perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TESIS
EFEKTIVITAS BALON FOLEY DALAM INDUKSI PERSALINAN MENGGUNAKAN OKSITOSIN PADA KEHAMILAN LEWAT WAKTU
Oleh: FAY FERRY NIM.5805002
Pembimbing: Dr. H. Tri Budi Wiryanto, Sp.OG (K) Dr. Docang Tjiptosisworo, Sp.OG (K), MMR
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET - RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EFEKTIVITAS BALON FOLEY DALAM INDUKSI PERSALINAN MENGGUNAKAN OKSITOSIN PADA KEHAMILAN LEWAT WAKTU
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis ini telah disetujui Tanggal:
Oleh
Pembimbing I:
H. Tri Budi Wiryanto, dr., Sp.OG (K) NIP. 19510421 198011 1 002
Pembimbing II:
Docang Tjiptosisworo, Sp. OG (K), MMR NIP
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Telah diuji pada ujian proposal Pada tanggal : 10 - 2 - 2011
Panitia Penguji Tesis Koordinator tesis (ketua): DR. Supriyadi Hari Respati, dr., Sp.OG Pembimbing (anggota) : 1. H. Tri Budi Wiryanto, dr., Sp.OG (K) 2. Docang Tjiptosisworo, dr., Sp.OG (K), MMR Penguji (anggota)
: 3. Wuryatno, dr., Sp.OG 4. Mochammad Arief TQ, dr., MS
Telah diuji pada ujian tesis Pada tanggal : 28 - 5 - 2011
Panitia Penguji Tesis Koordinator tesis (ketua): DR. Supriyadi Hari Respati, dr., Sp.OG Penguji (anggota)
: 1. Wuryatno, dr., Sp.OG 2. Mochammad Arief Tq, dr., MS 3. DR.Supriyadi Hari Respati,dr.,SpOG
Pembimbing (anggota) : 4. H .Tri Budi Wiryanto, dr., SpOG (K) 5. Docang Tjiptosisworo,dr.,SpOG(K), MMR .
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penyusunan tesis dengan judul efektivitas balon Foley dalam induksi persalinan menggunakan oksitosin pada kehamilan lewat waktu telah selesai. Pada kesempatan ini pertama kali saya panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada H. Tri Budi Wiryanto, dr., Sp.OG (K) sebagai pembimbing I yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, bimbingan, dan saran dalam proses penyelesaian tesis ini. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Docang Tjiptosisworo, dr., Sp.OG (K), MMR sebagai pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, bimbingan, dan saran dalam proses penyelesaian tesis ini Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Sebelas Maret Ravik Karasidi, Prof.DR.dr.Msc.,yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program Pendidikan Dokter Spesialis I di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret sehingga dapat menyelesaikan program ini Terima kasih yang sebesar besarnya kepada Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Zaenal Arifin, Prof.DR.dr.SpPD-KR.,yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program Pendidikan Spesialis I di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret sehingga dapat menyelesaikan menyelesaikan program ini. Terima kasih yang yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Mochammad Arief TQ, dr., MS yang telah berkenan memberikan waktu yang seluas-luasnya sebagai konsultan
metodologi penelitian dan statistik
dalam
proses penyelesaian tesis ini. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada DR. Supriyadi, dr., Sp.OG sebagai koordinator tesis yang telah memberikan dorongan dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam proses penyelesaian tesis ini.
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada DR. Supriyadi Hari Respati, dr., Sp.OG dan Wuryatno, dr., Sp.OG, sebagai tim penguji, yang telah berkenan memberikan waktu dan tenaga dalam proses penyelesaian tesis ini. Dengan selesainya tesis ini, perkenankan saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Suprayitno, dr., Direktur RSUD Kebumen.
2.
Rustam Sunaryo, dr., Sp.OG, Ka. Bag./ SMF. Obgin FK. UNS.
3.
Dr. Sri Sulistyawati, dr., Sp.OG (K), KPS Obgin FK. UNS.
4.
Abdulrahman Laqief, dr., Sp.OG (K), SPS Obgin FK. UNS.
5.
Soeroso, dr., Sp.OG, Ka. SMF Obgin RSUD Kebumen
6.
Palupi, dr., Sp.OG, staf RSUD Kebumen
7.
Budiadi, dr., Sp.OG, Ka. SMF Obgin RSUD Boyolali
8.
Haris,dr., Sp.OG, Staf RSUD Boyolali
9.
Seluruh Staf PPDS I bag. Obgin FK. UNS.
10. Semua rekan residen PPDS I Obgin FK. UNS. yang banyak membantu pelaksanaan tesis ini. 11. Ayahanda Muller Simanjuntak, Drs. (almarhum) dan Ibunda Jojor Ervina yang telah membesarkan dan mengasuh serta mendidik disiplin kepada saya dengan penuh kasih sayang. 12. Istri saya tercinta Probowati Praptitawangsariningrum yang telah banyak berkorban selama saya mengikuti pendidikan PPDS I Obgin, tetap mendorong dan memberikan semangat sampai saya dapat menyelesaikan tesis ini. 13. Kedua anak saya Grace dan Audrey, yang dapat menerima dan memahami kesibukan saya dan juga mendorong semangat saya untuk menyelesaikan tugas tesis ini. 14. Semua ibu primigravida dan multigravida yang saya pergunakan sebagai peserta penelitian tesis ini, yang dengan iklas memberikan pengorbanan demi kesuksesan ilmu pengetahuan.
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu saya menyelesaikan tugas tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi umat manusia, khususnya ibu-ibu yang akan melakukan persalinan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua. Amin.
Fay Ferry S
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
RINGKASAN
EFEKTIVITAS BALON FOLEY DALAM INDUKSI PERSALINAN MENGGUNAKAN OKSITOSIN PADA KEHAMILAN LEWAT WAKTU Fay Ferry S Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari praktek obstetri modern. Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu sering terjadi kegagalan karena serviks yang belum matang. Pematangan serviks merupakan hal yang mendasar dalam keberhasilan induksi persalinan. Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dengan serviks belum matang menggunakan oksitosin saja sudah mulai ditinggalkan karena masih tingginya angka kegagalan induksi persalinan. Walaupun masih dimungkinkan penambahan penggunaan preparat lain dalam pematangan serviks dan induksi persalinan.
Cara
pematangan
serviks
bisa
secara
mekanis
maupun
medikamentosa. Secara mekanis yaitu batang laminaria dan balon Foley, sedangkan secara medikamentosa yaitu Prostaglandin, Oksitosin, dan Estradiol. Balon Foley secara mekanis dapat bekerja menurunkan kegagalan induksi karena berperan mematangkan serviks Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Kebumen dan RSUD Boyolali menggunakan induksi Foley-oksitosin dan oksitosin pada kehamilan lewat waktu dengan cara 200 pasien hamil lewat waktu yang ikut dalam penelitian, 50 primigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 primigravida sebagai kelompok kontrol (mendapat oksitosin). 50 multigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 multigravida: kelompok kontrol (mendapat oksitosin). Pada balon Foley diisi NaCl 50 cc yang dipasang hingga di atas orificium uteri internum dan pemberian oksitosin bersamaan dalam bentuk injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 botolinfus D5% dengan cara pemberian tetesan mulai 8 tetesan sampai dengan maksimal 40 tetesan, sedangkan pada oksitosin berupa uterotonika dalam bentuk
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 botol infus D5% dengan cara pemberian tetesan mulai 8 tetesan sampai dengan maksimal 40 tetesan. Dilakukan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan keberhasilan induksi persalinan antara kelompok Foley-oksitosin dan oksitosin. Keberhasilan induksi bila pembukaan serviks ≥ 4cm. Primigravida, multigravida, maupun secara keseluruhan dengan serviks belum matang, kelompok Foley-oksitosin keberhasilannya lebih tinggi dibanding kelompok oksitosin. Setelah dilakukan uji Mann-Whitney, didapatkan hasil bermakna dengan p < 0,05 baik pada primigravida, multigravida maupun secara keseluruhan. Foley-oksitosin dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dibandingkan oksitosin yang secara statistik bermakna dengan p < 0,05.
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SUMMARY
THE EFFECTIVENESS OF FOLEY BALLON IN LABOR INDUCTION WITH OXYTOCIN ON POSTTERM PREGNANCY Fay Ferry S Delivery induction during post-term pregnancy is an integral part of modern obstetric practice. Delivery induction during post-term pregnancy often fails because of immature cervix. Cervix maturity is an underlying factor in the successful delivery induction. Delivery induction during post-term pregnancy with immature cervix using oxytoxin has been abandoned, because of the high delivery induction failure rate. Although it is still possible to add other preparation use in cervix maturation and delivery induction. Cervix maturation method can be carried out both mechanically and medicamentosa. Mechanically it is carried out using laminaria stem and Folley balloon, while in medicamentosa manner using prostaglandin, oxitoxin, and estradiol. Foley Balloon can mechanically work to reduce induction failure because it serves to mature cervix and inductor. In the research conducted in Pandan Arang Boyolali and Kebumen Local Public Hospitals the researcher employed Foley-oxytoxin and oxytoxin in post-term pregnancy with 200 post-term pregnant patients participating in the research, 50 primigravida were treated as the treatment group (obtain Foleyoxytoxin) and 50 primigravida as control group (obtain oxytoxin). 50 multigravida were treated as the treatment group (obtain Foley-oxitoxin) and 50 multigravida as control group (obtain oxytoxin). Foley balloon was filled in with NaCl 50 cc put in the place up to above orificium uteri internum and oxytoxin administration concurrently in the form of 10 IU injection given maximally in 2 infuse bottles of D5% by administering drop from 8 drops to maximal 40 drops, while in oxytoxin is in the form uterotonika in the form of 10 IU injection given maximally in 2 infuse bottles of 25% by administering drop from 8 drops to maximal 40 drops. Mann-Whitney test was done to find out the difference of
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
delivery induction success between the Foley-oxytoxin and the oxytoxin groups. Induction is successful when cervix opening ≥ 4 cm. Both primigravida, multigravida, and overall with immature cervix in the Foley-oxytoxin groups have higher success rate compared with the oxytoxin group. From the MannWhitney test, the significant result was obtained with p < 0.05 in both primigravida, multigravida, and overall. Foley-Oxytoxin can increase the delivery induction success rate in post-term pregnancy compared with oxytoxin statistically and significantly with p < 0.05 .
