TESIS KARAKTERISASI RING-RING DENGAN SIFAT JUMLAH BASIS TETAP DAN TOPIK-TOPIK YANG TERKAIT
CHARACTERISATION OF RINGS WITH INVARIANT BASIS NUMBER AND RELATED TOPICS
SAMSUL ARIFIN 09/290722/PPA/02875
PROGRAM STUDI S2 MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011
TESIS KARAKTERISASI RING-RING DENGAN SIFAT JUMLAH BASIS TETAP DAN TOPIK-TOPIK YANG TERKAIT
CHARACTERISATION OF RINGS WITH INVARIANT BASIS NUMBER AND RELATED TOPICS Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memenuhi derajat Master Of Science Ilmu Matematika
SAMSUL ARIFIN 09/290722/PPA/02875 PROGRAM STUDI S2 MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011
ii
Kupersembahkan tesis ini: Untuk Ibu dan Ayahku tercinta, yang telah menyayangi dan mencintaiku tanpa pamrih hingga saat ini Untuk adik-adikku, yang selalu memberikan kejutan dan kebahagian Untuk Reni Saptati Dwi Iswari, yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan
Jika anda belum menikah, maka janganlah menikah dengan orang yang kau cintai, tetapi menikahlah dengan orang yang mencintaimu.
iii
iv
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah menuntun manusia menuju jalan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan tesis ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan perhargaan yang tulus kepada: 1.
Ibu Dr. Indah Emilia W., S.Si., M.Si. selaku dosen pembimbing utama yang telah bersedia meluangkan pikiran dan waktu serta memberikan saran yang berharga serta tidak henti memotivasi penulis hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
2.
Dekan FMIPA UGM dan Direktur Program Pascasarjana UGM yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu S2 Matematika UGM.
3.
Prof. Dr. Widodo, M.S. dan Dr. Danardono, MPH selaku ketua dan sekretaris Program S2 Matematika UGM.
4.
Dosen-dosen di Fakultas MIPA UGM yang telah memberikan ilmu kepada penulis, lebih khusus lagi dosen-dosen aljabar.
5.
Ibuku dan Ayahku serta semua adikku, terima kasih atas semua dukungan, doa, dan suasana penuh cinta dan kasih sayang yang selalu dihadirkan di tengah keluarga.
6.
Reni Saptati Dwi Iswari yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan di saat penulis mengalami hari-hari yang berat selama penyusunan tesis ini.
7.
Nanang Susyanto M,Sc yang telah meluangkan waktu dan memberikan banyak saran dan masukan selama penyusunan tesis ini.
v
8.
Teman-teman S2 Aljabar Senior: Fitriani, Yunita “Nana”, Niken Prima dan Zaki, terima kasih atas dukungan, semangat dan masukan-masukan yang telah diberikan kepada penulis selama ini.
9.
Teman-teman S2 Aljabar angkatan 2009: Ningrum, Ida, Cicilia, Dhian, Fitri, Soffi,
Marissa,
dan
Ricky,
terima
kasih
atas
kebersamaan
dan
persahabatannya ya selama penulis kuliah bersama kalian. 10.
Semua pihak yang turut membantu hingga selesainya tesis ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.
11.
Semua pembaca yang arif dan budiman. Semoga amal baik kalian semua mendapatkan balasan yang setimpal dari
Allah SWT. Penulis memohon maaf atas semua kesalahan yang pernah dilakukan baik secara sengaja atau tidak sengaja. Penulis sadar bahwa tulisan penulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik selalu penulis terima demi perbaikan tulisan ini. Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Yogyakarta, 09 September 2011
Samsul Arifin
vi
PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN INTISARI ABSRACT
vi viii x xii xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Tinjauan Pustaka 1.5. Cara Penelitian 1.6. Sistematika Penulisan
1 1 2 2 2 3 4
BAB II DASAR TEORI 2.1. Ring, Ring Noether dan Radikal Jacobson 2.2. Modul, Modul Bebas, Modul Noether dan Barisan Eksak 2.3. Hasil Kali Tensor dan Modul Flat
5 5 23 36
BAB III INVARIANT BASIS NUMBER, RANK CONDITION, DAN STABIL BERHINGGA 3.1. Jumlah Basis Tetap 3.2. Kondisi Rank 3.3. Kondisi Rank Kuat 3.4. Stabil Berhingga 3.5. Kaitan Antara JBT, Kondisi Rank (Kuat), dan Stabil Berhingga 3.6. Sifat-sifat JBT, Kondisi Rank (Kuat), dan Stabil Berhingga pada Ring Matriks Triangular Formal
44 50 53 61 68 84
BAB IV KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran
97 98
DAFTAR PUSTAKA
99
vii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN +
C ( R)
: Himpunan semua bilangan bulat positif. : Center dari ring R.
U ( R)
: Himpunan yang berisi semua elemen unit di ring R.
Mn ( R)
: Matriks berukuran n × n atas ring R.
R [ x]
:
R x
:
n i =1 ∞ i =1
ri x i | ri ∈ R, n ∈
+
ri xi | ri ∈ R
End R ( M )
: Himpunan semua homomorfisma modul f : M → M atas ring R.
rad ( R )
: Irisan semua ideal maksimal di ring R.
Rm
:
Im ( f )
: Image dari fungsi f.
Ker ( f )
: Kernel dari fungsi f.
X
: Kardinalitas dari himpunan X.
A× B
: Himpunan yang berisi ( a, b ) dimana a ∈ A dan b ∈ B .
A⊗ B A⊕ B Aj
: Hasil kali tensor A dan B. : Jumlahan langsung A dan B. : Himpunan A dengan indeks j (A ke-j).
M n ( rad ( R ) ) : Matriks berukuran n × n atas rad ( R ) .
n
∏A
i
i =1
{( a ,..., a ) | a ∈ R, 1 ≤ i ≤ m} . 1
m
i
: Himpunan A1 × A2 × ... × An .
a
: Ideal yang dibangun oleh elemen a.
a, a2 ,..., an
: Ideal yang dibangun oleh a, a2 ,..., an .
{Ii }i∈ N
: Himpunan { I1 , I 2 , I 3 ,...} : Himpunan r ∈ R dengan r n ∈ N untuk suatu n ∈
A
: Gabungan dari semua himpunan A di rantai C.
Ni
: Irisan himpunan N1 sampai dengan N k .
A∈C k i =1
viii
+
.
Nk
:
A
0
M
B
{( n , n ,..., n ) | n ∈ N , ∀i ∈ } . +
1
2
k
i
: Ring matriks triangular formal atas ( A, B ) -bimodul M.
ix
INTISARI Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai karakterisasi ring yang bersifat Jumlah Basis Tetap dan sifat-sifatnya. Akan dibahas juga mengenai kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga beserta sifat-sifatnya yang akan membantu dalam memahami sifat Jumlah Basis Tetap ini. Setelah itu akan dikaji tentang ring matriks triangular formal dan mencari kaitannya dengan Jumlah Basis Tetap, kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga. Kata kunci: Jumlah Basis Tetap, kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga.
x
ABSTRACT We will discuss the characterisation of the IBN on a ring and their properties. We will also discuss about (strong) rank condition and stably finite, with their properties, which will help in understanding IBN. We then consider formal triangular matrix rings and obtain information concerning IBN, rank condition, strong rank condition, and stably finiteness. Keywords: IBN, (strong) rank condition, stably finite
xi
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan Dalam pembahasan ruang vektor V atas lapangan F (atau lebih umum lagi atas division ring D), dapat diperoleh tiga sifat berikut. Untuk setiap ruang vektor V berdimensi n berlaku: (i) Setiap basis di V memiliki kardinalitas = n . (ii) Setiap himpunan pembangun untuk V memiliki kardinalitas ≥ n . (iii) Setiap himpunan yang bebas linear di V memiliki kardinalitas ≤ n .
Pada modul bebas atas ring R, ketiga sifat tersebut hampir kebanyakan berlaku. Namun dapat dikonstruksi suatu ring nontrivial R yang membuat sifatsifat tersebut tidak berlaku, yaitu dapat dibentuk suatu R-modul bebas M berdimensi n tetapi memiliki basis dengan kardinalitas yang berbeda. Selanjutnya, kondisi (i) dapat memotivasi munculnya definisi baru, yaitu Jumlah Basis Tetap pada suatu ring R. Ring R dikatakan memiliki sifat Jumlah Basis Tetap jika
R m ≅ R n sebagai R-modul kanan maka m = n , untuk setiap m, n ∈
+
. Kemudian
kondisi (ii), (iii) dapat memotivasi munculnya definisi kondisi rank (kuat) pada suatu ring R. Ring R dikatakan memenuhi kondisi rank jika untuk setiap n ∈
+
,
maka setiap generator-generator dari modul bebas ( R n ) memiliki kardinalitas R
≥ n , dan dikatakan memenuhi kondisi rank kuat jika himpunan yang elemen-
( )
elemennya bebas linear di modul bebas R n
R
memiliki kardinalitas ≤ n .
Untuk memahami sifat Jumlah Basis Tetap dalam ring lebih lanjut, dan untuk mengenal kelas-kelas ring yang bersifat Jumlah Basis Tetap, akan dibahas mengenai sifat/keadaan lain yaitu stabil berhingga. Ring R dikatakan ring yang stabil berhingga jika M n ( R ) adalah ring Dedekind finite untuk setiap n ∈
1
+
.
1.2 Perumusan Masalah Setelah mengetahui latar belakang dari penulisan tugas akhir ini, yaitu tiga sifat dasar yang terdapat dalam suatu ruang vector V atas lapangan F, yang kemudian memunculkan kondisi baru yaitu sifat Jumlah Basis Tetap, kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga, maka selanjutnya akan dibahas mengenai contohcontoh, syarat perlu dan cukup dari masing-masing sifat tersebut, dan kaitan satu sama lain.
1.3 Tujuan Penelitian Pada tugas akhir ini akan diperkenalkan dan dibahas mengenai ring-ring yang memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap, kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga, yang merupakan kejadian yang lebih umum dari tiga kondisi yang terdapat pada suatu ruang vektor atas lapangan. Kemudian akan dibahas juga sifat-sifat dan kaitan satu sama lain. Kemudian pada akhir tugas akhir ini, akan dibahas mengenai ring matriks triangular formal, dan akan dikaji sifat-sifat Jumlah Basis Tetap, kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga pada ring tersebut.
1.4 Tinjauan Pustaka Literatur utama yang menjadi acuan utama dalam penulisan tugas akhir ini adalah paper karangan Haghany-Varadarajan (2002) yang membahas tentang sifat Jumlah Basis Tetap dan sifat-sifatnya pada suatu ring. Di sini, disusun secara lebih spesifik, yaitu dibahas kondisi atau keadaan yang lebih kuat yaitu sifat kondisi rank (kuat) dan stabil berhingga, dengan sifat stabil berhingga ini adalah keadaan yang paling kuat. Setelah dibahas satu persatu, dibahas juga kaitan antara ketiganya. Selain menggunakan paper, tugas akhir ini juga disusun dengan menggunakan beberapa buku acuan. Buku yang mengupas banyak tentang sifat Jumlah Basis Tetap, kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga ini adalah buku karangan Lam (1991, 1999, 2000 dan 2007). Penulis menggunakan keempat buku tersebut sebagai buku rujukan utama selain paper utama tersebut di atas. AdkinsWeintraub (1992) menjadi rujukan tentang definisi modul dan barisan eksak dan 2
Dummit (2004) menjadi rujukan tentang definisi ring noether dan modul noether beserta sifat-sifatnya. Kemudian Brown (1993) menjadi rujukan tentang kaitan antara suatu rank matriks atas ring komutatif dengan solusi nontrivial dari system persamaan linear homogennya. Hasil kali tensor berperan dalam memotivasi munculnya modul datar. Oleh karena itu Hungerford (1974) dan Dauns (1994) merupakan rujukan dalam definisi dan sifat dari hasil kali tensor beserta kaitannya terhadap suatu barisan eksak pendek. Buku ini sangat membantu penulis dalam menyusun tugas akhir ini. Selain itu, penulis juga menggunakan buku karangan Berrick dan Keating (2000) dan buku karangan Bruce (2002) yang membantu penulis dalam mencari contoh ring-ring yang tidak memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap.
1.5 Cara Penelitian Dalam menyusun tugas akhir ini, pertama-tama dipelajari terlebih dahulu materi tentang sifat Jumlah Basis Tetap, kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga, dimana keempat hal tersebut merupakan landasan utama definisi maupun teorema yang ada dalam tugas akhir ini. Selanjutnya, setelah mempelajari kaitan antara keempat hal di atas, dipelajari juga ring matriks triangular formal dan mencari kaitannya dengan
sifat Jumlah Basis Tetap, kondisi rank (kuat), dan stabil
berhingga. Kemudian dipelajari juga pengertian dan sifat-sifat dari hasil kali tensor dan modul flat (datar) untuk mencari informasi sifat kondisi rank kuat pada ring matriks triangular formal.
1.6 Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pembaca dan memberikan gambaran secara umum tentang masalah yang diangkat dalam tugas akhir ini, maka diberikan sistematika penulisan sebagai berikut. Bab I merupakan pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, maksud dan tujuan, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II berisi dasar teori yang dibagi menjadi tiga subbahasan. Subbahasan pertama membahas pengertian sifat-sifat tentang ring, ring noether dan radikal 3
Jacobson, subbahasan kedua membahas pengertian modul, modul bebas, modul noether dan barisan eksak, kemudian dilanjutkan pada subbahasan tiga yang membahas bimodul, hasil kali tensor dan modul flat. Pada Bab III dibahas pengertian dan sifat-sifat dari masing-masing sifat sifat Jumlah Basis Tetap, kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga. Juga diberikan beberapa contoh di dalamnya, baik contoh yang memenuhi maupun contoh penyangkalnya. Kemudian dibahas juga mengenai kaitan satu sama lain antara sifat Jumlah Basis Tetap, kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga. Bab ini diakhiri dengan pembahasan mengenai ring matriks triangular formal dan mencari kaitannya dengan keempat sifat hal tersebut. Bab IV merupakan penutup tugas akhir ini, yang berisi kesimpulan dari keseluruhan pembahasan tugas akhir ini dan saran tentang hal yang bisa dikaji lebih jauh lagi mengenai topik dalam tesis ini.
4
BAB II DASAR TEORI Pada bab II ini akan dibahas mengenai ring noether, radikal Jacobson dan kaitan antara ideal maksimal dengan lapangan serta kaitan antara elemen invertible dengan radikal Jacobson. Kemudian akan dibahas juga mengenai modul bebas, modul noether, hasil kali tensor dan modul datar.
2.1.
Ring Noether dan Radikal Jacobson Pada bagian ini akan ditampilkan beberapa definisi yang terkait dengan teori
ring, subring, ideal, ideal maksimal, dan radikal Jacobson.
Definisi 2.1.1. Ring ( R, +,⋅) adalah himpunan tak kosong R yang dilengkapi dengan dua operasi biner, yang disebut penjumlahan dan pergandaan, yang terdefinisi di dalam R sedemikian sehingga sifat-sifat berikut terpenuhi : 1. ( R,+ ) grup komutatif (abelian). 2. Pergandaan ( ⋅ ) bersifat assosiatif. 3. Untuk setiap a , b, c ∈ R , sifat distributif kiri, a ⋅ (b + c ) = ( a ⋅ b) + ( a ⋅ c ) dan sifat distributif kanan (a + b) ⋅ c = ( a ⋅ c ) + (b ⋅ c ) terpenuhi.
Contoh 2.1.2. 1. Himpunan bilangan bulat
(
(
, +, ⋅) , bilangan rasional
(
, +, ⋅) dan bilangan riil
, +, ⋅) merupakan ring terhadap operasi penjumlahan dan pergandaan
bilangan. 2. Diberikan M n (
)
himpunan semua matriks berukuran n x n dengan elemen-
elemennya di dalam himpunan bilangan bulat
. Terhadap operasi
penjumlahan dan pergandaan matriks biasa, maka ( M n ( ring.
Terhadap operasi yang sama
5
) , + , ⋅)
merupakan
( M ( ) ,+, ⋅) dan ( M ( ) , +, ⋅) n
n
juga
merupakan ring dengan
adalah himpunan bilangan rasional dan
adalah
himpunan bilangan riil. Di bawah ini adalah definisi dari elemen unit suatu ring dan definisi ring pembagian (division ring) serta lapangan.
Definisi 2.1.3. Diketahui R ring dengan elemen satuan 1 0. Elemen u di R disebut unit R jika u mempunyai invers di R. Jika setiap elemen tak nol di R merupakan unit, maka R disebut ring pembagian (division ring atau skew field). Lapangan adalah ring pembagi yang komutatif. Ring pembagian nonkomutatif disebut lapangan miring tegas (strictly skew field).
Contoh 2.1.4. 1) Himpunan semua bilangan rasional
merupakan lapangan terhadap operasi
penjumlahan dan perkalian bilangan rasional biasa. Lebih lanjut,
(
, +, ⋅ )
merupakan division ring. 2)
p
dengan p bilangan prima merupakan lapangan terhadap operasi
penjumlahan dan perkalian modulo p. Lebih lanjut,
(
p
, +, ⋅) merupakan
division ring. merupakan ring terhadap operasi penjumlahan dan perkalian bilangan bulat
3)
biasa. Akan tetapi
bukan merupakan lapangan, karena 3 ∈
bukanlah unit.
4) Diberikan Q = {( a1 , a2 , a3 , a4 ) | ai ∈ , i = 1, 2,3, 4} . Akan ditunjukkan bahwa
(Q
, +, ⋅) merupakan division ring tetapi bukan merupakan lapangan.
Didefinisikan operasi + dan ⋅ pada Q sebagai berikut:
( a1 , a2 , a3 , a4 ) + ( b1 , b2 , b3 , b4 ) = ( a1 + b1 , a2 + b2 , a3 + b3 , a4 + b4 ) ( a1 , a2 , a3 , a4 )( b1 , b2 , b3 , b4 ) = (a1b1 − a2b2 − a3b3 − a4b4 , a1b2 + a2b1 + a3b4 − a4b3 , a1b3 + a3b1 + a4b2 − a2b4 , a1b4 + a2b3 − a3b2 + a4b1 )
6
Dari definisi di atas, dapat diketahui bahwa + dan ⋅ tersebut adalah operasi biner. Karena ring tersebut
juga
memiliki sifat asosiatif dan komutatif, maka operasi +
bersifat
asosiatif
adalah
elemen
( 0, 0, 0, 0 ) ∈ Q ( a1 , a2 , a3 , a4 ) ∈ Q
dan
komutatif.
identitas
maka juga berlaku
Perhatikan
terhadap
operasi
( −a1 , −a2 , −a3 , −a4 ) ∈ Q
bahwa +.
Jika
dengan
− ( a1 , a2 , a3 , a4 ) = ( − a1 , −a2 , − a3 , −a4 ) . Akibatnya berlaku:
( a1 , a2 , a3 , a4 ) + ( −a1 , −a2 , −a3 , −a4 ) = ( a1 , a2 , a3 , a4 ) + ( − ( a1 , a2 , a3 , a4 ) ) = ( a1 , a2 , a3 , a4 ) − ( a1 , a2 , a3 , a4 ) = ( 0, 0, 0, 0 ) Oleh karena itu karena terhadap operasi +, Q
bersifat asosiatif dan
komutatif, memiliki elemen identitas dan memiliki invers maka
(Q
, +)
adalah grup komutatif. Dengan cara yang sama, operasi ⋅ juga bersifat asosiatif. Perhatikan bahwa (1, 0, 0, 0 ) ∈ Q adalah elemen satuan dan untuk setiap 0 ≠ ( a1 , a2 , a3 , a4 ) ∈ Q Akibatnya
( a1 , a2 , a3 , a4 )
diperoleh 0 ≠ ( a12 + a2 2 + a32 + a4 2 ) = N ∈ Q .
a1 a2 a3 a4 , , , ∈ Q sehingga berlaku: N N N N
a1 − a2 − a3 − a4 a −a −a −a −a a −a −a , , , = ( a1 1 − a2 2 − a3 3 − a4 4 , a1 2 + a2 1 + a3 4 − a4 3 , N N N N N N N N N N N N −a −a a −a −a −a −a a a1 3 + a3 1 + a4 2 − a2 4 , a1 4 + a2 3 − a3 2 + a4 1 ) N N N N N N N N a12 a2 2 a32 a4 2 −a1a2 a2 a1 −a3 a4 a4 a3 =( + + + , + + + , N N N N N N N N − a1a3 a3 a1 − a4 a2 a2 a4 −a1a4 − a2 a3 a3 a2 a4 a1 + + + , + + + ) N N N N N N N N a 2 + a2 2 + a32 + a4 2 = 1 , 0, 0, 0 N =
a12 + a2 2 + a32 + a4 2 , 0, 0, 0 a12 + a2 2 + a32 + a4 2
= (1, 0, 0, 0 )
Oleh karena itu, karena terhadap operasi ⋅ , Q bersifat asosiatif, memiliki elemen satuan dan memiliki invers maka ( Q , ⋅) adalah grup. Akibatnya,
7
(Q
, +, ⋅) adalah division ring karena setiap elemen tak nolnya memiliki
invers. Perhatikan bahwa ( Q , ⋅) tidak komutatif karena berlaku:
( 0,1, 0, 0 )( 0, 0,1, 0 ) = ( 0, 0, 0,1) ≠ ( 0, 0, 0, −1) = ( 0, 0,1, 0 )( 0,1, 0, 0 ) (Q
Dengan demikian terbukti bahwa merupakan lapangan. Lebih lanjut,
, +, ⋅) division ring tetapi bukan
(Q
, +, ⋅) ini dinamakan ring real
quaternions. Berikut ini adalah definisi dari ideal maksimal, yang nantinya akan diberikan kaitannya dengan suatu lapangan.
Definisi 2.1.5. Suatu ideal (ideal kiri) M dalam suatu ring R disebut ideal maksimal jika M ≠ R dan untuk setiap ideal (ideal kiri) N dengan M ⊂ N ⊂ R , maka N = M atau N = R.
Contoh 2.1.6. 1. Jika ring R merupakan lapangan, maka {0} di R merupakan ideal maksimal, karena ideal-ideal di lapangan R hanya {0} dan R dan ideal sejatinya adalah
{0} (karena {0} ≠ R ). 2. Di dalam ring
, ideal maksimalnya adalah p
p tertentu, karena untuk sebarang ideal n p =n
dan n =
sebarang ideal n
untuk suatu bilangan prima jika p ⊆ n
di ring
maka
. Penjelasannya adalah sebagai berikut. Diambil
di ring
dengan p ⊆ n . Karena p ⊆ n
maka
untuk bilangan p tertentu berlaku p ∈ n . (yang artinya p = nk untuk suatu
k ∈ ) sehingga akan berlaku pula n = 1 atau k = 1 . Perhatikan hal-hal berikut : (i).
Jika n = 1 maka berlaku n =
(ii). Jika k = 1 maka berlaku
(karena n = 1. =
p =n
p =n ) 8
(karena
).
p = n.1 = n sehingga
Dengan demikian, terbukti bahwa p 3. Diberikan ring
6
adalah ideal maksimal di ring
. Perhatikan bahwa hanya
ideal-ideal yang memuat 6 . Karena 2 dan 3 di ring
{
maksimal di ring
6
}
6 = 0, 2, 4
maka 2
dan 3
, 2 , 3 , dan 6
. adalah
adalah ideal-ideal maksimal
{ }
6 = 0,3
adalah ideal-ideal
.
Setelah diberikan definisi dan contoh ideal maksimal dari suatu ring, akan diberikan kaitan antara ideal maksimal I dengan ring kuosien R I . Hal ini akan digunakan untuk menunjukkan bahwa setiap ring komutatif memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap.
Teorema 2.1.7. Jika R adalah ring komutatif dengan elemen satuan, maka ideal I merupakan ideal maksimal jika dan hanya jika himpunan R I merupakan lapangan. Bukti : : Diketahui ideal I merupakan ideal maksimal, yang artinya I ≠ R , dan jelas bahwa R I merupakan ring komutatif dengan elemen satuan 1 = 1 + I ∈ R I . Selanjutnya diambil sebarang 0 ≠ a ∈ R I , yang artinya a ∉ I . Akan ditunjukkan
a ∈ R I adalah unit. Perhatikan bahwa himpunan Ra + I adalah ideal di ring R karena penjumlahan ideal Ra dan ideal I juga merupakan ideal di ring R. Karena ideal I merupakan ideal maksimal, maka jelas bahwa himpunan Ra + I merupakan ideal yang memuat a karena berlaku a = 1a + 0 . Dari sini, untuk sebarang b ∈ I berlaku b = 0a + b , yang artinya b ∈ Ra + I . Dengan kata lain, ideal Ra + I memuat ideal I tetapi tidak sama dengan I karena b ∈ I dan juga
b ∈ Ra + I . Karena ideal I merupakan ideal maksimal, maka berlaku Ra + I = R karena
Ra + I ≠ I .
Akibatnya
elemen
identitas
1∈ Ra + I = R .
1 = ra + b ⇔ ra = 1 − b untuk suatu r ∈ R dan b ∈ I , maka berlaku:
9
Jika
ra = ( r + I )( a + I ) = ra + I = (1 − b ) + I = 1 + I = 1 ,
yang artinya a ∈ R I memiliki invers terhadap perkalian, yaitu r ∈ R I . Dengan kata lain, sebarang elemen tak nol di ring R I merupakan unit, yang artinya ring
R I merupakan lapangan. Dengan demikian, terbukti bahwa jika I adalah ideal maksimal di R maka R I adalah lapangan. ⇐:
Diketahui ring R I adalah lapangan, berarti ideal-idealnya hanya {0} dan ring R I sendiri. Karena ring R I merupakan lapangan, ideal I merupakan ideal sejati atau I ≠ R , karena jika ideal I bukan ideal sejati, maka I = R , sehingga ring
R I hanya memiliki satu elemen, kontradiksi bahwa ring R I memiliki minimal dua elemen. Dari sini diperoleh bahwa ideal I merupakan ideal maksimal, karena terdapat ideal
{0}
sehingga berlaku
{0} ≠ I
dan
{0} ≠ R
I tetapi
{0} ⊆ I .
Dengan demikian, terbukti bahwa jika R I adalah lapangan, maka I adalah ideal maksimal. Berikut merupakan definisi dan contoh dari ring noether. Ring-ring noether ini akan digunakan sebagai contoh dari ring-ring yang memenuhi kondisi rank kuat dan stabil berhingga.
Definisi 2.1.8. Ring R dikatakan memenuhi kondisi rantai naik jika untuk setiap rantai I1 ⊆ I 2 ⊆ I 3 ⊆ ... dari ideal-ideal di ring R, terdapat n ∈
+
sedemikian
hingga I k = I n untuk setiap k ≥ n , yang artinya rantai tersebut suatu ketika akan konstan atau berhenti. Suatu ring yang ideal-idealnya memenuhi kondisi rantai naik tersebut dikatakan sebagai ring noether. Berikut adalah cara lain menyatakan ring noether.
