Tenaga. Kependidikan GTK UJUNG TOMBAK MEMPERKOKOH NKRI. Simposium GTK Best Practice: Menuliskan Pengalaman Terbaik MULIA KARENA KARYA

Tenaga Kependidikan EDISI 02 | TAHUN I | DESEMBER 2016

MULIA KARENA KARYA

GTK UJUNG TOMBAK MEMPERKOKOH NKRI

Simposium GTK 2016 Best Practice: Menuliskan Pengalaman Terbaik

Selamat hari guru NASIONAL 6 1 0 2 r e b m e v o N 25 Tendik Mulia Karena Karya

Dra. Garti SRI Utami, M.Ed direktur pembinaan tenaga kependidikan pendidikan dasar dan menengah

Pengantar S

esuai amanat Bapak Presiden RI Joko Widodo, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melaksanan tiga program prioritas, yaitu Program Penguatan Pendidikan Karakter, penajaman pendidikan vokasi, dan percepatan Program Indonesia Pintar. Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, ikut terlibat aktif dalam menyukseskan pelaksanakan tiga program prioritas tersebut. Khusus terkait dengan Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), Direktorat Pembinaan Tendik Dikdasmen, Ditjen GTK, bersama sejumlah direktorat teknis lain dari Ditjen Dikdasmen dan Ditjen PAUD dan Dikmas, melaksanakan bimbingan teknis bagi 221 orang kepala sekolah, pengawas sekolah, guru, dan komite sekolah, yang berasal dari 42 sekolah peserta uji coba PPK dari 37 kabupaten/kota. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 27 s.d. 30 September 2016, bertempat di Hotel Santika Premiere, Slipi, Jakarta Barat. Pendidikan karakter bangsa memang sangat penting. Dalam berbagai kesempatan, Presiden Jokowi juga menegaskan pentingnya pendidikan karakter. Saat memberi sambutan pada acara Simposium Nasional Guru dan Tenaga Kependidikan sekaligus puncak peringatan Hari Guru Nasional, di SICC Bogor, Jawa Barat, tanggal 27 November, Presiden memaparkan pentingnya guru dan tenaga kependidikan dalam menanamkan nilai-nilai karakter kepada peserta didik dalam upaya untuk menjaga keutuhan NKRI. Selain itu Presiden juga berpesan agar anak-anak bijak dalam menggunakan media sosial. Tujuan program Penguatan Pendidikan Karakter adalah menanamkan nilai-nilai pembentukan karakter bangsa ke secara masif dan efektif melalui lembaga pendidikan dengan prioritas nilai-nilai tertentu yang akan menjadi fokus pembelajaran, pemahaman, pengertian, dan praktik, sehingga pendidikan karakter bangsa sungguh dapat mengubah perilaku, cara berpikir dan cara bertindak seluruh bangsa Indonesia menjadi lebih baik dan berintegritas. Para tenaga kependidikan, khususnya kepala sekolah dan pengawas sekolah, bisa terlibat aktif dalam ikut mengimplementasikan pesan Presiden tersebut. Para pengawas sekolah dalam tugas kepengawasannya, harus ikut mengawal pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah-sekolah binaannya. Begitu pula para kepala sekolah, berperan penting dalam menyuntikkan nilai-nilai karakter kepada murid-muridnya yang disampaikan melalui guru-gurunya. Mereka harus menjadi teladan bagi murid-muridnya dalam memperkokoh karakter bangsa. Oleh karena itu, kita berharap para kepala sekolah dan pengawas sekolah berada di barisan terdepan dalam ikut memperkuat pembangunan karakter bangsa. •

1

TENAGA KEPENDIDIKAN MEDIA INFORMASI TENAGA KEPENDIDIKAN

EDISI 2/TAHUN I/DESEMBER 2016

PEMBINA Sumarna Surapranata Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

PENGARAH Garti Sri Utami Direktur Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah

PEMIMPIN REDAKSI/PENANGGUNG JAWAB Anies Mucktiany Kasubdit Program dan Evaluasi

SIDANG REDAKSI Ferry Yulmarino, Wastandar, Suharno M. Sajim, Suhatri, Eddy Tejo Prakoso S., Saiful Anam, Dipo Handoko, Mukti Ali, Arien TW, Rauhanda R., A. Fauzi Ramdani

DESAIN DAN TATA LETAK Arita Windi Astuti Foto Cover: Jilan.BKLM

SEKRETARIAT Subbagian Tata Usaha

PENERBIT Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

ALAMAT REDAKSI: Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah Gedung D Lt. 14 Kompleks Kemdikbud Jl. Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Telepon: 021-57974121-27 Faksmilii: 021-57974121-27

2

M

Salam Redaksi

emasuki akhir tahun 2016, ada dua kegiatan besar yang dilaksanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yakni Simposium Nasional Guru dan Tenaga Kependidikan, dan Peringatan Hari Guru Nasional (HGN). Simposium Nasional GTK tahun ini dilaksanakan untuk yang kedua kalinya. Adapun HGN diperingati setiap tanggal 25 November, yang tahun ini puncak peringatannya dipusatkan di Gedung Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, tanggal 27 November, dan dihadiri Presiden Joko Widodo. Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, ikut terlibat aktif dalam penyelenggaraan dua kegiatan besar tersebut. Kegiatan Simposium dan peringatan HGN menjadi sajian penting yang ditulis di majalah Tenaga Kependidikan edisi ini. Selain itu, Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah juga melaksanakan kegiatan Lomba Penulisan Best Practice Pengawas Sekolah dan Kepala Sekolah Tingkat Nasional. Pada kegiatan ini, para pengawas sekolah dan kepala sekolah menampilkan pengalaman-pengalaman terbaiknya dalam melaksanakan tugas kepengawasnnya bagi pengawas sekolah, dan tugas kepemimpinan bagi para kepala sekolah. Praktik-praktik terbaik itu selanjutnya dituangkan dalam karya best practice, yang pada gilirannya diharapkan bisa menjadi referensi bagi pengawas sekolah dan kepala sekolah lain di seluruh Tanah Air dalam meningkatkan kinerja dan kompetensinya. Beberapa pemenang,, karyanya ditampilkan dalam majalah ini dalam versi ringkas. Direktorat Pembinaan Tendik Dikdasmen juga ikut terlibat dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) untuk program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)) bagi kepala sekolah, pengawas sekolah, dan guru yang berasal dari 42 sekolah yang melaksanakan uji coba program tersebut. PPK merupakan salah satu dari tiga program prioritas Kemdikbud yang diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo. Dua program lainnya adalah penguatan pendidikan vokasi dan Program Indonesia Pintar (PIP). Masih banyak peristiwa lain yang tidak kalah menarik yang disajikan pada edisi ini, antara lain oleh-oleh dari studi banding penyiapan calon guru ke Michigan, Amerika Serikat; pelatihan singkat bagi tendik berprestasi ke sejumlah negara; penyelenggaran pendidikan di Victoria, Australia; ProDep, kemitraan sekolah, upaya Direktorat Tendik Dikdasmen menyiapkan penerapan penilaian kinerja pegawai, dan sejumlah tulisan lain.

Selamat membaca.

TENAGA KEPENDIDIKAN Edisi 02/Tahun I/Desember 2016

Daftar Isi

8

46

4 LAPORAN UTAMA 4-7 GTK Ujung Tombak Memperkokoh NKRI Tenaga Kependidikan Mulia Karena Karya PROGRAM DAN EVALUASI 8-15 Mengawal Program Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Tenaga Kependidikan Overview ProDEP 2014-2016 KINERJA DAN KARIER 16-17 Pengembangan Karier Pengawas Sekolah KEMITRAAN 18-20 Ciptakan Budaya Sekolah Lewat Kemitraan KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI 21-25 Pengembangan Tes Akhir Modular Kepala Sekolah Pembelajar Urgensi Pemetaan Kompetensi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah KESHARLINDUNG 26-33 Memperluas Wawasan Tendik Berprestasi Sistem Pendidikan dan Pemberdayaan Guru di Negara Bagian Victoria, Australia

26

TATA USAHA 34-35 Penerapan Penilaian Kinerja Pegawai Melalui E-SKP BEST PRACTICE 36-47 Menuliskan Pengalaman Terbaik Bimbingan Intensif Penyusunan PTK dengan Inovasi Koldupis Model Kepemimpinan Kepala Sekolah Berbasis Wirausaha di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura Desain Interior Perpustakaan Gaya Remaja Penangan Limbah dan Sampah Laboratorium PROFIL 48-51 Supervisi Klinis Mengembangkan Kompetensi Guru Mabosti Siapkan Lulusan Berdaya Saing KOLOM 52-53 Kiprah SMK Negeri 1 Denpasar PERISTIWA 54-60 Menghapus Bayangan Traumatis Program PPL Calon Guru dan Kewenangan Kepala Sekolah

54 3

Laporan Laporan utama utama

Foto: Mukti Ali PERINGATAN HARI GURU NASIONAL 2016

GTK UJUNG TOMBAK

Memperkokoh NKRI Oleh : Saiful Anam, Mukti Ali, dan A. Fauzi Ramdani Staf Redaksi

T

4

idak kurang dari 16.500 guru, tenaga kependidikan, pamong belajar, dan perwakilan organisasi profesi guru dan tenaga kependidikan, menyesaki gedung Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, tanggal 27 November 2016. Mereka hadir untuk memeriahkan puncak peringatan Hari Guru Nasional (HGN) sekaligus ulang tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang ke 71. TemaHGN tahun ini adalah Guru dan Tenaga Kepenidikan Mulia Karena Karya. Hajatan akbar ini dihadiri oleh Presiden RI Joko Widodo, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, dan segenap pimpinan organisasi profesi guru dan tenaga kependidikan.

MEMPERKOKOH NKRI

Dalam laporannya, Mendikbud Muhadjir Effendy menyampaikan saat ini terdapat 3.923.322 orang guru, tenaga kependidikan, dan pamong belajar yang mendidik, membina, mengasuh sekitar 53 juta peserta didik di sekolah dan sanggar belajar. Mereka saling berinteraksi melalui proses pendidikan dan pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas dalam suasana ke-Indonesiaan.

“Saya bisa menyampaikan ini, bisa merasakan, karena saya telah datang di paling ujung barat negara kita, di titik 0, di Sabang, Provinsi Aceh. Kemudian ke ujung paling timur, di Merauke. Kemudian ke pulau paling utara, itu kalau dari Manado naik kapal 12 jam, ke Pulau Miangas. Saya adalah Presiden pertama yang datang ke Miangas. Pulaunya kecil, hanya dihuni oleh kurang lebih 800 orang,” lanjutnya.

Dalam sambutannya, Presiden Joko Widodo menyampaikan tiga hal penting. Pertama, Presiden memaparkan persoalan yang berkaitan dengan keberagaman kita, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. “Kenapa ini saya sampaikan? Karena Bapak/Ibu gurulah yang bisa membimbing, mengisi anak-anak didik kita agar mereka tahu secara jelas betapa negara kita Indonesia ini adalah beragam. Tidak ada di negara manapun di seluruh dunia ini, negara yang memiliki 17.000 pulau. Ada 516 kabupaten/ kota, 34 provinsi, 700 suku, dan 1.100 bahasa lokal. Betapa kita ini sangat beragam,” tegas Presiden.


Foto: Rauhanda Riyantama

Presiden menandaskan, keberagaman Indonesia harus disampaikan kepada anak didik kita, bahwa kita semua ini adalah saudara, yakni dalam bingkai NKRI atau Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Inilah yang saya minta kepada Bapak/Ibu guru selalu menyampaikan hal-hal ini kepada anak didik kita agar kita semuanya bisa satu, bisa rukun di antara saudara-saudara kita. Kita memang berbeda-beda, beda kulit, beda rambut, beda mata. Semuanya memang beda. Karena itu kepada Bapak/ Ibu gurulah saya ingin menyampaikan ini agar anak didik kita. Bangsa ini ke depan harus tetap satu NKRI dalam keadaan dan situasi apa pun,” tegas Jokowi.

MEMPERKUAT KARAKTER

Persoalan kedua yang dilontarkan Presiden adalah nilai-nilai karakter. Ia minta kepada para guru agar menyuntikkan nilai-nilai etika, kejujuran, kedisiplinan, optimisme, dan kerja keras, kepada anak-anak didik kita. Etika berbicara, etika menghormati guru, etika menghormati orang tua, etika menghormati seniornya, merupakan sebagian nilai-nilai karakter Indonesia. Nilai-nilai karakter itu harus ditanamkan sejak di pendidikan usia dini, di PAUD, sejak di TK, sejak pendidikan di sekolah dasar, sampai ke atas, ke atas. “Di sinilah sebetulnya kita memiliki kekurangan yang harus kita perbaiki,” ujarnya. “Saya tahu matematika itu perlu. .Saya tahu Fisika itu juga perlu. Saya tahu PMP/PPKn itu juga diperlukan, kimia itu diperlukan, pelajaran biologi itu diperlukan, saya tahu. Tetapi yang saya sampaikan tadi, terutama yang untuk anak-anak kita yang masih SMP, SD, TK, di PAUD, bahwa nilai-nilai yang tadi saya sampaikan, nilai-nilai etika, nilai-nilai kejujuran, nilainilai kedisiplinan, nilai-nilai kerja keras, optimisme itu juga perlu sedini mungkin disuntikkan kepada anak didik kita,” kata Presiden. Presiden mengingatkan, saat ini pertarungan antarnegara sudah sangat sengit, dan akan lebih sengit lagi pada tahun 2040-an. Kita memiliki bonus demografi, yakni anak-anak produktif yang nanti pada tahun tersebut menjadi kekuatan dan modal negara kita dalam bersaing dengan negara-negara

yang lain. Tetapi kalau nilai-nilai karakter tidak disuntikkan mulai sekarang, Presiden khawatir nantinya pada tahun emas tersebut, kita tidak bisa memanfaatkannya dengan baik. Oleh karena itu, para guru dan tenaga kependidikan memiliki peran sentral dalam menghantarkan anak didik kita untuk memaksimalkan potensinya pada usia 100 tahun Indonesia merdeka tersebut.

BIJAK MENGGUNAKAN MEDIA SOSIAL

Persoalan ketiga yang disampaikan Presiden adalah yang berkaitan dengan media sosial. Ia mengakui, di era keterbukaan ini informasi tidak bisa kita hambat, dengan cara apapun tidak bisa kita hambat. “Dunia sudah seterbuka ini. Satu-satunya jalan adalah mengisi anak-anak kita dengan pribadi dan karakter dan nilai-nilai Indonesia,” ujarnya. Ia mencontohkan, kalau kita lihat dalam sebulan ini di media sosial (medsos), yang muncul adalah saling menghujat. Ini bukan tata nilai Indonesia. “Saling menghujat, saling menjelekkan antar anak bangsa, saling memaki, ini juga bukan tata nilai Indonesia. Menghujat, saling menjelekkan, saling memaki, fitnah-fitnah, adu domba ada semua ini di media sosial kita,” ujarnya. “Inilah tugas Bapak/Ibu guru untuk memberitahu kepada anak didik kita. Karena nilai-nilai ke-Indonesia-an kita bukan itu. Hati-hati, ini bisa infiltrasi asing masuk ke negara kita dengan cara-cara melemahkan seperti itu, memecah belah seperti itu. Hati-hati,” kata Presiden. Para guru, kata Jokowi, sekali lagi memiliki peran sentral, terutama terhadap anak-anak kita yang mulai menginjak ke SMP, menginjak ke SMA/SMK, agar diberitahu etika berinternet, sopan santun dalam menyampaikan sesuatu di media sosial. “Saya titip agar anak-anak kita diajak bermedia sosial, bermedsos yang santun dengan tata nilai etika yang baik, mengajak ke hal-hal yang positif, mengajak positif thinking. Karena itulah nilai-nilai ke-Indonesia-an kita”, ujarnya. ◘

SAIFUL ANAM, MUKTI ALI, A. FAUZI RAMDHANI

5

Laporan utama

Foto: Jilan/BKLM SIMPOSIUM GTK 2016

TENAGA KEPENDIDIKAN

Mulia Karena Karya Oleh : Mukti Ali Staf Redaksi

U

ntuk kali kedua, Simposium Guru dan Tenaga Kependidikan (Simposium GTK) dilangsungkan. Agenda tahunan Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ditjen GTK, Kemendikbud) pertama kali digelar tahun 2015 lalu. Tahun 2016 ini berlangsung Sentul international Convention Center (SICC), Bogor, Sabtu, 26 November 2016. Simposium ini menjadi rangkaian kegiatan Puncak Hari Guru Nasional (HGN) yang digelar di tempat yang sama keesokan harinya, 27 November 2016. Tema Simposium GTK tahun 2016 adalah Guru Mulia Karena Karya. Kegiatan ini dubuka oleh Sumarna Surapranata, Ph.D, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK). Mengawali arahannya, Pranata, demikian biasa ia disapa, sedikit menyinggung perihal Uji Kompetensi Guru (UKG) yang nilainya masih rendah. “Ada beberapa faktor yang menentukan kenapa hasil UKG itu rendah. Di antaranya adalah standar yang berbeda, guru-guru kita banyak yang terbiasa berada pada zona nyaman, tetapi gagap teknologi. Oleh karena itu, seorang

6

pengajar harus selalu meningkatkan kompetensi guru, baik melalui pendidikan dan latihan, bimbingan teknis, maupun workshop dan lokakarya-lokakarya,” ujarnya. Simposium ini terbuka untuk semua jenis GTK, mulai guru PAUD, Pendidik PAUD, Pendidikan Masyarakat, Pamong Belajar, Guru SD, Guru SMP, Guru SMA, Guru SMK, Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah mulai dari (TK, SD, SMP, SMA dan SMK). Juga terbuka untuk kalangan Widyaiswara, serta guru dan kepala sekolah dari pendidikan Madrasah.

HANYA LOLOS 200 KARYA DARI 3.328 KARYA MASUK

Seleksi Simposium GTK ini dilakukan melalui Karya Tulis yang dikirim via online. Tahun 2015 lalu kurang lebih 2.000 karya tulis yang masuk. Dan tahun 2016 ini sebanyak 3.328 karya tulis yang masuk. Selanjutnya diseleksi oleh panitia pusat dan ditetapkan sebanyak 200 GTK yang layak masuk final untuk mengikuti seleksi langsung di Jakarta yang bertempat di Hotel Fave Cililitan, tanggal 24-28 November 2016.


Seleksi langsung melalui presentasi karya berlangsung selama dua hari, tanggal 24 dan 25 November. Dalam seleksi ini 200 peserta dibagi dalam 10 kelompok yang sesuai dengan jenis GTK. Kemudian, seleksi tersebut menentukan tiap kelompok diambil 10 peserta yang dinali paling layak melakukan presentasi di tempat utama pelaksanaan Simposium, yakni di SICC, Sentul, Bogor. Audien di SICC ini lebih banyak lagi, berasa dari para juara Olimpiade Guru Nasional (OGN), Lomba Karya Inovasi dalam Pembelajaran (INOBEL), para penerima Satya Lencana dan peserta simposium yang dijaring melalui P4TK IPA dan instansi lainnya. Pelaksanaan presentasi di SICC untuk tenaga kependidikan dibagi dua kelas, yakni kelas Kepala Sekolah dan kelas Pengawas Sekolah. Menempati lantai dua gedung SICC dengan tata pencahayaan ruangan yang kurang begitu bagus. Meski demikian, nyatanya tak mengurangi semangat para peserta presentasi dan audiens. Banyak bertaburan tanya jawab tatkala presentasi sudah berakhir, padahal waktu presentasi sangat dibatasi. Isu pokok yang dibahas pada simposium ini di antaranya adalah penumbuhan pendidikan karakter di satuan pendidikan, penerapan pendidikan inklusif, tantangan dan harapan, membangun budaya literasi di satuan pendidikan, profesionalisme guru dan tenaga kependidikan melalui guru pembelajaran atau Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), perlindungan guru dan tenaga kependidikam yang menyangkut dengan hukum, profesi, keselamatan dan kesehatan kerja (K3), dan kekayaan intelektual, membangun integritas di satuan pendidikan, penilaian kinerja guru dan tenaga pendidikan masalah dan solusinya, meningkatkan mutu akses kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal), serta teknologi informasi sebagai media pembelajaran.

RASANYA CAMPUR ADUK DAN BANGGA LUAR BIASA

Amin Tri Khasana, S.Pd, M.Si, salah satu finalis yang berkesempatan presentasi di SICC mengaku sedikit grogi saat memulai presentasi. Tetapi begitu berjalan rasa grogi itu sirna. “Ini pertama kalinya saya ikuti Simposium GTK. Kesannya sangat luar biasa, bisa bertemu dengan GTK hebat seluruh Indonesia, bisa presentasi di hadapan mereka, padahal di antara mereka banyak yang langganan berprestasi. Rasanya campur aduk pokoknya, apalagi bisa bertemu dengan pejabat-pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, adalah kesan sangat luar biasa,” kata perempuan yang sehari-hari adalah Kepala SMP Negeri 4 Candipuro, Lumajang, Jawa Timur itu. Sekali mengikuti, lanjut Amin, sapaan akrabnya, tampaknya telah menyulut optimisme mengikuti tahun depan. “Saya semakin optimis, mungkin tahun depan mencoba lagi, dan

Sumarna Surapranata, Ph.D, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Foto: Mukti Ali

mungkin mengikuti lomba-lomba lainnya yang selama ini saya kurang tahu. Selama di sini banyak sekali pengetahuan yang saya dapat, dan ini pasti saya sampaikan ke tim guru di sekolah kami dan rekan kepala sekolah lainnya,” lanjutnya. Ada juga komentar senada dari peserta lainnya, dia adalah Aris Riyadi, Kepala Sekolah SMP Negeri 2 Pitu, Ngawi, Jawa Timur. Meskipun lelaku yang akrab disapa Aris ini kandas sejak seleksi langsung di Fave Hotel, tetapi ia tak begitu kecewa. “Harapannya sih bisa lolos, tetapi saya yakin ini yang terbaik untuk saya di ajang simposium ini. tahun depan belum tahu ikut lagi apa tidak, sebenarnya saya ingin memberi kesempatan kepada yang lain saja, karea sudah ada beberapa prestasi yang pernah saya raih,” katanya. Aris Riyadi, dalam cacatan biografinya, ternyata telah mearih beragam prestasi. Di antaranya, Guru Berprestasi Nasional, Juara Lomba Kreativitas (LKG) Nasional tahun 2015, juara II INOBEL 2016. Dan tahun 2016 ini pula, tanpa dinyana ia menerima anugerah Satya Lencana yang disematkan Mendikbud. “Makanya saya bingung, saya dapat undangan Satya Lencana, di sisi lain, saya masuk Simposium. Saya jalani saja dan pasrah, Allah S.W.T pasti memberikan yang terbaik buat saya,” lanjutnya. Sore hari, masih di SICC Sentul, Mendikbud Muhadjir Effendy menghadiri Simposium GTK ini dan menyerahkan penghargaan kepada para juara Simposium serta menyematkan tanda penghargaan terhadap GTK penerima Satya Lencana. Para pemenang Simposium Tenaga Kependidikan kategori kepala sekolah, berturut-turut adalah Deden Suryanto, M.Pd (SMKN 1 Cipeundeuy Subang, Jawa Barat), Sukardi Djafar, M.Pd (SDN No. 56 Dumbo Raya, Gorontalo), Supiandi, S.Pd (Kepala SMAS Muhammadiyah Toboali, Bangka Selatan). Sedangkan untuk kategori pengawas sekolah, pemenangnya adalah Dr. Dyah Sulistyowati, M.Pd (Dinas Pendidikan Kab. Karanganyar), Hairani Fauzi, M.Pd (Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin), Kadarsih, S.Pd, MM (Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta). ◘

MUKTI ALI

7

PROGRAM DAN EVALUASI BIMTEK KARAKTER PENGAWAS DAN KEPALA SEKOLAH

Mengawal program penguatan pendidikan karakter melalui tenaga kependidikan Oleh : Saiful Anam Staf Redaksi

Foto-foto: Dok. Dit Pembinaan Tendik Dikdasmen

Dini dan Pendidikan Masyarakat Dikmas ( Ditjen PAUD Dikmas). Pelaksana teknis kegiatan dari Ditjen GTK adalah Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Dasar dan Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah. Pelaksana teknis dari Ditjen Dikdasmen adalah Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar. Adapun untuk Ditjen PAUD dan Dikmas dipercayakan kepada Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga.

S

ebanyak 221 orang intens mengikuti kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) bertajuk Peningkatan Kapasitas Guru, Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah dan Komite Sekolah terkait Program Penguatan Pendidikan Karakter. Peserta kegiatan ini adalah para kepala dinas pendidikan kabupaten/ kota, guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan komite sekolah yang total berjumlah 221 orang. Mereka berasal dari 42 sekolah yang pada tahun 2016 ditunjuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai peserta uji coba program PPK pada 37 kabupaten/kota. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 27 s.d. 30 September 2016, bertempat di Hotel Santika Premiere, Slipi, Jakarta Barat. Kegiatan ini diselenggarakan secara sinergi oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK), Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen), serta Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia

8

Adapun narasumber yang tampil adalah Sumarna Surapranata, Ph.D (Dirjen GTK), Dr. Arie Budhiman, M.Si (Staf Ahli Mendikbud Bidang Pembangunan Karakter) R. Alpha Amirrachman, Ph.D (Staf Khusus Mendikbud Bidang Monitoring Implementasi Kebijakan), Prof. Dr. Ilza Mayuni, MA (Kepala Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan/Paska), Doni Koesoema, M.Ed (Tenaga Ahli Paska), Prof. Ir. Nizam, M.Sc, DIC, Ph.D (Kepala Puspendik), Ir. Hendarman, M.Sc (Kepala Puslit), Dra. Garti Sri Utami, M.Ed (Direktur Pembinaan Tendik Dikdasmen), Dra. Poppy Dewi Puspitawati. M.A. (Direktur Pembinaan Guru Dikdas), Drs. Wowon Widaryat, M.Si. (Direktur Pembinaan SD), Dr. Supriano, M. Ed (Direktur Pembinaan Guru SMP), Dr. Sukiman, M.Pd (Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga), Prof. Dr. Supriyono, M.Pd (Guru Besar Universitas Negeri Malang), Prof. Dr. Sofyan Sauri, M.Pd (Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia Bandung), Dr. Tita Lestari (pengawas sekolah Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung), serta Dra. Anies Mucktiany, MM dan Ir. Ferry Yulmarino, M.Ed (masing-masing menjabat sebagai Kepala Subdit Program dan Evaluasi, Direktorat Pembinaan Tendik Dikdasmen). Selain itu masih ada beberapa narasumber lain yang berasal dari Kemdikbud maupun perguruan tinggi.


IMPLEMENTASI NAWACITA

Dalam perlbagi kesempatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menegaskan bahwa program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan satu dari tiga program strategis yang diamanatkan Presiden RI Joko Widodo kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dua program strategis lainnya adalah penguatan pendidikan vokasi dan Program Indonesia Pintar (PIP) yang dilaksanakan melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP). Sebagaimana dikutip dari Buku Panduan Peningkatan Kapasitas Guru, Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan Komite Sekolah, program PPK memang merupakan implementasi dari salah satu butir Nawacita Presiden Joko Widodo, yakni memperkuat pendidikan karakter bangsa. Presiden Joko Widodo kemudian meluncurkan Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yang diterapkan di seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk di dalam dunia pendidikan. Lembaga pendidikan menjadi sarana strategis bagi pembentukan karakter bangsa karena memiliki struktur, sistem dan perangkat yang tersebar di seluruh Indonesia dari daerah sampai pusat. Melalui sistem pendidikan, Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) diharapkan terjadi secara masif, kontekstual, dan efektif. Program PPK diharapkan dapat menumbuhkan semangat belajar dan membuat peserta didik senang di sekolah sebagai rumah kedua. Moto dari program PPK adalah “Senang Belajar di Rumah Kedua”. Tujuan program Penguatan Pendidikan Karakter adalah menanamkan nilai-nilai pembentukan karakter bangsa ke secara masif dan efektif melalui lembaga pendidikan dengan prioritas nilai-nilai tertentu yang akan menjadi fokus pembelajaran, pemahaman, pengertian, dan praktik, sehingga pendidikan karakter bangsa sungguh dapat mengubah perilaku, cara berpikir dan cara bertindak seluruh bangsa Indonesia menjadi lebih baik dan berintegritas. Penguatan Pendidikan Karakter dimulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dilanjutkan dengan prioritas pada jenjang pendidikan dasar, yaitu Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Gerakan PPK pada usia dini dan jenjang

pendidikan dasar ini akan diintegrasikan dengan prioritas nilai dalam Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) sehingga terjadi perubahan yang masif dan serentak di seluruh Indonesia. Dalam rangka revitalisasi Penguatan Pendidikan Karakter tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan kegiatan bimbingan teknis bertajuk Peningkatan Kapasitas Guru, Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah dan Komite Sekolah terkait Program Penguatan Pendidikan Karakter. Secara umum tujuan kegiatan ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep dasar, prinsip implementasi, dan strategi penguatan pendidikan karakter di sekolah. Sedangkan tujuan khusus yang hendak dicapai adalah: memberikan pemahaman tentang pentingnya penguatan pendidikan karakter; memberikan pemahaman tentang pelaksana dan pemangku kepentingan penguatan pendidikan karakter; memberikan pemahaman tentang prinsip-prinsip penguatan pendidikan karakter; memberikan pemahaman tentang nilai-nilai utama penguatan pendidikan karakter; memberikan pemahaman tentang prinsip implementasi penguatan pendidikan karakter; memberikan pemahaman tentang strategi penguatan pendidikan karakter; memberikan pemahaman tentang bentuk-bentuk alternatif kegiatan penguatan pendidikan karakter; memberikan pemahaman tentang Sistem Evaluasi dan Penilaian Penguatan Pendidikan Karakter; dan menyusun rencana tindak lanjut implemantasi pendidikan karakter di sekolah. Adapun hasil yang diharapkan ada dua. Pertama, peserta memahami konsep dasar, prinsip implementasi, dan strategi penguatan pendidikan karakter. Kedua, peserta mampu merancang dan mengembangkan Program Pendidikan Karakter di sekolahnya masing-masing. ◘

SAIFUL ANAM

9

PROGRAM DAN EVALUASI

overview Prodep TAHUN 2014-2016 Oleh : Yudi Herman dan Dzaky Surapranata Direktorat Pembinaan Tendik Dikdasmen

Foto-foto: Dok. Direktorat Tendik Dikdasmen

P

roDEP adalah kependekan dari Professional Development for Education Personnel. ProDEP adalah program pengembangan keprofesian tenaga kependidikan di bawah program kemitraan pendidikan Australia Indonesia. Program kemitraan melalui ProDEP ini bertujuan untuk membantu Pemerintah Indonesia mengembangkan sistem nasional pengembangan koprofesian tenaga kependidikan. Sedangkan tujuan ProDEP sendiri adalah untuk memperbaiki/ meningkatkan mutu kepemimpinan dan pengelolaan sekolah dan madrasah. Program-program ProDEP dikembangkan untuk mendukung pencapaian Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2010-2014. Salah satu butir Renstra yang didukung melalui ProDEP ini adalah penyediaan manajemen satuan pendidikan berkompeten yang merata di seluruh propinsi, kabupaten, dan kota. Arah kebijakan yang dikembangkan dari butir renstra tersebut adalah pemberdayaan kepala sekolah dan pengawas sekolah dengan menyelenggarakan diklat manajemen dan kepemimpinan yang berkualitas untuk kepala sekolah dan diklat pengawasan yang berkualitas bagi pengawas sekolah.