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK EFEKTIVITAS BALON FOLEY DALAM INDUKSI PERSALINAN MENGGUNAKAN OKSITOSIN PADA KEHAMILAN LEWAT WAKTU Fay Ferry S Tri Budi Wiryanto Docang Tjiptosisworo Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret - RSUD dr. Moewardi Surakarta Tujuan: Mengetahui perbedaan keberhasilan antara oksitosin dan balon Foley – oksitosin dalam induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dengan serviks yang belum matang.. Metode: 200 pasien hamil lewat waktu yang ikut dalam penelitian berasal dari RSUD Pandan Arang Boyolali dan RSUD Kebumen pada kurun waktu Januari sampai dengan Desember 2010 dengan rancangan penelitian kohort retrospektif. Dari 200 sampel tersebut 50 primigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 primigravida sebagai kelompok kontrol (mendapat oksitosin). 50 multigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 multigravida : kelompok kontrol (mendapat oksitosin). Pada balon Foley diisi NaCl 50 cc yang dipasang hingga di atas orificium uteri internum dan pemberian oksitosin bersamaan dalam bentuk injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 botol infus D5% dengan cara pemberian tetesan mulai 8 tetesan sampai dengan maksimal 40 tetesan, sedangkan pada oksitosin berupa uterotonika dalam bentuk injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 botol infus D5% dengan cara pemberian tetesan mulai 8 tetesan sampai dengan maksimal 40 tetesan. Dilakukan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan keberhasilan induksi persalinan antara kelompok Foley-oksitosin dan oksitosin. Keberhasilan induksi bila pembukaan serviks ≥ 4cm. Hasil: Setelah dilakukan uji statistik dengan Mann-Whitney hasilnya adalah keberhasilan induksi persalinan menggunakan Foley-oksitosin lebih tinggi daripada menggunakan oksitosin saja pada primigravida,multigravida maupun keseluruhan dengan didapatkan hasil bermakna dengan p< 0,05. Kesimpulan: Foley-oksitosin dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu pada primigravida (p=0.009), multigravida (p=0.001), dan secara keseluruhan (p=0.001), dibandingkan oksitosin yang secara statistik bermakna dengan p < 0,05. Kata kunci: Kehamilan lewat waktu, pematangan serviks, balon Foley, oksitosin
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT THE EFFECTIVENESS OF FOLEY BALLOON IN LABOR INDUCTION WITH OXYTOCIN ON POSTTERM PREGNANCY Fay Ferry S H. Tri Budi Wiryanto Docang Tjiptosisworo
Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret - RSUD dr. Moewardi Surakarta Objective: To find out the difference between oxytoxin and Foley Balloon–oxytoxin success in delivery induction during post-term pregnancy with immature cervix. Methods: 200 post-term pregnant patients participate in the research which from Pandan Arang Boyolali and Kebumen Local Public Hospital in January to December 2010 period with cohort retrospective research design. Out of 200 samples 50 primigravida were treated as the treatment group (obtain FoleyOxitoxin) and 50 primigravida as control group (obtain oxytoxin). 50 multigravida were treated as the treatment group (obtain Foley-Oxitoxin) and 50 multigravida as control group (obtain oxytoxin). Foley balloon was filled in with NaCl 50 cc put in the place up to above orificium uteri internum and oxytoxin administration concurrently in the form of 10 IU injection given maximally in 2 infuse bottles of D5% by administering drop from 8 drops to maximal 40 drops, while in Oxytoxin is in the form uterotonika in the form of 10 IU injection given maximally in 2 infuse bottles of 25% by administering drop from 8 drops to maximal 40 drops. Mann-Whitney test was done to find out the difference of delivery induction success between the Foley-oxytoxin and the oxytoxin groups. Induction is successful when cervix opening ≥ 4 cm. Results: From the Mann-Whitney test,the significant result was the successful induction of labor with Foley- Oxytocin is higher than oxytocin groups in primigravide, multigravide,even in overall with p<0,05. Conclusion: Foley-Oxytoxin can increase the delivery induction success rate in post-term pregnancy such as primigravide (p=0.009), multigravide (p=0.001), and overall (p=0.001), compared with oxytoxin statistically and significantly with p < 0.05. Keywords: Post-term pregnancy, cervix, Foley-balloon, oxytoxin
.
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii KATA PENGANTAR ............................................................................................... iv RINGKASAN ............................................................................................................ vi ABSTRAK ................................................................................................................. x DAFTAR ISI .............................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiv DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvi BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................... 1 A. Latar Belakang ..... ................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................. 3 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4 E. Keaslian Penelitian ............................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5 A. Lama Kehamilan ................................................................................. 5 B. Onset Persalinan................................................................................... 5 C. Kehamilan Lewat Waktu .................................................................... 13 D. Etiologi dan Patofisiologi ................................................................... 15 E. Penatalaksanaan Kehamilan ................................................................ 16 F. Induksi Persalinan ................................................................................ 18 1 Oksitosin ......................................................................................... 19 2 Prostagladin .................................................................................... 20 3 Balon Foley .................................................................................... 26 BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ................................... 28 A. Kerangka Konseptual ........................................................................... 28 B. Keterangan Kerangka Konseptual ....................................................... 29 C. Hipotesis .............................................................................................. 31
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................................... 32 A. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian .......................................... 32 B. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 33 C. Populasi ................................................................................................ 33 D. Sampel ................................................................................................. 33 1 Teknik Sampling ............................................................................... 33 2 Estimasi Besar Sampling .................................................................. 33 E. Kriteria Restriksi .................................................................................. 34 F. Variabel dan Operasionalisasi Penelitian ............................................ 35 G. Cara Pengambilan Data ....................................................................... 36 H. Teknik Analisis Pengolahan Data ........................................................ 36 BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS................................................... 37 A. Statistik ................................................................................................ 37 B. Uji beda Keberhasilan Induksi ......................................................... 38 BAB VI PEMBAHASAN ...................................................................................... 41 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 44 A. Kesimpulan .......................................................................................... 44 B. Saran .................................................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA …………………………… ................................................... 45 LAMPIRAN .............................................................................................................. 46
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
.
Halaman
Gambar 1.1 Kontraksi Sel Miometrium .........................................................
9
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Balon Foley-Oksitosin..............................
29
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Tabel Skor Bishop ...........................................................................
18
Tabel 5.1. Distribusi Responden Menurut Umur ............................................
37
Tabel 5.2. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan .......................
37
Tabel 5.3. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan ......................................
38
Tabel 5.4. Distribusi Kelompok Sampel ..........................................................
38
Tabel 5.5. Uji Beda Keberhasilan Induksi pada Kehamilan Lewat Waktu Primigravida ...........................................................
39
Tabel 5.6. Uji Beda Keberhasilan Jenis Induksi pada Kehamilan Lewat Waktu Multigravida ...........................................................
39
Tabel 5.7. Uji Beda Keberhasilan Induksi secara Keseluruhan .......................
40
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Persetujuan Persetujuan Ibu Hamil untuk Ikut Penelitian ............
47
Lampiran 2 Data Penelitian..............................................................................
48
Lampiran 3 Hasil Uji Beda pada Kehamilan Lewat Waktu Primigravida.......
50
Lampiran 4 Hasil Uji Beda pada Kehamilan Lewat Waktu Multigravida .......
51
Lampiran 5 Hasil Uji Beda secara Keseluruhan ..............................................
52
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
ACTH
: Adreno Cortico Trophic Hormone
CRH
: Cortico Tropin Releasing Hormon
c-AMP
: Cyclo–Adeno Mono Phospat
DHEAS
: Dehidropiandrosterone
Ins P
: Inositol Triphospat
MLCK
: Miosine Light Chain Kinase
MMP
: Matriks Metalloproteinase
PG
: Prostaglandin
PLC
: Phopolipase
PGDH
: Prostaglandin Dehidronase
N
: Besar sampel
commit to user xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EFEKTIVITAS BALON FOLEY DALAM INDUKSI PERSALINAN MENGGUNAKAN OKSITOSIN PADA KEHAMILAN LEWAT WAKTU DENGAN SERVIKS BELUM MATANG Fay Ferry S H. Tri Budi Wiryanto Docang Tjiptosisworo Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret - RSUD dr. Moewardi Surakarta Tujuan: Mengetahui perbedaan keberhasilan antara oksitosin dan balon Foley – oksitosin dalam induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dengan serviks yang belum matang. Tempat dan Waktu Penelitian : RSUD Pandan Arang Boyolali dan RSUD Kebumen pada kurun waktu Januari sampai denganDesember 2010 Rancangan Penelitian: Observasional analitik dengan rancangan penelitian kohort retrospektif. Bahan dan Cara: 200 pasien hamil lewat waktu yang ikut dalam penelitian. Dari 200 sampel tersebut 50 primigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 primigravida sebagai kelompok kontrol (mendapat oksitosin). 50 multigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 multigravida : kelompok kontrol (mendapat oksitosin). Pada balon Foley diisi NaCl 50 cc yang dipasang hingga di atas orificium uteri internum dan pemberian oksitosin bersamaan dalam bentuk injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 botol infus D5% dengan cara pemberian tetesan mulai 8 tetesan sampai dengan maksimal 40 tetesan, sedangkan pada oksitosin berupa uterotonika dalam bentuk injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 botol infus D5% dengan cara pemberian tetesan mulai 8 tetesan sampai dengan maksimal 40 tetesan. Dilakukan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan keberhasilan induksi persalinan antara kelompok Foley-oksitosin dan oksitosin. Keberhasilan induksi bila pembukaan serviks ≥ 4cm. Hasil: Primigravida, multigravida, maupun secara keseluruhan dengan serviks belum matang, kelompok Foley-oksitosin keberhasilannya lebih tinggi dibanding kelompok oksitosin. Setelah dilakukan uji Mann-Whitney, didapatkan hasil bermakna dengan p < 0,05 baik pada primigravida, multigravida, maupun secara keseluruhan. Kesimpulan: Foley-oksitosin dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu pada primigravida (p=0.009), multigravida (p=0.001), dan secara keseluruhan (p=0.001), dibandingkan oksitosin yang secara statistik bermakna dengan p < 0,05. Kata kunci: Kehamilan lewat waktu, pematangan serviks, balon Foley, oksitosin
Objective: To find out the difference between oxytoxin and Foley Balloon–oxytoxin success in delivery induction during post-term pregnancy with immature cervix. Research Design: Analytical observation with cohort retrospective research design. Setting and time: Pandan Arang Boyolali and Kebumen Local Public Hospitals in January to December 2010 period. Materials and Methods: 200 post-term pregnant patients participate in the research. Out of 200 samples 50 primigravida were treated as the treatment group (obtain Foley-Oxitoxin) and 50 primigravida as control group (obtain oxytoxin). 50 multigravida were treated as the treatment group (obtain Foley-Oxitoxin) and 50 multigravida as control group (obtain oxytoxin). Foley balloon was filled in with NaCl 50 cc put in the place up to above orificium uteri internum and oxytoxin administration concurrently in the form of 10 IU injection given maximally in 2 infuse bottles of D5% by administering drop from 8 drops to maximal 40 drops, while in Oxytoxin is in the form uterotonika in the form of 10 IU injection given maximally in 2 infuse bottles of 25% by administering drop from 8 drops to maximal 40 drops. Mann-Whitney test was done to find out the difference of delivery induction success between the Foley-oxytoxin and the oxytoxin groups. Induction is successful when cervix opening ≥ 4 cm. Results: Both primigravida, multigravida and overall with immature cervix in the Foley-Oxytoxin groups have higher success rate compared with the oxytoxin group. From the Mann-Whitney test, the significant result was obtained with p < 0.05 in both primigravida, multigravida, and overall. Conclusion: Foley-Oxytoxin can increase the delivery induction success rate in post-term pregnancy such as primigravide (p=0.009), multigravide (p=0.001), and overall (p=0.001), compared with oxytoxin statistically and significantly with p < 0.05. Keywords: Post-term pregnancy, cervix, Foley-balloon, oxytoxin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
RINGKASAN
EFEKTIVITAS BALON FOLEY DALAM INDUKSI PERSALINAN MENGGUNAKAN OKSITOSIN PADA KEHAMILAN LEWAT WAKTU DENGAN SERVIKS BELUM MATANG Fay Ferry S Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari praktek obstetri modern. Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu sering terjadi kegagalan karena serviks yang belum matang. Pematangan serviks merupakan hal yang mendasar dalam keberhasilan induksi persalinan. Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dengan serviks belum matang menggunakan oksitosin saja sudah mulai ditinggalkan karena masih tingginya angka kegagalan induksi persalinan. Walaupun masih dimungkinkan penambahan penggunaan preparat lain dalam pematangan serviks dan induksi persalinan.
