The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
1
POHUTU MOLALUNGO PADA MASYARAKAT GORONTALO (SEBUAH REFLEKSI ISLAM NUSANTARA)
Rizal Darwis IAIN Sultan Amai Gorontalo Perum Mansai Permai J/28 Kel. Huangobotu Kota Gorontalo Email:
[email protected]
THE 16th ANNUAL INTERNATIONAL CONFERENCE ON ISLAMIC STUDIES (AICIS) 2016
MINISTRY OF RELIGIOUS AFFAIRS GENERAL DIRECTORATE OF ISLAMIC EDUCATION DIRECTORATE OF ISLAMIC HIGHER EDUCATION IAIN RADEN INTAN LAMPUNG NOVEMBER 1-4, 2016
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
2
DAFTAR ISI
Abstrak .................................................................................................................................
1
A. Pendahuluan ..................................................................................................................
2
B. Implementasi Penyelenggaraan Jenazah dalam Adat Pohutu Molalungo di Gorontalo
4
C. Keterlibatan Tokoh Adat dan Tokoh Agama dalam Sosialisasi Prosesi Adat Pohutu Molalungo di Gorontalo ................................................................................................ 14 D. Upaya Pelestarian Penyelenggaraan Jenazah menurut Adat Pohutu Molalungo .......... 16 E. Penutup .......................................................................................................................... 17 Daftar Pustaka ...................................................................................................................... 18 Biodata ................................................................................................................................. 18
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
1
POHUTU MOLALUNGO PADA MASYARAKAT GORONTALO (SEBUAH REFLEKSI ISLAM NUSANTARA) Rizal Darwis IAIN Sultan Amai Gorontalo Email:
[email protected]
Abstract Custom is a local tradition that consciously made public continuously as a precious value, maintained, preserved as cultural heritage and local assets. This study discusses about indigenous of pohutu molalungo in Gorontalo community. Issues examined by Participatory Action Research. This research is a field research based community service. In the collection of data through observation and interviews with puspose sampling method. The data were analyzed with descriptive qualitative. The results showed that: First, custom of pohutu molalungo in Gorontalo is a tradition over the provision of public bodies, in principle, still maintain the tradition with equipment based on the guidance of Islamic law; Second, the existence of traditional leaders, religious leaders and government representatives to discover the implementation of the corpse by Gorontalo people. Their presence became the highest award of the public due to the status of the caliph who remains a role model and a good role model in the community, so that in any activities that take place in society, their presence still be calculated; Third, efforts were made to maintain the continuity of the regeneration of the organizers of the bodies by the research team along with stakeholders is doing some activities, such as: training regeneration, establishment of regeneration, and a preparation guide books organizing bodies. Keywords: Costum, Pohutu Molalungo, Corpses
Abstrak Adat adalah tradisi lokal yang secara sadar dilakukan masyarakat terus menerus sebagai sebuah nilai yang berharga, tetap terpelihara, dilestarikan sebagai kekayaan budaya dan aset lokal. Penelitian ini membahas adat pohutu molalungo pada masyarakat Gorontalo. Permasalahan dikaji dengan pendekatan Participatory Action Research (PAR). Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) berbasis pengabdian kepada masyarakat. Dalam pengumpulan data melalui observasi dan wawancara dengan pemilihan responden secara puspose sampling. Selanjutnya data yang terkumpul dianalisa dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, adat pohutu molalungo di Gorontalo adalah sebuah adat istiadat dalam hal penyelenggaraan jenazah yang pada prinsipnya masyarakat masih tetap mempertahankan tradisi dengan tetap berdasarkan tuntunan syariat Islam; Kedua, keberadaan tokoh adat, tokoh agama dan unsur pemerintah masih menjadi ujung tombak tersosialisasinya penyelenggaraan jenazah berdasarkan tradisi masyarakat Gorontalo. Keberadaan mereka menjadi penghargaan tertinggi dari masyarakat disebabkan status khalifah yang tetap menjadi suri teladan dan panutan yang baik dalam masyarakat, sehingga dalam setiap kegiatan yang berlangsung di masyarakat, maka kehadiran mereka tetap diperhitungkan; Ketiga, upaya yang dilakukan untuk menjaga keberlangsungan regenerasi penyelenggara jenazah oleh tim peneliti bersama stakeholder adalah melakukan beberapa kegiatan, seperti: pelatihan/workshop kaderisasi, pembentukan lembaga kaderisasi, dan penyusunan buku panduan penyelenggaraan jenazah. Kata Kunci: Adat, Pohutu Molalungo, Jenazah
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
A. Pendahuluan
2
Begitu pula di Gorontalo, dalam
Hubungan hukum adat dengan
bahasa daerahnya, istilah tersebut yaitu
hukum Islam dalam makna “kontak”
“adati hula-hulaa to saraa, saraa hula-
antara kedua sistem hukum itu telah lama
hulaa to Qur’ani” (Tuloli dkk, 2004).
berlangsung di Indonesia, dan hubungan
Istilah
tersebut
masyarakat.
perkembangan islamisasi yang tidak ingin
Keakraban itu tercermin dalam berbagai
membenturkan antara adat dengan ajaran
pepatah dan ungkapan di beberapa daerah,
Islam secara frontal.
akrab
dalam
ini
hadir
seiring
dengan
misalnya ungkapan dalam bahasa Aceh
Islam memiliki aturan formal yang
yang menyatakan: hukum ngon adat
baku dan tegas mengenai legalitas ritual-
hantom cre, lagee zat ngon sipeut (hukum
ritual yang dipengaruhi tradisi atau budaya
Islam dengan hukum adat tidak dapat
lokal. Kendati demikian, kehadiran Islam
dicerai
sekali
sebagai agama sebenarnya bukanlah untuk
hubungannya seperti hubungan zat dengan
menolak segala tradisi yang telah berlaku
sifat sesuatu barang atau benda); di
di tengah masyarakat. Tradisi yang telah
Minangkabau
mapan
pisahkan
karena
yang
erat
tercermin
dalam
dan
memperoleh
kesepakatan
pepatah: adat dan syara’ sanda menyanda
kolektif sebagai perilaku normatif, maka
syara’
Islam
mengato
adat
memakai;
di
tidak
akan
merubah
Gorontalo dengan falsafahnya: adati hula-
menolaknya
hulaa to saraa, saraa hula-hulaa to
sebagai bagian dari budaya Islam itu
Qur’ani (adat bersendi syara’ dan syara’
sendiri
bersendi Kitabullah).
menyempurnakannya berdasarkan nilai-
Secara filosofis, kultur keberagamaan
masyarakat
di
Gorontalo
melainkan
atau
dengan
mengadopsinya
membenahi
dan
nilai budi pekerti luhur yang sesuai dengan ajaran-ajaran syariat Islam.
mengakui eksistensinya sebagai serambi
Sejalan
dengan
itu,
penataan
Madinah. Sewang (2005) menjelaskan
kehidupan manusia dalam bingkai agama
bahwa filosofi “Adat Bersendikan Syara’,
telah menyentuh kepada berbagai aspek
Syara’
pada
yang bahkan kepada hal-hal yang masih
dasarnya tumbuh dan menjadi bagian yang
dianggap sepele oleh sebagian muslim.
tidak terpisahkan dalam proses pergulatan
Tidak jarang ditemukan adanya hal-hal
antara agama dengan budaya yang terjadi
penting dalam agama yang pengetahuan
hampir di seluruh wilayah nusantara dalam
dan
proses islamisasi secara struktural (top
kepada pihak-pihak tertentu yang dianggap
down).
memiliki
Bersendikan
Kitabullah”
penguasaannya
otoritas
hanya
diserahkan
keagamaan.
