TENAGA ALIH DAYA PADA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (Analisis Yuridis Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh: ENDANG PUTRI NURHAYATI NIM : 1111048000029 K O N S E N T R A SI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1435 H/2015 M
TENAGA ALIH DAYA PADA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (Analisis Yuridis Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
ENDANG PUTRI NURHAYATI NIM : 1111048000029
Pembimbing
Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH NIP: 195510151979031002 K O N S E N T R A SI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1435 H/2015 M
i
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi yang berjudul “Tenaga Alih Daya Pada Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi Dan Informatika (Analisis Yuridis Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003)” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 05 Maret 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum. Jakarta, 05 Maret 2015 Mengesahkan Dekan,
Dr. Asep Saepudin Jahar MA. NIP: 196912161996031001
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH 1. Ketua
: Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA, MH NIP. 195510151979031002
(................................)
2. Sekretaris
: Arip Purkon, SH.I, MA. NIP: 197904272003121002
(................................)
3. Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA, MH NIP: 195510151979031002
(................................)
4. Penguji I
: Fahmi Muhammad Ahmadi, Msi. NIP: 197412132003121002
(................................)
5. Penguji II
: Drs.H.A.Basiq Djalil, SH, M.Ag NIP: 195003061976031001
(................................)
ii
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 02 April 2015
Endang Putri Nurhayati
iii
ABSTRAK
Endang Putri Nurhayati. NIM 1111048000029. Tenaga Alih Daya Pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Analisis Yuridis Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. ix + 77 halaman. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui penerapan dalam penggunaan jasa pekerja outsourcing didalam suatu perusahaan, terkhusus pada Pusdiklat Kemenkominfo. Latar belakang skripsi ini adalah penerapan outsourcing dalam kaitannya tentang hak kesejahteraan yang diperoleh pada Pusdiklat Kemenkominfo dengan berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Penerapan outsourcing dalam pemberian hak kesejahteraan yang dilakukan oleh Pusdiklat Kemenkominfo pada pelaksanaannya tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang tercantum dalam Undang-undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 sehingga menimbulkan masalah apabila ditelaah lebih lanjut. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian library research, yang mengkaji berbagai dokumen terkait dengan penelitian. Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) serta penelitian hukum empirik dengan melakukan penelitian lapangan di Pusdiklat Kemenkominfo. Selanjutnya ada tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan penggunaan jasa outsourcing yang dilakukan Pusdiklat Kemenkominfo diatur sendiri dalam proses pengelolaannya, selanjutnya hak-hak kesejahteraan para pekerja outsourcing tidak sepenuhnya didapatkan berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003.
Kata
Kunci
Pembimbing
:
Pusdiklat kemenkominfo, kesejahteraan
penerapan
: Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH.
Daftar Pustaka : Tahun 1983 s.d. Tahun 2015
iv
Outsourcing,
Hak
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيم Puji syukur kehadirat Allah Tuhan Seru Sekalian Alam yang telah memberikan karunianya sehinga dapat melakukan penulisan skripsi ini. Tidak ada kata yang pantas kecuali pujian yang terus dilafalkan oleh lisan dan tidak ada perbuatan baik dan perbuatan ketaatan kecuali tertuju hanya kepada-Nya. Hanya Allah lah yang pantas dipuji dan hanya Allah lah yang pantas disembah, kepada-Nya pula hamba memohon pertolongan, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam selalu dipanjatkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw yang tidak ada tandingannya, yang telah menuntun umatnya kejalan yang lebih baik serta memberikan pengenalan tentang hukum untuk mencapai kemaslahatan. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana hukum program studi Ilmu Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini penulis susun dengan judul “TENAGA ALIH DAYA
PADA
PUSAT
PENDIDIKAN
DAN
PELATIHAN
PEGAWAI
KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA (Analisis Yuridis Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003). Serta kesempatan ini, penulis tak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendorong penulis dalam penyusunan skripsi, sehingga dapat penulis selesaikan.
v
Ucapan dan rasa hormat serta ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis tunjukkan kepada: 1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH. selaku ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Arip Purkon, MA selaku sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia menjadi pembimbing dalam penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran, perhatian, dan ketelitian. 4. Bapak Deddy Nursyamsi S.H. M.Hum. selaku dosen pembimbing akademik dari semester satu hingga akhir perkuliahan. 5. Bapak Nurrohim yang memberi arahan untuk selalu mengingat dan menghapal Al-qur’an serta mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat dan segenap dosen pembimbing setoran hafalan Al-qura’an di fakultas syariah dan hukum. 6. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan dapat bermanfaat dan menjadi keberkahan bagi penulis. 7. Segenap staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
vi
memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini. 8. Untuk kedua Orang tua ku yang tercinta, yaitu Bapak Masir dan Ibu Nenih yang tiada henti-hentinya memberikan dukungan, doa, serta kasih sayangnya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas kasih sayang, motivasi, dukungan, doa, perhatian, ilmu pengetahuan, arti kedisiplinan, serta segala hal yang selalu diberikan dengan tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang Perguruan Tinggi Negeri. 9. Untuk Abangku Masan Nurpian S.H. serta adik-adikku Bagus Wahyu Nuralam dan Faathir Andar Nurali. Terimakasih atas doa serta dukungan untuk penulis. 10. Untuk pendamping hidupku Kais Ilmitaqi S.E. yang selalu senantiasa memberikan motivasi dan doa serta kasih sayangnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 11. Untuk sahabat-sahabat ku Shinta Dwiningtyas, Chairunisa, Dhurifah Nur Utami, Tazkiatun Nafs, Septina Utami, Hilda Israa, Dandy hernady, Ida Rofidah, Novita Akria Putri, Sri Andriyani, Ummu Salamah, Fanny Fatwati serta teman-teman ilmu hukum seperjuangan angkatan 2011 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, baik konsentrasi hukum bisnis maupun konsentrasi hukum kelembagaan negara yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaannya selama masa kuliah ini.
vii
12. Seluruh Civitas Akademika Fakultas Syariah dan Hukum yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih yang telah membantu penulis dalam masa kuliah ini. 13. Sahabat-sahabat saya di KESASAR (Kelapa Dua Scooter Sama Rata) yang telah menemani penulis dalam canda sehingga penulis tidak jenuh dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga doa, motivasi, dukungan baik materil maupun immateril yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin ya Robbal Alamin. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan baik dalam penyajian maupun isinya karena keterbatasan dan kemampuan penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis serta bagi pembaca pada umumnya. Wabillihi taufik walhidayah wassalammu’alaikum Wr.Wb
Jakarta, 02 April 2015
Endang Putri Nurhayati
viii
DAFTAR ISI PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iii ABSTRAK ........................................................................................................... iv KATA PENGANTAR ......................................................................................... v DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masala .............................................................................. 1 B. Identifikasi Masalah .................................................................................. 7 C. Pembatasan dan Rumusan Masalah .......................................................... 7 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 8 E. Kerangka Teoritis dan Konseptual ............................................................ 10 F. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu .......................................................... 12 G. Metode Penelitian...................................................................................... 14 H. Sistematika Penulisan ............................................................................... 19 BAB II OUTSOURCING DAN HAK KESEJAHTERAAN A. Outsourcing ............................................................................................... 21 1. Pengertian Outsourcing ....................................................................... 23 2. Dasar Hukum Hak Kesejahteraan Outsourcing .................................. 25
ix
3. Jenis-jenis Outsourcing ....................................................................... 27 4. Tujuan Outsourcing. ............................................................................ 29 B. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Outsourcing ............................................................................................... 30 C. Hak Kesejahteraan .................................................................................... 34 D. Jenis-jenis Hak Kesejahteraan................................................................... 34 BAB III PROFIL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA A. Sejarah Singkat Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Pegawai Kementrian Komunikasi dan Informatika..................................................................... 39 B. Visi dan Misi ............................................................................................. 41 C. Kinerja Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementrian Komunikasi dan Informatika ......................................................................................... 43 D. Perkembangan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementrian Komunikasi dan Informat ......................................................................... 49
Bab IV ANALISIS HASIL DAN TEMUAN DI LAPANGAN A.
Penerapan Outsourcing di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika ........................................ 52
B.
Hak Kesejahteraan yang Diperoleh Pekerja Outsourcing. ................. 59
C.
Hubungan Dalam Penerapan Hak Kesejahteraan yang diperoleh Pekerja Outsourcing ........................................................................................ 62
D.
Analisis Penulis .................................................................................. 69
x
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan......................................................................................... 74 B. Saran ................................................................................................... 75 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 77 LAMPIRAN-LAMPIRAN Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang Kinerja para Pekerja ................................................................................................................... 80 Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2015 ..... 86 Kontrak Kerja Pekerja Outsourcing di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika ........................................................... 90 Surat Keterangan Telah Melakukan Wawancara .................................................. 94
xi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan yang berhasil dapat digambarkan dimana organisasi perusahaan tersebut mampu menjalankan dan mengawasi semua aktivitasnya. Selanjutnya organisasi perusahaan berkembang menjadi kompleks, menuju pada spesialisasi dari berbagai elemen atau aktivitas operasi perusahaan. Spesialisasi ini untuk membuka jalan untuk melakukan outsourcing terhadap tugas-tugas yang bersifat bukan tugas utama (non core activities). Outsourcing merupakan usaha untuk mengontrakkan suatu kegiatan atau aktivitas perusahaan pada pihak luar untuk memperoleh layanan pekerjaan yang dibuktikan di masa yang akan datang. Seperti hal nya yang terjadi di Pusdiklat Kemenkominfo ini, sistem pekerjaan yang terdapat di Pusdiklat Kemenkominfo ini penerapannya dilakukan secara outsourcing. Dimana pihak Pusdiklat sendiri yang mengatur dalam pengolahan karyawan outsourcing yang bekerja di Pusdiklat Kemenkominfo ini. Penerapan outsourcing ini pun menjadi menarik, ketika pengertian outsourcing sebagai tenaga alih daya yang menggunakan jasa Perusahaan sebagai penyalur outsourcing untuk menyalurkan jasa outsourcing tersebut, lain halnya dengan Pusdiklat Kemenkominfo disini yang mengatur sendiri penerapan sistem outsourcingnya sebagai pegawainya, sehingga perlu diadakannya penelitian
1
2
untuk mengetahui bagaimana penerapan dari outsourcing di Pusdiklat Kemenkominfo tersebut dan bagaimanakah hak kesejahteraan yang mereka dapatkan selama menjadi pegawai outsourcing di Pusdiklat Kemenkominfo.
Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan
merupakan
kebutuhan
asasi
warga
negara
sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam amandemen UUD 1945 tentang Ketenagakerjaan juga disebutkan dalam Pasal 28d ayat (2) UUD 1945. Hal tersebut berimplikasi pada kewajiban negara untuk memfasilitasi warga negara agar dapat memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, perlu perencanaan matang dibidang ketenagakerjaan untuk mewujudkan kewajiban negara tersebut.1 Lingkungan yang sangat kompetitif saat ini menuntut dunia usaha untuk menyesuaikan dengan tuntutan pasar yang memerlukan respons yang cepat dan fleksibel dalam meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan. Untuk itu diperlukan suatu perubahan struktural dalam pengelolaan usaha dengan memperkecil rentang kendali manajemen, dengan memangkas sedemikian rupa sehingga dapat menjadi lebih efektif, efisien, dan produktif. Dalam kaitan itulah dapat dimengerti bahwa kalau kemudian muncul kecendrungan alih daya (outsourcing), yaitu memborongkan satu bagian atau beberapa 1
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), h.1
3
bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut perusahaan penerima pekerjaan.2 Banyak perusahaan alih daya yakni perusahaan yang bergerak di bidang penyedia tenaga kerja aktif menawarkan ke perusahaan-perusahaan pemberi kerja, sehingga perusahaan yang memerlukan tenaga kerja tidak perlu susahsusah mencari, menyeleksi, dan melatih tenaga kerja yang dibutuhkan. Alih daya merupakan penyerahan wewenang dari suatu perusahaan kepada perusahaan lain untuk menjalankan sebagian atau seluruh proses fungsi usaha dengan menetapkan suatu target atau tujuan tertentu. Penyerahan kegiatan, tugas ataupun pelayanan pada pihak lain, dengan tujuan untuk mendapatkan tenaga ahli serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perusahaan.3 Alih daya memungkinkan suatu perusahaan memindahkan pekerjaanpekerjaan rutin dalam perusahaan untuk dikerjakan oleh pihak lain di luar perusahaan. Dengan menyerahkan pekerjaan rutin tersebut kepada pihak luar, dalam hal ini penyedia jasa alih daya, perusahaan tidak perlu mengalokasikan sumber daya perusahaan untuk menangani pekerjaan tersebut.4
2
Muzni Tambusai, Pelaksanaan Outsourcing Ditinjau dari Aspek Hukum Ketenagakerjaan Tidak Mengaburkan Hubungan Industrial, dalam Informasi Hukum Vol.1 Tahun VI,2004. 3
4
Iftida Yasar, Sukses Implementasi, (Jakarta: PPM Manajemen, 2011), h. 5
Petra, “Penerapan Strategi Alih Daya”, artikel diakses pada 24 Oktober 2014 dari http://repository.petra.ac.id/16206/1/PENERAPAN_STRATEGI_ALIH_DAYA.pdf
4
Berdasarkan hukum ketenagakerjaan, istilah outsourcing sebenarnya bersumber dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 64 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan
lainnya
melalui
perjanian
pemborongan
pekerjaan
atau
penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. Pengaturan outsourcing dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tersebut belum dapat menjawab semua permasalahan outsourcing yang begitu luas dan kompleks. Namun, setidaknya dapat memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh terutama yang menyangkut syarat-syarat kerja, kondisi kerja serta jaminan sosial dan perlindungan kerja lainnya dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan apabila terjadi permasalahan. Pelaksanaan outsourcing yang demikian dapat menimbulkan keresahan pekerja/buruh dan tidak jarang diikuti dengan tindakan mogok kerja, sehingga maksud diadakannya outsourcing seperti yang telah saya sebutkan disebelumnya menjadi tidak tercapai, karena terganggunya proses produksi barang maupun jasa. 5 Pada dasarnya ada beberapa tujuan dari pelaksanaan sistem outsourcing, antara lain untuk mengembangkan kemitraan usaha, sehingga satu perusahaan tidak akan menguasai suatu kegiatan industri. Dalam jangka panjang kegiatan tersebut diharapkan akan mampu mengurangipemusatan kegiatan industri di 5
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), h. 220.
