PERSEPSI TINGKAT KEPUASAN PENGHUNI TERHADAP ATRIBUT RUMAH SUSUN SEWA KEMAYORAN Tenant’s Satisfactory Perceptual Level Toward Kemayoran Rental Public Housing Attributes
Hari A. Setiadi
Pusat Litbang Permukiman, Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum Jalan Panyawungan, Cileunyi Wetan Kabupaten Bandung Email :
[email protected]
Tanggal diterima: 12 September 2013 ; Tanggal disetujui: 14 November 2013 ABSTRACT The development of rental public housing program performed to fulfill housing needs for middle and low income people did not always satisfy the renters. Some cases of dissatisfaction found in a number of rental public housing, including in study location, due to incomplete or not fulfilled public housing attributes by its responsible party, management or the government. In general, this research was conducted to understand satisfactory level living in rental public housing by using “voluntary moving” indicator, and the specific purpose is to measure tenant’s satisfactory perceptual level on seven public housing attributes which conceptually influenced living satisfaction. In scientific literature, there is a relation between tenant’s satisfactory perceptual level and the fulfillment of public housing attributes. Conceptually, this research used psychology concept and cognitive approach with quantitative design. Research location was conducted at Kemayoran rental public housing, and survey was used as a primary tool to collect data. Additional data obtained from report published by Kemayoran Rental Housing Management, technical report, official publication, literature review and visual observation. The research result revealed that in general living in Kemayoran rental public housing generally fit into category satisfactory level, and in particular three out of seven public housing attributes, according to majority of respondent opinion, was “least satisfied” and the remaining attributes are “not satisfied”. Due to the dynamic of satisfaction measurement, additional research to determine factors which influenced perceptual level of respondent and empirical level of attributes is advisable. Keyword: rental public housing, public housing attributes, voluntary moving, satisfaction perceptual measurement, empirical condition of rental public housing ABSTRAK Program pembangunan Rusunawa dalam memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan menengah kebawah di kota, hasilnya sering tidak memberi dampak kepuasan terhadap penyewa. Beberapa kasus ketidakpuasan tinggal terjadi pada beberapa rusun akibat satu atau beberapa atribut rusun yang tidak dilengkapi atau tidak dipenuhi oleh penanggungjawab atau badan pengelola atau pemerintah. Penelitian ini secara umum dilakukan untuk mengetahui tingkat kepuasan tinggal di rusun sewa menggunakan indikator “Tingkat kepindahan sukarela”, sedangkan secara khusus dilakukan untuk mengetahui persepsi tingkat kepuasan responden (tenant’s satisfactory perceptual level) terhadap tujuh atribut rusun sewa yang secara konseptual mempengaruhi kepuasan tinggal. Dalam kajian literatur terdapat hubungan antara tingkat kepuasan tinggal penghuni rusun sewa (tenant’s satisfactory level) dengan kelengkapan dan atau terpenuhinya atribut rusun sewa. Penelitian ini secara konseptual menggunakan perspektif psikologi sosial dan dilakukan dengan menggunakan desain penelitian kuantitatif. Penelitian di lakukan di rusun Kemayoran, metode pengumpulan data menggunakan survei. Data tambahan berasal dari laporan badan pengelola rusun Kemayoran, kajian literatur, laporan teknis dan observasi visual. Dari hasil penelitian terungkap bahwa: secara umum dari deskripsi indikator “Tingkat kepindahan sukarela” dan “Kualitas lokasi” tinggal di rusun Kemayoran tergolong pada kategori memuaskan. Secara khusus, gambaran perseptual yang diopinikan mayoritas responden memperlihatkan tiga dari tujuh atribut rusun Kemayoran yang diopinikan oleh mayoritas responden masuk dalam kategori “Cukup memuaskan”, sedangkan empat
1
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 6 No.1, April 2014
atribut lainnya diopinikan mayoritas responden “Tidak memuaskan”. Karena persepsi tingkat kepuasan sangat dinamis, maka penelitian lanjutan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi responden dan kondisi empiris suatu atribut disarankan untuk dilakukan. Kata kunci : rusun sewa, atribut rusun sewa, tingkat kepindahan sukarela, persepsi tingkat kepuasan penghuni, kondisi empiris rusun sewa
PENDAHULUAN Sebagian besar rumah susun sewa untuk masyarakat berpenghasilan menengah kebawah di kota-kota besar Indonesia dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perumahan Rakyat, Perum Perumnas, dan beberapa unit lainnya dibangun oleh pihak swasta. Program pembangunan rumah susun, khususnya rumah susun sewa, dilatar belakangi oleh (1) keterbatasan lahan dan ketidakterjangkauan harga lahan kota, (2) backlog kebutuhan rumah yang semakin membesar setiap tahun, serta (3) meluasnya lahan permukiman kumuh kota (4) permintaan terhadap rumah murah masih besar. Rumah susun sewa berbeda dengan rumah susun milik atau tipe rumah susun lainnya, karena memiliki faktor-faktor pembeda diantaranya adalah: (1) tarif sewa yang murah dan tidak melebihi keterjangkauan kelompok menengah kebawah (2) dibangun dilokasi yang dekat dengan tempat kerja (3) dikelola oleh pemerintah atau oleh badan pengelola yang diangkat pemerintah (4) memiliki infrastruktur dan fasilitas dasar. Faktor pembeda ini dalam beberapa literatur penelitian disebut atribut rusun sewa (public housing attributes)(Greene and Ortuzar 2002). Dalam literatur lain memperlihatkan adanya hubungan antara tingkat kepuasan penghuni rusun sewa (tenant’s satisfactory level) dengan kelengkapan dan atau terpenuhinya atribut rusun sewa. Disebutkan dalam literatur tersebut, penghuni rusun sewa (public housing) memiliki tingkat kepuasan yang tinggi karena tinggal di rusun sewa dengan kualitas bangunan yang baik; sarana & prasarana yang lengkap dan terpelihara; komunikasi yang terjalin baik antara penghuni dengan badan pengelola. Sebaliknya, penghuni rusun sewa memiliki tingkat kepuasan yang rendah karena ketidaklengkapan satu atau beberapa atribut atau tidak berkualitasnya atribut rusunawa (Paris and Kangari 2005)(Fang 2006)(James III 2007) (Kellekci and Berkoz 2006). Secara empiris beberapa rusun yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perumahan Rakyat, Perum Perumnas, dan pihak swasta lainya masih belum dilengkapi atau tidak dilengkapi berbagai atribut tersebut. Berbagai persoalan yang terjadi pada beberapa rusun berikut
2
bersumber pada ketidakpuasan penghuni terhadap atribut rusun, karena satu atau beberapa atribut rusun sewa berikut dianggap tidak dipenuhi atau tidak dilengkapi sehingga mengurangi tingkat kepuasan penghuni. Diantaranya, Rusun sewa Cengkareng (dibangun Perum Perumnas), Jakarta Utara, diberitakan bersengketa di pengadilan antara penghuni/ penyewa dengan badan pengelola akibat ketidak sepakatan mengenai besaran kenaikan tarif (poskota.co.id n.d.). Unit-unit rusun Martubung (dibangun oleh Kementerian PU dan Kementerian Perumahan Rakyat), Kota Medan, diberitakan masih banyak yang tidak dihuni, karena menurut alasan calon penghuni lokasi rusun tersebut tidak memiliki akses angkutan umum ke lokasi kerja (suarakarya-online n.d.). Munculnya ketidakpuasan dari sebagian penghuni rusun Kemayoran terhadap badan pengelola karena dinilai tidak tanggap untuk memperbaiki kerusakan pada sebagian prasarana rusun (setneg-ppkk.co.id n.d.). Beberapa bagian pada bangunan rusun sewa di Kabupaten Sleman mengalami kerusakan, diduga kerusakan ini terjadi akibat faktor kualitas dan pengerjaan bangunan yang tidak memenuhi standar (slemankab.go.id n.d.).