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Sikap
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
3
semacam ini cenderung berimplikasi pada
seperti upacara kelahiran, perkawinan, dan
hilangnya rasa tanggungjawab sebagian
upacara kematian. Khususnya masyarakat
muslim terhadap hal-hal yang selayaknya
suku Gorontalo sejak dahulu memiliki
perlu
umum.
pelaksanaan pemakaman yang terpadu
Termasuk dalam hal ini misalnya, masalah
antara adat istiadat dan ajaran Islam.
yang menjadi objek penelitian ini, yakni
Upacara
teknis penyelenggaraan jenazah. Suku
dengan nama upacara pohutu molalungo.
Gorontalo menyebutkan dengan tradisi
Upacara pohutu molalungo terbagi lagi
pohutu molalungo. Tradisi ini adalah salah
menjadi 3 (tiga) bagian yang disesuaikan
wajah Islam Nusantara, di mana perpaduan
status sosial yang meninggal, yaitu pohu-
ajaran Islam dengan kearifan lokal yang
pohuto (pemakaman untuk raja), bubato
terdapat
(pemakaman pejabat di bawah raja), dan
untuk
diketahui
dalam
secara
masyarakat
suku
Gorontalo.
pemakaman
tersebut
dikenal
tuwango lipu (pemakaman untuk rakyat).
Sebagian masyarakat Islam bahkan menganggap
pengetahuan
teknis
Terlepas dari pembagian dalam prosesi
penyelenggaran
masyarakat
oleh pihak-pihak tertentu yang dinilai
penyelenggaraan
berkompeten, seperti imam, kadi, ulama,
ketentuan syariat Islam dilakukan melalui
ustaz,
suatu prosedur tertentu. Prosedur tersebut
orang-orang
berlatarbelakang
pendidikan
yang agama.
merupakan
Gorontalo
pada
penyelenggaraan jenazah cukup diketahui
atau
adat
jenazah
jenazah
persyaratan
tersebut,
berdasarkan
yang
harus
Sehingga bagi kelompok di luar itu, tidak
ditempuh apabila salah seorang muslim
perlu mempelajari atau mengetahui teknis
meninggal dunia. Dalam hukum Islam ada
atau tata cara penyelenggaraan jenazah.
empat kewajiban yang harus diperlakukan
Padahal,
menjadi
pada seseorang yang telah meninggal
tanggungjawab setiap individu muslim
dunia, yaitu: memandikan, mengkafani,
yang tidak bisa dibebankan kepada pihak-
menyalatkan, dan menguburkan jenazah.
pihak
hal
semacam
tertentu
itu
saja.
Sebab,
Berdasarkan
observasi
penyelenggaraan jenazah merupakan salah
kaitannya
satu
terakhir
lenggaraan jenazah terhadap seseorang
seseorang terhadap mayyit hingga ia
muslim yang meninggal dunia, merupakan
dikubur atau dimakamkan.
problematika
bentuk
penghormatan
Penerapan nilai-nilai adat istiadat
dengan
masyarakat
prosedur
awal
tersendiri adat
suku
di
penye-
kalangan Gorontalo.
pada masyarakat sosial tergambar dari
Permasalahannya terletak pada minimnya
berbagai aktivitas upacara keagamaan,
person
yang
mampu
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
melakukan Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
4
penyelenggaraan jenazah khususnya yang
terkadang hanya 2 (dua) atau 3 (tiga) orang
terkait dengan adat pohutu molalungo.
petugas khusus yang menangani jenazah.
Minimnya
penyelenggara
jenazah
ini
Berdasarkan fakta di atas, maka
tampaknya disebabkan oleh pihak tokoh
tulisan
adat
ruang
penyelenggaraan jenazah dalam prosesi
pengetahuan masyarakat terhadap prosesi
adat pohutu molalungo di Gorontalo
adat pohutu molalungo agar pengetahuan
dengan sub permasalahan, yaitu: (1)
adat tersebut hanya dikuasai oleh kalangan
bagaimana implementasi penyelenggaraan
tokoh adat saja. Sehingga, sulit ditemukan
jenazah dalam adat pohutu molalungo di
masyarakat yang paham dan benar-benar
Gorontalo?; (2) bagaimana melibatkan
mengetahui
pohutu
peran aktif tokoh adat dan tokoh agama
pada
dalam mensosialisasikan prosesi penye-
penyelenggaraan jenazah yang terkadang
lenggaraan jenazah terkait dengan adat
menjadi terlambat dilakukan. Fenomena
pohutu molalungo di Gorontalo?; dan (3)
tertundanya
upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk
“sengaja”
molalungo.
membatasi
tata Hal
cara ini
adat
berdampak
penyelenggaraan
jenazah
ini
akan
membahas
hingga beberapa jam ini cukup meresahkan
menjaga
bagi keluarga yang berduka maupun
penyelenggara jenazah terkait dengan adat
masyarakat Gorontalo secara umum.
pohutu molalungo di Gorontalo?
Juga
sangat
disayangkan
keberlanjutan
tentang
regenerasi
jika
selama ini telah terbentuk pandangan (image) di tengah masyarakat yang hanya
B. Impelementasi Penyelenggaraan Jenazah dalam Adat Pohutu Molalungo di Gorontalo
mengandalkan para imam-imam, saradaa, kasisi, bidan kampung, hulango dalam
Manusia
memiliki
kesamaan-
jenazah tanpa
kesamaan dikarenakan kodrat kemanu-
adanya motivasi untuk ikut terlibat atau
siaannya. Kesamaan-kesamaan inilah yang
sekedar mengetahui tata caranya. Selama
memungkinkan lahirnya adat istiadat dan
ini, image masyarakat Gorontalo menilai
kebudayaan sebagai suatu tatanan sosial
bahwa masalah penyelenggaraan jenazah
yang dapat mempertahankan eksistensinya,
hanya dikhususkan bagi mereka yang
bahkan dapat berkembang membangun
sampai saat sekarang ini profesi tersebut
pola hidup melalui kerjasama antar sesama
bagi orang-orang tertentu saja. Bahkan
manusia,
untuk daerah perkotaan Gorontalo melalui
terhadap
pengamatan
kebudayaan yang menciptakan interaksi
teknis
penyelenggaraan
awal
dan
fakta
empiris
peneliti bahwa; untuk satu kecamatan
pengenalan, nilai-nilai
adat
penghayatan istiadat
dan
sosial kebersamaan.
