i
Katalog Dalam Terbitan Atik Bintoro Disain Konfigurasi Roket Padat Analisis Struktur Roket RUM70/100 – LPN / Penulis Atik Bintoro Jakarta : Semata kata , 2013 120 hlm ; 10 cm ISBN 978-602-19463-6-7 1. Struktur, Teori
I. Judul
Judul : Disain Konfigurasi Roket Padat, Analisis Struktur Roket RUM70/100 – LPN Buku ini diterbitkan oleh : Indonesia Book Project, 2014
Susunan Dewan Editor :
Drs. Sutrisno, MSi. Peneliti Madya – LAPAN Drs. Gunawan Prabowo, MT. Peneliti Madya – LAPAN
Keterangan gambar sampul : Foto Uji Terbang Roket RUM70/100-LPN
Dipersembahkan untuk mu segenap pemungut ilmu …
ii
Kata Pengantar Editor Telah ditulis buku ilmiah hasil penelitian dan pengembangan iptek dirgantara yang berjudul “ Disain Konfigurasi Roket Padat, Analisis Struktur Roket RUM70/100 – LPN ”, oleh peneliti senior Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional – LAPAN, bidang disain kendaraan ruang angkasa, misil dan satelit, Ir. Atik Bintoro, MT. Pembahasan buku ini mulai dari misi roket, kompromi lintas keahlian di dalam proses disain roket, teori dasar aerodinamika, teori disain struktur, sampai dengan analisis struktur roket RUM70/100-LPN sebagai wahana peluncur muatan hasil karya rancang bangun tim peserta Kompetisi Muatan dan Roket Indonesia Tingkat Perguruan Tinggi ( Komurindo ). Buku ini serupa etalase yang menampilkan rentetan teori disain konfigurasi roket padat dan sekaligus menyampaikan ulasan hasil litbang struktur roket RUM70/100-LPN, sehingga buku ini mampu memberikan pemahaman dan informasi menarik tentang telaah disain, khususnya struktur roket padat untuk operasional terbang pada kecepatan subsonik. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika buku ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan atau pun acuan dalam pelaksanaan penelitian bidang peroketan, khususnya struktur roket berbahan bakar padat, bagi siapa pun, terutama kaum cerdikia : pelajar, mahasiswa, peneliti maupun perekayasa yang akan menambah wawasan di bidang disain konfigurasi roket padat. Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua. Terimakasih.
Jakarta, November 2013 Dewan Editor
iii
Sambutan Penerbit
iv
Ucapan Terimakasih Alhamdulillah, melalui rahmat ALLAH SWT, pengalaman penelitian dan informasi dari beberapa sumber acuan, serta bantuan handaitaulan, berhasil diterbitkan buku ilmiah hasil penelitian, berjudul “ Disain Konfigurasi Roket Padat, Analisis Struktur Roket RUM70/100 – LPN ”. Buku ini dapat dimanfaatkan untuk memperkaya wawasan, informasi maupun rujukan bagi yang membutuhkan, terutama tentang disain dan analisis struktur roket melalui metode analitis dan eksperimen uji statik serta uji terbang. Saran, komentar dan segala masukan dari pembaca, sungguh ditunggu tunggu, baik tegur sapa langsung maupun melalui email ke :
[email protected]. Bagi semua pihak yang telah berkenan membantu berbagai macam usaha, atas terbitnya buku ini, saya sampaikan terima kasih banyak, terutama kepada : Pimpinan dan kru penerbit beserta segenap editor. Kepala Pusat Teknologi Penerbangan-LAPAN beserta jajaran, yang telah berpartisipasi dalam mewujudkan penerbitan buku ini. Teman-teman sejawat : pak Mujtahid, pak Ari Sugeng, pak Agus Bayu Utama, pak Agus Aribowo, Cahya Edi S, Ikhwanul Hakim, Dana Herdiana, Encung Sumarna, Wahyudi, Dede Rahmat, Yuda Agung N, Karwanto, Riyanto, dan teman-teman Tim Teknis Komurindo 2013, yang telah menyediakan gambar, data dan informasi yang lain. Putra putri tercinta : Lahardi Alkawero, Asfarina Aulia dan Lazwardi Azhar beserta dik Biyah, bundanya anak-anak, yang telah berkenan menjadi penyejuk hati dan penyedap pandangan mata di setiap masa. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan. Amin. Bogor, November 2013 Penulis
v
Daftar Isi Katalog Dalam Terbitan
ii
Kata Pengantar Editor
iii
Sambutan Penerbit
iv
Ucapan Terimakasih
v
Daftar isi
vi
Bab 1
PENDAHULUAN
1
1.1.
Misi Roket Padat
1
1.2.
Kompromi Lintas Keahlian
1
1.3.
Karakterisktik Riset dan Rekayasa Roket Padat
2
1.4.
Komponen Utama Roket Padat
7
1.5.
Konsep Dasar Perancangan Roket
8
Bab 2
AERODINAMIKA ROKET
11
2.1.
Pengenalan Fenomena Aerodinamika
11
2.1.1.
Komponen Aerodinamika Hidung Roket
13
2.1.2.
Hidung Roket Berbentuk Kerucut
15
2.1.3.
Hidung Roket Berbentuk Busur
17
vi
2.1.4.
Hidung Roket Berbentuk Hemisperik
18
2.1.5.
Hidung Roket Dengan Bentuk Lain
18
2.2.
Komponen Aerodinamika Badan Roket Bagian Tengah
19
2.3.
Komponen Aerodinamika Roket Bagian Sirip
19
2.4.
Aerodinamika Badan Roket Secara Menyeluruh
27
2.5.
Prestasi Kerja Roket
29
2.5.1.
Gesekan Gaya Hambat
29
2.5.2.
Hambatan Tekanan
30
2.5.3.
Gaya Hambat Secara Umum
31
2.5.4.
Stabilitas Aerodinamika
32
2.5.5.
Trayektori Roket
35
2.5.5.1. Trayektori Roket Saat Melayang Lama
41
2.5.5.2. Trayektori Roket Menggunakan Booster-Sustain
44
2.5.5.3. Trayektori Roket Balistik
45
Bab 3
DISAIN STRUKTUR
48
3.1.
Konsep Dasar Disain Struktur Roket Padat
48
3.1.1.
Pembebanan Dinamik
49
3.1.2.
Pembebanan Statika Struktur Roket …..
52
3.1.3.
Faktor Keamanan
52
vii
3.1.4.
Kesetimbangan Gaya dan Momen Pada Saat Terbang
54
3.1.5.
Beban Terbang Vertikal
56
3.1.6.
Beban Terbang Balistik
57
3.2.
Perhitungan Kekuatan Struktur Roket
59
3.2.1.
Struktur Hidung
60
3.2.2.
Struktur Motor Roket
61
3.2.3.
Teori Tabung Bertekanan
63
3.2.4.
Pendekatan Analitis Dalam Memprediksi Tegangan Struktur Tabung Motor Roket
64
3.2.5
Pendekatan Teori Elemen Hingga Untuk Perhitungan Tegangan Termal
68
3.2.6.
Tegangan Termal
72
3.2.7.
Struktur Sirip
77
3.2.8.
Distribusi Temperatur Sirip
79
3.2.9.
Distribusi Tegangan Struktur Sirip Akibat Beban Panas
81
3.2.10.
Perhitungan Frekwensi Alami Struktur Roket
82
3.2.11.
Memprediksi Besarnya Beban Shock Roket
87
3.3.
Pemilihan Material Struktur
90
Bab 4
ANALISIS STRUKTUR ROKET RUM70/100-LPN
96
viii
4.1
Misi Roket
96
4.2.
Konfigurasi Roket
97
4.3
Hasil dan Pembahasan
100
4.3.1.
Struktur Sirip
100
4.3.2.
Struktur Tabung Motor Roket
103
4.3.3.
Struktur Tabung Kompartemen Muatan
106
4.3.4.
Struktur Hidung Roket
107
4.3.5.
Stabilitas Roket
107
4.4.
Uji Terbang
107
Bab 5
PENUTUP
112
DAFTAR PUSTAKA
113
KONVERSI SATUAN
116
INDEKS
117
ix
Bab 1
PENDAHULUAN 1.1. Misi Roket Padat Misi roket merupakan acuan penting yang digunakan untuk melaksanakan riset dan rekayasa roket padat, mulai dari identifikasi kebutuhan calon pengguna sampai dengan pembuatan roket sesuai dengan kebutuhan. Pemenuhan misi bukan hanya tanggung jawab bagian pabrikasi, motor roket, struktur maupun aerodinamika saja, melainkan tanggung jawab yang melibatkan banyak pihak sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing di dalam institusi riset dan rekayasa roket. Identifikasi kebutuhan yang telah dicanangkan oleh calon pengguna roket, baik untuk roket sonda, roket pendorong, maupun roket kendali taktis dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk menentukan semua karakteristik atau spesifikasi komponen roket, mulai dari konfigurasi aerodonamika, bentuk fisik struktur, tabung muatan, hidung dan sirip roket, konversi energi di dalam motor roket, nosel, propelan, muatan dan peralatan subsistem yang lain, sehingga segala potensi yang dimiliki oleh institusi riset dan rekayasa roket padat akan diarahkan untuk mencapai misi roket tersebut. Secara umum misi roket padat adalah sebagai kendaraan pembawa atau pendorong yang berisi muatan tertentu ke suatu tempat atau lokasi target yang telah ditetapkan, baik untuk roket dari darat ke darat, roket dari darat ke laut atau sebaliknya, roket dari darat ke udara maupun sebaliknya, dan roket dari udara ke udara. Tentunya untuk memenuhi misi ini diperlukan kontribusi dari berbagai pihak yang terkait dan bersifat lintas keahlian. Sehingga dibutuhkan komunikasi terpadu dan seringkali bersifat kompromi diantara kepentingan berbagai macam keahlian tersebut.
1.2. Kompromi Lintas Keahlian Disain konfigurasi roket merupakan bidang kegiatan yang cukup menarik dan menantang bagi peneliti maupun perekayasa iptek dirgantara. Kegiatan ini merupakan langkah awal yang perlu dilakukan setelah misi roket ditentukan, sebelum pengadaan bahan dan pembuatan komponen roket secara fisik dimulai. Disain di bidang ini mampu melibatkan berbagai
macam disiplin ilmu dan teknologi, mulai dari aerodinamika, dinamika dan kinematika ,mekanika terbang, , termodinamika, instrumentasi, propulsi, material, rancang bangun struktur, dan lain-lain. Sampai saat ini, belum pernah ada disain konfigurasi roket yang hanya dilakukan oleh perorangan atau individu tertentu, tetapi merupakan hasil kompromi dari beberapa bidang keahlian, baik peneliti maupun perekayasa roket padat, terutama dalam menelaah pertimbangan disain sebagai berikut : 1. Penyederhanaan konfigurasi bagian luar, untuk mengurangi waktu pengembangan dan disain. 2. Efisiensi kontrol aerodinamika untuk penyederhanaan sistem sirkuit kendali dan kontrol dan juga untuk mengatur tenaga servo. 3. Rentang jangkauan roket, kecepatan, dan karakteristik ketangguhan disesuaikan dengan misi roket. 4. Stabilitas struktur pada saat terbang dan bermanuver maupun respon dinamik yang lain. 5. Sederhana, efisien dan sistem pabrikasi presisi tinggi. 6. Biaya murah, mudah diproduksi dan berkonstruksi ringan. 7. Komponen-komponen individu mudah dirakit dengan cepat dan juga mudah digunakan. 8. Sistem pandu dan kontrol sangat akurat, disesuaikan dengan misi roket. 9. Efisien dalam pengepakan komponen roket pada saat penyimpanan, transportasi maupun ketika bongkar muat dan pemasangan kembali. 10. Derajat kompleksitas persiapan maupun pengiriman roket disesuaikan dengan misi roket.
1.3. Karakterisktik Riset dan Rekayasa Roket Padat Dari pandangan misi roket terhadap institusi riset dan rekayasa roket, usaha riset dan rekayasa roket bisa dikatakan sukses jika hasil riset dan rekayasa dapat memenuhi terwujudnya misi roket yang telah ditentukan. Terpenuhinya misi roket ini agak sulit untuk diketahui secara cepat pada saat riset dan rekayasa berlangsung. Namun demikian, ada lima dimensi lain yang dapat dihubungkan untuk membantu menilai kinerja riset dan rekayasa roket padat, antara lain [1,4] :
Kualitas prototip roket padat
2
Seberapa baik prototip yang dihasilkan dari usaha riset dan rekayasa ? Apakah prototip tersebut memenuhi kebutuhan misi ? Bagaimana tingkat keandalan dan kekuatan prototip ? Kualitas ini pada akhirnya akan mempengaruhi besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh institusi untuk melakukan riset dan rekayasa. Biaya prototip roket padat Biaya prototip roket padat adalah biaya yang dikeluarkan untuk membangun sebuah prototip mulai dari modal peralatan utama, alat bantu sampai dengan bahan yang digunakan beserta ongkos kerja. Biaya ini dapat menentukan seberapa besar keuntungan atau benefit yang diperoleh institusi dar
3
i kegiatan riset dan rekayasa tersebut. Berapakah biaya yang diperlukan untuk membuat sejumlah prototip roket padat yang diperlukan ? Waktu pengembangan prototip roket padat Waktu pengembangan prototip roket padat dapat menentukan kompetensi institusi dalam hal : berkompetisi dengan kompetitor yang melakukan riset dan rekayasa serupa, mengasah daya tanggap terhadap perubahan kemajuan teknologi, pada akhirnya akan menentukan kecepatan institusi untuk mengembalikan biaya riset dan rekayasa dalam bentuk keuntungan atau benefit. Seberapa cepat waktu yang diperlukan untuk mengembangkan prototip roket ? Biaya pengembangan riset dan rekayasa Biaya pengembangan riset dan rekayasa merupakan salah satu faktor penting investasi untuk mencapai keuntungan berupa tercapainya misi roket maupun terwujudnya penguasaan riset dan rekayasa roket pada tahap-tahap selanjutnya. Berapakah biaya yang dibutuhkan untuk pengembangan riset dan rekayasa roket padat ? Kapabilitas riset dan rekayasa roket padat Kapabilitas riset dan rekayasa roket padat merupakan asset institusi yang dapat dimanfaatkan oleh institusi untuk mengembangkan hasil riset dan rekayasa yang lebih baik dan lebih menguntungkan di masa yang akan datang. Seberapa lebih baiknya tim periset dan perekayasa dalam mengambil pengalaman dari hasil riset dan rekayasa pada saat ini untuk dilakukan pada pengembangan tahap berikutnya ?
Kesuksesan kinerja dari lima dimensi di atas akan mampu mendorong tercapainya misi roket, disamping kesuksesan pada hal-hal lain, semisal minat berbagai pihak yang terkait dengan riset dan rekayasa roket padat (stakeholder) baik yang berada di lingkungan institusi maupun masyarakat yang berada di luar institusi. Bagi pihak-pihak yang berada di dalam institusi riset dan rekayasa roket padat berkepentingan untuk mewujudkan ketertarikan pihak luar dalam memanfaatkan hasil riset dan rekayasa roket padat. Bagi pihak luar, misalnya calon pengguna tentu berkepentingan untuk mendapatkan informasi seberapa besar keuntungan yang didapatkan jika menggunakan hasil riset dan rekayasa institusi tersebut. Sedangkan para pihak yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan riset dan rekayasa roket padat, mungkin akan menghendaki agar kegiatan tersebut bisa ramah lingkungan, tidak membahayakan masyarakat sekitar dan tidak
4
mengganggu kegiatan ekonomi mereka secara permanen. Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa kegiatan riset dan rekayasa roket padat merupakan aktivitas lintas disiplin yang membutuhkan kontribusi dari semua pihak yang terkait antara lain : peneliti, perekayasa, teknisi, ahli hukum, ahli keuangan dan lain-lain. Komposisi aktivitas ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1-1. : Komposisi Kelompok Riset dan Rekayasa Roket Keterangan : 1 = Peneliti Utama
2 s/d 6 = Peneliti 7 s/d 16 = Anggota penunjang
Dalam pelaksanaan riset dan rekayasa roket padat, seluruh pihak yang terkait pada dasarnya akan mengikuti alur kegiatan yang diawali dari penentuan misi roket sesuai dengan kebutuhan calon pengguna. Kemudian menerjemahkan misi menjadi konfigurasi eksternal aerodinamika sebelum diwujudkan menjadi bentuk fisik melalui disain struktur, disain muatan dan disain motor roket. Alur riset dan rekayasa ini terlihat pada gambar 1-2.
5
Gambar 1-2 : Diagram Alur Riset dan Rekayasa Roket Padat [1] Institusi pemerintah yang telah berhasil melakukan riset dan rekayasa roket padat di Indonesia adalah Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional – LAPAN sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Beberapa contoh prototip hasil riset dan rekayasa roket padat yang telah dikembangkan oleh LAPAN terlihat seperti pada gambar 1-2.
6
1.4.
Komponen Utama Roket Padat
7
Roket adalah wahana yang memiliki mesin konversi energi yang dapat bergerak sesuai dengan besar gaya dorong yang dibangkitkan oleh perubahan energi kimia bahan bakar menjadi energi panas pembakaran bahan bakar di dalam ruang bakar motor roket. Selanjutnya energi panas ini akan menghasilkan tekanan yang dapat menimbulkan gaya dorong melalui nosel roket, sehingga roket dapat bergerak ke arah berlawanan dengan arah gaya dorong tersebut, dan kemudian dihasilkan energi kinetik berupa gerakan roket meluncur menuju sasarannya, baik sasaran di darat, di udara maupun di perairan. Keberhasilan gerakan roket ini, disamping ditentukan oleh keandalan motor roket sebagai pembangkit tenaga, nosel sebagai pengarah dan perubah tekanan menjadi gaya dorong, komponen roket yang lain seperti pada gambar 1-3 juga mempunyai kontribusi.
I
II
Hidung roket
Bagian tengah badan roket
III Ekor roket
Gambar 1-3 : Konfigurasi Komponen Roket [1] Secara garis besar komponen utama roket berbahan bakar padat atau selanjutnya disebut sebagai roket padat dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : bagian depan yakni hidung roket, bagian tengah adalah selongsong bodi yang berbentuk silinder, dan bagian pangkal atau ekor roket. Hidung roket biasanya berbentuk kerucut maupun busur, kemudian diikuti tabung muatan yang berfungsi sebagai kompartemen muatan roket ( payload ) seperti peralatan sensor kendali ataupun peralatan penunjang yang lain. Komponen bagian tengah adalah motor roket yang terdiri dari bahan bakar padat atau propelan, liner, igniter dan nosel. Komponen bagian pangkal yakni ekor atau sirip roket berfungsi sebagai pengendali stabilitas aerodinamika roket pada saat terbang. Pada umumnya sirip roket berbentuk segitiga delta, segiempat trapesium maupun bentuk yang lain.
8
1.5. Konsep Dasar Perancangan Roket Pemilihan sistem disain yang tepat untuk memenuhi pencapaian misi roket, seringkali menimbulkan kontroversi yang berkepanjangan di antara segenap peneliti dan perekayasa teknologi roket. Beberapa perancang mengawali konseptual disain dengan mengacu pada pemenuhan aspirasi disain terbaik untuk memenuhi kebutuhan pengguna roket, misalnya dengan melibatkan unsur biaya, metodologi penentuan keandalan, karakteristik sistem propulsi dan pengoperasian roket. Unsur-unsur ini dipandang sebagai elemen penting dalam pertimbangan disain untuk mencapai misi roket. Sedangkan perancang yang lain sangat menitik beratkan pada masalah dinamika terbang sebagai awal disain untuk mencapai pemenuhan misi roket. Sebenarnya di dalam tahap awal pelaksanaan perancangan, yang jelas tidak akan lepas dari penerapan hukum Newton F ma sebagai dasar pijak untuk menentukan gaya dorong dari sistem propulsi maupun penggerak dinamika terbang roket, berdasarkan adanya perubahan momentum dari gas buang yang meninggalkan nosel. Gaya dorong ini dapat dinyatakan dalam persamaan di bawah ini [2].
F m uex m2ht hex m2ht .
.
1/ 2
.
1/ 2
. 2 m 2 c pTt
1/ 2
dengan : .
F gaya, m = massa, m = aliran massa, ht = entalpi di dalam motor roket, hex = entalpi keluar nosel roket, cp = panas spesisifik pada tekanan konstan, T = temperature, uex = kecepatan Dari persamaan di atas diketahui bahwa untuk mendapatkan gaya dorong yang besar diperlukan aliran massa pembakaran yang besar. Hal ini akan didapatkan jika terjadi pada pembakaran propelan ( bahan bakar dan oksidator) yang dapat menghasilkan gas pembakaran pada temperatur tinggi. Untuk roket balistik, biasanya menggunakan propelan padat yang merupakan perpaduan antara bahan bakar dengan oksidator, sehingga pembakarannya tidak diperlukan oksigen dari udara luar. Bahan bakar padat biasanya terbuat dari ramuan bahan kimia yang dapat dibakar, yang terdiri dari bahan pembakar, bahan bakar, penyelaras laju pembakaran,
9
katalisator, dan inhibitor. Untuk memperbaiki sifat mekaniknya kadang ditambahkan unsur binder, plasticizer atau yang lain. Di bawah ini ditampilkan beberapa jenis propelan padat, beserta sifatsifatnya [2]. Tabel 1 : Macam-macam Propelan dan Sifat-sifatnya Propelan
Densitas lb/in3
Temperatur bakar o F
Isp detik
DB
Kandu ngan logam % berat 0
Pangkat Tekanan n
220-230
Laju pembak aran In/detik 0,45
0,058
4100
DB/AP/Al
20-21
0,965
6500
260-265
0,78
0,40
DB/APHMX/Al XLDB/AP
20
0,065
6700
265-270
0,55
0,49
19
0,067
6060
269
0,35
0,50
HMX/Al
0
0,061
4600
230-240
0,45
0,38
PVC/AP
21
0,064
5600
260-265
0,45
0,35
PVC/AP/Al
0
0,062
4700
230-240
0,35
0,43
0,3
PS/AP
3
0,062
5000
240-250
0,31
0,33
PS/AP/Al
16-20
0,064
5000-6000
260-265
0,27
0,15
PU/AP/Al
19
0,067
6060
269
0,60
0,50
NEPE
16
0,064
5800
260-263
0,55
0,33
PBAN/AP/Al
15-17
0,64
5600-5800
260-265
0,45
0,40
CTPB/AP/Al
4-17
0,067
5600-5800
260-265
0,40
0,40
HTPB/AP/Al
14
0,064
5400-6000
260-263
0,32
0,35
Keterangan : Al AP CTPB DB HMX HTPB
: Aluminum : Ammonium perchlorat : Carboxy-terminated Polybutadiene : Double base : Cyclotetramethylene Tetranitramine : Hydroxy-terminated Polybutadiene
NEPE PBAN PS
: Nitrate-ester plasticizer : Polybutadiene-acrylic acid polymer : Polysulfide
PU PVC
: Polyuretane : Polyvinyl chloride
XLDB
: Cross-link Double base
Disamping gaya dorong yang berasal dari pembakaran propelan, tentu untuk menghasilkan roket yang andal, tidak akan bisa terlepas dari keandalan komponen yang lain, semisal motor roket, sirip, dan lain-lain.