Terlepas dari dugaan adanya berbagai persoalan sosial yang dialami rusunawa Kemayoran, seperti adanya dugaan pemindahtanganan kepemilikan, maupun unit rusun yang disewakan kembali oleh pemilik pertama (sappk.itb.ac.id n.d.), rusunawa Kemayoran sering dijadikan obyek penelitian karena mewakili hunian bagi kelompok masyarakat menengah bawah dan terletak di pusat kota. Penelitian ini secara umum dilakukan untuk mengetahui tingkat kepuasan tinggal di rusun sewa dan mengukur persepsi tingkat kepuasan responden (tenant’s perceptual satisfactory level) terhadap tujuh atribut rusun sewa Kemayoran yang secara konseptual mempengaruhi kepuasan tinggal. Dalam konteks manajemen pembangunan (urban management), upaya untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan penerima manfaat (beneficiaries) suatu program pembangunan menjadi sangat penting karena kepuasan penerima manfaat memiliki kaitan dengan keberhasilan implementasi program pembangunan (Foord, Savory and Sodhi 2003)(Dye 2011).
Persepsi Tingkat Kepuasan Penghuni Terhadap Atribut Rumah Susun Sewa Kemayoran Hari A. Setiadi KAJIAN PUSTAKA Secara literal, mengacu pada pengertian kepuasan dari Merriam-Webster’s Dictionary, kepuasan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan atau keinginan (fulfillment of need or want). Menurut Rapopport (2001) rumah memiliki tiga kualitas dimensi yaitu: atribut yang terkait dengan lokasi (location quality), nilai intrinsink dari rumah (dwelling quality) dan nilai ekstrinsink dari lingkungan sekitar (neighborhood). Dalam tulisan ini kepuasan penghuni terhadap rumah tinggalnya didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya seluruh harapan individu yang terkait dengan rumah tinggalnya (Dekker, et al. 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan penghuni terhadap rusun yang ditinggali (tenant’s satisfactory level), menurut Morris & Winter, dalam James III 2007, merupakan hasil dari interaksi karakteristik individual dengan karakteristik fisik rumah yang dihuninya. Karakteristik personal suatu individu memunculkan harapan (expectations), harapan tersebut bervariasi karena dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, pendidikan dan struktur keluarga. Penghuni rusun kemudian membandingkan harapannya (expectations) dengan kondisi lingkungan fisik dimana mereka tinggal, seperti luas bangunan, tipe bangunan, tarif sewa dan lama kontrak. Apabila kondisi lingkungan fisik dimana mereka tinggal tidak sesuai dengan harapannya (expectations) maka penghuni dianggap mengalami defisit normatif. Defisit normatif inilah yang mempengaruhi tingkat kepuasan dan dapat meningkatkan kemungkinan untuk pindah ke lokasi lain (James III 2007)(R. James III 2008). Melengkapi hal di atas dijelaskan oleh Varady & Carrozza, 2000, bahwa tingkat kepuasan penghuni (tenant’s satisfactory level) bersifat dinamis, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor demografis (umur dan pendapatan)(Berkoz, S. Sence and Kellekci 2009), karakteristik pelayanan rusun (seberapa baik pengelola merawat rusun), pengalaman terkini dan faktor yang bersifat situasional (kualitas lokasi sekitar), faktor sosial seperti ekspektasi, konsumsi, pengalaman (Varady and Carrozza 2000)(Gubbay 1999). Deskripsi atribut rusun sewa, dalam tulisan ini, atribut mengacu pada pengertian housing attributes menurut Merriam-Webster’s Dictionary, yaitu suatu karakteristik melekat yang ditemui pada rumah (housing inherent characteristic). Atribut dalam perspektif rumah susun sewa (public housing attributes), mengacu pada penjabaran yang digunakan oleh Greene dan Ortuzar dalam penelitian mengenai favela, adalah karakteristik yang melekat pada rumah susun sewa. Atribut rusunawa (rental housing attributes) diantaranya meliputi (1) lokasi
location – geographic aspect, embeded in urban grid (2) sanitasi dan kenyamanan sanitation and comfort – drinking water, electricity (3) fasilitas yang terdapat di kota urban facilities – church, health center (4) Layanan jasa yang tersedia di kota urban services – public transport, refuse collection (5) bentuk rumah tinggal housing design – internal lay out, housing typology (6) housing independence – plot size, area per person, room per person (Greene and Ortuzar 2002). Sedangkan menurut Eddie Chi Man Hui, terdapat empat atribut rusunawa (rental housing attribute), unit bangunannya (ukuran dan kondisi bangunan), lokasi (aksesibilitas), lingkungan sosial (karakteristik fisik dan sosial), dan layanan jasa yang diberikan badan pengelola (Man Hui 1999).
Terdapat beberapa indikator untuk menilai tingkat kepuasan penyewa, dalam penelitian ini hanya digunakan dua indikator, (1) kepindahan sukarela dan (2) selisih (gap) antara tingkat kepuasan dengan pengalaman empiris. Pertama, pada tingkat kepuasan yang rendah penyewa cenderung mencari lokasi rumah sewa lainnya, sehingga tingkat kepuasan tinggal menjadi penentu tingkat-kepindahan ke lokasi rumah sewa lain, semakin tinggi tingkat kepuasan responden maka semakin rendah tingkat-kepindahan sukarela, demikian pula sebaliknya (Dekker, et al. 2011). Kedua, tingkat kepuasan dapat diukur dari selisih (gap) antara tingkat kebutuhan (demand) dengan tingkat keinginan (need). Apabila selisih gap antara tingkat kebutuhan dengan tingkat keinginan semakin rendah maka semakin tinggi tingkat kepuasannya(Berkoz, S. Sence and Kellekci 2009) (Kellekci and Berkoz 2006). Dalam tulisan ini, tingkat kepuasan suatu atribut sesuai dengan harapan dianggap mewakili tingkat kebutuhan (demand), sedangkan tingkat kepuasan suatu atribut sesuai dengan pengalaman empiris dianggap mewakili tingkat keinginan (need). METODE PENELITIAN
1. Hipotesis, batasan dan desain penelitian Sesuai kajian literatur dan konseptualisasi penelitian serta hasil survei sebelumnya, maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah, pertama rumah susun Kemayoran memberi tingkat kepuasan yang tinggi bagi penghuni karena faktor kualitas lokasi (neighborhood quality) yang terletak di pusat kota dengan tarif bulanan yang sangat murah. Kedua, tingkat kepuasan terhadap suatu atribut rusun ditentukan oleh seberapa tinggi harapan individu terhadap kondisi empirisnya, bila terdapat sedikit selisih antara kondisi empiris dengan harapan maka semakin tinggi tingkat kepuasannya, sebaliknya bila terdapat lebih banyak selisih antara kondisi empiris dengan harapan
3
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 6 No.1, April 2014
maka semakin besar ketidakpuasannya. Hipotesis ini disusun berdasarkan asumsi: Pertama, seluruh responden adalah penghuni tetap rusun Kemayoran. Kedua, penghuni berasal dari kelompok masyarakat yang memiliki penghasilan menengah kebawah. Ketiga, rusunawa Kemayoran dilengkapi dengan seluruh atribut yang secara normatif telah dipenuhi oleh badan pengelola. Batasan, tingkat kepuasan dalam tulisan ini dibatasi berdasarkan analisis tingkat kepindahan sukarela (voluntary moving), kualitas lokasi (quality of location) dan penilaian perseptual terhadap 7 atribut rusunawa Kemayoran yang diopinikan responden melalui hasil survei. Khusus untuk penilaian perseptual terhadap 7 atribut rusun sewa dilakukan dengan cara menghitung selisih (gap) kondisi faktual dengan kondisi yang dipersepsikan responden sebagai kondisi ideal. Hasil yang diperoleh adalah kecenderungan tingkat kepuasan mayoritas responden terhadap tujuh atribut rusun sewa. Penelitian ini tidak melakukan inferensi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi responden atau kondisi empiris suatu atribut.
