Paper disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah: Perspektif Sistem dan Aktor Jurusan: Manajemen Komunikasi Kelas: A
Teori Differensiasi Luhmann dalam Masyarakat Modern: Sebuah Refleksi Fenomenologis pada Kasus Pengkhususan Lahan Parkir di Kawasan RSGM UGM Ali Audah NIM: 404088 Pengantar
Ada yang istimewa saat saya harus mengantar putra bungsu kami ke RS. Sardjito, Yogyakarta. Hari itu ruang parkir rumah sakit penuh sehingga terpaksa saya harus mencari tempat di luar area. Berhubung lokasi terdekat adalah RS Gigi dan Mulut UGM, maka mobil saya arahkan ke sana. Selepas dari tempat parkir rumah sakit tersebut, saya berjalan kaki menuju ke RS. Sardjito. Seseorang yang mengendarai sepeda sport menghampiri dan menanyakan tujuan saya,” mau ke Sardjito ya, Pak?” Saya menganggukkan kepala. “Maaf,pak..kalau mau ke sana, silahkan mobilnya dibawa aja. Di situ khusus untuk parkir pengunjung RSGM.” Saya tertegun. Kemudian mobil saya pindahkan ke Pusat Pelatihan Bahasa di sebelahnya. Petugas keamanan memandang saya curiga. Instingnya menangkap kegelisahan saya yang khawatir akan didesak pergi. Pertanyaan serupa kembali muncul,”Bapak ada urusan di sini? Maaf,pak. Lahan parkirnya khusus untuk pengunjung PBB.” Dengan sedikit kesal, mobil saya arahkan ke GSP (Graha Sabha Pramana). Saat itu tiba-tiba saya merasakan bahwa teori Luhmann tentang differensiasi di masyarakat modern benar-benar hadir dalam kehidupan sehari-hari. Saya sedang berada dalam pengalaman menjalani teori tersebut. Apa yang dilakukan oleh para petugas keamanan di lingkungan kampus UGM merupakan bentuk kesadaran sektoral akan adanya differensiasi tersebut. Pengkhususan lahan parkir seperti ini sebenarnya
1
adalah salah satu gejala paling nyata akan kebenaran teori Luhmann. Hari ini menjadi istimewa karena membuka kesadaran saya bahwa teori Luhmann masih relevan digunakan untuk melihat masyarakat saat ini. Lalu bagaimana Luhmann memandang differensiasi tersebut dalam sistem sosial masyarakat modern? Saya mencoba untuk mengulas hal tersebut melalui sebuah refleksi fenomenologis. Craig (1999: 139) menjelaskan sebagai berikut: Phenomenology, however, is not only plausible, but also interesting from a practical standpoint because it both upholds dialogue as an ideal form of communication, yet also demonstrates the inherent difficulty of sustaining dialogue. It challenges our commonsense faith in the reliabil- ity of techniques for achieving good communication.
Menurut Craig, pendekatan fenomenologis tidak saja masuk akal, tetapi juga menarik dari sudut pandang praktis karena selain menghargai dialog sebagai bentuk ideal dari komunikasi namun juga menunjukkan kesulitan yang terdapat secara inheren di dalam mempertahankan dialog. Dialog yang terjadi antara penulis dengan petugas keamanan di kawasan UGM menjadi data primer yang diulas untuk memperlihatkan signifikansi teori differensiasi yang digagas Luhmann dalam kehidupan nyata sebagaimana yang dialami langsung oleh penulis. Differensiasi Sosial dan Kesadaran Diri dalam Hubungannya dengan Komunikasi Masyarakat modern dan tradisional berbeda sesuai dengan kompleksitas organisasi mereka dan laju pertumbuhan dalam kompleksitas tersebut. Masyarakat modern jauh lebih kompleks daripada masyarakat tradisional dan tumbuh terus. Masyarakat tradisional memiliki struktur statis yang sederhana. Kompleksitas berkembang melalui proses seleksi yang lebih kuat di masyarakat modernisasi, dimana pengkhususan fungsi memungkinkan efisiensi yang lebih besar, misalnya saat pembagian kerja, atau peningkatan perdagangan dan komunikasi memungkinkan efisiensi yang lebih besar (Charlton B, dan Andras P. 2003: 4). Oleh karena itu, menurut Luhmann, masyarakat modern adalah masyarakat yang mempunyai sistem
2