10

Butir Renstra di atas diterjemahkan dalam indikator kinera utama (IKU) dan indikator kinerja kunci (IKK), yaitu butir 9.3.6 - 9.3.10; 9.3.11; dan 9.3.12. Adapun pernyataan IKK tersebut adalah sebagai berikut. K9.3.6–9.3.10: Persentase kepala sekolah yang telah meningkat kompetensi dan profesionalismenya 9.3.11 : Persentase pengawas sekolah yang telah meningkat kompetensi dan propfesionalismenya 9.3.12 : Jumlah calon kepala sekolah yang telah mengikuti diklat manajemen sekolah yang terakreditasi Program ProDEP dilaksanakan dalam kerangka hukum dan regulasi yang relevan dari Pemerintah Indonesia dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, secara khusus yaitu: a. U ndang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; b. U ndang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; c. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 tentang


Perubahan Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; d. I nstruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional; e. P eraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan angka Kreditnya; f. P eraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya; g. P eraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas/Madrasah; h. P ermendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah; i. P ermendiknas No. 28 Tahun2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah; j. P eraturan Menteri Agama (PMA) No. 2 Tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah dan Pendidikan Agama Islam serta PMA No. 31 Tahun 2013 tentang Perubahan atas PMA No. 2 Tahun 2012. Program ProDEP didanai melalui mekanisme hibah yang dilaksanakan mulai tahun 2013 sampai dengan 2016 yang berfokus pada pendidikan dasar, yaitu SD dan SMP. Hibah ProDEP digunakan untuk melaksanakan program-program sebagai berikut.

sekolah/madrasah agar dapat memandu kepala sekolah/ madrasah yang ikut serta dalam program PKB kepala sekolah/ madrasah 4. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Kepala Sekolah/ Madrasah (PKB KS/M) PKB KS/M adalah metode pembelajaran dan pengembangan yang terencana, berkelanjutan dan sistematis yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional kepala sekolah/madrasah Program ProDEP melibatkan 250 kabupaten yang tersebar di 34 provinsi. Adapun sebagai pelaksana Program ProDEP (eligible entities) adalah Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan (Pusbangtendik), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), dan Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS). Semua eligible entities tersebut berada di bawah Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan. Terkait dengan program di atas dilakukan pembagian peran eligible entities dalam melaksanakannya. P4TK melaksanakan PPKSPS/M untuk SMP sedangkan LPMP dan LPPKS melakukannya untuk SD. PKB KS/M SD/MI dilaksanakan oleh LPMP dan LPPKS sedangkan P4TK menggarap SMP dan moda online. Program PPKPPD dilaksanakan oleh LPMP dan PPCKS dilaksanakan oleh LPMP dan LPPKS

1. Program Pengembangan Kapasitas Pendidikan Pemerintah Daerah (PPKPPD) PPKPP diancang untuk meningkatkan kompetensi dan kemampuan para pejabat di lingkup dinas pendidikan dan kanwil/ kantor kementerian agama tingkat kabupaten/kota dan provinsi untuk memungkinkan mereka berkontribusi pada perbaikan mutu pengelolaan dan pembelajaran di sekolah dan madrasah. 2. Program Penyiapan Calon Kepala Sekolah (PPCKS) PPCKS bertujuan untuk mempersiapkan guru agar dapat bertugas sebagai kepala sekolah di masa mendatang. 3. Program Pendampingan Kepala Sekolah oleh Pengawas Sekolah/Madrasah (PPKSPS/M)

Eligible Entities pelaksana program ProDEP

PPKSPS/M dilakukan untuk mempersiapkan pengawas

11


Namun demikian pada tahun 2015 seiring perubahan organisasi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terjadi perubahan pelaksana kegiatan. Pada tahun tersebut Pusbangtendik tidak ada lagi sehingga fungsi sekretariat ProDEP beralih ke Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah, Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan. LPMP tidak lagi dilibatkan sehingga sasaran untuk SD tidak dilanjutkan. Pada awal program direncanakan jumlah sasaran yang terlibat berjumlah 138.870 orang dengan rincian PPKPPD sebanyak 1.350 orang, PPCKS sebanyak 5.520 orang, PPKSPS/M sebanyak 12.000, dan PKB KS/M sebanyak 120.000.

KEBERADAAN STRATEGIS PRODEP

UU Sisdiknas No. 20/2003 menjadi dasar bagi perubahaan arah sistem pendidikan nasional yang mengedepankan peningkatan kualitas, relevansi, dan efektivitas pengelolaan pendidikan untuk merespon tantangan dan perubahan di tingkat lokal, nasional, dan global; “Oleh karena itu, sebuah reformasi pendidikan diperlukan dengan perencanaan dan memberikan arah yang berkesinambungan serta sistem tersebut berkelanjutan (UU Sisdiknas No. 20/2003)”. UU Sisdiknas memberi landasan bagi penyesuaian kurikulum agar dapat merefleksikan kebutuhan lokal Indonesia yang berbeda-beda, implementasi pengelolaan sekolah dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah, sistem pendidikan terbuka dan multi entri, ditetapkannya standar-standar nasional seperti standar nasional pendidikan dan standar tenaga pendidik dan kependidikan, serta mandat alokasi anggaran pendidikan setidaknya 20%. Meskipun akses pendidikan dasar di Indonesia tinggi (APK sekolah dasar lebih dari 90%, BPS 2014), namun kualitas dan keluaran-keluaran sekolah ini masih rendah. Hal ini disadari oleh Kemdikbud yang tercerminkan pada prioritas sektor pendidikan nasional melalui RENSTRA 2010 – 2014. Namun, perubahan yang terjadi lambat atau peningkatan mutu dari pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya meningkat. Hasil dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM/Human Development Index) tahun 2013/2014 menempatkan Indonesia di rangking 108 dari 182 negara dengan IPM medium sebesar 0, 684 dan hampir tidak mengalami peningkatan yang berarti (UNDP, 2014) . Sedangkan hasil PISA 2012 (Programme International Student Assessmen) yaitu ujian terhadap penguasaan membaca, sains, dan matematika anak-anak berusia hingga 15 tahun, menempatkan Indonesia di rangking ke 64 dari 65 negara. Tantangan terkait kualitas SDM Indonesia semakin penting untuk segera di atasi dengan mulai diberlakukannya MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) pada Desember 2015. peningkatan mutu pendidikan terus menjadi program strategis utama pemerintah untuk perbaikan sumber daya manusia dan

12

mendorong pertumbuhan ekonomi, yang termuat dalam RKJM 2005-2025 (Bappenas, hal. 80-99, 2014). Kualitas pendidikan yang baik sering dihubungkan dengan pengelolaan sekolah yang efektif. Setidaknya ada tujuh variabel utama yang mempengaruhi efektivitas sekolah. Di antaranya adalah kepemimpinan kepala sekolah dan kualitas belajar mengajar (Wyatt, 1996; Reynol, 1995: Lezotte, 1991; Curtis, , 2011) . Walaupun guru adalah tenaga pendidik penting yang mempengaruhi proses dan kualitas belajar mengajar di sekolah, namun kepala sekolah berpengaruh lebih besar dalam memimpin pengembangan dan supervisi kualitas belajar mengajar guru-guru di sekolahnya serta menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk sekolah yang efektif (Lazotte, 1991; Mulyasa, 2004). Dalam konteks lingkungan yang kompleks sebagaimana di Indonesia, kepala sekolah/ madrasah bukan hanya mempunyai peran sebagai pemimpin pengembangan instruksional, namun juga transformasional yang memotivasi dan membangun hubungan kerjasama sekolah yang baik dengan berbagai masyarakat di sekitarnya (Indriani et all, 2012) . Di Indonesia sendiri, meskipun pelatihan tenaga kependidikan terutama guru menjadi perhatian, pelatihan terhadap tenaga kependidikan lainnya yaitu kepala sekolah dan pengawas lebih sedikit. Hingga akhir dekade lalu, tidak ada standarisasi nasional terkait tugas tanggung jawab, perekrutan kepala sekolah, maupun pelatihan keprofesian berkelanjutan yang sistematis. Penempatan kepala sekolah ditentukan oleh kabupaten/kota dan hampir tidak ada pelatihan khusus terkait tugas-tugas kepala sekolah yang disediakan, walaupun ada, pelatihan bersifat untuk menguasai pengetahuan (Kemdikbud, 2010). Pemerintah Indonesia pada tahun 2007 menerbitkan setidaknya dua Permendiknas penting terkait pengawas dan kepala sekolah; yaitu Permendiknas no. 12/2007 dan Permendiknas No. 13/2007 yang menetapkan secara jelas tugas dan tanggung jawab pengawas serta kepala sekolah dan standar kompetensi mereka. Selanjutnya, dengan dukungan Kerjasama Kemitraan Pendidikan Pemerintah Australia dan Indonesia (AIBEP, 2006-2011), dikembangkan proses perekrutan kepala sekolah Indonesia yang tertuang dalam Permendiknas 28/2010 tentang “Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah”. Dengan kerjasama pemerintah Australia dan Indonesia, uji coba dan pengembangan komponen perekrutan dan penempatan kepala sekolah selesai dilakukan pada tahun 2012. Dalam waktu yang hampir bersamaan, pada tahun 2010 hingga 2013, dilakukan uji coba dan pengembangan mekanisme serta bahan pembelajaran salah satu metode PKB KS/M yaitu melalui pelatihan Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Kepala sekolah/Madrasah (PKB KS/M). Pelatihan PKB KS/M serta bahan pembelajarannya dikembangkan dengan paradigma bahwa PKB harus sesuai dengan kebutuhan profesional kepala sekolah/pengawas dan oleh karena itu tidak ada batasan linier terkait level/tingkat materi PKB KS/M yang diikuti oleh pesertanya (Program PKB KS/M


Foto: Dok. Dit Pembinaan Tendik Dikdasmen OVERVIEW PENCAPAIAN PRODEP 2014 - 2016

Program Kemitraan Pendidikan IndonesiaAustralia melalui program ProDEP telah dilakukan, yaitu sejak tahun 2014 hingga 2015/2016. Pada akhir masa program, telah dilakukan evaluasi terhadap pencapaian target-target program ProDEP. Evaluasi ini dimaksudkan untuk menilai perkembangan pelaksanaan dan pencapaian ProDEP selama masa pelaksanaan tersebut dan untuk memenuhi ketentuan pelaporan yang dipersyaratkan dalam Perjanjian Hibah dan Manual Prosedur pelaksanaan program Sistem Nasional Pengembangan Tenaga Kependidikan (ProDEP). memiliki tiga level/ tingkat Bahan Utama Pembelajaran). Kedua, pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi (keterampilan yang dapat diterapkan dan bukan pengetahuan) yang dibutuhkan sesuai dimensi kompetensi kepala sekolah/ madrasah dan peran kepala sekolah sebagai pemimpin pengembangan instruksional dan transformasional di sekolah. Oleh karenanya pelatihan dilakukan dengan tahapan IN-1, On The Job Learning (di sekolah), dan IN-2 dengan bahan pembelajaran (dikenal sebagai Bahan Pembelajaran Utama/ BPU) yang dirancang berdasarkan prinsip pembelajaran orang dewasa dan penerapan kegiatan (activity based) . Ketiga, bahwa penilaian pembelajaran dalam PKB KS/M berdasarkan bukti dari produk yang dihasilkan, authentic, bersifat kolaboratif, penilaian mandiri, dan perbaikan berkelanjutan (self assessment and self improvement). Keempat bahwa PKB fokus pada kinerja yang ditunjukkan. Kelima program PKB KS/M dapat diakses seluas-luasnya, berkelanjutan, dan dengan biaya efektif (cost effective) dalam implementasinya. Permendiknas No. 28/2010 memandatkan bahwa PKB KS/M selambatnya mulai dilaksanakan secara nasional pada tahun 2013. Keseluruhan pengembangan model dan pendekatan PKB KS/M berdasarkan hasil-hasil kajian penelitian internasional yang disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks Indonesia. Diharapkan program pengembangan keprofesian ini, yang dikembangkan dengan kerjasama dari Pemerintah Australia, akan lebih efektif . Atas rekomendasi dan untuk memenuhi permintaan Pemerintah Indonesia, melalui kerjasama Kemitraan Pendidikan Pemerintah Australia dan Indonesia, program hibah program hibah untuk implementasi Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Tenaga Pendidikan (ProDEP) diluncurkan dengan sasaran 250 kabupaten/kota utamanya untuk melaksanakan mandat Permendikan No. 28/2010 yang dimulai pada tahun 2014 hingga tahun 2016.

Kemajuan pelaksanaan ProDEP diukur dengan mengacu pada dokumen Kerangka Penilaian Kinerja atau PAF (Performance Assesment Framework) yang telah disetujui SDTOG pada Juni tahun 2014. Dalam dokumen ini, terdapat lima (5) keluaran dan hasil program ProDEP yang ingin dicapai selama program berlangsung pada tahun 2014-2016. Keluaran/ output dan outcome program tersebut, yang selanjutnya dikenal juga sebagai Indikator Kinerja Kunci (IKK), didasarkan pada lima (5) pertanyaan utama monitoring dalam dokumen Manual Prosedur ProDEP yang memiliki 36 indikator. Melalui evaluasi ini, dapat dilihat kemajuan untuk output/IKK 1, IK 2, IKK3, IKK 4, dan IKK 5 yang didasarkan pada pertanyaan utama monitoring dalam dokumen Manual Prosedur Perjanjian Hibah. Pada IKK 1, seluruh regulasi dan perangkat pendukung ProDEP dari indikator IKK ini telah tersedia dan digunakan sebagai bahan utama input pelaksanaan ProDEP pada tahun 2014 seperti; regulasi dan panduan pelaksanaan (juklak dan juknis), modul dan bahan pembelajaran yang digunakan untuk semua pelatihan ProDEP, rencana kerja dan anggaran telah disetujui, aplikasi SIM ProDEP mulai digunakan untuk moda PKB KS/M tatap muka oleh instansi pelaksana, di KKMK, dan untuk moda kombinasi. Untuk IKK 2 yaitu pengelolaan dan pelaksanaan ProDEP, terdiri dari 15 indikator telah dapat dilaporkan. Seluruh instansi pelaksana baik pada tahun 2014 dan tahun 2015/2016 telah menjalankan kegiatan sejak Juli 2014 hingga Maret 2016 di 250 kabupaten/kota sasaran ProDEP. Instansi yang terlibat pada tahun 2014 adalah 33 LPMP, 6 PPPTK, dan LPPKS yang melaksanakan rakortek di 250 kabupaten/kota, pelatihan MPSDM, pelatihan Renstra, pelatihan PPCKS, pelatihan PPKSPS, dan pelatihan PKB KS/M. Pada tahun 2015/2016, instansi pelaksana adalah 12 PPPTK serta LPPKS yang melakukan implementasi kegiatan penyegaran PPKSPS, serta PKB KS/M dengan moda tatap muka oleh instansi pelaksana, moda tatap muka di KKMK, dan moda kombinasi (daring dan tatap muka). Pada setiap jenis pelatihan ProDEP yaitu PPCKS, MPSDM, Renstra, PPKSPS, dan PKB KS/M, umumnya pelatihan pada tahun 2014 dan 2015/2016 mendapatkan reaksi positif

13


peserta dengan rerata di atas 80% (Model Evaluasi Efektivitas Pelatihan Kirkpatrick Level 1) sehingga telah memenuhi target indikator PAF yang menjadi acuan pengukuran kinerja ProDEP. Selanjutnya terkait tingkat partisipasi peserta dalam IKK 3, pada tahun 2014, sebanyak 3.175 peserta mengikuti seleksi akademik PPCKS dan 47.9% dari jumlah ini lulus untuk mengikuti pelatihan PPCKS yaitu sebanyak 1.735 (94.3%) yang telah mengikuti pelatihan PPCKS ditambah 11 orang peserta berbiaya mandiri. Untuk pelatihan MPSDM, 78 peserta (78%) telah mengikuti pelatihan ini. Selanjutnya, 1.147 peserta (91.8%) ikut serta dalam pelatihan Renstra, dan sebanyak 3.555 (88,8%) pengawas telah mengikuti pelatihan PPKSPS, serta 16.434 (82.2.%) kepala sekolah mengikuti pelatihan PKB KS/M. Jumlah peserta pelatihan PPCKS, PPKSPS, dan PKB KS/M selama IN-1, OJL, dan IN-2 secara umum tetap dan hanya berkurang pada kisaran 5%. Secara nasional, 84.4% peserta telah mengikuti pelatihan yang direncanakan untuk tahun 2014 – tidak termasuk jumlah peserta seleksi akademik. Proporsi peserta nasional Kemdikbud dari keseluruhan jumlah peserta yang mengikuti lima (5) pelatihan ProDEP di periode laporan ini adalah 89.5% dan proporsi jumlah peserta dari Kemenag secara nasional adalah 10.47 %. Secara umum, jumlah partisipasi ini rata-rata adalah lebih dari 80% dan menunjukkan indikasi tingkat partisipasi yang cukup baik. Pada tahun 2015, jumlah sasaran peserta lebih kecil yaitu 10.944 peserta untuk semua kegiatan. Secara keseluruhan, PPKSPS (PPKSOS Penyegaran dan KKMK) diikuti oleh 1.513 peserta (91.75%) dan jumlah peserta PKB KS/M dari tiga moda adalah 7.118 (76.58%) dengan rincian 5.777 (75.95%) adalah peserta PKB KS/M moda tatap muka oleh instansi pelaksana, 193 (98.97%) peserta moda tatap muka di KKMK, dan 1.148 (76.84%) adalah jumlah peserta PKB KS/M moda

kombinasi (daring dan tatap muka). Untuk IKK 4, hasil pembelajaran di lebih dari 80% kelaskelas pelatihan ProDEP baik tahun 2014 maupun 2015, yang menunjukkan peningkatan pengetahuan signifikan yang ditunjukkan dari nilai paired t-test yang signifikan, yaitu di kelas pelatihan PPCKS, PPKSPS, PKB KS/M dan Renstra, kecuali pelatihan MPSDM di mana hanya 69.2% dari jumlah pesertanya yang memiliki peningkatan pengetahuan yang signifikan. Selain itu, jumlah rata-rata kelulusan atau peserta yang dinyatakan kompeten lebih dari 80% pada tahun 2014 dan tahun 2015. Secara rrinci, pada tahun 2014 untuk PPCKS sebanyak 1.644 (94.2%) termasuk peserta mandiri dari dinas kab/kota, 78 orang peserta pelatihan MPSDM dinyatakan baik dalam pembelajaran dan bersertfikat (100%), seluruh peserta pelatihan Renstra bersertifikat (1.147 orang atau 100%) dalam pelatihan yang dikuti mereka, sebanyak 3.514 pengawas (99% dari jumlah peserta IN-1 atau 100% dari jumlah peserta IN-2 PKSPS) dinyatakan kompeten pada pelatihan PPKSPS, dan sebanyak 10.757 (65.5%) kepala sekolah/madrasah dinyatakan kompeten dalam pelatihan PKB KS/M tahun 2014. Peserta kepala sekolah dan mandrasah dalam pembelajaran pelatihan PKB KS/M, mengikuti BPU kurikulum, dan BPU lain yang paling banyak diikuti adalah BPU Supervisi Akademik serta Perencanaan Sekolah. Hal ini mencerminkan kebutuhan kepala sekolah di bidang peningkatan keterampilan dalam manajerial dan perannya sebagai pemimpin instruksional dalam meningkatkan kulitas belajar mengajar di sekolah. Untuk tahun 2015, secara nasional 7.894 peserta (91.46% dari realisasi) pada semua program dinyatakan lulus/kompeten dengan rincian semua peserta PPKSPS yang ikut serta kompeten, 5.434 peserta PKB KS/M moda tatap muka yang diselakukan instansi pelaksana, 185 kepala sekolah/ madrasah peserta moda tatap muka di KKMK kompeten, 762 peserta PKB KS/M moda kombinasi kompeten. Hanya persentase kelulusan/kompeten peserta dari moda PKB KS/M moda kombinasi yang rendah atau di bawah 70%. Hal ini terutama di sebabkan karena mereka tidak mendapatkan akses internet yang memadai selama sesi-sesi online sehingga tidak menyelesaikan semua tahapan pembelajaran. IKK 5 di peroleh melalui Evaluasi Program PPKSPS dan PKB KS/M dilakukan pada akhir 2015 dan selesai pada awal 2016 untuk mengukur tingkat penerapan pengetahuan, ketrampilan, serta perubahan sikap pengawas dan kepala sekolah/

14


Foto: Dok. Dit. Pembinaan Tendik Dikdasmen

madrasah setelah mengikuti pelatihan tahun 2014. Beberapa temuan adalah: Pengawas: •

ebih dari 80% pengawas masih memantau kepala L sekolah/madrasah binaannya pada Januari-Juni 2015, 60 % Pengawas juga mendiseminasikan bahan pembelajaran PKB KS/M pada binaannya yang lain.

•

erubahan ketrampilan dan perilaku bekerja pengawas P yaitu: lebih paham peran dan cara bekerja mensupervisi sebagai pengawas terutama pengawas baru, lebih percaya diri bekerja dan termotivasi sebagai pengawas dengan ketrampilan yang meningkat, Bekerja lebih disiplin, terencana/terstruktur, pengawas lebih terbuka, komunikasi lebih baik dan efektif, dan merasa lebih terkoneksi dengan binaannya, pengawas lebih rajin dan antusias mensupervisi, ketrampilan teknis pengawas mendampingi/membina lebih baik, dan ketrampilan tambahan yaitu etrampilan IT meningkat.

ketrampilan IT kurang, dana kurang, kapasitas/ kemampuan kurang

Kepala Sekolah/Madrasah: •

8 4% kepala sekolah/madrasah melakukan kegiatan lanjutan penerapan BPU Januari –Juli 2015 setelah selesai pelatihan.

•

erubahan ketrampilan dan perilaku bekerja kepala sekolah/ P madrasah yaitu: Kepala sekolah/madrasah lebih disiplin, lebih percaya diri, sistematis, dan melakukan analisa dalam bekerja mengelola dan memimpin sekolah/madrasah, terutama bagi KS/M baru sangat merasakan pelatihan sebagai pengganti pelatihan penyiapan kepala sekolah/ madrasah, kepala sekolah/madrasah berkomunikasi dan punya hubungan kerja lebih baik dengan pengawas dan guru/ PTK, lebih peduli pada proses belajar mengajar siswa, lebih terbuka dan demokratis dalam memimpin dan mengambil keputusan sekolah/madrasah, sikap baru kepala sekolah/ madrasah diikuti oleh guru yang meindikasikan potensi bahwa jika perubahan sikap kepala sekolah/madrasah tersebut pada akhirnya akan merubah dan memperbaiki kinerja lingkungan sekolah/madrasah. Selain itu, kepala sekolah/madrasah kemampuan IT –nya meningkat, dapat menulis/membuat laporan, dan bisa melakukan analisa,

•

aktor yang memfasilitasi dan membatasi penerapan bagi F kepala sekolah/madrasah adalah; --

aktor Pendukung: motivasi pribadi ingin sekolah/ F madrasahnya maju, ada peraturan/kebijakan pemerintah misalnya kebijakan kurikulum 2013, dukungan rekan dan guru/PTK, kompetisi antar sekolah, tekanan mengelolaan lebih baik dari orang tua, dukungan masyarakat.

--

aktor Penghambat: waktu kurang F dan jadwal berbenturan, belum yakin/kurang dgn pengetahuanya,

Pejabat Dinas/Kemenag: •

0% yang menerapkan materi pelatihan REMSTRA/ 4 MPSDM dalam perencanaan strategis dan pemetaan SDM di kab/kota. Merespon positif program dengan mengamati perbedaan kinerja PTK yang ikut serta program ini dibandingkan dengan yang tidak mengikutinya.

•

rogram yang potensial di lanjutkan PPCKS. PKB KS/M, dan P PPKSPS dengan 12 kab/kota telah melaksanakan PPCKS dengan dana sendiri. Dinas Kab/kota dan Kemenag tertarik untuk mengimplementasikan khususnya PKB dengan moda KKMK dan online. Tantangan dalam melanjutkan adalah dana terbatas, kapasitas SDM yang belum memadai, persepsi bahwa tugas pengawas berat, dan PPCKS yang kurang diminati jika penempatannya terpencil, serta adanya pengaruh politis dalam pengambilan keputusan.

Patut dicatat adalah pembiyaan kegiatan lanjutan pada tahun 2016 seluruhnya dibiayai oleh APBN 2016 sedangkan pembiayaan hibah selesai pada Desember 2015. Selain itu, seluruh pertanyaan dan keluhan selama pelaksanaan program telah di respond dan diselesaikan yang pada umumnya adalah tentang pelaksanan program dan tidak ada pengaduan kecurangan. Secara umum, pelaksanaan PoDEP tahun 2014 dan 2015 menunjukkan perkembangan implementasi program yang cukup efektif karena pencapaian output/keluaran dari empat Indikator Kinerja Kunci (IKK) PAF telah tercapai meskipun banyak menemui tantangan seperti waktu pelaksanaan yang terbatas di tengah pelaksanaan kurikulum 2013 yang bersamaan pada tahun 2014 dan tertundanya kegiatan karena perubahan struktur kementerian di tahun 2015. ◘

15

KINERJA DAN KARIER

Pengembangan Karier

PENGAWAS SEKOLAH Oleh : Prih Yudiyanto Staf Subdirektorat Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karier

P

engawas sekolah merupakan salah satu karier lanjutan bagi jabatan guru. Sejak dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, jabatan fungsional pengawas sekolah menduduki fungsi yang sangat strategis dalam upaya memajukan kualitas pendidikan. Pengawas sekolah bukan lagi merupakan jabatan untuk menunda masa pensiun, atau jabatan orang-orang yang masuk dok seperti yang menjadi anggapan kebanyakan orang selama ini. Pengawas sekolah memiliki tugas melakukan pembim bingan dan pelatihan profesional guru dan tugas pengawasan. Tugas pengawas yang dilakukan meliputi pengawas akademik dan pengawas manajerial. Hal ini telah diatur dalam PermenegPAN dan RB Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsio nal Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. Karena pengawas sekolah merupakan jabatan profesional, maka seorang pengawas sekolah harus memiliki enam dimensi kompetensi sesuai Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007 tentang Stadar Pengawas Sekolah/Madrasah, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi supervisi manajerial, kompetensi supervisi akademik, kompetensi evaluasi pendidikan, kompetensi penelitian pengembangan, dan kompetensi kepribadian dan sosial. Untuk meningkatkan kompetensi pengawas sekolah dalam melakukan kegiatan pengawasan akademik maupun manajerial, maka dipandang perlu untuk melakukan kegiatan pengembangan karir pengawas sekolah melalui pelatihan pengawas sekolah. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh para pengawas sekolah dalam pengembangan karir pada saat ini adalah terhambatnya kenaikan pangkat dikarenakan lebih dari lima tahun tidak bisa mengumpulkan angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat yang lebih tinggi. Menurut data yang bersumber dari Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia (APSI), terdapat kurang lebih 19.000 orang pengawas sekolah terkendala dalam hal kenaikan pangkat, sehingga menurut PernegPAN dan RB Nomor 21 Tahun 2010 pasal 34 berisi pembebasan sementara dari jabatan pengawas sekolah apabila tidak dapat mengumpulkan angka kredit dalam satu tahun.

16

Stakeholder/pengambil kebijakan perlu mencari solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut. Beberapa hal penyebab permasalahan, di, antaranya, pengawas Sekolah belum memahami tugas pokoknya selama ini sehingga dalam pengumpulan angka kredit terkendala khususnya dalam unsur utama, unsur pengembangan profesi yang terdiri dari penyusunan karya tulis ilmiah, karya inovatif, penelitian tindakan dll yang merupakan unsur utama belum sepenuhnya dipahami oleh para pengawas sekolah. Masalah lainnya adalah belum terbentuknya tim penilai angka kredit jabatan fungsional pengawas sekolah di tingkat provinsi/ kabupaten/kota.

