TERBITAN ELEKTRONIK DALAM KAITANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG Nomor 4 1990* Sulistyo-Basuki**
1. Pendahuluan UU no. 4 tahun 1990 merupakan undang-undang yang mengatur wajib serah simpan karya cetak dan karya rekam. Dalam literatur kepustakawanan, kegiatan serah simpan karya cetak dan rekam dikenal dengan nama UU Deposit. Dalam arti harfiah, deposit artinya penyimpanan sedangkan dalam Ilmu Perpustakaan1 dan Informasi (IP&I) deposit artinya penyerahan materi perpustakaan ke perpustakaan yang ditunjuk, lazimnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Perpustakaan deposit ini mencakup perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan khusus dan perpustakaan nasional. Untuk perpustakaan umum dan sekolah lazimnya tidak dikaitkan sebagai perpustakaan deposit. Walaupun sama-sama berfungsi sebagai perpustakaan deposit, perpustakaan perguruan tinggi dan khusus memiliki ruang lingkup lebih sempit dibandingkan dengan perpustakaan nasional. Pada perpustakaan perguruan tinggi, ketentuan penyerahan wajib terbatas pada mahasiswa dan dosen perguruan tinggi (PT) yang bersangkutan. Mahasiswa menyerahkan tugas akhirnya (skripsi, tesis, disertasi) sebagai tanda kelulusan sebelum mendapat ijasah. Dosen menyerahkan karyanya ke perpustakaan karena penyerahan wajib karya dosen dikaitkan dengan kenaikan pangkat artinya dalam usulan kenaikan pangkat, daftar karyanya diverifikasi oleh perpustakaan PT sebelum dilanjutkan ke urusan personalia. Di universitas lain, ketentuan itu tidak terlalu ketat sehingga sering dijumpai adanya perpustakaan universitas yang tidak menyimpan seluruh karya dosennya. Bagi perpustakaan khusus, ketentuan serupa juga berlaku; juga kondisi serupa juga berlaku dalam arti tidak semua perpustakaan khusus menyimpan karya peneliti di lingkungannya. Sebenarnya di lingkungan instansi pemerintah telah lama ada surat edaran, keputusan menteri atau kepala badan kepada unit bawahan untuk mengirimkan contoh terbitannya ke perpustakaan badan, departemen
2.
* Makalah ini semula untuk keperluan Koordinasi Kegiatan
Deposit, Jakarta, 25 – 27 Oktober 2009 yang telah ditulis ulang oleh penulis. ** Pengajar pada Jurusan Ilmu Perpustakaan FIB-UI, Depok 1 Dalam UU no. 43 tahun 2007 disebut juga bahan perpustakaan. Istilah bahan pustaka tidak lagi digunakan karena mengacu ke bahan yang digunakan untuk membuat buku seperti jerami, bubur kertas, deluwang, daun lontar dan lain-lain.
VISI PUSTAKA Volume 11 Nomor 3 Desember 2009
2 3
atau lembaga sejenis. Contoh di lingkungan DKI Jakarta, Departemen Kesehatan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kementerian Negara Riset dan Teknologi dll2. Tidak semua ketentuan itu ditaati dengan hasil perpustakaan unit, badan, kementerian dan departemen menyimpan lengkap semua terbitan di lingkungannya. Mungkin satusatunya perpustakaan yang berhasil wajib simpan ialah perpustakaan perguruan tinggi dengan koleksi, skripsi, tesis dan disertasi karena tugas akhir dikaitkan dengan penyerahan ijasah artinya ijasah tidak akan diberikan bila mahasiswa belum menyerahkan tugas akhirnya ke perpustakaan. Penyerahan ini dibuktikan dengan surat keterangan perpustakaan ke bagian administrasi. Seiring kemajuan teknologi, maka tugas akhir mahasiswa kini diserahkan dalam bentuk berkas lunak (softfile) yang akan disimpan di server perpustakaan untuk selanjutnya diakses oleh pemakai lain. Soal apakah tugas akhir dapat diunduh atau tidak oleh