10
Teorema 2.1.9. Ketiga pernyataan berikut ekuivalen: a) R adalah ring noether b) Setiap himpunan (koleksi) dari ideal-ideal tak kosong di ring R memiliki elemen maksimal. c) Setiap ideal di ring R dibangun secara hingga Bukti:
(a)
(b)
kosong
Diketahui R adalah ring noether. Diambil sebarang himpunan ideal tak
{Ii }i∈
+
. Andaikan
{Ii }i∈
ideal I1 ∈ { I i }i∈ + . Karena {I i }i∈ ideal I 2 ∈ {I i }i∈
+
+
+
tidak memiliki elemen maksimal. Diambil
tidak memiliki elemen maksimal maka terdapat
sedemikian hingga I1 ⊂ I 2 . Diketahui I 2 bukan elemen
maksimal, maka terdapat ideal I 3 ∈ { I i }i∈
+
sedemikian hingga I 2 ⊂ I 3 . Dengan
cara sama seperti ini, maka dapat dibentuk rantai ideal I1 ⊂ I 2 ⊂ I 3 ⊂ ... . Rantai ideal ini naik tegas dan setiap diambil ideal I t ∈ { I i }i∈
I t +1 ∈ {I i }i∈
+
(c)
selalu dapat ditemukan
sedemikian hingga I t ⊂ I t +1 . Kontradiksi dengan yang diketahui
bahwa R adalah ring noether. Jadi, himpunan {I i }i∈
(b)
+
+
memiliki elemen maksimal.
Diketahui setiap himpunan ideal-ideal tak kosong di ring R memiliki
elemen maksimal. Diambil sebarang ideal I di ring R dan misalkan
{ J i }i∈
+
adalah himpunan ideal-ideal di ring R yang dibangun secara hingga dan termuat dalam ideal I. Jelas
{ J i }i∈
+
tidak kosong karena
{0} ∈ { J i }i∈
+
. Misalkan J k
adalah elemen maksimal di { J i }i∈ + . Diambil sebarang x ∈ I dan dibentuk ideal
J k + x , maka J k + x ∈ { J i }i∈ + . Diketahui J k adalah elemen maksimal di
{ J i }i∈
+
, maka J k = J k + x . Akibatnya x ∈ J k , dan diperoleh bahwa I = J k .
Terbukti ideal I dibangun secara hingga.
(c)
(a) :
Diketahui setiap ideal di ring R dibangun secara hingga. Diambil
sebarang rantai naik I1 ⊆ I 2 ⊆ I 3 ⊆ ...
11
dari ideal-ideal di ring R. dibentuk
I= i∈
+
I i . Diketahui setiap I i dibangun secara hingga, maka I = i∈
dibangun secara hingga, yaitu I = a1 ,..., ar diberikan m ∈
+
+
I i juga
untuk suatu ai ∈ R . Selanjutnya
sedemikian hingga ai ∈ I m untuk setiap i = 1,..., r . Akibatnya
untuk setiap n > m berlaku I n = I m . Terbukti bahwa ring R memenuhi kondisi rantai naik, atau R adalah ring noether. Berikut merupakan teorema yang berisi kaitan antara ring noether dan ring polinomialnya. Teorema ini disebut dengan Teorema Basis Hilbert. Teorema ini akan digunakan untuk membuktikan setiap ring komutatif memenuhi kondisi rank kuat.
Teorema 2.1.10. (Teorema Basis Hilbert) Jika setiap ideal di ring R dibangun secara hingga, maka setiap ideal di ring R [ x ] juga dibangun secara hingga.
Bukti: Diambil sebarang ideal I di ring R [ x ] . Andaikan I tidak dibangun secara hingga. Dibentuk himpunan ideal
{ J i }i∈
+
dengan J i = f 0 ,..., fi , f 0 ,..., f ∈ R [ x ] dan
fi +1 ∈ I − { J i } . Dari sini diperoleh suatu barisan ideal
J i ⊂ I . Dipilih
J1 ⊂ J 2 ⊂ ... ⊂ I , sehingga dapat dibentuk himpunan
{ J s }s∈
+
. Misalkan as
adalah koefisien pertama dari f s , maka dapat dibentuk ideal Diketahui
setiap
ideal
a1 , a2 , a3 ,... = b1 ,..., bn J n = f 0 ,..., f n
di
ring
R
dibangun
secara
a1 , a2 , a3 ,... .
hingga,
maka
untuk suatu bi ∈ R . Diketahui f n +1 ∈ I − { J i } dengan
dan bn +1 =
n k =0
ck bk , ck ∈ R . Misalkan
g=
n k =0
ck f k x uk
dengan
uk = deg ( f n +1 ) − deg ( f k ) . Diketahui deg ( g ) − deg ( f n +1 ) dan koefisien pertama dari g dan f n +1 sama, maka deg ( f n +1 − g ) < deg ( f n +1 ) dengan f n +1 − g ∈ I − { J n } . Hal ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa f n +1 merupakan polinomial dengan
12
derajat terkecil. Jadi, yang benar adalah I = f1 ,..., f n . Terbukti setiap ideal di ring R [ x ] dibangun secara hingga. Teorema Basis Hilbert tersebut dapat dinyatakan secara ekuivalen dengan pernyataan bahwa jika R adalah ring noether maka ring polinomial R [ x ] juga merupakan ring noether. Selanjutnya akan diberikan contoh ring noether, yaitu sebagai berikut.
Contoh 2.1.11. a) Ring
merupakan ring noether, karena setiap idealnya termuat dalam suatu
ideal maksimal p
untuk suatu bilangan prima p. Akibatnya setiap rantai
idealnya akan berhenti di p
tersebut.
b) Setiap lapangan adalah ring noether, karena ideal di lapangan hanya nol dan dirinya sendiri. Lemma berikut menjelaskan bahwa R ≅ End ( RR ) , yang akan digunakan dalam pembuktian setiap ring stabil berhingga merupakan ring Dedekind finite, dan sebaliknya.
Lemma 2.1.12. Untuk suatu ring R berlaku R ≅ End ( RR ) . Bukti: Perhatikan bahwa terdapat α : R → End ( RR ) dengan r
α ( r ) = fr untuk setiap
r ∈ R dan ( ∀x ∈ R ) , f r ( x ) = rx . Akan dibuktikan α adalah suatu isomorfisma, dengan penjelasan sebagai berikut: i) α terdefinisi dengan baik. Perhatikan bahwa untuk sebarang r1 , r2 ∈ R berlaku
α ( r1 + r2 ) = f r + r 1
2
dan
untuk
13
sebarang
x∈R
berlaku
f r1 + r2 ( x ) = ( r1 + r2 ) x = r1 x + r2 x = f r1 ( x ) + f r2 ( x )
sehingga
dapat
diperoleh
α ( r1 + r2 ) = f r + r = f r + f r = α ( r1 ) + α ( r2 ) . 1
ii) α
2
1
2
surjektif, karena untuk setiap y ∈ End ( RR ) terdapat x ∈ R dengan
y = fx = α ( x) . iii) α injektif, karena untuk setiap r1 , r2 ∈ R dengan α ( r1 ) = α ( r2 ) akan berakibat
α ( r1 ) = α ( r2 ) ⇔ f r = f r 1
2
dan
untuk
sebarang
x∈ R
berlaku
f r1 ( x ) = f r2 ( x ) ⇔ r1 x = r2 x ⇔ r1 = r2 . Dengan demikian terbukti bahwa α adalah suatu isomorfisma, yang berarti
R ≅ End ( RR ) . Berikut merupakan definisi dan contoh dari lemma Zorn. Pembahasan mengenai lemma lemma Zorn ini akan digunakan untuk menjamin eksistensi suatu ideal maksimal dalam suatu ring, yang akan digunakan untuk membuktikan bahwa setiap ring komutatif tak nol memiliki sifat Jumlah Basis Tetap.
Lemma 2.1.13. (Lemma Zorn) Jika setiap rantai dalam suatu himpunan terurut parsial ( S , ≤ ) memiliki batas atas di S, maka S memuat suatu elemen maksimal. Berikut merupakan definisi dan contoh dari radikal Jacobson. Pembahasan ini akan digunakan untuk menunjukkan bahwa ring kuosien R I adalah ring stabil berhingga untuk suatu ring stabil berhingga R, tetapi dengan syarat I ⊆ rad ( R ) .
Definisi 2.1.14. Radikal Jacobson dari suatu ring R, disimbolkan dengan rad ( R ) =
{
i
}
M i | M i ideal maksimal kiri di R , adalah irisan dari semua ideal
kiri maksimal dari ring R. Jika R ≠ 0, maka eksistensi ideal kiri maksimal dijamin selalu ada oleh Lemma Zorn.
14
Contoh 2.1.15. 1) Radikal Jacobson untuk sebarang lapangan F adalah
{0}
sebarang lapangan adalah
{0} ,
karena ideal di
dan F sendiri. Dengan demikian irisan dari
semua idealnya adalah ideal {0} . 2) Radikal Jacobson untuk
(
maksimal di ring
(
, +, ⋅) juga
, +, ⋅) adalah p
{0} ,
karena bentuk sebarang ideal
dengan p adalah bilangan prima,
sehingga irisan dari ideal-ideal maksimal tadi adalah {0} .
{ } {0, 3} ideal-ideal sehingga diperoleh rad ( ) = {0, 2, 4} ∩ {0, 3} = {0} . maksimal di ring adalah {0, 2, 4, 6} , karena satu-satunya ideal 4) Radikal Jacobson untuk ring maksimal di ring adalah {0, 2, 4, 6} .
3) Radikal Jacobson untuk ring
6
. Perhatikan bahwa 0, 2, 4
6
6
8
8
Setelah mengetahu definisi dan contoh dari radikal Jacobson, akan diberikan dua lemma yang terkait dengan radikal Jacobson, yang menunjukkan bahwa jika
a ∈ rad ( R ) maka untuk setiap b ∈ R , 1 − ab dan 1 − ba adalah unit. Hal ini akan digunakan dalam pembuktian bahwa jika x ∈ R adalah elemen yang invertible kiri (atau kanan), maka x ∈ R rad ( R ) adalah eleman yang invertible kiri (atau kanan), dan sebaliknya.
Lemma 2.1.16. Jika diberikan ring R dan a ∈ R , maka kondisi-kondisi berikut ekuivalen: (a)
a ∈ rad ( R )
(a’) a ∈
M dengan M adalah ideal maksimal kiri.
(b) Untuk setiap b ∈ R , 1 − ab mempunyai invers dua sisi (b’) Untuk setiap b ∈ R , 1 − ab mempunyai invers kanan (c) Untuk setiap b ∈ R , 1 − ba mempunyai invers dua sisi 15
(c’) Untuk setiap b ∈ R , 1 − ba mempunyai invers kiri
Bukti : (a)
(b’)
Diketahui a ∈ rad ( R ) , akan ditunjukkan 1 − ab mempunyai invers kanan dalam R untuk setiap b ∈ R . Selanjutnya diambil sebarang b ∈ A , dan diandaikan 1 − ab tidak mempunyai invers kanan dalam R. Akibatnya, untuk setiap c ∈ R berlaku
(1 − ab ) c ≠ 1 .
Berarti terdapat ideal maksimal kanan I = 1 − ab
dalam ring R
yang tidak memuat 1 tetapi 1 − ab ∈ I . Karena a ∈ rad ( R ) ⊆ I maka ab ∈ I , sehingga akan berakibat:
= 1∈ I . (1 − ab )+ ab ∈I ∈I
Jika 1 ∈ I , maka I = R , karena untuk setiap a ∈ R berlaku a.1 = a ∈ I . Telah terjadi kontradiksi bahwa I
adalah ideal maksimal di ring R, sehingga
pengandaian salah dan yang benar adalah 1 − ab mempunyai suatu invers kanan dalam R. Dengan demikian terbukti jika a ∈ rad ( R ) maka 1 − ab memiliki invers kanan untuk setiap b ∈ R . (b’)
(a)
Diketahui untuk setiap b ∈ A , 1 − ab mempunyai invers kanan dalam R, akan ditunjukkan a ∈ rad ( R ) . Selanjutnya, diandaikan a ∉ rad ( R ) maka akan terdapat I ideal maksimal kanan dalam ring R yang tidak memuat a sehingga
a + I ≠ I dan I + aR adalah ideal kanan yang memuat I. Karena I ideal maksimal kanan dan I + aR ⊇ I maka berakibat I + aR = R . Dikarenakan b ∈ R dan 1 ∈ R maka terdapat x ∈ I sedemikian hingga 1 = x + ab ⇔ x = 1 − ab ∈ I yang berarti 1 − ab tidak punya invers (ideal I memuat unit ⇔ I = R). Jadi terdapat kontradiksi dengan yang diketahui, dan dengan demikian terbukti bahwa a ∈ rad ( R ) . (b) ⇔ (c) adalah konsekuensi dari implikasi sederhana berikut : (i) Jika (1 − cd ) x = 1 maka (1 − dc )(1 + dxc ) = 1 (ii) Jika y (1 − cd ) = 1 maka (1 + dyc )(1 − dc ) = 1
16
Perhatikan bahwa:
(1 − cd ) x = 1
artinya x adalah invers kanan dari 1 − cd , dan berlaku
(1 − cd ) x = 1 ⇔ x − cdx = 1 ⇔ x = 1 + cdx . Dari sini diperoleh: (1 − dc )(1 + dxc ) = 1 − dc + dxc − dcdxc = 1 − dc + d (1 + cdx ) c − dcdxc = 1 − dc + dc + dcdxc − dcdxc =1 Dengan demikian terbukti (i), yaitu jika (1 − cd ) x = 1 maka (1 − dc )(1 + dxc ) = 1 , yang artinya jika 1 − cd memiliki invers kanan, maka 1 − dc juga mempunyai invers kanan. Selanjutnya, y (1 − cd ) = 1 artinya y adalah invers kiri dari 1 − cd , dan berlaku
y (1 − cd ) = 1 ⇔ y − ycd = 1 ⇔ y = 1 + ycd . Dari sini diperoleh:
(1 + dyc )(1 − dc ) = 1 − dc + dyc − dycdc = 1 − dc + d (1 + ycd ) c − dycdc = 1 − dc + dc + dycdc − dycdc =1 Dengan demikian terbukti (ii), yaitu jika y (1 − cd ) = 1 maka (1 + dyc )(1 − dc ) = 1 , yang berarti bahwa jika 1 − cd memiliki invers kiri maka 1 − dc juga mempunyai invers kiri. (b’)
(b)
Akan ditunjukkan 1 − ab memiliki invers kanan maka 1 − ab mempunyai invers kiri dan kanan, yang berarti akan ditunjukkan 1 − ab mempunyai invers kiri. Perhatikan bahwa jika 1 − ab memiliki invers kanan maka ∃c ∈ R sedemikian sehingga berlaku:
(1 − ab ) c = 1 ⇔ c − abc = 1 ⇔ c = 1 + abc = 1 − a ( −bc ) . Karena
(b’)
maka
terdapat
d ∈R
(1 − a ( −bc ) ) d = 1 ⇔ d + abcd = (1 + abc ) d = cd = 1 . bahwa
sedemikian
Kemudian perhatikan juga
1 = cd = (1 + abc ) d = d + abcd = d + ab.1 = d + ab ,
17
sehingga
sehingga
dapat
diperoleh 1 = d + ab ⇔ d = 1 − ab
dan berakibat cd = c (1 − ab ) = 1 . Dengan
demikian terbukti bahwa terdapat c ∈ R sedemikian sehingga c adalah invers kiri dari 1 − ab . (c’)
(c) dengan cara analog:
Untuk setiap b ∈ R , diketahui 1 − ba memiliki invers kiri dan akan ditunjukkan 1 − ba memiliki invers kiri dan kanan dalam R. Hal ini berarti tinggal ditunjukkan bahwa 1 − ba mempunyai invers kiri. Jika 1 − ba memiliki invers kiri, maka terdapat p ∈ R sedemikain sehingga p (1 − ba ) = 1 . Perhatikan bahwa:
⇔ p (1 − ba ) = 1 ⇔ p − pba = 1
.
⇔ p = 1 + pba = 1 − p ( −ba ) Menurut
(c’),
maka
terdapat
q∈R
sedemikian
sehingga
q (1 − p ( −ba ) ) = 1 ⇔ q + qpba = q (1 + pba ) = qp = 1 . Hal ini akan berakibat 1 = q + qpba = q + 1.ba = q + ba ⇔ q = 1 − ba , sehingga diperoleh
(1 − ba ) p = 1.
Dengan kata lain 1 − ba mempunyai invers kanan. (c’)
(a’)
Diketahui untuk setiap b ∈ R , 1 − ba memiliki invers kiri. Akan ditunjukkan
a∈
M dengan M adalah ideal maksimal kiri. Selanjutnya jika diandaikan
a∉
M maka a∉ M untuk suatu M ideal maksimal kiri dari R, yang berarti
a + M ≠ M . Dibentuk Ra + M yang merupakan ideal kiri dari R yang memuat M maka Ra + M = R karena M
adalah ideal maksimal, sehingga 1 ∈ R dapat
dinyatakan sebagai 1 = ba + y untuk suatu y ∈ M . Dikarenakan M adalah ideal kiri, pastilah M tidak memuat elemen unit, yang berarti bahwa y tidak memiliki invers, dan akibatnya adalah y = 1 − ba tidak memiliki invers (kontradiksi dengan yang diketahui). Jadi, pengandaian salah dan yang benar adalah a ∈
M dengan
M adalah ideal maksimal kiri. (b)
(b’) dan (c)
(c’) jelas karena memiliki invers dua sisi artinya adalah
memiliki invers kanan sekaligus memiliki invers kiri.
18
Oleh karena itu, ekuivalensi enam pernyataan di atas akan berakibat sebagai berikut, yaitu jika y ∈ rad R maka 1 − xyz ∈ U ( R ) untuk setiap x, z ∈ R . Hal ini akan digunakan dalam pembuktian bahwa x ∈ R adalah elemen invertible kiri (atau kanan) jika dan hanya jika x ∈ R rad ( R ) adalah elemen invertible kiri (atau kanan). Untuk selanjutnya, U { R} adalah himpunan yang memuat semua elemen unit di ring R, M n ( R ) adalah himpunan matriks berukutan n × n atas ring R, dan rad ( M n ( R ) ) adalah himpunan yang isinya adalah irisan dari ideal-ideal maksimal di ring M n ( R ) . Akibat berikut diperlukan dalam pembuktian bahwa 1 + rad ( R ) ⊆ U ( R ) yang akan digunakan untuk membuktikan jika x ∈ R invertible kiri (atau kanan) maka x ∈ R rad ( R ) juga invertible kiri (atau kanan), dan sebaliknya.
Akibat 2.1.17. Diketahui R suatu ring dan U(R) himpunan semua elemen unit ring R . Untuk y ∈ R , pernyataan berikut ekuivalen: (1) y ∈ rad R (2) 1 − xyz ∈ U ( R ) untuk sebarang x, z ∈ R .
Bukti:
(1)
( 2) :
Diketahui y ∈ rad R . Diambil sebarang x, z ∈ R . Karena rad R adalah ideal maka xy ∈ rad ( R ) . Berdasarkan Lemma 2.1.13, diperoleh 1 − ( xy ) z ∈ U ( R ) . Jadi, jika y ∈ rad R maka 1 − xyz ∈ U ( R ) untuk sebarang x, z ∈ R .
( 2)
(1) :
Diketahui
untuk
sebarang
x, z ∈ R ,
1 − xyz ∈ U ( R ) .
Perhatikan
bahwa
1 − xyz ∈ U ( R ) bisa dinyatakan sebagai 1 − x ( yz ) ∈ U ( R ) untuk sebarang x ∈ R ,
19
dan berdasarkan Lemma 2.1.13 diperoleh yz ∈ rad ( R ) . Karena berlaku untuk sebarang z ∈ R , dengan mengambil z = 1 , terbukti bahwa y1 = y ∈ rad ( R ) . Jadi, terbukti jika 1 − x ( yz ) ∈ U ( R ) untuk sebarang x, z ∈ R maka y ∈ rad ( R ) . Akibat berikut akan digunakan untuk membuktikan jika x ∈ R rad ( R ) invertible kiri (atau kanan) maka x ∈ R invertible kiri (atau kanan).
Akibat 2.1.18. Untuk sebarang ring R berlaku 1 = 1 + rad ( R ) ⊆ U ( R ) . Bukti: Diambil sebarang y ∈ rad ( R ) . Karena rad R adalah ideal maka yz ∈ rad ( R ) untuk sebarang z ∈ R . Berdasarkan Lemma 2.1.13, diperoleh 1 − x ( yz ) ∈ U ( R ) untuk sebarang x ∈ R , dan saat diambil x = −1 , akan diperoleh 1 + ( yz ) ∈ U ( R ) . Jadi, terbukti 1 = 1 + rad ( R ) ⊆ U ( R ) . Proposisi berikut diperlukan dalam pembuktian ring R adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika R I adalah ring stabil berhingga, tetapi dengan syarat I ⊆ rad ( R ) .
Proposisi 2.1.19. Suatu elemen x ∈ R invertible kiri (atau kanan) jika dan hanya jika elemen x ∈ R rad ( R ) invertible kiri (atau kanan). Bukti: Diketahui elemen x ∈ R invertibel kiri, berarti terdapat y ∈ R dengan yx = 1 ∈ R . Perhatikan bahwa:
yx = ( y + rad ( R ) ) ( x + rad ( R ) ) = yx + rad ( R )
= 1 + rad ( R ) = 1, 20
yang artinya y x = 1 atau elemen x ∈ R rad ( R ) invertible kiri. Untuk bagian invertbel kanan caranya analog dengan bagian invertible kiri. Dengan demikian terbukti bahwa jika elemen x ∈ R invertible kiri (atau kanan) maka elemen x ∈ R rad ( R ) juga invettibel kiri (atau kanan). ⇐ Diketahui elemen x ∈ R rad ( R ) invertible kiri. Berarti terdapat y ∈ R rad ( R ) dengan y x = 1 ∈ R rar ( R ) . Akibatnya akan diperoleh y x ⊆ 1 yang artinya
yx ∈1 + rad ( R ) ⊆ U ( R rad ( R ) ) . Dari sini akan berakibat yx ∈ U ( R ) dan yx = 1 untuk suatu unit 1∈ U ( R ) . Jadi, terbukti bahwa elemen x ∈ R invettibel kiri. Untuk bagian invertbel kanan caranya analog dengan bagian invertible kiri. Dengan demikian terbukti bahwa jika elemen x ∈ R rad ( R ) invertible kiri (atau kanan) maka elemen x ∈ R juga invettibel kiri (atau kanan). Lemma berikut juga diperlukan dalam pembuktian bahwa jika ring R adalah ring stabil berhingga maka ring R I adalah ring stabil berhingga, dan sebaliknya, tetapi dengan syarat I ⊆ rad ( R ) .
Lemma 2.1.20. Untuk suatu ring R berlaku rad ( M n ( R ) ) = M n ( rad ( R ) ) . Bukti: a) Akan ditunjukkan rad ( M n ( R ) ) ⊇ M n ( rad ( R ) ) , Akan dibuktikan bahwa jika a ∈ rad ( R ) maka aEij ∈ rad ( M n ( R ) ) , yaitu N = I − M .aEij adalah matriks invertible untuk setiap matriks M ∈ M n ( R ) dengan Eij adalah matriks unit. Misalkan M =
mkl Ekl , maka berlaku:
N = I − M .aEij = I − (
mkl Ekl ) aEij = I −
21
mki aEkj = I − m ji aE jj − k
k≠ j
mki aEkj
Jika
(1 − m a ) ji
−1
dituliskan sebagai 1 − b untuk suatu b ∈ R , maka matriks
I − bE jj adalah invers dari matriks I − m ji aE jj , sehingga berakibat:
( I − bE ) N = ( I − bE ) jj
jj
I − m ji aE jj −
= I I − m ji aE jj − = I − m ji aE jj − = I − ( I − bE jj ) =I− I k≠ j
=I− k≠ j
=I− k≠ j
k≠ j
k≠ j
k≠ j
k≠ j
mki aEkj
mki aEkj − bE jj I − m ji aE jj −
k≠ j
mki aEkj
mki aEkj − bE jj I − bE jj m ji aE jj − bE jj
k≠ j
mki aEkj
mki aEkj
mki aEkj − bE jj
mki aEkj − bE jj
k≠ j
k≠ j
mki aEkj
mki aEkj
mki aEkj
Karena matriks I −
I+
k≠ j
k≠ j
mki aEkj adalah matriks invertible (dengan inversnya adalah
mki aEkj ), maka berakibat bahwa matriks N juga inbertibel. Hal ini
menunjukkan bahwa rad ( M n ( R ) ) ⊇ M n ( rad ( R ) ) . b) Selanjutnya akan ditunjukkan rad ( M n ( R ) ) ⊆ M n ( rad ( R ) ) . Misalkan dituliskan rad ( M n ( R ) ) = M n (
R. Untuk suatu a ∈
)
dimana
adalah suatu ideal di ring
berlaku a.I ∈ rad ( M n ( R ) ) sehingga I − b.aI = (1 − ba ) I
juga invertible untuk sebarang b ∈ R . Hal ini berakibat bahwa 1 − ba memiliki invers di ring R, dan berakibat a ∈ rad ( R ) . Akibatnya, diperoleh sehingga terbukti bahwa rad ( M n ( R ) ) ⊆ M n ( rad ( R ) ) .
22
⊆ rad ( R ) ,
2.2.
Modul, Modul Bebas, Modul Noether dan Barisan Eksak
Selanjutnya akan diberikan definisi modul, kemudian modul bebas, dan barisan eksak beserta contohnya. Sifat-sifat barisan eksak ini akan terkait sekali dengan pembahasan kondisi rank, kondisi rank kuat, dan modul datar.
Definisi 2.2.1. Diberikan ring komutatif R dengan elemen satuan dan grup komutatif M yang dilengkapi operasi biner yang memetakan R x M → M . Himpunan M disebut R-modul (uniter) jika memenuhi aksioma-aksioma di bawah ini : (i).
r1 (m1 + m2 ) = r1m1 + r2 m2
(ii).
( r1 + r2 ) m1 = r1m1 + r2 m1
(iii). (r1r2 ) m1 = r1 (r2 m1 ) (iv). 1R m1 = m1
untuk setiap m1 , m2 ∈ M dan r1 , r2 ∈ R .