BIMTEK CALON TPAK

Pada tahun 2016 ini Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah melalui Subdit Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karier telah melaksanakan Bim bingan Teknis Calon Tim Penilai Angka Kredit. Peserta Bimtek mendapat bekal pengetahuan dan keterampilan dalam hal prosedur, mekanisme serta tata cara penilaian angka kre dit pengawas sekolah bagi calon tim penilai di tingkat provinsi/ kabupaten/kota. Sasarannya adalah seluruh kabupaten/kota di Indonesia, yang dipilah-pilah ke dalam tujuh wilayah. NO

WILAYAH

PESERTA LULUS

1.

Medan

259

2.

Bali

230

3.

Makassar

279

4.

Jakarta 1

212

5.

Banjarmasin

158

6.

Jakarta 2

174

7.

Jakarta 3 (tim penilai provinsi)

202

8.

Manado

210

9.

Batam

324

10.

Sorong

52


Dengan demikian sebanyak 2.100 orang tim penilai angka kredit pengawas sekolah di tingkat provinsi/ kabupaten/kota akan terbentuk. Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah di tingkat kabupaten kota sesuai dengan kewenangannya akan menilai kenaikan pangkat golongan III/C sampai dengan IV/B.

Berdasarkan penilaian yang dilaksanakan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan, dapat digambarkan dengan grafik sebagai berikut.

Sejak diterbitkannya PernegPAN dan RB Nomor 14 tahun 2016 sebagai revisi dari PernegPAN dan RB Nomor 21 Tahun 2010 memberikan angin segar bagi para pengawas sekolah. Hal ini dikarenakan masa pembebasan sementara bagi pengawas sekolah diberlakukan mulai tahun 2019 terhitung sejak berlakunya Permendikbud Nomor 143 Tahun 2014. Salah satu perubahan pasal 41 menjadi 2 pasal, yaitu 41A dan pasal 41B. Pasal 41B terkait dengan batas pemberlakuan kepemilikan STTPP (Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan) bagi pengawas, yang terdapat dalam pasal 31 ayat (1) huruf g yaitu mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Juli 2017. Memperhatikan perubahan ketentuan tersebut di atas, maka bagi pengawas sekolah yang diangkat setelah berlakunya PermenegPAN dan RB Nomor 21 tahun 2010 (30 Desember 2010) dan belum memiliki STTPP) yang akan mengajukan kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi dapat diproses kenaikan pangkatnya tanpa melampirkan persyaratan STTPP, dan ketentuan ini berlaku sampai dengan periode kenaikan pangkat bulan April 2017.

SELEKSI CALON PENGAWAS SEKOLAH

Dalam hal penyiapan calon pengawas sekolah melalui seleksi sesuai amanat PermegPAN dan RB Nomor 21 Tahun 2010, bahwa untuk diangkat dalam jabatan fungsional pengawas sekolah harus lulus diklat seleksi calon pengawas sekolah dan mendapatkan STTPP. Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah juga telah menyiapkan perangkat berupa pedoman, materi diklat dan penyiapan mentor seleksi pengawas sekolah. Seleksi calon pengawas sekolah bertujuan untuk menghasilkan pengawas sekolah yang berkompeten, profesional dan bermartabat, sehingga ke depan seorang pengawas sekolah adalah jabatan puncak karir dari pada jabatan guru atau kepala sekolah. Sementara terkait dengan penilaian angka kredit, berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor: 8156/B.B5/PT/2015 tanggal 30 Oktober 2015, penilaian dan penetapan angka kredit jabatan fungsional pengawas sekolah dilaksanakan oleh Direktorat Tenaga Kependidikan.

Pada periode penilaian bulan Maret dan Juli 2016 jumlah Daftar Usalan Penilaian Angka Kredit adalah sebanyak 692 berkas, sedangkan berkas yang dinilai 406 berkas. Dari hasil penilaian tersebut terdapat 91 berkas diterima (menjadi PAK) (22,41%) dan terdapat 315 berkas ditolak (77,59%). Hasil data statistik menunjukan bahwa daftar usulan penilaian angka kredit pengawas sekolah terbanyak berasal dari golongan IV/a yang akan mengajukan kenaikan pangkat ke IV/b (380), pengusulan kenaikan pangkat dari golongan IV/b ke golongan IV/c (264), kemudian pengusulan kenaikan pangkat dari golongan IV/c ke golongan IV/d (47), serta pengusulan kenaikan pangkat dari golongan IV/d ke golongan IV/e (1). Pengusulan DUPAK terbanyak berasal dari golongan IV/a. Hal ini menandakan bahwa jumlah pengawas sekolah di Indonesia terbanyak dalam jabatan pengawas sekolah madya. Namun demikian dari hasil penilaian angka kredit jumlah berkas yang ditolak terbanyak dari golongan IV/a yang akan mengajukan kenaikan pangkat ke IV/b. Kendala yang dihadapai oleh para pengawas sekolah dalam mengajukan kenaikan pangkat dari golongan IV/a ke atas adalah dituntut untuk melaksanakan pengembangan profesi pengawas sekolah khususnya dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah, Karya Inovatif, dll. Hal ini menjadi pertimbangkan kebijakan Direktorat Tenaga Kependidikan. ◘

17

KEMITRAAN CAPAIAN KEMITRAAN ANTARA SMA NEGERI 1 PAMINGGIR DENGAN SMA NEGERI 3 BOGOR

Ciptakan BUDAYA SEKOLAH Lewat Kemitraan Oleh : Rauhanda Riyantama Staf Redaksi

Foto-foto: Dok. Acep Sukirman

P

rogram Studi Banding Kepemimpinan Kepala Sekolah pada tahun 2015 lalu, ternyata berbuah manis. Salah satu buktinya kala Sukiman, S.Pd, MM., Kepala SMA Negeri 1 Paminggir, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan bermitra dengan Drs. Acep Sukirman, Kepala SMA Negeri 3 Bogor, Jawa Barat. Kegiatan ini dilaksanakan selama 10 hari, yakni pada tanggal 28 November-8 Desember 2015. Berikut penuturan Sukiman, yang berhasil meraih juara 2 Kepala Sekolah Berdedikasi Tingkat Nasional 2016. “Awal datang ke SMA Negeri 3 Bogor, perbedaannya seperti bumi dan langit, baik dari segi infrastruktur, kualitas guru, siswa, dan rendahnya peran masyarakat,” ungkapnya. Serta yang paling riskan adalah tingkat kesadaran warga sekolah terhadap kebersihan lingkungan juga masih sangat kurang. Selama berpindah tugas ke SMA Negeri 3 Bogor, Sukiman belajar tiga komponen. Pertama, pengelolaan kurikulum. Kedua, pelaksanaan supervisi pembelajaran. Ketiga, pengembangan ekosistem sekolah. Terkait pengelolaan kurikulum, Sukiman belajar bagaimana mengelola kurikulum yang baik sehingga program-program sekolah dapat berjalan lancar. Serta menyiapkan strategi untuk menghadapi ujian nasional.

18

Sedangkan pelaksanaan supervisi pembelajaran, menjadi hal wajib untuk dilaksanakan kepala sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran dan profesionalisme guru. “Dari sekolah mitra kita dapat belajar bagaimana melaksanakan supervisi yang tepat dan benar,” kata Sukiman, yang menjabat sebagai kepala sekolah sejak tahun 2012 itu. Yang terakhir, terkait pengembangan ekosistem sekolah, menurut Sukiman, SMAN 3 Bogor belajar menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif, menyenangkan, aktif, kreatif, dan berwawasan lingkungan (kebersihan lingkungan). Kesemua faktor ini bertujuan untuk mengembangkan kualitas diri setiap warga sekolah. Beberapa hal lainnya, khususnya keseharian yang bisa langsung dicontoh adalah kebiasaan menyanyikan lagu Indonesia Raya setiap pagi, kemudian dilanjutkan dengan membaca kitab suci Al Quran bagi yang Muslim, bagi siswa beragama lain menyesuaikan, dan dilanjutkan doa mau belajar. Demikian juga kegiatan infaq jumat dan jumat bersih. “Alhamdulillah semua kegiatan ini sudah bisa kita adopsi dan adaptasi,” ungkapnya.


Sukiman menuturkan, program kemitraan ini mampu memberikan motivasi dan inspirasi kepada kepala sekolah imbas. Terutama dalam hal kemampuan manajerial mengelola dan memajukan sekolah di daerah tertinggal agar maju dan berprestasi di tengah keterbatasan. Serta belajar mengadopsi dan mengadaptasi hal-hal yang terkait pengelolaan sekolah dengan disesuaikan situasi dan kondisi sekolah.

PRESTASI DAN KENDALA

Meskipun waktu yang diberikan terbilang cukup singkat, ternyata sangat memberikan efek positif bagi SMA Negeri 1 Paminggir. Sukiman mengungkapkan, saat ini sekolahnya telah mendapat akreditasi B, padahal sebelumnya tidak memperoleh akreditasi. “Selanjutnya saya berharap bisa meningkatkan kualitas sekolah. Hingga mendapat akreditasi A semua,” katanya. Selain itu, melalui program kemitraan ini SMA Negeri 1 Paminggir telah menjali kemitraan dengan beberapa institusi, antara lain CSR PT Adaro Indonesia (perusahaan pertambangan), KPPLH (Kelompok Pelajar Peduli Lingkungan Hidup) Kabupaten Hulu Sungai Utara, Puskesmas Paminggir, dan Polsek Paminggir. Prestasi bidang akademik maupun nonakademik juga diraih. Di antaranya, pada tahun 2015 dan 2016 meraih predikat Sekolah Adiwiyata tingkat Kabupaten Hulu Sungai Utara, predikat Sekolah Adiwiyata tingkat Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2016, dan juara 3 Lomba Sekolah Sehat Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2016. Yang tak kalah menggiurkan adalah prestasi kepala sekolah, dengan mendapat juara 3 Kepala Sekolah Berprestasi tingkat Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2015, juara 1 Kepala Sekolah Berprestasi tingkat Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2016, juara 3 Kepala Sekolah Berprestasi tingkat Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2016, dan juara 2 Kepala SMA Berdedikasi tingkat Nasional tahun 2016. Serta beberapa siswa SMA Negeri 1 Paminggir memperoleh prestasi, di antaranya Juara 2 Olimpiade Sains Nasional bidang Matematika tahun 2015 atas nama Nuri Maulida, Juara 2 Olimpiade Sains Nasional bidang Biologi tahun 2015 atas nama Syamsudin, dan mendapat beasiswa utusan daerah masuk PTN IPB BOGOR atas nama Nuri Maulida tahun 2016. Namun, untuk mewujudkan prestasi tersebut Sukiman harus melampauinya dengan jalan terjal, sehingga dibutuhkan kerja keras dan pantang menyerah. Banyak kendala yang dihadapi. Misalnya, letak SMA Negeri 1 Paminggir berada di bibir sungai Barito dan berdiri di atas rawa, sehingga akses untuk sampai ke sekolah pun cukup jauh, sekitar 56 km dari kota kabupaten, 36 km merupakan daerah perairan dan 20 km akses darat. “Di Kecamatan Paminggir, alat transportasi yang bisa digunakan hanya perahu speed boat dan sepeda motor,” imbuhnya. Sukiman mengatakan, sarana transportasi menjadi kendala

◘ Sukiman, S.Pd., MM., Kepala SMAN 1 Paminggir, Hulu Sungai Utara (kiri) Drs. Acep Sukirman, Kepala SMAN 3 Bogor (kanan)

utama SMA Negeri 1 Paminggir saat ini. Pasalnya, biaya perahu yang paling murah hanya ada satu kali perjalanan dalam sehari, yakni 30 ribu, itu pun berangkatnya subuh pukul 05.00. Selebihnya, jika ada keperluan dinas ke kabupaten maupun provinsi ke daratan harus menyewa perahu seharga 500 ribu sampai 750 ribu. “Itulah yang sangat memberatkan biaya operasional sekolah,” tuturnya. Hal serupa juga dialami para guru SMA Negeri 1 Paminggir. Lantaran mereka rerata berasal dari daratan, sehingga ketika hendak pulang ke rumahnya masing-masing membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Mengingat, 40 persen dari PTK sekolah ini merupakan tenaga honor dengan gaji yang pas-pasan. Sukiman menuturkan, para guru termasuk dirinya, selama hidup di pengabdian tinggal di rumah dinas yang berada di dalam lingkungan sekolah. Namun, keadaannya sangat memprihatinkan. “Listrik sering mati, bahkan dalam sehari saja bisa lima sampai sepuluh kali mati. Air minum juga harus beli air galon. Karena sumber air dari sungai Barito tidak steril dan keluarnya pun hanya satu atau dua jam sehari,” tutur laki-laki kelahiran Magetan, 19 Februari 1967 itu. Selain itu, kesadaran warga sekolah terhadap kebersihan lingkungan juga sangat rendah. Hal ini berbanding lurus dengan kebiasaan masyarakat di Kecamatan Paminggir. “Penduduk di sini rumahnya berdiri di atas danau dan terbuat dari kayu berbentuk rumah panggung. Kebersihan lingkungan sangat memprihatinkan. Sampah berserakan di sekitar rumah, baik yang ada di kolong rumah maupun di halaman depan rumah. Mereka juga lebih senang mandi di sungai atau di danau langsung,” ungkap Sukiman. Perilaku tersebut secara tidak langsung menjadi habbit yang tidak dapat dipisahkan, sehingga berdampak buruk terhadap sikap dan tingkat laku anak-anak mereka, yang pada akhirnya terbawa hingga ke sekolah. “Rumah merupakan sekolah pertama bagi anak-anak. Jika sejak di rumah sudah tidak diajarkan kebaikan maka di ketika di luar rumah anak-anak ini

19

KEMITRAAN

akan mempraktikkan hal yang sama,” tegas Sukiman, yang menjabat sebagai kepala sekolah sejak tahun 2012 itu. Itulah secuil kisah tentang SMA Negeri 1 Paminggir, yang saat ini memiliki 180 siswa dengan guru berjumlah 17 orang, 14 guru di antaranya berstatus sebagai PNS dan 3 sisanya sebagai guru honor. Lalu, sekolah yang terletak di Jalan Paminggir, Desa Paminggir, RT 04/RW 01, Kecamatan Paminggir ini berdiri di atas areal lahan seluas 2 hektare. Yang dilengkapi dengan enam ruang kelas, ruang kantor, lab IPA, perpustakaan, toilet, rumah dinas guru, lapangan olahraga, alat pengolah air bersih, ruang pembibitan tanaman, dan kantin.

CIPTAKAN BUDAYA DI SEKOLAH

Sementara itu, Kepala SMA Negeri 3 Bogor Acep Sukirman mengatakan, selama bertukar tugas ke SMA Negeri 1 Paminggir juga menekankan tiga konsep, yakni ekosistem, budaya sekolah, dan supervisi. Pertama, tentang ekosistem. Acep menekankan bagaimana sekolah imbas mengadakan hubungan dengan orangtua siswa, dalam hal ini diwakili komite sekolah, untuk menggali potensi yang dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan sekolah. Misalnya dalam hal pembiayaan, pembinaan kesiswaan, dan pembelajaran. Selanjutnya, bagaimana sekolah imbas menggali potensi dari alumni dalam hal pengadaan keperluan sekolah, pembinaan terhadap peserta didik melalui pelatihan ekstrakurikuler, dan pembina upacara di hari Senin. Tak ketinggalan, sekolah imbas mengadakan hubungan dengan instansi terkait untuk pembinaan kesiswaan, misalnya dengan dinas kesehatan menangani masalah kesehatan siswa, dengan kepolisian untuk pembinaan antinarkoba. “Yang tak kalah penting adalah bagaimana sekolah imbas mengadakan kerja sama dengan perguruan tinggi negeri maupun swasta. Dalam rangka memberikan informasi kepada siswa, khususnya siswa kelas XII tentang proses penerimaan mahasiswa baru,” kata Acep, yang menjabat sebagai kepala SMA Negeri 3 Bogor sejak tahun 2015 itu. Serta, mengelola lingkungan yang bersih dan sehat. Misalnya pengadaan bak sampah, acara kebersihan rutin pada hari Jumat, dan menata lingkungan agar terlihat indah dan nyaman dengan membuat taman-taman. Kedua, tentang budaya sekolah. Acep mengatakan, membiasakan para siswanya untuk menerapkan 3S (senyum, sapa, dan salam), menyanyikan lagu Indonesia Raya setiap hari pada pukul 07.00 oleh semua warga sekolah, membaca Al Quran dan terjemahannya yang dipimpin oleh satu orang siswa melalui pengeras suara, berdoa sebelum memulai pembelajaran, serta memberikan infaq dan sodaqoh untuk masjid setiap hari Jumat. Acep juga menambahkan ekstrakurikuler yang dilaksanakan setelah jam pelajaran intra atau pada hari sabtu dan minggu. “Pelaksanaan bisa di lingkungan sekolah atau di luar sekolah,

20

disesuaikan dengan kebutuhan sarana belajar. Misalnya untuk berenang ke kolam renang, atau latihan bulutangis dan futsal ke GOR,” tambahnya. Ketiga, tentang supervisi kelas. Acep memberikan contoh pelaksanaan supervisi kelas, dimulai dari penyusunan program supervisi, penyusunan jadwal supervisi, pelaksanaan supervisi, dan program pasca supervisi. Acep menuturkan, untuk menciptakan semangat belajar bagi para siswanya, ia menerapkan strategi dengan memberikan penghargaan kepada para siswa berprestasi ketika pelaksanaan Upacara Bendera di hari Senin. Tujuannya memberikan motivasi kepada siswa lain agar memiliki prestasi yang sama, bahkan bisa lebih baik. “Kami juga memberikan piala atau sertifikat. Serta uang pembinaan yang besarannya bersifat relatif, sesuai kemampuan sekolah,” kata laki-laki kelahiran Depok, 16 Agustus 1961 itu. Sebagai kepala sekolah, Acep juga berkewajiban menjadi suri tauladan yang baik bagi seluruh warga sekolah. Hal ini ditunjukkan dengan datang ke sekolah lebih awal dari pada guru atau siswa. Lalu kepala sekolah selalu berada di depan sekolah untuk menyambut guru atau siswa yang datang, dan dilanjutkan bersalaman. Serta menjadi pionir untuk berpakaian rapi dalam situasi pembelajaran. Dan yang tak kalah penting, menjadi pelaku utama dalam menjaga kebersihan dan keindahan sekolah. Setelah melaksanakan program-program tersebut ternyata berefek positif. Perubahan kentara ketika Acep melaksanakan OJL (On the Job Learning) ke 2 pada tanggal 16-22 Oktober 2016. “Pada tahun 2015 ketika saya datang ke SMA Negeri 1 Paminggir keadaannya tidak memiliki perpustakaan, kantin sekolah, pengolahan air, ruang pembibitan tanaman, dan sampah berserakan di sekitar lingkungan sekolah,” katanya. “Kemudian ketika saya datang kembali pada tahun 2016, alhamdulilah sekarang sudah ada semua. Serta pembiasaan yang sama dengan di SMAN 3 Bogor juga terlaksana,” imbuhnya. Acep menyimpulkan bahwa program kemitraan ini sangat bagus dan bermanfaat, terutama untuk sekolah imbas. Banyak inspirasi dan motivasi bagi mereka dalam mengelola dan mengembangkan sekolah dari program-program sekolah mitra. Juga bermanfaat dalam meningkatkan rasa nasionalisme dan persatuan bangsa. “Saya bermimpi dan berharap siswa-siswa SMA Negeri 1 Paminggir menjadi pionir dalam membangun budaya masyarakat Kecamatan Paminggir dalam hal kebersihan, keindahan, kenyamanan, dan kepedulian lingkungan. Setidaknya dapat mempengaruhi minimal di lingkungan keluarganya dahulu, kemudian ke lingkungan yang lebih luas,” harap Acep. Dengan begitu masyarakat akan melihat dan mencontoh lingkungan yang bersih, indah, dan nyaman dari sekolah SMA Negeri 1 Paminggir. “Bahkan tidak hanya di Kecamatan Paminggir, tapi menyebar sampai ke seluruh wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara,” pungkasnya. ◘



KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI

Pengembangan

tesakhir modular

kepala SEKOLAH Pembelajar

Oleh: Yudi Herman dan Ferry Putra Maulana Subdirektorat Perencanaan Kebutuhan, Peningkatan Kualifikasi dan Kompetensi

S

alah satu komponen tenaga kependidikan yang perlu ditingkatkan mutunya adalah kepala sekolah/madrasah pada satuan pendidikan. Peningkatan kualitas kepala sekolah khususnya dalam penguasaan dimensi-dimensi kompetensi yang harus dimiliki sejalan dengan amanat peraturan-peraturan yang ada, antara lain: Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, Permendiknas Nomor 28 tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/ Madrasah. Pemenuhuan terhadap dimensi-dimensi kompetensi tersebut berimplikasi terhadap penguasaan kompetensi dasar kepala sekolah yang pada akhirnya menentukan keberhasilan dalam pengembangan sekolah/madrasah. Untuk menjaga dan mengontrol dan proses pemenuhan mutu, perlu ada mekanisme dan standar yang mengatur

dan mengevaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut. Salah satunya melalui program Kepala Sekolah Pembelajar (KSP) yang terintegrasi dengan Pemetaan Kompetensi Kepala Sekolah (PKKS). Hasil peta kompetensi kepala sekolah menjadi baseline data untuk mengetahui peta penguasaan kepala sekolah pada tiga dimensi kompetensi, yakni dimensi manajerial, kewirausahaan, dan supervisi. Selain itu, pemetaan kompetensi kepala sekolah bertujuan untuk mengetahui level kompetensi individu kepala sekolah yang akan digunakan sebagai dasar pembinaan dan pengembangan keprofesian berkelanjutan. Pada level kompetensi individu inilah peran tes akhir diperlukan untuk menjaga proses pemenuhan mutu dimaksud. Pemetaan Kompetensi Kepala Sekolah (PKKS) telah dilakukan sejak tahun 2012 (dulu disebut Uji Kompetensi Kepala Sekolah/UKKS). Sebagai entry point pembinaan dan pengembangan profesi kepala sekolah, mulai tahun 2016 PKKS secara rutin akan dilakukan untuk mengukur profesionalisme kepala sekolah. Beberapa hal yang perlu diketahui tentang Pemetaan Kompetensi Kepala Sekolah antara lain: PKKS sebagai Tes Akhir Modular, analisis Rasch terhadap hasil ujicoba PKKS, aspek kompetensi yang diuji, dan tes akhir modular sesuai jenjang kepala sekolah.

PKKS SEBAGAI TES AKHIR MODULAR

Hasil PKKS tahun 2015 digunakan sebagai dasar penyusunan program peningkatan kompetensi pengetahuan dan keterampilan guru yang sedang memperoleh tugas tambahan sebagai kepala sekolah. Hasil tersebut menjadi acuan pelaksanaan Program Kepala Sekolah Pembelajar. Pada ranah implementasi, Program KepalaSekolah Pembelajar memiliki kekhasan tersendiri karena hasil PKKS yang berupa peta

21

KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI interaksi daring dan 16 JP untuk interaksi tatap muka di Pusat Belajar (PB). Interaksi antara pengampu, fasilitator, dan peserta secara daring dilakukan secara synchronous maupun asynchronous. Interaksi secara synchronous wajib dilakukan di PB menggunakan video call selama proses pembelajaran, sesuai dengan kesepakatan waktu antara peserta, fasilitator dengan pengampu.

jari

serta

kompetensi dapat menjadi self assessment bagi kepala sekolah dalam memilih moda yang dapat diikuti maupun modul yang akan dipelatarget waktu penyelesaian.

Modul kepala sekolah dikembangkan berdasarkan standar kompetensi kepala sekolah. Modul tersebut terdiri atas: 1) Pengelolaan Peserta Didik, 2) Pengelolaan Administrasi Sekolah 3). Pengelolaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 4) Rencana Kerja Sekolah, 5) Pengembangan Sekolah, 6) Pengelolaan Kurikulum, 7) Peningkatan Kualitas Pembelajaran, 8) Pengelolaan Sarana dan Prasarana, 9) Kewirausahaan, 10) Supervisi Akademik. Adapun empat moda yang telah disediakan dalam sistem Kepala Sekolah Pembelajar terdiri dari Modalitas Tatap Muka, Mandiri, Daring, dan Kombinasi. Pemilihan modalitas dilaksanakan dengan memperhatikan kriteria tertentu seperti kebutuhan peningkatan kompetensi yang bersifat individual, spesifik dan ketersediaan perangkat yang mendukung. Pada Modalitas Tatap Muka dilakukan melalui interaksi langsung antara fasilitator dengan peserta. Modalitas tatap muka diprioritaskan bagi kepala sekolah yang memerlukan peningkatan kompetensi 8-10 modul. Pelaksanaan Modalitas Tatap Muka dilakukan dalam kegiatan kolektif kepala sekolah, yaitu Kelompok Kepala Sekolah Pembelajar. Modalitas tatap muka dilaksanakan selama 64 jam pelajaran (JP). Adapun Modalitas Daring diprioritaskan bagi kepala sekolah yang memerlukan peningkatan kompetensi 3-5 modul. Dengan pola 60 JP, pelatihan kepala sekolah pembelajar modalitas dalam jejaring (Daring) dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi jaringan komputer dan internet secara penuh tanpa ada tatap muka. Kepala Sekolah Pembelajar berinteraksi dengan pengampu secara synchronous – interaksi belajar pada waktu yang bersamaan seperti dengan menggunakan video conference, telepon atau live chat, maupun asynchronous – interaksi belajar pada waktu yang tidak bersamaan melalui kegiatan pembelajaran yang telah disediakan secara elektronik. Sementara modalitas kombinasi adalah gabungan antara daring dan tatap muka dengan komposisi 44 JP untuk

22

Pembelajaran mandiri adalah salah satu cara meningkatkan kompetensi tanpabergantung pada pengajar, pembimbing, teman, atau orang lain. Semua aktivitas pembelajaran telah diatur oleh program instruksional di dalam modul Pelatihan Kepala Sekolah Pembelajar yang dikirimkan kepada peserta secara elektronik (digital); tidak ada interaksi langsung antara peserta dengan pengajar. Selama 1,5 bulan, seluruh inisiatif aktivitas belajar dan berlatih ada sepenuhnya pada kepala sekolah sebagai peserta. Penyelenggara program mengatur urusan administrasi mulai dari proses registrasi peserta, monitoring dan evaluasi pembelajaran, sampai dengan evaluasi akhir. Penyelenggara program juga menyediakan pengampu untuk memonitor dan mengevaluasi proses pembelajaran yang berdurasi selama 64 JP. Modalitas Mandiri diprioritaskan bagi kepala sekolah yang memerlukan peningkatan kompetensi 0 – 2 modul. Pada pelatihan kepala sekolah pembelajar di empat modalitas di atas, terdapat tes untuk mengukur ketercapaian hasil belajar pada ranah pengetahuan. Tes disusun berdasarkan indikator pencapaian kompetensi dari setiap modul sebagaimana yang tercantum dalam struktur program. Pada semua modalitas, tes pengetahuan disebut dengan Tes Akhir (TA). Tes akhir dilakukan segera setelah peserta menyelesaikan kegiatan pembelajaran, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Bentuk soal adalah pilihan ganda dengan jumlah antara 20-40, sesuai jumlah indicator kompetensi pada modul tersebut. Alokasi waktu pengerjaannya, 45 menit jika jumlah soal kurang dari atau sama dengan 30 butir, atau 60 menit jika jumlah soal lebih dari 30 butir. Tes akhir modul dilaksanakan di Tempat Uji Kompetensi (TUK). Hasil tes akhir modul yang dilaksanakan pada semua modalitas ini akan muncul pada peta kompetensi peserta untuk memperbaiki nilai hasil PKKS sebelumnya. Selain TA, pada Modalitas Daring, Kombinasi, dan Mandiri juga terdapat Tes SumatifSesi (TS). Tes Sumatif Sesi dilakukan oleh peserta di setiap akhir sesi. Peserta diberikan kesempatan untuk mengerjakan soal tes sumatif di setiap sesi sebanyak dua kali. Nilai tes sesi merupakan nilai tertinggi dari keseluruhan nilai di setiap sesi. ANALISIS RASCH TERHADAP HASIL UJICOBA SOAL PKKS 2016

Pengujian instrumen menggunakan teori pengukuran klasik sangat lazim di Indonesia. Meskipun relatif sederhana dan mudah aplikasinya, namun ada beberapa kelemahan yang membuat hasil pengukuran terkadang kurang akurat. Beberapa kelemahan itu antara lain: 1) parameter butir tergantung pada karakteristik sampel, 2) tidak dapat melibatkan kasus hilang (missing), 3) mengasumsikan skor sebagai data ordinal, padahal seharusnya data interval, 4) tidak dapat mengakomodasi fungsi


tes, dan 4) hasil tes satu dengan yang lain tidak memiliki ukuran (metrik) yang setara. Saat ini, terdapat pemodelan Rasch (Rasch Model) yang dapat menghasilkan instrumen pengukuran yang lebih baik dan akurat. Kemampuan alat analisis ini dapat menguji validitas (kesahan) dan reliabilitas instrumen riset, bahkan menguji kesesuaian person dan item secara simultan. Beberapa kelebihan Rasch Model antara lain: 1) parameter butir bersifat sampel free, artinya parameter butir tidak tergantung pada karakteristik sampel, 2) dapat melibatkan kasus hilang (missing), artinya dapat melakukan prediksi terhadap data yang hilang, 3) menghasilkan data interval artinya mampu memberikan skala linier dengan interval yang sama, 4) memiliki unit ukur (metrik) yang dapat dibandingkan dengan tes-tes yang berbeda, 5) orang dan butir memiliki unit ukur yang dapat disetarakan, artinya bisa memberikan estimasi yang lebih tepat, dan 6) dapat dipakai untuk item banking, artinya dapat menghasilkan pengukuran yang replicable. Meskipun pemodelan Rasch sedikit rumit dalam pengoperasian analisisnya, model ini belum tersaingi oleh teknik analisis lain. Setelah dianalisis menggunakan Rasch Model, hasil ujicoba instrumen PKKS tahun 2016 menunjukkan tiga temuan terkait peta butir, ketepatan butir, dan daya diskriminasi. Hasil peta butir menunjukkan secara umum butir tes yang telah dikembangkan sudah mengakomodasi distribusi kemampuan subjek. Selain itu, butir-butir tes juga telah mengisi intervalinterval kemampuan. Sementara ketepatan butir, hampir semua tes memiliki butir-butir yang sesuai dengan model pengukuran karena memiliki nilai INFIT atau OUTFIT pada rentang yang diterima. Terakhir untuk hasil analisis Rasch terkait daya diskriminasi mengungkapkan bahwa tiap tes memiliki beberapa butir yang berdaya beda negatif. Butir-butir tertentu telah ditindaklanjuti dengan perbaikan, sementara beberapa butir lainnya dilakukan penggantian sehingga didapat butir dengan daya beda yang baik. ASPEK KOMPETENSI YANG DIUJI

Aspek kompetensi yang terdapat dalam soal merujuk kepada tiga dimensi kepala sekolah sebagaimana yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, yakni dimensi manajerial, dimensi supervisi dan dimensi kewirausahaan. Ketiga dimensi tersebut terbagi atas 98 indikator pencapaian kompetensi (IPK). Seluruh IPK itu nantinya membentuk 10 kelompok kompetensi yang menjadi cikal 10 modul dan soal tes dalam Program Kepala Sekolah Pembelajar. Aspek kompetensi yang dites pada setiap akhir modul sejalan dengan 10 nama modul yang diikuti oleh setiap peserta. Modul tersebut adalah: 1) Pengelolaan Peserta Didik, 2) Pengelolaan Administrasi Sekolah, 3) Pengelolaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 4) Rencana Kerja Sekolah, 5) Pengembangan Sekolah, 6) Pengelolaan Kurikulum, 7) Peningkatan Kualitas Pembelajaran, 8) Pengelolaan Sarana dan Prasarana, 9) Kewirausahaan, 10) Supervisi Akademik.

