
.... LEVEL 2 Skenario LEVEL 3 Kriteria
LEVEL 4 Alternatif
OPTIMIS
.....
~
--
EFEKTIF
~ .....
•
STATUS QUO
_,_ - -------.+..----
PENINGKATAN JUMLAH.DAN KEMAMPUAN SDM•.
"?-y .1::"
EFISIEN
PENINGKATAN KELEMBAGAAN DAN PENYEMPURNAAN SARPRAS
.. ..... PES I MIS
·~·
PRAKTIS
:::::--- ""~
---
DANA OPERASIONAL YANG MEMADAI DAN
TERATUR
Bila Praktis sebagai kriteria yang lebih penting dengan skenario Status
Quo, maka strategi mana yang dianggap lebih penting untuk diprioritaskan untuk mencapai sasaran berkurangnya laju kerusakan TNKS.
28.SDM
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelembagaan
29.SDM
9 8 7 6 5 4
3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DANA
30. Kelembagaan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DANA 124
BERKURANGNYA LAJU KERUSAKAN TNKS
LEVEL 1 ---+ GOAL SASARAN
.......
LEVEL 2 Skenario
I ...
OPTIMIS
LEVEL 3 Kriteria
--
-.-
maka
strategi
mana
PRAKTIS
yang
lebih
penting
dianggap
..~
~
PENINGKATAN KELEMBAGMN DAN PENYEMPURNAAN SARPRAS
Efektifitas sebagai kriteria yang
Pesimis,
~·
EFISIEN
.--..::::::::::
I
PESIMIS
~.,
PENINGKATAN JUMLAHDAN KEMAMPUAN SDM
LEVEL4 Alternatif
.....
STATUS QUO
EFEKTIF
~
Bila
• I I ....
.,.,--
DANA OPERASIONAL YANG MEMADAI DAN TERATUR dengan skenario
lebih
penting
untuk
diprioritaskan untuk mencapai sasaran berkurangnya laju kerusakan TNKS.
31.SDM
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelembagaan
32.SDM
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DANA
33. Kelembagaan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DANA
LEVEL 1 ~ GOAL SASARAN
...
LEVEL 2 Skenario LEVEL 3 Kriteria
I
••--
EFEKTIF
,L. PENINGKATAN JUMLAHOAN
~·
I
--...-..~
I I
PRAKTIS
EFISIEN
PENINGKATAN KEL.EMBA.;
I
PESIMIS
STATUS QUO
- ----•. -·:+.---
KEMAMPUAN SOM
....
•
OPTIMIS
1111111("
LEVEL4 Alternatif
BERKURANGNYA LAJU KERUSAKAN TNKS
:::---- ..~ .,.,--
GAAN DAN PENYEMPUR·
DANA OPERASIONAL YANG MEMAOAI DAN
NMNSARPRAS
TERATUR
Bila Efisiensi sebagai kriteria yang lebih penting dengan skenario Pesimis, maka strategi mana yang dianggap Jebih penting untuk diprioritaskan untuk mencapai sasaran berkurangnya laju kerusakan TNKS.
34.SDM
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelembagaan
35.SDM
9 8
7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
DANA
36. Kelembagaan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DANA
125
BERKURANGNYA LAJU KERUSAKAN TNKS
LEVEL 1 ~ GOAL SASARAN ....
LEVEL 2 Skenario LEVEL 3 Kriteria
I ....
OPTIMIS
I
LEVEL 4 Alternatif
EFEKTIF
~ ...-
•
l STATUS QUO
I
r
._....
-
PENINGKATAN JUMLAHDAN KEMAMPUAN SDM
~
I I -1- I EFISIEN
-----..+...--
PENINGKATAN KELEMBAGMN DAN PENYEMPURNAAN SARPRAS
.
I
PESIMIS
~·
I
PRAKTIS
=.:::--- J
·~-DANA OPERASIONAL YANG MEMADAI DAN TERATUR
Bila Praktis sebagai kriteria yang lebih penting dengan skenario Pesimis, maka strategi mana yang dianggap lebih penting untuk diprioritaskan untuk mencapai sasaran berkurangnya laju kerusakan TNKS. 37.SDM
9 6 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 6 9 Kelembagaan
38.SDM
9 6 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 6 9 DANA
39. Kelembagaan
9 6 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 6 9 DANA
1(flmi mengucapkfzn teri.ma {asifi atas partisipasinya dafam penefitian tnt
126
Lampiran 5. Daftar Responden (Expert) kuesioner AHP Penentuan Prioritas Strategi Kebijakan Dalam Rangka Pengurangan Laju Kerusakan TNKS (Lanjutan analisa SWOT
No
Nama PeJabat
Jabatan
Eselon
Kompetensl thd permasalahan
II
- Pejabat yang ikut menentukan kebijakan pengelolaan Kawasan Taman Nasional di Seluruh Indonesia
1 Dr. lr. Tachrlr Fathoni
Sekdiijen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA.) Departemen Kehutanan
2 lr. Adl Susmlanto, MSc.
Direktur Kawasan Konservasi Ditjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian alam Dephut.
II
3 lr. Listya K, MSc.
Kepala Pusat Statistik dan lnventarisasi Badan Planologi Departemen Kehutanan
II
4 lr. Soewartono, MM.
