TESIS PENGARUH PENYULUHAN PENGELOLAAN SAMPAH MANDIRI TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI DESA JETIS KECAMATAN KLATEN SELATAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2008
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Magister Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Disusun oleh Sigid Sudaryanto NIM,S820907024
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008
i
PENGARUH PENYULUHAN PENGELOLAAN SAMPAH MANDIRI TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI DESA JETIS KECAMATAN KLATEN SELATAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2008
Disusun oleh : Sigid Sudaryanto NIM,S820907024 Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Dewan Pembimbing : Jabatan
Nama
Pembimbing I
Pembimbing II
Tanda Tangan
Tanggal
Prof .Dr. Budiyono,MSc NIP. 130 794 455
………………….
…………
Prof. Dr. Sigit Santoso,MPd NIP. 130529725
…………………..
………….
Mengetahui Ketua Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
Prof. Dr. Sigit Santoso,MPd NIP. 130529725
ii
Pengaruh Penyuluhan Pengelolaan Sampah Mandiri Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten Tahun 2008
Disusun oleh : Sigid Sudaryanto NIM : S 820907024 Telah disetujui oleh Tim Penguji
Nama
Jabatan
Tanda Tangan
Tanggal
Ketua
: Prof.Dr. H. Soegiyanto, SU
………………
………….
Sekretaris
: Prof. Drs.Indrowuryatno,M.Si
………………
………….
Anggota Penguji : 1 Prof .Dr. Budiyono,MSc
………………
………….
2 Prof. Dr. Sigit Santoso,MPd
………………
………….
Mengetahui Ketua Program Studi PKLH
Prof. Dr. Sigit Santoso,MPd NIP 130529725 ………………..
Direktur Program Prof.Drs.Suranto,MSc.Ph.D Pascasarjana NIP 131472192
iii
………………
…………
………….
PERNYATAAN Nama NIM
: Sigid Sudaryanto : S820907024
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul “Pengaruh Penyuluhan Sampah Mandiri Terhadap Pengetahuan,Sikap dan Perilaku Masyarakat di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Tahun 2008” adalah benar-benar karya sendiri Hal-hal yang bukan karya saya diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut Surakarta,
Januari 2009
Yang membuat pernyataan
Sigid Sudaryanto
iv
ABSTRACT Sigid Sudaryanto, NIM S820907024, 2008, Tesis Influence The Community Education about own Rubbishe Manage to Improve the Knowledge, Attitute and Community Practice at Jetis Village, South Klaten Subdistrict, Klaten District 2008. Population And Environmental Educational Program Study , Surakarta Goverment University. Rubbishes are materials or things that have solid character, it can’t be used anymore or must be thrown away as the results from human activities. Rise of the rubbishes from day to days to be up accompany with grow up the human populations and life style, it estimate that each person produce rubbish 2,97 litlers/day. The average of rubbishes volume in Klaten district are 871,1 m3, that can managed by Civil Enginering Departemen are 261,1 m3 (29,98%). Lowness knowledges from people communities about rubbish management such as throw the rubbishes to the river, or piles it on places so that causes putired smells.The aim of this research is to know the influence from educational own rubbish management against the poeple’s knowledge, attitude and practice. This research is Quasi Experiment research which close by Group Pretest – Postest with control Design. Total of the sample are 68 persons that devide on 2 groups that are indemand and control group. Measurement of knowledges, attitudes, and practice from respondent used by the questioner that have been tested to 40 respondents before with the result from that questioner are valid and reliale to use. Knowledge, attitude and practise measurement done twice that is before and after the educational. The frequention of the educational done 4 times, in May untill September 2008. Research’s results before the educational the average from knowledge, attitude and practise in indemand group is lower, but after the educational the measurement done the results are higher than the control group. Data analysed by t test and get t value 3,904 on knowledge, 46,025 on attitude and 5,622 on practice each p<0,05 that means are different average in knowledge, attitude and practise before and after the educational on indemand and control group. The conclution to improve of knowledge, attitude and practise from the respondent get as the result from the educational. This reseach implication is giving the basic knowledge for people at Jetis village, South Klaten subdistrict, Klaten district and for the Klaten’s government to arrange the educational programs. Advice that come from the writter for the government is to focus the educational to increase the knowledge, attitude and practise so people can participate on rubbishes manage. For another Reseacher to discuss depper and to compare by some educational methods.
v
ABSTRAK Sigid Sudaryanto, NIM S820907024,Tesis Pengaruh Penyuluhan tentang pengelolaan sampah mandiri terhadap pengetahuan, sikap dan perolaku masyarakat Desa Jetis,Kecamatan Klaten Selatan,Kabupaten Klaten Tahun 2008, Program Studi Kependudukan dan Lingkungan Hidup Program Pascasarjana,Universitas Negeri Surakarta. Sampah adalah benda yang bersifat padat, sudah tidak dipakai lagi atau harus dibuang sebagai hasil kegiatan manusia. Penimbulan sampah semakin meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk dan gaya hidup masyarakat, diperkirakan setiap orang menghasilkan sampah 2,97 liter/hari. Volume sampah di Kabupaten Klaten rata-ata perhari 871,1 M3,yang dapat dikelola oleh Dinas Kebersihan 261,16 M3 (29,98%). Rendahnya pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam mengelola sampah menyebabkan mereka membuang ke sungai,atau tempat-tempat tertentu sehingga menimbulkan bau busuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penyuluhan pengelolaan sampah mandiri terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten. Penelitian ini merupakan penelitian Experiment Semu dengan pendekatan One Group Pretest – Postest Design. Jumlah sample sebanyak 68 responden terbagi menjadi 2 kelompok yaitu kelopok perlakuan dan kelompok kontrol. Pengukuran pengetahuan, sikap dan perilaku menggunakan kuaesioner yang sebelumnya dilakukan ujicoba kepada 40 responden,kuesioner dinyatakan valid dan reliable. Pengukuran Pengetahuan,Sikap dan Perilaku dilakukan sebanyak 2 (dua) kali yaitu sebelum dan sesudah penyuluhan, frekuensi penyuluhan dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada bulan Mei s/d September 2008. Hasil Penelitian yaitu sebelum dilakukan penyuluhan nilai rata rata Pengetahuan, Sikap dan Perilaku kedua kelompok relatif sama, setelah penyuluhan pada kelompok perlakuan nilai rata-rata pengetahuan, sikap dan perilaku kelompok perlakuan menjadi lebih tinggi. Setelah dilakukan analisis uji beda menggunakan t test tidak terikat diperoleh t hitung pengetahuan 3,904 (p<0,05), t hitung sikap 46,025 (p<0,05) dan t hitung perilaku 5,622 (p<0,05) hal ini menunjukkan perbedaan bermakna sebelum dan sesudah penyuluhan. Kesimpulan penelitian yaitu peningkatan pengetahuan,sikap dan perilaku kelompok perlakuan sebagai hasil penyuluhan.Implikasi penelitian adalah memberikan dasar bagi masyarakat dan Pemerintah Kabupaten untuk penyusunan program penyuluhan. Saran yang diajukan peneliti agar pemerintah menggalakan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku sehingga dapat berpartisipasi dalam pengelolaan sampah mandiri.. Kepada Peneliti lain agar mengkaji lebih dalam dan membandingkan berbagai metode penyuluhan.
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih, karena berkat Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul “ Pengaruh Penyuluhan Pengelolaan Sampah Mandiri Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten “. Dalam penyusunan tesis penulis mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H Sigit Santosa, MPd, Ketua Program Studi Pendidikan
Kependudukan
dan
Lingkungan
Hidup
Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan sebagai Pembimbing II yang banyak memberikan arahan dalam penyusunan tesis. 2. Bapak Prof. Dr. Budiyono, MSc, Pembimbing I Penyusunan Tesis yang telah banyak memberikan arahan dalam penyusunan tesis. 3. Bapak Prof. Dr. H Soegiyanto, SU, Sekretaris Program Studi Pendidikan
Kependudukan
dan
Lingkungan
Hidup
Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Penguji. 4. Bapak Prof. Drs Indro Wuryatno,MSi, sebagai Penguji yang memberikan koreksi dan saran untuk perbaikan. 5. Ibu Dr. Lucky Herawati, SKM.MSc, Direktur Politeknik Kesehatan Depkes Yogyakarta, yang telah memberikan ijin mengikuti Pendidikan di Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 6. Bapak/ Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang
telah
memberikan
penyusunan tesis.
vii
bekal
pengetahuan
untuk
7. Bapak Camat Klaten Selatan, Kepala Puskesmas Klaten Selatan dan Kepala Desa Jetis yang telah memberikan ijin melakukan penelitian untuk penyusunan tesis. 8. Isteri dan anak – anak tercinta yang telah memberikan dukungan selama penulis mengikuti pendidikan Program Studi Pendidikan Kependudukan
dan
Lingkungan
Hidup
Program
Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 9. Staf dan Karyawan pada Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bantuan dan kemudahan penyusunan tesis. 10. Semua Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta,
angkatan
September
2007
atas
dukungan
dan
kebersamaan kita selama pendidikan. Penulis menyadari bahwa tesis tidak sempurna, maka saran yang kontrukstif sangat penulis harapkan guna perbaikan selanjutnya. Akhirnya penulis
berharap
semoga
tesis
ini
dapat
berguna
bagi
yang
membutuhkan. Surakarta,
Nopember 2008 Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI PERNYATAAN ABSTRAC KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang …………………………………… B. Identifikasi Masalah ……………………………….. C. Pembatasan Masalah …………………………… D. Perumusan Masalah ……………………………… E. Tujuan Penelitian ………………………………… F. Manfaat Penelitian ………………………………… BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pengetahuan Tentang Sampah …………… 2. Sikap Pada sampah ………………………… 3. Perilaku ………………………………………… 4. Penyuluhan ……………………………………. 5. Sampah ………………………………………... 6. Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat B. Penelitian Yang Relevan ………………………… C. Kerangka Berpikir ………………………………… D. Perumusan Hipotesis ……………………………… BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian …………………… 1. Tempat Penelitian ……………………………. 2. Waktu Penelitian ……………………………… B. Metode Penelitian………………………………… C. Populasi dan Sampel …………………………… 1. Populasi ………………………………………. 2. Sampel …………………………………….….. D. Variabel Penelitian ……………………………… 1. Jenis Variabel ………………………………… 2. Definisi Operasional Variabel ………………
ix
i ii iii iv v vii ix xi xii xiii xiv 1 7 9 10 10 11 12 12 18 26 29 34 47 60 61 63 65 65 65 65 66 66 66 67 67 68
E. Teknik Pengumpulan Data ……………………… 1. Angket ………………………………………… 2. Langkah Penyusunan angket ……………… F. Validitas dan Reliabilitas …………………………. 1. Validitas ……………………………………… 2. Relialibilitas ………………………………….. G. Teknik Analisis Data ……………………………… BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian………… 2. Kependudukan ………………………………….. 3. Karakteristik Responden ……………………… B. Analisis Data 1. Analisis Deskriptif …………………………….. 2. Analisis Kuantitatif ……………………………… C. Pembahasan 1. Pengetahuan Responden …………………… 2. Sikap Responden ……………………………… 3. Perilaku Responden …………………………… BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ………………………………………… B. Implikasi ……………………………………………. C. Saran ……………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………
x
69 69 72 76 76 79 80 83 83 83 86 95 95 97 102 102 105 107 111 113 114 116
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Tahapan Penyuluhan …………………………
Gambar 2.2
Hubungan
Penimbulan
Sampah
dan
Halaman 32 35
pembangunan ……………………………….. Gambar 2.3
Sistem
dan
Mekanisme
Peranserta
51
Masyarakat dalam Pengelolaan sampah…… Gambar 2.4
Hubungan antar Elemen Fungsional dalam
55
Sistem Pengelolaan Sampah………………… Gambar 2.5
Kerangka Pikir Penelitian……………………..
xi
63
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12
Skor Penilaian Sikap Responden ………….. Hasil Perhitungan Validitas Pengetahuan tentang Sampah dan Pengelolaan Mandiri ……………………. Hasil Perhitungan Uji Validitas Sikap ………………… Hasil Validitas Perilaku Responden ……………. Hasil Uji Normalitas Pengetahuan,Sikap dan Perilaku responden ………………………………………………… Distribusi Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasar umur dan Jenis Kelamin……………………………………………………. Distribusi Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasar Pekerjaan …… Distribusi Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasar Pendidikan…… Distribusi Frekuensi responden Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasar Pekerjaan…………………………………… Distribusi Frekuensi responden Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasar Pendidikan………………………………… Distribusi Frekuensi responden Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasar Umur…………………………………………… Distribusi Tingkat Pengetahuan responden Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten ……….. Distribusi Sikap responden Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten ……….. Distribusi Perilaku responden Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten……… Distribusi Tingkat Pendidikan, Pengetahuan, Sikap dan Perilaku responden Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten ……… Distribusi Pekerjaan,Pengetahuan,Sikap dan Perilaku responden Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten ……………………………… Tabel t test Pengaruh Penyuluhan Pengelolaan Sampah Mandiri Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten……..……………………..
xii
Halaman 75 77 78 79 81 84 85 86 87 88 89 90 92 94 96 97
98
DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 5.1
Grafik 5.2
Hrafik 5.3
Pengetahuan Responden Tentang Sampah dan Pengelolaan Mandiri di desa jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten Sebelum dan Setelah Penyuluhan…………… Sikap Responden Tentang Sampah dan Pengelolaan Mandiri di desa jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten Sebelum dan Setelah Penyuluhan………………………. Perilaku Responden Tentang Sampah dan Pengelolaan Mandiri di desa jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten Sebelum dan Setelah Penyuluhan…………………………….
xiii
104
107
108
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1
:
Lampiran 2
:
Lampiran 3
:
Lampiran 4
:
Lampiran 5
:
Lampiran 6
:
Lampiran 7
:
Lampiran 8
Lampiran 9a-9c
Lampiran 10a-10c Lampiran 11
Lampiran 12
:
:
: :
:
Kuesioner Penelitian Pengaruh Penyuluhan tentang Pengelolaan Sampah Mandiri terhadap Pengetahuan,Sikap dan Perilaku Masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten ……………………. Data Ujicoba Kuesioner Penelitian Pengaruh Penyuluhan tentang Pengelolaan Sampah Mandiri terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten ……………. Hasil analisis Korelasi Product Moment ujicoba kuesioner Pengetahuan,Responden Desa Jetis, Kecamatan Klaten selatan, Kabupaten Klaten ……………………………... Perhitungan uji Validitas Variabel Pengetahuan tentang sampah……………….. Hasil Uji Korelasi Product Moment Sikap, Responden Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten…………………….. Hasil Ujibeda Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten pada Awal dan Akhir Penelitian ………………………….. Perhitungan Reliabilitas Kuesioner variabel Pengetahuan tentang sampah……………….. Hasil Uji Normalitas Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Responden Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten pada Awal dan Akhir Penelitian…………………………... Tabel Perhitungan Varian dan Uji T test Pengetahuan tentang sampah, Sikap dan Perilaku Pengelolaan sampah mandiri Responden Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten…………………….. Perhitungan nilai t test Pengetahuan,sikap dan Perilaku reponden. ………………………. Data Pengetahuan tentang sampah, Sikap dan Perilaku Pengelolaan sampah mandiri Responden Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten…………………… Surat Ijin Penelitian dari Bappeda Kabupaten Klaten ……………………………………………
xiv
121
128
131 134 136
139 140
141
142 145
148 149
Lampiran 13
:
Lampiran 14
:
Surat Pernyataan telah melakukan Penelitian dari Puskesmas Klaten Selatan……………… Materi Penyuluhan Pengelolaan Sampah Mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten ……………………
xv
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas penimbulan sampah (waste generation) dari hari ke hari terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan perkembangan gaya hidup masyarakat. Tidak tersedia data berapa persisnya jumlah timbulan sampah di Indonesia. Namun
diperkiraan
timbulan sampah di kota - kota besar Indonesia seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya pada tahun 2007 diperkirakan
per kapita berkisar 2,97
liter/orang/hari, sehingga dengan jumlah penduduk Jakarta sekitar 12 juta jiwa,
banyaknya sampah yang dihasilkan lebih dari 35 juta liter yang
disetarakan dengan 26,945 m3
atau kurang lebih 6.000 ton dan
diperkirakan akan terus bertambah hingga diperkirakan jumlah sampah sampah pada tahun 2015 adalah 6.678 ton. (http/kompas,08-11-2007). Menurut data timbulan sampah DKI tahun 2005 menunjukkan bahwa sumber sampah terbesar adalah permukiman (52,97%), perkantoran 27,35%) Industri 8,97%) dan sekolah 5,32%), sedangkan berdasarkan komposisi sekitar 55,37% adalah sampah oraganik dan sisanya 44,63% sampah anorganik (http/kompas 9-11-2006). Berdasarkan data tersebut, maka kebutuhan akan lahan untuk lokasi pembuangan sampah menjadi semakin luas. Kondisi ini akan menjadi masalah besar karena jika diperhatikan
jumlah
lahan
kosong yang
tersedia
justru
semakin
sempit.Selain itu, berdasarkan data dari Dinas Kebersihan DKI jumlah
2 sampah yang dapat diangkut ke TPA berkisar antara 70 – 85% (http/www.com/Bentra,18-4-2008). Sampah
merupakan salah satu penyebab kerusakan alam dan
lingkungan yang menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, terutama dampak terhadap kesehatan, lingkungan hidup dan estetika. Timbunan sampah di lahan-lahan kosong, dapat menimbulkan bau busuk dan mengundang lalat-lalat yang kemudian dapat menjadi vektor penyakit pencernaan. Sampah yang dibuang atau dihanyutkan ke sungai dapat menghambat aliran air sungai sehingga bila musim penghujan datang bisa menyebabkan banjir. Resapan air dari kotoran sampah, juga berpengaruh terhadap kualitas tanah, sehingga tanah di sekitar tempat penumpukan sampah dapat tercemar. Demikian pula sampah-sampah plastik yang tidak mudah terurai oleh tanah, akan mengakibatkan pencemaran tanah. Sampah yang tidak dikelola dengan baik, tidak sekedar berdampak negatif terhadap
kesehatan
dan
kelestarian
lingkungan
hidup,tetapi
juga
memberikan kesan negatif bila dipandang dari sudut estetika atau keindahan.
Sampah
yang
berserakan
di
jalan,
halaman
rumah,
memberikan kesan 'kumuh' bagi lingkungan Beberapa peristiwa tercatat terjadi sebagai akibat dari kelalaian sebagian manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sebutlah misalnya banjir tahunan yang melanda ibukota Jakarta dan kota – kota lain di Indonesia. Sebagian besar pengamat menganalisis bahwa banjir yang terjadi disebabkan oleh kesewenangan manusia yang dengan
3 seenaknya membuang sampah sembarangan (Eko Bramono,2007). Hal ini sesuai dengan hasil jajak pendapat yang diselenggarakan Litbang Kompas 26-27 Januari 2005, hasilnya menunjukkan bahwa sikap disiplin dari masyarakat sendirilah dipandang sebagai faktor utama penyebab banjir (51%). Sedangkan faktor peran serta pemerintah dan faktor alam (curah hujan) dianggap hanya oleh 22 dan 27 % responden sebagai penyebab banjir (http/kompas,29-1-2005). Pada dasarnya mengelola sampah secara baik merupakan tanggung jawab setiap individu manusia yang memproduksi sampah, dalam hal ini sampah padat, yang dapat dihasilkan oleh rumah tangga, industri perusahaan, perkantoran, pabrik, pasar, dan sebagainya. Sehingga sesuai dengan prinsip bahwa sampah harus dikelola sedekat mungkin dengan sumber sampah. Oleh karena itu, berbagai elemen memiliki tanggung jawab untuk turut serta dalam pengelolaan sampah, terutama elemen rumah tangga, yang menurut berbagai sumber merupakan produsen terbesar penimbul sampah padat. Di Kabupaten Klaten diperkirakan rata-rata jumlah sampah yang dihasilkan per hari 871,1 m3. Dari jumlah tersebut jumlah sampah yang dapat ditangani setiap hari hanya sekitar 261,16 m3 atau 29,98 % saja yang tertangani dan dibuang ke Tempat pembuangan akhir (TPA) oleh Sub Dinas Kebersihan, Dinas Pekerjaan Umum. Hal ini dikarenakan jumlah armada pengangkut sampah yang dimiliki oleh Dinas PU Kabupaten Klaten hanya 13 unit dump truck dan 5 unit pick up (Dinas PU
4 Kabupaten Klaten 2005:42). Selebihnya, sebanyak 609,94 m3 atau 70,02% diserahkan kepada masyarakat untuk menanganinya. Dalam pengelolaan sampah oleh masyarakat selama ini ditimbun atau di bakar di halaman dan sebagian yang lain dibuang ke sungai atau selokan. Masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan
selama ini
belum mendapatkan pelayanan pengelolaan sampah oleh Sub Dinas Kebersihan
Dinas
Pekerjaan
Umum
Kabupaten
Klaten.