MODUL

INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI (IPK)

SOAL PER MODUL

ESTIMASI WAKTU (MENIT)

PPD

4

30

60’

PAS

6

30

60’

PTK

11

35

70’

RKS

10

50

100’

PS

16

50

100’

P KUR

3

50

100’

PKP

16

45

90’

SARPRAS

4

30

60’

KWU

12

50

100’

SUPAK

16

50

100’

Tabel Rencana Distribusi Jumlah Soal dan Estimasi Waktu Pelaksaanaan Tes Per Modul dalam KSP TES AKHIR SESUAI JENJANG SEKOLAH

Pengembangan instrumen tes akhir modular (TAM) terdiri atas kisi-kisi dan butir soal. Soal TAM dikembangkan Tim Ahli pada tahun 2016 dengan bentuk soal objektif tes jenis pilihan ganda dengan 4 pilihan jawaban. Konten soal berupa pemetaan kompetensi dan self assessment bagi kepala sekolah setelah mengikuti modalitas pada program Kepala Sekolah Pembelajar. Ada sejumlah perbedaan antara soal tahun 2015 dengan soal tahun 2016. Pendekatan tes tahun 2015 pada penguasaan terhadap dimensi dasar meliputi dimensi kompetensi kepemimpinan pembelajaran, kewirausahaan, manajemen, supervisi, dan usaha pengembangan sekolah. Instrumen tes kepala sekolah tidak dibedakan berdasarkan jenjang SD, SMP, SMA dan SMK karena secara akademik kepala sekolah wajib menguasai dimensi kompetensi dasar sesuai standar. Pada soal tahun 2016 meliputi dimensi kompetensi manajerial, supervisi akademik dan kewirausahaan. Tes akhir modul terdiri atas jenis soal umum dan soal khusus. Soal umum didasarkan pada indikator berbasis umum dan diberikan kepada seluruh kepala sekolah peserta KSP. Soal khusus dikembangkan dari indikator butir soal berdasarkan jenjang pendidikan meliputi TK, SD, SMP, SMA, SMK dan PLB. Harapannya, soal dapat lebih spesifik mengarah pada tingkat kompetensi dan kemampuan masing-masing kepala sekolah peserta di setiap jenjang dan modul yang diikutinya. Salah satu penentu keberhasilan pelaksanaan Program Kepala Sekolah Pembelajar adalah kesungguhan semua pihak dalam melaksanakannya, termasuk dalam menyiapkan perangkat evaluasi dan tes. Pengembangan soal dan standar materi uji menjadi keharusan sehingga langkah strategis ini dapat meningkatkan kompetensi kepala sekolah secara berkelanjutan. Akhirnya kepala sekolah dapat melakukan tugas pokok dan fungsinya secara professional dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. ◘

23

KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI

Urgensi Pemetaan Kompetensi

kepala sekolah dan pengawas Oleh: Apriyagung Staf Subdirektorat Perencanaan Kebutuhan, Peningkatan Kualifikasi dan Kompetensi

Memahami peran atau fungsi KS-PS yang strategis di dalam program peningkatan mutu kompetensi guru, pemetaan kompetensi KS-PS sudah semestinya tidak berhenti di tahap pemetaan. Proses pengembangan instrumen Uji Kompetensi Kepala Sekolah (UKKS) dan Uji Kompetensi Pengawas Sekolah (UKPS) pun perlu mengimbangi speed (kecepatan) pengembangan instrumen UKG yang telah lebih dahulu inline dengan modul pendidikan dan pelatihan (diklat) untuk Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi guru. Sehingga instrumen UKG yang telah diadaptasi ini berfungsi optimal sebagai pemetaan sekaligus tindak lanjut semacam modul diklat PKG bagi guru yang sesuai dengan profil masingmasing individu guru. Pada tahun 2016, UKKS dan UKPS telah bertransformasi dari sekadar pemetaan kompetensi KS-PS menjadi pemetaan peningkatan kompetensi KS-PS modular, yaitu bersinerginya instrumen UKKS-UKPS dengan modul diklat PKB bagi KSPS. Hal ini membuktikan perhatian Ditjen GTK, khususnya Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah (Dit. Pembinaan Tendik Dikdasmen), kepada KS-PS sebagai salah satu penopang keberhasilan jika program peningkatan efektivitas dan efisiensi pembinaan profesi guru ingin berjalan sesuai rencana atau yang diharapkan. Sama halnya dengan UKG, pengembangan instrumen pemetaan kompetensi KS-PS diawali dengan standar dan analisis materi uji yang menghasilkan kisi-kisi sebagai rujukan pengembangan butir soal. Selanjutnya, setiap butir soal dikembangkan berdasarkan kisi-kisi dan kaidah penyusunan soal oleh tim ahli di bidang keilmuan yang berhubungan dengan kompetensi KS-PS dan juga tim ahli di bidang pengukuran atau evaluasi pendidikan.

Foto: Arien TW

K

egiatan pemetaan kompetensi guru dan tenaga kependidikan merupakan kebutuhan dasar siklus penjaminan mutu pendidikan. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) memetakan kompetensi guru dan tenaga kependidikan menggunakan beberapa macam instrumen monitoring evaluasi dan penilaian kinerja, di antaranya, uji kompetensi guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah. Secara historis, uji kompetensi bukanlah barang asing di kalangan GTK khususnya Uji Kompetensi Guru (UKG) yang telah dikenalkan pada tahun 2005. Namun pelaksanan UKG mulai terprogram setiap tahunnya sejak 2012 dan penyempurnaan terhadap instrumen UKG terus dilakukan hingga 2016. Berbeda halnya dengan UK bagi kepala sekolah dan pengawas sekolah (KS-PS) yang kali pertama dilaksanakan tahun 2012 dan dilanjutkan kembali tahun 2015.

24

Struktur soal pemetaan kompetensi KS-PS adalah studi kasus yang dikemas dalam tes jenis pilihan ganda dengan empat opsi jawaban. Rasionalitas di balik model butir soal yang ditawarkan tersebut adalah melakukan penyaringan pemahaman atau penalaran peserta tes baik secara kognitif maupun tingkat kecakapan berdasarkan pengetahuan lapangan atau pengalamannya (experiential knowledge). Rangkaian kegiatan yang tersusun di dalam kegiatan pemetaan kompetensi KS-PS secara garis besar mencakup empat besaran kegiatan, yaitu: standarisasi materi soal (landasan dan kaidah pengembangan soal); penyusunan soal; validasi soal dalam bentuk analisis kualitatif (termasuk melakukan ujicoba soal), perbaikan-perakitan soal). Hal ini mengindikasikan bahwa butir soal yang dihasilkan telah merujuk atau mengikuti kaidah akademik, sehingga secara teoretik dan empirik dapat dipertanggungjawabkan dari sisi validitas dan realibilitasnya. Penelitian menemukan bahwa sekolah yang berhasil melakukan pembaharuan peningkatan mutu sekolahnya memiliki guru atau tendik yang umumnya tergabung dalam komunitas profesi mengajar, fokus melakukan penilaian terhadap hasil kerja siswa dan menggunakan beragam


media pembelajaran atau teknologi pendidikan1. Penelitian ini merekomendasikan pentingnya kompetensi guru dan tendik untuk memiliki pemahaman dan melakukan penilaian hasil kerja siswa dikarenakan adanya dua manfaat, yakni kemampuan membaca data ketercapaian hasil belajar siswa, dan kemampuan mengembangkan rencana aksi pembelajaran sekaligus memodifikasinya sesuai kebutuhan belajar siswa. Faktor penunjang agar pembaharuan untuk meningkatan mutu sekolah dapat terlaksana dengan baik, maka dukungan tripusat (sekolah, rumah, masyarakat), dukungan dunia industri, dan penggunaan teknologi perlu dibina dengan baik sehingga meminimalkan friksi dan disorientasi yang mungkin terjadi antara praktisi, penyelenggara dan konseptor baik pada tataran kebijakan atau pun implementasi. Dapat dimaknai bahwa realitas di lapangan menuntut pemahaman tentang konteks lokal dan mengakomodirnya ke dalam tataran praktis. Tuntutan melaksanakan penjaminan mutu pendidikan di lingkungan sekolah oleh karenanya tidak mungkin tanpa kepemimpinan kepala sekolah menginternalisasikan program, dan partisipasi pengawas sekolah menjembatani dukungan eksternal dinas pendidikan dan dunia industri. Bagaimana penjaminan mutu pendidikan dapat dikontekstualisasikan ke dalam lingkungan sekolah dan sekaligus menekankan peranan KS-PS di dalamnya, dapat dicontohkan sebagai berikut. Partisipasi sekolah melakukan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) sebagai contoh wajib mengikutsertakan peran KS-PS sebagai critical friend bagi sekolah untuk menilik sumber daya, tantangan, dan pencapaian yang telah dicapai. Sebagai critical friend2, peran pengawas tidak hanya menuntut hasil laporan dan melakukan “pe-label-an” belaka. Namun layaknya asesor yang memberikan professional judgement sekaligus mengayomi dan memberikan bimbingan. Individu PS dengan kompetensi yang tepat dapat membantu sekolah dengan permasalahan yang dihadapi sehingga EDS dapat terlaksana dengan baik sebagai pisau analisis kebutuhan sekolah yang dilakukan secara sistematis dan integral hingga menjadi budaya sekolah. Selanjutnya, rekomendasi perbaikan atau peningkatan mutu pun dapat dilakukan sebagai bagian dari siklus penjaminan mutu pendidikan. Partisipasi KS-PS memetakan kompetensi dirinya adalah contoh yang mewajibkan peran KS-PS turut melakukan “evaluasi diri” selanjutnya “mengembangkan kompetensi diri” sehingga memiliki pemahaman dan skill yang tepat. Program ini sudah sepatutnya disikapi sebagai bentuk dukungan riil Pusat kepada grass root atau frontliner, ujung tombak penjaminan mutu. Dukungan yang tidak hanya melulu fisik atau material walaupun tidak menafikkan faedah atas sokongan tersebut. Kegiatan Pemetaan Kompetensi KS-PS adalah usaha konkret meningkatkan kompetensi KS-PS yang tidak muncul secara semena-mena, melainkan telah dilandasi “peta mutu” 1 2

Fullan, M. (2000).The three stories of education reform.The Phi Delta Kappan, 81(8), 581584. Retrieved from http://www.jstor.org/stable/20439731 Swaffield, S., & MacBeath, J. (2005a).School self-evaluation and the role of a critical friend.Cambridge Journal of Education, 35(2), 239-252. Retrieved from http://dx.doi. org/10.1080/03057640500147037

sekaligus rencana tindak lanjut yang komprehensif melalui pendidikan dan pelatihan bagi KS-PS menggunakan modul PKB bagi KS-PS yang telah disinkronisasikan dengan paket soal sebagai alat pemetaan. Pada akhirnya, pemetaan kompetensi KS-PS adalah bagian dari program penjaminan mutu pendidikan plus tindak lanjut pengembangan kompetensi, yaitu dengan adanya diklat KS-PS Pembelajar. Penjaminan mutu pendidikan yang hanya mengevaluasi, menilai atau memetakan akan menjadi timpang tanpa adanya keberlanjutan atas hasil atau laporan yang ditemukan. Secara ideal, dapat dikatakan bahwa setiap pemetaan yang dilakukan memerlukan tindak lanjut dan keberlanjutan suatu program mengindikasikan komitmen pelaksana dan penyelenggara menyikapi hasil temuan. Penerimaan program pendidikan yang dirasakan kebutuhannya dan mencitrakan nilai-nilai budaya lokal diharapkan dapat lebih mudah menumbuhkan akar budaya mutu yang kuat. Hasil kegiatan pemetaan kompetensi KS-PS adalah peta mutu kompetensi KS-PS sebagai filter yang dapat menjaring kebutuhan prioritas KS-PS mengembangkan profesionalitasnya. Selanjutnya, meningkatkan kompetensinya menurut Permendiknas No 12/2007 dan Permendiknas No 13/2007 melalui diklat PKB bagi KS-PS. Adalah penting melakukan beberapa tahapan assessment tentang persiapan seperti apa yang secara mendasar dibutuhkan di dalam diklat KS-PS. Beberapa kriteria penilaian awal ini setidaknya mencakup: model diklat yang dibutuhkan, sumber daya diklat yang tersedia, evaluasi efektivitas dan efisiensi diklat yang telah dilakukan, dan pemutakhiran data informasi seputar diklat KSPS yang berkembang saat ini, baik tingkat nasional maupun internasional3. Diharapkan tentunya perkembangan yang terjadi dapat memberikan semacam tawaran solusi atas permasalahan yang dihadapi saat ini atau mengantisipasi permasalahan yang muncul ke depannya. Instrumen penghasil peta mutu, sehingga memiliki andil yang cukup signifikan dalam memberikan kejelasan (clarity) dan sasaran (shared-goals) program baik berkenaan dengan sumber daya, tantangan dan portrait lainnya yang bermanfaat. Dikarenakan paket soal Pemetaan Kompetensi KS-PS telah memenuhi kriteria sebagai instrumen Pemetaan Kompetensi PS-KS yang baik, maka sudah semestinya instrumen tersebut memang mengukur apa yang hendak diukur. Peta mutu yang baik adalah peta yang dengan jelas mendeskripsikan permasalahan secara detail dan jelas baik cakupan daya maupun jumlahnya. Namun peta mutu yang baik akan menjadi lebih baik lagi jika lebih dari sekadar produk atau laporan, tapi ditindaklanjuti menuju peningkatan mutu, dalam konteks ini, yaitu meningkatkan kompetensi KS-PS menuju individu KS-PS yang berintegritas dan profesional. ◘

3

Yrjö Venna, Michael Kelly, (2003) Quality Assurance in the Field of Civil Service Training , Netherlands, The NISPAcee Journal of Public Administration and Policy, Volume X, No.1, Winter, 2003

25

Foto-foto: Dok. Dit. Pembinaan Tendik Dikdasmen

KESHARLINDUNG

Pelatihan Singkat ke China, Jepang, Korea Selatan dan Australia

Memperluas Wawasan

tendik BERPRESTASI Oleh: Suharno MS Kepala Subdirektorat Kesejahteraan, Penghargaan, dan Pelindungan

K

epala sekolah dan pengawas sekolah sebagai pendidik dan tenaga kependidikan mempunyai peran yang sangat besar dalam medukung peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Peran kepala sekolah dalam mengembangkan suasana sekolah yang nyaman dan kondusif bagi proses belajar mengajar melalui pengelolaan manajerial yang profesional merupakan kebutuhan utama suatu sekolah untuk meraih prestasi dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing. Sistem penghargaan dalam bentuk Pemilihan Kepala Sekolah Berprestasi Tahun 2016 dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan tingkat nasional. Pemilihan Kepala Sekolah Berpresasi dilaksanakan secara ketat, transparan, dan terukur, sehingga diharapkan memberi rasa bangga dan memotivasi kepala sekolah untuk menciptakan sekolah yang efektif, kreatif dan inspiratif. Para pemenang lomba tersebut selanjutnya

26

memperoleh penghargaan untuk melakukan pelatihan singkat (short course) ke luar negeri. Tujuan dari pelatihan singkat ini adalah memperluas wawasan pengetahuan dan keterampilan terkait kepemimpinan dan pengelolaan sekolah, supervisi kegiatan belajar mengajar, evaluasi pelaksanaan pendidikan, dan pengembangan kewirausahaan pengelolaan sekolah. Di samping itu, juga untuk membuka peluang kerja sama pendidikan dengan institusi negara tersebut. Pelaksanaan pelatihan singkat selama sepuluh hari, meliputi sejumlah kegiatan, yakni dua hari perjalanan pulang pergi ke negara tujuan, empat hari untuk full course di kampus, dua hari untuk studi visit ke sekolah dalam rangka melihat implementasi di lapangan, dan dua hari untuk studi visit budaya. Peserta pelatihan singkat terdiri dari pemenang pemilihan kepala sekolah dan pengawas sekolah berprestasi tahun


pemilihan 2016 khusus untuk SMK, pemenang pemilihan tahun 2015 dan tahun sebelumnya yang belum diberangkatkan ke luar negeri. Jumlah seluruhnya 56 orang yang terdiri dari 28 orang juara tahun 2015, 6 orang pemenang tahun 2016, dan 6 orang lainnya adalah pemenang hasil pemilihan sebelum tahun 2015 yang tercecer belum diberangkatkan, ditambah 16 orang dari unsur Direktorat Pembinaan Tendik Dikdasmen.

NEGARA TUJUAN DAN LEMBAGA PENYELENGGARA

Peserta pelatihan singkat diberangkatkan ke empat negara yang berbeda, dengan lembaga penyelenggara masing-masing sebagai berikut. Kepala sekolah SD, pengawas SD, kepala sekolah SMP, pengawas SMP diberangkatkan ke Jepang dengan jumlah peserta 18 orang dan lembaga penyelenggaranya Hiroshima University. Kepala sekolah SMK dan pengawas SMK diberangkatkan ke China dengan jumlah peserta 16 orang dan lembaga penyelenggaranya Changzou University. Kepala sekolah SMA, pengawas SMA diberangkatkan ke Korea Selatan dengan jumlah peserta 10 orang dan lembaga penyelenggaranya Korea Research Institute for Vocational. Kepala SLB dan pengawas SLB diberangkatkan ke Australia dengan jumlah peserta 12

◘ Para kepala SD dan SMP, serta kepala dan pengawas SMP berprestasi mengunjungi Saijo Elementary School, Hiroshima, Jepang. orang dan lembaga penyelenggaranya University of Melbourne. Untuk kelancaran pelaksanaan pelatihan singkat di negara tujuan, maka peserta diberikan kegiatan pembekalan di Jakarta yang lamanya 3 hari sebelum keberangkatan. Kegiatan pembekalan ini diisi arahan dari Dirjen GTK Sumarna Surapranata, penyegaran bahasa Inggris, informasi tentang sistem pendidikan, serta informasi tentang sosial, budaya dan etika di empat negara tujuan. Program pasca pelatihan singkat dilaksanakan tiga hari setelah peserta mengikuti program pelatihan singkat di luar negeri. Mereka diminta menyusun laporan selama mengikuti program pelatihan singkat. Peserta juga diminta mempresentasikan laporan dan rencana aksi yang mereka akan lakukan setelah mereka pulang ke tempat tugas masingmasing. Pelaksanaan pelatihan singkat tujuan Jepang dan China dilaksanakan pada 22-31 Oktober 2016. Sedangkan pelatihan singkat tujuan Korea Selatan dan Australia dilaksanakan pada 4-13 November 2016.

◘ Para kepala SMK dan pengawas SMK berprestasi mengunjungi Shanghai, Changshou, dan Beijing, China, dipandu perwakilan Changszhou University.

27

KESHARLINDUNG

HASIL YANG DIHARAPKAN


Hasil yang diharapkan dari pelatihan singkat ini adalah adanya peningkatan wawasan pengetahuan dan ketrampilan terkait kepemimpinan dan pengelolaan sekolah, adanya peningkatan kemampuan untuk melakukan supervisi kegiatan belajar mengajar, evaluasi pelaksanaan pendidikan, dan adanya peningkatan kemampuan pengembangan kewirausahaan pengelolaan sekolah. Di samping itu, juga terjalinnya kerja sama pendidikan dengan institusi negara tersebut. Sementara yang menjadi tugas kepala sekolah dan pengawas sekolah pasca mengikuti pelatihan singkat adalah adanya program diseminasi kepada para kepala sekolah di daerahnya masinngmasing, sehingga sekolah-sekolah yang belum meraih prestasi dapat diberikan bimbingan untuk menjadi sekolah yang meraih prestasi.

Daftar Peserta dengan Negara Tujuan Jepang (Kepala SD, Kepala SMP, Pengawas SD, dan Pengawas SMP) Nama Peserta

◘ Para kepala SMA dan pengawas SMA berprestasi mengunjungi Korea Selatan dipandu Korea Research Institute for Vocational

28

Unit Kerja

Dra. Suhartini, M.Pd

Kepala SDN 5 Langsa, Kota Langsa, Aceh

Sutomo, M.Ag

Kepala SD Muhammadiyah Plus, Salatiga

Kasmawati, S.Pd, M.Pd

Kepala SDN 2 Lamokato, Kab. Kolaka Sultra

Drs. Bambang Sugianto, M.Pd

Pengawas SD, Dinas Dikbud Kab. Serang

Dra. Misyar, M.Pd

Pengawas SD, Dinas Dikpora Bukit Tinggi

Sumarso, M.Pd

Pengawas SMP, Dinas Dikbud Pandeglang

Drs. Rudi Darmawan, M.Pd

Pengawas SMP, Dinas Pendidikan Yogyakarta

Drs. Surya Suryanto, M.M.Pd

Pengawas SMP, Dinas Pendidikan, Sukabumi

H. Agus Wiyoto, S.Pd, M.M.Pd

Kepala, SMP Jawahirul Hikmah, Tulungagung

Nazarul Hasan, S.Pd, M.Pd

Kepala SMPN 6 Unggul Sekayu, Musi Banyuasin

Mulyati

Kepala SMPN 11 Surakarta

Sri Prihartini Yulia

Pengawas SMP, Dinas Pendidikan Sleman

Yustinawati

Pengawas SMP, Dinas Dikpora Palembang

Dr. Sugiarto, Ph.D

Dinas Pendidikan Prov. DKI Jakarta

Suharno, SE, M.Si

Dit. Pembinaan. Tendik Dikdasmen

Addul Ghafur, M.Ed


Dra. Ana Kuswandani



Daftar Peserta dengan Negara Tujuan China (Kepala SMK dan Pengawas SMK) Nama

Daftar Peserta dengan Negara Tujuan Australia (Kepala SLB dan Pengawas SLB)

Unit Kerja

Nama

Unit Kerja

Drs. Mujiyono, M.M

Kepala SMKN 1 Cangkringan, Sleman

H. Supriyono, S.Pd, M.Pd.

Pengawas PLB, Dinas Pendidikan Banjar Baru

Dra. Kendati Satiti, M.Pd.Si

Pengawas SMK, Dinas Pendidikan Kulon Progo

Amini, S.Pd.

Kepala SLB Asuhan Kasih, Kota Kupang

Dr. Hj. Adah Rodiyah, M.M.Pd

Kepala SMKN 1 Ketapang, Bandung Barat

Agustin Maria M., S.Pd, MM.Pd

Pengawas PLB, Dinas Pendidikan Makassar

Dr. Wardani Sugiyanto, M.Pd

Kepala SMKN 2 Klaten, Klaten

Nikma B. Ismula, S.Pd, M.Pd

Kepala SLBN Pahuwato, Gorontalo

Drs. Inti Murdaningarso, M.Pd

Pengawas SMK, Dinas Dikpora Jepara

Andriyastuti, M.Pd

Kepala SLB C As-Syafiyah, Jakarta Timur

Drs. Muchrizal

Pengawas SMK, Dinas Dikpora Bukit Tinggi,

Wiji Suparno, M.Phil, SNE

Pengawas PLB, Dinas Dikpora Yogyakarta

Dedeh Sunaryat

Pengawas SMK, Dinas Pendidikan Cianjur

Djoko Sambodo, S.Pd, M.Pd

Kepala SLBN Sragen

Siti Aminah

Pengawas SMK, Dinas Dikbud Kab. Semarang

Muh. Basuni, M.Pd

Kepala SLBN 1 Bantul

H. Suyono

Pengawas SMK, Dinas Pendidikan Jombang

Dra. Hj. Ngatini, MM

Kepala SKH Negeri 01 Banten

Asih Hidayatun

Kepala SMK Budi Mulia 2 Sleman

Dra. Anies Mucktiany, MM

Dit. Pembinaan Tendik Dikdasmen

Husnul Chotimah

Kepala SMKN 13 Kota Malang

Dra. Suhatri


Ties Setianingsih

Kepala SMKN 8 Surakarta

Wisnu Wibawa S.N., SE, MT

Widyaiswara PPPPTKLB

Ivone

Kepala SMKN Manado

Ferry Maulana, ST, MT


Ir. Ferry Yulmarino


Dr. Wastandar


Drs. Budi Suprayitno


Purnawati Agnes Timang, ST


Daftar Peserta dengan Negara Tujuan Korea Selatan (Kepala SMA, Pengawas SMA) Nama Peserta

Unit Kerja

Dra. MV. Sri Hartini HS, M.Hum

Pengawas SMA, Dinas Dikpora Karang Anyar

Rahmad Ramelan S.B., M.Pd

Pengawas SMA, Dinas Pendidikan Bengkulu

Surahman, S.Pd, MM.Pd

Kepala SMAT Baiturrahman, Kab. Bandung

Dr. Rahmat, M.Pd

Pengawas SMA, Dinas Dikbud Kota Bogor

Sabarudin, M.Pd

Kepala SMAN 1 Gantung, Belitung Timur

Hj. Nurhafni, M.Pd

Kepala SMAN 4 Pekabaru, Kota Pekanbaru

Ari Sulistyowati, M.Pd

Kepala SMPN 1 Kebumen

Yoki Ariana, M.Si

Widyaiswara PPPPTK IPA Bandung

M. Dzaky Surapranata, M. Com

Dit Pembinaan Tendik Dikdasmen

Edy Tedjo P, SH


Harun Al-Rosyid, S.Kom, M.Kom


◘ Para kepala SLB dan pengawas SLB berprestasi mengunjungi Australia dipandu University of Melbourne

29

KESHARLINDUNG KESHARLINDUNG

Foto-foto: Dok. Dit. Pembinaan Tendik Dikdasmen

sistem pendidikan dan pemberdayaan guru di negara bagian victoria, australia Oleh: Ferry Maulana Putra Staf Subdirektorat Perencanaan Kebutuhan, Peningkatan Kualifikasi dan Kompetensi

V

ictoria adalah salah satu dari 6 negara bagian di Australia yang pada tahun 1901 membentuk Negara Commonwealth of Australia. Sebelum orang-orang Eropa datang, tanah Victoria telah dihuni sejak ribuan tahun yang lampau oleh suku asli Kulin yang tinggal di sekitar Port Philip Bay dan Victoria Tengah. Dengan Melbourne sebagai ibukota, Negara Bagian Victoria adalah rumah bagi sekitar 5,8 juta penduduk Australia atau sekitar seperempat warga Australia yang berjumlah 22 juta jiwa. Penduduk Victoria berasal dari lebih 200 negara, berbahasa 260 bahasa/dialek dan mengikuti ajaran lebih dari 135 keyakinan. Dengan budaya yang multikultur, Victoria menawarkan pengenalan budaya bisnis Eropa dengan pola kerja yang mampu beroperasi dalam lingkungan Timur dan Barat. Perpaduan yang demikian menjadikan Victoria sebagai salah satu penyelenggara pendidikan dan pelatihan terkemuka di dunia.