Atribut rusun yang dinilai, pada saat pertama digunakan sebagai hunian, unit rumah susun di Indonesia pada umumnya memiliki kondisi homogen antara satu dengan yang lainnya, demikian pula dengan Rusunawa Kemayoran. Berbeda dengan rumah susun (rental flat housing) di negara lain, dimana penyewa bisa menentukan berbagai pilihan kelengkapan dan fasilitas tambahan sesuai kebutuhan calon penghuni (Iwata and Yamaga 2008). Calon penghuni rusun di Indonesia hanya bisa menikmati atribut yang sama dengan calon penghuni lainnya. Atribut yang diukur dalam penelitian ini dibatasi pada (1) Tarif sewa, dari aspek keterjangkauan terhadap pendapatan dan nilai ekonomis (2) Pelayanan badan pengelola (3) Kualitas bangunan, (4) Prasarana & sarana, (5) Manajemen pengelola, dan (6) Lokasi. Desain penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei, metode survei yang digunakan mengacu pada referensi metode kuantitatif penelitian perilaku dari Mark A. Leary. Menurut Leary, survei merupakan salah satu bentuk penelitian deskriptif yang memanfaatkan kuesioner, wawancara, atau teknik oberservasi untuk mengumpulkan data. Sedangkan tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menjelaskan perilaku, pemikiran, atau kecenderungan individu atau kelompok tertentu (Leary 2012). Secara terinci, survei merupakan suatu sistem untuk mengumpulkan informasi dari atau mengenai individu yang digunakan untuk menggambarkan,
4
membandingkan, atau menjelaskan pengetahuannya, kecenderungan dan perilaku (Fink 2003).
Secara konseptual, penelitian ini menggunakan perspektif psikologi sosial dan pendekatan kognitif, yaitu mengukur / mengkuantifikasi kecenderungan perseptual tingkat kepuasan penghuni terhadap atribut rusun sewa (tenant’s satisfactory level) (Kellekci and Berkoz 2006), (R. James III 2007). 2. Data, sumber data dan desain sampel
Data primer survei kepuasan penghuni rusun berasal dari tabulasi kuesioner hasil survei yang disebarkan pada sebagian populasi yang dijadikan sampel. Populasi pada penelitian ini didefinisikan sebagai seluruh penghuni yang terdaftar sebagai penyewa rusun dan mewakili keluarga (kepala keluarga), sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih berdasarkan desain sampel. Desain sampel menggunakan area sampling atau block sampling. Menurut Fink, penentuan sampel sesuai desain area sampling atau block sampling dilakukan berdasarkan rasio jumlah penghuni yang mendiami setiap lantai bangunan (Fink 2003). Dengan cara tersebut maka penentuan sampel didesain berdasarkan rasio jumlah populasi yang tinggal di setiap lantai bangunan. Berdasarkan pertimbangan akademis, keterbatasan waktu dan biaya serta saran dari Badan Pengelola Rusun Kemayoran, secara rata-rata dibutuhkan 2 sampel setiap lantai atau 10 sampel setiap blok bangunan, atau 80 sampel untuk satu lokasi rusun Kemayoran. Kuesioner yang terkumpul, di tabulasi dan di deskripsi menggunakan metode statistik. Tabulasi dihitung menggunakan software SPSS v. 20. Data tambahan berasal dari laporan resmi pemerintah, hasil penelitian, observasi dan publikasi resmi statistik. Lokasi penelitian di lantai I – IV, Blok Dakota 3 – 14, rusunawa Kemayoran (dibangun dan dikelola oleh Perum Perumnas, di atas lahan bekas Bandara Kemayoran milik PPKK Sekretariat Negara), survei dilaksanakan dari Minggu II Oktober 2012 sampai dengan Minggu II Desember 2012. 3. Desain kuesioner (skala Likert) dan metode pengukuran
Responden diminta menilai setiap atribut rusun dengan cara mengisi dua pertanyaan untuk setiap atribut yang dinilai dalam satu baris. Pertanyaan pertama untuk menilai tingkat kepuasan terhadap suatu atribut, responden ditanya apakah mereka “Sangat setuju”, “Setuju”, …, “Sangat tidak setuju” terhadap terpenuhinya suatu atribut rusun sewa sesuai dengan apa yang diharapkannya (expected
Persepsi Tingkat Kepuasan Penghuni Terhadap Atribut Rumah Susun Sewa Kemayoran Hari A. Setiadi Tabel 1. Contoh bentuk pertanyaan pada kuesioner
Sumber: Lembar kuesioner Survei Sosio-Demografi Rusun Kemayoran dan Cengkareng 2012, halaman 3 nomor 13
Tabel 2. Pilihan jawaban (Kualitatif) dan label (score) tiap jawaban (kuantitatif)
Sumber: Diadaptasi dari (Leary, 2012), dan (Paris and kangari, 2005)
level). Pertanyaan kedua, hampir mirip dengan pertanyaan sebelumnya, untuk menilai tingkat kepuasan terhadap suatu atribut, responden ditanya. Apakah mereka “Sangat setuju”, “Setuju”, …, “Sangat tidak setuju” terhadap terpenuhinya suatu atribut rusun sewa sesuai dengan pengalaman empirisnya (experienced level). Responden hanya diminta mengisi satu jawaban yang dinilai paling sesuai menurut penilaian mereka (lihat Tabel 1).
Masing-masing pertanyaan memiliki lima jawaban yang berhubungan dengan tingkat kepuasan responden, dan diberi label berbeda. Label 1 untuk jawaban “Sangat tidak setuju”, 2 untuk “Tidak setuju”, hingga 5 untuk “Sangat setuju” (lihat Tabel 2). Variasi jawaban menggunakan skala ordinal dengan 5 pilihan jawaban (ordinal level measurement), sehingga secara otomatis memiliki interval 5 (Paris and Kangari 2005) (Neuman 2011). Untuk memudahkan penghitungan dan mengetahui kecenderungan (trend) seluruh responden dalam menjawab pertanyaan, maka digunakan nilai rata-rata (mean arithmetic) dari seluruh jawaban kuesioner. Nilai rata-rata dari keseluruhan jawaban responden dirumuskan menggunakan formula :
x=
x : nilai rata-rata (mean) setiap pilihan; ∑ X : nilai (score) jawaban; dan n : banyaknya responden yang menjawab (Fink 2003).Untuk menghubungkan pilihan jawaban responden dengan tingkat kepuasan, maka nilai rata-rata yang diperoleh dari perhitungan di atas mencerminkan gambaran tingkat kepuasan responden pada Tabel 3. Interval penilaian tingkat kepuasan setiap pertanyaan dirumuskan dari selisih angka skala jawaban terbesar dengan angka skala jawaban terkecil menggunakan Kaidah Sturges (Fink 2003). Dengan 5 pilihan jawaban maka intervalnya sama dengan 5, nilai tertinggi pada setiap jawaban sama dengan 5, sedangkan nilai terendah jawaban sama dengan 1, maka interval jawaban sama dengan 0,8. Nilai interval ini diperoleh dengan menggunakan Kaidah Sturges sebagai berikut :
CI =
5-1 Range = Kelas 5
Hubungan antara seluruh jawaban responden dengan interval tingkat kepuasan adalah sebagai berikut: Tabel 3. Interval dan Penilaian Kualitatif Setiap Jawaban Responden
Interval
Penilaian (kualitatif)
4.2 - 5.0
Sangat memuaskan (very satisfied)
3.4 - 4.2
Memuaskan (satisfied)
2.6 - 3.4
Cukup memuaskan (least satisfied)
1.8 - 2.6
Tidak memuaskan (disatisfied)
1.0 - 1.8
Sangat tidak memuaskan (very disatisfied)
Sumber : Diadaptasi dari (Leary, 2002)
∑X n
5
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 6 No.1, April 2014
4. Metode Penilaian (Gap analysis) Setiap responden diminta mengisi dua jawaban untuk setiap atribut yang diukur, sehingga bila kedua jawaban berbeda maka terdapat selisih (gap), analisis gap (Gap analysis) dalam penelitian ini digunakan untuk menilai hubungan antara tingkat harapan (expected level) dan pengalaman empiris (experienced level). Pertanyaan pertama responden diminta menilai tingkat kepuasan suatu atribut sesuai dengan harapan mereka adalah mewakili tingkat harapan (expected level). Sedangkan pertanyaan kedua responden diminta menilai tingkat kepuasan untuk atribut yang sama sesuai dengan pengalaman empiris adalah mewakili pengalaman empirisnya (experienced level).