Mereka
mempunyai kebiasaan membuang sampah di kebun, sebagian lain dibuang ke selokan. Akibat dari pengelolaan sampah yang demikian telah menjadikan lingkungan menjadi kotor dan terkesan tidak sehat. Mengelola sampah bukan sekedar teknis namun diperlukan knowledge dan attitude,memerlukan pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang sampah, adanya sikap terhadap sampah dan pengelolaan sampah secara benar sehingga menumbuhkan perilaku dan peran serta masyarakat
dalam
kegiatan
pengelolaan
sampah
secara mandiri
(Satriadharma, 2008). Penyuluhan kepada masyarakat menjadi sangat penting agar masyarakat dapat mempunyai pengetahuan tentang pengelolaan secara benar, sikap terhadap pengelolaan sampah yang semakin positif dan perilaku pengelolaan sampah. Dengan
demikian,
adanya
peran
pengelolaan sampah menjadi sangat
serta
masyarakat
dalam
penting. karena masyarakat
bertanggung jawab untuk mengelola sampahnya sendiri sebanyak 70,02% dari jumlah sampah, lebih besar daripada tanggung jawab pemerintah,
5 yakni hanya 29,98% saja dari total sampah yang dapat ditangani. Persepsi masyarakat bahwa pengelolaan sampah adalah tanggung jawab pemerintah harus dirubah. Demikian pula adanya persepsi masyarakat mengenai kebersihan lingkungan haruslah meningkat tidak sekedar memperhatikan kebersihan sekitar rumahnya saja, tetapi juga harus ada kesadaran bahwa kebersihan lingkungan sekitar juga mendukung terciptanya kebersihan rumah. Dengan pengelolaan sampah mandiri yang baik akan dapat menciptakan rumah yang indah dalam lingkungan yang bersih. Upaya yang
baik untuk mengatasi masalah besarnya sampah
adalah dengan menangani sampah langsung pada sumbernya, yaitu rumah tangga sebagai penghasil sampah terbesar. Upaya-upaya ini telah menjadi salah satu alternatif yang telah dilakukan di beberapa negara, terutama yang memiliki penduduk cukup padat, dengan beralih pada manajemen pengelolaan sampah yang lebih baik dengan pendekatan partsipatif (participatory), yaitu melalui proses pemilahan sampah pada sumbernya, dengan cara meminimalkan penimbulan sampah (reducer), pemanfaatan sampah (reuse) dan daur ulang (recycle). Sebenarnya berbagai keuntungan dan manfaat dapat diperoleh dengan mengelola sampah secara baik. Sebagai contoh, dapat dilihat fakta sampah di negara maju seperti Amerika Serikat sebagai penghasil sampah terbesar di dunia, yaitu 4,4 pon sampah per kapita. per hari. Tahun 2001 produksi sampah mencapai 229 juta ton,meningkat hampir
6 dua kali produksi sampah tahun 1960. Sekitar 30% sampah didaur ulang, 15% dibakar, dan 56% dibuang ke TPA. Pada tahun 1999, daur ulang dan pengomposan mengurangi 64 juta ton sampah yang seharusnya dikirim ke TPA.Sekarang ini,prosess daur ulang dilakukan terhadap 30% produksi sampah. Persentase ini meningkat dua kali lipat dibandingkan kondisi 15 tahun yang lalu. Jumlah TPA berkurang dari 8.000 lokasi pada 1998 tinggal menjadi 1.858 lokasi pada tahun 2001 dengan kapasitas yang relatif sama. (Noorkamilah,2005:4) Berbagai manfaat dari pengelolaan sampah secara swadaya juga telah dirasakan oleh warga masyarakat kampung Sukunan, Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman, yang telah melaksanakan kegiatan pengelolaan sampah secara mandiri. Sebutlah diantaranya, manfaat ekonomis. Sebelum melaksanakan pengelolaan sampah secara mandiri setiap keluarga ditarik restribusi sampah
sebesar Rp 3000,-/bulan.
Jumlah keluarga di Kampung Sukunan sebanyak 210 KK, sehingga setiap bulan menghemat Rp 630.000,-. Manfaat lain yang dirasakan warga Kampung Sukunan adalah manfaat ekologis, yakni penghijauan yang dilakukan warga dengan memanfaatkan kompos hasil pengolahan sampah organik. Kemudian manfaat sosial, yakni adanya aktivitas bersama warga yang kemudian meningkatkan rasa kebersamaan warga. Selain itu juga ternyata menumbuhkan spiritual, yakni beralihnya aktivitas negatif pemuda ke dalam aktivitas positif dengan menghasilkan berbagai
7 karya cipta seperti membuat lukisan di tong-tong sampah dan tempat pembuangan sampah. Mengingat begitu pentingnya pengelolaan sampah guna menjaga lingkungan hidup bagi kelangsungan dan kesehatan manusia, maka penulis mencoba untuk mengadakan penyuluhan guna meningkatkan pengetahuan tentang lingkungan dan menumbuhkan sikap terhadap lingkungan untuk berpartispasi melakukan pengelolaan sampah secara mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten. Tujuan jangka menengah dari penyuluhan yang dilakukan adalah terbentuknya budaya dan perilaku pengelolaan smpah secara mandiri, tujuan jangka panjang adalah terwujudnya lingkungan yang bersih dan sehat. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis dapat mengemukakan identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Aktivitas penimbulan sampah semakin hari semakin bertambah seiring bertambahnya jumlah penduduk dan gaya hidup masyarakat. Pada tahun 2007 di Kabupaten Klaten jumlah sampah yang dihasilkan kirakira
setiap hari sebanyak 871,1 m3, yang dapat ditangani oleh Sub
Dinas Kebersihan kira-kira 261,16 m3 atau 29,98%. 2. Masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten selama ini membuang sampah di kebun dan sungai. Hal ini dikarenakan mereka tidak mendapatkan pelayanan pengelolaan
8 sampah. Disamping itu, juga mungkin disebabkan karena kurangnya pengetahuan mereka tentang sampah dan pengelolaannya, sikap terhadap sampah yang kurang baik, sehingga tidak mengelola sampah dengan benar. 3. Sikap terhadap sampah antara manusia yang satu dengan yang lain berbeda. Seseorang yang memiliki sikap positif terhadap pentingnya menjaga kebersihan lingkungan mempunyai kecenderungan lebih peduli
tehadap
pengelolaan
sampah.
Apakah
ada
pengaruh
penyuluhan terhadap sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah mandiri di Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten? 4. Pengelolaan sampah secara mandiri berbasis lingkungan memberikan keuntungan ekonomi, memberikan keuntungan ekologi yaitu berupa kebersihan lingkungan dan keindahan, serta keuntungan sosial. Apakah penyuluhan berpengaruh terhadap pengetahuan tentang sampah, sikap terhadap pengelolaan sampah dan perilaku masyarakat melakukan pengelolaan sampah mandiri di Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten? 5. Penyuluhan sebagai kegiatan yang memberikan informasi kepada masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan tentang sampah, menimbulkan sikap yang baik terhadap sampah dan pada akhirnya diharapkan adanya perilaku yang benar dalam pengelolaan sampah.
9 C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis dapat menyusun pembatasan masalah sebagai berikut : 1.
Penyuluhan
adalah
kegiatan
untuk
menyampaikan
informasi
berkaitan dengan jenis sampah, sumber sampah, bahaya yang timbul dari sampah yang tidak dikelola dengan baik, cara-cara pengelolaan sampah . 2.
Sikap
tentang
pengelolaan
sampah
adalah
suatu
keadaan
masyarakat yang memiliki pengetahuan (kognitif), perasaan (afektif) dan kecenderungan (konatif) untuk mendukung atau memihak terhadap usaha-usaha yang telah, sedang, dan akan dilakukan untuk mengelola sampah secara mandiri, meliputi jenis sampah,sumbersumber sampah, bahaya sampah yang tidak dikelola dengan baik, cara-cara pengelolaan sampah, dan keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan sampah mandiri. 3.
Pengetahuan tentang sampah dan pengelolaan sampah mandiri adalah segala sesuatu yang diketahui oleh masyarakat untuk mendukung pengelolaan sampah mandiri yang tercermin pada pengetahuan jenis sampah,sumber-sumber sampah, bahaya sampah yang tidak dikelola dengan baik, cara-cara pengelolaan sampah, dan keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan sampah mandiri.
4.
Pengelolaan sampah mandiri adalah pemisahan sampah organik dan sampah anorganik yang ditempatkan dalam tempat sampah dalam
10 rumah
tangga.
Selanjutnya
sampah
organik
dibuat
kompos
sedangkan sampah anorganik dikumpulkan pada suatu tempat menjadi milik bersama.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan
pembatasan
masalah
tersebut
diatas
dikemukakan
perumusan masalah sebagai berikut: Apakah terdapat perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan pada masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten sebelum dan sesudah diadakan penyuluhan pengelolaan sampah mandiri?
E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang: 1.
Pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan tentang sampah dan pengelolaan sampah mandiri pada Kelompok Perlakuan masyarakat Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten.
2.
Pengaruh penyuluhan terhadap sikap pada sampah dan pengelolaan sampah mandiri pada Kelompok Perlakuan masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten.
3.
Pengaruh
penyuluhan terhadap perilaku pengelolaan sampah
mandiri pada Kelompok Perlakuan masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten.
11 F. Manfaat Penelitian Dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat tentang: 1.
Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan tentang sampah dan pengelolaan sampah mandiri dan mandiri
sikap
serta
terhadap sampah dan pengelolaan sampah
perilaku
pengelolaan
sampah
mandiri
dalam
masyarakat. 2.
Manfaat Praktis a.
Masukan
bagi
Pemerintah
Daerah
untuk
mengetahui
keberhasilannya dalam program penyuluhan bagi masyarakat khususnya dalam pengelolaan sampah mandiri. b.
Masukan bagi Pemerintah Daerah dalam menentukan kebijakan dan
strategi pengelolaan di bidang
Kependudukan dan
Lingkungan Hidup khususnya tentang pengelolaan sampah mandiri. c.
Bahan acuan dan informasi bagi masyarakat pada umumnya tentang
pengelolaan
sampah
mandiri
bagi
kelestarian
lingkungan hidup. d.
Bagi Peneliti berikutnya hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai acuan untuk kajian lebih mendalam.
12 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pengetahuan Tentang Sampah Pengetahuan (knowledge) adalah hasil dari suatu usaha untuk tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan melalui panca indera terutama penglihatan dan pendengaran terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya tindakan seseorang, sehingga perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Apabila penerimaan perilaku baru disadari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan
bersifat
langgeng
(long
lasting)
atau
sebaliknya
(Soekidjo
Notoatmodjo 2003:122) Menurut Roger dalam
Soekidjo Notoatmodjo (2003:128) health
belief model merupakan model kognitif yang berarti bahwa pengetahuan seseorang
dipengaruhi
oleh informasi baik secara langsung maupun
tidak langsung dari lingkungan maupun dari hasil belajar. Kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan (health belief) yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit serta pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (benefit and cost). Ancaman tersebut dipengaruhi oleh salah satu variabel struktural yaitu pengetahuan dan pengalaman tentang masalah yang dihadapi
13 Hakekat
dari
pengetahuan
menurut
Jujun
S
Surisumantri
(1998:104) adalah sebagai berikut: "Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk kedalamnya adalah ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama. Bahkan seorang anak kecilpun telah mempunyai pegetahuan sesuai dengan tahap pertumbuhan dan kecerdasan". Manusia
adalah
satu-satunya
mahkluk
yang
dapat
mengembangkan pengetahuannya sehingga manusia akan mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik mana yang buruk, serta mana yang indah dan mana yang tidak indah. Selanjutnya dengan kemampuan menalar yang dimiliki, manusia akan menentukan pilihan terhadap apa yang akan diperbuat. Manusia selalu dituntut mengembangkan pengetahuannya dalam mengatasi kebutuhan untuk kelangsungan hidupnya. Manusia memikirkan hal-hal baru, mengembangkan kebudayaan, memberi makna kepada kehidupan, memanusiakan diri dalam hidupnya yang kesemuanya itu pada hekekatnya untuk mencapai tujuan tertentu yang lebih tinggi dari sekedar kelangsungan hidupnya. Pengertian sampah secara umum adalah semua benda/barang yang dihasilkan oleh karena kegiatan manusia dan tidak diinginkan lagi dan harus dibuang. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang sampah dan pengelolaan sampah kurang benar, karena seperti
14 dengan benda lain sampah memerlukan penanganan agar dapat dipergunakan dan tidak menimbulkan masalah. Menurut
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
1997
tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa: "Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya". Ruang merupakan sesuatu
dimana
berbagai
komponen
lingkungan
hidup
termasuk
didalamnya keberadaan sampah yang menempati dan melakukan proses. Dengan demikian dimanapun terdapat komponen lingkungan hidup maka disitu terdapat ruang yang mengitarinya, sehingga antara ruang dan komponen lingkungan merupakan satu kesatuan (Supriadi, 2006 : 338). Manusia adalah makhluk berpikir, dan dalam berpikir manusia mampu
mengakumulasikan,
mengembangkan
dan
menggunakan
pengetahuan untuk kepentingan hidupnya. Manusia dalam hidupnya senantiasa menghadapi persoalan yang timbul dari gejala alam yang dilihatnya. Manusia ingin selalu mencari pemecahan masalahnya atau manusia adalah makhluk yang tidak mau bermasalah. Persoalanpersoalan tersebut dapat berkaitan dengan dirinya sendiri, benda-benda dan gejala alam disekitarnya. Jawaban atau jalan keluar dari persoalan tersebut akan menjadi pengetahuan yang dimiliki manusia. Pegetahuan ini dapat dijadikan sumber jawaban atas timbulnya persoalan persoalan baru
15 yang dapat muncul pada masa-masa berikutnya, manusia memiliki cara untuk menyeleksi pengetahuan mana yang cocok untuk memecahkan persoalan dalam kehidupannya. Dengan demikian pengetahuan itu dapat terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi itu sendiri. Pengetahuan merupakan hasil dari kegiatan keilmuan (pikiran) yang mengkombinasikan sensasi-sensasi pokok (Jujun S Surisumantri. 1998:57). Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang secara empiris sesuai dengan objeknya. Manusia mencari pengetahuan dengan harapan dapat membantu memecahkan masalah kehidupan yang dihadapinya. Pengetahuan termasuk aspek kognitif dalam psikologi Menurut Bloom dan kawan-kawan dalam Soekidjo Notoatmodjo (2005:50) ranah kognitif (cognitive domain) meliputi : 1) pengetahuan (knowledge); 2) pemahaman (comprehension); 3) penerapan (application); 4) sintesis (synthesis); 5) Analisis (analysis); 6) evaluasi (evaluation). a. Mengetahui (know) Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Tahu artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalaman tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari. Untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari digunakan kata kerja antara lain : menyebutkan, menguraikan dan sebagainya. Misalnya ibu rumah
16 tangga dapat menyebutkan jenis sampah, sumber-sumber sampah, hubungan sampah dengan kesehatan lingkungan, dll b. Memahami (comprehension) Memahami merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap suatu objek, harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan masalah kesehatan c. Aplikasi (application) Aplikasi merupakan kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi riil. Aplikasi di sini dapat diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat melakukan berbagai kegiatan untuk pengelolaan sampah d. Analisis (analysis) Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, serta berkaitan satu dengan yang lain. Untuk menguji kemampuan analisis ini dapat digunakan kata kerja : dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan dan sebagainya, misalnya dapat membedakan jenis sampah organik dan anorganik.
17 e. Sintesis (Synthesis) Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Misalnya
dapat
menyusun,
merencanakan,
meringkaskan,
menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya kepala keluarga bisa melakukan evaluasi hasil kegiatan pengelolaan sampah mandiri. Selanjutnya bagi masyarakat yang belum mengetahui cara pengelolaan
sampah
seagai
unsure
lingkungan,
dapat
diberikan
penyuluhan oleh pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Nomor : 4 Tahun
1982
menumbuhkan tanggung
Pasal dan
9
yang
berbunyi:
mengembangkan
jawabnya
"Pemerintah
kesadaran
dalam pengelolaan
berkewajiban
masyarakat
lingkungan
hidup
akan melalui
penyuluhan, bimbingan, pendidikan dan penelitian tentang lingkungan hidup" Pengetahuan
diklasifikasikan
oleh
Stones
dalam
Soekidjo
Notoatmodjo (2003 : 152) menjadi : a) pengetahuan hal-hal khusus meliputi: 1) pengetahuan istilah; 2) pengetahuan fakta khusus; b) pegetahuan cara dan alat untuk melakukan hal khusus meliputi: 1)
18 pengetahuan konvensi; 2) pengetahuan kecenderungan, 3) pengetahuan klasifikasi dan kategori, 4) pengetahuan tolok ukur, 5) pengetahuan metodologi; dan c) pengetahuan hal-hal umum. 2. Sikap pada Sampah Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif respon hanya akan timbul
apabila
individu
dihadapkan
pada
suatu
stimulus
yang
menghendaki adanya reaksi individual. Respons evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya disadari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan tidak menyenangkan yang kemudian mengkristal sebagai reaksi terhadap objek sikap (Soekidjo Notoatmodjo,2003:24) Menurut Gordon Allport dalam Soekidjo Notoatmodjo (2003:125) disebutkan sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu : a) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek; b) keadaan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek;c) kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) dalam penentuan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Pengetahuan ini akan membawa seseorang tersebut untuk berfikir dan berusaha agar sampah tidak menimbulkan masalah kesehatan. Dalam berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga berusaha mengelola sampah dengan baik. Pengetahuan mengenai suatu
19 objek baru menjadi sikap apabila pengetahuan itu disertai kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek itu. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek , maka proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek tersebut. Oleh sebab itu indikator untuk sikap juga berjalan dengan pengetahuannya. Sak 1972 dalam Saifuddin Azwar (1988:9-11) salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku adalah masalah pengungkapan (assessment) atau pengukuran (measurement) sikap. Oleh karena itu masalah pengukuran sikap mendapat perhatian khusus. Beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu arah, intensitas, keluasan, konsistensi dan spontanitasnya. Selanjutnya dimensi tersebut dapat diuraikan, yaitu : a. Sikap mempunyai arah Artinya sikap terpilah pada dua arah kesetujuannya apakah setuju atau tidak, apakah mendukung atau tidak, apakah memihak atau tidak terhadap suatu atau seseorang sebagai objek. Orang yang setuju mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap yang berarti memiliki sikap yang arahnya positif. Sebaliknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya negatif. b. Sikap memiliki intensitas Artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua orang yang
20 sama tidak sukanya terhadap sesuatu yaitu sama-sama memiliki sikap yang searah negatif belum tentu memiliki sikap negatif yang sama intensitasnya. Orang pertama mungkin tidak setuju tapi orang kedua dapat saja sangat tidak setuju. Begitu juga sikap yang positif dapat berbeda kedalamannya bagi setiap orang, mulai dari agak setuju sampai pada kesetujuan yang ekstrim . c. Sikap memiliki keluasan Artinya kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap. Seseorang dapat mempunyai sikap favorable terhadap kegiatan pengelolaan sampah yaitu pada semua aspek penimbulan, pemisahan dan penyimpanan. Sedangkan orang lain mungkin mempunyai sikap positif yang lebih terbatas (sempit) dengan hanya setuju terhadap aspek-aspek tertentu saja pada kegiatan pemisahan sampah. d. Sikap memiliki konsistensi Artinya kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responnya terhadap objek sikap yang termaksud. Konsistensi sikap diperlihatkan oleh kesesuaian sikap antar waktu. Untuk dapat konsisten, sikap harus bertahan dalam diri individu dalam waktu relatif panjang. Sikap yang sangat cepat berubah, labil dan tidak bertahan lama dikatakan sebagai sikap yang inkonsisten. Konsistensi dalam
21 bersikap tidak sama tingkatnya pada setiap diri individu dan setiap objek
sikap.
Sikap
yang
tidak
konsisten,
tidak
menunjukkan
kesesuaian antara pernyataan sikap dan perilakunya. Sikap yang mudah berubah dari waktu ke waktu sulit diinterpretasikan dan tidak banyak berarti dalam memahami serta memprediksi perilaku individu yang bersangkutan. e. Sikap spontanitas Yaitu menyangkut kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap spontanitas yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka, tanpa harus melakukan pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar individu mengemukakannya. Dalam berbagai bentuk skala sikap yang umumnya harus dijawab dengan “setuju” atau “tidak setuju”, spontanitas sikap ini pada umumnya tidak dapat dilihat. Berdasarkan batasan-batasan tentang sikap dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi sikap merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku, sikap masih merupakan reaksi tertutup bukan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk
22 bereaksi
terhadap
objek
di
lingkungan
tertentu
sebagai
suatu
penghayatan terhadap objek tersebut . Sikap mempunyai peranan di dalam pola-pola tingkah laku manusia yang merupakan pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap suatu hal atau suatu obyek tertentu. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (infavourable) pada obyek tersebut (Berkowitz dalam Saifuddin Azwar, 1988:4). Ciri-ciri sikap antara lain : 1)
sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan
manusia
dalam
hubungan
dengan
obyeknya; 2)
sikap dapat berubah-ubah sehingga dapat dipelajari;
3)
Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu obyek;
4)
Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Pembentukan sikap tidak terjadi begitu saja, tetapi meialui suatu
proses tertentu, melalui kontak sosial terus menerus antara individu
23 dengan individu lain di sekitarnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah faktor intern yaitu faktor yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri terutama dalam bentuk selektivitas terhadap rangsang dari luar, dan faktor ekstern yang merupakan faktor di luar manusia terutama situasi dan kondisi pada saat sikap dibentuk. Menurut Mann 1969 dalam Saifuddin Azwar (1988:24-30)) sikap dapat dibentuk atau berubah melalui berbagai cara sebagai berikut : a. Adopsi: kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang dan terus menerus lama kelamaan secara tertahap di serap ke dalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya sikap. b. Diferensiasi: dengan berkembangnya intelejensi, bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap obyek tersebut dapat dibentuk sikap tersendiri pula. c. Integrasi: pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan satu hal tertentu. d. Trauma: adalah pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan, yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap. e. Dalam pembentukan sikap, semakin kompleks situasinya dan semakin banyak faktor yang ikut menjadi pertimbangan dalam bertindak,
24 semakin sulit pula menafsirkan indikator sikap seseorang. Dalam kenyataannya tidak semua faktor harus dipenuhi untuk membentuk suatu sikap, kadang-kadang satu atau dua faktor sudah cukup. Tetapi makin banyak faktor yang ikut mempengaruhi, semakin cepat terbentuknya sikap. f. Pengertian lain tentang sikap menyebutkan bahwa sikap merupakan konstelasi
komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling
berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu obyek. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai
oleh
individu
pemilik
sikap
yang
berisi
persepsi,
kepercayaan dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Komponen afektif merupakan perasaan yang manyangkut aspek emosional. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komponen kognitif adalah kepercayaan atau beliefs, komponen afekktif adalah berkaitan dengan emosional atau perasaan dan komponen konatif adalah terkait dengan perilaku atau tindakan seseorang. g. Sesungguhnya sikap dapat dipahami labih daripada sekedar seberapa memihak atau seberapa tidak memihak perasaan seseorang, lebih daripada sekedar seberapa positif atau seberapa negatifnya. Sikap dapat dipahami dari karakteristik. Uraian di atas dapat diketahui bahwa struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yakni komponen kognitif yang berisi
25 kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap, komponen afektif yang menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu objek sikap dan komponen konatif yang menunjukkan bagaimana prilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada pada diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya, seperti dikemukakan oleh Fazio dan Zanna (1981) bahwa pembentukan sikap melalui pengalaman langsung lebih berhasil daripada sikap yang terbentuk melalui proses belajar lainnya (Sarlito Wirawan Sarwono, 2005: 254). Dikaitkan dengan uraian di atas, maka yang dimaksudkan dengan sikap pada penelitian ini yaitu sikap tentang sampah dan dihubungkan dengan pengelolaan sampah mandiri oleh masyarakat memiliki indikatorindikator yang meliputi penimbulan sampah, hubungan sampah dengan kesehatan, cara pengelolaan sampah (kognitif), perasaan suka atau tidak suka dalam pengelolaan sampah mandiri, terpaksa atau tidak terpaksa, kesukaran dan kemudahan memenuhi kebutuhan peralatan untuk pengelolaan sampah mandiri (afektif) dan usaha-usaha yang sedang dan akan dilakukan untuk memenuhi pengelolaan sampah mandiri sehari - hari (konatif) masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten. Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas adalah sebagai berikut : sikap dilakukan oleh manusia berdasarkan motivasi tertentu dan pengalaman belajar yang diperoleh yang di dalamnya didasari oleh
26 konsep diri yang berhubungan dengan kepribadian seseorang. Konsep diri merupakan stuktur yang tersusun dari self atau "aku" yang dapat berfungsi sebagai subjek dan objek. Melalui pengembangan pengalaman dan pengaruh lingkungan sosial konsep diri tumbuh dan berkembang membentuk gambaran diri dan ciri-ciri diri. Proses perkembangannya mengalami abstraksi dan seleksi, sehingga tersusun konsep diri yang mempunyai ciri kompleks atau multidimensional. Konsep diri memiliki ciri dinamis, karena terbentuk dari unsur-unsur yang afektif, maka konsep diri seseorang dapat dinilai positif atau negatif. Menurut pandangan fenomologi, konsep ini tersusun dari persepsi diri yang mengandung makna khusus dalam proses penghayatan, sehingga konsep diri juga dapat bersifat subjektif. 3. Perilaku a. Pengertian Perilaku Pengertian
perilaku
menurut
Skiner
(1938)
dalam
Soekidjo
Notoatmodjo (2005;43) adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus – Organisme – Respon, yang lebih dikenal dengan teori “ S - O - R”. Selanjutnya Skiner (Bimo Walgito 2006:17) membedakan perilaku menjadi dua yaitu : a. Perilaku Alami atau respondent respon yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan, misalnmya apabila ada stimulus berupa
27 bau tidak sedap maka seseorang akan menutup hidung atau bila mendengar bunyi yang keras/bising akan menutup telinga. b. Operant respon atau instrumental yakni perilaku yang dibentuk melalui proses belajar, seseorang akan bertindak terhadap stimuli setelah ia mengerti dan memahami tetang fungsinya. Selanjutnya
berdasarkan
teori
“S–O–R“
Skiner
(Notoatmojo,
Soekidjo,2003: 115) membedakan perilaku menjadi dua yaitu : a.