Kepala Balai TNKS, Perione 2004 - sampai sekarang Kasubdit Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Ditjen PHKA., Dephut
Ill
- Pengelola Kawasan TNKS di Lapangan
Ill
Kasubdit Kawasan Suaka Alam, Hutan Lindung dan Taman Buru Dephut Kasubdit Kawasan Pelestarian A lam
Ill
- Pejabat yang menangani pemanfaatan jasa lingkungan kawasan hutan di Indonesia • Penelitian S3 di TNKS - Menangani Kawasan Suaka Alam, Hutan Lindung dan Taman Buru di Departemen Kehutanan - Pejabat yg menangani pengelolaan Taman Nasional di Pusat
5 Dr. Djoko Prlhatno
6 lr. Unu Nitibaskara, MM.
7 lr. Puspa Dewi L., MSc.
Ill
• Penelitian S3 di TNKS - Pejabat yang sangat berperan menentukan kebijakan pengelolaan Kawasan Taman Nasional di Seluruh Indonesia - Penanggung jawab data statistik dan inventarisasi kawasan hutan di Indonesia - Kepala BTNKS periode 2002-2004
127
Lampiran 6. Rekapitulasi Pemilihan Prioritas Strategi Kebijakan Pengurangan Laju Kerusakan TNKS
Berkurangnya Laju Kerusakan TNKS
,,
Inconsistency ndex (II) = 0,076
,,
Optllllls
Status Quo
Pesimis
L 0,672 G0,672
L 0,217 G 0,217
L 0,110 G 0,110
,
,,
~
~
II= ( ,030
Efektlf L 0,408 G 0,244
Eflsien L 0,244 G 0,164
I
• •
II= 0,000 SDM L 0,528 G 0,145 Lembaga
L 0,216 G 0,059
Dana ~ L 0,256 G 0,070
•
• •
II= 0,009 SDM L 0,499 G 0,251 Lembaga
L 0,251 G 0,041
Dana L 0,250 G 0,041
.... ....
•
~
Praktls L 0,348 G 0,234
Efektlf L 0,330 G 0,072
I
I
II= 0,045 SDM L 0,486 G 0,114
II= 0,036 SDM L 0,328 G 0,024
Lembaga
L 0,159 G 0,037
Dana L 0,355 G 0,083
• • •
Lembaga
L 0,193 G 0,014
Dana L 0,478 G 0,034
~
II= ( ,003
,r
Eflslen L 0,231 G 0,050
• •
•
II= 0,023 SDM L 0,372 G 0,265 Lembaga
L 0,265 G 0,013
Dana L 0,363 G 0,018
• ....
•
~
II=~
,
Eflsien L 0,166 G 0,017
Praktls L 0,439 G 0,096
Efektlf L 0,186 G 0,020
I
I
II= 0,046 SDM L 0,518 G 0,049
II= 0,001 SDM L 0,509 G 0,010
II= 0,005 SDM ~ L 0,260 G0004
Lembaga
Lembaga
Lembaga
L 0,184 G 0,018
Dana L 0,298 G 0,028
•
•
•
L 0,274 G 0,006
Dana L 0,216 G 0004
~
., ,028
Praktls L 0,669 G 0,073
I
~
L 0,267 G 0,005
•
Dana L 0,473 G 0,008
II= 0,032 SDM L 0,498 G 0,036
....
Lembaga
....
L 0,206 G 0,015
•
Dana L 0,296 G 0 022
128
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 1. Nama
: Ir. Donal Hutasoit, ME.
2. Tempat/tanggallahir
: Padangsidempuanl29 September 1966
3. Nomor Induk Pegawai
: 710021966
4. Pangkat Goi.IRuang Gaji : Penata Tk.
If III D
5. Unit Kerja
: Balai Taman Nasional Kerinci Seblat, Departemen Kehutanan
6. Alamat Unit Kerja
: Jl. Basuki Rahmat No. 11, Sungai Penuh, Kab. Kerinci, Propinsi Jambi.
7. Telepon
I Fax
: 0748-2225010748-22300
8. Alamat Rumah
: Komplek Perumahan Jabatan BTNKS No. 2, Koto lebo, Sungai Penuh, Kab. Kerinci, Jambi
9. No. HP I E-mail
: 081311357321/[email protected]
10.Pendidikan Formal
: - Sarjana Kehutanan, lulus 1992. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor - Magister Ekonomi, lulus 2005. Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
11. Pendidikanlkursus
: - Prajabatan Umum Tk. III, 1993. Secapa Polri Sukabumi - Manajemen Proyek, 1996. Balai Latihan Kehutanan (BLK), Pekanbaru - Amdai-A, 1997. PPLH - IPB, Bogor. - ADUM, 1998. BLK Kehutanan, Pekanbaru - Conservation of Wetland Ecosystems and Their Biological Diversity, 2001. Wetland International Training Centre, Khusiro, Jepang. (31 Mei - 4 Juli) - International Course on Wetland Management, 2002. Wetland Advisory and Training Centre, Lelystad, Netherland. (22 Agustus - 2 Oktober)
12. Riwayat Pekerjaan
: - 1992 - 1993, Management Trainee, Sumatera Sinar Plywood Industri, Sei Kebaro. Asian Agro Abadi, Raja Garuda Mas Group - 1993 - 1999. Staf Teknis pada Sub Balai KSDA Jambi, Departemen Kehutanan. - 1999- 2002. Kasubsi Konservasi Sub Balai Taman Nasional Berbak, Dep. Kehutanan - 2002 - 2003. Kasubbag Tata Usaha Taman Nasional Kerinci Seblat, Departemen Kehutanan - 2003 - 2005. Karya Siswa di Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Beasiswa Pusbindiklatren Bappenas.
129