STUDI PEMANFAATAN RUANG PUBLIK UNTUK LAHAN PARKIR (Studi Kasus pada Masyarakat di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo) Oleh Mohamad Mantali1, Yowan Tamu, S.Ag., MA*, Funco Tanipu, ST., MA** Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo E-mail :
[email protected] ABSTRAK
Mantali, Mohamad. 2015. Studi Pemanfaatan Ruang Publik untuk Lahan Parkir (Studi Kasus pada Masyarakat di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo). Skripsi, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I, Ibu Yowan Tamu, S.Ag., MA, dan pembimbing II, Bapak Funco Tanipu, ST., MA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui, Pertama: bagaimana pemanfaatan ruang publik untuk lahan parkir pada masyarakat di pasar Satya Pradja Kota Gorontalo. Kedua: bagaimana perencanaan pembangunan untuk lahan parkir pada masyarakat di pasar Satya Pradja Kota Gorontalo. Metode penelitiannya adalah observasi, wawancara mendalam, inventarisasi dokumen instansi dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Bentuk pemanfaatan ruang publik di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo salah satunya adalah parkir. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakter dan distribusi ruang publik, mengetahui karakter dan distribusi lahan parkir di ruang publik, dan menyusun arahan penataan lahan parkir di ruang publik. Distribusi ruang publik di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo dengan fungsi sebagai kawasan komersial, fungsi penataannya, dan sebagai pusat kegiatan ekonomi. Pengelolaan lahan parkir pada ruang publik didukung oleh Dinas Perhubungan, kelompok pengelola lahan parkir, dan pengelolaan lahan parkir oleh penjaga parkir. Hasil terakhir penelitian ini adalah penambahan pengadaan legalitas pengelola parkir, pemberdayaan terhadap petugas parkir legal, dan menjadikan lokasi ruang publik sebagai area bebas parkir. Kata kunci: pemanfaatan ruang publik, eksistensi parkir, kepengelolaan parkir. 1
Mohamad Mantali, Yowan Tamu, S.Ag., MA, Funco Tanipu, ST., MA, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo, 2015.
PENDAHULUAN Kota Gorontalo merupakan salah satu wilayah kabupaten/kota yang sedang berkembang di Provinsi Gorontalo dengan berbagai macam bentuk ruang publik sebagai penunjang segala aktifitas masyarakat. Perkembangan suatu kota sangat dipengaruhi oleh perkembangan sistem transportasi di kota ini. Bentuk material ruang publik yang terdapat di Kota Gorontalo antara lain seperti taman kota, sudut jalan, pasar, terminal dan bangunan-bangunan fisik lainnya. Fungsi dan peranan ruang publik tersebut menjadi semakin luas terutama pada perkembangan kota-kota di berbagai belahan dunia saat ini. Jika sebelumnya ruang publik selalu diidentikkan sebagai ruang terbuka secara fisik semata, kini ruang publik memiliki makna kultural dan politiknya sekaligus ruang publik ditafsirkan sebagai tempat yang memungkinkan setiap warga tanpa diskriminasi dapat berinteraksi dan bertemu dengan kesederajatan dan yang lebih penting memiliki akses untuk menggunakannya.2 Sebagaimana diketahui bahwa pusat kota merupakan pusat dari segala aktifitas manusia modern yang pada umumnya bersifat mencari suatu keuntungan baik secara individu maupun secara kelompok. Faktor kebutuhan manusia merupakan salah satu unsur penggerak perilaku manusia untuk beraktifitas. Masyarakat kota dengan kecenderungan cara berpikir yang lebih inovatif daripada masyarakat desa, telah banyak berpengaruh pada aktifitas yang berlangsung dalam ruang kota.3 Hal ini dapat dilihat dari jenis, jumlah serta kedinamisan aktifitas yang terjadi. Berbagai aktifitas dalam ruang kota ini merupakan bentuk aplikasi upaya manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Menurut Juergen Habermas sebagai orang yang pertama kali memperkenalkan konsep ruang publik, menyebutkan bahwa syarat ruang publik adalah adanya komunikasi yang memungkinkan warganya membentuk wacana dan kehendak bersama secara bersama-sama.4 Kualitas dan kuantitas ruang publik adalah bagian dari saksi peradaban sebuah kota. Semakin berkualitas ruang publik, maka konstruksi sosial kota tersebut akan berkembang secara positif. Karakter masyarakat Kota Gorontalo yang sebagian besar masih bersifat paguyuban (gemeinschaft) pada hakikatnya adalah modal berharga pembangunan. Dalam perkembangan kotanya tersebut timbul beberapa isu ruang publik yang ada. Isu tersebut yaitu adanya penyimpangan dari fungsi ruang publik itu sendiri, yang menjadikan ruang-ruang publik itu menjadi ruang publik semu (quasi public). Pembangunan secara tidak terduga memisahkan masyarakat menjadi dua kelompok yang berbeda tajam satu dari yang lain. Ada satu kelompok yang stabil, 2
Lihat Ahmad, (2002). Fungsi dan peranan ruang publik yang memiliki makna kultural dan politiknya sekaligus ruang publik ditafsirkan sebagai tempat yang memungkinkan setiap warga tanpa diskriminasi. 3 Perbedaan pandangan masyarakat kota dan masyarakat desa dalam cara berpikir yang lebih inovatif. 4 Lihat Habermas. Syarat konsep ruang publik dengan adanya komunikasi yang memungkinkan warganya membentuk wacana dan kehendak bersama yang merupakan bagian dari saksi peradaban sebuah kota.
kuat ekonominya, terjamin masa depannya. Ada satu kelompok lain yang tidak stabil, mudah bergeser dari satu sektor lain, cepat berpindah pekerjaan. Kehidupan ekonominya hanya berlangsung dari tangan ke mulut, semuanya habis untuk makan dan tidak terlibat dalam ekonomi pasar.5 Keanekaragaman ruang publik yang ada di Kota Gorontalo, telah menimbulkan berbagai macam bentuk keadaan yang disinyalir merupakan suatu dampak dari keberadaan dari ruang publik tersebut. Hal yang menarik untuk dikaji adalah mengenai keterkaitan antara adanya ruang publik dengan berbagai macam bentuk peruntukannya, dengan pengguna ruang publik itu sendiri. Keberadaan ruang publik disinyalir menjadi medan magnet bagi masyarakat yang berkunjung untuk memanfaatkan peruntukannya, sesuai kebutuhan dari pengguna. Pada proses pencapaian menuju ruang publik tersebut, masyarakat pada umumnya melakukan dengan berjalan kaki atau dengan berkendara. Keberadaan ruang publik di Kota Gorontalo sangat beragam jenisnya. Keanekaragaman jenis dari ruang publik sebagai ruang aktifitas komersial tersebut menjadikan magnet bagi para pengunjung. Semakin banyak pengunjung yang datang, semakin tinggi pula kadar kendaraan yang memadati jalanan kota. Keadaan tersebut menjadikan lalu lintas kota menjadi padat akan pengendara pengguna jalan dan sangat beresiko akan kecelakaan. Menyikapi hal tersebut dapat diprediksikan bahwa eksistensi perparkiran juga akan meningkat. Jadi dalam hal ini, setiap kendaraan atau alat angkut yang bergerak di jalan pasti membutuhkan lahan tertentu untuk keperluan parkir.6 Oleh sebab itu dibutuhkan penataan lahan parkir yang efektif oleh pengelola serta pelaku parkir resmi demi kenyamanan baik itu bagi pengguna jasa parkir maupun bagi kelancaran lalu lintas. Berdasarkan kondisi yang diuraikan pada bagian di atas tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kondisi masalah keberadaan ruang publik untuk lahan parkir di Kota Gorontalo. Berdasarkan masalah tersebut, penulis mengangkat judul proposal penelitian: “Studi Pemanfaatan Ruang Publik untuk Lahan Parkir” (Studi Kasus pada Masyarakat di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo). Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana pemanfaatan ruang publik untuk lahan parkir pada masyarakat di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo? (2) Bagaimana perencanaan pembangunan untuk lahan parkir pada masyarakat di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo?
5
Hari Harsono, (2009). Skripsi dengan judul: (Kemiskinan di Perkotaan) Studi Kasus Peningkatan Ekonomi Masyarakat Miskin Kota di Bogor. Program Studi Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, hlm. 75. 6 Agusta Rudyana. (2009). Skripsi dengan judul: Ruang dan Waktu bagi Tukang Parkir (Studi Etnografi Tentang Manajemen Konflik dan Penyesuaian Diri Tukang Parkir di Jalan Dr. Radjiman Surakarta). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, hlm. xv.
KAJIAN PUSTAKA Ruang Publik Ruang publik pada dasarnya ruang kosong (open space) yang sangat berguna, dengan adanya kekosongan bisa memuat berbagai aktivitas didalamnya7, dalam hal ini ruang publik merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat kota sehingga bisa terjalin interaksi sosial di masyarakat kota itu sendiri.8 Konsep tentang ruang publik (publik sphere) pada awalnya dikemukakan oleh Jurgen Habermas, seorang filsuf Mazhab Frankfurt yang berasal dari Jerman. Menurut Habermas ruang publik adalah ruang di mana warganegara bisa berunding mengenai hubungan bersama mereka sehingga merupakan sebuah arena institusi untuk berinteraksi pada hal-hal yang berbeda.9 Arena ini secara konseptual berbeda dengan negara, yaitu tempat untuk melakukan produksi dan sirkulasi diskursus yang bisa secara prinsip merupakan hal yang sangat penting bagi negara. Selain itu, ruang publik secara konseptual juga berbeda dengan ekonomi resmi, yaitu bukannya tempat untuk hubungan pasar seperti penjualan dan pembelian, tetapi merupakan tempat untuk hubungan-hubungan yang berbeda-beda dan menjadi tempat untuk melakukan perdebatan dan permusyawaratan. Menurut Habermas, dalam ruang publik “private persons” bergabung untuk mendiskusikan hal-hal yang menjadi perhatian publik atau kepentingan bersama. Ruang publik ini ditujukan sebagai mediasi antara masyarakat dan negara dengan memegang tanggung jawab negara pada masyarakat melalui publisitas. 10 Tanggung jawab negara mensyaratkan bahwa informasi-informasi mengenai fungsi negara dibuat agar bisa diakses sehingga aktifitas-aktifitas negara menjadi subyek untuk dikritisi dan mendorong opini publik. Pada tahap ini, ruang publik dirancang untuk sebuah mekanisme institusi untuk merasionalisasikan dominasi politik dengan memberikan tanggungjawab negara pada warganegara.11 Ruang publik ditandai oleh tiga hal yaitu responsif, demokratis, dan bermakna.12 Responsif dalam arti ruang publik adalah ruang yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas. Demokratis, artinya ruang publik dapat digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya serta aksesibel bagi berbagai kondisi fisik manusia. Bermakna memiliki arti kalau ruang publik harus memiliki tautan antara manusia, ruang, dan dunia luas dengan konteks sosial.
