TENDENSI IDEOLOGI DALAM KUMPULAN NOVEL CHENLUN KARYA YU DAFU Jureynolds, Xuc Lin Binus University, Jl. Kemanggisan Ilir III/45, Palmerah, Jakarta Barat, 021-53276730
[email protected];
[email protected]
ABSTRACT This paper analyses ideological tendency of Chenlun stories by Yudafu and present Chinese intellectual sentiment feelings when they studied abroad to Japan. From the point of view of "Orientalism" and "The Otherness" concept, it is known that the main characters in the Japan were considered as "Others", they also thought they were "Others". Their life transformation from China to Japan , the main characters as the intellectuals because the conflict between desire and morality, they had to choose love or reputation. These complicated choices let them lived in despair, and even suicide, embarked on the path of the death. This show us, they as decadent characters desire to breath the freedom of the air from the feudal rule and the foreign reception claws. Keywords: Yu Dafu, Chenlun Stories, Ideological Tendency, Otherness, Orientalism.
ABSTRAK Penelitian ini meneliti tendensi ideologi dalam kumpulan novel chenlun karya Yu Dafu, juga menampilkan perasaan menyedihkan seorang terpelajar muda China pada saat sekolah di Jepang. Dari sudut pandang konsep “Orientalism” dan konsep “Otherness” dalam postkolonialisme terlihat tokoh utama novel ketika sampai di Jepang dianggap sebagai “yang lain”, tokoh utama juga menganggap dirinya sebagai “yang lain”. Perubahan dari kehidupannya di China ke Jepang, tokoh utama sebagai kaum terpelajar dikarenakan benturan antara hasrat seksual dengan pandangan moral, membuat mereka harus memilih antara cinta dan kehormatan.Pilihan yang rumit ini membuat mereka menjadi putus asa, terperosok, bahkan bunuh diri dan berjalan pada jalan kematian. Ini menunjukan bahwa mereka sebagai kaum dekaden mengharapkan dapat menghirup udara kebebasan dari cengkraman sistem feodal dan perlakuan dingin dari bangsa lain.(JR) Kata Kunci: Yu Dafu, Kumpulan Novel Chenlun, Tendensi Ideologi, Otherness, Orientalism
1
2
PENDAHULUAN Karya sastra bukan hanya sebuah produk yang hanya bisa dinikmati, tetapi juga merupakan hasil dari cipta, rasa dan karsa dari manusia. Karya sastra merupakan tempat untuk mengekspresikan pandangan dan perasaan dari penciptanya. Pencipta karya sastra merupakan individu yang hidup dalam masyarakat dan zaman tertentu, dengan demikian ada hubungan erat antara pengarang, sastra dan masyarakat. Jadi, karya sastra dianggap juga sebagai sebuah cermin yang merefleksikan aspek sosial, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya pada zaman tertentu. Kumpulan novel Chenlun karya Yu Dafu merupakan kumpulan novel pendek modern China pertama, dan juga merupakan novel beraliran self narration. Disebut demikian karena novel tersebut mengandung cerita mengenai kehidupan pengarangnya ketika study abroad ke Jepang. Pada saat di Jepang, ia menerima perlakuan diskriminasi dari orang Jepang, walaupun China pada saat itu belum sebagai daerah yang berhasil diduduki sepenuhnya oleh Jepang. Pada saat itu China merupakan sebuah negara dengan sistim semi feodal dan semi colonial, dan Jepang menganggap China sebagai bangsa yang lemah. Fenomena orang Jepang menggangap rendah orang China merupakan hal yang sama dengan konsep otherness dalam lingkup postcolonial. Yaitu pada saat “Budaya yang kuat” menganggap dan memanifestasi “Budaya yang lemah”, tidak hanya membedakan dan memarjinalisasi , tetapi juga mengobjekan “Budaya yang lemah” itu. Kumpulan novel Chenlun karya Yu Dafu tidak hanya menggambarkan orang China yang dianggap sebagai yang lain, tetapi juga orang China tersebut menganggap dirinya sendiri sebagai yang lain. Identitas tersebut mengakibatkan rasa inferior. Juga berusaha menerima “budaya yang kuat” tersebut dan benturan dengan ideologi feodal yang merupakan penyebab psikologi abnormal. Walaupun mereka mempunyai pemikiran untuk menentang feodal dan imperialism, tetapi mereka tidak dapat mengungkapkannya. Semua hal-hal ini merupakan teriakan atas batin yang tertekan yang kemudian menjadi “penyakit zaman”. Beberapa penelitian sebelumnya telah memperkuat telaah dalam penelitian ini. Xuc Lin dalam jurnal Lingua Cultura berjudul “Analysis of psychological growth of the main character in chenlun by Yudafu”.Beliau meneliti kesendirian dan rasa rendah diri tokoh utama dipengaruh oleh faktor dalam diri maupun faktor diluar diri tokoh utama. Xiao Feng dan Wang Liming dalam jurnal yang berjudul