Cara
pematangan
serviks
bisa
secara
mekanis
maupun
medikamentosa. Secara mekanis yaitu batang laminaria dan balon Foley, sedangkan secara medikamentosa yaitu Prostaglandin, Oksitosin, dan Estradiol. Balon Foley secara mekanis dapat bekerja menurunkan kegagalan induksi karena berperan mematangkan serviks Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Kebumen dan RSUD Boyolali menggunakan induksi Foley-oksitosin dan oksitosin pada kehamilan lewat waktu dengan cara 200 pasien hamil lewat waktu yang ikut dalam penelitian, 50 primigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 primigravida sebagai kelompok kontrol (mendapat oksitosin). 50 multigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 multigravida: kelompok kontrol (mendapat oksitosin). Pada balon Foley diisi NaCl 50 cc yang dipasang hingga di atas orificium uteri internum dan pemberian oksitosin bersamaan dalam bentuk injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 botolinfus D5% dengan cara pemberian tetesan mulai 8 tetesan sampai dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
maksimal 40 tetesan, sedangkan pada oksitosin berupa uterotonika dalam bentuk injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 botol infus D5% dengan cara pemberian tetesan mulai 8 tetesan sampai dengan maksimal 40 tetesan. Dilakukan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan keberhasilan induksi persalinan antara kelompok Foley-oksitosin dan oksitosin. Keberhasilan induksi bila pembukaan serviks ≥ 4cm. Primigravida, multigravida, maupun secara keseluruhan dengan serviks belum matang, kelompok Foley-oksitosin keberhasilannya lebih tinggi dibanding kelompok oksitosin. Setelah dilakukan uji Mann-Whitney, didapatkan hasil bermakna dengan p < 0,05 baik pada primigravida, multigravida maupun secara keseluruhan. Foley-oksitosin dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dibandingkan oksitosin yang secara statistik bermakna dengan p < 0,05.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SUMMARY
THE EFFECTIVENESS OF FOLEY BALLON IN LABOR INDUCTION WITH OXYTOCIN ON POSTTERM PREGNANCY WITH UNRIPENING CERVIX Fay Ferry S Delivery induction during post-term pregnancy is an integral part of modern obstetric practice. Delivery induction during post-term pregnancy often fails because of immature cervix. Cervix maturity is an underlying factor in the successful delivery induction. Delivery induction during post-term pregnancy with immature cervix using oxytoxin has been abandoned, because of the high delivery induction failure rate. Although it is still possible to add other preparation use in cervix maturation and delivery induction. Cervix maturation method can be carried out both mechanically and medicamentosa. Mechanically it is carried out using laminaria stem and Folley balloon, while in medicamentosa manner using prostaglandin, oxitoxin, and estradiol. Foley Balloon can mechanically work to reduce induction failure because it serves to mature cervix and inductor. In the research conducted in Pandan Arang Boyolali and Kebumen Local Public Hospitals the researcher employed Foley-oxytoxin and oxytoxin in post-term pregnancy with 200 post-term pregnant patients participating in the research, 50 primigravida were treated as the treatment group (obtain Foleyoxytoxin) and 50 primigravida as control group (obtain oxytoxin). 50 multigravida were treated as the treatment group (obtain Foley-oxitoxin) and 50 multigravida as control group (obtain oxytoxin). Foley balloon was filled in with NaCl 50 cc put in the place up to above orificium uteri internum and oxytoxin administration concurrently in the form of 10 IU injection given maximally in 2 infuse bottles of D5% by administering drop from 8 drops to maximal 40 drops, while in oxytoxin is in the form uterotonika in the form of 10 IU injection given maximally in 2 infuse bottles of 25% by administering drop from 8 drops to maximal 40 drops. Mann-Whitney test was done to find out the difference of
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
delivery induction success between the Foley-oxytoxin and the oxytoxin groups. Induction is successful when cervix opening ≥ 4 cm. Both primigravida, multigravida, and overall with immature cervix in the Foley-oxytoxin groups have higher success rate compared with the oxytoxin group. From the MannWhitney test, the significant result was obtained with p < 0.05 in both primigravida, multigravida, and overall. Foley-Oxytoxin can increase the delivery induction success rate in post-term pregnancy compared with oxytoxin statistically and significantly with p < 0.05.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari praktek obstetri modern. Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu sering terjadi kegagalan karena serviks yang belum matang. Pematangan serviks merupakan hal yang mendasar dalam keberhasilan induksi persalinan (Cunningham, 2005). Induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu biasanya mulai dilakukan pada umur kehamilan 41 minggu. Proses pematangan serviks memegang peranan penting dalam proses persalinan, dimana serviks dengan nilai Bishop ≥ 6 atau dilatasi serviks ≥ 3 cm, maka tingkat keberhasilan induksi semakin besar (Oakes, 2009). Oksitosin digunakan secara serial untuk induksi persalinan pada kehamilan lewat waktudan diharapkan juga terjadi pematangan serviks. Permasalahan
yang
sering
terjadi
yaitu
angka
kegagalan
induksi
menggunakan oksitosin pada kehamilan lewat waktumasih tinggi apabila nilai Bishop masih rendah. Masih tingginya angka kegagalan induksi persalinan pada kehamilanlewat waktuberakibat meningkatnya persalinan secara seksio sesaria(Cunningham, 2005). Penggunaan oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu, namun pada saat ini sudah mulai banyak ditinggalkan. Masih ada
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
rumah sakit yang masih melakukan induksi oksitosin saja. Walaupun masih dimungkinkan penggunaan preparat lain dalam pematangan serviks dan induksi persalinan. Sampai saat sekarang induksi persalinan masih selalu menarik untuk didiskusikan, terutama induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu. Hal tersebut berkaitan dengan kontraksi uterus dan kesejahteraan janin sehingga induksi persalinan pada kehamilan harus lewat waktu dilakukan secara hati-hati dan teliti. Usaha pematangan serviks dan induksi secara prinsip dibedakan menjadi 3, yaitu merangsang timbulnya kontraksi uterus semata; mematangkan serviks, dan merangsang timbulnya kontraksi uterus, misalnya prostaglandin; mematangkan serviks tanpa merangsang timbulnya kontraksi uterus, misalnya estrogen. Cara pematangan serviks bisa secara mekanis maupun medikamentosa. Secara mekanis yaitu batang laminaria dan balon Foley sedangkan secara medikamentosa yaitu prostaglandin, oksitosin dan estradiol(Oakes, 2009). Infus oksitosin dosis rendah dapat digunakan dalam pematangan serviks. Titrasi infus oksitosin ditingkatkan mulai 1 hingga 4 mU/menit. Ferguson (2007) menunjukkan bahwa metode ini dapat dibandingkan dengan misoprostol pervaginam dalam pematangan serviks. Infus oksitosin relatif aman digunakan karena mudah dihentikan titrasinya sehingga Ferguson (2007) menyarankan penggunaan titrasi oksitosin dosis rendah dalam pematangan serviks, terutama untuk pasien berisiko tinggi di mana janin tidak toleran selama persalinan (Rai, 2008).
commit to user 2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Balon Foley yang diberikan bersamaan dengan oksitosin yang bekerja sebagai pematangan serviks dan induktor dipercaya dapat menurunkan kegagalan induksi. Beberapa penelitian yang ada sebelumnya dengan pemberian balon Foley diisi dengan NaCl 30 cc dan pemberian bersamaan oksitosin sebagai induktor memberikan keberhasilan induksi meningkat dibanding dengan oksitosin saja. Oleh karena itu peneliti inginmenilai efektivitas balon Foley dalam pematangan serviks bersamaan dilakukan induksi oksitosin persalinan pada kehamilan lewat waktu dengan serviks belum matang.
B. Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan keberhasilan antara oksitosin dan balon Foley– oksitosin dalam induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dengan serviks belum matang ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui perbedaan keberhasilan antara oksitosin dan balon Foley-oksitosin dalam induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dengan serviks yang belum matang.
commit to user 3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui keberhasilan oksitosin dalam induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu. b. Mengetahui keberhasilan balon Foley–oksitosin dalam induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu.
D. Manfaat Penelitian Sebagai upaya untuk meningkatkan keberhasilan induksi dengan menggunakan balon Foley–oksitosin pada kehamilan lewat waktu.
E. Keaslian Penelitian Sebelumnya
telah
beberapa
penelitian
yang
membandingkan
efektifitas balon Foley dengan oksitosin misalnya : 1. Pennell, 2009 dalam penelitian berjudul Single Balloon Catheters Preferred for Cervical Ripening in Primigravide. Pennell meneliti efektivitas pemasangan satu balon kateter, dua balon kateter, dan balon kateter ditambah oksitosin. Pemasangan balon Foley ditambah oksitosin menunjukkan luaran yang lebih baik. Dengan perbedaan balon foley diisi 30 ml dan dilanjutkan oksitosin drip 5IU setelah balon foley ekspulsi, sedangkan pada penelitian kami balon foley diisi 50 ml NaCL.dan pemberian oksitosin drip secara bersamaan 2. Pettker, 2008 dalam penelitian berjudul Transcervical Foley catheter with and without oxytocin for cervical ripening: a randomized controlled trial.
commit to user 4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pettker menilai peningkatan keberhasilan induksi dengan cara penambahan oksitosin drip secara bersamaan pada pemasangan balon Foley trans servikal. Balon Foley diisi dengan cairan nomal salin 30 ml, sedangkan pada penelitian kami balon foley diisi 50 ml NaCL.
commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Lama Kehamilan Lama kehamilan umumnya berlangsung selama 40 minggu atau 280 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir dengan simpang baku sekitar dua minggu. Deviasi dua minggu ditentukan berdasarkan asumsi bahwa ovulasi dan konsepsi terjadi pada hari ke-14 pada siklus haid 28 hari. Sekitar 50% ibu hamil akan melahirkan pada umur kehamilan yang sesuai dengan hari pekiraan lahir. Namun 35 – 40 % ibu hamil akan melahirkan dalam waktu melebihi perkiraan lahir hingga 2 minggu, dan sisanya sekitar 10 – 15% ibu hamil akan melahirkan pada umur kehamilan lebih dari 43 minggu (Diana, 2001). Umur kehamilan dan hari perkiraan lahir biasanya ditentukan dengan menggunakan rumus Naegele. Cara penggunaan rumus Naegele adalah menambah hari pertama menstruasi terakhir dengan tujuh hari, bulan dikurangi tiga, dan tahun ditambah satu. Umur kehamilan juga dapat ditentukan dengan beberapa pemeriksaan klinis, laboratoris, radiologis, kimiawi, dan ultrasonografi (Diana, 2001).