7
Danoe Iswanto. Kajian Ruang Publik Ditinjau dari Segi Proporsi/Skala dan Enclosure. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman, Enclosure Volume 5 no. 2, Juni 2006, hlm. 74. 8 Ibid. 9 Lihat Habermas dalam Ristiana Kadarsih. Demokrasi dalam Ruang Publik: sebuah Pemikiran ulang untuk Media Massa di Indonesia, Jurnal Dakwah, Vol. IX No. 1, Januati-Juni 2008, hlm. 1. 10 Ibid. 11 Ibid, hlm. 2. 12 Ibid.
Mall atau pusat-pusat perbelanjaan tidak akan pernah menjadi ruang publik utuh, meski belakangan ini tempat tersebut dijadikan sebagai lokasi bertemu, bertukar informasi, atau sekedar tempat rekreasi melepas kepenatan, mall tetap menampilkan wajah yang privat dimana orang yang ada disana cenderung berasal dari kalangan ekonomi tertentu. Tidak adanya kontak dan interaksi sosial sebagai prasyarat bagi penguatan kapital sosial merupakan alasan utama mengapa ruang publik tidak dapat tergantikan oleh mall atau pusat perbelanjaan. Perencanaan Pembangunan Berbagai studi memberi pesan yang sangat jelas bahwa negara yang kuat dan sejahtera adalah negara yang memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan sekaligus memiliki komitmen menjalankan pembangunan sosial.13 Dalam perencanaan pembangunan untuk pemukiman penduduk, gedung-gedung (dimana kegiatankegiatan terjadi, seperti kantor, bank, terminal, pasar, toko, industri, dan pusat-pusat kegiatan produktif lainnya), prasarana perkotaan (jalan dan jembatan), kesemuanya diletakkan pada ruang perkotaan (lahan) yang sudah tertentu. Untuk menghadapi atau menampung perkembangan dan pembangunan perkotaan dalam jangka panjang mendatang, maka penggunaan atau pemanfaatan lahan perkotaan perlu ditata dan dikelola.14 Dimana pembangunan sebagai suatu upaya untuk menciptakan atau mengembangkan wilayah menjadi lingkungan yang nyaman, baik untuk kepentingan ekonomi, sosial-budaya (tempat hidup komunitas kota). Dengan perubahan pola perencanaan pembangunan yang mengedepankan partisipasi masyarakat diharapkan pembangunan dirancang berdasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya.15 Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun selalu bertambah. Kondisi ini akan membawa konsekuensi semakin bertambahnya kebutuhan ruang hidup yang berupa lahan permukiman.16 Program pembangunan prasarana dan fasilitas transportasi beserta peningkatan aksesibilitas pelayanan transportasi, secara tidak langsung akan meningkatkan tingkat pergerakan penduduk baik dari dalam maupun kedalam kota.
13
Edi Suharto. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refika Aditama, hlm. 6. 14 Rahardjo Adisasmita. (2006). Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm. 161. 15 Elzafina. (2011). Tesis dengan judul: Perencanaan Pembangunan Partisipatif melalui Peran Fasilitator Musrenbang di Kota Solok (Kasus Kelurahan VI Suku, KTK, Tanjung Paku dan Koto Panjang) Polokda Pascasarjana, Universitas Andalas, Padang, hlm. 1. 16 Sriyanto. Agihan dan Kesesuaian Medan untuk Permukiman (Studi Kasus Pembangunan Perumahan di Kecamatan Tugu dan Ngaliyan Kota semarang). Jurnal Geografi. Volume 4 no. 1 Januari 2007, hlm. 55.
Hal ini nantinya akan berindikasi terhadap meningkatnya tingkat kemacetan lalu lintas jika tidak dilakukan pemantauan dan pengendalian.17 Dalam ilmu geografi mempelajari hubungan kausal gejala-gejala muka bumi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi baik yang fisik maupun yang menyangkut mahluk hidup beserta permasalahannya melalui pendekatan keruangan, ekologikal dan regional untuk kepentingan program, proses dan keberhasilan pembangunan. Dalam perkembangan studi geografi terdapat tiga pendekatan utama geografi yang saat ini diikuti oleh geografiwan dunia yaitu pendekatan keruangan (spatial approach), pendekatan ekologis (ecological approach) dan pendekatan kompleks wilayah (regional complex approach). Pendekatan Keruangan Pendekatan keruangan (spatial approach) menganalisis gejala atau fenomena geografis berdasarkan penyebarannya dalam ruang. Pendekatan keruangan termasuk di dalamnya melihat unsur-unsur sosial, budaya dan fisik alamiah serta memperhatikan lokasi dan persebarannya di dalam ruang. Penataan ruang (wilayah) sebagai alat untuk menyerasikan, menyelaraskan dan menyeimbangkan ketiga sumberdaya di atas sehingga meningkatkan kualitas hidup.18 Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.19 Perencanaan pembangunan dengan pendekatan ruang (wilayah) memerlukan kerja sama antar daerah untuk mencapai keuntungan dan manfaat bersama.20 Dengan kerja sama antar daerah yang baik akan menghasilkan efisiensi yang tinggi dan daerah-daerah yang terlibat kerja sama akan mampu bersinergi dan hasilnya akan jauh lebih baik dari apa yang diperoleh jika pembangunan daerahnya dilakukan sendiri-sendiri.21 Dalam pendekatan ini, daerah, wilayah atau region adalah suatu ruang yang di anggap merupakan satu kesatuan perkembangan sosial ekonomi yang terdiri dari pusat pertumbuhan tersebut.22 Kehadiran pusat pertumbuhan diharapkan dapat
17
Prihadi Nugroho dan Agung Sugiri. Studi Kebijakan Pembangunan terhadap Perubahan Tata Ruang di Kota Semarang. Jurnal Riptek, Vol. 3, No. 2, Tahun 2009, hlm. 45. 18 Hari Poerwanto. (2000). Kebudayaan dan Lingkungan, dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 234. 19 Nastia. Implementasi Perda No. 02 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Baubau (Studi Penggunaan Lahan dalam Pengembangan Wilayah). Journal of Governance and Public Policy Volume 1, Nomor 1, April 2014 : 197-214, hlm. 200. 20 Iryanto. Perencanaan Pembangunan Kabupaten/Kota melalui Pendekatan Wilayah dan Kerja Sama Antardaerah. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Wahana Hijau. Vol. 1, No. 3, April 2006, hlm. 98. 21 Ibid. 22 Soetomo. (2006). Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 250.
mendorong terjadinya percepatan atau akselerasi pertumbuhan ekonomi terutama melalui proses industrialisasi.23 Interaksi keruangan merupakan saling hubungan antara gejala-gejala pada tempat-tempat dan area-area yang berbeda-beda di dunia. Semua tempat pada permukaan bumi itu diikat oleh kekuatan alam dan manusia (sumber daya alam dan sumber daya manusia). Terjadi gerak dari gejala-gejala tersebut dari tempat ke tempat; udara, air laut, tumbuhan dan hewan, serta manusia. Setiap kejadian berkenaan dengan hal itu akan mencerminkan adanya interaksi antar tempat. Migrasi dan bentuk-bentuknya misalnya terjadi di mana-mana dan menimbulkan dampak baik positif maupun negatif terhadap kehidupan sosio-budaya manusia. Pendekatan Ekologis/Kelingkungan Pembangunan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidup. Interaksi antara pembangunan dan lingkungan hidup membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem. Ilmu yang mempelajari interaksi antara pembangunan dan lingkungan hidup disebut ekologi pembangunan. Manusia, baik sebagai subyek maupun obyek pembangunan, merupakan bagian ekosistem. Pandangan inilah yang dipakai dalam ekologi pembangunan. 24 Berhubungan dengan bahasan manusia sebagai perancang keberlanjutan lingkungan, membicarakan konsep masyarakat berkelanjutan (sustainable society) menjadi kebutuhan penting. Fritjof Capra menyatakan bahwa masyarakat berkelanjutan adalah masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengurangi kesempatan generasi-generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhan mereka.25 Pendekatan ekologis (ecological approach) menganalisis fenomena geografis berdasarkan interaksi manusia dan unsur lingkungan yang ada disekitarnya.26 Menyangkut penyesuaian dan pengawasan manusia (control) terhadap lingkungan fisiknya. Keputusan yang diambil manusia tentang penyesuaian dan pengawasan terhadap lingkungan fisik tersebut sangat ditentukan oleh pola kebudayaan yang dimiliki oleh masing-masing masyarakat.27 Untuk itu, pendalaman mengenai ekologi dan ekosistem menjadi penting untuk mengimplementasikan pendekatan lingkungan. Pada sisi lain, lingkungan fisik dimana manusia hidup dapat pula mengalami perubahan bentuk dan fungsi yang disebabkan oleh campur tangan manusia. Pendekatan ini tidak hanya mendasarkan pada interaksi organisme dengan lingkungan, tetapi juga dikaitkan dengan fenomena
23
Ibid. Otto Soemarwoto. (1999). Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan hlm. 158. 25 Fritjof Capra. (2005: 250), dalam Rachmad K. Dwi Susilo (2012). Sosiologi Lingkungan. Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 185. 26 Ibid, hlm. 35. 27 Ibid. 24
yang ada dan juga perilaku manusia. Interelasi keduanya inilah yang menjadi ciri khas pendekatan ini. Dalam keadaan seperti itu maka mutu lingkungan di kebanyakan perkampungan kota kita sangatlah rendah. Fasilitas umum bagi kehidupan yang bersih dan layak kurang banyak tersedia. Sebaliknya karena dorongan kemiskinan maka penduduk perkampungan kota tidak mampu mengusahakan perbaikan lingkungannya sendiri.28 Akan tetapi ekologi sosial dari mazhab Chicago yang klasik ini menemukan pemecahannya dengan mengembangkan tiga model dasar tentang perkembangan kota. Burges secara sangat dini menyusun tesis, bahwa wilayah-wilayah sosial dengan ciri-ciri sosial dan ekonomi kota tersusun menyerupai bentuk lingkaran bertingkat yang mengelilingi pusat. Dan variabel-variabel untuk mengukur ciri secara sistematis ini dengan struktur harga tanah; semakin dekat tanah dari pusat kota smakin mahal harganya, semakin jauh tanah dari pusat kota menjadi semakin murah.29 Pendekatan Kompleks Kewilayahan Kombinasi pendekatan keruangan dan pendekatan ekologi dikenal dengan pendekatan kompleks wilayah. Karena sorotan wilayahnya sebagai obyek bersifat multi variate, maka kajiannya bersifat horizontal dalam artian keruangan dan juga vertikal dalam artian ekologi.30 Lebih lanjut dikatakan bahwa dengan adanya perbedaan-perbedaan dari pada wilayah satu dengan wilayah yang lain telah menciptakan hubungan fungsional antara unit-unit wilayah, sehingga tercipta suatu wilayah sistem yang kompleks sifatnya dan pengkajiannya membutuhkan pendekatan multi variate pula.31 Dengan demikian begitu eratnya hubungan potensi fisik wilayah dan informasi keruangan di dalam menempatkan strategi dan kebijaksanaan pengembangan wilayah. Wilayah kota tidak hanya disebabkan karena pertumbuhan penduduk. Faktor utama yang menyebabkan pembangunan wilayah kota adalah adanya kebijakan pemerintah pusat tentang berlakunya otonomi daerah yang tentunya menuntut adanya pertumbuhan dan pembangunan wilayah kota di daerah otonom baru.32 Studi Kota Mengkaji kota (city;cities), akan selalu mengandaikan sebuah logika-logika yang dinamis. Oleh sebab kota sebagai bagian tak terpisah dari dinamika masyarakat, 28
Eko Budihardjo. (1998). Sejumlah Masalah Pemukiman Kota. Bandung: Alumni, hlm. 214-215. Lihat Burgess, dalam Hans Dieter Evers. (1986). Sosiologi Perkotaan: Urbanisasi dan Sengketa Tanah di Indonesia dan Malaysia. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia, hlm. 3. 30 Walbiden Lumbantoruan. Pendekatan Geografi sebagai cirikhas Ilmu Geografi. Jurnal Pendidikan Science, Volume 25 No. 3, September 2001, hlm. 32-33. 31 Ibid, hlm. 33. 32 Anggita S. E. P. (2014). Evaluasi Penggunaan Lahan di Kota Kediri Tahun 2003 – 2013. Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang, hlm. 2. 29