Selisih antara tingkat harapan dengan pengalaman empiris menjelaskan tingkat kepuasan responden. Karena untuk penilaian setiap atribut yang diisi responden, masing-masing berisi dua pertanyaan (untuk expected level maupun experienced level) maka setiap pertanyaan memiliki nilai sendiri-sendiri seperti tertera pada Tabel 2. Analisis gap dilakukan dengan cara menghitung selisih nilai dari dua pertanyaan tersebut. Selisih (gap) nilai dari kondisi faktual dan harapan menjelaskan tingkat kepuasan responden.
Kepuasan paling rendah terjadi bila harapan responden bernilai maksimal (sama dengan 5) sedangkan kondisi faktual bernilai minimal (sama dengan 1), selisihnya adalah 1 – 5 = –4. Kepuasan paling tinggi terjadi bila harapan responden bernilai rendah (sama dengan 1), sedangkan kondisi faktual bernilai maksimal (sama dengan 5), maka selisihnya adalah 5 – 1 = 4. Rentang kepuasan antara –4 hingga 4 memiliki interval sebagai berikut :
skore tertinggi - skore terendah = 4 - (-4) jumlah kelompok
5
Skor tertinggi pada jawaban sama dengan 4, dan skor terendah sama dengan –4, serta jumlah kelompok sama dengan 5, maka nilai interval sama dengan 1,6. sehingga penilaian Tingkat Kepuasan dikelompokan sebagai berikut : Tabel 4. Interval dan Penilaian kualitatif
Interval
Penilaian (kualitatif)
-4 - -2.4
Sangat Tidak memuaskan (STM)
-2,4 - -0.8
Tidak memuaskan (TM)
-0.8 - 0.8
Cukup memuaskan (CM)
0.8 - 2.4
Memuaskan (M)
2.4 - 4
Sangat memuaskan (SM)
Sumber : Diadaptasi dari (Leary 2012)
6
Untuk keperluan penelitian ini, populasi rumah susun didefinisikan sebagai individu kepala keluarga yang tercatat sebagai penghuni rusun. Responden berasal dari populasi penghuni rumah susun yang dipilih menjadi sampel penelitian. Populasi penghuni rumah susun dibagi berdasarkan jumlah lantai rumah susun, karena beberapa lantai bawah memiliki populasi berbeda dengan lantai diatasnya, maka responden ditentukan secara acak namun masih mewakili populasi lantai dimana mereka tinggal sesuai desain area sampling atau block sampling (Fink 2003). Desain sampel ditentukan sejumlah 2 sampel x 5 lantai x 8 blok, atau 80 sampel.
Gambar 1. Kompleks Rusunawa Kemayoran Sumber: Unit Rusunawa Perumnas HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Lokasi penelitian, sampel dan demografi Rusunawa Kemayoran terletak di kawasan Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta Utara, di atas lahan bekas bandar udara Kemayoran (lihat Gambar 1). Dibangun pertama kali pada tahun 1980 di atas lahan seluas 30 hektar, selama 3 tahap pembangunan. Rumah susun sewa Kemayoran berisi 11 blok bangunan dan setiap blok bangunan memiliki 5 lantai (lihat Gambar 2). Secara keseluruhan terdapat 640 unit hunian, tipe 18 dan 21 untuk rumah susun sewa (rusunawa) dan rumah susun milik (rusunami). Setiap blok bangunan rumah susun terdiri unit hunian dan unit usaha serta fasilitas bersama. Luas seluruh unit hunian sekitar 14.796 m2 sedangkan luas seluruh unit usaha dan fasilitas bersama 972 m2. Seluruh lantai dasar pada setiap blok bangunan difungsikan sebagai unit usaha (toko, warung dan layanan jasa lainnya) dan fasilitas bersama (parkir kendaraan, ruang mekanikal, ruang bersama). Berdasarkan kategori badan pengelola, terdapat dua tipe penghuni, pertama penghuni ‘Gusuran’ yaitu penghuni yang berasal dari warga yang tinggal di sekitar kompleks bandar udara dan menjadi korban gusuran pada saat Bandar Udara
Persepsi Tingkat Kepuasan Penghuni Terhadap Atribut Rumah Susun Sewa Kemayoran Hari A. Setiadi Kemayoran ditutup dan diubah menjadi kawasan hunian, kedua penghuni umum. Perbedaan kedua tipe penghuni adalah pada tarif sewa per bulan. Nilai sewa per bulan penghuni ‘Gusuran’ lebih rendah dibandingkan penghuni biasa. Rumah susun sewa seluruhnya bertipe 18, dengan rincian setiap unit seperti diperlihatkan pada tabel 5 & 6.
Gambar 2. Unit rumah sewa setiap blok Sumber: Unit Rusunawa Perumnas Tabel 5. Tipe Dakota - Hunian
Lantai
Unit rusun (unit) Ex ‘gusuran’
Umum
Jumlah
2
Tipe Dakota, 18 m , (Blok 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 14) 2
24
120
144
3 4
36 36
108 111
144 144
5 Sub Jumlah
38 106 131 445 2 Tipe Dakota, 18 m , (Blok 11, 12)
144 576
2 3
4 8
12 8
16 16
4 5
1 4
15 12
16 16
Sub Jumlah
17
47
64
Sumber data: Laporan tingkat hunian rusunawa Kemayoran tahun 2012 Tabel 6. Tipe Dakota – Lantai dasar
Blok Ex ‘gusuran’
Unit rusun (unit) Umum
Jumlah
6 9 14
-
9 18 18
9 18 18
Jumlah
-
49
49
Sumber data: Laporan tingkat hunian rusunawa Kemayoran tahun 2012
Sesuai rancangan desain sampel, maka untuk penelitian ini dibutuhkan 2 sampel x 5 lantai x 8 blok bangunan di rusun Kemayoran. Dari 120 kuesioner yang disebarkan ke responden rusun Kemayoran, 87 kuesioner diisi responden dan dikembalikan. Kuesioner yang diisi lengkap ditabulasi dan dijadikan dasar deskripsi penelitian. Walaupun tidak sepenuhnya sesuai dengan rancangan awal, namun dari hasil survei, setiap blok bangunan rusun Kemayoran memiliki responden (Grafik1). Responden rusun Kemayoran terbanyak berasal dari blok Dakota 6, sedangkan responden paling sedikit berasal dari blok Dakota 8.