B. Onset Persalinan Onset persalinan dapat diterangkan dengan mengetahui dasar-dasar perubahan morfologi, biokimia dan fisik uterus yang berkembang selama dan akhir kehamilan. Pada akhir bulan ke empat, periode utama perkembangan
commit to user 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
uterus, pembesaran uterus berupa hipertrofidan hiperplasi. Janin masih sangat kecil, tetapi pertumbuhan dari hari ke hari meningkat sangat cepat. Perkembangan yang cepat dari isi uterus yakni janin, plasenta, selaput amnion, dan cairan amnion akan meningkatkan berat uterus. Selama kehamilan, uterus meningkat dari 50 gram hingga 1200 gram. Otot polos uterus memanjang 10-12 kali dan menebal 2-7 kali. Hal ini akan meningkatkan volume uterus menjadi 100 kali (Wiknjosastro, 2006). Walaupun korpus uteri dan serviks uteri merupakan bagian dari satu organ, tetapi memberikan reaksi yang sangat berbeda terhadap kondisi yang memungkinkan timbulnya persalinan. Saat implantasi blastosis dan selama kehamilan, miometrium dapat berkembang namun tetap dalam keadaan relaksasi, sedangkan serviks tetap kaku dan tak dapat diregangkan. Pada waktu proses persalinan terjadi, serviks harus melunak, dapat diregangkan, dan membuka. Fundus mengalami perubahan dari organ yang relaks dan lunak selama kehamilan, namun menjadi mampu mendorong janin melalui serviks dan jalan lahir. Kegagalan dalam koordinasi dari fungsi serviks dan fundus dapat menimbulkan kerugian pada hasil kehamilan. Meskipun tampaknya peranan serviks dan fundus selama persalinan bertentangan, tetapi terdapat bukti bahwa kedua proses ini diatur oleh bahan yang sama (Cunningham, 2005). Gap junction adalah kontak dari sel ke sel yang diduga terdiri dari bagian simetrik membran plasma dari dua sel yang berhadapan. Diduga komunikasi antara sel-sel yang berhadapan diluruskan sehingga terbentuk
commit to user 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
poriantara sitoplasma dari 2 sel, jadi terbentuk jalan antara dua sel yang berhubungan untuk mempermudah penyaluran aliran (listrik atau ion) atau metabolit antara sel-sel. Pada saat ini keberadaan gap junction di jaringan miometrium dapat ditunjukkan. Dari penelitian Garfield dan kawan-kawan diketahui bahwa gap junction di antara sel-sel miometrium baru terbentuk selama proses persalinan. Dari penelitian berbagai spesies, termasuk manusia gap junction selama kehamilan tidak dapat ditemukan (atau sedikit sekali). Pada kehamilan cukup bulan jumlah gap junction bertambah dan pertambahan ini berjalan terus baik dalam jumlah ataupun ukuran selama proses persalinan. Gap junction mulai menghilang dalam waktu 24 jam setelah persalinan. Gap junction ditemukan pada persalinan prematur, baik yang persalinannya secara spontan atau karena diinduksi (Cunningham, 2005). Faktor-faktor yang menghalangi terbentuknya gap junction antara selsel miometrium adalah penting untuk mempertahankan uterus dalam keadaan tenang (tidak mengadakan kontraksi). Sebaliknya, terbentuknya gap junction secara cepat pada kehamilan cukup bulan dapat mempermudah timbulnya kontraksi uterus yang terpadu yang khas pada proses persalinan (Cunningham, 2005). Oleh karena itu, pengaturan dan pembentukan gap junction merupakan permasalahan yang penting. Penelitian baik in vitro maupun invivo pada hewan percobaan telah membuktikan bahwa progesteron menghambat dan estrogen merangsang pembentukan gap junction. Sintetis
commit to user 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
protein diperlukan untuk membentuk gap junction. Prostaglandin diduga mempunyai peranan penting pada pembentukan gap junction. Penghambatan sintesa prostaglandin akan menghambat pembentukan gap junction. Beberapa jenis
prostanoid,
seperti
PGE2,
PGF2α,
tromboksan,
dan
mungkin
endoperoksid, memacu pembentukan gap junction in vitro, sedangkan yang lain prostanoid seperti prostasiklin dapat menghambat pembentukan gap junction
dantidak
meningkatkan
pembentukan
dari
gap
junction
(Cunningham, 2005). Otot polos dari miometrium mempunyai gambaran anatomi yang unik, berbeda dengan gambaran otot polos skelet. Perbedaan ini menimbulkan keuntungan khusus pada saat miometrium berkontraksi untuk keberhasilan melahirkan janin.Pertama, derajat pemendekan dari sel-sel otot polos lebih besar dari otot bergaris pada waktu kontraksi. Kedua, pada otot polos gaya kekuatan yang ditimbulkan dapat diarahkan ke segala jurusan, sedangkan pada otot bergaris gaya kekuatan terbatas searah dengan sumbu serat otot, otot polos tidak tersusun seperti otot bergaris. Kelompok filamen yang tebal dan tipis didalam miometrium terdapat memanjang dan tidak teratur diseluruh sel. Otot polos disusun sedemikian rupa sehingga dapat memperbesar pemendekannya dan memperbesar kekuatan yang ditimbulkan. Lain keuntungan adalah fakta bahwa otot polos dapat menimbulkan gaya kekuatan ke segala arah dan hal ini memberikan fleksibilitas terhadap arah gaya dorong yang ditimbulkan tanpa memperhatikan letak ataupun posisi janin (Wiknjosastro, 2006).
commit to user 9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengaturan kontraksi miometrium pada tingkat seluler adalah sebagai akibat dari aktivitas miosin rantai-rantai kinase yang diaktifkan oleh kalsium, afinitas enzim terhadap kompleks kalsium kalmodulin, dan CAMP dependen fosforilasi dari enzim oleh protein kinase juga harus dipertimbangkan difosforilasi dari miosin rantai ringan kinase dengan bantuan mioisin rantairantai kinase. Jadi, kontraksi akan terjadi bila didapatkan interaksi antara miosin yang sudah mengalami fosforilasi dengan aktin dan terbentuk aktin miosin yang mengalami fosforilasi (Cunningham, 2005).
Gambar 1.1 Kontraksi sel miometrium (Cunningham, 2005). Pengaturan kontraksi dan relaksasi sel otot polos miometrium. Terdapat sejumlah agonis yang mengikat reseptor permukaan sel dan mengaktifkan fosfolipase C dan produksnya dari inositol 1,4,5 trifosfat (IP3). IP3 akan mengikat reseptor-reseptor tersebut dalam retikulum sarkoplasma
commit to user 10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan menyebabkan pelepasan ion kalsium ke dalam sitoplasma. Ion kalsium dapat juga meningkat melalui tegangan atau pengaktivan saluran reseptor. Ion kalsium akan mengaktifkan kalmodulin yang memicu peningkatan aktifitas dari miosin light chain kinase (MLCkinase) dan fosforilasi dari miosin light chain (MLC). MLC yang terfosforilasi berinteraksi dengan aktin yang mengaktifasi adenosin trifosfat dan melalui hidrolisa dari adenosin trifosfat menghasilkan kekuatan yang diperlukan untuk kontraksi. Kontraksi dapat dipertahankan dengan aktifasi dari guanosin trifosfat yang mengikat protein, RhoA, dan Rhokinase, yang mana akan memfosforilasi dan menghambat miosin fosfat. Relaksasi diakibatkan kembalinya pelepasan ligand dari reseptornya. Relaksasi dapat juga terjadi melalui aktifitas hormon yang menginaktifkan MLC kinase, seperti agen yang mengaktifkan siklik adenosin mono fosfat (cAMP) atau pola sinyal siklik guanosin monofosfat (Cunningham, 2005). Oksitosin merupakan hormon yang sangat kuat, dikeluarkan oleh neurohipofisis, yang mana merangsang secara langsung jaringan miometrium dan jaringan mioepitelial payudara. Oksitosin sangat cepat dimetabolisme dan waktu paruhnya berkisar antara 3-4 menit. Hanya ada sedikit bukti bahwa peningkatan kadar oksitosin maternal bertanggung jawab dalam memulai persalinan, tetapi kadar rendah oksitosin mungkin dibutuhkan sebagai faktor esensial. Sekali persalinan telah mulai, kadar oksitosin akan sangat meningkatkan kontraksi uterus yang intensif. Konsentrasi oksitosin yang ditemukan pada plasma ibu, janin, dan bayi yang baru dilahirkan tidak
commit to user 11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bermakna. Jadi, pengeluaran oksitosin dari hipofisis janin hanya berperan dalam fase ekspulsi dan postpartum. Pada kondisi postpartum, oksitosin menimbulkan kontraksi dan retraksi uterus sehingga jumlah perdarahan yang terjadi berkurang (Cunningham, 2005). Satu-satunya bukti yang mendukung peran oksitosin sebagai penyebab terjadinya persalinan adalah secara tidak langsung dan tidak dapat disimpulkan secara pasti. Oksitosin meningkatkan kontraksi uterus dengan dua cara yaitu bekerja langsung pada sel otot polos uterus untuk berkontrasi dan merangsang pembentukan prostaglandin di lapisan desidua (Fuschs, 2002). Oksitosin dapat menstimulasi kontraksi uterus melalui mekanisme yang bebas dari konsentrasi kalsium intraseluler. Ditemukan bahwa konsentrasi Prostaglandin E (PGE) dan Prostaglandin F (PGF) meningkat selama pemberian oksitosin.Oksitosin juga menstimulasi produksi PGE dan PGF dari desidua manusia.Penemuan ini menunjukkan adanya interaksi positif antara oksitosin dan prostaglandin sebagai tambahan terhadap aksi uterotonika dan mungkin pelepasan prostaglandin oleh oksitosin perlu untuk efisiensi kontraksi uterus selama persalinan (Bricker, 2002). Pembentukan proslaglandin oleh selaput janin dan desidua vera uterus diduga sebagai mekanisme biokimia akhir yang menyebabkan persalinan. Hal ini dapat diperlihatkan bahwa pemberian proslaglandin F2αatau prostaglandin E2 secara intravena, intraamniotik, atau ekstra ovular akan menyebabkan kontraksi miometrium pada setiap umur dari kehamilan. Komplek multienzim
commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berupa prostaglandin sintetase yang terjadi pada selaput janin dan desidua vera berperan sangat kuat, setidaknya prostaglandin memegang peran kunci dalam inisiasi persalinan. Lebih jauh dijelaskan, kadar prostaglandin akan meningkat dalam cairan amnion wanita yang sedang melahirkan, dan bahkan prostaglandin atau hasil metabolitnya akan meningkat pada darah perifer wanita hanya sebelum dan selama persalinan (Bricker, 2002). Besar kemungkinan bahwa dengan melalui sistem komunikasi organ dilakukan pengaturan aktivitas dari enzim-enzim didalam amnion sedemikian rupa sehingga diduga isyarat yang berasal dari janin akan mempercepat pelepasan asam arakidonat dan meningkatkan biosintesis prostaglandin di dalam amnion. Ada suatu mekanisme pengaturan aktivitas dari fosfolipase A2.Fosfolipase C yang spesifik terhadap fosfatidilinositol, diasilgliserol lipase dan dengan demikian monoasilgliserol lipase, di amnion dan khorion sehingga terbentuk asam-asam arakidonat yang selanjutnya terbentuk prostaglandin (Cunningham, 2005). Pada percobaan in vitro ini, disamping adanya fosfatidiletanolamin yang mengandung asam arasidonat pada posisi sn-2, fosfolipase A2 dalam melakukan aktivitasnya juga sangat membutuhkan pula ion Ca2+. Aktivitas dari fosfolipase C yang spesifik terhadap fosfatidilinositoljuga tergantung pada adanya ion kalsium. Diasilgliserol lipase melakukan katalisis terhadap diasilgliserol untuk melepaskan asam lemak pada posisi sn-1.Reaksi yang selanjutnya adalah pelepasan asamarakidonat dari arasidonogliserol pada posisi sn-2 dan reaksi ini dipacu oleh monoasiligliserol lipase. Sebaliknya
commit to user 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
aktivitas enzim diasigliserolkinase, yaitu enzim yang memacu perubahan diasigliserol menjadi asam fosfatidat yang merupakan bahan baku dari gliserofosfolipid, adalah enzim yang terdapat disamping amnion, chorion, dan desidua vera yang dihambat oleh ion Ca 2+. Jadi ion Ca2+ memegang peranan penting dalam pengaturan pelepasan asam arakidonat dan dengan sendirinya produksi prostaglandindi amnion dan mungkin juga di chorion leave dan desidua vera. Dapat diramalkan bahwa peningkatan kadar ion Ca2+ didalam sel akan mempercepat pelepasan asam arakidonat danfosfatidiletanolamin melalui reaksi yang dipacu oleh fosfolipase A2. Pada sel-sel amnion manusia yang enzimatik disebar, produksi prostaglandin menurun bila tidak didapatkan kalsium atau bila diberi calsium channel blockers, tetapi produksi prostaglandin akan meningkat bila didapatkan kalsium atau diberi calsium channel blockers (Bricker, 2002). Peningkatan sintesa PGE2 di amnion merupakan perubahan pokok untukterjadinya inisiasi persalinan. Peningkatan sintetis pembentukan prostaglandin di amnion terjadi sebagai jawaban dari isyarat yang berasal dari janin. Isyarat janin ini diamnion akan menyebabkan peningkatan pelepasaan asam arakidonat dari gliserofosfolipid atau meningkatkan aktivitas enzim prostaglandin sintetis atau kedua-duanya (Oakes, 2009).