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
Islam dengan segenap universalitas
5
Apabila dibayangkan bagaimana
syariat yang dibawanya adalah agama yang
sekiranya
agama
sempurna dan paripurna sebagai pedoman
tuntunan
terhadap
segala
manusia.
jenazah, maka kematian seseorang tidak
Kesempurnaan dan keparipurnaan Islam
lagi menjadi suatu yang berharga untuk
sebagai
bersifat
dijadikan pelajaran bagi mereka yang
integral-universal yang melampaui batas-
masih hidup. Jenazah manusia tidak lebih
batas geografis dan zaman. Nilai-nilai
hanya akan seperti bangkai-bangkai hewan
ajaran Islam bersifat absolut, abadi dan
yang membusuk dan dikubur begitu saja
berlaku untuk semesta sepanjang masa,
hanya
berlaku
menyengat. Di sisi lain, hal ini juga terkait
dimensi
kehidupan
pedoman
untuk
kehidupan
seluruh
budaya
dan
untuk
tidak
memberikan
penyelenggaraan
menghindari
dengan
bangsa manapun. Tidak ada satu pun
kehidupan. Sebab, dalam Islam, kematian
dimensi kehidupan manusia yang luput dan
bukanlah akhir suatu kehidupan, tetapi
tak tersentuh oleh hukum Islam, termasuk
kematian adalah pintu atau jalan menuju
adat-istiadat maupun tradisi budaya dan
kehidupan
peradaban (Darwis, 20015).
kehidupan
ditangkap
bahwa
kehadiran
kelanjutan
yang
peradaban serta berlaku untuk segala suku
Berawal dari aspek inilah dapat
masalah
bau
selanjutnya, dunia
yaitu
menuju
proses
dari
kehidupan
akhirat.
agama
Pelaksanaan berlaku
kemanusiaan.
adalah sintesa antara adat istiadat dan
melalui
penye-
ajaran
keterlibatannya dalam mengatur hubungan
menyakini
antar manusia, baik ketika masih hidup,
sebagai agama mereka bahwa tuntunan
maupun sampai ia wafat atau meninggal.
agama dalam hal penyelenggaraan jenazah
Dalam hal ini, kehadiran Islam sebagai
adalah
suatu agama, memberikan aturan yang
menshalatkan dan menguburkan. Kulaini
jelas bagaimana akhlak manusia terhadap
(1407 H) mengutip salah satu hadis
jenazah.
Sehingga
Rasulullah saw.:
dikatakan
bahwa
Islam
salah hadir
jika untuk
membentuk dan membangun peradaban manusia
yang
persentuhannya
humanis
dengan
aspek
dalam budaya
Masyarakat
Gorontalo
lenggaraan jenazah, agama membuktikan
tidak
Islam.
masyarakat
yang
memiliki relevansi yang jelas pada aspek Sebab,
dalam
pemakaman
dengan
Gorontalo
memahami
memandikan,
Islam
mengkafankan,
َُسول ُ عَ ْن َأ ِبيَ ُهريْرة َرضيَهللاَعنهَقال َر َا هَّللِ َصلى َهللا َعليه َوسلم َح ُّق َا ْل ُم ْس ِل ِم َعلى ٌّ ا ْل ُم ْس ِل ِم َ ِس َ َوإِذا, َإِذا َل ِقيتهُ َفس ِل ْم َعل ْي ِه:ت َ,ُ َو ِإذا َاِسْت ْنصحك َفا ْنص ْحه,ُدعاك َفأ ِج ْبه
manusia sendiri. Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
َو ِإذا َعطس َفح ِمد َا هَّلل َفَس ِمتْهُ َو ِإذا َم ِرض )َو ِإذاَماتَفاتْب ْعهَُ(رواهَُ ُم ْس ِل ٌم,ُفعُ ْده Artinya:
6
wakil gubernur, wakil bupati dan wakil walikota,
dulu
dikenal
jogugu
atau
wedana; (c) camat, dulu dikenal dengan
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Hak seorang muslim terhadap sesama muslim ada enam, yaitu bila engkau berjumpa dengannya ucapkanlah salam; bila ia memanggilmu penuhilah; bila dia meminta nasehat kepadamu nasehatilah; bila dia bersin dan mengucapkan alhamdulillah bacalah yarhamukallah (artinya = semoga Allah memberikan rahmat kepadamu); bila dia sakit jenguklah; dan bila dia meninggal dunia hantarkanlah (jenazahnya).” (HR Muslim).
marsoleh atau wuleya lo lipu; (d) kadli; (e) mufti; (f) mbuu ‘i biluato, yaitu isteri gubernur, isteri bupati atau isteri walikota; (g) apitalau; (h) putra putri gubernur, putra putri bupati, atau putra putri walikota taa bilantalo,
yang
kesemuanya
disebut
mongopulubila; (2) upacara pemakaman untuk
para
kehormatan
penyandang (pulanga);
gelar (3)
adat
upacara
pemakaman untuk wali-wali mowali, dan yang ditentukan oleh gubernur, bupati,
Penyelenggaran
pemakaman
menurut adat Gorontalo tampak ada 3 (tiga) corak pelaksanaan sesuai status orang yang meninggal, yaitu: (1) corak pemakaman untuk raja, dengan upacara adat pemakamannya lengkap; (2) corak pemakaman bubato, yaitu pejabat di bawah raja yang melaksanakan pemerintahan sehari-hari,
dengan
upacaranya
tidak
selengkap pemakaman raja; dan (3) corak pemakaman untuk rakyat tuango lipu, dengan upacara yang sederhana saja
walikota serta disepakati oleh wu’u/baate lo pohalaa (ulipu); dan (4) upacara pemakaman untuk rakyat (tuango lipu) (Pateda, et.al., 2008). Pada mongo’eeya bukan saja para pejabat yang masih memegang
dikenal
ini
ada
4
pelaksanaannya,
pemerintahan
ta
tobanele, akan tetapi mereka yang pensiun taa hitolunga termasuk juga sebagai penghargaan terhadap jasa mereka pada ulipu (negeri), dan selanjutnya pada akhir pemakamannya diberikan gara’i (gelar) (Pateda, et.al., 2008).
(Pateda, et.al., 2008). Dewasa
tampuk
Hasil wawancara dengan tokoh pada
prakteknya
(empat)
yaitu:
(1)
corak upacara
pemakaman untuk mongo’eeya, yaitu raja olongia dengan bubato, terdiri dari 8 (delapan) golongan: (a) gubernur, bupati dan walikota pada tingkat olongia; (b)
adat (baate lo hulondalo): H. D. K. Usman dan H. Ishak Bumulo (2015) dan tokoh agama (Qadhi Gorontalo): Drs. K.H. Abd Rasyid Kamaru (2015) dijelaskan bahwa ada beberapa hal yang dipersiapkan dalam pelaksanaan pohutu molalungo, antara lain:
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
1.
Pelaksana Pelaksana
dalam
prosesi
j.
Amongo (sajadah/tikar).
k.
Mijmarah (toples berisi air wangi dan
pemakaman terdiri dari unsur: (1) unsur
dicampur
bubato, yaitu: baate, wu’u (tuntungiyo),
cendana).
kimalaha, tau da’a, palabila; (2) unsur
7
l.
syara, yaitu: mufti, kadli, imam da’a, imam
kemenyan
dan
kayu
1 (satu) set teko (poci/cerek/lelengela) berisi air.
pandongo, hakimu, syeh, imam wilayah,
m. Raihan (bunga rampai)
syarada’a, bilale, khatibi (kasisi), paili,
n.