fungsional yang terdifferensiasi (Luhmann, 1997: 67). Sebelum masyarakat modern melakukan differensiasi tersebut, masyarakat Barat di Abad Pertengahan telah mulai merintis differensiasi dan mulai dirasa menjadi persoalan di paruh kedua akhir abad ke 18. Persoalan tersebut adalah semakin kompleksnya fungsi sosial yang terdapat di dalam masyarakat sehingga membutuhkan pengaturan dalam sebuah sistem sosial. Dalam sistem modern ini, masyarakat tidak dapat didefinisikan dalam satu fungsi tertentu. Membatasi sistem fungsional dalam satu konsep semata akan membuat kekacauan dalam mengkaji masyarakat modern. Sudut analisis seperti ini merupakan kekhasan mazhab Fungsionalisme dalam teori sosial. Fungsionalisme adalah ide yang sangat umum yang dapat diterapkan dengan cara yang berbeda. Inti dari analisis fungsional adalah mengkaji hubungan bagian dan keseluruhan, dimana sifat bagian dipahami dalam kontribusinya terhadap keseluruhan. Dalam kasus anatomi misalnya, seseorang memahami sifat paru-paru, jantung, usus dan organ lain dalam hal kontribusi masing-masing melalui pengolahan dan mendistribusikan nutrisi yang perlu organ lain, misalnya untuk kesehatan seluruh tubuh. Dengan kata lain, memahami apa makna bagian ini mengharuskan kita untuk memahami tempat mereka dan peran mereka dalam entitas yang lebih besar (Sharrock, Wes W., John A. Hughes dan Peter J. Martin, 2003: 16). Pada bagian pengantar paper ini, penulis menceritakan kisah penolakan para petugas keamanan di kawasan kampus Universitas Gadjah Mada untuk memberikan tempat parkir bagi (keluarga) pasien Rumah Sakit Sardjito. Penolakan ini dapat dibaca sebagai berjalannya kesadaran memahami kekhususan diri (Ego) dibanding dengan di luar dirinya (Alter). Dalam teori Buckley, hal ini disebut dengan “kesadaran diri” (self-consciousness), dimana kesadaran tersebut didefinisikan sebagai sebuah mekanisme umpan balik secara internal dari milik sistem itu sendiri yang dapat dipetakan atau dibandingkan dengan informasi lain dari situasi atau dari memori, dengan cara mengizinkan seleksi dari perulangan tindakan (a repertoire of action) berdasarkan tujuan menurut pertimbangan dirinya sendiri (Bucklet, 1967: 100). Dalam kasus di atas, para petugas keamanan memberikan umpan balik yang 3
sama dan berulang sebagai bentuk dari kepahaman mereka akan tugas yang telah diberikan oleh sistem kerja di kampus UGM. Dalam kaitan tersebut, kiranya relevan untuk memahami apa yang dinyatakan Luhmann (1993: 534) sebagai berikut: Normally we think that conscious activity tell us what to say and what not to say, but the theory I am proposing here suggests that communication itself decides what can be communicated.
Dalam perspektif Luhmann, kesadaran para petugas keamanan tersebut merupakan hasil dari komunikasi dan berlangsung dalam proses komunikasi sebagai bentuk dari keputusan komunikasi itu sendiri. Dengan kata lain, kesadaran akan differensiasi hanya terwujud dalam komunikasi, tidak cukup sekedar melalui aturanaturan normatif yang terdapat dalam benak individu. Kesadaran tersebut juga muncul pada saat terjadinya kasus yang berlangsung antara penulis dengan para petugas kemananan. Dialog antara petugas tersebut dengan penulis adalah pola komunikasi yang dapat terjadi secara berulang sebagai suatu bentuk peneguhan akan adanya differensiasi
di
dalam
lingkungan
kerja
UGM.
Dengan
menggunakan
komunikasi,”….we can question and answer, understand and misunderstand,” kata Luhmann (1993). Realitas komunikasi bagi Luhmann adalah “satu-satunya gejala sosial yang asli (genuine)’, yang menjembatani perbedaan antara orang per orang secara individu dan antara bentuk-bentuk lainnya di dalam sistem tertutup (lih. Lee, 2000: 325). Komunikasi dalam kisah antara petugas kemanan dengan penulis di atas, menurut Luhmann, terjadi ketika Alter secara sengaja mentransmisikan informasi melalui sebuah medium Ego yang mengerti hal tersebut saat informasi itu ditanggapi. Bagi penulis (Ego), para petugas keamanan adalah Alter yang memberikan informasi bahwa kawasan di kampus UGM khususnya di RSGM dan PBB adalah kawasan parkir yang tertutup bagi pengunjung RS Sardjito, yang akhirnya menyadarkan penulis (Ego) untuk membawa kendaraan ke tempat yang diperkenankan. Informasi ini membuka kesadaran penulis bahwa ketatnya peraturan mengenai kekhususan
4
parkir di kawasan UGM adalah wujud dari adanya differensiasi; kesadaran yang tidak akan muncul jika tidak ada komunikasi antara penulis dengan para petugas keamanan.