Contoh 2.2.2. 1) Setiap ring R adalah R-modul. 2) Untuk suatu ideal N di ring komutatif R, maka
( N, +)
dapat dipandang
sebagai R-modul, di mana untuk suatu r ∈ R , α ∈ N , rα merupakan perkalian ring biasa antara r dan α . Sebelumnya akan dijelaskan proses konstruksi dari ring matriks triangular formal. Dari ring A, B, ( B, A) -bimodul M dapat dibentuk ring:
T=
A M
0 = B
a 0 | a ∈ A, b ∈ B, m ∈ M m b
yang disebut ring matriks triangular formal. Operasi penjumlahan dan pergandaan pada ring T adalah sebagai berikut: a)
a
0
m b
+
a' 0 m' b'
=
a + a'
0
m + m' b + b'
23
b)
a
0
a' 0
m b
untuk setiap
m' b' a
0
m b
,
=
aa '
0
ma ' + bm ' bb '
a' 0 m' b'
∈ T . Selanjutnya dibentuk homomorfisma ring
a 0 m b
kanonik α : T → AxB dengan
α
a 0 m b
= ( a, b ) dan dibentuk juga
β ( ( a, b ) ) =
pemetaan embedding kanonik β : AxB → T dengan ( a, b )
a 0 0 b
.
Berikut merupakan definisi dan contoh bimodul. Hal ini akan digunakan dalam pembahasan sifat-sifat ring matriks triangular formal
A
0
M
B
atas suatu ( A, B ) -
bimodul M.
Definisi 2.2.3. Diberikan ring-ring A dan B. Suatu grup abelian M disebut
( A, B ) − bimodul,
dinotasikan
A
M B , jika M adalah A-modul kiri dan B-modul
kanan serta berlaku ( am ) b = a ( mb ) untuk setiap a ∈ A, m ∈ M , dan b ∈ B .
Contoh 2.2.4. 1) Setiap ring A adalah bimodul atas dirinya sendiri, dinotasikan A AA . 2) Setiap A-modul kanan M adalah suatu
(
, A ) − bimodul, dinotasikan
M = MA . 3) Untuk suatu R-modul kiri M dan S = End R ( M ) , M adalah ( R, S ) -bimodul. Perhatikan bahwa M adalah S-modul kanan dengan definisi operasi perkalian skalarnya mf = f ( m ) untuk setiap m ∈ M dan f ∈ End R ( M ) . Dari suatu v = {v1 ,..., vn } ⊆ V dimana V adalah ruang vektor atas lapangan F berdimensi n, dapat dikonstruksikan suatu transformasi linear Lv : F n → V
24
dengan definisi
Lv (ξ ) =
n i =1
untuk setiap ξ = (ξ1 ,..., ξ n ) ∈ F n . Berikut
viξi
merupakan kaitan antara v = {v1 ,..., vn } dan Lv tersebut.
Proposisi 2.2.5. Diberikan ruang vektor V atas lapangan F. Setiap himpunan
v = {v1 ,..., vn } ⊆ V membentuk suatu transformasi linear Lv : F n → V dengan n
Lv (ξ ) = v1ξ1 + ... + vnξ n =
i =1
viξi . Relatif terhadap transformasi linear ini berlaku:
a) Lv suatu epimorfisma ⇔ v generator V. b) Lv suatu monomorfisma ⇔ v bebas linear di V. c) Lv suatu isomorfisma ⇔ v basis di V.
Bukti: Akan dibuktikan terlebih dahulu bahwa Lv adalah transformasi linear. Diambil sebarang ξ ,η ∈ F n dan k ∈ F . Perhatikan bahwa:
Lv (ξ + η ) = Lv (ξ k ) = Lv ( kξ ) =
n i =1 n i =1 n i =1
vi (ξi + ηi ) =
n i =1
n
vi (ξi k ) =
i =1
vi ( kξi ) = k
viξi +
n i =1
viηi = Lv (ξ ) + Lv (η )
viξi k = ( Lv (ξ ) ) k n
i =1
viξi = k ( Lv (ξ ) )
Jadi, terbukti bahwa Lv adalah transformasi linear. a) Akan ditunjukkan Lv suatu epimorfisma jika dan hanya jika v generator V, dengan pembuktian sebagai berikut: Lv epimorfisma ⇔ V = Lv ( F n )
⇔ V = { Lv (ξ ) | ξ ∈ F n } n
⇔V =
i =1
viξ i | ξ i ∈ F , vi ∈ V , i = 1,..., n
⇔ V = {v1ξ1 + ... + vnξ n | ξ i ∈ F , vi ∈ V , i = 1,..., n} ⇔V =
{v1 ,..., vn }
⇔V = v
25
Jadi, terbukti Lv suatu epimorfisma jika dan hanya jika v generator V. b) Akan ditunjukkan Lv suatu monomorfisma jika dan hanya jika v bebas linear di V, dengan pembuktian sebagai berikut: Lv monomorfisma ⇔ ( ∀ξ ,η ∈ F n ) , Lv (ξ ) = Lv (η ) ⇔ ( ∀ξ ,η ∈ F n ) , ⇔ ( ∀ξ ,η ∈ F n ) , ⇔ ( ∀ξ ,η ∈ F n ) ,
n i =1
viξi = n
i =1 n i =1
⇔ ( ∀ (ξ − η ) ∈ F n ) ,
n i =1
viξi −
ξ =η
viηi
n i =1
ξi = ηi , (1 ≤ i ≤ n )
viηi = 0
vi (ξi − ηi ) = 0 n i =1
vi (ξi − ηi ) = 0
(ξi − ηi ) = 0, (1 ≤ i ≤ n ) (ξi − ηi ) = 0, (1 ≤ i ≤ n ) v1 = ... = vn = 0
⇔ v bebas linear di V Jadi, terbukti Lv suatu monomorfisma jika dan hanya jika v bebas linear di V.
c) Akan ditunjukkan Lv suatu isomorfisma jika dan hanya jika v basis di V, dengan pembuktian sebagai berikut:
Lv isomorfisma ⇔ Lv epimorfisma dan Lv monomorfisma ⇔ Berdasarkan a) dan b), v generator dan bebas linear di V ⇔ v basis di V Jadi, terbukti Lv suatu isomorfisma jika dan hanya jika v generator dan bebas linear di V. Selanjutnya, akan diberikan definisi basis dan modul yang memiliki basis, yakni modul bebas.
Definisi 2.2.6. Misalkan M adalah R-modul. Himpunan S ⊆ M adalah basis dari M jika S membangun M dan S bebas linear. Suatu R-modul M disebut modul bebas jika M mempunyai basis. Contoh-contoh modul bebas adalah sebagai berikut.
26
Contoh 2.2.7. a) Setiap ruang vektor V atas lapangan F adalah F-modul bebas. b) R [ x ] adalah R-modul bebas dengan basis {1, x, x 2 , ... } . c) R n = R ⊕ R ⊕ ... ⊕ R adalah R-modul bebas dengan basis
{e1 , e2 , e3 , ... , en }
dimana e1 = (1, 0, 0,..., 0 ) , e2 = ( 0,1, 0,..., 0 ) , e3 = ( 0, 0,1,..., 0 ) ,..., en = ( 0,..., 0, 0,1) n
n
n
n
Berikut adalah definisi dan contoh dari rank dan free-rank dari suatu modul.
Definisi 2.2.8. a) Suatu R-modul M dikatakan dibangun secara hingga jika M = S
untuk
suatu himpunan bagian berhingga S di M. Rank dari M, dinotasikan µ ( M ) , adalah jumlah elemen minimal dari generator-generator di M jika M adalah modul yang dibangun secara hingga, dan µ ( M ) = ∞ jika M bukan modul yang dibangun secara hingga. b) Untuk
suatu
R-modul
bebas
M,
free-rank
dari
M,
dinotasikan
free − rank R ( M ) adalah kardinalitas minimal dari suatu basis di M. Contoh 2.2.9. 1) Jika modul M ≠ 0 siklik maka µ ( M ) = 1 . Perhatikan bahwa untuk suatu bilangan prima p merupakan modul siklik, karena
µ(
p
-modul p
p
= p . Jadi,
) = 1.
2) Diberikan ring R dan R n = {( a1 ,..., an ) | ai ∈ R, ∀i}
adalah R-modul bebas
dengan operasi jumlahan dan perkalian skalar biasa. Karena basis dari R n adalah {e1 ,..., en } maka µ ( R n ) = n .
27
Berikut merupakan definisi dan contoh dari ajabar. Hal ini akan digunakan untuk menunjukkan bahwa setiap ring komutatif memenuhi sifat kondisi rank kuat.
Definisi 2.2.10. Aljabar atas lapangan F atau F-aljabar merupakan sebuah Fruang vektor V yang dilengkapi dengan operasi perkalian pada himpunan vektor V, dan memenuhi kondisi: 1. ( kα ) β = k (αβ ) = α ( k β ) 2. (α + β )γ = αγ + βγ 3. α ( β + γ ) = αβ + αγ 4. (αβ )γ = α ( βγ ) untuk setiap k ∈ F dan α , β , γ ∈ V .
Contoh 2.2.11. a) Setiap lapangan F merupakan F-aljabar, dimana operasi penjumlahan dan perkaliannya seperti yang terdefinisi dalam lapangannya. Demikian pula dengan operasi perkalian skalar. Misalkan diambil lapangan 3
adalah
3
2
, maka
-aljabar.
b) Sebarang ring dengan elemen identitas adalah ring
3
, maka
2
adalah
-aljabar. Misalkan diambil
-aljabar.
Berikut merupakan definisi dan contoh dari modul noether. Pembahasan ini akan digunakan untuk menunjukkan bahwa untuk suatu n ∈
+
dan ring noether R, R n
adalah R-modul noether.
Definisi 2.2.12. R adalah R-modul noether kanan (kiri) jika R adalah ring noether kanan (kiri). Berikut merupakan cara lain menyatakan modul noether, yaitu modul noether yang dipandang dari koleksi submodul- submodul tak kosongnya dan pembangun dari setiap submodulnya. 28
Proposisi 2.2.13. Untuk suatu modul M, kondisi-kondisi berikut ekuivalen: a) M adalah modul noether. b) Setiap himpunan (koleksi) dari submodul-submodul tak kosong di M memiliki elemen maksimal. c) Setiap submodul di M dibangun secara hingga Proposisi berikut digunakan untuk menunjukkan bahwa sebarang jumlahan langsung dari modul-modul noether merupakan modul noether.
Proposisi 2.2.14. Diberikan B adalah submodul A. A adalah modul noether jika dan hanya jika B dan A B adalah modul noether.
Bukti: Diketahui A adalah modul noether. Karena setiap rantai naik submodulsubmodul di B juga merupakan rantai naik di A, karena A adalah modul noether maka B juga noether. Kemudian jika C1 ⊆ C2 ⊆ ... adalah rantai naik dari submodul-submodul di A B , maka setiap submodul Ci berbentuk Ai B untuk suatu submodul Ai di A yang memuat B dan berlaku A1 ⊆ A2 ⊆ ... . Karena A adalah
modul
noether
maka
terdapat
n∈
+
sedemikian
hingga
Ai = An , ( ∀i ≥ n ) . Akibatnya berlaku Ci = Cn , ( ∀i ≥ n ) , yang artinya A B adalah modul noether.
⇐ Diketahui B dan A B adalah modul-modul noether. Diambil sebarang rantai naik A1 ⊆ A2 ⊆ ... untuk suatu submodul Ai di A. Perhatikan bahwa terdapat rantai-rantai submodul:
A1 ∩ B ⊆ A2 ∩ B ⊆ ... di B, dan ( A1 + B ) B ⊆ ( A2 + B ) B ⊆ ... di A B . Karena B dan A B adalah modul-modul noether, maka terdapat n ∈ sedemikian hingga
Ai ∩ B = An ∩ B dan
( Ai + B )
B = ( An + B ) B , ( ∀i ≥ n ) .
Akibatnya berlaku Ai + B = An + B, ( ∀i ≥ n ) . Perhatikan juga bahwa:
29
+
Ai = Ai ∩ ( Ai + B ) = Ai ∩ ( An + B ) = An + ( Ai ∩ B ) = An + ( An ∩ B ) = An . Dengan demikian terbukti bahwa A adalah modul noether. Akibat-akibat di bawah ini akan digunakan untuk menunjukkan jika R adalah ring noether maka R n adalah R-modul noether.
Akibat 2.2.15. Sebarang jumlahan langsung berhingga dari modul-modul noether merupakan modul noether.
Bukti: Dengan menggunakan induksi, cukup dibuktikan jika A1 dan A2 adalah modulmodul noether maka A = A1 ⊕ A2 juga modul noether. Perhatikan bahwa modul
A = A1 ⊕ A2 memiliki submodul B = A1 ⊕ 0 sedemikian hingga B ≅ A1 dan A B = A2 . Karena A1 dan A2 adalah modul-modul noether maka B ≅ A1 dan A B = A2
juga
modul-modul
noether.
Berdasarkan
Proposisi
2.2..14,
A = B ⊕ A B adalah modul noether. Akibat 2.2.16. Jika R adalah ring noether kanan, maka sebarang R-modul kanan yang dibangun secara hingga adalah modul noether.
Bukti: Jika A adalah suatu R-modul kanan yang dibangun secara hingga, maka berlaku
A ≅ F K untuk suatu R-modul kanan bebas F yang dibangun secara hingga dan suatu submodul K di F. Karena F adalah R-modul bebas yang dibangun secara hingga maka F isomorfis dengan suatu jumlahan langsung berhingga dari Rmodul noether R dan berdasarkan Akibat 2.2.15, F adalah modul noether. Akibatnya berdasarkan Proposisi 2.2.14, A adalah modul noether. Berikut merupakan contoh-contoh modul noether.
30
Contoh 2.2.17. a)
adalah
-modul noether.
b) Sebarang ruang vektor V berdimensi hingga n atas lapangan K adalah Kmodul noether, karena rantai naik dari submodul-submodul (subruang vektor) tidak dapat memuat subruang vektor dengan dimensi ( n + 1) . c) Sebarang ruang vektor V atas lapangan K berdimensi hingga adalah K-modul noether. Selanjutnya, akan dibahas mengenai barisan eksak (pendek) dan contohcontohnya. Perhatikan kembali bahwa pembahasan mengenai barisan eksak ini tidak akan terlepas dari pembahasan modul datar (flat) di bawah.
Definisi 2.2.18. f g a) Suatu pasangan homomorfisma modul A → B → C dikatakan eksak di B
jika berlaku Im ( f ) = Ker ( g ) . f g b) Jika 0 → A → B → C → 0 adalah barisan eksak, maka dikatakan
bahwa barisan tersebut adalah barisan eksak pendek. f g → A → B → C → 0 dikatakan split jika barisan tersebut c) Barisan 0
eksak dan Im ( f ) = Ker ( g ) adalah suatu direct summand dari B.
Contoh 2.2.19. 1) Perhatikan sebelumnya bahwa untuk sebarang modul A, ada dengan tunggal homomorfisma modul 0 → A dan A → 0 . Jika A dan B adalah modul-modul sebarang,
maka
i π 0 → A → A ⊕ B →B →0
dan
i π 0 → B → A ⊕ B → A → 0 adalah barisan eksak, dimana i adalah
pemetaan injektif kanonik dan π adalah pemetaan proyeksi. i p 2) Jika C adalah submodul dari D maka 0 → C → D → D C → 0 adalah
barisan eksak dimana i adalah pemetaan inklusi dan p adalah epimorfisma
31
, 2
kanonik. Perhatikan bahwa atas ring i p 0 → 2 → →
3) Barisan
0→
φ →
2
adalah submodul dari
, jadi
2 → 0 adalah barisan eksak. 6
ϕ →
( )
φ m = 6m untuk setiap m ∈
3
→0
3
adalah
barisan
split
dengan
()
dan ϕ n = 3n untuk setiap n ∈
6
.
Perhatikan bahwa:
{ = {z ∈
(i ) Ker (ϕ ) = z ∈
{
(ii ) Im (φ ) = z '∈
{
= z '∈
6
} { |ϕ ( z) = 3 } = 3
6
| z '= φ z , untuk suatu z ∈
6
| z '= 6 z, untuk suatu z ∈
6
|ϕ ( z) = 0 = z ∈
6
|ϕ ( z) = 0 + 3
()
2
2
}
}
}
=3 , 4) Barisan
f:
0→
→ , z
f →
π →
3 z dan π :
{
→
}
2
2 , z
adalah
barisan
dengan
z + 2 . Perhatikan bahwa:
(i ) Ker (π ) = z ∈ | π ( z ) = 0 = { z ∈ | π ( z ) = 0 + 3 = {z ∈ | π ( z ) = 3
eksak
}
}=3
(ii ) Im ( f ) = { z '∈ | z '= f ( z ) , untuk suatu z ∈ = { z '∈ | z '= 3z , untuk suatu z ∈
}
}
=3 Karena Im ( f ) = Ker (π ) maka terbukti bahwa 0 →
f →
π →
3
adalah barisan eksak. Proposisi berikut menjelaskan bahwa setiap barisan eksak dari modul-modul bebas bersifat split. Proposisi tersebut berguna dalam menjelaskan bahwa setiap ring yang memenuhi sifat kondisi rank kuat juga memenuhi sifat kondisi rank.
Proposisi 2.2.20. Jika F merupakan R-modul bebas, maka setiap barisan eksak f → M1 → M → F → 0 bersifat split. pendek 0
Bukti:
32
Misalkan S = {x j } j∈J adalah basis dari modul bebas F. Karena f surjektif, maka ∀j ∈ J terdapat
y j ∈ M sedemikian
sehingga
f (yj ) = xj .
Didefinisikan
h : S → M dengan h( x j ) = y j . Dari sini, maka terdapat β : F → M sedemikian sehingga
β |S = h .
Akibatnya
untuk
setiap
berlaku ( f β )( x j ) = f ( β ( x j )) = f ( y j ) = ( x j ) . Oleh karena itu
j∈J
f β = id F ,
f → M1 → M → F → 0 split. Dengan demikian sehingga terbukti 0
terbukti bahwa setiap barisan eksak pendek dalam suatu modul bebas bersifat split. Selanjutnya akan dijelaskan bahwa pada suatu modul bebas dengan basis tak berhingga (infinite), setiap basisnya yang lain akan memiliki jumlah elemen (kardinalitas) yang sama.
Teorema 2.2.21. Diberikan ring R dengan elemen identitas. Jika F adalah Rmodul bebas dengan suatu basis tidak berhingga (infinite) X, maka sebarang basis dari F memiliki kardinalitas yang sama dengan X.
Bukti: Misalkan Y adalah basis lain dari R-modul bebas F, maka dapat diklaim bahwa basis Y adalah basis yang tidak infinite. Andaikan basis Y adalah basis yang berhingga (finite). Karena basis Y membangun F dan setiap elemen dari basis Y adalah kombinasi linear dari sejumlah berhingga elemen-elemen dari X, maka diperoleh bahwa ada suatu subset berhingga { x1 , x2 ,..., xm } dari basis X yang membangun F. Karena basis X tidak berhingga, maka ada x ∈ X − { x1 , x2 ,..., xm } . Dari sini diperoleh x = r1 x1 + r2 x2 + ... + rm xm untuk suatu ri ∈ R , yang kontradiksi dengan basis X yang bebas linear. Oleh karena itu, haruslah basis Y memiliki elemen tidak berhingga (infinite). Kemudian dimisalkan K ( Y ) adalah himpunan semua subset berhingga dari basis Y, dan didefinisikan suatu pemetaan
f : X → K (Y ) dengan x |→
{ y1 , y2 ,..., yn } 33
dimana x = r1 y1 + r2 y2 + ... + rn yn
dan ri ≠ 0, ∀i . Karena Y adalah basis, maka yi bersifat tunggal dan pemetaan f tersebut terdefinisi dengan baik (dimana pemetaan f juga tidak harus bersifat injektif). Jika Im ( f ) memiliki elemen yang berhingga, maka
S adalah S ∈Im f
suatu subset berhingga dari Y yang akan membangun X dan selanjutnya membangun F. Dari sini terjadi kontradiksi dengan basis Y yang bebas linear. Oleh karena itu, haruslah Im ( f ) memiliki elemen tak berhingga (infinite). Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa f −1 (T ) adalah subset berhingga dari X untuk setiap T ∈ Im f ⊂ K (Y ) . Jika x ∈ f −1 (T ) maka elemen x termuat dalam submodul FT ⊂ F yang dibangun oleh T, yaitu f −1 (T ) ⊂ FT . Karena T memiliki elemen yang berhingga dan setiap y ∈ T adalah kombinasi linear dari sejumlah berhingga elemen-elemen dari basis X, maka ada suatu subset berhingga S dari basis X sedemikian hingga FT termuat dalam submodul FS ⊂ F yang dibangun oleh S. Dari sini diperoleh bahwa x ∈ f −1 (T ) yang mengakibatkan x ∈ FS dan x adalah kombinasi linear dari elemen-elemen S. Karena x ∈ X dan S ⊂ X , maka telah terjadi kontradiksi dengan X yang bebas linear kecuali jika x ∈ S . Oleh karena itu, haruslah f −1 ( T ) ⊂ S , dan f −1 (T ) memiliki elemen yang berhingga (finite). Untuk setiap T ∈ Im f ⊂ K (Y ) , order elemen-elemen dari f −1 (T ) , sebut saja
x1 , x2 ,..., xn
gT : f −1 ( T ) →
dan
( Im ( f )
× N)
didefinisikan
x
dengan
suatu
(T , k ) .
pemetaan Perhatikan
injektif bahwa
himpunan-himpunan f −1 (T ) (T ∈ Im f ) membentuk sebuah partisi dari basis X. Dari sini diperoleh bahwa pemetaan X → Im ( f ) × N
didefinisikan oleh
x |→ gT ( x ) dimana x ∈ f −1 (T ) , adalah suatu pemetaan injektif yang terdefinisi dengan baik, dimana berlaku X ≤ Im ( f ) × N . Oleh karena itu dapat diperoleh: X ≤ Im ( f ) × N = Im ( f
) 34
0
= Im ( f ) ≤ K (Y ) = Y ,
dengan
yang dimaksud di sini adalah bilangan aleph-naught. Dari sini
0
X ≤ Y . Akibatnya berlaku
diperoleh bahwa
X = Y . Dengan demikian,
terbukti bahwa setiap basis lain di R-modul bebas F akan memiliki kardinalitas yang sama dengan X. Lemma berikut diperlukan dalam pembahasan bahwa untuk suatu homomorfisma ring f : R → S jika ring S memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap maka ring R juga memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap.
Lemma 2.2.22. Diberikan R adalah ring dengan identitas, I ( ≠ R ) adalah ideal di ring R dan F adalah R-modul bebas dengan basis X. Jika π : F → F IF adalah epimorfisma kanonik, maka berlaku: a) F / IF adalah R I -modul bebas dengan basis π ( X ) . b) π ( X ) = X
Bukti: Pertama, akan ditunjukkan terlebih dahulu F IF adalah R I -modul bebas n
dengan basis π ( X ) . Perhatikan bahwa IF = aksi dari
R I
di
F IF
i =1
ri ai | ri ∈ I , ai ∈ F , n ∈
didefinisikan dengan
Selanjutnya, jika ( u + IF ) ∈ F IF maka u =
n j =1
dan
( r + I )( a + IF ) = ra + IF .
rj x j , (dengan rj ∈ R, x j ∈ X ).
Karena u ∈ F dan X adalah basis dari F berakibat: u + IF =
n j =1
rj x j + IF =
n j =1
(r x j
j
+ IF ) =
n j =1
(r
j
+ I )( x j + IF ) =
n j =1
(r
j
+ I )π ( x j ) ,
karena π ( X ) membangun F IF sebagai R I -modul. Namun di lain pihak, jika m k =1
( rk + I )π ( xk ) = 0,
dengan rk ∈ R, xk ∈ X maka berlaku:
35
m k =1 m k =1
dengan
m k =1
m
( rk + I )π ( xk ) = 0 ⇔ ( rk xk + IF ) = 0 ⇔
k =1
m k =1
( rk + I )( xk + IF ) = 0 ⇔
( rk xk ) + IF = 0
rk xk ∈ IF . Dari sini diperoleh bahwa
m k =1
rk xk =
n k= j
s ju j ,
dengan
s j ∈ I , u j ∈ F . Karena setiap u j ∈ F adalah kombinasi linear dari elemen-elemen
X dan I adalah ideal, maka
n k= j
s j u j adalah kombinasi linear dari elemen-elemen X
dengan koefisien-koefisien di I. Akibatnya diperoleh, m k =1
rk xk =
n j =1
s ju j =
d t =1
ct yt
dengan ct ∈ I , yt ∈ X . Karena X bebas linear mengakibatkan m = d , xk = yk , dan
rk = ck , ∀k setelah reindex dan memasukkan 0 xk , 0 yt . Dari sini diperoleh bahwa rk + I = 0 ∈ R / I , ∀k dan π ( X ) bebas linear atas R I sehingga F IF adalah
R I -modul bebas dengan basis π ( X ) . Terbukti bagian a) . Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa π ( X ) = X . Ambil sebarang x, x '∈ X dengan π ( x ) = π ( x ' ) ∈ F IF . Akibatnya diperoleh:
π ( x) = π ( x ' )
π ( x) − π ( x ' )=0
(1R + I ) (π ( x ) − π ( x ') ) = (1R + I ) 0 (1R + I ) π ( x ) − (1R + I ) π ( x ') = 0 Jika x ≠ x 'maka berlaku 1R ∈ I sehingga pastilah I = R . Hal ini kontradiksi dengan I ≠ R di atas. Oleh karena itu, haruslah x ≠ x ' dan π : X → π ( X ) bijektif sehingga berlaku π ( X ) = X .
36
2.3.
Hasil Kali Tensor dan Modul Datar
Pada bagian ini akan dibahas tentang hasil kali tensor dari dua buah modul, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai modul flat (datar). Definisi dan sifat-sifat berikut diambil Hungerford (1974). Sebelum memasuki pembahasan tentang konstruksi hasil kali tensor dan eksistensinya, akan diberikan terlebih dahulu definisi pemetaan bilinear yang seimbang (balanced) yang akan sangat berperan dalam konstruksi hasil kali tensor dari dua buah modul, yaitu sebagai berikut.
Definisi 2.3.1. Diberikan ring R, R -modul kanan X, R -modul kiri Y dan sebarang grup Abel ( G , + ) . Pemetaan β : X × Y → G disebut fungsi bilinear dan seimbang atas R jika untuk setiap x1 , x2 ∈ X , y1 , y2 ∈ Y dan r ∈ R berlaku (i). β ( x1 + x2 , y1 ) = β ( x1 , y1 ) + β ( x2 , y1 ) (ii). β ( x1 , y1 + y2 ) = β ( x1 , y1 ) + β ( x1 , y2 ) (iii). β ( x1r , y1 ) = β ( x1 , ry1 ) (seimbang) Berikut merupakan definisi dan contoh dari hasil kali tensor dua buah modul, yang akan digunakan dalam pembahasan modul datar dan lebih lanjut lagi dalam pembahasan kondisi rank kuat.
