Survei: Sebuah Perjalanan Mengenal Nusantara Negara ini luas. Indonesia, dengan segala kekayaannya, hamparan pulau ini layaknya sebuah surga untuk mereka yang merasa memilikinya. Penjelajahan mengelilingi nusantara pun menjadi pilihan bagi sebagian orang, dibandingkan menggantungkan mimpinya untuk mengunjungi London, Paris, atau New York. Ya, kata mereka yang sangat mencintai bangsa dan negerinya, Lombok dan Bali mungkin lebih menawan dibandingkan seluruh tempat terindah yang ada di dunia. Tempat wisata dan terkenal memang menjadi sebuah destinasi menarik, tapi layaknya mengenal seseorang, tak selalu yang ditampilkan adalah apa yang paling menakjubkan dari dirinya. Begitu pun mengenal negeri ini, tak selalu apa yang menjadi sorotan media –yang notabene menjadi salah satu faktor sebuah tempat menjadi tersohor– adalah sebuah tujuan akhir yang menjadi ujung dari perjalanan mengesankan di sebuah pulau atau distrik. Terkadang apa yang tersembunyi justru lebih meninggalkan kesan mendalam karena tak semua kaki mampu menjamah. Dan untuk sebuah profesi bernama Surveyor, kesempatan itu bukan hal yang jarang terjadi. Penjelajahan mengenal negeri terbuka lebar untuk mereka yang bergerak di bidang survei dan pemetaan. Sebuah kesempatan untuk menjejakkan kaki di tempat yang bukan menjadi pilihan utama untuk wisatawan. Bukan karena sebuah lokasi tak menarik, melainkan begitu banyak faktor yang menjadikan tempat tersebut tak pernah terekspos: akses yang sulit, kalah pamor dibandingkan lokasi lain yang sejenis, atau justru memang masyarakatnya menghendaki tempat tersebut menjadi tempat terlindungi yang tak boleh dibuka untuk umum. Inilah yang menarik, dan survei kelengkapan lapangan mampu membuat kita mencapai itu semua. Pengenalan negeri juga terjadi seperti kita ingin mengenal nama seseorang. ‘Siapa namamu?’, mungkin seperti itulah kalimat yang menggambarkan pertanyaan yang menganalogikan pencarian nama rupabumi dalam survei kelengkapan lapangan. Tak hanya itu, bahkan ‘apa arti namamu?’, ‘kenapa kau memilih nama itu?’, dan ‘bagaimana asal muasal nama itu bisa melekat pada dirimu?’ juga turut mengiringi pencarian fakta mengenai nama sebuah tempat atau lebih akrab disebut toponim dalam bahasa geospasial. Di sinilah keunikan sebuah daerah mampu ditemukan dengan mudah, dan fakta bahwa negara ini memiliki budaya yang begitu kaya akan mampu dibuktikan dalam usaha kita menemukan nama-nama yang akhirnya akan ditampilkan dalam peta dasar di negeri ini. Kebenaran informasi. Sebuah syarat yang tidak bisa ditawar lagi dalam perolehan data kelengkapan lapangan, dimana nama rupabumi menjadi salah satunya. Sudah pasti demikian, karena survei kelengkapan lapangan memang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang tidak bisa didapatkan dari hasil plotting di depan komputer. Menilik aturan pasti bahwa peta dasar yang digunakan dalam pembuatan
peta tematik di Indonesia harus mengacu pada peta rupabumi milik Badan Informasi Geospasial, sudah tentu informasi yang dituangkan dalam peta dasar buatan BIG harus akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Inilah yang melandasi mengapa pencarian nama rupabumi yang berkaitan dengan bahasa dan budaya lokal harus ditujukan kepada orang yang tepat. Dalam prakteknya, usaha pencarian nama rupabumi tersebut harus melibatkan aparat pemerintah setempat yang mengerti benar mengenai wilayahnya, seperti kepala desa atau tetua masyarakat. Hal ini tidak lepas dari prinsip toponim, bahwa nama rupabumi harus berasal dari bahasa lokal setempat dan memiliki arti yang mencerminkan bahasa lokal di daerah tersebut. Tentu saja, karena seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa budaya adalah salah satu kekayaan negeri yang harus dilestarikan, dan mempertahankan nama tempat dalam bahasa aslinya merupakan salah satu cara dalam menghormati budaya sekaligus sejarah masyarakat setempat. Pengumpulan nama rupabumi dalam survei kelengkapan lapangan diawali dari penggalian informasi dari sumber yang terpercaya mengenai unsur-unsur alam sekaligus data-data infrastruktur yang ada dalam sebuah desa. Pengambilan unsur toponim dilakukan secara menyeluruh terhadap semua unsur yang mempunyai nama rupabumi, yaitu unsur terestris (seperti pegunungan, bukit, lembah), unsur hidrografis (laut, danau, sungai, selat), unsur permukiman (kota, desa, kampung), dan unsur nonpermukiman (kawasan industri, pelabuhan, perkebunan).