Differensiasi Sosial sebagai Bentuk Autopoeitic
Luhmann meminjam gagasan Maturana dan Varela mengenai bagaimana sebuah sel bekerja dalam sistem kehidupan sebagai suatu prototype-nya tentang sistem sosial (Viskovatoff, 1999: 439). Menurut Luhmann, sistem kehidupan secara biologis tersebut hanyalah salah satu bentuk sistem yang bersifat autopoeitic. Schatten dan Baca (2010: 848) menjelaskan bahwa ada empat sistem yang termasuk ke dalam autopoeitic: (1) sistem biologi (hidup) - sistem autopoietic dalam pengertian yang diberikan oleh Maturana dan Varela dengan penambahan identitas dan dinamika organisasi, (2) kelompok sosial dari sistem biologis (ternak, kawanan dll) - sistem yang terdiri dari hubungan antara makhluk dimana selama peranan waktu berevolusi yang mengarahkan perkembangan masa depan sistem hidup, (3) sistem sosial - kasus khusus dari kelompok-kelompok sosial di mana sistem biologis terdiri dari sebagian besar manusia, (4) sistem informasi - subsistem dari sistem sosial yang hanya berurusan dengan informasi dan komunikasi di dalamnya. Dalam Die Gesellschaft der Gesellchaft, Luhmann memberikan perhatiannya untuk menganalisis fungsi sistem sosial pada masyarakat modern (Lee, 2000: 328) dimana Luhmann menyatakan: Modern society is over-integrated and thereby endangered. In the autopoiesis of its functional systems it has more than enough stability: anything goes that is compatible with this autopoeisis. At the same time, however, it can irritate itself more than any previous society
Melalui pernyataan tersebut, Luhmann mengingatkan bahaya kompleksitas yang terdapat pada masyarakat modern sebagai akibat dari penyatuan seluruh fungsi secara berlebihan. Situasi berbahaya tersebut akan diperbaiki secara otomatis dari
5
dalam masyarakat itu sendiri yang akan melahirkan keadaan yang tidak saja stabil tetapi juga selaras dengan kebutuhan yang baru. Akan tetapi, Luhmann mengingatkan kembali, kondisi tersebut bisa saja menimbulkan keresahan dalam masyrakat tersebut dalam skala yang lebih tinggi dari masyarakat sebelumnya. Dalam cerita penulis dengan petugas keamanan tadi, sejujurnya yang dirasakan oleh penulis adalah munculnya rasa kesal dan jengkel atas sikap petugas keamanan yang tidak mau kompromi dengan keadaan penulis, serta keresahan karena bingung harus dimana meletakkan kendaraan di tempat parkir yang diijinkan. Tentu saja apa yang dialami oleh penulis ini merupakan skala kecil saja karena terjadi hanya dalam tingkat personal. Setidaknya, Luhmann telah berhasil meyakinkan penulis bahwa kebutuhan differensiasi yang diterapkan dalam lahan pakir di UGM memang dapat menimbulkan kerisauan dan keresahan di masyarakat umum sebagai akibat kebijakan tersebut. Differensiasi yang terjadi dalam kasus pengkhususan lahan parkir di atas, dalam kacamata Luhamnn, dapat dipahami sebagai satu bentuk usaha antisipasi untuk mengurangi kerumitan atau keruwetan yang muncul jika tidak dilakukan penataan secara terpilah. Dengan mengingat keterbatasan lahan parkir yang terdapat pada setiap fakultas atau unit usaha UGM, maka tentu wajar pihak pengambil kebijakan memprioritaskan kalangan dalam (mahasiswa, dosen dan karyawan sesuai dengan lokasi yang dimaksud) untuk memanfaatkan lahan yang tersedia. Tingginya luberan atau limpahan kendaraan pengunjung RS Sardjito yang tidak tertampung di dalam rumah sakit diantisipasi oleh pengambil kebijakan di UGM dengan memperketat kekhususan tersebut. Dapat dibayangkan betapa semrawutnya kawasan UGM jika kebijakan pengkhususan tersebut tidak diberlakukan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Luhman (1989: 17): The function to be performed by social constructions is to reduce complexity, to select from among a number of different possibilities. A meaningful grasp of the world requires a purely momentary grasp of the world
6