3
“Deformed Others-Look Attentively at The Images of Japan from Degradation Trilogy” meneliti figur orang jepang dalam novel Chenlun atas dasar konsep Otherness. Orientanlism dari Edward Said mengatakan bahwa orang timur menjadi proyeksi dari aspek yang tidak ingin diketahui oleh orang barat (kekejaman, sensual, kemunduran, kemalasan dan lain-lain) (Barry, 2009:186). Konsep Otherness hampir sama dengan konsep ‘Orientalism’ Edward Said, yaitu suatu cara bagi kelompok Barat yang memposisikan kelompok Timur dirinya sebagai yang “Lain”. Kelompok Barat beranggapan bahwa kelompok Timur merupakan kelompok yang aneh, tidak rasional, dan bersikap tunduk. Adapun kesamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah meneliti gaya penulisan Yu Dafu dalam novel Chenlun dan penelitian menggunakan teori poskolonial berdasarkan konsep Otherness. Perbedaannya yaitu penelitian ini meneliti kumpulan novel Chenlun dari prespektif poskolonial ditambah dengan konsep Orientalism oleh Edward Said. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah tendesi ideologi seperti apa yang terefleksi dalam kumpulan novel Chenlun karya Yu Dafu. Uraian identifikasi masalah adalah sebagai berikut: Pertama, apakah keterkaitan antara Yu Dafu dengan tokoh utama dalam kumpulan novel Chenlun karya Yu Dafu. Kedua, apakah pengaruh psikologis individual dan lingkungan sosial terhadap gaya penulisan Yu Dafu dalam kumpulan novel Chenlun. Dan yang ketiga sekaligus menjadi masalah utama penelitian ini yaitu, apakah tendensi ideologi yang terefleksi dalam kumpulan novel Chenlun. Agar penelitian ini lebih terarah dan tidak meluas, maka penulis memberi cakupan dan batasan pada penelitian ini. Cakupannya yaitu kumpulan novel Chenlun karya Yu Dafu, dan batasannya yaitu tendensi ideologi yang terefleksi dari kumpulan novel Chenlun karya Yu Dafu. Tujuan penelitian ini yang pertama adalah mendapatkan keterkaitan antara Yu Dafu dengan tokoh utama dalam kumpulan novel Chenlun karya Yu Dafu. Kedua, menemukan pengaruh psikologis individual dan lingkungan sosial terhadap gaya penulisan Yu Dafu dalam kumpulan novel Chenlun. Ketiga, mendapatkan tendensi ideologi yang terefleksi dalam kumpulan novel Chenlun.
METODE PENELITIAN Penulis menggunakan metode Studi Pustaka. Media penelitian ini adalah kumpulan novel Chenlun karya Yu Dafu(Yinhuise De Si, Chenlun, Nanqian). Terbitan Shidai Wenyi Chubanshe tahun 2000. Instrumen penelitian ini adalah dengan menggunakan konsep Orientalism oleh Edward Said dan konsep Otherness dalam lingkup studi postcolonial. Waktu penelitian adalah Februari-Juli 2013, uraiannya adalah sebagai berikut: Februari-Maret, melakukan pengumpulan data dan penyelesaian Bab 1 sampai Bab 3; April-Mei, melakukan pengerjaan analisis sub bab 1 dan 2; Mei-Juni, melakukan penyelesaian analisis sub bab 1 dan 2, memulai pengerjaan sub bab 3; Juni-Juli, penyelesaian tahap akhir. Tempat penelitian di Jakarta. Analisis dilakukan secara deskriptif. Kompilasi data dilakukan dengan cara sebagai berikut: menemukan rasa rendah diri, kesendirian, hypochondria dan depresi seksual yang terjadi di Jepang melalui hubungan antara Yu Dafu dan tokoh dalam kumpulan novel Chenlun. Tokoh yang tercipta mempunyai hubungan dengan pengarangnya. Jadi, hubungan Yu Dafu dan tokoh utama novel akan menjadi titik tolak dalam penelitian ini. Penelitian melakukan analisa secara lebih lanjut dengan menggunakan teori Orientalism dan Otherness untuk menemukan perasaan sedih di Jepang tersebut. Kemudian, akan terlihatlah tendensi ideologi dalam kumpulan novel Chenlun tersebut.