30

SISTEM PENDIDIKAN

Sebagai negara bagian, sistem pendidikan bukan kewenangan Pemerintah Federal. Dengan model ini, maka Negara Bagian Victoria secara penuh bertanggungjawab dengan pendidikan di wilayahnya. Sehingga sangat mungkin terjadi, sistem di Victoria akan berbeda dengan sistem pendidikan di Negara Bagian New South Wales, Northern Territory, South Australia, Western Australia, maupun di Canberra (ACT). Negara Bagian Victoria ini memiliki 2.229 sekolah dengan 915.159 siswa tingkat dasar dan menengah. Jenis sekolah di Victoria terbagi atas sekolah umum (public schools), sekolah swasta/independen (private schools) dan sekolah agama (Chatolic Schools). Jumlah sekolah umum berkisar 1500 buah, hampir 500 sekolah agama dan sekitar 200 sekolah swasta/ independen. Sekolah umum dibiayai oleh Pemerintah Negara Bagian dan sejumlah bantuan dana juga diberikan kepada sekolah-sekolah swasta dan sekolah agama. Sementara


untuk jenjang sekolah di Negara Bagian Victoria terbagi atas tiga sektor utama; pendidikan anak usia dini (early childhood), pendidikan sekolah, dan pendidikan tinggi/keterampilan (higher education/skills). Pendidikan sekolah di Victoria ditujukan untuk anak usia 5-18 tahun. Artinya, semua anak usia tersebut wajib mengkuti pelajaran di sekolah dan atau memperoleh pendidikan. Pendidikan wajib belajar ditetapkan 13 tahun penuh, dimulai dengan 1 tahun pendidikan persiapan atau dikenal istilah “Prep”. Setelah itu diikuti pendidikan 6 tahun di sekolah dasar dan 6 tahun di sekolah menengah. Pada dua tahun terakhir di sekolah menengah, ada 2 fokus yang disediakan oleh sekolah untuk siswanya, dalam rangka menilai kesiapan mereka untuk: 1) melanjutkan ke pendidikan tinggi/politeknik, atau 2) mempersiapkan mereka di lapangan pekerjaan. Ini menegaskan upaya Negara Bagian menekankan pentingnya pendekatan child-centered yang fokus terhadap kebutuhan individu siswa. Lingkungan pendidikan di sana berada di bawah kendali Kementerian Pendidikan Negara Bagian yang melakukan pembinaan terhadap sekolah dari jenjang pendidikan anak usia dini hingga univeristas. Dua departemen penting di bawah kendali Menteri Pendidikan Negara Bagian adalah Department of Education and Training (DET) dan Victorian Institute of Teaching (VIT). Fokus Department of Education and Training adalah membina sekolah, menyediakan fasilitas belajar anak, meningkatkan kepercayaan diri orang tua, menyediakan resources dan pelatihan guru. Khusus untuk Victorian Institute of Teaching (VIT), adalah lembaga negara yang independen, non profit, self-funding, bukan bagian Department of Education and Training dan melaporkan kegiatannya langsung kepada Menteri Negara Bagian. VIT mengatur dan menjamin profesi pengajaran untuk kepentingan publik dengan menerapkan kode etik dan standar profesi yang tinggi bagi guru. Beberapa tujuan didirikannya VIT antara lain: 1) tempat mendaftar menjadi guru, 2) mengembangkan code of conduct dan code of ethics guru, 3) mengembangkan Standar Profesional Guru Australia, 4) melakukan investigasi kompetensi dan kelayakan guru, 5) mengesahkan sertifikat pendidikan guru/ calon guru.

registrasi akan menghasilkan guru sebagai tenaga profesional yang berkualifikasi, cocok mengajar dan mampu menjaga praktek profesionalismenya. Untuk mendaftar menjadi seorang guru, maka calon guru atau lulusan sarjana pendidikan harus mendaftar ke VIT untuk memperoleh sertifikat pendidik. Persyaratan yang harus dipenuhi antara lain: 1) memiliki kualifikasi mengajar yang disahkan oleh VIT (kecuali guru PUD harus disahkan oleh Pemerintah Federal), 2) menunjukkan diri mampu mengajar, 3) memiliki akademik progress yang memuaskan, 4) sehat secara fisik dan mental, 5) membayar uang pendaftaran. Selanjutnya, calon guru akan mengikuti tes literacy dan numeracy serta wajib memperoleh nilai baik. Setelah melewati proses tersebut, yang bersangkutan akan memperoleh predikat Guru Provisi atau Guru Pemula. Guru Pemula wajib mengabdi selama minimal 2 tahun di suatu sekolah. Setelah masa itu, seorang Guru Pemula harus memenuhi Standar Profesional Guru Australia (APST) sebelum menjadi Guru Penuh (fully registered teacher). Untuk menjadi seorang Guru Penuh, maka Guru Pemula harus memenuhi persyaratan: 1) setidaknya telah mengajar 80 hari, 2) memiliki surat rekomendasi dari sekolah atau pihak berwenang lainnya, 3) bukti-bukti lain yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memenuhi level guru profesional/proficient teacher. Setelah menjadi Guru Penuh, yang bersangkutan tetap diharuskan untuk memperbaharui registrasi profesinya setiap tahun. Victorian Institute of Teaching (VIT) mensyaratkan semua Guru Penuh (fully registered teacher) untuk melakukan renewal selambat-lambatnya setiap tanggal 30 September dengan melampirkan: 1) surat pernyataan kesiapan diri menjadi Guru Penuh, 2) surat pernyataan telah mengajar atau menjadi pimpinan sekolah setidaknya 20 hari kerja, 3) surat pernyataan telah menyelesaikan setidaknya 20 jam pengembangan profesi sesuai sesuai yang tercantum dalam Standar Profesional Guru Australia (APST), contohnya pengembangan profesi bagi guru umum untuk menangani siswa berkebutuhan khusus, 4) melakukan update kebijakan pemerintah terkait pendidikan (jika ada), 5) membayar uang registrasi tahunan.

REGISTRASI GURU

Untuk menjadi calon guru, seseorang harus memiliki S1 dalam Bachelor of Education selama 3,5-4 tahun. Jika kualifikasi S1 yang bersangkutan bukan Bachelor of Education, maka bisa memilih untuk menempuh Graduate Diploma of Education selama 1 tahun atau mengambil Bachelor of Educationselama 1,5-2 tahun ataupun Master of Teaching selama 1,5 tahun. Pemerintah Negara Bagian Victoria memandang proses pendaftaran dan perekrutan guru sangat penting. Proses ini menyediakan jaminan perlindungan kepada masyarakat dan kepada integritas pengajaran yang profesional. Proses

Gambar Life Cycle seorang Guru di Negara Bagian Victoria. (Sumber: Handouts Department of Education and Training, Victoria State Government).

31

KESHARLINDUNG PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Standar Profesional Guru Australia (APST) menjadi dasar pendaftaran dan pengembangan profesi guru di Melbourne dan sekitarnya. Syarat ini mutlak dikuasai oleh guru, baik calon guru yang baru menyelesaikan pendidikannya di universitas, maupun bagi guru yang akan memperpanjang registrasinya. Secara ringkas, APST terdiri atas 3 domain besar: 1) Pengetahuan Profesional, 2) Praktek Profesional dan 3) Keterlibatan Profesional. Ketiga domain besar tersebut membawahi 7 Standar Profesi Guru Australia, sebagaimana berikut. 1. Pengetahuan Profesional: kemampuan memahami pembelajar dan cara mereka belajar; mengetahui substansi dan cara mengajarkannya. 2. Praktek Profesional: merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar yang efektif; menciptakan dan menjaga lingkungan belajar yang aman dan mendukung; menilai, memberikan umpan balik dan melaporkan hasil pembelajaran 3. Keterlibatan Profesional: keterlibatan dalam pembelajaran profesional; terlibat secara profesional dengan rekan sejawat, orang tua/wali, dan masyarakat sekitar. Tujuh Standar Profesional Guru Australia di atas masih terbagi lagi menjadi 37 komponen yang wajib dikuasai oleh guru di Negara Bagian Victoria. Di samping itu, Tujuh Standar Profesional Guru Australia tersebut juga dilengkapi Code of Conduct dan Code of Ethics untuk semua guru di Victoria. Code of Conduct dan Code of Ethics dikembangkan oleh VIT dengan melibatkan semua pihak terkait di Victoria.

sebagai profesi, dan mempromosikan kepercayaan publik atas profesi guru.

PENDIDIKAN LUAR BIASA DAN PEMBERDAYAAN GURU PLB

Selama tiga dekade terakhir perubahan perlakuan terhadap anak-anak berkebutuhan khusus terus digalakkan di Victoria. Dulu, para penyandang disabilitas sulit untuk mendapat akses layanan kesehatan, perkantoran, terlihat bebas di jalanan dan hanya bisa tinggal di rumah. Saat ini mereka lebih sering berpartisipasi, memperoleh kesejahteraan, bersekolah dan berprestasi layaknya teman-teman sebaya mereka. Pemerintah Victoria berupaya keras mewujudkan lingkungan yang inklusif. Salah satunya dengan mendukung komunitas sekolah yang lebih menyadari keragaman bahwa setiap individu memiliki keunggulan dan keterbatasan yang memerlukan dukungan dan pembelajaran personal. Bagi pemerintah, ini penting karena tidak adanya sekolah luar biasa (SLB) layaknya di Indonesia membuat mereka harus mengembangkan lebih banyak sekolah inklusi. Data menunjukkan terdapat sekitar 55 ribu-80 ribu anak berkebutuhan khusus yang belajar di sekolah-sekolah Victoria. Artinya hampir 1% siswa di Victoria merupakan siswa berkebutuhan khusus. Oleh karenanya tidak mengherankan jika di setiap sekolah paling tidak terdapat satu siswa berkebutuhan khusus dan bahkan lebih.

Code of Conduct mengidentifikasi seperangkat prinsip yang menggambarkan pelaksanaan profesi, personal conduct, dan kompetensi profesi guru yang diharapkan oleh masyarakat. Tujuan penerapan Code of Conduct guru adalah mendorong ketaatan terhadap nilai guru sebagai profesi, seperangkat prinsip yang membimbing pelaksanaan harian guru, menegaskan akuntabilitas publik atas profesi guru dan menggalakkan kepercayaan masyarakat atas profesi guru. Negara Bagian juga menerapkan Code of Ethics bagi semua guru dan calon guru. Code of Ethics ini mendukung profesi guru saat mereka menggunakan keahliannya untuk menginspirasi dan memfasilitasi pembelajaran. Masyarakat memandang guru sebagai profesi unik yang memiliki kepercayaan dan pengaruh terhadap siswa, orang tua/ wali, rekan sejawat dan komunitas. Nilai-nilai yang terkandung dalam Code of Ethics adalah integritas (integrity), penghormatan (respect) dan tanggung jawab (responsibility). Tujuan penerapan Code of Ethics adalah sebagai upaya untuk menyatakan nilainilai yang menjadi acuan sebagai guru, menegaskan diri

32


Beberapa upaya pemerintah setempat untuk membuat lingkungan belajar yang lebih inklusi antara lain: 1) membuat peraturan dan kebijakan yang lebih memihak pada kaum disabilitas, 2) meningkatkan kapasitas staf dan guru yang mengajar siswa berkebutuhan khusus, 3) lebih mampu untuk mengidentifikasi dan mendukung siswa berkebutuhan khusus, 4)meningkatkan akuntabilitas,


transparansi dan pengembangan model pendanaan siswa berkebutuhan khusus. Dari semua upaya di atas, terdapat fokus yang kuat dari Pemerintah Viictoria untuk memastikan semua guru dapat mendukung proses belajar mengajar bagi siswa berkebutuhan khusus. Dalam Standar Profesional Guru Australia (APST) dipersyaratkan bahwa guru wajib mendesain dan melaksanakan aktivitas proses belajar mengajar (PBM) yang mendukung partisipasi siswa berkebutuhan khusus. Guru juga dituntut untuk mengembangkan aktivitas pengajaran yang berbeda-beda sesuai kebutuhan anak dengan kemampuan yang berbeda pula. Terakhir, standar dalam APST wajib mengembangkan dan melaksanakan interaksi yang positif dan inklusif untuk mendukung semua siswa di kelas. Dengan standar ini, maka menjadi Guru Penuh di sekolah yang terdapat siswa berkebutuhan khusus memiliki tugas yang lebih berat. Untuk memperbaharui registasinya sesuai aturan standar, yang bersangkutan juga wajib: 1) setidaknya dalam 2 tahun terakhir mengembangkan strategi yang mendukung PBM siswa berkebutuhan

khusus, 2) turut mengambil pengembangan profesi diri terkait penanganan siswa berkebutuhan khusus, 3) tidak membatasi jumlah jam, metode dan jenis pengembangan profesi diri terkait penanganganan siswa berkebutuhan khusus. Sementara untuk Guru Pemula yang mengajar di sekolah yang terdapat siswa berkebutuhan khusus, maka untuk menjadi Guru Penuh juga tidak ringan. Persyaratan standar masih ditambah kewajiban antara lain: 1) memiliki bukti telah praktek dan atau telah belajar tentang penanganan siswa berkebutuhan khusus, 2) menunjukkan bukti tersebut dalam sidang panel rekomendasi, 3) menyertakan bukti tersebut dalam laporan rekomendasi. Dengan semua hal tersebut, maka menjadi guru di sekolah inklusi memiliki persyaratan yang lebih berat. Wajar kiranya Guru Penuh di sekolah yang terdapat siswa berkebutuhan khusus di Victoria bisa memperoleh pendapatan hingga Rp 650 juta-900 juta setahun. Semakin banyak sertifikat keahlian dan pengalaman yang dimiliki seorang Guru Penuh, maka semakin tinggi pula pengetahuan dan kompetensi yang dikuasai, juga semakin besar nilai jual yang didapatkannya. ◘

33

TATA USAHA

PENERAPAN PENILAIAN KINERJA PEGAWAI Melalui e-SKP

Oleh: Eddy Tedjo Prakoso Kepala Subbagian Tata Usaha

U

ndang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan perangkat hukum yang mengatur dan menempatkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang profesional sebagai penyelenggara Negara. Atas dasar tersebut setiap pegawai negeri sipil (PNS) dituntut untuk dapat memberikan pelayanan maksimal dalam melayani masyarakat. Untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsi tersebut maka dibutuhkan pegawai yang profesional, jujur, adil dan bertanggung jawab. Salah satu langkah nyata yang diambil oleh Pemerintah adalah dengan meningkatkan pembinaan pegawai. Bentuk pembinaan pegawai adalah dengan melakukan penilaian berbasis kinerja. Penilaian tersebut kemudian akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan pembinaan PNS, antara lain dalam hal mempertimbangkan kenaikan pangkat, penempatan dalam jabatan, pemindahan, pendidikan dan pelatihan, kenaikan gaji berkala, dan lain-lain. Pasal 20 UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian mengamanatkan bahwa tujuan dari penilaian prestasi kerja adalah untuk lebih menjamin objektivitas dalam mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat.

34

Pemerintah sendiri sudah mengeluarkan aturan mengenai Sasaran Kerja Pegawai yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil sebagai penyempurnaan dari PP Nomor 10 Tahun 1979. Penilaian prestasi kerja PNS merupakan suatu proses penilaian secara sistematis yang dilakukan oleh pejabat penilai terhadap sasaran kerja pegawai dan perilaku kerja PNS (Pasal 1 ayat 2 PP No. 46 Tahun 2011). Tujuannya adalah untuk mengevaluasi kinerja PNS, yang dapat memberi petunjuk bagi manajemen dalam rangka mengevaluasi kinerja unit dan kinerja organisasi secara keseluruhan. Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil ini bertujuan untuk menjamin objektifitas pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier, yang dititik beratkan pada sistem prestasi kerja. Penilaian prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil diarahkan sebagai pengendalian perilaku kerja produktif yang disyaratkan untuk mencapai hasil kerja yang disepakati. Penilaian prestasi kerja PNS dilakukan berdasarkan prinsip objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan. Untuk menunjang penilaian tersebut, Subbagian Tata Usaha, Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah salah satunya adalah melaksanakan absensi secara eletronik dan membuat rekap kehadiran secara berkala sebagai salah satu bagian penilaian prestasi kerja, Pengaturan absensi mengacu kepada Permendikbud Nomor 14 Tahun 2016, tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan diberlakukannya Permendikbud tersebut, pemberian tunjangan kinerja (Tukin) tidak lagi hanya berdasarkan atas kehadiran pegawai seperti selama ini, akan tetapi pemberian tukin sekarang juga ditentukan oleh capaian kerja masingmasing pegawai setiap bulannya dengan persentase penilaian,


capaian kinerja (60%) dan kehadiran (40%). Selain itu, pegawai di kelas jabatan yang sama, belum tentu akan mendapatkan besaran tunjangan yang sama setiap bulannya. Semua tergantung kepada capaian kerja dan kehadiran masing-masing pegawai. Permendikbud ini, selain untuk mengefektifkan kinerja pegawai, juga sebagai motivasi kepada pegawai untuk senantiasa meningkatkan kinerjanya sehingga tidak ada lagi pegawai yang tidak bekerja, semua bekerja untuk memenuhi target yang sudah ditetapkan masing-masing dengan merujuk pada Sasaran Kinerja Pegawai (SKP). Dalam rangka melaksanakan reformasi birokrasi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat

Pembinaan Tendik Dikdasmen menyelenggarakan bimbingan e-SKP online yang diikuti oleh seluruh Fungsional Umum dan Pejabat di lingkungan Direktorat Pembinaan Tendik Dikdasmen dan dipandu oleh Biro Kepegawaian, Sekretariat Jenderal Kemendikbud. Dalam pelaksanaan e-SKP online harus sudah memastikan bahwa semua pegawai terdaftar di kepegawaian pusat dan sudah diberi password ke masing-masing pegawai agar bisa masuk dan mengisi SKP. Setiap pegawai bisa mengisi SKP melalui situs www.skp.sdm.kemdikbud.go.id. Setiap pegawai akan memiliki kontrak kerja setiap tahunnya, melalui pengisian SKP ini. Jadi masing-masing pegawai memliki target pekerjaan yang jelas selama satu tahun untuk di selesaikan. Jika kontrak kerja yang di buat tidak bisa terpenuhi maka akan ada sanski bagi pegawai tersebut. Diharapakan dengan program pengisian skp secara online ini dapat mempermudah kerja para PNS baik pusat maupun daerah dan terlaksananya reformasi birokrasi. ◘

35

best practice

Foto: Dok. Siti Aminah

Lomba Penulisan Best Practice Kepala Sekolah dan Pengawas

menuliskan pengalaman terbaik Oleh: Suharno MS Kepala Subdirektorat Kesejahteraan, Penghargaan dan Pelindungan

G

uru dan tenaga kependidikan berperan penting dalam melaksanakan program-program strategis untuk meningkatkan mutu pendidikan. Kepala sekolah sebagai salah satu unsur tenaga kependidikan memiliki peran melaksanakan pembinaan di bidang akademik dan bidang manajerial. Sedangkan pengawas sekolah secara umum bertugas melakukan pembinaan terhadap kemampuan profesional guru, kepala sekolah, dan tenaga administrasi sekolah untuk meningkatkan kinerja sekolah.

Kegiatan ini dilaksanakan di Jakarta, tanggal 19 s/d 22 November, dan dibuka oleh Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Sumarna Surapranata, Ph.D. Menurut Kepala Subdit Kesejahteraan, Penghargaan dan Pelindungan, Direktorat Pembinaan Tendik Dikdasmen, Suharno M. Sajim, S.E., M.Si, peminat lomba ini cukup besar. Total yang mendaftar sebagai peserta kurang lebih 350 orang pengawas dan kepala sekolah. Namun sampai batas akhir penyerahan naskah best practice tanggal 31 Oktober, terkumpul 320 peserta.

Mengingat fungsi strategis dari tenaga kependidikan yang ada di sekolah, sekaligus dalam rangka memberikan layanan dukungan pembelajaran di sekolah, maka kepala sekolah dan pengawas sekolah senantiasa berusaha untuk melakukan pengalaman terbaik (best practice) sesuai dengan kompetensinya, sehingga benar-benar nyata tercermin dalam kinerjanya.

Dari 320 peserta tersebut, yang menyerahkan naskah dalam bentuk soft file sebanyak 284 orang. Sisanya yang 36 orang hanya menyerahkan naskah dalam bentuk hard copy. Padahal penyerahan naskah dalam bentuk soft copy itu merupakan syarat mutlak. Lantaran ditunggu sampai batas toleransi tetap tidak menyerahkan, maka 36 peserta itu gugur.

Atas dasar itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah memberikan apresiasi dan penghargaan kepada kepala sekolah dan pengawas sekolah yang mampu menunjukkan pengalaman terbaiknya dalam melakukan pembinaan sekolah yang menjadi tanggung jawabnya. Pemberian apresiasi dan penghargaan itu diwujudkan dalam kegiatan berupa Lomba Penulisan Best Practice Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah Tingkat Nasional Tahun 2016.

36

Dari 284 peserta itu, setelah dilakukan tes similarity untuk mencegah terjadinya plagiasi dari karya orang lain, terdapat 12 peserta yang gugur. Selanjutnya, dari 272 peserta tersebut diseleksi untuk diambil 10 besar masing-masing untuk kepala SD, kepala SMP, kepala SMA, kepala SMK, pengawas SD, pengawas SMP, pengawas SMA, dan pengawas SMK. “Sehingga total terpilih 80 finalis, terdiri dari 40 kepala sekolah dan 40 pengawas”, kata Suharno. Selanjutnya dilakukan tes substansi. Tapi mereka juga harus memenuhi syarat administrasi, antara lain tidak pernah


Kepala Sekolah Menengah Kejuruan

tersangkut hukum dan belum pernah menjadi juara dalam ajang sejenis di tingkat nasional. Ternyata, dari seleksi administrasi itu terdapat dua peserta yang gugur, masing-masing karena pernah tersangkut hukum dan pernah menjadi juara nasional. Akhirnya peringkat di bawahnya yang dipilih masuk final, sehingga total jumlahnya tetap 80. Tes substansi dilakukan dengan presentasi karya tulis best practice dan wawancara. Dewan diketuai oleh Prof. Dr. Baedhowi, M.Si, mantan Dirjen PMPTK Kemdikbud. Setelah melewati seleksi yang ketat, akhirnya terpilih juara 1, 2, 3 dari masing-masing kategori. Suharno menambahkan, melalui karya tulis best practice ini kepala sekolah dan pengawas sekolah menuangkan pengalaman-pengalamannya dalam melaksanakan profesinya. Ini penting lantaran menjadi salah satu sarana untuk pengembangan keprofesiannya. Selain itu, karya tulis best practice juga bisa menjadi inspirasi bagi kepala sekolah dan pengawas lain untuk meningkatkan kompetensinya. ◘

Pemenang Lomba Best Practice Bagi Kepala Sekolah Tingkat Nasional Tahun 2016 Kepala Sekolah Dasar JUARA

NAMA

SATUAN PENDIDIKAN/INSTANSI

I

Gantino Habibi, M.Pd

SD Al-Azhar Bukittinggi, Sumbar

II

Agus Wahyudi, S.Pd, M.Pd

SDN Lowokwaru 2 Malang, Jatim

III

Suhardini Nurhayati, M.Pd

SD Insan Amanah Malang, Jatim

Kepala Sekolah Menengah Pertama JUARA

NAMA


I

Nugroho, S.Pd, M.Pd

SMPN 8 Surakarta, Jateng

II

H. Muzapir, S.Pd, M.Pd

SMPN 1 Kediri Lombok Barat, NTB

III

Wawan Sugihartono, S.Pd

SMPN 2 Tenjo Bogor, Jabar

JUARA

NAMA


I

Drs. Rakhmat Supriyono, M.Pd

SMKN 3 Kasihan Kab. Bantul, DIY

II

Drs. Agus Triyanto, M.Si

SMKN 2 Purwodadi, Jateng

III

Drs. Falati, M.Si

SMKN 1 Rangkasbitung, Banten

Pemenang Lomba Best Practice Bagi Pengawas Sekolah Tingkat Nasional Tahun 2016 Pengawas Sekolah Dasar JUARA

NAMA


I

Drs. Thamrin Paelori, M.Pd

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Makassar, Sulsel

II

Dadan Solihul Anwar, S.Pd, M.Pd

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kab. Kolaka, Sultra

III

Mat Royadi, M.Pd.I

Kementerian Agama Kab. Demak, Jawa Tengah

Pengawas Sekolah Menengah Pertama JUARA

NAMA


I

Dr. Siti Aminah, MA

Kementerian Agama Kab. Sleman

II

Afriani Arief, SPd, MPd

Dinas Pendidikan Kota Gorontalo

III

Dra. Sujiati, MM

Dinas Pendidikan Kab. Gresik

Pengawas Sekolah Menengah Atas JUARA

NAMA


I

Drs. Sudarmadi, M.Pd.Si

Dinas Pendidikan Kab. Kulonprogo

II

Dra. Sri Rahayu, M.Pd

Dinas Pendidikan Menengah dan Non Formal Kab. Bantul, DI Yogyakarta

III

Slamed, S.Pd, M.Pd

Dinas Dikbud Kab. Sintang, Kalbar

Pengawas Sekolah Menengah Kejuruan

Kepala Sekolah Menengah Atas JUARA

NAMA


I

Udin Ramazakir, S.Pd., M.Si

SMA Muhammadiyah, Jayapura

II

Imran, S.Pd

SMA Negeri 2 Kota Bima, NTB

III

Drs. Windu Sarwono, M.Pd

SMAN 1 Parungpanjang, Kab. Bogor

JUARA

NAMA


I

Drs. Gembong Sumadiyono, M.Pd

Dinas Pendidikan Kab. Tanggamus, Lampung

II

Rubiman, S.Pd, M.Pd

Dinas Dikpora Kab. Lombok Timur, NTB

III

Dr. Sutikno, MM

Dinas Pendidikan Kab. Trenggalek

37

best practice

bimbingan intensif penyusunan ptk dengan inovasi koldupis Supervisi Membuat Laporan PTK Guru PAI SMP Provinsi DIY Oleh Dr. Siti Aminah, M.A. • Pengawas Sekolah pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta • Juara 1 Lomba Penulisan Best Preactice Pengawas SMP Tingkat Nasional 2016

M

Foto: Dok. Siti Aminah

enyusun laporan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan persoalan cukup serius yang dihadapi guru-guru kita, tak terkecuali para guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada SMP di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berjumlah 628 orang, baik yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun non PNS. Mereka pada umumnya mengalami kesulitan baik dalam menentukan tema/judul PTK, merumuskan latar belakang masalah yang relevan, merumuskan tujuan dan manfaat PTK, menentukan dan memilih konsep-konsep esensial keilmuan yang relevan dengan permasalahan dalam PTK, menyusun instrumen untuk menggali data, mengolah serta mendeskripsikan dan menganalisis data, hingga menyusun hasil dan merumuskan kesimpulan. Kondisi tersebut mendorong penulis yang berprofesi sebagai pengawas sekolah untuk ikut membantu memecahkan masalah yang dihadapi mereka. Berdasarkan pengalaman penulis dalam melakukan bimbingan intensif dalam penyusunan PTK, ada satu inovasi yang cukup efektif dalam membantu para guru mata pelajaran PAI pada SMP di Provinsi DIY dalam membuat laporan PTK, yakni inovasi yang penulis sebut sebagai Koldupis, yang merupakan singkatan dari Kolom Pemandu Berpikir Sistematis. Pengalaman penulis dalam melakukan pendampingan bimbingan intensif penyusunan PTK itulah yang kemudian dituangkan dalam karya best practice.