C. Kehamilan Lewat waktu Kehamilan lewat waktu didefinisikan sebagai kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu dihitung dari hari pertama
commit to user 14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menstruasi terakhir. Ketetapan diagnosis kehamilan postterm sangat bergantung dari
ketepatan perhitungan usia kehamilan atau penetapan
permulaan kehamilan. Secara umum, penentuan umur kehamilan berdasarkan hari pertama menstruasi terakhir dengan asumsi menstruasi teratur yaitu siklus 28
hari
kemudian
dihitung
dengan
menggunakan
rumus
Naegele
(Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2006). Angka kejadian kehamilan postterm bervariasi antara 3,5 - 14% dengan rata-rata 10%. Variasi yang luas ini disebabkan menstruasi terakhir yang tidak tercatat dengan baik atau tidak teraturnya pola menstruasi serta para ibu yang lupa akan haid terakhirnya. Namun kini dengan adanya pelayanan USG maka usia kehamilan dapat ditentukan lebih tepat terutama bila dilakukan pemeriksaan pada usia kehamilan 6 – 12 minggu sehingga penyimpangan hanya 1 minggu. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu ialah meningkatnya risiko kematian dan kesakitan perinatal. Resiko penanganan kehamilan lewat waktu masih diperdebatkan. Bahkan tanpa adanya komplikasi maternal yang dapat dikenali sekalipun, masih terdapat sedikit keraguan apakah sebagian janin yang berada di dalam uterus lebih dari 42 minggu akan menghadapi ancaman yang progresif untuk mengalami morbiditas yang serius atau bahkan kematian. Tindakan yang menguntungkan bagi janin semacam itu adalah melahirkannya pada kehamilan 42 minggu. Sebagian ahli menganjurkan pemilihan metode konservatif dalam penanganan kehamilan ini dengan pengawasan terhadap kesejahteraan janin yang ketat. Fasilitas yang diperlukan untuk penilaian
commit to user 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kesejahteraan janin pada kehamilan lewat waktu dapat mengikuti metode pemantauan menurut Manning. Besarnya angka kematian janin bila profil biofisik dilakukan seminggu sekali adalah 4,6 per 1000 kelahiran. Metode aktif dianut oleh kelompok yang menganggap perlu dilakukan terminasi kehamilan pada usia 41 minggu karena janin telah aterm dan viabilitas serta kondisi kesejahteraan janin masih optimal (Cunningham, 2005). Janin lewat waktu dapat terus bertambah beratnya di dalam uterus dan terjadi makrosomia serta kalsifikasi dari tulang tengkorak yang dapat menimbulkan trauma persalinan. Keadaan lain adalah terjadinya insufisiensi uteroplasenter yang mengakibatkan pertumbuhan terhenti bahkan janin mengalami restriksi pertumbuhan yang diikuti dengan pelepasan mekonium dalam air ketuban karena hipoksia kronis. Kondisi ini bila dibiarkan dapat terjadi gawat janin bahkan sampai kematian terutama bila terjadi sindroma aspirasi mekonium (Cunningham, 2005).
D. Etiologi dan Patofisiologi Penyebab pasti kehamilan lewat waktu belum diketahui, akan tetapi beberapa kejadian yang dianggap berhubungan dengan peristiwa ini adalah anensefalus, hipoplasi adrenal janin, tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin, defisiensi sulfatase plasenta dan kehamilan ekstra uterina. Keadaan klinis ini memberikan suatu gambaran umum yaitu penurunan kadar estrogen yang pada kehamilan normal umumnya tinggi. Pada kasus insufisiensi hipofisis atau adrenal janin menyebabkan hormon prekursor yaitu
commit to user 16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dehidroepiandrosteron sulfat disekresi dalam jumlah yang tidak cukup bagi konversinya menjadi estradiol dan estriol di dalam plasenta. Penurunan kadar estrogen sendiri diduga tidak cukup untuk menstimulasi produksi dan penyimpanan glikofosfolipid yang merupakan prekusor asam arakidonat. Defisiensi sulfatase plasenta merupakan suatu ciri resesif yang berhubungan dengan kromosom seks, enzim ini berfungsi memecah hormon prekusor yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal janin, akibatnya penyediaan asam arakidonat yang akan menjadi prostaglandin tidak cukup (Cunningham, 2005). Oksitosinmerangsang kontraksi myometrium pada uterusmelalui mekanisme gap junction dan sensitivitas reseptor oksitosin yang meningkat, progesteron yang menurun serta estrogen yang meningkat. Keseimbangan estrogen meningkat dan progesteron menurun akan menyebabkan asam arakidonat
meningkat
dan
terjadi
pembentukan
prostaglandin
yang
menyebabkan pematangan serviks dengan meningkatnya asam hialuronidase, penurunan kolagen, dan dilatasi kapiler serviks. Apabila keseimbangan kenaikan estrogen dan progesteron tidak terjadi maka tidak terjadi pematangan serviks sehingga kehamilan memanjang (Cunningham, 2005).
E.
Penatalaksanaan kehamilan lewat waktu Penatalaksanaan antepartum pasien dengan kehamilan posterm yang adekuat memerlukan informasi klinis dan laboratoris. Pada kondisi antepartum biasanya komplikasi maternal tidak ada sehingga keputusan memberikan tindakan optimal pada kehamilan dipertimbangkan terhadap
commit to user 17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kondisi janin. Beberapa permasalahan yang perlu dipertimbangkan adalah usia kehamilan tidak selalu diketahui dengan tepat sehingga janinbisa saja belum matur sebagaimana yang diperkirakan. Kedua, sangat sulit untuk menentukan dengan tepat janin mana yang akanmeninggal atau mengalami morbiditas serius bila dibiarkan di dalam uterus. Ketiga, induksi persalinan tidak selalu berhasil. Keempat, seksio sesaria meningkatkan secara nyata risiko morbiditas maternalyang serius baik pada kehamilan sekarang maupun pada kehamilan berikutnya(Cunningham, 2005). Identifikasi keadaan janin sebelum induksi merupakan bagian penting dalam
penatalaksanaan
antepartum.
Manning
pada
tahun
1987
merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan profil biofisik dua kali seminggu pada janin lewat waktu dan mengusulkan persalinan janin tersebut bila terdapat oligohidramnion (Cunningham, 2005). Persalinan merupakan waktu yang berbahaya bagi janin lewat waktu. Oleh karena itu, wanita hamil lewat waktu harus segera memeriksakan diri ke rumah sakit begitu merasa berada dalam proses persalinan untuk mendapatkan pemantauan dengan alat elektronik frekuensi denyut jantung janin dan kontraksi uterus secara konsisten. Pemecahan ketuban masih kontroversi karena sebagian ahli berpendapat bahwa tindakan ini akan memperberat oligohidramnion sehingga dapat memperbesar kemungkinan terjadinya kompresi talipusat, tetapi di lain pihak amniotomi memungkinkan kita untuk mengenali adanya mekonium yang kental. Mereka berpendapat bahwa tindakan ini menentukan dalam manajemen selanjutnya (Cunningham, 2005).
commit to user 18
perpustakaan.uns.ac.id
F.
digilib.uns.ac.id
Induksi Persalinan Induksi persalinan adalah usaha merangsang uterus untuk memulai terjadinya persalinan pada keadaan belum dalam persalinan. Ada beberapa jenis induksi persalinan baik mekanis maupun medikamentosa. Pemilihan jenis induksi persalinan dengan mempertimbangkan keadaan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan induksi antara lain: Bishop score, paritas dan keadaan umum ibu maupun janin (Cunningham, 2005). Penilaian kematangan serviks pertama kali diusulkan oleh Bishop tahun 1964 yang menilai dilatasi serviks, konsistensi, panjang (pendataran) dan posisi serviks serta turunnya bagian terendah janin. Nilai Bishop yang kurang dari 5 dianggap belum matang. Angka kegagalan induksi masih tinggi sehingga sebagian ahli mengusulkan masih dilakukan usaha pematangan lebih dahulu sebelum induksi (Cunningham, 2005). Tabel 1.1 Skor Bishop Cervix
Score 0
1
2
3
Position
Posterior Midposition Anterior ---
Consistency
Firm
Medium
Soft
---
Effacement (%) 0-30
40-50
60-70
>80
Dilation (cm)
Closed
1-2
3-4
>5
Baby's Station
-3
-2
-1
+1, +2
Sumber: Romney S et al, editors: Gynecology and Obstetrics: The Health Care of Women, ed 2, New York, 1981, McGraw-Hill.
commit to user 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Oksitosin Secara fisiologis, oksitosin merupakan non peptida yang disintesis di dalam badan sel supraoptik dan neuron paraventrikuler serta dibawa sepanjang akson menuju ke lobus neural hipofisis posterior dan oksitosin siap disekresi oleh hipofisis bagian posterior. Oksitosin merupakan uterotonika yang poten. Kadar oksitosin dalam plasma meningkat selama kehamilan, meskipun tidak menyolok. Sensitivitas uterus terhadap oksitosin juga makin meningkat dengan makin bertambahnya usia kehamilan (Cunningham, 2005). Oksitosin merangsang terjadinya kontraksi miometrium. Oksitosin tidak terlibat dalam fase pertama persalinan sehingga infus oksitosin relatif tidak efektif dalam menginduksi persalinan pada kehamilan dengan serviks belum matang dan tidak ditemukan bukti bahwa oksitosinmenginduksi pembentukan gap junctiondi antara sel-sel miometrium. Bukti lain yang mengurangi kemungkinan oksitosin untuk inisiasi persalinan adalah bahwa kadar oksitosin selama kehamilan relatif tetap atau kenaikannya sedikit (Berlick, 2002). Oksitosin sebagai uterotonika yang poten tidak diragukan terutama pada
persalinan
fase
dua.
