TESIS
DESA BUDAYA KERTALANGU SEBAGAI USAHA DAYA TARIK WISATA DI KOTA DENPASAR
NI KETUT WIWIEK AGUSTINA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012 TESIS
DESA BUDAYA KERTALANGU SEBAGAI USAHA DAYA TARIK WISATA DI KOTA DENPASAR
NI KETUT WIWIEK AGUSTINA NIM 0991061031
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012 DESA BUDAYA KERTALANGU SEBAGAI USAHA DAYA TARIK WISATA DI KOTA DENPASAR
DESA BUDAYA KERTALANGU SEBAGAI USAHA DAYA TARIK WISATA DI KOTA DENPASAR
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Kajian Pariwisata, Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI KETUT WIWIEK AGUSTINA NIM 0991061031
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
Lembar Pengesahan
Tesis Ini Telah Disetujui Tanggal 10 Januari 2012
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Nyoman Sirtha, SH., MS NIP 194409291973021001
Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc NIP 195302111982031001
Mengetahui
Ketua Program Studi Kajian Pariwisata, Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr.Nyoman Sirtha, SH., MS (K) NIP 194409291973021001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, SP.S NIP 195902151985102001
Penetapan Panitia Penguji Tesis
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 18 Januari 2012
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No : 117/ UN14.4/HK/2012 Tanggal 16 Januari 2012
Ketua
: Prof. Dr. Nyoman Sirtha, SH., MS
Sekretaris Anggota
: Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc :
1. Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS 2. Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP 3. Dra. A.A Kartika Dewi, M.M
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung wara nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Desa Budaya Kertalangu Sebagai Usaha Daya Tarik Wisata di Kota Denpasar.” Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (K) selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. 2. Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, SP (K) selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi karyasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. 3. Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS selaku Ketua Program Studi Magister Kajian Pariwisata sekaligus sebagai Pembimbing I, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi karyasiswa serta atas segala perhatian, dorongan, saran dan kesabaran yang diberikan kepada penulis dalam membimbing penyusunan tesis ini. 4. Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc selaku Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali serta sebagai Pembimbing II, atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Strata 2, dan atas bimbingan, masukan, serta saran dalam penyempurnaan penyusunan tesis ini. 5. Seluruh jajaran Pimpinan dan Senat Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali atas ijin, kesempatan dan bantuan finansial yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menempuh pendidikan Strata 2.
6. Para dosen penguji, yaitu Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS, Dr. Ir. Syamsul Alam Paturusi, MSP, dan
Dra. A.A Kartika Dewi, M.M, yang telah memberikan
banyak masukan, saran dan koreksi untuk menyempurnakan tesis ini. 7. Seluruh dosen pengajar dan staf administrasi pada Program Studi Magister Kajian Pariwisata. 8.
Kepala Desa Kesiman Kertalangu, Bapak Ida Bagus Bima Putra, atas segala bantuan informasi, ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di wilayah Desa Kesiman Kertalangu.
9. Pimpinan PT.Uber Sari, Bapak Dewa Ngurah Rai beserta seluruh manajemen dan staff selaku pengelola kawasan Desa Budaya Kertalangu atas segala bantuan, ijin, dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian. 9. Kedua orang tua, suami dan anak tercinta Julian, atas doa, dorongan, perhatian, bantuan dan semangat yang diberikan kepada penulis. 10. Seluruh rekan-rekan angkatan IX Program Studi Magister Kajian Pariwisata, serta berbagai pihak yang telah membantu penelitian serta penyusunan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua, dan mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan dan penyusunan tesis ini.
Denpasar, Desember 2011
Penulis
ABSTRAK DESA BUDAYA KERTALANGU SEBAGAI USAHA DAYA TARIK WISATA DI KOTA DENPASAR Kepariwisataan di Bali khususnya, telah memberikan pengaruh nyata yang besar terhadap perekonomian regional. Sektor pariwisata akan tetap menjadi sektor terdepan (leading sector) dalam pembangunan ekonomi daerah Bali di masa-masa mendatang. Untuk menyikapi hal tersebut maka Pemerintah Propinsi Bali melalui Dinas Pariwisata dan instansi terkait lainnya berupaya membenahi dan menata daya tarik wisata yang ada serta mengembangkan desa-desa yang memiliki potensi pariwisata, salah satunya adalah Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Berdasarkan kesepakatan bersama maka dibentuklah Desa Budaya Kertalangu yang diresmikan pada 22 Juni 2007. Sebagai usaha daya tarik wisata yang relatif baru, Desa Budaya Kertalangu memiliki misi konservasi, edukasi dan eksistensi budaya Bali. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan keberadaan Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata yang relatif baru di Kota Denpasar dari perspektif wisatawan yang berkunjung khususnya mengenai motivasi dan persepsi mereka. Penelitian dilakukan di Desa Budaya Kertalangu pada bulan Oktober 2011, sebagai informan adalah Kepala Desa Kesiman Kertalangu, dan pengelola Desa Budaya Kertalangu beserta staf yang dilakukan dengan teknik purposive sampling. Sebagai responden adalah 30 orang wisatawan asing dan nusantara, dimana pengambilan sampel dilakukan dengan teknik accidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan potensi budaya dan alamiah yang dimiliki Desa Budaya Kertalangu sangat besar dan masih banyak yang bisa dikembangkan. Potensi-potensi inilah sebagai motivasi yang mendorong wisatawan untuk berkunjung, dimana didominasi oleh motivasi fisik (physical motivators) yaitu sebanyak 30% responden. Sedangkan persepsi wisatawan yang mengunjungi Desa Budaya Kertalangu ditinjau dari variabel atraksi-atraksi, indikator yang memperoleh penilaian Sangat Baik (SB) adalah pemandangan alam dengan skor 5,0 pertanian dengan skor 4,4 dan aktivitas masyarakat dengan skor 4,3. Ditinjau dari variabel aksesibilitas, indikator-indikator yang memperoleh penilaian Baik (B) adalah lokasi obyek dan kondisi jalan menuju lokasi dengan skor 4,0. Berikutnya dari variabel amenitas/fasilitas-fasilitas, indikator jogging track dan kolam pancing mendapatkan penilaian persepsi Sangat Baik (SB) dengan skor 4,6 dan 4,4. Dari variabel terakhir organisasi kepariwisataan/ pengelola, indikator yang memperoleh penilaian persepsi baik (B) yaitu keamanan dengan skor 4,0. Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata secara keseluruhan mendapat penilaian persepsi yang baik, namun perlu segera ditindaklanjuti indikator-indikator yang dinilai buruk oleh para responden agar dapat meningkatkan penilaian persepsi dari para pengunjung serta
dapat memberikan pengalaman wisata yang lebih berkesan. Kata kunci: Potensi, Motivasi, Persepsi, Usaha Daya Tarik Wisata.
ABSTRACT DESA BUDAYA KERTALANGU AS A TOURIST ATTRACTION IN DENPASAR
Tourism especially in Bali, has given a real big influence into the regional economy. Tourism sector will remain as the leading sector for Bali’s economy for many years to come. In order to anticipate it, Bali provincial government through the tourism authority and other related divisions try to improve, and restructure the available tourist attractions, also develop new tourist attractions throughout the villages in Bali. One of those villages is Kesiman Kertalangu village, Denpasar Timur district, in Denpasar city. Based on a mutual agreement, Desa Budaya Kertalangu was officially opened on June 22nd, 2007. As a relatively new tourist attraction, Desa Budaya Kertalangu has a mission to bring conservation, education and Balinese cultural values. The research purpose is to know Desa Budaya Kertalangu potencies and its well being as a relatively new tourist attraction in Denpasar city, from the tourist’s perspectives, especially concerning their motivation and perception about Desa Budaya Kertalangu. The research was conducted in October 2011, the informants were the Head of Kesiman Kertalangu Village, the manager of Desa Budaya Kertalangu and several staffs taken as samples through purposive sampling method. While the respondents were 30 foreign and domestic tourists taken as samples through accidental sampling method. The result shows that Desa Budaya Kertalangu, has an abundant cultural and natural potencies which still require to be developed. These potencies act as the motivators encouraging the tourists to visit. The dominant motivator is physical ones, which 30% of the respondents claimed. While the tourists’ perception about Desa Budaya Kertalangu regarding attraction variables, indicates landscape/view, agriculture, and community activities as Very Good (VG) with 5,0, 4,4 and 4,3 score. From the accessibility variable, indicators which get Good (G) perception scores of 4,0 are location and the road’s condition to location. Next, from the amenities/facilities variable, jogging track and fishing pond indicators get Very Good (VG) perception from the respondents with 4,6 and 4,4. And the last from tourist organization variable, security indicator gets a Good (G) perception from the respondents with 4,0 score. Based on the research, generally speaking, the existence of Desa Budaya Kertalangu as a tourist attraction gets a good perception, although
some indicators which get bad perception grades from the visitors require to be improved, and be able to deliver a more memorable tour experience.
Key words: Potencies, Motivators, Perception, Tourist Attraction.
RINGKASAN
Kepariwisataan telah memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia khususnya perekonomian Bali, dimana pariwisata telah menjadi generator bagi pembangunan Bali, paling tidak dalam dua dasa warsa terakhir. Lebih lanjut dikatakan bahwa sektor pariwisata akan tetap menjadi sektor terdepan (leading sector) dalam pembangunan ekonomi daerah Bali di masa-masa mendatang. Walaupun kunjungan wisatawan ke Bali mengalami fluktuasi yang disebabkan oleh berbagai faktor, namun kondisinya terus mengalami peningkatan. Untuk itu Pemerintah Propinsi Bali melalui Dinas Pariwisata dan instansi terkait lainnya, terus berupaya membenahi dan menata obyek-obyek dan daya tarik wisata yang ada serta mengembangkan desa-desa yang memiliki potensi pariwisata. Salah satu desa tersebut adalah Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Berawal dari pertemuan intensif para tokoh masyarakat, kelian banjar adat, pemilik tanah, organisasi subak, beserta segenap aparat desa, maka terbentuklah Desa Budaya Kertalangu yang diresmikan pada 22 Juni 2007, yang membawa misi konservasi pertanian tradisional, edukasi pertanian dan budaya bali serta menjaga eksistensi budaya Bali ditengah era modernisasi saat ini. Ketersediaan tempat rekreasi, apalagi dikelola swasta, biasanya tidak gratis meski sekadar berkunjung. Dari setiap pengunjung biasanya dipungut biaya karcis masuk. Namun, berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu hingga sejauh ini justru gratis.
Mengenai biaya
pemeliharaan dan biaya operasional lainnya, pihak manajemen mengakui estimasi awal segala produk dari Kertalangu akan langsung laku hingga mancanegara, termasuk bisa cepat mendapatkan donatur yang peduli terhadap pelestarian budaya pertanian Bali. Namun, dalam perjalanannya ternyata belum membuahkan hasil seperti diharapkan (Kompas online edisi 6 Juni 2008, diakses tanggal 31 September 2009). Produk Desa Budaya Kertalangu hingga saat ini masih menjadi kendala, dimana seharusnya produk wisata mendapatkan persepsi yang baik dari wisatawan karena berkaitan dengan kesan yang didapatkan selama berada di daerah tujuan wisata. Hal ini sesuai dengan pendapat Suwantoro (1997: 48) yang menyatakan bahwa citra wisata dan kesan (image) perjalanan seorang wisatawan di suatu daerah pada hakikatnya tergantung pada produk wisata yang tersedia. Untuk itu dipandang perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang bertujuan untuk mengetahui potensi wisata yang dimiliki Desa Budaya Kertalangu, motivasi wisatawan untuk berkunjung serta bagaimana persepsi wisatawan terhadap produk Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar, karena belum pernah diadakan penelitian serupa di lokasi penelitian ini sebelumnya. Penelitian dilakukan pada periode bulan Oktober 2011, dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, penyebaran angket/kuisioner serta dikombinasikan dengan studi dokumentasi. Untuk teknik pengambilan sampel sebanyak 5 orang informan kunci, dilakukan dengan teknik purposive sampling, dan untuk pengambilan sampel kuisioner adalah 30 orang responden yang dilakukan
dengan teknik accidental sampling. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori motivasi, teori persepsi, dan teori the tourist qualities of a destination. Motivasi wisatawan untuk berkunjung dianalisis dengan menggunakan 4 variabel motivasi dari Mc.Intosh, yaitu: motivasi fisik (physical motivators), motivasi kebudayaan (cultural motivators), motivasi pribadi (interpersonal motivators), dan motivasi status dan prestise (status and prestige motivators). Sedangkan untuk menganalisis persepsi digunakan teori persepsi untuk mengetahui persepsi responden terhadap variabel-variabel produk wisata yang termasuk dalam teori the tourist qualities of a destination dari Burkart dan Medlik. Adapun variabel-variabel tersebut adalah atraksi-atraksi (attractions), aksesibilitas (accessibility), amenitas/ fasilitasfasilitas (amenities/ facilities), serta organisasi wisatawan/ pengelola (tourist organization). Variabel-variabel persepsi ini lalu diukur dengan menggunakan Skala Likert untuk memperoleh skor masing-masing. Berdasarkan hasil penelitian, observasi dan wawancara yang telah dilakukan, maka dapat diuraikan sebagai berikut; potensi yang dimiliki Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar, dibagi menjadi 2 kategori yaitu potensi budaya dan alamiah. Potensi budaya yang dimiliki Desa Budaya Kertalangu dapat kita lihat dari beberapa fasilitas penunjang serta produk wisata yang dikemas dalam bentuk program-program edukasi bagi para pengunjung untuk menambah wawasan mengenai budaya Bali, khususnya budaya masyarakat Desa Kesiman Kertalangu, seperti seni arsitektur yang digunakan dalam
pembangunan dan penataan fasilitas-fasilitas penunjang, pementasan seni tari-tarian seperti Tari Barong dan Kecak, Joged Bumbung, Legong dan Jegog yang dilaksanakan berdasarkan permintaan konsumen (based upon request), serta aktivitas-aktivitas budaya yang dilakukan oleh masyarakat setempat dalam bentuk ritual keagamaan yang dilakukan oleh krama subak, maupun aktivitas sehari-hari warga Desa Kesiman Kertalangu khususnya yang melakukan kegiatan bercocok tanam di persawahan serta program edukasi dalam Pesraman Budaya Bali, dimana pengunjung dapat belajar menari, belajar mejejahitan, belajar memasak, belajar melukis serta belajar menabuh. Seluruh potensi budaya ini memanfaatkan sumber daya manusia dari masyarakat setempat. Sementara potensi alamiah berupa pertanian dan bentang alam dapat dinikmati oleh pengunjung melalui berbagai aktivitas yang dikemas dalam produk-produk wisata yang berbentuk atraksi wisata maupun fasilitas yang melengkapinya, seperti jogging track, fasilitas outbound dan lahan edukasi pertanian, serta bale bengong (gazebo). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada periode Oktober 2011 terhadap 30 orang responden wisatawan asing dan nusantara yang berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu, diketahui terdapat beragam motivasi yang mendorong mereka untuk berkunjung, yaitu sebagai berikut; 9 orang (30%) menyatakan motivasi mereka untuk berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu adalah untuk berolahraga, 7 orang (23,3%) untuk refreshing/ penyegaran, 4 orang (13,4%) untuk relaksasi, 3 orang (10%) untuk melakukan interaksi sosial, 3 orang (10%) untuk berkumpul
dengan teman/ keluarga, 3 orang (10%) untuk melihat hal-hal yang berhubungan dengan kesenian, dan 1 orang (3,3%) untuk merasakan petualangan. Sementara hasil pengolahan data persepsi 30 orang responden wisatawan asing dan nusantara sebagai sampel penelitian selama periode Oktober 2011 dengan menggunakan konversi data melalui Skala Likert adalah sebagai berikut: ditinjau dari variabel atraksi-atraksi yang menjadi produk wisata di Desa Budaya Kertalangu, indikator pemandangan alam, pertanian, dan aktivitas masyarakat memperoleh persepsi yang sangat baik (SB) dari para responden dengan skor 5,0, 4,4 dan 4,3. Sedangkan yang memperoleh penilaian persepsi cukup (C) adalah indikator hiburan yaitu dengan skor sebesar 3,4. Berikutnya dari variabel aksesibilitas, indikator lokasi obyek dan kondisi jalan menuju lokasi mendapatkan penilaian persepsi baik (B) dengan skor masing-masing sebesar 4,0. Sedangkan untuk indikator jarak dari bandara dan transportasi menuju lokasi memperoleh penilaian persepsi cukup (C) dari para responden dengan jumlah skor masing-masing sebesar 3,4. Ditinjau dari variabel amenitas/fasilitas-fasilitas, indikator jogging track dan kolam pancing mendapatkan penilaian persepsi sangat baik (SB) dengan skor 4,6 dan 4,4. Sedangkan yang mendapatkan indikator dengan skortu 3,3 adalah indikator toilet dengan penilaian persepsi cukup (C). Variabel terakhir adalah organisasi kepariwisataan/ pengelola dimana indikator yang memperoleh penilaian persepsi baik (B) yaitu keamanan dengan skor tertinggi 4,0 sedangkan yang mendapatkan penilaian persepsi cukup (C) adalah indikator promosi dengan perolehan skor sebesar 3.2.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa keberadaan Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar secara keseluruhan mendapatkan persepsi yang baik dari para pengunjung. Misi yang dibawa perlu dipertahankan dan penataan serta pengembangan produk-produk wisata yang ditawarkan Desa Budaya Kertalangu perlu ditingkatkan lagi di masa depan dengan memperhatikan indikator-indikator yang mendapat penilaian persepsi buruk dari para pengunjung. Untuk itu diperlukan kerjasama antara semua pihak yang terkait untuk sama-sama memajukan keberadaan Desa Budaya Kertalangu menjadi usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar.
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM
..………………………………………………..
i
PRASYARAT GELAR ………………………………………………
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………...
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI …………………………………
iv
UCAPAN TERIMAKASIH
v
ABSTRAK
…………………………………………
…………………………………………………………..
vii
…………………………………………………………
viii
ABSTRACT RINGKASAN
………………………………………………………
ix
DAFTAR ISI
………………………………………………………..
xiv
DAFTAR TABEL ……………………………………………………
xvii
DAFTAR GAMBAR
xviii
………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …………………………………………………… 1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………….. 1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………… 1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………...
1 5 6 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka ……………………………………………………. 2.2 Konsep …………………………………………………………… 2.2.1 Potensi Wisata …………………………………………… 2.2.2 Produk Wisata ….………………………………………… 2.2.3 Desa Wisata (Pariwisata Perdesaan) ……………………….. 2.2.4 Usaha Daya Tarik Wisata ………………………………….. 2.3 Landasan Teori ……………………………………………………. 2.3.1 Teori Motivasi ….………………………………………….. 2.3.2 Teori Persepsi ………..…………………………………… 2.3.3 Teori The Tourist Qualities of a Destination ……………
8 11 11 12 14 16 18 18 20 23
2.4 Model Penelitian …………………………………………………..
25
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ……………………………………………... 3.2 Lokasi Penelitian ………………………………………………….. 3.3 Jenis dan Sumber Data ………………………………………… 3.4 Teknik Pengumpulan Data ………………………………………. 3.5 Teknik Pengambilan Sampel ……………………………………... 3.6 Identifikasi Variabel …………………………………………….. 3.7 Analisis Data ……..……………………………………………… 3.8 Penyajian Hasil Analisis Data ……………………………………..
29 29 31 31 32 34 36 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi dan Obyek Penelitian ………………... 4.1.1 Kondisi Geografis Desa Kesiman Kertalangu ……………… 4.1.2 Kondisi Demografis Desa Kesiman Kertalangu …………… 4.1.3 Sejarah Berdirinya Usaha Daya Tarik Wisata Desa Budaya Kertalangu ………………………………………………… 4.2 Karakteristik Responden ………………………………………… 4.2.1 Jenis Kelamin …………………………………………….. 4.2.2 Daerah Asal ………………………………………………. 4.2.3 Tingkat Usia ……………………………………………… 4.2.4 Pekerjaan …………………………………………………. 4.2.5 Frekuensi Kunjungan ……………………………………. 4.2.6 Lama Tinggal (length of stay) …………………………….. 4.2.7 Lokasi Tinggal ……………………………………………. 4.3 Potensi Desa Budaya Kertalangu Sebagai Usaha Daya Tarik Wisata di Kota Denpasar ………………………………………………… 4.3.1 Potensi Budaya …………………………………………… 4.3.2 Potensi Alamiah ………………………………………….. 4.4 Motivasi Wisatawan Untuk Mengunjungi Desa Budaya Kertalangu Sebagai Usaha Daya Tarik Wisata di Kota Denpasar ……………. 4.4.1 Motivasi-motivasi fisik (Physical motivators) ...................... 4.4.2 Motivasi-motivasi kebudayaan (Cultural motivators) ......... 4.4.3 Motivasi-motivasi pribadi (Interpersonal motivators) ........ 4.4.4 Motivasi-motivasi status dan prestise (Status and prestige motivators) ................................................................