Perilaku tertutup (Covert behavior) yaitu bila respon yang diberikan terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati oleh orang lain (unobservable behavior). Respon seseorang pada
obyek
masih
terbatas
dalam
bentuk
perhatian,
perasaan,persepsi,pengetahuan dan sikap terhadap stimulus. Bentuk perilaku tertutup yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap, misalnya seseorang tahu tentang pentingnya mengelola sampah. b.
Perilaku terbuka
(Overt behavior) yaitu respon terhadap
stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik yang dapat diamati orang lain (Observable behavior), misalnya seseorang melakukan pemilahan sampah. Disamping formulasi tersebut diatas formulasi lain tentang perilaku diberikan oleh Lewin (Bimo Walgito,2006:16) dengan formulasi B = f(E,O) yaitu B adalah Behavior, f adalah fungsi, E yaitu Environment dan O adalah Organisme. Formulasi tersebut memberikan pengertian yaitu
28 perilaku merupakan fungsi atau tergantung pada lingkungan dan organisme bersangkutan. Menurut Bandura (Bimo Walgito,2006:17) dan Halohan (Sarlito Wirawan Sarwono,2005:33) bahwa ada hubungan timbal balik antara perilaku bahwa
seseorang dan lingkungan, hal ini mengandung pengertian perilaku
seseorang
dapat
berpengaruh
pada
lingkungan,
sebaliknya lingkungan dapat mempengaruhi perilaku seseorang. b. Pembentukan perilaku Seperti telah diuraikan diatas bahwa perilaku manusia kebanyakan berupa operant respon yang perubahan dan pembentukannya sebagai hasil belajar, maka ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk untuk membentuk perilaku seseorang yang dikembangkan oleh Kohler (Bimo Walgito,2006:18-19) yaitu : a. Pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan Yaitu pembentukan perilaku seseorang dengan cara membiasakan diri seperti yang diharapkan. Cara ini dikembangkan oleh Pavlov, Thorndike dan Skiner. Dalam hal pengelolaan sampah dalam penelitian ini responden diarahkan untuk mempunyai kebiasaan memisahkan sampah organic dan anorganik. b. Pembentukan perilaku dengan pengertian (Insight) Adalah pembentukan perilaku seseorang/masyarakat dengan memberikan atau meningkatkan pengetahuan. Cara inii berdasarkan atas teori kognitif yaitu belajar dengan disertai adanya pengertian. Dalam
29 penelitian ini untuk membentuk perilaku pengelolaan sampah mandiri maka responden diberikan penyuluhan agar masyarakat mempunyai pengertian dan pengetahuan tengtang sampah dan cara pengelolaan secara mandiri. Pembentukan cara ini dikembangkan oleh Kohler. c. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model Cara pembentukan perilaku ini dilakukan dengan cara memberikan contoh atau model. Model yang biasanya diikuti oleh masyarakat adalah perilaku para tokoh. Dalam penelitian pengelolaan sampah mandiri ini sebagai model adalah para Ketua RT dan RW. Soekidjo
Notoatmodjo
(2003:120)
mengemukakan
bahwa
perubahan perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh 2 determinan perilaku yaitu 1) determinan internal (sifat – sifat bawaan) seperti tingkat kecerdasan, tingkat emosional dll dan 2) derterminan ekternal yaitu faktor dari luar seperti lingkungan sosial, budaya, dan ekonomi. Selanjutnya perubahan perilaku juga dipengaruhi oleh pengetahuan,sikap yang diperoleh. 4. Penyuluhan a. Pengertian Penyuluhan Penyuluhan merupakan kegiatan penunjang yang sangat penting untuk mencapai tujuan. Penyuluhan dilakukan hampir pada setiap bidang, sehingga ada beberapa pengertian berkaitan dengan penyuluhan antara lain : a. Penyuluhan dalam arti luas adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem dan proses individu sert masyarakat agar dapat terwujud
30 perubahan
yang lebih
baik
sesuai
dengan
yang diharapkan.
Selanjutnya dalam Undang – Undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,Perikanan dan Kehutanan, bahwa pengertian penyuluhan adalah proses pembelajaran/pendidikan non formal bagi pelaku utama dan pelaku usaha pertanian agar mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang baik guna menyelesaikan permasalahan untuk mencapai kesejahteraan manusia (Kartono, 2008). b. Departemen Kehutanan (2002) merumuskan Penyuluhan Kehutanan adalah proses perubahan perilaku masyarakat agar mereka tahu, mau dan mampu melakukan perubahan demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan untuk mencapai kejahteraan. c. Departemen Sosial (2007) memberikan definisi penyuluhan adalah suatu bentuk komunikasi antar manusia secara langsung atau tidak langsung, untuk memberikan informasi mengenai kebutuhan dan masalah sosial serta sumber – sumber dan potensi sosial yang dapat dipergunakan untuk mengatasi masalah. d. Pengertian Penyuluhan menurut Departemen Kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip – prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang
31 bisa dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan bila diperlukan (Nasrul Effendy, 1998 ; 233). e. Menurut Azrul Azwar dalam Ircham Machfoedz dan Eko Suryani (2007 ;15) Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan menyebarluaskan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Berdasarkan
beberapa
pengertian
tersebut
diatas
maka
yang
dimaksud penyuluhan dalam penelitian ini adalah upaya memberikan informasi, pesan untuk pengalaman belajar bagi perorangan, kelompok dan
masyarakat
agar mempunyai
pengetahuan
tentang
sampah,
persyaratan kesehatan pengelolaan sampah, cara pengelolaan sehingga timbul sikap positif yang pada akhirnya mau ikut serta dalam kegiatan pengelolaan sampah secara mandiri. b. Langkah-langkah Penyuluhan Menurut Ircham Machfoedz dan Eko Suryani (2007:63-74)
agar
penyuluhan yang kita lakukan dapat berhasil dan mencapai sesuai dengan tujuan yang dikehendaki maka dalam perencanaan perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut a. Mengenal masalah, masyarakat dan wilayah Hal – hal penting dalam kegiatan ini adalah mengumpulkan data atau keterangan tentang berbagai hal berkaitan dengan pengertian, sikap
32 dan tindakan individu, kelompok dan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Selain itu juga perlu diketahui tentang karakteristik penduduk seperti tingkat pendidikan, norma setempat, jumlah penduduk, pekerjaan dan pola partisipasi. Hubungannya dengan wilayah yang perlu diketahui adalah
daerah terpencil, daerah perbatasan,daerah
pedesaan atau daerah perkotaan. b. Menentukan prioritas Prioritas dalam penyuluhan harus sejalan dengan prioritas masalah yang akan dipecahkan. Dalam penelitian ini ditentukan bahwa prioritas yang menjadi pokok bahasan adalah pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah. c. Menentukan Tujuan Secara sederhana tahapan penyuluhan dapat digambarkan sebagai berikut :
PKM PK
Kelompok sasasan
Hasil Antara : Pengertian,Si kap dan Norma
Perilaku mengelola sampah
Ling Kungan Bersih
Gambar 2.1 : Tahapan Penyuluhan Seperti nampak pada skema tersebut bahwa
tujuan penyuluhan
jangka panjang adalah terciptanya kebersihan lingkungan, tujuan jangka menengah adalah perilaku yang baik dalam pengelolaan sampah
mandiri
dan
tujuan
jangka
pendek
adalah
adanya
pengetahuan, sikap dan norma yang baik dalam pengelolaan sampah mandiri.
33 d. Menentukan sasaran Penyuluhan Dalam penyuluhan yang dimaksud dengan sasaran penyuluhan adalah kelompok sasaran yaitu kelompok masyarakat yang diharapkan dalam kegiatan yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini sebagai kelompok sasaran adalah ibu rumah tangga karena kelompok ibu merupakan pelaksana atau orang yang paling dekat dengan sampah rumah tangga. Selain itu sebagai kelompok sasaran yang diharapkan dapat membantu dalanm kegiatan ini adalah ketua RT, Ketua RW dan orangorang yang telah ditunjuk oleh kelompok. e. Menentukan isi penyuluhan Setelah tujuan dan sasaran ditentukan maka dapat dirumuskan isi penyuluhan. Dalam menyusun isi penyuluhan perlu dipahami dasardasar komunikasi sehingga isi penyuluhan mudah ditangkap dan dipahami. f. Menentukan Metode penyuluhan Setalah isi penyuluhan disusun, maka perlu dirancang cara untuk menyampaikan pesan-pesan kepada sasaran agar tujuan penyuluhan tercapai. Untuk tujuan pengertian metode yang dipergunakan dapat berupa
penyuluhan
lesan
atau
tertulis.
Jika
tujuannya
untuk
mengembangkan sikap positif maka metode yang cocok untuk penyuluhan adalah secara visual. Sedangkan untuk tujuan ketrampilan maka penyuluhan dilakukan dengan cara keterlibatan. g. Menentukan Media Penyuluhan
34 Penggunaan media dimaksudkan untuk mempermudah penyampaian pesan. Media yang biasa dipergunakan dalam penyuluhan adalah leaflet, poster dll. Sesuai dengan tujuan penyuluhan dalam penelitian ini maka media yang dipergunakan selain leaflet, juga visualisasi serta latihan langsung. h. Membuat Jadwal pelaksanaan Setelah pokok-pokok kegiatan penyuluhan ditetapkan, termasuk waktu, tempat dan pelaksanaannya maka perlu dibuat jadwal, selain dipergunakan sebagai alat untuk monitoring, penyusunan jadwal dapat dipergunakan untuk mengendalikan kegiatan dan kendala. 5. Sampah a. Sampah dan Kesejahteraan Sosial Sebelum membahas mengenai sampah, akan diulas sekilas terlebih dahulu tentang lingkungan, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masalah sampah. Lingkungan, oleh beberapa ahli diberi pembatasan sebagai segala sesuatu atau kondisi, yang ada di sekeliling organisme atau kelompok organisme hidup, yang
mempengaruhi
perkembangan
kehidupannya (Sudarso,1985:2). Dari lingkunganlah sumber-sumber penghidupan manusia berasal, sehingga ada keterkaitan yang erat antara manusia dengan lingkungannya. Menurut Eko Budi Susilo (2003:43-44) manusia akan bisa mempengaruhi lingkungan hidupnya dan sebaliknya, lingkungan hidup juga bisa mempengaruhi watak dan sifat manusia. Oleh karena itu, setiap
35 perubahan dalam lingkungan itu sendiri lebih banyak ditentukan sikap maupun perlindungan manusia terhadap alam dan lingkungannya. Dalam konteks pembangunan sosial, terdapat hubungan yang erat antara pembangunan dengan masalah lingkungan. Lingkungan (ecology) merupakan satah satu prinsip dasar yang harus dipertimbangkan- dalam pengembangan. Sampah merupakan salah satu masalah lingkungan yang sering
muncul
terkait
dengan
pembangunan
untuk
mencapai
kesejahteraan, karenanya belakangan ini sampah mendapatkan perhatian yang cukup serius terutama di kota-kota besar memasukkan sampah kedalam masalah tersendiri yang cukup serius dalam bidang ilmu kesejahteraan sosial (Suwito,1987:4), hubungan penimbulan sampah dan pembangunan seperti terlihat pada gambar 2.2 berikut :
Sampah SDM
Jasa IPTEKS
Lingkungan SDA
Kesejahteraan Barang
Sampah
Dalam skema tersebut nampak bahwa terdapat suatu kaitan antara komponen yang satu dengan lainnya, terutama antara teknologi, lingkungan, sampah dan kesejahteraan manusia. Oleh sebab itu agar
36 upaya dalam mencapai kesejahteraan benar-benar terwujud, maka komponen-komponen tersebut perlu dijaga keseimbangannya. Sebagai sesuatu yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia, maka sampah merupakan limbah yang tidak hanya dihasilkan dari level yang paling kecil, yakni rumah tangga, tetapi juga dihasilkan dari limbah industri perusahan-perusahaan multinasional, yang kemudian menjadi masalah lingkungan yang cukup rumit dari tingkat rumah tangga, komunitas, kota dan bangsa, bahkan dunia. Terlebih tahun 2025 telah dicanangkan sebagai tahun zero waste (bebas sampah) dunia. Dengan demikian, masyarakat
mengelola dewasa
sampah ini.
menjadi
Bahkan
tantangan
Inoguchi,Takashi,
tersendiri dkk
bagi
(2003:5)
menyebutkan bahwa mengelola sampah merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh masyarakat yang berwawasan ekologi. barangkali Indonesia perlu belajar dari Tokyo yang menyebut salah satu indicator masyarakat berwawasan ekologi adalah; sebuah masyarakat yang berusaha kembali ke alam dengan membuang sampah yang telah diolah atau didaur ulang untuk memperkecil beban lingkungan Berbagai kasus terjadi akibat pengelolaan sampah yang kurang baik, cukuplah sebagai bukti adanya hubungan yang erat antara sampah dengan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, penuturan seorang warga yang bertempat tinggal di sekitar TPA Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, Sebagai berikut: "disini bukan hal yang aneh jika ada warga yang paru parunya kena flek (diselimuti kabut)" kata Yati, warga RT 06
37 RW 04. Hal senada disampaikan Ana (30) warga RT 06 yang lain : "Januari lalu dokter bilang paru-paru saya sudah berlubang. Setelah tahu dimana saya tinggal, dia menyatakan penyakit saya disebabkan tumpukan sampah di dekat rumah" katanya (Hernowo,2005). Kutipan tersebut hanyalah contoh kecil betapa sampah. yang tidak dikelola dengan baik dapat berakibat buruk bagi kesehatan masyarakat. Dalam kaitan dengan hal ini, maka berbagai upaya perlu dilakukan agar masyarakat dapat meraih kesejahteraannya (sosial). Kesejahteraan sosial yang dimaksud menurut Midgley,James (2005:19) adalah suatu kondisi sosial dan bukan sekedar kegiatan amal yang dilakukan kelompokkelompok philantropi, juga bukan bantuan publik yang diberikan pemerintah. Kondisi kesejahteraan sosial akan terjadi ketika keluarga, semua masyarakat mengalami: kesejahteraan sosial. Kesejahteraan Sosial itu sendiri dalam arti yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik, yang tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka, tetapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spiritual (Isbandi Rukminto Adi, 2002:40). Kesejahteraan sosial dapat ditinjau dari berbagai aspek, baik sebagai gerakan, ilmu, suatu keadaan (kondisi) maupun kegiatan Sebagai suatu kegiatan, menurut Isbandi Rukminto Adi (2002:48) kesejahteraan mewujudkan dan sebagai usaha kesejahteraan sosial yang dikembangkan untuk
membantu
mengembangkan
dan
mendukung
terciptanya
38 peningkatan
taraf
hidup
individu,
keluarga
ataupun
masyarakat.
Sedangkan sebagai suatu kondisi (keadaan) Midgley,James (2005:21), menyebutkan ada tiga elemen utama untuk menciptakan suatu kondisi kesejahteraan sosial, yakni pertama, sejauh mana masalah-mesalah sosial ini diatur, dan sejauh mana kebutuhan-kebutuhan dipenuhi, dan ketiga, sejauh mana kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat disediakan. Ketiga elemen ini berlaku bagi individu,keluarga,kelompok, komunitas bahkan seluruh masyarakat. Ketiga elemen ini selanjutnya dapat bekerja pada level sosial yang berbeda dan harus diaplikasikan ketika sebuah masyarakat secara menyeluruh ingin menikmati apa yang dimaksud dengan kesejahteraan sosial. Berbagai upaya yang akan dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat hendaknya mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi usaha tersebut. Cox (dalam Isbandi Rukminto Adi,2002:122-123) mengidentifikasi 6 faktor yang saling berinteraksi dan perlu dipertimbangkan dalam hal ini, yakni faktor sosial, ekonomi, poiitik, hukum, budaya dan ekologi. Selain dari keenam faktor tersebut, Isbandi Rukminto Adi (2002:123) menambahkan fatktor ketujuh yakni spiritual. Secara
iangsung
maupun
tidak,
faktor-faktor
tersebut
dapat
mempengaruhi sesejahteraan sosial. Sehingga apabila faktor -faktor ini tidak berfungsi dengan baik, kesejahteraan sosial yang dicita-citakan tidak akan terwujud. Sebagaimana contoh diatas, seseorang sulit meraih kesejahteraan sosialnya, dalam hal ini kesehatan, disebabkan karena
39 faktor lingkungan (ekologi) yang tidak memenuhi standar sesehatan akibat tercemar oleh sampah yang bertumpuk di sekitar tempat tinggalnya. Dengan demikian, sampah merupakan isu penting yang perlu dikaji lebih jauh dalam kaitannya dengan ilmu kesejahteraan sosial. b. Pengertian Sampah Definisi mengenai sampah perlu dikaji untuk memberi batasan dalam penelitian ini. Terdapat beberapa pengertian sampah
sebagai
berikut : a. Aminatun (2003) menyatakan sampah adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat, ada yang mudah membusuk dan yang tidak mudah membusuk b. Didik Sarudji (1985 ; 1) sampah adalah semua benda padat yang timbul dari kegiatan manusia yang dibuang karena tidak digunakan atau tidak diingini lagi oleh pemiliknya. c. American
Public
Health
Association
(APHA)
dalam
Haryoto
Kusnopoetranto (1983:64) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. d. Azrul Azwar (1995:53) sampah adalah benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang sedemikian sehingga tidak mengganggu kelangsungan hidup. e. Departemen Kesehatan RI (1999:2) sampah adalah benda yang tidak terpakai, tidak diingini dan dibuang, yang berasal dari kegiatan
40 manusia dan bersifat padat, dan tidak termasuk uangan yang bersifat biologis (human waste). Dari beberapa definisi tersebut, terdapat beberapa prinsip yang hampir sama bahwa sampah adalah : -
Sesuatu benda, zat padat, atau bahan.
-
Benda atau bahan tersebut sudah tidak disenangi, tidak dipakai lagi, dan dibuang.
-
Benda atau bahan tersebut merupakan benda-benda sisa atau benda-benda bekas.
-
Berhubungan dengan aktivitas manusia
-
Tidak bersifat biologis.