INOVASI KOLDUPIS

Bimbingan dan pendampingan intensif terhadap para guru mata pelajaran PAI di Provinsi DIY dalam menyusun PTK penulis lakukan secara berkelanjutan dengan tahapan-tahapan yang dikemas secara sistematis komprehensif sebagai strategi yang integrative comprehensif. Untuk memperoleh hasil optimal, dilaksanakan workshop. Materi yang akan dibahas dalam workshop adalah teknik penyusunan laporan PTK bagi guru mata pelajaran PAI SMP melalui wadah kegiatan Musyawarah Guru Mata pelajaran (MGMP) PAI. Tujuan dari workshop ini adalah agar guru mata pelajaran PAI SMP di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki kemampuan dalam menyusun laporan implementasi PTK. Dalam workshop itulah penulis memberikan bimbingan dan pendampingan intensif dalam menyusun laporan implementasi

38

PTK melalui inovasi Koldupis (Kolom Pemandu Berpikir Sistematis). Koldupis ini merupakan ide atau gagasan penulis berupa kolom-kolom yang dirancang untuk memudahkan bagi guru dalam menyusun PTK, terutama pada bagian Bab I, II dan III. Koldupis dirancang untuk mempermudah dalam merumuskan poin-poin penting yang harus tercantum dalam PTK, mulai dari judul PTK, latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan poin-poin penting yang akan ditulis atau dibahas pada kajian pustaka. Inovasi Koldupis ini sangat terbantu dengan memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, yakni fitur WhatsApp (WA) pada telepon seluler. Penulis menggunakan group WA sebagai media sharing, konsultasi dan bimbingan antar guru, dan antara guru dengan pengawas. Adapun tahapan workshop yang penulis lakukan sebanyak tiga kali. Workshop I dilaksanakan pada tanggal 8 Des 2015 di Kantor Kanwil Kemenag Provinsi DIY. Poin yang dibahas pada Wokrshop I adalah praktik menulis draft proposal PTK dengan inovasi Koldupis. Pada workshop pertama ini penulis selaku pengawas sekolah menjelaskan teknik penyusunan proposal PTK dengan menggunakan Koldupis. Penulis membimbing dan mengarahkan cara pengisian Koldupis yang baik dan benar


sesuai dengan alur berpikir yang benar dan sistematis. Penulis juga memberikan contoh kepada peserta workshop cara mengisi Koldupis tersebut. Peserta workshop diberikan contoh judul-judul PTK beserta latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, poin-poin penting yang akan dibahas pada kajian pustaka, yang semuanya itu tertuang dalam Teacher Work Sheet yang penulis namakan dengan Koldupis. Keberadaan Koldupis adalah untuk mempermudah pemahaman dan alur berpikir dalam menyusun proposal PTK. Guru mata pelajaran PAI mengisi Koldupis secara berkelompok maupun secara individu pada Teacher Work Sheet atas bimbingan dan arahan dari penulis. Saat presentasi hasil kerja individu, guru mata pelajaran PAI yang lain memberikan penilaian dan komentar untuk perbaikan. Selanjutnya, penulis bersama guru mata pelajaran PAI menyimpulkan tentang teknik pengisian Koldupis untuk memudahkan guru dalam penyusunan proposal PTK masingmasing. Selain itu, penulis memfasilitasi group WA untuk memudahkan dalam berkonsultasi dan bimbingan serta sharing antar guru dan antara guru dengan penulis. Workshop 2 dilaksanakan pada tanggal 13 Januari 2016, juga bertempat di Kantor Kanwil Kemenag DIY. Kegiatan yang dilakukan adalah presentasi proposal. Pada pegiatan ini penulis mencermati, membimbing, dan memberikan arahan penyempurnaan dan perbaikan pada masing-masing proposal. Setelah selesai presentasi dan bimbingan tentang proposal, dilanjutkan dengan bimbingan dan arahan tehnik menyiapkan instrumen untuk menggali data pada PTK masing-masing, dengan memberikan contoh cara membuat instrument tersebut.

diseminarkan pada acara diseminasi hasil implementasi PTK yang diselenggarakan pada tanggal 20 Oktober 2016. Karena keterbatasan waktu pada kesempatan seminar itu berhasil dipaparkan sejumlah 3 laporan PTK yang berjudul: 1. Meningkatkan Keaktifan Siswa Mempelajari Materi Beriman Kepada Malaikat Allah dengan Metode Cooperative Script pada Siswa Kelas VIIA SMP Negeri 3 Saptosasi Tahun Pelajaran 2015/2016. 2. Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Al Qur’an dengan Metode Tutor Sebaya Mata Pelajaran PAI Sistem Kelas VIIG SMP Negeri 16 Yogyakarta Tahun 2015/2016. 3. Penggunaan Media Peta Konsep sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Materi Tajwid pada Mata Pelajaran PAI Kelas VIIE di SMP N 1 Ngawen Gunungkidul Tahun pelajaran 2015/2016. Beberapa catatan hasil presentasi implementasi PTK adalah sebagai berikut: 1. Laporan hasil implementasi PTK belum konsisten dalam menyebutkan variabel yang diteliti dalam PTK tersebut, sehingga perlu dilakukan revisi dan penyempurnaan. 2. Judul hanya mengungkap dua variabel tentang motivasi belajar dan prestasi belajar, akan tetapi pada kesimpulan laporan hasil implementasi PTK menjelaskan tiga macam variabel (ditambah dengan keaktifan siswa), sehingga perlu dilakukan revisi dan penyempurnaan. 3. Instrumen dalam PTK kurang jelas dan tidak sesuai dengan judul, sehingga perlu dilakukan revisi dan penyempurnaan.

Berikutnya, para guru mata pelajaran PAI kembali ke sekolah guna memfinalkan proposal PTK untuk diimplementasikandi sekolah masing-masing, dan diseminarkan pada hari Kamis tanggal 20 oktober 2016, di Kantor Kanwil kemenag DIY. Penulis menyediakan lembar pemantauan kemampuan dan hasil kerja dari peserta workshop yang sudah dituliskan pada Koldupis maupun proposal PTK, dan laporan hasil implementasi PTK.

HASIL DAN REKOMENDASI

Hasil pelaksanaan workshop dan bimbingan intensif penyusunan laporan hasil implementasi PTK terbukti efektif, yakni dengan berhasilnya para guru mata pelajaran PAI SMP di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menyusun laporan hasil implementasi PTK. Laporan hasil implementasi PTK tersebut

39

best practice

4. Pada kajian pustaka belum jelas kutipannya, perlu dilakukan revisi dan penyempurnaan. 5. Temuan lain setelah dilakukan diseminasi laporan hasil implementasi PTK adalah belum konsisten antara judul dengan bahasan, sehingga perlu direvisi dan penyempurnaan. Namun demikian, apapun hasilnya penulis selaku pengawas sekolah merasa sangat puas, karena semangat para peserta untuk menulis PTK sudah mulai muncul dan bersemangat. Dengan tumbuhnya semangat menulis PTK ini, maka besar harapan penulis akan banyak guru yang berinovasi dalam proses pembelajaran mata pelajaran PAI, sehingga menjadi

Strategi pembimbingan dan pendampingan intensif berkelanjutan ini dikombinasikan dengan workshop pertama dan kedua dengan menggunakan Koldupis terbukti efektif dalam membantu guru menyusun proposal PTK yang selanjutnya dilaksanakan secara mandiri. Strategi ini juga didukung dengan pemanfaatan tekologi ICT dalam bentuk WA group untuk berbagi, sharing, dan berkonsultasi baik antar guru mata pelajaran PAI maupun antara guru dengan penulis selaku pengawas sekolah. Strategi mix semacam ini menciptakan hubungan secara interaktif, produktif tidak saja hanya antar guru, akan tetapi antara guru dengan pengawas sekolah. Atas dasar pengalaman yang penulis lakukan dalam memberikan bimbingan dan pendampingan intensif dalam menyusun laporan PTK dengan menggunakan inovasi Koldupis, penulis memberikan rekomendasi sebagai berikut: 1. Perlu difasilitasi secara kedinasan untuk kegiatan serupa ini dengan menambah volume workshop 4 kali agar peserta lebih paham tentang konsep PTK. 2. Seksi Pendidikan Agama Islam (PAIS) pada masingmasing Kementerian Agama Kabupaten/Kota hendaknya memasukkan kegiatan serupa ini menjadi program kegiatan yang dianggarkan dengan DIPA, sehingga pelaksanaan kegiatan akan menjadi lebih fokus dan maksimal penanganan dan pengelolaannya, dibandingkan dengan MGMP yang melaksanakan programnya. ◘

DAFTAR KEPUSTAKAAN

pelajaran yang lebih inovatif, kreatif, atraktif, inspiring, bersifat student center oriented, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Penulis berpendapat bahwa pemahaman dan penguasaan guru terhadap PTK tidak hanya bermanfaat untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran secara praktis, akan tetapi juga untuk membuka peluang dan kesempatan kepada guru untuk berinovasi dan berkreasi secara ilmiah. Upaya pengawas sekolah dalam membantu guru untuk memahami dan menguasai konsep tentang PTK memberikan kontribusi yang bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan profesional guru secara sistematik komprehensif. Pembimbingan disertai dengan pendampingan intensif berkelanjutan yang telah penulis praktekkan terhadap guru mata pelajaran PAI pada SMP di Provinsi DIY membawa hasil yang menggembirakan. Hal itu dibuktikan dengan berhasilnya sejumlah Guru mata pelajaran PAI di DIY dalam menyusun proposal dan melaksanakan PTK.

40

Kunandar. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008. Mulyasa.Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009. Ridwan Abdullah Sani dan Sudirman.Meningkatkan Profesionalisme Guru melalui Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: Ciptapustaka Media Perintis, 2015. Sahertian, Piet.A. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008. Suhardjono.Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah, Cakrawala Indonesia LP3 UNM. 2010. Sanjaya,Wina. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta: Prenada Media Group. 2010

Tulisan ini merupakan versi ringkas dari karya tulis berjudul Pembimbingan dan Pendampingan Intensif Berkelanjutan Sebagai Strategi Pemecahan Permasalahan PTK bagi Guru Pendidikan Agama Islam Pada SMP di Daerah Istimewa Yogyakarta


model KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH BERBASIS WIRAUSAHA di SMA Muhammadiyah Kota Jayapura Oleh : Udin Ramazakir, S.Pd, M.Si Kepala SMA Muhammadiyah Kota Jayapura Juara 1 Lomba Penulisan Best Practice Kepala SMA Tingkat Nasional 2016

P

engembangan manajemen sekolah berbasis wirausaha telah menjadi tren baru di dunia pendidikan. Banyak sekolah telah mencoba mengembangkan model kepemim pinan ini termasuk di sekolah kami, SMA Muhammadiyah Jaya pura yang biasa disingkat menjadi “SMAMJA”, yang beralamat di Jalan Abepantai No 25 Abepura, Kota Jayapura. Kami ingin membuktikan bahwa semangat dan jiwa wirausaha tidak hanya dimiliki oleh pengusaha semata, tetapi juga semua orang, termasuk kami yang berkecimpung di dunia pendidikan. Paling tidak, jiwa kewirausahaan bisa dimiliki oleh orang yang mempunyai pemikiran kreatif dan inovatif.

SMA Muhammadiyah Kota Jayapura menggulirkan

Kami juga ingin menciptakan lulusan yang kreatif, terampil dan bertindak inovatif serta menjadikan siswa berkarakter usaha sebagai bekal kehidupan mandiri di masa yang akan datang untuk menjalani kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat. Hal ini sejalan dengan visi sekolah yaitu “Intelektual religius, berjiwa seni dan wirausaha serta berwawasan lingkungan”.

antara lain: a) memasukkan kewirausahaan ke dalam kurikulum sekolah sebagai pelajaran muatan lokal; b) menugaskan guru untuk mempelajari jenis wirausaha yang akan diajarkan dalam hal ini budidaya jamur tiram, peternakan lele, pembuatan makanan ringan (pempek, aneka keripik, jamur krispi); dan mendatangkan guru tamu dari masyarakat lokal untuk mengajarkan secara langsung tentang hal yang diperlukan (pembuatan noken); c) pelaksanaan program; d) menyosialisasikan dan menjual hasil produk kepada masyarakat luas; e) hasil yang dicapai.

Namun demikian, keinginan tersebut di atas tidaklah mudah untuk dilaksanakan mengingat kualitas sumber daya manusia Indonesia masih kurang menggembirakan. Dan dalam hal ini diperlukan transformasi inovasi dalam dunia pendidikan. Salah satunya adalah sekolah berbasis kewirausahaan. Salah satu indikator sebuah sekolah bisa dikatakan unggul apabila sekolah tersebut dapat menghasilkan peserta didik untuk bisa mandiri dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Maksud dari hal tersebut di atas adalah hasil lulusan sekolah tidak menambah jumlah pengangguran dan akan terserap dalam dunia pekerjaan. Salah satu faktor guna menghindari meningkatnya jumlah pengangguran adalah menciptakan model sekolah berbasis kewirausahaan, sehingga peserta didik dibekali dengan ilmu berwirausaha. Mengingat pentingnya membekali peserta didik dengan kewirausahaan guna mengurangi jumlah pengangguran di lingkungan masyarakat, maka saya dalam hal ini akan lebih fokus menulis pengalaman terbaik saya dalam melaksanakan model kepemimpinan kepala sekolah berbasis wirausaha melibatkan masyarakat pada SMA Muhammadiyah Kota Jayapura. Dalam mengatasi permasalahan tersebut di atas, ada beberapa cara atau strategi yang dapat dilaksanakan, yaitu

model kepemimpinan sekolah berbasis kewirausahaan. Kewirausahaan menjadi mapel muatan lokal. Sekolah mengelola usaha budidaya jamur tiram, lele, makanan ringan, hingga pembuatan pupuk kompos. Melahirkan siswa berkarakter wirausaha, mandiri, dan percaya diri.

BUDIDAYA JAMUR TIRAM

Bersama dewan guru, kepala sekolah mengadakan kesepakatan dalam mengimplementasikan model tersebut. Guna memberikan model atau contoh kepada peserta didik tentunya tenaga pengajarnya haruslah mempunyai keterampilan terlebih dahulu. Langkah ini dilakukan secara bertahap, dimulai dari mempelajari budidaya jamur tiram yang diikuti oleh Dra. Hj. Wati yang merupakan guru Biologi. Sekolah senantiasa mengedepankan prinsip efisiensi dan efektivitas, maka pelatihan budidaya jamur tiram tersebut dilakukan pada saat libur sekolah. Beberapa tempat tersebut di antaranya adalah Jalan Kaliurang KM 19 Yogyakarta, kepada Mujiono. Pelatihan tersebut dimulai dari pembuatan media tanam (bedlok) jamur, tempat yang sesuai dengan tanaman jamur. Pada awal pelaksanaan, sekolah masih mendatangkan bibit dari pulau Jawa. Namun seiring perkembangan waktu, maka sekolah terus berupaya untuk mempelajari pembuatan bibit jamur yang dilakukan juga dengan cara berkunjung ke beberapa tempat budidaya jamur tiram, dan pada akhirnya sekolah sudah

41

best practice

Foto-foto: Dok. SMA Muhammadiyah Jayapura

dapat membuat bibit sendiri, dan melengkapi laboratorium khusus kultur jaringan. Budidaya jamur tiram ini berkembang dengan sangat baik dan mendapat tanggapan positif dari orang tua siswa, dinas pendidikan, dinas pemberdayaan perempuan, komite sekolah, dunia usaha dan juga kalangan masyarakat.

sangat banyak dihasilkan di rumah bahkan lebih banyak lagi dari pasar sayur yang oleh masyarakat juga diserahkan secara cuma cuma. Selain dari itu sampah juga diperoleh dari peserta didik yang dibawa langsung dari rumah dan lingkungan sekitar mereka.

Hal ini ditandai dengan banyaknya kelompok kelompok masyarakat yang mempelajari budidaya jamur tiram di sekolah untuk kemudian dikembangkan secara mandiri. Hasil jamur tiram dari sekolah tersebut dipasarkan ke dalam lingkungan sekolah dan juga di luar atau masyarakat umum. Bahkan pemasaran menembus “Toko Agro Segar”. Dalam perkembangannya budidaya jamur tiram diarahkan kepada pengolahan pasca panen. Jamur tersebut dijadikan krispi jamur, nuget jamur, sate jamur dan mie ayam jamur.

Dari sampah tersebut kemudian diolah dan dijadikan pupuk kompos, yang mana pupuk kompos hasil olahan sekolah telah dijual luas ke masyarakat. Selain itu pupuk cair juga memanfaatkan limbah urin manusia yang kemudian diolah dan menjadi pupuk cair. Pengetahuan tentang pembuatan pupuk cair dengan memanfaatkan limbah urin manusia telah banyak dipublikasikan di media sosial, media cetak maupun elektronik. Meskipun demikian praktek pengolahan limbah tersebut masih sangat jarang dilakukan.

DAUR ULANG SAMPAH HINGGA BUDIDAYA LELE

Salah satu potensi besar yang ada dalam masyarakat saat ini adalah sampah. Sampah bisa menjadi masalah bagi lingkungan, namun di sisi lain juga merupakan potensi ekonomi yang tinggi. Daur ulang menjadi jawaban terpenting dalam pengolahan sampah. Salah satu prinsip yang kami kembangkan berkaitan dengan daur ulang sampah adalah “jangan jadikan hasil daur ulang menjadi sampah baru”. Maksud dari prinsip kami adalah hasil dari daur ulang itu harus betul betul dapat bermanfaat secara baik di masyarakat. Sebagai contoh dari hasil daur ulang yang sudah kami tinggalkan adalah pembuatan kantong, tas, sendal, topi, hiasan dinding, yang terbuat dari beberapa sampah plastik bekas botol atau gelas minuman. Dari hasil pengamatan berbagai hasil daur ulang tersebut tidak termanfaatkan oleh masyarakat, melainkan hanya disimpan di gudang dan pada akhirnya menjadi sampah baru. Beberapa daur ulang produktif berbasis kegiatan wirausaha yang melibatkan masyarakat yang dikembangkan di sekolah adalah, pertama, pembuatan pupuk kompos padat dan cair. Pembuatan pupuk kompos ini dengan memanfaatkan sampah sisa gergaji kayu somel, dimana sampah sisa somel tersebut diserahkan secara cuma cuma oleh masyarakat pemilik usaha somel. Terlebih sisa sampah organik (sayur, makanan)

42

Kedua, pembuatan bensin dari limbah plastik. Hal ini sebenarnya bukan merupakan penemuan baru, melainkan telah ramai dipublikasikan oleh pakar dan ilmuwan pada berbagai media. Namun dalam prakteknya masih sangat jarang yang melakukan pengolahan limbah plastik, yang merupakan limbah terbanyak dan sulit untuk hancur. Pembuatan bensin dari limbah plastik di sekolah dengan keterlibatan dan bimbingan langsung dari Fakultas MIPA jurusan Kimia Universitas Cenderawasih. Bimbingan sekaligus praktik ini menjadi sangat penting karena telah mampu membuat bansin dengan memanfaatkan bahan dasar sampah plastik gelas mineral. Ketiga, mempelajari budidaya ternak lele. Dalam mengembangkan potensi dan minat siswa terhadap seni dan pertunjukan maka sekolah memfasilitasi dengan pembuatan panggung permanen. Panggung tersebut terbuat dari beton semen. Karena letak panggung yang tinggi, dinaikkan 90 cm dari permukaan maka pada celah pangung tersebut terdapat ruang yang lebar, selebar ukuran panggung 9x4 m. Dengan ukuran tersebut dan didesain secara baik, aman,dan indah dapat menampung air yang cukup banyak dan dapat dijadikan budidaya ikan. Di sekolah terdapat masjid yang selalu digunakan untuk aktifitas ibadah sholat sunah Dhuha, sholat dhuhur, Jum’atan dan praktik ibadah lainnya. Air pembuangan saat thaharah/berwudhu yang berasal dari masjid dialirkan ke arah kolam lele tersebut, sehingga air tersebut tidak terbuang sia sia.


Keenam, menyosialisasikan dan memasarkan hasil produk kepada masyarakat luas. Seluruh hasil produk sekolah disosialisasikan kepada masyarakat luas dengan berbagai potensi yang ada dan menggunakan media. Siswa merupakan potensi sangat baik untuk mensosialisasikan kepada masyarakat melalui orang tua dan keluarganya. Seluruh hasil produk sekolah mampu dipasarkan dengan baik kepada masyarakat.

Dari hasil analisis maka ikan yang mampu bertahan dan akan hidup secara baik adalah ikan lele. Ide untuk membuat kolam pada bagian bawah panggung berasal dari beberapa guru, sehingga kepala sekolah merespon dengan baik. Maka ditugaskanlah Dra. Hj. Wati, Ratnawati, S.Pd dan Mulyono untuk mempelajari budidaya ikan lele di Distrik Muara Tami. Pemilihan Distrik Muara Tami sebagai tempat untuk belajar disebabkan di distrik tersebut telah berkembang berbagai usaha perikanan darat, dan menjadi daerah mina wisata di Kota Jayapura. Fokus pada pembelajaran kali ini adalah untuk pembibitan dan pemeliharaan, serta menimba pengalaman atas berbagai permasalahan yang berkaitan dengan budidaya ikan lele tersebut. Setelah selesai pembelajaran dan menimba pengalaman maka dimulailah pembudidayaan ikan lele dibawah podium sekolah. Ikan lele berkembang dengan baik, dan mudah untuk dipasarkan di kalangan orang tua siswa dan masyarakat. Pejabat yang berkunjung mulai dari Anggota DPRD, Walikota dan wakil walikota, Kepala Dinas Pendidikan menanggapi sangat positif terhadapa kegiatan kewirausahaan di sekolah. Keempat, belajar dan mendatangkan guru untuk mengajari pembuatan aneka makanan ringan. Makanan ringan yang dibuat adalah empek empek Palembang, kue bawang, batagor. Untuk menghasilkan produk yang baik maka sekolah mendatangkan orang profesional yang menekuni bidang pembuatan kue. Pembelajaran dan praktek dilakukan di sekolah, yang pada akhirnya guru memperoleh berbagai pengalaman dalam hal pembuatan makanan ringan. Kripik bawang telah mendapat sertifikat layak sehat dari Kemenkes. Kelima, mendatangkan guru tamu untuk mengajarkan secara langsung tentang hal yang diperlukan dalam hal ini pembuatannoken. Noken merupakan tas rajut khas Papua yang telah diakui oleh PBB sebagai tas warisan budaya Papua. Untuk megembangkan noken maka diperlukan keterampilan khusus. Setelah pihak sekolah mencari orang yang mampu melatih pembuatan noken, ternyata salah satu siswa mampu membuat noken. Maka bermodal kemampuan siswa tersebut melatih guru dan kemudian secara bertahap melakukan pembuatan noken bagi siswa. Agar pembuatan noken ini dapat berjalan dengan baik, maka terintegrasi dalam pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan.

Seluruh program kewirausahaan yang dikembangkan oleh siswa semata mata bertujuan untuk mengajarkan dan memberikan pengalaman kepada siswa bagaimana memanfaatkan waktu yang ada untuk melakukan berbagai usaha produktif. Selain itu untuk memanfaatkan ruang yang ada dengan semaksimal mungkin. Terlebih dapat membaca peluang peluang wirausaha yang dapat dikembangkan, sehingga siswa dapat menciptakan peluang dengan potensi yang ada. Analisis usaha pun disampaikan kepada siswa sehingga siswa dapat memperkirakan keuntungan yang akan diperoleh dari usaha yang dilakukan. Sehingga output yang diharapkan adalah siswa memiliki karakter wirausaha, mandiri, percaya diri sehingga dapat menjadi insan yang produktif di masa yang akan datang. Selain langkah-langkah yang tersebut di atas secara internal kami juga melakukan berbagai pendekatan pada beberapa hal yaitu: 1) membentuk team work yang solid yang terdiri dari kepala sekolah, guru, peserta didik, karyawan sekolah, dan masyarakat umum; 2) membangun semangat dan komitmen bersama; 3) menjalin suasana harmonis antara pihak sekolah dan masyarakat luas. Team work yang dimaksud dalam hal ini adalah terdiri dari kepala sekolah, guru, peserta didik, karyawan sekolah, dan masyarakat umum. Dalam membentuk team work yang solid bukanlah perkara yang mudah. Adanya ide-ide cemerlang yang terlahir dari kepala sekolah belum tentu akan terakomodir jika semua pihak yang terlibat dalam hal ini termasuk kompetensi guru yang masih kurang mendukung. Kepala sekolah harus bekerja keras untuk menumbuhkan semangat para guru agar supaya guru lebih solid lagi dalam menjalankan komitmen bersama. Bahkan sekolah harus membangun hubungan yang harmonis dengan masyarakat yang ada di dalam dan di luar sekolah. Menjalankan manajemen sekolah berbasis wirausaha tidak akan lepas dari dunia luar sekolah atau dalam hal ini masyarakat. Produk-produk yang dihasilkan akan dipasarkan secara luas kepada masyarakat sehingga hubungan harmonis antara pihak sekolah dan masyarakat luas harus tetap terjalin baik. Hasil atau dampak yang dicapai dari strategi yang dipilih 1) berkembangnya berbagai jenis usaha di sekolah; 2) meningkatnya dukungan masyarakat; 3) rasa memiliki yang tinggi dari warga sekolah; 4) menambah pendapatan bagi sekolah; 5) meningkatnya wawasan dan karakter wirausaha di kalangan guru dan peserta didik; 6) meningkatnya kesadaran peserta terhadap cinta lingkungan; 7) kemandirian peserta didik mengurangi jumlah pengangguran di masyarakat; 8) meningkatnya keterampilan dan kreativitas guru dan peserta didik dalam berwirausaha. ◘

43

best practice

Desain Interior

PERPUSTAKAAN GAYA REMAJA Oleh: Armia Hikmaturrachmi S, A.Md. SMA Negeri 5 Malang

S

MA Negeri 5 Malang yang terletak di Jalan Tanimbar 24 Malang memiliki gedung perpustakaan yang aksesnya cukup berjauhan dengan ruang kelas. Posisinya berada di lantai dua di atas kantor kepala sekolah dan ruang tata usaha. Siswa harus berjalan cukup jauh terlebih dahulu kemudian menaiki tangga untuk mendatangi perpustakaan. Inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat warga sekolah, khususnya siswa enggan berkunjung ke perpustakaan. Perpustakaan SMAN 5 Malang juga tidak memiliki unsur desain menarik, baik interior maupun eksteriornya. Desain interior yang kurang menarik membuat suasana perpustakaan menjadi tidak nyaman dan terasa menjenuhkan. Desain interior ini juga yang menjadi salah satu faktor yang membuat tingkat kunjungan siswa ke perpustakaan rendah. Oleh karena itu di sini dibuat sebuah solusi yang inovatif bagaimana agar perpustakaan SMAN 5 Malang lebih diminati untuk dikunjunggi oleh pengguna. Pengguna di sini nantinya kita sebut sebagai warga sekolah khususnya siswa, yang kemudian akan dibuat sebuah solusi tentang perubahan untuk tata letak perpustakaan dan merancang desain ruangan yang menarik guna menarik minat pengguna untuk

berkunjung ke Perpustakaan. Desain ruangan yang menarik adalah dengan melihat karakteristik penggunanya. Pengguna perpustakaan SMAN 5 Malang didominasi remaja. Oleh karena itu desain bergaya remaja menjadi konsep rancangan desain perpustakaan SMA Negeri 5 Malang.. Ada sejumlah masalah yang dirumuskan dalam tulisan ini meliputi: a) tingkat kunjungan siswa ke perpustakaan siswa sangat rendah. Tidak ada kenaikan pengunjung perpustakaan yang signifikan setiap tahunnya; b) berdasarkan wawancara singkat dengan guru dan siswa, faktor penyebab sepinya pengunjung perpustakaan adalah tata letak ruang dan desain perpustakaan yang kurang menarik. Perlu terobosan untuk merancang tata letak dan desain ruangan yang menarik untuk meningkatkan kunjungan siswa. Konsep desain interior yang diangkat untuk mengatasi kurangnya pengunjung perpustakaan adalah gaya remaja, mengingat perpustakaan SMAN 5 Malang penggunanya didominasi remaja.

PENERAPAN BEST PRACTICES

Dalam merancang desain interior ruangan perlu melibatkan

44


◘ Hasil perubahan desain interior perpustakaan SMAN 5 Malang (kiri) dan suasana perpustakaan sebelum perubahan desain interior (kanan). grafik pengunjung yang menjadi bukti peningkatan jumlah pengunjung perpustakaan. Nampak pada Tabel 1 dan Gambar 6, setelah dilakukan perubahan lokasi dan desain perpustakaan pada tahun 2013, terjadi perubahan pengunjung yang signifikan mulai tahun 2014 dan 2015 KESIMPULAN DAN SARAN

ahli desain interior agar hasilnya memuaskan dan tidak mengecewakan pengguna. Konsep desain yang digunakan adalah bergaya remaja. Warna dominan kuning dan merah, dipadukan putih. Pemilihan warna kuning dan merah adalah warna cerah yang disukai remaja. Pemilihan warna tersebut sudah berdasarkan pertimbangan secara teori psikologis, karena setiap warna mengandung sebuah arti. Warna kuning memiliki arti kegembiraan dan ketegasan. Kemudian warna merah menurut psikologi memiliki arti sebuah kegairahan, artinya di sini adalah semangat remaja. Maka di sini disimpulkan bahwa warna tersebut mengartikan remaja yang gembira dan tegas penuh dengan semangat dan tidak lupa warna putih yang mengartikan kebersihan dan kesucian. Konsep desain juga setelah melakukan konsultasi dengan kepala perpustakaan, bagian sarana prasarana dan kepala sekolah. Perpindahan tata letak dan rancangan desain sudah direalisasikan. Ada beberapa perubahan yang terjadi dalam desain ruangan perpustakaan. Ada penambahan warna pada desain ruangan yaitu warna bendera Negara Jerman pada desain tersebut. Hal ini terjadi karena adanya faktor pendukung lain yaitu dari kerja sama sekolah selama ini dengan sekolah mitra Goethe Institut Jerman. Melalui makalah yang diajukan maka Perpustakaan SMA Negeri 5 Malang mendapatkan bantuan berupa dana sebesar Rp. 25.000.000 untuk pengembangan perpustakaan dan pembuatan desain interior ruangan.

Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. Perubahan letak perpustakaan ke tempat yang lebih strategis dan berada di lantai satu serta dekat dengan kelas dan lain-lain memberikan kemudahan akses bagi penggunanya sangat berdampak pada meningkatnya pengunjung perpustakaan. Pengguna perpustakaan merasa lebih nyaman dan senang, karena mereka tidak perlu lelah harus naik turun tangga jika ingin meminjam buku. Desain interior perpustakaan yang sesuai dengan selera remaja dan menarik membuat siswa betah berada di perpustakaan. Jumlah pengunjung yang semakin meningkat membawa dampak kepada prestasi siswa. Dengan berkunjung ke Perpustakaan siswa akan banyak menghabiskan waktunya di Perpustakaan, mereka akan melakukan hal-hal yang positif pastinya seperti membaca dan meminjam buku, mengerjakan tugas, belajar mandiri atau bersama di dalam perpustakaan. Tentunya kunjungan ke perpustakaan menjadikan para pengguna perpustakaan meningkat minat bacanya. Harapannya, dengan perpustakaan “yang baru”, warga sekolah bisa memanfaatkan perubahan ini dengan baik. Mereka juga mau menjaga lingkungan dan kebersihan di sekitar perpustakaan agar keindahan perpustakaan tetap terjaga. Dukungan penuh dari kepala sekolah, guru, siswa dan semua warga sekolah sangat diperlukan untuk pengembangan selanjutnya agar program kerja ke depannya lebih baik lagi. ◘ Foto-foto: Dok. Armia Hikmaturrachmi

Perubahan besar yang sudah dilakukan perpustakaan ini tentunya sangat berdampak kepada kunjungan siswa. Siswa yang berkunjung setiap harinya dirasa semakin meningkat jumlahnya. Berdasarkan wawancara singkat disimpulkan bahwa siswa merasa senang berkunjung ke perpustakaan, karena lokasinya yang strategis berada di Lantai satu sebelah barat sekolah dengan desain interior ruangan yang menarik membuat siswa senang berkunjung ke Perpustakaan. Berikut penulis menyajikan sebuah data berupa tabel dan

45

best practice

Penanganan Limbah

DAN SAMPAH LABORATORIUM Oleh: Roswita, ST, SPd. SMK-SMAK Kota Padang

S

ekolah Menengah Kejuruan-Sekolah Menengah Analis Kimia (SMK-SMAK) Kota Padang adalah unit pelaksana teknis di bidang pendidikan kejuruan formal program empat tahun dengan kompetensi keahlian analis kimia. Sekolah ini berlokasi di Jalan Alai Pauh V No 13 Kota Padang, Sumatera Barat. Untuk menjamin kualitas layanan pendidikan sekolah ini melaksanakan sistem pendidikan peduli dan berwawasan lingkungan yang terintegrasi dengan sistem manajemen mutu ISO 9001-2015 dan sistem manajemen lingkungan ISO 140012015. Sekolah dengan kompetensi keahlian analisi kimia mengharuskan SMK-SMAK Padang memiliki sejumlah laboratorium, yaitu 12 laboratorium kimia, 2 laboratorium mikrobiologi, 2 laboratorium klinis, 2 laboratorium komputer, dan satu laboratorium bahasa. Hampir semua laboratorium mengeluarkan limbah dan sampah, baik limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) maupun limbah non-B3 (Sampah). Mengacu pada permasalahan limbah tersebut, diperlukan upaya mewujudkan sekolah yang berwawasan lingkungan. Hal ini desuai dengan visi dan misi SMK-SMAK Padang, yakni mengolah limbah mewujudkan zero waste. Sebagai salah seorang laboran SMK-SMAK Padang harus turut serta dalam menangani masalah limbah dan sampah

46

laboratorium. Bukan hanya untuk mengurangi, melainkan mengolahnya agar menjadi bahan bermanfaat. Tulisan praktik terbaik (best practice) ini berdasarkan pengalaman sebagai laboran di laboratorium Proksimat SMK-SMAK Padang. Permasalahan limbah yang teridentifikasi dipilah berdasarkan penggunanya. Masalah berkenaan dengan peserta didik, ada penambahan volume limbah laboratorium disebabkan pelaksanaan praktikum siswa secara individual (sebelumnya berkelompok). Selain itu juga karena kekurang hati-hatian peserta didik dalam melakukan praktikum, pelaksanaan praktikum, serta belum disadarinya kemungkinan limbah menjadi bahan berguna. Masalah berkenaan dengan guru praktikum, semakin banyak mata pelajaran yang berkomponen praktikum, sehingga meningkatkan kuantitas pemakaian bahan, yang berdampak pada peningkatan limbah. Di samping itu, penumpukan sampah kertas terjadi akibat guru mewajibkan peserta didik membuat laporan setiap kegiatan praktikum. Masalah berkenaan dengan lingkungan laboratorium, pepohonan yang ditanam di sekitar laboratorium dalam rangka penghijauan lingkungan sekolah menghasilkan banyak sampah dedaunan kering. Pengujian sampel makanan dan minuman dari kantin sekolah-sekolah se-kota Padang menambah limbah


bahan kimia. Begitu juga dengan aktivitas praktikan tamu (dari sekolah lain) dan penelitian-penelitian yang dilakukan turut menambah limbah laboratorium.

sampah kertas, 11% sampah plastik serta 7% sampah kaleng/ botol. Sementara sampah organik yang dihasilkan oleh SMKSMAK Padang sebanyak 2 karung per hari.

DARI IPAL HINGGA BANK SAMPAH

RAIH SEKOLAH ADIWIYATA MANDIRI

Setidaknya ada tiga metode penanggulangan limbah dan sampah untuk menciptakan laboratorium dengan prinsip “zero waste”, yang diangkat dalam tulisan ini, yakni Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), bank sampah, membuat kompos dan pupuk cair.

Dengan diterapkannya metode pengolahan limbah dan sampah, sudah banyak prestasi yang ditrorehkan sekolah. Di antaranya, Juara I Lomba 5K nasional yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian, Piala Presiden Joko Widodo untuk Sekolah Adiwiyata Mandiri Tahun 2015, mendapat Sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2015, mendapat Sertifikat Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001:2015, meraih Juara I Sekolah Model SMK se-Sumatera Barat, serta memperoleh Penghargaan dari Gubernur Sumbar Irwan Prayitno sebagai Laboran Berprestasi Tingkat Sumatera Barat Tahun 2016.

Ketiga metode yang dikemukakan di atas saat ini telah dilakukan secara terus menerus di sekolah, sehingga limbah dan sampah terkelola secara baik, serta tidak merusak lingkungan. Sekolah juga menerima sampah dari masyarakat sekitar untuk diolah melalui Bank Sampah Analis. Limbah yang diolah dalam IPAL adalah limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Limbah B3 berupa limbah kimia, limbah klinis dan limbah mikrobiologi. Pada alat IPAL ini limbah yang diolah hanya limbah berupa cairan atau limbah padat yang dapat dilarutkan menjadi cairan Sekolah juga memiliki Bank Sampah “Analis” (Aku Nabung Limbah dan Sampah). Sampah yang ditabung di Bank Sampah di antaranya kertas, plastik, kaleng/botol, kaca, besi, dan aluminium. dll. Nasabah Bank Sampah Analis adalah kepala sekolah, guru, karyawan, peserta didik, dan masyarakat sekitarnya. Sampah yang disetor ke Bank Sampah Analis ditimbang dan dicatat dalam buku tabungan. Tabungan ini bisa diambil setiap saat dengan syarat minimal sisa tabungan sebesar Rp 5.000. Sampah yang telah bersih dan terpilah bisa dijual ke Bank Sampah dan menghasilkan uang dalam bentuk tabungan atau bisa dibuat barang-barang daur ulang seperti tas, vas bunga, bros, dan sebagainya yang bisa dijual ataupun dipakai sendiri. Dengan dibentuknya bank sampah ini, sampah anorganik yang selama ini menjadi penyebab polusi udara jika dibakar, atau polusi air jika dibuang keperairan dapat dihindari.

Pengolahan limbah dan sampah di SMK-SMAK Padang telah menghasilkan suatu yang positif dan bernilai guna lebih. Namun masih ditemukan kendala-kendala selama mengelola limbah dan sampah, antara lain, pengolahan sampah organik menjadi pupuk yang membutuhkan waktu fermentasi bahan organik menyebabkan bertumpuknya sampah organik yang akan diolah. Selain itu, pengurus Bank Sampah juga merangkap sebagai laboran, guru maupun pegawai sehingga menyebabkan kurang fokus dalam mengelola Bank Sampah Analis. Keberadaan IPAL, Bank Sampah Analis, dan pengolahan sampah menjadi kompos menjadikan lingkungan sekolah khususnya laboratorium menjadi bersih, rapi dan asri. Kesehatan laboran, guru praktikum serta peserta didik SMK-SMAK Padang juga menjadi lebih baik seiring dengan terjaganya kebersihan laboratorium.Kesejahteraan nasabah bank sampah juga meningkat karena sampah yang awalnya dibuang bisa dijual dan menghasilkan uang. Biaya pemeliharaan tanaman juga dapat ditekan dengan ketersediaan pupuk produksi sendiri. ◘ Foto-foto: Dok. Roswita

Sekolah menyediakan mesin pencacah daun untuk membuat kompos. Mesin berfungsi untuk memotong kecil-kecil sampah organik, berupa ranting dan dedaun kering. Potonganpotongan tersebut dimasukkan ke dalam “komposter” dengan penambahan EM4 dan kotoran hewan. Setelah dieramkan selama dua minggu, pupuk siap dipanen. Pupuk berupa padat disebut kompos sedangkan yang berupa cairan disebut pupuk cair. Puluhan kilo sampah dari laboratorium maupun kelas di SMK-SMAK Padang dibawa ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS). Sampah ini terdiri dari dua jenis, yaitu sampah orgnik dan sampah anorganik. Sampah organik diolah jadi kompos, sedangkan sampah anorganik adalah adalah sampah yang tidak dapat hancur atau terurai seperti plastik, kaca dan logam. Bank Sampah Analis menerima 1 ton sampah anorganik setiap bulannya dari para nasabah. Sampah ini terdiri atas 82%

47

Foto: Rauhanda Riyantama

PROFIL PROFIL

Papa Riyadi, S.Pd., M.Pd. Juara 1 Pengawas SMP Berprestasi Nasional 2016

supervisi klinis mengembangkan

Kompetensi Guru Oleh: Dipo Handoko Staf Redaksi

P

engalaman memimpin SMPN 1 Magelang, periode 2006-2012, menjadi bekal berharga bagi Papa Riyadi, S.Pd., M.Pd, ketika menjalani tugas sebagai pengawas sekolah sejak April 2013. Apalagi dari sepuluh SMP binaannya, terdapat sekolah-sekolah favorit, di antaranya SMPN 2 dan SMPN 4, yang selalu menjadi pilihan bagi warga Magelang menyekolahkan anak-anak mereka. SMPN 1 Magelang sendiri menjadi sekolah terbaik selama bertahun-tahun, bukan hanya di Magelang, bahkan di Jawa Tengah. Papa Riyadi mencermati, melalui wawancara dengan kepala sekolah dan beberapa guru, kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah binaan, khususnya di kluster 4 SMP Kota Magelang, masih perlu pembenahan. “Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru masih banyak yang belum runtut, mulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Seluruh guru dalam pembelajaran sudah melaksanakan pendahuluan. Namun, beberapa kegiatan belum dilakukan sesuai tahapannya,” kata Papa, yang meraih S-2 Bimbingan Konseling dari Universitas Negeri Semarang ini pada tahun 2004.

48

Banyak kepala sekolah belum optimal melaksanakan supervisi klinis kepada guru-guru. Papa Riyadi mengembangkan supervisi klinis dengan model diskusi terpumpun. Meningkatkan kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran dan mengubah perilaku guru.

Indikator yang masih ditinggalkan guru adalah melaksanakan apersepsi, dan menyampaikan tujuan serta cakupan materi kegiatan. “Pada kegiatan inti hampir sebagian besar penguasaan materi sudah baik, interaksi guru dengan siswa sudah baik, teknik bertanya cukup baik, partisipasi siswa dalam pembelajaran cukup baik, penggunaan bahasa Indonesia juga sudah baik, Penggunaan waktu sudah baik dan siswa menunjukkan antusias dalam mengikuti pembelajaran,” kata Papa. Papa menyoroti sejumlah indikator kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran yang dirasa belum optimal. Antara lain penggunaan metode pembelajaran yang kurang variatif, penerapan Eksplorasi, Elaborasi, Konfirmasi (EEK) atau saintifik oleh guru dalam pembelajaran masih kurang, guru cenderung menggunakan metode ceramah. “Penggunaan media alat peraga pembelajaran belum maksimal, serta pengorganisasian kelas masih perlu ditingkatkan. Tahap penutup juga perlu ditingkatkan dalam pembuatan rangkuman atau simpulan serta pemberian penugasan,” katanya.

SUPERVISI KLINIS DAN DISKUSI TERPUMPUN

Papa juga melihat hasil supervisi klinis oleh masingmasing kepala sekolah binaan kepada para guru nilainya belum maksimal. Beberapa hasil supervisi klinis dari masing-masing kepala sekolah, di SMPN 4 mencapai 77,25, SMPN 8 mencapai


76,75, dan SMPN 10 mencapai 75,75. “Rata-rata nilai hasil supervisi rata-rata baru mencapai 76,81. Meski masuk kategori baik, namun masih dapat dioptimalkan,” kata Papa. Para kepala sekolah sudah menyusun program dan jadwal pelaksanaan supervisi klinis. Namun, menurut Papa, pelaksanaan supervisi kelas belum menjadikan perhatian serius para kepala sekolah. Alasannya, sudah banyak kesibukan dan tugas tambahan lainnya yang menyita waktu. Mereka lebih banyak mendelegasikan kepada wakil kepala sekolah, atau guru senior, tanpa ada pembekalan atau pelatihan yang cukup. Selain itu, pelaksanaan supervisi masih terlihat sebatas formalitas atau lebih bersifat administratif. Terlihat pelaksanaan supervisi masih belum sesuai dengan tahapan yang benar dan lengkap. Papa melihat tahap praobservasi dan observasi para supervisor sudah melaksanakan dengan baik. Namun, pada tahap pascaobservasi atau tahapan balikan, kepala sekolah belum melaksanakan secara optimal. Sering pula tahapan balikan tidak dilakukan para supervisor. Supervisi belum memiliki dampak yang berarti dalam upaya peningkatan kompetensi guru dalam pembelajaran. “Padahal tahap pascaobservasi inilah yang menjadi kunci penting pelaksanaan supervisi. Tahap pascaobservasi ini pula yang mampu mengubah kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas,” kata Papa. Di sisi lain, menurut pengalaman guru pada tahap pascaobservasi guru merasa paling tidak nyaman dan paling tidak menyenangkan karena dalam pikiran guru tahap ini adalah tahap koreksi terhadap kelemahan atau kekurangan. Guru belum memahami secara utuh bahwa pascaobservasi atau tahap balikan adalah tahapan yang harus dilakukan bersama untuk mengkaji dan berupaya meningkatkan kemampuannya dalam pembelajaran. Apalagi tahapan ini dilakukan secara individual. “Guru masih banyak yang kurang nyaman, ada perasaan takut, perasaan tidak enak dan perasaan lainnya. Tahap balikan atau pascaobservasi perlu dibuat suasana yang lebih menyenangkan, lebih enak dan nyaman,” Papa menjelaskan. Pada tahapan supervisi klinis, guru merasa kurang nyaman, tegang, bahkan merasa tidak senang apabila disupervisi. Alasannya supervisi klinis hanya akan mengorek kelemahan atau kekurangan guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Papa sendiri menilai bahwa indikator kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran memang belum optimal. Antara lain penggunaan metode pembelajaran yang kurang variatif, guru cenderung menggunakan metode ceramah. Penggunaan alat peraga pembelajaran juga belum maksimal serta pengorganisasian kelas perlu ditingkatkan. Papa berpendapat bahwa pada tahapan pascaobservasi atau tahap balikan perlu dilakukan secara berkelompok dengan penggunaan teknik diskusi terpumpun atau Focus Group Discussion (FGD). Supervisi klinis dengan model diskusi terpumpun itu diangkat Papa dalam Penelitian Tindakan Sekolah dengan judul “Penggunaan Supervisi Klinis Focus Group Discussion (SUPERKLIN-FGD) untuk Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Melaksanakan Pembelajaran di Sekolah Binaan Kluster 4 SMP Kota Magelang Tahun Pelajaran 2015/2016”.

SEMANGAT BARU GURU SETELAH DISUPERVISI

PTS dilakukan Papa dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Sasaran penelitian ini adalah guru pada empat sekolah di sekolah binaan kluster 4 SMP Kota Magelang tahun pelajaran 2015/2016. Keempat sekolah tersebut adalah SMPN 4, SMPN 8, SMPN 10, dan SMPN 12. Papa menggunakan dua variabel penelitian, yakni variabel supervisi klinis FGD dan variabel kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran. Variabel supervisi klinis FGD adalah upaya yang dilakukan supervisor dalam membantu guru menyelesaikan permasalahan pembelajaran dengan menggunakan teknik focus group discussion (FGD). Tahap ini dilaksanakan pada saat pasca observasi sebagai pengganti kegiatan individu. “Dengan teknik FGD guru bisa bersama guru sejawat dan guru senior, serta kepala sekolah dalam rangka upaya bersama menyelesaikan permasalahan pembelajaran serta upaya peningkatan kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran,” katanya. Proses supervisi klinis melalui langkah-langkah pertemuan awal atau pra-observasi, observasi, dan pertemuan balikan. Sedangkan variabel kompetensi guru dalam pembelajaran adalah kompetensi guru yang terwujud dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Setelah pengamatan atau observasi tergambarkan nilai nilai hasil pengamatan dengan menggunakan instrumen. Dari hasil analisis didapatkan bahwa proses pelaksanaan supervisi klinis FGD berjalan sesuai dengan prosedur yang benar. Kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran mengalami peningkatan, yaitu siklus I (3,93%), siklus II (2,81%) dan keseluruhan siklus kompetensi guru meningkat 6,74%. Simpulan dari penelitian ini adalah supervisi klinis FGD mampu meningkatkan kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran dan perubahan perilaku guru setelah diberi tindakan supervisi klinis FGD mengalami perubahan yang baik. ◘

49

PROFIL PROFIL

Foto-foto: Dok. Deden Suryanto

Deden Suryanto, M.Pd Kepala SMK Negeri 1 Cipeundeuy, Subang Juara 1 Simposium GTK 2016 Kategori Kepala Sekolah

mabosti siapkan lulusan berdaya saing

Kepala SMKN 1 Cipeundeuy Subang menggulirkan Mabosti alias Madabintal (ketarunaan), Bos (boarding school atau kepesantrenan) dan TI (teaching industry). Memperbaiki karakter siswa dan menyiapkan lulusan sesuai tuntutan dunia usaha/dunia industri.

D

eden Suryanto memiliki dua nama sapaan, Deden atau Denis. Deden sapaan akrab di kampungnya atau di sekolah tempat ia bertugas, sedangkan nama Denis merupakan sapaan ketika ia pergi ke luar negeri. Sehari-hari, lelaki berusia 42 tahun ini bertugas sebagai Kepala SMK Negeri 1 Cipeundeuy, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Ia bertugas di sekolah ini sejak 2015 lalu. Sebelumnya, ia adalah Guru pada Program Keahlian Akuntansi di SMK Negeri 1 Subang. Pada jabatan terakhir inilah Deden meraih prestasi gemilang, yakni Juara I Simposium GTK 2016 yang diselenggarakan Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

JALAN KAKI DAN TAK BERSEPATU

Jika menengok masa lalunya, Deden berasal dari keluarga

50

Oleh: Mukti Ali Staf Redaksi

yang sangat sederhana. Ia lahir dari pasangan Raswin dan Rush yang sehari-hari bekerja serabutan. “Orangtua saya kerja kadang menjual palawija orang lain, kadang menjadi pemulung. Sangat memprihatinkan dari sisi ekonomi, tetapi berkat orangtua saya juga saya bisa sampai seperti sekarang. Beliau tak pernah berhenti menyemangati saya sekolah dan belajar meskipun terkadang juga terlihat sangat keberatan membayai. Karena kakak-kakak saya juga hanya tamatan SD,” kata Deden yang merupakan anak kelima dari enam bersaudara itu. SDN Ampera adalah nama sekolah tempat ia menimbah ilmu. Jaraknya cukup jauh, sekitar 10 KM dan harus ditempuh dengan jalan kaki. Deden punya pengalaman menarik kala di bangku SD. Sejak kelas 1 hingga kelas 5 ia tak pernah bersepatu jika ke sekolah. “Baru kelas 5 saya bersepatu, dan itu pun menyedihkan. Sepatu saya warna putih yang dibelikan orantua di penjual sepatu bekas di kaki lima. Karena siswa harus bersepatu hitam, maka saya cet hitam sepatu saya itu. Tiga bulan kemudian jadi aneh, warna hitam sudah pada rontok, jadi agak-agak belang, kalau bahasa Sunda menyebutnya borontok,” katanya. Sebagai anak kampung, Deden ternyata memiliki kepandaian tersendiri, ia tergolong sangat cerdas di sekolahnya. Ia selalu menjadi juara pertama tiap semester, dan saat lulus ia meraih


Nilai Ebta Murni (NEM) tertinggi di sekolah dan kecamatan tempat ia tinggal. Berkat nilai tertinggi inilah, guru-gurunya menyarankan Deden untuk melanjutkan sekolah ke SMP. “Guruguru saya yang memotivasi melanjutkan ke SMP, saya waktu itu belum punya banyak pandangan mau sekolah ke mana dan nanti menjadi apa,”ujarnya. Demikian juga ketika di jenjang SMP, ia selalu menjadi juara kelas dan lulus dengan NEM tertinggi se Kabupaten Subang. Ia sangat membanggakan orangtua dan almamaternya, SMP Negeri 2 Subang. Selanjutnya, ia melanjutkan sekolah di SMK Negeri 1 Subang. “Saya bisa melanjutkan ke SMK karena pertolongan dari seorang guru bahasa Indonesia, beliau sangat baik, beliau adalah Bapak Joko Triyoga Nursanto,” katanya.

Sudah duduk di bangku SMK, tentunya sudah lumayan nyaman. Tetapi tidak demikian dengan Deden, kebiasaan jalan kaki pergi ke sekolah tetap ia lakukan. Padahal jaraknya teramat sangat jauh, 30 KM. “Berangkatnya pagi sekali, mau naik kendaraan umu sangat sulut di kampung saya,” katanya. Selama tiga tahun di SMK, Deden terus menjadi juara kelas dan juara umum, begitu juga ketika ia lulus. Kemudian ia mendapat beasiswa ke IKIP Jakarta. “Akhirnya saya jadi mahasiswa di IKIP Jakarta dengan semester pertama mendapatkan bantuan dari Kakaknya Bapak Joko Triyoga Nursanto yang tinggal di Jakarta. Semester kedua sudah mulai berjuang mandiri dan bantuan dari seorang wanita yang sekarang menjadi Istri saya tercinta Iis Listiana. Selama kuliah, saya banyak menjadi guru privat dari situlah biaya kuliah saya bisa teratasi,” katanya Deden telah mengantongi sejumlah prestasi membanggakan. Di dunia pendidikan, ia kerap menjadi yang terbaik, bahkan ketika menempu S2 di UPI Bandung pada Jurusan Pendidikan Teknologi Kejuruan ia lulus dengan IPK Cumlaude, yakni 3,81. Demikian pula pada kariernya sebagai guru, selama di SMK Negeri 1 Subang, ia meraih juara pertama Guru Berprestasi Kabupaten Subang dan meraih juara kedua di Provinsi Jawa Barat tahun 2013. Pernah pula meraih penghargaan sebagai juara pertama Lomba KIIP (Karya Imiah dan Inovasi Pembelajaran) oleh Kemendikbud tahun 2014. Prestasi ini mengantarkan ia mengikuti short course ke

Jerman dan Francis. Ia juga pernah berkesempatan menimba ilmu singkat di Adelaide, Australia Selatan. “Dan tahun 2015 mengikuti Simposium Nasional dan menjadi pemenang terbaik yang penghargaannya diserahkan Mendikbud, waktu itu saya masih sebagai guru,” katanya. “Kemudian tahun 2016 saya menjadi kepala sekolah dan saya ikut lagi simposium, alhamdulillah menjadi yang terbaik lagi dan bisa berjabat tangan dengan Bapak Muhadjir, Mendikbud kita,” lanjutnya.

PENDIDIKAN BERPOLA MOBASTI

Pada ajang Simposium GTK 2016 ini, Deden membuat kayra berjudul MABOSTI Pola Jitu Pendidikan di SMK untuk Siap Menghadapi Persaingan Ketenagakerjaan. Di dalam abstraknya dituliskan, bahwa ditemukannya kesenjangan yang lebar antara Permendikbud No. 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan siswa SMA/K, yang menuntut adanya revolusi mental dalam pendidikan yang meliputi tiga ranah Sikap, Pengetahuan dan Keterampilan dengan Sikap. Siswa SMK saat ini yang sering tawuran, apatis terhadap masa depan, tidak bertanggung jawab terhadap dirinya dan masa depannya, rendahnya kualitas sosial dan secara umum pelajar wanita Indonesia berdasarkan penelitian sejumlah 63% sudah melakukan pergaulan bebas dan 30% diantaranya mengidap HIV/AIDS. Adanya kesenjangan antara Intuksi Presiden No.9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK dengan kondisi SMK saat ini yang Lulusan SMK penyumbang terbesar pengangguran tahun 2013, sebesar 11,21% dan Kompetensi lulusan yang tidak sesuai dengan kebutuhan DU/DI (Dunia Usaha dan Dunia Industri). Kesenjangan di atas, dicoba diatasi dengan pola pendidikan MABOSTI yang merupakan singkatan dari MA =Madabintal (Ketarunaan), BOS = Boarding School (kepesantrenan) untuk mengatasi masalah sikap siswa saat ini dan TI =Teaching Industry untuk mengatasi ketidaksesuaian antara lulusan SMK dengan tuntutan DU/DI. Hasil pendidikan menunjukan sejak tahun 2014 sampai dengan tahun 2016, siswa SMK Negeri 1 Cipeundeuy Subang tidak ada yang menganggur dan semuanya terserap untuk bekerja baik di DU/DI yang bekerja sama dengan sekolah (Teaching Industry) maupun DU/DI yang lain dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Siswa SMK Negeri 1 Cipeundeuy Subang tidak tercatat sebagai siswa yang tawuran dan memiliki rasa hormat kepada guru dan respect yang cepat terhadap intruksi, serta disiplin ala militer yang kuat (Madabintal dan boarding school). Berdasarkan hasil tersebut, Mabosti merupakan pola pendidikan yang jitu bagi SMK untuk mengatasi masalah sikap siswa dan rendahya kualitas lulusan SMK, sebagai upaya untuk siap menghadapi persaingan ketenaga kerjaan. ◘

51

KOLOM

KIPRAH SMK NEGERI 1 DENPASAR Oleh: Ketut Suparsa, ST, MT, Kepala SMK Negeri 1 Denpasar

S

etahun sejak penetapan SMK Negeri 1 Denpasar, Bali sebagai SMK Rujukan, animo masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak mereka di sana meningkat secara signifikan. Jumlah calon siswa pada tahun pelajaran 2014/2015 sebanyak 1.174 orang, terpaut 106 pendaftar dari tahun pelajaran 2013-2014. Pada tahun pelajaran 2015-2016, pendaftarnya 1.106 orang lulusan SMP. Sebagai Sekolah Rujukan, SMKN 1 Denpasar mengemban tugas membantu SMK lain yang sudah menjalin afiliasi. SMKN 1 Denpasar menjadi center of excellence bagi sejumlah SMK yang ingin meningkatkan mutunya. Sekolah Rujukan juga memberikan beragam saran untuk meningkatkan mutu lulusan yang sesuai dengan tuntutan DU/DI. Tentunya, sekolah yang diampu juga harus belajar mengembangkan budaya sekolah yang dapat menciptakan iklim belajar yang baik. Dengan adanya perbaikan tersebut, Sekolah Rujukan akan le bih mudah membantu mempromosikan sekolah aliansi yang telah meningkat kelayakan sekolahnya sebagai pilihan masyarakat dalam mendidik putra-putrinya. Guru dan tenaga kependidikan SMKN 1 Denpasar ditantang senantiasa me ning katkan kompotensinya. Kemampuan itu


Ragam langkah SMK Negeri 1 Denpasar sebagai SMK Rujukan. Melakukan revitalisasi peralatan dan mesin agar pembelajaran berbasis miniatur pabrik (teaching factory). Menjalin kerjasama dengan dunia usaha/dunia industri, hingga membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi-P1.

sangat penting, baik untuk pembelajaran di kelas maupun dalam kapasistas mereka sebagai fasilitator dan narasumber untuk sekolah aliansi yang dibina. Kemampuan administrasi pembelajaran dan administrasi sekolah mereka pun harus jauh lebih baik. Tuntutan tersebut berdampak positif terhadap peningkatan pembelajaran di kelas, laboratorium, maupun bengkel. Aktivitas belajar-mengajar menjadi lebih efektif dan efisien. Hasil dari pembelajaran pun meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan ini dapat diukur dari mutu lulusan yang dihasilkan yang terserap oleh dunia usaha/dunia industri (DU/DI) maupun secara nilai yang diperoleh siswa saat Ujian Kompetensi Kerja, Ujian Sekolah, maupun Ujian Nasional.

KEMITRAAN SEKOLAH DENGAN DUNIA BISNIS

SMKN 1 Denpasar memiliki jejaring cukup luas di dunia bisnis. Beragam perusahaan berkenan menerima siswa SMKN 1 Denpasar menjalani praktik belajar. Pembelajarannya berlangsung ter program, mulai dari pembinaan sampai ke penilaian terhadap siswa. Kerja sama yang baik dengan DU/DI berdampak positif terhadap peningkatan mutu pembelajaran di SMKN 1 Denpasar. Ada sejum lah strategi implementasi program yang dijalankan SMK Negeri 1 Denpasar untuk mencapai tujuan SMK Rujukan. Strategi paling mendasarnya ialah sinergi dalam pemanfaatan sumber daya sekolah induk, baik berupa fasilitas, jaringan kerja sama, kebekerjaan, tempat uji kompetensi sertifikasi, penelitian tindakan kelas, dan materi pembelajaran. Selain itu, SMKN 1 Denpasar juga melaku kan integrasi sistem informasi dan pengembangan manajemen kelembagaan dan pembelajaran. Sistem online, pendataan, dan pembenahan sistem informasi juga telah diselenggarakan. Demikian pula dengan intervensi usaha untuk peningkatan kualifikasi dan kompentensi PTK, peserta didik, dan peran serta masyarakat/ DUDI.