Definisi 2.3.2. Diberikan R -modul kanan X , R -modul kiri Y dan sebarang grup Abel ( G , + ) . Grup Abel X ⊗ R Y beserta fungsi bilinear dan seimbang
τ : X × Y → X ⊗ R Y disebut hasil kali tensor dari X dan Y jika untuk setiap pemetaan bilinear dan seimbang β : X × Y → G terdapat dengan tunggal pemetaan β : X ⊗ R Y → G sedemikian hingga diagram berikut komutatif, yaitu
β = β τ.
37
β G
X ×Y
τ
∃β X ⊗R Y
Elemen-elemen dari X ⊗R Y adalah
{
i∈I
}
xi ⊗ yi xi ∈ X dan yi ∈ Y .
Berikut merupakan contoh hasil kali tensor dari dua buah modul, yaitu sebagai berikut.
Contoh 2.3.3. 1) Untuk sebarang 2 ≤ n ∈ , jika n ∈ n
dan
adalah
himpunan bilangan rasional, yang masing-masing juga merupakan
-modul,
maka berlaku suatu q ∈
⊗
n
adalah ideal di
= 0 . Setiap elemen v ∈
berbentuk v = nq untuk dan w = 1w ∈
. Oleh karena itu, untuk setiap v ∈
n
dapat
diperoleh: v ⊗ 1 = ( nq ) ⊗ 1 = ( nq ) ⊗ (1 + n ) = q ⊗ n (1 + n 2) Jika p ≠ q ∈
n
=0
⊗
n
masing-masing adalah bilangan prima, maka sebagai
p ⊗
modul berlaku
. Selanjutnya untuk sebarang m ∈
q berlaku:
( ) ( )( ) = ( m ⊗ n )( s p ) + ( m ⊗ n )( tq ) = ( s pm ⊗ n ) + ( m ⊗ tqn )
m ⊗ n = m ⊗ n 1 = m ⊗ n s p + tq
(
= 0
p
-
q = 0 . Perhatikan bahwa gcd ( p, q ) = 1 sehingga
sp + tq = 1 untuk suatu s, t ∈
dan n ∈
) = q⊗0
) (
⊗n + m⊗0
q
)=0
38
p⊗
q
+0
p⊗
q
=0
p⊗
q
p ≅
p
3) Misalnya diambil p = 2, q = 3 , maka diperoleh
2
⊗
3
= 0 . Perhatikan
bahwa gcd ( 2, 3) = 1 sehingga s 2 + t 3 = 1 untuk suatu s, t ∈ untuk sebarang m ∈
2
dan n ∈
3
. Selanjutnya
berlaku:
( ) ( ) = ( m ⊗ n ) ( −2 ) + ( m ⊗ n ) ( 3) = ( −2m ⊗ n ) + ( m ⊗ n3)
m ⊗ n = m ⊗ n 1 = m ⊗ n (3 − 2)
(
) (
= 0 2 ⊗n + m⊗0
3
)=0
2⊗
3
+0
2⊗
3
=0
2⊗
3
Setelah diberikan definisi dan contoh hasil kali tensor dua buah modul, selanjutnya akan diberikan sifat hasil kali tensor pada suatu barisan eksak. Proposisi berikut menjelaskan bahwa hasil kali tensor modul dari suatu barisan eksak kanan juga merupakan barisan eksak kanan.
Proposisi 2.3.4. Diberikan ring R dan modul kiri
R
A dan R B . Jika
f g A → B → C → 0 adalah suatu barisan eksak kanan dan D adalah R-
modul kanan, maka barisan 1D ⊗ f 1D ⊗ g D ⊗ R A → D ⊗ R B → D ⊗ R C →0
juga merupakan suatu barisan eksak kanan.
Bukti: Dalam hal ini harus dibuktikan:
( i ) Im (1D ⊗ g ) = D ⊗ R C ( ii ) Im (1D ⊗ f ) ⊆ Ker (1D ⊗ g ) ( iii ) Im (1D ⊗ f ) ⊇ Ker (1D ⊗ g ) 1) Karena g adalah suatu epimorfisma, berdasarkan hipotesis disimpulkan bahwa setiap generator d ⊗ c dari D ⊗ C berbentuk d ⊗ g ( b ) = (1D ⊗ g )( d ⊗ b ) untuk suatu b ∈ B . Oleh karena itu, Im (1D ⊗ g ) memuat semua generator dari D ⊗ R C , dan dengan demikian terbukti bahwa Im (1D ⊗ g ) = D ⊗ R C . 2) Karena Ker ( g ) = Im ( f ) maka akan diperoleh g f = 0 dan berlaku: 39
(1D ⊗ g )(1D ⊗ f ) = (1D ⊗ g )1D ⊗ (1D ⊗ g ) f = (1D1D ⊗ g1D ) ⊗ (1D f ⊗ gf ) = 1D ⊗ g ⊗ f ⊗ gf = 1D ⊗ gf = 1D ⊗ 0 = 0, dan dengan demikian terbukti bahwa Im (1D ⊗ f ) ⊆ Ker (1D ⊗ g ) . 3) Diberikan π : ( D ⊗ R B ) → ( D ⊗R B ) Im (1D ⊗ f ) adalah suatu epimorfisma kanonik.
Berdasarkan
2),
terdapat
suatu
homomorfisma
grup
α : ( D ⊗ R B ) Im (1D ⊗ f ) → ( D ⊗ R C ) dengan α (π ( d ⊗ b ) ) = (1D ⊗ g )( d ⊗ b ) = d ⊗ g ( b ) untuk setiap d ⊗ b ∈ D ⊗ R B . Untuk lebih jelasnya, perhatikan hal berikut: π → ( D ⊗R B ) ( D ⊗R B )
α Im (1D ⊗ f ) → ( D ⊗R C )
α π π : ( D ⊗ R B ) → ( D ⊗R C )
Dalam hal ini akan ditunjukkan bahwa α merupakan suatu isomorfisma. Dengan
menggunakan
fakta
ini,
akan
mengakibatkan
Im (1D ⊗ f ) = Ker (1D ⊗ g ) . Pertama, akan ditunjukkan bahwa β : ( D × C ) → ( D ⊗R B ) Im (1D ⊗ f ) dengan
(d, c)
π ( d ⊗ b ) , dimana g ( b ) = c untuk suatu b ∈ B . Perhatikan
bahwa terdapat minimal satu b ∈ B karena g adalah suatu epimorfisma. Jika
g (b ' ) = c maka berlaku
g (b − b ' ) = 0 dan b − b '∈ Ker ( g ) = Im ( f ) , dan
oleh karena itu berlaku b − b '= f ( a ) untuk suatu a ∈ A . Selanjutnya, karena
d ⊗ f ( a ) ∈ Im (1D ⊗ f ) dan π ( d ⊗ f ( a ) ) = 0 , maka akan diperoleh:
π (d ⊗ b) = π (d ⊗ b ' + f (a)
) = π ( d ⊗ b '+ d ⊗ f ( a ) )
= π (d ⊗ b ' ) + π ( d ⊗ f ( a ) ) = π ( d ⊗ b '.)
Oleh karena itu, terbukti bahwa β terdefinisi dengan baik. Perhatikan juga bahwa
β
merupakan
pemetaan
bilinear,
yaitu
d1 , d 2 ∈ D, c1 , c2 ∈ C , dan r ∈ R berlaku sebagai berikut.
40
untuk
setiap
β ( d1 + d 2 , c1 ) = π ([ d1 + d 2 ] ⊗ c1 )
= π ( d1 ⊗ c1 + d 2 ⊗ c1 )
= π ( d1 ⊗ c1 ) + π ( d 2 ⊗ c1 )
= β ( d1 , c1 ) + β ( d 2 , c1 )
β ( d1 , c1 + c2 ) = π ( d1 ⊗ [ c1 + c2 ])
= π ( d1 ⊗ c1 + d1 ⊗ c2 )
= π ( d1 ⊗ c1 ) + π ( d1 ⊗ c2 )
= β ( d1 , c1 ) + β ( d1 , c2 )
β ( d1r , c1 ) = π ( d1r ⊗ c1 )
= π ( d1 ⊗ rc1 ) = β ( d1 , rc1 )
Dari sini, akan terdapat dengan tunggal suatu homomorfisma grup
β : ( D ⊗ R C ) → ( D ⊗ R B ) Im (1D ⊗ f ) dengan
(d ⊗ c)
β ( d ⊗ c ) = β i ( d , c ) = β ( d , c ) = π ( d ⊗ b ) , dimana g ( b ) = c.
Oleh karena itu, semua generator d ⊗ c ∈ D ⊗ R C berlaku:
(
)
α β ( d ⊗ c ) = α (π ( d ⊗ b ) ) = d ⊗ g ( b ) = d ⊗ c dimana α β merupakan pemetaan identitas. Dengan cara sama, β α juga merupakan pemetaan identitas, sehingga terbukti bahwa α merupakan suatu isomomorfisma. Teorema berikut sangat berguna dalam menjelaskan bahwa setiap ring R adalah Rmodul datar dan setiap ruang vektor V atas lapangan F adalah F-modul datar.
Teorema 2.3.5. Jika R adalah ring dengan elemen identitas dan AR , R B adalah R-modul uniter, maka berlaku A ⊗ R R ≅ A dan R ⊗ R B ≅ B .
Bukti: Perhatikan bahwa karena R adalah modul kiri dengan
( r ',( r ⊗ b ) )
( R, R ) -bimodul,
maka R ⊗ R Y adalah R-
r 'r ⊗ b untuk setiap r ⊗ b ∈ R ⊗ R Y dan
r '∈ R . Untuk sebarang r1 ⊗ b1 , r2 ⊗ b2 ∈ R ⊗ R Y dan a, b ∈ R berlaku:
41
a ( r1 ⊗ b1 + r2 ⊗ b2 ) = a ( r1 + r2 ⊗ b1 + b2 ) = a ( r1 + r2 ) ⊗ ( b1 + b2 )
= ( ar1 + ar2 ) ⊗ ( b1 + b2 ) = ( ar1 ⊗ b1 ) + ( ar2 ⊗ b2 )
( a + b )( r1 ⊗ b1 ) = ( a + b ) r1 ⊗ b1 = ( ar1 + br1 ) ⊗ b1 = ( ar1 ⊗ b1 ) + ( br1 ⊗ b1 ) ( ab )( r1 ⊗ b1 ) = ( ab ) r1 ⊗ b1 = a ( br1 ) ⊗ b1 = a ( br1 ) ⊗ b1 = a ( b ( r1 ⊗ b1 ) ) 1( r1 ⊗ b1 ) = 1r1 ⊗ b1 = r1 ⊗ b1 Perhatikan juga bahwa
( r, b )
f ( r , b ) = rb
f : R ×Y → Y
untuk
setiap
adalah pemetaan bilinear dengan
( r, b) ∈ R × B .
Untuk
sebarang
r, r ' , r" ∈ R dan b, b '∈ B berlaku:
f (r + r ' ,b) = (r + r ' ) b = rb + r 'b = f ( r , b ) + f ( r ',b )
f ( r, b + b ' ) = r ( b + b ') = rb + rb '= f ( r , b ) + f ( r , b ') f ( rr ", b ) = ( rr ") b = r ( r " b ) = f ( r , r " b )
Oleh
karena
itu,
terdapat
dengan
α : R ⊗ R Y → Y dengan ( r ⊗ b )
tunggal
suatu
homomorfisma grup
α ( r ⊗ b ) = rb untuk setiap ( r ⊗ b ) ∈ R ⊗ R Y .
Perhatikan bahwa terdapat β : B → R ⊗ R Y dengan b
β ( b ) = 1R ⊗ b untuk
setiap b ∈ Y sedemikian hingga:
(α β )( b ) = α ( β ( b ) ) = α (1 ⊗ b ) = 1.b = b, dan ( β α )( r ⊗ b ) = β (α ( r ⊗ b ) ) = β ( rb ) = 1 ⊗ rb = 1.r ⊗ b = r ⊗ b, yang artinya bahwa α β = iB dan β α = iR ⊗R B . Dengan demikian terbukti bahwa
α adalah suatu isomorfisma, atau terbukti R ⊗R Y ≅ Y . Dengan cara yang sama akan diperoleh juga A ⊗ R R ≅ A . Perhatikan bahwa pada barisan eksak kiri, tidak berlaku bahwa barisan hasil kali tensornya selalu eksak kiri juga. Contoh penyangkalnya dapat dilihat pada Contoh 2.3.7. Oleh karena itu, khusus untuk barisan eksak kiri diperoleh definisi khusus sebagai berikut.
42
f Definisi 2.3.6. Diberikan barisan eksak kiri dari R -modul kiri 0 → A → B.
Modul
N
kanan
atas
ring
R
disebut
modul
datar
kanan
jika
I N ⊗ f : N ⊗ R A → N ⊗ R B juga injektif. Definisi untuk R -modul datar kiri diperoleh dengan cara analog. Berikut merupakan contoh-contoh modul datar.
Contoh 2.3.7. (1) Setiap ring A merupakan A-modul flat. Misalnya
adalah
-modul flat.
f g → A → A2 maka dengan Diberikan sebarang barisan eksak 0 → A1
menggunakan
hasil
kali
tensor
dengan
-modul
kanan
,
f g 0 → ⊗ A1 → ⊗ A → ⊗ A2 juga merupakan barisan eksak,
⊗ A1 ≅ A1 ,
karena
⊗ A ≅ A , dan
⊗ A2 ≅ A2 .
(2) Setiap ruang vektor V atas lapangan F adalah modul flat, artinya V adalah Fmodul flat. Lebih lanjut, setiap A-modul bebas adalah A-modul flat, karena untuk sebarang barisan eksak menggunakan
hasil
kali
f g 0 → A1 → A → A2
tensor
dengan
maka dengan
F -modul
kanan
V,
f g 0 → V ⊗F A1 →V ⊗F A →V ⊗F A2 juga merupakan barisan eksak,
karena V ⊗F A1 ≅ A1 , V ⊗F A ≅ A , dan V ⊗ F A2 ≅ A2 . (3)
2 ≅
2
− modul flat. Dalam hal ini akan ditunjukkan bahwa
bukanlah
ada suatu barisan eksak (sebagai kali tensor dengan
2
− modul) tetapi setelah digunakan hasil
akan berakibat barisan tersebut menjadi bukan barisan
eksak lagi. Perhatikan bahwa jika diberikan suatu barisan R − modul kiri 0→
f →
π: →
π →
2 ,z
2 ,
dengan
f:
→ , z
2z
z + 2 , maka dapat diperoleh:
{
}
(i ) Ker (π ) = z ∈ | π ( z ) = 0 = { z ∈ | π ( z ) = 0 + 2 = {z ∈ | π ( z ) = 2
43
}=2
}
dan
(ii ) Im ( f ) = { z '∈ | z '= f ( z ) , untuk suatu z ∈
= { z '∈ | z '= f ( z ) , untuk suatu z ∈ = { z '∈ | z '= 2 z , untuk suatu z ∈
}
} }
=2 Karena Im ( f ) = Ker (π ) dan f injektif atau monomorfisma, maka terbukti bahwa 0 →
π →
f →
2
adalah suatu barisan eksak. Selanjutnya
jika menggunakan hasil kali tensor dengan
-modul kiri
akan
2
diperoleh: 0 → ⊗
π⊗ I
f⊗ I
2 2 → ⊗
2 2 →
Perhatikan bahwa untuk suatu z ⊗ z ∈ ⊗
I
2
2
(
berlaku f ⊗ I
( z ) = 2 z ⊗ z , dan berlaku: ) ( 4 ⊗ 4 ) = 2.4 ⊗ 0 = 8 ⊗ 0 = 0 = 12 ⊗ 0 = 2.6 ⊗ 0 = ( f ⊗
= f (z) ⊗ I
(f ⊗
2
2 ⊗
2
)( z ⊗ z)
2
) ( 6 ⊗ 6) ,
2
yang artinya bahwa fungsi
(f ⊗
I
2
)
I
bukan merupakan fungsi injektif.
Dengan kata lain, barisan 0 → ⊗
f⊗ I
2 2 → ⊗
π⊗ I
2 2 →
2 ⊗
bukan merupakan barisan eksak. Dengan demikian terbukti bahwa merupakan
-modul.
44
2 2
bukan
BAB III JUMLAH BASIS TETAP, KONDISI RANK (KUAT) DAN STABIL BERHINGGA Pada bab III ini akan dibahas mengenai JBT, kondisi rank (kuat) dan stabil berhingga. Setelah itu dibahas juga kaitannya satu sama lain, dan kemudian dikaji sifat-sifatnya pada ring matriks triangular formal T =
A
0
M
B
untuk suatu
( A, B ) -bimodul M. 3.1. Jumlah Basis Tetap Pertama kali akan dibahas mengenai JBT yang termotivasi oleh kesamaan kardinalitas basis pada suatu ruang vektor. Jika hal tersebut berlaku pada modul bebas, maka akan terbentuk keadaan yang dinamakan JBT.
Definisi 3.1.1. Ring R dikatakan memiliki sifat JBT jika ( ∀m, n ∈
+
)
Rm ≅ Rn
sebagai R-modul kanan, maka berlaku m = n . Perhatikan bahwa jika M adalah R-modul bebas berdimensi n yang dibangun secara hingga (finitely generated) maka M ≅ R n untuk suatu n ∈
+
”. Definisi
3.1.1. juga mengatakan bahwa setiap basis pada modul bebas atas ring yang memenuhi JBT memiliki kardinalitas yang sama. Berikut adalah cara lain menyatakan ring yang bersifat JBT.
Proposisi 3.1.2. Pernyataan-pernyataan berikut ekuivalen: (i) Ring R memiliki sifat JBT (ii) Untuk setiap X ∈ M mxn ( R ) , Y ∈ M nxm ( R ) berlaku: XY = I m & YX = I n
45
m=n.
Bukti: (i )
( ii )
Diketahui ring R memenuhi JBT. Diambil sebarang X ∈ M mxn ( R ) , Y ∈ M nxm ( R ) dengan XY = I m dan YX = I n . Karena X ∈ M mxn ( R ) maka ada homomorfisma ring f : R n → R m dengan X = [ f ] adalah matriks representasi atas f, dan karena
Y ∈ M nxm ( R ) maka ada homomorfisma ring g : R m → R n dengan Y = [ g ] adalah matriks representasi atas g. Selanjutnya, karena XY = I m maka diperoleh f g = iRm yang artinya g adalah invers kanan dari f, dan karena YX = I n maka juga diperoleh g f = iRn yang artinya g adalah invers kiri dari f. Akibatnya diperoleh f adalah isomorfisma atau R m ≅ R n , dan berdasarkan (i) berlaku m = n .
( ii )
(i)
Diketahui R m ≅ R n , berarti ada isomorfisma ring k : R m → R n dengan matriks representasi [ k ] ∈ M nxm ( R ) . Selanjutnya, karena k adalah isomorfisma maka ada l : R n → R m dengan matriks representasi
[l ] ∈ M mxn ( R )
sedemikian hingga
k o l = 1Rn dan l o k = 1Rm , sehingga diperoleh [ k ][l ] = I n dan [ l ][ k ] = I m , dan
berdasarkan (ii) dapat disimpulkan m = n . Dengan demikian terbukti bahwa ring R memiliki sifat JBT. Teorema berikut menjelaskan bahwa untuk suatu ring R, jika image homomorfiknya bersifat JBT maka ring R juga bersifat JBT.
Teorema 3.1.3. Diberikan homomorfisma ring f : R → S . Jika ring S memenuhi JBT, maka ring R juga memenuhi JBT.
Bukti: Ada dua cara untuk membuktikan teorema ini, yaitu sebagai berikut. (i) Misalkan I = Ker ( f ) maka berdasarkan Teorema Fundamental Isomorfisma diperoleh S ≅ R / I . Diambil sebarang basis X dan Y di R-modul bebas F. 46
Kemudian dibentuk epimofisma kanonik π : F → F / IF . Berdasarkan Lemma 2.2.16 diperoleh F / IF adalah R / I -modul bebas dengan basis π ( X ) dan
π (Y ) . Karena S ≅ R / I maka dapat dikatakan bahwa F / IF adalah S-modul bebas dengan basis π ( X ) dan π (Y ) , sehingga diperoleh X = π ( X ) dan Y = π (Y ) . Selanjutnya, karena ring S memenuhi JBT, maka berlaku
π ( X ) = π (Y ) , dan berakibat π ( X ) = π (Y ) = X = Y , yang artinya sebarang dua basis di ring R memiliki kardinalitas yang sama atau ring R memenuhi JBT. Dengan demikian terbukti bahwa jika ring S memenuhi JBT, maka ring R juga memenuhi JBT. (ii) Cara lain untuk membuktikan teorema ini adalah sebagai berikut, yang analog dengan pembuktian pada Teorema 3.2.3. Jika diberikan α : R k → R n adalah suatu isomorfisma sebagai R-modul kanan, maka jika ditensorkan dengan modul R S , akan diperoleh suatu isomorfisma α ⊗ R S : S k → S n . Karena ring S memenuhi JBT maka diperoleh bahwa m = n . Dengan demikian terbukti bahwa jika ring S memenuhi JBT, maka ring R juga memenuhi JBT. Berikut merupakan contoh dari ring-ring yang memenuhi JBT.
Contoh 3.1.4. a) Berangkat dari ruang vektor V atas lapangan F yang setiap basisnya memiliki kardinalitas sama, maka setiap lapangan memiliki sifat JBT. Contoh-contoh dari lapangan ini adalah
(
, +, ⋅ ) ,
(
, +, ⋅ ) ,
(
, +, ⋅) dengan
masing-
, ,
masing adalah himpunan bilangan rasional, real, dan kompleks.
(
p
, +, ⋅ )
dengan p adalah bilangan prima juga merupakan lapangan. b) Ring komutatif tak nol R memiliki sifat JBT. Perhatikan bahwa setiap ring komutatif tak nol R memiliki ideal maksimal (proper), sebut saja ideal M. Dari sini akan diperolah bahwa R M
adalah lapangan. Selanjutnya dibentuk
homomorfisma dari ring R ke lapangan R M , yaitu f : R → R / M . Karena 47
R M adalah lapangan maka R M memiliki sifat JBT. Karena f : R → R / M adalah homomorfisma dengan lapangan R M memenuhi sifat JBT, maka ring R juga memenuhi JBT (lihat Teorema 3.1.3). Dengan demikian terbukti bahwa setiap ring komutatif tak nol R memenuhi JBT. c) Tidak setiap ring sederhana memiliki sifat JBT. Perhatikan bahwa jika diambil sebarang ring R ≠ 0 yang tidak memiliki sifat JBT, dan dimisalkan I adalah ideal maksimal di ring R, maka akan diperoleh bahwa R I adalah suatu ring sederhana, dan dapat diperoleh suatu homomorfisma surjektif (epimorfisma) f : R → R I (karena untuk setiap x ∈ R I terdapat x ∈ R dengan x = x + I ). Karena ring R ≠ 0 tidak memiliki sifat JBT maka ring R I juga tidak memiliki sifat JBT (lihat Teorema 3.1.3, hal ini merupakan kontraposisi dari teorema tersebut). Dengan demikian terbukti bahwa tidak setiap ring sederhana memiliki sifat JBT. Setelah mengetahui ring-ring yang memenuhi JBT, akan diberikan juga contoh ring yang tidak memenuhi JBT, yaitu sebagai berikut.
Contoh 3.1.5. Diberikan sebarang ring R ≠ 0 . Kemudian dibentuk matriks:
a11 a12 a21 a22 a= . . . . . .
.
.
.
. .
.
.
. .
dimana aij ∈ R . Suatu matriks X disebut matriks kolom berhingga (column-finite) jika setiap kolomnya memiliki banyak entri tak nol yang berhingga. Kemudian dinotasikan A sebagai himpunan semua matriks kolom berhingga. Dengan operasi penjumlahan dan perkalian matriks biasa,
( A, +,.)
adalah ring, dan akan
dikonstruksi suatu A-modul bebas yang tak hingga. Misalkan e j adalah kolom ke-
48
j dari matriks identitas 1A dan untuk setiap a ∈ A , kolom ke-j dari a adalah ae j dengan:
ae1 =
a11
0
0
0
a22
0
0 .
, ae2 =
0 .
, ae3 =
a33 .
.
.
.
.
.
.
,...
Saat A dipandang sebagai A-modul, dimana A × A → A dan operasi perkalian skalarnya dengan menggunakan cara kolom (columnwise), yaitu untuk setiap
c ∈ A (sebagai ring) dan ae j , be j ∈ A (sebagai grup komutatif), penjumlahan vektor dan perkalian skalarnya adalah sebagai berikut: ae j + be j = ( a + b ) e j c ( be j ) = ( cb ) e j
Untuk setiap a ∈ A , didefinisikan a ' , a " ∈ A sedemikian hingga kolom-kolom dari matriks a 'adalah kolom-kolom ganjil dari matriks a dan kolom-kolom dari matriks a " adalah kolom-kolom genap dari matriks a. Kemudian dibentuk pemetaan f : A → A ⊕ A dengan a
f (a) = (a ' , a ") . Perhatikan bahwa:
a) Untuk sebarang matriks-matriks a, b ∈ A dengan a = b berlaku a '= b 'dan
a " = b " untuk suatu a ' , a ") = , a ", b ' , b " ∈ A . Akibatnya diperoleh f ( a ) = ( a '
( b ',b ") = f ( b ) ∈ A ⊕ A
yang artinya fungsi f terdefinisi dengan baik.
b) Untuk sebarang matriks-matriks a, b ∈ A dengan a + b = c dan ab = d berlaku
f ( a + b) = f (c) = (c ' , c ") = ( a ' +b' , a "+ b ") = ( a ' , a ") + ( b ' , b ") = f ( a ) + f ( b ) dan f ( ab ) = f ( d ) = ( d ' , d ") = ( a ' b' , a " b ") = ( a ' , a ")( b ' , b ") = f ( a ) f ( b ) . c) Untuk sebarang matriks-matriks a, b ∈ A dengan
( a ',a ") = f ( a ) = f ( b ) = ( b ',b ")
f ( a ) = f ( b ) berlaku
yang artinya a '= b 'dan a " = b " untuk suatu
a' , a ", b ' , b " ∈ A . Akibatnya a = b yang artinya fungsi f adalah injektif.
49
d) Untuk sebarang matriks
( x, y ) ∈ A ⊕ A
dapat dibentuk matriks baru a ∈ A
dengan ketentuan bahwa kolom-kolom x berturut-turut menjadi kolom-kolom ganjil dari matriks a dan kolom-kolom y berturut-turut menjadi kolom-kolom ganjil dari matriks a.
Dengan demikian, untuk sebarang
( a ',a ") ∈ A ⊕ A
, a ") yang artinya terdapat a ∈ A dengan x = a ' , y = a " dan berlaku f ( a ) = ( a ' f adalah fungsi surjektif. Dari sini terbukti bahwa fungsi f adalah suatu isomorfisma ring atau A ≅ A ⊕ A. Di satu pihak, A-modul bebas A memiliki basis {1A } , yaitu:
1 0
.
.
.
0 1 1A = . .
. .
.
.
. .
. .
. .