Pencarian nama rupabumi dengan melibatkan aparat setempat
Setelah mendapatkan data nama-nama unsur rupabumi dari kepala desa atau tetua masyarakat, selanjutnya surveyor harus mengambil objek-objek rupabumi tersebut dalam bentuk koordinat dan foto yang merepresentasikan toponim yang diambil
(misalnya dengan mengambil foto dari papan kantor desa atau sekolah). Nama-nama rupabumi tersebut perlu dibandingkan dengan data sebelumnya serta diuji dengan kaidah penulisan yang benar. Toponim berkaitan dengan bahasa, yang artinya tidak lepas dari unsur penulisan dan pengucapan. Secara penulisan, nama unsur rupabumi harus mengikuti pola penulisan ejaan yang disempurnakan dan harus konsisten untuk setiap penulisan nama rupabumi di Indonesia. Sedangkan secara pengucapan, dialek adalah aspek yang harus diperhatikan dalam hal ini, karena kekayaan budaya yang ada di Indonesia turut mempengaruhi logat dan cara bicara setiap daerah yang ada di pelosok negeri ini. Atas dasar itulah, setiap nama rupabumi yang dianggap unik perlu direkam dengan perekam suara untuk mendokumentasikan cara pengucapan nama sebuah tempat oleh masyarakat asli wilayah tersebut. Nama-nama geografis yang sudah didapatkan pada akhirnya ditulis pada peta manuskrip di posisi grid yang sesuai, serta pada formulir nama-nama rupabumi untuk diketahui dan disahkan oleh pejabat setempat.
Survei toponim
Perjalanan mengarungi negeri atas nama survei juga memiliki tujuan lain dalam usaha mewujudkan otonomi daerah yang baik dengan penarikan batas administrasi daerah yang melibatkan aparat setempat. Sebuah tindakan mandiri dalam pengelolaan sebuah wilayah tentu memerlukan batas wilayah administrasi, dan mungkin inilah salah satu bentuk kontribusi surveyor dalam bakti untuk negerinya. Ya, garis batas wilayah yang mengalir (sebagian besar mengikuti unsur alam) di peta memang hasil karya para surveyor negeri ini, sebuah usaha nyata dalam mewujudkan otonomi daerah yang jelas, pasti, dan tertib. Tak berbeda dengan pengumpulan nama rupabumi, penarikan garis batas indikatif hingga level desa pada survei kelengkapan lapangan peta RBI juga harus melibatkan aparat pemerintah yang kompeten mengenai batas wilayahnya. Secara teknis, penarikan batas indikatif desa dilakukan di atas peta manuskrip, dimana surveyor memiliki tugas dalam memandu aparat desa dalam membaca peta tersebut. Tentu saja,
pertanyaan ‘apakah semua orang dapat membaca peta garis dengan baik meskipun peta yang dibaca adalah peta wilayahnya sendiri?’ sudah diantisipasi dengan menyediakan peta lain dalam bentuk peta citra cetak yang diharapkan dapat mempermudah aparat desa dalam mengenal objek-objek yang ada dalam peta. Jika pun para kepala desa masih kesulitan dalam membaca peta citra, masih ada alternatif lain, yaitu menyajikan citra tersebut dalam bentuk digital dan dilengkapi dengan pointpoint hasil survei kelengkapan lapangan untuk mempermudah pengenalan suatu objek di citra tersebut. Metode ini cukup efektif ketika para petinggi desa dalam satu kecamatan atau lebih dikumpulkan untuk kemudian dilakukan penarikan garis batas bersama secara digital.
Penarikan batas indikatif desa oleh aparat setempat
Penarikan batas menggunakan citra digital
Pada akhirnya, semua hasil survei kelengkapan lapangan harus mendapatkan persetujuan dari pihak-pihak yang berwenang dalam daerah tersebut. Persetujuan itu dilakukan dalam bentuk pengesahan yang dituangkan dalam cap/stempel dan tanda tangan aparat yang berwenang. Untuk peta manuskrip yang sudah diisi dengan nama rupabumi dan garis batas indikatif harus disahkan oleh para camat yang wilayahnya tercakup dalam Nomor Lembar Peta (NLP) peta manuskrip tersebut. Sedangkan untuk formulir nama geografis harus mendapat pengesahan dari Kepala Desa yang bersangkutan.
Pengesahan oleh camat
Inilah survei. Jika dilihat dari sisi yang sederhana, kegiatan ini memang ‘hanya’ sebuah aktivitas rutin dalam dunia kerja sebagai seorang staf Badan Informasi Geospasial. Tapi jika dilihat dari sudut pandang lain secara lebih luas, ini adalah sebuah petualangan hebat dalam mengelilingi pelosok nusantara, sekaligus memberikan sedikit peran kita sebagai abdi negara untuk mewujudkan informasi geospasial yang baik di negeri ini. Semua itu akan bermuara pada satu tujuan: Menata Indonesia yang Lebih Baik. Danang Budi Susetyo Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim Badan Informasi Geospasial