baik sejak masyarakat peradaban Mesopotamia: 3000 SM, yang kemudian diindikasikan menyebar ke Asia Tenggara dan belahan Afrika, hingga masyarakat kontemporer.33 Dengan pola perkembangan yang cenderung seragam, proses diffusi terbangunnya kota-kota kemudian melebar dan membentuk karakternya masingmasing sesuai dengan dinamika kebudayaan yang berkembang secara spesifik, di daerah tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari kota itu selalu nampak sibuk. Warga kota yang menjadi penghuni kota memerlukan tempat berteduh, tempat bekerja, tempat bergaul, dan tempat menghibur diri. Dari fakta, kota merupakan tempat bermukim warga kota, tempat bekerja, tempat hidup dan tempat rekreasi. Oleh karena itu, kelangsungan dan kelestarian kota harus didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai untuk waktu yang selama mungkin.34 Dalam sistem kota-kota, terdapat gejala pengelompokkan pusat-pusat kegiatan tertentu. Kondisinya sangat bervariasi dari suatu wilayah ke wilayah yang lain. Hal ini disebabkan adanya variasi potensi serta latar belakang politik, ekonomi, sosiokultural yang berbeda-beda.35 Persebaran pola perkembangan wilayah yang mengkonstruksi kota- kemudian melebar dan terdistribusi ke perbagai tempat. Dinamika sosial yang makin kompleks, terus melahirkan pencarian atas pola terbentuknya formasi-formasi sosial di masyarakat perkotaan. Inovasi atas beragam teknologi manusia sebagai instrumen pemenuhan kebutuhan manusia36, kemudian melahirkan beragam dinamika, salah satunya sektor ekonomi sebagai mekanisasi atas berjalannya proses produksi, konsumsi dan distribusi. Ekonomi pasar menjadi penemuan37, untuk menggantikan tradisi tukar-menukar, selepas sistem agraria yang ada mencapai surplus dan bagi masyarakat kota, pasar menjadi jalur atas keberadaan beragam kebutuhan dasar manusia. Penduduk Penduduk merupakan unsur penting dalam kegiatan ekonomi serta usaha untuk membangun suatu perekonomian karena penduduk menyediakan tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan tenaga usahawan dalam menciptakan kegiatan ekonomi.38 33
Akhmad Ramdhon (2005). Skripsi dengan judul: Soerakarta, Riwayatmu Kini ...: Dinamika Sebuah Kota di Jawa, hlm. 14. 34 R. Bintarto. (1983). Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 36. 35 Hadi Sabari Yunus. (2005). Klasifikasi Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 59. 36 Lihat Soleman B Taneko, Struktur dan Proses Sosial, Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan (Rajawali Pers 1990), hlm 135-138, dalam Loc., Cit, hlm. 15. 37 L. Laeyendecker. Tata, Perubahan dan Ketimpangan: Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi (Gramedia 1991) hlm 3-10, dalam Loc., Cit. 38 Lihat Sukirno Sadono, (2005). Pengantar Teori Ekonomi Makro, edisi 2. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, dalam Rosyetti. Studi Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk dengan Pembangunan Ekonomi di Kabupaten Kuantan Singing. Jurnal Ekonomi. Volume 17, Nomor 2 Agustus 2009, hlm. 52.
Pertumbuhan penduduk secara keseluruhan, menunjukkan peran dalam mempertegas pentingnya arti-makna kota bagi penghidupan. Di negara-negara maju, lalu lintas penduduk dalam negeri atau dari-ke kota, menjadi alasan atas tingginya laju urbanisasi, disamping meningkatnya jumlah pendapatan (upah) di wilayah perkotaan. Berbeda dengan kasus-kasus pada negara-negara berkembang, dimana perubahan penduduk secara alami, selisih jumlah antara kelahiran dan kematian, menjadi variabel yang dominan untuk mendorong laju urbanisasi.39 Perpindahan penduduk ke kota diikuti pertumbuhan permukiman di kota oleh sebab meningkatnya presentase jumlah penduduk kota, menjadi konsepsi dasar tentang urbanisasi (urbanization).40 Pada beberapa kasus di beberapa negara (terutama negara berkembang), potret urbanisasi merupakan proses yang berjalan secara terus menerus dan tidak dapat ditekan laju pergerakannya. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia masih terus berlangsung sampai saat ini, jumlahnya dari tahun ke tahun terus bertambah. Kondisi ini akan membawa konsekuensi semakin bertambahnya kebutuhan ruang hidup yang berupa lahan permukiman. Kegiatan Usaha/Ruang Fisik Paradigma pembangunan seyogyanya diarahkan pada kepentingan pengembangan dan pemberdayaan ekonomi daerah (komunitas), dengan tekanan pada menumbuhkan ekonomi skala kecil dan menengah, perlindungan hak-hak azasi manusia (demokratisasi), serta menegakkan keadilan sosial (pemerataan hasil pembangunan).41 Pada dasarnya paradigma pembangunan diupayakan mengandung muata strategi yang dapat membuka (memfasilitasi dan menciptakan berbagaia peluang sehingga sumberdaya manusia mempunyai ruang gerak dan alternatif pilihan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki.42 Beberapa karakter dasar dari terbangunnya kota-kota tersebut: keterbangunan atas dasar ketersediaan lembaga-lembaga yang bersifat militeristik, kesamaan atas eksistensi reiligius dan politik, yang secara kolektif menjadi basis keterbangunan tempat-tempat tersebut menjadi sebuah kota.43 Kota juga harus memiliki lahan/ruang yang luas untuk menampung proses terjadinya urbanisasi. 39
Latar belakang urbanisasi pada negara maju dan negara berkembang, yang diperbandingkan untuk membuat prediksi atas masa depan perkotaan, lihat Philip M. Hauser dan Robert W. Gardner, Penduduk dan Masa Depan Perkotaan : Studi Kasus di Beberapa Daerah Perkotaan (Yayasan Obor Indonesia 1985) hlm. 46-52, dalam Loc., Cit, hlm 18. 40 Peter J.M. Nas, dalam Loc., Cit. 41 Tadjudin N. Effendi. Strategi Pengembangan Masyarakat (Alternatif Pemikiran Reformatif). Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 3, No. 2, November 1999, hlm. 111-112. 42 Ibid, hlm. 112. 43 Peter J.M. Nas, (1979). Kota di Dunia Ketiga : Pengantar Sosiologi Kota, hlm 56-74, tentang timbulnya kota-kota sebagai bentuk urbanisasi kuno yang fungsional, dengan kasus kota-kota tua di dunia Arab, Afrika dan Eropa, dalam Loc., Cit, hlm. 14.
Kota merupakan pusat kegiatan sosial, kegiatan perekonomian, pusat-pusat hunian. Pertumbuhan kota memerlukan lahan yang lebih luas bagi pusat-pusat kegiatan dan akan menimbulkan sejumlah persoalan baru dalam masyarakat. Konkretnya, ketika pusat-pusat industri, perdagangan, pemukiman, pendidikan, wisata dan sebagainya bermunculan di daerah pinggiran maka di kawasan itu akan terjadi sejumlah fenomena. Dari hal diatas kesemuanya saling pengaruh-mempengaruhi, oleh karenanya suatu pengembangan yang tidak seimbang antara kesemuanya, akan menimbulkan kondisi kota yang tidak positif, antara lain semakin menurunnya kualitas hidup masyarakat kota. Dengan kata lain, suatu perkembangan kota harus mengarah pada penyesuaian lingkungan fisik ruang kota dengan perkembangan sosial dan kegiatan usaha masyarakat kota. Penelitian Terdahulu Untuk mendukung teori dalam penelitian ini, digunakan penelitian terdahulu terkait dengan pembauran budaya masyarakat pendatang dan perubahan sosial ekonomi masyarakat lokal. penelitian yang dilakukan oleh Dhimas Agung Sakti Mahendra dan Luthfi Muta’ali (2013), penelitian yang berjudul “Studi Pemanfaatan Ruang Publik untuk Lahan Parkir di Kota Blitar”. Bahwa, Dalam perkembangannya, ruang publik di wilayah Kota Blitar dapat dikategorikan menjadi beberapa tipe berdasarkan aspek fungsional ruangnya. Pengembangan fungsi ruang yang dimaksudkan antara lain yaitu : a.) Sebagai Tempat Rekreasi dan Sarana Bagi Hiburan Masyarakat Lokal; b.) Pengembangan Fungsi Komersial; c.) Pengembangan Fungsi Peningkatan Kualitas dan Keseimbangan Lingkungan; dan d.) Pengembangan Fungsi sebagai Pusat Kegiatan Kuliner. Karakter lahan parkir pada ruang publik di Kota Blitar merupakan tempat khusus parkir kendaraan bagi para pengunjung yang terletak di tepi jalan (on street parking) dan terletak di luar jalan (off street parking). Pengadaan legalitas pengelola parkir dirasa perlu karena melihat situasi di lapangan yang menyebutkan bahwa kondisi ruang publik yang berpotensi akan aktifitas parkir tinggi. Aktifitas parkir tinggi didukung oleh keberadaan dari ruang publik itu sendiri yang memilki daya tarik khusus untuk menarik masyarakat untuk berkunjung. Akan tetapi tingginya intensitas kendaraan yang parkir keberadaanya masih dikelola oleh masyarakat lokal, dalam artian kondisi pengelolaanya masih bersifat ilegal. Kepengelolaan lahan parkir oleh masyarakat tersebut masih kurang profesional kinerjanya. Petugas atau juru parkir masih asal-asalan dalam menjaga kendaraan yang diparkir. Terkadang dalam melakukan penjagaan terhadap kendaraan pengguna jasa parkir tidak ditata ataupun diatur sebagaimana mestinya. Imbas dari tindakan juru parkir ilegal tersebut mengakibatkan kerugian di pihak pengguna jasa parkir. Hal
tersebut ditunjukan dengan bukti bahwa sering terjadi lecet pada kendaraan yang diparkir akibat gesekan antara kendaraan yang satu dengan kendaraan yang lain. Disamping itu masih ada kejadian yang menggambarkan kondisi kehilangan perangkat kendaraan seperti helm, footstep motor dan kaca spion. Oleh sebab itu perlu adanya pengarahan pada juru parkir yang bertugas dengan sebelumnya telah melegalkan segala bentuk aktifitas parkir yang dilakukan tentunya dengan pemberian izin dari pemerintah terkait. METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini, penelitian yang dipakai adalah tipe penelitian analisis deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif ini adalah penelitian yang memerlukan data berupa data lisan dan perilaku yang dapat diamati. Metode kualitatif digunakan yaitu karena peneliti harus turun langsung di lapangan dengan melihat peristiwa yang terjadi dan memahami masyarakat yang ada di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo serta menganalisis objek penelitian tersebut. Selain itu manfaat observasi seperti yang dikemukakan oleh Patton berikut ini adalah membuat peneliti mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, dapat memperoleh pengalaman langsung sehingga dapat memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif yang tidak dipengaruhi oleh pandangan sebelumnya, peneliti dapat melihat.44 Di samping melakukan observasi peneliti juga mewawancarai informan yang ada di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai yang mengajukan pertanyaan, dan terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan.45 Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik analisis data kualitatif yakni, upaya yang dilakukan dengan cara bekerja dengan data, mengorganisasikan data, mensintesiskan data, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memusatkan apa yang dapat diceritrakan kepada orang lain.46 Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema umum, dan menafsirkan makna data.47
44
Lihat Patton dalam Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta, hlm. 6768. 45 Lihat Lexy J. Moleong, 2013, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm. 186. 46 Lihat Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&B, Bandung:Cv. Alfabeta, 2011, hlm 72. 47 John W. Creswell. (2009), Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, Dan Mixed, Terjemahan : Achmad Fawaid, Edisi Ketiga, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010/2012, hlm. 4-5.