Namun di lain pihak, A ≅ A ⊕ A (sebagai A-modul bebas) juga memiliki basis dengan dua elemen, yaitu { f −1 (1A , 0 A ) , f −1 ( 0 A ,1A )} dengan:
f
−1
1 0 0 0
.
.
.
0 0 1 0 (1A , 0 A ) = . . . .
. .
.
.
. .
. .
. .
. .
dan f .
−1
0 1 0 0
.
.
.
0 0 0 1 ( 0 A ,1A ) = . . . .
. .
.
.
. .
.
. .
. .
. .
. . .
Dengan demikian, terbukti bahwa ring A tidak memenuhi JBT.
3.2. Kondisi Rank Setelah sifat JBT, akan dibahas mengenai sifat yang dinamakan kondisi rank, yang termotivasi oleh keadaan bahwa tidak setiap modul bebas berdimensi n, berakibat setiap himpunan pembangunnya (generator) selalu memiliki kardinalitas
≥ n.
50
Definisi 3.2.1. Ring R dikatakan memenuhi kondisi rank jika untuk setiap n ∈
( )
maka setiap generator-generator dari modul bebas R n
R
+
,
memiliki kardinalitas
≥ n. Berikut merupakan cara lain menyatakan ring R yang memenuhi kondisi rank, yaitu dipandang dari barisan eksaknya dan matriks-matriks atas ring R tersebut.
Proposisi 3.2.2. Pernyataan-pernyataan berikut ekuivalen: (i) Ring R memenuhi kondisi rank. (ii) Sebagai R-modul kanan, jika R m → R n → 0 adalah barisan eksak, maka berlaku m ≥ n . (iii) Untuk setiap X ∈ M mxn ( R ) , Y ∈ M nxm ( R ) , jika YX = I n maka m ≥ n .
Bukti: ( i ) ( ii ) Diketahui ring R memenuhi kondisi rank. Selanjutnya, jika sebagai R-modul kanan, R m → R n → 0 adalah barisan eksak, maka berdasarkan Proposisi 2.2.5, untuk setiap v = {v1 ,..., vm } ∈ R n terdapat epimorfisma Lv : R m → R n dengan
ε
Lv ( ε ) = v1ε1 + ... + vmε m
untuk
setiap
ε = ( ε1 ,..., ε m ) ∈ R m .
diperoleh bahwa v adalah generator dari R n , dan karena
Akibatnya
v = m , maka
berdasarkan (i) diperoleh m ≥ n .
( ii )
( iii )
Diketahui jika R m → R n → 0 adalah barisan eksak sebagai R-modul kanan, maka berlaku
m≥n.
Selanjutnya,
diambil
sebarang
matriks
X ∈ M mxn ( R ) , Y ∈ M nxm ( R ) dengan YX = I n . Karena X ∈ M mxn ( R ) maka ada homomorfisma ring f : R n → R m . Selain itu, karena Y ∈ M nxm ( R ) maka ada homomorfisma modul
g : R m → R n . Selanjutnya, karena
51
YX = I n , maka
f
g
diperoleh R n → R m → R n dengan g f = 1R n . Karena g adalah epimorfisma, maka epi
R m → R n → 0 adalah barisan eksak. Berdasarkan (ii) diperoleh m ≥ n .
( iii ) ( i ) Diketahui untuk setiap matriks X ∈ M mxn ( R ) , Y ∈ M nxm ( R ) berlaku YX = I n
m≥n.
Selanjutnya, diambil sebarang bilangan bulat positif n dan generator G dari modul bebas ( R n ) , dengan dimisalkan G = m . Karena G adalah generator ( R n ) maka R
R
berdasarkan Proposisi 2.2.5, terdapat epimorfisma
LG : R m → R n
dengan
LG (ξ ) = r1ξ1 + ... + rmξm untuk setiap ξ = (ξ1 ,..., ξm ) ∈ Rm . Karena LG adalah suatu epimorfisma pada R-modul bebas, maka LG split sehingga ada monomorfisma LG ':R n → R m dengan LG o LG '= 1R n . Dari sini diperoleh [ LG ][ LG ' ] = I n untuk
suatu
matriks
representasi
[ LG ] ∈ M nxm ( R ) , [ LG '] ∈ M mxn ( R )
sehingga
berdasarkan (iii) diperoleh m ≥ n . Terbukti bahwa ring R memenuhi kondisi rank. Berikut merupakan kaitan antara kondisi rank dengan suatu homomorfisma ring.
Teorema 3.2.3. Diberikan homomorfisma ring f : R → S . Jika ring S memenuhi kondisi rank maka ring R juga memenuhi kondisi rank.
Bukti: Diketahui f : R → S adalah suatu homomorfisma ring dengan ring S memenuhi kondisi rank. Dari sini dapat dikatakan bahwa S adalah R-modul. Selanjutnya, jika diberikan suatu epimorfisma α : R k → R n kemudian ditensorkan dengan R-modul k n kiri S akan diperoleh epimorfisma (α ⊗R S ) : S → S , atau dengan kata lain
( α ⊗R S ) : S k → S n
adalah suatu homomorfisma. Akibatnya, karena ring S
memenuhi kondisi rank maka berlaku k ≥ n . Dari sini dapat disimpulkan, jika
α : R k → R n adalah suatu epimorfisma maka berlaku k ≥ n . yang artinya ring R 52
memenuhi kondisi rank. Dengan demikian terbukti bahwa jika f : R → S adalah suatu homomorfisma ring dengan ring S memenuhi kondisi rank, maka ring R juga memenuhi kondisi rank.
3.3. Kondisi Rank Kuat Sama halnya seperti kondisi rank, sifat kondisi rank kuat ini juga termotivasi karena tidak setiap modul bebas berdimensi n, berakibat setiap himpunan bebas linearnya selalu memiliki kardinalitas ≤ n .
Definisi 3.3.1. Ring R dikatakan memenuhi sifat kondisi rank kuat jika untuk setiap n ∈
+
berlaku setiap himpunan yang elemen-elemennya bebas linear di R-
modul bebas R n memiliki kardinalitas ≤ n . Berikut adalah teorema yang berisi kaitan antara suatu rank matriks dengan solusi nontrivial dari system persamaan linear homogennya. Teorema berikut menjamin eksistensi suatu solusi nontrivial dari system linear homogen Ax = 0 untuk suatu
A ∈ M m×n ( R ) , tetapi dengan syarat rank ( A) < n . Teorema tersebut familiar dengan nama Teorema N.Mc.Coy.
Teorema 3.3.2. (Teorema N.Mc.Coy) Misalkan diberikan matriks A ∈ M m×n ( R ) . System persamaan linear homogen Ax = 0 memiliki solusi nontrivial jika dan hanya jika rank ( A) < n . Bukti pada Brown (1993) Teorema 5.3 halaman 36. Berikut merupakan cara lain menyatakan ring R yang memenuhi kondisi rank kuat, yaitu dipandang dari sisi barisan eksaknya, matriks atas ring R tersebut, generator dari R-modul bebasnya, dan sistem persamaan linear atas ring R tersebut.
53
Proposisi 3.3.3. Pernyataan-pernyataan berikut ekuivalen: (i)
Ring R memenuhi sifat kondisi rank kuat.
(ii)
Sebagai R-modul kanan, jika 0 → R m → R n adalah barisan eksak, maka berlaku m ≤ n .
(iii)
Untuk setiap R-modul kanan M yang dibangun oleh n elemen, sebarang n + 1 elemen di M tidak bebas linear.
(iv)
Sebarang m j =1
sistem
n
persamaan
linear
atas
ring
R,
aij x j = 0 |1 ≤ i ≤ n , m > n , memiliki suatu solusi yang nontrivial.
Bukti: ( i ) ( ii ) Diketahui ring R memenuhi kondisi rank kuat. Jika sebagai R-modul kanan, 0 → R m → R n adalah barisan eksak, maka berdasarkan Proposisi 2.2.5, untuk
setiap
ε
v = {v1 ,..., vm } ∈ R n
terdapat
Lv ( ε ) = v1ε1 + ... + vmε m
untuk
monomorfisma setiap
Lv : R m → R n
ε = ( ε1 ,..., ε m ) ∈ R m .
dengan Akibatnya
diperoleh bahwa v bebas linear di R n , dan karena v = m maka berdasarkan (i) diperoleh m ≤ n .
( ii )
(i )
Diambil sebarang himpunan bebas linear H di R-modul bebas R n untuk suatu n∈
+
. Misalkan H berdimensi m maka kembali berdasarkan Proposisi 2.2.5,
terdapat monomorfisma LH : R m → R n . Akibatnya 0 → R m → R n adalah barisan eksak, dan berdasarkan (ii) diperoleh m ≤ n . Hal ini sama dengan mengatakan bahwa untuk sebarang n ∈
+
setiap himpunan bebas linear di R-modul bebas R n
memiliki kardinalitas ≤ n , yang artinya ring R memenuhi kondisi rank kuat.
( iii )
(i )
Dimisalkan dalam sebarang R-modul kanan M yang dibangun oleh n elemen, sebarang n + 1 elemen di M tidak bebas linear. Akibatnya diperoleh M ≅ R n , dan untuk setiap n ∈
+
, RRn tidak dapat memuat RRn +1 . Hal ini sama dengan
54
+
n∈
mengatakan bahwa untuk setiap
, himpunan yang elemen-elemennya
bebas linear di R-modul bebas M memiliki kardinalitas ≤ n , yang artinya ring R memenuhi sifat kondisi rank kuat.
(i )
( iii )
Diasumsikan bahwa ring R memenuhi sifat kondisi rank kuat. Dimisalkan M adalah sebarang R-modul kanan yang dibangun oleh x1 ,..., xn , dan dimisalkan y1 ,..., yn +1 ∈ M . Kemudian dibentuk epimorfisma π : R n → M dengan definisi
ei
π ( ei ) = xi untuk setiap i = 1, 2,... , dimana {ei } adalah basis-basis standar di
dalam R n , dan diambil fi ∈ R n (1 ≤ i ≤ n + 1) sedemikian hingga fi
π ( fi ) = yi .
Karena ring R memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka setiap himpunan yang elemen-elemennya bebas linear memiliki kardinalitas ≤ n , sehingga berakibat f1 ,..., f n +1 ∈ R tidak bebas linear. Dengan menggunakan π , dapat dilihat bahwa
π ( f1 ) ,..., π ( f n +1 ) = y1 ,..., yn+1 ∈ M juga tidak bebas linear.
( i ) ⇔ ( iv ) Perhatikan sebelumnya bahwa: R n = e1 R1 ⊕ ... ⊕ en Rn = Untuk sebarang
{u1 ,..., um } ⊆ R n
n i =1
dengan u j =
ei aij | aij ∈ R . n i =1
e1aij , aij ∈ R , suatu kombinasi
linear dari u j memiliki bentuk: m j =1
Jika
m j =1
system
u j x j = 0 maka persamaan
ujxj = m j =1
m
n
j =1
i =1
ei aij x j =
n i =1
ei
m j =1
aij x j .
aij x j = 0 sehingga { x1 ,..., xm } merupakan solusi dari n
linear
m j =1
aij x j = 0 |1 ≤ i ≤ n , n < m
dengan
aij ∈ R .
Akibatnya dapat diperoleh kesimpulan bahwa ring R memenuhi kondisi rank kuat jika dan hanya jika untuk setiap n ∈
+
setiap himpunan dengan dimensi ( n + 1) 55
tidak bebas linear di R-modul bebas R n , jika dan hanya jika untuk setiap n system persamaan linear atas ring R,
m j =1
aij x j = 0 |1 ≤ i ≤ n , n < m , memiliki suatu
solusi nontrivial. Secara umum, baik JBT maupun kondisi rank bersifat simetris kiri/kanan sehingga kata “R-modul kanan” bisa diganti dengan “R-modul kiri”. Berikut merupakan kaitan antara kondisi rank dan kondisi rank kuat.
Proposisi 3.3.4. Jika ring R memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka ring R memenuhi kondisi rank.
Bukti: Diketahui ring R memenuhi kondisi rank kuat. Jika diberikan suatu pemetaan
α : R k → R n sebagai R-modul kanan, maka karena ring R memenuhi kondisi rank kuat diperoleh bahwa α adalah suatu monomorfisma dan berlaku k ≤ n . Karena
(R ) n
R
adalah modul bebas, maka α split, artinya ada epimorfisma β : R n → R k
dengan α β = 1Rn . Oleh karena itu, dapat disimpulkan kembali bahwa jika
β : R n → R k adalah suatu epimorfisma maka berlaku n ≥ k , dengan kata lain ring R memenuhi kondisi rank. Dengan demikian terbukti jika ring R memenuhi kondisi rank kuat, maka ring R juga memenuhi kondisi rank. Lemma berikut menunjukkan bahwa jika R ≠ 0 adalah ring noether, maka untuk setiap n ∈
+
,
(R ) n
R
adalah modul noether, yang nanti akan digunakan untuk
menunjukkan bahwa setiap ring noether memiliki sifat kondisi rank kuat.
Lemma 3.3.5. Jika R ≠ 0 adalah ring noether, maka untuk setiap n ∈ adalah modul noether.
56
+
, ( Rn )
R
Lemma berikut diperlukan untuk menunjukkan bahwa setiap ring noether memiliki sifat kondisi rank kuat. Kontraposisi dari lemma tersebut adalah untuk suatu R-modul kanan A, B dengan B ≠ 0 , jika A adalah modul noether maka A ⊕ B tidak dapat disisipkan ke dalam A.
Lemma 3.3.6. Diberikan AR , BR adalah modul kanan dengan B ≠ 0 . Jika A ⊕ B dapat diembeddingkan ke dalam A, maka A bukanlah suatu modul noether.
Bukti: Kalimat “ A ⊕ B dapat diembeddingkan ke dalam A” mengatakan bahwa A memiliki suatu submodul A1 ⊕ B1 dengan A1 ≅ A dan B1 ≅ B . Selanjutnya, karena A1 ≅ A , A ⊕ B juga bisa diembeddingkan ke dalam A1 , sehingga A1 memuat
suatu submodul A2 ⊕ B2 dengan A2 ≅ A dan B2 ≅ B . Kemudian, karena A2 ≅ A ,
A ⊕ B juga bisa diembeddingkan ke dalam A2 , sehingga A2 memuat suatu submodul A3 ⊕ B3 dengan A3 ≅ A dan B3 ≅ B . Seterusnya jika iterasi ini dilanjutkan, maka akan diperoleh suatu direct sum yang tak berhingga B1 ⊕ B2 ⊕ B3 ⊕ ... di dalam A dengan Bi ≅ B ≠ 0, ∀i . Jika dinotasikan
B1 '= B1 , B2 '= ( B1 ⊕ B2 ) , B3 '= ( B1 ⊕ B2 ⊕ B3 ) , ... , Bn '= ( B1 ⊕ B2 ⊕ ... ⊕ Bn ) , ...
maka rantai B1 '⊂ B2 '⊂ B3 '⊂ ... tidak akan berhenti. Dapat disimpulkan bahwa di dalam modul A ada rantai submodul-submodul B1 '⊂ B2 '⊂ B3 '⊂ ...
dengan
Bi '≠ Bn ' , ( ∀i ≥ n ) , yang artinya AR bukanlah modul noether. Dengan demikian terbukti bahwa jika A ⊕ B, untuk suatu modul BR ≠ 0 dapat diembeddingkan ke dalam AR , maka AR bukan merupakan modul noether.
Teorema 3.3.7. Setiap ring noether kanan R ≠ 0 bersifat kondisi rank kuat. Bukti: Diberikan R ≠ 0 adalah ring noether kanan. Perhatikan bahwa untuk setiap n, jika
( )
R adalah ring noether kanan, maka A = R n berdasarkan Lemma 3.3.6. di atas, 57
R
adalah suatu modul notherian, dan
A⊕ B
dengan
B≠0
tidak dapat
diembeddingkan ke dalam A. Akibatnya untuk setiap m > n , R m = A ⊕ R m − n juga
( )
tidak dapat disisipkan ke dalam A = R n
R
karena jelas R m − n ≠ 0 . Sama halnya
dengan mengatakan bahwa jika untuk setiap m > n , R m = A ⊕ R m −n sebagai Rmodul kanan, maka berlaku R m −n = 0 , yang artinya R memenuhi kondisi rank kuat. Dengan demikian terbukti bahwa setiap ring noether kanan bersifat kondisi rank kuat. Berikut merupakan contoh ring yang memenuhi kondisi rank kuat selain ring noether.
Contoh 3.3.8. Setiap ring komutatif R ≠ 0 memenuhi kondisi rank kuat, karena jika dibentuk suatu system atas n persamaan linear
m j =1
aij x j = 0 |1 ≤ i ≤ n , aij ∈ R dengan
m > n , maka berdasarkan Teorema 2.1.10, subring R0 yang dibangung atas
.1
dengan koefisien-koefisien aij adalah suatu ring noether tak nol. Berdasarkan Proposisi 3.3.3, maka system
m j =1
aij x j = 0 |1 ≤ i ≤ n , aij ∈ R memiliki suatu
solusi nontrivial di R0 , sehingga juga akan memiliki suatu solusi nontrivial di R. Dengan demikian ring komutatif R ≠ 0 memenuhi kondisi rank kuat. Kemudian, perhatikan kembali Teorema 3.1.3 dan Teorema 3.2.3 di atas. Hal tersebut berlaku untuk sifat JBT dan kondisi rank, tetapi tidak berlaku untuk sifat kondisi rank kuat. Jika g : R → S adalah suatu homomorfisma ring dan ring S memiliki sifat kondisi rank kuat, maka belum tentu ring R juga memiliki sifat kondisi rank kuat. Ada syarat tambahan untuk ini agar homomorfisma ring g : R → S tersebut berlaku, yaitu S adalah R-aljabar dan homomorfisma ring g
menyebabkan S menjadi R-modul datar. Hal ini dijelaskan dalam teorema di bawah ini. 58
Teorema 3.3.9. Diberikan S adalah R-aljabar dan g : R → S adalah suatu homomorfisma ring sedemikian hingga S adalah R-modul flat. Jika ring S memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka ring R juga memenuhi sifat kondisi rank kuat.
Bukti: Diketahui ring S memenuhi sifat kondisi rank kuat. Selanjutnya, sebagai R-modul f → RRn yang menyebabkan kanan diambil sebarang R-monomorfisma RRm
terbentuk barisan eksak: f 0 → R m → Rn .
Jika modul-modul R m , R n ini ditensorkan dengan modul kiri yang flat
R
S , maka
akan diperoleh barisan eksak 0 → S m → S n , sebagai R-modul kanan. Selanjutnya, karena ring S memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka berakibat m ≤ n . Dari sini, dapat dituliskan kembali bahwa untuk sebarang R-monomorfisma RRm → RRn berakibat m ≤ n , yang artinya ring R memenuhi sifat kondisi rank kuat. Dengan demikian terbukti, untuk sebarang homomorfisma g : R → S sedemikian sehingga S adalah R-modul flat, jika ring S memenuhi sifat kondisi rank kuat maka ring R juga memenuhi sifat kondisi rank kuat.
3.4. Stabil Berhingga Setelah dibahas mengenai tiga hal di atas, ada baiknya juga mempelajari keadaan yang jauh lebih kuat dari sifat JBT, yaitu stabil berhingga. Tujuannya tidak lain adalah untuk mengetahui lebih banyak kelas-kelas ring yang memenuhi JBT dan kondisi rank.
Definisi 3.4.1. Ring R dikatakan ring Dedekind (derectly atau von Neumann) finite jika xy = 1 maka yx = 1 untuk setiap x, y ∈ R .
59
Definisi tersebut mengatakan bahwa pada ring Dedekind finite R, untuk setiap x ∈ R jika elemen x invertible kanan maka elemen x juga invertible kiri. Selanjutnya akan diberikan contoh ring-ring Dedekind finite sebagai berikut.
Contoh 3.4.2. 1) Daerah integral yang tidak komutatif atau divison ring adalah ring Dedekind finite. Misalkan diketahui ring R tidak memiliki pembagi nol kiri atau kanan. Selanjutnya diambil sebarang a, b ∈ R dengan ab = 1 . Karena elemen
0 ≠ a ∈ R bukanlah pembagi nol kiri maka jika a ( ab − ba ) = 0 berlaku ab − ba = 0 ⇔ ba = ab = 1 dan karena elemen 0 ≠ b ∈ R juga bukan pembagi nol kanan maka jika
( ab − ba ) b = 0
berlaku ab − ba = 0 ⇔ ba = ab = 1 .
Dengan demikian terbukti bahwa jika ring R tidak memiliki pembagi nol kiri atau kanan, untuk sebarang a, b ∈ R berlaku ab = 1
ba = 1 , yang artinya R
adalah ring Dedekind finite. 2) Ring komutatif adalah ring Dedekind finite, karena untuk sebarang x, y ∈ R dengan xy = 1 berlaku yx = xy = 1 . 3) Diberikan
-modul A = × × × ... dan R = End ( A) . Misalkan ϕ ,ψ ∈ R
dengan
ϕ ( a1 , a2 , a3 ,...) = ( a2 , a3 ,...)
definisi
dan
ψ ( a1 , a2 , a3 ,...) = ( 0, a1 , a2 , a3 ,...) . Perhatikan bahwa ϕψ ∈ R adalah elemen identitas dan ψϕ ∈ R bukan elemen identitas karena:
(ϕ ψ )( a1 , a2 , a3 ,...) = ϕ (ψ ( a1 , a2 , a3 ,...) ) = ϕ ( 0, a1 , a2 , a3 ,...) = ( a1 , a2 , a3 ,...) (ψ ϕ )( a1 , a2 , a3 ,...) = ψ (ϕ ( a1 , a2 , a3 ,...) ) = ψ ( a2 , a3 ,...) = ( 0, a2 , a3 ,...) Dengan kata lain, ϕψ = 1R tetapi ψϕ ≠ 1R yang artinya bahwa R bukan ring Dedekind finite.
Definisi 3.4.3. Ring R dikatakan ring yang stabil berhingga jika M n ( R ) adalah ring Dedekind finite untuk setiap n ∈
+
.
60
Sifat-sifat dari ring stabil berhingga tertuang dalam proposisi di bawah ini, dimana suatu ring stabil berhingga R dapat dilihat dari sisi jumlahan langsung R-modul bebasnya dengan R-modul lain, epimorfisma R-modul bebas ke dirinya sendiri dan sifat Dedekind finite.
Proposisi 3.4.4. Pernyataan-pernyataan di bawah ini ekuivalen: (i)
Ring R adalah ring stabil berhingga.
(ii)
Untuk setiap n ∈
+
, jika R n ≅ R n ⊕ K sebagai R-modul kanan maka
K = 0. +
(iii)
Untuk setiap n ∈
(iv)
End ( RR ) adalah ring Dedekind finite.
, setiap epimorfisma R n → R n adalah isomorfisma.
Bukti: ( i ) ( ii ) Diketahui ring R memenuhi sifat stabil berhingga. Diambil sebarang n ∈
+
dengan R n ≅ R n ⊕ K sebagai R-modul kanan. Karena R n ≅ R n ⊕ K maka ada isomorfisma
f : Rn → Rn ⊕ K
modul
dengan
matriks
representasi
[ f ] ∈ M m×n ( R ) dan m = n + x
untuk setiap m dimensi dari R n ⊕ K dan x dimensi
dari K. Selanjutnya ada
g : Rn ⊕ K → Rn
[ g ] ∈ M nxm ( R )
sedemikian hingga
[ f ][ g ] = I m
diperoleh
dan
f o g = 1R m
dengan matriks representasi dan g o f = 1R n . Akibatnya
[ g ][ f ] = I n ∈ M n ( R ) .
Berdasarkan (i), M n ( R )
adalah ring Dedekind finite sehingga karena [ g ][ f ] = I n ∈ M n ( R ) maka berlaku
[ f ][ g ] = I n ∈ M n ( R ) .
[ f ][ g ] = I m ∈ M m ( R ) , m = n + x
Di lain pihak
atau
I m = [ f ][ g ] = I n , sehingga akibatnya diperoleh x = 0 atau K = 0 .
( ii )
( iii )
Diambil sebarang n ∈ modul
bebas,
+
maka
dan epimorfisma f : R n → R n . Karena R n adalah Rf
split,
akibatnya
61
dapat
dibentuk
barisan
f
i
0 → Ker ( f ) → R n → R n → 0 dengan R n = R n ⊕ Ker ( f ) , sehingga berdasarkan (ii) diperoleh Ker ( f ) = 0 yang artinya f injektif. Karena f surjektif dan injektif sekaligus, maka f adalah isomorfisma.
( iii ) ( i ) +
Diambil sebarang n ∈ diperoleh
g
dan X , Y ∈ M n ( R ) dengan XY = I n . Akibatnya
f
Rn → Rn → Rn epi
dengan
matriks-matriks
representasi
X = [ f ] ∈ M n ( R ) , Y = [ g ] ∈ M n ( R ) . Karena f adalah epimorfisma, maka berdasarkan (iii) f adalah isomorfisma, yang artinya ada Z ∈ M n ( R ) dengan ZX = I n . Perhatikan bahwa dengan mengalikan Z dari kiri pada persamaan
XY = I n diperoleh:
Z ( XY ) = ZI n ⇔ ( ZX ) Y = Z ⇔ I nY = Z ⇔ Y = Z Dengan demikian diperoleh YX = I n yang artinya M n ( R ) ring Dedekind finite atau ring R stabil berhingga.
( iii )
( iv )
Diketahui untuk setiap n ∈
+
, setiap epimorfisma R n → R n adalah isomorfisma.
Diambil sebarang a, b ∈ End ( RR ) dengan ab = 1End ( RR ) . Akibatnya diperoleh bahwa a surjektif, dan berdasarkan ( iii ) diperoleh bahwa a adalah isomorfisma, sehingga terdapat c ∈ End ( RR ) sedemikian hingga ca = 1End ( RR ) . Perhatikan bahwa:
c ( ab ) = c1 ⇔ ( ca ) b = c ⇔ 1b = c ⇔ b = c , sehingga dapat diperoleh ba = 1 , dan terbukti bahwa End ( RR ) Dedekind finite.
( iv )
( iii )
62
adalah ring
Diketahui End ( RR ) adalah ring Dedekind finite. Diambil sebarang n ∈
+
dan
epimorfisma f : R n → R n . Karena R n adalah R-modul bebas maka f split. Jadi, terdapat g : R n → R n dengan f g = 1Rn . Dari sini sudah bisa dikatakan bahwa f , g ∈ E , dan berdasarkan (iv), dapat diperoleh g f = 1Rn . Dengan demikian terbukti bahwa f adalah suatu isomorfosma. Dengan menggunakan Lemma 2.1.12, karena R ≅ End ( RR ) maka akan diperoleh akibat sebagai berikut.
Akibat 3.4.5. Ring R adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika ring R adalah ring Dedekind finite. Dengan demikian setiap ring stabil berhingga adalah ring Dedekind finite, dan sebaliknya. Berikut merupakan contoh ring-ring yang memenuhi stabil berhingga.