10
Oleh sebab itu untuk mendapatkan keandalan rancangan, maka perhatian pada seluruh komponen roket juga diperlukan.
11
Gambar 1-4 : Roket seri RUM70/100-LPN, buatan LAPAN Sumber : Dokumen Validasi - LAPAN
Bab 2
AERODINAMIKA ROKET 2.1. Pengenalan Fenomena Aerodinamika Salah satu tujuan utama rekayasa disain aerodinamika roket adalah untuk mendapatkan efisiensi konfigurasi eksternal yang maksimal. Konfigurasi ini dapat diperoleh dengan terlebih dahulu mempelajari fenomena aerodinamika yang bersumber dari gerakan aliran udara yang melintasi wahana pada saat meluncur di udara. Sehingga bentuk perlintasan aliran udara ini tentu akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bentuk luar wahana, kecepatan terbang, dan rapat masa udara. Benda terbang yang berkecepatan subsonik yaitu kecepatan terbang di bawah 1 Mach semisal pesawat terbang, dan benda terbang berkecepatan supersonik yaitu kecepatan di atas 1 Mach ( 1 M = 342 m/detik ) seperti roket, dengan adanya efek aerodinamika dan agar didapatkan efisiensi maksimal, tentu keduanya akan mempunyai bentuk eksternal yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel : 2 – 1 Perbedaan Bentuk Eksternal Pesawat Terbang dan Roket Komponen
Pesawat terbang
Roket
Kontur bodi Bagian : pinggir bodi, hidung dan sayap Sayap dan penampang ekor Kontrol longitudinal
Tidak simetris Membentuk bundaran tertentu Berombak dengan kontur tertentu Menggunakan ekor
Simetris Mengerucut atau membusur Meruncing
Permukaan kontrol
Bagian chord
Bervariasi : canard, sirip, atau kontrol ekor Seluruh permukaan
12
atau bagian chord Sumber Tenaga Mesin Pembakaran Mesin Pembakaran luar (Oksigen berasal dalam ( Membawa dari udara luar ) bekal oksigen sendiri / oksigen bercampur dengan bahan bakar ) Pada saat roket meluncur menembus udara dengan berat jenis , gaya aerodinamika terjadi. Gaya yang dimaksud bisa berupa gaya hambat maupun gaya angkat. Gaya-gaya ini dapat juga diklasifikasi menjadi dua tipe yaitu : 1. Gaya akibat gesekan, 2. Gaya akibat tekanan. Gaya hambat ditimbulkan oleh aksi geser akibat kecepatan udara, dan yang terakhir akibat tekanan permukaan yang dihasilkan oleh gaya hambat maupun gaya angkat. Posisi gaya-gaya tersebut pada kondisi setimbang di titik tangkap gaya dapat diuraikan ke dalam bentuk gaya normal dan gaya aksi seperti pada gambar 2-1 [3]. N L R
V
D A
Gambar 2-1 : Penguraian Gaya-gaya Aerodinamika Dari gambar 2-1 dapat dituliskan gaya-gaya sebagai berikut :
D A cos V sin L N cos Asin
................................................................ 1 ................................................................ 2
A D cos L sin
................................................................. 3
13
N L cos D sin
................................................................ 4
dengan : D = gaya hambat, L = gaya angkat, A = gaya aksi, N = gaya normal V = kecepatan Jika masing-masing gaya pada persamaan di atas dibagi dengan tekanan dinamis q yang dikalikan dengan luas penampang S akan diperoleh bentuk koefisien gaya, yaitu :
C A C P cos C L sin C N C L cos C D sin dengan : q
V
.............................................................. 5 ................................................................ 6
2
2
................................................................. 7
Sehingga gaya angkat FL untuk kecepatan terbang V, adalah :
1 FL CL V 2 S ........................................................................................ 8 2 2.1.1. Komponen Aerodinamika Hidung Roket Seperti telah disampaikan bahwa hidung roket adalah komponen roket terdepan yang akan menembus aliran udara pada saat terbang dan akan menerima fenomena aerodinamika yang paling awal, baik pada kecepatan subsonik maupun supersonik. Bentuk hidung roket pada umumnya berupa kerucut dan busur seperti pada gambar 2-2. L
h
d 2
r R
R
a. Bentuk kerucut
b. Bentuk busur
Gambar 2-2 : Bentuk Struktur Hidung Roket
14
Dimensi hidung roket yang berbentuk kerucut dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut : Volume :
1 V .r 2 h ; Luas selimut kerucut : L r r 2 h 2 ........ 9 3
Sedangkan dimensi komponen hidung roket yang berbentuk busur dapat dihitung melalui persamaan di bawah ini : Jari-jari busur :
R
d l2 R 1 2 2 R
Rasio panjang - diameter adalah :
l d
dengan kaliber busur : C
atau : R R 0,25 d
R d
d l2 ………... 10 4 d
............................... 11
………………………….. 12
dan volumenya adalah : … 13 Sedangkan jari-jari kelengkungan hidung roket untuk bentuk lain, semisal bentuk power series, parabolic series dan haack series, seperti pada persamaan di bawah ini. - power series : r x untuk 0 x 1 .......................................... 14 dengan n = 1 untuk kerucut n = 0,5 untuk parabola dengan x sebagai vertex n
2 x Kx 2 - parabolic series : r ....................................................... 15 2K dengan : K = 0 untuk kerucut K = 1 untuk parabolik K = 0,75 untuk ¾ parabolik power K = 0,50 untuk ½ parabolik power
15
1 1 2 sin 2C sin 3 ............................. 16 2 Dengan : cos 1 1 2 x
- Haack series : r
C = 0 untuk bentuk hidung Von Karman (l-d hidung Haack) C = ½ untuk L-V hidung Haack l-d = panjang – diameter, l-v = panjang - volume 2.1.2. Hidung Roket Berbentuk Kerucut Konfigurasi komponen hidung roket yang berbentuk kerucut biasa digunakan untuk roket dengan kecepatan supersonik, hal ini sesuai dengan karakteristik komponen tersebut untuk kecepatan supersonik. Adapun karakteristik komponen kerucut ini dapat dilihat pada gambar 2-3, baik untuk dua dimensi dalam penampang lintang kerucut maupun tiga dimensi kerucutnya. Gelombang kejut
Gelombang kejut
Streamline
Streamline
Penampang lintang kerucut
Kerucut Tiga Dimensi
Gambar 2-3 : Arah Aliran Pada Kerucut dan Penampang lintangnya Dari gambar 2-3 terlihat bahwa aliran supersonik yang terjadi pada sebuah kerucut utuh pada dasarnya mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan aliran pada penampang lintangnya, tetapi mempunyai penampilan yang sedikit berbeda dengan kerucut utuh. Perbedaan ini terletak pada kemiringan kejut yang terbentuk di ujung penampang lintang dan di titik puncak kerucut. Oleh karena itu karakteristik aliran ini akan menghasilkan gelombang kejut di bagian belakangnya dan aliran udara akan mengalami dua perubahan yaitu aerodinamika dan termodinamika, tergantung dari kondisi dua dimensi atau tiga dimensi dari kerucut tersebut. Yang jelas karakteristik dari aliran ini menyangkut : 1. Sudut kejutan 2. Streamline arah aliran, dan 3. Properti udara antara posisi gelombang kejut dan permukaan bodi kerucut, akan terjadi perubahan tekanan pada
16
daerah aliran bebas ( free stream ) dan daerah permukaan konis. Fenomena ini dikenal sebagai koefisien tekanan, fungsi dari bilangan mach, seperti terlihat pada persamaan di bawah ini [3].
p 2 p1 p 0,096 0,083 q q M 2 10
1, 69
............................... 17
Dengan : = dalam derajat Melalui pendefinisian tekanan di atas, dapat ditentukan gaya hambat (drag) yang ekivalen dengan gaya aksial pada gaya angkat atau pada sudut serang sama dengan nol. Secara sederhana dapat dihubungkan sebagai berikut :
D
p qS C D qS q
CD
p q
........................................................................... 18
............................................................................................. 19
Persamaan 19 menunjukkan hubungan antara koefisian gaya hambat CD yang berbanding lurus dengan tekanan pada bagian hidung saja, dan tidak termasuk tekanan karena gesekan. Gaya normal pada hidung roket diperoleh dengan cara integrasi gaya tekan arah normal pada garis tengah bagian kerucut hidung roket. Ferrari dan Tsien (1938) berhasil menyusun persamaan hubungan antara gaya normal dengan parameter bilangan Mach, seperti pada persamaan di bawah ini [3]. 2
cos 1 2 2 cos M 1 1 1 2tg 2 ..... 20 2 2 M 1 cos M 1 cosh1 cos M 2 1 2
CN
17
2
2
CN
cos 1 2 M 1
M 1 cos cosh1 cos M 2 1 2
............ 21
2
cos 1 2 M 1
Jika tekanan dianggap konstan sepanjang permukaan hidung roket, sesuai teori aliran permukaan kerucut, maka pusat tekanan berada pada titik pusat luas permukaan, atau berada pada dua pertiga panjang hidung roket dari puncak ke pangkal. 2.1.3. Hidung Roket Berbentuk Busur Bentuk permukaan busur lebih banyak digunakan sebagai bentuk kontur hidung roket dari pada bentuk kerucut. Karakteristik aerodinamika bentuk hidung busur tentu berbeda dengan hidung kerucut. Perbedaan ini bisa ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
a
b
Keterangan : a. Kerucut b. Busur c. Perbandingan kerucut dan busur
+
c
p q
-
Gambar 2-4 : Perbedaan Kontur Kerucut dan Busur ERC. Miller menyampaikan hubungan antara gaya hambat karena tekanan dan pusat tekanan adalah seperti persamaan di bawah ini.
C Dr
2196 l 2 16 d ........................................................ 22 P 1 2 l 28M 18 d
18
cp 1 50M 18 7 M 2 P5M 18 ........................................... 23 l 2 40M 18 7 M 2 P4M 3 Dengan : P = koefisien tekanan p/q seperti pada persamaan 19. Sedangkan sudut semivertex o pada bagian ujung busur adalah :
o 2tg 1
1 2l
.......................................................................... 24
d
Dari gambar 2-4 dan persamaan di atas, diketahui beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan bentuk busur dibandingkan dengan bentuk kerucut, antara lain adalah : Isi ruangan dan rasio l/d lebih besar, Ujung yang tumpul dapat memperkuat struktur hidung roket, dan Gaya hambat lebih kecil.
2.1.4. Hidung Roket Berbentuk Hemisperik
Gambar 2-5 : Roket Berbentuk Hemisperik Bentuk hemisperik seperti pada gambar 2.5, juga biasa digunakan sebagai bentuk roket, kususnya roket yang digunakan untuk IF ( Infrared Seeker / penjejak infra merah ). Bentuk ini akan terbebani oleh gaya hambat yang sangat ekstrim, semisal gelombang gaya hambat akan menjadi enam sampai dengan tujuh kali lebih besar dari pada bentuk busur. Jika bentuk ini dipilih maka harus ada kompromi antara karakteristik aerodinamika dengan sistem dan komponen roket yang lainnya, agar diperoleh nilai aerodinamika yang optimal.
2.1.5. Hidung Roket Dengan Bentuk Lain
19
Beberapa macam bentuk hidung roket biasanya merupakan modifikasi dari bentuk busur, namun ada juga yang berbentuk lain, sebagai pemenuhan keperluan sistem roket, misalnya untuk kebutuhan pemasangan antene, muatan, parasut, dan lai-lain. Untuk bentuk-bentuk lain seperti ini, perhitungan gaya aerodinamika bisa dilakukan menggunakan pendekatan analisis matematika maupun eksperimen di terowongan angin, atau melalui pendekatan numerik menggunakan perangkat lunak yang berbasis perhitungan aerodinamika. Adapun kontur bentuk lain yang relatif dikenal adalah hidung roket berbentuk Von Karman, seperti pada persamaan di bawah ini.
r
1
1 2 sin 2
.......................................................... 25
Dengan : cos1 1 2r ........................................................ 26 Tentu saja berbagai macam bentuk hidung roket dapat dibuat, tetapi tetap saja karakterisktik aerodinamika seringkali digunakan sebagai acuan untuk menentukan seberapa besar ukuran ketumpulan dari hidung roket yang bisa membuat fungsi-fungsi yang lain berjalan dengan baik, semisal fungsi kekuatan struktur, fungsi antene radar, fungsi muatan, fungsi pencegahan kenaikan panas berlebih akibat gesekan dengan udara, dan lain-lain. 2.2.
Komponen Aerodinamika Badan Roket Bagian Tengah
Pada umumnya badan roket bagian tengah berbentuk selongsong silinder. Jika dibandingkan dengan bentuk lain, selongsong silinder lebih menguntungkan yakni dari sisi gaya hambat relatif kecil, mudah dipabrikasi dan isi di dalamnya relatif lebih besar sehingga mempunyai kapasitas beban penumpang juga lebih banyak.
Gambar 2-6 : Selongsong Silinder Jika luas permukaan selongsong Ap, luas acuan selongsong S, maka koefisien gaya normal selongsong silinder adalah :
20
C
N
2 C
A D 90
o
p 2 ......................................................... 27 S
2.3. Komponen Aerodinamika Roket Bagian Sirip Komponen roket bagian ekor biasanya terdiri dari sirip yang berfungsi sebagai pengarah terbang dan penjaga stabilitas terbang roket, sehingga tidak terjadi gerakan guling (rolling) yang tidak diinginkan. Kondisi menjaga stabilitas seperti ini biasa disebut dengan istilah “ Jagalah jangan sampai terjadi gerakan berguling-guling “ (keep no roll). Gerakan guling yang tak terkendali dapat menggagalkan misi roket, karena roket meluncur tidak sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini salah satunya dapat disebabkan oleh pembuatan struktur sirip yang tidak tepat, sehingga dalam operasionalnya sirip roket tersebut tidak mampu menerima beban peluncuran roket. Beban yang dimaksud dapat berupa beban getaran maupun beban aerodinamika roket. Beberapa bentuk sirip roket dapat dilihat pada gambar 2-7.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Keterangan gambar : (a) Persegi panjang, (b) Persegi panjang terpangkas miring (c) Segitiga sama sisi terpangkas, (d) Delta, (e) Delta terpangkas
Gambar 2-7 : Berbagai Macam Bentuk Sirip Roket Disamping tergantung pada bentuk sirip, karakteristik aerodinamika sirip roket juga tergantung pada bentuk belahan airfoil, dan ukuran sudutnya pada ujung sirip. Bentuk-bentuk ini akan menghasilkan karakteristik yang berbeda jika digunakan pada kecepatan terbang yang berbeda, misalnya untuk subsonik ataupun supersonik. Adapun pengertian airfoil adalah bentuk aerodinamika yang dianggap paling efektif untuk menghasilkan gaya angkat, misalnya airfoil penampang lintang potongan sirip roket yang sejajar dengan arah kecepatan terbang roket dan tegak lurus sirip, seperti pada gambar 2-6.
21
Tepi belakang sirip
Sirip roket Badan roket Tepi depan sirip
airfoil
Gambar 2-6 : Airfoil di Sirip Roket Gaya angkat yang dihasilkan oleh airfoil dan tenaganya bersumber dari gaya dorong roket, harus lebih besar dari atau sekurang-kurangnya sama dengan berat roket, agar roket dapat meluncur dari tanah dan terbang mendatar. Adapun beberapa macam bentuk belahan airfoil, terlihat seperti pada gambar di bawah ini.
a
b
c
d
a. Depan belakang tirus, b. Modifikasi depan belakang tirus c. Depan belakang cembung d. Bagian belakang tumpul
Gambar 2-7 : Macam-macam belahan airfoil untuk kecepatan Supersonik Belahan airfoil untuk bentuk depan belakang tirus, gambar 2-7 a, dari sisi efisiensi aerodinamik, memiliki gaya hambat yang terkecil untuk rasio tebal. Dari sisi manufaktur yang lebih mudah dikerjakan adalah bentuk modifikasi depan belakang tirus, gambar 2-7 b. Bagian depan dan belakang yang tajam perlu diperhalus dalam bentuk tumpul melingkar (rounded), hal ini untuk mengurangi panas karena pengaruh gaya aerodinamika. Bentuk
22
ini digunakan untuk sirip padat yang berukuran relatif kecil. Bentuk depan belakang cembung, gambar 2-7 c, memiliki gaya hambat terkecil untuk setiap unit tegangan, dan biasa digunakan untuk sirip yang berukuran relatif besar dengan struktur tidak padat. Sedangkan untuk bentuk bagian belakang tumpul, gambar 2-7 d, dapat digunakan untuk memperbaiki stabilitas roket. Hasil penelitian Chapman menyatakan bahwa kemampuan pengurangan gaya hambat untuk bentuk ini, di atas bentuk depan belakang tirus seperti gambar 2-7 a. Dengan memperhatikan berbagai bentuk sirip maupun belahan airfoil seperti pada gambar di atas, sebenarnya perhitungan beban aerodinamika sirip roket relatif sulit untuk ditentukan secara pasti, karena sangat tergantung pada bentuk geometri, luasan sirip dan pengaruh fluida yang dilalui (udara nyata) pada saat terbang. Namun demikian, secara teoritis dapat dikatakan bahwa sirip roket pada saat terbang akan mengalami gaya aerodinamika, baik berupa gaya hambat maupun gaya angkat. Gaya hambat mempunyai arah sejajar dengan arah aliran udara bebas. Sedangkan gaya angkat tegak lurus dengan arah aliran udara bebas. Posisi masingmasing gaya pada sirip roket dapat dilihat pada gambar 2-8 [6,3,1].
L
Lo
i
Vo
D
i Vud
Do 0,5Lx Lx
Gambar 2-8. Posisi dan Arah Gaya Aerodinamika Sirip Roket Keterangan gambar : Lo = Gaya angkat ; Vo = Kecepatan udara lokal Vud= Kecepatan udara bebas
; Do = Gaya hambat ;
23
Gaya-gaya aerodinamika seperti terlihat pada gambar 2-8, dan mengacu pada persamaan nomor 1 sampai dengan nomor 8, dapat diuraikan ke arah sumbu kecepatan udara bebas dalam harga L dan D. L = Lo Cosi - Do Sin i ………………………………...…….….... 28 D = Lo Sin i + Do Cos i …………………………………………… 29 Untuk mempermudah analisis distribusi gaya aerodinamika, persamaan 28 dan 29 dinyatakan dalam bentuk koefisien gaya angkat dan koefisien gaya hambat, kemudian masing-masing koefisien tersebut diuraikan dalam arah sumbu X, Y dan Z sesuai dengan posisi sirip roket. Hasil penguraian ini terlihat pada gambar 2-9. Cl Cz Cd
Cx Gambar 2-9 : Penguraian Koefisien Gaya Aerodamika Sumbu X,Y dan Z. Dari gambar 2-9 diperoleh : Cx = Cl Sin - Cd Cos …………………………………….……….. 30 Cz = Cl Cos + Cd Sin …………………………………………….. 31 Adapun karakteristik aerodinamika masing-masing bentuk sirip untuk kondisi supersonik adalah seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 2-1 Karakteristik Aerodinamika Supersonik CN
Lurus
Bentuk Sirip Delta
Sweept-back
Tinggi
Rendah
Rata-rata
CDo
Tinggi
Rendah
Rata-rata
(L/D)maks
Rendah
Tinggi
Rata-rata
24
CDi
Rendah
Tinggi
CLmaks
Tak terpengaruh bentuk sirip
Rata-rata
Efek aero-elastis
kecil
Besar
Rata-rata
Rata-rata
Adapun perbedaan karakteristik ukuran sudut pada ujung sirip terlihat pada gambar 2-10.