Responden, seperti umumnya kepala keluarga di Indonesia (patrilineal), maka sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki (Grafik 2). Untuk responden tertentu ada yang berjenis kelamin perempuan diantaranya karena berstatus janda, karena laki-laki sebagai kepala keluarga bekerja di kota lain, atau anak terbesar yang mengisi kuesioner dan mewakili kepala keluarga adalah anak perempuan. Responden tertua adalah pria berumur 67 tahun yang tinggal di lantai 3 bangunan Dakota 6. Sedangkan responden termuda adalah pria berumur 27 tahun yang tinggal di lantai 4 bangunan Dakota 11. Secara keseluruhan umur rata-rata responden adalah 46,91 tahun. Mayoritas responden rusun Kemayoran (48 orang) memiliki pekerjaan dengan penghasilan tetap, seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), atau pekerjaan dengan penghasilan tetap seperti pegawai swasta (buruh pabrik, pegawai kantor), atau pekerjaan dengan penghasilan bulanan yang mapan (wiraswasta/pengusaha). Sebagian responden lainnya (23 orang) memiliki pekerjaan tidak tetap seperti pedagang keliling, buruh, pedagang kaki lima, sopir angkot. Sebagian kecil responden masih belum memiliki pekerjaan atau sudah pensiun (masing-masing 4 orang) lihat Grafik 3.
7
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 6 No.1, April 2014
Grafik 1. Distribusi responden dan blok bangunan
Sumber: Tabulasi lembar kuesioner Survei Sosio-Demografi Rusun Kemayoran dan Cengkareng 2012.
Grafik 2. Distribusi responden (jenis kelamin dan umur)
Sumber: Tabulasi lembar kuesioner Survei Sosio-Demografi Rusun Kemayoran dan Cengkareng 2012.
Selain itu, 63,64% responden (48 orang) menyatakan anggota keluarga mereka tidak memiliki pekerjaan tambahan lain, selain kepala keluarga. Sedangkan 16,88% responden (13 orang), selain pekerjaan utama yang dimiliki kepala keluarganya, mereka juga menyatakan memiliki anggota keluarga dengan pekerjaan tetap, 11,69% (9 orang) memiliki pekerjaan tidak tetap dan 7,79% (6 orang) memiliki usaha mandiri. Deskripsi etnis, 50% responden berasal dari etnik yang ada di pulau Jawa (28 orang etnis Jawa, 11 orang etnik Sunda), 17% responden berasal dari etnik setempat (14 orang etnik Betawi) dan 32% responden sisanya berasal dari etnik dari luar Pulau Jawa (25 orang). Mayoritas responden telah tinggal di rusun Kemayoran setidak-tidaknya lebih dari 15 tahun, sehingga mereka mengetahui bagaimana perkembangan rusun Kemayoran dan lingkungan sekitarnya. Dalam masa awalnya, rusun yang
dibangun di bekas lapangan terbang Kemayoran di atas lokasi yang masih belum berkembang seperti sekarang. Namun perubahan besar terjadi pada kondisi sekarang, kawasan eks lapangan terbang Kemayoran berubah menjadi kawasan permukiman maju yang dilengkapi dengan berbagai hunian mewah, mahal dengan full amenities.
2. Tingkat kepuasan penghuni berdasarkan deskripsi tingkat kepindahan sukarela, kualitas lokasi dan hasil preliminary survei Menggunakan indikator tingkat kepindahan sukarela dan kualitas lokasi, kepuasan tinggal di rusun Kemayoran tergolong pada kategori memuaskan, secara faktual hal tersebut dijelaskan dari (1) hasil wawancara dengan manajemen pengelola rumah susun Kemayoran dan (2) datadata sekunder serta (3) hasil preliminary survey.
Grafik 3. Jenis pekerjaan yang dimiliki responden rusun kemayoran
60 50 40
48
30 20 10 0
23 4
Punya pekerjaan Punya pekerjaan tidak tidak bekerja selama tetap (PNS, tetap (pedagang 6 bulan ini (belum wiraswasta, keliling, buruh, PKL , mendapatkan pengusaha, supir angkot) pekerjaan) pedagang, pegawai swasta)
4
Pensiunan (sudah tidak bekerja lagi)
Sumber : Tabulasi lembar kuesioner Survei Sosio-Demograf Rusun Kemayoran dan Cengkareng 2012.
8
Persepsi Tingkat Kepuasan Penghuni Terhadap Atribut Rumah Susun Sewa Kemayoran Hari A. Setiadi
Grafik 4. Penilaian responden terhadap rusunawa Kemayoran dengan rumah tinggal sebelumnya
70 60 50 40 30 20 10 0
65
9
6
Tidak Berbeda Lebih baik rusun Lebih baik daripada rumah rumah tinggal tinggal sebelumnya sebelumnya daripada rusun
1 Tidak tahu
Sumber: Tabulasi lembar kuesioner Survei Sosio-Demografi Rusun Kemayoran dan Cengkareng 2012
Pertama, dari hasil wawancara dengan Badan Pengelola dan data administrasi penghuni, menunjukan bahwa indikator tingkat kepindahan sukarela penghuni (voluntary moving) selama lima tahun terakhir untuk mencari lokasi rusunawa / hunian lainnya yang dianggap lebih baik daripada rusunawa Kemayoran hampir tidak ada (0%), Badan Pengelola pun sudah tidak lagi menerima dan mencatat daftar tunggu calon penghuni baru rusun Kemayoran. Informasi menunjukan mayoritas penghuni telah tinggal dari sejak rumah susun Kemayoran pertama kali dibuka hingga sekarang. Sebagai akibatnya daftar tunggu (waiting periode) calon penghuni baru untuk tinggal di rumah susun Kemayoran menjadi lama dan sulit memprediksi ketersediaan unit rumah kosong yang bisa disewakan kepada calon penghuni baru.
Kedua, faktor kepuasan terhadap kualitas lokasi (neighborhood quality satisfaction), menurut Rappoport (2001) bahwa atribut lingkungan mempengaruhi tingkat kepuasan penghuni (Aliu and Adebayo A 2010). Secara visual, rusunawa Kemayoran nampak kontras berada di lingkungan dan dikelilingi oleh berbagai tipe hunian dan apartemen mahal. Lokasi rusunawa Kemayoran, dari perspektif ekonomi, terletak di wilayah utama kota. Indikasi ini didasarkan data Perum Perumnas untuk tahun 2010 harga rata-rata lahan paling murah di kawasan tersebut sesuai NJOP mencapai Rp. 5.000.000,-/m2, sehingga lokasi rusun Kemayoran terletak di kawasan elit Jakarta, hanya terdapat sedikit rusunawa di lokasi elit kota dan rusunawa Kemayoran adalah salah satunya. Fakta umum mengenai rusun Kemayoran bersesuaian dengan kajian literatur, dalam wilayah utama kota kualitas layanan dan sarana lebih bermutu dibandingkan dengan bukan wilayah utama kota. Akses terhadap berbagai lokasi lainnya sangat mudah dijangkau dengan menggunakan beragam
moda transportasi yang tersedia hampir 24 jam. Kedekatan (proximity) dengan pusat perekonomian kota (central business district), tempat kerja, pasar, kualitas jalan, tempat hiburan, sekolah dan layanan kesehatan. Semua faktor tersebut memberi pengaruh positif terhadap tingkat kepuasan tinggal. Ketiga, survei terhadap penghuni rusunawa Kemayoran memperlihatan bahwa mayoritas responden (65 orang) menilai tinggal di rusunawa Kemayoran lebih menguntungkan dan mayoritas responden menilai tinggal di rusun Kemayoran lebih baik daripada rumah tinggal sebelumnya (Grafik 4).