-
Belum memiliki nilai ekonomis. Adapun pengertian sampah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah suatu bahan atau benda yang bersifat padat, yang sudah tidak dipakai lagi, atau harus dibuang, sebagai hasil dari aktivitas manusia, yang bukan biologis, belum memiliki nilai ekonomis dan bersifat padat (solid waste). c. Jenis Sampah Mengetahui jenis-jenis sampah sangat penting dalam penelitian tentang sampah. Sampah dapat diklasifikasikan dalam berbagai jenis sampah. Ada yang membaginya berdasarkan zat pembentuk atau komposisi kimia, yakni sampah dibagi menjadi sampah organik dan sampah an-organik (Azrul Azwar,1983 dalam Depkes,1999:3). Ada pula
41 yang membaginya atas dasar sifatnya, yakni a) jenis sampah yang secara alami mudah terurai (degradable waste) atau sampah yang mudah membusuk,b) sampah yang sukar terurai atau yang tidak mudah membusuk (non-degradable waste),c) sampah yang mudah terbakar (combustible) dan d) sampah yang sulit atau tidak mudah terbakar (non combustible) (Azrul Azwar,1983 dalam Depkes,1999 ;.3). Dalam Ilmu Kesehatan Lingkungan, pembagian macam sampah yang sering dilakukan ialah dengan membedakan sampah atas : 1. Garbage, ialah sisa pengelolaan ataupun sisa makanan yang mudah memnusuk. Misalnya kotoran dari dapur rumah tangga, restoran, hotel dan lain sebagainya. 2. Rubbish, ialah bahan atau sisa pengelolaan yang tidak mudah membusuk, yang dibedakan 48 bahan yang mudah terbakar seperti kayu, kertas dan yang tidak mudah terbakar seperti kaleng kaca. 3. Ashes, ialah segala jenis abu, misalnya yang terjadi sebagai hasil pembakaran kayu, batu bara di rumah-rumah ataupun industri. 4. Dead animal, ialah segala jenis bangkai terutama yang besar, seperti kuda, sapi, kucing, tikus. Bangkai binatang kecil seperti cecak, lipas tidak termasuk di dalamnya. 5. Street sweeping, ialah segala jenis sampah atau kotoran yang berserakan di jalan, karena dibuang oleh pengendara mobil ataupun oleh masyarakat yang tidak bertanggung jawab.
42 6. Industrial waste, ialah benda-benda padat sisa yang merupakan sampah hasil industri. Misalnya industri kaleng dengan potonganpotongan sisa kaleng yang tidak dapat dipergunakan. Selain pembagian tersebut, Sudarso (1985:10-12) menambahkan jenisjenis sampah yaitu: 1. Sampah dari bangunan. Sampah yang terjadi karena penghancuran atau pembangunan suatu gedung. 2. Sampah khusus. Adalah sampah yang sulit untuk diklasifikasikan. 3. Sampah pertanian. Adalah sampah dari tumbuhan/tanaman atau sampah dari binatang di daerah pertanian. 4. Sampah berbahaya. Bahan kimia, biologi, bahan yang dapat terbakar, dapat meletus atau mengandung radioaktif. 5. Sampah pengolahan air minum/air kotor. Beragamnya jenis sampah tersebut menuntut penanganan yang berbeda sesuai jenisnya. Sampah baik kualitas maupun kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting, antara lain adalah jumlah penduduk, keadaan sosial ekonomi, dan kemajuan tekhnologi (Juli Soemirat Slamet, 1998:154). Dengan demikian jumlah dan jenis sampah tergantung dari kemajuan tingkat kehidupan masyarakat. Secara umum dapat disimpulkan bahwa makin maju tingkat kebudayaan masyarakat makin komplek pula sumber dan macam sampah yang ditemui. Demikian pula jumlah sampah yang dihasilkan, karena jumlah sampah pada umumnya ditentukan oleh :
43 (a) kebiasaan hidup masyarakat, (b) musim atau waktu, (c) standar hidup, (d)
macam
masyarakat
(e)
cara
pengelolaan
sampah
(Azrul
Azwar,1995:54). Secara lebih detail menurut Haryoto Kusnopoetranto (1983:70-74) mengidentifikasi 10 faktor yang mempengaruhi jumlah produksi sampah, yakni : 1) jumlah penduduk,2) sistem pengumpulan dan pembuangan sampah yang dipakai,3) pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai kembali, 4) geografi, 5) waktu, 6) sosial ekonomi, 7) musim atau iklim,8) kebiasaan masyarakat,9) teknologi,dan 10) sumber sampah. Sumber penghasil sampah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis sampah. Maka untuk mengurangi jumlah sampah, perlu diusahakan pengurangan volume sampah sejak dari sumbernya. Sehingga dapat mempermudah dalam pengelolaan tahap selanjutnya. d. Sumber-sumber Sampah Sampah merupakan konsekuensi dari aktivitas dalam kehidupan manusia. Daryanto (1995:101-102) menyebutkan beberapa sumber sampah, yakni sampah-sdmpah yang berasal dari : 1) daerah pemukinan (domestic wastes), 2) daerah perdagangan, 3) dari jalan-jalan raya, 4) sampah industri (industrial wastes), 5) dari daerah pertanian dan perkebunan (agriculture wastes), 6) daerah pertambangan, 7) dari gedung gedung atau perkantoran (institutional wastes), 8) dari penghancuran gedung-gedung dan pembangunan/pemugaran, 9) dari tempat-tempat
44 umum, 10) dari daerah kehutanan, 11) dari pusat-pusat pengolahan air buangan, 12) dari daerah peternakan dan perikanan. Sudarso (1985:7-8), mengklasifikasikan sumber sampah dalam beberapa kategori yang lebih sederhana, sebagai berikut : 1.
Pemukiman penduduk, seperti keluarga, yang tinggal di kota maupun desa. Sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan, bahan-bahan sisa sari pengolahan makanan atau sampah basah (garbage), sampah kering (rubbish) abu dan sampah-sampah khusus.
2.
Tempat-tempat Umum dan tempat perdagangan, seperti toko, rumahmakan/warung, tempat-tempat penginapan, dan sebagainya. Jenis sampah yang dihasilkan dapak berupa sisa-sisa makanan (sampah basah), sampah . kering, abu, sisa-sisa bahan bangunan, sampah khusus dan terkadang terdapat sampah yang berbahaya.
3.
Sarana pelayanan masyarakat milik pemerintah, misalnya tempattempat hiburan umum (taman), jalan umum, tempat-tempat parkir, tempat-tempat pelayanan kesehatan, dan lain-lain. Tempat-tempat tersebut biasanya menghasilkan sampah khusus dan sampah kering.
4.
Industri berat-ringan, seperti pabrik-pabrik produksi bahan-bahan, sumber-sumber alam (sumber energi), perusahaan kimia, kayu, logam, dan lain-lain kegiatan indvstri, biasanya menghasilkan sampah basah, sampah kering, abu, sisa-sisa bahan banyunan, sampah khusus dan sarripah berbahaya.
45 5.
Pertanian, misalnya sampah dari kebun, kandang, ladang atau sawah, dapat berupa bahan-bahan makanan yang membusuk, sampah pertanian, pupuk, maupun bahan pembasmi serangga. Daerah permukiman penduduk atau rumah tangga menempati
posisi tertinggi dalam menyumbang volume sampah. Citra Citra Wardhani (2004:5) mengungkapkan, bila dilihat dari sumbernya, 58% limbah padat berasal dari rumah tangga, 10% dari pasar, 15% dari kegiatan komersial, 15% kegiatan industri dan 2%
taman, jalan dan sungai. Data lain
ditunjukkan oleh Indonesia Solid Waste Association (InSWA), bahwa penyumbang sampah terbesar di Jakarta berasal dari sampah rumah tangga yang mencapai 15.382 m3. Jumlah ini mencapai 58% dari total sampah yang dihasilkan setiap harinya. Dari puluhan ribu sampah tidak semuanya terangkut dengan baik. InSWA mencatat sekurangnya 3,94% atau, 1.012 m3/hari sampah di Jakarta belum terangkut (Noorkamilah, 2005:29) Dari manapun sampah berasal, memiliki alur utama yang seragam, yang pada akhirnya menjadi sesuatu yang harus dibuang. Berawal dari bahan baku yang perlu diseleksi, sampai kepada konsumen, melalui tahapan yang sangat potensial menghasilkan sampah. Oleh karena itu, dengan mengurangi konsumsi bahan-bahan baku akan mengurangi volume sampah, demikian pula dengan meningkatkan nilai sampah sehingga dapat digunakan kembali, merupakan alternatif yang dapat dipilih untuk mengurangi volume sampah.
46 Sebenarnya konsep ini telah diperkenalkan dan diujicobakan di Surabaya, yakni pengelolaan sampah yang memakai dasar 5 R: Reduce, Reuse Recover, Revalue dan Recycle.Reduce adalah mengurangi timbulan sampah pada sumber.Reuse merupakan upaya pemanfaatan kembali sampah atau barang yang sudah tidak berguna lagi,Recover adalah menemukan kegunaan atau manfaat lain dari barang yang sudah hendak dinyatakan sebagai sampah,Revalue yakni memberi nilai dari barang yang akan disampahkan agar dapat dijual sebagai barang bekas layak
pakai
kepada
tukang
rombeng,sedangkan
Recycle
adalah
pendaurulangan dari sampah (barang yang tidak berguna) menjadi produk lain yang bernilai ekonomi (Johan Silas, 2003 ;7). Hasilnya menunjukkan beberapa temuan menarik, terutama yang terkait dengan potensi serta kesediaan masyarakat untuk mengubah cara pengelolaan sampah yang akan memberikan hasil lebih baik (Johan Silas, 2003 ;13). Penelitian tersebut, juga menghasilkan temuan, bahwa. 53,70% rumah warga kampung dikunjungi secara teratur oleh pengais sampah. Kunjungan tidak teratur dinyatakan oleh 31,48% responden. Kenyataan ini menunjukkan bahwa perumahan di kampung dianggap potensial oleh para pengais sampah untuk dikunjungi. Satu penemuan lain yang ditemukan dalam penelitian ini adalah, ternyata rukun warga atau RW adalah pihak yang- paling bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah sampah, seperti yang dinyatakan oleh 81,94% responden (Johan Silas, 2003:10). Memang tidak mudah merubah kebiasaan dalam
47 masyarakat; sebuah penelitian yang dilakukan oleh Totok Noerdianto (2003:7) masih di kota Surabaya, menunjukkan kenyataan bahwa sebagian besar responden (75;45%) sulit untuk mengurangi. timbulan sampah. Meskipun demikian, untuk pelaksanaan daur ulang (recycle) hampir seluruh responden (95,6%) setuju mendaur-ulang sampah. Beberapa point yang dihasilkan dari sebuah studi di Surabaya tersebut menunjukkan, bahwa pengelolaan sampah terbaik dilakukan di dekat sumbernya, dengan penerapan konsep 5R yang dilaksanakan secara partsisipatif di tingkat komunitas (kampung). Dengan demikian, mengalihkan pengelolaan sampah pada sistem pengelolaan
yang
berbasis masyarakat merupakan pilihan ideal dalam upaya mengatasi masalah sampah.
6. Pengelolaan Sampah Padat Berbasis Masyarakat Pengelolaan
sampah
merupakan
konsekuensi
yang
harus
ditempuh akibat adanya produksi sampah. Menurut Johan Silas (2003:56), ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam mengelola sampah, pertama, pendekatan yang konvensional, end of pipe, artinya masalah dibiarkan
timbul
dulu,
kemudian
pusing
mencari
alternatif
penyelesaiannya. Kedua; pendekatan clean production, yaitu masalah sedini mungkin dicegah agar tidak muncul sehingga tidak perlu dipecahkan. Dari dua pendekatan tersebut, pendekatan clean production tentu saja lebih ideal untuk dilakukan. Dalam hal ini dapat dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat.
48 Terlepas dari dua pendekatan tersebut, pengelolaan sampah secara formal yang dilakukan oleh pihak pemerintah di wilayah Kabupaten Sleman, Yogyakarta, berbentuk Sub Seksi Teknik Penyehatan dalam Seksi Cipta Karya Dinas PU: Adapun model pengelolaannya, dapat berupa; 1) model TPS, 2) model transfer depo, 3) model kontainer, 4) model pintu ke pintu, 5) model jemput bola, dengan berbagai kelebihan dan kekurangan masing-masing model. Sekarang pengelolaan sampah juga biasa dilakukan oleh sebagian masyarakat secara swadaya, atau dikenal dengan istilah swadaya pengelolaan sampah (swapesam). Dengan dasar swadaya, sumber-sumber daya yang dimiliki oleh.masyarakat digali dan dimobilisasi serta diorganisasi oleh mereka sendiri untuk kepentingan bersama dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok anggotanya.Tetapi keberhasilan pengembangan swadaya masyarakat ini ditunjang oleh beberapa faktor. Menurut Sumamonugroho (1981:71-73) faktor-faktor yang menunjang kebehasilan
pengembangan
swadaya
masyarakat
dalam
usaha
kesejahteraan sosial, antara lain : a) kemampuan masyarakat mengenai masalah mereka; b) keinginan dan ikutsertanya masyarakat untuk mencari altematif-alternatif pemecahan masaiah, c) keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan usaha kesejahteraain sosial, d) penyebarluasan metodemetode berswadaya. Berbagai cara atau model selama ini digunakan masyarakat dalam mengelola sampah, khususnya sampah rumah tangga masing-
49 masing. Salah satu konsep pengelolaan sampah oieh masyarakat yang dapat dijadikan contoh adalah konsep 'Hidup dari sampah yang pernah diusulkan oleh volumenya
Hasan Purbo yaitu :1) menanggulangi sampah, selagi
masih
menanggulangi
kecil
sampah
di
tingkat
dengan
RT/RW
atau
keiurahan,
pendekatan
dari
bawah
2)
dalam
merencanakan, melaksanakan, kontrol dan evaluasi dengan semangat partisipasi merangsang masyarakat berperan serta secara aktif; 3) memberi penghargaan dan pengakuan atas jerih payah anggota masyarakat yang terbukti berhasil mengelola sampah (Emil Salim,2005). Pada prinsipnya, konsep tersebut mengusulkan suatu konsep pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh masyarakat, khususnya di tingkat RT atau RW, dengan pertimbangan volume sampah masih kecil. Ibarat api, sampah dengan mudah dikendalikan ketika volumenya masih kecil, sedangkan ketika volumenya sudah semakin besar, justru akan mengancam dengan bencana. Terlepas dari gagasan tersebut, beberapa elemen masyarakat telah.
mulai
menjalankan
sistem
pengelolaan
sampah
berbasis
masyarakat. Salah-satu bentuknya adalah usaha pengelolaan sampah yang dilakukan oleh warga masyarakat di Desa Temesi, Gianyar, Bali. Melalui persiapan dan perencanaan yang matang dengan sosialisasi dan pendekatan yang mengedepankan partisipasi masyarakat, maka dibangun : Fasilitas Pemilahan Sampah (FPS) di lokasi TPA desa Temesi yang sebelumnya sudah berdiri, hanya karena kurang pengelolaan yang baik
50 justru TPA tersebut pada awalnya menjadi sumber-keresahan sosial warga sekitarnya. Kejasama yang baik antar elemen- masyarakat, yang masing-masing koordinator
elemen
penggalang
mengambil dana
peran
(Rotary
berbeda,
Club
Bali
baik
sebagai
Ubud),
sebagai
pemberdaya masyarakat (Bali Fokus-BORDA), maupun berperan sebagai pemasok sampah dan penyedia lahan (pemerintah) serta sebagai pengelola fasilitas (Badan Pengelola Sampah Desa Temesi bersama Bali Fokus). Hasilnya, selain, dapat memberdayakan masyarakat setempat, FPS ini dapat membuka lapangan kerja baru bagi 60 orang karyawan yang berasal dari Desa Temesi (Noorkamilah,2005:33). Kasus lain yang dapat dijadikan contoh pengelolaan sampah berbasis, masyarakat adalah kasus Ibu Harini, pemimpin PKK RW Banjarsari, Cilandak. Barat, Jakarta Selatan, dengan melatih dan mendorong mahasiswa dan anggota berbagai kelompok masyarakat, aktif mengelola
sampah
berbasis
masyarakat.
Ia
juga
memelopori
pengembangan tanaman obat keluarga di halaman rumah kawasan RW Banjarsari (Emil Salim, 2005). Masih banyak contoh-contoh lain yang sudah mengelola sampah dengan menggerakkan warga masyarakat sekitar, yang umumnya pengelolaan sampah tersebut lahir dari adanya masalah yang diakibatkan oleh buruknya pengelolaan sampah. Sebenarnya masyarakat dapat menanggulangi timbulan sampah mulai dari setiap keluarga,dapat dilakukan apabila tumbuh kesadaran akan
hak
dan
tanggung
jawab
masyarakat
dalam
pengelolaan
51 sampah.Masyarakat dapat mengambil peran sebagai : a} pengelola (mengurangi timbulan sampah dari sumber); b) pengawas mengawasi tahapan pengelolaan agar berjalan dengan benar); c) pemanfaat (memanfaatkan sampah secara individu, kelompok atau kerjasama dengan dunia usaha); d) pengolah (mengoperasikan dan memelihara sarana dan prasarana pengolah sampah); e) penyedia biaya pengelolaan (Noorkamilah,2005: 34). Diharapkan apabila sistem seperti tersebut diatas dapat berhasil dengan baik, maka sampah tidak lagi menjadi masalah bagi masyarakat, tetapi sebaliknya dapat mendatangkan keuntungan secara ekonomi dan lingkungan hidup dapat dilestarikan
Sistem Pengawasan
Penyedia Biaya Pengelolaan
Pengawas
Pengelola
Reduksi Reuse Recycling
Pemisahan
Masyarakat
Pemanfaat
Pengolah
Komposting
Kegiatan Ekonomi
Gambar 2.3 Sistem dan Mekanisme Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Sumber : Kantor Kementrian Lingkungan Hidup.
52 Dari skema tersebut dapat dilihat peran yang dapat diambil oleh masyarakat dalam hal pengelolaan sampah, baik secara langsung maupun tidak langsung, mulai dari peran pengelola, yakni dengan mengurangi timbulan sampah sejak dari sumbernya, sampai kepada peran pengawas, tergantung dari kesanggupan dan kesadaran warga masyarakat sendiri. Tentu saja akan menjadi ideal apabila masyarakat dapat berperan diseluruh bagian yang mungkin diperankan oleh masyarakat. Berbagai dampak negatif akan muncul tanpa keikutsertaan masyarakat
dalam
pengelolaan
sampah.
Haryoto
Kusnopoetranto
(1986:82) mengidentifikasi beberapa pengaruh negatif tersebut, yakni : a) Pengelolaan sampah yang kurang baik pada suatu masyarakat akan dapat mencerminkan status keadaan sosial masyarakat di daerah tersebut. b) Keadaan lingkungan yang kurang saniter, kurang estetika akan menurunkan hasrat orang lain untuk berkunjung ke daerah tersebut. c) Dapat menyebabkan meningkatnya kriminalitas di daerah tersebut. Dengan demikian, pengelolaan sampah berbasis masyarakat tidak hanya menyelesaikan masalah sampah, tetapi juga dapat menghindarkan masyarakat dari masalah-masalah lainnya seperti ekonomi, spiritual, sosial dan juga masalah ekologi. Keuntungan lain pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah terbentuknya perilaku generasi muda untuk lebih mencitai lingkungan hidup. Dalam prakteknya ada prinsip-prinsip
53 yang harus diperhatikan dalam mengelola sampah secara baik. Menurut Azrul Azwar (1995:56). Pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah tersebut tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebar luasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari udara, air atau tanah, tidak menimbuikan bau (segi estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan lain sebagainya. Senada dengan prasyarat tersebut, diungkapkan Juli Soemirat Slamet (1996:155-156) bahwa pengelolaan sampah perlu didasarkan atas perbagai pertimbangan, yakni (a) untuk mencegah terjadinya penyakit, (b) konservasi sumber daya alam, (c) mencegah gangguan estetika, (d) memberi insentif untuk daur ulang/pemanfaatan (e) dan bahwa kuantitas dan kualitas sampah akan meningkat. Sedangkan menurut UNEP dalam Dainur (1995 :44 - 45),terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan sampah padat, yaitu: a) mencegah produksi sampah dan mengurangi jumlah sampah, b) mengurangi efek negatif dan toksik dari sampah yang dihasilkan c) menggunakan kembali sampah menjadi material yang berguna, d) menggunakan, membuat kompos, memperbaiki materi dari sampah secara langsung atau tidak langsung menjadi bahan produk, e) mengurangi volume sampah sebelum dibuang, f) membuang sampah dengan cara yang baik untuk lingkungan terutama untuk landfill. Syaratsyarat tersebut kemudian harus menjadi acuan berbagai pihak yang
54 terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah itu sendiri pada prinsipnya, terdiri dari penyimpanan sampah (refuse storage), pengumpulan sampah (refuse collection), dan pembuangan sampah (refuse disposal). Pengelolaan sampah yang lebih sistematis, dilontarkan oleh Tchobanoglous, Theisen dan Vigil (1993) dalam Sarudji,Didik (1983:9) yang mendefinisikan pengelolaan sampah sebagai berikut : "solid waste management may be defined as the discipline associated with the control of generation, storage, collection, transfer and transport, processing, and disposal of solid wastes in a manner that is in accord with the best principles of public health, economic, enginering, conservation, aesthetics, and other environmental considerations, and that is also responsive to public attitudes." (pengelolaan sampah dapat didefinisikan sebagai sebuah bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbulan penyimpanan (sementara), pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah padat dengan cara yang didasarkan pada prinsip-prinsip terbaik dalam kesehatan masyarakat, ekonomi, tekhnik, perlindungan alam, estetika atau keindahan, dan pertimbangan-pertimbangan lingkungan lainnya dan juga mempertimbangkan sikap masyarakat). Dari pengertian tersebut diatas, Tchobanaglous,dkk (1993:10) menyebutkan terdapat enam elemen fungsional dalam aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan sampah padat, yakni (1) aktivitas penimbulan sampah (waste generation), (2) penanganan dan pemilahan sampah (waste handling and separation) (3) pengumpulan {collection), (4) pemisahan, pengolahan dan pengubahan sampah-sampah (separation and processing and transformation of solid wastes), (5) pemindahan dan
55 pengangkutan (transfer and transport), (6) pembuangan/pemusnahan (disposal). Sebagaimana halnya sebuah sistem, elemen-elemen tersebut merupakan satu kesatuan yang memiliki fungsi yang unik, yang saling berhubungan dan saling tergantung antara elemen yang satu dengan elemen yang lainnya. Gangguan pada sub sistem akan menimbulkan gangguan pada sub sistem lainnya. Misalnya
terganggunya sistem
pengangkutan akan menyebabkan menumpuknya sampah di tempat pengumpulan, sehingga tempat penampungan sementara tidak dapat menampung. Hal ini akan menyebabkan juga pengambilan sampah dari sumbernya menjadi terganggu.Adapun hubungan antara keenam elemen tersebut, dapat dilihat dalam figur 2. 4 di bawah ini :
Raw material
Manufacturing
Processing & Recovery
Secondary manufacturing Consumer
Final disposal Gambar 2.4: Hubungan antara Elemen Fungsional dalam Sistem Pengelolaan Sampah Padat Sumber : Tchobanoglous, Theisen dan Vigil, 1993, h.12.