4.5 Persepsi Wisatawan Terhadap Produk Desa Budaya Kertalangu
39 39 40 42 45 46 47 48 48 50 50 51
52 52 60
66 70 72 73 74
Sebagai Salah Satu Usaha Daya Tarik Wisata di Kota Denpasar … 4.5.1 Persepsi Wisatawan Terhadap Atraksi-atraksi di Desa Budaya Kertalangu ………………………………….. 4.5.2 Persepsi Wisatawan Terhadap Aksesibilitas di Desa Budaya Kertalangu ………………………………….. 4.5.3 Persepsi Wisatawan Terhadap Amenitas/ FasilitasFasilitas di Desa Budaya Kertalangu ……………………… 4.5.4 Persepsi Wisatawan Terhadap Organisasi Kepariwisataan/ Pengelola di Desa Budaya Kertalangu …………………….
75 76 78 79 81
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ………………………………………………............... . 5.2 Saran ………………………………………………....................
89 92
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..
89
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
3.1
Variabel penelitian dan indikatornya …………………………….
35
3.2
Skala Likert ………………………………………………………
37
4.1
Komposisi Penduduk Desa Kesiman Kertalangu Menurut Mata Pencaharian …………………………………………………
42
4.2
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin …………….
46
4.3
Karakteristik Responden Berdasarkan Daerah Asal ………………
47
4.4
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Usia ……………..
48
4.5
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
49
4.6
Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Kunjungan ..……
50
4.7
Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal ..……………
51
4.8
Karakteristik Responden Berdasarkan Lokasi Tinggal ..…………..
52
4.9
Persepsi Wisatawan Terhadap Atraksi-atraksi di Desa Budaya Kertalangu
4.10
..………………
………………………………………………
77
Persepsi Wisatawan Terhadap Aksesibilitas di Desa Budaya Kertalangu
………………………………………………. 78
4.11 Persepsi Wisatawan Terhadap Amenitas/ Fasilitas-fasilitas di Desa Budaya Kertalangu
………………………………………… 80
4.12 Persepsi Wisatawan Terhadap Organisasi Wisatawan/ Pengelola di Desa Budaya Kertalangu ………………………………………..
82
AFTAR GAMBAR
No.
Halaman
2.1
Model Penelitian
……………………………………………..
28
3.1
Peta Lokasi Penelitian …………………………………………..
30
4.1
Seni arsitektur tradisional bali pada fasilitas penunjang di Desa Budaya Kertalangu ……………………………………
54
4.2
Pementasan Seni Tari Bali
………………………………………
56
4.3
Paket edukasi belajar melukis di Desa Budaya Kertalangu ……..
58
4.4
Paket edukasi membuat kerajinan keramik dan kaca …………….
58
4.5
Paket edukasi belajar mejejahitan ………………………………..
59
4.6
Jogging Track di Desa Budaya Kertalangu
62
4.7
Menunggang kuda pony di Desa Budaya Kertalangu
4.8
Aktivitas outbound di Desa Budaya Kertalangu
4.9
Bale bengong di Desa Budaya Kertalangu
……………………. …………..
63
………………..
64
……………………..
65
4.10 Pemenuhan motivasi fisik dengan melakukan kegiatan olahraga jogging yang merupakan produk wisata di Desa Budaya Kertalangu
71
4.11 Pemenuhan motivasi kebudayaan dengan melakukan aktivitas belajar menari yang merupakan produk wisata di Desa Budaya Kertalangu
72
4.12 Pemenuhan motivasi pribadi dengan berkumpul bersama teman dan keluarga sambil menikmati produk – produk wisata yang ditawarkan Desa Budaya Kertalangu …………………….
73
4.13 Pemenuhan motivasi karena status atau prestise dengan menyalurkan hobi memancing di kolam pancing Desa Budaya Kertalangu …..
74
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, kepariwisataan di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi;
meningkatkan
kesejahteraan
rakyat;
menghapus kemiskinan; mengatasi pengangguran; melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya; memajukan kebudayaan; mengangkat citra bangsa; memupuk rasa cinta tanah air; memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan mempererat persahabatan antar bangsa. Dengan demikian, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sarana untuk menciptakan kesadaran akan identitas nasional dan kebersamaan dalam keragaman. Pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang berorientasi pada
pengembangan
wilayah,
bertumpu
kepada
masyarakat,
dan
bersifat
memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek, seperti sumber daya manusia, pemasaran, destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas sektor, kerjasama antar negara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab
dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya (penjelasan UU No. 10 tahun 2009). Kepariwisataan di Bali khususnya telah memberikan pengaruh nyata yang besar terhadap perekonomian regional. Hal ini diperkuat oleh kajian tim konsultan dari Bali. Management Project and Comprehensive Tourism Development Plan for Bali, (Erawan, 1993: 12) menyimpulkan bahwa pariwisata telah menjadi generator bagi pembangunan Bali, paling tidak dalam dua dasa warsa terakhir. Lebih lanjut dikatakan bahwa sektor pariwisata akan tetap menjadi sektor terdepan (leading sector) dalam pembangunan ekonomi daerah Bali di masa-masa mendatang. Berdasarkan data Disparda Propinsi Bali tahun 2010, kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali mengalami fluktuasi, khususnya dalam 6 tahun terakhir dimana perkembangan kepariwisataan di Bali mengalami tahun-tahun yang sulit diakibatkan berbagai faktor eksternal maupun internal. Tahun 2004 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali adalah 1.458.309 orang atau meningkat sebanyak 46,85 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 993.029 orang. Sedangkan tahun 2005, pariwisata Bali kembali dilanda bom 1 Oktober 2005 yang mengakibatkan jumlah kunjungan turun 4,93 % yaitu menjadi 1.386.449 orang. Dampak bom di tahun 2005 masih berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisman ke Bali di tahun 2006 yang mengakibatkan penurunan lagi sebesar 9,10 % menjadi sebanyak 1.260.317 orang. Tanda ke arah pemulihan mulai terlihat di tahun
2007, ditandai dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisman ke Bali sebesar 31,10 % yaitu sebanyak 1.664.854 orang. Begitu juga di tahun 2008 menunjukkan pertumbuhan yang sangat progresif yaitu sebesar 1.968.892 orang atau meningkat sebesar 18,26 %. Selanjutnya di tahun 2009 data menunjukkan peningkatan kembali sebesar 13,26% dengan jumlah kunjungan wisman 2.229.945 orang. Peningkatan kunjungan wisman tersebut kembali berlanjut pada tahun 2010 dengan jumlah kunjungan sebanyak 2.493.058 orang atau meningkat sebesar 11,80%. Data historis menunjukkan bahwa tahun 2010 merupakan pencapaian jumlah kunjungan wisman terbanyak untuk Bali dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Untuk menyikapi hal tersebut maka Pemerintah Propinsi Bali melalui Dinas Pariwisata dan instansi terkait lainnya berupaya membenahi dan menata obyek-obyek dan daya tarik wisata yang ada serta mengembangkan desa-desa yang memiliki potensi pariwisata di seluruh kabupaten di Bali. Agar keberlangsungan pariwisata di Bali tetap terjaga, seluruh komponen pendukung dan pemangku kebijakan pariwisata diharapkan tetap menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan alam dan budaya sebagai modal dasar pariwisata Bali, sebagaimana telah ditetapkan dalam Perda No 3 tahun 1991 tentang pariwisata budaya yang diterapkan di Bali. Salah satu desa di Bali yang mengalami pengembangan untuk menjadi daya tarik wisata tersebut adalah Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Berawal dari pertemuan intensif para tokoh masyarakat, kelian banjar adat, pemilik tanah, organisasi subak, beserta segenap aparat desa, dengan agenda
pembahasan: “bagaimana mempertahankan kawasan jalur hijau Desa Kesiman Kertalangu agar tetap hijau, namun memiliki nilai tambah ekonomi bagi masyarakat sekitar,” maka lahirlah gagasan untuk mengembangkan kawasan menjadi obyek wisata
baru,
dengan
nama:
“Desa
Budaya
Kertalangu”
(http://www.visitkertalangu.com diakses tanggal 10 Januari 2011). Kawasan Desa Budaya Kertalangu berada di tengah lahan persawahan seluas 80 hektar yang terletak di kecamatan Denpasar Timur ini mengalami perkembangan yang cukup pesat sejak pertama kali diresmikan pada tanggal 22 Juni 2007 lalu. Saat ini Desa Budaya Kertalangu dikelola oleh pihak swasta yaitu PT.Uber Sari yang bekerjasama dengan desa dinas dan desa adat setempat.
Ketersediaan tempat
rekreasi, apalagi dikelola swasta, biasanya tidak gratis meski sekadar berkunjung. Dari setiap pengunjung biasanya dipungut biaya karcis masuk. Namun, berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu hingga sejauh ini justru gratis.
Mengenai biaya
pemeliharaan dan biaya operasional lainnya, pihak manajemen mengakui estimasi awal segala produk dari Kertalangu akan langsung laku hingga mancanegara, termasuk bisa cepat mendapatkan donatur yang peduli terhadap pelestarian budaya pertanian Bali. Namun, dalam perjalanannya ternyata belum membuahkan hasil seperti diharapkan (Kompas online edisi 6 Juni 2008, diakses tanggal 31 September 2009). Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan, produk Desa Budaya Kertalangu hingga saat ini masih menjadi kendala. Banyak atraksi dan fasilitas wisata
yang ditujukan untuk pengunjung kondisinya saat ini kurang baik, seperti lintasan lari (jogging track) yang sudah banyak berlubang di beberapa tempat, kondisi venue yang kurang terawat, sampah-sampah plastik yang banyak berserakan di sekitar parit dan kolam pancing, papan nama yang kurang terawat, papan pengumuman shuttle bus yang sudah rusak, kondisi taman yang kurang tertata, hingga keberadaan toilet di pinggir lintasan lari (jogging track) yang kondisinya cukup memprihatinkan karena tidak terurus dan bahkan telah ditumbuhi tanaman liar. Kendala produk Desa Budaya Kertalangu ini memerlukan penanganan lebih lanjut, dimana seharusnya produk wisata dipersepsikan dengan baik oleh wisatawan, karena berkaitan dengan kesan yang didapatkan selama berada di daerah tujuan wisata. Hal ini sesuai dengan pendapat Suwantoro (1997: 48) yang menyatakan bahwa citra wisata dan kesan (image) perjalanan seorang wisatawan di suatu daerah pada hakikatnya tergantung pada produk wisata yang tersedia. Untuk itu dipandang perlu melakukan suatu kajian mengenai persepsi wisatawan terhadap produk Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata yang relatif baru di Kota Denpasar
Rumusan Masalah Mengacu pada latar belakang, maka perumusan masalah sebagai dasar pengembangan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apa potensi yang dimiliki oleh Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar? 2. Apa motivasi wisatawan untuk berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu pilihan usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar? 3. Bagaimana persepsi wisatawan terhadap produk Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis keberadaan Desa
Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata yang relatif baru di Kota Denpasar dari perspektif wisatawan yang berkunjung. 1.3.2
Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui potensi Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar. 2. Untuk mengetahui motivasi wisatawan yang berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar. 3. Untuk mengetahui persepsi wisatawan terhadap produk Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, antara lain: 1. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para pelaku pariwisata dan pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun masyarakat dalam mengambil kebijakan yang dianggap perlu untuk
mengoptimalkan produk Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar. 2. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya sumber referensi ilmu pengetahuan, khususnya menyangkut produk desa budaya untuk menunjang kegiatan pariwisata di Bali.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam sub bab ini diuraikan beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, khususnya tentang persepsi wisatawan. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan penelitian terdahulu sebagai pembanding dengan penelitian ini. Sujana (2009) dalam tesisnya yang berjudul “Persepsi Wisatawan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan ke Daya Tarik Wisata Tanah Lot - Tabanan Bali” memaparkan hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa dari 155 sampel persepsi diperoleh hasil persepsi wisatawan terhadap obyek wisata Tanah Lot secara umum adalah baik. Artinya bahwa baik wisatawan mancanegara maupun nusantara yang berkunjung ke Tanah Lot memiliki persepsi rata-rata yang sama yaitu baik. Hal ini dibuktikan dengan skor rata-rata variable 4,03 yang masuk dalam kategori baik pada Skala Likert. Kajian mengenai persepsi wisatawan menemukan adanya perbedaan persepsi antara wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara yang terletak pada urutan penilaian variabel ekstrim atas dan ekstrim bawah. Variabel yang dimaksud adalah :
a. Variabel persepsi ekstrim atas pada wisatawan nusantara secara berurutan yaitu; (1) pemandangan sunset, (2) tirtayatra, (3) keindahan, (4) fotografi, (5) keunikan pura, (6) keunikan arsitektur. Sedangkan variabel persepsi ekstrim atas pada wisatawan mancanegara secara berurutan yaitu; (1) tebing pantai, (2) pemandangan sunset, (3) ombak pantai, (4) fotografi, (5) tirtayatra, (6) keindahan. b. Variabel ekstrim bawah pada wisatawan nusantara secara berurutan yaitu; (26) kebersihan, (27) pertunjukan kesenian, (28) kue klepon, (29) jarak tempuh dari bandara, (30) toilet, (31) harga tiket. Sedangkan variabel persepsi ekstrim bawah pada wisatawan mancanegara secara berurutan yaitu, (26) kesejukan, (27) ular suci, (28) jarak tempuh dari bandara, (29) pasar seni, (30) harga tiket, (31) toilet. Selanjutnya penelitian Kanca (2009) tentang “ Persepsi Wisatawan Mancanegara Terhadap Pelayanan Informasi Pada Tourist Information Center Dinas Pariwisata Kota Denpasar”, menyatakan bahwa dari hasil penelitian terhadap 85 sampel wisatawan mancanegara didapatkan persepsi wisatawan mancanegara terhadap pelayanan informasi pada TIC Dinas Pariwisata Kota Denpasar umumnya sudah memuaskan walaupun masih ada beberapa kendala seperti kendala bahasa, koordinasi antar dinas terkait belum begitu baik, serta pihak swasta yang berkompeten dalam bidang pariwisata belum berkoordinasi secara maksimal. Untuk
itu pihak Dinas Pariwisata Kota Denpasar telah berupaya mencari jalan keluar yang sebaik-baiknya untuk mengatasi permasalahan yang telah disebutkan di atas. Penelitian mengenai persepsi konsumen juga telah dilakukan oleh Stevens dalam Suradnya dkk (2002: 2) yang membuktikan bahwa persepsi konsumen merupakan faktor paling menentukan keputusan yang diambil oleh wisatawan, seperti misalnya (1) pilihan terhadap daerah tujuan wisata yang akan dikunjunginya, (2) pilihan terhadap produk-produk wisata yang akan dinikmatinya selama melakukan perjalanan wisata dan (3) keputusannya mengenai apakah mereka akan kembali ke daerah tujuan wisata tersebut atau tidak. Berikutnya penelitian Putra (2009) tentang “Persepsi Wisatawan Terhadap Pelayanan Hotel Melati di Kawasan Ubud Kabupaten Gianyar”, mendapatkan hasil dari 399 sampel wisatawan menunjukkan kepuasan atas pelayanan hotel melati di Kawasan Ubud,. Hasil ini didapatkan melalui uji analisis servqual dan analisis kepentingan kinerja, dimana indikator pelayanan hotel melati yang paling berpengaruh menurut penilaian wisatawan termasuk dalam kuadran 2 yaitu; realisasi janji, sikap simpati kepada tamu, jasa disampaikan dengan benar, jasa disampaikan sesuai waktu yang dijanjikan, sistem pencatatan yang akurat, karyawan yang siap membantu tamu, karyawan yang terpercaya, perasaan aman sewaktu bertransaksi, sikap sopan karyawan, dan karyawan yang berpengetahuan luas. Implikasi terhadap pelayanan hotel melati di Kawasan Ubud adalah dapat mempertahankan bahkan bisa meningkatkan kualitas pelayanannya, khususnya pada
indicator-indikator tersebut, sehingga kelangsungan usaha hotel melati bisa bertahan dan bersaing dengan hotel berbintang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu tersebut adalah perbedaan obyek penelitian yaitu di Desa Budaya Kertalangu yang belum pernah diteliti sebelumnya, dan perbedaan lain terletak pada variabel dan indikator yang diteliti, yaitu penelitian-penelitian terdahulu lebih banyak menekankan persepsi wisatawan terhadap faktor pelayanan saja, sedangkan penelitian ini meneliti secara lebih menyeluruh yaitu mengenai produk daya tarik wisata yang didalamnya juga mencakup pelayanan.
2.2 Konsep Agar tidak terjadi salah tafsir dalam penelitian ini, dipandang perlu menjelaskan batasan pengertian judul dengan mengedepankan beberapa istilah yang bersifat operasional. Konsep digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Sumber bacaan yang relevan untuk mendukung penelitian ini sangat diperlukan sebagai sumber kritik agar nilai keilmuan penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan (credible) serta dapat diterima dan pantas (acceptable) sebagai karya ilmiah. Beberapa sumber kepustakaan yang relevan adalah sebagai berikut:
2.2.1. Potensi Wisata Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, potensi diartikan sebagai kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan (kekuatan; kesanggupan; daya), sedangkan kata potensial berarti mempunyai potensi (kekuatan, kemampuan, kesanggupan); daya berkemampuan. Menurut Nyoman S. Pendit dalam buku Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana, menyebutkan bahwa potensi wisata adalah segala sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata. Potensi wisata dapat dibagi 2 yaitu :
1. Potensi Budaya Merupakan potensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, seperti adat-istiadat, mata pencarian, kesenian dan budaya. 2. Potensi Alamiah Merupakan potensi yang ada di masyarakat, yang berupa potensi fisik dan geografi seperti alam. Sedangkan Darmadjati (2001:128) mengemukakan bahwa yang dimaksud potensi wisata adalah segala hal dan keadaan baik nyata dan dapat diraba maupun yang tidak teraba, yang digarap, diatur dan disediakan sedemikian rupa sehingga dapat bermanfaat atau dimanfaatkan atau diwujudkan sebagai kemampuan, faktor dan unsur
yang diperlukan atau menentukan
bagi
usaha dan pengembangan
kepariwisataan, baik itu berupa suasana, kejadian, benda maupun layanan atau jasa-
jasa. Suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan pada 4 (empat) aspek, yaitu: 1) mempertahankan kelestarian lingkungannya, 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut, 3) menjamin kepuasan pengunjung, dan 4) meningkatkan keterpaduan dan unit pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zone pengembangannya (Gunn, 1994:26).
2.2.2 Produk Wisata Burkart dan Medlik (1976: 46) memberikan rumusan “tourist product” sebagai berikut; “In the narrow sense the tourist product consists of what the tourist buys. In a wider sense the tourist product is an amalgam of what he does at the destination and of services he uses to make it possible. Therefore, each destination has a particular product or products to offer”
Dikatakannya produk wisata dalam arti sempit meliputi apapun yang dibeli oleh wisatawan. Dalam arti luas, produk wisata adalah sebuah amalgam dari apa yang wisatawan lakukan di destinasi dan pelayanan yang digunakannya untuk membuatnya menjadi memungkinkan. Untuk itu, setiap destinasi memiliki sebuah produk khusus atau produk-produk yang ditawarkan. Berikutnya Holloway, Humphreys dan Davidson (2009: 10), menyatakan karakteristik pertama yang harus diingat dari produk wisata adalah bahwa ia lebih
merupakan sebuah pelayanan daripada sebuah benda nyata. Sedangkan Muljadi (2009: 46) memaparkan definisi produk wisata sebagai suatu bentukan yang nyata dan tidak nyata, dalam suatu kesatuan rangkaian perjalanan yang hanya dapat dinikmati apabila seluruh rangkaian perjalanan tersebut dapat memberikan pengalaman yang baik bagi yang melakukan perjalanan tersebut. Pernyataan ini serupa dengan pendapat Suwantoro (1997: 47) yang memaparkan bahwa produk wisata bukanlah suatu produk yang nyata. Produk ini merupakan suatu rangkaian jasa yang tidak hanya mempunyai segi-segi yang bersifat ekonomis, tetapi juga yang bersifat sosial, psikologis dan alam, walaupun produk wisata sendiri sebagian besar dipengaruhi oleh tingkah laku ekonomi. Smith (1989:592), menyatakan bahwa produk wisata bagaimanapun juga tidak akan berhasil tanpa adanya konsumen yang memberikan penilaian setelah terlibat didalamnya. Konsepsi produk wisata dilihat dari sisi perencanaan, menurut Coltman (1989:2) dalam bukunya Tourism Marketing adalah gabungan dari tangible dan intangible yang menjadi satu komponen yang dikhususkan bagi wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata untuk memperoleh kepuasan. Jadi pada hakikatnya produk wisata dapat kita gambarkan sebagai suatu rangkaian jasa pelayanan dan produk yang sifatnya nyata maupun tidak nyata yang dapat dinikmati oleh wisatawan di destinasi wisata sebagai satu komponen yang mampu memberikan pengalaman bagi wisatawan tersebut serta memerlukan penilaian dari wisatawan sebagai konsumen yang terlibat di dalamnya.