Leading edge
Trailling edge
a. Supersonik
b. Subsonik
c. Supersonik
d. Subsonik
Gambar 2-10 : Kondisi Bagian Ujung Sirip Persamaan tekanan untuk kondisi sirip seperti pada gambar 2-10 adalah :
p 2 ................................................................................. 32 q 1 n2 Dengan n k .................................................................................. 33 Sedangkan koefisien gaya normal untuk tepi depan sirip ( leading edge ) adalah :
CN
2 tg
tg
E
...................................................................................... 34
Dengan : E 1
tg
tg
................................................................... 35
Salah satu permasalahan mayoritas di dalam konfigurasi aerodinamika roket terdapat pada sayap ( ekor / sirip ) roket atau pun permukaan utama untuk menimbulkan gaya angkat. Hal ini disebabkan bentuk dan ukuran sirip roket amat bervariasi. Namun demikian penentuan karakteristik aerodinamiknya dapat ditentukan melalui pendekatan sebagai berikut : 1. Gelombang kejut ( Shock wave ) terjadi pada airfoil
25
2. Aliran udara terjadi pada dua dimensi, artinya udara mengalir pada satu bidang alir. Dua pendekatan di atas, secara sederhana dapat dibuat analisis linier hubungan p/q seperti di bawah ini.
p
2
...................................................................................... 36
M 2 1 Dengan : = sudut bagian ujung semivertex, dalam radian. q
Persamaan di atas dikenal sebagai Teori Ackeret untuk ordo satu dan aliran dua dimensi. Sedangkan Busemann telah menurunkannya menjadi ordo yang lebih tinggi melalui pemberian konstanta pada pengembangan deret, sebagai berikut :
p q
C1 C2 2 C3 3 C4 4 ... ............................................... 37
Dengan : C1 dan C2 = konstanta Busemann, didefinisikan sebagai :
C1
C2 C3 C4 C5
2 M 2 1
......................................................................................... 38
2 3M 4 5M 2 5
5( M 1
2
10
7/2
375 M 1
2
1
750 M 1
2
1
750 M 1 2
5
5
...................................................................... 39
2
15 M
60 M
68 M 6 150 M 4 75 M 2 50 ........... 40
8
12
558 M 10 2.222 M 8 C5
2.870 M
6
4.200 M 4 500 M 2 500
............. 41
............ 42
Untuk udara = 1,4. telah dibuat daftar konstanta Busemann pada beberapa kecepatan bilangan Mach seperti pada tabel 2-1. Tabel 2-1 : Konstanta Busmann
26
M
C1
C2
1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0
3,015 2,041 1,601 1,336 1,155 0,873 0,707 0,596 0,516 0,456 0,408
8,307 2,919 1,950 1,618 1,467 1,32 1,269 1,245 1,232 1,224 1,219
C3
C4
54,0300 5,8000 1,937 1,144 0,934 0,943 1,112 1,309 1,513 1,719 1,925
52,220 6,130 2,153 1,280 1,016 0,947 1,155 1,387 1,621 1,854 2,086
Konstanta gaya normal dapat diturunkan dari gaya normal yaitu :
N pL PU SW ………………………………………………... 43 CN
N qSW
p p 2 2 4 ... 44 2 2 2 q L q U M 1 M 1 M 1
Untuk sirip roket dua dimensi dengan asumsi tebal sirip dianggap nol, maka koefisien gaya normalnya adalah :
CN
4
M 2 1
atau C N
4 M 2 1
4
................................... 45
Dari persamaan 45 terlihat bahwa untuk kondisi aliran supersonik, kenaikan harga kecepatan bilangan Mach akan diikuti penurunan harga CN. Hal ini berlawanan dengan kondisi subsonik, bahwa CN hubungan terbaliknya bervariasi terhadap faktor Prandtl Glauert.
1 M 2 , fenomena ini dikenal sebagai
Gaya normal untuk bagian atas dan bawah permukaan adalah :
p p . S ................................................................... 46 N q F q A Dengan : S = keliling luas permukaan SW, maka harga CN menjadi :
27
CN
N 2C1 atau C N qSW
4 M 1 2
4 .................................. 47 B
Koefisien tekanan akibat gaya hambat ( pressure-drag ) adalah :
C ' Dr
1 p p 2C1 2 q U q L
4 M 2 1
4
..................... 48
Sedangkan faktor penting yang mempengaruhi gaya angkat aerodinamika roket adalah : faktor beban ( gaya angkat maksimal ), luasan sirip, sudut serang, rasio gaya angkat – gaya hambat L/D, dan bentang sirip roket maksimal. Adapun besarnya L/D adalah :
L 1 CN C CL L ..................................................... 49 D 2 CDO CD CDo KCL 2 Dengan : K
dCDo 2 ............................................................................... 50 dCL
Dalam banyak kasus, kompromi di sana sini sering terjadi, semisal karena pertimbangan keterbatasan bentangan sirip, problem struktur, dan lain-lain. Sedangkan pengaruh kenaikan aspek rasio akan berupa kenaikan CN, CDo, bentangan, dan beban struktur; pengurangan sudut serang, luasan sirip, dan pergerakan pusat tekanan CP untuk A > 2. Seperti yang telah diketahui bahwa, karakteristik aerodinamika benda terbang juga dipengaruhi oleh luas penampang benda tersebut. Untuk sirip roket, luas penampangnya bisa dihitung dari persamaan di bawah ini.
S
2W V 2CLmaks
.................................................................................... 51
dengan : W = berat roket, S = Luas penampang sirip, CLmaks = Koefisien gaya angkat maksimal Penentuan luas penampang sirip terutama tergantung juga pada kebutuhan gerak lintasan roket, untuk roket dengan jelajah panjang yang dirancang untuk melayang (cruising) relatif tinggi diperlukan sirip yang relatif besar dengan memenuhi L/D maksimal.
28
2.4. Aerodinamika Badan Roket Secara Menyeluruh Salah satu komponen aerodinamika, selain gaya aerodinamika adalah tekanan aerodinamika yang tergantung pada beberapa parameter, antara lain : sudut kemiringan dan panjang sirip, bilangan Mach, sudut serang, luas permukaan, luas penampang roket, dan lain-lain. Sering kali dalam menentukan komponen aerodinamika ini dilakukan berdasarkan eksperimen, baik menggunakan terowongan angin sebenarnya maupun secara simulasi numerik. Kedua hasilnya kemudian dianalisis untuk mendapatkan nilai yang optimal. Adapun komponen tekanan aerodinamika yang berupa tekanan gaya hambat dapat dihitung melalui perhitungan koefisien tekanan gaya hambat CDb seperti pada persamaan di bawah ini.
CDb CPb
Sb S
........................................................................................ 52
Dengan : Sb = luas permukaan dasar, S = luas penampang CPb = koefisien tekanan dasar Luas permukaan dasar ditentukan berdasarkan tenaga yang digunakan oleh roket, pada kondisi power-off (motor roket mati), yang digunakan adalah total permukaan, sedangkan pada saat power-on (motor roket menyala) yang digunakan adalah hanya luasan efektifnya, seperti pada gambar 2-10.
29
Gambar 2-10 : Luas permukaan dasar efektif Sedangkan karakteristik aerodinamika badan roket, secara umum adalah : a. Gaya hambat badan roket pada kecepatan supersonik tergantung pada bentuk hidung roket, dan jumlah sirip. b. Gaya hambat dasar cenderung dibuat besar oleh adanya sistem jet. c. Secara mayoritas gaya angkat badan terletak pada bagian hidung dengan beban ringan pada sirip (bagian ekor). d. Pusat tekanan resultan untuk bentuk konvensional badan roket, bervariasi antara 15 sampai dengan 20 persen dari panjang badan pada sudut serang rendah. Untuk sudut serang tinggi, pusat tekanan dapat bergerak ke depan atau ke belakang dari letak pusat tekanan, tergantung dari jumlah sirip. e. Sirip moderat, semisal 7o pusat tekanannya mendekati sudut serang. f.
Hidung roket yang tidak bundar simetris akan menyebabkan timbulnya gaya hambat yang lebih besar.
g. Sebagai analisis awal harga CNx dapat diasumsikan berkisar antara 0,03 sampai dengan 0,04 per derajat, untuk rentang bilangan Mach subsonik maupun supersonik.
2.5. Prestasi Kerja Roket Prestasi kerja roket pada dasarnya dapat dilihat dari ketepatan hubungan antara gaya dorong, gaya hambat dan berat roket, disamping itu juga perlu diketahui kondisi lingkungan dan perilaku terbang. Gaya dorong roket erat hubungannya dengan sistem propulsi, gaya hambat berhubungan dengan kinerja aerodinamika, sedangkan berat roket tergantung dari struktur. Pada sub-bab ini akan disampaikan pestasi kerja roket yang berhubungan dengan masalah-masalah aerodinamika, diantaranya adalah hambatan gesek (friction drag), hambatan tekanan (pressure drag), hambatan interferensi, dan trayektori roket.
30
2.5.1. Gesekan Gaya Hambat Dalam aliran kompresibel koefisien gesekan kulit tergantung pada jenis aliran, misalnya turbulen atau laminar, dan bilangan Reynold. Koefisien gesekan kulit untuk aliran laminar maupun turbulen berlaku :
C fL
1,328 Re
dan
C fT log10 C fT Re 0,242 ………………………………..…… 54
………………………………………………………… 53
Secara akurat persamaan 53 dapat digunakan menghitung aliran laminar pada umumnya, kecuali untuk bilangan Reynold yang sangat rendah, kurang dari 1 juta. Untuk Re > 106 aliran turbulen dapat dihitung melalui persamaan 54. Hubungan koefisien gesekan kulit, baik laminar maupun turbulen untuk bagian badan dan sirip roket adalah :
C f C fL
Sx S Sx C fT l ………………………………………… 55 Sl Sl
Dengan CfL = koefisien gesekan kulit dalam aliran laminar, berbasis Re sepanjang x CfT = koefisien gesekan kulit dalam aliran turbulen berbasis Re sepanjang l
Sx = luasan sepanjang x, Sl = luasan sepanjang l Arah x dan l lihat gambar 2-11. Persamaan di atas juga berlaku untuk kondisi aliran inkompresibel dengan mengabaikan pengaruh bilangan Mach. Untuk kecepatan subsonik pengaruh bilangan Mach tidak terlalu besar. Sedangkan untuk daerah supersonik maupun transonik bilangan Mach mempunyai pengaruh yang besar dan tidak dapat diabaikan. Hal ini bisa dilihat pada persamaan di bawah ini. 0 ,1295 Cf 1 ………………………………………. 56 2 C fo 1 0,85 M / 5 Dengan : Cfo = koefisian hambatan gesekan kulit dalam aliran laminar tidak kompresibel 31
Sebagai ilustrasi dari persamaan hambatan gesek adalah seperti pada gambar di bawah ini. l x Sx
Gambar 2-11 : Luasan hambatan gesek Menurut Von Karman dan Prandtl, prediksi gesekan kulit untuk pelat datar pada aliran subsonik rendah, secara akurat dapat ditentukan hubungan antara bilangan Mach dan pengaruh aliran turbulen kompresibel adalah :
Cf C fo
1 ………………………………………………… 57 1 0,08M 2
2.5.2. Hambatan Tekanan Hambatan tekanan di dalam aliran subsonik secara umum kecil, dan mungkin dapat diabaikan dalam studi awal perancangan. Namun di dalam aliran transonik dan supersonik mempunyai pengaruh yang relatif besar dan terjadi secara terus menerus. Oleh karena itu penentuannya perlu berhati-hati, sebelum dijadikan bahan perhitungan kinerja wahana terbang. Dalam daerah transonik, lebih baik ditentukan berdasarkan eksperimen maupun dengan menggunakan bantuan perangkat lunak komputer, baik untuk kinerja badan maupun sirip roket. Badan Roket Seperti yang telah diketahui bahwa, hambatan tekanan pada badan roket terdiri dari tiga bagian utama, yaitu : hambatan gelombang hidung roket, hambatan gelombang bagian ekor, dan hambatan tekanan bagian dasar badan roket. Untuk hidung roket yang berbentuk busur, besarnya koefisien hambatan gelombang ( wave-drag ) adalah sama dengan yang telah disampaikan pada persamaan 22 di bab sebelumnya, seperti di bawah ini :
32
2 196( i ) 2 16 d CDw P 1 2 l 28( M 18)( ) d
…………………………… 58
Sirip Roket Hambatan gelombang dari sebuah airfoil, untuk berbagai ketebalan bentuk persegi secara teori dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini :
CDF
1 p p 2C1 2 q U q L
4 M 1 2
4
…………… 59
Hubungan antara C1 dan M bisa dilihat di Tabel 2-1 : Konstanta Busmann. Dengan : U = bagian atas airfoil, L = bagian bawah airfoil
2.5.3. Gaya Hambat Secara Umum Untuk kecepatan subsonik koefisien gaya hambat dapat diperoleh melalui persamaan di bawah ini : 2
CD
CL Rm 2
………………………………………………… 60
Dengan : m = konstanta korelasi hasil pengujian R = aspek rasio, untuk sirip nilainya kurang dari 2 Untuk kecepatan subsonik tinggi dan transonik, nilai CD akan lebih akurat diperoleh melalui eksperimen maupun menggunakan perangkat lunak numerik tingkat tinggi. Sedangkan untuk kecepatan supersonik, bisa menggunakan persamaan di bawah ini : 2
CD
CN C N
………………………………………………… 61
Dengan : N = Gaya normal, sudut serang Persamaan di atas akan akurat terbatas untuk sirip lurus maupun segitiga.
33
2.5.4. Stabilitas Aerodinamika Stabilitas terbang roket salah satunya tergantung pada stabilitas aerodinamika yang ditentukan oleh letak titik pusat tekanan ( centre of pressure = CP ) dan letak titik pusat massa (centre of gravity = CG ). CP total dari sebuah roket adalah penjumlahan dari hasil kali antara masingmasing koefisien gaya angkat CLi dengan jarak pusat tekanannya ji dibagi dengan koefisien gaya angkat total CLt. Sedangkan CG total adalah penjumlahan dari hasil kali antara titik pusat massa masing-masing komponen Wi dengan jarak pusat massanya di dibagi dengan berat total roket Wt. Pada dasarnya stabilitas terbang roket akan tercapai apabila letak titik pusat tekanan CP berada di belakang CG ditinjau dari ujung hidung roket, seperti pada gambar 3-3 (a) [5]. CP
CG
(a) stabil
CP
CG
(b) tidak stabil
Gambar 3-3 : Kondisi Stabilitas Terbang Roket Sedangkan gambar 3-3 (b) CP berada di depan CG. Pada kondisi seperti ini, gerak roket akan mengalami momen yang dapat menimbulkan ketidakstabilan gerak, sebagai akibat dari ketidakmampuan gerak roket kembali pada posisi kesetimbangan. Posisi CP pada roket dapat dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini.
j CL CP i i …….………………………………………………….. 62 CLt
Penentuan posisi CP dan CG dapat juga dilakukan menggunakan metode James Barrowman. Untuk menentukan posisi CP, metode ini dimulai dengan membagi komponen roket menjadi beberapa bagian, misalnya roket Javelin, seperti pada gambar di bawah ini [6].
XCP L
- Komponen Hidung roket Gaya normal hidung roket, untuk bentuk ogive.
C N n 2
Posisi pusat tekanan CP
X n 0,466 L
34
Gambar 3-4 : Pembagian Komponen Roket Javelin
Xf Xf
ma 2b 1 ab a b 3a b 6 ab
…………………..….. 67
Untuk perhitungan kombinasi, pada Roket Javelin adalah :
CN CN n CN fb
……………………………….……...….. 68
Posisi pusat tekanan roket CP adalah :
CP X CP
CN n X n CN fb X f CN
……………….……..….….. 69
35
Sedangkan posisi CG dapat ditentukan dengan mengetahui posisi titik pusat konsentrasi bagi seluruh beban yang berada pada roket termasuk beban konstruksi, muatan dan parasut. Cara yang paling sederhana dapat dilakukan dengan cara roket ditimbang menggantung horizontal, dan posisi titik kesetimbangan itulah yang menjadi titik tempat CG, seperti pada gambar di bawah ini.
XCG CG Gamabr 3-5 : Pengukuran Posisi CG Prediksi posisi CG dapat juga ditentukan melalui perhitungan persamaan berikut.
CG X CG
X iWk i Wt
................................................................. 70
Dengan mengetahui posisi CP dan CG, maka tingkat kestabilan terbang roket, atau statik margin ( SM ) roket dapat diketahui, yakni melalui cara perhitungan persamaan maupun gambar seperti di bawah ini.
CP > 1 ( Positif / di belakang CG ) ....... 71 CG
Relatif stabil jika : SM
CP < 1 ( Negatif / di depan CG ) ......... 72 CG
Tidak stabil jika : SM
36 XCG
XCP XCP
XCG
CP
(a) stabil
(b) tidak stabil
Gambar 3-5 : Posisi CP dan CG
2.5.5. Trayektori Roket Pengertian dari trayektori roket adalah lintasan gerak roket mulai dari awal peluncuran sampai dengan kecepatan maksimum, kemudian bergerak tanpa bahan bakar ( power-off ) dan selanjutnya sampai roket berhenti. Untuk roket rentang jelajah pendek, misal dari udara ke udara, dari darat ke darat, dari udara ke darat atau pun dari darat ke udara, trayektorinya secara umum bisa dihitung. Beberapa metode perhitungan trayektori antara lain adalah : 1. Metode solusi grafik, 2. Metode iterasi, dan 3. Metode solusi persamaan gerak menggunakan perangkat lunak numerik. Untuk gerak non-linier, perhitungan trayektori sangat dianjurkan menggunakan metode
37
ke tiga. Sedangkan untuk gerak linier, trayektori masih bisa dihitung melalui metode pertama maupun kedua. 1. Metode Grafik Metode grafik ini, relatif cepat bisa digunakan terutama untuk mengevaluasi penentuan karakteristik kinerja trayektori roket dengan rentang jelajah pendek. Yang perlu menjadi masukan dalam perhitungan melalaui metode grafik adalah : 1. Berat, 2. Kecepatan, dan 3. Rentang atau koordinat ruang dari roket. Berat roket pada saat bahan bakar menyala, dapat diketahui melalui pengurangan berat propelan yang terbakar terhadap berat motor roket sebelum pembakaran bahan bakar ( propelan ). Dalam kasus tertentu misal pelepasan booster, berat booster ini juga harus ikut dikurangkan. Sedangkan kecepatan roket pada saat bahan bakar menyala adalah jumlah dari kecepatan awal roket, dan kecepatan tambahan dari booster Vb, Hubungan ini dapat dihitung melalui persamaan di bawah ini :
Vb K ' I sp g ln
WL gtb sin L WE
.................................. 73
Dengan : K’ = Faktor gaya hambat Isp = Impul spesifik Roket kg-detik/kg WL = Berat roket yang diluncurkan, kg WE = Berat roket yang meluncur dikurangi berat propelan, kg L = Posisi roket ( misal jika konstan ) tb = waktu penyalaan bahan bakar, detik Kecepatan akhir dari booster : Vb VL Vb .................................................................... 74 Dengan : VL = Kecepatan awal roket Jarak tempuh selama booster menyala adalah :
Sb
VL Vb .tb ...................................................................................... 75 2
Sebagai ilustrasi penggunaan metode grafik, akan disampaikan contoh kasus sederhana untuk roket yang meluncur lurus dan terbang mendatar, penyelesaian perhitungan trayektorinya adalah sebagai berikut :
38
1.
Hitung nilai gaya hambat roket sebagai fungsi kecepatan, melalui persamaan di bawah ini : D CDo KC L2 CD TR qS .................................................... 76 Dengan :
CL
WE , qS
.................................................................... 77
CD = Koefisien gaya hambat untuk kontrol lendutan permukaan.
R = Lendutan kontrol permukaan untuk trim 2.
Buat grafik sumbu D dan V, misal seperti gambar di bawah ini :
D=WE C B E FG H
Slope n
D
A D
E
V Gambar : Hasil Perhitungan Trayektori Roket 3.
Tetapkan slope n, yang didefinisikan sebagai :
gt V Vb ............................................................... 78 W D Dengan : t konstan 4.
Letakkan slope n pada titik A, pada kondisi penyalaan sudah mati, dan tetapkan titik B. V1’ adalah pendekatan awal dari perhitungan pengurangan berat di akhir rentang waktu pembakaran bahan bakar t1. Gaya hambat yang berada di titik A (diasumsikan konstan), tentu
39
5. 6.
akan bernilai lebih besar jika dibandingkan dengan rata-rata gaya hambat yang terjadi setelah di atas rentang waktu t1, untuk itu perlu beberapa pendekatan. Gunakan rata-rata gaya hambat C antara titik A dan B, dan juga pakai lagi slope n pada Vb di titik D. Hitung V1 dan S1 dengan :
Vb V1 t1 ..................................... 79 2 Gunakan titik E sebagai kondisi awal memulai rentang waktu t2 untuk menentukan V2’. V1 Vb V1 , S1 Sb
7. 8. 9.
Gunakan rata-rata gaya hambat G anatara E dan F, dan gunakan lagi slope n pada V1 ( titik H ) untuk menentukan V2. Hitung V2 dan S2. Melalui :
V2 V1 V2 , S 2 S1
V1 V2 t2 2
.................................. 80
10. Ulangi tahap 4 sampai 9, hingga diperoleh rentang waktu maupun kecepatan tertentu.
2.
Metode Iterasi
Penggunaan metode iterasi untuk menentukan trayektori roket memerlukan perhitungan manual, sebagai ilustrasi akan diberikan contoh perhitungan trayektori sederhana, untuk kenaikan kecepatan, dan jarak tempuh selama terbang menggunakan bahan bakar maupun setelah bahan bakar habis. Tabel 2-1 menunjukkan hasil perhitungan trayektori menggunakan metode iterasi untuk rentang waktu selama roket terbang mendatar. Baris A pada table 2-1, menunjukkan kondisi awal peluncuran roket. Dengan tujuan untuk memulai perhitungan rentang waktu pertama untuk baris B, Nilai percepatan a di kolom 8 harus diestimasi. Di dalam contoh, angka 646 fps diasumsikan dan dijadikan dasar prediksi perilaku selama terbang. Penggunaan asumsi ini merupakan informasi untuk menghitung nilai pada baris B, sebagai berikut : 1. Gunakan nilai rata-rata a dari baris A dan B untuk menghitung V pada kolom 9. 2. Selanjutnya hitung V, di kolom 10. 3. Dengan V yang telah ditentukan, hitung M dan q.
40
4. Baca harga CDo dari plot grafik CDo - M dan hitung CDi untuk menentukan bilangan mach dan nilai q. 5. Hitung gaya hambat di kolom 5. 6. Hitung nilai baru untuk a di baris B. 7. Hitung V, kolom 10. 8. Hitung V juga di kolom 10. 9. Hitung M dan q seperti pada tahap ke 3. 10. Lengkapi kolom 4 hingga kolom 8. 11. Hitung S dan ∑S, di kolom 12 dan 13. Sampai di sini, perhitungan lengkap sampai dengan kolom C. Tahap 7 hingga 11 di atas dapat diulang lagi untuk menentukan trayektori selama bahan bakar menyala. Sedangkan untuk kondisi bahan bakar mati, ditunjukkan pada baris D. Untuk perhitungan trayektori pada saat terbang tanpa tenaga bahan bakar, baris E harus dihitung pada kondisi T = 0. Untuk melengkapi nilai trayektori ini, perhitungan seperti tahap 7 hingga 11 juga perlu diulangi lagi. Adapun tabel 2-1, hasil perhitungan dapat di lihat halaman berikut [3].