Untuk
wilayah
adat
pohala’a
dan mantan pegawai syara; (3) unsur
hulondhalo, payung warna pelangi
tulaibala, yaitu: mayulu da’a, paaha,
untuk wanita 1 (satu) buah ditambah 4
handalo.
(empat) buah payung berwarna hitam, dan untuk pria payung warna pelangi 2
2.
Perlengkapan
(dua) buah ditambah payung warna
Perlengkapan
adat
pemakaman
hitam 3 (tiga) buah; untuk wilayah
pada adat pohutu molalungo, antara lain: a.
Handalo
(genderang),
(beduk),
huungo
adat pohala’a limutu, payung warna
towohutihi
pelangi untuk wanita 2 (dua) buah
(kentongan),
ditambah 3 (tiga) buah payung warna
pandongani (gong/gamelan) sebagai
hitam, untuk pria warna pelangi 1
alat pemberi tanda. b.
janur kuning (lale). c.
(satu) buah ditambah payung warna
Alikusi (arkus/gapura adat) memakai
hitam 4 (empat) buah. o.
Tolituhu (tangga adat) memakai janur
banyaknya disesuaikan oleh kehadiran
kuning (lale). d.
yang berhak menggunakannya.
Tambibala/buulita (tempat persidangan adat) memakai janur kuning (lale).
e.
Kain putih untuk didi (destar) yang
3.
Busana Umumnya dari segi bentuk pakaian
Huhulihe (usungan jenazah) dengan
bagi pemangku adat, pegawai syara dan
perlengkapannya.
keluarga
Huhulihe lo hua (usungan goa) yang
memakai baju bentuk takowa (koko),
mendahului usungan mayat, memakai
sedangkan wanita memakai baju kebaya
janur kuning (lale).
dan sarung warna putih polos (alumbu) dan
g.
Qur’an 4 (empat) buah.
memakai batik (wuloto) bercorak putih
h.
Tapahula.
(busana muslim). Adapun warna pakaian
i.
Pomama/hukede.
kedukaan sejak hari 1 sampai 39 berwarna
f.
yang
berduka
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
sama.
Pria
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
putih
dengan
makna
sejak
8
awal
(tangga adat), huhulihe (usungan), lalante
pemakaman kesayangan keluarga masih
(tempat memandikan jenazah), pengaturan
dalam keadaan suci (molamahu). Hari ke-
tempat duduk bagi pelayat termasuk
40, keluarga yang berduka memakai baju
tambibala/bulito lo aadati (pemangku
biru langit (wobulo) dengan makna rasa
adat)
duka keluarga sudah mulai mereda. Hari
c.
Penggalian kubur
ke 100, memakai warna hitam gelap
Penyelenggaraan acara pemakaman
dengan makna ingatan keluarga terhadap si
didahului
mayyit sudah mulai hilang dan tinggallah
petugasnya dan yang menetapkan adalah
peringatan doa arwah (hileyiya) hari ke
kepala
200, 300 dan seterusnya setiap tahun
pelaksanaan
adatnya
dipimpin
sesuai dengan perhitungan bulan hijriah.
baate/wu’u.
Adapun
petugas-petugas
4.
tersebut, yaitu:
Proses Pelaksanaan
dengan
penetapan
desa/lurah
petugas-
setempat,
sedang oleh
1) Petugas yang meminta tanah kuburan Proses
pelaksanaan
pemakaman
adat pohutu molalungo, sebagai berikut: a.
(modu’ata kuubula) 2) Petugas
Po’oto/pu’owa (pemberitahuan)
berduka
dengan
kepada
ketua
tentang
musibah
atas
3) Petugas
menyampaikan
RW/kepala
menggali
kubur
(monga’ude kuubulu)
Po’oto dilaksanakan oleh keluarga yang
yang
desa/lurah
memandikan
(momulangato/mopolihu) 4) Petugas yang mempola kain kafan
meninggalnya
anggota keluarga. Apabila musibah itu
yang
(modilita taputo) 5) Petugas yang bertahlil (motahalili)
terjadi pada malam hari, maka disebut pu’owa, yaitu membangunkan kepada desa/lurah di kala sementara tidur lelap.
d.
Proses penyelenggaraan jenazah 1) Memandikan Jenazah
Selanjutnya ketua RW/kepala desa/lurah
Orang yang memandikan jenazah
mengecek kebenarannya dan melakukan
disunnahkan adalah orang-orang yang
musyawarah
amanah atau terpercaya, karena dengannya
tentang
prosesi
penye-
lenggaraan jenazah yang akan dilakukan
diharapkan
oleh keluarga si mayit.
disampaikan
kebaikan-kebaikanna kepada
masyarakat
dapat dan
keburukan-keburukannya ditutupi. Apabila b.
Persiapan sarana adat Sarana
adat
tersebut
jenazah laki-laki, maka yang berhak seperti
pembuatan alikusu (gapura adat), tolituhu
memandikannya
adalah
laki-laki
dan
isterinya, dan apabila jenazah perempuan
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
yang
berhak
memandikannya
adalah
Setelah
9
perlengkapan
tersedia,
Zainuddin, 1997).
mempersiapkan air untuk memandikan
menjelaskan
(wawancara, bahwa
khususnya
2015) di
langkah
atas
perempuan dan suaminya (Ritonga dan
Usman
maka
di
berikutnya
jenazah, dan dalam adat Gorontalo ada 3 (tiga)
tahapan
sebagaimana
diungkap
Gorontalo, biasanya yang memandikan
Bumulo (wawancara, 2015), yaitu:
adalah hatibi bagi jenazah laki-laki dan
a)
hulango lo kambunga (bidan kampung)
Ungongala’a
Taluhu
(Mandi
Keluarga)
bagi jenazah perempuan dibantu daro
Taluhu ungongala’a biasa juga
pihak keluarga dekat. Sebelum memandi-
disebut mopolihu lo bele, yaitu dimandikan
kan jenazah, alat-alat dan bahan-bahan
oleh keluarga atau kerabat sebelum mandi
yang perlu dipersiapkan untuk perleng-
wajib
kapan mandi jenazah sesuai adat di
pensucian diri jenazah oleh keluarga,
Gorontalo, yaitu:
diistilahkan mopodungga taluhu lo auwali.
a)
jenazah.