2.2.3
Desa Wisata (Pariwisata Perdesaan) Desa wisata dalam dekade terakhir ini telah menjadi wacana menarik dalam
mencari alternatif dari pengembangan pariwisata konvensional. Desa wisata yang merupakan pengembangan dari rural tourism, farm tourism, atau village tourism, membawa visi dan misi yang jelas, sebagai remedy terhadap berbagai hambatan yang ada selama ini. Di sisi lain, pengembangan desa wisata ini menjadi alternatif sensitif, karena jika salah dalam perencanaan maupun pengelolaannya, dapat menimbulkan dampak buruk terhadap keberadaan desa pekraman dimana desa wisata itu dikembangkan (Pitana, 1999: 105). Muljadi (2009: 27), menjelaskan desa wisata sebagai suatu produk wisata yang melibatkan anggota masyarakat desa dengan segala perangkat yang dimilikinya. Desa wisata tidak hanya berpengaruh pada ekonominya, tetapi juga sekaligus dapat melestarikan lingkungan alam dan sosial budaya masyarakat terutama berkaitan dengan nilai-nilai kebersamaan, kekeluargaan, kegotongroyongan, dan lain-lain. Dengan demikian, kelestarian alam dan sosial budaya masyarakat akan menjadi daya tarik bagi wisatawan yang melakukan perjalanan wisata. Selanjutnya Inskeep memaparkan pariwisata perdesaan sebagai suatu bentuk pariwisata, dimana wisatawan tinggal di desa tersebut, kebanyakan masih tradisional dan jauh dari keramaian, wisatawan belajar mengenai budaya hidup dan tradisi masyarakat setempat dan sering terlibat dalam aktivitas masyarakat setempat.
Masyarakat setempat membangun, mengelola dan melayani sendiri pariwisata ini dan mendapatkan keuntungan langsung dari wisatawan. Salah satu contoh jenis pariwisata perdesaan ini telah dirancang di daerah Lower Casamance di Senegal. Tujuan program ini adalah untuk memperkenalkan secara langsung wisatawan dengan kehidupan tradisional desa, menyediakan interaksi spontan antara wisatawan dengan penduduk setempat, menghilangkan persepsi yang salah dari wisatawan mengenai lingkungan dan budaya setempat, meningkatkan rasa kebanggaan akan budaya dari penduduk setempat, serta menyediakan pekerjaan bagi generasi muda untuk mengurangi kecenderungan urbanisasi (Inskeep, 1991: 250). Pariwisata perdesaan harus sesuai dengan keinginan masyarakat lokal dan tidak direncanakan secara sepihak, mendapat dukungan dari masyarakat setempat bukan individu atau kelompok tertentu. Inisiatif menggerakkan modal usaha, profesionalisme, pemasaran, citra yang jelas harus dikembangkan karena keinginan wisatawan adalah mencari hal yang spesial dan produk yang menarik (Page dan Getz, 1997). Jadi konsep desa wisata atau pariwisata perdesaan sebagai produk wisata harus melibatkan masyarakat desa setempat baik dalam pembangunan, pengelolaan maupun pelayanannya, agar manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat desa tersebut dan tidak menimbulkan dampak buruk terhadap keberadaan desa pekraman dimana desa wisata itu dikembangkan. Adapun Desa Budaya Kertalangu adalah merupakan salah satu bentuk penerapan dari konsep desa wisata, dimana penekanannya adalah pada pengenalan
seni budaya sesuai dengan misi yang dibawa yaitu konservasi, edukasi dan eksistensi budaya Bali di tengah kawasan perkotaan. Istilah Desa Budaya yang dipergunakan bukan merupakan suatu konsep desa dalam arti sesungguhnya, melainkan merupakan sebuah brand yang digunakan sebagai nama pengenal dalam tujuan menjadi suatu usaha daya tarik wisata.
2.2.4 Usaha Daya Tarik Wisata Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Sedangkan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Selanjutnya dalam bagian Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 14 Ayat (1) Huruf a, dijelaskan tentang usaha daya tarik wisata adalah usaha yang kegiatannya mengelola daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan daya tarik wisata buatan/ binaan manusia. Daya tarik wisata yang baik sangat terkait dengan empat hal, yakni memiliki keunikan, orijinalitas, otentisitas, dan keragaman. Keunikan diartikan sebagai
kombinasi kelangkaan dan kekhasan yang melekat pada suatu daya tarik wisata. Orijinalitas mencerminkan keaslian atau kemurnian, yakni seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi atau tidak mengadopsi nilai yang berbeda dengan nilai aslinya. Otentisitas mengacu pada keaslian. Bedanya dengan orijinalitas, otentisitas lebih sering dikaitkan dengan tingkat keantikan atau eksotisme budaya sebagai daya tarik wisata. Otentisitas merupakan kategori nilai yang memadukan sifat alamiah, eksotis, dan bersahaja (Damanik dan Weber, 2006: 13). Selanjutnya Ismayanti (2009: 147) memaparkan bahwa daya tarik wisata merupakan fokus utama penggerak pariwisata di sebuah destinasi. Dalam arti, daya tarik wisata sebagai penggerak utama yang memotivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat. Pengusahaan daya tarik wisata memiliki beberapa tujuan diantaranya; (a) memperoleh keuntungan baik dari segi ekonomi berupa devisa negara dan pertumbuhan ekonomi serta dari segi sosial berupa peningkatan kesejahteraan rakyat dan menghapuskan pemiskinan, (b) menghapuskan kemiskinan dengan pembukaan lapangan pekerjaan dan mengatasi pengangguran, (c) memenuhi kebutuhan
rekreasi
masyarakat,
sekaligus
mengangkat
citra
bangsa
dan
memperkukuh jati diri bangsa, memupuk rasa cinta tanah air melalui pengusahaan daya tarik dalam negeri, (d) melestarikan alam, lingkungan dan sumberdaya, sekaligus memajukan kebudayaan melalui pemasaran pariwisata, (e) mempererat persahabatan antar bangsa dengan memahamami nilai agama, adat istiadat dan kehidupan masyarakat.
2.3 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan beberapa teori-teori yang relevan dalam menganalisis persepsi wisatawan terhadap Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar, adapun teori-teori yang digunakan adalah teori persepsi, teori motivasi dan teori the tourist qualities of a destination.
2.3.1 Teori Motivasi Motivasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam studi tentang wisatawan dan pariwisata, karena motivasi merupakan trigger dari proses perjalanan wisata, walaupun motivasi ini acapkali tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri (Sharpley, 1994: Wahab, 1975 dalam Pitana dan Gayatri 2005: 58). Secara intrinsik motivasi terbentuk karena adanya kebutuhan (need) dari diri manusia itu sendiri. Teori motivasi yang dikembangkan Abraham Maslow (1943) pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, kelima tingkatan kebutuhan dimaksud meliputi kebutuhan (1) fisik (physiological needs), (2) rasa aman (security needs), (3) sosial (social needs), (4) penghargaan/ pengakuan (esteem needs), dan (5) mewujudkan jati diri (self actualization needs). Jika kebutuhan paling dasar yaitu kebutuhan fisik sudah terpenuhi, maka manusia akan mencari kebutuhan pada tingkat berikutnya dan seterusnya. Secara ekstrinsik motivasi terbentuk jika ada pengaruh dari luar seperti
norma sosial, pengaruh keluarga, dan situasi kerja. Situasi kerja yang monoton membuat seseorang mengalami kebosanan, sehingga menimbulkan suatu keinginan untuk melepaskan diri dari rutinitas tersebut (Pitana, 2004: 59). Mengacu pada teori hierarki kebutuhan Maslow, Mc. Intosh (1972: 52) mengelompokkan motivasi-motivasi dasar yang mendorong wisatawan melakukan perjalanan dapat dikelompokkan menjadi empat kategori sebagai berikut: 1. Physical motivators (motivasi-motivasi yang bersifat fisik), meliputi yang berhubungan dengan istirahat fisik (relaksasi), kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, bersantai, dan sebagainya, termasuk motivasi yang berhubungan langsung dengan kesehatan jasmani seseorang. Alasan-alasan tambahan seperti perintah atau rekomendasi dokter dan penggunaan spa-spa kesehatan, permandian untuk penyembuhan, pemeriksaan medis dan aktivitas perawatan kesehatan yang serupa.
Keseluruhan motivasi-motivasi ini
memiliki satu kesamaan yaitu pengurangan ketegangan melalui aktivitasaktivitas yang berhubungan dengan faktor-faktor fisik. 2. Cultural motivators
(motivasi-motivasi kebudayaan), diidentifikasikan
dengan keinginan wisatawan untuk mengetahui tentang music, seni, sejarah, tari-tarian, lukisan-lukisan, agama dan aktivitas-aktivitas budaya dari negaranegara lain. 3. Interpersonal motivators (motivasi-motivasi yang bersifat pribadi), yang mencakup keinginan untuk bertemu dengan orang-orang baru, mengunjungi
teman dan keluarga, pelarian dari rutinitas hidup yang membosankan, atau untuk membangun pertemanan-pertemanan baru dan seterusnya. 4. Status and prestige motivators (motivasi karena status atau prestise), yaitu motivasi-motivasi yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan kepercayaan diri dan pengembangan pribadi. Dalam kategori ini adalah perjalananperjalanan yang berkaitan dengan bisnis, menghadiri konvensi, belajar, pemenuhan hobi-hobi dan pendidikan, seringkali ketertarikan pekerjaan atau profesi.
Motivasi-motivasi seperti keinginan untuk diakui, perhatian,
penghargaan dan reputasi yang baik dapat diraih dengan melakukan perjalanan. Menurut Kabanoff dan Ryan dalam Williams (2003: 13), motivasi orang melakukan perjalanan ke suatu destinasi untuk liburan adalah; (a) keinginan untuk menghindar
dari
rutinitas,
(b)
mencari
manfaat
relaksasi
dan
kesehatan
(penyembuhan), (c) rangsangan mental/ rasa enjoy, (d) menguatkan ikatan keluarga, (e) prestise/ status, (f) interaksi sosial, (g) kesempatan mendapat pengetahuan (educational), (h) memperoleh tantangan baru. Teori motivasi ini digunakan untuk menjawab pokok permasalahan mengenai motivasi wisatawan untuk memilih mengunjungi Desa Budaya Kertalangu sebagai daya tarik wisata.
2.3.2 Teori Persepsi Definisi persepsi menurut Assael (1994: 720) dalam Suradnya dkk (2002: 2), diartikan sebagai “the process by which people select, organize, and interpret sensory stimuli into a meaningful and coherent picture” atau dengan kata lain “the way consumers view an object (e.g., their mental picture of a brand or the traits they attribute to the brand”. Dengan demikian, persepsi seseorang akan sangat tergantung kepada masing-masing individu dalam menyeleksi, mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus yang mempengaruhi inderanya ke dalam gambaran yang nyata. Atau dengan kata lain persepsi bersifat subyektif, dalam arti bahwa wisatawan yang berbeda dihadapkan kepada stimulus yang sama, besar kemungkinan keputusan yang diambilnya akan berbeda pula. Pendapat ini serupa dengan pendapat Robbins dan Judge (2008: 175), yang mendefinisikan
persepsi
sebagai
proses
dimana
individu
mengatur
dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Namun, apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa berbeda dari realitas objektif. Walaupun seharusnya tidak perlu ada, perbedaan tersebut sering timbul. Sejumlah faktor berperanan dalam membentuk bahkan terkadang mengubah persepsi, antara lain adalah; (a) faktor yang terletak dalam diri pembentuk persepsi, (b) faktor dalam diri objek atau target yang diartikan, dan (c) faktor situasi dimana persepsi tersebut dibuat.
Schiffman-Kanuk dalam Widjaja (2009: 32) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses dimana individu menyeleksi, mengorganisasi, dan menerjemahkan stimulasi menjadi sebuah arti. Pernyataan ini ditegaskan kembali oleh Rangkuti (2002: 33) yang mengemukakan bahwa persepsi pelanggan didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu memilih, mengorganisasikan serta mengartikan stimulus yang diterima melalui inderanya menjadi suatu makna. Meskipun demikian makna dari proses persepsi tersebut juga dipengaruhi pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Rangkuti (2003) diantaranya sebagai berikut: 1. Faktor Eksternal 1) Concreteness, yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit dipersepsikan dibandingkan secara obyektif. 2) Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik untuk dipersepsikan dibandingkan dengan hal-hal yang lama. 3) Velocity atau percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi munculnya persepsi lebih effektif dibandingkan dengan gerakan yang lambat. 4) Conditional Stimuli, stimulus yang dikondisikan seperti bel pintu, deringan telpon dan lain lain.
2. Faktor Internal 1) Motivation, misalnya merasa lelah menstimulasi untuk berespon terhadap istirahat. 2) Interest, hal-hal yang menarik lebih diperhatikan daripada yang tidak menarik. 3) Needs, kebutuhan akan hal-hal tertentu akan menjadi pusat perhatian. 4) Assumptions juga mempengaruhi persepsi sesuai dengan pengalaman melihat, merasakan dan lain-lain. Jadi konsep persepsi dapat diartikan sebagai proses individu untuk menginterpretasikan stimulus yang diterima oleh indera untuk diberi makna atau arti secara subyektif dimana proses ini dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri dan dari luar individu tersebut.
2.3.3 Teori The Tourist Qualities of A Destination Burkart dan Medlik (1976: 44) memaparkan unit geografis yang dikunjungi oleh wisatawan adalah sebagai berikut: “the geographical unit visited by a tourist may be a self-contained centre, a village, or a town or a city, a district, or a region, an island, a country or a continent. This geographical unit may be described as the tourist destination. How important any geographical unit is as a tourist destination, or how important it is potentially, is determined by three prime factors: attractions, accessibility, and amenities which may be termed as the tourist qualities of a destination. The attractions may be site attractions (for example, climatic, scenic,
historical) or event attractions (for example congresses, exhibition and sporting events), both of which exercise a gravitational influence on non-residents. Accessibility is a function of distance from centres of population, which constitute tourist markets, and of external transport and communications, which enable a destination to be reached. Amenities at the destination comprise accommodation, catering, entertainment, as well as internal transport and communications, which enable the tourist to move round during his stay. It is clear that amenities contribute much to many established resorts as tourist destinations, in contrast to areas which lack in particular adequate accommodations for visitors. What the three qualities are and in what measure they are present in a particular place determines not only its importance but also its likely success as a tourist destination. But in order to maximize the opportunities from tourism, a tourist destination must also have a tourist organization, in order to provide the framework in which tourism can operate to develop the tourist product and to promote it in appropriate tourist markets. In that sense, organization constitutes a fourth factor which determines the importance and success of a destination.” Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa unit geografis yang dikunjungi oleh wisatawan bisa berbentuk sebuah resort yang berdiri sendiri, sebuah desa, atau sebuah kota, sebuah wilayah, atau sebuah kawasan, sebuah pulau, sebuah negara atau sebuah benua. Unit geografis ini dapat dideskripsikan sebagai destinasi wisatawan. Selanjutnya Burkart dan Medlik (1976: 44) mengemukakan bahwa seberapa penting unit geografis sebagai sebuah destinasi wisatawan, atau seberapa penting ia secara potensial, ditentukan oleh tiga faktor-faktor utama: atraksi-atraksi, aksesibilitas, dan fasilitas-fasilitas yang dapat diterminologikan sebagai kualitas-kualitas wisatawan terhadap sebuah destinasi. Atraksi-atraksi dapat berbentuk atraksi-atraksi situs (contohnya kongreskongres, pameran dan acara-acara olahraga), yang keduanya memiliki sebuah pengaruh gravitasional pada orang-orang yang bukan penduduk. Selanjutnya dapat
diartikan aksesibilitas adalah sebuah fungsi dari jarak antara pusat-pusat populasi, yang membentuk pasar-pasar wisatawan, dan dari transportasi eksternal dan komunikasi-komunikasi, yang memungkinkan sebuah destinasi untuk dijangkau. Sedangkan fasilitas-fasilitas di destinasi mencakup akomodasi, catering, hiburan, dan juga transportasi internal dan komunikasi-komunikasi, yang memungkinkan wisatawan untuk berkeliling selama ia tinggal. Jelas bahwa fasilitas-fasilitas menyumbang banyak pada banyak resor-resor yang terkenal sebagai destinasi wisatawan, kebalikannya pada area-area yang kurang dalam penyediaan akomodasiakomodasi tertentu bagi pengunjung. Poin keempat dapat diartikan sebagai berikut; apa saja ketiga kualitas-kualitas tersebut dan seberapa ukuran yang mereka presentasikan di sebuah tempat tertentu menentukan bukan saja hanya tingkat kepentingannya tetapi juga tingkat kesuksesan sebuah destinasi wisatawan. Tetapi dengan tujuan untuk memaksimalkan peluangpeluang dari pariwisata, sebuah destinasi wisatawan harus juga memiliki sebuah organisasi kepariwisataan, dengan tujuan untuk menyediakan kerangka kerja dimana pariwisata dapat beroperasi untuk mengembangkan produk wisata dan untuk mempromosikannya dalam pasar-pasar wisatawan yang sesuai. Sesuai dengan pemikiran tersebut, organisasi membentuk sebuah faktor yang keempat yang menentukan tingkat kepentingan dan kesuksesan dari sebuah destinasi.
2.4 Model Penelitian Untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, maka diperlukan suatu kerangka konsep berpikir atau model penelitian. Penelitian ini diawali dengan pariwisata Bali yang mengalami fluktuasi karena berbagai peristiwa dan faktor internal maupun eksternal. Pemerintah terus berusaha menggiatkan kegiatan pariwisata hingga menyentuh desa-desa adat di Bali, salah satunya adalah Desa Adat Kertalangu yang terletak di Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar dengan nama Desa Budaya Kertalangu. Sebagai salah satu usaha daya tarik wisata yang relatif baru di Kota Denpasar, Desa Budaya Kertalangu memiliki produk-produk wisata yang telah ditawarkan dan dinikmati oleh para pengunjung selama ini. Pihak manajemen mengakui estimasi awal segala produk dari Kertalangu akan langsung laku hingga mancanegara, termasuk bisa cepat mendapatkan donatur yang peduli terhadap pelestarian budaya pertanian Bali. Namun, dalam perjalanannya ternyata belum membuahkan hasil seperti diharapkan. Produk Desa Budaya Kertalangu hingga saat ini masih menjadi kendala. Banyak atraksi-atraksi dan fasilitas wisata yang ditujukan untuk wisatawan kondisinya saat ini kurang baik dan kurang terawat. Dari pemikiran itu maka dirumuskan permasalahan untuk yaitu pertama-tama dengan meneliti bagaimana potensi Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata yang relatif baru di Kota Denpasar, lalu bagaimana keberadaan
produk Desa Budaya Kertalangu bila dilihat dari perspektif wisatawan yang berkunjung, khususnya apa motivasi wisatawan untuk berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu, serta bagaimana persepsi wisatawan terhadap produk Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar. Agar tidak terjadi kesalahan tafsir maka dipergunakan sumber yang relevan sebagai batasan konsep yang jelas mengenai potensi wisata, produk wisata, desa wisata, serta usaha daya tarik wisata. Untuk menjawab permasalahan diatas, digunakan teori persepsi, teori motivasi dan teori The Tourist Qualities of a Destination. Penentuan sampel penelitian sebagai responden, dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu penentuan responden secara sengaja yang benar-benar memiliki kompetensi dan kaitan dalam penelitian ini. Sedangkan untuk responden wisatawan, digunakan metode accidental sampling, yaitu teknik atau metode penarikan sampel secara kebetulan. Data yang diperoleh akan dikonversi dengan menggunakan Skala Likert dengan berpedoman pada teori-teori yang digunakan, untuk mendapatkan hasil pembahasan. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi dan saran untuk menangani permasalahan yang ada, serta dapat mendukung pengembangan produk wisata Desa Budaya Kertalangu di masa yang akan datang. Berdasarkan model penelitian diatas maka digambarkan pada Gambar 2.1:
Pariwisata Bali
Desa Budaya Kertalangu
Produk Desa Budaya Kertalangu
Potensi Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar.