pemakai lain terpulang pada kebijakan masingmasing universitas. Perpustakaan nasional Dalam Conference of Directors of National Libraries (CDLN) di Bangkok 1999 disepakati definisi perpustakaan nasional sebagai sebuah institusi, terutama didanai negara baik langsung maupun tidak langsung, yang bertanggung jawab atas pengumpulan, pencatatan bibliografis, pelestarian dan penyediaan warisan dokumenter (terutama materi yang diterbitkan dalam semua jenis) secara komprehensif yang berasal atau berkaitan dengan negara tersebut; dan dapat juga bertanggung jawab atas pelaksanaan lebih lanjut fungsi perpustakaan di negara tersebut secara efektif dan efisien melalui tugas seperti manajemen perpustakaan yang bermaknawi secara nasional, penyediaan infrastruktur, koordinasi aktivitas perpustakaan, dan sistem informasi di negara yang bersangkutan, hubungan internasional dan melaksanakan kepemimpinan kepustakawanan. Biasanya tanggung jawab tersebut secara formal diakui negara berdasarkan ketentuan undangundang3, Sulistyo-Basuki, Periodisasi perpustakaan Indonesia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994),p:174-181 International Encyclopedia of Information and Library Science. 2nd ed. Edited by John Feather and Paul Sturges. (London: Routledge, 20030 qv “National libraries”
Untuk keperluan definisi di atas, CDLN menyatakan negara diberi batasan sebagai negara independen yang berdaulat. Sungguhpun demikian, ada institusi yang disetarakan dengan perpustakaan nasional di maujud nasional non-berdaulat seperti perpustakaan nasional yang terdapat di Catalonia, Quebec dan Wales.
UNESCO membakukan fungsi perpustakaan nasional dalam tiga kategori yaitu fungsi utama, fungsi yang diinginkan dan fungsi yang mungkin dilaksanakan. Fungsi utama atau pokok dari perpustakaan nasional ialah: (i) Mengumpulkan dan melestarikan literatur nasional dengan sasaran selengkap mungkin. Dengan kata lain fungsi pertama perpustakaan nasional ialah menyimpan semua materi perpustakaan yang tercetak dan terekam yang diterbitkan di suatu negara. Dengan demikian ada perpustakaan nasional yang mengumpulkan semua terbitan dari suatu negara; namun ada pula perpustakaan yang hanya mengumpulkan terbitan khusus sesuatu subjek dari suatu negara serta juga terbitan asing dalam subjek yang diminati. Dalam hal ini National Library of Medicine di AS dapat dikatakan sebagai perpustakaan nasional bidang khusus. Perpustakaan Nasional bidang umum dapat ditemukan pada setiap negara yang memiliki perpustakaan nasional karena jenis inilah yang banyak ditemukan di dunia. (ii) Menerbitkan bibliografi nasional. Bibliografi ini merupakan tindak lanjut dari fungsi pertama tadi yaitu mengumpulkan dan melestarikan terbitan sebuah negara. (iii) Melaksanakan jasa pinjam antarperpustakaan. (iv) Bertindak sebagai jasa informasi bibliografis nasional (v) Menerbitkan atau menunjang penerbitan bibliografi khusus Fungsi yang diinginkan (desirable function) dari perpustakaan nasional ialah: bertindak sebagai pusat penelitian dan pengembangan dalam pekerjaan perpustakaan dan informasi; (i) Menyediakan pendidikan dan pelatihan dalam pekerjaan perpustakaan dan informasi; (ii) Bertindak sebagai pusat perencanaan bagi perpustakaan sebuah negara. Fungsi yang dimungkinkan ialah: (i) Bertindak sebagai pusat pertukaran materi perpustakaan antara perpustakaan; (ii) Menyediakan jasa perpustakaan khusus untuk lembaga pemerintahan; (iii) Bertindak sebagai museum buku.
3.