3. Deskripsi perseptual tingkat kepuasan mayoritas responden terhadap atribut rusunawa Kemayoran Dari hasil tabulasi (lihat Tabel 7), secara umum opini tingkat harapan (expected level) mayoritas responden terhadap 7 atribut rusunawa lebih besar daripada opini terhadap kondisi faktual (experienced level), dengan demikian kondisi faktual (experienced level) 7 atribut rusunawa tersebut seluruhnya tidak seperti yang diharapkan, apalagi melampaui tingkat harapan. Secara keseluruhan persepsi mayoritas responden terhadap 7 atribut rusunawa Kemayoran yang diopinikan melalui hasil survei cenderung terletak diantara “Tidak Memuaskan” dan “Cukup Memuaskan”, dengan rentang nilai diantara -2,4 sampai dengan 0,80. Atribut yang diopinikan oleh mayoritas responden paling rendah tingkat kepuasannya adalah “Pelayanan Badan Pengelola” dan “Kualitas Fisik Bangunan”, karena memiliki selisih (gap) paling besar daripada 5 atribut lainnya (dengan nilai gap -1,43). Sedangkan atribut yang diopinikan mayoritas responden paling tinggi tingkat kepuasannya adalah “Tarif yang murah”, karena memiliki selisih (gap) paling kecil daripada 6 atribut
9
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 6 No.1, April 2014
lainnya (dengan nilai gap -0,44). Secara keseluruhan tingkat kepuasan terhadap tujuh atribut rusunawa yang diopinikan mayoritas responden “Cukup Memuaskan”, diurut dari selisih yang paling kecil, meliputi (1) Tarif yang terjangkau, (2) Tarif yang murah dan (3) Lokasi rusunawa Kemayoran. Sedangkan atribut rusunawa yang diopinikan mayoritas responden “Tidak Memuaskan” meliputi (1) Kualitas fisik rusun, (2) Prasarana rusun, (3) Sarana rusun, dan (4) Pelayanan badan pengelola.
3.1. Deskripsi atribut rusun yang “Cukup Memuaskan” (Tarif dan Lokasi) Tarif yang terjangkau (affordable tariff). Secara konseptual, tarif sewa adalah suatu nilai tertentu yang ditetapkan oleh pemilik bangunan (landlord) atau badan pengelola dan disepakati oleh penyewa, dan dibayarkan penyewa kepada pemilik bangunan dalam periode waktu tertentu secara
Tabel 7. Tabulasi dan penghitungan kuesioner untuk atribut rusun sewa Kemayoran
No
Atribut yang ditanyakan responden didalam kuesioner
1
Penghitungan hasil tabulasi N
Min.
Max
Mean
Tarif rumah susun sewa seharusnya terjangkau oleh penghasilan penghuni
83
2
5
4.61
Tarif rumah susun sewa sudah terjangkau oleh penghasilan penghuni
81
2
5
4.11
Gap -0.50
60
29
20 0
0
0
Sangat tidak Setuju
2
53
49
40
1
3
Tidak Setuju
0
22
7
Ragu-ragu
Setuju
Sangat setuju
Dengan membandingkan tarif rumah sewa/kontrakan disekitar lokasi yang sama, tarif rumah susun seharusnya lebih murah
83
4
5
4.58
Dengan membandingkan tarif rumah sewa/kontrakan disekitar lokasi yang sama, tarif rumah susun sudah lebih murah
81
2
5
4.14
-0.44
60 50
54
40 30
48
35
20 10 0
0
0
Sangat tidak Setuju
3
0
2
Tidak Setuju
0
20
5
Ragu-ragu
Setuju
Sangat setuju
Manajemen pengelola rumah susun seharusnya bekerja dengan memuaskan
83
1
5
4.33
Manajemen pengelola rumah susun sudah lebih bekerja dengan memuaskan
77
1
5
2.90
-1.43
50 40
43
30
10 0
1
5
Sangat tidak setuju
10
32
29
20 6
Tidak Setuju
1
17
Ragu-ragu
21 5 Setuju
Sangat setuju
Persepsi Tingkat Kepuasan Penghuni Terhadap Atribut Rumah Susun Sewa Kemayoran Hari A. Setiadi
No
Atribut yang ditanyakan responden didalam kuesioner
4
Penghitungan hasil tabulasi N
Min.
Max
Mean
Kualitas bangunan rumah susun seharusnya bermutu baik dan bagus
83
1
5
4.52
Kualitas bangunan rumah susun sudah bermutu baik dan bagus
79
1
5
3.09
Gap -1.43
60 49
40 20 0
1
3
Sangat Tidak Setuju
5
31
27 1
1
Tidak Setuju
28
15
6
Ragu-ragu
Prasarana rumah susun (jaringan pipa air bersih, jaringan kabel listrik, pengelolaan sampah, akses jalan antar antar unit rumah susun) seharusnya berfungsi dengan baik Prasarana rumah susun (jaringan pipa air bersih, jaringan kabel listrik, pengelolaan sampah, akses jalan antar antar unit rumah susun) sudah berfungsi dengan baik
Setuju
Sangat setuju
82
2
5
4.48
80
1
5
3.11
-1.37
50 40 37
30 20 10 0
0
7
Sangat Tidak Setuju
6
1
18
Tidak Setuju
1
42 33
18
4
Ragu-ragu
Sarana rusun (listrik, air bersih, tempat sampah) seharusnya memenuhi kebutuhan penghuni Sarana rumah susun (listrik, air bersih, tempat sampah) sudah memenuhi kebutuhan penghuni
Setuju
Sangat setuju
82
2
5
4.50
80
1
5
3.43
-1.07
50 40 30
34
20 10 0
0
3
Sangat Tidak Setuju
7
1
12
Tidak Setuju
2
45
38
20
7
Ragu-ragu
Dilihat dari akses terhadap sarana transportasi dan kedekatan dengan lokasi kerja, rumah susun seharusnya berada di lokasi strategis Dilihat dari akses terhadap sarana transportasi dan kedekatan dengan lokasi kerja, rumah susun sudah berada di lokasi strategis
Setuju
Sangat setuju
83
3
5
4.52
81
1
5
3.94
-0.58
Sumber : Tabulasi hasil kuesioner Survei Sosio-Demografi Rusun Kemayoran dan Cengkareng 2012
11
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 6 No.1, April 2014
rutin dalam jangka waktu yang disepakati (Reeves 2005). Keterjangkauan (affordability) secara umum didefinisikan apakah penghuni mampu, mau dan bersedia membayar tarif sewa atau dalam kalimat lain konsep keterjangkauan digunakan untuk mengklarifikasi apakah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan rumah (housing cost) masih wajar dan masih dalam jangkauan pengeluaran rumah tangga (Hui 2001). Dalam literatur lainnya, keterjangkauan merupakan nilai maksimal pengeluaran yang masih mampu dibebankan dan diambil dari pendapatan, dalam kajian tersebut nilai keterjangkauan berkisar sama dengan atau dibawah angka 30% dari total pendapatan (Thalmann, 2003). Dari hasil survei sosio-demografis (lihat Grafik 3), berdasarkan tipe pekerjaan yang dimiliki, mayoritas responden memiliki pekerjaan sebagai pegawai negeri dan pegawai pabrik serta memiliki usaha kecil yang tergolong mapan. Sesuai UU No 20 tahun 2011, untuk tipe pekerjaan seperti itu termasuk dalam kategori kelompok ekonomi menengah ke bawah.
Tarif yang murah (inexpensive tariff). Dalam perspektif ekonomi, tarif murah memiliki pengertian nilai beli suatu barang atau jasa yang berada dibawah nilai sesungguhnya (real value). Tarif sewa yang diterapkan oleh pengelola rusun Kemayoran diduga memiliki unsur subsidi, sehingga secara ril tarif sewa rusun Kemayoran berada dibawah ratarata tarif sewa unit rumah tinggal di sekitarnya. Tarif sewa rumah susun Kemayoran berkisar antara Rp. 22.500,- sampai dengan Rp. 37.500,- per bulan (kategori penyewa ‘gusuran’) dan Rp. 60.000,sampai dengan Rp. 75.000,- per bulan (penyewa umum), tarif lantai bawah lebih mahal daripada lantai diatasnya, semikian seterusnya (Perum Perumnas Regional Rusunawa Cabang Jakarta I 2012). Sebagai perbandingan tarif kamar-kamar sewa dengan kamar mandi dan dapur bersama di sekitar lokasi rusunawa Kemayoran bisa mencapai 1 juta per bulan. Sedangkan tarif kamar sewa dengan fasilitas kamar mandi dan dapur tersendiri dan dilengkapi dengan meja tulis bisa dua kali lipat tarif sewa kamar sebelumnya. Sedangkan tarif rumah sederhana, dengan dua kamar dan akses kendaraan bermotor ke jalan setempat bisa dua kali lipat harga tarif sebelumnya. Faktor tarif sewa yang sangat murah diduga kuat menjadi pokok berbagai persoalan kepemilikan (tenure) yang terjadi di rusunawa Kemayoran, seperti dugaan pemindahtanganan kepemilikan, maupun unit rusun yang disewakan kembali pemilik pertama kepada pihak kedua atau ketiga dengan harga sewa mencapai delapan kali tarif resmi (sappk.itb.ac.id n.d.).