HASIL DAN BAHASAN 1. Keterkaitan Antara Yu Dafu dan Tokoh Utama 1.1 Kehidupan Yu dafu dan Tokoh Utama Kehidupan Yu Dafu dan tokoh utama mempunyai banyak kesamaan. Pada novel Chenlun bagian ketiga dituliskan kehidupan tokoh utama pada saat di China. Pada umur 3 tahun, Yu Dafu menjadi yatim. Ia tumbuh besar tidak dengan kasih ibu secara penuh, ditambah lagi 2 orang kakaknya yang tidak selalu ada di rumah, membuatnya sangat kesepian. Karena hal demikianlah yang akhirnya memperkuat penciptaan tokoh novel yang penuh dengan rasa kesendirian. Kehidupan Yu Dafu di sekolah yang tidak
4
begitu membahagiakan karena sering diejek juga mempengaruhi penciptaan tokoh novel yang seringkali merasa rendah diri. Tahun 1913-1922 merupakan masa dimana Yu Dafu sekolah di Jepang. Pada masa itu karena kegemarannya akan sastra luar negeri, ia juga menguasai bahasa seperti bahasa Rusia, Jerman, Inggris, Jepang dan Perancis. Sehingga tokoh yang diciptakannya ketika merasa sedih juga sering membacakan puisi dengan bahasa asing. Kehidupan percintaan Yu Dafu juga mempengaruhi percintaan tokoh. Yu Dafu pada saat di Jepang berhubungan dengan wanita jepang yang profesinya bahkan namanya memiliki kesamaan dengan tokoh utama novel. Yu Dafu juga sering berhubungan dengan pelacur, dan tokoh utama juga ikut menapak pada jalan sesat itu. Tokoh utama novel menyerukan harapan bagi bangsanya untuk segera bangkit dari keterpurukan. Sifat ini memliki kesamaan dengan Yu Dafu yang juga berperan dalam kebangkitan bangsanya dengan cara member sumbangsih dalam bentuk tulisan. Ia juga menjadi penerjemah untuk orang jepang dan seringkali menyelamatkan nyawa orang lain dari kekejaman orang Jepang pada saat itu.
1.2 Latar belakang sosial Yu dafu dan Tokoh Utama Latar belakang sosial pada saat itu mempengaruhi gaya penulisan Yu Dafu, tetapi dalam novelnya tidak digambarkan secara sangat detail akan latar belakang sosial. Tetapi melalui tokoh utama dapat terlihat latar belakang sosial dalam novel. 1840-1919 disebut sebagai masa modern di China (Jindai Shiqi). Saat itu negara imperial menyerang masuk dan sistem masyarakat China berubah menjadi semi feodal dan semi kolonial. Novel Chenlun terbit pada masa ini dan pada saat itu juga pemikirian anak muda zaman itu bercampur antara pandangan feodal dan pandangan barat. Dalam hal psikologis terjadilah benturan, terutama dalam hal hubungan pria dan wanita. Nannü Shoushou Buqin sebagai tata susila zaman feodal menyebabkan frustasi seksual anak muda pada saat itu. Benturan antara konsep moral dan naluri keinginan pada Yu Dafu menyebabkan depresi seksual. Semua dikarenakan oleh dirinya yang sejak kecil terdoktrin ajaran moral feodal, kemudian pemikiran barat masuk ke China, ditambah lagi dengan dirinya yang masuk ke dalam masyarakat Jepang yang lebih bebas dalam hal hubungan pria dan wanita. 1 Agustus 1894, perang China-Jepang pertama meletus. China dipaksa menandatangi perjanjian Maguan Tiaoyue yang meminta China untuk memberikan pulau Liaodong Bandao, Taiwan dan pulau lain kepada Jepang. Sejak saat itu, Jepang menganggap China sebagai bangsa yang gagal, dan kemudian menyebut orang China sebagai “Zhina ren”. “Kata Zhina berasal dari bahasa India sansekerta, yang dalam kitab sansekerta menggunakan kata ‘Shina’untuk menyebut China; Mungkin karena berasal dari bunyi Qin yang mengalami perubahan”(Xuc, 2008:105). Penggunaannya pertama kali tidak membawa makna negatif, tetapi di kemudian membawa maksud merendahkan China. Tokoh utama novel juga karena sebutan tersebut, sehingga munculnya rasa rendah diri dan terhina.