41
42
2.5.5.1.
Trayektori Roket Saat Melayang Lama
Metode untuk menentukan karakteristik kinerja roket pada saat melayang identik dengan yang digunakan pada pesawat terbang. Disini diperlukan pengetahuan tentang kinerja motor roket, misal mengenai gaya dorong dan kebutuhan bahan bakarnya, gaya hambat, ketinggian dan kondisi operasionalnya, kecepatan maksimum serta rata-rata kenaikan terbang yang akan ditempuh. Untuk membantu pengertian perhitungan, digambarkan seperti pada diagram keseimbangan terbang di bawah ini.
L T=D L=W D
T-D
D
L γC
L T
T
T
W
D W
Terbang datar
R/D
W V γC
V γC
R/C
Turun
Naik Gambar : Beberapa Kondisi Terbang Roket 1.
Kecepatan Maksimum Kemampuan terbang roket pada kecepatan terbang maksimum pada umumnya tergantung pada kinerja motor roket, dan karakteristik gaya hambat yang mampu dihadapinya. Besarnya gaya hambat (D) dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini. 2 W D CDo K CD TR qS qS
.......................................... 81
Gaya hambat diperlukan untuk mengetahui seberapa besar gaya dorong (T) yang diperlukan agar kecepatan maksimum (V) pada saat terbang datar dan tinggi terbang yang telah ditentukan dapat tercapai.
43
2.
Rata-rata kenaikan terbang Rata-rata kenaikan terbang roket dapat dihitung melalui persamaan di bawah ini.
T D R/C , dan Sin C , maka berlaku : W V R (T D)V .......................................................................... 82 C W
Sin C
dengan : R = jarak tempuh kenaikan roket 3.
Waktu untuk kenaikan terbang Waktu kenaikan terbang roket, dapat dihitung melalui persamaan di bawah ini :
dh dh , diintegrasikan menjadi : dh / dt R / C t2 h2 1 t1 dt h1 R / C dh ................................................................... 83
dt
Karena h1 dan h2 mempunyai hubungan linier dengan R/C, maka :
R R R / C1 R / C2 (h2 h1 ) .............................................. 84 C C1 h2 h1 R ( R / C1 ) / h2 ( R / C2 )h1 h( R / C2 R / C1 ) , atau : C h2 h1
t 2 t1 t
h2
h1
t
….. 85
(h2 h1 )dh ….. 86 ( R / C1 )h2 ( R / C2 )h1 h( R / C2 R / C1 )
h2 h1 R / C2 ln , ............................................. 87 R / C 2 R / C1 R / C1
dan dapat disederhanakan menjadi :
44
t
2(h2 h1 ) R / C1 R / C2
........................................................... 88
Namun jika diperlukan koreksi atas pertimbangan bahwa gaya dorong juga digunakan untuk keperluan percepatan roket, maka percepatan (a) dapat dihitung dari :
Sin C
T D a dV dV dh dV , dan a V sin C ….... 89 W g dt dh dt dh
Persamaan gerak roket untuk Jarak tempuh roket (Jtr) dapat ditulis menjadi :
( J tr ) a
( J tr ) a 0 …………………………………….. 90 1 (V / g )( dV / dh)
dengan : (Jtr)a = Jarak tempuh rata-rata pada percepatan terbang (Jtr)a=0 = Jarak tempuh rata-rata pada kecepatan terbang konstan 4. Kecepatan Luruh ( Stall speed ) Kecepatan luruh atau kecepatan minimal dari roket dapat dihitung melalui :
VS
2W CLmaks S
……………………..……………………….. 91
5. Rentang Maksimal Rentang maksimal yang dapat ditempuh roket pada saat terbang melayang merupakan jumlah jarak tempuh selama terbang naik maupun terbang mendatar. Jarak tempuh selama kenaikan pada kecepatan terbang rata-rata (VR/C), dapat dihitung melalui : J tr V( R / C ) makstCL cos CL ……………..…..……………………….. 92 Rentang maksimal ini dapat juga ditentukan melalui grafik yang diperoleh berdasarkan tahapan berikut ini : 1. Pilihlah tiga atau empat kecepatan terbang yang berbeda, dan berat roketnya sekalian.
45
2. Hitung CL = W/qS 3. Tentukan CD dari grafik CD dan CL, atau dihitung pada kondisi bilangan Mach, melalui persamaan: CD = CDo + KCL2 + CD1δTR 4. Tentukan D = CDqS 5. Tentukan konsumsi bahan bakar, kg/jam dari motor roket. 6. Konversikan konsumsi bahan bakar yang diperlukan, ke jarak per keperluan bahan bakar, melalui :
V meter jam meter x ………………………….. 93 kg / jam jam kg kg 7. Buatkan grafik antara meter/kg dan kecepatan. 8. Temukan rentang maksimalnya dari grafik tersebut. 2.5.5.2. Trayektori Roket Menggunakan Booster-Sustain Trayektori jenis ini terdiri dari dua bagian roket, yaitu bagian pendorong yang relatif singkat waktu dorongnya dan diikuti oleh pendorong berikutnya yang juga bergaya dorong untuk menghasilkan gerakan menempuh lintasan selanjutnya. Trayektori jenis ini dipilih dengan pertimbangan beberapa keuntungan antara lain : 1. Mengurangi bilangan Mach maksimum untuk rentang yang akan ditempuh 2. Mengurangi masalah panas akibat efek aerodinamika 3. Kinerja roket akan menjadi lebih baik untuk menghindari gaya hambat yang tinggi. 4. Sistem kontrol aerodinamika menjadi lebih sederhana, karena lebih mendekati perilaku konstan. Secara sederhana untuk menentukan trayektorinya, dapat didekati dengan anggapan bahwa bagian penopang / pendorong kedua (sustain) bergerak pada kecepatan konstan, sehingga rentang perjalanan terbang R selama bagian ini dapat dinyatakan menjadi : T=D T x t = total impuls = I = Dt ……………………………....……….. 94 I = WpIsp ……………………………...................................……….. 95 Dengan : W = berat propelan Isp = Spesifik impul propelan WpIsp = Dt Karena t=R/V dan D 1 C D V 2 S , maka berlaku :
2
46
R t
2W p I sp CD VS 2Wp I sp
CD V S 2
, atau :
………………………………………....……….. 96
atau : t
R V
……………………………....……...….. 97
2.5.5.3. Trayektori Roket Balistik Secara umum, trayektori dari roket balistik adalah lintasan yang dibentuk oleh gerakan vertikal roket keluar dari bidang peluncur, tanpa kendali maupun tanpa perintah selain menjaga agar gerakan roket membumbung luncur sesuai dengan yang diperlukan., seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar :Trayektori roket balistik Mula-mula roket meluncur vertikal dengan menggunakan tenaga yang berasal dari gaya dorong penuh sampai dengan gaya dorong melemah dan habis. Gerakan vertikal ini diteruskan dalam bentuk gerakan lengkung karena pengaruh gravitasi bumi dan kemudian bergerak dengan sudut yang relatif konstan sampai menuju puncak lintasan. Untuk menentukan kinerja roket balistik, dapat dihitung melalui persamaan gerak roket pada saat trayektori roket menggunakan tenaga gaya dorong dan gerakan yang tidak menggunakan gaya dorong. 1. Persamaan gerak roket dengan gaya dorong … 98
Dengan : WE = Berat roket pada saat bahan bakar habis
47
Wp = Berat propelan roket Vj = Kecepatan roket Ae = Luas nosel bagian keluar pe = Tekanan nosel bagian keluar po = Tekanan nosel bagian masuk Jarak horizontal dan tinggi terbang roket dapat dihitung melalui :
x V (cos )tb , dan y V (sin )tb 2. Persamaan gerak roket tanpa gaya dorong Kondisi terbang roket, pasca pembakaran bahan bakar padam, relatif konstan yang tergantung pada kecepatan, tinggi dan sudut terbang. Trayektorinya dapat ditentukan berdasarkan perhitungan jarak yang ditempuh selama porsi terbang bebas. Jarak terbang balistik tersebut dapat dihitung melalui persamaan di bawah ini.
R ro 2ro tan 1
sin f cos f
1 cos2 f V 2 f
…………………………. 99
Dengan :
V f V f / Vs = Rasio kecepatan antara kecepatan pasca pembakaran bahan bakar dengan kecepatan satelit θf =Sudut terbang roket Adapun trayektori optimum, yakni jarak maksimal yang diberikan oleh kecepatan pasca pembakaran. Trayektorinya dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini :
V f 1 tg 2 f …………………………………………………… 100
R 4 f ………………………………………………… 101 ro
Ekspresi dari persamaan di atas, dapat dituangkan dalam bentuk gambar seperti di bawah ini. θf
ro
φ
48 θf
Gambar : Trayektori Roket Balistik Sedangkan contoh tahapan perhitungan trayektori, seperti pada tabel di bawah ini.
49
50
Bab 3
DISAIN STRUKTUR 3.1. Konsep Dasar Disain Struktur Roket Padat Disain struktur roket padat dapat dimulai dari penentuan beban dan gaya-gaya aksi yang terjadi. Disamping itu, juga diperlukan pengetahuan tentang bentuk, fungsi, proses pembuatan struktur dan pemilihan material. Pengetahuan ini dapat membantu mewujudkan disain struktur yang andal. Beban dan gaya aksi, baik yang berupa gaya statik karena beratnya sendiri ketika roket masih diam di bumi, maupun gaya dinamik dan getaran pada saat roket terbang, semua gaya ini akan dapat mempengaruhi besarnya komponen beban kerja yang lain, semisal gaya aerodinamika, gaya dorong, gaya inersia, tekanan, tegangan termal, percepatan terbang, dan beberapa beban akibat fenomena lingkungan operasional roket. Untuk mengetahui komponen beban kerja yang saling terpengaruhi tersebut, perlu terlebih dahulu diketahui spesifikasi roket yang meliputi : berat roket, kecepatan, waktu dan tinggi terbang, kalau memungkinkan, perlu juga diketahui perilaku roket pada saat terbang. Tentu data lengkap mengenai hal ini akan sulit didapatkan, namun demikian dengan bantuan kemajuan teknologi komputer, instrumen elektronik, sensor dan perangkat lunak solusi numerik, dimungkinkan dapat memudahkan analisis gaya-gaya yang dimaksud. Disamping itu untuk kasus tertentu, analisis secara manual juga masih bisa dilakukan setahap demi setahap. Sedangkan bentuk, fungsi dan proses pembuatan struktur akan menentukan pertimbangan disain konfigurasi yang sesuai dengan tujuan perancangan, yaitu memenuhi misi yang telah ditentukan. Untuk pemilihan material dapat membantu memilih material yang tepat, sehingga sesuai dengan bentuk, fungsi dan proses pembuatan struktur. Adapun tujuan pelaksanaan disain struktur roket pada umumnya adalah untuk : - Mendapatkan struktur yang sesuai dengan kondisi operasional roket. Mendapatkan material yang andal sebagai bahan struktur. - Mendapatkan jenis konstruksi sesuai dengan konfigurasi yang telah ditentukan, dan bersifat mudah dipabrikasi, biaya rendah, serta mampu tukar tinggi terhadap komponen struktur roket yang sejenis.
51
- Mendapatkan struktur ringan dan kuat. Untuk memenuhi tujuan tersebut, analisis berbagai macam pembebanan yang terjadi pada saat operasional struktur perlu dipertimbangkan, baik berupa beban dinamik, beban statik maupun beban-beban yang lain.
3.1.1. Pembebanan Dinamik Kesetimbangan dinamik struktur roket akibat timbulnya gaya dinamik pada saat terbang, secara garis besar dapat dijelaskan melalui pendekatan Hukum Newton ke 3, yang menyatakan bahwa setiap aksi pada sebuah benda akan menimbulkan reaksi yang sama besar tetapi arah berlawanan. Dalam konstruksi roket yang bergerak terdapat komponen percepatan dan massa konstruksi. Dua komponen ini akan menimbulkan gaya luar sebagai gaya aksi pada roket, misalnya sebesar gaya F. selanjutnya gaya aksi ini akan menimbulkan reaksi di dalam badan roket berupa gaya inersia sebesar -F. Perlawanan gaya inersia ini, menurut prinsip d’Alembert masih berlaku, karena dianggap untuk mencapai kesimbangan gaya [7]. Keseimbangan gaya ini dapat diuraikan dalam diagram benda bebas seperti pada gambar 3-1.
Gambar 3-1 : Diagram Gaya Gerak Roket Keterangan gambar :
52
a) Gaya aksi karena percepatan dan massa roket b) Gaya reaksi berupa gaya inersia Dari gambar 3-1 terlihat bahwa pada saat roket terbang, akan terjadi penguraian tiga buah komponen gaya yang terdiri dari : komponen gaya yang timbul karena percepatan translasi AA, percepatan sudut , dan kecepatan sudut kuadrat 2. Menurut hukum Newton besar gaya tersebut pada prinsipnya adalah :
F ma atau F
W a ……………………………………………. 102 g
Jika perbesaran dari gaya bisa dinyatakan dalam u : F uW ……………………………………………………………… 103 Dengan :
u
a , atau a ug yang biasanya disebut sebagai faktor g (g-force) g
m : massa roket W : berat roket
a : percepatan terbang roket g : gravitasi bumi
Sedangkan gaya normal karena pengaruh kecepatan terbang roket adalah : FN C N .q.S N …………………………………………….………. 104 dengan : q
1 . .V 2 ………………………………………………. 105 2
FN : Gaya normal, SN : Luas Permukaan, CN : Koefisien gaya normal q : Tekanan dinamik, : Rapat massa udara, V : Kecepatan terbang roket Dari gambar 3-1 terlihat bahwa aksi gaya luar dan reaksi gaya inersia akan menimbulkan kopel yang berjari-jari h dari posisi titik berat. Besar kopel ini pada dasarnya adalah : M F.h ……………………………………………………………. 106 Sedangkan arti kopel Mt untuk roket yang sedang terbang adalah hasil perkalian dari momen inersia massa roket dengan percepatan sudut yang ditimbulkan. Kopel ini juga dapat dihitung melalui koefisien momen aerodinamik pada luas permukaan frontal badan roket ( SM ). Dari uraian ini dapat dituliskan persamaan matematis momen tersebut, yaitu :
M t I atau : M t CM qS M d
…………………………………… 107 dengan : CM = koefisien momen aerodinamik
53
d = diameter badan roket I = momen inersia Dalam kondisi keseimbangan akan berlaku :
F 0
dan
M 0
…………………………………….…... 108
Dari persamaan 108, yang diterapkan untuk keseimbangan gaya seperti pada gambar 3-1 akan diperoleh persamaan sebagai berikut : W1 ( R1 cos ) W2 ( R2 cos ) 0 ........................................................ 109 W1 R1 W2 R2 ...................................................................................... 110
Percepatan dan kecepatan roket yang bergerak akan menimbulkan percepatan sudut dalam interval waktu tersebut. Oleh karena itu persamaan sudut geraknya adalah sebagai berikut :
1 2
ot t 2 .................................................................................. 111
d dt
............................................................................................. 112
o t ....................................................................................... 113 ................................................................................................. 114 2n ( rad/det ) ............................................................................. 115 dengan : = sudut rotasi; o = kecepatan sudut awal = = kecepatan sudut, n = putaran perdetik Percepatan linier yang dialami oleh roket merupakan perpaduan antara percepatan normal an yang menuju pusat putaran dan percepatan tangensial at yang bergerak meninggalkannya dan keduanya saling tegak lurus. Adapun persamaannya adalah : a n 2 R ; at R .......................................................................... 115
Sehingga percepatan liniernya diperoleh :
54
a a n at 2
2
................................................................................ 116
3.1.2. Pembebanan Statika Struktur Roket Analisis pembebanan secara statik di dalam struktur roket pada dasarnya dapat dilakukan melalui pendekatan struktur batang sederhana yang menerima beban di atasnya. Pendekatan ini menganggap bahwa konstruksi roket merupakan sebuah batang sederhana dengan titik beratnya sebagai tempat tumpuan batang tersebut, seperti terlihat pada gambar 3-2.
Gambar 3-2 : Pembebanan Struktur Roket Dari gambar 3-2 terlihat bahwa beban luar yang bekerja pada struktur roket dianggap bekerja pada struktur batang sederhana, sehingga gaya geser dan momen yang terjadi dapat dihitung melalui :
S Wr dx …………..………………..……………………………… 117 M b Sdx atau M b Wr dxdx …………………………….…118 dengan : S : Gaya geser, Wr = Beban kerja roket, Mb : Momen bending, x = Posisi beban 3.1.3. Faktor Keamanan Dalam kegiatan disain struktur roket selalu diberikan faktor keamanan dalam setiap perhitungannya, hal ini dimaksudkan sebagai pengaman terhadap adanya kegagalan pada saat operasional setelah proses produksi. Faktor keamanan ini biasanya merujuk pada tegangan ijin bahan, bahwa tegangan operasional tidak diijinkan melebihi tegangan bahan. Hal ini bertujuan agar struktur roket tidak mengalami deformasi permanen ataupun kerusakan akibat pembebanan yang berlebihan. Meskipun
55
demikian penentuan besarnya faktor keamanan perlu pertimbangan yang matang, jika terlalu kecil dapat mengundang bahaya lebih besar pada saat operasional struktur. Sedangkan jika terlalu besar, akan menaikkan berat struktur yang dapat meganggu kinerja struktur roket. Karena jarak terbang roket salah satunya juga tergantung pada berat struktur. Disisi lain, roket dikehendaki agar dapat mencapai misinya. Oleh karena itu faktor keamanan struktur perlu ditentukan besarnya berdasarkan batas keamanan struktur. Adapun besar batas keamanan ( BK ) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini.
BK
Ijin 1 ……………………………………………….……… 119 op
dengan : Ijin = Tegangan ijin bahan, op = Tegangan operasional Sedangkan tegangan operasional op struktur roket dapat dihitung berdasarkan hasil bagi antara momen bending Mb dengan momen tahanan , seperti persamaan berikut ini.
op
Mb
……..………………………………………………….. 110
dengan :
Ib y
………………..………………………….…….. 111
Ib = Momen inersia bentuk, y = Jarak sumbu ke permukaan paling luar Profil komponen struktur roket pada umumnya berbentuk silinder bolong untuk badan dan motor roket, sedangkan bagian sirip berbentuk segi empat, maupun yang lain. Masing-masing bentuk mempunyai komponen inersia yang berbeda. Sehingga akan mengakibatkan besar tegangan operasional maksimal juga berbeda, seperti persamaan berikut ini. t t b Gambar 3-3 : Bentuk Silinder dan Segi empat
56
Untuk bentuk segi empat, sirip misalnya akan berlaku :
opmaks
6M b ………………..…………………………………….. 112 bt 2
untuk bentuk silinder, semisal tabung badan roket, adalah :
opmaks
Mb ………………..……………….……………….…….. 113 r 2t
Dengan : r = jari-jari silinder, t = tebal silinder Adapun tegangan aksial yang terjadi di dalam silinder adalah :
aksial
P 4P …………..………………………….…….. 114 A d o2 d12
Dengan : do = diameter luar, d1 = diameter dalam 3.1.4. Kesetimbangan Gaya dan Momen Pada Saat Terbang Hubungan gaya, momen dan percepatan terbang roket dapat dijelaskan melalui diagram gaya seperti pada gambar 3-4. di bawah ini [8].
Gambar 3-4 : Diagram Kesetimbangan Gaya dan Momen aksi pada Roket
57
Dari gambar 3-4 dapat diperoleh persamaan beban roket, gaya aksi dan momen, seperti persamaan di bawah ini. Gaya angkat total :
LR nzW LN LB LT LV
..................................... 115
Gaya aksi
F C nxW .........................................................................................116 Momen di pusat gravitasi
M 0 M N M B M T M V ............................................................... 117 Dari gambar di atas terlihat bahwa konfigurasi kontrol roket bisa dilakukan melalui mekanisme sirip roket, gimbal, maupun canard. Untuk kontrol gimbal, beban LV merupakan komponen normal dari vektor gaya dorong. Sedangkan kontrol canard, beban LN merupakan komponen vektor gaya hidung yang disesuaikan dengan pusat tekanan (CP). Adapun untuk mengetahui pengaruh gaya dan momen terhadap komponen gaya aerodinamika roket, maka persamaan di atas dituliskan menjadi sebagai berikut :
dC LN , B ,T N d
qd 2 N , B ,T
dC LV N d
qd 2 V
.................. 118
dengan : = sudut serang badan roket = sudut permukaan kontrol gimbal dengan garis sumbu roket d = diamater badan roket Subtitusi persamaan 118 ke persamaan 115, menjadi :
dC dC dC dC nZW N N N N d d N d B d T
2 qd .......119 V
58
Dengan cara seperti di atas, akan diperoleh momen aerodinamika sebagai berikut :
dC M N , B ,T M d
qd 2 N , B ,T
dC M V M d
qd 2 V
.............. 120
Maka momen aerodinamika total adalah :
dC dCM dC dC M o M M M d d N d B d T
2 qd ... 121 V
Karena Mo=0 , maka persamaan 121 menjadi :
dCM / d V .............................. 122 dCM / d N dCM / d B dCM / d T 3.1.5. Beban Terbang Vertikal Gaya aksi yang diperlukan untuk mencapai tinggi terbang roket dapat diketahui melalui diagram gaya aksi dari roket yang sedang meluncur ke arah vertikal seperti pada gambar 3-5.