5
perkotaan menjadi lebih merata ke daerah-daerah.6 Pelaksanaan sistem outsourcing juga memberikan manfaat bagi pemerintah, masyarakat,pekerja, dan pengusaha. Bagi pemerintah outsourcing memberi manfaat yaitu membantu mengembangkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional, pembinaan dan pengembangan kegiatan koperasi dan usaha kecil, mengurangi beban pemerintah kota/kabupaten dalam penyediaan fasilitas umum, seperti: transportasi, listrik, air dan pelaksanaan ketertiban umum.7 Bagi masyarakat dan pekerja, sistem outsourcing memberi manfaat antara lain aktivasi industri di daerah akan mendorong kegiatan ekonomi penunjang di lingkungan masyarakat, mengembangkan infrastruktur sosial masyarakat, budaya kerja, disiplin dan peningkatan kemampuan ekonomi, mengurangi pengangguran
dan
mencegah
terjadinya
urbanisasi,
meningkatkan
kemampuan dan budaya perusahaan di lingkungan masyarakat. Bagi perusahaan, sistem
manfaat antara lain meningkatkan fokus perusahaan,
memanfaatkan kemampuan kelas dunia, membagi resiko, sumber daya sendiri dapat dipergunakan untuk kebutuhan lain, menciptakan dana segar,
6
Komang Priambada, 2008, outsourcing Versus Serikat Pekeja, Alih Daya Publishing,
Jakarta, h. 110. 7
Ibid, h.46.
6
mengurangi dan mengendalikan biaya operasi, dan memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri.8 Oleh karena itu, pekerja outsourcing sangat berperan aktif dalam bidang ketenagakerjaan khusunya bagi perusahaan dan pemerintah seperti yang telah saya uraikan sebelumnya diatas. Namun disisi lain, para pekerja justru mendapatkan hak yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya mereka dapatkan, mereka tidak sepenuhnya mendapatkan keseluruhan dari semua hak yang harus diberikan, dengan artian, mereka hanya mendapatkan sebagian hak yang mereka dapatkan sebagai tenaga kerja outsourcing. Oleh karena itu para pekerja tidak mendapatkan kesejahteraan yang baik bahkan tidak optimal sebagai pekerja. Walaupun tidak diatur secara detail mengenai hak kesejahteraan di dalam Undang Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, namun semestinya pihak perusahaan tetap memberikan hak-hak kesejahteraan mereka sepenuhnya. Sehingga kesejahteran mereka menjadi terjamin untuk penghidupannya. Karena permasalahan tersebut selalu muncul di dalam sistem ketenagakerjaan di negara ini, dan selalu menjadi problematika yang tidak pernah ada ujung pangkalnya, saya sebagai penulis merasa tertarik dengan pembahasan yang harus saya bahas di dalam materi skripsi saya ini, yang berjudul yaitu “Tenaga Ahli Daya pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan
8
Iftida Yasar, Sukses Implementas, (Jakarta: PPM Manajemen, 2008, cet 1), h.15.
7
Informatika (Analisis Yuridis Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan).”
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana praktek penerapan pada penggunaan jasa outsourcing dalam pelaksanaan pekerjaan outsourcing pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika. 2. Hak-hak kesejahteraan apa saja yang didapat oleh pekerja outsourcing pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika. 3. Hubungan dalam penerapan hak kesejahteraan ysng diperoleh pekerja outsourcing pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian
Komunikasi dan Informatika berdasarkan Undang-undang No.13 Tahun 2003.
4. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Berdasarkan
permasalahan
tersebut,
penulis
tidak
membahas
persoalan seluruh pembahasan mengenai tenaga kerja outsourcing yang pernah menjadi permasalahan di Indonesia, penulis hanya memfokuskan penelitian pada sisi hak kesejahteraan tenaga kerja outsourcing yang dilakukan di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementrian
8
Komunikasi
dan
Informatika
yang
berdasarkan
Undang-Undang
Ketengakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
2. Rumusan Masalah Menurut peraturan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 setiap pekerja outsourcing
berhak
kenyataannya
mendapatkan
hak-hak
hak-hak
kesejahteraan
kesejahteraan,
mereka
tidak
namun
sepenuhnya
didapatkan. Rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana praktek penerapan
pekerja outsourcing
di
Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementrian Komunikasi dan Informatika ? 2. Bagaimana
hak
kesejahteraan
pekerja
outsourcing
di
Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika ? 3. Bagaimana hubungan dalam penerapan hak kesejahteraan yang diperoleh pekerja/buruh outsourcing di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 ?
5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
9
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian skripsi ini antara lain sebagai berikut : a. untuk mengetahui dan memahami prinsip-prinsip sistematis tentang penerapan yang dilakukan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai
Kementerian
Komunikasi
dan
Informatika
dalam
pengelolaan pekerja outsourcing. b. untuk mengetahui macam-macam dari hak kesejahteraan yang didapatkan oleh pekerja outsourcing yang berada dilingkungan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika. c. untuk memberikan penyuluhan dan pengetahuan bagi semua pekerja khususnya
pekerja
outsourcing
dalam
penerimaan
hak-hak
kesejahteraan yang diberikan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika yang harus sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjan No.13 Tahun 2003. 2. Manfaat Penilitian Adapun manfaat dari penulisan skripsi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : a. Manfaat Teoritis : Bahwa penulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep keilmuan yang pada gilirannya dapat memberikan andil bagi perkembangan ilmu
10
pengetahuan hukum perdata dan dagang, khususnya dalam bidang hak kesejahteraan tenaga kerja outsourcing pada perusahaan outsourcing. b. Manfaat Praktis : Bahwa penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembuat kebijakan maupun pihak legislatif guna melengkapi peraturan perundang-undangan yang masih diperlukan. Dan juga diharapkan penulisan ini berguna untuk melindungi para pekerja outsourcing untuk mendapatkan hak-hak nya untuk kesejahteraan hidupnya berdasarkan Undang-Undang. 6. Kerangka Teoritik dan Konseptual 1. Kerangka Teoritik Teori pluralisme dalam teori ini meyakini, bahwa kenaikan upah buruh secara politis diwadahi dalam Upah Minimum Regional (UMR) yang menandakan prospek keamanan hubungan industrial yang jauh dari konflik. Disinilah upah buruh memiliki arti palng penting sebagai pembangunan hubungan industrial. Ketika upah buruh semakin meningkat, maka kesenjangan antara manajemen dan buruh semakin menipis, sehingga semakin kecil pula lasan buruh untuk melakukan konflik industrial. Serikat buruh mempunyai makna utama sebagai wahana untuk meningkatkan upah buruh, berikut fasilitas kerja lainnya. Untuk itu serikat buruh berunding dengan (asosiasi) pengusaha,
11
merumuskan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang antara lain berisi peningkatan upah buruh.9 Teori “Prima Facie” menguraikan bahwa, pembenaran terhadap pembebasan para kaum buruh dari pengaturan kerja waktu tertentu dapat dilakukan, karena pengaturan kerja wakatu tertentu merugikan kaum buruh baik sebelum hingga setelah melaksanakan tugas, pengaturan kerja waktu tertentu yang melahirkan pelanggaran hukum bukan dikarenakan kesalahan atau kesengajaan buruh.10
2. Kerangka Konseptual Dalam konteks ini kerangka konseptual yang berkaitan dengan materi penelitian penulis hanya memuat definisi operasional, yaitu: a. Hukum Ketenagakerjaan Peraturan
hukum
yang
mengatur
hubungan
kerja
antara
pekerja/buruh dan pengusaha/majikan dengan segala konsekuensinya. b. Outsourcing Istilah masyarakat untuk menyebut jenis hubungan kerja yang dalam UU No.13 Tahun 2003 diistilahkan dengan penyerahan 9
Surya Tjandra, Jafar Suryomenggolo,Makin Terang Bagi Kami Belajar Hukum Perburuhan, (Jakarta: TURC, 2006), h.206-207. 10
Abdullah Sulaiman, “Implementasi Sistem Outsourcing Tenaga Kerja di Indonesia : Pra dan Pasca Putusan MK tentang Outsourcing Tenaga Kerja”, Dalam Studium General Prodi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2 Mei 2003 (Ciputat : 2013), h.2.
12
sebagian pelaksanaan kerja pada perusahaan lain, yaitu hubungan kerja yang bersifat waktu tertentu dan hanya untuk jenis dan pekerjaan yang bersifat penunjang produksi (non-core activities) c. Pemberi Kerja Orang yang memiliki modal (kapital) dan tak mampu mengelola sendiri modal itu maka dia akan mencari orang lain yang dianggap dapat membantu mengelolanya d. Masa kerja Waktu
tertentu
yang
digunakan
dalam
melaksanakan
tugas/pekerjaan tertentu sebagaimana disepakati. Masa kerja disini harus jelas dan tegas dalam menyatakan waktu kapan mulai dan kapan pula berakhirnya. e. Perjanjian kerja Kesepakatan dan kesepahaman yang terjalin antara pemberi kerja dan pekerja/buruh untuk menjalin suatu komitmen pekerjaan yang baik. 7. Tinjauan Kajian Terdahulu Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, penulis akan menyertakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan kajian materi yang akan dibahas, sebagai berikut: Penelitian yang dituliskan oleh Dita Antania Hanjani sebagai jurnal yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan
13
Karyawan Outsourcing.” Penelitian tersebut menjelaskan sejauh mana tingkat kesejahteraan karyawan outsourcing di daerah penelitian; untuk mengetahui pengaruh jumlah tanggungan keluarga, penghasilan/gaji, umur, tabungan, hutang keluarga, dan jarak lokasi tempat tinggal ke pusat layanan terdekat terhadap kesejahteraan karyawan outsourcing. Serta penelitian yang dituliskan dalam bentuk skripsi oleh Aisyah Khairani Lubis yang berjudul “Hak-Hak Pekerja/Buruh Dalam Praktek Outsourcing Menurut UU Ketenagakerjaan.” Penelitian tersebut menjelaskan mengenai hak apa saja yang harus didapatkan oleh pekerja/buruh outsourcing serta penentuan pekerjaan utama dan pekerja penunjang dalam perusahaan sebagai dasar dari pelaksanaan outsourcing. Selanjutnya buku yang menjadi kajian review dalam penulisan penelitian ini yaitu buku yang berjudul “Dasar-dasar Hukum Perburuhan”, diterbitkan oleh PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, tahun 2004. Pada buku ini menjelaskan berbagai macam permasalahan yang terjadi pada buruh serta penjelasan yang sangat kompeten dalam perburuhan di Indonesia. Sebagai perbandingan sekaligus pembeda, pada skripsi ini penulis menguraikan perihal bagaimana hak kesejahteraan yang harus didapatkan oleh para pekerja/buruh
outsourcing
mengingat
para pekerja/buruh
outsourcing disini hanya menerima segelintir atau sebagian hak yang mereka dapatkan, karena jika dilihat dari Undang-Undang yang berlaku mengenai ketenagakerjaan bahwa di dalam pasal mengenai hak yang harus mereka
14
dapatkan hanya sedikit dan tidak menjelaskan secara jelas, oleh karena itu, penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hak kesejahteraan yang harus didapatkan oleh para pekerja/buruh outsourcing. Jadi terdapat perbedaan pembahasan dan masalah yang diangkat penulis dengan penelitianpenelitian yang sudah ada sebelumnya. 8. Metode Penelitian Metodologi penelitian disini mempunyai beberapa pengertian, yaitu (a) logika dari penelitian ilmiah, (b) studi terhadap prosedur dan tekhnik penelitian, dan (c) suatu sistem dari prosedur dan tekhnik penelitian. Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa metode penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni. Oleh karena itu, penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Metodologi penelitian yang diterapkan harus sesuai dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. 11 Metode penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Di samping itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu
11
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 70.
15
pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.12 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan ialah jenis penelitian normatif empirik. Penelitian hukum normatif adalah jenis penelitian yang lazim dilakukan dalam kegiatan pengembangan Ilmu Hukum yang di Barat biasa juga disebut dogmatika Hukum.13 Penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum, dan penelitian perbandingan hukum.14 Sedangkan penelitian empiriknya disini yaitu meneliti pegawai outsourcing di Pusat Pendidikan dan Pelatihan pegawai Kementrian Komunikasi dan Informatika. 2. Teknik Pendekatan Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan perundang-undangan (conceptual
12
(statute
approach),
dan
approach), pendekatan
pendekatan kasus
(case
konseptual approach).15
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h.17.
13
Sulistiyowati Irianto dan Shidarta, ed., Metode Penelitian Hukum: Konstelasi dan Refleksi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 142. 14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1983), h. 51.
15
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 93.
16
Pendekatan
undang-undang
dilakukan
dengan
menelaah
peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang akan digunakan adalah UUD 1945, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta Peraturan perundang-undangan lain yang menunjang penelitian proposal skripsi ini, dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam penelitian ini. Secara konseptual, perburuhan dan sistem ketenagakerjaan pada sudah tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, namun untuk melengkapi, maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut terhadap pandangan-pandangan dari berbagai pihak yang terkait serta konsep yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan yang pernah digunakan atau yang masih berlaku sampai saat ini berkaitan dengan sistem ketenagakerjaan yang ada, khususnya hak kesejahteraan pada pegawai outsourcing yang masih penuh dengan kontroversial. Dan yang terakhir yaitu pendekatan kasus. Pendekatan kasus disini termasuk kebagian “Case approach” ( study atas beberapa kasus yang bisa menjadi yurisprudensi). Dengan demikian, kasus yang terkait adalah mengenai hak kesejahteraan yang seharusnya mereka dapatkan tidak sebanding dengan pekerjaan pada perusahaan tersebut yang sudah memperkerjakan mereka. Sehingga banyak para buruh memprotes mengenai hak yang harus mereka dapatkan. Terkait dengan itu semua, kasus mengenai masalah ini terjadi pada umumnya sangatlah banyak karena cakupan dari
17
hak kesejahteraan sebenarnya terdiri dari beberapa macam, seperti upah, BPJS, tunjangan akhir tahun, kesehatan, dll. 3. Jenis Data dan Bahan Hukum Data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder dalam penelitian hukum adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang sering disebut bahan hukum.16 Adapun data sekunder atau bahan hukum yang digunakan penulis adalah: a.