2.
Pengaruh Psikologis Individual dan Lingkungan Sosial Terhadap Gaya Penulisan Yu Dafu 2.1 Rasa Rendah Diri dan Kesendirian Novel Chenlun ditulis pada saat Yu Dafu belajar di Jepang, dan ia mengungkapkan pemahaman diri terhadap masyarakat dan budaya Jepang. Setelah melihat China tidak lebih baik dibandingkan Jepang, ia menciptakan tokoh novel yang memiliki identitas sebagai yang lain. Dari sudut padang pengarang, tokoh utama merupakan simbol dari bangsa yang lemah, sehingga perawakan dari tokoh utama umumnya sebagai anak muda yang kurus dan menyedihkan. Istilah diri sendiri dan yang lain dalam Orientalism seperti pasangan lawan kata dari kita dan mereka. Ini berarti karena menemukan bahwa diri sendiri berbeda dengan orang lain, maka muncullah yang lain. “Dia saat di negara lain membuat yang lain sebagai suatu pengalaman, dan saat di dalam negeri
肖锋 王黎明
membuat yang lain sebagai suatu imajinasi atau kenangan”( & , 2002: 52). Yu Dafu berdasarkan pengalaman diri di Jepang untuk menggambarkan orang China di masyarakat Jepang, dan hanya berdasarkan kenangan dalam benaknya menggambarkan orang China pada saat itu. Seseorang saat berada di daerah lain akan menerima kebudayaan yang baru, dan mungkin saja akan melakukan proses refleksi diri. Dalam proses ini, akan menyadari bahwa yang lain merupakan lanjutan dari diri sendiri,
5
yaitu diri sendiri yang abnormal. Tokoh utama juga melalui sudut pandangnya menganggap dirinya sebagai yang lain, tidak bisa dibandingkan dengan orang Jepang. Selain itu, Yu Dafu juga menggambarkan figur orang Jepang yang berkebalikan dengan figur orang China. Dalam novel Nanqian digambarkan W sebagai pria Jepang yang badannya kekar dan begitu jantannya. Yu Dafu melakukan perbandingan dalam hal perawakan orang China dan Jepang. Sehingga terbentuklah tokoh utama yang tidak bisa dibandingkan dengan orang Jepang. Yu Dafu juga menggambarkan majunya negara Jepang dibandingkan dengan China. Dalam novel Chenlun, digambarkan kota N yang awalnya merupakan dataran luas, tetapi karena perkembangannya sehingga dapat menjadi kota N yang lebih berkembang saat itu. Ia dapat menggambarkan Jepang seperti itu, berarti ia melakukan perbandingan dengan China pada saat itu. Yudafu juga melalui individual, kelompok maupun kekuatan negara Jepang melakukan perbandingan dengan China pada saat itu, dan penggambarannya atas China hanya sekedar ingatannya sebelum pergi ke Jepang. Yu Dafu secara jelas memberikan identitas pada tokoh utama sebagai orang China. Novel Nanqian dikatakan tokoh utama sebagai seorang pelajar asing dari China, sedangkan dalam Chenlun dikatakan tokoh utama karena sebutan Zhina ren sehingga tidak dapat bergaul dengan bebas dalam masyrakat Jepang. Dari sudut pandang Orientalism, perlakuan berbeda Orientalist terhadap yang lain merefleksikan diskriminasi ras. Orang Jepang memperlakukan dan melihat orang China sebagai yang lain yang bersifat tidak baik. Dalam novel Nanqian seorang Jepang bernama K karena mengetahui hubungan antara tokoh dengan wanita Jepang bernama O, K dalam sebuah misa hari minggu secara ras menyindir tokoh utama. Dan tokoh utama dalam pidatonya juga, membuat seorang Jepang bernama B menjadi tidak senang, B akhirnya menyinggung hal mengenai negara China yang kacau. Tokoh dalam novel Yinhuise De Si sebagai seorang bangsa yang lemah pada saat tidak mempunyai uang, sering pergi ke kedai Jing Er dan ibunya sering memperbolehkan ia untuk hutang terlebih dahulu. Tetapi lama kelamaan ibu dari Jing Er menjadi sebal dengannya. Dapat terlihat, bahwa dalam kehidupan sehari-hari dapat dirasakan bahwa perkataan dan tindakan orang Jepang terhadap tokoh utama mengandung unsur diskriminasi ras. Tokoh utama dalam kumpulan novel Chenlun ketika sampai di Jepang, mereka menerima tekanan dalam masyarakat dan merasa rendah diri. Dengan demikian , tokoh utama dapat dengan mudah mempunyai perasaan sensitif dan penuh kecurigaan dalam berhadapan dengan masyarakat Jepang. Tokoh utama juga melarikan diri dari masyrakat, dan pada saat itu juga ia kehilangan keinginan untuk bergaul dengan orang lain, sehingga membuatnya menjadi kesepian dan anthrophobia Dalam keadaan inilah, tokoh utama perlu ketenangan dari seorang wanita. Dalam novel muncul beberapa wanita Jepang seperti Jing Er dalam novel Yinhuise De Si, pelacur dalam novel Chenlun dan pelajar wanita O dalam novel Nanqian. Wanita-wanita ini merupakan tempat tokoh utama mendapatkan ketenangan. Walaupun hanya kekosongan, tetapi mereka juga merupakan alat bagi tokoh utaman untuk menempatkan dri dalam masyarakat. Dengan demikian, rasa rendah diri, sensitif, kecurigaan, kesepian dari tokoh utama menjadi sebuah lingkaran setan.