Motivasi wisatawan yang berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar.
Persepsi wisatawan terhadap produk Desa Budaya Kertalangu.
Teori :
Konsep :
1. Teori Persepsi
1. Potensi Wisata
2. Teori Motivasi
2. Produk Wisata
3. Teori The Tourist Qualities of a Destination
3. Desa Wisata 4. Usaha Daya Tarik Wisata Hasil Pembahasan
Hasil Pembahasan Rekomendasi dan saran-saran
Gambar 2.1 Model Penelitian Desa Budaya Kertalangu Sebagai Usaha Daya Tarik Wisata di Kota Denpasar.
.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan dukungan data kualitatif dan kuantitatif karena dalam menentukan nilai persepsi, ukuran persepsi dari responden diukur melalui Skala Likert. Skala ini merupakan alat untuk mengukur sikap dari keadaan yang sangat positif, untuk menunjukkan tingkat penilaian terhadap pertanyaan yang diajukan. Selanjutnya unsur penilaian tersebut diberikan ranking untuk masing-masing variabel persepsi. Penyajian hasil analisis data dapat dilakukan baik secara formal (dalam bentuk tabel) maupun informal (dalam bentuk naratif). 3.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah Desa Budaya Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. Kawasan Desa Budaya Kertalangu berada di tengah lahan persawahan seluas 80 hektar yang terletak di kecamatan Denpasar Timur ini mengalami perkembangan yang cukup pesat sejak pertama kali diresmikan pada Juni 2007 lalu. Pemilihan kawasan ini sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja yang didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut; (1). Diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui potensi Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya
tarik wisata yang relative baru di Kota Denpasar, (2). Adanya permasalahan yang menarik untuk dianalisis mengenai motivasi dan persepsi wisatawan terhadap produk Desa Budaya Kertalangu sebagai sebuah usaha daya tarik wisata yang masih relatif baru di Kota Denpasar, (3). Belum pernah ada penelitian serupa oleh peneliti sebelumnya di Desa Budaya Kertalangu.
Gambar 3.1: Peta Lokasi Penelitian
3.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif, a. Data kuantitatif, yaitu data yang dinyatakan bentuk numerik atau angka, misalnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali tahun (2004-2010), data persepsi wisatawan, dan data lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. b. Data kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk keterangan-keterangan dan uraian-uraian baik dari pihak pengelola Desa Budaya Kertalangu, wisatawan yang digunakan sebagai responden dalam penelitian ini dan data lainnya. Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, yaitu: a. Data primer, yaitu sumber data yang diperoleh secara langsung dari sumbersumber utama yang dijadikan responden dalam penelitian ini, seperti data persepsi wisatawan maupun hasil wawancara secara langsung. b. Data sekunder, yaitu sumber data yang tidak diperoleh secara langsung melainkan bersumber dari data-data pendukung hasil publikasi, jurnal atau penelitian dari berbagai pihak, seperti data jumlah kunjungan wisatawan ke Bali dari Dinas Pariwisata Provinsi Bali dan lainnya.
3.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut; 1. Observasi, adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian untuk mengetahui secara jelas aktivitas, perilaku, lingkungan dan gambaran umum lokasi penelitian. 2. Penyebaran angket, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan kuisioner kepada responden dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner terstruktur. 3. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan melakukan wawancara langsung dengan informan kunci, pihak-pihak yang berkompeten, dan responden lainnya secara terstruktur. 4. Studi dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menelusuri dokumen-dokumen terkait yang berhubungan dengan penelitian seperti makalah, brosur tentang Desa Budaya Kertalangu, publikasi lewat media cetak dan lainnya.
3.5 Teknik Pengambilan Sampel Populasi yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah wisatawan baik nusantara maupun asing yang berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu selama proses penelitian ini. Populasi tersebut memiliki karakteristik heterogen yang diambil dari pengunjung yang secara kebetulan mengunjungi Desa Budaya
Kertalangu,
dan
sudah
dapat
dianggap
mewakili
populasi
dari
karakteristiknya masing-masing. Adapun teknik pengambilan sampel dilakukan dengan 2 cara yaitu: a. Accidental Sampling Yaitu teknik pengambilan sampel secara tidak sengaja/ kebetulan dengan cara memberikan kuisioner (daftar pertanyaan) kepada wisatawan sebagai responden yang secara kebetulan berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu. Menurut Harini dan Kusumawati (2007: 100), sebenarnya tidak ada aturan yang tegas mengenai berapa besarnya anggota sampel yang disyaratkan suatu penelitian. Demikian pula batasannya bahwa sampel itu besar atau kecil. Mutu suatu penelitian tidaklah ditentukan oleh besarnya anggota sampel yang digunakan, sesungguhnya tidak ada anggota sampel yang 100 persen representative, kecuali anggota sampelnya sama dengan anggota populasinya (total sampling). Dengan pertimbangan keterbatasan waktu, biaya dan tingkat kesulitan pencarian responden, maka penelitian ini menggunakan jumlah sampel sebanyak 30 orang yang dipandang cukup
representatif untuk penelitian kualitatif. Jadi jumlah wisatawan yang digunakan sebagai responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 orang yang meliputi wisatawan nusantara dan asing yang dipilih secara aksidental. b. Purposive Sampling Yaitu teknik pengambilan sampel yang secara sengaja dilakukan dengan penentuan sampel para informan kunci atau responden yang ahli dan sangat berkaitan dengan penelitian ini, antara lain wawancara dengan Kepala Desa/ Lurah Kertalangu, pimpinan PT.Uber Sari selaku pengelola kawasan Desa Budaya Kertalangu, tokoh masyarakat setempat dan responden utama lainnya.
3.6 Identifikasi Variabel Untuk dapat menjawab pokok permasalahan tentang motivasi wisatawan menggunakan teori motivasi dari Mc. Intosh (1977) dan Murphy (1985, cf. Sharpley, 1994) dalam Pitana dan Gayatri (2005: 58), serta untuk mengetahui persepsi wisatawan terhadap produk Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar, maka variabel-variabel yang akan dipergunakan dalam penelitian ini diambil dari persepsi wisatawan terhadap produk wisata yang merupakan implementasi dari teori The Tourist Qualities of a Destination oleh Burkart dan Medlik (1976: 44), mengenai pembagian motivasi dan persepsi dibagi menjadi empat kelompok yang dapat diuraikan dalam Tabel 3.1:
Tabel 3.1 Variabel Penelitian dan Indikatornya Variabel Motivasi
Motivasi fisik (Physical Motivators)
Motivasi Kebudayaan (Cultural Motivators)
Motivasi Pribadi (Interpersonal Motivators)
Motivasi Status dan Prestise (Status and Prestige Motivators)
Indikator
1. 2. 3. 4.
Relaksasi Kesehatan Kenyamanan Berpartisipasi dalam kegiatan olahraga 5. Bersantai
1. Keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian daerah lain. 1. Mengunjungi teman dan keluarga. 2. Bertemu dengan orang-orang baru/ interaksi sosial. 3. Melakukan pelarian dari situasi yang membosankan.
1. 2. 3. 4. 5.
Kegiatan bisnis. Pemenuhan hobi. Pendidikan. Prestise. Memperoleh tantangan baru.
Sumber : Hasil pengolahan data
Variabel Persepsi
Atraksi-atraksi (Attractions)
Aksesibilitas (Accessibility)
Fasilitas-fasilitas/ Kelengkapan Sarana (Amenities)
Organisasi Kepariwistaan/ Pengelola (Tourist Organization)
Indikator
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pertanian. Keunikan arsitektur. Lanskap/ pemandangan alam. Pertunjukkan kesenian. Acara-acara hiburan. Fotografi. Pony ride Taman anggrek. Mempelajari budaya tradisional bali (paket budaya dan edukasi). 10. Workshop demonstration. 11. Aktivitas budaya masyarakat setempat.
1. 2. 3. 4.
Lokasi yang strategis. Jarak tempuh dari bandara. Kondisi jalan menuju lokasi. Transportasi menuju lokasi.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Jogging track. Venue Salon & Spa Kolam pancing. Pasar oleh-oleh. Fasilitas Outbound. Pesraman Budaya Bali. Warung Telaga. Bale bengong. Toilet. Parkir.
1. 2. 3. 4. 5.
Promosi. Kebersihan. Keamanan. Informasi untuk wisatawan. Pelayanan staff
3.7 Analisis Data Penelitian ini menganalisis persepsi wisatawan terhadap Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dengan menggunakan konversi data melalui Skala likert. Sugiono (1997: 73) mengemukakan bahwa Skala Likert merupakan skala pengukuran yang diberikan pembobotan secara gradasi dari nilai yang positif hingga negatif. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi sekumpulan atau seseorang tentang fenomena sosial yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Dengan menggunakan Skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai berikut: Sangat Baik/ Very Good
= 5
Baik/ Good
= 4
Cukup/ Fair
= 3
Buruk/ Poor
= 2
Sangat Buruk/ Very Poor
= 1
Dalam mengklasifikasikan dan membantu interpretasi hasil penelitian, maka digunakan Skala Likert yang dapat dilihat pada Tabel 3.2. Dimana nilai interval kelas diperoleh dengan rumus sebagai berikut: I = Skor Tertinggi- Skor Terendah Jumlah Kelas
I= 5-1 5
I = 4 = 0,8 5
Nilai rata-rata yang dihasilkan dari perhitungan akan dikonfirmasikan oleh Tabel 3.2 sehingga dapat diklasifikasikan pada suatu kategori persepsi.
Tabel 3.2 Skala Likert
No.
Skala Persepsi Wisatawan Persepsi Skor 1. Sangat Baik 5 2. Baik 4 3. Cukup 3 4. Buruk 2 5. Sangat Buruk 1 Sumber: Hasil Modifikasi Skala Likert
Rentang 4,2 < 5,0 3,4 < 4,2 2,6 < 3,4 1,8 < 2,6 1,0 < 1,8
3.8 Penyajian Hasil Analisis Data Hasil analisis data dalam penelitian ini akan disajikan secara formal (dalam bentuk tabel) dan secara informal (dalam bentuk naratif). Hasil analisis mengenai persepsi wisatawan terhadap produk Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar disajikan dalam bentuk tabel yang didukung oleh penjelasan-penjelasan secara formal dan informal.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi dan Obyek Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis Desa Kesiman Kertalangu Desa Kesiman Kertalangu terletak ± 15 km ke arah timur dari jantung Kota Denpasar. Desa Kesiman Kertalangu berada dalam posisi yang sangat strategis, karena terletak diantara pusat pariwisata Sanur dengan Kabupatan Gianyar, dan berada pada jalur transportasi ekonomi produktif
(Jalan By Pass Ngurah Rai),
dengan batas wilayah di sebelah utara Desa Penatih Dangin Puri, di sebelah selatan Samudra Indonesia, di sebelah timur Kabupaten Gianyar, dan di sebelah barat Desa Kesiman Petilan. Desa Kesiman Kertalangu merupakan bagian dari wilayah Kota Denpasar yang terletak di antara 08°35¨31´ - 08°44¨49´ Lintang Selatan dan 115°10¨23´115°16¨27´ Bujur Timur. Ditinjau dari topografi keadaan medan Desa Kesiman Kertalangu merupakan wilayah dataran rendah yang mempunyai ketinggian 0-25 m di atas permukaan laut, dengan temperatur suhu udara rata-rata 32° C, dengan curah hujan berkisar antara 1430 mm per tahun, serta mengalami dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau (Profil Desa Kesiman Kertalangu, 2007).
Desa Kesiman Kertalangu adalah merupakan desa yang paling selatan di wilayah Kecamatan Denpasar Timur, yang diapit oleh dua sungai besar yaitu: Sungai Ayung dan Sungai Palirang. Pada desa ini juga terdapat/ dialiri oleh sungai kecil yaitu sungai (Telabah). Jadi desa ini juga merupakan daerah pinggiran pantai (Pantai Biaung) yang merupakan muara dari aliran sungai yang ada dan membawa arti penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat petani. Irigasi untuk lahan pertanian di wilayah ini dikelola oleh subak yaitu Subak Padanggalak (Pendataan Potensi Desa Wisata, 2011). Luas wilayah Desa Kesiman Kertalangu adalah 405 hektar, dengan komposisi pemanfaatan lahan untuk sawah irigasi ½ teknis 112 hektar, tanah sawah untuk pengembangan Desa Budaya Kertalangu seluas 80 hektar, tanah kering tegal/ ladang 20 hektar, pemukiman penduduk 230, 84 hektar, tanah fasilitas umum dalam bentuk lapangan seluas 3 hektar, perkantoran pemerintah 3 hektar, dan lainnya 1 hektar (Pendataan Potensi Desa Wisata, 2011).
4.1.2 Kondisi Demografis Desa Kesiman Kertalangu Jumlah penduduk Desa Kesiman Kertalangu pada tahun 2010 tercatat sebanyak 10.870 orang, bila dilihat dari komposisi jenis kelamin jumlah penduduk laki-laki adalah sebanyak 5.741 orang, dan jumlah penduduk perempuan adalah sebanyak 5.129 orang. Sedangkan ditinjau dari komposisi jumlah penduduk usia
produktif yaitu yang berumur 15 sampai 54 tahun terdapat sebanyak 7.521 orang, yang terdiri dari 3.957 orang berjenis kelamin laki-laki, dan 3.545 orang berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk usia non produktif yang terdapat di Desa Kesiman Kertalangu berumur 55 sampai 59 tahun dan 0 sampai 14 tahun adalah sebanyak 3.349 orang, yang terdiri dari penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1.784 orang, dan penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak 1.584 orang. Desa Kesiman Kertalangu tergolong cukup padat, hal ini ditinjau dari pengamatan tingkat kepadatan penduduk dimana pada tahun 2010 jumlah penduduk sebesar 10.870 orang serta luas lahan/ wilayah seluas 405 hektar, maka tingkat kepadatannya adalah sebesar 26, 83 % (Pendataan Potensi Desa Wisata, 2011). Dari segi ekonomi, mata pencaharian masyarakat Desa Kesiman Kertalangu cukup bervariasi, antara lain sebagai petani sebanyak 247 orang, serta sebagai buruh tani sebanyak 165 orang. Masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai buruh/ swasta/ pariwisata sebanyak 4.188 orang, dan sebagai Pegawai Negeri Sipil sebanyak 1.893 orang. Mata pencaharian yang lain adalah pengrajin sebanyak 89 orang, pedagang sebanyak 721 orang, peternak sebanyak 78 orang, montir sebanyak 86 orang, dan dokter sebanyak 54 orang. Sedangkan mata pencaharian sebagai nelayan kurang diminati warga sehingga tidak ada yang bermata pencaharian ini di Desa Kesiman Kertalangu. Adapun keterangan lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Desa Kesiman Kertalangu Menurut Mata Pencaharian
No.
Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Jumlah (Orang) 247
Persentase (%) 0,023
165
0,015
1.
Petani
2.
Buruh tani
3.
Buruh/ swasta/ pariwisata
4.188
0,39
4.
Pegawai Negeri Sipil
1.893
0,17
5.
Pengrajin
89
0,008
6.
Pedagang
721
0,066
7.
Peternak
78
0,007
8.
Montir
86
0.008
9.
Dokter
54
0,005
10.
Nelayan
0
0
Sumber : Pendataan Potensi Desa Wisata, 2011
4.1.3 Sejarah Berdirinya Usaha Daya Tarik Wisata Desa Budaya Kertalangu Usaha daya tarik wisata Desa Budaya Kertalangu berdiri di kawasan seluas 80 hektar yang termasuk dalam wilayah administratif Desa Kesiman Kertalangu. Sejarah berdirinya Desa Budaya Kertalangu seperti telah dipaparkan pada Bab 1, tidak lepas dari peranan para tokoh masyarakat Desa Kesiman Kertalangu yang mencetuskan gagasan pembentukan usaha daya tarik wisata ini. Berawal dari pertemuan intensif para tokoh masyarakat, kelian banjar adat, pemilik tanah, organisasi subak, beserta segenap aparat desa, dengan agenda pembahasan: “bagaimana mempertahankan kawasan jalur hijau Desa Kesiman Kertalangu agar tetap hijau, namun memiliki nilai tambah ekonomi bagi masyarakat sekitar,” maka lahirlah gagasan untuk mengembangkan kawasan menjadi usaha daya tarik wisata baru, dengan nama: “Desa Budaya Kertalangu” (http://www.visitkertalangu.com diakses tanggal 10 Januari 2011). Sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan Kepala Desa Kesiman Kertalangu, Ida Bagus Bima Putra, yang menyatakan bahwa berdirinya Desa Budaya Kertalangu berawal dari niat yang sederhana dari para tokoh masyarakat khususnya Bapak Dewa Ngurah Rai sebagai konseptor awal, untuk dapat mempertahankan jalur hijau di wilayah Desa Kesiman Kertalangu serta agar dapat memberikan nilai tambah perekonomian bagi para petani agar mereka tidak terdesak oleh kondisi modernisasi dan akhirnya menjual lahan sawah mereka. Ide konservasi ini lalu mendapat apresiasi
masyarakat serta Pemerintah Kota Denpasar dan akhirnya dicapai kesepakatan bersama untuk mendukung pendirian Desa Budaya Kertalangu. Pendirian Desa Budaya Kertalangu mengalami proses perijinan yang cukup panjang dimulai dari permohonan rekomendasi pembuatan jogging track (lintasan lari santai) kepada Bapak Walikota Denpasar saat itu yaitu Bapak A.A Puspayoga, dan permohonan tersebut disetujui dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Walikota Denpasar dengan nomor SK.503/10272/TKB tertanggal 10 Oktober 2005. Hingga diresmikan menjadi usaha daya tarik wisata seperti saat ini pada tanggal 22 Juni 2007 langsung oleh Walikota Denpasar Bapak A.A Puspayoga. Penetapan Desa Kesiman Kertalangu Kecamatan Denpasar Timur sebagai desa budaya dikukuhkan dengan penerbitan Surat Keputusan Walikota Denpasar Nomor 25 Tahun 2008. Dalam surat keputusan tersebut menyebutkan mengenai pengembangan Desa Kertalangu sebagai desa budaya terdiri dari penyiapan sarana jalan setapak sebagai jogging track; program pertanian sebagai atraksi wisata; penyediaan tempat wisata budaya dan pentas seni tradisional; sentra industri kerajinan rakyat; sarana kolam pancing dan pembibitan ikan (Mina Padi); program wisata kuliner dan masakan desa; dan fasilitas lain sebagai pendukung desa budaya. Selanjutnya mengenai persyaratan teknis pengembangan Desa Budaya Kertalangu ditetapkan perbandingan antara kawasan terbangun dengan ruang terbuka hijau diijinkan sebesar 10% dari luas areal yang dikembangkan yaitu seluas 80 hektar. Sedangkan mengenai persyaratan teknis bangunan penunjang kawasan dapat
dibangun dengan memperhatikan ketentuan teknis yang berlaku, tidak bertingkat serta tetap mencerminkan arsitektur tradisional Bali, dan untuk bangunan penunjang wisata jogging track dapat dibangun bangunan tempat berteduh pada tempat-tempat tertentu dengan ukuran 2 x 2 meter tanpa dinding. Mengenai daya tarik pertanian pada Desa Budaya Kertalangu, dalam surat keputusan walikota tersebut juga ditegaskan untuk tetap mempertahankan sistem Subak sebagai pola pengairan tradisional Bali. Dari segi operasionalnya, berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa Kesiman Kertalangu Ida Bagus Bima Putra, saat ini Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik di Kota Denpasar secara keseluruhan berada dalam pengawasan tiga komponen utama, yaitu pihak masyarakat Desa Kesiman Kertalangu, Pemerintah Kota Denpasar, dan investor yang menanamkan modal dan membangun usaha di dalam kawasan Desa Budaya Kertalangu. Namun dari segi teknis pelaksanaan operasionalnya, pihak Desa Kesiman Kertalangu menyerahkan kepada investor dalam hal ini PT.Uber Sari beserta koleganya yaitu PT. Bali Multi Wisata untuk mengelola kawasan Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata. Sedangkan mengenai putusan apa pun yang menyangkut masalah pembangunan atau pengembangan kawasan haruslah seijin dari masyarakat Desa Kesiman Kertalangu sebagai pemilik lahan dan seijin Pemerintah Kota Denpasar sebagai penentu kebijakan yang berwenang.