1. 2. 3.
Di sisi lain, analisis data kualitatif, prosesnya terbagi dalam tiga48, yaitu: Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya ditelusuri. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya. Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuantemuan umum.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Penelitia Sejarah Berdirinya Kota Gorontalo Kota Gorontalo adalah ibu kota Provinsi Gorontalo, Indonesia. Kota Gorontalo lahir pada hari Kamis, 18 Maret 1728 Masehi atau bertepatan dengan 06 Syakban 1140 Hijriah. Tepat tanggal 16 Februari 2001 Kota Gorontalo secara resmi ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Gorontalo (UU Nomor 38 Tahun 2000 Pasal 7). Kota ini memiliki luas wilayah 64,790 Km² (0,55% dari luas Provinsi Gorontalo). Kota ini memiliki motto “Adat Bersendikan Syara', Syara' Bersendikan Kitabullah” sebagai pandangan hidup masyarakat yang memadukan adat dan agama. Sebelum terbentuknya Provinsi Gorontalo, Kota Gorontalo merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Utara. Gorontalo merupakan sebuah Kotapraja yang secara resmi berdiri sejak tanggal 20 Mei 1960, yang kemudian berubah menjadi Kotamadya Gorontalo pada tahun 1965. Nama Kotamadya Gorontalo ini tetap dipakai hingga pada tahun 1999. Selanjutnya, sejak diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, di mana istilah Kotamadya sudah tidak dipakai lagi, digantikan dengan Kota, maka Gorontalo pun menyesuaikan namanya menjadi Kota Gorontalo hingga sekarang. Secara geografis, Kota Gorontalo terletak antara 00° 28’ 17” – 00° 35’ 56” LU dan 122° 59’ 44” – 123° 05’ 59” BT. Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut: Tabel 1 Batas wilayah Kota Gorontalo Utara Timur Selatan
Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango
Teluk Tomini Kecamatan Telaga dan Batudaa Kabupaten Barat Gorontalo (Sumber: Kantor BAPPEDA Kota Gorontalo, Tahun 2014). 48
Ibid, hlm. 248.
Keadaan Demografis Kota Gorontalo Berdasarkan keadaan demografis untuk jumlah penduduk Kota Gorontalo dari tahun 2005-2014, yaitu sebagai berikut: Tabel 2 Jumlah Penduduk Tahun Jumlah Penduduk (/Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km²) 2005 156.390 jiwa 2.414 jiwa/Km² 2006 158.360 jiwa 2.444 jiwa/Km² 2007 162.325 jiwa 2.505 jiwa/Km² 2008 165.175 jiwa 2.549 jiwa/Km² 2009 170.455 jiwa 2.630 jiwa/Km² 2010 180.127 jiwa 2.719 jiwa/Km² 2011 184.062 jiwa 2.791 jiwa/Km² 2012 188.761 jiwa 2.862 jiwa/Km² 2013 193.692 jiwa 2.933 jiwa/Km² 2014 197.970 jiwa 3.004 jiwa/Km² (Sumber: Kantor BPS Kota Gorontalo, Tahun 2014). Deskripsi Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo Sejarah Berdirinya Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo Pasar Satya Pradja dibangun pada tanggal 10 April 1961 dengan luas lahan 1.662 M², dan diresmikan pada tanggal 01 Mei 1962 oleh Walikota A.T.J.E Slamet, dengan pelaksana proyek pada CV. Nusantara oleh Direktur Saleh Alhadar. Pasar Satya Pradja yang dulunya dikenal dengan pasar orang Jawa dengan aktivitas sebagai pasar harian dan sekarang menjadi tempat penjualan untuk kebutuhan sandang. Kemudian Pasar Satya Pradja ini dilakukan renovasi pada bagian dalam pasar di tahun 2013 oleh pemerintah Kota Gorontalo.49 Keadaan Jumlah Pedagang dan Jumlah Bangunan untuk Pedagang Data untuk Jumlah pedagang di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo pada tahun 2013 berjumlah 86 pedagang, dan untuk tahun 2014 kemarin tinggal berjumlah 83 pedagang. Untuk jumlah bangunan di Pasar Satya Pradja pada waktu dilakukan renovasi pada tahun 2013, untuk di bagian dalam berjumlah 27 petak, dan untuk jumlah bangunan di bagian luar berjumlah 59 petak yang dikelola langsung oleh pemerintah Kota Gorontalo.50 Hal ini yang menyebabkan bahwa dengan adanya renovasi tersebut maka terjadi pergesekan, karena tempat jualan yang dulunya diketahui oleh para pembeli sudah tidak diketahui lagi untuk waktu sekarang. Apalagi dengan adanya mall 49 50
Data dari Kantor Pengelola Pasar, tahun 2014. Data dari Kantor Pengelola Pasar, tahun 2014.
sekarang ini, maka barang dagangan bahkan satupun tidak bisa terjual yang mengakibatkan terjadinya kerugian, dan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka tidak akan tercapai. Hasil Penelitian dan Pembahasan Pemanfaatan Ruang Publik untuk Lahan Parkir pada Masyarakat di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo Ruang publik ditafsirkan sebagai tempat yang memungkinkan setiap warga tanpa diskriminasi dapat berinteraksi dan bertemu dengan kesederajatan dan yang lebih penting memiliki akses untuk menggunakannya. Adapun yang dimaksud dengan ruang publik dalam tata guna lahan atau pemanfaatan ruang wilayah/area perkotaan adalah ruang terbuka yang dapat diakses atau dimanfaatkan oleh warga kota secara cuma-cuma sebagai bentuk pelayanan publik dari pemerintah kota yang bersangkutan demi keberlangsungan beberapa aktifitas sosial rekreasi, kebersihan, keindahan, keamanan dan kesehatan seluruh warganya. Sebagaimana diketahui bahwa Pasar Satya Pradja sebagai ruang publik yang merupakan pusat dari segala kegiatan ekonomi, yang pada umumnya bersifat mencari suatu keuntungan baik secara individu maupun secara kelompok. Dalam hal ini faktor kebutuhan manusia merupakan salah satu unsur penggerak perilaku manusia untuk beraktifitas. Sesuai wawancara dari kantor Dinas Perhubungan dan Informasi Komunikasi bahwa lokasi ruang publik yang dijadikan sebagai lahan parkir di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo sampai saat ini belum ada.51 Keberadaan Pasar Satya Pradja sebagai Ruang Publik Dengan keberadaan Pasar Satya Pradja ini sebagai ruang publik maka karakter ruang publik dapat dimaknai sebagai suatu ruang secara fisik yang ketersediaan atau keberadaannya diperuntukkan bagi kepentingan umum atau publik. Berdasarkan pada definisi tersebut, dapat dipahami bahwa aspek utama yang menjelaskan perbedaan ruang publik dengan ruang fisik lainnya dalam pemahaman konsep geografi adalah pada fungsi ruang publik sebagai wadah bagi aktivitas atau kepentingan umum atau publik. Hal ini sesuai yang diutarakan salah seorang pedagang yang dalam pernyataannya: “Saya ba jual di pasar Satya Praja ini dari tahun 96, waktu dulu yang mo dapa 500 ribu dalam lima pasang spatu yang mo laku dalam satu hari, tapi skarang tinggal dua pasang spatu yang mo laku dalam satu hari di hari-hari biasa. Apalagi so ada mall bagini torang pedagang yang ba jual disini, torang pe jualan adakalanya satu hari itu tidak ada yang mo ba bili. Kalo torang pedagang yang ba jual disini, torang mo 51
Wawancara bersama Bapak Marwan, pada tanggal 09 Juni 2015.
dapa orang yang mo ba bili banyak itu hanya di bulan Puasa dengan tahun ajaran baru torang mo dapa untung banyak”.52 Maksud dari pernyataan di atas yaitu : Saya mulai berjualan di Pasar Satya Pradja ini dari tahun 1996, pada waktu dulunya itu yang bisa di dapat Rp. 500.000 dalam penjualan lima pasang sepatu yang habis terjual dalam seharian, tetapi pada waktu sekarang hanya dua pasang sepatu yang habis terjual dalam seharian dalam hari-hari biasanya. Dengan adanya mall sekarang ini kami sebagai pedagang yang berjualan di tempat ini, jualan kami biasanya dalam seharinya tidak ada pembeli. Kalau kami sebagai pedagang yang berjualan di tempat ini, pendapatan kami dari pembeli yang akan membeli itu kebanyakan itu pada bulan Suci Ramadhan (bulan Puasa) dan pada tahun ajaran baru kami bisa mendapatkan untung yang banyak . Untuk keberadaan Pasar Satya Pradja ini sangat membantu para pedagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dari hasil berdagang inilah yang membuat kebutuhan mereka bisa terpenuhi. Jika tanpa membuat sesuatu, mereka tidak akan bisa menjalani hidup dengan baik, hal inilah yang semestinya harus diperhatikan oleh pemerintah untuk memberikan bantuan modal usaha agar mereka bisa mendapat penghasilan yang lebih baik lagi. Berdasarkan hal di atas bahwa menurut teori Habermas bahwa ruang publik adalah ruang di mana warganegara bisa berunding mengenai hubungan bersama mereka sehingga merupakan sebuah arena institusi untuk berinteraksi pada hal-hal yang berbeda. Arena ini secara konseptual berbeda dengan negara, yaitu tempat untuk melakukan produksi dan sirkulasi diskursus yang bisa secara prinsip merupakan hal yang sangat penting bagi negara. Selain itu, ruang publik secara konseptual juga berbeda dengan ekonomi resmi, yaitu bukannya tempat untuk hubungan pasar seperti penjualan dan pembelian, tetapi merupakan tempat untuk hubungan-hubungan yang berbeda-beda dan menjadi tempat untuk melakukan perdebatan dan permusyawaratan. Lebih lanjut dalam perda nomor 40 tahun 2011 pada paragraf 2 untuk rencana kawasan perdagangan dan jasa terdapat pada pasal 42 yaitu pusat perdagangan kota diarahkan di kawasan sekitar Pasar Sentral di Kecamatan Kota Selatan, meliputi Kelurahan Limba U I dan Kelurahan Limba U II, serta di sekitar kawasan Kota Tua di Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B. Masalah yang ditimbulkan tentang keberadaan Pasar Satya Pradja Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo merupakan salah satu pasar yang menyediakan bahan sandang untuk masyarakat Gorontalo yang mempunyai peran sangat besar terhadap perekonomian masyarakat dan juga menjadi tumpuan harapan masyarakat tidak hanya di Kota Gorontalo tapi juga diluar Gorontalo. Meskipun menjadi tumpuan ekonomi masyarakat secara menyeluruh yaitu mampu menunjang 52
Wawancara bersama Bapak Ridwan Usman, pada tanggal 06 April 2015.