2.2 Hypochondria dan Depresi Seksual Dasar timbulnya hypochondria pada tokoh utama bermula pada saat masa kanak-kanaknya, dan dalam novel Chenlun dan Nanqian terdapat gambarannya. Dalam Chenlun dikatakan bahwa tokoh utama mempunyai akar dasar dari hypochondria tersebut karena ia berbeda dengan anak yang lain, terlalu aktif dalam pemikiran, dan juga suka akan kebebasan yang membuatnya memiliki sifat untuk memberontak. Dalam Nanqian karena tokoh utama menjadi yatim sejak kecil dan juga tidak mendapat kasih sayang sepenuhnya dari ibunya, membuatnya menjadi sangat kesepian dan tidak ada orang yang mendukungnya. “masa kanak-kanak yang menyedihkan, membangun fondasi atas hypochondria-nya”(
王自立, 2010: 296).
Selain masa kanak-kanak, masa muda juga ikut berpengaruh. Seperti dalam novel Yinhuise De Si, setelah tokoh mendengar kabar atas meninggalnya istrinya, ia menjadi sangat terluka, sehingga menjadikannya pergi ke tempat pelacuran dan mabuk-mabukan. Pada saat muda, para anak muda juga sudah mulai mencari cinta dari lawan jenisnya. Tokoh dalam Chenlun sudah mulai mempunyai perasaan suka terhadap lawan jenis, dan tokoh dalam Nanqian tidak dapat menahan diri atas godaan dari wanita M. Tetapi pada saat nafsu seksualnya mencapai puncak, malahan mereka tidak mendapatkan cinta yang diinginkan, sehingga berpengaruh pada hypochondria dari tokoh utama.
6
Perawakan tokoh utama yang kurus selain karena dirinya sebagai yang lain juga dikarenakan hypochondria yang mengakibatkan mereka menjadi kurus, nafsu makan berkurang, syaraf lemah dan sebagainya. Hypochondria juga mengakibatkan perasaan kesendirian dan rendah diri yang lebih parah lagi. “Yang disebut dengan hypochondria pada anak muda disebut juga dengan depresi orang di zaman
解志熙
modern, meliputi dua tingkatan depresi yaitu depresi seksual dan depresi kehidupan”( , 2002:171). Kota di Jepang memberikan godaan melalui arak daging dan wanita kepada tokoh utama. Dalam kumpulan novel Chenlun juga dapat terlihat tokoh kerap kali mencari cinta lawan jenis di tempat pelacuran. Tokoh dalam novel Nanqian adalah seorang berkecukupan dalam hal ekonomi, ia berpendapat bahwa dirinya hanya kekurangan seorang wanita. Tokoh dalam Yinhuise De Si dan Chenlun adalah seorang yang sulit dalam hal ekonomi sehingga mereka menjadi tidak dihormati. Walaupun demikian, mereka masih memaksa diri untuk menggunakan uang untuk mencari kesenangan di tempat pelacuran. Ketiga tokoh ini, walaupun dalam keadaan ekonomi cukup maupun tidak, tetapi mereka mempunyai cara yang sama untuk mendapatkan cinta dari wanita, yaitu menggunakan uang untuk mendapatkannya. Sayangnya, tokoh utama hanya mendapatkan kepuasan jasmani, tetapi secara rohani hanyalah sesuatu yang bersifat kosong. Ketiga tokoh utama pada akhirnya