Bahan hukum primer, terdiri atas peraturan perundang-undangan, yurisprudensi atau keputusan pengadilan dan perjanjian internasional (traktat).17 Bahan hukum primer yang digunakan penulis dalam penelitian ini antara lain seperti UUD NRI 1945 amandemen, UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003, UU No.40 Tahun 2004, UU No. 3 Tahun
1992,KEP.102/MEN/VI/
2004
Tahun
2004,
PER-
04/MEN/1994 Tahun 1994. b.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dapat berupa 16
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 156. 17
Ibid, h. 157.
18
rancangan perundang-undangan, hasil penelitian, buku, buku teks, jurnal ilmiah, surat kabar (koran), pamflet, leaflet, brosur, dan berita internet.18 c.
Bahan non hukum, ini dapat berupa semua literatur yang berasal dari non hukum, sepanjang berkaitan atau mempunyai relevansi dengan topik penelitian.19 Misalnya, buku-buku, laporan hasil penelitian mengenai ilmu yang terkait dengan penelitian ini, serta wawancara langsung oleh pegawai di Pusat Pendidikan dan Pelatihan pegawai Kementrian Komunikasi dan Informatika.
4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier dan/atau bahan non hukum. Penelusuran bahan bahan hukum tersebut dilakukan dengan membaca, melihat, mendengarkan, maupun dilakukan penelusuran dengan melalui media internet.20 5. Teknik Pengolahan Data 18
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 157-158. 19
20
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h. 143.
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum, h. 160.
19
Setelah data dan bahan hukum dikumpulkan tahap selanjutnya adalah melakukan pengolahan data, yaitu mengelola data sedemikian rupa sehingga data dan bahan hukum tersebut tersusun secara runtut, sistematis, sehingga akan memudahkan penulis melakukan analisis.21 Dalam penelitian hukum normatif, pengolahan bahan berwujud kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Dalam hal ini pengolahan bahan dilakukan dengan cara, melakukan seleksi data sekunder atau bahan hukum, kemudian melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan hukum dan menyusun data hasil penelitian tersebut secara sistematis.22 6. Teknik Penulisan Teknik penulisan ini mengacu kepada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
9. Sistematika Penulisan Dalam penulisan penelitian ini, penulis menyajikan dalam 5 (lima) bab. Adapun sistematika yang dimaksud adalah sebagai berikut.
21
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 180. 22
Ibid, h. 181.
20
Bab pertama, pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika pembahasan berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review kajian terdahulu, dan sistematika penelitian. Bab kedua, akan membahas tinjauan umum tentang peruburuhan, pengertian
outsourcing,
jenis-jenis
outsourcing,
tujuan
outsourcing,
perlindungan hukum terhadap Outsourcing, pengertian hak kesejahteraan, jenis-jenis hak kesejahteraan. Bab Ketiga, menguraikan Profil Pusat pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika, sejarah singkat Pusdiklat Kemenkominfo, visi dan misi Pusdiklat Kemenkominfo, kinerja serta perkembangan Pusdiklat Kemenkominfo. Bab keempat, penulis akan menganalisis bagaimana penerapan outsourcing di Pusdiklat Kemenkominfo, hak kesejahteraan yang diperoleh pekerja Pusdiklat Kemenkominfo serta penerapan hak kesejahteraan pegawai outsourcing
Pusdiklat
Kemenkominfo
berdasarkan
Undang
Undang
Ketenagakerjaan. Bab kelima, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran mengenai outsourcing yang dilakukan oleh Pusdiklat Kemenkominfo.
21
BAB II OUTSOURCING DAN HAK KESEJAHTERAAN A. OUTSOURCING Evolusi outsourcing terjadi mulanya berasal dari bangsa Yunani dan Romawi yang menyewa prajurit asing untuk bertempur pada peperangan mereka, serta menyewa ahli bangunan untuk membangun kota beserta istana,1 sehingga munculah kegiatan sewa menyewa. Sejak revolusi Industri, perusahaan-perusahaan telah berusaha keras menemukan langkah terobosan untuk mendapatkan keuntungan kompetitif dan meningkatkan penjualan. Tipe perusahaan abad 20 adalah perusahaan besar terintegrasi yang dapat “memiliki, mengatur, dan mengontrol secara langsung” semua asetnya.2 Seiring bergulirnya waktu, perusahaan berusaha dalam persaingan global, tetapi mengalami kesulitan karena kurangnya persiapan akibat struktur manajemen yang membengkak. Akibatnya, resio usaha dalam segala hal, termasuk resiko tenaga kerja pun meningkat. Tahap ini merupakan awal timbulnya pemikiran outsourcing pada dunia usaha. Untuk meningkatkan keluwesan dan kreatifitasnya, banyak perusahaan besar yang membuat
1
Chandra Suwondo, Outsourcing Implementasi di Indonesia (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003),h.2. 2
Ibid., h.3.
21
22
strategi baru dengan berkonsentrasi pada bisnis inti, mengidentifikasikan proses yang kritikal, dan memutuskan hal-hal yang harus dialih-dayakan. berkaitan dengan itu semua di Indonesia sebelum berlakunya perjanjian kerja di dalam KUHPerdata, dahulu sudah ada perjanjian kerja yang bernama “Persewaan Pelayan dan Pekerja”, dimana kewajibannya yaitu persewaan tenaga kerja atau penyerahan hasil kerja tertentu di satu pihak dan kontrsa prestasi uang atau yang dapat dinilai dengan uang di lain pihak. Penilaian kerja dengan persewaan pelayan dan pekerja dikenal dengan budak karena mereka menganggap pekerjaan tersebut dilakukan oleh budak, dengan demikian kerja yang dilakukan Pelayan dan Pekerja dimasukkan kedalam buku III KUHPerdata yang mengatur Hukum Harta Kekayaan sebab status Pelayan dan Pekerja dianggap sama dengan budak berarti sama dengan benda.3 Persewaan pelayan dan pekerja ini isinya sangat sederhana dan tidak memberikan perlindungan hukum kepada buruh, melainkan menjamin pengusaha dalam memperoleh tenaga kerja. Ketentuan dalam Persewaan Pelayan dan Pekerja sifatnya tidak memaksa, sehingga dapat dikesampingkan oleh para pihak dengan membuat perjanjian sendiri. Keadaan tersebut terjadi karena Negara pada waktu itu tidak mencampuri urusan perburuhan, karena munculnya aliran liberalisme yaitu pengusaha pada masa itu menjunjung 3
Chandra Suwondo, Outsourcing Implementasi di Indonesia (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003), h.4.
23
tinggi jaminan baik bagi kesejahteraan Negara apabila kekuasaan di dalam masyarakat dibiarkan bergerak sendiri.4 Karena pengaturan dianggap tidak baik maka aturan mengenai persewaan pelayan dan tukang tersebut dihapuskan. Dan masa kini pengaturan mengena outsourcing sangatlah di perhatikan oleh pemerintah untuk kesejahteraan para pekerja outsourcing dimanapun mereka bekerja, walaupun dalam keadaan nyata outsourcing disini dalam sisi kesejahteraannya belum maksimal didapatkannya.
1. PENGERTIAN OUTSOURCING Pengertian tenaga kontrak outsourcing nampaknya hanyalah pengertian pratikal saja terutama dipandang dari sudut pengusaha sebagai pemberi kerja. Outsourcing adalah pendelegasian operasi manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing).5 Melalui pendelegasian maka pengelolaan tak lagi dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing. Dibidang ketenagakerjaan, outsourcing dapat diterjemahkan sebagai pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan, melalui perusahaan penyedia/pengerah
4
5
Ibid., h.6. Ibid, h.2.
24
tenaga kerja.6 Ini berarti ada dua perusahaan yang terlibat, yakni perusahaan yang khusus menyeleksi, melatih dan memperkerjakan tenaga kerja yang menghasilkan suatu produk atau jasa tertentu untuk kepentingan perusahaan lainnya. Dengan demikian, perusahaan yang kedua tidak mempunyai hubungan kerja langsung dengan tenaga kerja yang bekerja padanya, hubungan lainnya hanya melalui perusahaan penyedia tenaga kerjaa. Istilah outsourcing tidak ditemukana secara jelas dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam pasal 64 uu no.13 tahun 2003 hanya dikatakan : “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerjaan/buruh yang dibuat secara tertulis.” Beberapa pakar serta praktisi outsourcing (Alih Daya) dari Indonesia juga memberikan definisi mengenai outsourcing, antara lain menyebutkan bahwa outsourcing (Alih Daya) dalam bahasa Indonesia disebut sebagai alih daya, adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan jasa outsourcing).7 Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Muzni Tambusai, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mendefinisikan pengertian outsourcing (Alih Daya) sebagai memborongkan satu bagian atau
6
7
Richadus Eko Indrajit, Proses Bisnis Outsourcing, (Jakarta: Grasindo 2004, cet.2), h.1.
Chandra Suwondo, Outsourcing; Implementasi di Indonesia, (Jakarta: Elex Media Computindo), hal 2.
25
beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan.8
Berdasarkan ketentuan pasal 2 KEPMEN No. 101 tahun 2004 dikatakan bahwasannya : “untuk dapat menjadi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh perusahaan wajib memliki ijin operasional dari instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota sesuai domisili perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh”.
2. DASAR HUKUM HAK KESEJAHTERAAN OUTSOURCING Jika dilihat kembali dasar hukum outsourcing itu sendiri terdapat didalam pasal 64, 65, dan 66 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, namun jika mengenai kesejahteraan para pekerja/buruh dasar hukum tersebut dijelaskan didalam pasal 99 yaitu, “(1) Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. (2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.”9 Selanjutnya juga terdapat didalam Pasal 100 yaitu, “(1) Untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya,
8
Muzni Tambusai, Pelaksanaan Outsourcing (Alih Daya) ditinjau dari aspek hukum ketenagakerjaan tidak mengaburkan hubungan industrial, http://www.nakertrans.go.id/arsip berita/naker/outsourcing.php. 29 Mei 2005. 9
Undang-Undang Ketenagakerjaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.41
26
pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan. (2) Penyediaan fasilitas
kesejahteraan
sebagaimana
dimaksud
dalam
ayat
(1),
dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan. (3) Ketentuan mengenai jenis dan kriteruia fasilitas kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah.”10 Dan yang terakhir mengenai dasar hukum tentang kesejahteraan yang terdapat
didalam
Undang-Undang
No.13
Tahun
2003
Tentang
Ketenagakerjaan, yaitu Pasal 101, dimana dijlaskan didalam pasal tersebut, yaitu: “(1) Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh, dibentuk
koperasi
pekerja/buruh
dan
usaha-usaha
produktif
di
perusahaan. (2) Pemerintah, pengusaha, dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat
buruh
berupaya
menumbuhkembangkan
koperasi
pekerja/buruh, dan mengembangkan usaha produktif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Pembentukan koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
10
yang
berlaku.
(4)
Upaya-upaya
Undang-Undang Ketenagakerjaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.42
untuk
27
menumbuhkembangkan koperasi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah.”11
3. JENIS-JENIS OUTSOURCING Outsourcing dalam prakteknya didunia kerja, mempunyai berbagai jenis yang dapat dikategorikan dalam beberapa hal, yaitu : 1. Labor Supply Outsourcing yang hanya menyalurkan SDM dan administrasi saja. 2. Full Outsourcing Outsourcing yang tidak hanya kegiatan administrasi saja melainkan juga bagian produksi termasuk manusia, fasilitas, peralatan, teknologi dan aset lain serta pengambilan keputusan dalam kegiatan perusahaan.12 Selain dua jenis outsourcing diatas, outsourcing memiliki jenis-jenis yang dapat dibagi menjadi beberapa, diantaranya yaitu : 1. Contracting Ini adalah bentuk penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga yang paling sederhana dan merupakan bentuk yang paling lama. Biasanya ini menyangkut kegiatan yang sederhana atau jenis layanan tingkat rendah, seperti pembersihan kantor, pemeliharaan rumput, dan
11
12
2008), h.28.
Undang-Undang Ketenagakerjaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.42. Amin Widjaja Tunggal, Outsourcing Konsep dan Kasus, (Jakarta: Harvarindo,
28
kebun. Langkah ini adalah langkah berjangka pendek, hanya mempunyai arti taktis dan bukan merupakan bagian dari strategi (besar) perusahaan tetapi hanya untuk mencari cara yang praktis saja.13
2. Outsourcing Penyerahan aktifitas perusahaan pada pihak ketiga dengan tujuan untuk mendapatkan kinerja pekerjaan yang profesional dan berkelas dunia.14 3. Insourcing Kebalikan dari outsourcing, dengan menerima pekerjaan dari perusahaan lain. Motivasi utamanya adalah dengan menjaga tingkat
produktivitas dan penggunaan aset secara maksimal agar biaya satuannya dapat ditekan dimana hal ini akan meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan demikian kompetensi utamanya tidak hanya digunakan sendiri tetapi juga dapat digunakan oleh perusahaan lain yang akan meningkatkan keuntungan.15 4. Co-sourcing Jenis hubungan pekerjaan dan aktivitas dimana hubungan antara perusahaan dan rekanan lebih erat dari sekedar hubungan outsourcing. 13
Richadus Eko Indrajit, Proses Bisnis Outsourcing, (Jakarta: Grasindo 2004, cet.2),
14
Libertus Jehani, Hak-Hak Karyawan Kontrak, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008),
h.35.
Cet.2. 15
Bisma Murti, Mengelola SDM Secara Contracting Out, dalam Workshop: Pertemuan tahunan ke-7 Desentralisasi Kesehatan 2008, (Yogyakrta: UGM, 2008), h.2.