Perpustakaan deposit Perpustakaan yang ditunjuk oleh undang-undang untuk menerima materi perpustakaan yang diterbitkan oleh penerbit swasta maupun lembaga pemerintah disebut perpustakaan deposit. (depository library) Pengertian perpustakaan deposit sedikit berbeda dengan reposit atau repository. Ada pun perpustakaan deposit (repository library) adalah perpustakaan yang menerima materi deposit dari perpustakaan lain, disimpan di perpustakaan repositori serta menjadi milik perpustakaan reposit. Sebagai contoh perpustakaan univeritas A, perpustakaan khusus B dan perpustakaan umum C mengirimkan materi yang mereka terima sebagai materi deposit ke perpustakaan reposit D, maka semua materi yang dikirim ke perpustakaan D menjadi milik perpustakaan D. Keuntungan sistem ini ialah perpustakaan pengirim mampu menghemat ruangan sedangkan penambahan luas gedung dapat diperhitungkan4. Perpustakaan reposit tidak selalu perpustakaan nasional maupun perpustakaan deposit, namun perpustakaan nasional selalu menjadi perpustakaan deposit.
4.
Undang-Undang Deposit. 4.1. Karya cetak UU deposit ini di Indonesia dikenal sebagai UU no. 4 tahun 1990 tentang serah simpan karya cetak dan karya rekam. Dalam pasal penjelasan dinyatakan karya cetak sebagai sebagai karya akhir dalam bentuk apapun yang dibuat dengan maksud diperuntukkan bagi umum5 Penjelasan tersebut justru membatasi upaya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) dalam mengumpulkan karya cetak yang tidak diperuntukkan umum. Karya tersebut dalam Ilmu Perpustakaan & Informasi dikenal sebagai literatur kelabu artinya literatur yang yang diterbitkan tidak untuk keperluan komersial atau tidak terdaftar dalam katalog komersial atau peredarannya terbatas. Karya tersebut merupakan karya cetak meliputi laporan penelitian, pracetak, dokumen internal, disertasi doktor, tesis magister dan prosiding konperensi. Literatur kelabu telah dibahas oleh Perpusnas RI6
4
5 6
Johan Henden, “The Norwegian Repository Library,” Library Management, 26 (1/2) 2005:73-78; Kjerste Rustad, “Our digital heritage as source material to end-users: Collection of and access to net publications in The National Library of Norway,” Journal of Digital Asset Management, 2 (3/4) 2006:172-177 UU no. 4 tahun 1991 tentang serah simpan karya cetak dan karya rekam, pasal penjelasan. Sulistyo-Basuki, “Pengawasan dan digitalisasi grey literature: sebuah pemikiran,” Seminar Perpustakaan Khusus, di Jakarta 12 Januari 2005
VISI PUSTAKA Volume 11 Nomor 3 Desember 2009
4.2. Karya rekam Ketentuan perundang-undangan menyatakan bahwa karya rekam adalah semua jenis rekaman dari setiap karya intelektual dan/atau artistik yang direkam dan digandakan dalam bentuk media karya rekam pita, pita, dan bentuk media karya rekam lain sesuai dengan perkembangan teknologi yang diperuntukkan bagi umum7 Di sini PP memperluas dengan pertimbangan kemajuan teknologi.
5.
7
8
Bubarnya Uni Soviet pada tahun 1991 membawa pengaruh berbagai teknologi yang semula digunakan untuk kepentingan militer kini dialihkan untuk kepentingan sipil. Salah satu teknologi militer tersebut ialah Internet singkatan dari internetworking of computer networks. Sering dibedakan antara Internet (I tulisan besar) dengan Internet (I tulisan kecil); Internet artinya “interconnected computer networks”, sedangkan internet (I huruf kecil) bermakna singkatan dari internetwork and internetworking”8
komputer pribadi atau dengan menggunakan alat baca eBook. Alat baca e-book dapat merupakan aplikasi perangkat lunak untuk digunakan pada komputer misalnya Read dari Microsoft yang dapat diunduh gratis atau sebuah komputer berukuran sebesar buku yang digunakan semata-mata untuk gawai baca seperti produk NuvomediaRocket Book atau produk Amazon disebut Kindle atau produk Sony PRS-500. atau pada telepon pintar.