Mengenai kepemilikan lahan sawah yang digunakan sebagai kawasan Desa Budaya Kertalangu adalah lahan milik masyarakat Desa Kesiman Kertalangu yang diikat dengan perjanjian sewa menyewa dengan PT.Uber Sari selaku pengelola kawasan. Adapun perjanjian yang disepakati adalah pengikatan sewa menyewa untuk jangka waktu yang bervariasi antara 5 sampai 30 tahun. Perolehan pendapatan yang didapat dari operasional Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata disepakati sebanyak 5% diterima oleh Desa Kesiman Kertalangu, sedangkan sisanya dipergunakan untuk biaya operasional dan lain-lain
4.2 Karakteristik Responden Responden yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah wisatawan yang mengunjungi Desa Budaya Kertalangu selama durasi penelitian yaitu bulan Oktober 2011. Sampel penelitian ditentukan dengan metode accidental sampling, dan jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 orang.
Adapun karakteristik wisatawan tersebut akan dipaparkan
berdasarkan jenis kelamin, daerah asal, tingkat usia, pekerjaan, lama tinggal, frekuensi kunjungan, dan lokasi tinggal selama berada di Bali.
4.2.1 Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Budaya Kertalangu pada bulan Oktober 2011, dari 30 orang wisatawan baik asing maupun wisatawan nusantara sebagai responden, diperoleh data bahwa jumlah wisatawan yang mengunjungi Desa Budaya Kertalangu yang berjenis kelamin perempuan lebih dominan, yaitu sebanyak 18 orang (60%). Sedangkan wisatawan yang mengunjungi Desa Budaya Kertalangu yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 12 orang (40%). Perbandingan jumlah wisatawan sebagai responden yang mengunjungi Desa Budaya Kertalangu dari jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Perempuan
Jumlah Responden (Orang) 18
Persentase (%) 60
Laki-laki
12
40
30 orang
100%
Jumlah Sumber: Hasil penelitian 2011
4.2.2 Daerah Asal Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Budaya Kertalangu pada bulan Oktober 2011, dari 30 orang wisatawan baik asing maupun wisatawan nusantara sebagai responden, diperoleh data bahwa responden yang mengunjungi Desa Budaya Kertalangu berasal dari berbagai daerah, yaitu; Denpasar sebanyak 10 orang (33,3%), Surabaya sebanyak 3 orang (10%), Surakarta sebanyak 2 orang (6,7%), Jakarta sebanyak 2 orang (6,7%), Malang sebanyak 3 orang (10%), Bandung sebanyak 3 orang (10%), Gianyar sebanyak 2 orang (6,6%), Perancis sebanyak 1 orang (3,3%), Belanda sebanyak 2 orang (6,7%), Jerman sebanyak 2 orang (6,7%). Adapun perbandingannya dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Daerah Asal Daerah Asal Denpasar Surabaya Surakarta Jakarta Malang Bandung Gianyar Perancis Belanda Jerman
Jumlah Responden (Orang) 10 3 2 2 3 3 2 1 2 2
Jumlah Sumber: Hasil penelitian 2011
30 orang
Persentase (%) 33,3 10 6,7 6,7 10 10 6,6 3,3 6,7 6,7 100%
4.2.3 Tingkat Usia
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Budaya Kertalangu pada bulan Oktober 2011, dari 30 orang wisatawan baik asing maupun wisatawan nusantara sebagai responden, diperoleh data bahwa bila ditinjau dari tingkat usia wisatawan diperoleh hasil wisatawan dari tingkat usia 15-29 tahun sebanyak 11 orang (36,6%), wisatawan dari tingkat usia 30-44 tahun sebanyak 9 orang (30%), tingkat usia 45-64 tahun sebanyak 8 orang (26,7%), dan wisatawan yang berusia diatas 65 tahun sebanyak 2 otang (6,7%). Perbandingan jumlah wisatawan sebagai responden yang mengunjungi Desa Budaya Kertalangu ditinjau dari tingkat usia dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Usia Tingkat Usia (Tahun) 15-29
Jumlah Responden (Orang) 11
Persentase (%) 36,6
30-44
9
30
45-64
8
26,7
>65
2
6,7
30 orang
100%
Jumlah Sumber: Hasil penelitian 2011
4.2.4 Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Budaya Kertalangu pada bulan Oktober 2011, dari 30 orang wisatawan baik asing maupun wisatawan nusantara sebagai responden, diperoleh data bahwa responden yang mengunjungi Desa Budaya Kertalangu berasal dari berbagai kalangan profesi. Adapun detailnya adalah sebagai berikut;
jumlah responden yang memiliki pekerjaan sebagai
pengusaha/ pebisnis sebanyak 5 orang (16,7%), guru/ dosen sebanyak 5 orang (16,7%), seniman/ artis sebanyak 2 orang (6,7%), dokter sebanyak 1 orang (3,3%) orang, pelajar/mahasiswa sebanyak 7 orang (23,3%), pegawai swasta sebanyak 7 orang (23,3%), pensiunan Pegawai Negeri Sipil 2 orang (6,7%), dan ibu rumah tangga sebanyak 1 orang (3,3%). Perbandingan responden yang mengunjungi Desa Budaya Kertalangu ditinjau dari jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan Pengusaha Guru/ Dosen Seniman/ Artis Dokter Pelajar/Mahasiswa Pegawai Swasta Pensiunan PNS Ibu Rumah Tangga Jumlah Sumber: Hasil penelitian 2011
Jumlah Responden (Orang) 5 5 2 1 7 7 2 1
Persentase (%) 16,7 16,7 6,7 3,3 23,3 23,3 6,7 3,3
30 orang
100%
4.2.5 Frekuensi Kunjungan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Budaya Kertalangu pada bulan Oktober 2011, dari 30 orang wisatawan baik asing maupun wisatawan nusantara sebagai responden, diperoleh data bahwa dilihat dari frekuensi kunjungan responden ke Desa Budaya Kertalangu, sebanyak 9 orang (30%) menyatakan kunjungannya yang pertama kali, 14 orang (46,7%) telah berkunjung sebanyak 2 sampai 5 kali, dan sebanyak 7 orang (23,3%) telah berkunjung lebih dari 5 kali. Adapun perbandingannya dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Kunjungan Frekuensi Kunjungan 1 kali
Jumlah Responden (Orang) 9
Persentase (%) 30
2-5 kali
14
46,7
>5 kali
7
23,3
30 orang
100%
Jumlah Sumber: Hasil penelitian 2011
4.2.6 Lama Tinggal (length of stay) Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Budaya Kertalangu pada bulan Oktober 2011, dari 30 orang wisatawan baik asing maupun wisatawan nusantara sebagai responden, diperoleh data bahwa bila ditinjau dari lama tinggal
wisatawan di Bali, diketahui bahwa dari 30 orang responden, 9 orang (30%) menyatakan lama tinggal mereka di Bali kurang dari 1 minggu, dan 21 orang menyatakan tinggal lebih dari 1 minggu (70%). Adapun perbandingannya dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tinggal (length of stay) Lama Tinggal Kurang dari 1 minggu
Jumlah Responden (Orang) 9
Persentase (%) 30
Lebih dari 1 minggu
21
70
30 orang
100%
Jumlah Sumber: Hasil penelitian 2011
4.2.7 Lokasi Tinggal Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Budaya Kertalangu pada bulan Oktober 2011, dari 30 orang wisatawan baik asing maupun wisatawan nusantara sebagai responden, diperoleh data bahwa bila ditinjau dari lokasi tinggal selama berada di Bali, maka diperoleh hasil sebagai berikut; 13 orang (43,3%) tinggal di kawasan Denpasar, 5 orang (16,7%) tinggal di kawasan Kuta, 4 orang (13,3%) tinggal di kawasan Nusa Dua, 6 orang (20%) tinggal di kawasan Sanur, dan 2 orang (6,7%) tinggal di kawasan Gianyar. Perbandingan responden yang mengunjungi Desa Budaya Kertalangu ditinjau dari lokasi tinggal selama berada di Bali, dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Lokasi Tinggal Lokasi Tinggal Denpasar Kuta Nusa Dua Sanur Gianyar
Jumlah Responden (Orang) 13 5 4 6 2
Jumlah Sumber: Hasil penelitian 2011
30 orang
Persentase (%) 43,3 16,7 13,3 20 6,7 100%
4.3 Potensi Desa Budaya Kertalangu Sebagai Usaha Daya Tarik Wisata di Kota Denpasar
Potensi yang dimiliki Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar, dapat kita tinjau dari segala hal dan keadaan, baik nyata dan dapat diraba maupun yang tidak teraba, yang digarap, diatur dan disediakan sedemikian rupa sehingga dapat bermanfaat atau dimanfaatkan atau diwujudkan sebagai kemampuan. Hal ini sesuai dengan konsep yang diberikan oleh Damardjati yang kemudian dipertegas kembali menjadi dua garis besar sesuai dengan pendapat Pendit, menjadi potensi budaya dan potensi alamiah. 4.3.1 Potensi Budaya
Adapun potensi budaya yang terdapat di Desa Budaya Kertalangu dapat kita lihat dari beberapa fasilitas penunjang serta produk wisata yang dikemas dalam bentuk program-program edukasi bagi para pengunjung untuk menambah wawasan mengenai budaya Bali, khususnya budaya masyarakat Desa Kesiman Kertalangu. Berdasarkan teori the tourist qualities of a destination oleh Burkart & Medlik, potensi budaya tersebut dapat dikategorikan dalam kategori atraksi-atraksi, berupa produkproduk wisata berikut. a). Seni Arsitektur Seni arsitektur yang digunakan dalam pembangunan dan penataan fasilitasfasilitas penunjang
menjadi salah satu bagian dari atraksi di Desa Budaya
Kertalangu. Bangunan-bangunan yang tersedia baik dari segi desain maupun fungsinya, disesuaikan dengan ketentuan dalam Surat Keputusan Walikota Denpasar
Nomor 25 Tahun 2008 mengenai pengembangan Desa Budaya Kertalangu sebagai desa budaya. Hal ini tidak terlepas dari konsep awal yang telah disepakati bersama antara para tokoh masyarakat dan warga Desa Kesiman Kertalangu pada saat pendirian Desa Budaya Kertalangu, untuk tidak meninggalkan ciri khas arsitektur tradisional Bali yang menjadi salah satu penanda kebudayaan Bali yang krusial. Bentuk potensi budaya yang telah digarap dalam seni arsitektur pada salah satu fasilitas penunjang di Desa Budaya Kertalangu dapat dilihat pada Gambar 4.1 dibawah ini.
Gambar 4.1 Seni arsitektur tradisional bali pada fasilitas penunjang di Desa Budaya Kertalangu Sumber : dokumen pribadi (8/10/ 2011)
Arsitektur tradisional Bali dapat diartikan sebagai tata ruang dari wadah kehidupan masyarakat Bali yang telah berkembang secara turun-temurun dengan segala aturan-aturan yang diwarisi dari jaman dahulu, sampai pada perkembangan satu wujud dengan ciri-ciri fisik yang terungkap pada lontar Asta Kosala-Kosali, Asta Patali dan lainnya, sampai pada penyesuaian-penyesuaian oleh para undagi yang masih selaras dengan petunjuk-petunjuk dimaksud. Arsitektur tradisional Bali yang kita kenal, mempunyai konsep-konsep dasar yang mempengaruhi tata nilai ruangnya (http://www.petra.ac.id/science/architecture/bali/bali.htm). Konsep dasar tersebut adalah: Konsep hirarki ruang, Tri Loka atau Tri Angga Konsep orientasi kosmologi, Nawa Sanga atau Sanga Mandala Konsep keseimbangan kosmologi, Manik Ring Cupu Konsep proporsi dan skala manusia Konsep court, Open air Konsep kejujuran bahan bangunan
Arsitektur tradisional Bali yang terdapat pada berbagai fasilitas penunjang di Desa Budaya Kertalangu seperti terlihat pada gambar 4.1, lebih banyak menggunakan konsep pavilion terbuka atau Open Air. Hal ini dipertegas dengan persyaratan
bangunan penunjang kawasan yang dibangun tidak bertingkat, mencerminkan arsitektur tradisional Bali, dan
untuk bangunan penunjang wisata jogging track
didirikan bangunan tempat berteduh pada tempat-tempat tertentu dengan ukuran 2 x 2 meter tanpa dinding.
b). Pementasan seni Potensi budaya lainnya yang sudah digarap dan dikembangkan di Desa Budaya Kertalangu adalah pementasan seni dan acara hiburan. Adapun pementasan seni yang menjadi salah satu daya tarik atau atraksi wisata adalah berupa pementasan seni tari-tarian seperti Tari Barong dan Kecak, Joged Bumbung, Legong dan Jegog. Pementasan seni tari-tarian ini merupakan suatu atraksi yang baru dikemas, sehingga sifatnya masih berdasarkan permintaan konsumen (based upon request). Menurut wawancara dengan Bapak Dewa Ngurah Rai pimpinan dari PT.Uber Sari selaku pengelola kawasan Desa Budaya Kertalangu, rencana awalnya adalah membuat pementasan seni tari-tarian ini menjadi sebuah acara reguler yang rutin dijadwalkan untuk dipertunjukkan pada wisatawan. Namun masih mengalami beberapa kendala sehingga belum dapat dilaksanakan secara reguler. Penari dan penabuh yang dipersiapkan untuk mendukung pementasan seni tari-tarian ini seluruhnya berasal dari warga Desa Kesiman Kertalangu yang kebanyakan berprofesi sebagai petani.
Gambar 4.2 Pementasan seni tari Bali. Sumber : Desa Budaya Kertalangu (2010).
c). Aktivitas Budaya Berikutnya potensi budaya yang telah dikembangkan pengelola Desa Budaya Kertalangu adalah berupa aktivitas budaya baik yang dilakukan oleh warga masyarakat maupun yang ditujukan bagi pengunjung. Berbagai aktivitas budaya baik dalam bentuk ritual keagamaan yang dilakukan oleh krama subak, maupun aktivitas sehari-hari warga Desa Kesiman Kertalangu khususnya yang melakukan kegiatan bercocok tanam di persawahan, merupakan potensi budaya yang menjadi fokus utama sebagai daya tarik andalan Desa Budaya Kertalangu. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan pihak Kepala Desa Kesiman Kertalangu, Bapak Ida Bagus Bima Putra dan pihak pengelola dari PT.Uber Sari, Bapak Dewa Ngurah Rai, yang sepakat menyatakan bahwa berangkat dari tujuan awal pendirian Desa Budaya Kertalangu
adalah sebagai langkah konservasi lahan persawahan yang ada di wilayah Desa Kesiman Kertalangu agar tetap terpelihara dan dapat memberikan nilai tambah ekonomi khususnya bagi masyarakat lokal. Aktivitas budaya yang dilakukan masyarakat lokal di lahan persawahan dapat disaksikan sebagai atraksi yang menyenangkan bagi para pengunjung tanpa dipungut biaya apapun. Sedangkan untuk aktivitas budaya yang dapat diikuti oleh para pengunjung sebagai partisipan, dikemas dalam bentuk paket-paket program edukasi maupun workshop demonstration. Aktivitas yang termasuk dalam paket-paket program edukasi tersebut antara lain; belajar membuat kerajinan tangan berupa keramik, gerabah, lilin, kaca, lampu dan sabun aromatherapy, belajar melukis, belajar menanam padi, dan menggiring bebek. Beberapa contoh aktivitas budaya tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.3, Gambar 4.4, dan Gambar 4.5.
Gambar 4.3 Paket edukasi belajar melukis di Desa Budaya Kertalangu. Sumber : Desa Budaya Kertalangu (2010).
Gambar 4.4 Paket edukasi belajar membuat kerajinan keramik dan kaca di Desa Budaya Kertalangu. Sumber : Desa Budaya Kertalangu (2010). Aktivitas budaya lainnya yang termasuk dalam program edukasi adalah Pesraman Budaya Bali, dimana pengunjung dapat belajar menari, belajar mejejahitan, belajar memasak, belajar melukis serta belajar menabuh. Seluruh aktivitas budaya ini dipandu oleh para masyarakat setempat sebagai instruktur.
Gambar 4.5 Paket edukasi belajar mejejahitan di Desa Budaya Kertalangu. Sumber : Desa Budaya Kertalangu (2010). Dari keseluruhan potensi budaya yang telah digarap di atas, semuanya telah dikemas dalam bentuk produk wisata atau program-program edukasi yang memiliki nilai budaya maupun ekonomis, khususnya untuk menambah pendapatan masyarakat
desa setempat. Namun ada beberapa kendala dalam pelaksanaannya secara reguler, sehingga saat ini hanya dapat diselenggarakan sesuai dengan permintaan. Dari hasil wawancara dengan pengelola Desa Budaya Kertalangu, Bapak Dewa Ngurah Rai, mengungkapkan: “Potensi budaya yang dimiliki Desa Budaya Kertalangu sesungguhnya sangat besar, namun ada beberapa kendala yang kita hadapi. Misalnya untuk kegiatan pertunjukan seni dan lain-lain, belum berjalan sebagaimana mestinya (secara reguler), karena terkendala pasar dan tempat yang kurang representatif.”
Selanjutnya beliau juga menambahkan mengenai tujuan awal pendirian Desa Budaya Kertalangu sebagai berikut: “Tujuan kita membuat Desa Budaya (ini) adalah berawal dari pemikiran sederhana yaitu dari cita-cita melakukan konservasi budaya Bali di tengahtengah Kota Denpasar.”
4.3.2 Potensi Alamiah Desa Budaya Kertalangu memiliki potensi alamiah yang menjadi daya tarik tersendiri khususnya bagi para pengunjungnya. Adapun definisi konsep dari potensi alamiah tersebut adalah potensi yang ada di masyarakat, yang berupa potensi fisik dan geografi seperti alam. Potensi alamiah yang sangat jelas terlihat dan menjadi andalan dalam pengemasan produk wisata di Desa Budaya Kertalangu, adalah pertanian dan bentang alam. Pengunjung dapat menikmati potensi alamiah berupa pertanian dan bentang alam dalam berbagai aktivitas yang dikemas dalam produkproduk wisata yang berbentuk atraksi wisata maupun fasilitas yang melengkapinya,
seperti jogging track, fasilitas outbound dan lahan edukasi pertanian, serta bale bengong (gazebo). a). Jogging Track dan menunggang kuda pony. Potensi alamiah yang merupakan andalan dari Desa Budaya Kertalangu berupa pertanian dan bentang alam seluas 80 hektar, dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas. Salah satunya adalah dalam bentuk suatu atraksi wisata berbentuk lintasan lari santai (jogging track). Lintasan ini dibangun di tengah-tengah areal persawahan dengan lebar lintasan 2 meter dan 1,5 meter, serta panjangnya mencapai 5 kilometer. Rute lintasan dibangun dengan rute memutar atau mengitari areal persawahan. Jadi para pengunjung dapat menikmati segarnya suasana alam persawahan sambil menyaksikan berbagai aktivitas para petani di lahan mereka. Pengunjung dapat melakukan aktivitas olahraga lari santai (jogging), atau sekedar berjalan-jalan sambil menikmati pemandangan sawah. Jalur yang digunakan sebagai lintasan lari santai atau jogging track ini pada awalnya merupakan jalan setapak yang biasa disebut masyarakat setempat dengan nama jalan subak. Demi kenyamanan dan keamanan pengunjung, maka jalan setapak ini lalu dibuat menjadi jalan semi permanen dengan menggunakan material beton. Jogging track ini dibangun mengikuti struktur topografi alami dari lahan persawahan yang naik-turun menyamai jalan subak sebelumnya, sehingga menyebabkan adanya perbedaan lebar lintasan.