Ini
merupakan
Isingga, yaitu istinja yang terbuat dari kain putih yang dirobek sebanyak 7
b) Mandi Wajib Mandi wajib yang dimaksudkan
(tujuh) kali yang fungsinya digunakan
adalah mandi sesuai syariat Islam. Air
membersihkan kotoran jenazah. b) Junupu, yaitu 7 (tujuh) bulatan kapas yang berfungsi menutupi lubang dubur dan kemaluan jenazah. Untuk laki-laki hanya 5 (lima) bulatan kapas, karena hanya menutupi lubang dubur jenazah. c)
bagi
Kain putih 2 (dua) meter, berfungsi untuk
menutupi
jenazah
saat
dimandikan, dan kain putih 2 (dua) meter lagi yang digunakan untuk
d) Sabun berfungsi untuk membersihkan
supaya air bersih, jernih dan tidak berbau. Setelah memandikan jenazah selesai, maka jenazah diwudhukan seperti wudhunya orang
yang
Kemudian
hidup
tubuh
(Ritonga,
jenazah
1990).
dikeringkan
dengan kain putih kering yang berukuran 2 (dua) meter, dan jenazah ditutup kembali. Taluhe Li Duyo (Tiga Macam Air) Taluhe li duyo atau biasa disebut taluhu poloduwo adalah 3 (tiga) macam air
jenazah. e) Kapur barus dan wewangian lainnya
jenazah.
harus disaring sebanyak 7 (tujuh) kali,
c)
mengeringkan jenazah.
yang
yang dipergunakan untuk mandi wajib
fungsinya
mengharunkan
yang terdiri dari air yang berwarna coklat atau merah tua yang terbuat dari dungo tilangge (daun laka), warna kuning yang terbua dari dungo tiopo (daun kapas), dan
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
10
warna putih yang ditaburi dengan kapur
Terkait dengan kain kafan ada
barus. Kesemua daun-daunan tersebut
sedikit perbedaan pada masalah jumlah
mengandung
bisa
kain kafan. Ada yang berpendapat bagi
menetralkan bau busuk dari jenazah, juga
jenazah laki-laki dan perempuan hanya 3
kapur barus bisa mengharumkan jenazah.
(tiga)
wewangian
dan
Petugas yang menyiramkan taluhe
lembar
saja;
ada
juga
yang
mengatakan kafan bagi laki-laki 3 (tiga)
li duyo bagi jenazah adalah sarada’a
lapis
(pegawai syara’) dengan cara menyirami
perempuan 3 (tiga) lapis ditambah baju dan
jenazah mulai dari kepala terus ke kaki dan
kerudung; ada juga yang mengatakan
berakhir di bagian pusat.
bahwa kafan jenazah laki-laki hanya 3
2) Mengkafani Jenazah
(tiga) lapis saja (Bumulo, Wawancara,
Kamaru (Wawancara, 2015) selaku
tambah
sorban,
dan
jenazah
2015).
bahwa
Adapun pelaksana pengguntingan
setelah memandikan jenazah, maka proses
kain kafan di Gorontalo adalah sarada’a
Qadhi
Gorontalo,
menjelaskan
selanjutnya adalah mengkafani jenazah.
(pegawai
syara’).
Juga
sebelum
yang digunakan
menggunting kain kafan dilaksanakanlah
untuk mengkafani jenazah sebagai berikut:
tahlilan oleh imamu lo kambungu (imam
(a) kain kafan yang terdiri dari kain putih
kampung), dan setelah tahlilan, maka
bersih, halus dan lembut; (b) kapas untuk
barulah menggunting kain kafan dan
menutupi tubuh mayat; (c) ayu luhi (kayu
disela-sela pengguntingan, maka jenazah
cendana) yang dihaluskan; (d) kemenyang
dimandikan.
yang dihaluskan; dan (e) bedak mayat.
dimaksudkan sebagai doa bagi jenazah
Adapun bahan-bahan
Pembacaan
tahlilan
sudah
untuk memperoleh rahmat dan ampunan
disiapkan, maka: Pertama, menggunting
dari Allah swt. (Kamaru, wawancara,
kain kafan. Bagi jenazah laki-laki harus 3
2015).
Setelah
perlengkapan
Cara mengkafani jenazah laki-laki,
(tiga) lembar yang diukur sepanjang badannya dan ditambah sehasta, ditambah
yaitu:
Pertama,
membentangkan
kain
1 (satu) lembar sorban dan 1 (satu) lembar
kafan yang telah disediakan sebelumnya
untuk baju. Sedangkan untuk perempuan
sehelai
adalah
kafan,
menaburinya dengan wewangian, seperti:
ditambah dengan 1 (satu) sarung dari kain
ayu luhi, kemenyang dan bedak mayat
kafan, 1 (satu) kebaya dan 1 (satu)
yang
kerudung (Kamaru , wawancara, 2015).
sekaligus. Lembaran yang paling bawah
2
(dua)
lembar
kain
demi
dihaluskan
sehelai.
dan
Kemudian
dicampurkan
hendaknya dibuat lebih lebar dan luas. Di Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
bawah
kain
itu,
sebelumnya
11
telah
4) Lembaran keempat dibentangkan dari
dibentangkan tali pengikat sebanyak 5
pinggang sampai ke kaki sebagai kain
(lima) helai, yaitu masing-masing pada
sarung.
arah kepala, dada, pinggang, lutut dan
5) Lembaran kelima dibentangkan pada
tumit; Kedua, setelah itu secara perlahan-
bagian
pinggul;
lahan jenazah diletakkan di atas kain-kain
sebagai rok.
yang
berfungsi
kafan tersebut yang telah ditaburi dengan
Sebelumnya tali-tali pengikat telah
wewangian dan selanjutnya tutupi seluruh
disediakan di bawah jenazah. Jenazah yang
tubuh mayat dengan kapas dan dilubangi
diletakkan di atas kain-kain tersebut mulai
hanya bagian mata, hidung dan telinga;
dibungkus dengan cara, yaitu: Pertama,
Ketiga, menyelimuti kain kafan yang
memakaikan kain kelima yang terletak di
dimulai dari kafan sebelah kanan paling
bagian pinggulnya (sebagai rok); Kedua,
atas, kemudian ujung lembaran kain
memakaikan kain keempat sebagai kain
sebelah kiri paling atas, dan selanjutnya
sarung; Ketiga, memakaikan kain ketiga
disusul dengan lembaran-lembaran kain
sebagai
berikutnya secara berurutan dan dengan
memakaikan kain kedua sebagai kerudung;
cara yang sama. Jika semua kain telah
dan Kelima, membungkuskan kain pertama
membalut jenazah, baru diikat dengan tali-
(yang paling di bawah) kepada seluruh
tali yang telah disiapkan di bawahnya
tubuhnya dengan cara mempertemukan
(Kamaru, wawancara, 2015).
kedua tepi kain yang sebelah kanan dengan
Zaenab (wawancara, 2015) selaku hulango
menjelaskan
kurung;
Keempat,
sebelah kiri, kemudian menggulungkan
jika
keduanya ke arah kanan dan ke bagian
mengkafani jenazah perempuan, maka
dalam. Setelah semua kain dipakaikan
sebaiknya disiapkan 5 (lima) lembar kain
menurut fungsinya, baru mengikatkan tali-
kafan dengan ketentuan sebagai berikut:
tali yang telah disediakan di bawahnya
1) Lembaran
(Zaenab, wawancara, 2015).
pertama
bahwa
baju
dibentangkan
sebelah bawah (paling bawah) sebagai 3) Menshalatkan Jenazah
pembungkus jasadnya. 2) Lembaran kedua dibentangkan sebelah bawah kepala sebagai kerudung (tutup
3) Lembaran ketiga dibentangkan dari ke
kurung.
di Gorontalo, pelaksana daripada shalat jenazah adalah imamu lo kambungu (imam
kepala).
bahu
Pada adat penyelenggaraan jenazah
pinggang
sebagai
baju
kampung), dan jikalau imamu lo kambungu berhalangan, maka bisa digantikan dengan syarada’a
(pegawai
syara’)
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
(Bumulo,
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
wawancara,
2015)
atau
bisa
juga
digantikan dengan hatibi (khatib kampung)
b) Takbir kedua membaca selawat atas Nabi saw.