(i)
Dapat langsung dipesan, diunduh dan digunakan seketika; hal ini berbeda dengan buku cetak yang perlu dibeli di toko buku atau dipesan (ii) Sampai Agustus 2009 tersedia sekitar 2,000,000 buku yang bebas diunduh. (iii) Generasi kedua buku elektronik memiliki kemampuan gerakan serta warna (iv) Teks dapat ditelusur secara otomatis serta dirujuk silang dengan menggunakan hiperlinks. Pada buku cetak ini mirip dengan indeks namun pada buku elektronik lebih nyaman. (v) Sebuah alat baca mampu memuat beberapa judul, mudah dijinjing bahkan kemampuan simpan dapat ditingkatkan manakala menggunakan media simpan eksternal. ini berbeda dengan buku cetak yang relatif berat serta kemampuan manusia untuk membawa kesana kemari lebih terbatas. Sebuah ebook memiliki halaman dengan kisaran antara 4,000 sampai 500,000 halaman. (vi) Memungkinkan pencahayaan sehingga dapat dibaca di tempat gelap; berbeda dengan buku cetak. (vii) Memiliki kemampuan menuju ke bagian terakhir yang telah dibaca; pada versi cetak ini menggunakan penanda halaman. (viii) Dapat dihasilkan tanpa batas sehingga tidak ada istilah “out of prints”. Hal tersebut berbeda dengan buku cetak yang memiliki produksi terbatas. (ix) Produksi buku elektronik tidak memerlukan kertas, tinta dll. Buku tercetak memerlukan bahan mentah 3 kali lipat serta 78 kali air yang dibutuhkan dibandingkan dengan buku elektronik9
Internet tidak terlepas dari teknologi informasi (disebut pula teknologi dan komunikasi informasi) menghasilkan berbagai kemudahan di antaranya dokumen elektronik, diartikan sebagai setiap isi media elektronik (dengan pengecualian program komputer atau berkas sistem) dengan tujuan digunakan dalam bentuk elektronik atau bentuk tercetak. Dokumen elektronik ini tidak mudah digunakan sebagai bentuk penyajian karena format berkas yang tidak setara, format berkas yang rumit yang terdapat pada berbagai prosesor kata, lembar elektronik dan perangkat lunak grafik. Maka berbagai produsen perangkat lunak mendistribusikan pemandang berkas gratis untuk digunakan pada format berkas yang sesuai (misalnya Adobe’s Acrobat Reader). Perkembangan lain ialah format berkas nonhak milik seperti HTML dan Open Document. Dari dokumen elektronik secara tidak langsung muncul buku elektronik.
Buku elektronik 5.1. Definisi Buku elektronik atau electronic book ditulis juga ebook atau eBook atau e-book adalah versi elektronik dari sebuah buku cetak tradisional yang dapat dibaca dengan menggunakan
Peraturan Pemerintah … nomor 23 tahun 1999 tentang pelaksanaan serah-simpan dan pengelolaan karya rekam film ceritera atau film dokumenter. Saadiah Yahya, Network glossary for beginners (Shah Alam: Universiti Teknologi MARA, 2008)p. 73.