Contoh 3.4.6. 1. Ring komutatif memiliki sifat stabil berhingga, karena berdasarkan Contoh 3.4.2, setiap ring komutatif merupakan ring Dedekind finte. Berdasarkan Akibat 3.4.5, diperoleh setiap ring komutatif adalah ring stabil berhingga. 2. Ring noether adalah ring stabil berhingga dengan pembuktian sebagai berikut. (i) Perhatikan bahwa jika R adalah ring noether, maka berdasarkan 2.1.8, R adalah R-modul noether. Kemudian untuk suatu n ∈
+
n, R n juga
merupakan R-modul noether, karena jika I n ⊆ R, n = 1, 2,... adalah idealideal di ring R maka akan berlaku I1 ⊆ I 2 ⊆ ... ⊆ I k = I k +1 untuk suatu k ≥ n . Di lain pihak, I n ⊆ R, n = 1, 2,... tersebut juga bisa dipandang sebagai R-modul dan menjadi submodul di modul R . Perhatikan bahwa
R n = R ⊕ ... ⊕ R
sebanyak n kali, akibatnya R n yang merupakan
jumlahan langsung berhingga dari R-modul noether juga merupakan modul noether. 63
(ii) Karena R n adalah modul noether, maka setiap epimorfisma f : R n → R n adalah suatu isomorfisma, karena jika diandaikan ada epimorfisma
ϕ : Rn → Rn
yang bukan merupakan isomorfisma, maka terdapat
0 ≠ x ∈ ker ϕ . Untuk setiap bilangan asli positif n ≥ 1, y ∈ R n dengan
x = ϕ n ( y ) , akan mengakibatkan ϕ n+1 ( y ) = ϕ ( x ) = 0 sehingga berlaku n y ∈ ker ϕ n +1 . Namun karena diketahui bahwa ϕ ( y ) = x = 0 yang artinya
y ∉ ker ϕ n , maka akan diperoleh suatu rantai naik dari submodul-
submodul di R n , yaitu: ker ϕ ⊂ ker ϕ 2 ⊂ ker ϕ 3 ⊂ ... ⊂ ker ϕ n ⊂ ... ,
yang kontradiksi dengan fakta bahwa R n adalah R-modul noether. Dengan demikian terbukti bahwa jika R n adalah R-modul noether, maka setiap epimorfisma f : R n → R n adalah suatu isomorfisma, dan berdasarkan Proposisi 3.4.4, terbukti bahwa R adalah ring stabil berhingga. Dari sini didapatkan skema sebagai berikut:
R noetherian
(R ) n
R
noetherian
setiap epimorfisma f : R n → R n adalah isomorfisma R stabil berhingga Perhatikan kembali bahwa jika g : R → S adalah suatu homomorfisma ring dengan ring S bersifat stabil berhingga, maka belum tentu ring R juga merupakan ring stabil berhingga. Berikut merupakan syarat pemetaan di atas agar berlaku untuk sifat stabil berhingga, yang dijelaskan dalam teorema di bawah ini.
Teorema 3.4.7. Diberikan R adalah subring S. Jika ring S adalah bersifat stabil berhingga maka R juga bersifat stabil berhingga.
64
Bukti: Karena R adalah subring S maka ada pemetaan embedding g : R → S . Selanjutnya, dengan R = S = g ( R ) , maka elemen identitas e di ring R adalah elemen idempoten di ring S, dengan elemen idempoten komplemen f = 1 − e yang memenuhi Rf = fR = 0 . Kemudian diambil sebarang A, B ∈ M n ( R ) dengan AB = eI n . Sebelumnya perhatikan bahwa ∀ ( A + fI n ) , ( B + fI n ) ∈ M n ( S ) berlaku:
( A + fI n )( B + fIn ) = AB + f 2 I n = eI n + fI n = ( e + f ) In = I n Karena diketahui bahwa ring S adalah ring stabil berhingga, maka berlaku juga:
I n = ( B + fI n )( A + fI n ) = BA + fI n sehingga diperoleh BA = I n − fI n = (1 − e ) I n = eI n . Terbukti bahwa M n ( R ) adalah ring Dedekind-finite atau dengan kata lain R adalah ring stabil berhingga. Dengan demikian terbukti bahwa jika R adalah subring S dengan S adalah ring stabil berhingga, maka ring R juga merupakan ring stabil berhingga. Sama halnya dengan sifat JBT atau kondisi rank, maka baik Dedekind finite maupun stabil berhingga, keduanya juga bersifat simetris kiri/kanan sehingga kata “R-modul kanan” bisa diganti dengan “R-modul kiri”. Selanjutnya, untuk suatu ideal I di ring R, jika ring R adalah ring stabil berhingga maka belum tentu ring
R I adalah ring stabil berhingga. Berikut adalah syarat bagi idealnya agar hal tersebut berlaku, yang dijelaskan dalam teorema di bawah ini.
Teorema 3.4.8. Diberikan ideal I ⊆ rad ( R ) . Ring R adalah ring stabil behingga jika dan hanya jika ring R I adalah ring stabil berhingga.
Bukti: Karena ring R adalah ring stabil berhingga, maka M n ( R ) adalah ring Dedekind finite. Dengan menggunakan Proposisi 2.1.19, diperoleh bahwa S adalah ring Dedekind finite jika dan hanya jika S = S J ring Dedekind finite. Untuk ring R yang diberikan dan sebarang n ≥ 1, jika dimisalkan S = M n ( R ) maka diperoleh: 65
J = M n ( I ) ⊆ M n ( rad ( R ) ) = rad ( M n ( R ) ) = rad ( S ) , dan S J = Mn ( R) Mn ( I ) ≅ Mn ( R I )
Dari sini akan diperoleh bahwa ring S = M n ( R ) adalah ring Dedekind finite jika dan hanya jika S J ≅ M n ( R I ) ring Dedekind finite. Karena ini berlaku untuk setiap n ∈
+
, maka R I adalah ring stabil berhingga. Dengan demikian terbukti
bahwa untuk suatu ideal I ∈ rad ( R ) , berlaku R adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika R I ring stabil berhingga.
3.5. Kaitan antara JBT, Kondisi Rank (Kuat) dan Stabil Berhingga Yang menarik selanjutnya adalah kaitan antara sifat JBT, kondisi rank (kuat) dan stabil berhingga, yaitu sifat stabil berhingga paling kuat dan sifat JBT paling lemah. Hal tersebut tertuang dalam teorema di bawah ini.
Teorema 3.5.1. Pernyataan-pernyataan berikut terpenuhi: a) Jika ring R adalah ring stabil berhingga, maka ring R memenuhi kondisi rank b) Jika ring R memenuhi kondisi rank maka ring R memenuhi JBT
Bukti: a) Diketahui ring R adalah ring stabil berhingga. Selanjutnya, jika diandaikan ring R tidak memenuhi kondisi rank, maka ada suatu epimorfisma α : R k → R n dengan k < n < ∞ . Perhatikan bahwa: R k ≅ ( R n ⊕ ker α ) ≅ R k ⊕ ( R n − k ⊕ ker α ) sehingga diperoleh bahwa
R n −k ≠ 0
dan berakibat
(R
n−k
⊕ ker α ) ≠ 0 .
Berdasarkan Proposisi 3.4.4 diperoleh bahwa ring R bukan merupakan ring stabil berhingga. Dengan demikian terbukti bahwa jika ring R adalah ring stabil berhingga maka ring R memenuhi kondisi rank. b) Diketahui ring R memenuhi kondisi rank. Selanjutnya, diambil sebarang m, n ∈
+
dengan R m ≠ R n . Akibatnya akan diperoleh suatu barisan eksak
R m → R n → 0 dan 0 → R n → R m , sehingga karena ring R memenuhi kondisi
66
rank diperoleh m ≥ n dan n ≤ m , yang artinya m = n , dan dengan kata lain ring R memenuhi JBT. Dengan demikian terbukti jika ring R memenuhi kondisi rank maka ring R memenuhi JBT. Berdasarkan teorema di atas, jika ring R memenuhi stabil berhingga, maka ring R memenuhi kondisi rank. Namun untuk sebaliknya belum tentu berlaku. Kondisi ini akan dipernuhi jika R adalah ring sederhana. Hal ini tertuang dalam proposisi di bawah ini. Namun untuk itu diperlukan lemma berikut, yang menyatakan bahwa terdapat kaitan yang sangat erat antara kondisi rank dan stabil berhingga. Intinya, lemma berikut menegaskan bahwa sebarang ring R memiliki image homomorfik terbesar R yang merupakan ring stabil berhingga.
Lemma 3.5.2. Pernyataan-pernyataan berikut ekuivalen: i)
Ring R memenuhi kondisi rank
ii)
R≠0
iii) Ring R memiliki suatu image homomorfik tak nol yang stabil berhingga iv) Ring R memiliki suatu homomorfisma ke suatu ring tak nol yang stabil berhingga v)
Untuk sebarang m ≥ 1 dan C , D ∈ M m ( R ) , jika CD = I maka x ( I − CD ) ≠ 1 untuk sebarang vektor baris berukuran 1× m dan vektor kolom berukuran m ×1 .
Proposisi 3.5.3. Diberikan R adalah ring sederhana. R adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika ring R memenuhi kondisi rank.
Bukti: Telah dibuktikan sebelumnya, sehingga jelas bahwa jika R adalah ring yang stabil berhingga, maka ring R juga memenuhi kondisi rank. ⇐ Diketahui ring R ≠ 0 memenuhi kondisi rank. Berdasarkan Lemma 3.5.2, diperoleh bahwa untuk suatu ideal I ⊆ R , jika ring R ≠ 0 memenuhi kondisi rank 67
maka ring R memiliki suatu homomorfisma ke suatu R I ≠ 0 yang bersifat stabil berhingga. Perhatikan bahwa jika R adalah ring sederhana maka berakibat R ≅ R I , karena ideal yang ada di ring R hanyalah {0} dan R sendiri sehingga untuk I = R berlaku R I = R R ≅ R . Dari sini akan diperoleh bahwa R ≅ R I adalah ring stabil berhingga. Dengan demikian terbukti bahwa suatu ring sederhana R memenuhi kondisi rank jika dan hanya jika ring R adalah ring stabil berhingga. Kemudian, dari Teorema 3.5.1 di atas juga diperoleh bahwa jika suatu ring memiliki sifat kondisi rank, maka ring tersebut juga memiliki sifat JBT. Namun untuk sebaliknya belum tentu berlaku. Contoh berikut menjelaskan bahwa dapat dikonstruksi suatu ring yang bersifat JBT tetapi tidak memenuhi sifat kondisi rank.
Contoh 3.5.4. Misalkan R adalah
-aljabar dengan R = a, b, c, d yang memenuhi relasi-relasi
ac = 1 = bd , bc = ad = 0 . Dari sini diperoleh untuk suatu
a b
∈ M 2×1 ( R ) dan
( c, d ) ∈ M1×2 ( R ) berlaku: a b
( c, d ) =
ac ad bc bd
=
1 0 0 1
= I2 ,
sehingga berdasarkan Proposisi 3.2.2 diperoleh bahwa ring R tidak memenuhi sifat kondisi rank. Namun perhatikan bahwa ring R tersebut memiliki sifat JBT, karena dapat dibentuk suatu homomorfisma f : R → sifat JBT (jelas karena
, dan karena
memiliki
adalah lapangan), maka ring R juga memiliki sifat JBT.
Berikut merupakan kaitan antara JBT, kondisi rank, stabil berhingga dan kondisi rank kuat pada ring-ring M n ( R ) , R x , R [ x ] jika diketahui ring R memiliki sifat JBT, kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga.
68
Teorema 3.5.5. Pernyataan-pernyataan berikut terpenuhi: a) Ring R memenuhi JBT jika dan hanya jika ring matriks M n ( R ) , n ≥ 1 memenuhi JBT. b) Ring R memenuhi sifat kondisi rank
jika dan hanya jika ring matriks
M n ( R ) , n ≥ 1 memenuhi sifat kondisi rank. c) Ring R memenuhi sifat kondisi rank kuat jika dan hanya jika ring matriks
M n ( R ) , n ≥ 1 memenuhi sifat kondisi rank kuat. d) Ring R adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika ring matriks
M n ( R ) , n ≥ 1 adalah ring stabil berhingga. Bukti: a) Untuk sifat JBT. Diketahui ring R memenuhi JBT, akan ditunjukkan bahwa ring M n ( R ) juga memenuhi JBT. Jika diandaikan ring M n ( R ) tidak memenuhi JBT maka terdapat p, q ∈
+
dengan
p≠q
dan
matriks-matriks
A ∈ M p× q ( M n ( R ) )
dan
B ∈ M q× p ( M n ( R ) ) sedemikian sehingga berlaku AB = I p & BA = I q . Perhatikan bahwa matriks A dan B tersebut bisa dipandang sebagai matriks atas ring R, yaitu
A ∈ M np×nq ( R ) , dan B ∈ M nq×np ( R ) dengan np ≠ nq , sehingga diperoleh bahwa ring R tidak memenuhi JBT. Dengan demikian terbukti bahwa jika ring R memenuhi JBT maka ring M n ( R ) juga memenuhi JBT. ⇐ Diketahui ring
Mn ( R)
homomorfisma
ring
memenuhi JBT. Perhatikan bahwa ada suatu
f : R → Mn ( R)
dengan
r
f ( r ) = diag ( r,..., r ) .
Berdasarkan Teorema 3.1.3, karena ring M n ( R ) memenuhi JBT, maka berakibat
69
ring R memenuhi JBT. Dengan demikian terbukti bahwa jika ring M n ( R ) memenuhi JBT maka ring R juga memenuhi JBT. b) Untuk sifat kondisi rank. Diketahui ring R memenuhi kondisi rank. Jika diandaikan ring M n ( R ) tidak memenuhi kondisi rank maka
A ∈ M p×q ( M n ( R ) ) , dan B ∈ M q× p
( ∃p, q ∈ ) p > q ≥ 1 dan matriks-matriks ( M ( R ) ) dengan AB = I . Dengan cara yang +
n
p
sama, matriks A dan B tersebut bisa dipandang sebagai matriks atas ring R, yaitu
A ∈ M np×nq ( R ) , B ∈ M nq×np ( R ) dengan np > nq ≥ 1 , sehingga diperoleh bahwa ring R tidak memenuhi sifat kondisi rank. Dengan demikian terbukti bahwa jika ring R memenuhi sifat kondisi rank maka ring M n ( R )
juga memenuhi sifat
kondisi rank. ⇐ Diketahui ring M n ( R ) memenuhi sifat kondisi rank. Perhatikan bahwa karena ada homomorfisma ring f : R → M n ( R ) dengan r
diag ( r ,..., r ) . Berdasarkan
Teorema 3.2.3, karena ring M n ( R ) memenuhi kondisi rank, maka ring R juga memenuhi kondisi rank. c) Untuk sifat kondisi rank kuat. Diketahui ring R memenuhi sifat kondisi rank kuat. Jika diandaikan ring M n ( R ) tidak memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka untuk suatu m ∈ embedding
( M ( R )) n
m +1 Mn ( R)
→ ( M n ( R ) )M m
n
( R)
. Karena
mengakibatkan suatu pemetaan embedding
( R )R
R
n 2 m +1
+
ada pemetaan
( M ( R )) ≅ ( R ) n
R
→ ( R )R
n2 m
n2
maka
, yang artinya
bahwa ring R juga tidak memenuhi sifat kondisi rank kuat. Jadi, terbukti jika ring R memenuhi sifat kondisi rank kuat maka ring M n ( R ) juga memenuhi sifat kondisi rank kuat. 70
⇐ Diketahui ring M n ( R ) memenuhi sifat kondisi rank kuat. Perhatikan bahwa ada pemetaan embedding
ε : R → Mn ( R)
dengan
r
diag ( r ,..., r ) . Dengan
memandang M n ( R ) sebagai R-modul kiri, maka dapat R
( M ( R )) n
adalah
suatu
modul
datar
ε : R → M n ( R ) sedemikian sehingga
R
(flat).
( M ( R )) n
Karena
diperoleh bahwa ada
embedding
adalah modul flat dengan
M n ( R ) memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka ring R juga memenuhi sifat kondisi rank kuat (lihat Teorema 3.3.9). Dengan demikian terbukti bahwa jika ring M n ( R ) memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka ring R juga memenuhi sifat kondisi rank kuat. d) Untuk sifat stabil berhingga. Diketahui ring R adalah ring stabil berhingga. Selanjutnya, jika diandaikan ring
M n ( R ) bukan merupakan ring stabil berhingga maka terdapat p ∈ matriks-matriks
A, B ∈ M p ( M n ( R ) )
dengan
AB = I p ≠ BA .
+
dan
Karena
M p ( M n ( R ) ) = M pn ( R ) maka diperoleh bahwa ring R bukan merupakan ring stabil berhingga. Dengan demikian terbukti bahwa jika ring R adalah ring stabil berhingga maka ring M n ( R ) juga merupakan ring stabil berhingga. ⇐ Diketahui ring M n ( R ) adalah ring stabil berhingga. Perhatikan bahwa ada pemetaan embedding ε : R → M n ( R ) sehingga karena ring M n ( R ) adalah ring stabil berhingga maka ring R juga merupakan ring stabil berhingga (lihat Teorema 3.4.7). Pada teorema berikut, untuk sifat kondisi rank kuat hanya bisa dibuktikan satu arah saja, yaitu jika ring R x memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka ring R juga memenuhi sifat kondisi rank kuat. 71
Teorema 3.5.6. Pernyataan-pernyataan berikut terpenuhi: a) Ring R memenuhi JBT jika dan hanya jika ring deret pangkat formal R x memenuhi JBT. b) Ring R memenuhi sifat kondisi rank jika dan hanya jika ring deret pangkat formal R x memenuhi sifat kondisi rank. c) Jika ring deret pangkat formal R x memenuhi sifat kondisi rank kuat maka ring matriks R memenuhi sifat kondisi rank kuat. d) Ring R adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika ring deret pangkat formal R x adalah ring stabil berhingga.
Bukti: a) Untuk sifat JBT. Diketahui ring R x
memenuhi JBT. Karena ada suatu homomorfisma ring
f : R → R x (pemetaan inklusi) dengan r Teorema 3.1.3 berlaku jika ring R x
f (r ) =
∞ i =0
ri xi , maka berdasarkan
memenuhi JBT, maka ring R juga
memenuhi JBT. Dengan demikian, terbukti bahwa jika ring R x
memenuhi
JBT, maka ring R juga memenuhi JBT. ⇐ Diketahui ring R memenuhi JBT. Karena ada suatu homomorfisma ring
f : R x → R dengan
∞ i =0
ri xi
f
∞ i =0
ri xi = r0 , maka kembali berdasarkan
Teorema 3.1.3, diperoleh bahwa jika ring R memenuhi JBT, maka ring R x juga memenuhi JBT. Dengan demikian terbukti bahwa jika ring R memenuhi JBT, maka ring R x juga memenuhi JBT. b) Untuk sifat kondisi rank pembuktiannya analog dengan pembuktian pada sifat JBT di atas, baik pembuktian yang ke kiri maupun ke kanan.
72
c) Untuk sifat kondisi rank kuat. ⇐ Khusus untuk sifat kondisi rank kuat hanya akan dibuktikan satu arah, karena untuk arah sebaliknya belum tentu berlaku. Diketahui ring R x memenuhi sifat kondisi rank kuat. Dengan memandang R x sebagai suatu R-modul kiri melalui pemetaan embedding ε : R → R x , maka dapat diperoleh dimana
R
(R
)
x
R
(R
adalah modul flat. Jadi, karena ring R x
x
memenuhi sifat
kondisi rank kuat dan ada pemetaan embedding ε : R → R x sehingga
R
(R
x
)
) ≅ R × R × ... , sedemikian
adalah modul flat, maka ring R juga memenuhi sifat kondisi
rank kuat (lihat Teorema 3.3.9). Dengan demikian terbukti jika ring R x memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka ring R juga memenuhi sifat kondisi rank kuat. d) Untuk sifat stabil berhingga. Diketahui ring R x adalah ring stabil berhingga. Perhatikan bahwa R adalah subring dari R x sehingga karena ring R x
adalah ring stabil berhingga maka
ring R juga merupakan ring stabil berhingga (lihat Teorema 3.4.7). Dengan demikian terbukti bahwa jika ring R x adalah ring stabil berhingga maka ring R juga merupakan ring stabil berhingga. ⇐ Diketahui ring R adalah ring stabil berhingga. Selanjutnya, dibentuk ideal
x ⊆ R x yang dibangun oleh x. Karena 1 + x memuat unit-unit dari ring R x , maka x ⊆ rad ( R x ) . Perhatikan bahwa karena R x ∞ i =0
ri xi
f
∞ i =0
x ≅ R dengan
ri xi = r0 . Berdasarkan Teorema 3.4.8, karena x ⊆ rad ( R x
73
)
dan jika ring R adalah ring stabil berhingga maka berakibat ring R x
x
juga
merupakan ring stabil berhingga. Akibatnya, karena R x adalah subring dari R x
x maka R x adalah ring stabil berhingga (lihat Teorema 3.4.7). Dengan
demikian, terbukti bahwa jika ring R adalah ring stabil berhingga, maka ring
R x juga merupakan ring stabil berhingga. Teorema 3.5.7. Pernyataan-pernyataan berikut terpenuhi: a) Ring R memenuhi JBT jika dan hanya jika ring polynomial R [ x] memenuhi JBT. b) Ring R memenuhi sifat kondisi rank jika dan hanya jika ring polynomial R [ x] memenuhi sifat kondisi rank. c) Jika ring polynomial R [ x] memenuhi sifat kondisi rank
kuat maka ring
matriks R memenuhi sifat kondisi rank kuat. d) Ring R adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika ring polynomial R [ x] adalah ring stabil berhingga.
Bukti: a) Untuk sifat JBT. Diketahui ring R [ x] memenuhi JBT. Karena ada suatu homomorfisma ring
f : R → R [ x] (pemetaan inklusi) dengan r
f (r ) =
n i =0
ri xi , maka berdasarkan
Teorema 3.1.3 berakibat bahwa ring R juga memenuhi JBT. Dengan demikian terbukti bahwa jika ring R [ x] memenuhi JBT, maka ring R juga memenuhi JBT. ⇐ Diketahui ring R memenuhi JBT. Karena ada suatu homomorfisma ring
f : R [ x] → R dengan
n i =0
ri xi
f
n i =0
ri xi = r0 , maka kembali berdasarkan
74
Teorema 3.1.3 diperoleh bahwa jika ring R memenuhi JBT, maka ring R [ x] juga memenuhi JBT. b) Untuk sifat kondisi rank pembuktiannya analog dengan pembuktian pada JBT di atas, baik pembuktian yang ke kiri maupun ke kanan. c) Untuk sifat kondisi rank kuat. Diketahui ring R memenuhi sifat kondisi rank kuat. Kemudian dibentuk suatu system persamaan linear homogen atas ring R [ x ] dengan m > n sebagai berikut:
(1) Dinotasikan aij ( x ) =
d k =0
m j =1
aij ( x ) y j = 0, (1 ≤ i ≤ n )
aijk x k dan y j =
d' l =0
ylj x l . Perhatikan bahwa untuk setiap
i = 1, 2,..., n berlaku:
0=
m j =1
=
aij ( x ) y j
m
d
j =1
k =0
(
=
j
=
k ,l
(
aijk x k k
aijk x k j
d' l =0
)(
)
ylj x l l
ylj xl
aijk ylj x k +l ,
)
( ∀i )
Karena 1 ≤ i ≤ n dan 0 ≤ k + l ≤ d + d ', maka akan terbentuk system persamaan linear homogen atas ring R dengan n ( d + d '1 + ) persamaan, dengan indeks { ylj } adalah m ( d '1 + ) . Karena ring R memenuhi kondisi rank kuat, maka system persamaan linear ini memiliki suatu penyelsesaian nontrivial atas ring R jika d ' yang dipilih sangat besar sedemikian hingga d ' ( m − n ) > n ( d + 1) − m . Oleh karena itu, system persamaan (1) tersebut memiliki suatu solusi nontrivial atas ring R [ x ] . Terbukti bahwa ring R [ x ] memenuhi kondisi rank kuat (lihat Teorema 3.3.3) ⇐
75
Diketahui R
ring
R [ x]
memenuhi
sifat
kondisi
( R [ x ]) ≅ R ⊕ R ⊕ ... adalah modul bebas, maka ( R [ x ]) R
rank
kuat.
Karena
merupakan modul flat.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada homomorfisma ring R → R [ x ] sedemikian sehingga
R
( R [ x ])
adalah modul flat. Jadi, karena ring R [ x] memenuhi sifat
kondisi rank kuat, maka ring R juga memenuhi sifat kondisi rank kuat (lihat Teorema 3.3.9). d) Untuk sifat stabil berhingga. Diketahui ring R [ x] adalah ring stabil berhingga. Perhatikan bahwa R adalah subring dari R [ x] , sehingga karena ring R [ x] adalah ring stabil berhingga, maka ring R juga merupakan ring stabil berhingga (lihat Teorema 3.4.8). Dengan demikian terbukti bahwa jika ring R [ x] adalah ring stabil berhingga maka ring R juga merupakan ring stabil berhingga. ⇐ Diketahui ring R adalah ring stabil berhingga. Berdasarkan Teorema 3.5.6 di atas diperoleh bahwa ring R adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika ring
R x adalah ring stabil berhingga. Padahal R [ x] adalah subring dari R x . Karena ring R x adalah ring stabil berhingga, maka ring R [ x] juga merupakan ring stabil berhingga. Dengan demikian terbukti bahwa jika ring R adalah ring stabil berhingga maka ring R [ x] juga merupakan ring stabil berhingga. Berikut merupakan akibat dari teorema yang mengatakan bahwa untuk suatu pemetaan embedding ε : R → S , jika ring S adalah ring stabil berhingga maka ring R juga merupakan ring stabil berhingga, yaitu produk dari ring-ring stabil berhingga juga merupakan ring stabil berhingga.
76
Akibat 3.5.8. Diberikan
∏
i∈I
Ri adalah hasil kali langsung dari Ri .
∏
i∈I
Ri
adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika Ri untuk setiap i ∈ I adalah ring stabil berhingga.