F C I W Dengan gaya Inersia I, adalah :
I
C
W I
W dV ……………………………….. 123 g dt
Substitusi persamaan , menjadi :
W dV F C W …………………… 124 g dt dV F C I …………. 125 dt W / g W / g I / g 59 t1 F C Vin g dt ……………… 126 to m m
Gambar 3-5 : Gaya aksi Peluncuran Roket Vertikal
3.1.6. Beban Terbang Balistik Gerakan balistik roket merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam melakukan perancangan struktur roket. Hal ini dikarenakan roket akan menghasilkan gaya akibat adanya percepatan gerak balistik dan massa roket, yang dapat mempengarui kekuatan struktur roket. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap struktur roket, terlebih dahulu dapat dilakukan perhitungan besarnya gaya yang terjadi melalui analisis diagram gaya pada saat terbang balistik, seperti pada gambar 3-6. N
C
Xcp
Xcg
W Xt
Fx Fy
Gambar 3-6 : Diagram gaya pada saat terbang balistik
60
Kesetimbangan gaya untuk diagram seperti pada gambar 3-6 yang sejajar dengan sumbu gaya dorong adalah :
Fx C
W dVx W cos ……………………………………….. 128 g dt
Percepatan sepanjang sumbu gaya dorong adalah :
dVx Fx C W cos …………………………………………….. 129 dt W g
Sehingga kecepatannya adalah :
F C Vx x g cos dt ……………………..………………… 130 m m 0 t
Sedangkan kesetimbangan gaya yang tegak lurus gaya dorong adalah :
Fy N W sin m
dVy dt
…………………………………………. 131
Sehingga percepatan normalnya adalah :
dVy dt
F N W sin y …………..………………………………. 132 m m m
Dengan mengintegralkan persamaan di atas akan diperoleh :
N F Vy x g sin dt ……………………………………….... 133 m m Untuk kecepatan terbang balistik akan diperoleh dengan menjumlahkan secara vektorial kedua kecepatan, yaitu : V Vx Vy …………..………………………………………………. 134 Kecepatan arah vertikal dan horisontal akan didapatkan melalui VH Vx sin Vy cos ……………………………………………. 135
Vv Vy sin Vx cos
……………………………………………. 136
61
Sedangkan jarak tempuh dan tinggi terbang diperoleh dari : t
h Vv dt
……………………………………………. 137
0 t
R VH dt
……………………………………………..……. 138
0
Kesetimbangan momen di pusat gravitasi adalah:
I p N X cg X cp Fy X t X cg 0 ………….………..….…. 139 ..
Dengan : Ip = momen inersia ..
Untuk kecepatan sudut balistik konstan, berlaku : 0 , maka :
Fy
N X cg X cp X t X cp
………….……………………….…..….…. 140
Sedangkan percepatan lintangnya adalah
dVy dt
X X cp W N sin 1 cg m X t X cg m
………….………..…….…. 141
Selanjutnya berbagai macam jenis beban di atas digunakan sebagai pertimbangan untuk perhitungan kekuatan struktur roket.
3.2. Perhitungan Kekuatan Struktur Roket Struktur roket pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu : struktur badan dan struktur komponen yang bersinggungan langsung dengan beban aerodinamika. Struktur badan roket pada umumnya merupakan jenis konstruksi cangkang monokok yang tidak terlalu tebal dan sangat sedikit rangka penguat. Konstruksi ini relatif sederhana dalam pengerjaan pembuatannya. Roket-roket jenis balistik biasanya menggunakan struktur jenis ini, terutama untuk roket kecil, diameter luar kurang dari 24 inci (60,96 cm). Sedangkan untuk roket-roket besar digunakan konstruksi semimonokok yang terdiri dari struktur cangkang yang diperkuat dengan penguat-penguat seperti yang biasa digunakan dalam konstruksi pesawat terbang. Struktur komponen roket yang bersinggungan dengan beban aerodinamika dapat dibuat dengan berbagai macam cara, misalnya untuk
62
struktur sirip yang tipis dapat dibuat dari pelat tipis yang pejal, maupun pelat berongga untuk mengurangi berat. Bisa juga dibuat dari logam melalui proses pengecoran yang diakhiri dengan perbaikan melalui pengerjaan mesin. Tentunya dalam rancang bangun struktur ini berbagai macam pertimbangan perlu dimasukkan agar diperoleh struktur roket yang andal, diantaranya pertimbangan berdasarkan analisis terhadap gaya-gaya dan atau beban operasional yang terjadi. Seperti yang telah diketahui bahwa struktur roket merupakan bentuk fisik roket yang berfungsi untuk menahan gaya-gaya yang terjadi dan melindungi segala muatan untuk mencapai misi roket, baik pada saat masih berada di bumi maupun ketika meluncur di udara bahkan sampai menembus langit ke luar angkasa. Dalam opersionalnya, gaya-gaya yang terjadi ini dapat menimbulkan tegangan struktur. Kemampuan struktur roket untuk menahan gaya-gaya yang terjadi perlu diketahui, agar tegangan berlebihan yang timbul dan besarnya melebihi kemampuan struktur dapat dihindari. Oleh karena itu analisis struktur pada setiap komponen atau bagian struktur tersebut perlu dilakukan sebaik-baiknya. Pada umumnya komponen struktur roket terdiri dari struktur hidung, tabung muatan, tabung motor roket, nosel dan sirip, seperti terlihat pada gambar 3-7. Maka analisis kekuatan struktur yang dimaksud, biasanya akan dilakukan pada bagian komponen struktur tersebut.
Gambar 3-7 : Komponen Struktur Roket [1,8]
3.2.1. Struktur Hidung Komponen struktur hidung roket pada umumnya berbentuk kerucut atau pun berpenampang lengkung seperti busur, seperti pada gambar 3-8. Dalam operasionalnya, struktur ini akan menerima beban aerodinamika dan gesekan udara. Untuk konstruksi hidung roket yang tertutup ada kemungkinan terjadi beda tekanan antara tekanan pada bagian dalam dan
63
bagian luar struktur hidung roket, terutama pada saat roket meluncur. Pada saat berada di bumi, tekanan hidung roket sebesar satu atmosfer, tidak ada perbedaan tekanan antara bagian luar dan bagian dalam. Namun jika roket meluncur semakin tinggi akan ada kemungkinan roket melewati daerah yang tekanan udaranya lebih kecil dari satu atmosfir, sehingga untuk konstruksi tertutup, hal ini bisa menimbulkan beda tekanan yang dapat menimbulkan tegangan struktur.
Gambar 3-8 : Contoh Bentuk Struktur Hidung Roket Seperti yang telah diketahui bahwa gaya aerodinamika, gesekan udara dan perbedaan tekanan yang terjadi pada struktur hidung roket dapat menyebabkan timbulnya tegangan struktur. Tegangan yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada struktur hidung. Untuk mengetahui besarnya tegangan ini dapat dilakukan analisis tegangan melalui teori membran seperti pada gambar di bawah ini. N p N
r2d d
Nr2d Nr2d d
d
r1 Nr2d
Gambar 3-9 : Diagram Tegangan Membran Dari gambar 3-9 dapat diketahui bahwa untuk tekanan dalam p berlaku :
2N sin pr 2 0 …………..……….………..…….…. 142 pr r pr N Dan : r2 , maka N 2 …..…….…. 143 2 sin sin 2
64
Untuk bentuk silinder berlaku : sin 1 dan r2 R , sehingga diperoleh :
pR dan N pR , Sedangkan bentuk bola berarti r1 r2 R 2 pR dan 90o , maka diperoleh : N N .……..…….…. 144 2 N
3.2.2. Struktur Motor Roket Telah diketahui bahwa motor roket adalah mesin penghasil gaya dorong yang memanfaatkan perubahan energi, dari energi panas hasil pembakaran bahan bakar roket menjadi energi kinetik dari pancaran gas buang melalui lubang nosel. Konstruksi utama motor roket adalah tabung motor roket dan nosel. Dalam opersionalnya, untuk roket padat, gas hasil pembakaran bahan bakar padat di dalam tabung motor roket akan menghasilkan panas dan tekanan dalam, pada waktu yang singkat. Lama pembakaran kira-kira rata-rata hanya 10 detik. Tentu untuk mengetahui kekuatan struktur tabung dalam menerima beban tekanan dalam dan temperatur bakar ini diperlukan pendekatan perhitungan tegangan struktur terutama melalui pendekatan perhitungan tegangan untuk struktur tabung bertekanan, karena pengaruh tekanan dalam maupun karena temperatur, bisa mengakibatkan terjadinya tegangan termal. Ketika beroperasi, struktur ini juga akan menerima beban statik dari berat propelan, nosel maupun dari beratnya sendiri. Adapun konstruksi tabung motor roket terlihat pada gambar 3-10.
65
Gambar 3-10 : Motor Roket Sebagian besar berat roket, bahkan bisa mencapai tujuh puluh persen lebih merupakan berat yang dihasilkan oleh motor roket. Kelebihan berat struktur motor roket akan mengganggu keandalan kinerja maupun karakteristik komponen yang lain, misalnya jarak maupun tinggi jelajah berkurang dari yang telah direncanakan. Oleh karena itu dalam merancang struktur tabung motor roket juga perlu dipertimbangkan jenis material struktur terpakai yang sesuai dengan kondisi lingkungan opersional maupun berat jenis dan kekuatannya, misal dari jenis baja ringan, logam paduan, atau pun dari jenis komposit, sehingga dapat diperoleh struktur tabung motor roket yang bersifat kuat, ringan dan mampu menahan rambatan panas yang terjadi serta mampu bekerja di kondisi lingkungan operasional yang lain. Disamping itu kemudahan perakitan, perawatan dan pengadaan suku cadang, juga dapat dijadikan sebagai acuan dalam merancang struktur tabung motor roket.
66
3.2.3. Teori Tabung Bertekanan Pengaruh beban struktur tabung motor roket akibat menerima beban tekanan dalam, dari hasil pembakaran bahan bakar roket, akan menimbulkan tegangan pada seluruh permukaan struktur, baik dalam arah sumbu x, y maupun z atau dalam istilah lain tegangan arah longitudinal maupun ke arah sirkumferensial. Karena bentuk utama dari tabung motor roket ini adalah silinder bolong, maka distribusi beban tekanan tersebut dapat digambarkan sebagai beban tekan yang bekerja di dalam sebuah struktur tabung atau secara singkat disebut sebagai tabung bertekanan [9]. Sedangkan distribusi tegangan yang terjadi pada struktur tabung bertekanan adalah seperti terlihat pada gambar 3-11.
P
P
P
P a
b
c
a. Tegangan Sirkumferensial b. Tegangan longitudinal c. Tegangan tutup tabung setengah bola
Gambar 3-11 : Tegangan Pada Tabung Bertekanan a. Tegangan Sirkumferensial Tegangan Sirkumferensial adalah tegangan tabung yang dapat menyebabkan kerusakan struktur berupa robekan sepanjang tabung, atau tabung dapat terbelah menjadi dua bagian dalam arah sejajar sumbu panjang tabung. Besar tegangan ini adalah :
Z
P.r t
……………….………………………..…..…….…. 145
dengan : P = tekanan dalam ; r = jari-jari tabung, t = tebal tabung b. Tegangan longitudinal
67
Tegangan longitudinal dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur tabung pada arah melingkar atau berupa pemutusan tabung menjadi dua bagian. Besar tegangan ini adalah :
Z
P.r 2.t
……………………………………………..…………… 146
c. Tegangan tutup tabung setengah bola Pada tegangan ini, tutup tabung dianggap dapat terpental dari badan tabung tepat pada bagian pangkal kubah yang berbentuk setengah bola. Besarnya tegangan ini dapat dihitung melalui persamaan 146.
3.2.4. Pendekatan Analitis Dalam Memprediksi Tegangan Struktur Tabung Motor Roket Struktur tabung motor roket yang berbentuk silinder berlubang atau cangkang tipis dengan tebal dinding tertentu (T2) dan tebal tutupnya (T1) serta panjang L, akan mengalami beban tekanan dalam (P) akibat panas pembakaran bahan bakar roket atau propellant, sehingga mampu menghasilkan gaya dorong roket (F). Untuk motor roket yang berbahan bakar padat, proses pembakaran ini terjadi secara merata dan serempak atau bersamaan dari pangkal bahan bakar sampai dengan ujungnya, arah penjalaran pembakaran berjalan secara radial dari bagian diameter dalam bahan bakar bergerak mendekati dinding liner, dinding tahan panas, sampai bahan bakar habis terbakar sesuai dengan luas bidang bakarnya. Proses ini akan menghasilkan panas dan tekanan tinggi di ruang pembakaran yang berada di dalam tabung motor roket. Tekanan yang dihasilkan menyebar ke seluruh bidang atau permukaan di dalam tabung motor roket. Tekanan dalam tersebut akan menimbulkan gaya geser pada daerah sambungan antara tabung dan tutupnya, disamping itu juga akan menimbulkan beban aksial dan beban keliling tabung motor roket [8,9]. Y P
P
F
X
T
T1 L X1 X2
2
68
X2
kel R
R
Gambar 3-12 : Distribusi gaya pada struktur tabung akibat tekanan dalam Beban-beban tersebut akan menghasilkan momen dan tegangan, baik tegangan searah sumbu tabung motor roket maupun ke arah radial. Distribusi Tegangan tersebut seperti pada gambar 3-12. Tegangan yang terjadi pada tabung bertekanan akan menimbulkan regangan keliling dan regangan bujur. Untuk tabung berbahan homogen dan mempunyai tebal yang sama pada sepanjang tabung, regangan kelilingnya dapat dicari melalui hukum Hook tentang elastisitas, diperoleh :
rad
R R
atau : o
1 ( ) E
………..…………… 147
perubahan jari-jari tabung menjadi :
R
R ( N N ) Et
………..…………… 148
dengan : E = Modulus elastisitas bahan ; t = tebal tabung ; = arah melingkar ; = arah membujur, rad = arah radial ; R = Jari-jari tabung ; N t ; N t dan = tegangan Sedangkan untuk arah membujur, Timoshenko memberikan persamaan deformasi tabung sebagai berikut :
V
cot 1 d ( N N ) (r1 r2 ) N (r2 r1 ) N r1Et r1 d
dengan :
…… 149
N = Beban persatuan panjang ; r = jari-jari 69
Dari persamaan 149 terlihat bahwa besarnya deformasi tabung bertekanan tergantung pada beban persatuan panjang yang terjadi pada tabung tersebut. Penyelesaian dari persamaan 149 dapat disusun dalam bentuk persamaan matrik seperti di bawah ini.
11 21 ..... .....
12 13 ..... xx 11 22 23 ..... x2 2 . 0
………………………. 150
..... ..... ..... .... ..... ..... nn ..... xn nn
Merujuk distribusi gaya seperti gambar 3-12, maka persamaan 150 di atas menurut Roark untuk deformasi karena gaya geser dan momen pada tabung bertekanan untuk bagian B diperoleh deformasi () pada masing-masing bagian adalah :
11
1 1 ; 12 3 3D 3D2
dengan : 4 dengan :
3 1 2 2 R 2t 2
; 22
1 D
…………………… 151
2
;
D
Et2 12(1 2 )
……………..….. 152
= Angka Poisson = 0,36
Sedangkan penyelesaian selanjutnya dari persamaan 150 tersebut diperoleh persamaan momen, gaya geser dan tegangan tabung, seperti yang dikutip oleh Abraham,LH.(1962) dari penyelesaian Roark tersebut. Adapun distribusi momen dan tegangan yang dimaksud, tertera seperti pada persamaan-persamaan di bawah ini.
- Momen persatuan panjang pada daerah diskontinyu.
70
C 2 v 1 v X 2 P.R.t1
1 C 2 1 C 2
3
2
3 1 v2 12 1 v 2 5 1 C 2 1 C2
………..….. 153
- Gaya geser persatuan panjang pada daerah diskontinyu.
1 C 2 31 v . X 1 2 X 2 2 R 2t 2 C 1 1 5
1
4
……... 154
- Momen yang terjadi sepanjang struktur tabung motor roket adalah :
M
X1
e d sin d X 2e d cosd sin d
……...….. 155
- Beban aksial yang terjadi
N A 2 X 1 Re d cos d 2 X 2 Re d cos d sin d
………..…….. 156
- Beban keliling tabung motor roket
N k N A P.R
…………………………………………….. 157
- Tegangan searah sumbu tabung motor roket
x
N A 6M 2 t2 t2
……….….… 158
- Tegangan keliling tabung motor roket
k
N k 6M k 2 t2 t2
…..………..….. 159
dengan : P = tekanan dalam ;
M k vM ; 0,83 ; C t1 3.2.5.
t2
……..….. 160
Pendekatan Teori Elemen Hingga Untuk Perhitungan
71
Struktur Tabung Motor Roket Pada umumnya pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui distribusi tegangan pada struktur cangkang tipis, adalah melalui struktur cangkang konis, dengan memperhatikan elemen-elemen perubahannya (displacement) di titik tengah permukaan struktur tersebut. Misalnya titik yang dimaksud diuraikan menjadi komponen u dan w dalam arah normal dan tangensial, seperti pada gambar 3-13[8,9,10].
w Ns
s Ms
u
r N
M
z Gambar 3-13 : Tegangan pada cangkang Asi-Simetris Menurut Kirchhoff-Love, terdapat empat buah komponen regangan pada struktur cangkang asi-simetris, yaitu :
du / ds s w cos u sin / r d 2 w / ds 2 ………………………………. 161 xs sin dw x r ds Regangan dari persamaan 161 merupakan hasil dari tegangan yang terjadi, yaitu :
72
Ns N = D ……………………………………………. 162 M s M Untuk cangkang isotropik, matrik D adalah :
1 Et v D 1 v 2 0 0
1 0 0 ………………………… 163 0 t 2 / 12 vt2 / 12 0 vt2 / 12 t 2 / 12 v
0
0
Untuk mengetahui distribusi tegangan pada struktur cangkang, mula-mula cangkang tersebut dibagi dalam beberapa titik noda perpindahan struktur ( the nodal displacement), misalnya pada titik i dan j, seperti gambar 3-14.
ui i
ri r
s
L
wi
w
ui j
Gambar 3-14 : Sebuah Elemen Cangkang Asi-Simetris Dari gambar 3-14 terlihat bahwa perpindahan titik nodal i dapat dinyatakan dalam tiga komponen yaitu :
ui ai wi ……………….………………………………………... 164 i 73
sehingga untuk elemen dengan dua nodal, ij, akan mempunyai enam derajat kebebasan. Untuk posisi s, elemen perpindahannya dapat dinyatakan sebagai ae:
a ae i ai
……………………………………………………… 165
jika u merupakan perubahan linier dari s dan w, maka akan diperoleh enam buah konstanta yang tidak diketahui. Konstanta ini dapat ditentukan melalui harga titik nodal dari u, w dan , melalui koordinat lokal, yaitu :
u u = Na e ……………………………………...……… w
166
Sedangkan keenam konstanta tersebut adalah :
ui cos wi sin (dw / ds) 0 i
sin cos 0
0 ui 0 wi = aI 1 i
……….… 167
dengan :
u 1 2 s w 3 4 s 6 s 2 6 s3
………………………….…...….
168
Sehingga koordinat lokal u dapat ditulis menjadi
ui 0 0 w u 1 s i '2 '3 '2 '3 w 0 1 3s 2s L( s s ) ( dw / ds) i uj ' 0 0 s w '2 j '3 '2 '3 0 3s 2s s s ) L ( dw / ds) j '
…... 169
74
dengan : s’ = s/L ……… 170 Selanjutnya struktur tabung motor roket dimodelkan sebagai elemen struktur cangkang tipis berbentuk lengkung, seperti pada gambar 3-15.
Gambar 3-15 : Elemen Cangkang lengkung dengan 8-node Elemen ini mempunyai 6 derajat kebebasan, yaitu masing-masing bergerak translasi kearah sumbu x,y dan z, serta berputar pada sumbu x,y dan z. Disamping itu juga mempunyai 8 titik temu (node) untuk masing-masing elemen yang dapat di buat dalam bentuk elemen segi empat maupun elemen segitiga. Perhitungan struktur yang melalui model elemen ini akan dapat diperoleh nilai : tegangan, regangan, kekakuan, maupun defleksi struktur, seperti terlihat pada diagram benda bebas gambar 3-16.
Gambar 3-16 : Diagram Benda Bebas Hasil Perhitungan Elemen Cangkang Tipis Melengkung Hubungan tegangan dan regangan dari elemen cangkang tipis melengkung, secara sederhana dapat dinyatakan dalam persamaan di bawah ini.
D.el
…………………………..
171
= tegangan ; D = matrik elastisitas 75
el
th
…………………………. 172
= total regangan
= regangan termal th
D
B
BE x B xy 0
B xy Ex 0
Ex 0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Ex
E y xy E x 2
0 0 0 G xy f
0 0 0
0 0 0
0
0 ………….………….. 173
GyZ f 0
0 G xz f
…………………………………….……. 174
E x = modulus elastisitas bahan
xy = angka poission bidang x-y G xy = modulus geser bidang x-y
1,2 A ………………………….……………………… 175 f 1 2. 25.t 2 A = luasan, t = tebal
3.2.6. Tegangan Termal Konfigurasi motor roket terdiri dari tiga lapisan yang akan menerima beban termal., yaitu lapisan bahan bakar, liner dan struktur
76
tabung motor roket. Konfigurasi ini terlihat seperti pada gambar 3.17, yaitu gambar penampang lintang motor roket [11,12].