VISI PUSTAKA Volume 11 Nomor 3 Desember 2009
Ebook berbentuk disket atau cakram padat (Compact disk,CD) atau diunduh dari situs; ada yang harus bayar adapula yang gratis. Ebook semakin populer karena memiliki keunggulan seperti:
9
Lucy Siegel, “Should we switch to reading books online?” The Observer Magazine, 30th August 2009. http://en.wikipedia,org/ w/index.php?ti Diunduh 23 Oktober 2009
Di segi lain buku elektronik memiliki kelemahan seperti: (1) Membacanya memerlukan gawai elektronik serta perangkat lunak. (2) Buku saku tercetak lebih mudah dibawa-bawa daripada alat baca buku elektronik (3) Memerlukan catu daya listrik, bila menggunakan gawai mobil maka baterai dapat habis. Bandingkan dengan buku cetak yang tidak memerlukan listrik. (4) Alat bacanya rentan terhadap kerusakan, misalnya bila jatuh. (5) Bila alat baca buku elektronik malfungsi, maka buku elektronik cenderung rusak karena kesalahan di perangkat lunak atau perangkat keras. (6) Alat baca buku elektronik lebih rentan terhadap pencurian daripada buku cetak. (7) Tergantung pada gawainya, buku elektronik tidak selalu dapat dibawa di bawah sinar matahari karena menyilaukan. Hal tersebut tidak terdapat pada buku tercetak (8) Tidak semua penerbit mengeluarkan buku elektronik yang sesuai dengan versi tercetak. Edisi versi tercetak diedarkan lebih dahulu. Juga ada pengarang yang berkeberatan bila bukunya diproduksi dalam bentuk elektronik, misalnya J.K. Rowling penulis buku Harry Potter tidak akan diproduksi dalam bentuk elektronik (9) Mudah dibajak, kemudian disebarkan di Internet tanpa seizin pengarang. (10) Bila gawai buku elektronik dicuri, hilang atau rusak maka kemungkinan besar semua isinya akan hilang. (11) Kurang nyaman digunakan dibandingkan dengan versi cetak. Buku cetak dapat dibawa kemana-mana bahkan ada anekdot buku telepon yang tebal dapat digunakan untuk tidur siang di kantor. (12) Harganya lebih mahal. Bila dilihat dari kondisi Indonesia dewasa ini maka buku tercetak tetap dominan dalam koleksi perpustakaan. Sungguhpun demikian keberadaan buku elektronik tetap berdampak terhadap peraturan serah simpan karya rekam. 5.2. E-book dan deposit UU serah simpan terbatas pada semua penerbit yang berdomisili di Indonesia, termasuk penerbit patungan. Dengan adanya buku elektronik yang dihasilkan oleh produsen Indonesia, maka buku elektronik tersebut juga terkena kewajiban serah simpan. Dalam hal demikian, Perpusnas RI perlu bersiap dalam hal:
(1) Penyimpanan dan pelestarian buku elektronik. Penyimpanan buku elektronik memerlukan ruangan dan tempat khusus, lebih khas daripada buku tercetak. (2) Muatan dalam Bibliografi Nasional Indonesia harus mencantumkan anotasi format materi. (3) Perlu dipertimbangkan apakah buku elektronik memerlukan deskripsi khusus di samping 11 materi perpustakaan 10 ataukah dianggap sama dengan monograf, hanya dalam format elektronik saja. Bila dianggap setara dengan buku, maka deskripsi cukup disesuaikan dengan deskripsi monograf. Bila versi berbeda sedikit, maka deskripsi perlu dilakukan terhadap kedua versi. Di sisi lain, Perpusnas RI perlu meninjau ulang pelaksanaan UU no. 4 yang hampir berusia 20 tahun karena dalam pelaksanannya menyangkut versi tercetak belum dapat dikatakan berhasil. Kekurangan pelaksanaan UU no. 4 1990 menyangkut: (1) Perpusnas RI kurang giat mensosialisasikan keberadaan undang-undang tersebut dan atau kurang gigih melaksanakannya. Berdasarkan pengamatan dan wawancara, Perpusnas RI lebih bersifat pasif menunggu kesadaran penerbit untuk mengirimkan contoh terbitannya ke Perpusnas RI. Contoh nyata ialah keberadaan boks di depan meja penjaga bagian depan gedung utama di Salemba Raya yang lebih mengandalkan pada kerelaan penerbit untuk datang ke Jl. Salemba. (2) Adanya semacam “dualisme” dalam pengadaan buku yang terwujud dalam cakupan bibliografi nasional. Di satu sisi ada Pusat Pengadaan Bahan Pustaka [mungkin sebutannya lain, di lain ada Pusat Deposit yang menerima terbitan berdasarkan ketentuan undang-undang. Praktis kurang ada koordinasi yang baik sehingga Bibliografi Nasional Indonesia tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya akan produksi terbitan baru di Indonesia. Bila dalam sebuah percakapan tidak resmi pihak IKAPI
10
Anglo-American cataloguing rules/prepared under the direction of The Joint Steering Committee for Revision of AACR… [et al]. 2nd ed,2002 revision. Chicago: American Library Association;Ottawa: Canadian library Asssociation: London: Chartered Institute of Library and Information Professionals, 2005
VISI PUSTAKA Volume 11 Nomor 3 Desember 2009
menyebutkan produksi buku baru di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 15,000 judul 11, maka luaran tersebut tidak tercakup dalam Bibliografi Nasional Indonesia. Juga kenyataan bahwa pemuatan entri ke Bibliografi Nasional Indonesia terkait dengan proyek sehingga bila entri yang dimasukkan sudah mencapai jumlah yang sudah ditentukan, maka pemasukan data berhenti menunggu tahun anggaran selanjutnya.