29
Contohnya adalah dengan memperbantukan tenaga ahli pada perusahaan pemberi jasa untuk saling mendukung kegiatan masingmasing perusahaan.16 5. Benefit-Based-Relationship Hubungan outsourcing dimana sejak semula kedua belah pihak mengadakan investasi bersama dengan pembagian pekerjaan tertentu. Dengan demikian masing-masing pihak akan saling mendukung dan saling tergantung. Pembagian keuntungan telah dibicarakan pada saat awal kesepakatan kerjasama.17
4. TUJUAN OUTSOURCING Salah
satu
tujuan
perusahaan
melakukan
outsourcing
adalah
menginginkan adanya efisiensi dari segi biaya. Dengan perhitungan yang matang tentu saja ada penguangan biaya dibandingkan jika pekerjaan itu dilakukan sendiri. Misalnya, adanya komponen biaya pesangn yang tidak perlu dianggarkan mengingat pekerjaan dilakukan dalam bentuk kontrak dan hanya dalam jangka waktu tertentu. Biaya lain yang bisa dihemat adalah mengenai kenaikan gaji, dimana biasanya pekerjaan ini tidka ada jenjang karirnya sehingga biaya yang dikeluarkan relatif stabil.
16
Richadus Eko Indrajit, Proses Bisnis Outsourcing, (Jakarta: Grasindo 2004, cet.2),
h.36. 17
Ibid., h.37.
30
Adapun tujuan outsourcing ini dapat diperinci, enjadi beberapa, diantaranya yaitu: 1. Mempercepat keuntungan reengineering 2. Mendapatkan akses pada kemampuan kelas dunia 3. Memperoleh suntikan kas 4. Membebaskan sumber daya untuk kepentingan lain 5. Membebaskan diri dari fungsi
yang sulit dikelola atau
dikendalikan 6. Memperbaiki fokus perusahaan 7. Memperoleh dana kapital 18
B. PERLINDUNGAN
HUKUM
TERHADAP
PEKERJA/BURUH
OUTSOURCING Buruh dilindungi selama dia bekerja atau selama masih ada hubungan kerja. Peraturan yang dibentuk ialah peraturan yang melindungi buruh dan tenaganya, misalnya: a. Undang-Undang kerja dan peraturan untuk menjalankannya, yang menetapkan antara lain larangan bagi perempuan menjalankan pekerjaan pada malam hari, didalam tambang, lubang didalam tanah atau tempat lain untuk mengambil logam dan bahan-bahan lain dari dalam tanah
18
h.105.
Richardus Eko Indrajit, Proses Bisnis Outsourcing, (Jakarta: Grasindo, 2004, cet 2),
31
b. Undang-undang Keselamatan Kerja yang memuat peraturan-peraturan bagi perusahaan-perusahaan yang mempergunakan alat kekuatankekuatan supaya mengadakan perlengkapan yang cukup agar
buruh
terhindar dari kecelakaan.19 Mengingat
masih
lemahnya
kedudukan
buruh,
maka
hukum
perlindungan sesorang diletakan pada tempat yang utama sekali. Campur tangan pemerintah dalam perhubungan hukum antara buruh sebagai seseorang dengan majikan haruslah secukup-cukupnya. Dengan dijalan demikian soal perlindungan tenaga manusia dilapangan produksi haruslah menjadi tanggung jawab majikan terhadap masyarakat, yang menurut hukum adalah berarti tanggung jawab majikan terhadap pemerintah.20 Pengakuan pentinganya oragnisasi buruh dalam kemajuan pengertian sosial bagi suatu masyarakat memaksa mengadakan aturan-aturan memberi kesempatan leluasa untuk tumbuh dan berkembangnya organisasi buruh itu.21 Dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang pertama-tama diatur adalah tentang pembangunan ketenagakerjaan yang 19
Abdul Rachman Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997),h.65. 20
21
h.49.
Ibid.,h.66. R. Soejono, Pedoman Perburuhan, (Jakarta: G.C.T.Van Dorp & CO N.V, 2013),
32
berupaya
untuk
memberdayakan
pekerja/buruh
secara
optimal
dan
manusiawi, juga memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh dalam mewujudkan kesejahteraan dan akhirnya meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Khusus untuk melindungi pekerja/buruh dengan waktu tertentu atau tenaga kerja kontrak outsourcing seperti halnya pekerja/buruh satuan pengaman yang bekerja pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Komunikasi dan Informatika, maka ketentuan dalam pasal 6 Undang-undang No.13 tahun 2003 adalah ketentuan yang sangat penting untuk mempersamakan perlakuan dengan para pekerja tetap. Menurut pasal ini maka “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.” Tinggal sekarang bagaimana realisasi dari peraturan tersebut dapat berjalan dengan baik atau tidak. 22 Perjanjian kerja yang merupakan suatu bentuk dari perjanjian, selain memuat hak dan kewajiban, berfungsi pula sebagai perlindungan hukum bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut, sehingga apabila diantara keduanya terjadi perselisihan, maka keduanya dapat mengandalkan perjanjian kerja tersebut sebagai bentuk perlindungan.23
22
23
2005),h.56.
Undang-Undang Ketenagakerjaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.7. Iman Sjahputra Tunggal, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Harvarindo,
33
Perjanjian kerja yang sering dipakai dalam praktek outsourcing adalah perjanjian kerja waktu tertentu/kontrak, sehingga
outsourcing pada
pelaksanaannya sering mnegurangi hak-hak pekerja dalam hal kepastian kerja terkait jangka waktu, maupun jaminan kesejahteraan. Selama ini para pekerja memang merupakan pihak yang lemah baik dalam hal kedudukan maupun perlidungan
hukumnya,
karena
mereka
adalah
pihak
yang sangat
membutuhkan pekerjaan, sehingga mau tidak mau mereka harus mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh para pengusaha/perusahaan.24 Bagi para pekerja/buruh jaminan kesejahteraan/hak pekerja waktu tertentu sangatlah diperlukan, hal ini dikarenakan karakter dari tiap Undangundang ketenagakerjaan seharusnya adalah untuk memberikan hak-hak yang seimbang dan adil bagi kedua belah pihak yng pokok di luar perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yakni para pekrja dan pemberi kerja. Namun biasanya ketidakseimbangan itu lebih banyak diderita oleh para pekerja lebihlebih saat ini di mana lapangan kerja menyempit karena penurunan aktivitas ekonomi secara nasional. Mau tidak mau maka peraturan ketenagakerjaan menjadi lebih banyak mengatur hak-hak para pekerja.25
24
25
Ibid.,h.57.
Bambang Suhartono Widagdo, Hak Mogok Pekerja/Buruh Dalam Hubungan Industrial Indonesia, (Disertasi Untuk Mmeperoleh Gelar Doktor Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya, 2005), h.11.
34
C. HAK KESEJAHTERAAN Pengertian dari hak kesejahteraan sebenarnya memiliki pengertian yang sama dengan Hak Asasi Manusia, dimana didalam HAM tersebut memiliki pokok-pokok yang mengatur tentang kesejahteran manusia dengan jelas. Setiap manusia berhak atas penghidupan yang layak, mendapatkan pekerjaan yang layak tanpa adanya diskriminasi. Kemudian didalam pembukaan UUD 1945 juga telah tertulis dengan jelas bahwa “....mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur”.26 Hak kesejahteraan tersebut juga tertuang didalam Undang-Undang No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dimana dijelaskan hak kesejahteraan menurut Undang-undang tersebut yaitu hak atas pekerjaan yang layak sesuai bakat, kecakapan dan kemampuan, hak untuk memilih pekerjaan yang disukai dan berhak atas syarat-syarat ketenagakerjaan, hak pria dan wanita untuk mendapatkan upah yang sama dan melaksanakan pekerjaan sesuai martabat dan mendapat upah yang adil, hak atas jaminan sosial untuk hidup layak serta perkembangan pribadi yang utuh.27 D. JENIS-JENIS HAK KESEJAHTERAAN Pada dasarnya buruh sangat memerlukan hak kesejahteraan dari tempat yang mereka bekerja. Dimana mereka harus mendapatkan hak yang sama dari
26
Fitriani A Sjarif, Artikel Hak Atas Kesejahteraan, (Jakarta, 2011),h.2
27
Ibid.,h.5.
35
pegawai kerja lainnya tanpa adanya diskriminasi antar sesama golongan pekerja tersebut diantaranya yaitu dengan adanya perlindungan ekonomis yang harus mereka dapatkan sewajarnya sebagai pekerja,. Perlindungan ekonomis pada hakikatnya adalah bertujuan agar buruh dapat menikmati penghasilan secara layak yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari baik bagi dirinya sendiri maupun bagi anggota keluarganya secara layak.28 Berangkat
dari
hakikat
tujuan
perlindungan
ekonomis
tersebut
sebenarnya telah diatur didalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana diatur didalam Pasal 99 Bagian Ketiga tentang Kesejahteraan. “(1) Setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja” “(2) Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Sehingga perlindungan ekonomis yang harus para pekerja dapatkan dari itu semua, diantaranya, yaitu:29 1. Upah
28
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.76.
29
Undang-Undang Ketenagakerjaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.7.
36
Upah sebagai salah satu esensi perjanjian kerja merupakan faktor penting yang menentukan ada tidaknya suatu hubungan kerja. Disamping itu upah juga merupakan masalah yang kotorversial, karena upah selalu menjadi ittik-tolak menjadi pertentangan antara pekerja dengan pengusaha. Hal ini disebabkan masing-masing pihak melihat upah dari segi kepentingan masing-masing yang berbeda antara satu sama lain. Hal ini menimbulkan konsekuensi belum ditemukannnya perumusan upah yang standar.30 Dalam Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, dirumuskan disana: “Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha pada buruh untuk sesuatu pekerja/jasa yang telah atau akan dilaksanakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik untuk buruh maupun bagi keluarganya”31 2. Jaminan Sosial
30
Abdul Rachman Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia, (Jakarta: Rja Grafindo Persada, 1997),h.35. 31
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah.
37
Pada hakikatnya jaminan sosial adalah bagian dari kesejahteraan buruh yang diterimanya sebagai tambahan untuk menjamin penghidupan yang layak sesuai dengan kemanusiaan. Senada dengan pengertian tersebut ILO merumuskan Jaminan Sosial sebagai berikut : “Jaminan sosial merupakan suatu usaha pemerintah untuk melindungi buruh dari tekanan ekonomi yang dapat menyebabkan hilangnya penghasilan, misalnya karena sakit atau cacat akibat kecelakaan kerja, pensiun, dan sebagainya.” 32 Kemudian di dalam Pasal 29 bagian (2) dan (3) Permenakertrans No.39 tahun 2012 menjelaskan bahwa: “(2) dalam hal hubungan kerja didsarkan atas perjanjian kerja waktu tertentu yang objek kerjanya tetap ada sebagaimana dimaksud pada penjelasan ayat (1), sekurang-kurangnya harus memuat: a. Jaminan kelangsungan bekerja b. Jaminan terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh sesuai dengan peratura perundang-undangan dan yang diperjanjikan;dan c. Jaminan perhitungan masa kerja apabila terjadi pergantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh untuk menetapkan upah
32
2005), h.42.
Iman Sjahputra Tunggal, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Havarindo,
38
“(3) hak-hak pekerja/buruh yang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi: a. Hak atas cuti apabila telah memenuhi syarat masa kerja; b. Hak atas jaminan sosial; c. Hak atas tunjangan hari raya; d. Hak istirahat paling singkat 1 (satu) hari dalam 1 (satu) minggu; e. Hak menerima ganti rugi dalam hal hubungan kerja diakhiri oleh perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir bukan karena kesalahan pekerja; f. Hak atas penyesuaian upah yang diperhitungkan dari akumulasi masa kerja yang telah dilalui; g. Hak-hak lain yang telah diatur dalam peraturan perundangundangan dan/atau perjanjian kerja sebelumnya.
39
BAB III PROFIL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
A. Sejarah Singkat Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika Pusdiklat Kementerian KOMINFO bisa dibilang cukup tua karena mengingat sejarah berdiri Kementerian ini pada tahun 1945 setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak saat itu sampai saat ini sempat beberapa kali ganti nama, awal nama Kementerian ini adalah Pusdiklat Penerangan sampai tahun 1975. Kemudian berganti lagi menjadi Balai Diklat Departemen Penerangan (DEPPEN) pada tahun 2001, lalu berganti nama lagi pada tahun 2005 menjadi Pusdiklat Departemen KOMINFO dan sampai sekarang menjadi Pusdiklat Kementerian KOMINFO. Peranan Deppen semestinya terbatas pada fungsi membangun dan menggerakkan sistem akses informasi timbal-balik antara pemerintah dan publik. Dengan kata lain, Deppen tak akan beranjak jauh dari fungsifungsi public service pada ranah informasi dan komunikasi. Namun sejarah mencatat, di bawah kendali Menteri Mashuri dan Ali Murtopo,
Deppen secara
sistematis
mengalami
reinkarnasi
menjadi
perangkat ideologis-represif negara Orde Baru. Lingkup-kerjanya bukan 39
40
sekedar membangun komunikasi politik pemerintah dengan publik, namun juga mensukseskan program-program pemerintah, menjaga legitimasi kekuasaan dan ketertiban umum. Pada tataran praksis, wewenang Deppen mencakup tindakan-tindakan represif yang dianggap perlu terhadap institusi atau individu pers yang “anti-pemerintah” serta unsur-unsur sipil yang berani menentang konsensus-konsensus nasional yang telah ditetapkan negara. Deppen dilahirkan untuk menjadi pusat indoktrinasi negara Orde Baru tentang “pembangunan nasional”, “cita-cita Orde Baru”, “semangat nasional Pancasila”, serta “kepribadian nasional”. Dengan sikap tinggi-hati, Deppen memposisikan dirinya sebagai “juru penerang” yang akan membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang “optimis, bersikap mental positif, serta mempunyai kesadaran bernegara”. (Dhakidae 1991). Dalam kerangka indoktrinasi itu, Negara Orde Baru kemudian mengintrodusir
terminologi
“jurnalisme
pembangunan”,
“jurnalisme
Pancasila” serta “pers yang bebas dan bertanggung jawab”. Pers ditempatkan sebagai bagian integral dari sistem penerangan nasional dan harus bertekuk lutut di bawah kontrol Menteri Penerangan (dan Menkopolkam). Pers tak pernah leluasa menjalankan fungsi kritik karena selalu dibenturkan pada tanggung jawab menjaga ketertiban umum, menjaga wibawa pemerintah dan turut “meletakkan dasar-dasar bagi stabilitas dan keamanan nasional”. Sebagai pemegang otoritas penuh untuk mengeluarkan dan mencabut izin terbit (SIUPP) dan akreditasi wartawan, Penasehat Dewan Pers, serta
41
penentu kebijakan distribusi kertas, Menteri Penerangan secara efektif dapat menjalankan fungsi “polisional” terhadap pers. Pembungkaman terhadap institusi/individu pers yang kritis terhadap kebijakan pemerintah dapat dilakukan
kapan
saja,
tanpa
melalui
proses
peradilan
dan
tanpa
mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar. Alih-alih membangun proses komunikasi timbal-balik antara negara dan masyarakat, sepanjang Orde-Baru Deppen terus-menerus memperagakan aksi-aksi sepihak negara dalam “menertibkan” ruang-publik. Tak pelak Orde Baru menjadi periode panjang dimana tindakan “penerangan” secara radikal mengalami transformasi makna dari sekedar tindakan “memberitahukan” menjadi tindakan “memaksakan tafsir kebenaran”, dari sekedar tindakan “mengkomunikasikan” menjadi upaya untuk “menyeragamkan pikiran”. Pusat Diklat Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai salah satu unit kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika, tugas pusdiklat adalah mendidik pegawai Kementerian Kominfo sesuai dengan kompetensi yang di butuhkan melalui berbagai jenis diklat dan program.