56 Adapun penjelasan dari
masing-masing elemen fungsional
tersebut sebagaimana diuraikan Tchobanoglous, Theisen dan Vigil (1993) dalam Pusdiknakes Depkes RI (1997:33-34) sebagai berikut. 1. Waste Generation (aktivitas penimbulan sampah). Meliputi aktivitas pembuangan benda-benda atau barang-barang yang dianggap tidak lagi bemilai, baik yang dibuang begitu saja oleh pemiliknya atau dikumpulkan terlebih dahulu untuk dibuang. Penting dicatat bahwa tahap ini merupakan langkah identifikasi dan bahwa langkah ini berbeda beda sesuai dengan sampah setiap individu. 2. Waste Handling and Separation, Storage and Processing at the Source.
Elemen
kedua
adalah
penanganan
dan
pemisahan,
penyimpanan dan pengolahan sampah pada sumbernya. Penanganan dan pemisahan sampah termasuk aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan sampah sejak mereka ditempatkan dalam wadah penyimpanan selama pengumpulan. Penanganan sampah juga meliputi pengangkutan wadah yang penuh ke titik pengumpulan. Pemisahan komponen-komponen sampah merupakan hal yang penting
dalam
penanganan
dan
penyimpanan
sampah
pada
sumbernya. 3. Collection (Pengumpulan). Fungsi elemen pengumpulan tidak hanya mengumpulkan sampah-sampah padat dan bahan-bahan yang dapat didaur ulang, tetapi juga pengangkutan bahan-bahan tersebut, setelah dkumpulkan, ke lokasi dimana alat pengumpul dikosongkan. Lokasi ini
57 boleh
jadi
berupa
fasilitas
pemroses
barang-barang,
stasiun
pemindahan, atau lahan tempat pembuangan. 4. Transfer and Transport (Pemindahan dan Pengangkutan). Elemen fungsional dari pemindahan dan pengangkutan terdiri dari dua langkah. (1) pemindahan sampahsampah dari alat pengumpul yang lebih kecil ke alat pengangkutan yang lebih besar dan (2) berikutnya, alat pengangkut sampah-sampah biasanya melewati jarak yang jauh ke tempat pengolahan atau pembuangan akhir. Pemindahan biasanya berlangsung di stasiun pemindahan. 5. Separation and Processing and Transformation of Solid Waste (Pemisahan, Pengolahan dan Pengubahan Sampah). Pemisahan dan pemrosesan sampah-sampah yang telah tercerai-berai dari asalnya, dan pemisahan sampah-sampah yang telah tercampur-baur biasanya terjadi
pada
tempat
memperoleh
benda-benda
stasiun-stasiun
pemindahan, tempat pembakaran, dan tempat-tempat, pembuangan. Pemrosesan mencakup pemotongan benda-benda yang sangat besar, perpisahan komponen-komponen sampah dengan layar pengukur, pemisahan
komponen
sampah
secara
manual,
pengurangan
ukuran dengan pengirisan, pemisahan logam belerang dengan menggunakan magnet, pengecilan
volume dengan pemadatan dan
pembakaran. Proses pengubahan digunakan untuk mengurangi volume dan berat sampah yang akan dibuang, dan untuk memperoleh konversi produk dan energi yang berasal dari sampah.
58 6. Disposal. (Pembuangan/pemusnahan). Elemen fungsional terakhir dalam sistem, pengelolaan sampah adalah pembuangan (disposal). Pembuangan sampah dengan landfilling atau landspreading adalah tempat akhir dari semua sampah, apakah mereka dikumpulkan dari sampah perumahan dan diangkut secara langsung ke tanah tempat pembuangan, sisa dari pembakaran sampah kompos, atau substansi lain dari tempat-tempat penimbulan sampah. Selama ini, pengelolaan sampah
yang
dilakukan
pemerintah
sebatas
pengumpulan,
pengangkutan dan pembuangan. Padahal, pengelolaan sampah secara demikian tidaklah menyelesaikan masalah melainkan bisa jadi sebaliknya, menimbulkan masalah baru. Upaya pengelolaan sampah dari sumbemya, merupakan alternatif yang dapat dipilih Hasil penelitian yang dilakukan oleh Citra Wardhani (2004:118) memberikan rekomendasi bahwa sistem pengelolaan sampah yang diajukan untuk daerah
perumahan
pengelolaan
mandiri,
umum
(bukan
dimana
kompleks
masyarakat
perum)
adalah
mengelola
sendiri
sampahnya dengan melakukan proses pemilahan sejak dari rumah tangga dan pengkomposan sampah organik, Dalam hal pemilahan sampah rumah tangga, penelitian Citra Wardhani, (2004:x) di kampung Banjarsari,
Cilandak,
Jakarta
Selatan,
menunjukkan
partisipasi
masyarakat dalam pemilahan sampah sebesar 54,8%. Angka tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan sampah berbasis masyarakat sangat mungkin dilakukan.
59 Adapun metode pengelolaan melalui pengomposan sampah organik, akan mengurangi volume sampah cukup besar. Miller (dalam Citra Wardhani,2004:108) menyebutkan volume yang terkurangi mencapai 20%. Sedangkan Dian Sri Rezeki Kusumastuti (2003:45) menyebutkan angka 60% sebagai berat yang hilang dan menyisakan kompos seberat 25% dari berat total bagian organik sampah. Sisa yang tidak dapat dikomposkan adalah sebesar 15%. Sementara itu di Amerika Serikat pada tahun 1999, daur ulang dan pengomposan mengurangi 64 juta ton sampah yang seharusnya dikirim ke TPA (Noorkamilah 2005:40). Selain dari keuntungan terkuranginya volume/jumlah sampah, pengomposan juga dapat memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat. Pengkomposan sampah organik yang diiakuican secara komunat di TPS Rawa Kerbau, Jakarta Pusat, yang melayani 409 KK, menghasilkan nilai penjualan kompos sebesar Rp. 98,7 juta/tahun dengan harga kompos Rp. 500,00/kg (Dian Sri Rezeki Kusumastuti,2003:46). Hal ini memungkinkan dibukanya lapangan kerja baru. Dengan kata lain pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan alternatif yang baik yang dapat dipilih dalam pengelolaan sampah, yang secara langsung maupun tidak langsung,
melalui
pengelolaan
sampah
memberdayakan warga masyarakat setempat.
tersebut
dapat
sekaligus
60 B. Penelitian Yang Relevan Penelitian tentang sampah sudah banyak dilakukan oleh – peneliti lain, dibawah ini penulis kemukakan penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis lakukan sebagai berikut : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawaty (2004) dengan judul Persepsi Wanita mengenai Pengelolaan Sampah di Lingkungan Kampus IPB Kaupaten Bogor, dengan hasil semakin tinggi Tingkat pendidikan Responden, semakin mempunyai kepedulian terhadap pengelolaan sampah, namun tidak sebanding dengan pemakaian produk yang tidak ramah lingkungan 2. Penelitian yang dilakukan oleh Ismail Effendy (1998) dengan Judul Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah untuk mewujudkan Program Bestari di Kota Madya Medan, suatu studi Kasus Kelurahan Pulo Bryan Kota, dengan hasil bahwa kondisi Sosial dan Persepsi Masyarakat
mempunyai
Pengaruh
terhadap
Partisipasi
dalam
pengelolaan sampah untuk mewujudkan Lingkungan yang bersih, Sehat, Aman, tertib dan Keindahan (Bestari). 3. Penelitian yang dilakukan oleh Sutikno Citro (2004) dengan judul faktor -faftor yang berhubungan dengan pengelolaan sampah padat rumah tangga (Studi Kasus di Kalurahan Khusus Halim Perdana Kusuma Jakarta), dengan hasil bahwa Partisipasi masyarakat terhadap kebersihan, persepsi masyarakat, operaturan kebersihan, retribusi kebersihan,
tenaga
pengelola
kebersihan
maupun
lingkungan
61 berhubungan dengan keberhasilan pengelolaan sampah padat Rumah Tangga. C. Kerangka Berpikir Tingkat pengetahuan masyarakat tentang sampah dan sikap terhadap sampah sangat mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah. Penyuluhan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan, memperbaiki sikap dan menumbuhkan kesadaran untuk berperilaku secara benar.
1. Pengaruh Penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan masyarakat tentang sampah Pengetahuan tentang sampah merupakan apa yang telah diketahui oleh masyarakat yang berkaitan dengan jenis sampah, sumber – sumber sampah, akibat yang ditimbulkan oleh sampah yang tidak dikelola dengan baik, cara-ara pengelolaan sampah yang benar. Pengetahuan masyarakat tentang sampah dapat diperoleh dari berbagai cara dan sumber pengetahuan. Penyuluhan sebagai salah satu cara untuk menyampaikan informasi tentang sampah diduga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat Desa Jetis, Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten tentang sampah. 2. Pengaruh Penyuluhan terhadap sikap pada sampah Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi apabila seseorang dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya respon. Dalam penelitian
ini
sikap
pada
sampah
yang
berkaitan
dengan
62 pengetahauannya tentang jenis sampah, sumber-sumber sampah, akibat yang ditimbulkan oleh sampah yang tidak dikelola dengan baik, cara-cara pengelolaan sampah yang benar. Seseorang akan bersikap baik dan benar apabila yang bersangkutan telah mempunyai pengetahuan. Dalam penelitian ini penyuluhan diduga dapat membentuk sikap positif masyarakat dalam pengelolaan sampah Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten secara benar. 3. Pengaruh Penyuluhan terhadap Perilaku pengelolaan sampah mandiri Perilaku adalah tindakan nyata seseorang setelah mendapatkan stimulus, perilaku seseorang diperoleh dari proses belajar. Seseorang akan berperilaku setelah ia mempunyai pengetahuan, kemudian timbul sikap yang positif terhadap suatu obyek. Tujuan jangka menengah dari suatu penyuluhan adalah terbentuknya perilaku yang positf dalam masyarakat. Dalam penelitian ini tujuan dari penyuluhan yaitu agar masyrakat dapat semakin menyadari pentingnya mengelola sampah secara benar. Indikator dari keberhasilan penyuluhan dalam penelitian adalah setiap keluarga di RW I Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten melakukan pengelolaan sampah secara terpisah antara sampah organik dengan anorganik.
63 Kerangka berpikir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut. Penyuluhan tentang Sampah dan pengelolaannya
Pengetahuan Masyarakat tentang sampah
Sikap Masyarakat Terhadap sampah
Perilaku Pengelolaan Sampah Gambar 2.5 Kerangka pikir penelitian Pengaruh Penyuluhan tentang Pengelolaan sampah Mandiri terhadap pengetahuan,Sikap dan Perilaku Masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten D. Perumusan Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Pemberian
penyuluhan
berpengaruh
terhadap
peningkatan
pengetahuan tentang sampah dan pengelolaannya bagi Kelompok Perlakuan di RW I Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten. 2. Pemberian Penyuluhan berpengaruh terhadap peningkatan sikap terhadap sampah bagi Kelompok Perlakuan di RW I Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten 3. Pemberian Penyuluhan berpengaruh terhadap peningkatan perilaku Kelompok Perlakuan dalam pengelolaan sampah di RW I Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten
64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini
dilakukan di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan
dengan alasan : a. Di lokasi tersebut dijadikan sebagai desa penilaian Adipura untuk mewakili Kabupaten Klaten b. Di Desa Jetis belum pernah diadakan penelitian sejenis dengan penelitian ini. c. Di Desa Jetis belum tercipta system pengelolaan sampah dengan baik. 2. Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan dari bulan Mei sampai dengan September 2008. B. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Experiment Design dengan pendekatan Two Group Pretest – Postest Design. Tujuan penelitian experiment
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
pengaruh
Variabel
Independen terhadap variabel dependen (Sugiyono,2007:110). Ciri khusus dari penelitian ini adalah adanya perlakuan yang diterapkan pada subyek penelitian (Soekidjo Notoatmodjo,2002:156). Dalam penelitian ini perlakuan yang diterapkan
yaitu penyuluhan terhadap pengetahuan
tentang sampah dan pengelolaan, Pengaruh penyuluhan terhadap sikap
pada sampah dan pengelolaanya serta pengaruh penyuluhan terhadap perilaku pengelolaan sampah di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten.
Kelompok Kontrol
O1
Kelompok Perlakukan
O2
O11 X
O12
Keterangan O1,2
: Nilai Pretest ( Pengetahuan, Sikap, Perilaku)
X
: Penyuluhan
O11,2
: Nilai Postest ( Pengetahuan, Sikap, Perilaku) C. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah totalitas dari nilai yang mungkin untuk menghitung atau pengukuran kuantitatif maupun kualitatif dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang lengkap dan jelas (Sudjana, 1984 :5). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu rumah tangga yang tinggal di RW I Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten berjumlah 201 orang. 2. Sampel Pengertian sampel menurut
Suharsimi Arikunto (1998:117) adalah
sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti, sedangkan ketetapan mutlak yang menentukan berapa persen sampel harus diambil dari populasi. Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2002:157) pada penelitian experiment penggunaan sampel yang relatif kecil terhadap populasi tidak
menjadi persoalan. Dalam penelitian ini besar sampel ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Sugiyono,2007:126)
2 .N.P.Q S = -----------------------------d2 (N-1) + 2 .P.Q Keterangan N
: Jumlah populasi
S
: Jumlah sampel
2
: Derajad kepercayaan 1
d
: Tingkat kesalahan 0,05
P = Q : Proporsi (0,5) 12 . 201. 0,5 . 0,5 S = ---------------------------------(0,05)2 (201-1) + 12 . 0,5.0,5 50,25 S = --------------------25-4 .200 + 0,25 S = 67 Berdasarkan perhitungan tersebut maka besarnya sampel dalam penelitian ini ditetapkan 67 orang. Karena sampel akan dijadikan 2 (dua) kelompok maka ditetapkan menjadi 68 orang kemudian dikelopokkan menjadi sampel perlakuan 34 orang dan sampel kontrol 34 orang. Agar setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama sebagai sampel, maka cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara
simple random (random sederhana) yang dilakukan secara undian dengan langkah - langkah sebagai berikut : a. Anggota populasi diberi nomor pada kertas b. Kertas digulung dan dimasukkan dalam sebuah kaleng kecil c. Kaleng dikocok d. Gulungan kertas dikeluarkan sebagai sampel. e. Gulungan kertas yang keluar dengan nomor urut ganjil (1,3,5,dst) ditetapkan sebagai responden perlakuan dan keluar dengan nomor urut genap (2,4,6,dst) sebagai responden kontrol.
D. Variabel Penelitian 1. Jenis Variabel Dalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitian yaitu variable bebas dan variable terikat : a. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian penyuluhan tentang sampah dan pengelolaan sampah mandiri pada masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten.. b. Variabel Terikat Variabel terikal dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan tentang sampah (Y1), Sikap terhadap sampah (Y2) dan perilaku pengelolaan sampah mandiri (Y3) masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten
Adapun diagram variabel dalam penelitian ini sebagai berikut : Y1= Pengetahuan Tentang sampah X = Pemberian Penyuluhan
Y2 = Sikap terhadap sampah
Y3 = Perilaku pengelolaan sampah 2. Definisi Operasional Variabel Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan 2.1. Penyuluhan adalah penyampaian informasi/penerangan kepada kelompok responden perlakuan di RW I Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten tentang sampah dan cara pengelolaan secara mandiri. Penyuluhan dilakukan dengan metode tatap muka dan media gambar. 2.2. Pengetahuan tentang sampah adalah pengertian masyarakat yang meliputi jenis sampah, sumber sampah, akibat negatif dari sampah yang tidak dikelola dengan baik dan cara pengelolaan sampah secara mandiri. 2.3.Sikap adalah pandangan atau tanggapan responden berkaitan dengan keberadaan sampah di sekitar tempat tinggal dan tanggapan untuk ikut serta dalam pengelolaan secara mandiri. 2.4. Perilaku pengelolaan sampah mandiri yaitu tindakan responden untuk menyediakan beberapa tempat guna menampung sampah
secara terpisah antara sampah basah dan kering sebelum diangkut oleh petugas yang ditunjuk. E. Teknik Pengumpulan Data Yang dimaksud dengan teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dikumpulkan di lapangan. Peran dari teknik pengumpulan data sangat besar sekali, karena dengan teknik pengumpulan data yang tepat, maka akan diperoleh data yang sesuai dengan yang diharapkan dalam penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan metode angket dan dokumentasi. 1. Angket Pengertian angket menurut Suharsimi Arikunto (1998:140), angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh data atau iniformasi dari respoden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui. Menurut Sudjana (1975:8) angket adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar isian atau daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga calon responden hanya tinggal mengisi atau menandai dengan mudah dan tepat. Jadi angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun angket dalam penelitian ini untuk memperoleh data tentang pengetahuan dan sikap terhadap pengelolaan sampah.
Alasan penulis menggunakan metode angket adalah : a. Angket dapat digunakan untuk mengumpulkan data dalam waktu yang singkat. b. Memudahkan peneliti dalam menganalisa data. c. Mudah digunakan dan dilaksanakan. d. Angket yang dijawab responden adalah merupakan hal yang benar dan dapat dipercaya, sehingga mudah dijadikan data. Keuntungan dari metode angket adalah : a. Tidak memerlukan hadirnya peneliti. b. Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden. c. Dpat dijawab oleh responden menurut kecepatannya masing-masing, dan menurut waktu senggang responden. d. Dapat dibuat ananim, sehingga responden bebas jujur dan tidak malu - malu menjawab, e. Dapat dibuat standar, sehingga bagi semua responden dapat diberi pertanyaan yang benar-benar sama. (Suharsimi Arikunto, 1998:141). Sedangkan kelemahan dari metode angket adalah : a. Responden sering tidak teliti dalam menjawab, sehingga ada pertanyaan yang dilewati tidak dijawab, padahal sukar diulangi diberikan kembali kepadanya. b. Seringkali sukar dicari validitasnya. c. Walaupun dibuat anonim, kadang-kadang responden dengan sengaja memberikan jawaban yang tidak betul atau tidak jujur.
d. Seringkali tidak kembali, terutama jika dikirim lewat pos. e. Waktu pengambilannya tidak bersama-sama, bahkan kadang-kadang ada yang terlalu lama, sehingga terlambat. (Suharsimi Arikunto 1998:142). Angket dibedakan menjadi beberapa jenis, tergantung dari sudut pandangan : a. Dipandang dari cara menjawab. 1) Angket terbuka, yang memberi kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri. 2) Angket tertutup, yang sudah disediakan jawabannya, sehingga responden tinggal memilih. b. Dipandang dari jawaban yang diberikan, yaitu : 1) Angket langsung, yaitu : responden menjawab tentang dirinya. 2) Angket tidak langsung, yaitu : jika responden menjawab tentang orang lain. c. Dipandang dari bentuknya, yaitu : 1) Angket pilihan ganda, yang dimaksud adalah angket tertutup. 2) Angket isian, yang dimaksud adalah angket terbuka. 3) Check List, sebuah daftar, dimana responden tinggal membubuhkan tanda check ( ) pada kolom yang sesuai. 4) Rating-scale, (skala bertingkat), yaitu sebuah pertanyaan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkat-tingkatan, misalnya mulai dari
sangat setuju,setuju,netral,tidak setuju dan sangat tidak setuju (Suharsimi Arikunto,1998:141). Jenis angket yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah angket langsung tertutup, maksudnya angket diberikan kepada responden tanpa menggunakan perantara, sedangkan responden tinggal memilih jawaban alternatif yang sudah disediakan, contoh angket lampiran 1. Angket tersebut dipergunakan untuk memperoleh data-data mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku. 2. Langkah – Langkah Penyusunan Angket Dalam rangka mendapatkan data-data sesuai dengan aspek yang ingin diungkap, maka dalam penyusunan angket ini penulis menempuh langkah – langkah sebagai berikut : a. Merumuskan Tujuan Tujuan digunakan angket dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data pengetahuan tentang sampah, sikap masyarakat terhadap sampah dan pengelolaan sampah di Masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten. b. Merumuskan konsep 1). Sikap tentang sampah Sikap tentang sampah ialah suatu keadaan masyarakat yang memiliki pengetahuan, perasaan dan kecenderungan untuk mendukung atau memihak pada usaha-usaha yang akan, sedang dan telah dilakukan untuk pengelolaan sampah mandiri, antara lain
tercermin dari keberadaan tempat sampah sampah di rumah tangga,mengikuti penyuluhan untuk pengelolaan sampah. 2). Pengetahuan Pengetahuan tentang sampah adalah segala yang diketahui oleh masyarakat perihal sampah seperti sumber sampah, jenis sampah, akibat sampah bila tidak dikelola dengan baik untuk mendukung pengelolaan sampah mandiri. 3)). Perilaku Perilaku adalah pengelolaan sampah secara mandiri oleh masyarakat di RW I Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten, yang dipisahkan antara sampah organik dan sampah anorganik. c. Merumuskan komponen yang diungkap 1) Komponen pengetahuan tentang sampah a) Kognitif
1, yaitu komponen
yang berhubungan
dengan
pengetahuan tentang ide untuk mengelola sampah b) Kognitif
2
yaitu
komponen
yang
berhubungan
dengan
yang berhubungan
dengan
pemahaman cara pengelolaan sampah. c) Kognitif
3, yaitu komponen
penerapan pengelolaan sampah secara mandiri.
2) Komponen Sikap terhadap sampah a). Kognitif, yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan yang berhubungan dengan usaha pengelolaan sampah mandiri. b). Afektif, yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa mendukung ataupun tidak mendukung upaya pengelolaan sampah mandiri. c).Konatif
yaitu
kecenderungan
komponen untuk
yang
bertindak
berhubungan dalam
hal
dengan
pengelolaan
sampah. 3) Komponen Perilaku Pengelolaan sampah a) Ketersediaan tempat sampah yaitu adanya tempat untuk menampung sampah yang dihasilkan
dipisahkan
antara
sampah organic dan anorganik b) Pemanfaatan tempat sampah yaitu menempatkan sampah sesuai dengan tempat sampah yang tersedia d. Menyusun skor 1. Skor Pengetahuan Untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden tentang sampah dan pengelolaan sampah mandiri penulis menentukan nilai 10 untuk setiap jawaban benar dan nilai 0 untuk jawaban salah pada setiap pertanyaan.