Kemungkinan
oksitosin
berperan
mengoptimalkan proses persalinan dengan bekerja secara sinergis dengan
uterotonin yang
diproduksi
di
jaringan
uterus. Selain
kadaroksitosin, kekuatan kontraksi uterus juga dipengaruhi adanya reseptor oksitosin yang terletak pada membran plasma miometrium dan
commit to user 20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
secara fisiologis merupakan reseptor spesifik untuk oksitosin (Berlick, 2002). Oksitosin memberikan hasil yang baik pada pemberian perenteral, juga cepat diabsorbsi di mukosa mulut dan bukal, sehingga memungkinkan pemberian per oral sebagai tablet isap.Waktu paruh oksitosin sekitar 12-17 menit. Oksitosin diinakfikan oleh oksitosinase yang dihasilkan oleh plasenta dengan jalan memecah ikatan peptida dan sebagaian besar diekskresikan oleh ginjal dan hati (Cunningham, 2005).
2. Prostaglandin Prostaglandin adalah hormon yang dibuat oleh berbagai organ dan efeknya sangat beraneka ragam.Senyawa ini merupakan 20 carbon hydroxyfatty acid dengan rangkaian cyclopectan dan dua buah rantai samping.
Berdasarkan
susunan
cyclopectan
tersebut
dikenal
prostaglandin A, B, E, dan F. Lokasi hidroksi dan jumlah rantai tak jenuhnya menunjukkan jenis seperti PGE1, PGE2, PGF1α, PGF2α, dan sebagainya.
Pada
manusia
asamarakidonat
merupakan
prekusor
prostaglandin PGE dan PGFα dianggap mempunyai efek yang penting dalam proses persalinan (Cunningham, 2005). Biosintesis prostaglandin dimulai dari perubahan asam arakidonat yang terdapat dalam bentuk ester di dalam fosfolipid dapat dilepaskan oleh enzim fosfolipase A2 terutama bila ada rangsangan kimiawi dan mekanis. Setelah terbentuk asam arakidonat, maka selanjutnya
commit to user 21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dimetabolisme melalui dua sistem enzim. Enzim lipooksigenase mengubah asam arakidonat menjadi peroksida lipid 12-hidroperoksiasam-eikosa-tetra-enoat (12-HPETE), 12-HETE, dan leukotrien. Hasil katalisis
ini
hanya
ditemukan
pada
paru-paru,
tombosit,
dan
leukosit.HETE dan HPETE yang terbentuk mempunyai efek kemotaktik terhadap sel-sel polimorfonuklear dan mungkin berpengaruh pada reaksi peradangan (Cunningham, 2005). Enzim siklooksigenase (terdapat dalam mikrosom) akan mengubah asam arakidonat menjadi endoperoksida siklik, PGG2, dan PGH2. Kedua peristiwa ini tidak stabil, selanjutkannya akan mengalami isomerisasi secara enzimatik dan non enzimatik menjadi PGE, PGF, dan PGD. Selain itu PGH juga dapat dimetabolisme menjadi prostasiklin (PGI2) oleh enzim prostasiklin sintetase dan tromboxan A2 (TX A2) oleh enzim sintetase (Cunningham, 2005). Pengaruh prostaglandin dalam persalinan dapat dijelaskan sebagai suatu perubahan kompleks pada janin dan ibu.Pada janin, sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal tidak hanya mempengaruhi produksi steroid di plasenta, tetapijuga mempengaruhi komposisi cairan amnion yang disekresi dari paru dan ginjal.Perabahan ini juga merupakan isyarat kepada uterus termasuk serviks dan miometrium. Membran-membran janin merupakan faktor biologis penting yang selama ini (pada sebagian besar masa kehamilan) dianggap diam. Hal itu membentuk hubungan antara permukaan yang dinamis di dalam uterus yaitu antara amnion
commit to user 22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(sumber utama PGE2), desidua (sumber utama PGF1α), dan korion (sumber utama prosiaglandin dehidrogenase PGDH) yang berada diantara amnion dan desidua (Cunningham, 2005). Pematangan serviks diyakini ada hubungannya dengan dua peristiwa utama yaitu pemecahan kolagen dan perubahan jumlah relatif pada berbagai glikosaminoglikan. Asam hialuronat merupakan zat yang dihubungkan dengan kapasitas suatu jaringan untuk menahan air. PGE2 merupakan vasodilator, meningkatkan permeabilitas di dalam serviks sehingga neutrofil dari sirkulasi ibu dapat memasuki stroma dari jaringan di serviks. Interleukin 1 (IL-1) yang dihasilkan di serviks akan menarik dan mengaktifkan netrofil yang merupakan sumber penting kolagenase. Pengendalian PGE2 di dalam uterus diatur oleh aktifitas PGDH yang dihasilkan di dalam korion dan merupakan enzim yang bertanggung jawab terhadap degradasi PGE2 (Bricker, 2002). Terjadinya kontraksi pada miometrium dimungkinkan oleh adanya gap junction yang timbul pada saat awal persalinan. Bukti in vivo dan in vitro pada binatang menjelaskan bahwa progesteron menghambat pembentukan gapjunction. Prostaglandin juga dipercaya berperan pada pembentukan gap junction. Efek stimulan dari PGE2 dan PGF2α adalah dengan cara meningkatkan konsentrasi Ca2+ bebas intraseluler, proses ini menghasilkan aktivasi miosin light chainkinase, fosforilasi miosin, dan kemudian interaksinya dengan aktin (Bricker, 2002).
commit to user 23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Prostaglandin E2 Aplikasi lokal gel prostaglandin E2 (dinoproston) banyak digunakan untuk mematangkan serviks. Perubahan histologis yang terjadi mencakup pelarutan serabut kolagen dan peningkatan kandungan air submukosa. Perubahan-perubahan pada jaringan ikat serviks aterm ini serupa dengan yang ditemukan pada awal persalinan. Rayburn (1989) mengkaji pengalaman kumulatif dengan preparat prostaglandin E2 intraservikal atau intravaginal pada lebih dari 5.000 kehamilan yang berasal dari 70 lebih uji klinis prospektif. Rayburn menyimpulkan bahwa prostaglandin E2 lebih baik daripada plasebo dalam
meningkatkan
pematangan
dan
pembukaan
serviks
(Cunningham, 2005). Proses pematangan serviks yang dipicu oleh prostaglandin sering mencakup inisiasi persalinan. Selain itu, dengan inisiasi persalinan, persalinan yang ditimbulkan serupa dengan inisiasi persalinan
dengan
prostaglandin keberhasilan
E2
persalinan dosis
induksi,
spontan
rendah
mengurangi
normal.
meningkatkan insidensi
Pemakaian kemungkinan
persalinan
yang
berkepanjangan, dan mengurangi dosis oksitosin maksimal dan total. Sekitar separuh dari wanita yang mendapat prostaglandin E2 memasuki persalinan dan melahirkan dalam 24 jam. Manfaat prostaglandin terhadap angka seksio sesaria tidak bermakna (Cunningham, 2005).
commit to user 24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Efek samping prostaglandin E2 berupa hiperstimulasi uterus. Hiperstimulasi uterus didefinisikan sebagai enam atau lebiih kontraksi dalam 10 menit untuk total 20 menit. Angka hiperstimulasi uterus yang pernah dilaporkan sekitar 1 % untuk gel intraservikal (dosis 0,5 mg) dan 5 % untuk gel intravaginal (dosis 2 sampai 5 mg). Oleh karena dapat terjadi hiperstimulasi yang serius atau gangguan janin apabila prostaglandin digunakan pada persalinan, maka pemakaian pada keadaan ini umumnya tidak diperbolehkan. Apabila terjadi, hiperstimulasi biasanya mulai dalam 1 jam setelah aplikasi gel atau supositoria. Tindakan mengeluarkan supositoria vagina dengan menarik bagian ekor dari jaring yang mengelilingi preparat ini biasanya akan meredakan efek tersebut. Irigasi serviks dan vagina untuk mengeluarkan gel belum terbukti bermanfaat (Cunningham, 2005). Efek sistemik, termasuk demam, muntah, dan diare akibat prostaglandin E2 dosis rendah hampir dapat diabaikan. Setiap produk prostaglandin E2 harus diberikan secara hati-hati dengan glaukoma, gangguan hati atau ginjal yang parah, atau asma. Prostaglandin E2 adalah suatu bronkodilator, dan bahwa bronkokonstriksi atau perubahan tekanan darah yang bermakna belum pernah dilaporkan terjadi pada pemakaian gel dosis rendah. Kemungkinan skor Apgar yang rendah, perlunya resusitasi, keharusan perawatan di unit intensif, atau kematian perinatal tidak meningkat pada pemakaian prostaglandin
commit to user 25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E2 (Cunningham, 2005). b. Prostaglandin E1 Misoprostol adalah suatu prostaglandin E1 sintetik dan tersedia dalam sediaan tablet 100 mcg untuk mencegah ulkus peptikum. Obat ini telah digunakan secara tidak resmi sebagai pematangan serviks prainduksi dan induksi persalinan. American College of Obstetricians and Gynecologist menyatakan bahwa pemberian intravagina 25 mcg selama tidak lebih dari setiap 3 sampai 6 jam sekali efektif bagi wanita yang serviksnya belum matang (Cunningham, 2005). Dosis
misoprostol
50
mcg
menyebabkan
peningkatan
takisistol, pengeluaran mekoneum, dan aspirasi mekoneum secara bermakna dibandingkan dengan prostaglandin E2. Peningkatan insidensi seksio sesarea akibat hiperstimulasi uterus dibandingkan dinoproston. Dosis 25 mcg setiap 3 jam menyebabkan penurunan secara bermakna efek merugikan dibandingkan dengan dosis 50 mcg. Laporan-laporan mengenai ruptur uteri pada wanita dengan riwayat bedah uterus sebelumnya menyebabkan pemakaian misoprostol dikontraindikasikan pada para wanita ini (Cunningham, 2005). Windrim (1997) melaporkan misoprostol per oral memiliki efektifitas untuk mematangkan serviks dan menginduksi persalinan setara dengan pemberian intravaginal. Bennett (1998) dan Toppozada (1997) mendapatkan adanya pemendekan interval sampai kelahiran
commit to user 26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada aplikasi vaginal, tetapi lebih sering terjadi kelainan frekuensi denyut jantung janin. Adair (1998) menyimpulkan bahwa aplikasi oral dan vaginal sama efektifnya tetapi dosis oral 200 mcg berkaitan dengan peningkatan kelainan kontraktilitas uterus. Wing (1999) melaporkan bahwa misoprostol 50 mcg per oral kurang efektif dibandingkan dengan misoprostol 25 mcg pervaginam untuk mematangkan serviks dan menginduksi persalinan. Dilaporkan juga bahwa dosis oral 100 mcg sama efektifnya dengan dosis 25 mcg intravaginal. Perlu lebih banyak informasi mengenai dosis optimal, rute pemberian misoprostol, kinetika penyerapan oral, penyerapan vaginal, dan pH vagina (Cunningham, 2005).