juga tidak mendapatkan cinta yang diinginkan, sehingga mereka merasa lebih depresi lagi. Sebagai seorang yang menerima doktrin feodal dari kecil, tokoh utama yang notabene-nya adalah seorang terpelajar dari China dalam hal menjaga keperjakaan sama halnya dengan menjaga kehormatan diri, bahkan kehormatan bangsanya. Tokoh dalam Yinhuise De Si menggunakan arak dan pelacur sebagai pelepasan dan pengurang depresi. Tokoh dalan Chenlun menganggap masturbasi, mengintip hal yang berbau seksual sebagai perbuatan salah, tetapi ia tetap melakukannya. Tokoh dalam Nanqian karena godaan dari wanita M, sehingga ia melakukan hubungan terlarang dengannya. Semua hal ini dalam masyarakat era saat ini merupakan hal yang dapat dikatakan sebagai hal yang biasa, tetapi pada saat itu dalam pemikiran seorang terpelajar China merupakan hal yang memalukan. Di satu sisi, hasrat seksual bergejolak dan perlu dipuaskan, di satu sisi pemikiran melarang perbuatan amoral, dan “depresi seksual timbul dari benturan hasrat dan perasaan moral dalam ego”(
陈建飞&陈绪石, 2003:32).
Setelah melakukan perbuatan itu, tokoh utama menyadari bahwa yang ia lakukan tidak dapat memberinya kepuasan yang sesungguhnya. Semua yang dilakukan tidak dapat mendatangkan cinta yang sesungguhnya, malahan mendatangkan depresi seksual. Sehingga turut menyebabkan akhir menyedihkan dari tokoh utama.
3. Cerminan Tendensi Ideologi Yu Dafu Melalui Karyanya 3.1 The pursuit of Sexual Liberation Dari penulisan novel, kita dapat melihat walaupun Yu Dafu banyak membanyak teks sastra kuno, tetapi karyanya tidak seperti novel tradisional China yang memperhatikan alur dalam cerita. Karyanya berdasarkan perkembangan psikologis tokoh sebagai struktur cerita, dan berani mengungkapkan perasaan dalam hati, juga menekankan pada rupa dan hasrat. Sesungguhnya, Yu Dafu lahir di dalam keluarga terpelajar China, sejak kecil diajarkan dengan pemikiran feodal, dan sejak saat itu tumbuhlah pemikiran feodal dalam benaknya. Karena gelombang kebebasan berpikir dari May Fourth Movement, sehingga Yu Dafu yang sejak kecil dikekang oleh pemikiran feodal, pada saat tiba di Jepang timbullah yang dinamakan shock culture. Masyarakat Jepang tidak mengekang hubungan antara pria dan wanita, sehingga Yu Dafu juga mengejar kebebasan dalam hubungan pria wanita. Depresi seksual dalam novel memperlihatkan seorang terpelajar dikarenakan benturan pemikiran dan hasrat jasmani sehingga menjadi depresi. Yu Dafu dalam Guanyu Xiaoshuo De Hua berpendapat bahwa penulisan depresi seksual adalah agar dapat menggambarkan depresi dalam hidup. Kumpulan novel Chenlun mewakili sejumlah anak muda yang ingin bebas dari kekangan Nannü Zhi Dafang dan mengejar kebebasan atas hubungan pria dan wanita, juga cinta terhadap lawan jenis.