Fungsi sosial yang diemban oleh para petugas keamanan tersebut merupakan kontruksi sosial yang dibangun oleh UGM untuk mengurangi kerumitan yang akan timbul, atau bisa jadi kebijakan ini sebenarnya lahir dari pengalaman kerumitan terlebih dahulu. Dan keputusan untuk mengkhususkan tersebut merupakan pilihan dari sekian alternatif yang mungkin ada. Dalam perspektif Luhmann, keputusan itu sendiri merupakan bentuk khusus dari komunikasi: Decision is not understood as a psychological mechanism, but as a matter of communication, not as a psychological event in the form of an internally conscious definition of the self, but as a social event. That makes it impossible to state that decisions already taken still have to be communicated. Decisions are communications; something that clearly does not preclude that one can communicate about decisions (Luhmann, 2003: 32)
Atau dalam ungkapan Seidl (2005: 39), “…it is not that decisions are first made and then communicated, but decisions are communications.” Jelas bahwa bagi Luhmann, keputusan yang dikeluarkan oleh sebuah organisasi hanya dapat sempurna sebagai sebuah keputusan jika keputusan itu sendiri merupakan suatu bentuk komunikasi dalam konteks peristiwa sosial. Hal tersebut tergambar dalam keputusan petugas keamanan untuk meminta penulis memindahkan kendaraan dari area parkir di RSGM. Permintaan tersebut merupakan suatu bentuk keputusan yang hadir dalam bentuk komunikasi sebagaimana yang penulis alami secara langsung. Keputusan tersebut hanya sempurna dalam bentuk “ujaran” (utterances) yang menghasilkan “pengertian” (understanding) pada diri penulis mengenai ”informasi” tentang dilarangnya pengunjung RS Sardjito memarkirkan kendaraan di RSGM.
Penutup
Dalam upaya untuk memahami bagaimana relevansi Teori Luhmann ke dalam kehidupan saat ini, penulis memilih kajian tentang teori differensiasi yang ditawarkan Luhmann. Teori tersebut dikupas dari pendekatan fenomenologis dimana penulis benar-benar mengalami peristiwa komunikasi bersama orang lain. Melalui 7
pendekatan tersebut, penulis menyinggung hal-hal penting yang terungkap selama peristiwa sosial yang penulis jalani, yaitu adanya penerapan teori differensiasi Luhmann yang dipraktekkan oleh para petugas keamanan di RSGM (Rumah Sakit Gigi dan Mulut) Universitas Gadjah Mada. Dalam peristiwa sosial tersebut, penulis menjadi ‘mengerti” bahwa ‘keputusan’ pihak RSGM untuk melarang pengunjung RS Sardjito memarkirkan kendaraan di area parkirnya merupakan suatu bentuk autopeitic untuk menghindari kerumitan yang akan ditimbulkan seandainya banyak kendaraan pengunjung RS Sardjito masuk ke dalam area parkir RSGM. Teori differensiasi Luhmann ternyata masih relevan untuk memotret fenomena sosial yang terjadi hingga saat ini.
Daftar Pustaka Buckley, Walter F. (1967). Sociology and Modern Systems Theory. New Jersey: Englewood Cliffs. Charlton B, dan Andras P. (2003). The Modernization Imperative: Systems Theory Account of Liberal Democratic Society. Exeter, UK: .Imprint Academic. Craig, Robert T. (1999). Communication Theory as a Field. Communication Theory: 119-161 Lee, Daniel. (2000). The Society of Society: The Grand Finale of Niklas Luhmann. Sociological Theory. Vol. 18, No. 2: 320-330. Luhmann, Niklas. 1989. Ecological Communication. Cambridge: Polity Press. _______. (1993). Ecological Communication. Coping with the Unknown. System Practice. Vol. 6, No. 5: 527-539. ________. (1997). Globalization or World Society? How to Conceive of Modern Society. International Review of Sociology. Vol. 7 Issue 1: 67.
8
________. (2003). Organization. Dalam: T. Bakken, & T. Hernes (Eds.), Autopoietic Organization Theory: Drawing on Niklas Luhmann’s Social Systems Perspective (hal. 31- 52). Oslo: Copenhagen Business School Press. Schatten, M. dan Baca, M. (2010). A Critical Review of Autopoietic Theory and its Applications to Living, Social, Organizational and Information Systems. Društvena Istraživanja / Journal for General Social Issues. Hal. 837-852 Seidl, D. (2005). The Basic Concepts of Luhmann’s Theory of Social Systems. Dalam: D. Seidl, & K. H. Becker (Eds.), Niklas Luhmann and Organization Studies (hal. 21‐53). Oslo: Copenhagen Business School Press. Sharrock, Wes W., John A. Hughes dan Peter J. Martin. (2003). Understanding Modern Sociology. London: SAGE Publications. Viskovatoff, Alex. (1999). Foundations of Niklas Luhmann’s Theory of Social Systems. Philosophy of the Social Sciences. Vol. 29 No. 4: 481-516
9