Propelan
Lapisan liner
Struktur tabung
Gambar 3.17 : Penampang Lintang Motor Roket T5
T1
T2 T3 T 4 q
r1 r2 r3 Gambar 3.18 : Aliran Panas Pada Struktur Tabung Motor Roket
77
Dari gambar 3.18 dapat dijelaskan bahwa ketika terjadi proses pembakaran propelan, lapisan liner maupun material struktur tabung motor roket masih belum terkena penjalaran panas, sebab aliran panas ini masih tertahan oleh propelan. Tetapi pada saat propelan telah mulai menipis dan habis maka aliran panas konveksi akan mencapai lapisan liner yang selanjutnya akan dialirkan secara konduksi menuju lapisan material struktur motor roket yang menempel pada liner. Proses aliran panas ini dapat dilihat pada gambar 3.18. Perhitungan aliran panasnya dapat dinyatakan dalam persamaan perpindahan panas. Mula-mula berawal dari aliran panas konveksi ( qh ) pembakaran bahan bakar ke lapisan liner, yaitu sama dengan hasilkali antara koefisien perpindahan panas konveksi (h), luas permukaan liner bagian dalam (A1) dan beda temperatur (T) antara gas pembakaran dengan permukaan liner, atau :
qh h1 A1 (T1 T2 ) …………….………………………………….… 176 Pada dinding liner terjadi perpindahan panas konduksi seperti dinyatakan pada persamaan di bawah ini :
qk
2k2 L(T2 T3 ) …..…………………………….………..….. ln( r3 / r2 )
177
Aliran panas di dalam material tabung motor roket, dapat ditentukan oleh persamaan di atas, yaitu :
qk
2k3 L(T3 T4 ) ……………………………………………... 178 ln( r4 / r3 )
Sedangkan dari dinding 4 ke udara bebas, terjadi perpindahan panas konveksi, dan dapat dihitung melalui persamaan 176.
qh h5 A4 (T4 T5 ) …………………………………………….…… 179 Besarnya aliran panas juga dapat didefinisikan sebagai beda potensial termal dibagi dengan tahanan termal. Hal ini merupakan analogi dari tahanan listrik yang tersusun seri [11], seperti gambar 3.19
78
q T1
T2
1 h1 A1
ln( r3 / r2 ) 2k 2
T3
T4
ln( r4 / r3 ) 2k 3
T5
1 h4 A4
Gambar : 3-19 : Analogi Aliran Panas Karena besarnya aliran panas sama untuk seluruh lapisan, maka secara serempak dapat diperoleh persamaannya, yaitu :
q
T1 T5 …………………………… 180 1 ln( r2 / r1 ) ln( r3 / r2 ) 1 h1 A1 2k2 2k3 h4 A4
dengan : k = konduktivitas termal bahan h = koefisien konveksi fluida , A = luasan Jika jumlah aliran panas, konduktivitas termal bahan, dan koefisien konveksi fluida panas diketahui, maka temperatur yang terjadi untuk setiap lapisan bahan motor roket dapat ditentukan. Selanjutnya berdasarkan temperatur ini, dapat diperoleh masukan untuk menganalisa terjadinya tegangan termal pada struktur tabung tersebut. Tegangan termal pada sebuah struktur dapat diturunkan dari persamaan Hook mengenai ekspansi termal [Abraham LH.], yang dinyatakan dalam :
T …………………………………………………..…...……… 181 dengan : = ekspansi material = koefisien ekspansi termal T = Temperatur
79
Ekspansi material ini dapat menimbulkan tegangan tekan karena pengaruh gaya geser . Oleh karena itu Ekspansi termal dapat dinyatakan sebagai :
1 ……………………………………………….…... 182 E
G atau :
G
E
1
…………………………………..…………………… 183
dengan :
: Tegangan tekan ; E : Modulus elastisitas Ekspansi material secara total akibat adanya ekspansi termal dan tegangan termal adalah : o T …………………………………………………....…... 184 Dari persamanan –persamaan di atas diperoleh :
E T o ……………………………………………….. 185 1
Selanjutnya persamaan 185 digunakan untuk menghitung tegangan struktur tabung motor roket akibat panas pembakaran propelan, misalnya karena struktur ini merupakan struktur cangkang tipis dengan dua lapisan, contoh lapisan stainless steel untuk bagian luar dan lapisan liner untuk bagian dalam, maka persamaan 185 dapat ditulis menjadi:
Tegangan termal liner karena pengaruh T2
l2
El lT2 o ……….……………………………….…… 186 1 l
Tegangan liner karena pengaruh T3
l3
El lT3 o …………………………………………….. 187 1 l
80
Tegangan Termal Tabung Motor Roket
Persamaan 186 dan 187 dapat digunakan untuk menghitung tegangan tabung motor roket karena pengaruh temperatur T3 dan T4, dan disesuaikan dengan sifat-sifat bahan yang digunakan baik mengenai koefisien ekspansi termal, modulus elastisitas maupun ekspansi termalnya.
3.2.7. Struktur Sirip Seperti yang telah disampaikan di Bab 2, Fenomena aerodinamika juga terjadi pada sirip roket dalam kondisi terbang, bahwa sirip roket akan mengalami gaya aerodinamika, baik berupa gaya hambat maupun gaya angkat. Pengaruh gaya ini dapat mengakibatkan tegangan struktur sirip. Jika terlalu besar, tegangan ini dapat menyebabkan kerusakan struktur. Oleh sebab itu perlu diketahui seberapa besar distribusi tegangan yang diterima struktur. Untuk mengetahui distribusi tegangan tersebut, terlebih dahulu, struktur sirip roket dianggap sebagai batang kantilever sederhana yang terbebani oleh gaya aerodinamika terpusat dan terjadi di titik tangkap gaya. Meskipun dalam kenyataannya beban gaya ini merupakan beban kontinyu, penyederhanaan ini dilakukan untuk mempermudah analisis. Letak titik tangkap gaya berada pada bagian tengah-tengah profil sirip, karena profil penampang lintang struktur sirip merupakan penampang simetris. Sehingga dengan kondisi seperti ini dapat digambarkan distribusi beban struktur karena gaya aerodinamika tersebut, seperti terlihat dalam gambar 3-20 [1,3,8].
L
Z F Zi
i
Vo
FZi+1 FZi+2 FZi+n
Vud
Lo D
i
Do 0,5Lx
X
Y
Lx 81
Gambar 3-20 : Distribusi Beban Pada Struktur Sirip Roket Dari posisi seperti gambar 3-20, sebagai akibat adanya beban arah sumbu Z yaitu Fz, maka struktur sirip akan menerima momen torsi sumbu Y dan momen lentur sumbu X.
Momen lentur Mzi = Fzi. Yi ………………………………………….………… 187 dengan : Fzi = Cz..V2.Ai …………………………………………........… 188 Xi = 0,5 . Li ………………….…………………………………… 189 V = Kecepatan terbang roket = Densitas udara, AI = Luas permukaan sirip roket Selanjutnya momen tersebut akan menimbulkan tegangan struktur : Tegangan lentur
leni
M zi .c zi I zi
.……………………………………………… 190
dengan : I = Momen inersia penampang T = Momen torsi ; G = Modulus Geser Bahan, L = Pajang sirip Untuk pembebanan dari arah Fx, tumpuan gayanya juga dianggap merupakan sistem penopang sederhana, dengan posisi beban seperti pada gambar 3-21. Fxi Fxi+1 Fxi+2 Fxi+n
82
Ly Y
Gambar 3-21. : Posisi Beban Segitiga Momen yang terjadi untuk posisi beban seperti pada gambar 3-21 adalah : Mxi = Fxi.Li ……...…………………………………………………... 191 Tegangan yang terjadi adalah :
i
M i .c zi I zi
……………….……............................................….. 192
Faktor keamanan struktur sirip roket adalah:
fs
y
……………………………………………………………. 193
dengan : y = Tegangan bahan ; = Tegangan kerja 3.2.8. Distribusi Temperatur Sirip Analisis distribusi temperatur dapat dilakukan melalui pendekatan teknik beda hingga, dengan cara terlebih dahulu membagi permukaan benda yang dianalisis menjadi bagian yang kecil-kecil pada arah sumbu X dan Y yang sama panjang. Masing-masing bagian diberi tanda noktah untuk menandai keberadaan titik node, seperti terlihat pada gambar 3-22.
x,y+1
Y x,y x-1,y
x+1,y
Y
83
ΔX
ΔX
Gambar 3-22. Titik-titik Node Pada Arah X dan Y Perhitungan distribusi temperatur bergerak dari titik tertentu, misalnya dari titik (x,y), kemudian dicari gradien temperatur terhadap titik-titik noda di sekitar titik tersebut, sehingga diperoleh distribusi temperatur pada masing-masing titik node seperti pada persamaan dibawah ini.
TX 1,Y TX ,Y T X X 1 ,Y X
……………………………………..… 194
T TX 1,Y T X ,Y X X 1 ,Y X
…………………………………………. 195
TX ,Y 1 TX ,Y T X X ,Y 1 Y
………………………………………… 196
T TX ,Y 1 T X ,Y X X ,Y 1 Y
………………………………..…….. 197
2
2
2
2
T TX 1,Y 2TX ,Y T X 1,Y ………………………………. 198 2 X X ,Y X 2 2
T T 2TX ,Y 2T X ,Y 1 X ,Y 21 …………………………………. 199 2 Y X ,Y Y Dari persamaan di atas diperoleh :
TX 1,Y TX 1,Y 2TX ,Y
X
2
TX ,Y 1 TX ,Y 1 2TX ,Y
Y 2
0 … 200
Karena : X Y , maka :
TX 1,Y TX 1,Y TX ,Y 1 TX ,Y 1 4TX ,Y 0 …………….. 201
84
Dari persamaan 201 terlihat bahwa dalam kondisi setimbang, jumlah temperatur pada setiap titik node sama dengan 0, dan penyelesaiannya dilakukan sebagai persamaan matrik multi variable [10,11]. Sehingga persamaan 201 diubah menjadi bentuk berikut ini :
a11T1 a12T2 .... a1nTn C1 a21T1 a22T2 .... a2 nTn C2 a31T1 a32T2 .... a31nTn C3 …………………………………
an1T1 an 2T2 .... annTn Cn ………………………………….… 202 dengan : T1,T2, .....Tn = Temperatur titik node. Bentuk matrik dari persamaan 202 adalah :
a11 a12 a a A 21 22 ... .... an1 an 2
... a1n ... a2 n …….…………………………………... 203 .... ... ... ann
C1 C C 2 ; T ... Cn
T1 T 2 ... Tn
……………………………………..… 204
maka persamaan 202 dapat ditulis menjadi :
AT C ………………….………………………………………... 205 karena AA 1 , maka : 1
T A1C ……………….……………………………….………
206
Untuk permukaan sirip roket yang berada pada bagian batas konveksi berlaku persamaan berikut ini [JP. Holman, 1988],
85
1 hX hX TX Y 2 T 2TX 1,Y TX ,Y 1 TX ,Y 1 0 2 k k
………… 207
Sedangkan untuk bagian sudut berlaku :
hX hX 2TX ,Y 1 2 T TX 1,Y TX ,Y 1 0 k k 3.2.9,
…..……..….. 208
Distribusi Tegangan Struktur Sirip Akibat Beban Panas
Gesekan udara selama peluncuran roket dapat mengakibatkan tegangan pada struktur sirip karena aliran panas yang terjadi. Tegangan ini biasa disebut sebagai tegangan termal. Pada sebuah struktur tegangan ini dapat diturunkan dari persamaan Hooke mengenai ekspansi termal [Abraham,LH.,1962], yang menyatakan bahwa besarnya ekspansi termal T sebanding dengan perkalian antara koefisien ekspansi termal dengan temperatur penyebabkan terjadinya ekspansi material T atau [8,12]:
T ………………………..……………………………………… 209 Ekspansi material ini dapat menimbulkan tegangan tekan karena pengaruh gaya geser. Oleh karena itu Ekspansi termal dapat dinyatakan sebagai :
G atau :
G
1 l l ……………..…………………………………… 210 E
l E
1 ………………………………………………...……
211
dengan : : Tegangan lentur, : Rasio Poisson, E : Modulus elastisitas Ekspansi material secara total akibat adanya ekspansi termal dan tegangan termal t adalah : o T ……………………………………………......……...…. 212 Dari persamaan di atas, diperoleh :
86
t
E T o ………………………………..………...….. 213 1
Selama peluncuran berlangsung, sirip akan beban aksial pada sebesar :
Fl
l t 2
Al ………………………………………………….... 214
3.2.10. Perhitungan Frekwensi Alami Struktur Roket Frekwensi alami dari suatu benda bergetar termasuk struktur roket adalah frekwensi yang terjadi akibat timbulnya getaran pada benda tersebut karena pengaruh gaya input yang sangat kecil dan berlaku secara alami. Menurut hukum kekekalan energi untuk benda bergetar diketahui bahwa jumlah energi kinetik Ek dan energi potensial Ep adalah konstan C :
E p E k C ...................................................................................... 215 Dari persamaan di atas yang diterapkan pada pendekatan getaran pegasmassa sebagai getaran bebas satu derajat kebebasan diperoleh hubungan antara frekwensi alami fn , kecepatan sudut , kekakuan k dan massa m untuk setiap benda bergetar adalah [13,14]:
2 . f , f n
1 2
k m
................................................................. 216
k ………………………………..................................... 217 m c dan D ................................................................................... 218 2m. n atau n
dengan D : Faktor redaman F
y l 87
F Gambar 3-23 Beban tekuk Ketika operasional, beban terbesar roket terjadi pada saat awal peluncuran. Untuk memudahkan analisis, pada saat awal ini roket diasumsikan bergerak vertikal dan mengalami beban tekuk seperti struktur kolom. Hal ini terlihat pada gambar 3-23.
Beban tekuk kritis kolom adalah :
Fcr
2 EI l2
……....…………………………………...……..…..… 219
dengan : E = Modululus elastisitas bahan ; I = Momen inersia penampang Lendutan struktur, ysil akibat gaya dorong Fo adalah :
F y sil e sec l o 1 ….…………………………………............. 220 EI dengan : e = Jarak eksentrisitas Nilai kekakuan untuk struktur silinder ksil berlubang adalah :
k sil
Fo y sil
.................................................................................... 221
Selanjutnya getaran roket dapat dianilisis untuk mendapatkan hubungan antara defleksi struktur, kecepatan sudut getaran roket dan frekwensi alami. Hal ini dapat dilakukan melalui pendekatan analisis getaran yang terjadi akibat gaya dorong roket. Skema diagram benda bebas dari pendekatan ini dapat dilihat pada gambar 3-24 .
88
y m k
c
x
Gambar 3-24 : Diagram Benda Bebas Gaya dorong roket akan menghasilkan getaran yang merambat dari struktur motor roket nenuju struktur yang lain, dan motor roket tersebut berlaku sebagai sumber getar dari getaran yang terjadi pada struktur roket. Kondisi sistem getaran yang seperti ini dapat dianalisa melalui pendekatan getaran paksa tak teredam satu derajat dan berlaku : ..
m. x k.x f (t ) .................................................................................. 222 Sedangkan struktur yang menempel paada motor roket akan berfungsi sebagai suatu sistem pegas yang bermassa m, kekakuan k dan konstanta redaman c. Disamping itu, struktur ini akan bergetar pada saat dikenai gaya dorong, dan secara umum gerak getaran an ini akan mengikuti persamaan gerak sinusoida : y y o . sin t ...................................................................................... 223 Turunan pertamanya adalah : .
y y o .. cos t .................................................................................. 224 Persamaan gerak total dari sistem getaran motor roket dan struktur yang lain adalah : .. . . m. x c x y k .x 0 ....................................................................... 225
..
.
.
m. x c x kx c. y .............................................................................. 226
89
Dari persamaan 225 dan 226, diperoleh : ..
.
m. x c. x k .x c. yo. cos t ……………………………….......... 227 Persamaan 227 mengikuti pola persamaan getaran paksa seperti pada persamaan 224. Penyelesaian untuk mencari harga x terbesar dari persamaan 227 sebagai indikasi terjadinya frekwensi alami pada sistem getaran, dapat dilakukan dengan membuat persamaan umum untuk getaran sinusoida, seperti di bawah ini, misalnya : x A.sin t B. cost ...................................................................... 227 .
x A.. cost B. sin t ............................................................... 228 ..
x A. 2 . sin t B. 2 . cost ...................................................... 229 Konstanta A dan B dapat diketahui melalui subtitusi persamaan persamaan di atas, akan diperoleh sebagai berikut :
m A. 2 . sin t B. 2 . cost c A.. cost B. sin t k A. sin t B. cost c. yo. cost
….. 230
Persamaan 230 dapat diselesaikan dengan meninjau kesesuaian atau kesamaan antara ruas kiri dan ruas kanan, sehingga dapat diperoleh konstanta A dan B : A k m B.c. 0 ………………………………….................. 231
c. .B ................................................................................... 232 k m. 2 cw B k 2 m c.w.B c.w. yo ………………………. 233 2 k mw c.w. yo B ........................................................ 234 2 2 cw 2 k m. k m. 2 A
Sedangkan konstanta A adalah :
A
c.w c.w. yo . 2 2 …………………………… 235 2 cw k m. 2 k m. k m. 2 90
Selanjutnya apabila persamaan 234 dan 235 disubstitusikan ke persamaan 226, dan dengan mengambil amplitudo maksimum terjadi pada sudut 90o, maka amplitudo atau defleksi maksimum tersebut adalah :
c.. y o
x maks
k m. c. 2 2
....................................................... 236 2
Untuk sistem massa-pegas berlaku :
x
Fo k ek
.............................................................................................. 237
dengan : Fo = gaya ; kek = kekakuan ekivalen Dari persamaan 236, 216 dan 220 dapat diketahui besarnya rasio defleksi, yaitu :
x Fo
1
k ek
2
1 2 2 D. n n 2
2
…………………………..……. 238
3.2.11. Memprediksi Besarnya Beban Shock Roket Fenomena beban shock pada roket, terjadi pada saat awal peluncuran. Beban ini dapat menimbulkan hentakan yang bisa berakibat merontokkan struktur maupun ikatan-ikatan pada muatan roket, yang pada umumnya muatan roket ini terdiri dari peralatan elektronik, semisal sensor telemetri atau pun sensor lain yang digunakan mengambil data sesuai misi roket. Untuk mengantisipasi kerusakan yang ditimbulkan oleh beban shock, perlu dilakukan analisis perilaku beban tersebut pada roket. Mula-mula roket dimodelkan sebagai elemen bergetar satu derajat kebebasan. Elemen ini terdiri dari sebuah massa dan pegas. Getaran roket diasumsikan sebagai akibat adanya hentakan dengan kecepatan awal tertentu dan menimbulkan getaran pada percepatan tertentu. Getaran ini diteruskan pada elemen pegas penumpu, seperti terlihat pada gambar 3-25 di bawah ini [13,14,15,16].
y 91
m k
x
Gambar 3-25: Elemen Bergetar Satu Derajat Kebebasan Dari gambar 3-25 terlihat bahwa sebuah massa m yang bergerak dengan percepatan gravitasi bumi, diperoleh kecepatan, yaitu : v b 2 gh ........................................................................................ 239 dengan : g = gravitasi bumi, h = tinggi jatuh Selanjutnya benda tersebut akan mengalami kesetimbangan momentum sebagai berikut : ........................................................... 240 mb vb mk v k mb vb mk v k dengan : mb = massa beban uji; mk = massa kotak pelindung vb, vk = kecepatan sebelum tumbukan vb , vk = kecepatan setelah tumbukan Jika diasumsikan bahwa kecepatan tumbukan akan berhenti pada saat tumbukan, maka kecepatan gerak getaran roket adalah : v m ................................................................................... 241 vk b b m k mb Kecepatan gerak inilah selanjutnya dianggap sebagai sumber getar pada saat awal peluncuran roket. Selanjutnya getaran ini akan diterima oleh elemen bergetar yang mempunyai kekakuan ekivalen sebesar keq. Harga kekakuan ini dapat diperoleh dari persamaan di bawah ini.
keq
1 1 1 kM k R
.............................................................................