dinamika pertumbuhan ekonomi Gorontalo dan mampu berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah, namun sampai saat ini Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo masih terus menyimpan persoalan yang sulit diatasi. Salah satu permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah mengenai tempat parkir. Tempat parkir yang ada masih semrawut dan tidak memadai. Hal ini disebabkan karena pedagang maupun pengunjung yang cenderung tidak memiliki kesadaran untuk memarkir kendaraan pada tempat yang sudah disediakan, selain itu belum ada pemisahan area parkir kendaraan (mobil, motor dan bentor). Berbagai macam pandangan mengenai penjelasan tentang keberadaan Pasar Satya Pradja sebagai ruang publik, berdasarkan penemuan dalam wawancara yang dilakukan dengan para pedagang di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo dilihat pada latar belakang mereka pada intinya adalah sama, karena keterbatasan keterampilan dan modal, serta ditambah faktor rendahnya pendidikan masyarakat tersebut. Meningkatnya jumlah penduduk kota Gorontalo berpengaruh pada tingginya frekuensi kegiatan di pusat-pusat perdagangan, serta permintaan jasa transportasi yang semakin tinggi. Dengan semakin banyak dan berkembangnya alat transportasi darat serta semakin banyaknya lokasi kegiatan penduduk yang tersebar diberbagai tempat, maka kebutuhan akan tempat parkir semakin luas. Penyebabnya karena sebagian besar masyarakat banyak menggunakan kendaraan. Meskipun pedagang di Pasar Satya Pradja memberikan manfaat yang tidak sedikit kepada masyarakat, tetapi dengan adanya Pasar Satya Pradja sebagai ruang publik yang mempunyai dampak negatif pada penertiban Pasar Satya Pradja sebagai ruang publik, penataan lahan parkir di bahu jalan, penataan parkir bentor, dan lingkungan sekitar yang kotor, yang mengakibatkan pembangunan terganggu. Hal ini sesuai yang diutarakan salah seorang pedagang yang dalam pernyataannya: ”Sebelum saya ba jual di pasar Satya Praja ini, pasar ini memang so ada dari tahun 62. Saya ba jual di pasar ini dari tahun 99, ini pasar Satya Praja depe lokasi cuma ba keliling dari Jalan S. Parman sampe Jalan Suprapto. Kalo dorang bilang dulu ini pasar, cuma pasar orang Jawa untuk pasar harian, tapi skarang so ada tempat orang tukang ba jahit kain. Untuk depe biaya lo parkir yang saya tau ini 2 ribu, baru ini parkir bentor ba ganggu skali lalu lintas di jalan sini. Dulu ini parkir cuma sabla kanan, tapi skarang so ada di sabla kiri dengan sabla kanan”.53 Maksud dari pernyataan diatas yaitu: sebelum saya berjualan di pasar Satya Praja ini, pasar ini memang sudah ada dari tahun 1962. Saya berjualan di pasar ini sejak dari tahun 1999, kemudian pasar Satya Pradja ini lokasinya hanya mengelilingi 53
Wawancara bersama dengan Ibu Selvi Kai, tanggal 06 April 2015.
dari Jalan S. Parman sampai dengan Jalan Suprapto. Kalau dulunya mereka katakan bahwa pasar ini, hanya pasar orang Jawa untuk di jadikan pasar harian, tetapi sekarang sudah ada tempat untuk orang tukang jahit pakaian. Untuk biaya parkir yang saya ketahui ini sebesar Rp. 2000, kemudian untuk parkir bentor ini sangat mengganggu sekali lalu lintas di jalan yang berada disini. Pada dulunya parkir ini hanya di bagian sebelah kanan, tetapi untuk sekarang sudah ada di bagian sebelah kiri dan di bagian sebelah kanan. Penataan Ruang tentang keberadaan Lahan Parkir Untuk kebijakan terdapat dalam Perda Kota Gorontalo nomor 40 tahun 2011 yang terdapat pada pasal 11 yang dimaksud dalam pasal 10 huruf c pada point (a) yaitu kebijakan pengembangan kawasan strategis pertumbuhan ekonomi, meliputi pengembangan pusat pertumbuhan dan pengembangan investasi yang berbasis perdagangan dan jasa sebagai penggerak utama pengembangan wilayah. Kemudian untuk penataan ruang Kota Gorontalo terdapat pada bab II bagian pertama tentang tujuan penataan ruang wilayah kota pada pasal 8 yaitu bertujuan untuk mewujudkan Kota Gorontalo sebagai pusat kegiatan nasional yang berbasis pada kegiatan usaha jasa dan perdagangan dengan tetap mempertahankan budaya masyarakatnya dan kelestarian lingkungan hidup bagi pembangunan berkelanjutan. Untuk menghadapi atau menampung perkembangan dan pembangunan perkotaan dalam jangka panjang mendatang, maka penggunaan atau pemanfaatan lahan perkotaan perlu ditata dan dikelola.54 Keberadaannya kendaraan yang semakin tinggi menggambarkan situasi akan peruntukan lahan singgah kendaraan, yang dituntut disini yaitu harus semakin luas kapasitas daya tampung dari lahan parkir itu sendiri. Salah satu subyek kajian luasan lahan untuk transit kendaraan adalah perparkiran. Hal yang menarik untuk dikaji disini adalah mengenai aspek perparkiran itu sendiri, banyak hal yang perlu dipahami dalam aspek perparkiran tersebut. Pemberdayaan Petugas Parkir Legal Pada Pasar Satya Pradja Jumlah petugas parkir yang berada di Pasar Satya Pradja yakni berjumlah 5 orang, yang terdiri dari 2 orang di bagian barat dari Pasar Satya Pradja, 2 orang di bagian selatan dan di bagian timur dan utara 1 orang. Untuk Surat Keputusan antara pengelola parkir dan penjaga parkir itu tidak ada untuk penandatanganan kontrak. Dalam kelembagaan area parkir di Pasar Satya Pradja dikelola oleh CV. Sejahtera, dengan ketua Bapak Abdul Samad Taha dan wakil ketua Bapak Arifin Mauda. Gaji dan honor untuk petugas parkir di Pasar Satya Pradja itu tidak ada, tetapi sesuai pendapatan mereka dalam sehari yang mereka dapatkan itu menjadi hak mereka, namun mereka harus menyetor ke pengelola parkir sebesar Rp. 40.000 dalam setiap hari untuk biaya pajak parkir yang dibayarkan ke Dinas Perhubungan Informasi dan
54
Rahardjo Adisasmita. (2006). Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. hlm. 161.
Yogyakarta:Graha Ilmu,
Komunikasi Kota Gorontalo dalam setiap bulan sesuai dengan perjanjian yang di buat.55 Permasalahan parkir sangat penting untuk dikaji lebih mendalam, karena hampir semua aktivitas kegiatan diruang terbuka memerlukan sarana tempat parkir. Ruang parkir yang dibutuhkan harus tersedia secara memadai. Sebab dengan semakin besar volume lalu lintas yang beraktivitas baik yang meninggalkan atau menuju pusat kegiatan, maka semakin besar pula kebutuhan ruang parkir. Untuk mengkaji permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka fokus penelitian ini adalah mengidentifikasi perilaku lalu lintas terutama kendaraan yang berkunjung ke Pasar Satya Pradja dan memerlukan parkir, serta akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas parkir tersebut karena kecilnya ruang parkir dibanding dengan jumlah kendaraan yang memerlukan tempat parkir sedemikian besar. Akan tetapi tingginya intensitas kendaraan untuk keberadaannya parkir masih dikelola oleh masyarakat lokal, dalam hal ini kondisi pengelolaannya bersifat legal, namun pada intinya untuk petugas parkir di Pasar Satya Pradja tidak memperlihatkan identitas mereka sebagai penjaga parkir. Kepengelolaan lahan parkir oleh masyarakat tersebut masih kurang profesional kinerjanya. Petugas atau juru parkir masih asalasalan dalam menjaga kendaraan yang diparkir. Terkadang dalam melakukan penjagaan terhadap kendaraan pengguna jasa parkir tidak ditata ataupun diatur sebagaimana mestinya. Dampak dari tindakan juru parkir ilegal tersebut mengakibatkan kerugian di pihak pengguna jasa parkir. Oleh sebab itu perlu adanya pengarahan pada juru parkir yang bertugas dengan sebelumnya telah melegalkan segala bentuk aktifitas parkir yang dilakukan tentunya dengan pemberian izin dari pemerintah terkait. Fungsi Perparkiran untuk Ruang Publik di Pasar Satya Pradja Secara umum karakter lahan parkir pada Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo merupakan suatu area yang diperuntukkan dan dimanfaatkan untuk fungsi perparkiran kendaraan bermotor. Dengan semakin berkembangngnya intensitas kegiatan pemanfaatan ruang serta kepemilikan kendaraan bermotor, keberadaan lahan parkir yang memadai menjadi sangat penting pada lokasi-lokasi fasilitas pelayanan umum (ruang publik), seperti halnya pasar Satya Pradja. Apabila kebutuhan akan lahan parkir ini tidak terkelola secara baik maka bukan tidak mungkin akan menjadi penyebab timbulnya permasalahan wilayah, terutama dalam hal terjadinya konflik atau permasalahan pemanfaatan ruang. Hal ini sesuai yang diutarakan salah seorang penjaga parkir yang dalam pernyataannya: ”Parkir yang torang jaga ini depe panjang lebe kurang dari 100 meter, saya ba jaga parkir dari senin sampe sabtu, tapi hari minggu tidak ba jaga karna hari minggu toko tutup. Baru jadi masalah pa saya yang ba 55
Wawancara bersama Bapak Arifin Mauda, pada tanggal 09 Juni 2015.