3. Balon Foley Sherman (1996) menyimpulkan hasil dari 13 penelitian dengan balon Foley yang digunakan untuk dilatasi serviks dan disimpulkan bahwa dengan maupun tanpa infus salin, metode ini menghasilkan perkembangan yang cepat dalam skor Bishop dan persalinan yang lebih singkat. Huang (2002) secara random melakukan penelitian terhadap 135 wanita dalam induksi persalinan menggunakan misoprostol pervaginam, balon Foley dengan pengisian 30 cc, atau keduanya. Luarannya hampir sama pada ketiga kelompok, dan tidak ada yang menonjol manfaat dari kombinasi kedua metode tersebut (Cunningham, 2005).
commit to user 27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Culver (2004) membandingkan oksitosin dan balon Foley terhadap penggunaan misoprostol 25 mcg pervaginam tiap 4 jam pada wanita dengan skor Bishop kurang dari 6. Rerata waktu induksi hingga persalinan secara bermakna lebih singkat pada kelompok balon Foley dan oksitosin yaitu sekitar 16 jam (Cunningham, 2005). Alat balon memberikan tekanan mekanis secara langsung pada serviks saat balon diisi.Untuk pematangan serviks dapat digunakan suatu balon Foley (26 Fr) atau alat balon yang didesain secara khusus. Teknik pemasangan dilator balon yaitu : Pertama, balon Foley dimasukkan ke dalam endoserviks melalui visualisasi langsung atau blind dengan memastikan lokasi serviks dengan pemeriksaan vaginal toucher dan mengarahkan kateter menelusuri tangan dan jari melalui endoserviks dan ke dalam rongga potensial antara selaput ketuban dan segmen bawah rahim. Kedua, balon Foley diisi dengan 30 50 ml larutan fisiologis. Ketiga, balon mengalami retraksi sehingga terletak dalam muara interna. Langkah-langkah tambahan yaitu pertama, berikan tekanan dengan menambah berat pada ujung kateter. Tekanan yang konstan dan gantungkan 1 L cairan intravena ke ujung kateter dan letakkan pada ujung tempat tidur. Tekanan intermiten dan disentakkan ujung kateter dua atau empat kali per jam (Tjahjanto, 2000).
commit to user 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual
BALON FOLEY + OKSITOSIN
Penekanan fokal serviks
Aktivasi desidua
Ikatan reseptor oksitosin ↑
Inflamasi Prostaglandin endogenMatrix Metalloproteinase↑
Fosfolipase ↑
Permeabilitas serviks ↑Asam hialuronidase↑ Infiltrasi neutrofilia Sekresi enzim kolagenase
Ca intracellular ↑ Myosin Light Chain Kinase↑
Degradasi kolagen serviks Kontraksi miometrium Pematangan serviks
Timbulnya persalinan (awal fase aktif)
Gambar 3.1 Kerangka konseptual balon Foley-oksitosin
commit to user 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Keterangan Kerangka Konseptual Kehamilan lewat waktu terjadi oleh karena estrogen yang minimal, reseptor oksitosin sedikit dan tidak adanya prostaglandin sehingga tidak terjadi pematangan serviks dan persalinan. Pada pemberian oksitosin terjadinya peningkatan ikatan oksitosin dengan reseptor dan oksitosin merangsang peningkatan pembentukan fosfolipase yang merubah fosfolipid menjadi inositol trifosfat yang kemudian terjadi peningkatan kadar kalsium intraseluler, sehingga merangsang terbentuknya myosin light chain kinase yang mengubah miosin menjadi miosin-aktif fosforilasi untuk selanjutnya terjadinya kontraksi miometrium. Pemberian oksitosin juga akan mengaktivasi desidua yang akan merangsang pengeluaran prostaglandin dan peningkatan matriks metaloproteinase serta asam hialuronidase. Kondisi tersebut akan menyebabkan pematangan serviks. Dengan pemberian balon Foley-oksitosin maka akan terjadi 2 mekanisme yaitu pertama balon Foley menyebabkan penekanan fokal serviks dan
berakibat
mengeluarkan
terjadinya
respon
prostaglandin
inflamasi.Respon
endogen.
Prostaglandin
inflamasi
akan
endogen
akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas serviks. Kondisi tersebut akan menyebabkan masuknya neutrofil, di mana netrofil akan mensekresi enzim kolagenase yang akan menyebabkan degradasi kolagen serviks. Proses tersebut akan berakhir pada pelunakan serviks. Oksitosin merangsang aktivasi desidua
sehingga
terbentuk
prostaglandin
dan
peningkatan
matriks
metaloproteinase serta asam hialuronidase, selanjutnya mengurangi kadar
commit to user 30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kolagen dan meningkatkan kadar air dalam serviks sehingga terjadilah pematangan serviks. Kedua, terjadinya peningkatan ikatan oksitosin dengan reseptor dan oksitosin merangsang peningkatan fosfolipase C yang merubah fosfolipid menjadi inositol trifosfat yang kemudian terjadi peningkatan kadar kalsium intraseluler sehingga merangsang terbentuknya myosin light chain kinase. Myosin light chain kinase mengubah miosin menjadi miosin aktif fosforilasi. Untuk selanjutnya terjadi kontraksi miometrium (Cunningham, 2005).
C. Hipotesis Keberhasilan persalinan dengan induksi balon Foley-oksitosin lebih tinggi dibandingkan dengan oksitosin pada kehamilan lewat waktu.
commit to user 31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan penelitian kohort retrospektif sebagai berikut : Mulai penelitian BERHASIL (A)
BALON FOLEY OKSITOSIN GAGAL (B)
Subjek Penelitian
Matching
OKSITOSIN
BERHASIL (C)
GAGAL (D)
( Sastroasmoro, 2008 ) Keterangan : A = Jumlah pasien yang berhasil diinduksi menggunakan balon Foleyoksitosin B = Jumlah pasien yang gagal diinduksi balon Foley-oksitosin C = Jumlah pasien yang berhasil diinduksi oksitosin D = Jumlah pasien yang gagal diinduksi oksitosin
commit to user 32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Tempat dan Waktu Penelitian RSUD Pandan Arang Boyolali dan RSUD Kebumen pada kurun waktu Januari sampai dengan Desember 2010.
C. Populasi Menggunakan data sekunder (catatan medik) ibu hamil lewat waktu di RSUD Kebumen yang dilakukan induksi persalinan dengan oksitosin dan balon Foley dan pasien induksi oksitosin di RSUD Pandan Arang Boyolali.
D. Sampel 1. Teknik Sampling Menggunakan teknik konsekutif sampling. 2. Estimasi Besar Sampling Penentuaan besar sampel dihitung berdasarkan rumus perkiraan besar sampel untuk studi kohort retrospektif (Taufikurohman, 2009) sebagai berikut:
n=
( p0 q0 + p1q1 )(zα + zβ )2 ( p1 − p0 )2
Keterangan : n
= Besar sampel yang diinginkan
α
= Tingkat kesalahan tipe I yaitu 0,05
Zα
= Nilai standar normal dengan tingkat kepercayaan 95%, a=0,05, Za: 1,960
commit to user 33
perpustakaan.uns.ac.id
Zβ
digilib.uns.ac.id
= Nilai standar normal dengan tingkat kepercayaan 80%, β= 20% Zβ: 0,89
p0
= Proporsi keberhasilan terapi pada kelompok oksitosin=0,60
p1
= Proporsi keberhasilan terapi pada kelompok balon Foleyoksitosin=0,85
q0 q1 n
= 1-p0 =0,40 = 1-p1 =0,15 = (0,60.0,40 + 0,85.015)(1,96+0,89 )2 = 2,985 / 0,06 = 49, 7 ( 0,25 )2
Jadi tiap kelompok n = 50
E. Kriteria Restriksi Kriteria inklusi: 1. Ibu hamil usia 20–35 tahun, hamil lewat waktu dengan serviks belum matang 2. Janin tunggal 3. Presentasi kepala Kriteri eksklusi: 1. Ada riwayat cacat uterus 2. Presentasi bokong 3. Fetal distress 4. Anemia 5. Pasien tidak bersedia diikutkan dalam penelitian
commit to user 34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Variabel dan Operasionalisasi Penelitian Variabel ini terdiri dari : 1. Variabel bebas
: Jenis induksi persalinan
a. Balon Foley-oksitosin
: Balon Foley diisi NaCl 50 cc yang
dipasang hingga di atas orificium uteri internum yang berfungsi mematangkan serviks dan pemberian oksitosin bersamaan dalam bentuk injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 botol infus D5% dengan cara pemberian tetesan mulai 8 tetesan sampai dengan maksimal 40 tetesan. b. Oksitosin : adalah uterotonika dalam bentuk injeksi 10 IU yang diberikan maksimal dalam 2 botol infus D5% dengan cara pemberian tetesan mulai 8 tetesan sampai dengan maksimal 40 tetesan. Skala pengukuran : Nominal dikotomik 2. Variabel terikat : Keberhasilan induksi Variabelnya : a. Berhasil
: Setelah diinduksi menggunakan sampai dengan 2 botol infus masuk fase aktif dan pembukaan serviks mencapai >4cm.
b. Tidak berhasil : Setelah diinduksi menggunakan sampai dengan 2 botol infus tetap tidak masuk pada fase aktif dan pembukaan serviks tidak mencapai >4cm. Skala pengukuran : nominal dikotomik
commit to user 35
perpustakaan.uns.ac.id
3. Variabel Luar a. Umur
digilib.uns.ac.id
: : usia dari subjek penelitian saat diberikan intervensi yaitu usia 20-35 tahun.
b. Paritas
: urutan kehamilan dari subjek penelitian saat diberikan intervensi yaitu primigravida, sekundigravida, dan multigravida.
c. Serviks belum matang: Bila nilai Bishop <5 yaitu suatu penilaian serviks yang dinilai pembukaan (cm), pendataran serviks, penurunan kepala, konsistensi serviks, dan posisi serviks.
G. Cara Pengambilan Data Menggunakan data sekunder dari status pasien (rekam medis pasien) yang mendapat oksitosin saja maupun yang sebelumnya dipasang balon Foley-oksitosin dalam kurun waktu Januari sampai dengan Desember 2010 sesuai kriteria inklusi dan eksklusi.