Bukti: Diketahui
∏
i∈I
Ri adalah ring stabil berhingga. Karena ada pemetaan embedding
ε : Ri → ∏ i∈I Ri maka berlaku Ri juga merupakan ring stabil berhingga. Dengan
∏
demikian terbukti bahwa jika
i∈I
Ri adalah ring stabil berhingga, maka Ri juga
merupakan ring stabil berhingga. ⇐ Diketahui Ri adalah ring stabil berhingga untuk setiap i ∈ +
Teorema 0, diperoleh bahwa untuk setiap n ∈ +
berhingga untuk setiap i ∈
+
. Berdasarkan
, M n ( Ri ) adalah ring stabil
. Akibatnya diperoleh bahwa M n ( Ri ) adalah ring
Dedekind finite. Selanjutnya perhatikan bahwa untuk sebarang a11
a1n
b11
b1n
, an1
a' 11
a1n
,... ,
ann
bn1
bnn
b' 11
b' 1n
b' n1
b' nn
, a' n1
ann
,... ∈ ∏ i∈I M n ( Ri )
dengan a11
a1n
b11
b1n
, an1
ann
a' 11
a1n
,... bn1
bnn
b' 11
b' 1n
b' n1
b' nn
, a' n1
ann
,... = ∏ i I i
berlaku:
a11
a1n
b11
b1n
b11
b1n
a11
a1n
bn1
bnn
an1
ann
= Ii = an1
ann
bn1
bnn
a11
a1n
b11
b1n
an1
ann
bn1
bnn
untuk setiap
77
∈ M n ( Ri ) , sehingga pasti berlaku
a' 11
a1n
b' 11
b' 1n
, a' n1
ann
a' 11
a11
a1n
b11
,... b' n1
b' nn
a11
a1n
a1n
=
b1n
, an1
ann
b' 11
b' 1n
,... bn1
b11
bnn b1n
,
,...
a' n1
ann
an1
ann
b' n1
a11
a1n
a' 11
a1n
b11
=
b' nn
bn1
b1n
bnn
b' 11
b' 1n
, an1
ann
a' n1
,...
ann
bn1
bnn
b' n1
b' nn
= ∏ i Ii , yang artinya bahwa bahwa Mn
Mn
(∏
i∈I
(∏
i∈I
∏ Ri
)
i∈I
M n ( Ri ) adalah ring Dedekind finite. Dari sini diperoleh juga
merupakan
ring
Dedekind
finite,
karena
)
Ri ≅ ∏ i∈I M n ( Ri ) dengan
( a11 , b11 ,...) ( an1 , bn1 ,...)
( a1n , b1n ,...)
a11
a1n
b11
b1n
,
( ann , bnn ,...)
an1
,...
ann
untuk setiap ai ∈ Ai , yang artinya bahwa M n
(∏
stabil berhingga. Oleh karena itu diperoleh bahwa
i∈I
bn1 Ri
∏
) i∈I
bnn
juga merupakan ring
Ri adalah ring stabil
berhingga. Dengan demikian terbukti bahwa jika Ri adalah ring stabil berhingga maka
∏
i∈I
Ri juga merupakan ring stabil berhingga.
Berikut akan ditunjukkan bahwa
k
∏A i =1
i
tidak memenuhi JBT atau kondisi rank
(kuat) jika dan hanya jika untuk setiap i ∈
+
, Ai tidak memenuhi JBT atau
kondisi rank (kuat). Namun, untuk menunjukkan hal ini, cukup dengan membuktikan dengan ring A1 × A2 saja.
78
Teorema 3.5.9. Diberikan ring-ring A1 dan A2 . Pernyataan-pernyataan berikut terpenuhi: a) A1 × A2 tidak memenuhi JBT jika dan hanya jika A1 dan A2 tidak memenuhi JBT. b) A1 × A2 tidak memenuhi sifat kondisi rank jika dan hanya jika A1 dan A2 tidak memenuhi sifat kondisi rank. c) A1 × A2 tidak memenuhi sifat kondisi rank kuat jika dan hanya jika A1 dan A2 tidak memenuhi sifat kondisi rank kuat.
Bukti: a) Untuk sifat JBT. Diketahui ring
A1 × A2
tidak memenuhi JBT. Akibatnya akan diperoleh
A1m1 ≅ A1m1 + d1 sebagai A1 -modul kanan untuk suatu d1 ≥ 1 , dan A2 m2 ≅ A2 m2 + d2 sebagai A2 -modul kanan untuk suatu d 2 ≥ 1 . Selanjutnya, juga dapat diperoleh
A1m1 ≅ A1m1 + 2 d1 sebagai A1 -modul kanan untuk suatu d1 ≥ 1 , dan A2 m2 ≅ A2 m2 + 2 d2 sebagai A2 -modul kanan untuk suatu d 2 ≥ 1 , dan seterusnya. Proses iterasi ini dapat terus berlanjut sehingga akan diperoleh bahwa A1m1 ≅ A1m1 + kd1 sebagai A1 -modul kanan dengan d1 ≥ 1 , dan A2 m2 ≅ A2 m2 +ld2 A1 modul
kanan
dengan
d2 ≥ 1 ,
untuk
sebarang
k,l ≥ 1 .
Jika
diambil
m = max ( m1 , m2 ) , maka akan diperoleh A1m ≅ A1m + d1d2 sebagai A1 -modul kanan dan A2 m ≅ A2 m + d1d 2 sebagai A2 -modul kanan. Oleh karena itu, sebagai ( A1 × A2 ) modul kanan akan berakibat
( A1 × A2 )
m
≅ ( A1 × A2 )
m + d1d 2
, yang artinya A1 × A2
tidak memenuhi JBT. Dengan demikian terbukti bahwa jika ring A1 × A2 tidak memenuhi JBT, maka ring-ring A1 dan A2 juga tidak memenuhi JBT. ⇐ Diketahui ring A1 dan A2 tidak memenuhi JBT. Jika ring A1 dan A2 tidak memenuhi JBT, maka ring A1 × A2 juga tidak memenuhi JBT. 79
b) Untuk sifat kondisi rank pembuktiannya analog dengan pembuktian pada sifat JBT di atas, baik pembuktian yang ke kiri maupun ke kanan. c) Untuk sifat kondisi rank kuat. Hal ini sama dengan membuktikan bahwa A1 × A2 memenuhi sifat kondisi rank kuat jika dan hanya jika A1 atau A2 memenuhi sifat kondisi rank kuat. ⇐ Diketahui ring A1 memenuhi kondisi rank kuat. Jika diberikan suatu system n persamaan linear homogeny atas ring A1 dan A2 , maka system persamaan linear homogen ini dapat dipecahkan dengan mengambil suatu solusi nontrivial di ring A1 dan suatu solusi trivial di ring A2 . Oleh karena itu A1 × A2 memenuhi sifat kondisi rank kuat. Diketahui ring A1 × A2 memenuhi sifat kondisi rank kuat. Jika ring A1 dan A2 tidak memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka ring A1 × A2 juga tidak memenuhi sifat kondisi rank kuat. Diketahui ring A1 × A2 memenuhi sifat kondisi rank kuat. Karena A1 × A2 adalah A1 -modul bebas, maka A1 × A2 merupakan A1 -modul flat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada homomorfisma ring A1 → A1 × A2 sedemikian sehingga A1 × A2 adalah A1 -modul flat. Jadi, karena ring A1 × A2 memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka ring A1 juga memenuhi sifat kondisi rank kuat. Dengan cara yang analog dapat ditunjukkan jika ring A1 × A2 memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka ring A2 juga memenuhi sifat kondisi rank kuat. Sampai sini, dapat disimpulkan bahwa ring A1 × A2 memenuhi JBT atau kondisi rank (kuat) jika dan hanya jika A1 atau A2 memenuhi JBT atau kondisi rank (kuat), dan ring A1 × A2 adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika kedua ring A1 , A2 adalah ring stabil berhingga. Hasil ini akan digunakan dalam pembahasan
80
sifat-sifat JBT,
kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga pada ring matriks
triangular formal di bawah.
3.6. Sifat-sifat JBT, Kondisi Rank (Kuat), dan Stabil Berhingga pada Ring Matriks Triangular Formal Di sini akan dijelaskan sifat-sifat JBT, Kondisi Rank (Kuat) dan Stabil Berhingga pada Ring Matriks Triangular Formal. Berikut adalah kaitan sifat JBT atau kondisi rank antara ring T =
A
0
M
B
dengan ring-ring A, B.
Proposisi 3.6.1. Pernyataan-pernyataan berikut terpenuhi: a) Ring T =
A
0
M
B
memiliki sifat JBT jika dan hanya jika ring A atau B
memiliki sifat JBT. b) Ring T =
A
0
M
B
memiliki sifat kondisi rank jika dan hanya jika ring A atau
B sifat kondisi rank.
Bukti: a) Untuk sifat JBT Diketahui ring A atau B memenuhi JBT. Berdasarkan Teorema 3.5.9, ring A atau B memenuhi JBT jika dan hanya jika ring A × B memenuhi JBT. Selanjutnya, perhatikan bahwa ada homomorfisma ring
a
0
m b
α
a
0
m b
= ( a, b ) untuk sebarang
A × B memenuhi JBT, maka ring T =
A
0
M
B
α: a
0
m b
A
0
M
B
∈
→ A× B
A
0
M
B
dengan
. Karena ring
juga memenuhi JBT. Dengan
demikian terbukti bahwa jika ring A atau B memenuhi JBT, maka ring
T=
A
0
M
B
juga memenuhi JBT.
81
⇐ Diketahui ring T =
A
0
M
B
embedding β : A × B →
memenuhi JBT. Perhatikan bahwa ada pemetaan
A
0
M
B
dengan
( a, b )
a 0
β ( ( a, b ) ) =
untuk
0 b
sebarang ( a, b ) ∈ A × B , sehingga diperoleh bahwa ring A × B memenuhi JBT. Kembali berdasarkan Teorema 3.5.9, ring A × B memenuhi JBT jika dan hanya jika ring A atau B memenuhi JBT. Dengan demikian terbukti bahwa jika ring
T=
A
0
M
B
memenuhi JBT maka ring A atau B memenuhi JBT.
b) Untuk sifat kondisi rank pembuktiannya analog dengan pembuktian pada sifat JBT di atas, baik pembuktian yang ke kiri maupun ke kanan.
Sebelum mengkaji kaitan sifat stabil berhingga antara ring T =
A
0
M
B
dan ring
A, B, perlu diperhatikan pembahasan berikut yang menyatakan bahwa bentuk ideal dua sisi di ring T =
A
0
M
B
adalah I =
merupakan ideal nilpotent di ring T =
A
0
M
B
0
0
M
0
yang sekaligus
. Tiga lemma berikut berturut-
turut diperlukan dalam pembahasan Proposisi 3.6.5 di bawah.
Lemma 3.6.2. Diberikan ring-ring A, B dan adalah ideal dua sisi di ring T = ideal nilpotent di ring T =
A
0
M
B
A
0
M
B
.
Bukti:
82
( A, B ) -bimodul
. Lebih lanjut, I =
M. I = 0
0
M
0
0
0
M
0
adalah
0
Diambil sebarang 0
1)
0
m 0 a
2)
0
0
m 0 0
+
0 0
m b
m 0
0
a
0
m 0
=
0
=
m b
Jadi, terbukti bahwa I = lagi, ideal I =
2∈
+
0
0
M
0
0
m' 0
=
m' 0 0
0
,
a
∈ I dan
0
0
a 0 + 0m
a 0 + 0.0
0a + 0m
0.0 + 0.b
ma + 0m
m0 + 0b
0
M
0
0
0
M
0 0
=
m0 + bm m0 + b0
0
∈ T . Dari sini diperoleh:
m b
∈I =
m + m' 0
0
0
∈I =
bm 0
=
0
0
ma 0
adalah ideal di ring T =
∈I =
0
0
M
0
0
0
M
0
A
0
M
B
dan
. Lebih lanjut
⊆ T tersebut adalah ideal nilpotent, karena terdapat
sedemikian hingga berlaku: I2 =
0
0
0
0
M
0
M
0
Dengan demikian terbukti bahwa I =
0 0
=
0
0
M
0
0 0
=0
adalah ideal di ring T =
A
0
M
B
,
dan sekaligus merupakan ideal nilpotent.
Setelah mengetahui bahwa I =
0
0
M
0
dibentuk suatu ring kuosien T I = ditunjukkan bahwa
adalah ideal di ring T = A
0
0
0
M
B
M
0
A
0
0
0
M
B
M
0
A
0
M
B
, dapat
, yang kemudian dapat
≅ A× B .
Lemma 3.6.3. Jika diberikan ring A, B, dan B M A adalah ( B, A) -bimodul, maka berlaku: A
0
0
0
M
B
M
0
83
≅ A× B .
Bukti: Akan a
ditunjukkan 0
( a, b )
m b a
0
=
m b
a
α:
bahwa
adalah
0
+
m b
0
0
M
0
A
0
0
0
M
B
M
0
suatu
∈
→ A× B
isomorfisma
A
0
0
0
M
B
M
0
.
dengan
untuk
sebarang
Perhatikan
pemaparan
berikut. 1) Untuk a
0
m b
⇔ ⇔
a
sebarang
m b
a' 0
=
0
m' b'
,
a' 0
A ∈ m' b' M
0
0
0
B
M
0
dengan
, maka berlaku:
a 0 a' 0 = m b m' b' a
0
m b
−
a' 0 m' b'
=
a −a'
0
0 ∈I = m − m' b −b' M
0 0
,b' (yang artinya a = a 'dan b = b 'atau ( a, b ) = ( a ' ) ) sehingga berlaku:
α
a
0
m b
a' 0
= ( a, b ) = ( a ' ,b ' ) =α
m' b'
∈ A× B .
Dari sini terbukti bahwa α tertutup dan terdefinisi dengan baik. 2) Untuk sebarang
α
a 0 a' 0 A , ∈ m b m' b' M
a 0 a' 0 + =α m b m' b'
0 B
0 M
0 berlaku: 0
a + a' 0 m + m' b +b'
= (a + a ' ,b + b' )
= ( a, b ) + ( a ' ,b ' ) =α
84
a 0 m b
+α
a' 0 m' b'
a
α
0
a' 0
m b
aa '
=α
m' b'
0
ma ' + bm ' bb '
= ( aa ' , bb ' )
= ( a, b )( a ' ,b' ) a
=α
0
a' 0
α
m b
m' b'
Dengan demikian terbukti bahwa α adalah homomorfisma ring. 3) Untuk
α
a
a
sebarang 0
m b
α
=α a
m b
a' 0 m' b' 0
=α
m b
0
a' 0
A ∈ m' b' M
,
0
0
0
B
M
0
dengan
berlaku: a' 0 m' b'
⇔ ( a, b ) = ( a ' ,b ' ) ⇔ ⇔
a 0 a' 0 a −a' 0 0 − = ∈I = m b m' b' m − m' b −b' M a
0
m b
=
0 0
a' 0 m' b'
yang artinya bahwa α bersifat injektif. 4) Untuk
sebarang
( a, b ) ∈ A × B
sedemikian hingga α
a
0
m b
ada
a
0
m b
∈
A
0
0
0
M
B
M
0
= ( a, b ) , yang artinya bahwa α bersifat
surjektif. Dari (1) sampai dengan (4) di atas, membuktikan bahwa α adalah suatu isomorfisma. Dengan demikian terbukti
A
0
0
0
M
B
M
0
85
≅ A× B .
Perhatikan
bahwa
untuk
n∈
sebarang
+
,
ring
R
dan
ideal
I,
α : M n ( R ) M n ( I ) → M n ( R I ) dengan a11
a1n
a11
a1n
β an1
ann
a11
a1n
an1
ann
untuk setiap
0
M
0
Mn
a1n
an1
ann
= an1
ann
∈ M n ( R ) M n ( I ) adalah suatu isomorfisma. Lebih
lanjut lagi, dengan mengganti ring R menjadi 0
a11
A
0
M
B
dan ideal I menjadi
, maka akan berakibat sebagai berikut. untuk sebarang n ∈
A
0
M
B
Mn
0
0
M
0
≅ Mn
A
0
0
0
M
B
M
0
≅ A× B .
+
berlaku
Hal
ini
dijelaskan dalam Akibat 3.6.4 di bawah ini.
Akibat 3.6.4. Jika dinotasikan ring Tn = M n ( T ) , maka berlaku: Tn I n = M n (T ) M n ( I ) = Mn ≅ Mn
A
0
M
B
A
0
0
0
M
B
M
0
Mn
0
0
M
0 .
= M n (T I ) = (T I )n
Berikut adalah kaitan sifat stabil berhingga antara ring A dan B dengan ring
T=
A
0
M
B
.
Hasil
berupa
86
A
0
0
0
M
B
M
0
≅ A× B
dan
A
0
M
B
n
0
0
M
0
≅ n
A
0
0
0
M
B
M
0
tersebut di atas akan sangat n
membantu dalam pembuktian Proposisi 3.6.5 di bawah ini.
Proposisi 3.6.5. Diberikan ring A, B, dan
T=
A
0
M
B
B
M A adalah
( B, A) -bimodul.
Ring
adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika ring A dan B
adalah ring stabil berhingga.
Bukti: Diketahui ring T =
A
0
M
B
adalah ring stabil berhingga. Perhatikan bahwa ada
pemetaan embedding ε1 : A → a 0 0 0
∈
A 0 0
0
a
0 b
m b
A
0
M
B
0
M
B
dengan
a 0
a
0 0
m b
≅ A , dan juga ada embedding ε 2 : B →
0 0
T=
A
0
untuk setiap
0 0 0 b
∈
0
0
0 B
0
untuk setiap
A
0
M
B
dengan
≅ B . Aibatnya, karena ring
adalah ring stabil berhingga maka berakibat masing-masing ring A
dan B juga merupakan ring stabil berhingga. Dengan demikian terbukti bahwa jika ring T =
A
0
M
B
adalah ring stabil berhingga maka ring A dan B juga
merupakan ring stabil berhingga. ⇐ Diketahui ring A dan B adalah ring stabil berhingga. Perhatikan kembali bahwa ideal I =
0
0
M
0
diberikan n ∈
+
⊆ T adalah ideal nilpotent dan T I ≅ A × B . Selanjutnya, jika sebarang dan dinotasikan ring X n = M n ( X ) , maka akan
diperoleh: 87
Tn I n = M n (T ) M n ( I ) = Mn ≅ Mn
A
0
M
B
A
0
0
0
M
B
M
0
Mn
0
0
M
0
= M n (T I ) = (T I ) n
≅ ( A × B )n Berdasarkan Akibat 0, ring A dan B adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika
ring
A× B
adalah
ring
M n ( A × B ) = ( A × B )n ≅ Tn I n = M n
stabil
A
0
M
B
berhingga,
Mn
0
0
M
0
sehingga
ring
adalah
ring
Dedekind finte. Karena I n = M n ( I ) adalah ideal nilpotent maka diperoleh bahwa Tn = M n
T=
A
0
M
B
A
0
M
B
adalah ring Dedekind finte, sehingga diperoleh bahwa ring
adalah ring stabil berhingga. Dengan demikian terbukti bahwa jika
A dan B adalah ring stabil berhingga maka ring T =
A
0
M
B
juga merupakan
ring stabil berhingga. Berikut adalah kaitan sifat kondisi rank kuat antara ring B dengan ring matriks triangular formal T =
A
0
M
B
.
Proposisi 3.6.6. Jika ring B memiliki sifat kondisi rank kuat, maka ring
T=
A
0
M
B
juga memiliki sifat kondisi rank kuat.
88
Bukti: Diketahui ring B memiliki sifat kondisi rank kuat, dimana f : B ⊗ B M → A ⊕ M dengan
(b ⊗ m)
f ( b ⊗ m ) = ( 0, bm ) . Kemudian sebagai T-modul kanan,
sebarang pemetaan injektif T m → T n berkorespondensi ke suatu pasangan
(ϕ1 , ϕ2 )
dimana ϕ1 : ( A ⊕ M ) → ( A ⊕ M ) injektif sebagai A-modul kanan dan m
n
ϕ 2 : B m → B n sebagai B-modul kanan dengan φ1 f m = f n
(φ2 ⊗1) . Karena ring
B memiliki sifat kondisi rank kuat maka dari ϕ 2 : B m → B n yang bersifat injektif berakibat m ≤ n . Selanjutnya, dapat disimpulkan bahwa jika pemetaan T m → T n injektif maka berakibat m ≤ n , yang artinya bahwa ring T =
A
0
M
B
memiliki
sifat kondisi rank kuat. Sebelum memasuki pembahasan selanjutnya, perhatikan juga bahwa A × B adalah subring T, karena ada pemetaan embedding ε : A × B → a
( a, b )
0
m b
. Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa T =
A
0
M
B
A
0
M
B
dengan adalah
( A × B ) -modul kiri. Lemma 3.6.7. Jika diberikan ring-ring A, B, dan M adalah ( A, B ) -bimodul, maka T=
A
0
M
B
adalah ( A × B ) -modul kiri.
Bukti: A
0
M
B
x 0
a
0
m b
Akan ditunjukkan bahwa T =
y
adalah ( A × B ) -modul kiri dengan 0
89
=
xa
0
ym
yb
x 0 A 0 a 0 ∈ A× B ≅ dan ∈T . 0 y 0 B m b
untuk setiap Perhatikan
bahwa
x 0 , 0 y
x' 0 A ∈ 0 y' M
1)
2)
x 0
a
0
m b
y
x 0 0
y
+
0
+
untuk
m' b'
a
0
y' m b
0
=
a + a'
0
m + m' b +b'
0
0
y
0
y' m b
= =
y
=
xa + xa ' 0 ym + ym ' yb + yb '
=
xa ym
=
x 0 0 y
∈T m' b'
0 xa ' 0 + yb ym ' yb ' a 0 x 0 + m b 0 y
x+ x'
=
= a
a' 0
0
x (a + a ' 0 ) y (m + m ' ) y ( b + b ')
a
0
a' 0 m' b'
0
y+ y' m b
0
0 ( x + x ') a ( y + y ') m ( y + y ') b
=
x' 0
,
x 0
=
x 0
m b
=
=
3)
0
0 ≅ A × B berlaku: B
a' 0
x' 0
a
sebarang
xa + x 'a
0
ym + y 'm
yb + y ' b
xa
0
ym
yb
+
x 'a
0
y 'm
y' b
x 0
a
0
m b
y
xx ' 0 0
0 a
+ 0
yy ' m b
0 ( xx ') a ( yy ') m ( yy ') b
90
x' 0 0
a
0
y' m b
dan
4)
1 0 0 1
=
x ( x 'a ) y ( y 'm )
=
x 0 0 y
=
x 0 0 y
0 y(y' b) x 'a y 'm
0 y' b
x' 0 a 0 0 y' m b
1a 0 a 0 a 0 = = m b m b 1m 1b
Dengan demikian terbukti bahwa bahwa T adalah ( A × B ) -modul kiri. Pemaparan di atas akan digunakan untuk menyelidiki kaitan sifat kondisi rank kuat antara ring T =
A
0
M
B
dan ring ( A × B ) .
Teorema 3.6.8. Diberikan T =
T=
A
0
M
B
A
0
M
B
adalah
( A × B ) -modul
flat. Jika ring
memiliki sifat kondisi rank kuat, maka ring ( A × B ) juga memiliki
sifat kondisi rank kuat.
Bukti: Diketahui ring T =
A
0
M
B
memiliki sifat kondisi rank kuat. Perhatikan bahwa
ada pemetaan embedding ε : A × B → setiap
a 0 0 b
∈
A 0 0
B
≅ A× B ≅
A
0
M
B
A 0 0
B
dengan
A
0
M
B
a
0
0 b
m b
untuk
, sehingga dapat dituliskan bahwa T
adalah ( A × B ) -modul kiri yang datar (flat). Karena modul datar (flat) dan ring T =
a 0
( A× B ) T
= ( A× B )
A M
0
B
adalah
memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka
91
berakibat ring A × B memenuhi sifat kondisi rank kuat. Dengan demikian terbukti bahwa jika ring T =
A
0
M
B
memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka A × B juga
memenuhi sifat kondisi rank kuat.
92
BAB IV PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
1) Setiap basis di modul bebas dengan dimensi tak hingga (infinite) kardinalitasnya sama. 2) Ring R memenuhi JBT jika image homomorfiknya juga memenuhi JBT, dan sifat ini juga berlaku untuk kondisi rank. 3) Ring R memenuhi kondisi rank kuat jika image homomorfiknya juga memenuhi sifat kondisi rank kuat dengan syarat image homomorfiknya merupakan R-aljabar dan R-modul flat. 4) Setiap subring dari ring stabil berhingga juga merupakan ring stabil berhingga. 5) Secara umum setiap ring R yang memenuhi kondisi rank bukanlah ring stabil berhingga, tetapi jika R adalah ring sederhana maka sifat tersebut berlaku. 6) Setiap ring stabil berhingga adalah ring yang memenuhi kondisi rank, setiap ring yang memenuhi kondisi rank adalah ring yang memenuhi JBT, dan setiap ring yang memenuhi kondisi rank kuat pasti memenuhi kondisi rank. Skema yang bisa mewakili hal ini adalah sebagai berikut:
Stably Finite
Rank Condition
IBN
Strong Rank Condition 7) Sifat JBT, kondisi rank dan stabil berhingga suatu ring R dipertahankan juga pada ring-ring M n ( R ) , R [ x ] , atau R x , tetapi tidak untuk kondisi rank kuat. 8) Produk ring-ring yang stabil berhingga juga ring stabil berhingga. Namun produk ring akan memiliki sifat JBT jika dan hanya jika salah satu dari ringnya memenuhi JBT. 9) Produk ring-ring akan memenuhi kondisi rank (kuat) jika dan hanya jika salah satu dari ringnya memenuhi kondisi rank (kuat).
93
4.2.
Saran
Perhatikan kembali kesimpulan di atas bahwa setiap ring stabil berhingga memenuhi kondisi rank, dan pada ring sederhana akan berlaku bahwa setiap ring yang memenuhi kondisi rank adalah ring stabil berhingga. Lebih lanjut, setiap ring yang memenuhi kondisi rank pasti memenuhi JBT, tetapi penulis masih belum bisa menemukan syarat agar berlaku bahwa setiap ring yang memenuhi JBT juga memenuhi kondisi rank.
94
DAFTAR PUSTAKA
[1] Adkins, W. A., and Weintraub S.H., Algebra : An Approach via Modul Theory, 1992, Springer Verlag, New York. [2] Berrick, A. J., Keating, M. E., An Introduction to Rings and Modules, 2000, Cambridge University Press, United Kingdom. [3] Brown, W.C., Matrices Over Commutative Rings, 1993, Marcel Dekker, Inc., New York. [4] Dauns, J, Modules and Rings, 1994, Cambridge University Press, United Kingdom. [5] Dummit, D.S., and Foote R.M., Abstract Algebra, 2004, John Wiley & Sons, Inc., USA. [6] Haghany, A., Varadarajan, K., 2002, IBN And Related Properties For Rings, Acta Mathematica Hungarica, 94, 251-261. [7] Hungerford, T. W. , Algebra, 2000, Springer Verlag, New York. [8] Lam, T. Y., A First Course in Noncommutative Rings, 1991, Springer Verlag, New York. [9] Lam, T. Y., Exercises in Classical Ring Theory, 2003, Springer Verlag, New York. [10] Lam, T. Y., Exercises in Modules and Rings, 2007, Springer Verlag, New York. [11] Lam, T. Y., Lectures On Modules And Rings, 1999, Springer Verlag, New York. [12] Magurn, Bruce A., An Algebraic Introduction to K Theory, 2002, Cambridge University Press, United Kingdom.