Gambar 4.6 Jogging Track Desa Budaya Kertalangu. Sumber : www.joggingcommunity.wordpress.com (9/10/2011). Bagi para pengunjung yang ingin menikmati suasana alam dari Desa Budaya Kertalangu dengan cara yang lain, di tempat ini juga disediakan fasilitas penyewaan kuda pony. Jadi pengunjung dapat melakukan aktivitas menunggang kuda pony dengan rute khusus yang lebih singkat daripada rute jogging track. Untuk keamanan pengunjung masing-masing kuda akan dipawangi oleh seorang pemandu dari warga setempat.
Gambar 4.7 Menunggang kuda pony di Desa Budaya Kertalangu. Sumber : dokumen pribadi (8/10/2011). b). Fasilitas Outbound dan lahan edukasi pertanian Potensi alami berupa pertanian dan bentang alam Desa Budaya Kertalangu dikemas sebagai produk wisata lainnya dalam bentuk fasilitas outbound serta lahan edukasi pertanian. Fasilitas outbound yang disediakan bisa digunakan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan outbound seperti flying fox, raveling dan lainlain. Dari pos-pos yang digunakan untuk fasilitas outbound yang berada di atas pohon kelapa, pengunjung bisa menikmati pemandangan alam dan hamparan sawah yang asri. Sedangkan untuk paket belajar menanam padi dan menggiring bebek, pihak
pengelola menggunakan lahan pertanian yang disewa dari petani pemilik lahan. Jadi pengunjung dapat menikmati potensi alam pertanian lewat program ini.
Gambar 4.8 Aktivitas outbound di Desa Budaya Kertalangu. Sumber : Desa Budaya Kertalangu (2010). c). Bale Bengong (gazebo) Untuk menikmati potensi alam berupa pertanian dan bentang alam di Desa Budaya Kertalangu, pihak pengelola mendirikan berbagai fasilitas penunjang, salah satunya adalah bale bengong (gazebo). Fasilitas bale bengong disediakan sebanyak sembilan buah. Enam buah bale bengong ditempatkan di kolam pancing yang bersebelahan dengan lahan pertanian, dan tiga buah ditempatkan di sepanjang jalur jogging track. Semua bangunan bale bengong dibuat seragam dengan menggunakan atap ilalang atau jerami dan menggunakan kayu sebagai material bangunan yang dominan. Dari bale bengong ini pengunjung dapat menikmati pemandangan alam
serta hamparan sawah sambil melepas lelah usai berolahraga atau sekedar bersantai bersama keluarga dan kerabat.
Gambar 4.9 Bale bengong di Desa Budaya Kertalangu. Sumber : www.edyraguapo.blogspot.com (9/10/2011). Potensi yang dimiliki Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar seperti dipaparkan di atas, sangatlah besar. Saat ini menurut pendapat Bapak Dewa Ngurah Rai selaku penggagas dan pengelola kawasan ini, potensi yang dimiliki masih bisa dikembangkan lagi. “Potensi Desa Budaya (ini) sangat luar biasa, saat ini menurut pandangan saya hanya sekitar 5% saja yang baru digarap. Ide pemikiran ke depan adalah membangun kawasan yang mencirikan Kota Denpasar dengan konsep eksistensi pertanian, terpadu, organik, berbudaya, ritual dan pariwisata, agar dapat mengemas pertanian tradisional menjadi suatu konservasi eksistensi budaya Bali.”
Potensi yang sangat besar ini apabila dimanfaatkan dengan cara yang bijaksana dan sesuai dengan aturan, maka nilai tambah yang dihasilkan bagi masyarakat setempat akan lebih besar lagi. 4.4 Motivasi Wisatawan Untuk Mengunjungi Desa Budaya Kertalangu Sebagai Salah Satu Usaha Daya Tarik Wisata di Kota Denpasar.
Motivasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam studi tentang wisatawan dan pariwisata, karena motivasi merupakan trigger dari proses perjalanan wisata, walaupun motivasi ini acapkali tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri (Sharpley, 1994: Wahab, 1975 dalam Pitana dan Gayatri 2005: 58). Motivasi inilah yang mendorong wisatawan untuk memilih suatu daya tarik wisata yang akan dikunjungi, salah satunya adalah Desa Budaya Kertalangu. Motivasi dari masingmasing wisatawan bisa bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada periode Oktober 2011, dari 30 orang wisatawan asing maupun nusantara yang menjadi responden penelitian diperoleh hasil sebagai berikut; 9 orang (30%) menyatakan motivasi mereka untuk berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu adalah untuk berolahraga, 7 orang (23,3%) menyatakan motivasi mereka adalah untuk refreshing/ penyegaran, 4 orang (13,4%) menyatakan motivasi mereka untuk relaksasi, 3 orang (10%) menyatakan motivasi mereka adalah untuk melakukan interaksi sosial, 3 orang (10%) menyatakan motivasi mereka untuk berkumpul dengan teman/ keluarga, 3 orang (10%) menyatakan motivasi mereka untuk melihat
hal-hal yang berhubungan dengan kesenian, dan 1 orang (3,3%) menyatakan motivasi mereka untuk merasakan petualangan. Motivasi yang paling dominan mendorong para wisatawan tersebut untuk mengunjungi Desa Budaya Kertalangu adalah motivasi fisik yang didalamnya termasuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, dan olahraga. Sebanyak 30% responden menyatakan motivasi mereka untuk berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu adalah untuk berolahraga. Salah satu responden yaitu Anastasia Jeany Ratnasari, seorang pelajar menyatakan; “Saya datang untuk olahraga disini, jogging sambil ngelihat pemandangan sawah, udaranya enak dan bersih”.
Motivasi Anastasia Jeany Ratnasari termasuk dalam motivasi fisik. Berikutnya yang juga termasuk dalam motivasi fisik adalah relaksasi, Rolf Meulemann seorang dokter dari Belanda menyatakan motivasinya berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu adalah untuk relaksasi. “My work in Nederland is quite stressful, as a doctor I have to work with full concentration all the time, so I want to really feel relaxed on my holiday. I stay at Sanur, and I heard from a taxi driver about this place. I told him I want to relax just stroll around other than Sanur that’s near by, and he pointed me out this place.” Menurut Rolf Meulemann, pekerjaannya sebagai seorang dokter di Belanda cukup membuat stress, karena ia harus bekerja dengan konsentrasi penuh sepanjang waktu, sehingga ia menginginkan suasana yang penuh relaksasi dalam liburannya. Hotel
tempatnya menginap berada di kawasan Sanur, dan ia mengetahui lokasi Desa Budaya Kertalangu dari seorang pengemudi taksi. Dia menanyakan lokasi yang dekat dengan Sanur dimana ia bisa berjalan-jalan dan relaksasi, dan pengemudi itu menunjukkan lokasi Desa Budaya Kertalangu. Motivasi lain yang cukup dominan mendorong responden untuk mengunjungi Desa Budaya Kertalangu adalah motivasi pribadi yaitu untuk refreshing atau penyegaran tubuh. Sebanyak 7 orang responden (23,3%) menyatakan motivasi mereka adalah untuk refreshing. Seperti yang dinyatakan oleh salah seorang responden seorang guru dari Surakarta yaitu Agus Israwan. “Motivasi saya datang kesini untuk refreshing. Sekalian ingin tahu seperti apa sih Desa Budaya itu, karena denger dari saudara yang pernah datang kesini. Saya sering ke Bali, tapi baru pertama (kali) kesini, jadi sekalian jalan-jalan sambil refreshing”.
Lain lagi dengan pendapat Claudia Gertsch seorang seniman dari Jerman. Ia menyatakan motivasinya untuk berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu adalah untuk mengetahui seni dan tradisi masyarakat Bali, motivasi ini termasuk dalam motivasi kebudayaan. Sebanyak 3 responden (10%) menyatakan motivasi mereka adalah untuk melihat atau mengetahui hal-hal yang menyangkut kesenian, khususnya kesenian tradisional Bali. “I want to know about your artworks and local tradition here. I read from the internet about a cultural village where we can see local tradition in Bali,
that’s why I go here. I also want to take some pictures for my photo collection in Germany.”
Menurut Claudia Gertsch, motivasinya untuk berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu karena ingin mengetahui kesenian atau kerajinan serta tradisi masyarakat lokal. Ia mengetahui tentang Desa Budaya Kertalangu dari internet dan memutuskan untuk berlibur ke Bali, ia juga ingin mengambil beberapa gambar untuk menambah koleksi fotonya di Jerman. Dari beberapa komentar responden wisatawan asing maupun nusantara di atas, dapat kita lihat dalam pernyataan mereka bahwa motivasi-motivasi yang mendorong mereka untuk berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu, merupakan salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan. Seperti yang dikemukakan oleh Abraham Maslow (1943) dengan teori motivasinya yang pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, kelima tingkatan kebutuhan dimaksud meliputi kebutuhan (1) fisik (physiological needs), (2) rasa aman (security needs), (3) sosial (social needs), (4) penghargaan/ pengakuan (esteem needs), dan (5) mewujudkan jati diri (self actualization needs). Jika kebutuhan paling dasar yaitu kebutuhan fisik sudah terpenuhi, maka manusia akan mencari kebutuhan pada tingkat berikutnya dan seterusnya. Wisatawan asing maupun nusantara yang menjadi responden pada penelitian ini, berupaya untuk melakukan memenuhi kebutuhan mereka akan kebutuhan primer berupa kebutuhan
fisik dan rasa aman. Selanjutnya mereka berupaya untuk melakukan pemenuhan kebutuhan
sekunder
(dalam
teori
Maslow
berupa
kebutuhan
sosial,
penghargaan/pengakuan, dan mewujudkan jati diri). Motivasi-motivasi ini sangat dipengaruhi oleh faktor intrinsik (dari dalam diri) dan juga faktor ekstrinsik (dari luar diri). Salah satu contoh pengaruh faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi responden untuk memilih Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata yang dikunjungi di Bali, dapat kita lihat dari pengaruh keluarga, seperti cerita dari saudara tentang Desa Budaya Kertalangu sehingga menimbulkan motivasi untuk melihat secara langsung tempat ini, serta dengan motivasi untuk berkumpul dengan keluarga. Situasi kerja yang dihadapi oleh responden juga mempengaruhi motivasi mereka untuk meluangkan waktu berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu. Situasi kerja yang monoton membuat seseorang mengalami kebosanan, sehingga menimbulkan suatu keinginan untuk melepaskan diri dari rutinitas tersebut (Pitana, 2004: 59). Latar belakang pekerjaan responden antara lain sebagai dokter, guru/ dosen, pelajar, pegawai swasta, pengusaha dan sebagainya merupakan pekerjaan yang cukup membutuhkan konsentrasi tinggi dan menyita banyak waktu dalam keseharian mereka. Oleh karena itu, pekerjaan yang menjadi rutinitas sehari-hari, ingin dilupakan sementara oleh para responden dengan melakukan relaksasi, refreshing atau penyegaran tubuh. Mengacu pada teori hierarki kebutuhan Maslow, Mc. Intosh (1972: 52) mengelompokkan motivasi-motivasi dasar menjadi empat kategori. Motivasi-
motivasi dasar inilah yang mendorong wisatawan asing dan nusantara sebagai responden untuk berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu. Adapun kategori-kategori tersebut adalah:
4.4.1 Motivasi-motivasi Fisik (Physical Motivators) Motivasi-motivasi ini meliputi segala motivasi yang berhubungan dengan istirahat fisik (relaksasi), kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, bersantai, dan sebagainya, termasuk motivasi yang berhubungan langsung dengan kesehatan jasmani seseorang. Keseluruhan motivasi-motivasi ini memiliki satu kesamaan
yaitu
pengurangan
ketegangan
melalui
aktivitas-aktivitas
yang
berhubungan dengan faktor-faktor fisik. Motivasi yang bersifat fisik ini juga sangat didukung dengan ketersediaan produk-produk wisata yang disediakan oleh Desa Budaya Kertalangu seperti dibangunnya lintasan lari santai (jogging track), spa dan beauty salon, fasilitas outbound, kolam pancing dan sebagainya. Salah satu contoh pemenuhan motivasi-motivasi yang bersifat fisik dapat kita lihat di areal jogging track seperti Gambar 4.10 dibawah ini.
Gambar 4.10 Pemenuhan motivasi fisik dengan melakukan kegiatan olahraga jogging yang merupakan produk wisata di Desa Budaya Kertalangu. Sumber : dokumen pribadi (2/10/2011). 4.4.2. Motivasi-motivasi Kebudayaan (Cultural motivators) Motivasi-motivasi kebudayaan diidentifikasikan dengan keinginan wisatawan asing maupun nusantara yang menjadi responden penelitian, untuk mengetahui tentang musik, seni, sejarah, tari-tarian, lukisan-lukisan, agama dan aktivitas-aktivitas budaya. Desa Budaya Kertalangu menyediakan banyak produk-produk wisata yang mendukung pemenuhan motivasi-motivasi kebudayaan ini bagi para pengunjung, seperti adanya pementasan tari, kegiatan edukasi belajar menanam padi, menabuh, menari dan mejejahitan dalam Pesraman Budaya Bali, serta workshop demonstration.
Gambar 4.11 Pemenuhan motivasi kebudayaan dengan melakukan aktivitas belajar menari yang merupakan produk wisata di Desa Budaya Kertalangu. Sumber : Desa Budaya Kertalangu (2011).
4.4.3 Motivasi-motivasi Pribadi (Interpersonal Motivators) Motivasi-motivasi yang bersifat pribadi mencakup keinginan untuk bertemu dengan orang-orang baru, mengunjungi teman dan keluarga, pelarian dari rutinitas hidup yang membosankan, atau untuk membangun pertemanan-pertemanan baru dan seterusnya. Pengunjung Desa Budaya Kertalangu berupaya memenuhi motivasimotivasi yang bersifat pribadi ini dengan meluangkan waktu mereka untuk
berkumpul dengan teman dan keluarga atau sekedar beristirahat dengan melupakan sejenak rutinitas sehari-hari mereka, seperti yang terlihat pada Gambar 4.9 dibawah ini.
Gambar 4.12 Pemenuhan motivasi pribadi dengan berkumpul bersama teman dan keluarga
Sumber
sambil menikmati produk – produk wisata yang ditawarkan Desa Budaya Kertalangu. : dokumen pribadi (20/10/2011).
4.4.4 Motivasi-motivasi Status atau Prestise (Status and Prestige Motivators) Motivasi-motivasi karena status atau prestise, merupakan motivasi-motivasi yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan kepercayaan diri dan pengembangan
pribadi. Dalam kategori ini adalah perjalanan-perjalanan yang berkaitan dengan bisnis, menghadiri konvensi, belajar, pemenuhan hobi-hobi dan pendidikan, seringkali ketertarikan pekerjaan atau profesi. Motivasi-motivasi seperti keinginan untuk diakui, perhatian, penghargaan dan reputasi yang baik dapat diraih dengan melakukan perjalanan. Sejumlah wisatawan memilih untuk mengunjungi Desa Budaya Kertalangu dengan motivasi karena status atau prestise. Mereka melakukan pemenuhan motivasi ini dengan berbagai cara seperti belajar mengenai budaya bali yang ditawarkan dalam paket-paket edukasi yang ditawarkan sebagai produk wisata di Desa Budaya Kertalangu, menghadiri pertemuan bisnis dengan kolega atau sekedar menyalurkan hobi memancing atau fotografi seperti terlihat pada Gambar 4.13 di bawah ini.
Gambar 4.13 Pemenuhan motivasi karena status atau prestise dengan menyalurkan hobi memancing di kolam pancing Desa Budaya Kertalangu. Sumber : dokumen pribadi (20/10/2011).
4.5 Persepsi Wisatawan Terhadap Produk Desa Budaya Kertalangu Sebagai Salah Satu Usaha Daya Tarik Wisata di Kota Denpasar.
Untuk menjawab pokok permasalahan yang ketiga mengenai persepsi wisatawan terhadap produk Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar, maka dilakukan penelitian pada periode Oktober 2011 dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui penyebaran angket/kuisioner dan wawancara, sementara metode yang digunakan adalah accidental sampling. Data yang berhasil diperoleh di lapangan, dari 30 orang wisatawan asing maupun nusantara yang menjadi responden penelitian, memiliki karakteristik sebagai berikut; responden terdiri dari 18 orang perempuan dan 12 orang laki-laki, tingkat usia responden paling dominan adalah usia 15-29 tahun yaitu 11 orang, 30-44 tahun sebanyak 9 orang, 45-64 tahun sebanyak 8 orang, dan diatas 65 tahun sebanyak 2 orang. Hal ini menunjukkan bahwa produk-produk Desa Budaya Kertalangu cukup diminati oleh kalangan usia remaja dan produktif. Latar belakang pekerjaan para responden dari yang terbanyak adalah pelajar/mahasiswa sebanyak 7 orang, pegawai swasta sebanyak 7 orang, pengusaha sebanyak 5 orang, guru/dosen sebanyak 5 orang, seniman/artis sebanyak 2 orang, pensiunan Pegawai Negeri Sipil sebanyak 2 orang, dokter sebanyak 1 orang, dan ibu rumah tangga sebanyak 1 orang. Mereka berasal dari berbagai daerah dan didominasi dari Denpasar sebanyak 10 orang, Surabaya, Malang dan Bandung masing-masing sebanyak 3 orang,
Surakarta, Jakarta, Gianyar, Belanda dan Jerman masing-masing sebanyak 2 orang dan 1 orang responden berasal dari Perancis. Untuk frekuensi berkunjung sebanyak 14 orang responden menyatakan bahwa mereka mengunjungi Desa Budaya Kertalangu sejumlah 2-5 kali, sementara 9 orang menyatakan saat itu adalah kunjungan mereka yang pertama kali, dan 7 orang menyatakan mereka mengunjungi Desa Budaya Kertalangu lebih dari 5 kali. Dari 30 orang responden memiliki lama tinggal (length of stay) di Bali yang berbeda-beda, sebanyak 21 orang menyatakan tinggal lebih dari 1 minggu, dan 9 orang menyatakan tinggal kurang dari 1 minggu. Mereka memilih lokasi tinggal yang berbeda-beda pula, 13 orang menyatakan tinggal di seputaran Denpasar, 6 orang tinggal di kawasan Sanur, 5 orang tinggal di kawasan Kuta, 4 orang tinggal di kawasan Nusa Dua, dan 2 orang tinggal di kawasan Gianyar.
4.5.1 Persepsi Wisatawan Terhadap Atraksi-atraksi di Desa Budaya Kertalangu Persepsi wisatawan terhadap Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata diambil dari hasil pengolahan data persepsi 30 orang responden sebagai sampel penelitian selama periode Oktober 2011. Persepsi yang diteliti adalah persepsi para responden terhadap variabel-variabel penelitian berupa produk-produk wisata yang dihubungkan dengan teori The Tourist Qualities of A Destination dari Burkart dan Medlik, dikategorikan menjadi 4 variael yaitu atraksi-atraksi, aksesibilitas, amenitas/fasilitas-fasilitas, dan organisasi wisatawan/ pengelola. Adapun data yang
diperoleh mengenai persepsi wisatawan terhadap atraksi-atraksi yang terdapat di Desa Budaya Kertalangu dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Persepsi Wisatawan Terhadap Atraksi-atraksi di Desa Budaya Kertalangu Sangat Baik (5)
18
Jmlh (org) -
-
Sangat Buruk (1) Jmlh Skor (org) -
10
30
-
-
-
-
48
4
12
-
-
-
-
14
56
15
45
-
-
-
-
-
13
52
17
51
-
-
-
-
10
50
16
64
4
12
-
-
-
-
Menunggang kuda
10
50
12
48
8
24
-
-
-
-
Kebun Anggrek
4
20
16
64
10
30
-
-
-
-
Seni dan budaya
2
10
18
72
10
30
-
-
-
-
60
14
42
-
-
-
-
48
4
12
-
-
-
-
Atraksi-atraksi
Pertanian
Jmlh (org) 19
Arsitektur
Skor
Baik (4)
95
Jmlh (org) 5
4
20
Pemandangan alam Pertunjukan seni
19
20
Jmlh (org) 6
16
64
95
12
1
5
Hiburan
-
Fotografi
Workshop 1 5 15 Demonstration Aktivitas 14 70 12 masyarakat Sumber : Hasil Pengolahan Data (2011)
Skor
Cukup (3) Skor
Buruk (2) Skor
Total Skor
Nilai
133/30 = 4,4 114/30 = 3,8 155/30 = 5,0 106/30 = 3,5 103/30 = 3,4 126/30 = 4,2 122/30 = 4,0
Sangat Baik Baik
114/30 = 3,8 112/30 = 3,7 107/30 = 3,5 130/30 = 4,3
Baik
Dari hasil pengolahan data penelitian yang dipaparkan di atas, dengan menggunakan konversi Skala Likert, maka dapat kita ketahui bahwa dari variabel atraksi-atraksi yang menjadi produk wisata di Desa Budaya Kertalangu, indikator pemandangan alam memperoleh penilaian persepsi sangat baik dengan skor 5,0,
Sangat Baik Baik Cukup Baik Baik
Baik Baik Sangat Baik
selanjutnya indikator pertanian memperoleh penilaian persepsi yang sangat baik dari para responden dengan urutan skor 4,4 dan indikator aktivitas masyarakat mendapat penilaian persepsi sangat baik dengan skor 4,3. Berikutnya indikator-indikator yang mendapat penilaian persepsi baik secara berurutan dari skor terbesar adalah indikator fotografi dengan skor 4,2 serta menunggang kuda pony dengan skor 4,0. Indikator berikutnya yang sama-sama memperoleh skor sebesar 3,8 adalah arsitektur dan kebun anggrek. Lalu indikator seni budaya mendapatkan skor sebesar 3,7 indikator pertunjukan seni dan workshop demonstration mendapatkan skor yang sama yaitu 3,5. Sedangkan indikator yang memperoleh penilaian persepsi cukup adalah hiburan yaitu dengan skor sebesar 3,4.