2. Skor Sikap Untuk mengukur sikap responden menggunakan teknik skala Likert yaitu setiap item pernyataan diberikan alternatif jawaban 5 kategori seperti tabel dibawah ini : Tabel 3.1 Skor Penilaian Sikap Responden dalam Penelitian Pengaruh Penyuluhan tentang Pengelolaan sampah mandiri terhadap Pengetahuan,Sikap dan Perilaku Masyarakat di Desa Jetis Keamatan Kalten Selatan Tahun 2008 Alternatif jawaan Pernyataan
SS
S
TT
TS
STS
Positif
5
4
3
2
1
Negatif
1
2
3
4
5
Keterangan : SS
: Sangat Setuju
S
: Setuju
T
: Tidak Tahu
TS
: Tidak Setuju
STS
: Sangat Tidak Setuju
3. Skor Perilaku Skor perilaku didasarkan pada hasil pengamatan yaitu : a) Kebersihan rumah dan lingkungan sekitar rumah, berdasarkan keberadaan sampah. Tidak ada sampah bernilai 20, sampah terkumpul 10, sampah berserakan bernilai 0.
b) Ketersediaan tempat sampah terpisah antara sampah organik dan anorganik, tersedia 3 unit bernilai 30, 2 unit bernilai 20, 1 unit bernilai 10 dan tidak tersedia bernilai 0. c) Penggunaan tempat sampah, digunakan dengan benar bernilai 10 dan sampah tetap tercampur bernilai 0. d) Kebersihan tempat sampah, tempat sampah tetap terjaga kebersihan bernilai 10, tempat sampah kotor bernilai 0,dst. F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas Validitas digunakan untuk mengukur atau menunjukkan tingkat ketepatan suatu instrumen. Suatu instrumen dapat dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan, selain itu dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. (Suharsimi Arikunto 1998:160), sedangkan menurut Nana Sudjana (2000:12) bahwa validitas adalah ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai, sehingga betulbetul menilai apa yang seharusnya dinilai. Ada dua macam validitas sesuai dengan ca.ra pengujiannya, menurut Suharsimi Arikunto ( 1998 : 162 ) : a. Validitas eksternal apabila data yang dihasilkan dari instrumen tersebut sesuai dengan data atau infarmasi lain yang mengenai variabel yang dimaksud. b. Validitas internal apabila terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrumen dengan instrumen secara keseluruhan.
Untuk menguji validitas dari angket penelitian, maka peneliti melakukan ujicoba kepada 40 warga RW II Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten. Alasan pelaksanaan ujicoba di RW II yaitu karakteristik penduduk hampir sama dan lokasi tidak jauh dari tempat penelitian, hasil uji coba angket seperti pada lampiran 2. Kemudian dicari validitasnya dari tiap-tiap soal dengan menggunakan rumus korelasi pruduct moment (Suharsimi Arikunto,1998 :256) berikut : rXY
NXY (X )(Y )
=
{NX (X ) 2 }{NY 2 (Y ) 2 } 2
Keterangan : rXY
: Koefisien korelasi dari variabel X dan Y
X
: Skor item
Y
: Skor total
N
: Jumlah subyek
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Uji Validitas Pengetahuan tentang Sampah dan Pengelolaan mandiri Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten , tahun 2008 No Pertanyaan P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15
Nilai Pearson 0,506 0,644 0,453 0,498 0,384 0,514 0,673 0,361 0,578 0,289 0,522 0,453 0,818 0,620 0,444
Hasil/kesimpulan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Berdasarkan uji validitas tersebut dengan hasil bahwa setiap butir soal yang mempunyai nilai r > 0,308 atau p < 0,05 dinyatakan valid sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan penelitian, sedangkan butir ( P 10) mempunyai nilai r < 0,308 atau r > 0,05 dinyatakan tidak valid sehingga
tidak
dipergunakan
untuk
analisis
data,
perhitungan
selengkapnya pada lampiran 3 dan contoh perhitungan pada lampiran 4. Setiap butir pertanyaan/pernyataan untuk mengetahui sikap juga dilakukan
uji
validitas
korelasi
product
moment
dengan
tingkat
kepercayaan 95% ( p = 0,05 dan r = 0,308). Hasil uji validitas untuk sikap sebagai berikut. Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Uji Validitas Sikap Pengelolaan Sampah Mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan, tahun 2008
No Pertanyaan
Nilai Pearson
Hasil/kesimpulan
Korelasi S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 S12 S13 S14 S15
0,718 0,512 0,531 0,377 0,569 0,328 0,611 0,483 0,498 0,547 0,552 0,545 0,384 0,521 0,519
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Berdasarkan hasil uji validitas tersebut diatas maka setiap butir pertantaan/pernyataan sikap dapat dipergunakan dalam penelitian ini. Perhitungan lengkap pada lampiran 5. Hasil uji validitas Perilaku responden dalam upaya Pengelolaan Sampah Mandiri sebagai berikut : Tabel 3,4 hasil uji validasi perilaku pengelolaan sampah mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan, tahun 2008
No Pertanyaan
Nilai Pearson
Hasil/kesimpulan
Korelasi Prk1 Prk2 Prk3 Prk4 Prk5 Prk6 Prk7
0,767 0,390 0,779 0,569 0,399 0,423 0,607
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Berdasarkan tabel tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa pertanyaan tentang perilaku pengelolaan sampah dapat dipergunakan. Perhitungan selengkapnya pada lampiran 6.
2. Reliabilitas Reliabilitas adalah dapat dipercaya atau diandalkan, jadi suatu instrumen yang digunakan harus reliabel. mengandung arti bahwa instrumen tersebut cukup baik, sehingga mampu mengungkap data yang dapat
dipercaya,
untuk
memperoleh
indeks
reliabilitas
menggunakan rumus Alpha (Suharsimi Arikunto,1998:165) yaitu :
soal
k r11 k 1
b2 1 t2
15 r11
13 , 641
= Reliabilitas instrument
k
= Banyaknya butir pertanyaan/soal
2b
= Jumlah varian butir
2t
= Varian total Hasil perhitungan tersebut kemudian dikonsultasikan pada tabel
realibitas. Menurut Suharsimi Arikunto (1998:209), harga koefisien realibilitas diinterpretasikan sebagai berikut : -
Antara 0,800 sampai dengan 1, 000 = sangat tinggi
-
Antara 0,600 sampai dengan 0,800 = tinggi
-
Antara 0,400 sampai dengan 0,600 = cukup
-
Antara 0,200 sampai dengan 0,400 = rendah
-
Antara 0,000 sampai dengan 0,200 = sangat rendah Hasil uji reliabilitas instrumen dalam penelitian yang dilakukan
adalah sebagai berikut pengetahuan r11 = 0,7966 , sikap r11 = 0,7957 dan perilaku r11 = 0,662, hal ini menunjukkan nilai realibilitas soal tinggi yang berarti instrumen layak dipergunakan, contoh perhitungan selengkapnya pada lampiran 7. G. Teknik Analisis Data Sebelum dilakukan analisis data maka perlu dilakukan uji normalitas
data.
Dalam
penelitian
ini
analisis
normalitas
yang
dipergunakan adalah One sampel Kolmogorov – Smirov Test, hasil yang diperoleh sebagai berikut :
Tabel 3.5 Hasil uji Normalitas instrumen Penelitian Pengaruh Penyuluhan tentang Pengelolaan sampah mandiri terhadap Pengetahuan,Sikap dan Perilaku Masyarakat di Desa Jetis Keamatan Kalten Selatan Tahun 2008 No
Item Penilaian
Nilai
Keterangan
1
Pengetahuan awal
0,069
Normal
2
Sikap awal penelitian
0.066
Normal
3
Perilaku awal penelitian
0,320
Normal
4
Pengetahuan akhir
0,491
Normal
5
Sikap akhir penelitian
0,072
Normal
6
Perilaku akhir penelitian
0,063
Normal
Berdasarkan tabel uji normalitas tersebut diatas diketahui hasil penilaian lebih besar dari 0,05 maka instrumen dalam penelitian ini mempunyai penyebaran nilai secara normal, perhitungan selengkapnya pada lampiran 8. Untuk mengetahui perilaku
pengelolaan
penyuluhan,
maka
perbedaan tingkat pengetahuan, sikap dan
sampah
analisis
sebelum
menggunakan
dan
sesudah
rumus
t
independen (Sugiyono,2007:138) sebagai berikut :
t
Sp
1 2 1 1 Sp n1 n2
n1 1s12 n2 1s22 n1 n2 2
test
diberikan sampel
Keterangan : _ X1
= Rata-rata selisih tingkat pengetahuan, sikap atau perilaku sebelum dan sesudah penyuluhan untuk kelompok perlakuan
_ X2
= Rata-rata selisih tingkat pengetahuan, sikap atau perilaku sebelum dan sesudah penyuluhan untuk kelompok kontrol
n
= jumlah sampel
Sp
= variance pooled (varian gabungan) Selanjutnya dikonsultasikan pada tabel t, apabila t hitung > t tabel
maka Hipotesa nol (Ho) ditolak, sebaliknya apabila t hitung < t tabel maka Ho diterima. Ho = Tidak ada perbedaan bermakna tingkat pengetahuan tentang sampah sebelum dan sesudah penyuluhan bagi masyarakat di RW I Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten H =
Ada perbedaan bermakna tingkat pengetahuan tentang sampah sebelum dan sesudah penyuluhan bagi masyarakat di RW I Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten
83
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten pada Bulan Mei s/d September 2008. Luas Desa Jetis sekitar 97 Ha, terdiri dari 5 RW, 21 RT dengan jumlah penduduk 3.019 orang terdiri dari 824 KK. Batas-batas wilayah Desa Jetis sebagai berikut : Sebelah Utara
: Desa Nglinggi
Sebelah Timur
: Desa Sumberejo
Sebelah Selatan
: Desa Trunuh
Sebelah Barat
: Desa Gondang
Secara geografis Desa Jetis terletak kira-kira 1,5 km dari pusat Pemerintahan Kabupaten Klaten, Sedangkan dari Kantor Kecamatan Klaten Selatan berjarak kurang lebih
1 Km. Meskipun lokasi Desa Jetis tidak jauh dari pusat
pemerintahan Kabupaten Klaten, tetapi kehidupan masyarakat sangat kental dengan suasana pedesaan, dengan dominasi lahan sebagai sawah dan merupakan daerah pertanian tradisional. 2. Kependudukan Dalam penelitian ini pengelompokan penduduk dibedakan pada beberapa karakteristik yang diperlukan untuk memberikan gambaran tentang Desa Jetis dan dapat dipergunakan dalam menganalisa hasil penelitian.
84
a. Klasifikasi Penduduk berdasar umur dan jenis kelamin. Jumlah penduduk di Desa Jetis pada tahun 2007 sebanyak 3019 orang pengelompokan penduduk berdasarkan jenis kelamin dan umur dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Desa Jetism Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasar umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007 No
Kelompok
Laki -laki
Perempuan
Jumlah
Prosen
Umur 1
0–4
134
128
262
8,70
2
5–9
121
107
228
7,55
3
10 – 14
117
134
251
8,31
4
15 - 19
133
164
297
9,84
5
20 – 24
120
115
235
7,78
6
25 – 29
96
160
256
8,48
7
30 - 34
122
119
241
7,98
8
35 – 39
122
138
260
8,61
9
40 – 44
101
116
217
7,19
10
45 – 49
99
97
196
6,49
11
50 – 54
59
60
119
3,94
12
55 – 59
57
52
109
3,61
13
60 - 64
41
73
114
3,78
14
65 <
109
125
234
7,75
Jumlah
1431
1588
3019
100
Sumber data : Monografi Desa Jetis Tahun 2007
85
Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Jetis yang berusia produktif (21 – 55 tahun) yaitu sebanyak
1821 orang (60,32%).
Sedangkan bila dilihat secara kelompok umur jumlah terbesar adalah kelompok umur 15 – 19 tahun yaitu 297 orang (9,98%).
b. Distribusi Penduduk berdasar Mata Pencaharian Distribusi penduduk usia kerja (21 – 55 Tahun) di Desa Jetis pada tahun 2007 dikelompokan sebagai berikut : Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasarkan Pekerjaan, tahun 2007 No
Mata pencaharian
Jumlah
Prosen
1
Buruh
461
25,32
2
Petani
281
15,43
3
Pedagang
300
16,49
4
Wiraswasta
278
15,27
5
Pegawai Swasta
369
20,26
6
PNS/TNI/Polri
73
4,00
7
Pensiunan
58
3,15
8
Jumlah
1820
100
Sumber data : Monografi Desa Jetis, Tahun 2007 Pada tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa bagian terbesar penduduk bekerja sebagai buruh 461 orang (25,32%) yang terdiri dari buruh bangunan dan buruh tani. Penduduk yang mempunyai pekerjaan bersifat mandiri (pedagang, petani dan wiraswasta) sebanyak 859 orang (47,19%), sedangkan
86
jumlah penduduk sebagai pegawai (Swasta,PNS/TNI/Polri dan Pensiunan) sebanyak 500 orang (27,41%). c. Distribusi Penduduk berdasarkan Tingkat pendidikan Pengelompokan
penduduk Desa
Jetis
yang berumur
lebih 5
tahun
berdasarkan tingkat pendidikan sebagai bberikut : Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasarkan tingkat pendidikan, tahun 2007 No
Tingkat Perndidikan
Jumlah
Prosen
1
Tidak Sekolah dan tidak Tamat SD
193
7,00
2
SD
1020
36,99
3
SLTP
877
31,91
4
SLTA
521
18,89
5
Akademi/PT
146
5,21
6
Jumlah
2757
100
Sumber data : Monografi Desa Jetis, Tahun 2007 Berdasarkan data tersebut diatas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang seharusnya mendapatkan pendidikan 2.757 orang, tetapi masih ada penduduk 193 orang (7,00%) tidak sekolah/tidak tamat SD. Bagian terbesar adalah masih berpendidikan dasar (SD dan SMP) 1.897 orang atau 58,89%, pendudk yang mempunyai pendidikan menengah dan tinggi sebanyak 667 orang 24,19% C. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah Ibu/Kepala keluarga, sesuai dengan rencana
jumlah responden adalah 68 orang, yang terdiri sebagai kontrol
87
sebanyak 34 orang dan kelompok perlakuan 34 orang. Berdasar hasil penelitian diketahui krakteristik responden sebagai berikut : 1. Jenis Pekerjaan Mata pencaharian sebagai sumber utama penghasilan
kepala keluarga
(
responden ) sebagai berikut Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasarkan pekerjaan, tahun 2007 No
Mata pencaharian
kontrol
perlakuan
jumlah
Prosen
1
Buruh
0
3
3
4,41
2
Petani
9
3
12
17,65
3
Wiraswasta
17
13
30
44,11
4
Pegawai Swasta
6
7
13
19,12
5
PNS/TNI/Polri
2
8
10
14,71
8
Jumlah
34
34
68
100
Dari tabel tersebut diatas diketahui bahwa responden terbanyak mempunyai pekerjaan sebagai wiraswasta 30 orang (44,11%), tetapi dalam penelitian ini tidak diuraikan bidang pekerjaannya. Selanjutnya adalah karyawan swasta 13 orang (19.12%), 2. Tingkat Pendidikan Berdasarkan tingkat pendidikannya responden dapat dikelompokan sebagai berikut :
88
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten berdasarkan Pendidikan, tahun 2008 No 1
Pendidikan Tidak Sekolah/
Responden
Jumlah
Kontrol
Perlakuan
abst
%
2
0
2
2,9
tidak Tamat SD 2
SD
3
7
10
14,7
3
SLTP
7
6
13
19,1
4
SLTA
18
17
35
51,5
5
Akademi/PT
4
4
8
11,8
6
Jumlah
34
34
68
100
Berdasarkan tabel 4.5 tersebut dapat diketahui bahwa responden yang menyelesaikan pendidikan dasar ( SD dan SMP) sebanyak 23 orang atau 33,8%, Jumlah responden yang mempunyai tingkat pendidikan
Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) adalah 35 orang 51,5%, sedangkan jumlah terkecil adalah tidak sekolah/tidak tamat SD adalah 2 penelitian
orang (2,9%). Hasil
tersebut dapat memberikan gambaran bahwa semua responden
dapat membaca dan menulis untuk menjawab dan mengisi kuesioner yang diberikan. 3. Umur Umur responden yang sangat bervariasi antara umur 26 tahun sampai dengan 52 tahun, maka pengelompokan responden sesuai umur adalah sebagai berikut.
89
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten No Kelompok
berdasar umur Tahun 2008
Kontrol
Perlakuan
Jumlah
Prosen
Umur 1
26 – 30
1
8
9
13,23
2
31 – 35
7
7
14
20,58
3
36 – 40
6
10
16
23,53
4
41 - 45
11
7
18
26,47
5
46- 50
8
2
10
14,70
6
51 - 55
1
0
1
1,47
5
Jumlah
34
34
68
100
Berdasarkan data pada tabel 4.6 tersebut diatas dapat diketahui bahwa responden terbanyak berusia 26 - 45 tahun (83,82%). Hal ini memberikan gambaran bahwa responden masih produktif, dan mempunyai waktu serta kemampuan untuk mengikuti kegiatan pengelolaan sampah secara mandiri. 2. Tingkat Pengetahuan Hasil pengukuran pengetahuan
responden tentang
pengelolaan sampah
mandiri dilakukan sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan dengan hasil sebagai berikut :
90
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Sampah dan Pengelolaan Mandiri Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Tahun 2008 Kelompok Kontrol Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 Rata-rata
Kelompok Perlakuan
Awal
Akhir
Selsh
Awal
Akhir
Selsh
60 100 60 90 80 110 100 100 90 120 90 70 90 90 90 100 100 80 90 110 90 100 80 80 50 70 80 90 80 90 90 80 70 80 86,77
90 110 100 100 100 120 100 110 90 100 110 90 110 90 100 100 110 100 110 120 90 110 90 80 70 90 90 100 90 90 100 100 100 100 98,24
30 10 40 10 10 10 0 10 0 - 20 20 20 20 0 10 0 10 20 20 10 0 10 10 0 20 20 20 10 10 0 10 20 30 20 10,58
60 80 100 100 110 60 100 90 120 70 100 110 80 120 70 110 80 100 130 100 120 70 60 90 80 100 70 60 100 70 90 70 60 100 87,06
80 90 120 120 130 90 120 90 130 90 130 130 100 140 100 120 110 110 140 110 120 110 80 120 110 100 90 80 130 90 110 100 90 110 108,53
20 10 20 20 20 30 20 0 10 20 30 20 20 20 30 10 30 10 10 10 0 40 20 30 30 0 20 20 30 20 20 30 30 10 19,71
91
Berdasarkan data tabel 4.7 tersebut diatas dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sampah mandiri
awal
penelitian relatif sama yaitu pada kelompok kontrol adalah 86,76, kelompok perlakuan 91,18. Pengetahuan seseorang tentang suatu obyek akan mudah berubah setelah mendapatkan informasi mengenai obyek terseut. Pada penelitian pemberian informasi dengan metode penyuluhan diberikan pada kelompok perlakuan. Kemudian dilakukan pengukuran kembali diperoleh hasil rata-rata pengetahuan kelompok kontrol 98.24 dan kelompok perlakuan 108.53. Peningkatan pengetahuan terjadi pada 1 (satu) orang responden kelompok kontrol dengan peningkatan 40 nilai.
Tidak semua responden
mengalami peningkatan pengetahuan masing – masing 3 orang untuk kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, ada 1 (satu) responden mengalami penurunan pengetahuan pada kelompok kontrol. 3. Sikap Responden Sikap responden adalah tanggapan responden terhadap stimulus yang diterima. Dalam penelitian ini pengukuran skap responden dilakukan 2 (dua) kali yaitu pada waktu sebelum diberi penyuluhan dan sesudah diberi penyuluhan pada kelompok perlakuan. Hasil pengukuran dalam penelitian ini sebagai berikut :
92
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Sikap Responden tentang Sampah dan Pengelolaan Sampah Mandiri Desa Jetis,Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten 2008 Kelompok Kontrol Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 Rata-rata
Kelompok Perlakuan
Awal
Akhir
Selsh
Awal
Akhir
Selsh
48 50 50 50 47 47 46 42 44 47 41 42 48 56 60 42 54 45 45 39 58 41 64 44 58 54 49 40 49 48 59 49 51 52 48,79
50 49 52 51 49 48 47 44 45 45 42 44 47 56 61 47 56 46 45 39 59 42 64 45 59 55 50 42 49 48 59 49 52 52 50,68
2 1 2 1 2 1 1 2 1 -2 1 2 -1 0 1 5 2 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 2 0 0 0 0 1 0 1,89
59 41 59 58 53 45 52 46 46 56 45 41 48 43 48 44 38 43 46 59 52 43 46 41 47 48 43 43 45 43 50 46 56 56 47,91
60 47 62 64 56 51 58 56 54 56 52 56 57 57 58 51 55 56 56 62 52 58 56 51 56 57 54 55 54 51 60 59 65 66 56,41
1 6 3 6 3 6 6 10 8 0 7 15 9 14 10 7 17 13 10 3 0 13 10 10 9 9 11 12 9 8 10 13 9 10 8,5
93
Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa pada awal penelitian ratarata nilai sikap kelompok perlakuan lebih rendah dari kelompok kontrol yaitu 47,91 dibanding 48,79. Setelah kelompok perlakuan diberi penyuluhan dan dilakukan pengukuran kembali diperoleh rata-rata nilai sikap pada kelompok perlakuan menjadi lebih tinggi yaitu 56,41 dibanding 50,68. ini berarti peningkatan nilai sikap kelompok perlakuan 8,50 (17,74%) dan pada kelompok kontrol
1,89 (3,87%). Responden yang tidak mengalami perubahan sikap
sebanyak 11 orang ( 9 orang kelompok kontrol dan 2 orang kelompok perlakuan). Sedangkan 1 (satu) orang pada kelompok kontrol mengalami penurunan nilai sikap. Sebanyak
15 orang responden pada kelompok
perlakuan mengalami peningkatan sikap antara 10 – 17.