B. Visi dan Misi Apabila ingin mendirikan sebuah perusahaan atau instansi, yang terlebih dahulu kita harus mendefinisikan visi kemudian mendefinisikan yang sesuai untuk mencapai visi tersebut. Tetapi pada beberapa perusahaan yang sudah berdiri, biasanya (sebagian besar) misi perusahaan telah ditentukan dalam
42
anggaran dasar perusahaan tersebut, jadi pemimpin perusahaan itu akan menetapkan visi perusahaan tersebut, jika pemilik/pendiri perusahaan belum menentukan sebelumnya.1 Misi adalah jalan pilihan yang disepakati bersama oleh seluruh anggota organisasi untuk menuju ke masa depan. Misi harus menjanjikan adanya profitable customer-customer yang menjanjikan arus pendapatan masuk yang memadai untuk menutup total biaya dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Visi adalah gambaran kondisi masa depan perusahaan yang akan diwujudkan melalui misi pilihan.2 Sehingga didalam sebuah perusahan antara visi dan misi harus ada keterkaitan antara keduanya, agar perusahaan tersebut dapat berjalan dengan maksimal dan para pekerja pun mempunyai rasa tanggung jawab dalam bekerja, seperti yang terdapat didalam Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika, dalam peningkatannya terhadap pengembangan SDM yang sangat mendesak dalam menghadapi tugas Kementerian Kominfo kedepan yang semakin berat, oleh karena itu isi dan misinya yaitu: a. Visi Pusdiklat Kominfo
1
Jemsly Hutabarat dan Matani Husein, Operasionalisasi Strategi, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004),h.23. 2
Muyadi, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen, (Jakarta: Salemba Empat, 2007). h.11.
43
Menjadi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Terdepan yang Berkarakter
Komunikasi
dan
Informatika
dalam
Meningkatkan
Kompetensi Sumber Daya Manusia Aparatur Pemerintah b. Misi Pusdiklat Kominfo Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan dibidang teknis, fungsional maupun manajerial yang didasarkan pada analisa kebutuhan dan standar kompetensi.
C. Kinerja Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika Setiap Perusahaan maupun instansi-instansi yang beraktifitas dalam dunia kerja memiliki sebuah kinerja yang dapat menilai apakah perusahaan tersebut dapat berjalan dengan baik mauun tidak, dengan cara melihat bagaimana sistem yang dilakukan di dalam perusahaan tersebut dalam setiap aktifitas pekerjaannya dan dilakukan oleh para pekerja tersebut. Dengan artian, setiap perusahaan atau instansi tersebut sangat bergantung dengan kinerja yang dilakukan oleh para pekerja yang dilakukan pekerja tersebut dalam perusahaannya, apabila perusahaannya berkeinginan untuk terus maju dan berjalan dengan baik. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan
44
seseorang tidaklah efektif untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam perusahaan untuk mencapai tujuan.3 Istilah kinerja atau prestasi kerja sebenarnya berasal dari bahasa Inggris “performance”. Kamus The New Webster Dictionary yang memberikan tiga arti bagi kata performance yang akan disebutkan dibawah ini : 1) Adalah prestasi yang digunakan dalam konteks atau kalimat misalnya tentang mobil yang sangat cepat. 2) Adalah pertunjukkan yang biasanya digunakan dalam kalimat “folk Dance Performance” atau “pertunjukan tarian rakyat”. 3) Adalah “pelaksanaan tugas” misalnya dalam kalimat “In Performing his/her Duties”.4 Batasan mengenai kinerja (performance) sebagai “…the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time periode”. (catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu). Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa performance 3
Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h.135. 4
h. 140.
Ahmad Ruky, Sistem Manajemen Kinerja, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002),
45
atau prestasi adalah hasil atau apa yang keluar (outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusi mereka pada organisasi.5 Tujuan utama dalam penilaian kinerja adalah menghasilkan informasi yang akurat dan otentik tentang perilaku dan kinerja anggota-anggota semakin akurat dan otentik informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja, semakin besar potensi nilainya bagi organisasi.6 Tujuan dari penilaian/prestasi kinerja sebagai berikut : 1) Meningkatkan prestasi pegawai. 2) Standar kompensasi yang layak. 3) Penempatan pegawai. 4) Pelatihan dan pengembangan. 5) Jenjang karir. 6) Penata staff. 7) Minimnya data informasi. 8) Kesalahan desain pekerjaan. 9) Peluang kerja yang adil. 10) Tantangan eksternal. 7
5
Faustino Cardoso Gomes, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Andhi,
6
Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rinneka Cipta, 2001),
2003), h. 135.
h. 423. 7
Ike Kusdhiyah Rachmawati, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Andhi, 2008), h.123-125.
46
Pada prakteknya, kinerja karyawan senantiasa tergantung pada berbagai hal. Sekarang ini, aspek stress akibat tekanan-tekanan dalam bekerja telah dianggap sebagai salah satu yang mempengaruhi kinerja. Oleh karena itu, stress perlu di kondisikan pada posisi yang tepat agar kinerja juga akan berada pada posisi yang optimal. Dengan tingkat psikoligis para pekrja yang optimal dan baik, maka kinerja mereka pun dapat berjalan dengan baik. Dalam kasus ini, misalnya mannajemen akan mengevaluasi kondisi stress karyawan selalu didalam kondisi yang baik. Kondisi yang baik tersebut memiliki tolak ukur. Karyawan dalam kondisi yang baik akan berkorelasi positif dengan kinerjanya.8 Dengan demikian, kinerja yang terdapat di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika sangat di lihat pada para pekerjanya, baik pegawai negeri, honorer, maupun otsourcing. Karena kinerja pada Pusdiklat Kemenkominfo sebenarnya sangat tergantung pada
masing-masing
jabatan
yang
sudah
dibentuk
oleh
pusdiklat
kemenkominfo sebagai salah satu faktor yang sangat menunjang pada sistem pekerjaan di Pusdiklat, seperti Cleaning Servise, Perawat, Pramubakti, Dokter, Teknisi, Pengemudi, Security, dan para PNS. Di dalam Pusdiklat Kemenkominfo menyediakan dokter dan perawat karena Pusdiklat disini sangat memerlukan bagian medis tersebut, untuk
8
2005), h.100.
Husein Umar, Evaluasi Kinerja Perusahaan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
47
melayani para anggota pegawai yang sedang menjalankan diklat di Pusdiklat Kemenkominfo tersebut. Oleh sebab itu, dapat dikemukakan bahwa kinerja yang terdapat didalam Pusdiklat Kemenkominfo sangatlah berjalan dngan baik karena ada pembagian tugas yang sudah diberikan pada setiap pegawainya, dan kinerja di pusdiklat kemenkominfo ini pun dari setiap tahun ke tahun mengalami peningkatan, dan kedisiplinan serta memberikan pelayanan yang maksimal kepada para anggota pegawai diklat, sehingga para anggota diklat sangat merasakan kepuasan dengan pelayanan dari kinerja Pusdiklat Kemenkominfo disini. Kinerja suatu perusahaan atau instansi pemerintahan dapat berjalan dengan baik, hal itu dapat dilihat dengan susunan organisasi yang terdapat di perusahaan atau instansi tersebut, oleh karena itu penulis dapat mejabarkan tentang susunan organisasi yang terdapat didalam Pusdiklat Kemenkominfo, yaitu : 1. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai
:
Usuluddin, S.H, M.M
2. Kepala Bagian TU
:
Supriyanto, S.Sos, S.E, M.M
a. Kepala Sub Bagian Kepegawaian
:
Adi Novian Prihantoro, S.kom
b. Kepala Sub Bagian Keuangan
:
Raden Roro Ekarestu Widharti
c. Kepala Sub Bagian Umum
:
Beny Adhi, S.Kom
48
3. Kepala bidang Program dan Evaluasi
:
Drs. Syamsu Aidil, M.M
a. Kepala Sub Bidang Program Diklat
:
Charviano Hardika
b. Kepala Sub Bidang Kerja Sama Diklat
:
Juliana Erlinar Harahap, S.E
c. Kepala Sub BidangEvaluasi dan Pelaporan Diklat
:
Darmayati Siregar, S.Sos
:
Drs. Sukaryana
a. Kepala Sub Bidang diklat Kepemimpinan
:
Dra. Sulastri
b. Kepala Sub Bidang Fungsional
:
Farydayaty, S.Sos
c. Kepala Sub Bidang Diklat Teknis
:
Indra Sofyan S.Sos
4. Kepala bidang Penyelenggaraan
Kemudian susunan organisasi yang sudah terbentuk tersebut untuk menjalankan kinerja nya dengan maksimal, mereka memiliki Peraturan sendiri yang sudah terbentuk yang penulis jelaskan melalui lampiranlampiran penulisan skripsi ini. Selanjutnya dalam menjalankan kinerja yang secara menyeluruh yang terdapat di Pusdiklat mak, pihak Pusdiklat memiliki tugas dan fungsinya yaitu:
49
Tugas dan Fungsi Pusdiklat KEMKOMINFO Tugas dan Fungsi Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 17/PER/M.KOMINFO/10/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika adalah : a. Tugas Melaksanakan Pendidikan dan Pelatihan Pegawai. b. Fungsi 1) Melaksanakan urusan kepegawaian, keuangan dan umum. 2) Penyusunan program dan evaluasi. 3) Pelaksanaan penyeleggaraan pendidikan dan pelatihan pegawai.
D. Perkembangan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika Setiap perusahaan maupun instansi mempunyai perkembangan dari setiap tahun ke tahun, namun hal itu semua kembali lagi pada kinerja masing-masing para pegawai yang bekerja pada perusahaan atau instansi tersebut. Oleh karena itu, setiap pegawai harus meningkatkan kinerjanya agar perkembangan perusahaan atau instansi tersebut semakin lama semakin berkembang.
50
Perkembangan suatu perusahaan dilihat dari beberapa faktor yaitu diantaranya tenaga kerjanya, sistem perusahaan yang mengatur tenaga kerja tersebut, serta fasilitas-fasilitas sebagai penunjang yang terdapat didalam perusahaan. Apabila kinerja dari setiap pekerja pada perusahaan tersebuut bagus maka perkembangan perusahaan pun semakin baik dan semakin berkembang, dan juga apabila fasilitas-fasilitas tersedia dengan baik dan kondusif maka para pekerja dapat bekerja dengan baik dan memaksimalkan kinerjanya diperusahaan tersebut semakin bertambah besar, sehingga perkembangan perusahaan tersebut semakin meningkat dari tahun ketahun. Namun hal itu harus ada anggaran dana yang harus disiapkan
dan dikeluarkan kepada perusahaan
agar
bisa
memaksimalkan semua faktor-faktor tersebut, seperti tenaga kerja, fasilitas, dan lain sebagaianya. Pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika perkembangannya tergantung pada setiap pegawai yang ingin melakukan diklat yang diadakan oleh kementerian Komunikasi dan Informatika. Dimana hal tersebut sesuai deengan APBN Yang sudah diberikan dari Pemerintah Kepada Kementerian negara, salah satunya kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan disalurkan kepada Pusdiklat Kemenkominfo tersebut. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara setiap tahun adalah rencana keuangan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk satu tahun kedepan.
51
Oleh karena itu, pada Pusdiklat Kemenkominfo, Perkembangan Pusdiklat tersebut tergantung besarnya APBN yang diterima Pusdiklat dalam menjalankan kinerja nya serta memberikan pelayanan dan fasilitas terbaik bagi peserta diklat. Dalam prakteknya, APBN yang diberikan negara melalui Kemenkominfo kemudian disalurkan kembali ke Pusdiklat Kemenkominfo tersebut setiap tahun selalu meningkat berkisar antara 1-10% setiap tahunnya, dan kenikan tersebut merupakan kenaikan yang relatif. Dengan pemberian APBN yang semakin meningkat maka program yang diselenggarakan bagi Pusdiklat Kemenkominfo menjadi lebih baik.
BAB IV ANALISIS HASIL DAN TEMUAN DI LAPANGAN
A. Penerapan Outsourcing di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika Penerapan outsourcing pada suatu organisasi akan membawa pengaruh terhadap sistem organisasi yang ada. Selain itu penerapan outsouring juga memberikan keuntungan srtategis, traktikal dan transformasional bagi organisasi. Outsourcing juga mempengaruhi suatu organisasi secara keseluruhan dalam hal : bentuk organisasi, pekerja, cara operasional, dan cara pengukuran. Outsorcing mengubah suatu betuk organisasi bisnis dari bentuk “monolitik” yang menjalin semua fungsi dan proses menjadi suatu bentuk baru dimana bisnis inti yang membuat organisasi sukses, dikelilingi, dan didukung oleh fungsi dan proses yang di outsource kepada perusahaan penydia jasa.1 Praktek Outsourcing pada sistem outsourcing telah membuka peluang munculnya perusahaan baru di bidang jasa outsourcing, dan pada sisi lain telah memungkinkan perusahaan yang telah berdiri untuk melakukan efisiensi melalui pemanfaatan jasa perusahaan outsourcing. Sistem outsourcing
1
Chandra Suwondo, Outsourcing Implementasi di Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia,
2003), h.25.