12
Secara sederhana, dari perhitungan rasio perkiraan pendapatan per bulan tipe pekerjaan yang dimiliki mayoritas responden dengan tarif sewa rusun Kemayoran, maka rasio tarif sewa dengan penghasilan (rent-to-income ratio) berada dibawah ambang nilai RIR 0,30. Sehingga nilai tarif sewa tersebut masih terjangkau untuk tingkat pendapatan yang berasal dari tipe pekerjaan tersebut. Sebagai gambaran, mengacu pada Permenpera no 14/PERMEN/M/2007, nilai RIR responden rusunKemayoran dengan pendapatan per bulan setara Upah Minimum Regional (UMR) DKI Jakarta (≈ 2 juta per bulan) maka angka RIR berada pada kisaran 0,01 – 0,03. Angka tersebut cenderung lebih kecil dari angka treshold RIR sebesar 0,3. Penghitungan lengkap angka RIR diduga kuat masih dibawah angka 0,3. Lokasi atribut “Lokasi” (Tabel 7, nomor 7) rusun Kemayoran diopinikan mayoritas responden sebagai atribut rusun Kemayoran ketiga yang cukup memuaskan, dengan nilai gap -0,58. Deskripsi lebih terinci mengenai atribut ini secara khusus diungkapkan pada deskripsi tingkat kualitas lokasi (Tingkat kepuasan penghuni berdasarkan deskripsi kualitas lokasi pada halaman sebelumnya). 3.2. Deskripsi atribut rusun yang ”Tidak Memuaskan” (Kualitas bangunan, prasarana & sarana, serta manajemen badan pengelola) Atribut “Kualitas bangunan” dan “Pelayanan badan pengelola”. Hasil kajian teknis yang dilakukan oleh Tim peneliti Pusat Litbang Permukiman terhadap aspek teknis pada sebagian bangunan rusun Kemayoran dan Cengkareng, (meliputi aspek arsitektural, aspek material, aspek struktural, aspek plumbing & persampahan, dan aspek mekanikal elektrikal) mengungkapkan terdapat berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh usia pakai (life cycle), pemeliharaan yang tidak optimal (maintenance), perubahan fungsi, kesalahan desain awal. Sebagai bangunan yang telah dibangun lebih dari sepuluh tahun lebih, hal fundamental yang secara empiris di jumpai di rusun Kemayoran dan Cengkareng adalah seluruh bangunan tidak dibangun dengan mengacu pada SNI terkini. Ditambah lagi faktor pemeliharaan yang tidak optimal, serta rendahnya kepedulian penghuni, membuat beberapa blok bangunan terindikasi tidak optimal dalam mengakomodasi beban gempa (khususnya Blok Dakota 8 rusun Kemayoran) (Tim Peneliti Pusat Litbang Permukiman, 2012).
Secara konseptual terdapat dua fungsi utama yang dilakukan oleh badan pengelola rusun Kemayoran, pertama adalah mengatur orang-orang yang menjadi penyewa (meliputi pengelolaan terhadap jangka waktu sewa, pengumpulan biaya
Persepsi Tingkat Kepuasan Penghuni Terhadap Atribut Rumah Susun Sewa Kemayoran Hari A. Setiadi sewa, atau biaya-biaya lain yang berkaian dengan sewa menyewa, dan pemberlakuan berbagai hal yang terkait dengan persyaratan didalam kontrak sewa menyewa) dan kedua mengatur dan mengelola bangunan rumah sewa (menjaga agar bangunan gedung terpelihara dengan baik sesuai kebutuhan penyewa dan pemilik bangunan.
Atribut “Pelayanan badan pengelola” dan “Kualitas bangunan” (Tabel 7, nomor 3 dan 4) secara empiris dinilai mayoritas responden paling rendah tingkat kepuasannya, karena terdapat selisih cukup besar antara apa yang diharapkan mayoritas responden dengan kondisi empiris. Nilai gap antara apa yang diharapkan dan kondisi empiris kedua atribut tersebut cukup besar (dengan nilai -1,43), paling besar diantara atribut lainnya. Prasarana & sarana rusun. Permen PU nomor 05/ PRT/M/2007 mengenai Pedoman Teknis Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi, Bab I Ketentuan Umum, diantaranya dinyatakan bahwa agar rumah susun dapat berfungi sebagaimana mestinya maka harus dilengkapi dengan prasarana yaitu jaringan jalan dan fasilitas umum, jaringan pemadam kebakaran, tempat sampah, parkir, saluran drainase, tanki septik, sumur resapan, rambu penuntun, dan lampu penerangan luar. Sedangkan sarana rusun meliputi kamar mandi & WC; daya listrik; kualitas dan kuantitas air di setiap unit rusun. Dari hasil observasi visual, di beberapa blok dijumpai ada beberapa prasarana dan sarana yang tidak optimal fungsinya karena alasan kurang perawatan, walaupun secara keseluruhan tidak mengganggu fungsionalitas prasarana dan sarana pada blok hunian tersebut. Namun ketidakoptimalan tersebut dikeluhkan oleh penghuni (setneg-ppkk.co.id n.d.).
Dari hasil survei, dengan nilai gap sebesar -1,07 dan -1,37, baik atribut “Prasarana” dan “Sarana rusun” (Tabel 7, nomor 5 dan 6) menurut opini mayoritas responden keduanya tidak memuaskan, atribut “Prasarana rusun” diopinikan lebih tidak memuaskan daripada “Sarana rusun”. Hal ini menyiratkan, walaupun kondisi rusun Kemayoran sudah lebih dari 15 tahun sebagai hunian, namun secara relatif sarana setiap unitnya masih berfungsi walaupun tidak seperti yang diharapkan responden. Sedangkan faktor pemeliharaan dan perbaikan berpengaruh terhadap kualitas prasarana rusun, sehingga kurangnya pemeliharaan dan perbaikan mengakibatkan berkurangnya fungsi prasarana rusun tersebut secara optimal. KESIMPULAN
Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui mengetahui tingkat kepuasan tinggal di rusun sewa dan mengukur persepsi tingkat
kepuasan reponden terhadap tujuh atribut rusunawa Kemayoran, dari hasil observasi indikator ‘Tingkat kepindahan sukarela’ dan ‘Kualitas lokasi’ secara umum masuk dalam kategori memuaskan. Sedangkan dari hasil tabulasi dan penghitungan seluruh kuesioner menunjukan tiga dari tujuh atribut yang diopinikan mayoritas responden dinilai “Cukup Memuaskan”, sedangkan empat atribut lainnya masuk kedalam kategori “Tidak Memuaskan”. Gambaran perseptual yang diopinikan oleh mayoritas responden terhadap tujuh atribut rusun Kemayoran bersesuaian dengan kondisi empiris rusun Kemayoran. Secara empiris, atribut yang secara perseptual diopinikan mayoritas responden “Cukup Memuaskan” ‘Tarif sewa’ dan ‘Lokasi’)hanya sedikit yang berubah atau bahkan tidak berubah dari sejak mula pertama rusun kemayoran dibangun. sejak pertama kali dihuni hingga sekarang, ‘Tarif sewa’ rusun Kemayoran relatif tidak berubah sedangkan ‘Lokasi’ rusun berubah lebih baik lagi dengan menjadi perumahan yang lengkap dengan berbagai fasilitas. Sebaliknya, atribut yang secara perseptual diopinikan mayoritas responden “Tidak Memuaskan” (kondisi bangunan rusun Kemayoran dengan berbagai sarana dan prasarananya), secara empiris dari mula pertama dibangun hingga sekarang telah mengalami berbagai perubahan (deteriorate), sedangkan berbagai upaya yang dilakukan badan pengelola masih belum mampu mengembalikan bangunan rusun dan sarana prasarana kembali seperti pada kondisi awalnya. Kepuasan perseptual ditentukan oleh seberapa tinggi tingkat harapan responden terhadap suatu atribut dengan kondisi empirisnya. Selain itu kepuasan juga dipengaruhi oleh pilihan yang tersedia dan kemampuan responden dalam menentukan pilihan. Apabila pilihan terbatas atau tidak ada pilihan lain maka terdapat kecenderungan individu akan merasa puas dengan apa yang di milikinya. Namun apabila pilihan menjadi terbuka dan individu bisa memperbesar pilihan maka akan mempertinggi persepsi kepuasan terhadap suatu atribut. Karena persepsi tingkat kepuasan penghuni terhadap suatu atribut bersifat dinamis, selain dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal individu responden, juga dipengaruhi oleh pilihan yang tersedia.