َ الله ُه همَص ِلىَعلى َس ِيدِناَ ُمح هم ٍَد
(Kamaru, wawancara, 2015). Menurut
Kamaru
12
(wawancara,
2015) bahwa syarat-syarat penyelenggaraan jenazah adalah tidak bergeser dari
“Ya Allah, berikanlah salawat (rahmat) atas junjungan Nabi kita Muhammad.” c) Takbir ketiga membaca doa:
syariat Islam, yaitu: 1) Syarat pada shalat jenazah seperti yang disyaratkan pada shalat wajib, yaitu keharusan menutup aurat, suci badan, tempat dan pakaian dari najis, suci dari hadas besar dan hadas kecil,
َــــها) َوعافِ ِه.الله ُه هم َا ْغ ِف ْرلهُ َ(ـ َ )ــــها.ْفَع ْنهَُ(ـ ُ ــــها)َواع.(ـ “Ya Allah, ampunilah dia, berikanlah rahmat dan sejahterakanlah, serta maafkanlah dia.”
serta menghadap kiblat. 2) Jenazah yang akan dishalati sudah lebih dahulu dimandikan dan dikafani (bagi yang wajib dimandikan dan dikafani). 3) Meletakkan jenazah di sebelah kiblat yang menshalatkan, dan pada saat mengangkat jenazah harus melafazkan kalimat
laa
ilaaha
illallah,
d) Takbir keempat membaca doa:
َــــها)َوال.الله ُه هم َال َت ْح ِر ْمناَا ْجره َ(ـ َُــــها) َوا ْغ ِف ْرلنا َوله.ت ْف ِتنا َب ْعدهُ َ(ـ َ )ــــها.(ـ “Ya Allah, janganlah Engkau halangi kami memperoleh pahalanya, dan janganlah Engkau memberi fitnah kepada kami sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia.
muhammadarrasulullah. 4) Mengucapkan salam: Begitupula jenazah
rukun
tidak
dari
bergeser
shalat dari
penyelenggaraan jenazah sesuai syariat
َ ُسال ُمَعل ْي ُك ْمَور ْحمةَُهللاَِوبركات ُ َه ال ه “Keselamatan, rahmat, dan berkah Allah atas kamu sekalian.”
Islam, yaitu: 1) Niat shalat jenazah:
َاُص ِلى َعلى َهذ َ(ه ِذهِ) َاْلم ِي ِة َا ْر ِبع ْ ت َف ْرض ٍ ت ْكبيْرا ََمأ ْ ُم ْوما/ََال ِكفاي ِة َ ِإماما َ ِ هَّللَِتعالى 2) Berdiri selama shalat. 3) Takbir sebanyak 4 (empat) kali, yaitu: a) Takbir pertama membaca QS al-
4) Proses Pemakaman Setelah menshalati jenazah, maka prosesi
berikutnya
memakamkan
adalah
jenazah.
Berikut
langkah-langkahnya: 1) Memasukkan huhulihe
jenazah
dengan
dalam
melafazkan
Fatihah/1: 1-7. Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
kalimat
laa
ilaaha
illallah
muhammadarrasulullah, kemudian
menuju
ke
lokasi
maka
oleh
diserahkan
jenazah
keluarga
kepada
ada 2 (dua). Hal ini untuk membedakan kuburan laki-laki
2) Setelah jenazah tiba di tempat
diangkat
nisannya hanya 1 (satu) dan untuk jenazah perempuan batu nisannya
pemakaman jenazah.
pemakaman,
13
4
dan
(empat)
dan
kuburan
perempuan.
Bersamaan dengan batu nisan, juga ditanam tumbuhan bintalo dan
bunga
kamboja,
orang yang sudah menunggu di
dipasangkan
lubang liang lahat, dan oleh 4
(semacam kuntum bunga yang
(empat) orang ini meletakkan
terbuat dari kain putih) yang akan
jenazah ke liang lahat dengan
membatasi
perlahan-lahan
kuburan tersebut.
dan
kemudian
membuka tali kafannya. 3) Setelah
itu
mengazani
bertugas
jenazah
sebagai
peringatan
4
7) Selanjutnya
hatibi
pula
serta
tombutungo
(empat)
sudut
menyiramkan
air
dalam toples ke atas kuburan oleh sarada’a
atau
hatibi,
serta
terakhir
yang
penaburan bunga rampai di atas
oleh
hatibi
kuburan oleh pihak keluarga dan
diperdengarkan
kepada jenazah tersebut.
masyarakat yang melayat.
4) Selanjutnya dipasang duwalo dari
8) Setelah itu para petugas, seperti sarada’a,
hatibi
arah kiri sampai tertutupi liang
imamu,
lahat, kemudian dilapisi dengan
petugas lainnya duduk di samping
wamao agar tanah tidak masuk ke
kuburan sebelah kanan, dan pihak
liang lahat.
keluarga di sebelah kiri untuk
5) Memberi
kesempatan
pertama
menimbuni kubur adalah pihak keluarga sebagai tanda pertemuan
dan
melangsungkan doa tahlilan yang dibacakan oleh imamu. 9) Setelah doa tahlilan berakhir,
terakhir dan sekaligus sebagai
maka
perpisahan, yang dibantu oleh
berjabat tangan dengan keluarga
petugas penggali kuburan.
yang berduka, karena makna jabat
6) Setelah
ditimbuni,
hatibi
tangan
para
hadirin
setelah
langsung
doa
adalah
memasang tanda atau batu nisan
pencurahan dan keberkahan doa
sesuai
jenis
oleh para hadirin kepada keluarga
Kalau
jenazah
kelamin
jenazah.
laki-laki
batu
yang akan nantinya dapat diterima
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
14
oleh si jenazah di alam kubur, dan
Adat pemakaman (baya lo bubilo;
di sela-sela jabatan tangan, pihak
pohutu molalungo) merupakan adat atau
keluarga
sadaka
kebiasaan yang sering dilakukan oleh
(sedekah) kepada petugas atau
masyarakat suku Gorontalo. Masyarakat
tokoh-tokoh agama.
Gorontalo dikenal sebagai masyarakat
memberikan
10) Selesailah
penyelenggaraan
yang
memegang
teguh
adat
dengan
pemakama, para hadirin, petugas
falsafahnya “adat bersendi syara’, syara’
dan
bersendi kitabullah” adalah sebuah cermin
keluarga
tempat
meninggalkan
pemakaman
(Bumulo,
wawancara, 2015).
konkrit. Falsafah ini mengandung sejumlah makna
bahwa:
Pertama,
adat
harus
didasarkan pada syariat, adat yang keluar C. Keterlibatan Tokoh Adat dan Tokoh Agama dalam Sosialisasi Prosesi Adat Pohutu Molalungo di Gorontalo
dari syariat tidak dapat dikategorikan sebagai adat; Kedua, relasi kuat antara adat dan syariat. Dalam tataran praktis, praktik adat dalam masyarakat dapat memperoleh
Mengikutsertakan
masyarakat
dalam proses tridharma perguruan tinggi diyakini
akan
kemanfaatan
memberikan
dampak
yang lebih. Usaha-usaha
menghasilkan
gagasan-gagasan
baru
mengenai kehidupan melalui penelitian pengabdian kepada masyarakat. Artinya bahwa masyarakat ditempatkan sebagai mitra
perguruan
mengembangkan
tinggi ilmu
dalam
pengetahuan
melalui sebuah penelitian pengabdian.
penelitian
yang
2007). Penghargaan Islam atas tradisi lokal dapat dilihat dalam aspek ritual. Contohnya dalam QS. al-Baqarah/2: 182 disebutkan
puasa
Ramadhan
pernah
diwajibkan atas umat terdahulu. Itu berarti ibadah puasa bukan hal yang baru dalam Islam; haji adalah ibadah warisan agama Ibrahim; shalat adalah warisan Dawud (dalam tradisi Judaic) yang dimodifikasi.