H. Teknik Analisis Pengolahan Data Pada penelitian ini untuk menguji hipotesis dengan menggunakan uji beda sampel tidak berhubungan (Uji Mann-Whitney).
commit to user 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANAL1SIS
A. Karakteristik Subyek Penelitian Tabel 5.1. Distribusi Responden Menurut Umur Kelompok Umur Primigravida (Tahun ) Jumlah Persentase 20 - 25 23 23 25 - 30 37 37 31 - 36 40 40 Total 100 100
Multigravida Jumlah Persentase 28 28 35 35 37 37 100 100
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebagian besar kelompok umur responden adalah 31-36 tahun baik pada Kehamilan Lewat Waktu Primigravida dan multigravida. Tabel 5.2. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Pendidikan SD SMP SMA Sarjana Total
Primigravida Jumlah Persentase 17 17 48 48 32 32 3 3 100 100
Multigravida Jumlah Persentase 21 21 29 29 44 44 6 6 100 100
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan
responden
adalah SMP pada Kehamilan Lewat Waktu Primigravida sebesar 48% dan SMA pada Kehamilan Lewat Waktu multigravida sebesar 44%.
commit to user 37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5.3. Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Pekerjaan IRT Buruh Tani PNS Total
Primigravida Jumlah Persentase 26 26 38 38 28 28 8 8 100 100
Multigravida Jumlah Persentase 31 31 43 43 25 25 1 1 100 100
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan responden pada Kehamilan Lewat Waktu Primigravida adalah buruh (38%) dan pada Kehamilan Lewat Waktu multigravida sebesar 43%.
B. Statistik Selama periode 1 Januari 2010 sampai dengan 31 Desember 2010, didapatkan 200 pasien hamil lewat waktu yang ikut dalam penelitian. Dari 200 sampel tersebut 50 primigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foley-oksitosin) dan 50 primigravida sebagai kelompok kontrol (mendapat oksitosin). 50 multigravida diperlakukan sebagai kelola (mendapat Foleyoksitosin) dan 50 multigravida: kelompok kontrol (mendapat oksitosin). Tabel 5.4. Distribusi Kelompok Sampel Jenis Induksi Postterm Oksitosin Foley-Oksitosin 50 50 Primigravida 50 50 Multigravida Total 100 100
Jumlah 100 100 200
commit to user 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Uji Beda Keberhasilan Induksi Tabel 5.5 terlihat bahwa ada perbedaan keberhasilan induksi pada kehamilan lewat waktu primigravida menggunakan Foley-oksitosin dan oksitosin secara bermakna (CI95 % = 1,322 – 8,231,p=0,009). Tabel 5.5.Uji Beda Keberhasilan Induksi pada Kehamilan Lewat Waktu Primigravida Jenis Induksi Keberhasilan Jumlah Foley-Oksitosin Oksitosin 41 29 70 Berhasil 9 21 30 Tidak Berhasil 50 50 100 Total CI95 % = 1,322 – 8,231,OR=3,3, RR=1,7, Mann-Whitney U=950, p=0,009 Tabel 5.5 terlihat bahwa ada perbedaan keberhasilan induksi pada kehamilan lewat waktu multigravida menggunakan Foley-oksitosin dan oksitosin secara bermakna (CI95 % = 1,827 – 12,791,p=0,001). Pada kehamilan lewat waktu primigravida mempunyai nilai OR= 3,3 yang berarti ada kemungkinan peningkatan keberhasilan induksi Foley-Oksitosin sebesar 3,3 kali lebih tinggi dibanding Oksitosin. Resiko Relatif (RR)=1,7 yang berarti kemungkinan jenis induksi Foley-Oksitosin akan berhasil adalah 1,7 kali lebih besar jika dibanding dengan yang tidak berhasil. Tabel 5.6. Uji Beda Keberhasilan Jenis Induksi pada Kehamilan Lewat Waktu Multigravida Jenis Induksi Keberhasilan Jumlah Foley-Oksitosin Oksitosin 43 28 71 Berhasil 7 22 29 Tidak Berhasil 50 50 100 Total CI95 % = 1,827 – 12,791, OR=4,6, RR=2, Mann-Whitney U=875, p=0,001
commit to user 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5.6 terlihat bahwa ada perbedaan keberhasilan induksi pada kehamilan lewat waktu secara keseluruhan menggunakan Foley-oksitosin dan oksitosin secara bermakna (CI95 % = 2,036 – 7,703,p=0,001). Pada pemberian induksi pada kehamilan lewat waktu multigravida mempunyai nilai OR=4,8 yang berarti ada peningkatan keberhasilan induksi Foley-Oksitosin sebesar 4,8 kali lebih tinggi dibanding oksitosin. Resiko Relatif (RR)=2 yang berarti kemungkinan jenis induksi FoleyOksitosin akan berhasil adalah 2 kali lebih besar jika dibanding dengan yang tidak berhasil. Tabel 5.7. Uji Beda Keberhasilan Induksi secara Keseluruhan Jenis Induksi Keberhasilan Jumlah Foley-Oksitosin Oksitosin Berhasil 84 57 141 16 43 59 Tidak Berhasil 100 100 200 Total CI95 % = 2,036 – 7,703, OR=4, RR=1,8, Mann-Whitney U=3650, p=0,001 Tabel 5.7 terlihat bahwa nilai OR= 4, yang menunjukkan bahwa tanpa membedakan kehamilan lewat waktu primi maupun multigravida, pemberian Foley-Oksitosin mempunyai kemungkinan keberhasilan 4 kali lebih tinggi dibanding oksitosin. Resiko Relatif (RR)=1,8 yang berarti kemungkinan jenis induksi Foley-Oksitosin akan berhasil adalah 1,8 kali lebih besar jika dibanding dengan yang tidak berhasil. Dan hasil uji MannWhitney U menunjukkan bahwa nilai P=0,001 (<0,05) yang berarti induksi dengan
Foley-Oksitosin
memberikan
keberhasilan
lebih
tinggi
dibandingkan dengan induksi oksitosin yang diberikan pada pasien.
commit to user 40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI PEMBAHASAN
Besarnya angka kematian janin bila profil biofisik dilakukan seminggu sekali adalah 4,6 per 1000 kelahiran. Metode aktif dianut oleh kelompok yang menganggap perlu dilakukan terminasi kehamilan pada usia 41 minggu diantaranya seperti induksi persalinan, karena janin telah aterm dan viabilitas serta kondisi kesejahteraan janin masih optimal. Pada penelitian ini subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan sebanyak 200 kasus, yang terbagi dalam 4 kelompok yaitu: kelompok kelola/Foley-oksitosin pada primigravida 50 kasus dan kelompok kontrol/oksitosin pada primigravida 50 kasus serta kelompok kelola/ Foleyoksitosin pada sekundi/multigravida 50 kasus dan kelompok kontrol / oksitosin pada sekundi/multigravida 50 kasus. Didapatkan perbedaan keberhasilan induksi kehamilan lewat waktu serviks belum matang secara bermakna pada primigravida, multigravida dan secara keseluruhan menggunakan Foley-oksitosin dan oksitosin, hal ini dikarenakan oleh timbulnya persalinan melalui mekanisme Foley-oksitosin yang lebih pendek dibandingkan dengan mekanisme oksitosin. Keberhasilan induksi lebih banyak prosentasenya pada kelompok Foleyoksitosin baik primigravida maupun multigravida. Hal ini ditunjukkan pada nilai OR =4 yang menunjukkan bahwa tanpa membedakan kehamilan lewat waktu primi maupun multigravida, pemberian Foley-Oksitosin mempunyai
commit to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kemungkinan keberhasilan 4 kali lebih tinggi dibanding oksitosin. Dengan pemberian Foley-oksitosin maka akan terjadi 2 mekanisme yaitu pertama balon Foley oksitosin menyebabkan pematangan serviks melalui peningkatan aktivitas enzim kolagenase yaitu matriks metaloproteinase (MMP) sehingga kolagen total turun, perlengketan dalam struktur kolagen berkurang dan terjadi peningkatan pemecahan dan pelarutan sisa kolagen serta peningkatan asam hialuronidase untuk selanjutnya mengurangi kadar kolagen dan meningkatkan kadar air dalam serviks, sehingga terjadilah pematangan serviks. Kedua, balon Foley-oksitosin juga meningkatkan kalsium intra seluler sehingga kalsium berikatan dengan kalmodolin akan merangsang terbentuknya miosin light chain kinase (MLCK) sehingga mengubah miosin menjadi miosin aktif fosfolirasi untuk selanjutnya terjadi kontraksi miometrium. Dengan adanya pematangan serviks dan kontraksi miometrium akan timbul persalinan yang ditandai dengan pembukaan/ dilatasi serviks (Cunningham, 2005). Syamsul Bahri (2001) melaporkan bahwa keberhasilan induksi kehamilan lewat waktu kelompok misoprostol 95,5 % dan kelompok oksitosin 73,4 %. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa induksi Foley-oksitosin lebih berhasil dibandingkan oksitosin pada induksi persalinan dengan serviks yang belum matang. Setelah dilakukan uji Mann-Whitney ternyata hasilnya pada primigravida 0,009 (<0,05) dimana hasil ini secara statistik bermakna sedangkan pada multigravida 0,001 dimana hasil ini secara statistik juga bermakna. Hasil penelitian ini sejalan dengan Sherman (1996) menyimpulkan hasil dari 13 penelitian dengan balon Foley yang digunakan untuk dilatasi serviks dan disimpulkan bahwa dengan maupun tanpa infus salin, metode
commit to user 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ini menghasilkan perkembangan yang cepat dalam skor Bishop dan persalinan yang lebih singkat. Hasil ini juga didukung oleh Culver (2004) membandingkan oksitosin dan balon Foley terhadap penggunaan misoprostol 25 mcg pervaginam tiap 4 jam pada wanita dengan skor Bishop kurang dari 6. Rerata waktu induksi hingga persalinan secara bermakna lebih singkat pada kelompok balon Foley dan oksitosin yaitu sekitar 16 jam (Cunningham, 2005). Pada penelitian kami dibanding dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pennel mengenai efektivitas pemasangan satu balon kateter, dua balon kateter, dan balon kateter ditambah oksitosin. Pemasangan balon Foley ditambah oksitosin menunjukkan luaran yang lebih baik. Dengan perbedaan balon foley diisi 30 ml dan dilanjutkan oksitosin drip 5IU setelah balon foley ekspulsi dan Pettker, 2008 tentang peningkatan keberhasilan induksi dengan cara penambahan oksitosin drip secara bersamaan pada pemasangan balon Foley trans servikal. Balon Foley diisi dengan cairan nomal salin 30 ml terdapat perbedaan yaitu dalam hal pemberian banyaknya isi balon foley sebanyak 50 ml lebih banyak penelitian sebelumnya dan penambahan oksitosin drip secara bersamaan dari dosis terendah sampai tertinggi untuk dapat terjadinya kontraksi yang diharapkan, sehingga dengan adanya pematangan serviks dan kontraksi miometrium akan timbul persalinan yang ditandai dengan pembukaan/ dilatasi serviks serta dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu.
commit to user 43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Balon Foley-oksitosin lebih berhasil dibandingkan dengan oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu dalam keadaan serviks yang belum matang yaitu pada: primigravida (p=0,009), multigravida (p=0,001), secara keseluruhan (p=0,001) Timbulnya persalinan mekanisme foley oksitosin lebih berhasil daripada oksitosin dikarenakan adanya pematangan serviks melalui peningkatan aktivitas enzim kolagenase dan perangsangan terbentuknya miosin light chain kinase sehingga terbentuknya kontraksi miometrium
B. Saran Untuk meningkatkan keberhasilan induksi persalinan pada kehamilan lewat waktu disarankan menggunakan balon Foley-oksitosin.
commit to user 44