jaga parkir, karna parkir ini nanti ada kendraan orang yang ba bili di toko. Baru karja saya cuma tukang parkir, mo jadi kasana tukang bawa bentor so banyak yang ba bawa, apalagi bentor di Gorontalo depe jumlah so talalu banyak. Biaya parkir disini 2 ribu, baru lo oto yang ba bawa barang depe biaya parkir 5 atau lebe baru juga tagantong dari sopir itu yang mo ba kase”.56 Maksud dari pernyataan diatas yaitu: parkir yang kami jaga di tempat ini ± dari 100 M² panjangnya. Saya menjaga parkir waktunya dari hari senin sampai dengan hari sabtu, dan untuk hari minggu saya tidak menjaga parkir, karena pada hari minggu toko tutup. Dan para pembeli tidak akan datang untuk belanja, dan akan berdampak pada saya sebagai penjaga parkir, karena perparkiran hanya muncul dari kendaraan para pembeli yang datang membeli di toko. Untuk kerja saya memang hanya penjaga parkir, beralih kerja untuk mengemudi bentor sudah banyak yang melakukannya, untuk melihat kendaraan bentor yang ada di Gorontalo jumlahnya sudah sangat banyak. Kemudian untuk biaya parkir disini dikenakan sebesar Rp. 2.000, dan untuk mobil angkut barang dikenakan sebesar Rp. 5000 atau lebih dan tergantung dari pemberian sopir mobil angkut itu sendiri. Permasalahan parkir sangat penting untuk dikaji lebih mendalam, karena hampir semua aktivitas kegiatan diruang terbuka memerlukan sarana tempat parkir. Ruang parkir yang dibutuhkan harus tersedia secara memadai. Sebab dengan semakin besar volume lalu lintas yang beraktivitas baik yang meninggalkan atau menuju pusat kegiatan, maka semakin besar pula kebutuhan ruang parkir, bila tidak cukup kendaraan tersebut akan mengambil parkir ditepi jalan diseputar kawasan tersebut, sehingga menyebabkan kesemrawutan. Jadi parkir di jalan raya harus diatur dan dibatasi dengan cara menyediakan ruang parkir sesuai kebutuhan. Hal ini sesuai yang diutarakan salah seorang penjaga parkir yang dalam pernyataannya: ”Ada oto yang jaga ba muat barang yang jaga ba bayar parkir nanti tiap bulan depe harga 65 ribu. Baru torang yang ba jaga parkir disini pake sift, ada yang dari jam 9 pagi sampe jam 1 siang, baru ada juga yang dari jam 1 siang sampe jam 5 sore. Izin ada dari pemerintah kota tapi yang ba kelola pihak swasta. Waktu ti Pak Dambea yang walikota yang ba kontrak Parkir disini ti Pak Erwin Giasi yang ba kelola te Endi dengan te Oni. Baru skarang ti Pak Marten yang so jadi Walikota ini parkir dia kase pa ti Pak Risman Taha, 56
Wawancara bersama Bapak Zainudin Husain, pada tanggal 06 April 2015.
yang ba kelola Muhammad”.57
te
Anwar
dengan
te
Malik
Maksud dari pernyataan diatas yaitu: ada kendaraan mobil pengangkut barang yang biasanya untuk pembayaran parkir dilakukan setiap bulan dengan biaya Rp. 65.000. Kemudian kami sebagai penjaga parkir di tempat ini menggunakan sift, yang di mulai dari pukul. 09.00 Wita sampai dengan pukul 13.00 Wita, kemudian juga ada yang menjaga parkir dari pukul 13.00 Wita sampai dengan pukul 17.00 Wita. Untuk izin untuk lahan parkir memang ada kemudian untuk pengelolaan dari pihak swasta. Pada kepemimpinan Pak Adhan Dambea sebagai Walikota yang melakukan kontrak parkir ini Bapak Erwin Giasi yang kemudian dikelola oleh Endi dan Oni. Kemudian pada kepemimpinan Bapak Marten Taha pada waktu sekarang, untuk pengelolaan parkir ini diberikan kepada Bapak Risman Taha yang dikelola oleh Anwar dan Malik Muhammad. Berdasarkan surat perjanjian kerja sama antara Kepala Dinas Perhubungan dan Informasi Komunikasi Kota Gorontalo dengan Abdul Samad Taha tentang pengelolaan parkir di tepi jalan umum dengan jangka waktu selama setahun dengan ketentuan sejak perjanjian ini ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2015, dengan biaya yang harus dibayarkan dalam hal pengelolaan parkir tersebut sebesar Rp. 8.500.000 (Delapan Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) per bulan dalam bentuk tunai, dan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah bulan berjalan.58 Berkenaan dengan hal tersebut, maka sudah seharusnya diperlukan adanya suatu upaya yang baik dalam menata lahan parkir, terutama pada kawasan dengan intensitas pemanfaatan ruang yang tinggi, misalnya pada kawasan perkotaan. Penataan lahan parkir yang dimaksudkan yaitu suatu upaya terintegrasi dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang diperuntukkan sebagai lahan parkir tersebut. Dengan upaya penataan lahan parkir ini diharapkan akan dapat meminimalkan terjadinya konflik ataupun permasalahan pemanfaatan ruang yang berkenaan dengan keberadaan lahan parkir. Persepsi Masyarakat tentang Pemanfaatan Pasar Satya Pradja untuk Lahan Parkir Persepsi masyarakat mengenai pemanfaatan Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo untuk lahan parkir sangat beragam. Mengenai penjelasan masyarakat tentang pemanfaatan Pasar Satya Pradja untuk lahan parkir meliputi alasan berbelanja, penataan Pasar Satya Pradja, penataan untuk lahan parkir, dan keberadaan lokasi parkir di bahu jalan. Untuk persepsi masyarakat mengenai alasan memilih berbelanja pada pedagang di Pasar Satya Pradja karena memiliki harga yang murah serta ada sistem 57 58
Wawancara bersama Bapak Sofyan Buloto, pada tanggal 06 April 2015. Data dari Kantor Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi Kota Gorontalo Tahun 2015.
tawar menawar yang bisa dilakukan antara penjual dan pembeli, kemudian pilihan barang yang diberikan pedagang lebih lengkap. Adapun persepsi masyarakat terhadap manfaat keberadaan Pasar Satya Pradja adalah mudah untuk mendapatkan kebutuhan dan lokasi menjadi ramai. Aktivitas ruang publik pada pedagang di Pasar Satya Pradja memiliki manfaat yang bervariasi bagi para konsumen. Namun pada intinya adalah adanya kemudahan yang diberikan oleh aktivitas pedagang di Pasar Satya Pradja karena keberadaan mereka yang cenderung dengan aktivitas masyarakat. Hal ini sesuai yang diutarakan salah seorang pengunjung di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo yang dalam pernyataannya: ”Di pasar ini torang masyarakat gampang mo dapa barang yang torang bili, baru depe harga lo barang murah baru juga bisa mo tawar, kalo mo liat dari kendraan yang jaga lewat disini talalu macet karena saya liat ini parkir so di jalan. Mungkin kalo tampa parkir ini dia kase pindah di tampa yang tidak ba ganggu lalu lintas kendaraan yang lain, pasti dapa lia gaga keadaan lo pasar ini”.59 Maksud dari pernyataan diatas yaitu: di Pasar Satya Pradja ini, kami sebagai masyarakat mudah untuk mendapatkan barang yang akan kami beli, kemudian harga untuk barang murah dan kemudian bisa di tawar, kemudian dilihat dari kendaraan yang melewati tempat ini terlalu macet, karena saya lihat tempat parkir sudah berada di jalan. Kemungkinan kalau tempat parkir ini dipindahkan ke tempat yang tidak akan mengganggu lalu lintas untuk kendaraan yang lain, dipastikan agar untuk keadaan Pasar Satya Pradja ini terlihat sangat bagus. Selain itu berbelanja pada pedagang di Pasar Satya Pradja karena memiliki harga yang murah, pilihan barang yang diberikan pedagang lebih lengkap, alasan kedekatan lokasi dengan tempat tinggal. Selain itu keberadaan lahan parkir memberikan ketidaknyamanan pada lalu lintas untuk kendaraan lain dan membuat kemacetan, lingkungan sulit terjaga dan gangguan yang ditunjukkan oleh pengemudi bentor yang melakukan parkir di sembarangan tempat. Perencanaan Pembangunan untuk Lahan Parkir pada Masyarakat di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo Fenomena Aktifitas Perparkiran di Pasar Satya Pradja Dalam perencanaan pembangunan, pendekatan wilayah dimaksudkan untuk melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah sehingga terlihat perbedaan fungsi yang satu dengan ruang lainnya. Perencanaan pembangunan juga memperhatikan bagaimana ruang tersebut saling berinteraksi 59
Wawancara bersama Bapak Darwin Rahim, pada tanggal 06 April 2015.