242
Kekakuan struktur muatan kM dapat diketahui dengan menganggap bahwa struktur tersebut merupakan sebuah kolom persegi bolong, sehingga kekakuannya dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut :
92
F ................................................................................ EI dengan : E Elastisitas bahan ; I Inersia penampang kM
243
Karena struktur roket dianggap bersifat homogen, maka nilai kekakuannya sama dengan persamaan 221, yaitu :
kR
Fo y
.................................................................. 244
dengan : Fo = gaya dorong , y = defleksi maksimal Dari massa m dan kekakuan ekivalen sistem k eq dapat diketahui frekwensi alami sistem sebagai berikut :
n
k eq
....................................................................................
m
245
Pada saat massa menimpa elemen bergetar yaitu ketika waktu t = 0 dengan kecepatan awal X (o) , elemen tersebut dianggap tidak mengalami lendutan. Kecepatan awal X (o) ini berasal dari sumber getar pada saat terjadi tumbukan atau : X (o) v k ......................................................................................... 246
Jika sistem dalam keadaan setimbang statik, maka elemen bergetar akan mengalami lendutan sebesar : X (o )
g
n 2 .................................................................................... 247
Dari nilai n , X(o), dan X (o) diperoleh simpang getar terbesar A , yaitu :
93
2 X (o) ....................................................................... 248 A X (o) n
Berdasarkan nilai simpang getar terbesar A dan frekwensi alami n dapat diperoleh percepatan getaran maksimal melalui persamaan 249. 2 X maksimal n . A
............................................................................ 249
Besaran percepatan getaran maksimal dapat dikonversi menjadi bilangan gshcock dengan cara membagi nilai besaran tersebut dengan gravitasi bumi g, seperti pada persamaan 250.
g _ shock
Xmaksimal g
..................................................................... 250
Selanjutnya dapat ditentukan secara sederhana. Berapa besarnya gaya yang terjadi pada benda-banda yang terkena rambatan getaran Fshock, yaitu : Fshock ms .g _ shock ........................................................................ 251 Dengan : ms = massa getaran penyebab g-shock
3.3. Pemilihan Material Struktur Secara umum material yang digunakan untuk struktur roket adalah : alumunium, baja paduan, magnesium, titanium, dan logam paduan lain, polimer, atau pun material komposit yang tahan bekerja pada temperatur tinggi.Untuk penggunaan pada roket berkecepatan tinggi, material ini harus mampu digunakan pada kecepatan supersonik maupun hipersonik. Sebelum memilih jenis material apa yang akan digunakan, perlu dilakukan analisis tentang keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh apabila jadi digunakan sebagai material struktur roket. Pertimbangan yang diperlukan diantaranya agar memenuhi syarat sebagai berikut : - Material bersifat kuat dan relatif ringan - Tahan pada temperatur operasional
94
- Tahan korosi akibat lingkungan operasional - Mudah dipabrikasi, dan Tidak mudah mengalami deformasi - Relatif murah dan bisa didapatkan Disamping itu, juga perlu diperhatikan pemenuhan pada fungsi dan bentuk komponen struktur yang akan dibuat, serta proses pembuatan strukturnya. Untuk memenuhi hal ini, pada umumnya, material struktur roket di pilih dari material logam yang berkualitas bagus dari jenis baja, alumunium, dan terkadang menggunakan titanium, misalnya untuk struktur tabung motor roket. Beberapa sifat baja dan material lain dapat dilihat pada tabel 3-1. Dari tabel 3-1, terlihat bahwa berdasarkan tinjauan keperluan tegangan, ternyata alumunium paduan standar lebih berat dari pada baja tensile tinggi. Sedangkan untuk keperluan regangan Alumunium konvensional mencapai 92% dari massa baja tensile tinggi. Untuk kepentingan rancang bangun tabung motor roket pilihan pertamanya adalah maraging steel, kemudian alumunium untuk pilihan berdasarkan pengurangan massa. Penggunaan material logam, biasanya perlu perlindungan terhadap pengaruh lingkungan, misalnya ketahanan terhadap lingkungan garam, asam, panas berlebih, abrasi pada saat pabrikasi, dan lain-lain. Sehingga pengecatan saja dirasa tidak mencukupi untuk keperluan ini, perlu ditambahkan dengan perlakuan perlindungan lain terhadap lingkungan operasional, semisal melalui pelapisan dengan logam lain yang bersifat tahan terhadap pengaruh kondisi lingkungan tersebut. Untuk logam baja paduan ( stainless steel ), an titanium dalam beberapa praktek ternyata tahan sampai dengan sekitar tiga tahun tanpa penyecatan permukaan untuk temperatur atmosfer. Sedangkan untuk material jenis baru semisal paduan alumunium-litium mempunyai modulus 15% lebih tinggi dari pada alumunium konvensional, dan 8% densitasnya lebih rendah [2,17]. Tabel 3-1 : Sifat-sifat Material Jenis Material
Berat jenis
Tensile Stregth
Tensile Modulus
Mg m-
109 Nm-2
109 Nm-2
2.70
0,45
73
1,07
0,94
7,85
1,4
200
1,00
1,00
3
Almnium paduan standar Baja tensile
Faktor massa beban tekan relatif pada baja tensile tinggi Tegangan Regangan
95
tinggi Alumunium konvensional Titanium tempa Maraging steel Alumunium strip perlakuan panas Baja strip Titanium strip Glass fiber / epoxy Carbon fiber/ epoxy Aramid fiber / epoxy
2,70
0,60
75
0,80
0,92
4,65
1,24
110
0,67
1,08
8,00
2,20
215
0,65
0,95
2,70
0,54
73
0,89
0,94
7,85 4,60
2,00 1,35
193 106
0,70 0,61
1,04 0,90
2,10
0,63
24
0,59
2,23
1,60
1,00
73
0,29
0,56
1,40
0,87
36
0,29
0,99
Sedangkan sifat-sifat logam paduan yang lain adalah sebagai berikut :
Alumunium Paduan 2024 Logam paduan ini mampu menahan beban kejut dan tangguh terhadap tekanan. Komposisi kimianya adalah : 0,5 % Si, 0,5% Fe, (3,8 - 4,9)% Cu, (0,3 - 0,9) % Mn, (1,2 - 1,8) % Mg, ),1%Cr, 0,25 % Zn . Untuk Alumunium paduan 2024 T4 berkekuatan tarik sebesar : 0,4688 x 109 N/m2, dan berat jenis = 2905 kg/m3. Paduan ini sesuai untuk keperluan bahan struktur penerbangan.
Alumunium Paduan 7075 Paduan ini bersifat tangguh untuk struktur penerbangan termasuk struktur roket. Logam ini mempunyai komposisi kimia sebagai berikut : 0,5 % Si, 0,7 % Fe, (1,2 - 2)% Cu, 0,3%Mn, (2,1 - 2,9)% Mg, (0,18 0,4)% Cr, (5,1 - 6,18)% Zn, 0,2% Ti. Kekuatan tarik bahan : 0,5035 x 109 N/m2, Berat jenis = 2934,6 kg/m3.
96
Alumunium Paduan 7079 Paduan ini bersifat hampir sama dengan Alumunium paduan 7075, yaitu berkekuatan tarik bahan : 0.5378 x 109 N/m2. Komposisi kimia : 0,3 % Si, 0,4 % Fe, (0,4 0,8)% Cu, (0,1 0,3)% Mn, (2,9 3,7)% Mg, (0,1 0,25)% Cr, (3,8 4,8)% Zn, 0,1% Ti dan berat jenis = 2934 kg/m
Baja Paduan AISI 4320 Baja paduan jenis ini bersifat sebagai berikut : Komposisi kimia : 0,23% C, 0,7% Mn, 0,35% Si, 2% Ni, 0,65 % Cr dan 0,3 % Mo. Kekuatan tarik minimal : 0,8618 x 109 N/m2 dengan Modulus elastisitas : 1.999x1011 N/m2 dan berat jenisnya = 8318,75 kg/m3. Baja paduan ini mudah dibentuk dan mampu dilas.
Baja Paduan AISI H11 Baja jenis ini bersifat sebagai berikut : Komposisi kimia : 0,35%C, 5 % Cr, 0,4 %V, dan 1,5 % Mo. Kekuatan tarik baja ini mencapai 1,793 x 109 N/m2 dengan Modulus elastisitas sebesar : 1.999 x 1011 N/m2, berat jenis = 8318,75 kg/m3. Baja paduan ini mudah dibentuk dan dilas.
Baja ASTM A312 TP 304L Baja ini mempunyai komposisi kimia yang terdiri dari unsur-unsur : 0,035% C, 2 % Mn, 0,04 % P, 0,03 % S, 0,75 % Si, 8-13% Ni, dan 18–20% Cr, serta berkekuatan tarik sebesar 70 MPa
Magnesium Paduan Magnesium paduan jenis HM21A dan ZH42 mempunyai komposisi kimia : (0,35 0,8)% Mn, (1,5 2,5)% Th, serta mengandung bahan ikutan 0,3%. Paduan ini bersifat tahan terhadap temperatur 343 oC atau lebih, dapat dibentuk menjadi pelat, sheet, dan cocok untuk struktur roket. Logam ini mempunyai kekuatan tarik bahan : 0,2344 x 109 N/m2 .
Titanium Paduan Titanium mempunyai sifat mekanik yang beragam tergantung dari komposisi paduan yang digunakan, masing-masing komposisi mempunyai karakteristik sendiri, sebagai contoh : Ti -0,05% O2 / N2, mempunyai sifat sebagai berikut : Tegangan proof pada 2% adalah 130 -
97
170 MPa, Tegangan tarik ultimate : 270 - 350 MPa, Elongasi minimal sebesar 30 % , Daerah reduksi 70 %, Specific gravity : 4,51
Komposit Seperti dalam tabel di atas terlihat bahwa untuk keperluan rancang bangan yang berbasis pertimbangan tegangan, semisal tabung motor roket yang terbuat dari baja mempunyai massa lebih ringan dari pada alumunium. Penggunaan Titanium akan lebih menguntungkan dari sisi pertimbangan pengurangan massa, tetapi mempunyai harga eknomi yang tinggi dan tidak siap sedia dalam bentuk lembaran logam. Sedangkan untuk baja karbon, melalui teknik berbasis pelapisan dapat meningkatkan tegangan tensile, sampai mencapai 2 GNm-2, untuk lembaran alumunium paduan dapat mencapai 0,54 GNm-2. Salah satu hasil dari teknik pelapisan material ini adalah material komposit. Seperti yang telah diketahui secara umum, yang dimaksud dengan komposit adalah bahan teknik jenis baru yang bersifat dapat dibentuk sesuai keinginan perancang, baik sifat fisik, mekanik maupun sifat yang lain. Material ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan pembuatan benda-benda teknik, misalnya untuk komponen roket dan pesawat terbang. Pada dasarnya material komposit adalah gabungan dari beberapa material yang membentuk sifat-sifat yang lebih unggul dari metarial aslinya. Material komposit paling sedikit terdiri dari bagian penguat yang berfungsi sebagai penahan beban, serat penguat, serta bagian matrik yang berfungsi sebagai pengikat antar serat penguat. Resin digunakan sebagai salah satu jenis matrik yang mampu disisipi oleh penguat, kemudian mengeras setelah proses penyisipan. Material yang terdiri dari matrik resin dan penguat ini bersatu menjadi material jenis baru yaitu komposit yang mempunyai berbagai macam keunggulan jika dibandingkan dengan material aslinya.
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya maka dapat digambarkan posisi matrik di dalam material komposit seperti dibawah ini.
Matrik
Serat
98
Gambar 3-26 : Matrik dan Serat Penguat [17] Sedangkan proses pembuatan komposit dikenal beberapa metode, diantaranya adalah Proses hand lay up dan filament winding. Proses hand lay up Proses ini dilakukan dalam kondisi dingin dan dengan memanfaatkan ketrampilan tangan. Serat bahan komposit ditata sedemikian rupa mengikuti bentuk cetakan atau madril, kemudian dituangkan resin sebagai pengikat antara satu lapisan serat dengan lapisan yang lain. Demikian seterusnya, sehingga sesuai dengan ukuran dan bentuk yang ditentukan. Proses filament winding Proses produksi melalui metode ini adalah proses produksi yang memanfaatkan sistem gulungan benang pada sebuah sumbu putar. Serat komposit dibuat dalam bentuk benang digulung pada sebuah mandril yang berbentuk sesuai dengan bentuk rancangan benda teknik. Isolasi bagian dalam Motor roket dalam operasionalnya akan mengalami panas pembakaran bahan bakar sampai dengan temperatur 3800 K, dan akan menghasilkan erosi bahan-bahan yang terbakar karena gempuran aliran gas buang pada kecepatan tinggi. Oleh karena itu bagian ini perlu diisolasi dari pengaruh lingkungan tersebut, sehingga diperlukan material yang bersifat tahan panas, kekuatan tinggi, bukan konduktor panas, tahan kejut terutama untuk waktu pembakaran yang singkat, dan tidak mudah rontok, serta mempunyai sifat mudah dibentuk, dan densitasnya rendah. Material yang digunakan untuk keperluan ini diantaranya adalah grafit, dan logam tahan panas (refractory), dan keramik. Disamping itu untuk melindungi tabung motor roket dari panas di atas, diperlukan lapisan liner dengan volume yang minimum, namun mampu menahan panas tidak sampai menembus bagian konstruksi tabung motor roket. Material liner ini dipilih yang sesuai dengan sifat-sifat propelan roket, biasanya terbuat dari bahan kimia yang tidak mudah teroksidasi oleh lingkungan atmosfer, maupun pembakaran bahan bakar roket. Bahan yang digunakan biasanya adalah karet dan plastik yang diperkuat.
Polimer
99
Pada dasarnya kekuatan khas mekanik polimer tergantung pada sifat viskositasnya, yaitu akan menyebabkan regangan jika diberi beban, dan apabila beban tersebut diturunkan, maka sebagian kecil regangan yang telah terjadi akan hilang, tetapi sebagian besar masih ada dan tidak kembali pada panjang semula. Polimer bukanlah merupakan material elastis yang sebenarnya, tetapi mempunyai faktor vioskositas yang kuat. Sering kali, bahkan bersifat viskoelastik, yaitu bahan yang bersifat elastik sekaligus kental. Kekuatan tarik polimer dapat dipengaruhi oleh temperatur, laju tegangan atau kecepatan pembebanan dan kelembaban lingkungan. Oleh karena itu deformasinya juga tergantung pada kecepatan dan frekwensi pembebanan. Sehingga hubungan tegangan dan regangan polimer juga tergantung pada kecepatan dan frekwensi pembebanan atau berapa kali bahan polimer telah mengalami pembebanan.
Bab 4
ANALISIS STRUKTUR ROKET RUM70/100-LPN 100
4.1. Misi Roket Analisis struktur Roket RUM70/100 dilakukan untuk meneliti kemampuan struktur dalam mencapai misi roket sebagai pembawa muatan peralatan elektronik, piroteknik, termasuk parasut dan sistem sparasinya. Dalam analisis struktur ini, digunakan metode penguraian gaya-gaya pada struktur roket seperti yang telah disampaikan pada Bab 2 dan Bab 3, dan dititik beratkan pada analisis kemampuan struktur terhadap : beban aerodinamika, beban muatan, tegangan maksimal yang terjadi, faktor keamanan, serta berdasarkan teori James Barrowman dilakukan juga analisis stabilitas terbang . Perlu diketahui bahwa jenis Roket RUM70/100 hasil rancang bangun LAPAN, setiap tahun, sejak 2009, digunakan sebagai pembawa muatan hasil rancang bangun Tim peserta Kompetisi Muatan dan Roket Indonesia (Komurindo) [18]. Kompetisi ini diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional bekerjasama dengan LAPAN, Perguruan Tinggi yang ditunjuk sebagai tuan rumah dan Pemerintah Daerah sebagai penyedia lokasi kompetisi. Sedangkan pesertanya berasal dari tim mahasiswa Perguruan Tinggi seluruh Indonesia. Adapun rancang bangun muatan yang dikompetisikan berisi : peralatan elektronik, sensor telemetri, kamera, dan sistem mekanik pengendali muatan. Setelah beberapa detik roket meluncur, selanjutnya terjadi sparasi pelontaran muatan dari kompartemennya di bagian hidung roket. Sehingga bagian hidung roket terbuka dan muatan dilontarkan bersamaan dengan parasut, selanjutnya muatan bersama parasut melayang di udara, kemudian pelahan-lahan jatuh ke darat. Selama muatan ada di dalam roket, beberapa detik sebelum diluncurkan, peralatan sensor yang dibawa muatan sudah mulai bekerja untuk mengambil data telemetri dan gambar di sekitarnya. Pengambilan data diteruskan pada saat terjadi sparasi roket dengan muatan, dan masih berlanjut tatkala melayang di udara dan akhirnya jatuh ke darat. Oleh karena itu, untuk memenuhi keperluan di atas, maka dirasa perlu disusun misi roket RUM70/100, seperti pada table 4-1, beserta analisis struktur Roket tersebut. Tabel : 4-1
101
Pernyataan Misi Roket RUM70/100-LPN Sasaran Pencapaian
Subyek Gambaran produk Tinggi jelajah Bahan Pengguna Penggunaan
: Kuat, ringan, stabil : 2km, dari darat ke udara : Mudah diperoleh, harga terjangkau : Tim Peserta Komurindo : Sebagai pembawa muatan dengan berat1 kg
4.2. Konfigurasi Roket Untuk memenuhi misi roket yang ditentukan, telah dibuat konfigurasi roket RUM70/100-LPN, seperti table 4-2 berikut ini [18, 19] : Kecepatan terbang Percepatan ( g-shock ) Panjang Roket Berat Muatan Diameter motor Roket Diameter kompartemen muatan Berat Propelan Gaya Dorong Tinggi jelajah Bahan Tabung Roket Dimensi muatan
: 200 km/jam :7g : 1230 mm : 1kg : 76 mm : 10,60 mm : 4,6 kg : Komposit : 30 kgf : 2,0 km ( muatan kosong ) 0,6 km ( muatan isi 1 kg ) : PVC : maksimal 1 kg Diameter luar 100 mm Tinggi 20 mm 2 Unit Parasut
102
Satuan : mm
Sumber : 18,19 dan Brosur Komurindo 2009
103
Gambar 4-1: Dimensi Roket RUM Konfigurasi utuh roket RUM70/100-LPN seperti yang terlihat pada gambar 4-1, terdiri dari bagian Sirip, Badan, dan Hidung roket. Bagianbagian ini mempunyai struktur sebagai bentuk fisik dari konfigurasi tersebut. Adapun masing-masing struktur yang dimaksud, mempunyai dimensi seperti pada gambar di bawah ini.
Satuan : mm
Gambar 4-2 : Dimensi Struktur Sirip Roket RUM70/100-LPN
2 Gambar 4-3 : Dimensi Struktur Badan Roket RUM70/100-LPN
104
Gambar 4-4 : Dimensi Struktur Hidung Roket RUM70/100-LPN 4.3. Hasil dan Pembahasan 4.3.1. Struktur Sirip Berdasarkan metode analitis penguraian gaya-gaya yang terjadi pada roket seperti pada bab 2 dab 3, serta data konfigurasi aerodinamika seperti pada gambar 4-1 dan dimensi struktur sirip roket seperti pada gambar 4-2, maka diperoleh hasil pengolahan data sebagai bahan analisis sebagai berikut :
Gambar 4-5 : Gaya Aksial yang terjadi pada saat Roket RUM70/100-LPN Terbang pada Kecepatan sampai dengan 0,5 M
105
Gambar 4-6 : Momen Lentur struktur sirip Roket pada saat terbang pada Kecepatan sampai dengan 0,5 M
Gambar 4-7 : Tegangan struktur sirip Roket pada saat terbang pada Kecepatan sampai dengan 0,5 M
106
Gambar 4-8 : Faktor Keamanan struktur sirip Roket pada saat terbang pada Kecepatan sampai dengan 0,5 M
Dari hasil olah data, yang ditampilkan pada gambar 4-5 sampai dengan gambar 4-8, terlihat bahwa sirip roket RUM70/100-LPN terbuat dari Alumunium paduan yang mempunyai kekuatan tarik bahan, σtb = 186,159 MPa, Kekuatan luluh = 75,846 MPa, Kekuatan geser = 124,106 MPa, Elastisitas : 6,89 x 1010 N/m2, Konduktifitas panas : 177 W/m oC, Ekspansi material : 28 x 10-6 / oC, Kekerasan bahan 47 BHN, dan kondisi operasional pada kecepatan terbang maksimal mencapai 0,5 Mach, maka struktur sirip roket mengalami pembebanan maksimal 3,197 N untuk Gaya aksial, sehingga melahirkan Momen lentur sebesar 0,48 Nm. Selanjutnya kondisi terbang ini, disamping menghasilkan beban momen, juga akan mengakibatkan timbulnya tegangan lentur dan tegangan termal akibat gesekan udara. Tegangan lentur yang terjadi mulai dari 3,452 MPa sampai dengan maksimal 348,273 MPa. Jika distribusi temperatur selama terbang terjadi mulai dari 30 oC sampai dengan 63 oC pada permukaan sirip, maka diperoleh harga distribusi tegangan struktur akibat beban termal sebesar 3,452 MPa sampai dengan maksimal 348,273 MPa. Ternyata besar kedua
107
jenis tegangan ini hampir sama. Tegangan termal sedikit lebih besar dari pada tegangan lentur, seperti terlihat pada gambar 4-7. Berarti dalam penentuan margin keamanan struktur sirip roket RUM70/100-LPN untuk terbang maksimal 0,5 M dapat menggunakan nilai tegangan termal saja sebagai acuan pertimbangan, untuk dibandingkan dengan tegangan bahan. Jika nilai masing-masing tegangan tersebut dibandingkan dengan nilai tegangan bahan struktur sirip, diperoleh angka faktor keamanan struktur sirip roket RUM70/100-LPN. Distribusi faktor keamanan pada kecepatan terbang sampai dengan 0,5 M dapat dilihat pada grafik di gambar 4-8. Dari grafik ini terlihat bahwa makin tinggi kecepatan terbang roket, akan diperoleh faktor keamanan yang semakin kecil. Untuk struktur sirip roket RUM70/100-LPN yang berbahan alumunium paduan, mempunyai faktor keamanan yang paling kritis pada kecepatan terbang sebesar 0,5 M baik karena pengaruh tegangan lentur akibat beban aksial, maupun karena tegangan termal akibat beban termal, faktor kemanannya, masing-masing mencapai 1,358 sebagai akibat tegangan lentur dan 1,346 sebagai akibat tegangan termal. Berarti pada kecepatan ini tegangan yang terjadi masih berada di bawah tegangan bahan, dan kondisi kerja struktur masih dalam keadaan relatif aman, meskipun masih di bawah faktor keamanan pada umumnya yaitu 1,5. Untuk posisi aman sebaiknya kecepatan terbang roket, maksimal 0,4 M atau sekitar 485 km/jam, apalagi jika terbang pada kecepatan lebih rendah lagi, misalnya 400 km/jam, untuk faktor keamanannya = 2. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kemampuan struktur sirip roket RUM70/100-LPN, adalah berikut ini : Struktur sirip roket berbahan alumunium paduan mampu menerima beban terbang untuk kecepatan sampai dengan 0,5 M, baik karena pengaruh gaya aksial maupun karena pengaruh beban termal dengan faktor keamanan 1,346. Struktur akan menjadi lebih aman jika diopersionalkan pada kecepatan terbang sekitar 400 km/jam, dengan nilai faktor keamanan = 2. Pada kecepatan terbang yang sama, diperoleh tegangan lentur akibat gaya aksial lebih kecil dari pada tegangan yang ditimbulkan oleh beban termal. Semakin tinggi kecepatan terbang roket, akan diperoleh nilai tegangan lentur dan tegangan termal, juga semakin tinggi. Di atas kecepatan terbang 0,5 M, kemungkinan struktur sirip akan mengalami gangguan dan bahkan terjadi kerusakan stuktur.
108
4.3.2. Struktur Tabung Motor Roket Struktur tabung motor roket RUM70/100-LPN merupakan komponen konstruksi roket yang berfungsi untuk membangkitkan energi, karena pembakaran bahan bakar / propelan roket yang menghasilkan tekanan tinggi, kemudian dikeluarkan melalui nosel, sehingga menghasilkan gaya dorong roket. Berdasarkan hasil uji statik motor roket RUM70/100-LPN dapat menghasilkan gaya dorong sebesar 32 kgf. Adapun isi dari tabung motor roket terlihat seperti pada gambar 4-9.
Gambar 4-9 : Motor Roket dan Bagian-bagiannya Sedangkan kegiatan uji statiknya dapat dilihat pada gambar 4-10, dan 4-11 untuk skema pengambilan datanya [20,21,22].