4.5.2 Persepsi Wisatawan Terhadap Aksesibilitas Desa Budaya Kertalangu Variabel berikutnya menurut teori The Tourist Qualities of A Destination dari Burkart dan Medlik, adalah aksesibilitas. Dimana aksesibilitas yang dimaksudkan dalam hal ini adalah transportasi eksternal dan komunikasi-komunikasi, yang memungkinkan sebuah destinasi untuk dijangkau. Adapun persepsi para responden terhadap aksesibilitas Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar dapat kita lihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Persepsi Wisatawan Terhadap Aksesibilitas Desa Budaya Kertalangu Aksesibilitas
Lokasi obyek
Sangat Baik (5) Jmlh (org) 14
Skor 70
Baik (4) Jmlh (org) 2
Jarak dari 3 15 10 bandara Kondisi jalan 6 30 19 menuju lokasi Transportasi 2 10 14 menuju lokasi Sumber : Hasil Pengolahan Data (2011)
42
Jmlh (org) -
-
Sangat Buruk (1) Jmlh Skor (org) -
15
45
2
4
-
-
76
5
15
-
-
-
-
56
10
30
4
8
-
-
Skor
Cukup (3)
8
Jmlh (org) 14
40
Skor
Buruk (2) Skor
Total Skor
Nilai
120/30 = 4,0 104/30 = 3,4 121/30 = 4,0 104/30 = 3,4
Baik
Dari hasil pengolahan data penelitian yang dipaparkan di atas, dengan menggunakan konversi data melalui Skala Likert, maka dapat kita ketahui bahwa dari kategori aksesibilitas Desa Budaya Kertalangu, indikator lokasi obyek dan kondisi jalan menuju lokasi mendapatkan penilaian persepsi baik dengan skor masing-masing sebesar 4,0. Sedangkan untuk indikator jarak dari bandara dan transportasi menuju lokasi memperoleh penilaian persepsi cukup dari para responden dengan jumlah skor masing-masing sebesar 3,4. 4.5.3 Persepsi Wisatawan Terhadap Amenitas/ Fasilitas-fasilitas Desa Budaya Kertalangu Variabel amenitas/ fasilitas-fasilitas adalah variabel yang ketiga menurut teori The Tourist Qualities of A Destination dari Burkart dan Medlik, amenitas yang dimaksudkan adalah fasilitas-fasilitas di destinasi yang mencakup akomodasi, catering, transportasi internal dan komunikasi-komunikasi, yang memungkinkan wisatawan untuk berkeliling selama ia tinggal di destinasi tersebut. Fasilitas-fasilitas
Cukup Baik Cukup
ini telah terbukti mampu memberikan kontribusi yang banyak bagi perkembangan suatu usaha daya tarik wisata seperti resort-resort ternama di dunia. Sedangkan kebalikannya apabila suatu usaha daya tarik wisata atau destinasi tidak dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan khususnya, maka destinasi tersebut akan susah berkembang. Data yang berhasil dikumpulkan dari para responden tentang persepsi mereka terhadap amenitas/ fasilitas-fasilitas yang terdapat di Desa Budaya Kertalangu dapat kita lihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Persepsi Wisatawan Terhadap Amenitas/fasilitas Desa Budaya Kertalangu
6
Jmlh (org) -
-
Sangat Buruk (1) Jmlh Skor (org) -
9
27
-
-
-
-
52
15
45
-
-
-
-
7
28
5
15
-
-
-
-
20
17
68
9
27
-
-
-
-
7
35
11
44
12
36
-
-
-
-
2
10
13
52
15
45
-
-
-
-
1
5
16
64
13
39
-
-
-
-
Bale bengong
11
55
15
60
4
12
-
-
-
-
Toilet
1
5
11
44
15
45
3
6
-
-
Area Parkir
13
65
12
48
4
12
1
2
-
-
Amenitas/ Fasilitas
Sangat Baik (5)
Jogging Track
Jmlh (org) 20
Venue
Skor
Baik (4)
100
Jmlh (org) 8
10
50
Salon & spa
2
Kolam pancing
32
Jmlh (org) 2
11
44
10
13
18
90
Pasar Oleh-oleh
4
Fasilitas Outbound Pesraman Budaya Bali Warung Telaga
Sumber : Hasil Pengolahan Data (2011)
Skor
Cukup (3) Skor
Buruk (2) Skor
Total Skor
Nilai
138/30 = 4,6 121/30 = 4,0 107/30 = 3,5 133/30 = 4,4 115/30 = 3,8 115/30 = 3,8 107/30 = 3,5 108/30 = 3,6 127/30 = 4,2 100/30 = 3,3 127/30 = 4,2
Sangat Baik Baik Baik Sangat Baik Baik Baik Baik Baik Baik Cukup Baik
Dari hasil pengolahan data penelitian yang dipaparkan di atas, dengan menggunakan konversi data melalui Skala Likert, maka dapat kita ketahui bahwa dari variabel amenitas/ fasilitas Desa Budaya Kertalangu, indikator
jogging track
mendapatkan penilaian persepsi yang sangat baik dengan skor 4,6 dan indikator kolam pancing juga memperoleh penilaian persepsi sangat baik dengan skor 4,4. Sedangkan indikator - indikator fasilitas yang memperoleh persepsi baik dari para responden secara berurutan dari perolehan skor adalah bale bengong dan area parkir dengan skor yang sama yaitu 4,2 venue/ paviliun serba guna dengan skor 4,0. Selanjutnya pasar oleh-oleh dan fasilitas outbound mendapatkan skor yang sama yaitu 3,8 berikutnya warung telaga memperoleh skor 3,6.
Salon & spa serta
Pesraman Budaya Bali memperoleh skor yang sama yaitu 3,5 sedangkan yang mendapat skor terendah yaitu 3,3 adalah indikator toilet dengan penilaian persepsi cukup pada Skala Likert.
4.5.4 Persepsi Wisatawan Terhadap Organisasi Kepariwisataan/ Pengelola Usaha Daya Tarik Wisata Desa Budaya Kertalangu Variabel keempat menurut teori The Tourist Qualities of A Destination dari Burkart dan Medlik, adalah organisasi kepariwisataan yang dalam hal ini adalah pihak pemerintah, Desa Adat Kesiman Kertalangu serta pihak swasta sebagai pengelola kawasan Desa Budaya Kertalangu. Pihak pemerintah memiliki peranan yang besar pada pendirian Desa Budaya Kertalangu sebagai pembuat kebijakan dan regulasi, sekaligus memiliki fungsi pengawasan terhadap pengelolaan kawasan.
Disamping itu pemerintah juga sangat berperan dalam mendukung keberadaan Desa Budaya Kertalangu sebagai areal konservasi lahan pertanian dan budaya Bali, serta mendukung dari segi promosi dan informasi. Pihak Desa Adat Kesiman Kertalangu adalah masyarakat setempat pemilik lahan pertanian yang digunakan sebagai lokasi usaha daya tarik Desa Budaya Kertalangu, yang memiliki peranan sangat krusial sebagai pelaku utama aktivitas seni budaya dan atraksi-atraksi yang ditawarkan sebagai produk wisata di Desa Budaya Kertalangu. Masyarakat setempat juga berperanan penting sebagai pemasok sumber daya manusia yang dilatih sebagai staff untuk melayani para pengunjung. Sedangkan pihak swasta dalam hal ini PT.Uber Sari sebagai pemegang hak kelola kawasan, berperan dalam mengatur manajerial dan operasional kawasan Desa Budaya Kertalangu agar dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khususnya para petani dan masyarakat setempat.
Ketiga pihak inilah yang bersinergi untuk mengatur
pengelolaan wisatawan yang mengunjungi Desa Budaya Kertalangu, sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Adapun persepsi para responden terhadap organisasi kepariwisataan/ pengelola kawasan Desa Budaya Kertalangu dapat kita lihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Persepsi Wisatawan Terhadap Organisasi Kepariwisataan/ Pengelola Desa Budaya Kertalangu Org. Kepariwisataan/ Pengelola
Sangat Baik (5)
Promosi
Jml (org ) -
Kebersihan
Skor
Baik (4)
Cukup (3)
Buruk (2)
Sangat Buruk (1) Jmlh Skor (org)
Total Skor
Nilai
96/30 = 3,2 102/30 = 3,4 120/30 = 4,0 98/30 = 3,3 116/30 = 3,8
Cukup
Jmlh (org)
Skor
Jmlh (org)
Skor
Jmlh (org)
Skor
-
8
32
20
60
2
4
-
-
-
-
17
68
8
24
5
10
-
-
Keamanan
6
30
18
72
6
18
-
-
-
-
Informasi untuk wisatawan Pelayanan staff
-
-
9
36
20
60
1
2
-
-
5
25
16
64
9
27
-
-
-
-
Sumber : Hasil Pengolahan Data (2011)
Dari hasil pengolahan data penelitian yang dipaparkan di atas, dengan menggunakan konversi data melalui Skala Likert, maka dapat kita ketahui bahwa dari variabel organisasi kepariwisataan/ pengelola kawasan Desa Budaya Kertalangu, indikator - indikator yang memperoleh penilaian persepsi baik dari para responden hanya dua indikator yaitu keamanan dengan skor 4,0 dan pelayanan staff dengan skor 3,8. Sedangkan untuk indikator - indikator yang memperoleh penilaian persepsi cukup dari para responden secara berurutan adalah indikator kebersihan dengan skor 3,4 diikuti oleh informasi untuk wisatawan dengan skor 3,3 dan skor terendah adalah indikator promosi dengan perolehan skor sebesar 3.2. Berdasarkan teori The Tourist Qualities of A Destination dari Burkart dan Medlik, sinergi dari keempat variabel di atas, yaitu atraksi-atraksi, aksesibilitas,
Cukup Baik Cukup Baik
amenitas/fasilitas, dan organisasi kepariwisataan/ pengelola, merupakan kunci kesuksesan dari sebuah destinasi. Hendaknya keempat kategori yang menjadi kekuatan dari Desa Budaya Kertalangu ini dapat memperoleh persepsi yang sangat baik dari para pengunjungnya. Namun dari hasil pengolahan data yang telah dipaparkan di atas dapat kita lihat adanya beberapa perbedaan persepsi dari para responden sehingga diperoleh hasil yang cukup variatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Assael (1994: 720) dalam Suradnya dkk (2002: 2), yang didukung dengan pendapat Robbins dan Judge (2008: 175), dimana persepsi seseorang akan sangat tergantung kepada masing-masing individu dalam menyeleksi,
mengorganisasikan
dan
menginterpretasikan
stimulus
yang
mempengaruhi inderanya ke dalam gambaran yang nyata. Atau dengan kata lain persepsi bersifat subyektif, dalam arti bahwa wisatawan yang berbeda dihadapkan kepada stimulus yang sama, besar kemungkinan keputusan yang diambilnya akan berbeda pula. Apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa berbeda dari realitas objektif. Walaupun seharusnya tidak perlu ada, perbedaan tersebut sering timbul. Demikian pula persepsi para wisatawan asing dan nusantara yang mengunjungi Desa Budaya Kertalangu. Persepsi mereka bisa berbeda, walaupun disuguhi obyek atau stimulus yang sama. Salah satu contoh persepsi tersebut adalah pendapat dari seorang responden yaitu Ms. Claudia Gertsch dari Jerman tentang atraksi yang paling dia sukai di Desa Budaya Kertalangu;
“The ricefield is very nice, the air is clean, it’s good to have a small walk while enjoying the view. You probably want to pay attention on the path, you know, fix the broken ones.”
Menurutnya pemandangan sawah sangat bagus, udaranya bersih, sangat baik berjalan-jalan sambil menikmati pemandangan. Anda mungkin harus memperhatikan jalur lintasannya, (mem)perbaiki yang sudah rusak. Bagi Claudia, atraksi pertanian merupakan daya tarik yang sangat baik untuk dinikmati, walaupun ia kurang menyukai kondisi beton lintasan yang sudah mulai rusak di beberapa tempat. Lain halnya dengan pendapat Bapak Utut Miraz dari Surabaya yang kurang meminati atraksi jogging track, ia berpendapat; “Kalo saya kurang begitu suka jogging, saya lebih suka liat aktivitas masyarakatnya, budaya(nya) kan beda sekali sama daerah saya. Jadi kayaknya sesuatu yang baru dan bisa nambah pengetahuan anak-anak juga. Sekalian refreshing tapi juga nambah wawasan gitu.”
Bapak Utut menyatakan ketertarikannya pada aktivitas masyarakat setempat yang dianggap lebih menarik daripada atraksi jogging track. Perbedaan persepsi ini dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti pengalaman masa lalu individu (Schiffman-Kanuk dalam Widjaja, 2009: 32), serta berbagai faktor yang dikelompokkan oleh Rangkuti menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi terdiri dari concreteness, novelty, velocity, dan conditional stimuli. Concreteness berupa wujud atau gagasan
yang abstrak yang sulit dipersepsikan dibandingkan secara obyektif, seperti pemahaman tentang budaya yang sulit bila kita bandingkan secara obyektif. Budaya tradisional Bali yang tercermin pada aktivitas sehari-hari masyarakat Desa Adat Kesiman Kertalangu khususnya, menjadi suatu daya tarik tersendiri bagi pengunjung Desa Budaya Kertalangu sehingga memperoleh persepsi yang sangat baik. Novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik dipersepsikan daripada hal yang lama, serta velocity atau percepatan dimana memunculkan stimulasi persepsi yang lebih efektif. Sesuatu yang baru seperti konsep berjogging di tengah sawah, dipersepsikan dengan sangat baik oleh beberapa pengunjung karena merupakan hal yang unik dan menarik serta berbeda dengan konsep olahraga jogging lama yang biasanya hanya bisa dilakukan di lapangan olah raga atau jalan raya. Adanya percepatan dalam olah raga jogging juga dapat memberi stimulus yang baik bagi persepsi para pengunjung Desa Budaya Kertalangu. Conditional stimuli merupakan stimulus yang dikondisikan, seperti halnya suara tabuh gamelan bali pada saat para pengunjung melihat pertunjukkan kesenian di Desa Budaya Kertalangu, menghasilkan persepsi yang baik. Selain faktor eksternal,
faktor internal
juga sangat
mempengaruhi
terbentuknya persepsi pengunjung terhadap Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar. Faktor internal tersebut terdiri dari motivation, interest, needs dan assumptions. Seperti telah diuraikan pada sub bab 4.2.2 mengenai motivasi wisatawan untuk mengunjungi Desa Budaya Kertalangu, ada beragam motivasi yang mendorong para responden untuk berkunjung ke Desa Budaya
Kertalangu. Motivasi tersebut dapat bersifat fisik (physical motivators) seperti istirahat fisik (relaksasi), kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga, bersantai, dan sebagainya. Adanya interest yaitu minat atau ketertarikan terhadap seni dan budaya juga dapat membentuk persepsi yang baik dari para pengunjung. Sedangkan needs atau kebutuhan merupakan faktor pembentuk persepsi yang cukup kuat. Banyak responden yang menyatakan bahwa motivasi mereka datang ke Desa Budaya Kertalangu juga merupakan salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan (needs), seperti kebutuhan untuk melakukan interaksi sosial berkumpul dengan kolega, sahabat dan keluarga, melakukan pemenuhan hobi seperti memancing atau fotografi dan sebagainya. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Maslow dengan teori hierarkhi kebutuhannya yang menyatakan jika kebutuhan paling dasar yaitu kebutuhan fisik sudah terpenuhi, maka manusia akan mencari kebutuhan pada tingkat berikutnya dan seterusnya. Sedangkan assumptions atau asumsi merupakan faktor pembentuk persepsi dari dalam diri pribadi atau interpersonal. Para pengunjung Desa Budaya Kertalangu merasakan pengalaman pribadi yang dipersepsikan dengan baik, sehingga mendorong mereka untuk mengunjungi kembali Desa Budaya Kertalangu. Hal ini dapat kita lihat dari frekuensi kunjungan para responden yang dominan (14 orang) menyatakan telah berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu sebanyak 2 sampai 5 kali. Hal ini membuktikan persepsi mereka cukup baik yang merupakan pengalaman pribadi mereka dari setiap kunjungan sehingga membuat mereka ingin kembali lagi
ke Desa Budaya Kertalangu. Secara keseluruhan persepsi para responden memang menunjukkan penilaian yang cukup positif, namun ada beberapa pendapat yang perlu diperhatikan khususnya menyangkut kebersihan, penataan area taman, serta penyajian kuliner di Desa Budaya Kertalangu, seperti yang disampaikan oleh Ibu Buda dari Surabaya: “Tempat ini memang cukup baik, tapi sayang ya kurang ditata sedikit. Ini agak kotor, banyak juga sampah-sampah plastiknya di sungai itu lho saya lihat.”
Sedangkan Bapak Agus Israwan dari Surakarta menambahkan mengenai sajian kuliner masakan desa yang ditawarkan di sekitar area kolam pancing; “Kayaknya jenis makanannya kurang ditambah ya mbak, kalo cuma segini aja pilihannya kan dikit, jadi pengunjungnya kurang puas gitu, terus terang aja rasanya juga kurang enak. Kalo bisa tambahin masakan-masakan asli Bali, sekalian untuk wisata kuliner buat pengunjung gitu.”