4. Perilaku Pengelolaan Sampah Mandiri Perilaku sebagai tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari responden terhadap stimulus yang telah diterima. Perilaku seseorang terhadap suatu obyek biasanya terbentuk dalam waktu yang sangat lama. Hasil penelitian perilaku responden terhadap pengelolaan sampah di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten sebagai berikut.
94
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Perilaku Responden dalam Pengelolaan Sampah Mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten Tahun 2008 Kelompok Kontrol Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 Rata-rata
Kelompok Perlakuan
Awal
Akhir
Selsh
Awal
Akhir
Selsh
50 50 70 50 60 80 70 90 110 90 110 50 70 110 60 70 110 80 90 70 110 50 80 70 80 70 60 110 80 110 90 60 60 110 78,82
60 70 70 60 70 90 90 90 120 100 120 60 80 110 70 80 110 80 100 80 110 60 90 80 70 80 90 130 90 120 100 80 70 120 88,82
10 20 0 10 10 10 20 0 10 10 10 10 10 0 10 10 0 0 10 10 0 10 10 10 -10 10 30 20 10 10 10 20 10 10 10,0
80 60 70 70 60 70 70 60 70 70 90 70 90 110 100 80 60 70 60 60 70 60 80 70 80 70 60 70 70 80 60 80 70 90 76,18
100 80 100 90 80 120 110 80 100 80 90 80 110 120 110 100 80 90 100 90 80 80 100 90 80 80 90 80 90 100 70 110 120 100 98,82
20 20 30 20 20 50 40 20 30 10 0 10 20 10 0 20 20 20 40 30 10 20 20 20 0 10 30 10 20 20 10 30 50 20 22,65
Dari tabel 4.9 tersebut diatas dapat diketahui bahwa pada awal peneltian nilai rata-rata perilaku kelompok perlakuan 76,18 lebih rendah dibandingkan
95
kelompok kontrol 78,82. Setalah diberikan penyuluhan pada kelompok perlakuan dilakukan pengukuran nilai perilaku dan diperoleh rata-rata nilai pada kelompok perlakuan 98,82 lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol 88,82. Sebanyak 8 responden tidak mengalami perubahan perilaku (6 orang kontrol dan 2 orang perlakuan), Sedangkan sebanyak 1 orang dari kelompok kontrol mengalami penurunan nilai rata – rata perilaku. B. Analisis data Analisis yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari analisa deskriptif yang akan menguraikan/menggambarkan beberapa variabel dan analisis kuantitatif (t test) untuk mengetahui perbedaan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku pengelolaan sampah mandiri pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan . 1. Analisis deskriptif a.Tingkat Pendidikan, Pengetahuan,Sikap dan Perilaku. Tingkat pendidikan berhubungan dengan peningkatan pengetahuan responden (kontrol dan perlakuan). Secara umum terjadi perubahan/peningkatan pengetahuan responden tentang pengelolaan sampah mandiri pada awal dan akhir penelitian. Seseorang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi dan pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain mempunyai kesempatan untuk memperoleh informasi dan akses lebih banyak dalam pengelolaan sampah. Komunikasi dan interaksi responden dengan masyarakat luas dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap responden,
96
Tabel 4.10 Tabel Distribusi Tingkat Pendidikan dan Peningkatan Pengetahuan Responden Tentang Pengelolaan Sampah Mandiri di Desa Jetis, 2008 Rata - rata Tingkat Pendidikan
Penget
Sikap
Perilaku
Frekuensi
Prosen
Tidak Sekolah /Tidak Tamat SD Sekolah dasar
80,00
43,00
55,00
2
2,9
81,54
42,57
65,00
10
14,7
SLTP
82.00
46,50
76,15
13
19,1
SLTA
89,43
50,00
78,86
35
51,5
Akademi/PT
96,25
52,25
95,00
8
11,8
Jumlah
87,35
47,91
77,50
68
Dari Tabel 4.10 tersebut diatas dapat diketahui bahwa semakin tinggi pendidikan responden mempunyai pengetahuan tentang sampah dan cara pengelolaan mandiri yang lebih baik.
Berdasarkan nilai maksimal
pengetahuan yaitu 140, maka dapat diasumsikan bahwa nilai responden yang berkisar antara 80,00 – 96,25 (rata – rata 87,35) dapat dikatakan cukup. Pada tabel di atas juga dapat diketahui bahwa semakin tinggi pendidikan responden mempunyai kecenderungan sikap yang lebih tinggi, serta perilaku yang baik dalam pengelolaan sampah. b. Pekerjaan , Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Sikap seseorang/responden sangat berhubungan dengan pengetahuan dan lingkungan pekerjaan. Seseorang yang mempunyai pengetahuan tinggi diharapkan mempunyai sikap yang baik terhadap sampah dan cara pengelolaan mandiri.
97
Tabel 4.11 Tabel Distribusi Pekerjaan , Pengetahuan,Sikap dan Perilaku Responden Tentang Pengelolaan Sampah Mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten 2008 Rata - rata Jenis Pekerjaan
Frekuensi
Prosen
Penget
Sikap
Perilaku
Buruh
80,00
51,67
56,67
3
4.41
Petani
89,17
53,25
85,38
12
17.65
Pegawai Swasta
82,33
49,13
78,33
30
44.11
Wiraswasta
92,31
48,15
60,00
13
19.12
PNS/TNI/Polri/Pensiun
96,00
47,70
92,00
10
14.71
Jumlah
87,35
47,91
77,50
68
Jenis pekerjaan responden biasanya mempunyai hubungan dengan luasnya pengetahuan seseorang pada suatu obyek. Petani merupakan pekerjaan yang banyak berhubungan dengan sampah organik sebagai bahan pupuk, maka pengetahuan responden sebagai petani dalam penelitian ini relatif tinggi (89,17) di atas rata-rata responden yaitu 87,35. Demikian juga pada sikap dan perilaku petani lebih baik dari jenis pekerjaan lain.
2. Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif dalam penelitrian ini adalah menggunakan Analisa t test Sampel independent, yaitu untuk mencari pengaruh antara variabel bebas yaitu penyuluhan terhadap
variabel terikat yaitu pengetahuan responden,
sikap responden dan perilaku responden dalam upaya. Pengelolaan Sampah
98
Mandiri. Dalam melakukan analisa ini menggunakan Derajat Kepercayaan 95%. Hasil perhitungan analisis t test selengkapnya pada Lampiran 9a-10c : Tabel 4.12 Hasil t test Pengaruh Penyuluhan Terhadap , Pengetahuan,Sikap dan Perilaku Responden Tentang Pengelolaan Sampah Mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten 2008
Komponen
t hitung
t tabel
P
α:5%
Pengetahuan
3,904
1,990
0,000
0,05
Sikap
46,025
1,990
0,000
0,05
Perilaku
5,622
1,990
0,000
0,05
Keterangan : Karena pada tabel distribusi t tidak terdapat dk = 66, maka nilai t tabel dipergunakan dari rata-rata dk = 60 yaitu 2,000 dan dk = 120 yaitu 1,980 yaitu 1,990. a. Pengaruh Penyuluhan terhadap Pengetahuan Responden. Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan masyarakat tentang sampah dan pengelolaan secara mandiri dilakukan analisa uji beda perubahan nilai pengetahuan antara kelompok kontrol dengan perlakuan uji t test sampel independen menggunakan dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Hipotesa Nol (Ho) tidak ada perbedaan perubahan pengetahuan secara bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada awal penelitian dan akhir penelitian. Berdasarkan tabel 4.12 diketahui nilai t hitung 3,904 lebih besar dari t tabel 1,990 atau p=0,000 ( p < 0,05) berarti hipotesa nol ditolak. Hal ini menunjukkan
99
bahwa peningkatan pengetahuan responden tentang sampah dan cara pengelolaan mandiri sangat dipengaruhi oleh penyuluhan yang telah dilakukan. b. Pengaruh Penyuluhan terhadap Sikap Responden Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap perubahan nilai sikap responden
maka dilakukan analisa uji perbedaan menggunakan uji t test
Sampel independen, tingkat kepercayaan 95%. Hipotesa Nol (Ho) yaitu tidak ada peredaan sikap yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada awal dan akhir penelitian. Uji beda ini dilakukan dengan membandingkan perubahan nilai sikap kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Dari data tabel 4.12 diketahui nilai t hitung 46,025 lebih besar dari t tabel 1,990 atau p=0,000 ( p < 0,05), sehingga Ho ditolak berarti ada perbedaan sikap secara
bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan pada awal
dan akhir penelitian. Peningkatan sikap pada kelompok responden sangat dipengaruhi oleh penyuluhan yang telah dilakukan. c. Pengaruh Penyuluhan terhadap Perilaku Responden Perilaku responden terhadap sesuatu obyek
dapat berubah setelah yang
bersangkutan memperoleh informasi baru. Untuk mengetahui perbedaan perilaku responden kontrol dan responden perlakuan dilakukan uji beda dengan t test tidak terikat dengan tingkat keprcayaan 95%. Uji beda ini dilakukan dengan membandingkan besarnya perubahan antara
responden
100
kontrol dan responden perlakuan. Hipotesa Nol (Ho) adalah tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Berdasarkan tabel 4.12 diketahui nilai t hitung 5,622 lebih besar dari t tabel 1,990 atau p=0,000 ( p < 0,05) sehingga Ho ditolak, hal ini membuktikan bahwa perubahan perilaku responden sangat dipengaruhi oleh penyuluhan yang telah dilakukan. d. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Responden Pengetahuan responden tentang sampah, jenis sampah, dampak negatif sampah dan cara pengelolaan yang baik akan memudahkan responden dalam mempersepsikan dan bersikap terhadap sampah. Untuk membuktikan bahwa peningkatan pengetahuan responden berhubungan dengan peningkatan sikap responden. maka dilakukan analisis dengan menggunakan uji korelasi product moment dengan hasil r = 0,291 atau p = 0,016 (p < 0,05) berarti bahwa peningkatan pengetahuan responden tentang sampah dan cara pengelolaan mandiri berhubungan dengan sikap responden di Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kabupaten Klaten. e. Hubungan Pengetahuan, Sikap dengan Perilaku Responden Pemahaman
seseorang
terhadap
suatu
obyek
dapat
mempengaruhi
berpeilaku, dalam penelitian ini diperoleh bahwa responden yang mengalami peningkatan pengetahuan tentang sampah, jenis sampah, dampak negatif sampah, cara pengelolaan sampah dan sikap terhadap sampah mempunyai kecenderungan untuk berperilaku lebih baik. Hasil analisis korelasi product
101
moment antara pengetahuan dengan perilaku adalah r = 0,291 atau p = 0,039 (p<0,05) dan hubungan antara peningkatan sikap dengan
peningkatan
perilaku r = 0,410 atau p = 0,001 (p < 0,05) menunjukkan adanya hubungan antara peningkatan pengetahuan dan sikap dengan peningkatan perilaku terhadap sampah dan cara pengelolaan mandiri. Masyarakat akan melakukan tindakan (perilaku) pengelolaan sampah mandiri apabila didasari oleh pengertian atau pemahaman tentang jenis sampah, dampak negatif sampah yang tidak dikelola baik, cara pegelolaan sampah secara benar sehingga menimbulkan sikap positif pada masyarakat. C. PEMBAHASAN Masalah sampah sebenarnya masalah klasik di Masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan, namun sebagian masyarakat menganggap hal yang tidak penting dan pengelolaannya bukan tanggung jawab mereka. Sampah banyak dibuang ke sungai/parit yang berada di tengah kampung, atau dibuang di suatu tempat (pinggir kampung), sehingga telah banyak menimbulkan masalah seperti meluapnya air waktu hujan, menimbulkan bau dan mengganggu pemandangan, masyarakat tidak menyadari bahwa akibat lebih lanjut keberadaan sampah yang tidak dikelola dengan baik adalah sebagai tempat berkembang biak lalat, tikus dan binatang lain berpotensi menimbulkan penyakit. Meskipun penyuluhan bukanlah cara baru dalam upaya pemecahan masalah, upaya pemberdayaan masyarakat
termasuk dalam pengelolaan
102
sampah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku responden pada dua kelompok yaitu kelompok kontrol yang tidak diberikan penyuluhan dan kelompok perlakuan yang diberi penyuluhan. Metode penyuluhan yang dipergunakan adalah penyuluhan langsung dengan media bergambar. Frekuensi Penyuluhan dilakukan sebanyak 4 (empat) kali yang berlangsung antara bulan Mei sampai dengan September 2008. Pemberian penyuluhan yang berulang-ulang dimaksudkan agar responden mendapatkan informasi yang cukup, sehingga menumbuhkan sikap dan perilaku positif sebagai tujuan penyuluhan tentang sampah dan pengelolaan secara mandiri. 1. Pengetahuan Responden Pengetahuan responden tentang sampah dan cara pengelolaan yang baik
sangat
diperlukan
dalam
upaya
pemecahan
masalah
sampah.
Pengetahuan responden dapat diperoleh dari hasil penginderaan terutama karena pendengaran dan penglihatan (Soekidjo Notoatmodjo,2003), disamping itu pengetahuan seseorang dapat diperoleh karena pengalaman dari berbagai sumber seperti media massa, media elektronika, membaca buku dan majalah, atau sebagai hasil berkomunikasi dengan orang lain, misalnya mengikuti penyuluhan dan sarasehan. Sebelum penyuluhan
tentang sampah dan cara pengelolaan untuk
kedua kelompok penelitian relatif sama, yaitu kelompok kontrol 87,647 dan kelompok perlakukan 87,06 kemudian dilakukan penyuluhan bagi kelompok
103
perlakuan. Pada akhir penelitian dilakukan pengukuran pengetahuan pada kedua kelompok, keduanya menunjukkan peningkatan yaitu kelompok perlakuan mempunyai nilai 106,76 atau meningkat 19.70 (22,63%) dan kelompok kontrol mempunyai nilai 98,23 atau meningkat
10.06 (11,48%).
Peningkatan pengetahuan pada kelompok kontrol mungkin diperoleh dari media masa, dan hasil komunikasi dari orang per orang waktu interaksi baik dilingkungan kerja maupun di tempat lain. Penyuluhan kepada responden kelompok perlakuan yang dilakukan berulang-ulang (sebanyak 4 kali) telah memungkinkan responden untuk menerima informasi yang lebih banyak sehingga mudah untuk dimengerti (Tabel 4.7). Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan t test Sampel independen diperoleh t
hitung
= 3,904 > t
tabel
= 0,1990 atau
p < 0,05. Hal ini
menunjukkan adanya perbedaan peningkatan pengetahuan yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada akhir penelitian. Perbedaan peningkatan pengetahuan ini menunjukkan bahwa penyuluhan yang pada hakekatnya bentuk komunikasi untuk memberikan informasi mengenai kebutuhan dan masalah sosial serta sumber dan potensi sosial yang dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah sampah bagi responden di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten mendapatkan tanggapan positf. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa peningkatan pengetahuan pada kelompok perlakuan hanya disebabkan oleh karena penyuluhan yang diberikan.
104
Grafik 5.1 Pengetahuan responden tentang sampah dan pengelolaan sampah mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kelompok Kontrol dan Perlakuan Pada Awal dan Akhir Penelitian
120 100 80 60 40 20 0
Sebelum
Sesudah
Kontrol
Selisih Perlakuan
Hasil penelitian sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Supardi Sudibyo, Dwi Sampurno dan Mulyono Notosiswoyo (1998) tentang pengaruh penyuluhan obat terhadap peningkatan perilaku pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan. Hal-hal
yang
mungkin
pengetahuan responden
menjadi
hambatan
proses
peningkatan
antara lain ; rerata umur responden tidak muda
sehingga lambat dalam menerima informasi, pendidikan responden semakin tinggi tingkat
pendidikan
lebih mudah untuk menerima pesan
yang
disampaikan, tempat dan kondisi penyuluhan yang kurang nyaman dapat
105
mengganggu serta waktu penyuluhan yang tidak tepat sehingga responden kadang tidak datang.
2. Sikap Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi, maka seseorang akan mempunyai sikap positif dan menyatakan setuju apabila telah memahami dan mengerti suatu obyek/maksud, sebaliknya akan memberikan jawaban tidak setuju pada pernyataan yang mengandung pengertian negatif. Pengetahuan yang tinggi tentang sampah dan cara pengelolaannya biasanya akan menjadikan seseorang berkecenderungan untuk bersikap positif. Pada penelitian ini kuesioner sikap dibedakan menjadi beberapa yaitu tanggapan tentang cara pembuangan sampah, kesediaan mengikuti kegiatan pengelolaan sampah dan anggapan tentang sampah. Pada awal penelitian secara keseluruhan responden di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan berdasarkan kuesioner penilaian terhadap sikap relatif sama yaitu kelompok kontrol
48,79 dan kelompok perlakuan 47.91
Setelah dilakukan penyuluhan bagi kelompok perlakuan kemudian pada akhir penelitian dilakukan pengukuran sikap maka diperoleh nilai yaitu kelompok kontrol 50,676 mengalami peningkatan 1.882 (3,857%)
dan kelompok
perlakuan 54,941 mengalami peningkatan 7,029 (14,671%) (Tabel 4.8). Kedua kelompok tersebut mengalami peningkatan nilai sikap.
Hal-hal yang dapat
106
merubah sikap seseorang pada suatu obyek adalah pengetahuan yang dimiliki, tindakan orang lain yang dapat dijadikan panutan, adanya peraturan dll. Setelah dilakukan uji beda dengan menggunakan t test Sampel independen diperoleh nilai t
hitung
= 46,025 > t
tabel
= 0,1990 atau p < 0,005 ini
berarti ada perbedaan peningkatan nilai sikap yang bermakna antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Penyuluhan yang dilakukan pada responden kelompok perlakuan telah menyebabkan peningkatan pengetahuan lebih besar, sehingga menumbuhkan sikap positif bagi responden. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan sikap pada kelompok perlakuan sangat dipengaruhi penyuluhan yang dilakukan. Hasil
ini sesuai dengan penelitian Heny Perbowosari (2004) yang
menyatakan bahwa ada
hubungan positif antara pengetahuan dan sikap
responden terhadap pelestarian lingkungan, semakin tinggi nilai pengetahuan rersponden di Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten tentang sampah dan cara pengelolaan maka mempunyai nilai sikap yang tinggi terhadap sampah dan cara pengelolaan. Hal – hal yang dapat menghambat responden tidak mencapai nilai sikap maksimal antara lain rerata umur responden yang relatif tidak muda sehingga mempunyai kecenderungan untuk lebih sulit mengubah sikap dan jenis pekerjaan responden sebagian besar wiraswasta yang telah terpola dengan kegiatan ekonomis.
107
Grafik 5.2 Sikap responden tentang sampah dan pengelolaan sampah mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kelompok Kontrol dan Perlakuan Pada Awal dan Akhir Penelitian 60 50 40 30 20 10 0
Sebelum
Sesudah Kontrol
Selisih
Perlakuan
Perilaku Responden Perilaku yang sering diterjemahkan sebagai tindakan sehari – hari merupakan perwujudan atau pelaksanaan dari pengetahuan atau sikap pada suatu obyek. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang tinggi dan sikap yang baik biasanya akan bertindak sesuai dengan pengetahuan dan sikapnya. Pada awal penelitian dilakukan pengukuran perilaku responden, diperoleh nilai yaitu responden kontrol lebih tinggi
78,824 dan responden
perlakuan 76,177. Nilai perilaku awal bagi responden perlakuan yang lebih rendah memberikan gambaran bahwa rendahnya pengetahuan dan sikap ada hubunganya dengan perilaku. Setelah dilakukan penyuluhan bagi responden
108
perlakuan kemudian dilakukan pengukuran perilaku diperoleh nilai responden kontrol 88,82 dan responden perlakuan 98,82. Kedua kelompok tersebut mengalami peningkatan sesuai dengan peningkatan pengetahuan dan sikap. Perilaku responden kontrol meningkat 10,00 (12,687%) sedangkan responden perlakuan meningkat 22,65 (29,73). Peningkatan perilaku responden mengindikasikan bahwa penyuluhan tentang sampah dan cara pengelolaan mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan mendapatkan sambutan yang baik sehingga masyarakat melakukan seperti yang diharapkan meskipun belum maksimal. Grafik 5.3 Perilaku responden dalam pengelolaan sampah mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten selatan Kelompok Kontrol dan Perlakuan Pada Awal dan Akhir Penelitian
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Sebelum
Sesudah Kontrol
Seliih Perlakuan
109
Hasil analisis uji t Sampel independen diperoleh nilai t tabel
hitung
= 5,622 > t
= 0,1990 atau p < 0,05. Sehingga Ho ditolak berarti ada perbedaan
bermakna peningkatan perilaku antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil ini sesuai dengan penelitian R. Peveler, et al yang membuktikan bahwa komunikasi dalam bentuk penyuluhan dapat meningkatkan ketaatan responden , juga penelitian I.C Makie et al, yang membuktikan bahwa pemberian leaflet dapat mengubah tindakan responden pada suatu obyek (Supardi Sudibyo, Dwi sampurno,dan Mulyono Noto Siswoyo, 1998) Hal-hal yang mungkin menjadi hambatan dalam proses peningkatan perilaku pengelolaan sampah mandiri dii Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan antara lain umur responden yang relatif tua yang telah mempunyai perilaku yang terbentuk dalam waktu lama sehingga tidak mudah untuk perubahan perilaku, pekerjaan responden yang secara ekonomi lebih menguntungkan daripada mengelola sampah dan peraturan yang belum diterapkan dengan semestinya. Berdasar uraian diatas dapat diketahui bahwa penyuluhan tentang sampah dapat meningkatkan pengetahuan responden tentang pengelolaan sampah mandiri secara bermakna. Peningkatan pengetahuan juga meningkatkan sikap responden, selanjutnya peningkatan pengetahuan dan sikap responden juga meningkatkan perilaku responden untuk melakukan pengelolaan sampah secara mandiri. Menurut Grees LW, perubahan perilaku sebagai suatu konsep dapat terjadi secara terencana dan menetap melalui kerangka perubahan
110
dimensinya secara bertahap yaitu mulai dari perubahan sebagai immediate impact, upaya perubahan sikap sebagai intermediate impact dan kemudia perubahan perilaku sebagai longterm impact. Menurut Roger & Shoemaker sebagai suatu proses setiap tahap mempunyai pengaruh perubahan tahap berikutnya dan setiap tahap memerlukan strategi komunikasi yang khusus. Ceramah dan pemberian leaflet tentang pengelolaan sampah oleh penyuluh cenderung meningkatkan pengetahuan responden. Pada penelitian ini telah terbukti bahwa peningkatan pengetahuan telah meningkatkan sikap terhadap pengelolaan sampah mandiri dan akhirnya meningkatkan perilaku yang diharapkan dalam pengelolaan sampah secara mandiri.