Penelitian pengabdian ini adalah sebuah
justifikasi dan legalisasi (Pateda, et.al.,
menempatkan
masyarakat sebagai mitra dalam proses
Tentunya
kedatangan
Islam
datang
menyempurnakan tradisi-tradisi tersebut. Dalam diskursus hukum Islam, adat
pengabdian
tersebut
melalui
berbagai
atau tradisi diistilahkan dengan ‘urf. Kata
bentuk
kegiatan-kegiatan
yang
‘urf adalah seakar dengan kata al-ma’ruf,
dilaksanakan terkait dengan penelitian
keduanya berasal dari kata kerja ‘arafa –
pengabdian tersebut.
ya’rifu – ‘urfan wa ma’rifah yang berarti mengetahui, mengenal. Oleh karena itu,
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
15
‘urf diartikan sebagai sesuatu yang sudah
Pada proses penelitian pengabdian
diketahui dan dikenal sebagai hal yang
tentang kaderisasi penyelenggara jenazah
baik. Sesuatu
yang baik hidup dan
dalam prosesi adat pohutu molalungo,
dipraktikkan dalam masyarakat tersebut
kehadiran stakeholder, yaitu H. D. K.
adalah hal yang sudah dikenal sebagai hal
Usman (tokoh adat), Drs. K. H. Abd.
yang baik untuk ditradisikan, dan ketika
Rasyid Kamaru, M.Pd.I. (tokoh agama),
hal yang baik disepakati sebagai kekuatan
Dr. H. Mansur Basir, S.Ag., M.H. (unsur
hukum, maka ia bersifat legal dan yuridis.
pemerintah/kementerian
Terkait
dengan
pengabdian
agama)
dan
beberapa undangan dari unsur akademisi,
kaderisasi penyelenggaraan jenazah dalam
takmir masjid,
prosesi adat Gorontalo, maka berbagai
kegiatan worskhop merupakan salah satu
upaya telah dilakukan oleh tokoh adat dan
keterlibatan tokoh adat, tokoh masyarakat
tokoh agama dalam mensosialisasikannya.
dan pemerintah untuk mensosialisasikan
Bentuk sosialisasi tersebut antara lain
prosesi penyelenggaraan jenazah menurut
melalui forum-forum diskusi, seminar,
adat Gorontalo.
workshop, sampai pada tataran praktiknya dalam kehidupan masyarakat.
Begitu
majelis
pula
taklim
ketika
dalam
proses
pendampingan (mentoring) di wilayah
Dalam tataran praktik dapat dilihat
Gorontalo,
pengikutsertaan
stakeholder
setiap penyelenggaraan jenazah kehadiran
sebagai mitra pengabdian adalah bukti
tokoh
konkrit bahwa keinginan kuat menciptakan
adat,
tokoh
agama,
tokoh
masyarakat, dan pemerintah merupakan
kaderisasi
sebuah bukti konkrit bahwa hubungan
penyelenggaraan jenazah menurut adat
emosional dalam melestarikan adat budaya
suku Gorontalo.
tersebutlah sangat kuat. Pelaksanaan berlaku
dalam
yang
paham
tentang
Selain itu, ada keinginan kuat para
pemakaman
masyarakat
yang
Gorontalo
tokoh adat dan tokoh agama untuk melestarikan
adat
pemakaman
suku
adalah sintesa antara adat istiadat dan
Gorontalo dengan membentuk sebuah
ajaran
Elemen-elemen
lembaga kaderisasi penyelenggara jenazah
penyelenggara jenazah misalnya sarada’a
melalui legalisasi Dewan Adat Gorontalo.
(pegawai syara’), hatibi (khatib), imamu
Adapun
(imam), qadhi, hulango (bidan kampung)
Lembaga Kaderisasi Pohutu Molalungo
adalah
Gorontalo, dengan kepengurusan intinya
agama
integrasi
Islam.
antara
agama dan simbol adat.
simbol-simbol
lembaga
tersebut
bernama
adalah para alumni workhsop kaderisasi
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
yang pernah diselenggarakan oleh tim
16
Notoatmodjo (1998) mengemukakan bahwa “pelatihan adalah bagian dari
peneliti pengabdian. Tentunya kesemua hal di atas
suatu proses pendidikan yang tujuannya
adalah wujud dari komitmen para tokoh
untuk meningkatkan kemampuan atau
adat, tokoh agama, unsur pemerintah dan
ketrampilan
masyarakat
kelompok orang.”
agar
adat
istiadat
penyelenggaraan jenazah atau pemakaman (pohutu
molalungo)
tetap
dapat
khusus
Moekijat
seseorang
menjelaskan
atau
bahwa
tujuan umum pelatihan adalah: (1) Untuk
terlestarikan dan menjadi budaya turun
mengembangkan
temurun yang dapat dinikmati oleh orang-
sehingga pekerjaan dapat diselesaikan
orang yang akan datang.
dengan lebih cepat dan lebih efektif; (2) Untuk
D. Upaya Pelestarian Penyelenggaraan Jenazah menurut Adat Pohutu Molalungo
keahlian
mengembangkan
seseorang,
pengetahuan,
sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara
rasional;
mengembangkan
dan
(3)
sikap,
Untuk sehingga
Pada proses pengabdian ini ada
menimbulkan kemauan kerja sama dengan
beberapa langkah atau kegiatan yang
teman pegawai dan dengan manejemen
dilaksanakan terkait upaya melestarikan
(pimpinan) (Moekijat, 1993).
adat pohutu molalungo antara lain: 1.
Pelatihan
Pelatihan merupakan suatu upaya mengembangkan
dilaksanakan
menampilkan narasumber (stokholder) dari
Pelatihan Kaderisasi
untuk
yang
sumber
daya
unsur pemerintah, unsur perangkat adat, dan unsur perangkat syara. Pamateri dari
manusia, terutama untuk mengembangkan
unsur
kemampuan intelektual, ketrampilan dan
mewakili tentang kebijakan pemerintah,
kepribadian manusia. Dalam masyarakat
khususnya Kementerian Agama dalam
pelatihan dapat merupakan suatu proses
persoalan penyelenggaraan syariat berbasis
yang
dapat
dijadikan
meningkatkan
wahana
pengetahuan
untuk dan
keterampilan warga masyarakat dalam memenuhi
tuntutan
kebutuhannya.
pemerintah
dimaksudkan
untuk
local wisdom. 2.