khusus untuk kawasan Indonesia Timur, dapat beroperasi sampai kadang-kadang 3 kali setahun. (2) Koordinasi yang lebih baik untuk Pusat Pengadaan dengan Pusat Deposit sehingga muatan Bibliografi Nasional Indonesia lebih mencerminkan keadaan sesungguhnya. (3) Koordinasi dengan perpustakaan khusus dan perguruan tinggi menyangkut literatur kelabu. Mungkin Bibliografi Nasional Indonesia perlu memuat data bibliografis dari disertasi yang diajukan di Indonesia serta terbitan lain dari berbagai lembaga. Data bibliografis untuk skripsi serta tesis diserahkan ke masingmasing perguruan tinggi.
(3) Keengganan penerbit untuk mengirimkan contoh terbitannya ke Perpustakaan Nasional RI karena berbagai alasan seperti kurang mengetahui faedahnya, imbalannya tidak jelas (misalnya bila dimuat di Bibliografi Nasional Indonesia), biaya yang mahal.
(4) Revisi atas UU no. 4 menyangkut kewajiban serah simpan terutama untuk buku referensi dan buku edisi khusus yang berharga mahal, katakanlah ambang Rp500,000,- Bagi buku berharga Rp500,000,- Perpustakaan Nasional bersedia membayar separo harga semenetara sisanya menjadi tanggungan penerbit. Praktik seperti ini telah dilakukan di New Zealand dan Afrika Selatan13
(4) Munculnya otonomi daerah secara tidak langsung memutuskan rantai organisasi antara Perpustakaan Nasional RI dengan (semula) Perpustakaan Nasional Provinsi atau Perpustakaan Daerah. Sesuai otonomi daerah, maka sebutan untuk perpustakaan tingkat provinsi sangat bervariasi. Secara tidak langsung penerbitan Bibliografi Daerah pun bervariasi. Hal ini terlihat pada koleksi bibliografi daerah pascaotonomi daerah.
(5) Kebijakan yang lebih jelas menyangkut ebook. Mayoritas e-book berasal dari luar negeri yang tidak tunduk pada UU no. 4. Bila dicakup dalam Bibliografi Nasional Indonesia akan timbul pertanyaan apakah layak. Maka yang dimuat dalam Bibliografi Nasional Indonesia terbatas pada buku cetak dan buku elektronik yang dibuat di Indonesia.
6. Saran Berikut ini saran perbaikan menyangkut pelaksanaan UU no. 4 tahun 1990: (1) Perlu penggalakan upaya membeli buku terbitan Indonesia, terutama terbitan daerah serta literatur kelabu. Wawancara dengan beberapa sumber yang nama mereka minta dirahasiakan menunjukkan bahwa perwakilan perpustakaan negara asing (Library of Congress, National Library of Australia) setiap tahun selelau membentuk “hunting tim” untuk mencari terbitan ke provinsi. Tahun 2008 saja, di Kalimantan Tengah bisa diperoleh sekitar 150 judul terbitan. Bisa dibayangkan bagaimana terbitan di provinsi lain. Ada “hunting team” 11
12
Penulis makalah ini meragukan kebenaran data tersebut. Karena tidak ada data pembanding serta terjadi kenaikan luar biasa penerbitan buku baru. Selama ini banyak pihak memperkirakan penerbitan setahun sekitar 5,000 judul baru, kalau sekarang meningkat menjadi 15,000 judul maka terjadi peningkatan sebesar 300% sementara kondisi ekonomi tidak selalu mendukung Bohdana Stoklasova, et al. Cooperation and conflict between deposit libraries and publishers in the Czech Republic. 68th IFLA Council and General Conference, Glasgow, 2002.