111
BAB V KESIMPULAN,IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis data yang telah diuraikan di muka, maka dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan pengetahuan yang signifikan antara sebelum dan sesudah penyuluhan tentang sampah dan pengelolaan mandiri di masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten. Hal ini terbukti dari hasil perhitungan dengan menggunakan teknik analisis t test sample independen yang hasilnya t = 3,904 atau p < 0,05. Pengetahuan tentang sampah dan cara pengelolaan sampah mandiri masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten yang meliputi tentang pengertian sampah, jenis sampah, dampak negatif sampah , waktu penyimpanan dan cara pengelolaan sampah semakin meningkat setelah diberi penyuluahn. 2. Terdapat perbedaan sikap yang signifikan antara sebelum dan sesudah penyuluhan tentang sampah dan pengelolaan mandiri di masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten. Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan teknik analisis t test sample independen dengan hasil t = 46,025 atau p < 0,05. Sikap masyarakat terhadap
sampah dan cara pengelolaan
sampah mandiri masyarakat Desa
Jetis Kecamatan Klaten Selatan
112
Kabupaten Klaten yang meliputi pandangan terhadap sampah, kesediaan untuk hadir dalam pertemuan membahas pengeloaan sampah, kesediaan untuk mengelola secara mandiri dan pendapat bahwa pengelolaan sampah mandiri merupakan salah satu pendidikan lingkungan hidup meningkat setelah diberi penyuluhan. 3. Terdapat
perbedaan perilaku yang signifikan antara sebelum
dan sesudah penyuluhan tentang sampah dan pengelolaan mandiri di masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten. Hal ini terbukti dari hasil perhitungan dengan menggunakan teknik analisis t sampel tidak terikat dengan hasil t = 5,622 atau p < 0,05. Perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah di Desa
Jetis
Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten yang meliputi kebersihan rumah, ketersediaan tempat sampah, jenis tempat sampah yang tersedia dan cara mengelola jenis sampah meningkat setalah diberi penyuluhan. 4. Pemberian penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat selanjutnya meningkatkan sikap dan menumbuhkan perilaku pengelolaan sampah mandiri di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten.
113
B. Implikasi Hasil Penelitian 1. Konsekuensi Teoritis Berdasarkan hasil penelitian ini dapat memberikan dasar bagi pola pikir masyarakat Desa
Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten
Klaten. Karena dengan mengetahui keuntungan mengelola sampah dengan benar, maka masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten akan beruasaha untuk melakukan pengelolaan sampah secara mandiri sehingga dapat mencegah terjadinya dampak buruk dan ikut serta dalam pelestarian lingkungan hidup. Pengelolaan sampah secara mandiri juga dapat dipergunakan sebagai pendidikan lingkungan hidup bagi generasi muda dalam pencegahan kerusakan lingkungan hidup.
2. Konsekuensi Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat mempengaruhi pengetahuan tentang sampah meliputi jenis, cara mengelola sampah dan dampak negatif sampah,
sikap terhadap cara pengelolaan sampah meliputi
kesediaan untuk mengelola sampah,
dan perilaku masyarakat dalam
pengelolaan sampah yang meliputi kebersihan rumah dan ketersediaan tempat sampah dalam rumah tangga. Peningkatan pengetahuan Hasil penelitian ini juga dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Klaten melalui dinas/instansi terkait dalam penyusunan
114
program pelestarian lingkungan hidup dengan pengelolaan sampah secara mandiri. Program Penyuluhan merupakan kegiatan penting guna meningkatkan
pengetahuan,
menumbuhkan
sikap
dan
perilaku
masyarakat. C. Saran Berdasrkan kesimpulan dan implikasi penelitian, maka peneliti dapat mengemukakan beberapa saran sebagai berikut : 1. Umum Kepada Pemerintah Kabupaten Klaten untuk lebih menggalakan program penyuluhan masyarakat dan pendidikan luar sekolah dalam pengelolaan sampah secara mandiri sehingga mengurangi jumlah sampah yang dibuang. Selain itu perlu perlu diberikan pendidikan lingkungan hidup bagi anak sekolah agar sejak dini dapat mengenal cara -cara
pengelolaan
lingkungan
hidup.
Serta
membuat
program
pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan sampah untuk barang – barang kerajinan. 2. Khusus Kepada masyarakat Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten hendaknya mengelola sampah dengan baik, tidak membuang sampah ke sungai agar tidak meluap, tidak melakukan pembakaran sampah dan tidak membuang sampah di sembarang tenmpat agar tidak menimbulkan bau busuk dan menjadi sarang penyakit.
115
3. Rekomendasi Kepada peneliti selanjutnya untuk lebih mengembangkan metode penyuluhan dan mengkaji lebih dalam hal peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku dalam pengelolaan sampah.
116
DAFTAR PUSTAKA Aminatun (2003). Plus Minus Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir sampah Bagi Masyarakat Sekitarnya. Makalah Seminar Nasional, Surabaya :Teknik Lingkungan ITATS & Dikti Depdiknas Asrul
Azwar,(1995), Ilmu Sumber Widya.
Kesehatan
Lingkungan,.Jakarta.Mutiara
Bimo Walgito (2006), Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta. Abadi Bhisma Murti, (1996) Menerapkan Metode Statistik Non Parametrik Dalam ilmu-Ilmu Kesehatan.Jakarta.Gramedia Citra Wardhani, Partisipasi Masyarakat dalam Pemilahan Sampah Rumah Tangga, studi Kasus di Kampung Banjarsari Cilandak, Jakarta Selatan.Tesis Program Studi Ilmu Lingkungan.Program Pasca Sarjana,Universitas Jakarta. Dainur
(1995), Materi-Materi Jakarta:Widya Medika
Pokok
Kesehatan
Masyarakat.
Daryanto (1995) Masalah pencemaran, Tarsito, Bandung Departemen Kesehatan RI, (1989) Penyuluhan Kesehaatn Masyarakat, Pusat Pendidikan dan Latihan Tenaga Kesehatan. Jakarta : Depkes RI. Departemen Kesehatan RI (1999), Petunjuk Teknis Penyuluhan Program Penyehatan Lingkungan Permukiman Bagi Petugas Puskesmas. Jakarta. Depkes RI. Departemen Kehutanan (2008) Penyuluhan Masyarakat Tepi Hutan Lindung.http/pustaka.ut.ac.id,24-4-2007. Departemen Sosial. Agustus 2007.
Penyuluhan
Sosial,http/www.katcentre.info/23
117
Desi Sri Rezeki Kusumastuti (2004) Kajian Manfaat Biaya pengolahan Sampah Terpadu Skala Kawasan, studi Kasus di TPS Rawa Kerbau, Jakarta Pusat.Tesis.Jakarta Program Studi Ilmu Lingkungan.Program Pasca Sarjana,Universitas Jakarta. Didik Sarudji (1985), Pengelolaan Sampah, Akademi Penilik Kesehatan, Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Dinas Kesehatan Propinsi DIY (1994), Teknik dan Metode Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Proyek PPKM – PKM DIY. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Klaten (2005), Rencana Strategis Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Klaten 2005 – 2010. Eko
Bramono.Sandhi (2007) Sampah dan banjir, Korelasi Pengembangan tata Kota Berdaya Dukung Lingkungan. Jakarta.Percik
Eko Budi Susilo (2003). Menuju Keselarasan Lingkungan Memahami Sikap Teologis Manusia terhadap pencemaran Lingkungan. Malang.Avveroes Press. Emil Salim (2005). Pembangunan berwawasan Lingkungan, Jakarta :LP3ES. Emil Salim (2006).Hidup dari Sampah, belajar dari Prof. Hasan Poerbo, Kompas 23 Juni 2005.http/kompas.Sabtu 6 April 2006. Haryono Kusnopoetranto, (1983). Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta . Universitas Indonesia Press Http/Kompas.(08.11.2007). Rumitnya Kelola sampah Http.www.com/Bentra. Sampah Ancam Jakarta, 18 April 2008. Http.www.com/kompas. Banjir datang Semua sibuk, 29 Januari 2005. Hernowo, Susahnya Hidup dekat Tempat Pembuangan Sampah, Kompas 23 Juni 2005.http/kompas.com.
118
Ida Bagus Mantra (1995). Perencanaan penyuluhan Kesehatan .PPKM – Depkes RI.Jakarta Inoguchi,Takashi,Edward Newman dan Glen Poeletto (2003). Kota dan Lingkungan, Pendekatan Baru Masyarakat Berwawasan Ekologi. (Terj. Suryandani rasti). Jakarta.LP3ES. Ircham, Nachfoedz dan Eko Suryani, (2007). Pendidikan Kesehatan bagian dari Promosi Kesehatan, Yogyakarta. Fitramaya. Isbandi Rukminto Adi. (2002). Pemikiran – Pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta.Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ismail Effendy,1998 Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Untuk Mewujudkan Program Bestari di Kotamadya Medan, Tesis Universitas Indonesia Johan Silas (2003). Dilema Pengelolaan Sampah di Surabaya, Masalah dan Kejanggalan Pemahaman. Makalah Seminar Nasional, Surabaya.Teknik Lingkungan ITATS & Dikti Depdiknas Jujun S, Surisumantri (2001), Filsafat Ilmu. Harapan.
Jakarta.Pustaka sinar
Juli Soemirat Slamet (2007), Kesehatan Lingkungan Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Kartono, (2008) Penyuluhan Blogspot.com
Pertanian,http/Ronggolawe
13.
Midgley,James (2005). Pembangunan social,Prespektif Pembangunan Dalam Kesejahteraan Sosial. (terj.Abbas,Sirojudin).Jakarta Depag RI. Nasrul Effendy. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan masyarakat. Jakarta.EGC
119
Noorkamilah (2005). Pemberdayaan Masyarakat dalam pengelolaan Sampah Padat Berbasis Masyarakat (Studi Kaus di Kampung Sukunan, Kabupaten Sleman, D.I Yogyakarta).Tesis.Jakarta Program studi Ilmu Kesejahtaraan Sosial. Program Pasca Sarjana.Universitas Jakarta. Rahmawaty (2004). Persepsi Wanita Mengenai Pengelolaan Sampah di Lingkungan Kampus IPB Darmaga,Kabupaten Bogor. Tesis Program Ilmu Kehutanan,Fakultas Pertanian USU. Saifudin Azwar (2002),Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Ed.2.Yogyakarta : Pustaka Pelajar Sarlito Wirawan Sarwono. (2005) Psikologi Sosial. Jakarta.Balai Pustaka Satria Dharma, (2008). Buang Sampah: Antara Knowledge dan Attitude. Satriadharma.Wordpress.Com/2008/02/27. Soekidjo Notoatmodjo (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan .Jakarta : Rineka Cipta. Soekidjo Notoatmodjo (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat.Jakarta : Rineka Cipta. Soekidjo Notoatmodjo.(2003).Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta :Rineka Cipta Soekidjo Notoatmodjo (2005). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. .Jakarta : Rineka Cipta. Sugiyono (2007) Statistika Untuk Penelitian, Bandung.Alfabeta Sugiyono (2007).Metode Penelitian Pendidikan,Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif dan R&D.Bandung.Alfabeta. Suharsimi Arikunto (1998) Prosedur Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta Sumamonugroho (1997). Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial. Yogyakarta. Hanindita.
120
Supardi Sudibyo, Dwi sampurno, Mulyono Notosiswoyo, (1998) Pengaruh Penyuluhan Obat Terhadap Peningkatan Peilaku Pengobatan Sendiri yang sesuai dengan aturan. Puslitbang Farmasi dan Obat tradisional,Litbangkes Depkes RI.Jakarta. Supriadi (2006). Hukum Lingkungan di Indonesia, Sebuah pengantar. Jakarta : Sinar Grafika. Sutikno Citro (2004). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengelolaan Sampah Padat Rumah Tangga (Studi Kasus di Kelurahan Khusus Halim Perdanakusuma,Jakarta Timur).Tesis Program studi Ilmu Lingkungan.Universitas Indonesia.Jakarta. Suwito (1987). Pedoman Bidang Studi Pembuangan Sampah. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. Depkes RI : Jakarta. Tchobanaglous,George,Theisen,Hillary dan Vigil,Samuel (1993) Integrated Solid Waste Management,Engineering Principle and Management Issues, New York : McGrawhill,Inc. Totok
Noerdiyanto, (2003) Prosedur Upaya Alternatif untuk Mengurangi Sampah dengan Melibatkan peran Serta Masyarakat Guna Menghasilkan Keuntungan Ekonomis dan ekologis. Makalah Seminar Nasional, Surabaya :Teknik Lingkungan ITATS & Dikti Depdiknas.
121
121
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Pengaruh Penyuluhan Pengelolaan Sampah mandiri terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat di Desa Jetis Kecamatan Klaten Selatan Kabupaten Klaten Tahun 2008 A. Data Responden Nama Umur Alamat Pendidikan Terakhir
: : : : a. Tidak Tamat SD b. SD c. SMP d. SLTA e. Akademi/Universitas
Pekerjaan
: a. Buruh b. Petani c. Wiraswasta d. Pegawai Swasta e. Pegawai Negeri/TNI/Polri
B. Pengukuran Pengetahuan Pilihlah Jawaban yang benar dengan melingkari huruf A,B,C,D atau E 1. Menurut Bapak/Ibu apa yang disebut sampah : A. Semua barang yang tidak disukai oleh pemiliknya B. Semua benda yang dibuang C. Semua benda yang tidak berguna D. Semua benda sebagai hasil samping kegiatan manusia E. Semua benda yang menyebabkan lingkungan menjadi kotor 2. Menurut Bapak/Ibu yang termasuk sampah basah adalah : A. Daun pisang kering bekas ungkus nasi B. Kertas basah karena kehujanan C. Plastik yang terendam air D. Kaleng yang berisi air E. Semua jawaban benar
122
3. Menurut susunan kimia sampah dibedakan menjadi : A. Dua Macam B. Tiga macam C. Empat macam D. Lima macam E. Satu macam 4. Dari berbagai jenis sampah dibawah ini, yang termasuk Garbage (sampah dari dapur) adalah : A. Sisa makanan B. Dedaunan C. Pecahan piring D. Kertas bekas bungkus tempe E. Plastik bekas belanja. 5. Menurut Bapak/Ibu, hal – hal yang tidak mempengaruhi jumlah produksi sampah adalah : A. Perilaku masyarakat B. Sistem pengambilan dan pengangkutan sampah C. Jumlah penduduk D. Adanya sarana pengangkutan E. Pengambilan bahan yang bisa dipergunakan dari sampah 6. Berapa jumlah sampah yang dihasilkan oleh setiap orang/hari ? A. 2,5 KG B. 2,5 liter C. 5 liter D. 0,5 liter E. 2,0 kg 7. Sumber penimbulan sampah yang paling banyak menghasilkan sampah dan menimbulkan masalah adalah : A. Pemukiman B. Tempat – tempat Umum C. Sarana/kantor Pemerintah D. Industri E. Pertanian 8. Beberapa alasan kesulitan penanganan sampah pemukiman, terutama karena : A. Jenis sampahnya bermacam – macam
123
B. C. D. E.
Letaknya yang perpencar Kurangnya sarana pengangkutan Sampah tidak terpisah antara yang basah dan kering Jumlahnya sangat banyak
9. Siapakah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah : A. Pemerintah B. Petugas yang ditunjuk C. Masyarakat D. Pemulung sampah E. Bersama – sama petugas,masyarakat dan pemerintah 10. Waktu berbelanja ke pasar ibu membawa kantong plastik dari rumah, maka tindakan ibu tersebut adalah : A. Menggunakan barang yang tidak berguna (recycling) B. Memanfaatkan kembali barang yang tidak berguna (Reuse) C. Mengurangi timbulnya sampah (Reduce) D. Menemukan kegunaan barang yang sebenarnya tidak terpakai (recovery) E. Memeri nilai barang yang dianggap sampah (Revalue) 11. Sebelum diambil petugas, berapakah lama waktu maksimal sampah tersimpan di rumah ? A. Dua hari B. Empat hari C. Lima hari D. Tiga hari E. Satu hari 12. Dalam penanganan sampah, apakah perlu dipisahkan antara sampah organic dan an organic, karena : A. Tidak perlu karena merepotkan B. Perlu karena sampah organic dapat menjadi pupuk, tetapi anorganik tidak ada gunanya C. Perlu supaya memudahkan petugas D. Perlu karena sampah an organic dapat dijual, sedangkan organic dapat langsung dibuang dikebun atau sungai. E. Perlu dapat memberikan keuntungan ekonomi dan kebersihan lingkungan. 13. Tempat penyimpanan sampah dirumah sebaiknya minimal berjumlah : A. Tiga buah supaya dapat menampung bila petugas tidak datang. B. Cukup satu yang dapat menampung untuk beberapa hari
124
C. Empat agar dapat digunakan secara bergantian D. Dua dipisahkan antara sampah basah dan kering E. Semua benar sesuai kemampuan. 14. Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak social , kecuali A. Sumber penular penyakit B. Mengurangi keindahan C. Menimbulkan kerawanan social/keributan D. Menyebabkan pencemaran lingkungan E. Adanya pemulung yang datang. 15. Dalam pengelolaan sampah, yang menjadi tanggung jawab masyarakat adalah : A. Penimbulan sampah, Penanganan dan Pemilahan B. Penimbulan sampah, Penanganan dan Pemilahan, Pengumpulan. C. Cukup pengumpulan D. Penimbulan sampah, Penanganan dan Pemilahan, Pengumpulan, Pengangkutan E. Penimbulan sampah, Penanganan dan Pemilahan, Pengumpulan,pembuangan C. Pengukuran Sikap. Setiap pernyataan terdapat 5 pilihan, berilah tanggapan sesuai menurut bapak/Ibu. 1. Sampah merupakan barang yang tidak bernilai, maka tidak perlu dikelola A. Sangat Setuju D. Tidak Setuju B. Setuju E. Sangat Tidak Setuju C. Netral 2. Meskipun banyak kesibukan saya, tetapi perlu ikut mengelola sampah A. Saya Sangat Setuju D. Tidak Setuju B. Setuju E. Sangat Tidak Setuju C. Netral 3. hadir bila ada pertemuan membahas pengelolaan sampah A. Sangat Setuju B. Setuju C. Netral
D. Tidak Setuju E. Sangat Tidak Setuju
125
4. Pembuangan sampah dengan dibakar bukan cara yang baik A. Sangat Setuju B. Setuju C. Netral
D. Tidak Setuju E. Sangat Tidak Setuju
5. Sampah yang berserakan bukan suatu masalah karena tidak ada dampak negatif. A. Sangat Setuju B. Setuju C. Netral
D. Tidak Setuju E. Sangat Tidak Setuju
6. Sampah yang membusuk dapat menjadi sarang penyakit A. Sangat Setuju B. Setuju C. Netral
D. Tidak Setuju E. Sangat Tidak Setuju
7. Membuang sampah ke sungai adalah cara terbaik karena sampah langsung hilang. A. Sangat Setuju B. Setuju C. Netral
D. Tidak Setuju E. Sangat Tidak Setuju
8. Karena lahan untuk membuang sampah masih luas, maka sampah cukup dibuang di kebun A. Sangat Setuju B. Setuju C. Netral
D. Tidak Setuju E. Sangat Tidak Setuju
9. Setiap keluarga diminta menyediakan tempat sampah terpisah sampah basah dan kering A. Sangat Setuju B. Setuju C. Netral
D. Tidak Setuju E. Sangat Tidak Setuju
126
10. Sampah dari pemukiman lebih banyak jenisnya daripada tempat lain A. Sangat Setuju B. Setuju C. Netral
D. Tidak Setuju E. Sangat Tidak Setuju
11. Pengelolaan sampah dengan cara pemisahan sangat merepotkan A. Sangat Setuju B. Setuju C. Netral
D. Tidak Setuju E. Sangat Tidak Setuju
12. Saya akan mendukung cara pengelolaan sampah mandiri A. Sangat Setuju B. Setuju C. Netral
D. Tidak Setuju E. Sangat Tidak Setuju
13. Pengelolaan sampah sebaiknya diserahkan pada petugas dari Dinas Kebersihan A. Sangat Setuju B. Setuju C. Netral
D. Tidak Setuju E. Sangat Tidak Setuju
14. Pengelolaaan sampah secara mandiri mendatangkan keuntungan ekonomi A. Sangat Setuju B. Setuju C. Netral
D. Tidak Setuju E. Sangat Tidak Setuju
15. Mengelola sampah dengan baik sebagai pendidikan bagi anak – anak untuk mencitai lingkungan. A. Sangat Setuju B. Setuju C. Netral
D. Tidak Setuju E. Sangat Tidak Setuju
127
D. Pengukuran Perilaku 1. Kebersihan sekitar rumah A. Sampah Banyak berserakan B. Sampah dikumpulkan pada suatu tempat C. Rumah bersih dari sampah 2. Ketersediaan Tempat sampah di rumah A. Tidak ada tempat penampungan sampah B. Ada tetapi hanya 1 C. Ada lebih dari 1 3. Jenis tempat sampah yang tersedia terbuat dari : A. Bambu B. Plastik C. Kaleng/logam 4. Penggunaan Tempat sampah A. Sampah tidak dipisahkan B. Sampah sudah dipisahkan 5. Perlakuan terhadap sampah kertas A. Dibakar B. Dibuang ke sungai C. Dikumpulkan 6. Perlakuan terhadap sampah plastik A. Dibakar B. Dikubur C. Dibuang ke sungai D. Dikumpulkan 7. Perlakuan terhadap sampah basah A. Dibakar B. Dibuang ke sungai C. Dikumpulkan dibuat kompos