52
53
ditujukan untuk mengatasi beberapa permasalahan perekonomian2 oleh karena itu , pekerjaan yang di outsourcing bukanlah pekerjaan yang berhubungan langsung dengan inti bisnis perusahaan, melainkan pekerjaan penunjang (staff level ke bawah), meski terkadang ada juga posisi manajerial yang di outsourcing, namun tetap saja hanya untuk pekerjaan dalam waktu tertentu. Setelah dipaparkan bagaimana penerapan yang dilakukan suatu perusahaan
dalam
pengelolaan
outsourcing,
maka
di
Pusdiklat
Kemenkominfo praktek Outsourcing sudah dilakukan sejak berdirinya pusdiklat kemenkominfo ini, dengan artian, setiap pegawai dapat melamar pekerjaan
langsung
ke
Pusdiklat
Kemenkominfo
karena
Pusdiklat
Kemenkominfo sendirilah yang mengatur dan mengelola sistem kepegawaian para pekerja, dengan kata lain, Pusdiklat berperan penuh dalam perekrutan para pegawai outsourcing yang bekerja di dalamnya dari tahun ke tahun. Namun hal ini bertentangan dengan peraturan yang ada yaitu di Undangundang Ketenagakerjaan yang menjelaskan bahwa didalam Pasal 64 “perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.” Oleh karena itu pusdiklat dengan kata lain melakukan tindakan melawan hukum dimana pihak pusdiklat bertentangan dengan peraturan yang sudah 2
Muhaimin Iskandar, kilasan tentang Hukum, Metro TV, 4 November 2010.
54
dibuat sebelumnya yaitu Undang-undang Ketenagakerjaan, bahwa dalam kegiatan outsourcing suatu perusahaan harus menggunakan perusahaan rekanan dalam praktek kerjanya. Namun, pihak pusdiklat mengatakan bahwa pengaturan jasa outsourcing sudah diatur sejak berdirinya Pusdiklat Kemenkominfo ini dan terus diperbaharuui peraturannya dan yang terbaru adalam peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2015, bahwa pihak Kementerian berhk melakukan pengatuan sendiri dalam proses perekrtan karyawan outsourcing disini. Apabila penulis telaah lebih lanjut mengenai prmasalahan pihak yang mengatur outsourcing dikementerian ini, maka sebenarnya pengaturan mengenai perekrutan sendiri tentang tenaga kerja yang dilakukan oleh perusahaan, diatur juga didalam Pasal 35 ayat 1 “pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penemptan tenaga kerja.” Dan ditambah dengan Pasal 37 ayat (1), “Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri dari: (a) instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan (b) lembaga swasta berbadan hukum.” Dan dilengkapi dengan Pasal 56 ayat (1), “Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.” Dengan penjelasan tersebut yang telah ada di peraturan Undang-undang ketenagakerjaan, maka pihak pusdiklat dapat dikatakan lekakukan tindakan melawan hukum, karena yang telah dijelaskan didalam pasal 37 tersebut.
55
Jadi, pihak Pusdiklat berhak melakukan perekrutan sendiri untuk mengatur serta mengolah para pekerja outsourcing yang bekerja di Pusdiklat Kemenkominfo ini. Dengan catatan, bahwa setiap instansi pemerintah atau perusahaan yang berbadan hukum melakukan perekrutan sendiri tenaga kerjanya tersebut, maka pihak perusahaan berhak memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, pemberian upah, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja. Dan pihak Pusdiklat harus menetapkan sistem seperti itu dalam pengturan para pekerjanya tersebut termasuk pekerja outsourcing. Namun, dengan munculnya peraturan pemerintah pada tahun depan yang menetapkan bahwa lingkungan suatu kementerian harus menggunakan jasa outsourcing
dari
perusahaan
penyalur.
Oleh
karena
itu,
Pusdiklat
Kemenkominfo harus menggunakan rekanan dibawah PT dan CV penyalur tenaga kerja outsourcing dalam kinerja di Pusdiklat Kemenkominfo. Namun, pihak Kasubag Kepegawaian dapat merekomendasikan para pekerja outsourcingnya yang kinerjanya lebih baik dan terus meningkat untuk tidak bekerja melalui jasa penyalur outsourcing. Penerapan outsourcing di Pusdiklat Kemenkominfo sangatlah berjalan dengan baik, dimana para outsourcing tetap menjalankan kinerjanya dengan maksimal sesuai dengan tanggung jawab yang mereka emban masing-masing. Perolehan data yang didapatkan dari penulis bahwa Pegawai outsourcing yang bekerja di Pusdiklat Kemenkominfo berjumlah sebanyak 45 orang
56
dimana diantaranya terdisi dari, driver, pramubakti, cleaning servis, dokter, perawat, dan teknisi termasuk didalamnya pegawai honorer yang dapat dikatakan
sebagai
pegawai
outsourcing
diligkungan
Pusdiklat
Kemenkominfo. Pegawai honorer disinipun sudah ditentukan masa kerjanya, mereka tidak dapat melakukan pengangkatan karir apabila mereka belum mencapai masa kerja yang sudah ditentukan oleh Pusdiklat Kemenkominfo, misalnya 15 tahun kerja. Oleh karena itu, apabila pegawai honorer ingin mengajukan pengangkatan jabatannya menjadi PNS sebelum 15 tahun, pengajuan mereka pun tidak dapat diterima oleh pihak Pusdiklat Kemenkominfo karena belum sesuai dengan masa kerjanya. Kemudian, penulis mengemukakan dari pemamaparan
yang
didapatkan
dari
perolehan
data
di
Pusdiklat
Kemenkominfo, bahwa kedepannya setiap kementerian mendapatkan monotarium yang dikeluarkan oleh Peraturan Presiden dan PerMen bahwa tidak ada pengangkatan kembali bagi karyawan honorer menjadi PNS, kecuali pada dunia medis atau tenaga pendidikan. Pusdiklat Kemenkominfo menerapkan jasa outsourcing karena agar para pegawai di Pusdiklat tidak terjadi tumpang tindih dalam hal pekerjaan, seperti, dimisalkan pegawai PNS yang bekerja sebagai koordinator peserta Diklat menjalankan pekerjaan juga sebagai driver atau membersihkan halaman, dan hal itu tidak akan terjadi, karena fungsi utama di Pusdiklat Kemenkominfo yaitu menjalankan kinerja Pusdiklat agar para Diklat
57
merasakan kepuasan setelah melakukan diklat yang telah diselenggarakan di Pusdiklat Kemenkoinfo. Oleh karena itu, Pusdiklat menerapkan sistem outsourcing dengan pembagian tugasnya masing-masing dan harus berjalan dengan tanggung jawabnya masing-masing. Sistem outsourcing di lingkungan Pusdiklat Kemenkominfo pun harus berjalan dengan maksimal dengan peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan oleh Pusdiklat Kemenkominfo tersebut. Harus ada evaluasi dan koordinator langsung dilapangan yang mengaawsi secara langsung penerapan dari sistem outsourcing di Pusdiklat Kemenkominfo. Seperti, Kedisiplinan dalam soal absensi para pegawai outsourcing yaitu, kedisiplinan dari awal masuk kerja sampai waktu pulang kerja, keterlambatan kehadiran dan tepat waktunya kehadiran para pegawai serta pekerjaan mereka di lapangan seperti apa, semua itu dikontrol dan terus diawasi oleh koordinator kepegawaian Outsourcing di Pusdiklat Kemenkoinfo. Berdasarkan data yag diperoleh penulis, pihak Koordinator kepegawaian di Pusdiklat sangat puas dengan kinerja outsourcing mereka yaitu apabila di persentasekan 80 persen bagus kinerjanya sedangkan 20 persen mereka belum maksimal bekerjanya. Dalam penerapan outsourcing terdapat beberapa alasan startegis untuk melakukan outsourcing di perusahaan yaitu : 1. Keuntungan strategik merupakan keuntungan yang bertujuan untuk jangka panjang
58
2. Keuntungan taktikal merupakan keuntungan yang dikaitkan dengan kegiatan operasi perusahaan 3. Keuntungan
transformasional
merupakan
keuntungan
untuk
melakukan perubahan 3 Sehingga dengan menerapkan sistem outsourcing di suatu perusahaan, maka suatu perusahaan memperoleh keuntungan-keuntungan, yaitu : 1. Dengan
melimpahkan
hal-hal
operasional
pada
pihak
lain
(perusahaan outsourcing), perusahaan dapat meningkatkan fokus bisnisnya (core business), 2. Outsourcing membuat risiko operasional prusahaan dapat terbagi kepada pihak lain. 3. Sumber daya perusahaan yang ada bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan yang lain. 4. Mengurangi biaya pengeluaran (capital expenditure) karena dana yang sebelumnya dipergunakan untuk investasi, bisa difungsikan sebagai biaya operasional. 5. Perusahaan dapat memperkerjakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkompeten, karena tenaga kerja yang disediakan oleh
3
Chandra Suwondo, Outsourcing; Implementasi di Indonesia, (Jakarta: Elex Media Computindo), h.11-13.
59
perusahaan outsourcing adalah tenaga yang sudah terlatih sehingga hampir pasti berkompeten dalam bidangnya.4 Sehingga penerapan outsourcing di Pusdiklat Kemenkominfo sangat lah menguntungkan bagi Pihak Pusdiklat dikarenakan para pegawai dapat tetap okus dengan pekerjaan yang mereka jalani masing-masing tanpa memikirkan pekerjaan lainnya, dan para pekerja outsourcing tersebut pun dilindungi dalam hal pengupahan, dikarenakan sistem pengupahan diberikan secara langsung kepada pekerja outsourcing tanpa melalui perantara penyalur jasa outsourcing, karena Pusdiklat Kemenkominfo sendiri lah yang mengatur dan mengolah para pekerja outsourcing tersebut. B. Hak Kesejahteraan yang Diperoleh Pekerja Outsourcing Hak kesejahteraan sendiri timbul karena untuk menunjang kinerja para pekerja di perusahaan, dengan kata lain kesejahteraan sangat diperlukan bagi setiap pekerja, baik pekerja tetap maupun pekerja kontrak seperti outsourcing, dengan adanya kesejahteraan, maka mereka dapat bekerja dengan sangat optimal dan maksimal karena mereka bisa mendapatkan hak nya yaitu hak kesejahteraan dari perusahaan tersebut. Kesejahteraan buruh merupakan suatu pemenuhan kebutuhan dan atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah baik di dalam hubungan 4
Komang Priambada dan Agus Eka Maharta, outsourcing Versus Serikat Pekeja, (Jakarta : Alih Daya Publishing, 2008), h.74.
60
kerja maupun di luar hubungan kerja yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempertinggi produktifitas kerja sehingga sumber daya manusia di Pusdiklat Kemenkominfo dapat tercapai. Pada Pusdiklat Kemenkominfo peraturan mengenai hak kesejahteraan telah dibuat oleh pihak Pusdiklat, dimana didalamnya terdapat peraturanperaturan serta hak-hak pekerja outsourcing tersebut yang tertuang di dalam suatu perjanjian kontrak antara pekerja dengan pihak Pusdiklat. Peraturan yang berisi hak kesejahteran para pekerja outsourcing ini dibuat sendiri oleh pihak Pusdiklat yang berpedoman dengan peraturan perundangan-undangan serta peraturan-peraturan ketenagakerjaan lainnya, karena seperti yang telah penulis ungkapkan sebelumnya bahwa pihak Pusdiklat sendirilah yang mengatur serta mengolah para pekerja outsourcing tersebut. Hak- hak kesejahteraannya tersebut meliputi, pengupahan yang diberikan setiap bulannya, waktu kerja dan istirahat, upah lembur, tetapi di Pusdiklat tidak menerapkan Cuti bagi pegawai outsourcing. Karena sesungguhnya kesejahteraan pegawai tertuang dalam sistem pengupahan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku, sehingga para pekerja outsourcing dapat bekerja dengan baik. Selanjutnya pengeluaran biaya perusahaan untuk kesejahteraan buruh atau biaya tenaga kerja yang merupakan bagian dari biaya produk atau jasa yang dihasilkan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi produktifitas dan kinerja suatu perusahaan. Anggaran untuk biaya tenaga kerja berasal dari
61
penerimaan (income) perusahaan. Dengan sendirinya anggaran untuk biaya tenaga kerja sangat tergantung pada kelancaran penerimaan perusahaan.5 Program kesejahteraan yang diberikan oleh perusahaan, lembaga atau organisasi pada pegawainya hendaknya bermanfaat, sehingga dapat mendorong
tercapainya
tujuan
perusahaan
yang
efektif.
Program
kesejahteraan karyawan sebaiknya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan tidak melanggar peraturan pemerintah. Adapun tujuan program kesejahteraan pada pegawai adalah : 1.
Untuk meningkatkan kesetiaan dan ketertarikan pegawai dengan perusahaan.
2.
Memberikan ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi pegawai beserta keluarganya.
3.
Memotivasi gairah kerja, disiplin dan produktifitas pegawai.
4.
Menurunkan tingkat absensi. Dan labour turn over.
5.
Menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang baik serta nyaman.
6.
Membantu lancarnya pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.6
5
Jurnal Analisis Sosial, Upah Minimum dan Kesejahteraan Buruh: Peluang dan Tantangan bagi Serikat Buruh, (Akatiga: Vol. 7, No. 1, 2002 ) 6
2005), h.187.