VISI PUSTAKA Volume 11 Nomor 3 Desember 2009
(6) Pengembangan Biblioteca Indonesiana. Biblioteca Indonesiana adalah kumpulan materi perpustakaan tentang Indonesia baik terbitan dalam maupun luar negeri. Koleksi yang ada di Perpustakaan Nasional RI sangat kuat terutama menyangkut Indonesia sebelum tahun 1942; namun sesudah periode itu sangatlah lemah. Maka disarankan bagi Pusat Pengadaan Bahan Pustaka untuk memusatkan diri pada buku referensi dulu terutama yang diterbitkan di luar negeri mengenai Indonesia. Sebagai contoh terbitan Economic Intelligence Unit yang berbasis di Hongkong tidak tersedia di bagian referens padahal terbitannya memuat data tentang Indonesia terutama bidang ekonomi dan keuangan. 13
Sulistyo-Basuki, A rethinking of the national library’s roles in bibliographic control in the ICT age, with special reference to the region of Southeast Asia, Paper for the 50th commemoration of Thailand National Library, Bangkok, Juli 2005;
7.
Penutup Keberadaan dokumen elektronik, khususnya buku elektronik membawa dampak pada pengawasan bibliografis yang dilakukan oleh Perpusnas RI sesuai dengan amanah undang-undang. Buku elektronik perlu dimasukkan pada cantuman Bibliografi Nasional Indonesia, yang diterbitkan sebagai bagian fungsi utama sebuah perpustakaan nasional, namun lebih perlu lagi pembenahan internal di lingkungan Perpustakaan Nasional RI menyangkut pelaksanaan UU no. 4 tahun 1990. Bibliografi
Rustad, Kjerste “Our digital heritage as source material to end-users: Collection of and access to net publications in The National Library of Norway,” Journal of Digital Asset Management, 2 (3/4) 2006:172-177 Saadiah Yahya, Network glossary for beginners Shah Alam: Universiti Teknologi MARA, 2008 Siegel, Lucy, “Should we switch to reading books online?” The Observer Magazine, 30th August 2009. http://en.wikipedia,org/w/index.php?ti Diunduh 23 Oktober 2009.
Anglo-American cataloguing rules/prepared under the direction of The Joint Steering Committee for Revision of AACR… [et al]. 2nd ed,2002 revision. Chicago: American Library Association;Ottawa: Canadian library Asssociation: London: Chartered Institute of Library and Information Professionals, 2005
Stoklasova, Bohdana et al. Cooperation and conflict between deposit libraries and publishers in the Czech Republic. 68th IFLA Council and General Conference, Glasgow, 2002.
Henden, Johan “The Norwegian Repository Library,” Library Management, 26 (1/2) 2005:73-78
Sulistyo-Basuki, A rethinking of the national library’s roles in bibliographic control in the ICT age, with special reference to the region of Southeast Asia, Paper for the 50th commemoration of Thailand National Library, Bangkok, July 2005;
International Encyclopedia of Information and Library Science. 2nd ed. Edited by John Feather and Paul Sturges. (London: Routledge, 2003) q.v “National libraries” Peraturan Pemerintah … nomor 70 tahun 1991 tentang pelaksanaan Undang-Undang nomor 4 tahun 1990 tentang serah-simpan karya cetak dan karya rekam. Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2007
Sulistyo-Basuki, Periodisasi perpustakaan Indonesia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994
Sulistyo-Basuki, “Pengawasan dan digitalisasi grey literature: sebuah pemikiran,” Seminar Perpustakaan Khusus, di Jakarta 12 Januari 2005 Undang-Undang … nomor 4 tahun 1990 tentang serahsimpan karya cetak dan karya rekam. Jakarta: Perpustakaan Nasional
Peraturan Pemerintah… nomor 23 tahun 1999 tentang pelaksanaan serah-simpan dan pengelolaan karya rekam film ceritera atau film dokumenter. Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2007
VISI PUSTAKA Volume 11 Nomor 3 Desember 2009