3.2 Kesadaran Nasionalis Yu Dafu pada saat berada di China sudah memiliki kesadaran nasionalis, yaitu membela negaranya. Tokoh utama “hidup di negeri lain, tidak hanya karena negara yang miskin dan lemah lalu
7
李磊
didiskriminasi, tetapi juga ada unsur penyesalan dan pengakuan atas penghinaan diri”( ,2012:35). Tokoh utama dalam keadaan kesepian dan tanpa sandaran timbullah harapan terhadap ibu pertiwi untuk bangkit. Tetapi ia tidak dapat berbuat apapun, malahan dirinya menjadi seorang penonton saja. Masyarakat Jepang melalui sudut pandang Orientalism melihat orang China sebagai timur yang terbelakang dan yang lain yang bersifat tidak baik. Dalam penggambaran yang lain pada tokoh utama novel tersembunyi kesadaran nasionalis Yu Dafu atas harapannya agar negaranya segera bangkit. Kesadaran nasionalis yang tampak sangat jelas ada dalam novel Chenlun dan Nanqian. Tokoh utama dalam Chenlun beranggapan bahwa semua depresinya juga diakibatkan oleh kehancuran negaranya, sehingga dirinya dengan sejumlah pelajar muda China yang di Jepang memiliki nasib yang sama. Tokoh utama dalam Nanqian ada seorang idealis, ketika dirinya memikirkan buruh pekerja Jepang, ia juga teringat akan kemalangan buruh pekerja China yang lebih menderita jika dibandingkan dengan buruh pekerja Jepang. Dalam novel Yinhuise De Si tidak secara langsung menyerukan kegagalan negaranya, tetapi melalui penggambaran perawakan tokoh utamanya dapat menyimbolkan kesusahan orang China yang hidup di Jepang, dan mudah menerima penghinaan dari bangsa Jepang. Adanya hubungan pada ideologi dalam menentang feodalisme dan imperialisme. “Pada saat novel menunjukan psikologis abnormal tokoh utama, menggabungkan stress dan kesedihan anak muda dengan kesedihan bangsa yang lemah ketika menerima penghinaan, menyatukan harapan atas kebebasan hubungan pria dan wanita dengan harapan atas bangkitnya negara, telah memberikan novel corak
王卫英 曾贤兆
nasionalis yang kuat”( & , 2011:74). Dengan demikian, kita dapat memahami bahwa Yu Dafu mewakili sejumlah kaum terpelajar China untuk menyerukan pada dunia bahwa karena sistem feodal yang salah, kegagalan negara dan perlakuan orang Jepang mengakibatkan kematian ideologi dan kematian hati nurani.Tokoh utama dalam novel Yinhuise De Si dan Chenlun berjalan pada jalan kematian, sedangkan tokoh utama dalam novel Nanqian penyakitnya menjadi bertambah parah. Kematian dalam novel menyimbolkan bahwa ketidakberdayaan anak-anak muda tersebut meghadapi sistem feodal dan imperialisme. Yu Dafu pernah berkata: “Dan yang lebih menyakitkan daripada pembunuh diri sendiri, adalah ‘matinya hati’. Saya sendiri beranggapan orang dengan sedikit semangat dan ideologi, malahan diam dan tidak berkata apapun, seperti melihat semangat dan ideologi dalam dirinya mati!”( 2010:155).
王自立,
SIMPULAN DAN SARAN Kumpulan novel Chenlun adalah novel self narration dari Yu Dafu, tokoh utama di dalamnya membawa pengalaman hidup dari sang pengarang. Hubungan tokoh utama dan pengarang direfleksikan pada kesamaan kehidupan mereka dan latar belakang sosialnya. Rasa rendah diri berasal dari kaum terpelajar China yang pada saat itu tiba di China dikarenakan status sebagai bangsa yang lemah maka dianggap sebagai yang lain, dan menerima diskriminasi dari suku lain. Tokoh utama dikarenakan merasa dirinya tidak sebanding dengan orang Jepang, juga mengakui dirinya sebagai yang lain. Membuat mereka jauh dari masyarakat, menimbulkan karakter yang sensitif dan penuh dengan kecurigaan. Dalam keadaan yang seperti ini membuat perasaan kesendirian mereka menjadi makin parah. Hypochondria pada tokoh utama novel berasal dari masa kanak-kanak yang kesepian dan kurang akan cinta dan kasih sayang orangtua. Dan hasrat seksual dan keinginan mendapatkan cinta dari lawan jenis pada masa muda juga ikut berpengaruh terhadap hypochondria tersebut. Mereka karena status sebagai yang lain