Malayu SP Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
62
C. Hubungan Dalam Penerapan Hak Kesejahteraan yang Diperoleh Pekerja Outsourcing Berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Dalam
merekrut
pekerja
outsourcing
Pusdiklat
mengategorikan
pekerjaan-pekerjaan yang dapat dijadikan tenaga alih daya (outsourcing) yaitu seperti cleaning service, pengemudi, security, pramubakti. Dan selain itu pula dokter serta perawat dan teknisi dikategorikan pula sebagai outsourcing. Hal ini dikarenakan pusdiklat membutuhkan perawat dan dokter hanya pada saat diklat berlangsung, dan tidak terlalu terfokus dalam pekerjaan harian di Pusdiklat. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain Pasal 17 ayat 3 di kemukakan bahwa para pekerja penunjang yang dapat
di outsourcingkan yaitu: 1. Usaha pelayanan kebersihan (cleaning service) 2. Usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering) 3. Usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan) 4. Usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan 5. Usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh Waktu kerja yang diberikan Pusdiklat Kemenkominfo bagi pekerja outsourcing yaitu 6 hari kerja dalam 1 minggu serta mendapatkan waktu istirahat mingguan yaitu 1 hari, di hari sabtu para pekerja outsourcing tetap
63
masuk tetapi hanya setengah hari dari waktu kerja yang sudah di tentukan yaitu dari pukul 07.30 WIB sampai 12.00 WIB. Waktu istirahat tahunan atau dapat dikatakan cuti tahunan setiap pegawai outsourcing di Pusdiklat Kemenkominfo tidak dapat diberikan apabila pekerja belum bekerja selama 2 tahun, dan apabila pekerja sudah bekerja selama lebih dari jangka waktu yang di tentukan, pekerja dapat mengajukan cuti dan pengajuan cuti tersebut pun sudah ditentukan berapa lama hari untuk cuti. Apabila pekerja yang belum mencapai 2 tahun masa kerjanya, pekerja outsourcing dapat mengajukan izin, dan setiap 1 kali izin mereka mendapat potongan gaji perhari sebanyak 0.5 persen/30 menit. Dengan total 3 persen dalam sehari melakukan izin kerja. Setiap pekerja outsourcing di Pusdiklat Kemenkominfo mendapatkan hak memperoleh
perlindungan
atas
keselamatan
dan
kesehatan
pekerja
outsourcing yaitu tersedianya jasa medis, dengan 1 orang dokter dan 1 orang perawat, namun status mereka pun sama yaitu sebagai tenaga kerja outsourcing yang hanya sebagai jasa penunjang di perusahaan. Penyediaan terseut telah diatur oleh sistem manajemen kepegawaian yang sudah diatur dan ditetapkan oleh Pusdiklat Kemenkominfo. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Pasal 86 ayat 1: “Setiap Buruh pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a. Keselamatan dan kesehatan kerja; b. Moral dan kesusilaan; dan
64
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.” Kemudian pengaturannya pun kembali diatur didalam Pasal 87 ayat 1, yaitu : “setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan” Setiap Sistem pengupahan yang dilakukan oleh Pusdiklat Kemenkominfo kepada para pekerja outsourcing yaitu ditentukan berdasarkan jenis pekerjaan yang mereka jabati, yaitu: Jenis Pekerjaan
Honorarium
Satpam dan Pengemudi
Rp. 2.400.000
Petugas Kebersihan dan Pramubakti
Rp. 2.200.000
Tenaga Teknisi
Rp. 2.200.000
Dokter
Rp. 2.500.000
Perawat
Rp. 2.200.000
Pengupahan disini pun secara langsung diberikan kepada para pekerja setiap akhir bulan. Upah diberikan kepada buruh apabila ia melakukan atau dianggap melakukan pekerjaan. Memperoleh upah merupakan tujuan utama buruh melakukan pekerjaan. Oleh karena itu, kesinambungan atau keterus
65
meneursan penerimaan upah ini harus diperhatikan.7 Kebijakan pengupahan disini di atur di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 88 ayat 1: “setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Kemudian, sistem pengupahan sendiri telah diatur besar minimum yang dibayarkan oleh pekerja berdasarkan besarnya UMP yang ditetapkan oleh Gubernur Provinsi setempat, sesuai dengan pasal 89 ayat 3 : “upah minimum yang diberikan ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati Walikota.” Kemudiaan jika kita telaah lebih lanjut tentang besarnya sistem pengupahan yang ada di Pusdiklat Kemenkominfo tersebut jelas terdapat perbedaan dimana mereka mendapatkan upah yang tidak sesuai dengan besarnya UMP (Upah Minimum Pekerja) sebesar Rp. 2.700.000. karena di dalam Pasal 90 ayat 1 di jelaskan, bahwa : “pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89” Selanjutnya apabila pekerja telat atas kehadiran maka pekerja tersebut mendapatkan potongan sebagaimana yang sudah saya jelaskan di bab sebelumnya atau dapat diakatakan sebagai upah kotor. Upah kotor adalah gaji pokok dan tunjangan tetap yang kita terima sebelum dilakukan pemotongan-pemotongan. Upah bersih yang didapat
7
Abdul Rachman Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997 ), h.235.
66
pekerja tiap bulan biasa kita kenal dengan istilah “take home pay”. Perbedaan antara upah kotor dan upah bersih disebabkan oleh adanya pemotonganpemotongan gaji, seperti; Pemotongan upah karena absen tanpa alasan yang jelas. Secara hukum, apabila pekerja tidak bekerja, maka upah tidak dibayar (Pasal 93 ayat 1 UU No.13/2003). Namun, pemotongan upah pekerja yang tidak masuk kerja tidak dapat dilakukan begitu saja, karena berdasarkan Undang-Undang 13 tahun 2003, pekerja dilindungi haknya untuk mendapatkan upah penuh untuk hari atau hari-hari ia tidak masuk bekerja, antara lain dalam hal pekerja tidak masuk kerja karena sakit, menjalani cuti yang merupakan haknya, menikah, menikahkan anaknya, sedang haid bagi pekerja perempuan, atau ada anggota keluarga (orang tua, mertua, keluarga dalam satu rumah) meninggal dunia. Lembur dapat di berikan kepada pegawai apabila ada kegiatan yang dilakukan Pusdiklat apabila berlangsungnya diklat dengan dana yang berasal dari Kementerian/Lembaga/Badan baik pusat ataupun daerah yaitu Rp 50.000 sampai Rp. 100.000 perhari. Masa Kerja diberikan kepada pekerja sesuai dengan kontrak yang berlaku dimana di dalam kontrak kerja tersebut dijelaskan bahwa masa kerja suata pegawai yaitu selama 1 tahun, dan dapat diperpanjang apabila kinerja mereka bagus dan dapat dipertanggung jawabkan, selama pekerjaan mereka yang mereka kerjakan. Dengan kata lain, mereka dapat bekerja kembali setelah
67
kontrak kerja mereka dapat diperpanjang sesuai dengan kebijakan peraturan dari Pusdiklat Kemenkominfo yang membuatnya. Bagi pekerja wanita hak kesejahteraan mereka tidak sama dengan pekerja outsourcing berjenis kelamin laki-laki, dimana apabila pekerja wanita tersebut sedang hamil dan ingin melahirkan maka mereka dapat diberikana cuti oleh Pusdiklat Kemenkominfo yang telah sesuai dengan Undang-undang yang belaku yaitu mendapatkan cuti kelahiran selama 2 bulan. Dalam kaitanya dengan lembur, banyak peraturan yang tidak mengizinkan pekerja wanita untuk bekerja di malam hari, kecuali karena sifat dan jenis pekerjaannya harus dilakukan oleh wanita. 8 Tetapi di Pusdiklat Kemenkominfo pekerja lembur bagi wanita disini tidak ditetapkan atau dalam artian pekerja lembur bagi wanita ditiadakan, karena
pihak
Pusdiklat
sangat
menghargai
pekerja
wanita
dalam
memperkerjakannya sebagai pegawai. Dalam hak kesejahteraan, setiap pekerja dapat dikatakan sejahtera apabila para pekerjanya tersebut mendapatkan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan, tetapi bukan berarti buruh dapat menuntut hak yang harus mereka dapatkan tanpa mengepentingkan kewajiban yang ada didalam tanggung jawab mereka sebagai pekerja. Mereka harus seimbang antara kewajiban yang mereka kerjakan dan juga hak yang mereka dapatkan.
8
2005), h.46.
Iman Sjahputra Tunggal, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta: Havarindo,
68
Hak-hak kesejahteraan yang mereka dapatkan tidak seluruhnya dirasakan oleh para pekerja outsourcing di Pusdiklat Kemenkominfo, diantaranya yaitu, mereka tidak mendapatan cuti tahunan tetapi mereka mendapatkan jatah libur tahunan sesuai perkalenderan yang ada dan masuk kembali sesuai tanggal aktif kerja kembali. Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 9 ayat 2 bagian c yaitu : “cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.” Namun apabila ingin mengajukan cuti diluar cuti tahunan, para pekerja berhak mengajukan surat izin yang ditujukan kepada kepala Pusdiklat Kemenkominfo. Dan cuti tahunan tersebut dapat diajukan bagi pegawai outsourcing yang sudah bekerja selama 2 tahun, apabila belum sesuai dengan masa kerjanya yang sudah ditentukan, maka pekerja tersebut tidak mengajukan cuti, melainkan izin kerja, dan izin kerja tersebut dapat dikenakan potongan gaji per harinya saat mereka melakukan izin kerja. Selanjutnya para pekerja tersebut tidak mendapatkan jaminan sosial atau sekarang disebut sebagai BPJS, BPJS merupakan jaminan sosial yang diberikan
pemerintah
kepada
para
pekerja
dalam
tujuan
untuk
menyejahterakan para pekerja dalam kehidupannya. Selain itu, pekerja outsourcing tidak mendapatkan tunjangan atas hari raya, hal tersebut sangat di prihatinkan dimana para pekerja tersebut tidak mendapatkan jaminan yang
69
seharusnya mereka dapatkan dalam kelangsungan hidupnya sehingga kehidupannya menjadi sejahtera.
D. Analisis Penulis Bekerja merupakan salah satu kewajiban yang dilakukan oleh setiap manusia demi kelangsungan hidupnya, bekerja disini bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, fikir dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik, atau dengan kata lain bekerja berarti memanusiakan manusia.9 Seperti yang tercantum didalam Al Quran surat At-Taubah ayat 105 :
ِْوٱلْموأ, ِِإىل ن و د ر ت س و ۖ ِ ن و ِ ن م ُّ َ َ ُ ُ َ َُوقُ ِِلِٱ ْع َملُواِْفَ َسيَ َرىِٱ ِلله َ ْ َ ُ َِ ُِع َملَ ُك ْم َِوَر ُسوِلُه َ َ ِ َعلِ ِمِٱلْغَْي ﴾ ۱٥٠ : )۹(ِب َِوٱاش َه َدةِفَيُنَبُِﺌ ُك ْم ِِِبَاِ ُكْنتُ ْمِتَ ْع َملُو َِنِِ﴿ التّوبة
Artinya: dan katakanlah, “bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat
pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
9
Muchlis M. Hanafi, Kerja dan Ketenagakerjaan, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2010).h.28
70
Di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa setiap orang diperintahkan untuk berusaha dalam usaha ekonomi yaitu dengan bekerja.10 bekerja merupakan pondasi penting dalam kehidupan, dimana dengan bekerja maka kehidupan setiap manusia dapat sejahtera, namun jika dilihat mengenai kesejahteraan, tidak semua pekerja dapat dikatakan sejahtera. Kesejahteraan menunjuk ke keadaan dimana kondisi manusia didalamnya dalam keadaan makmur, sehat dan damai. Kesejahteraan berkaitan erat dengan keadilan, pada hakekatnya sebelah. Keadilan berhubungan erat dengan tingkah laku, tingkah laku yang dapat diterima dalam sebuah komunitas yang menjain rasa percaya satu terhadap yang lain, yang tidak dapat dinilai dengan materi, tetapi dengan nurani yang manusiawi.11 Di dalam Surat Al Ma’idah ayat 8:
ِ يآَِيُّهاال ِِذينِامن وا ُكونُواقَو ِام ِطۖ َوالَ ََْي ِرَمن ُك ْم ِِ ِش َه َدآءَبِالْ ِق ْس ُ ْيِلل ِه َ ْ ْ ْ ْ َُ َ ْ َ َ ٍ لا َ الا ِا َّن َ ِعلَىِاَالتَ ْع ِدلُِْوۖا ِا ْع ِدلُ ْوا ه َُو َا ْق َر ُب لِلتَّ ْق َواى َوات َّ ُقو َ َشنَآِ ُنِقَ ْوم ﴾ ۸ : )٠( َخب ْ ٌ ِِْيب َماتَ ْع َملُ ْو َن ﴿ املَا ِءدة Artinya: Wahai orang-orang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencinmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah. Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.
10
Muhammad Amin Suma, Tafsir Ayat Ekonomi, (Jakarta: Amzah, 2013), h.62
11
Kumpulan Beberapa Artikel, Keadilan Sosial, Jakarta, Kompas, 2004, h.237.
71
Namun dalam kehidupan sosial masyarakat pengertian keadilan baik sebagai sifat orang perorang mauun sebagai konsep sangat sulit untuk diuraikan apalagi untuk dilaksanakan12 sehingga konsep negara menuju kesejahteraan
masyarakat
selalu
saja
mengalami
pergesekan
serta
penyimpangan dari masa ke masa da menimbulkan antitesa baru dari keadaan sebelumnya yang dianggap mampu mensejahterakan masyarakat. Pusdiklat Kemenkominfo menurut penulis dalam memperkerjakan pekerja outsourcing belum dapat dikatakan adil, dikarenakan para pekerja outsourcing disini belum sepenuhnya sejahtera. Menrut pendapat penulis, pekerja outsourcing disini bisa dikatakan sejahtera apabila peraturan mengenai outsourcing dapat dibuat dengan melalui perusahaan penyalur outsourcng yaitu rekanan dengan Pusdiklat Kemenkominfo. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab-bab penyusunan skripsi diatas sebelumnya, bahwa pihak Pusdiklat sendiri yang turun tangan dalam pengaturan dan perekrutan pekerja outsourcing tersebut, sehingga peraturan yang dibuat tidak sepenuhnya berisi aspirasi para pekerja outsourcing dalam kesejahteraannya. Permasalahan tersebut tertuang pada Pasal 35 ayat (1), “Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja.” Dan ditambah dengan Pasal 37 ayat (1), “Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana 12
Ibid, h.13.