109
Gambar 4-10 : Uji Statik Motor Roket
Gambar 4-11 : Skema Uji Statik Motor Roket RUM Uji statik motor roket RUM70/100-LPN diawali dengan memasang sensor loadcell pengukur gaya dorong roket di meja uji, dan sensor tekanan di tabung motor roket. Sensor loadcell ditaruh di meja uji di bagian bawah menghadap ke atas. Kedua sensor tersebut dihubungkan dengan sistem data akuisisi untuk membaca dan merekam data yang diukur. Selanjutnya motor roket diletakkan di atas loadcell. Sebelum motor roket dinyalakan, dipastikan terlebih dahulu : semua peralatan sensor dalam kondisi baik, motor roket dalam posisi tegak lurus, dan keamanan sekitar tempat uji statik juga terjaga baik. Setelah motor roket dinyalakan, semua data direkam, sampai dengan motor roket berhenti menyala. Hasil dari Uji statik ini dapat dilihat pada gambar 4-12.
110
Gambar 4-12 : Grafik Hasil Uji Statik Motor Roket RUM Melalui metode analitis penguraian gaya pada roket seperti pada 3, khususnya tentang beban kerja pada tabung bertekanan, serta hasil uji statik motor roket, dapat diketahui besarnya tegangan untuk beberapa tekanan dalam yang terjadi, terlihat pada tabel berikut : Tabel 4-2 Hubungan Tekanan Dalam dan Tegangan Motor Roket No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tekanan Dalam N/m2 4810 4820 4830 4840 4850 4860 4870 4880 4890
Tegangan Tabung MPa 0,183 0,183 0,184 0,184 0,184 0,185 0,185 0,185 0,186
111
Tekanan dalam di dalam tabung motor roket RUM70/100-LPN yang berkisar antara 4810 sampai dengan 4890 N/m2 akan menimbulkan tegangan maksimal 1,86 MPa. Jika tegangan ini dibandingkan dengan bahan tabung yang terbuat dari logam misalnya Alumunium paduan atau pun baja paduan, pastilah menghasilkan kemampuan yang sangat besar untuk menghadapi tegangan akibat tekanan dalam tersebut. Oleh sebab itu pilihan bahan yang terbuat dari komposit dengan kemampuan tegangan tarik mencapai 150 MPa, semisal karbon epoksi, dan diberikan lapisan tahan panas, sudah bisa memadai digunakan untuk bahan tabung motor roket tersebut.
4.3.3. Struktur Tabung Kompartemen Muatan Struktur tabung kompartemen muatan terbuat dari tabung PVC berukuran diameter 76 mm, tebal 1 mm, sejenis polimer yang bersifat getas dan keras, serta mempunyai kekuatan luluh sebesar 3,98 MPa [23].
Gambar 4-13 : Tabung PVC Berdasarkan data tabung PVC dan kondisi opersional, serta metode analitis di bab 3 di atas, diketahui bahwa struktur tabung kompartemen ini akan mengalami beban statik yang berupa beban muatan sebesar 1 kg, dan berat konstruksi roket seluruhnya 4 kg. Jika ditinjau dari besarnya beban statik ini, maka kemampuan struktur tabung masih jauh di atas beban tersebut yang hanya menimbulkan tegangan sebesar 1,048 x 105 Pa untuk luas penampang permukaan lingkar tabung dengan jari-jari sebesar 0,076 m dan tebal 0.001 mm. Sedangkan untuk beban dinamik dan beban aerodinamik pada saat terbang, dapat diketahui bahwa tegangan yang terjadi pada tabung tersebut, sebesar massa yang dibawa yaitu 5 kg dikalikan dengan percepatan terbang roket sebesar 7 g (g-shock), sehingga diperoleh
112
tegangan pada struktur tabung roket menjadi 7,333 x 105 Pa. Tegangan ini masih di bawah kemampuan tegangan bahan. Untuk beban aerodinamika akan menimbulkan tegangan yang relatif kecil yaitu 315,722 Pa, dan juga berada di bawah tegangan ijin bahan. Dari uraian di atas diketahui bahwa struktur kompartemen yang terbuat dari tabung PVC relatif aman untuk menghadapi kondisi lingkungan operasional roket. 4.3.4. Struktur Hidung Roket Untuk struktur hidung roket terbuat dari komposit karbon epoxy, dalam operasional peluncuran roket, struktur ini akan mengalami beban aerodinamika yang bisa menimbulkan beban tekuk jika roket bekerja pada kecepatan yang melebihi kemampuan struktur hidung. Untuk mengetahui kemampuan ini, melalui olah data dimensi struktur hidung roket RUM70/100-LPN, sifat-sifat bahan komposit karbon epoxy dengan nilai modulus elastisitas sebesar 7,3 G Pa, serta metode analitis gaya-gaya yang terjadi, akan diperoleh, bahwa struktur hidung roket akan mempunyai beban tekuk kritis struktur sebesar 1513 Pa, yang jauh dibawah beban aerodinamika yang terjadi di hidung roket pada kecepatan terbang 0,5 M yaitu hanya sebesar 1,432 Pa. Dengna kata lain bahwa struktur ini sangat kuat untuk kondisi terbang roket tersebut. 4.3.5. Stabilitas Roket Stabilitas terbang roket RUM70/100-LPN untuk kondisi operasional sampai dengan kecepatan terbang 0,5 M, dan dimensi konfigurasi seperti pada gambar 4-1, dan berdasarkan metode James Barrowman, diperoleh posisi pusat tekanannya adalah 1253 mm dari arah hidung roket menuju posisi motor roket. Dimana pun posisi titik berat roket, asal masih berada di dalam badan roket, statik margin stabilitasnya masih bernilai positif, berarti roket ini dalam keadaan sangat stabil. Sehingga dapat dijamin keamanan arah terbangnya pada saat peluncuran roket. 4.4. Uji Terbang Uji terbang roket RUM70/100-LPN dilakukan terlebih dahulu dengan memperhitungkan trayektori terbang roket, agar segera diketahui perkiraan lintasan terbangnya, serta untuk mengantisipasi keamanan arah jatuhnya
113
roket. Dana Herdiana peneliti Bidang Aerodinamika, Pusat Teknologi Penerbangan - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - LAPAN, telah menyampaikan perhitungan lintasan terbang seperti pada gambar di bawah ini :
Gambar 4-14 : Perhitungan Lintasan Terbang Roket dengan Membawa Muatan seberat 1 kg [ 24 ] Dari gambar 4-14 terlihat bahwa roket RUM70/100-LPN dengan membawa muatan seberat 1 kg, jika diluncurkan dengan sudut kemiringan 70o , 75o, dan 80o, akan mencapai jarak jangkau yang berbeda, makin besar sudut kemiringannya akan menghasilkan jarak yang semakin kecil. Untuk kemiringan 80o dapat mencapai jarak horisontal sejauh sekitar 690 m, sedangkan untuk sudut kemiringan 75o dan 70o, Jarak horisontal yang dapat ditempuh sekitar 900 m, dan 1100 m. Uji terbang roket RUM70/100-LPN dilakukan di pantai Pameungpek, Garut Jawa Barat, areal Balai Produksi dan Pengujian Roket – LAPAN. Pada saat uji terbang, roket tidak mengalami gangguan stabilitas terbang yang berarti, dan dapat melakukan sparasi untuk melontarkan muatan yang dibawa roket. Oleh sebab itu, roket ini dapat disimpulkan mampu untuk digunakan sebagai wahana pelontar muatan karya rancang bangun tim peserta Komurindo, pada saat pelaksanaan kompetisi.
114
Pada saat Komurindo 2013 di LAPAN Pameungpeuk, Roket RUM70/100-LPN telah digunakan untuk melontarkan muatan Komurindo, dengan hasil peluncuran yang baik dan stabil. Beberapa photo pelaksanaan Komurindo 2013, dapat dilihat pada gambar berikut ini.
115
116
Gambar 4-15 : Sutrisno, Ketua Tim SAE, dan Dana Herdiana, Korlap Komurindo 2013 ( Berbaju lengan panjang ) sedang memeriksa roket
Gambar 4-16 : Roket RUM70/100-LPN siap dilakukan Uji Terbang
117
118
Gambar 4-17 : Uji Terbang Roket RUM70/100-LPN
Bab 5
PENUTUP Disain konfigurasi roket padat merupakan kegiatan lintas keahlian, dan bisa bersifat kompromi kepentingan di antara keahlian tersebut, untuk mendapatkan hasil yang baik, demi tercapainya misi roket. Roket RUM70/100-LPN yang merupakan hasil litbang LAPAN telah dimanfaatkan menjadi wahana pelontar muatan karya rancang bangun tim peserta Kompetisi Muatan dan Roket Indonesia Tingkat Perguruan Tinggi, Komurindo, sejak 2009. Struktur roket yang terbuat dari bahan PVC, komposit karbon epoxy, dan pelat alumunium ini, mempunyai kekuatan yang memadai, dan mempunyai statibilatas terbang yang baik, sehingga mengalami keberhasilan yang baik pula dalam mencapai misi roket tersebut. Selanjutnya tidak menutup kemungkinan roket RUM70/100-LPN ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yang lain, misalnya sebagai pelontar lampu suar. Oleh sebab itu, dengan melihat potensinya yang masih bisa dikembangkan, maka perlu dilakukan litbang lanjutan untuk penyempurnaan keandalan roket tersebut, baik mengenai pemanfaatannya, penelitian maupun perekayasaannya.
119
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4.
5.
6.
7. 8. 9.
10.
11.
Atik Bintoro, 2009, Sistem Uji Validasi Hasil Riset dan Rekayasa Roket Padat , Massma si Kumbang, Jakarta Frederick S. Billig, 1995, Tactical Missile Design Concepts, Tactical Missile Propulsion, AIAA, Virginia S. S. Chin, 1961, Missile Configuration Desain, McGraw Hill Book Company, New York Karl T. Ulrich, Steven D. Eppinger, 2001, Perancangan dan Pengembangan Produk, penerjemah : Nora Azmi dan Iveline Anne Marie, Penerbit Salemba Teknika, Jakarta Errya Satrya, 2007, Prediksi Awal untuk Menentukan Stabilitas Roket Seri RX-150 LPN, buku Energi, Wahana dan Muatan Antariksa, Massma Sikumbang, PT, Jakarta James Barrowman, Calculating The center of pressure of a Model Rocket, Technical Information Report 33, Century Engineering Company, Arizona Holowenko AR, 1993, Dinamika Permesinan, Penerbit Erlangga, Jakarta Lewis H. Abraham, 1962, Structural Design of Missiles and Spacecraft, McGraw-Hill Book Company, Inc, New York Atik Bintoro, 2008, Uji Validasi Hasil Rancang Bangun Model Struktur Tabung Motor Roket RUM, Prosiding Seminar Nasional Iptek Dirgantara XII-2008 ( Siptekgan ), November 2008, Hlm. 710 - 714, Jakarta Atik Bintoro, Ahmad Indra Siswantara, 2001, Prediksi Analitis Tebal Tabung Motor Roket Tingkat Satu RX 250/150-LPN Dalam Kondisi Satik, Proceeding The 4th Quality in Research Seminar, 2223 August 2001, ISSN 1411-1284 Fakultas teknik universitas Indonesia, Depok Holman J.P., 1981, Heat Transfer, McGraw-Hill Book, Inc. New York.
120
12.
13.
14. 15.
16. 17. 18.
19. 20.
21.
22.
Atik Bintoro, Handoko Slamet Riadhi, 2000, " Analisis Tegangan Termal Struktur Tabung Motor roket RX180-LPN Pada Temperatur Pembakaran Propelan 1000 derajat C ", Publikasi Ilmiah '2000 : IPTEK Hasil Penelitian dan Perekayasaan Roket, Satelit dan Teknologi Dirgantara Terapan, Penerbit Pusat Roket dan Satelit LAPAN, Katalog Dalam Terbitan Perpustakaan Nasional RI, No. : 629.133 38 ; ISBN 979-8554-39-6,Hal. 18 Faupel Joseph H, Fisher Franklin E., 1980, Engineering Design, a Syntesis of Stress Analysis and Materials Engineering, John Willey & Sons, New York S.Graham Kelly, 1993, Fundamental of Mechanical Vibrations, McGraw-Hill International Edition, New York Agus Harno Nurdin Syah, Atik Bintoro, Prediksi Analitis Besaran g-force Pada Mesin Uji Validasi G-force Untuk Massa tertentu, Jurnal Antariksa Nasional, Vol.8 No.1 September 2003, ISSN 14115042, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Jakarta, hal. 35-40 Thomson WT., 1988, Theory of Vibrations with Applications, Prentice-Hall, New York Atik Bintoro, 2009, “ MATERIAL TEKNIK Sebagai Bahan Disain Struktur “, Massma si Kumbang, Jakarta -------, 2013, Dokumen Teknik Kompetisi Muatan dan Roket Indonesia 2013, disiapkan oleh Dede Rahmat, Pusat Teknologi Penerbangan, Lapan, Bogor -----, 2013, SOP Komurindo2013, Pusat Teknologi Penerbangan, Lapan, Bogor ----, 2009, Laporan Kegiatan Instalasi Validasi dan Sertifikasi
Tahun 2009, Pusat Teknologi Dirgantara Terapan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Bogor Atik Bintoro, Rancang Bangun Load Cell 100 kg Berbasis Straingauge " Prosiding Seminar Nasional IPTEK Dirgantara XII-2008 (Siptekgan), November 2008, Hal. 695-701, Jakarta. Atik Bintoro, Sarjono, Suwarto, 2002, Rekayasa Model Uji Tabung Motor Roket Untuk Pengujian Kemampuan Tekan, Prosiding Siptekgan 2002, Seminar Nasional Iptek Dirgantara, Oktober 2002, ISBN 979-8554-64-7, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Jakarta
121
23.
24. 25. 26.
Indra Gunawan, Aloma KK, Deswita, Sudirman, 2010, Sifat Mekanik Polipaduan Polivinil Klorida-Polietilen Terhadap Penambahan Butadiene Rubber, Jurnal Sains Materi Indonesia, Vol 11, No. 3, Batan, Tangerang Dana Herdiana, 2013, Prediksi Trayektori Roket RUM70/100-LPN, Pustekbang, LAPAN, Bogor --- , 2009, Dokumen Teknik Uji Validasi Roket RUM70, Pusat Teknolologi Terapan, LAPAN, Bogor --- , 2009, Brosur Komurindo 2009, Pusat Teknolologi Terapan, LAPAN, Bogor
122
KONVERSI SATUAN No
Besaran fisis
Simbol
Konversi Satuan
1.
Panjang
L
1 m = 3,2808 ft 1 ft = 12 in 1 in = 2,54 cm 1 = 10-6 m 1 mil = 1,60934 km
2.
Luas
A
1 m2 = 10,7639 ft2
3.
Volume
V
1 m3 = 35,3134 ft3
4.
Gaya
F
1 N = 0,2248 lbf 1 N = 105 dyn
5.
Massa
m
1 kg = 2,20462 lbm 1 slug = 32,16 lbm 1 lbm = 454 g
6.
Tekanan
p
1 N/m2 = 1,45038 x 10-4 lbf / in2 1 N/m2 = 1 Pa 1 atm = 1,01325 x 105 Pa
7.
Energi
E
1 kJ = 0,94783 Btu 1 erg = 10-7 J 1 cal (15oC ) = 4,1855 J
123
8.
Aliran kalor
q
1 W = 3,4121 Btu / h
9.
Daya
P
1 hp = 745,7 W 1 Btu / h = 0,293 W
10.
Densiti
1 lbm / in3 = 2,76799 x 104 kg/m3
INDEKS
124
aerodinamika, 1,2,4,7,11, 12, 13,15,17,18-24,26-29,32, 44, 48,55,56,59,60,61,77 airfoil, 20,24,31, alumunium paduan, 90, 103 badan roket, 19,54,59,99,107 baja ringan, 63 beban dinamik, 49 beban getaran, 19 beban terbang, 56, 57,103 berat jenis, 12,63,91,92, biaya murah busur, 7,14,17,31,60, darat, 1,7,35,96,97 daya tanggap, 3 defleksi, 71,84,86,88 delta, 7,20,23 disain struktur, 4,52, elemen hingga, 68 elongasi, 93 entalpi, 8 faktor keamanan, 52,79,96, 101-103, gaya angkat, 12,24,54,77 gaya dorong, 8,9,20,29,41,43, 48,55,57,58,61,64,84,85,103 gaya geser, 52,64,66,67, 75 gaya hambat, 12,18, 21, 39, 4 1, 44,77 gaya inersia, 48,49,50, gelombang kejut, 15,24
guling, 19 hemisperik, 18 hidung roket, 7,13,16,18,19,
28,31,60,96,99,107 Igniter, 7 individu, 2 karakteristik,1,2,8,15,17,20, 23,24,27,28,36,41,62,93, karbon epoksi, 106 kecepatan sudut, 50,51,58,83 kecepatan udara, 12,22, kendali dan control, 2 kendali taktis, 1 kerucut, 7,13,14-18,60, kinematika, 2 kinerja, 2,3,29,30,41,52,62, kompetitor, 3 komponen roket,1,2,7,9, 13, 18,19,33,59,93, Komposit, 94,97,106,107,112 kompromi, 1 komurindo, 97,98,108,112 konfigurasi, 1,11,15,48,55, 72, 97,99,100,112 laju pembakaran, 8,9 lampu suar, 112 LAPAN, 5,10,96,107,108,112 laut,1 leading edge,24 lintas kehalian, 1,112 loadcell, 104,
logam paduan, 63,90,91 magnesium, 92 mekanika terbang, 2 misi roket, 1,2,3,4,96, 97, 112 modulus elastisitas, 65,72,76, 82,92,107,
125
momen aerodinamika, 55,56 momen lentur, 77,78,100,102 motor roket, 1, 4,7,8,9,27, 36, 41,43,53, 60-68,71-76, 84, 85, 90,94,97,103-106, muatan roket, 7,87 nosel, 1,7,8,45,60,61,62,103, oksidator, 8 operasional, 19,48,109, pabrikasi, 1,2,48,90, peneliti, 2,4, 8,107 penelitian, 21, 112, 113 pengembangan, 2,3,24 pengepakan, 2 perekayasa, 1,2 perekayasaan, 112, 113 pesawat terbang, 11,41,59,93 polimer, 90,95,106 prestasi kerja, 29 propelan, 8,9,36,44,45,62,73, 76,95,97,103 prototip roket, 2,3, 61 pusat tekanan, 16,34,55, PVC, 9,107,112 rapat massa udara, 50 ringan dan kuat, 48 roket balistik, 8,45,46,
ruang bakar, 7 selongsong, 7,19, sirkuit kendali, 2 sistem propulsi, 8,29 spesifik impul, 44 stakeholder, 3, struktur sirip, 19,59,77,81,99 stsbilitas terbang, 19,32,96, 107,108, subsonik, 11,13,20,23,26,28, supersonik, 11,31,90, tabung bertekanan, 62,65,66 tegangan struktur, 59,60-62, 76-78,101,102 tegangan termal, 48,62,72, 75,76,82,102,103 tekanan dalam, 61-65,105 termodinamika, 2,15 titanium, 90, 91 total impuls, 44 transportasi, 2 trayektori, 29,35-39,45,107 udara, 1,7,8,11,15,19,25,35, 59,74,96,97,102, uji statik, 103,105, uji terbang,107,108,111 wahana, 7,11,108,112
roket Javelin, 33 roket padat, 2,3,5,48,61,112 roket pendorong, 1 roket RUM70/100-LPN, 96,97, 99,100,102-104, 106-108 roket sonda,1
126
Tentang Penulis Disain Konfigurasi Roket Padat Analisis Struktur Roket RUM70/100 – LPN Ir. ATIK BINTORO, MT., biasa dipanggil pak Atek, lahir tahun 1964 di desa Jajag, Kab. Banyuwangi - Jawa Timur. Mengawali sekolah di Madrasah Ibtidaiyah - Jajag sampai dengan kelas dua. Kemudian pindah ke SDN Jajag II lulus tahun 1976, meneruskan ke SMPN Benculuk lulus tahun 1980, SMAN Genteng lulus tahun 1983. Kuliah di Universitas Brawijaya – Malang jurusan Teknik Mesin lulus tahun 1989. Pada tahun 1990 mulai bekerja sebagai peneliti di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - LAPAN. Tahun 2000 mendapatkan beasiswa dari LAPAN untuk meneruskan kuliah pada Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Teknik di Universitas Indonesia. Tahun 2002 lulus Cum Laude sebagai Magister Teknik Mesin. Beberapa karya ilmiah bidang penelitian disain roket, misil dan satelit telah dipublikasikan di majalah ilmiah, jurnal maupun prosiding seminar. Pernah menjadi Ketua Panitia Seminar Nasional Iptek Dirgantara (Siptekgan 2002), Di samping itu, di bidang pendidikan pernah menjadi dosen di Jurusan Mesin - Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah, Jakarta, dan di Fakultas Teknologi Industri - Universitas Mercu Buana, Jakarta. Sejak tahun 2003 sampai dengan 2011, dipercaya pimpinan LAPAN menjadi Pejabat Struktural Eselon III, sebagai Kepala Instalasi Validasi dan Sertifikasi di Pusat Teknologi Dirgantara Terapan, Deputi Bidang Teknologi Dirgantara. Pada tahun 2013, aktif bertugas di LAPAN menjadi : Peneliti Madya IV/c di Pusat Teknologi Penerbangan, anggota Tim Penilai Peneliti Instansi (TP2I), Ketua Tim Teknis Kompetisi Muatan dan Roket Indonesia Tingkat Perguruan Tinggi (Komurindo 2013), dan anggota dewan redaksi Jurnal Teknologi Dirgantara.
Struktur roket merupakan pelindung roket dari segala macam beban operasional , untuk mencapai misi yang telah ditentukan … 127
DISAIN KONFIGURASI
ROKET PADAT Analisis Struktur Roket RUM70/100 - LPN
ATIK BINTORO 128 Editor : - Sutrisno - Gunawan Prabowo
129