untuk diarahkan kepada tercapainya kehidupan yang efisien dan nyaman. Perbedaan fungsi dapat terjadi karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi, dan perbedaan aktivitas utama pada masing-masing ruang yang harus diarahkan untuk bersinergi agar saling mendukung penciptaan pertumbuhan yang serasi dan seimbang. Secara umum lahan parkir pada Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo sebagai ruang publik merupakan suatu area, dimana diperuntukkan dan dimanfaatkan untuk fungsi perparkiran. Dengan semakin banyaknya intensitas kegiatan pemanfaatan ruang serta kepemilikan kendaraan bermotor, keberadaan lahan parkir yang memadai menjadi sangat penting seperti yang terjadi di Pasar Satya Pradja ini. Apabila kebutuhan akan lahan parkir ini tidak bisa tercapai secara baik maka bukan tidak mungkin akan menjadi penyebab timbulnya permasalahan wilayah, terutama dalam hal terjadinya konflik atau permasalahan tentang pemanfaatan ruang. Melihat lahan parkir yang ada di Pasar Satya Pradja ini sebagai ruang publik memilki fenomena aktifitas perparkiran yang sangat beragam. Dalam melihat lahan parkir di Pasar Satya Pradja ini yaitu saya sebagai peneliti melihat segala bentuk aspek perparkiran yang bisa di jadikan suatu kelebihan dan kekurangan. Kelebihan serta kekurangan dari aspek lahan parkir di Pasar Satya Pradja yang ada dianggap merupakan suatu hal yang menarik untuk dijadikan referensi dengan melihat hal yang terjadi karena menurut sudut pandang peneliti hal tersebut dianggap solusi yang efektif. Untuk fenomena perparkiran di Pasar Satya Pradja yang sangat beragam menggambarkan berbagai macam situasi aktifitas parkir yang belum berjalan sebagaimana mestinya atau bahkan menimbulkan suatu keadaan yang memilki potensi untuk dikembangkan dan perlu penataan. Mengenai pengadaan lahan parkir diharuskan untuk diakukan penataan, karena di Pasar Satya Pradja ini hanya memilki luas lahan parkir yang sempit dan apalagi hanya menggunakan bahu jalan sebagai tempat parkir sedangkan kendaraan yang melewati daerah itu sangat padat. Kemacetan menjadikan suatu masalah untuk keberadaannya perencanaan pembangunan, apalagi kendaraan yang melakukan untuk berhenti di jalanan yang membuat proses lalu lintas sangat terganggu, yang mengakibatkan akan terjadinya perparkiran di jalanan untuk sementara yang membuat keadaan sangat terganggu. Hal ini sesuai yang diutarakan salah seorang pengunjung di Pasar Satya Pradja yang dalam pernyataannya: “Macet yang ada di sini tagantong dari kendaraan yang lewat di sini, baru jalan di sini so jadi sempit karna so ada tampa parkir. Baru kendraaan rupa bentor, depe pembawa bentor yang ba tunggu penumpang, depe bentor bo dia parkir di jalan baru tidak ta atur bae karna dimana orang yang abis mo ba bili orang yang di bentor langsung mo ba pangge orang yang abis mo ba bili itu. Baru saya liat parkir disini tidak ada depe tampa sombar lo kendraan. Mungkin
kalo ta ator bae depe parkir disini, pasti gaga mo lia”.60 Maksud dari pernyataan diatas yaitu: untuk kemacetan yang berada di pasar ini tergantung dari kendaraan yang melewati jalan di pasar ini, dan kemudian jalan juga di pasar ini sudah semakin sempit karena dengan adanya tempat parkir. Kemudian dengan adanya kendaraan seperti bentor, untuk pengemudi bentor yang menunggu penumpang, bentornya hanya di parkir di jalan dan tidak teratur dengan baik, kerena dimana pembeli yang sudah selesai berbelanja, mereka yang sebagai pengemudi bentor langsung memanggil pembeli yang sudah selesai berbelanja itu. Kemudian saya lihat untuk tempat parkir disini tidak ada tempat untuk berteduh untuk kendraan. Kemungkinan kalau untuk tempat parkir yang ada disini teratur dengan baik, maka akan terlihat sangat bagus. Program pembangunan prasarana dan fasilitas transportasi beserta peningkatan aksesibilitas pelayanan transportasi, secara tidak langsung akan meningkatkan tingkat pergerakan penduduk baik dari dalam maupun kedalam kota.61 Hal ini nantinya akan berindikasi terhadap meningkatnya tingkat kemacetan lalu lintas jika tidak dilakukan pemantauan dan pengendalian.62 Berbagai macam penjelasan tentang persepsi masyarakat mengenai Pasar Satya Pradja sebagai ruang publik untuk lahan parkir, yang dapat diartikan berdasarkan penemuan dalam wawancara yang dilakukan bahwa untuk studi pemanfaatan ruang publik untuk lahan parkir yang berlokasi di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo. Secara abstrak pada intinya adalah karena lokasinya meliputi alasan berbelanja, penertiban untuk Pasar Satya Pradja, gangguan adanya lahan parkir di bahu jalan, gangguan adanya parkir bentor yang tidak teratur. Untuk Parkir bentor sangat mengganggu lau lintas, parkir bentor ini hanya sementara karena bentor ini sebagai alat pengangkut penumpang yang bisa menjadikan pengemudi bentor ini untuk bisa mendapat penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Upaya Pemerintah terhadap Pemanfaatan Ruang Publik untuk Lahan Parkir di Pasar Satya Pradja Dalam hal penataan di Pasar Satya Pradja ini kami hanya melakukan penertiban kepada sejumlah 9 Pedagang Kaki Lima (PKL), yakni dari depan Toko Karsa Utama sampai dengan Pasar Satya Pradja. Namun untuk sementara waktu lapak PKL ini dipindahkan di depan Toko Roy. Karena untuk pembangunan lapak PKL di bahu jalan maka mereka mendapat larangan, yang diatur dalam Perda No. 12
60
Wawancara bersama Ibu Ningsi Mosii, pada tanggal 06 April 2015.
61
Prihadi Nugroho dan Agung Sugiri. Studi Kebijakan Pembangunan terhadap Perubahan Tata Ruang di Kota Semarang. Jurnal Riptek, Vol. 3, No. 2, Tahun 2009, hlm. 45.
62
Ibid.
tahun 2005 tentang bangunan dalam pasal 20 ayat 2. Hal ini yang akan menyebabkan terjadinya gesekan antara pemilik lapak PKL dan bagian penertiban.63 Dalam penertiban lokasi ruang publik untuk lahan parkir pada Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo yaitu berdasarkan hasil wawancara, nanti adanya laporan dari masyarakat, baru itu pihak dari kami akan turun ke lokasi tersebut. Kemudian untuk jalan di sekitar Pasar Satya Pradja tersebut sudah semakin kecil dengan adanya pembangunan lapak PKL serta lalu lintas di jalan menjadi mudah padat dan akan menimbulkan kemacetan, kemudian untuk parkir di sekitar Pasar Satya Pradja ini masih dikelola oleh pihak swasta hingga sekarang.64 Melihat legalitas pengelola parkir dirasa perlu karena dengan melihat situasi di lapangan yang menyebutkan bahwa kondisi di Pasar Satya Pradja yang berpotensi akan aktifitas parkir yang tinggi. Aktifitas parkir tinggi didukung oleh keberadaan dari ruang publik itu sendiri yang memilki daya tarik khusus untuk menarik masyarakat untuk berkunjung. Faktor daya tarik yang ada antara lain harus memilki barang-barang yang bagus dan harga harus murah, serta faktor kenyamanan lokasi harus diperhatikan. Faktor lain yang dianggap menjadi alasan bagi peneliti dalam melihat pemberdayaan petugas parkir legal ialah adanya tindakan kurang disiplin dari juru parkir legal tersebut terutama pada masalah penggunaan seragam. Berdasarkan hal tersebut, sebagai juru parkir ilegal hendaknya menggunakan seragam khusus yang telah disediakan oleh pemerintah terkait. Faktor lain yaitu harus dibuatnya arahan dengan menertibkan lokasi ruang publik dari aktifitas parkir yaitu aktifitas pengguna jalan lain terutama pejalan kaki merasa terganggu. Pejalan kaki terpaksa melakukan perjalanan hingga ke tepi jalan karena sebagian jalan sudah diperuntukkan sebagai tempat untuk parkir kendaraan. Untuk penataan parkir bentor itu sangat sulit karena dimana ada penumpang, mereka yang sebagai pengemudi bentor langsung berhenti di tempat itu pula. Namun, hal itulah yang membuat mereka pengemudi bentor untuk bisa mendapatkan hasil pendapatan mereka. Kemudian untuk Pasar Satya Pradja sudah bukan menjadi pasar tetapi sudah menjadi tempat usaha. Mungkin dari keberadaan jalan di Pasar Satya Pradja ini dengan adanya lahan parkir di jalan maka ruang gerak semakin kecil, hal ini akan menimbulkan dampak yaitu dampak bagi pengguna jalan, dampak untuk pedagang, dan dampak kenyamanan untuk masyarakat. Dengan terjadinya ruang gerak yang semakin kecil, mungkin nilai ekonomi semakin banyak tetapi tingkat stress untuk masyarakat semakin tinggi.65 Dalam ruang lingkup pengelolaan dalam perjanjian adalah tempat parkir di tepi jalan umum yang meliputi Jalan Jendral Suprapto, Jalan S. Parman, Jalan M.T 63
Wawancara bersama Bapak Puten Mantali, tanggal 07 April 2015.
64
Wawancara bersama dengan Bapak Lukman Doda, A. M.Ak, pada tanggal 02 April 2015.
65
Wawancara bersama Bapak Chairul, pada tanggal 08 April 2015.
Haryono, Jalan Jendral Sutoyo dan sebagian ruas Jalan Raja Eyato (dari simpang empat Apotik Sehat sampai dengan simpang empat Toko Madina Baru), Jalan Aloei Saboe depan Hypermart.66 Tentang Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum di atur dalam Peraturan Dearah Nomor 12 Tahun 2011, dengan biaya yang harus dibayarkan dalam hal pengelolaan parkir tersebut sebesar Rp. 8.500.000 (Delapan Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) per bulan dalam bentuk tunai, dan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah bulan berjalan.67 Tempat parkir untuk pusat kegiatan di pasar tersebut ini menjadi lancar dengan adanya jalur jalan, alat angkut sebagai wadah arus penyalur barang dan manusia/orang. Kendaraan pengangkut barang maupun kendaraan pengangkut manusia/orang tidak selalu dalam keadaan bergerak terus, tetapi berhenti di tempattempat tertentu. Dengan keadaan ini maka di tempat tersebut akan timbul tempat pemberhentian, contohnya seperti kendaraan becak motor (bentor) yang memarkir dijalanan. Masalah parkir ini telah banyak pula menimbulkan kesulitan bagi lancarnya lalu lintas. Maka masalah ini harus di tata dan dikelola dengan baik agar tidak mengganggu lalu lintas. Perencanaan pembangunan harus bisa dilakukan dengan kerja sama antar daerah, dalam hal ini untuk mencapai keuntungan dan manfaat bersama serta bisa terjalin komunikasi dengan baik antar daerah. Dengan perubahan perencanaan pembangunan harus adanya partisipasi masyarakat agar bisa diharapkan pembangunan dengan baik yang bisa dirancang berdasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Maksud Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Gorontalo Tahun 2014-2019 adalah dokumen perencanaan pembangunan untuk kurun waktu 5 (lima) tahun yang menjadi pedoman bagi seluruh komponen daerah (pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan lain-lain dalam mewujudkan cita-cita masyarakat Kota Gorontalo sesuai visi, misi dan program pembangunan dari Walikota dan Wakil Walikota terpilih sehingga seluruh upaya dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif dan saling melengkapi satu dengan yang lainnya didalam satu pola sikap dan pola tindak. Persepsi Ahli Lingkungan terhadap Penataan Lahan Parkir di Pasar Satya Pradja Dalam perencanaan pembangunan untuk penataan lahan parkir harus dilihat dari sistem yang berlaku68, antara lain: 1. Kebijakan yaitu sejauh mana aturan atau perda, apakah sudah ada. 66
Wawancara bersama Bapak Marwan, pada tanggal 10 April 2015.
67
Data dari Kantor Dinas Perhubungan Informasi dan Komunikasi Kota Gorontalo Tahun 2015.
68
Wawancara bersama Bapak Sukirman Rahim, pada tanggal 08 April 2015.
2.
Areal yaitu apakah areal ini layak atau tidak untuk wilayah parkir.
3.
Sistem penataan yaitu apakah untuk pengelolaan ini di pihak ketigakan atau di kelola oleh pemerintah.
4.
Fungsi yaitu apakah bebas emisi yang dilihat dari sudut pandang estetika.
Dari hal di atas tersebut maka di ambil contoh: coba kita memarkir kendaraan lalu memintai bukti retribusi, dan melihat nomor seri dan tahun untuk bukti retribusi bahwa sudah kedaluwarsa. Berdasarkan hasil diatas bahwa yang akan muncul berupa dampak, antara lain: a)
Dampak sosial: kehadiran parkir-parkir liar itu yang notabenenya tidak mencantumkan retribusi parkir, sehingga menimbulkan efek domino dan efek psikologi masyarakat yang mempertanyakan legalitas dari parkir itu sendiri.
b) Dampak ekonomi: tidak bisa memberikan kontribusi misalnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup signifikan di daerah, karena tidak ada bukti retribusi bahwa itu di kumpul dan di serahkan ke pemda, dan itu hanya menguntungkan pihak perorangan atau kelompok tertentu. c)
Dampak lingkungan Untuk dampak lingkungan dilihat dari dua hal, yaitu sebagai berikut: 1.