saat di Jepang mengakibatkan pesimisme terhadap kehidupan, membuat rasa rendah diri dan kesendiriannya lebih parah. Dalam keadaan seperti inilah mereka membutuhkan cinta dari lawan jenis. Tokoh utama novel menggunakan kekuatan uang untuk mendapatkan wanita yang kiranya dapat menolong mereka untuk lepas dan terbebas dari depresi seksual. Tetapi terjadinya benturan antara hasrat seksual dengan pandangan moral sehingga menimbulkan depresi seksual. Yu Dafu menuliskan ideologi dari sejumlah kaum terpelajar muda China ke dalam novelnya. Dan tendensi ideologi yang tercermin dalam karya adalah ideologi atas penentangan terhadap feodal dan imperial. Ideologi anti feodal yaitu mengejar kebebasan dalam hubungan pria dan wanita. Mengejar kebebasan ini merupakan sejumlah anak muda yang ingin terbebas dari kekangan Nannü zhi Dafang. Anak muda pada saat itu ketika berhadapan dengan segala kejadian pahit, itu dikarenakan oleh kegagalan negara sehingga di kemudian hari menimbulkan ideologi anti imperial, yaitu kesadaran nasionalis. Kedua tendensi ideologi ini bermaksud untuk menyerukan kepada dunia bahwa dikarenakan sistem feodal yang
8
salah, kegagalan negara dan perlakuan orang Jepang mengakibatkan kematian ideologi dan kematian hati nurani. Masyarakat pada zaman ini masih dapat menemui para orientalis yang menciptakan figur yang lain. Jikalai kita sama dengan tokoh utama novel yang dicap sebagai yang lain, daripada terus-menerus tenggelam dalam perasaan yang menyedihkan, akan lebih baik jika kita optimis terhadap diri sendiri dan juga terus berjuang agar dapat lebih maju lagi. Setidaknya, jika orang lain menganggap kita sebagai yang lain, kita jangan sampai menganggap diri kita sendiri menjadi yang lain. Intinya adalah kita harus optimis dan terus berjuang melawan semua itu. Penulis memberi saran kepada peneliti di masa yang akan datang untuk dapat meneliti novel karya Yu Dafu. Kumpulan novel Chenlun karya Yu Dafu mempunyai isi yang beragam, dan para pembaca dapat melalui sudut pandang ilmu psikologi, ilmu sosiologi maupun ilmu lain meneliti kumpulan novel ini, atau bahkan novel karya Yu Dafu lainnya. Dengan demikian, penelitian mengenai Yu Dafu pada masa mendatang akan menjadi lebih beragam.
REFERENSI
伯格.(2010).人格心理学(第七版).北京:中国轻工业出版社我. 陈建飞&陈绪石.(2003).论精神分析在“五四”新小说创作中的开拓性[J].宁波教育学院学 报,5,3,31-34. 柯思仁,陈乐.(2008).文学批评关键词——概念理论中文文本解读.新加坡:南洋理工大学中 华语言文化中心. 解志熙.(2002).和而不同——中国现代文学片论.北京:清华大学出版社. 李磊.(2012).试析郁达夫小说创作风格的变化.淮海工学院学报(人文社会科学版),10,10,3537. 刘达临.(1999).性与中国文化.北京:人民出版社. 刘久明.(2001).郁达夫于外国文学.武汉:华中科技大学出版社. 罗伯特n费尔德曼.(2007).发展心理学——人的必胜发展.北京:世界图书出版公司北京公司. 马广利.(2008).文化霸权:后殖民批评策略研究.Doctorate’s Thesis.苏州大学,苏州. 王卫英&曾贤兆.(2011).论郁达夫的抒情小说创作.兰州工业高等专科学校学报,18,6,73-77. 王岳川.(1999).后殖民主义与新历史主义文论.济南:山东教育出版社. 王自立&陈子善.(2010).中国文学史资料全编:郁达夫研究资料.北京:知识产权出版社. 肖锋&王黎明.(2002).变态的“他者”.渝西学院学报,21,1,52-56. 郁达夫.(2000).郁达夫全集.长春:时代文艺出版社. 张旭.(2009).论郁达夫《沉沦》“时代病”的色彩.陶瓷研究与职业教育.7,1,49-50. 赵钊渠.(2012).被表述的他者——浅探萨义德的《东方学》. 商丘师范学院学报,28,2,105- 107.
Barry,P.(2009).Beginning theory : an introduction to literary and cultural theory.NewYork:Manchester Univ Press. Bertens, Hans.(2005).Literary theory: The Basics book.London:Routledge. Xuc,L.(Mei, 2008).Analysis of psychological growth of the main character in chenlun by Yudafu.Jurnal Lingua Cultura ,2,1,102-112.
RIWAYAT PENULIS Jureynolds lahir di kota Jakarta pada 14 Juni 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Sastra Cina pada tahun 2013 atau menamatkan pendidikan SMA di SMAN Negeri 1 Tangerang pada tahun 2009.
9
Xuc Lin lahir di kota Jakarta pada 19 Januari 1979. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Darma Persada dalam bidang Sastra Cina pada tahun 2001 atau menamatkan pendidikan S2 di Huaqiao University dalam bidang Chinese Modern and Contemporery Literature pada tahun 2010. Saat ini bekerja sebagai Subject Content Specialist bidang Chinese Literature di Binus University.