95
RINGKASAN TESIS KARAKTERISASI RING-RING DENGAN SIFAT JUMLAH BASIS TETAP, DAN TOPIK-TOPIK YANG TERKAIT
CHARACTERISATION OF RINGS WITH INVARIANT BASIS NUMBER, AND RELATED TOPICS
SAMSUL ARIFIN 09/290722/PPA/02875
PROGRAM STUDI S2 MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011
KARAKTERISASI RING-RING DENGAN SIFAT JUMLAH BASIS TETAP DAN TOPIK-TOPIK YANG TERKAIT
INTISARI Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai karakterisasi ring yang bersifat Jumlah Basis Tetap dan sifat-sifatnya. Akan dibahas juga mengenai kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga beserta sifat-sifatnya yang akan membantu dalam memahami sifat Jumlah Basis Tetap ini. Setelah itu akan dikaji tentang ring matriks triangular formal dan mencari kaitannya dengan Jumlah Basis Tetap, kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga. Kata kunci: Jumlah Basis Tetap, kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga.
x
1. Latar Belakang Permasalahan Dalam pembahasan ruang vektor V atas lapangan F (atau lebih umum lagi atas division ring D), dapat diperoleh tiga sifat berikut. Untuk setiap ruang vektor V berdimensi n berlaku: (i) Setiap basis di V memiliki kardinalitas = n . (ii) Setiap himpunan pembangun untuk V memiliki kardinalitas ≥ n . (iii) Setiap himpunan yang bebas linear di V memiliki kardinalitas ≤ n . Pada modul bebas atas ring R, ketiga sifat tersebut hampir kebanyakan berlaku. Namun dapat dikonstruksi suatu ring nontrivial R yang membuat sifatsifat tersebut tidak berlaku, yaitu dapat dibentuk suatu R-modul bebas M berdimensi n tetapi memiliki basis dengan kardinalitas yang berbeda. Selanjutnya, kondisi (i) dapat memotivasi munculnya definisi baru, yaitu Jumlah Basis Tetap pada suatu ring R. Ring R dikatakan memiliki sifat Jumlah Basis Tetap jika
R m ≅ R n sebagai R-modul kanan maka m = n , untuk setiap m, n ∈
+
. Kemudian
kondisi (ii), (iii) dapat memotivasi munculnya definisi kondisi rank (kuat) pada suatu ring R. Ring R dikatakan memenuhi kondisi rank jika untuk setiap n ∈
( )
maka setiap generator-generator dari modul bebas Rn
R
+
,
memiliki kardinalitas
≥ n , dan dikatakan memenuhi kondisi rank kuat jika himpunan yang elemenelemennya bebas linear di modul bebas ( R n ) memiliki kardinalitas ≤ n . R
Untuk memahami sifat Jumlah Basis Tetap dalam ring lebih lanjut, dan untuk mengenal kelas-kelas ring yang bersifat Jumlah Basis Tetap, akan dibahas mengenai sifat/keadaan lain yaitu stabil berhingga. Ring R dikatakan ring yang stabil berhingga jika M n ( R ) adalah ring Dedekind finite untuk setiap n ∈
+
.
2. Jumlah Basis Tetap Pertama kali akan dibahas mengenai sifat Jumlah Basis Tetap yang termotivasi oleh kesamaan kardinalitas basis pada suatu ruang vektor. Jika hal tersebut berlaku pada modul bebas, maka akan terbentuk keadaan yang dinamakan sifat Jumlah Basis Tetap.
3
Definisi 1: Ring R dikatakan memiliki sifat Jumlah Basis Tetap jika ( ∀m, n ∈
+
)
R m ≅ R n sebagai R-modul kanan, maka berlaku m = n . Definisi tersebut mengatakan bahwa setiap basis pada modul bebas atas ring dengan sifat Jumlah Basis Tetap memiliki kardinalitas yang sama. Di lain pihak, ring dengan sifat Jumlah Basis Tetap ini dapat dinyatakan dengan cara berbeda, yang tertuang dalam proposisi berikut.
Proposisi 2: Pernyataan-pernyataan berikut ekuivalen: (i) Ring R memiliki sifat Jumlah Basis Tetap (ii) Untuk setiap X ∈ M mxn ( R ) , Y ∈ M nxm ( R ) berlaku: XY = I m & YX = I n
m=n.
Berikut merupakan kaitan antara sifat Jumlah Basis Tetap dengan suatu homomorfisma ring, yang akan mempermudah memahami tentang sifat sifat Jumlah Basis Tetap setelah ini.
Teorema 3: Diberikan homomorfisma ring f : R → S . Jika ring S memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap, maka ring R juga memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap.
3. Kondisi Rank Setelah sifat Jumlah Basis Tetap, akan dibahas mengenai sifat yang dinamakan kondisi rank, yang termotivasi oleh keadaan di dalam sebarang ruang vektor, yaitu jika dimensinya n maka setiap himpunan pembangunnya (generator) selalu memiliki kardinalitas ≥ n .
4
Definisi 4: Ring R dikatakan memenuhi kondisi rank jika untuk setiap n ∈
( )
maka setiap generator-generator dari modul bebas R n
R
+
,
memiliki kardinalitas
≥ n. Keadaan tersebut juga bisa dituliskan dalam cara lain, yang tertuang dalam proposisi di bawah ini.
Proposisi 5: Pernyataan-pernyataan berikut ekuivalen: (i) Ring R memenuhi kondisi rank. (ii) Sebagai R-modul kanan, jika R m → R n → 0 adalah barisan eksak, maka berlaku m ≥ n . (iii) Untuk setiap X ∈ M mxn ( R ) , Y ∈ M nxm ( R ) berlaku YX = I n
m≥n.
Berikut merupakan kaitan antara kondisi rank dengan suatu homomorfisma ring.
Teorema 6: Diberikan homomorfisma ring f : R → S . Jika ring S memenuhi kondisi rank maka ring R juga memenuhi kondisi rank.
4. Kondisi Rank Kuat Sama halnya seperti kondisi rank, sifat kondisi rank kuat ini juga termotivasi dari keadaan di ruang vektor, yaitu jika dimensinya n maka setiap himpunan bebas linearnya selalu memiliki kardinalitas ≤ n .
Definisi 7: Ring R dikatakan memenuhi sifat kondisi rank kuat jika untuk setiap n∈
+
, maka setiap himpunan yang elemen-elemennya bebas linear di modul
( )
bebas Rn
R
memiliki kardinalitas ≤ n .
Analog dengan sifat sifat kondisi rank, sifat pada sifat kondisi rank (kuat) juga dapat dinyatakan dalam cara lain, yang tertuang dalam proposisi di bawah ini.
5
Proposisi 8: Pernyataan-pernyataan berikut ekuivalen: (i)
Ring R memenuhi sifat kondisi rank kuat.
(ii)
Sebagai R-modul kanan, jika 0 → R m → R n adalah barisan eksak, maka berlaku m ≤ n .
(iii)
Untuk setiap R-modul kanan M yang dibangun oleh n elemen, sebarang
n + 1 elemen di M tidak bebas linear. (iv)
Ring R memenuhi sifat kondisi rank kuat jika dan hanya jika sebarang system n persamaan linear atas ring R,
m j =1
aij x j = 0 |1 ≤ i ≤ n , m > n ,
memiliki suatu solusi yang nontrivial. Secara umum, baik Jumlah Basis Tetap maupun kondisi rank bersifat simetris kiri/kanan sehingga kata “R-modul kanan” bisa diganti dengan “R-modul kiri”. Berikut merupakan kaitan antara kondisi rank dan kondisi rank kuat.
Proposisi 10: Jika ring R memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka ring R memenuhi kondisi rank. Lemma berikut menunjukkan bahwa jika R ≠ 0 adalah ring noether, maka untuk setiap n ∈
+
,
(R ) n
R
adalah modul noether, yang nanti akan digunakan untuk
menunjukkan bahwa setiap ring noether memiliki sifat kondisi rank kuat.
Lemma 11: Jika R ≠ 0 adalah ring noether, maka untuk setiap n ∈
+
( )
, Rn
R
adalah modul noether. Lemma berikut diperlukan untuk menunjukkan bahwa setiap ring noether memiliki sifat kondisi rank kuat.
6
Lemma 12: Diberikan AR , BR adalah modul kanan dengan B ≠ 0 . Jika A ⊕ B dapat diembeddingkan ke dalam A, maka A bukanlah suatu modul noether.
Teorema 13: Setiap ring noether kanan R ≠ 0 bersifat kondisi rank kuat. Kemudian, perhatikan kembali Teorema 0 dan Teorema 0 di atas. Hal tersebut berlaku untuk sifat Jumlah Basis Tetap dan kondisi rank, tetapi tidak berlaku untuk sifat kondisi rank kuat. Jika g : R → S adalah suatu homomorfisma ring dan ring S memiliki sifat kondisi rank kuat, maka belum tentu ring R juga memiliki sifat kondisi rank kuat. Ada syarat tambahan untuk ini agar homomorfisma ring g : R → S tersebut berlaku, yaitu S adalah R-aljabar dan homomorfisma ring g menyebabkan S menjadi R-modul datar. Hal ini dijelaskan dalam teorema di bawah ini.
Teorema 14: Diberikan S adalah R-aljabar dan g : R → S adalah suatu homomorfisma ring sedemikian hingga S adalah R-modul flat. Jika ring S memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka ring R juga memenuhi sifat kondisi rank kuat.
5. Stabil Berhingga Setelah dibahas mengenai tiga hal di atas, ada baiknya juga mempelajari keadaan yang jauh lebih kuat dari sifat Jumlah Basis Tetap, yaitu stabil berhingga. Tujuannya tidak lain adalah untuk lebih mengerti Jumlah Basis Tetap dan kondisi rank.
Definisi 15: Ring R dikatakan ring Dedekind (derectly atau von Neumann) finite jika xy = 1 maka yx = 1 untuk setiap x, y ∈ R .
7
Definisi tersebut mengatakan bahwa pada ring Dedekind finite R, untuk setiap x ∈ R jika elemen x invertible kanan maka elemen x juga invertible kiri.
Selanjutnya akan diberikan contoh ring-ring Dedekind finite sebagai berikut.
Definisi 16: Ring R dikatakan ring yang stabil berhingga jika M n ( R ) adalah ring Dedekind finite untuk setiap n ≥ 1.
Sifat-sifat dari ring stabil berhingga tertuang dalam proposisi di bawah ini, dimana keadaan stabil berhingga dapat dituliskan dengan tiga kondisi yang ekuivalen.
Proposisi 17: Pernyataan-pernyataan di bawah ini ekuivalen: (i)
Ring R adalah ring stabil berhingga.
(ii)
Untuk
n∈
setiap
Rn ≅ ( Rn ⊕ K )
+
,
sebagai
R-modul
kanan
berlaku
K =0. +
(iii)
Untuk setiap n ∈
(iv)
End ( RR ) adalah ring Dedekind finite.
, setiap epimorfisma R n → R n adalah isomorfisma.
Perhatikan bahwa untuk suatu α : R → End ( RR ) dengan r
α ( r ) = fr untuk
setiap r ∈ R dan ( ∀x ∈ R ) , f r ( x ) = rx berlaku hal-hal sebagai berikut: i) α terdefinisi dengan baik. Perhatikan bahwa untuk sebarang r1 , r2 ∈ R berlaku
α ( r1 + r2 ) = f r + r 1
dan
2
untuk
sebarang
f r1 + r2 ( x ) = ( r1 + r2 ) x = r1 x + r2 x = f r1 ( x ) + f r2 ( x )
sehingga
x∈R
dapat
berlaku diperoleh
α ( r1 + r2 ) = f r + r = f r + f r = α ( r1 ) + α ( r2 ) . 1
ii) α
2
1
2
surjektif, karena untuk setiap y ∈ End ( RR ) terdapat x ∈ R dengan
y = fx = α ( x) .
8
iii) α injektif, karena untuk setiap r1 , r2 ∈ R dengan α ( r1 ) = α ( r2 ) akan berakibat
α ( r1 ) = α ( r2 ) ⇔ f r = f r 1
2
dan
untuk
sebarang
x∈ R
berlaku
f r1 ( x ) = f r2 ( x ) ⇔ r1 x = r2 x ⇔ r1 = r2 . Terbukti bahwa α adalah suatu isomorfisma, yang berarti R ≅ End ( RR ) . Oleh karena itu, Proposisi 17 di atas akan berakibat sebagai berikut.
Akibat 18: Ring R adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika ring R adalah ring Dedekind finite.
Perhatikan kembali bahwa jika g : R → S adalah suatu homomorfisma ring dengan ring S bersifat stabil berhingga, maka belum tentu ring R juga merupakan ring stabil berhingga. Berikut merupakan syarat pemetaan di atas agar berlaku untuk sifat stabil berhingga, yang dijelaskan dalam teorema di bawah ini.
Teorema 19: Diberikan R adalah subring S. Jika ring S adalah bersifat stabil berhingga maka R juga bersifat stabil berhingga.
Sama halnya dengan sifat Jumlah Basis Tetap atau kondisi rank, maka baik Dedekind finite maupun stabil berhingga, keduanya juga bersifat simetris kiri/kanan sehingga kata “R-modul kanan” bisa diganti dengan “R-modul kiri”. Selanjutnya, untuk suatu ideal I di ring R, jika ring R adalah ring stabil berhingga maka belum tentu ring R I adalah ring stabil berhingga. Berikut adalah syarat bagi idealnya agar hal tersebut berlaku, yang dijelaskan dalam teorema di bawah ini.
Teorema 20: Diberikan ideal I ⊆ rad ( R ) . Ring R adalah ring stabil behingga jika dan hanya jika ring R I adalah ring stabil berhingga.
9
6. Kaitan antara Jumlah Basis Tetap, Kondisi Rank (Kuat) dan Stabil Berhingga Yang menarik selanjutnya adalah kaitan antara sifat Jumlah Basis Tetap, kondisi rank (kuat) dan stabil berhingga, yaitu sifat stabil berhingga paling kuat dan sifat Jumlah Basis Tetap paling lemah. Hal tersebut tertuang dalam teorema di bawah ini.
Teorema 21: Pernyataan-pernyataan berikut terpenuhi: a) Jika ring R adalah ring stabil berhingga, maka ring R memenuhi kondisi rank b) Jika ring R memenuhi kondisi rank maka ring R memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap Berdasarkan teorema di atas, jika ring R memenuhi stabil berhingga, maka ring R memenuhi kondisi rank. Namun untuk sebaliknya belum tentu berlaku. Kondisi ini akan dipernuhi jika R adalah ring sederhana. Hal ini tertuang dalam proposisi di bawah ini. Namun untuk itu diperlukan lemma berikut, yang menyatakan bahwa terdapat kaitan yang sangat erat antara kondisi rank dan stabil berhingga. Intinya, lemma berikut menegaskan bahwa sebarang ring R memiliki image homomorfik terbesar R yang merupaakan ring stabil berhingga.
Lemma 22: Pernyataan-pernyataan berikut ekuivalen: i)
Ring R memenuhi kondisi rank
ii)
R≠0
iii) Ring R memiliki suatu image homomorfik tak nol yang stabil berhingga iv) Ring R memiliki suatu homomorfisma ke suatu ring tak nol yang stabil berhingga v) Untuk sebarang m ≥ 1 dan C , D ∈ M m ( R ) , jika CD = I maka x ( I − CD ) ≠ 1 untuk sebarang vektor baris berukuran 1× m dan vektor kolom berukuran m ×1 .
10
Proposisi 23: Diberikan R adalah ring sederhana. R adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika ring R memenuhi kondisi rank. Berikut merupakan kaitan antara sifat Jumlah Basis Tetap, kondisi rank, stabil berhingga dan kondisi rank kuat pada ring-ring M n ( R ) , R x , R [ x ] jika diketahui ring R memiliki sifat Jumlah Basis Tetap, kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga.
Teorema 24: Pernyataan-pernyataan berikut terpenuhi: a) Ring R memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap jika dan hanya jika ring matriks
M n ( R ) , n ≥ 1 memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap. b) Ring R memenuhi sifat kondisi rank
jika dan hanya jika ring matriks
M n ( R ) , n ≥ 1 memenuhi sifat kondisi rank. c) Ring R memenuhi sifat kondisi rank kuat jika dan hanya jika ring matriks
M n ( R ) , n ≥ 1 memenuhi sifat kondisi rank kuat. d) Ring R adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika ring matriks
M n ( R ) , n ≥ 1 adalah ring stabil berhingga. Pada teorema berikut, untuk sifat kondisi rank kuat hanya bisa dibuktikan satu arah saja, yaitu jika ring R x memenuhi sifat kondisi rank kuat, maka ring R juga memenuhi sifat kondisi rank kuat.
Teorema 25: Pernyataan-pernyataan berikut terpenuhi: a) Ring R memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap jika dan hanya jika ring deret pangkat formal R x memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap. b) Ring R memenuhi sifat kondisi rank jika dan hanya jika ring deret pangkat formal R x memenuhi sifat kondisi rank.
11
c) Jika ring deret pangkat formal R x memenuhi sifat kondisi rank kuat maka ring matriks R memenuhi sifat kondisi rank kuat. d) Ring R adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika ring deret pangkat formal R x adalah ring stabil berhingga.
Teorema 26: Pernyataan-pernyataan berikut terpenuhi: a) Ring R memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap jika dan hanya jika ring polynomial
R [ x] memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap. b) Ring R memenuhi sifat kondisi rank jika dan hanya jika ring polynomial R [ x] memenuhi sifat kondisi rank. c) Jika ring polynomial R [ x] memenuhi sifat kondisi rank
kuat maka ring
matriks R memenuhi sifat kondisi rank kuat. d) Ring R adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika ring polynomial R [ x] adalah ring stabil berhingga. Berikut merupakan akibat dari teorema yang mengatakan bahwa untuk suatu pemetaan embedding ε : R → S , jika ring S adalah ring stabil berhingga maka ring R juga merupakan ring stabil berhingga, yaitu produk dari ring-ring stabil berhingga juga merupakan ring stabil berhingga.
Akibat 27: Diberikan
∏
i∈I
Ri adalah hasil kali langsung dari Ri .
∏
i∈I
Ri
adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika Ri untuk setiap i ∈ I adalah ring stabil berhingga.
Berikut akan ditunjukkan bahwa
k
∏A i =1
i
tidak memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap
atau kondisi rank (kuat) jika dan hanya jika untuk setiap i ∈
12
+
, Ai tidak
memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap atau kondisi rank (kuat). Namun, untuk menunjukkan hal ini, cukup dengan membuktikan dengan ring A1 × A2 saja.
Teorema 28: Diberikan ring-ring A1 dan A2 . Pernyataan-pernyataan berikut terpenuhi: a) A1 × A2 tidak memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap jika dan hanya jika A1 dan A2 tidak memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap. b) A1 × A2 tidak memenuhi sifat kondisi rank jika dan hanya jika A1 dan A2 tidak memenuhi sifat kondisi rank. c) A1 × A2 tidak memenuhi sifat kondisi rank kuat jika dan hanya jika A1 dan A2 tidak memenuhi sifat kondisi rank kuat.
Sampai sini, dapat disimpulkan bahwa ring A1 × A2 memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap atau kondisi rank (kuat) jika dan hanya jika A1 atau A2 memenuhi sifat Jumlah Basis Tetap atau kondisi rank (kuat), dan ring A1 × A2 adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika kedua ring A1 , A2 adalah ring stabil berhingga. Hasil ini akan digunakan dalam pembahasan sifat-sifat Jumlah Basis Tetap, kondisi rank (kuat), dan stabil berhingga pada ring matriks triangular formal di bawah.
7. Sifat-sifat Jumlah Basis Tetap, Kondisi Rank (Kuat), dan Stabil Berhingga pada Ring Matriks Triangular Formal Dari ring A, B, ( B, A) -bimodul M dapat dibentuk ring
T=
A M
0 = B
a 0 | a ∈ A, b ∈ B, m ∈ M m b
yang disebut ring matriks triangular formal. Operasi penjumlahan dan pergandaan pada ring T adalah sebagai berikut:
13
a
a)
0
+
m b a
b)
0
0
m' b' a'
m b
untuk setiap
a' 0
m' b' a
0
m b
= a'
,
a + a'
=
0
m + m' b + b' aa '
0
ma '+ bm ' bb ' 0
m' b'
∈T .
Berikut adalah kaitan sifat Jumlah Basis Tetap atau kondisi rank antara ring
T=
A
0
M
B
dengan ring-ring A, B.
Proposisi 29: Pernyataan-pernyataan berikut terpenuhi: a) Ring T =
A
0
M
B
memiliki sifat Jumlah Basis Tetap jika dan hanya jika ring
A atau B memiliki sifat Jumlah Basis Tetap. b) Ring T =
A
0
M
B
memiliki sifat kondisi rank jika dan hanya jika ring A atau
B sifat kondisi rank.
Sebelum mengkaji kaitan sifat stabil berhingga antara ring T =
A
0
M
B
dan ring
A, B, perlu diperhatikan pembahasan berikut yang menyatakan bahwa bentuk
ideal dua sisi di ring T =
A
0
M
B
merupakan ideal nilpotent di ring T =
adalah I =
A
0
M
B
14
.
0
0
M
0
yang sekaligus
( A, B ) -bimodul
Lemma 30: Diberikan ring-ring A, B dan adalah ideal dua sisi di ring T = ideal nilpotent di ring T =
A
0
M
B
Setelah mengetahui bahwa I =
0
M
B
. Lebih lanjut, I =
0
0
M
0
0
0
M
0
adalah
.
0
0
M
0
dibentuk suatu ring kuosien T I = ditunjukkan bahwa
A
M. I =
adalah ideal di ring T = A
0
0
0
M
B
M
0
A
0
0
0
M
B
M
0
A
0
M
B
, dapat
, yang kemudian dapat
≅ A× B .
Lemma 31: Jika diberikan ring A, B, dan
B
M A adalah
( B, A) -bimodul, maka
berlaku:
Perhatikan
bahwa
A
0
0
0
M
B
M
0
untuk
sebarang
≅ A× B .
n∈
+
,
ring
R
dan
ideal
I,
α : M n ( R ) M n ( I ) → M n ( R I ) dengan a11
a1n
a11
a1n
β an1
ann
a11
a1n
an1
ann
untuk setiap
a11
a1n
an1
ann
= an1
ann
∈ M n ( R ) M n ( I ) adalah suatu isomorfisma. Lebih
lanjut lagi, dengan mengganti ring R menjadi
15
A
0
M
B
dan ideal I menjadi
0
0
M
0
Mn
, maka akan berakibat sebagai berikut. untuk sebarang n ∈
A
0
M
B
Mn
0
0
M
0
≅ Mn
A
0
0
0
M
B
M
0
≅ A× B .
+
berlaku
Hal
ini
dijelaskan dalam Lemma 0 di bawah ini.
Akibat 32: Jika dinotasikan ring Tn = M n ( T ) , maka berlaku: Tn I n = M n (T ) M n ( I ) = Mn ≅ Mn
A
0
M
B
A
0
0
0
M
B
M
0
Mn
0
0
M
0 .
= M n (T I ) = (T I )n
Berikut adalah kaitan sifat stabil berhingga antara ring A dan B dengan ring
T=
A
0
M
B
A
0
M
B
n
.
Hasil
0
0
M
0
≅ n
berupa
A
0
0
0
M
B
M
0
A
0
0
0
M
B
M
0
≅ A× B
dan
tersebut di atas akan sangat n
membantu dalam pembuktian proposisi di bawah ini.
Proposisi 33: Diberikan ring A, B, dan
T=
A
0
M
B
B
M A adalah
( B, A) -bimodul.
Ring
adalah ring stabil berhingga jika dan hanya jika ring A dan B
adalah ring stabil berhingga.
16
Berikut adalah kaitan sifat kondisi rank kuat antara ring B dengan ring matriks triangular formal T =
A
0
M
B
.
Proposisi 34: Jika ring B memiliki sifat kondisi rank kuat, maka ring
T=
A
0
M
B
juga memiliki sifat kondisi rank kuat.
Sebelum memasuki pembahasan selanjutnya, perhatikan juga bahwa A × B adalah subring T, karena ada pemetaan embedding ε : A × B → a
( a, b )
0
m b
A
0
M
B
. Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa T =
A
0
M
B
dengan adalah
( A × B ) -modul kiri. Lemma 35: Jika diberikan ring-ring A, B, dan M adalah ( A, B ) -bimodul, maka T=
A
0
M
B
adalah ( A × B ) -modul kiri.
Pemaparan di atas akan digunakan untuk menyelidiki kaitan sifat kondisi rank kuat antara ring T =
Teorema 36:
T=
A
0
M
B
A
0
M
B
dan ring ( A × B ) .
Diberikan T =
A
0
M
B
adalah
( A × B ) -modul
flat. Jika ring
memiliki sifat kondisi rank kuat, maka ring ( A × B ) juga memiliki
sifat kondisi rank kuat.
17
8. KESIMPULAN 1) Setiap basis di modul bebas dengan dimensi tak hingga (infinite) kardinalitasnya sama. 2) Ring R memenuhi JBT jika image homomorfiknya juga memenuhi JBT, dan sifat ini juga berlaku untuk kondisi rank. 3) Ring R memenuhi kondisi rank kuat jika image homomorfiknya juga memenuhi sifat kondisi rank kuat dengan syarat image homomorfiknya merupakan R-aljabar dan R-modul flat. 4) Setiap subring dari ring stabil berhingga juga merupakan ring stabil berhingga. 5) Secara umum setiap ring R yang memenuhi kondisi rank bukanlah ring stabil berhingga, tetapi jika R adalah ring sederhana maka sifat tersebut berlaku. 6) Setiap ring stabil berhingga adalah ring yang memenuhi kondisi rank, setiap ring yang memenuhi kondisi rank adalah ring yang memenuhi JBT, dan setiap ring yang memenuhi kondisi rank kuat pasti memenuhi kondisi rank. Skema yang bisa mewakili hal ini adalah sebagai berikut:
Stably Finite
Rank Condition
IBN
Strong Rank Condition 7) Sifat JBT, kondisi rank dan stabil berhingga suatu ring R dipertahankan juga pada ring-ring
M n ( R ) , R [ x ] , atau R x
, tetapi tidak untuk kondisi rank kuat.
8) Produk ring-ring yang stabil berhingga juga ring stabil berhingga. Namun produk ring akan memiliki sifat JBT jika dan hanya jika salah satu dari ringnya memenuhi JBT. 9) Produk ring-ring akan memenuhi kondisi rank (kuat) jika dan hanya jika salah satu dari ringnya memenuhi kondisi rank (kuat).
18