Pendapat dari Ibu Buda dan Bapak Agus Israwan di atas perlu diperhatikan oleh pihak pengelola serta pihak masyarakat setempat sebagai penyedia jasa di Desa Budaya Kertalangu. Pihak pengelola perlu melakukan penataan dan perawatan serta memperhatikan kebersihan kawasan, karena merupakan salah satu indikator yang mendapat penilaian Buruk dari pengunjung. Sedangkan mengenai sajian kuliner yang ditawarkan pada fasilitas warung Telaga dan kolam pancing, masyarakat setempat sebagai sumber daya manusia yang diberdayakan untuk meracik, dan menyajikan
kuliner tersebut hendaknya lebih meningkatkan kemampuan dalam hal kuliner atau tata boga agar pelayanan yang diberikan dapat memuaskan para pengunjung Desa Budaya Kertalangu dan mampu memberikan pengalaman berwisata yang mengesankan.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan pada Bab I dan berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan dalam Bab IV, maka dapat disampaikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil penelitian, observasi dan wawancara yang telah dilakukan, maka dapat diuraikan sebagai berikut; potensi yang dimiliki Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar, dibagi menjadi 2 kategori yaitu potensi budaya dan alamiah. Potensi budaya yang dimiliki Desa Budaya Kertalangu dapat kita lihat dari beberapa fasilitas penunjang serta produk wisata yang dikemas dalam bentuk program-program edukasi bagi para pengunjung untuk menambah wawasan mengenai budaya Bali, khususnya budaya masyarakat Desa Kesiman Kertalangu, seperti seni arsitektur yang digunakan dalam pembangunan dan penataan fasilitas-fasilitas penunjang, pementasan seni tari-tarian seperti Tari Barong dan Kecak, Joged Bumbung, Legong dan Jegog yang dilaksanakan berdasarkan permintaan konsumen (based upon request), serta aktivitas-aktivitas budaya yang dilakukan oleh masyarakat setempat dalam bentuk ritual keagamaan yang dilakukan oleh krama subak, maupun aktivitas sehari-hari warga Desa Kesiman Kertalangu khususnya yang melakukan kegiatan bercocok
tanam di persawahan serta program edukasi dalam Pesraman Budaya Bali, dimana pengunjung dapat belajar menari, belajar mejejahitan, belajar memasak, belajar melukis serta belajar menabuh. Seluruh potensi budaya ini memanfaatkan sumber daya manusia dari masyarakat setempat. Sementara potensi alamiah berupa pertanian dan bentang alam dapat dinikmati oleh pengunjung melalui berbagai aktivitas yang dikemas dalam produk-produk wisata yang berbentuk atraksi wisata maupun fasilitas yang melengkapinya, seperti jogging track, fasilitas outbound dan lahan edukasi pertanian, serta bale bengong (gazebo). 2. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada periode Oktober 2011 terhadap 30 orang responden wisatawan asing dan nusantara yang berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu, diketahui terdapat beragam motivasi yang mendorong mereka untuk berkunjung, yaitu sebagai berikut; 9 orang (30%) menyatakan motivasi mereka untuk berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu adalah untuk berolahraga, 7 orang (23,3%) untuk refreshing/ penyegaran, 4 orang (13,4%) untuk relaksasi, 3 orang (10%) untuk melakukan interaksi sosial, 3 orang (10%) untuk berkumpul dengan teman/ keluarga, 3 orang (10%) untuk melihat hal-hal yang berhubungan dengan kesenian, dan 1 orang (3,3%) untuk merasakan petualangan. 3. Persepsi wisatawan terhadap Desa Budaya Kertalangu sebagai usaha daya tarik wisata diambil dari hasil pengolahan data persepsi 30 orang responden sebagai sampel penelitian selama periode Oktober 2011. Persepsi yang diteliti adalah persepsi para responden terhadap variabel-variabel penelitian berupa produk-
produk wisata yang dihubungkan dengan teori The Tourist Qualities of A Destination dari Burkart dan Medlik, dikategorikan menjadi 4 variabel yaitu atraksi-atraksi,
aksesibilitas,
amenitas/fasilitas-fasilitas,
dan
organisasi
kepariwisataan/ pengelola. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data menggunakan konversi data dengan Skala Likert sebagai berikut; ditinjau dari variabel atraksi-atraksi yang menjadi produk wisata di Desa Budaya Kertalangu, indikator pemandangan alam, pertanian, dan aktivitas masyarakat memperoleh persepsi yang sangat baik (SB) dari para responden dengan skor 5,0, 4,4 dan 4,3. Sedangkan yang memperoleh penilaian persepsi cukup (C) adalah indikator hiburan yaitu dengan skor sebesar 3,4. Berikutnya dari variabel aksesibilitas, indikator lokasi obyek dan kondisi jalan menuju lokasi mendapatkan penilaian persepsi baik (B) dengan skor masing-masing sebesar 4,0. Sedangkan untuk indikator jarak dari bandara dan transportasi menuju lokasi memperoleh penilaian persepsi cukup (C) dari para responden dengan jumlah skor masingmasing sebesar 3,4. Ditinjau dari variabel amenitas/fasilitas-fasilitas, indikator jogging track dan kolam pancing mendapatkan penilaian persepsi sangat baik (SB) dengan skor 4,6 dan 4,4. Sedangkan yang mendapatkan indikator dengan skortu 3,3 adalah indikator toilet dengan penilaian persepsi cukup (C). Variabel terakhir adalah organisasi kepariwisataan/ pengelola dimana indikator yang memperoleh penilaian persepsi baik (B) yaitu keamanan dengan skor tertinggi 4,0 sedangkan
yang mendapatkan penilaian persepsi cukup (C) adalah indikator promosi dengan perolehan skor sebesar 3.2. 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Keberadaan Desa Budaya Kertalangu sebagai salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar sangat perlu dipertahankan dan dikembangkan lagi karena membawa misi konservasi, edukasi dan eksistensi budaya Bali, khususnya yang menyangkut sistem pertanian tradisional dimana kondisinya saat ini kurang mendapat perhatian masyarakat perkotaan. 2. Hasil penelitian menunjukkan beberapa indikator yang mendapatkan penilaian persepsi dengan skor cukup, antara lain; hiburan, jarak dari bandara, transportasi menuju lokasi, toilet serta promosi. Untuk indikator hiburan, sebaiknya pihak pengelola membuat variasi hiburan bagi pengunjung atau dengan memperbaiki fasilitas-fasilitas hiburan yang telah disediakan seperti taman bermain anak-anak yang kondisinya kurang terawat. Untuk mengantisipasi jarak dari bandara dan transportasi menuju lokasi, sebaiknya pihak Pemerintah Kota Denpasar mengoperasikan shuttle bus yang dapat menghubungkan Desa Budaya Kertalangu dengan daya tarik wisata lain khususnya yang berada di kawasan Kota Denpasar dalam satu rute perjalanan. Sedangkan mengenai indikator toilet, diperlukan
perawatan rutin dari pihak pengelola serta kesadaran dari para pengunjung untuk menjaga kebersihan toilet demi kenyamanan bersama. Dari segi promosi yang dirasa kurang oleh para responden, pihak pengelola dapat menggalakkan promosi melalui berbagai media selain internet dan media cetak yang telah dilakukan, pihak pengelola juga dapat menggunakan media elektronik seperti radio dan televisi. Pengelola juga dapat mensinergikan acara hiburan dengan program promosi seperti membuat event jalan santai berhadiah atau acara-acara lain yang dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung. 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan ditinjau dari persepsi para responden, penilaian terhadap Desa Budaya Kertalangu memang cukup baik, namun pihak pengelola beserta masyarakat setempat yang terlibat langsung dalam pelayanan di Desa Budaya Kertalangu, hendaknya memperhatikan pendapatpendapat para pengunjung yang menilai beberapa indikator dengan penilaian persepsi buruk, yaitu; toilet, area parkir, promosi, kebersihan, dan informasi untuk wisatawan.
Serta pendapat yang dikemukakan oleh responden pada sesi
wawancara yang menyatakan bahwa sajian kuliner di Desa Budaya Kertalangu kurang variatif dan kurang enak. Pihak masyarakat setempat sebagai sumber daya manusia hendaknya dapat meningkatkan kemampuan dalam bidang tata boga sehingga dapat memuaskan para pengunjung Desa Budaya Kertalangu serta mampu memberikan pengalaman berwisata yang lebih mengesankan.
4. Indikator-indikator yang mendapatkan penilaian buruk tersebut, dapat diteliti oleh peneliti selanjutnya sebagai bahan penelitian, dan diharapkan hasilnya dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Pemerintah Republik Indonesia. Anonim. 2010. Data Statistik Bali . Dinas Pariwisata Daerah Propinsi Bali. Anonim. 2011. Pendataan Potensi Desa Wisata. Desa Kesiman Kertalangu. Burkart, A.J and Medlik, S. 1976. Tourism Past, Present, and Future. London: Heinemann. Damanik, Janianton & Weber, Helmut F. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: Andi. Erawan, Nyoman. 1994. Pariwisata dan Pembangunan Ekonomi (Bali sebagai Kasus).Denpasar: Upada Sastra. Gunn, C. A. 1994. Tourism Planning Basic Concept Cases. Third Edition. Washington D.C – USA: Taylor & Francis. http:// www.edyraguapo.blogspot.com (9/10/2011). http://www.joggingcommunity.wordpress.com (9/10/2011). http://www.visitkertalangu.com. (10/1/2011). http://www.petra.ac.id/science/architecture/bali/bali.htm. (31/11/2011). Harini, Sri. dan Kusumawati, Ririen. 2007. Metode Statistika. Jakarta: Prestasi Pustaka. Holloway, Christopher J. Humphreys, Claire. Davidson, Rob. 2009. The Business of Tourism. Eighth edition. England: Pearson Education Limited. Inskeep, Edward. 1991. Tourism Planning. An Integrated and Sustainable Development Approach. New York: Van Nostrand Reinhold. Ismayanti. 2009. Pengantar Pariwisata. Jakarta: PT. Grasindo.
Kanca, I Nyoman. 2009. Persepsi Wisatawan Mancanegara Terhadap Pelayanan Informasi Pada Tourist Information Center Dinas Pariwisata Kota Denpasar. (Tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Kompas Online. 2008. Berjogging Gratis di Tengah Sawah. Jakarta. 6 Juni 2008 Diakses Tanggal 31 September 2009 McIntosh, Robert W. 1972. Tourism; Principles, Practices, Philosophies. Ohio; Grid Inc. Muljadi, A.J. 2009. Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Pendit, Nyoman S. 1986. Ilmu Pariwisata sebuah Pengantar Perdana. Jakarta : PT Pradnya Paramita. Pitana, I Gede. 1999. Pelangi Pariwisata Bali. Denpasar: Bali Post. ……………..., 2002. “Pariwisata, Wahana Pelestarian Kebudayaan dan Dinamika Masyarakat Bali”. Orasi Ilmiah Dalam Pengukuhan Guru Besar Unud. Denpasar: Universitas Udayana. ……………..., dan Gayatri, G. 2005. Sosiologi Pariwisata. Kajian Sosiologis Terhadap Struktur, Sistem, dan Dampak-dampak Pariwisata. Yogyakarta: Andi. ………………, dan Diarta, I Ketut Surya. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi. Putra, Dewa Gede. 2009. Persepsi Wisatawan Terhadap Pelayanan Hotel Melati di Kawasan Ubud Kabupaten Gianyar. (Tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Rangkuti, Freddy. 2003. Measuring Customer Satisfaction: Gaining Customer Relationship Strategy. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Robbins, Stephen P. dan Judge, Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi, Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat.
Smith, S. 1989. Demand Outdoor Recreation in Canada. Edited by Geoffrey Wall. John Wiley and Sons. Canada: Cagne Printing Ltd. Sugiyono, 1997. Statistika Untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta Sujana, I Made. 2009. Persepsi Wisatawan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kunjungan Wisatawan Ke Daya Tarik Wisata Tanah Lot Tabanan Bali. (Tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Suradnya, I Made dkk. 2002. Analisis Persepsi Wisatawan Eropa, Australia/ New Zealand dan Jepang serta Implikasinya Terhadap Strategi Pemasarannya. Jurnal Kepariwisataan. Vol. I/ No. I. Bali: STP Nusa Dua Bali. Suwantoro, Gamal. 1997. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta. Andi. Tim Penyusun. 1998. Pariwisata Untuk Bali (Konsep dan Implementasi Pariwisata Berwawasan Budaya). Biro Humas dan Protokol Setwilda Tingkat I Bali. Denpasar. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta. PT. Balai Pustaka. Widjaja, Bernard T. 2009. Lifestyle Marketing, SERVLIST: Paradigma Baru Pemasaran Bisnis Jasa dan Lifestyle. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
I. Informan dan responden penelitian a. Dari Desa Budaya Kertalangu 1. Bapak Ida Bagus Bima Putra (Kepala Desa Kesiman Kertalangu) 2. Bapak I Gusti Putu Antara (Sekretaris Desa Kesiman Kertalangu) 3. Bapak Dewa Ngurah Rai (Pimpinan PT.Uber Sari selaku pengelola kawasan) 4. Bapak Agung Ngr. Merta Adnyana (Pimpinan PT.Bali Multi Wisata) 5. Bapak Ardi dan Ibu Dian (staff marketing PT.Bali Multi Wisata) b. 30 Orang wisatawan asing dan wisatawan nusantara. II. Daftar Pertanyaan kepada Informan 1. Bagaimana sejarah berdirinya Desa Budaya Kertalangu ? 2. Apa yang melatar belakangi pendirian Desa Budaya Kertalangu menjadi salah satu usaha daya tarik wisata di Kota Denpasar ? 3. Bagaimana mengenai perijinan operasional Desa Budaya Kertalangu 4. Apa visi dan misi didirikannya Desa Budaya Kertalangu? 5. Apa saja produk yang ditawarkan Desa Budaya Kertalangu kepada pengunjung? 6. Apa yang menjadi produk andalan Desa Budaya Kertalangu saat ini? 7. Bagaimana pengelolaan operasional Desa Budaya Kertalangu? 8. Segmen pasar apa yang dibidik oleh pengelola Desa Budaya Kertalangu? 9. Apa saja program promosi yang dilakukan oleh pengelola?
10. Bagaimana usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu produk?
III. Daftar pertanyaan kepada responden (wisatawan asing) 1. Untuk Identitas responden terdapat 8 pertanyaan berupa pilihan ganda yang meliputi : nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, kebangsaan, lama tinggal di bali, lokasi hotel tempat menginap di Bali, berapa kali pernah mengunjungi dan mencoba produk dari Desa Budaya Kertalangu? 2. Untuk mengetahui bagaimana motivasi wisatawan untuk mengunjungi Desa Budaya Kertalangu, diajukan 1 pertanyaan dengan empat klasifikasi pilihan jawaban. 3. Untuk mengetahui persepsi wisatawan terhadap produk Desa Budaya Kertalangu diajukan 1 pertanyaan yang kemudian dibagi menjadi 4 klasifikasi produk-produk Desa Budaya Kertalangu.
POST GRADUATE OF TOURISM STUDIES UDAYANA UNIVERSITY DENPASAR – BALI Dear guests, Welcome to Desa Budaya Kertalangu, and thank you very much for visiting us. This is a research questionnaire to analyze Desa Budaya Kertalangu through the guest’s perspective. Comments from our guests help us to identify and develop our products. Please kindly take a few minutes to fill this questionnaire and give us your advice. Your answer will be highly appreciated and very useful to improve our products quality Thank you very much for your participation. Hopefully your next visit will be more enjoyable.
Yours faithfully, Ni Ketut Wiwiek Agustina
QUESTIONNAIRE A. Respondent Identity 1. Name
: ……………………
2. Nationality
: ……………………
3. Sex Male 4.
Female
Age 15 – 29 years old
45 – 64 years old
30 – 44 years old
> 65 years old
5. Occupation Businessmen/ women
Doctor
Teacher
Driver
Lawyer
Student
Artist
Others …………………….. (specify)
6. How do you know about Desa Budaya Kertalangu? …………………………………………….
7. How many times have you ever been to Desa Budaya Kertalangu? First Time 2 – 5 times More than 5 times
8. How long do you stay in Bali? Less than 1 week More than 1 week 9. Where did you stay during your visit in Bali? Kuta
Sanur
Legian
Nusa Dua
Seminyak
Ubud
Canggu
Others ………… (specify)
B. Guest motivation and perception on products of Desa Budaya Kertalangu Please choose one of them by a tick () accordingly.
1. What is your motivation to visit Desa Budaya Kertalangu? a. Physical motivators
c.
Interpersonal
motivators Relaxation
Friends or family
Health
Social interaction
Comfort
Refreshing
gathering
Sports
b. Cultural motivators motivators
d. Status and prestige
Art
Business
occasions Tradition
Hobby Education Prestige Adventure
2. What is your perception about the products of Desa Budaya Kertalangu?
a. Attractions
Very Good
Good
Fair
Poor
Very Poor
Agriculture
Architecture
Landscape
Art Performance
Entertainment
Photography
Pony ride
Orchid garden
Education & culture learning
Workshop demonstration
Local community activities
b. Accessibility
Very Good
Good
Fair
Poor
Very Poor
Object’s location
Distance from the airport Road to location Transportation to location
c. Amenities/ Facilities
Very Good
Good
Fair
Poor
Very Poor
Jogging track
Venue Salon & Spa Fishing pond Souvenir shop
c. Amenities/ Facilities
Very Good
Good
Fair
Poor
Very Poor
Outbound facilities
Toilet
Parking area
Balinese culture learning center Telaga Food stall Balinese gazebo
d. Tourist organization
Very Good
Good
Fair
Poor
Very Poor
Promotion
Cleanliness Security Information for tourist
Staff performance
C. If you have any suggestion or advice regarding Desa Budaya Kertalangu, please write down below. ………………………………………………………………………………… ………………… ………………………………………………………………………………… ……………….... ………………………………………………………………………………… ………………… ………………………………………………………………………………………… …………
-------------------- Thank you for your participation --------------------
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR – BALI Pengunjung Yang Terhormat, Selamat datang di Desa Budaya Kertalangu, dan terima kasih atas kunjungan anda. Kuisioner penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberadaan Desa Budaya Kertalangu melalui pandangan para pengunjung. Pendapat-pendapat dari para pengunjung dapat membantu kami dalam pengembangan produk-produk kami. Kami memohon kesediaan anda untuk meluangkan waktu dalam mengisi kuisioner ini. Jawaban anda akan sangat kami hargai dan sangat berguna untuk meningkatkan kualitas produk-produk kami.
Terimakasih atas partisipasi anda. Semoga kunjungan anda yang berikutnya lebih menyenangkan. Hormat saya, Ni Ketut Wiwiek Agustina
KUISIONER D. Identitas Responden 1. Nama
: ……………………
2. Daerah asal
: ……………………
3. Jenis kelamin Laki-laki 4.
Perempuan
Umur 15 – 29 tahun
45 – 64 tahun
30 – 44 tahun
> 65 tahun
5. Pekerjaan Pengusaha
Dokter
Guru/ Dosen
Sopir
Pengacara
Pelajar/ Mahasiswa
Lainnya …………………….. (jelaskan)
Seniman
6. Bagaimana anda mengetahui tentang Desa Budaya Kertalangu? ……………………………………………. 7. Berapa kali anda pernah mengunjungi Desa Budaya Kertalangu sebelumnya? Pertama kali 2 – 5 kali Lebih dari 5 kali
8. Berapa lama anda tinggal di Bali? Kurang dari 1 minggu Lebih dari 1 minggu 9. Dimana anda tinggal selama berada di Bali? Kuta
Sanur
Legian
Nusa Dua
Seminyak
Ubud
Canggu
Lainnya, ………….. (sebutkan)
B. Motivasi dan persepsi pengunjung terhadap Desa Budaya Kertalangu Silakan berikan tanda () pada pilihan anda.
1. Apa motivasi anda untuk berkunjung ke Desa Budaya Kertalangu? a. Motivasi fisik
c. Motivasi pribadi
Relaksasi
Berkumpul
Kesehatan
Interaksi sosial
Kenyamanan
Refreshing
dgn
keluarga/ teman
Olahraga
b. Motivasi kebudayaan
d. Motivasi status dan
prestise Seni Tradisi
Acara-acara bisnis Hobi
Edukasi Prestise Petualangan
2. Apa persepsi anda tentang Desa Budaya Kertalangu? a. Atraksi-atraksi
Sangat Baik
Baik
Cukup
Buruk
Sangat Buruk
Pertanian
Arsitektur
Pemandangan alam
Pertunjukkan seni
Hiburan
Fotografi
Menunggang kuda pony
Kebun Anggrek
Mempelajari seni dan budaya
Demonstrasi workshop
Aktivitas masyarakat lokal
b. Aksesibilitas
Sangat Baik
Baik
Cukup
Buruk
Sangat Buruk
Lokasi obyek
Jarak dari bandara Kondisi jalan menuju lokasi Transportasi menuju lokasi
c. Amenitas / Fasilitas-fasilitas
Sangat Baik
Baik
Cukup
Buruk
Sangat Buruk
Jogging trek
Venue Salon & Spa Kolam pancing
Pasar oleh-oleh
c. Amenitas/ Fasilitas-fasilitas
Sangat Baik
Baik
Cukup
Buruk
Sangat Buruk
Fasilitas outbound
Pesraman Budaya Bali Warung Telaga Bale bengong Toilet Area parkir
d. Organsasi Wisatawan (pengelola)
Sangat Baik
Baik
Cukup
Buruk
Sangat Buruk
Promosi
Kebersihan
Keamanan
Informasi untuk wisatawan Pelayanan staff
3. Bila anda memiliki kritik dan saran mengenai Desa Budaya Kertalangu silakan tuliskan pada kolom di bawah ini. ………………………………………………………………………………… ………………… ………………………………………………………………………………… ……………….... ………………………………………………………………………………… ………………… ………………………………………………………………………………………… …………
-------------------- Terimakasih atas partisipasi anda --------------------