Pendampingan dan Mentoring Kader Bagi salah seorang muslim yang
meninggal
dunia
terdapat
beberapa
Karenanya pelatihan harus dilaksanakan
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
dan
saudaranya sesama muslim yang masih
didasarkan
kebutuhan.
pada
mutu
analisis
hidup. Salah satu kewajiban tersebut
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
adalah
menyelenggarakan
jenazah.
17
penuntun, dan buku pegangan. Buku
Menyelenggarakan jenazah adalah suatu
pedoman
kegiatan
terhadap
informasi, petunjuk, dan lain-lain yang
seseorang yang telah meninggal dunia.
menjadi petunjuk tuntunan bagi pembaca
Bagi umat Islam, penyelenggaraan jenazah
untuk mengetahui sesuatu secara lengkap.
terdiri atas memandikan, mengafankan,
Buku pedoman tersebut berjudul “Pohutu
menshalatkan, dan memakamkan jenazah.
Molalungo: Tata Upacara Pemakaman
yang
Kader-kader
dilakukan
yang
telah
mem-
adalah
buku
yang
berisi
Pada Masyarakat Adat Gorontalo.”
peroleh pelatihan pada kegiatan workshop
Kesemua bentuk kegiatan di atas
tentunya tidak serta dilepas begitu saja
adalah beberapa bentuk upaya bagi tim
dalam mengaplikasikan pengetahuan yang
peneliti
telah diperolehnya pada saat workshop,
melestarikan kearifan lokal yang dimiliki
namun perlu dilakukan pendampingan dan
wilayah
mentoring.
khususnya
Beberapa
kader
telah
dan
melakukan penyelenggaraan jenazah pada
prosesi
lingkup wilayah tempat tinggal mereka
molalungo.
dengan
proses
pendampingan
stakeholder
Nusantara daerah adat
untuk
Indonesia Gorontalo
ini,
melalui
pemakaman
pohutu
pengabdian
kepada
dan
mentoring dari ahli yang menangani proses
E. Penutup
penyelenggaraan jenazah. Program 3.
Pembentukan Lembaga Kaderisasi
masyarakat ini adalah salah satu bentuk
Sebuah program pengabdian akan
dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang
senantiasa eksistensi terjaga apabila salah
diemban oleh seorang dosen. Melalui
satunya didukung oleh sebuah wadah atau
penelitian
sarana pemersatu program tersebut. Nama
sangat antusias dan merespon baik. Hal ini
lembaga kaderisasi ini adalah “Lembaga
pada umumnya
masyarakat
terkait bahwa walaupun penyelenggaraan
Kaderisasi Pohutu Molalungo Gorontalo,”
jenazah itu adalah sebuah fardhu kifayah,
dengan alamat sekretariatnya di Jalan
namun bagi seorang muslim adalah fardhu
Gelatik No. 3, Kelurahan Heledulaa Utara,
ain
Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo.
harapan Tim Peneliti, semoga ke depannya
4.
Penyusunan Buku Pedoman/Panduan
berbagai bentuk kegiatan peningkatan
Penyelenggaraan Jenazah
mutu pengabdian dapat lebih banyak lagi
Buku
pedoman
sering
disebut
sebagai hand book, buku panduan, buku
untuk
mengetahuinya.
Tentunya
sebagai wadah dari pengimplementasian Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Rizal Darwis
The 16th Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016
BIODATA
DAFTAR PUSTAKA Darwis, Rizal. “Tradisi Hileyiya: Persinggungan antara Agama dan Tradisi Pada Masyarakat Kota Gorontalo Perspektif Sosiologi Hukum Islam,” Analisa Journal of Social Science and Religion, Volume 22 No. 01 June 2015, h. 59. Kulaini, Muhammad Ya’qub. Al-Kâfi, Jil. 2. Cet. XIV; Teheran: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1407 H., h. 171. Moekijat. Evaluasi Pelatihan (Dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas Perusahaan). Bandung: Mandar Maju, 1993, h. 55-56 Notoatmodjo, Soekidjo. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Rineka Cipta, 1998, h. 25. Pateda, H. Mansyur, et.al. (peny.). Pohutu Aadati Lo Hulondalo: Tata Upacara Adat Gorontalo (Hasil Seminar Adat Gorontalo 2007). Gorontalo: t.p., 2008, h. iv, 225-226, Ritonga A. Rahman, dan Zainuddin. Fiqh Ibadah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, h. 127. Ritonga, A. Rahman. Penyelenggaraan Jenazah menurut Tuntunan Rasulullah SAW. Bukittinggi: Pustaka Indonesia, 1990, h. 21 Sewang, Ahmad M.. Islamisasi Kerajaan Gowa; Abad XVI sampai Abad XVII. Cet. I; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, h. 164. Tuloli H. Nani, dkk., (ed.), Membumikan Islam; Seminar Nasional Pengembangan Kebudayaan Islam Kawasan Timur Indonesia. Cet. I; Gorontalo: Grafika Karya Gorontalo, 2004, h. 139.
18
Rizal Darwis Lahir di Ujung Pandang, 17 Juli 1979. Jenjang pendidikan Sarjana (S.H.I) pada Jurusan Ahwal al-Syakhshiyah IAIN Alauddin Makassar (2002), Magister (M.H.I.) pada Pascasarjana IAIN Alauddin Makassar (2006), dan Doktor dalam bidang Syariah/Hukum Islam pada Pascasarjana UIN Alauddin Makassar (2016). Keseharian penulis adalah dosen tetap pada Fakultas Syariah IAIN Sultan Amai Gorontalo dengan jabatan Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syariah. Tahun 2014, penulis pernah memperoleh Beasiswa Partnership in Islamic Education Scholarship dari AusAID kerjasama Kementerian Agama RI untuk menimbah ilmu di Australian National University. Penulis aktif menulis dalam kajian islamic studies, khususnya dalam kajian syarah/hukum Islam. Beberapa artikel atau buku yang pernah diterbitkan, antara lain: - Rizal Darwis. Nafkah Batin Isteri dalam Perkawinan Islam. Cet. 1; Gorontalo: Sultan Amai Press, 2015. - Rizal Darwis, et.al. Islam Indonesia Pasca Reformasi: Dinamika Keagamaan pada Ranah Sosial, Politik, Budaya, Hukum dan Pendidikan. Cet. 1; Surabaya: Imtiyaz, 2015. - Dr. Sudirman, M.Si. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Gorontalo: Sultan Amai Press, 2015. (Editor) - Rizal Darwis dan Asna Usman Dilo. “Tranformasi Hukum Islam dalam Qanun al-Duwali.” Jurnal Ahkam, Vol. XIII, No. 2, Juli 2013. Fakultas Hukum dan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. - Rizal Darwis dan Asna Usman Dilo. “Implikasi Falsafah Siri’ na Pacce Pada Masyarakat Suku Makassar di Kabupaten Gowa.” Jurnal El Harakah, Vol. 14, No. 2, 2012. UIN Malik Ibrahim Malang.
Pohutu Molalungo Pada Masyarakat Gorontalo (Sebuah Refleksi Islam Nusantara)
Rizal Darwis