Secara umum, deskripsi tingkat kepindahan sukarela, kualitas lokasi, dan hasil survei membenarkan hipotesis yang diajukan dalam tulisan ini. Penelitian tidak mengungkapkan faktorfaktor yang mempengaruhi (determinant) tinggi rendahnya tingkat harapan responden terhadap suatu atribut atau faktor-faktor yang secara empiris mempengaruhi kondisi aktual / kualitas suatu
13
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol. 6 No.1, April 2014
atribut. Untuk mengungkapkan tingkat kepuasan secara lebih komprehensif, maka disarankan perlunya penelitian lanjutan yang dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam dengan responden (in-depth interview), penelitian etnography (etnography), grup diskusi (focus-group discussion), dan pengulangan seluruh tahapan kegiatan penelitan pada selang waktu secara periodik. DAFTAR PUSTAKA
Aliu, IR, and Adebayo A. 2010. “Evaluating the Influence of Housing Quality on Urban Resident’ Wellbeing.” International Journal of Academic Research @EBSCO.
Berkoz, Lale, Turks S. Sence, and Omer L Kellekci. 2009. “Environmental Quality and User Satisfaction in Mass Housing Areas: The Case Istanbul.” European Planning Studies @ EBSCO. Dekker, Karien, Sjoerd De Vos, Sako Musterd, and Ronald Van Kempen. 2011. “Residential Satisfaction in Housing Estate in European Cities.” Housing Studies, from Science Direct @EBSCO. Dye, Thomas R. 2011. Understanding Public Policy. Longman. Fang, Yiping. 2006. “Residential Satisfaction, Moving Intention and Moving Behaviours: A Study of Redeveloped Neighbourhoods in Inner-City Beijing.” Housing Studies@EBSCO. Fink, Arlene. 2003. How to Manage, Analyze, and Interpret Survey Data 2nd Edition. SAGE Publication. Foord, Mark, Savory, Julie. and Sodhi, Dianne. 2003. “Not Everything That Can Be Counted Counts and Not Everything that Counts Can Be Counted” - Towards Critical Exploration of Modes of Satisfaction Measurement in Sheltered Housing.” Health and Social Care in the Community@Blackwell Publishing ltd. Greene, Margarita, and Ortuzar. Juan, De Dios. 2002. “Willingness to Pay for Social Attributes : A Case Study from Chile.” International Planning Stuides @ASCE. Gubbay, John. 1999. “Research to Order: Dilemmas in the Design and Control of Tenant Satisfaction Surveys.” International Journal of Social Research Methodology @EBSCO. Hui, Eddy Chi Man. 2001. “Measuring Affordability in Public Housing From Economic Perspective: Case study in Hongkong.” Journal of Urban Planning and Development @ASCE. Iwata, Shinichiro, and Hisaki Yamaga. 2008. “Rental externality, tenure security, and housing quality.” Journal of Housing Economics.
14
James III, Russel N. 2007. “Multifamily Housing Characteristics and Tenant Satisfaction.” Journal of Performance of Constructed Facilities@ASCE. James III, Russel N. 2008. “Impact of Subsidized Rental Housing Characteristics on Metropolitan Residential Satisfaction.” Journal of Urban Planning and Development @ASCE. Kellekci, Omer Lutfi, and Lale Berkoz. 2006. “Mass Housing: User Satisfaction in Housing and Its Environment in Istambul.” European Journal of Housing Policy, from Science Direct @ EBSCO. Leary, Mark A. 2012. Introduction to Behavioral Research Methods. Pearson. Man Hui, Eddie CHi. 1999 “Willingness to Pay for Better Housing in Hongkong: Theory and Evidence.” Urban Studies @EBSCO. Neuman, W. Lawrence. 2011. Social Research Methods Qualitative and Quantitative Approaches. Pearson. Paris, Deidre E, and Roozbeh Kangari. 2005. “Multifamily Affordable Housing: Residential Satisfaction.” Journal of Performance of Constructed Facilities@ASCE. Perum Perumnas Regional Rusunawa Cabang Jakarta I. 2012. Laporan Bulanan ; Agustus 2012. Monthly report, Jakarta I Rusunawa. Permenpera No. 14/PERMEN/M/2007. Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa. Permen PU Nomor 5/PRT/M/2007. Pedoman Teknis Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi. Bab 1 Ketentuan Umum. poskota.co.id. n.d. http://poskota.co.id/beritaterkini/2010/04/15/gugatan-dikabulkanwarga-rusun-cengkareng-menangis (accessed July 15, 2013). Tim Peneliti Pusat Litbang Permukiman. 2012. Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung Rusunawa Cengkareng dan Kemayoran Jakarta. Pusat Litbang Permukiman, Balitbang Kementrian Pekerjaan Umum. Varady, David P., and Mark A Carrozza. 2000. “Toward a Better Way to Measure Customer Satisfaction Levels in Public Housing.” Housing Studies, @ EBSCO. Reeves, Paul. 2005. An Introduction to Social Housing (second edition). Elsevier. sappk.itb.ac.id. n.d. http://www.sappk.itb.ac.id/ ppk/images/stories/pdf/ringkasan_yovi.pdf (accessed February 18, 2013). —. n.d. http://www.sappk.itb.ac.id/ppk/images/ stories/pdf/ringkasan_soly.pdf (accessed February 18, 2013). setneg-ppkk.co.id. n.d. http://www.setneg-ppkk. co.id/berita-77-ppkk-imbau-perumnaspeduli-warga (accessed July 15, 2013).
Persepsi Tingkat Kepuasan Penghuni Terhadap Atribut Rumah Susun Sewa Kemayoran Hari A. Setiadi slemankab.go.id. n.d. http://rusunawa.slemankab. go.id/kerusakan-rusunawa.html (accessed July 15, 2013). suarakarya-online. n.d. http://www.suarakaryaonline.com/news.html?id=272453 (accessed July 15, 2013). Thalmann, Phillippe. 2003. “’House poor’ or simpy ‘poor’?” Journal of Housing Economic. Merriam-Webster Dictionary. 2001. “Housing Attributes.” Rappoport. “Neighbohood Quality Satisfaction”. UU No. 20 Tahun 2011. Rumah Susun.
15