Nilai estetika itu tidak ada karena semraut.
2.
Penataan kota yang bebas dari karbon dan sekarang sudah sangat mengganggu karena sudah ada polusi dan sudah tidak layak karena dengan adanya kebisingan dari kendaraan.
Untuk melihat penataan di Pasar Satya Pradja ini, selama pedagang dan penjaga parkir itu menjaga kebersihan di area Pasar Satya Pradja itu, mungkin tidak ada dampak lingkungan yang ditimbulkan. Untuk keadaan lingkungan, sudah ada petugas kebersihan yang membersihkan area Pasar Satya Pradja dan sudah ada mobil pengangkut sampah. Dampak lingkungan yang muncul di sekitar Pasar Satya Pradja hanya bunyi mesin dari kendaraan yang mengakibatkan polusi muncul, namun keadaan ini sudah menjadi hal yang biasa.69 Pada sisi lain, lingkungan fisik dimana manusia hidup dapat pula mengalami perubahan bentuk dan fungsi yang disebabkan oleh campur tangan manusia. Dalam hal ini tidak hanya mendasarkan pada interaksi organisme dengan lingkungan, tetapi juga dikaitkan dengan fenomena yang ada dan juga perilaku manusia. Interelasi keduanya inilah yang menjadi ciri khas pada keadaan lingkungan ini.70
69 70
Wawancara bersama Ibu Masyita I. Nabius, S.Sos, pada tanggal 16 April 2015. Eko Budihardjo. (1998). Sejumlah Masalah Pemukiman Kota. Bandung: Alumni, hlm. 214-215.
Kondisi Lahan Parkir Pada Ruang Publik di Pasar Satya Pradja Melihat kondisi lahan parkir pada ruang publik di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo terdapat masalah, yaitu: a.) Luas Lahan Luas lahan parkir di Pasar Satya Pradja bahwa luas dari lahan parkir itu sudah tidak ada, bahkan tempat parkir sudah menggunakan bahu jalan untuk digunakan menjadi tempat parkir. b.) Intensitas Kendaraan Intensitas kendaraan di Pasar Satya Pradja mudah padat, karena dengan dibuatnya lahan parkir di bahu jalan, intensitas kendaaran mudah padat hingga membuat kemacetan. c.) Legalitas Parkir Untuk legalitas parkir memang ada, namun jika kita meminta bukti retribusi tidak ada, hal inilah yang membuat pengguna parkir merasa kecewa dengan hal tersebut. Kerena seakan-akan para pengguna parkir tidak mempercayai retribusi yang mereka keluarkan. d.) Penataan Kendaraan Untuk penataan kendaraan belum begitu baik, terkadang dalam melakukan penjagaan terhadap kendaraan pengguna jasa parkir tidak ditata ataupun diatur sebagaimana mestinya. Imbas dari tindakan penjaga parkir tersebut mengakibatkan kerugian di pihak pengguna jasa parkir. e.) Permasalahan Parkir Permasalahan parkir di Pasar Satya Pradja yaitu dengan tempat parkir yang berada di jalan, maka untuk pengguna parkir yang memarkir kendaraan tidak ada tempat berteduh untuk kendaraan. Berdasarkan hal diatas bahwa dapat dibuat skema untuk kondisi lahan parkir pada ruang publik di Pasar Satya Pradja dalam penataan lahan parkir yaitu sebagai berikut: Kondisi lahan parkir:
Luas Lahan Intensitas Kendaraan Legalitas Parkir Penataan Kendaraan Permasalahan Parkir
Pemetaan lokasi dan melihat karakter lahan parkir
Cara/arahan Penataan Lahan Parkir pada Pasar Satya Pradja
Berdasarkan skema diatas bahwa untuk solusi kebijakan terhadap kondisi lahan parkir di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo yaitu tempat Parkir di Pasar Satya yang terletak di tepi jalan harus dilakukan penataan dengan baik, agar kenyamanan bisa terjaga. Untuk aktivitas perparkiran di Pasar Satya Pradja untuk kondisi fisik maupun bagian pengelolaannya harus ditindaklanjuti dengan baik. Arahan lahan parkir di Pasar Satya Pradja yaitu untuk pengadaan tempat khusus parkir harus dilakukan penataan dengan baik, pengadaan legalitas pengelola/petugas parkir harus diperlihatkan kepada pengunjung yang melakukan parkir, serta lokasi Pasar Satya Pradja dijadikan sebagai area bebas parkir.
PENUTUP a. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Kondisi di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo sebagai ruang publik merupakan daerah yang memilki fasilitas umum dengan penataan menarik dan keberadaanya sangat mudah untuk dijangkau. Seluruh lapisan masyarakat sangat mampu untuk mengakses lokasi ruang publik yang ada dengan berbagai macam keperluan dalam berkunjung. Aktivitas masyarakat dalam mengakses Pasar Satya Pradja yang ada menggambarkan suatu keadaan yang bersifat legal dan bersifat ilegal. Keadaan ruang publik yang indah serta sifatnya yang mudah dijangkau tersebut, secara tidak langsung telah menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk dikunjungi, baik itu yang melakukan dengan berkendaraan maupun hanya sekedar jalan kaki.
2.
Karakter lahan parkir pada ruang publik di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo merupakan tempat parkir kendaraan bagi para pengunjung yang terletak di tepi jalan. Kondisi fisik dari lahan parkir yang bervariatif didukung dengan fenomena ada dan tidaknya pengelola parkir dilapangan. Aktivitas perparkiran pada ruang publik di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo secara keseluruhan masih terdapat permasalahan baik dari kondisi fisik maupun di bagian pengelolaannya.
3.
Arahan untuk pembatasan lahan parkir pada ruang publik di Pasar Satya Pradja yang dapat dilakukan adalah: a. Pengadaan tempat khusus parkir pada Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo. b. Pengadaan legalitas pengelola parkir pada Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo. c. Pemberdayaan petugas parkir legal pada Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo. d. Penertiban lokasi ruang publik Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo sebagai area bebas parkir.
b.
Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat diuraikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Dengan melihat di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo sebagai ruang publik, maka harus dilakukan penataan dengan baik. Untuk keperluan masyarakat harus dipenuhi keseluruhan, agar masyarakat tidak akan kecewa untuk berkunjung di Pasar Satya Pradja, serta pihak Pasar Satya Pradja harus menjaga kebersihan, agar kenyamanan tetap ada untuk masyarakat yang berkunjung. 2. Tempat Parkir di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo yang terletak di tepi jalan harus dilakukan penataan dengan baik, agar kenyamanan bisa terjaga. Untuk aktivitas perparkiran di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo untuk kondisi fisik maupun bagian pengelolaannya harus ditindaklanjuti dengan baik. 3. Arahan lahan parkir di Pasar Satya Pradja Kota Gorontalo yaitu untuk pengadaan tempat khusus parkir harus dilakukan penataan dengan baik, pengadaan legalitas pengelola/petugas parkir harus diperlihatkan kepada pengunjung yang melakukan parkir, serta lokasi Pasar Satya Pradja dijadikan sebagai area bebas parkir.
DAFTAR PUSTAKA 1. Buku Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Bintarto, R. 1983. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Budihardjo, Eko. 1998. Sejumlah Masalah Pemukiman Kota. Bandung: Alumni.
Creswell, John. W. 2009, Research Design, Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, Dan Mixed, Terjemahan : Achmad Fawaid, Edisi Ketiga, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010/2012. Evers, H.D. 1986. Sosiologi Perkotaan: Urbanisasi dan Sengketa Indonesia dan Malaysia. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia.
Tanah di
Moleong, Lexy. J 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan, dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Soetomo. 2006. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&B, Bandung: CV. Alfabeta. Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refika Aditama. Susilo, Rachmad K. Dwi. 2012. Sosiologi Lingkungan. Jakarta: Rajawali Pers. Yunus, Hadi Sabari. 2005. Klasifikasi Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2. Jurnal Danoe Iswanto, Kajian Ruang Publik Ditinjau dari Segi Proporsi/Skala dan Enclosure. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman, Enclosure Volume 5 No. 2, Juni 2006. Iryanto. Perencanaan Pembangunan Kabupaten/Kota melalui Pendekatan Wilayah dan Kerja Sama Antardaerah. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Wahana Hijau. Vol. 1, No. 3, April 2006. Nastia. Implementasi Perda No. 02 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Baubau (Studi Penggunaan Lahan dalam Pengembangan Wilayah). Journal of Governance and Public Policy, Volume 1, Nomor 1, April 2014. Prihadi Nugroho dan Agung Sugiri. Studi Kebijakan Pembangunan terhadap Perubahan Tata Ruang di Kota Semarang. Jurnal Riptek, Vol. 3, No. 2, Tahun 2009. Ristiana Kadarsih, Demokrasi dalam Ruang Publik: Sebuah Pemikiran Ulang untuk Media Massa di Indonesia, Jurnal Dakwah, Vol. IX No. 1, Januari-Juni 2008. Rosyetti. Studi Keterkaitan Pertumbuhan Penduduk dengan Pembangunan Ekonomi di Kabupaten Kuantan Singing. Jurnal Ekonomi. Volume 17, Nomor 2 Agustus 2009. Sriyanto. Agihan dan Kesesuaian Medan untuk Permukiman (Studi Kasus Pembangunan Perumahan di Kecamatan Tugu dan Ngaliyan Kota semarang). Jurnal Geografi. Volume 4 no. 1 Januari 2007.
Tadjudin N. Effendi. Strategi Pengembangan Masyarakat (Alternatif Pemikiran Reformatif). Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 3, No. 2, November 1999. Walbiden Lumbantoruan. Pendekatan Geografi sebagai cirikhas Ilmu Geografi. Jurnal Pendidikan Science, Volume 25 No. 3, September 2001. 3. Hasil Riset Agusta Rudyana. (2009). Skripsi dengan judul: Ruang dan Waktu bagi Tukang Parkir (Studi Etnografi Tentang Manajemen Konflik dan Penyesuaian Diri Tukang Parkir di Jalan Dr. Radjiman Surakarta). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Akhmad Ramdhon. (2005). Tesis dengan judul: Soerakarta, Riwayatmu Kini ...: Dinamika Sebuah Kota di Jawa. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Anggita S. E. P. (2014). Skripsi dengan judul: Evaluasi Penggunaan Lahan di Kota Kediri Tahun 2003 – 2013. Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. Elzafina. (2011). Tesis dengan judul: Perencanaan Pembangunan Partisipatif melalui Peran Fasilitator Musrenbang d Kota Solok (Kasus Kelurahan VI Suku, KTK, Tanjung Paku dan Koto Panjang). Polokda Pascasarjana, Universitas Andalas, Padang. Hari Harsono, (2009). Skripsi dengan judul: (Kemiskinan di Perkotaan) Studi Kasus Peningkatan Ekonomi Masyarakat Miskin Kota di Bogor. Program Studi Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 4. Regulasi Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1997. Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 Pasal 11 ayat 2.