52


Foto: Dok. Dit. Pembinaan Tendik Dikdasmen LANGKAH KONKRET

SMKN 1 Denpasar berupaya seoptimal mungkin menggerakkan segala sumber daya. Contohnya, terkait pengelolaan manajemen sabagai salah satu komponen pendukung dalam mensukseskan program SMK Rujukan. 1. SMK Negeri 1 Denpasar meningkatkan kompetensi maupun kualifikasi SDM sesuai dengan perkembangan iptek dengan mengikutikan mereka pada pendidikan dan pelatihan, baik yang dia dakan secara terstruktur oleh lembaga terkait maupun secara mandiri oleh sekolah. 2. Agar sesuai dengan standar mutu, SMKN 1 Den pasar melakukan revitalisasi alat dan mesin sebagai sarana belajar praktik sekolah. Dengan begitu, sekolah telah menyelenggarakan pembelajaran berbasis miniatur pabrik (teaching factory). 3. Renovasi bangunan yang sudah tua dan pe nambahan ruang kelas baru dilakukan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Dengan bertambahnya daya tampung, SMKN 1 Denpasar dapat memenuhi standar layanan minimal dan bahkan kalau memungkinkan melebihi standar layanan pendidikan. 4. Mengembangan budaya sekolah secara kolektif dan komprehensif agar tercipta nuansa sekolah sebagai tempat pembelajaran yang toleran, disiplin, sikap ilmiah, nyaman dan menyenangkan. 5. Melakukan kerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri (DU/DI) untuk mewujudkan mutu lulusan yang memenuhi kebutuhan pasar dan lulusan berkualitas yang mampu terserap dengan baik di DU/Di. 6. Mengadakan kerja sama dengan dunia pendidikan dari berbagai sekolah baik yang ada di dalam maupun luar negeri sebagai benchmarking untuk pengembangan sekolah maupun pengembangan SDM yang berkualitas dan berwawasan internasional. 7. Membentuk badan lisensi sekolah yaitu Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP)-P1 yang akan memberikan sertifikat kompetensi siswa dan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional sesuai dengan tuntutan Mayarakat Ekonomi Asean (MEA).

PENGEMBANGAN SDM

Pengembangan SDM sekolah dilakukan sesuai dengan arahan dari Subdit Pembelajaran Direktorat Pembinaan SMK tahun 2013. Targetnya, pada tahun 2016 mendatang, sekolah mampu mendidik 2.218 siswa dan memiliki 179 guru. Komposisi gurunya terdiri dari 123 guru PNS, 56 guru tidak tetap, dan 33 tenaga kependidikan, 14 PNS, dan 19 PTT. Mengingat SDM adalah kunci keberhasilan suatu lembaga dalam menjalankan organisasi dan tugas-tugasnya, SMKN 1 Denpasar membentuk sub or ga nisasi setingkat koordinator

dalam Penilaian Kinerja Guru (PKG) dan Pengembang SDM. Tugas koordinator menyangkut penilaian kinerja guru dan membantu guru dalam mengurus administrasi pelaksanaan tugas pembelajarannya. Koordinator juga bertugas membantu guru dalam mengurus hak-hak guru. Masih banyak guru belum memiliki akses informasi pengurusan hak guru. Contohnya, guru yang sudah lama mentok kenaikan pangkatnya ke golongan IV.b. Koordinator PKG dapat membantu menyediakan blanko administrasi sehingga guru tinggal melengkapi penyusunan SKP maupun kenaikan pangkatnya. Koordinator PKG juga memberikan saran penilaian kinerja guru kepada kepala sekolah sesuai hasil pemeriksaan dokumen portofolio. Cara ini memudahkan kepala sekolah memberikan nilai. Apalagi jumlah guru yang harus dinilai cukup banyak. Portofolio juga dapat menghindarkan kepala sekolah dari pemberian penilaian yang bias terhadap kinerja guru pada proses pembelajaran dan pengembangan diri guru. Guru mem peroleh penilaian DP3 dari kepala sekolah. Penilaian ini dilaksanakan sesuai pedoman penilaian Badan Kepegawaian Negara. Dengan dukungan koordinator PKG dan pengembang SDM, seluruh guru diharapkan dapat terbantu dalam mngurus hak dan kewajibannya. Ketika keseimbangan pemenuhan hak dan kewajiban guru tercipta, iklim kerja menjadi lebih kondusif dan produktif. Harapannya kinerja bagus guru mendorong lahirnya lulusan yang semakin kompetitif. SMKN 1 Denpasar juga telah melakukan koordinasi dengan Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali dalam upaya memperbaiki tata kelola dan memperluas keterlibatan pemangku kepentingan pendidikan. Pemkot daerah memberi dukungan moral sangat besar, terutama dalam pemberian kesempatan siswa dan guru mewakili daerah mengikuti ajang kompetisi skala nasional. Pemerintah daerah juga memberikan bantuan dana pengembangan sarana dan prasarana. ◘

53

PERISTIWA BIMTEK PEMBEKALAN DAN PENGUATAN TRAUMA KONSELING BAGI PENGAWAS SEKOLAH DAN KEPALA SEKOLAH

MENGHAPUS BAYANGAN Traumatis Oleh: Mukti Ali dan Arien TW Staf Redaksi

Trauma Konseling bagi Pengawas Sekolah dan Kepala Sekolah. Di samping itu, Dit. Pembinaan Tendik Dikdasmen turut membangkitkan semangat belajar siswa dengan memberikan 200 paket bantuan untuk siswa. Setiap paket berisi tas belajar, buku tulis (satu lusin), pensil (satu lusin), pulpen (2 buah), penghapus, rautan, buku gambar, dan pensil warna. Kegiatan yang diadakan di SMA Negeri 1 Meureudu ini berlangsung empat hari, pada tanggal 18-21 Desember 2016. Pengawas sekolah dan kepala sekolah yang diundang sebagai peserta sebanyak 200 orang. Mereka tersebar dari berbagai jenjang, dari TK, SD, SMP, SMA hingga SMK

Foto: Mukti Ali

P

agi buta, menjelang subuh, tanggal 7 Desember 2016 lalu, bumi Pidie Jaya, Pidie dan Kabupaten Bireun diguncang gempa berkekuatan 6,5 skala richter. Gempa dahsyat berpusat di Pantai Manohara ini memorakporandakan sebagian rumah, jalan, masjid, perkantoran dan pertokoan. Infrastruktur pendidikan juga mengalami kerusakan parah. Banyak bangunan PAUD, SD, SMP, SMA dan SMK mengalami kerusakan, dari yang ringan dengan retak-retak di sebagian dinding, rusak sedang, hingga yang parah. SMK Negeri 1 Bandar Baru, Pijay, satu di antara bangunan sekolah yang menalami kerusakan mencapai 98%. Hanya tersisa 2% saja, berupa lapangan basket yang tidak rusak. Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, melalui Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar dan Menengah (Dit. Pembinaan Tendik Dikdasmen) berkontribusi dalam membangun semangat membangkitkan kembali proses belajar mengajar di sekolah melalui peran kepala sekolah dan pengawas sekolah. Harapannya para kepala sekolah dan pengawas sekolah mampu melakukan pengelolaan sekolah dan melaksanakan konseling (trauma healing) bagi siswa, guru, dan orang tua siswa. Pelatihan pengelolaan konseling dilaksanakan dalam format Bimbingan Teknis Pembekalan dan Penguatan

54

dan PLB. Nara sumber yang dihadirkan berasal dari tim konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh sejumlah 8 orang dan seorang dari P4TK Pendidikan Jasmani dan Bimbingan Konseling. Kegiatan dilaksanakan dalam 24 jam pelajaran selama empat hari. Materi yang disampaikan meliputi: konsep pemahaman individu tentang bencana, trauma konseling dan micro teknik trauma konseling, praktik terintegrasi, dan praktik lapangan pada dua Posko Bantuan Bencana Gempa.

MEMULIHKAN PROFESIONALITAS KEPALA SEKOLAH DAN PENGAWAS SEKOLAH

Kegiatan Bimtek Trauma Konseling dibuka Ir. Ferry Yulmarino, M. Ed, Kepala Subdirektorat Perencanaan Kebutuhan, Peningkatan Kualifikasi dan Kompetensi (Subdit PKPKK), mewakili Direktur Pembinaan Tendik Dikdasmen. Hadir pula Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya Saiful, MPd, yang sekaligus memberikan materi awal berupa kebijakan pendidikan.


Searah jarum jam:

• • •

K epala Dinas Pendidikan Pidie Jaya Saiful memberikan bingkisan dari Direktorat Pembinaan Tendik Dikdasmen. Suasana Bimtek dan Trauma Konseling Kepala dan Pengawas Sekolah. Suasana koordinasi di Posko Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Foto-foto: Mukti Ali

Dalam arahannya, Ferry mengatakan bahwa penyelenggaraan kegiatan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan menyegarkan kembali profesionalisme tenaga kependidikan pendidikan dasar dan menengah selepas bencana gempa. “Kami turut berduka kepada masyarakat Pidie Jaya dan sekitarnya yang terkena gempa ini. Kami hadir sebagai bentuk kepedulian pemerintah kepada masyarakat, khususnya guru dan tenaga kependidikan. Tentu kami ingin profesionalitasnya tetap terjaga meskipun ada musibah yang tidak kita duga. Kami siapkan tim pakar yang terbiasa menangani trauma konseling bencana dari P4TK Penjas BK dan tim dari Universitas Syiah Kuala,” kata Ferry. Ferry berharap kegiatan singkat tersebut dapat memberi kekuatan mental bagi pengawas dan kepala sekolah. “Kami sangat berharap pengawas dan kepala sekolah menjadi yang terdepan mengatasi trauma akibat bencana di Pidie Jaya ini. Setelah menerima materi bimbingan teknis ini semoga dapat menerapkkan dengan baik kepada anak didik, guru, masyarakat sekitar dan orangtua murid agar bisa sama-sama menatap dan menata lagi masa depannya. Jangan sampai kita biarkan mereka terpuruk dalam kedukaan,” katanya.

PEMBELAJARAN GROUPING DAN DI TENDA DARURAT

Dinas Pendidikan Pidie Jaya menyambut baik kegiatan bimtek. “Kegiatan ini bagus dan tepat. Kami harap Bapak Ibu bisa mengikuti kegiatan ini secara maksimal. Mungkin jarang bahkan belum pernah, pengawas sekolah dan kepala sekolah

berkumpul dalam satu forum yang penuh manfaat ini,” kata Saiful. Saiful berharap para kepala sekolah dan pengawas sekolah dapat lebih memiliki kekuatan kesabaran yang tinggi. “Marilah masalah ini kita atasi bersama dan menyelesaikan masalah tanpa masalah. Kami telah mendata dan masih terus mengupdate perkembangan terbaru jumlah sekolah yang mengalami kerusakan fisik. Kami telah menyiapkan berbagai solusi untuk mengatasi permasalahan ini, karena tidak lama lagi waktu masuk sekolah akan tiba. Beberapa alternatif telah kami siapkan yang sekiranya pembelajaran tetap berlangsung, di antaranya kami akan menerapkan pembelajaran dengan grouping dan pembelajaran di tenda-tenda darurat,” katanya. Pembelajaran secara grouping dilakukan dengan cara menempatkan siswa dari sekolah yang bangunannya tidak bisa digunakan pembelajaran akan dilangsungkan di sekolah terdekat yang gedungnya masih aman dipakai. Tetapi jika siswa berada jauh dari sekolah yang masih aman, maka akan disiapkan tenda-tenda untuk kelangsungan pembelajaran.

55

PERISTIWA

MENGHILANGKAN BAYANGAN TRAUMATIS

Kegiatan selama empat hari itu diisi dengan penyampaian materi tatap muka di kelas dan praktik di lapangan dengan menangani anak-anak korban gempa di posko pengungsian. Hetti Zuliani, dari Tim Bimbingan Konseling Universitas Syiah Kuala menuturkan, tujuan diberikan konseling traumatis ini adalah untuk menghilangkan bayangan traumatis, meningkatkan kemampuan berpikir secara lebih rasional, membangkitkan minat terhadap realita kehidupan, dan memulihkan rasa percaya diri. “Selain itu juga untuk memulihkan kelekatan dan keterkaitan dengan orang lain yang dapat memberi dukungan dan perhatian, kepedulian emosional serta mengembalikan makna dan tujuan hidupnya,” kata perempuan yang juga mengalami trauma bencana tsunami Aceh, 2004

silam. Pada awal kegiatan, sebagian peserta terlihat tak acuh dan diam. Salah satu faktor adalah ruang penyelenggaraan yang kurang memadai. Demikian halnya ketika terjun langsung menangani anak-anak, pada awalnya banyak kepala sekolah dan pengawas yang diam, seolah tidak tahu apa yang harus dilakukan. Tetapi begitu beberapa di antara kepala sekolah dan pengawas sekolah terjun menangani anak-anak, terlihat yang lain bergerak mengikutinya. Suasana menjadi nyaman dan penuh keakraban.

MERASAKAN MANFAAT GANDA

“Pada awal materi memang saya rasa kurang mengena, suasananya tidak mendukung. Padahal ilmu ini sangat bagus dan bermanfaat. Tetapi setelah pulang saya kok merasa ada perkembangan yang lebih baik yang saya rasakan. Akhirnya hari kedua saya semangat datang ke sini, karena kalau hanya di rumah jadi stres. Melihat rumah sudah retak-retak dan miring takutnya luar biasa. Hingga hari ketiga setelah tadi praktik lapangan, saya merasa tidak ada ketakutan lagi,” kata Amina, Kepala SMP Negeri 4 Bandar Dua, Kabupaten Pijay. Sama halnya dengan Imzinariani, Wakil Kepala SMP Unggul

56

Kabupaten Pidie Jaya ini juga mengatakan hal yang sama. Ia tak tahan m e n a h a n tangis kala diwawancarai. Ia teringat rumahnya yang roboh dan tak bisa dihuni lagi. Tiap hari tinggal dipengungsian. “Saya sangat bersyukur dengan kegiatan ini. benar-benar-benar mengobati luka jiwa saya. Saya benar-benar stres, sekolah rusak, rumah rusak, tetapi alhamdulillah nyawa kami masih diselamatkan oleh Allah. S.W.T. Tetapi kemarin anak saya sudah berani saya tinggal di rumah neneknya, sudah tersenyum, biasanya dia takut sekali jika saya tinggal, mau apa-apa takut. Dengar sirine takut luar biasa, karena kawatir itu pengumuman tsunami,” katanya. Muhammad Hasbi, Kepala SD Negeri Alue Sane, Pijay menilai ada makna ganda selama mengikuti kegiatan. “Sangat-sangat bermanfaat tidak hanya untuk anak-anak yang kita sembuhkan tetapi juga untuk diri saya. Pada awalnya, saya agak bingung bisa tidak menirukan yang disampaikan pemateri. Saat terjun di lapangan saya agak bingung awalnya, tetapi hilang begitu saja ketika berkomunikasi dengan anak-anak. Manfaatnya ternyata dobel, saya tersembuhkan dan anak-anak insyallah juga mulai hilang takutnya,” jelas Hasbi. Demikian juga disampaikan Muhammad, Kepala SD Negeri 2 Samalanga, Kabupaten Bireuen juga merasakan hal yang sama.


Searah jarum jam (kiri ke kanan):

• • • • • •

Hetty Zuliani, dosen Universitas Syiah Kuala yang memberikan materi bimtek. Imzinariani, Wakil Kepala SMP Unggul Kabupaten Pidie Jaya Trauma konseling untuk para kepala sekolah dan pengawas sekolah. Bangunan SMKN 1 Bandar Baru, 98% hancur hanya tersisa lapangan basket Sayyidul Awliya, siswa kelas 6 SD PanteRaja Tenong, yang turut menjadi korban gempa. Ibrahim, Koordinator Pengawas Sekolah Kabupaten Pidie Jaya

Foto-foto: Mukti Ali

“Sangat-sangat bermanfaat ilmu di kegiatan ini. Sebelumnya tidak pernah menerima materi seperti ini. Hanya memang terlalu singkat, kami memaklumi karena serba darurat. Kalau bisa ini bisa berkelanjutan entah bentuknya seperti apa. Mungkin ada semacam film dokumenter atau paparan materi dalam bentuk video yang bisa diputar di sekolah karena kalau pemateri datang ke sini terus kasihan juga. Video dan alat multiedianya itu tidak harus tiap sekolah, cukup satu saja di dinas pendidikan tetapi digunakan secara bergiliran ke sekolah-sekolah,” katanya. Sedangkan menurut Ibrahim, koordinator pengawas Kabupaten Pidie Jaya mengatakan bahwa pembekalan bimbingan konseling memang hendaknya diberikan juga kepada selain guru BK. “Selama ini kalau ada apa-apa kita mengandalkan guru BK, padahal yang paling dekat dengan siswa itu ya guru matapelajaran. Di SD pun saya kira ilmu ini sangat bermanfaat. Nah guru kelas yang berperan karena di SD tidak ada guru BK. Selain itu, perhatian kepada guru BK ini juga masih sebelah tangan. Lihat saja ruang kerjanya, hampir tidak terurus. Bahkan ada yang tidak punya ruangan. Yang sudah memiliki ruangan itu lebih karena kepedulian kepala sekolah. Makanya saya mohonkan kepala sekolah di sini bisa memberi perhatian kepada para guru BK,” ujarnya.

DESA LHOK PUUK YANG TERISOLIR

Desa Lhok Puuk termasuk salah satu desa yang cukup terisolir di Kabupaten Pidie Jaya. Untuk jenjang pendidikan, hanya terdapat sekolah dasar di desa ini. Pasca gempa, bantuan untuk korban gempa di wilayah ini pun tak sebanyak yang berada

di posko wilayah perkotaan. Dari penuturan anak-anak yang tinggal di posko, mereka menginginkan bantuan berupa seragam sekolah, alat-alat sekolah, maupun buku bacaan, karena pada 2 Januari 2017 mereka sudah harus masuk sekolah. Salah satu korban gempa yang tinggal di Posko Lhok Puuk adalah Sayyidul Awliya. Katanya, dinding rumah siswa kelas 6 SD Pante Raja Tenong ini ambrol. Untunglah ia yang sedang tidur dengan sang ayah saat kejadian selamat. Sayyidul Awliya termasuk salah satu siswa berprestasi karena ia pernah memenangkan lomba MTQ kategori anak-anak hingga tingkat nasional. Ia berharap mendapatkan bantuan seragam sekolah, peralatan sekolah dan bacaan-bacaan menarik sebagai pelipur lara. ◘

57

PERISTIWA Kunjungan ke Michigan, Amerika Serikat

program ppl calon guru

dan Kewenangan Kepala Sekolah Oleh: Ferry Yulmarino Kepala Subdirektorat Perencanaan Kebutuhan, Peningkatan Kualifikasi dan Kompetensi


G

uru sebagai pendidik pada jenjang satuan pendidikan anak usia dini, dasar, dan menengah memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan peserta didik, sehingga menjadi unsur yang dominan dalam peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Sedemikian pentingnya peranan guru dalam pendidikan, diamanatkan dalam Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikat pendidik. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian yang menjadi satu dalam sosok seorang guru. Untuk itu maka calon guru harus disiapkan pengetahuan, kemampuan mendidik, mental, dan fisik untuk masuk dalam profesi guru. Kesiapan ini dapat diperoleh melalui proses pendidikan tingkat sarjana di perguruan tinggi yang kemudian dilengkapi dengan Pendidikan Profesi Guru (PPG). Kesiapan dalam hal penguasaan kompetensi profesional dapat diperoleh melalui perkualiahan, sedangkan penguasaan dalam hal pedagogik tidak hanya diperoleh melalui perkuliahan semata namun harus melalui praktek mengajar di sekolah. Di sinilah pendalaman materi pedagogik dilakukan melalui serangkaian pembelajaran sebagai seorang guru yang sesungguhnya yaitu mengajar dalam kelas. Program praktek

58

mengajar tersebut dalam perkuliahan disebut sebagai Program Pengalaman Lapangan (PPL). PPL sangat menentukan kesiapan calon guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Pentingnya pelaksanan PPL adalah agar calon guru disiapkan secara matang sebelum melaksanakan pembelajaran dalam kelas. Program Pengalaman Lapangan yang dilaksanakan calon guru di sekolah adalah kegiatan kependidikan untuk meningkatkan dan memperdalam ketrampilan calon guru yang terkait dengan praktik mengajar dan praktik persekolahan. Keterampilan yang dipersyaratkan adalah dalam hal persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan demikian kegiatan PPL harus lebih menekankan pada keterampilan calon guru dalam bidang keguruan, baik itu kegiatan belajar mengajar maupun kegiatan manajemen sekolah lainnya. Berkenaan dengan pentingnya program PPL, ini maka USAID Prioritas memberikan beasiswa kepada dosen untuk mengikuti pelatihan jangka pendek, yaitu Short Term Training University Connect. Program tersebut dibagi dalam 2 tahap yaitu cohort 1 dan cohort 2. Di samping itu, USAID mengundang wakil dari kementerian terkait, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dan Kementerian Ristek dan Dikti berperan serta dalan program ini untuk mendalami dan menggali informasi terkait dengan kebijakan PPL di Amerika Serikat (USA) sebagai program yang penting dalam penyiapan calon guru.

MODEL PENYIAPAN GURU DI MICHIGAN

Sejak tahun 2012, USAID melakukan pendampingan lembaga pendidikan pada jenjang dasar dan menengah, baik yang berada di bawah pembinaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun Kementerian Agama. Temuan selama pendampingan tersebut antara lain bahwa persoalan pendidikan pada jenjang tersebut bermuara pada lembaga pendidikan penyiap tenaga guru, dan itu ada pada perguruan tinggi. Oleh karena itu, beberapa perguruan tinggi dilibatkan secara intensif untuk melakukan pendampingan bersama USAID.


(Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, Kementerian Agama), Syafiuddin Zainan Thaib (Direktorat Madrasah, Kementerian Agama), Ferry Yulmarino (Direktorat Pembinaan Tenaga Kependidikan Dikdasmen, Kemen dikbud), dan Nur Kholis (USAID Prioritas). Pada akhir tahun 2015, USAID dengan programnya yang disebut dengan University Connect, memberangkatkan sebagian dosen pada fakultas yang telah lama terlibat dalam program USAID Prioritas untuk melakukan benchmarking dengan perguruan tinggi di luar negeri yang dianggap terbaik dalam pelaksanaan penyiapan guru. Perguruan tinggi yang dipilih adalah Michigan State University (MSU), yang biasa disebut MSU East Lansing US. MSU merupakan perguruan tinggi yang dinilai sebagai perguruan tinggi terbaik di bidang penyiapan tenaga guru. Hal itu dinyatakan dengan tegas oleh Adriana Supandy, Konsul Jenderal RI di Chicago. Bahkan sekolah milik pemerintah di Chicago secara khusus mengoptimalkan penggunaan produk MSU tersebut. Dosen perguruan tinggi di Indonesia yang diberangkatkan ke MSU pada akhir tahun 2015 dan awal tahun 2016 sebanyak 42 dosen dari 14 LPTK atau fakultas yang menangani penyiapan tenaga guru, ditambah beberapa utusan dari tiga kementerian. Informasi yang diperoleh tersebut menjadi bahan yang sangat bermanfaat dalam pengembangan kebijakan penyiapan dan pendidikan calon guru. Program jangka pendek ini memberikan kesempatan kepada dosen di institusi pendidikan tinggi yang menangani program PPL calon guru untuk meningkatkan mutu dan penyelenggaraan program PPL calon guru melalui riset, observasi, dan pengembangan/perencanaan program di USA.

Kunjungan tim dari unsur tiga Kementerian dilaksanakan selama 10 hari, dimulai berangkat dari Jakarta pada tanggal 26 Februari 2016 dan tiba kembali di Jakarta pada tanggal 6 Maret 2016. Aktivitas kegiatan penggalian informasi dimulai pada tanggal 29 Februari 2016 dan berakhir pada tanggal 4 Maret 2016. Lokasi kunjungan adalah di Michigan State, dengan aktivitas utama di Michigan State University. Beberapa informasi yang ingin diperoleh dari kegiatan kunjungan ini adalah sebagai berikut. 1. Mendapatkan gambaran yang jelas tentang: kebijakan pendidikan calon guru, praktek yang baik dalam pendidikan calon guru, pendidikan profesi guru, sertifikasi guru dan evaluasi guru, penilaian kinerja guru, pengembangan kurikulum dan evaluasi, Kuliah Kerja Nyata bagi calon guru, Program Pengalaman Lapangan (PPL) bagi calon guru, karir guru 2. Benchmarking terhadap peningkatan kompetensi guru berkelanjutan, yang meliputi: pengembangan diri melalui penelitian tindakan kelas, pelatihan, kerjasama jurnal akademik dan penelitian. Aktivitas yang dilakukan selama di Michigan adalah: diskusi dengan mimpinan Michigan State University (MSU), kunjungan ke sekolah, kunjungan ke perpustakaan, pertemuan dengan Pemerintah Negara Bagian Michigan (Departement of Education), pertemuan dengan International Office, diskusi dengan peserta sort term training university connect.

Tujuan program kunjungan bagi unsur kementerian adalah untuk memperoleh informasi gambaran dan pengalaman nyata program penyiapan guru di USA khususnya di Michigan State University. Informasi tersebut diperoleh melalui kunjungan dan diskusi dengan unsur perguruan tinggi yaitu Micgihan State University, Pemerintah Negara Bagian Michigan, kepala sekolah, calon guru, dan guru pamong. Peserta dari unsur Kementerian yang mengikuti program ini adalah Paristiyanti Nurwardani (Direkktur Pembelajaran, Kementerian Ristek dan Dikti), Santi Ambarukmi (Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah, Kemendikbud), Anis Masykur

59

PERISTIWA Dalam kunjungan di Michigan Departement of Education (MDE), dibahas beberapa topik penting terkait dengan persiapan guru, sertifikasi guru, penilaian guru, pengembangan profesi guru, dan peran universitas. Hal-hal yang jelas berbeda dengan praktik di Indonesia adalah bahwa guru bersertifikat dapat bekerja di luar negara bagian dengan mudah. Tapi beberapa negara menerapkan pendekatan sertifikasi yang berbeda untuk guru. Individu guru bertanggung jawab dalam pengembangan profesionalnya. Jika guru ingin bekerja untuk jangka waktu yang lebih lama, maka guru wajib melakukan perbaikan diri. Bahkan jika mereka disertifikasi sebagai guru profesional mereka akan menjalani audit sertifikasi ketat setiap dua tahun untuk menentukan apakah mereka adalah guru yang efektif atau sebaliknya. Selain itu, LPTK dievaluasi oleh MDE dalam hal apakah mereka mampu menghasilkan guru yang baik atau tidak.

Di sekolah ini juga mahasiswa MSU melakukan magang dan beberapa memutuskan untuk bekerja di sini juga. Kami juga mengunjungi Walsh Elementary School. Sekolah ini memiliki latar belakang siswa yang beragam dalam hal etnis. Sekolah ini juga merupakan mitra MSU untuk magang mahasiswa. Beberapa guru memang merupakan lulusan MSU. Kami melakukan observasi kelas, termasuk kelas pendidikan khusus, di mana hanya ada tiga siswa dalam kelas tersebut.

KEWENANGAN KEPALA SEKOLAH

3. Diskusi perkembangan dilakukan dengan cara conference, yaitu duduk bersama membahas perkembangan dan memberikan penilaian kepada mahasiswa selama proses PPL secara terbuka. Hal ini membuat mahasiswa melakukan refleksi mengenai kemampuannya dan mahasiswa juga bisa mendapatkan masukan.

Dalam pertemuan dengan Director of Teacher Preparation MSU, membahas program pemdidikan calon guru. Mahasiswa di College of Educaiton, dapat berasal dari beberapa fakultas. Kami selanjutnya berangkat ke Chicago untuk berdiskusi dengan Public School Board of Education Central Office di Chicago. Dipaparkan presentasi tentang visi misi, informasi umum tentang bersekolah di Chicago, tantangan guru, dan membahas isu-isu yang berkaitan dengan perekrutan guru. Informasi yang paling menarik bahwa kepala sekolah ditunjuk oleh pemerintah lokal, tidak oleh pemerintah pusat dan kepala sekolah memiliki kewenangan yang besar untuk merekrut guru dan mengeluarkan guru. Chicago Public Schools (CPS) memiliki kerjasama dengan MSU untuk memasok mahasiswa magang. MSU memiliki perwakilan di kantor ini untuk mengelola mahasiswa magang dan mendistribusikan calon guru di sekolah umum. Selanjutnya, kami mengunjungi Bret Hart Elementary School, yang terletak di daerah perkotaan di mana 84% dari siswanya kulit hitam, 4% putih dan 2% multi-etnis. Barack Obama dulu tinggal di komunitas ini.

60


HASIL KUNJUNGAN

Beberapa aktivitas dan temuan penting yang dijadikan bahan penyusun kebijakan dalam menyiapkan calon guru yang berkualitas adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi praktik-praktik yang baik dalam menyiapkan pendidikan calon guru yang berkualitas. 2. Adanya integrasi dan koordinasi yang baik antara dosen pembimbing, guru pamong, dan mahasiswa PPL.

4. Perlu dibangun objektivitas.

kultur

keterbukaan

dan

5. Perlu pemilihan guru pamong yang baik karena peran guru pamong bukan hanya sekadar memberikan penilaian tetapi juga membimbing mahasiswa calon guru menjadi guru profesional. 6. Mahasiswa PPL, guru pamong dan dosen pembimbing menjadi satu kesatuan dan membangun komunikasi selama PPL. Perlu ada diskusi intensif antara dosen pembimbing, guru pamong dan mahasiswa PPL. 7. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) perlu punya partner sekolah yang tetap, yang menjadi bagian penyiapan calon guru. 8. Tiap LPTK harus punya pedoman PPL yang jelas, yang harus digunakan sebagaimana mestinya, serta perlu pemantauan dalam penggunaan pedoman. ◘

Tenaga. Kependidikan GTK UJUNG TOMBAK MEMPERKOKOH NKRI. Simposium GTK Best Practice: Menuliskan Pengalaman Terbaik MULIA KARENA KARYA

Recommend Documents