72
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri dari: (a) instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan (b) lembaga swasta berbadan hukum.” Dan dilengkapi dengan Pasal 56 ayat (1), “Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.” Dengan menetapkan peraturan dalam perekrutan sendiri tentang pekerja outsourcing, maka dapat terjadi pemotongan upah yang besar bagi para pekerja. Jika perusahaan outsourcing tidak ada, perjanjian kerja untuk waktu tertentu pasti dilakukan oleh perusahaan pemberi kerja secara langsung, dengan begitu tidak ada pemotongan upah. Pekerja akan mendapat upah penuh, walau status masih pekerja kontrak. Seperti yang disebutkan di atas, pemotongan bisa mencapai 20 atau bahkan 30 persen dari upah yang diberikan pemberi kerja. Hal ini terlihat didalam pekerja outsourcing di Pusdiklat bahwa ada pemotongan kerja apabila pekerja tidak disiplin dalam absensinya dan apabila mengajukan izin. Dampak selanjutnya yaitu, jaminan sosial tenaga kerja tidak diurus. Jaminan sosial cenderung ditunda-tunda atau terkadang tidak jelas kabarnya walau sudah dilakukan pemotongan dari upah per bulan tiap pekerja. Jaminan tersebut diperuntukkan saat si pekerja tidak lagi bekerja atau sudah cukup usia untuk tidak bekerja. Kalau jaminan sosial tersebut tidak dimiliki, itu sangat merugikan pekerja. Jaminan itu pula tidak didapatkan di dalam pekerja Pusdiklat Kmenkominfo, yaitu pekerja tidak mendapatkan jaminan sosial
73
serta tunjangan-tunjangan yang seharusnya mereka dapatkan saat bekerja di Pusdiklat Kemenkominfo. Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa setap pekerja/buruh harus mendapatkan hak-haknya yaitu: 1. Setiap tenaga kerja/buruh memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk mendapatkan pekerjaan. 2. Pekerja/buruh berhak mendapatkan waktu istirahat dan cuti 3. Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a. Keselamatan dan kesehatan kerja b. Moral dan kesusilaan c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama 4.
Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
5. Setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja (JAMSOSTEK)
74
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan data yang diperoleh disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan outsourching di Pusdiklat Kemenkominfo dilakukan dengan sisetm pengelolaan karyawan sendiri, dimana pihak Pusdiklat sendirilah yang
memegang kuasa
dan
kendali
dalam
perekrutan
pekerja
outsourching dibawah kendali bidang kepegawaian. Perolehan data yang didapatkan dari penulis bahwa penerapan pegawai outsourching yang bekerja di Pusdiklat Kemenkominfo berjumlah sebanyak 45 orang dimana diantaranya terdiri dari, driver, pramubakti, klining service, dokter, perawat, dan teknisi termasuk didalamnya honorer yang dapat dikatakan sebagai pegawai outsourching dilingkungan Pusdiklat Kemenkominfo.
2. Hak kesejahteraan yang diperoleh para pekerja outsourching termuat didalam kontrak kerja yang dibuat sendiri oleh pihak Kemenkominfo dengan berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku, karena seperti yang telah penulis ungkapkan sebelumnya bahwa pihak Pusdiklat sendirilah yang mengatur serta mengolah para pekerja outsourcing tersebut. Adapun hak-hak kesejahteraan pada Pusdiklat Kemenkominfo meliputi, pengupahan yang diberikan setiap bulannya, waktu kerja dan
74
75
istirahat, dan hak atas upah lembur. Namun hak kesejahteraan tidak terlihat didalam peraturannya yaitu tidak adanya cuti, hak kesejahteraan lainnya seperti tunjangan hari raya, jaminan sosial dan kesehatan, serta pengupahan yang belum sesuai dengan besarnya UMP provinsi, serta pemotongan gaji apabila para pekerja tidak disiplin dalam faktor kehadiran dan izin tidak masuk bekerja.
3. Penerapan hak kesejahteraan pada Pusdiklat Kemenkominfo berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan belum sesuai sepenuhnya, dimana hak kesejahteraan yang mereka dapatkan hanya berupa pengupahan, dan nominal pengupahan mereka pun belum sesuai dengan besarnya UMP setiap provinsi, selanjutnya pekerja outsourcing tidak mendapatkan cuti, dan tunjangan hari raya sebagaimana yang telah diatur Undang-Undang Ketenagakerjaan
bahwa
setiap
pekerja/buruh
harus
mendapatkan
tunjangan hari raya dan cuti serta jaminan sosial dan kesehatan.
B. SARAN Sebagai penutup dari kesimpulan diatas penulis disini akan memberikan saran-saran
terkait
dengan
penerapan
outsourcing
di
Pusdiklat
Kemenkominfo : 1. Pusdiklat Kemenkominfo sebaiknya benar-benar menerapkan sistem outsourcing sesuai dengan peraturan perundangan dimana dijelaskan
76
bahwa didala peraturan perundangan suatu pekerja dapat dikatakan outsourcing apabila melalui perusahaan penyalur jasa outsourcing bukan pihak perusahaan sendiri yang mengolah, alhasil sistem outsourcing tersebut tidak berjalan dengan baik dan maksimal.
2. Pusdiklat Kemenkominfo juga sebaiknya harus memperhatikan hak-hak yang harus mereka dapati seperti pengupahan yang harus sesuai dengan UMP Provinsi, tidak adanya pemotongan gaji ketika mengajukan izin, diberikannya jaminan kesehatan, diberikannya cuti kepada setiap pegawai baik yang sudah bekerja 2 tahun maupun belum, diberikannya tunjangan hari raya. Selain itu Pusdiklat Kemenkominfo juga harus lebih memperhatikan faktor lainnya yang menunjang pegawai negeri sipil dalam meningkatkan kinerjanya, antara lain tentang pelatihan, komunikasi yang terjalin antar pegawai negeri sipil, pegawai outsourcing untuk meningkatkan komitmen
77
DAFTAR PUSTAKA Buku: Tambusai, Mazni.Pelaksanaan Outsourcing Ditinjau dari Aspek Hukum Ketenagakerjaan Tidak Mengaburkan Hubungan Industria.l. dalam Informasi Hukum Vol.1 Tahun VI.2004. Sutedi, Adrian.Hukum Perburuhan.Cet.1.Sinar Grafika. Jakarta. 2009. Priambada, Komang.outsourcing Versus Serikat Pekeja.Alih Daya Publishing. Jakarta. 2008. Yasar, Iftida.Sukses Implementasi.Cet.1.PPM Manajemen. Jakarta. 2008. Ali, Zainuddin.Metode Penelitian Hukum. Cet.2. Sinar Grafika. Jakarta. 2010. Irianto, Sulistyowati dan Shidarta.Metode Penelitian Hukum. Cet.1. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 2009. Soekanto, Soerjono.Pengantar Penelitian Hukum. Cet.1. UI Press. Jakarta. 1983. Mahmud, Peter Marzuki.Penelitian Hukum. Cet.1. Kencana. Jakarta. 2005. Dewata, Mukti Fajar Nur dan Yulianto Achmad.Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris. Cet.1. Pustaka Pelajar. Jakarta. 2010. Suwondo, Chandra.Outsourcing Implementasi Komputindo. Jakarta. 2003.
di
Indonesia.
Elex
Media
Indrajit, Richardus Eko.Proses Bisnis Outsourcing. Cet.2. Grasindo. Jakarta. 2004. Tambusai,Muzni.Pelaksanaan Outsourcing (Alih Daya) ditinjau dari aspek hukum ketenagakerjaan tidak mengaburkan hubungan industrial, http://www.nakertrans.go.id/arsip berita/naker/outsourcing.php. 29 Mei Tunggal, Amin Widjaja.Outsourcing Konsep dan Kasus. Harvarindo. Jakarta. 2008. Jehani, Libertus.Hak-Hak Karyawan Kontrak. Cet.2. Forum Sahabat. Jakarta. 2008. 77
78
Murti, Bisma.Mengelola SDM Secara Contracting Out, dalam Workshop: Pertemuan tahunan ke-7 Desentralisasi Kesehatan. UGM. Yogyakarta. 2008. Soejono. Pedoman Perburuhan. G.C.T.Van Dorp & CO N.V. Jakarta. 2013. Suhartono Widagdo, Bambang.Hak Mogok Pekerja/Buruh Dalam Hubungan Industrial Indonesia. Surabaya. 2005. Sjahputra Tunggal, Iman.Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Havarindo. Jakarta. 2005. Hutabarat, Jemsly dan Matani Husein.Operasionalisasi Strategi. Elex Media Komputindo. Jakarta 2004. Muyadi. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Salemba Empat. Jakarta. 2007. Rivai, Veithzal.Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2004. Ruky, Ahmad. Sistem Manajemen Kinerja. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2002. Cardoso Gomes, Faustino.Manajemen Sumber Daya Manusia. Andhi. Yogyakarta. 2003. Simamora, Henry. Manajemen Sumber Daya Manusia. Rinneka Cipta. Jakarta. 2001. Kusdhiyah Rachmawati, Ike. Manajemen Sumber Daya Manusia. Andhi. Yogyakarta 2008. Umar, Husein.Evaluasi Kinerja Perusahaan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 2005. Iskandar, Muhaimin.kilasan tentang Hukum. Metro TV. 2010. Jurnal Analisis Sosial.Upah Minimum dan Kesejahteraan Buruh: Peluang dan Tantangan bagi Serikat Buruh. Vol.7. Akatiga. 2002. SP Hasibuan, Malayu. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT. Bumi Aksara. Jakarta. 2005. Rachman Budiono, Abdul.Hukum Perburuhan di Indonesia. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1997.
79
Sjahputra Tunggal, Iman.Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Havarindo. Jakarta. 2005. M. Hanafi, Muchlis.Kerja dan Ketenagakerjaa. Lajnah Pentashihan Mushaf AlQuran. Jakarta 2010. Amin Suma, Muhammad. Tafsir Ayat Ekonomi. Amzah. Jakarta 2013. Kumpulan Beberapa Artikel. Keadilan Sosial. Kompas. Jakarta. 2004.
Perundang-Undangan: Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketengakerjaan. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan PENYEDIA Jasa Pekerja/Buruh, KEPMEN No. 101/MEN/IV/2004. Lembaran Lepas 2004. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.102/MEN/VI/ 2004 Tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Waktu Kerja Lembur. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
80
LAMPIRAN-LAMPIRAN PERATURAN KINERJA PARA PEKERJA PADA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA BAB XIV PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI Bagian Kesatu Kedudukan, Tugas dan fungsi Pasal 737 (1) Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai adalah unsur pendukung tugas Kementerian Komunikasi dan Informatika yang berada di bawah serta bertanggung jawab kepada Menteri Komunikasi dan Informatika melalui Sekretaris Jendral. (2) Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai dipimpin oleh seorang kepala. Pasal 738 Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengembangan melalui pendidikan dan pelatihan pegawai. Pasal 739
80
81
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 738, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai menyelanggarakan fungsi : a. Pelaksanaan tugas dibidang pendidikan dan pelatihan pegawai ; b. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas di bidang pendidikan dan pelatihan pegawai ; dan c. Pelaksanaan administrasi. Bagian Kedua Susunan Organisasi Pasal 740 Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai terdiri atas : a. Bagian Tata Usaha ; b. Bidang Program dan Evaluasi ; dan c. Bidang Penyelanggaraan. Bagian Ketiga Bagian Tata Usaha Pasal 741 Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan urusan administrasi pusat. Pasal 742 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 741, Bagian Tata Usaha menyelanggarakan fungsi : a. Pelaksanaan urusan kepegawaian; dan b. Pelaksanaan urusan rumah tangga dan perlengkapan.
82
Pasal 743 Bagian Tata Usaha terdiri atas : a. Subbagian Kepegawaian; b. Subbagian Keuangan; c. Subbagian Umum. Pasal 744 (1) Subbagian Kepagawaian mempunyai tugas melakukan tugas kepegawaian. (2) Subbagian Keuangan mempunyai tugas melakukan urusan keuangan. (3) Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan urusan rumah tangga dan perlengkapan. Bidang Program dan Evaluasi Pasal 745 Bidang Program dan Evaluasi mempunyai tugas melaksanakan penyusunan program, rencana, pemantauan, evaluasi dan pelaporan, serta kerja sama di bidang pendidikan dan pelatihan pegawai. Pasal 746 Dalam melaksanakan tugas sebgaimana dimaksud dalam Pasal 745, Bidang Program dan Evaluasi menyelenggarakan : a. Penyiapan bahan penyusunan rencana, program, dan anggaran pendidikan dan pelatihan pegawai kementrian; b. Penyiapan bahan kerja sama dengan instansi terkait di bidang pendidikan dan pelatihan pegawai;
83
c. Pemantauan, penyiapan bahan evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pendidikan dan pelatihan pegawai kementrian. Pasal 747 Bidang Program dan Evaluasi terdiri atas : a. Subbidang Program Pendidikan dan Pelatihan; b. Subbidang Kerja Sama Pendidikan dan Pelatihan; dan c. Subbidang Evaluasi dan Pelaporan Pendidikan dan Pelatihan. Pasal 748 (1) Subbidang ProgramPendidikan dan Pelatihan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana, program, dan anggaran pendidikan dan pelatihan pegawai kementerian. (2) Subbidang Kerja Sama Pendidikan dan Pelatihan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan kerja sama dengan instansiterkait di bidang pendidikan dan pelatihan pegawai. (3) Subbidang Evaluasi dan Pelaporan Pendidikan dan Pelatihan mempunyai tugas melakukan pemantauan, penyiapan bahan evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pedidikan dan pelatihan pegawai. Bagian Kelima Bidang Penyelenggaraan Pasal 749 Bidang Penyelenggaraan mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan, teknis, dan fungsional di lingkungan kementerian.
84
Pasal 750 Dalam melaksanakan tugas yang dimaksud dalam Pasal 749, Bidang Penyelenggaraan menyelenggarakan fungsi : a. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan di lingkungan kementerian; b. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan pegawai yang akan atau telah menduduki jabatan fungsional; c. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di bidang teknis. Pasal 751 Bidang Penyelenggaraan terdiri atas : a. Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan; b. Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Fungsional; dan c. Subbidang Pelatihan dan Pelatihan Teknis. Pasal 752 (1) Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan mempunyai tugas melakukan
pendidikan
dan
pelatihan
kepemimpinan
di
lingkungan
kementrian. (2) Subbidang Pendidikan dan Pelatihan Fungsional mempuyai tugas melakukan pendidikan dan pelatihan pegawai yang akan atau telah menduduki jabatan fungsional. (3) Subbidang Pelatihan dan Pelatihan Teknis mempuyai tugas melakukan pendidikan dan pelatihan di bidang teknis.
85
BAB XV KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL Pasal 753 Di lingkungan Kementrian Komunikasi dan Informatika dapat dibentuk Kelompok Jabatan Fungsional sesuai kebutuhan. Pasal 754 Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 755 (1) Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas sejumlah jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok jabatan fungsional sesuai bidang keahliannya. (2) Masing-masing Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior. (3) Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. (4) Jenis dan jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.